BAB I PENDAHULUAN. Kota identik dengan pemukiman penduduk dalam jumlah besar pada suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kota identik dengan pemukiman penduduk dalam jumlah besar pada suatu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota identik dengan pemukiman penduduk dalam jumlah besar pada suatu kawasan dengan sarana pendukung seperti perkantoran, kawasan industri, sekolah, rumah ibadah, pusat-pusat perbelanjaan, gelanggang olah raga, tempat rekreasi dan kawasan hijau. Perkembangan perkotaan di Indonesia berjalan sangat cepat setelah tahun 1990, ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk akibat arus urbanisasi, membengkaknya jumlah perumahan baru yang dibangun di sekeliling kota, munculnya pusat-pusat industri, pusat belanja, perkantoran, hotel, dan sekolah. Perkembangan ini berbanding terbalik dengan semakin menurunnya luas lahan yang digunakan untuk kawasan hijau seperti hutan kota, yang disebabkan mahalnya harga lahan dan kebijakan penggunaan lahan. Menurunnya kualitas lingkungan seperti polusi udara akibat buangan bahan bakar kendaraan bermotor dan industri, seharusnya memunculkan konsekuensi kebutuhan hutan kota dengan alokasi lahan yang cukup luas. Pembangunan hutan kota merupakan suatu keharusan di tengah semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup di perkotaan dan daerah pinggiran. Hutan kota dapat berbentuk barisan pepohonan di sepanjang jalan, bangunan terbuka, lahan-lahan yang terbuka, kawasan luar kota, kawasan perdagangan dan kawasan industri, kelompok vegetasi di taman-taman, danau, empang, jalur hijau sepanjang 1

2 sungai, padang penggembalaan, dan area lain yang dapat menyambung ke kawasan hutan di luar kota. Luas hutan kota minimum 0,4 hektar. Bila berbentuk jalur, maka lebarnya minimum 30 meter (Dahlan, 2004) Perumusan Masalah Ruang terbuka hijau bermanfaat bagi penataan lingkungan, salah satunya adalah memperbaiki kualitas lingkungan. Penataan ruang terbuka hijau harus dilakukan dengan matang agar tidak menyalahi aturan yang terdapat pada pedoman pembangunan ruang terbuka hijau, sehingga fungsi yang diharapkan pada ruang terbuka hijau dapat terlaksana dengan baik. Kawasan ruas Jalan Jogja-Solo km dan sekitarnya terdapat banyak fasilitas, seperti Candi Prambanan sebagai tempat wisata, Bong Supit Bogem, Bank Sintha Daya, tempat pendidikan (SMA Negeri 1 Kalasan, SMK Negeri Kalasan, SMK Muda Patria), Hotel (Edotel), dan tempat kuliner yang terkenal (Dawet Kalasan) yang menyebabkan tingkat aktivitas di sekitar tempat tersebut tinggi. Selain itu, Jalan Jogja-Solo merupakan jalan utama penghubung antara D.I. Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Menurut sumber dari warga sekitar, penataan di sekitar jalan ini hanya pada batas perawatan pohon saja, seperti pada cabang-cabang yang sudah panjang, cabang dipotong/dikurangi, namun biasanya hanya 1 tahun sekali. Mengingat tingginya aktivitas di ruas Jalan Jogja-Solo km 15-16, pohon-pohon seharusnya dilakukan pemeliharaan lebih intensif, agar cabang-cabang yang kering tidak membahayakan para pengguna jalan yang melewati Jalan Jogja-Solo km

3 1.3. Ruang Lingkup Penelitian ini terbatas pada identifikasi pohon, mengukur keliling, tinggi, lebar tajuk, dan evaluasi pohon di tepi jalan pada ruas Jalan Jogja-Solo km Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi jenis pohon yang terdapat pada ruas Jalan Jogja-Solo km Mengevaluasi jenis pohon berdasarkan fungsinya sebagai peneduh di ruas Jalan Jogja-Solo km Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain: 1. Sumber informasi jenis pohon yang terdapat di ruas Jalan Jogja-Solo km Sumber informasi terkait fungsi pohon-pohon yang terdapat di ruas Jalan Jogja-Solo km Bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Sleman selaku pihak pengelola dalam perawatan pohon-pohon tepi jalan di Jalan Jogja-Solo km

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Kota Hutan kota penting bagi keseimbangan ekologi manusia dalam berbagai hal, seperti kebersihan udara, ketersediaan air tanah, pelindung terik matahari, kehidupan satwa dalam kota, dan juga sebagai tempat rekreasi. Hutan kota dapat mengurangi dampak cuaca yang tidak bersahabat, seperti kecepatan angin, banjir, memberi keteduhan, dan memberikan efek pengurangan pemanasan global. Klasifikasi hutan kota menurut Fandeli dkk. (2004), antara lain: 1. Klasifikasi hutan kota berdasarkan proses terbentuknya, terdiri atas hutan kota alami, hutan kota buatan, dan buatan kota campuran. 2. Klasifikasi hutan kota berdasarkan lokasi terdiri dari hutan kota pada wilayah terbangun dan tidak terbangun. 3. Klasifikasi hutan kota berdasarkan komposisi jenis pohon terdiri dari hutan kota satu jenis dan hutan kota beberapa jenis pohon. 4. Klasifikasi hutan kota berdasarkan asal pohon terdiri dari hutan kota yang pohonnya berasal dari daerah setempat (indigenous) dan yang didatangkan dari daerah luar (exsote).

5 Menurut Irwan (2004) dalam Wiryanata (2008), bentuk hutan kota dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Bergerombol atau menumpuk, yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasi terkosentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat yang tidak beraturan. 2. Menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. 3. Jalur, yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasi tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran, dan sebagainya. Adapun fungsi hutan kota antara lain (Anonim, 2002): 1. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika. 2. Meresapkan air. 3. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota. 4. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia Komposisi Jenis Vegetasi Komposisi merupakan struktur tegakan berdasarkan jenis penyusunnya. Pada suatu hutan kota biasanya tersusun oleh suatu jenis pohon atau beberapa jenis. Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) mengemukakan bahwa vegetasi merupakan komunitas tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan tertentu terdapat bersamaan di dalam

6 kelompok-kelompok tertentu dalam membentuk asosiasi tumbuh-tumbuhan. Kelompok-kelompok tersebut disebut dengan komunitas. Komunitas ini paling baik digambarkan dengan menunjukkan ciri dan bentuk pertumbuhan dari jenis yang paling melimpah, jenis terbesar atau jenis yang paling berkarakteristik dari komunitas yang khusus Lingkungan Perkotaan Kota merupakan sebuah sistem, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis yang sewaktu-waktu dapat menjadi tidak teratur, sulit dikontrol dan mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim (Irwan, 2004). Perancangan suatu kota harus dilakukan secara matang agar nantinya dapat memenuhi tujuan pembangunan kota. Tujuan pembangunan kota menurut Irwan (2004): 1. Mencapai kehidupan yang layak dan menghapus kemelaratan. 2. Memperoleh lingkungan yang menyenangkan, nyaman, aman, dan menarik untuk memenuhi kebutuhan penduduk agar dapat bertahan, melanjutkan hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Berbagai macam bentuk aktifitas manusia di kota telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan seiring dengan perambatan jumlah penduduk. Dengan adanya industralisasi dan mobilitas manusia yang terus meningkat maka dapat mengakibatkan kualitas udara mengalami perubahan suhu yang semakin menurun (Wiryanata, 2008).

7 2.4. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut instruksi Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. RTH dibangun dari berbagai macam vegetasi yang disesuaikan dengan lokasi dan tujuan dibuatnya RTH. Masing-masing lokasi akan memiliki permasalahan yang berbeda dalam keberhasilan dari rencana dan rancangan RTH tersebut. Menurut sifat penggunaanya menurut Fandeli (2004) RTH dibedakan menjadi: a. Ruang Terbuka Hijau Pasif Ruang terbuka yang dibangun untuk menunjang ekosistem setempat dengan kegiatan manusia yang relatif kecil, seperti kantong hijau, waduk-waduk, kuburan, hutan buatan, penghijauan tepi sungai, jalur hijau, lapangan terbang, dan sebagainya. b. Ruang Terbuka Hijau Aktif Umumnya ruang terbuka aktif dipergunakan untuk kegiatan manusia, singga ruang terbuka ini lebih berdaya guna, misalnya taman-taman kota, camping ground, taman flora kota, taman untuk jalan-jalan, lapangan olahraga, kebun binatang dan sebagainya.

8 Fungsi RTH menurut Wiryanata (2008) antara lain: 1. Areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan. 2. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan lingkungan. 3. Sarana rekreasi. 4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran, baik di darat, perairan maupun di udara. 5. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan. 6. Tempat perlindungan plasma nutfah. 7. Pengaturan tata air. 8. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. Manfaat RTH menurut Wiryanata (2008) antara lain: 1. Memberikan kesegaran, kenyamanan, dan keindahan lingkungan. 2. Memperbaiki lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota. 3. Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga, dan buah.

9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian ini dilakukan di Jalan Jogja-Solo km 15-16, Dusun Bogem, Kelurahan Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1). Gambar 1. Lokasi penelitian di Jalan Jogja-Solo km (Sumber: google earth. com) Waktu Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari-Agustus Alat dan Bahan Penelitian Alat 1. Alat tulis dan kertas untuk menulis hasil penelitian. 2. Christen meter untuk mengukur tinggi pohon (Gambar 2). 9

10 Gambar 2. Penggunaan christen meter 3. Roll meter untuk mengukur lebar tajuk. 4. Pengukuran keliling pohon (Gambar 3). Gambar 3. Pengukuran keliling pohon 5. Pita meter untuk mengukur keliling pohon. 6. Kamera untuk mendokumentasikan foto pohon. 7. Komputer untuk membuat tugas akhir. 8. Tallysheet untuk mencatat hasil pengukuran di lapangan

11 Gambar 4. Penggunaan tallysheet Bahan Bahan atau objek dalam penelitian ini adalah pohon-pohon di tepi jalan yang berada di kawasan Jalan Jogja-Solo km Prosedur Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan melakukan survei lapangan, yakni mengamati pohon-pohon yang berada di sepanjang Jalan Jogja-Solo dari km dengan cara: 1. Identifikasi jenis pohon. Identifikasi jenis pohon dilakukan dengan cara mengajak orang yang ahli dalam identifikasi jenis atau mengoleksi bagian pohon tersebut untuk di identifikasi di Laboratorium Dendrologi Fakultas Kehutanan UGM

12 2. Mengukur keliling pohon satu per satu dengan pita meter, tinggi dengan christen meter dan jalon panjang 2 meter, serta panjang tajuk arah utaraselatan-timur-barat dengan roll meter. 3. Evaluasi jenis pohon berdasar fungsinya. Mengevaluasi data identifikasi jenis yang telah didapat dengan menggunakan acuan menurut Mukhlison (2010). Mukhlison (2010) menyatakan bahwa kriteria umum jenis pohon yang ditanam pada ruang terbuka hijau adalah: Daya resapan air tinggi Memiliki nilai keindahan Penghasil oksigen tinggi Tahan cuaca dan hama penyakit Memiliki peredam intensif Bentuk morfologi bervariasi Pemeliharaannya tidak intensif 3.4. Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif

13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Evaluasi Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi, ditemukan sebanyak 110 pohon yang terdapat di ruas Jalan Jogja-Solo km Data selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi jenis pohon di tepi jalan pada ruas Jalan Jogja-Solo km A Utara Jalan No Jenis Nama ilmiah Famili Jumlah Lebar Tajuk Rata-rata (m Pohon U T S B 1 Mahoni Swietenia macrophylla King Meliaceae 37 4,9 3,8 4,2 3,5 2 Asem Tamarindus indicus L. Fabaceae 3 5,3 4,1 5,1 5,3 3 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae 2 2,5 2,5 3,2 3 4 Ketapang Terminalia catappa L. Combretaceae 3 5,3 4,3 5 3,3 Jumlah 45 B Selatan Jalan No Jenis Nama ilmiah Famili Jumlah Lebar Tajuk Rata-rata (m) Pohon U T S B 1 Mahoni Swietenia macrophylla King Meliaceae 56 3,3 3,6 3,9 2,9 2 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk Moraceae Ketapang Terminalia catappa L. Combretaceae 2 8,5 6,5 7,5 3,5 4 Gliriside Gliricidia sepium Fabaceae Jambu biji Psidium guajava Myrtaceae Jambu air Syzygium aquea Myrtaceae Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae 2 0,7 1 0,5 1,5 8 Beringin Ficus benjamina L. Moraceae Tanjung Mimusops elengi L. Sapotaceae 2 3,2 2,7 2,5 2 Jumlah Utara jalan Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 45 pohon di tepi Jalan Jogja-Solo km sisi utara. Pohon yang dominan adalah mahoni sebanyak 37 pohon. Karakteristik tajuk mahoni memiliki tajuk berbentuk kubah, rapat, hijau gelap.

14 Gambar 5. Mahoni (Swietenia macrophylla King) di ruas Jalan Jogja-Solo km Daun mahoni majemuk menyirip, tersebar, anak daun berhadapan, bulat telur hingga elips memanjang, dan berwarna hijau tua/gelap (Handoko, 2014). Karakteristik tajuk inilah yang diduga menjadi alasan utama pemilihan mahoni sebagai peneduh jalan. Selain mahoni, tiga jenis lain yang ditemui yaitu asem (3 pohon), mangga (2 pohon), dan ketapang (3 pohon). Jenis tersebut diduga ditanam sebagai pengganti mahoni yang mati. Karakteristik pohon asem bertajuk rindang. Daun berseling, majemuk menyirip genap, anak daun berhadapan pasang dan bulat memanjang (Adriyanti dan Wiyono, 2012). Karakteristik tajuk pohon mangga membulat, kerapatan tinggi, bergetah hitam. Daun berbentuk lanset, tebal, licin, hijau gelap, daun muda ungu tua sampai coklat kemerahan, menggantung lemas dan berbau segar jika diremas. Adapun pohon ketapang memiliki tajuk bertingkat seperti pagoda, menggugurkan daun secara periodik. Daun tunggal, tersebar, sebagian besar terkumpul di ujung ranting, ukuran helaian daun besar,

15 hijau agak kusam, menjelang rontok warna daun menjadi merah terang (Adriyanti dan Wiyono, 2012) Selatan jalan Berdasarkan Tabel 1 di muka dapat diketahui bahwa terdapat 67 pohon yang berada di tepi Jalan Jogja-Solo km pada sisi selatan jalan. Pohon yang dominan adalah mahoni dengan jumlah mencapai 56 pohon. Selain berfungsi sebagai peneduh, mahoni juga mampu menyerap polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor maupun debu di jalanan (Adriyanti dan Wiyono, 2012).. Adapun jenis lain yang berada di sisi selatan jalan selain mahoni, yaitu nangka (1 pohon), ketapang (2 pohon), gliriside (1 pohon), jambu biji (1 pohon), jambu air (1 pohon), mangga (2 pohon), beringin (1 pohon), tanjung (2 pohon). Karakteristik tajuk pohon nangka memiliki tajuk yang berbentuk bulat, daun tunggal, bentuk bulat telur, elips atau oblong (bulat memanjang). Karakteristik tajuk pohon ketapang adalah memiliki tajuk bertingkat seperti pagoda, menggugurkan daun secara periodik, daun tunggal, tersebar, sebagian besar terkumpul di ujung ranting, ukuran helaian daun besar, hijau agak kusam, menjelang rontok warna daun menjadi merah terang (Adriyanti dan Wiyono, 2012). Karakteristik pohon jambu biji adalah memiliki tajuk yang kurang lebat, daun muda berbulu putih abu-abu, bertangkai pendek, elips sampai oblong (Adriyanti dan Wiyono, 2012). Karakteristik pohon jambu air memiliki tajuk lebat dan pertumbuhan cepat, semakin lebat akan semakin banyak menghasilkan

16 oksigen. Daun berbentuk bulat telur atau oblong memanjang, pangkal daun sering memeluk batang, berbentuk jantung, jika diremas berbau segar (Adriyanti dan Wiyono, 2012). Pohon selanjutnya adalah gliriside. Jenis ini berdaun majemuk menyirip ganjil, panjang cm, ketika muda dengan rambut-rambut halus (Handoko, 2014). Pohon beringin memiliki tajuk yang selalu hijau dan rindang, daun elips, ujung meruncing, sangat mengkilap/licin. Pohon tanjung memiliki tajuk yang rimbun, sangat cocok untuk pohon peneduh, daun elips memanjang sampai bulat telur memanjang, duduk tersebar, permukaan bawah daun yang muda berwarna coklat beludru, jika tua berubah menjadi hijau (Adriyanti dan Wiyono, 2012) Deskripsi Jenis dan Evaluasi Fungsi Pohon beringin (Ficus benjamina L.) merupakan anggota dari Famili Moraceae. Pohon ini terdapat hanya satu di ruas Jalan Jogja-Solo km tepatnya berada di sebelah selatan jalan (Gambar 6). Pohon beringin sering dikaitkan dengan makna filosofis dan arti simbolistis, baik di kalangan masyarakat umum maupun bagi sejarah daerah (Handoko, 2014). Beringin tidak tumbuh ke atas namun tumbuhnya melebar, mengembang dan terkadang kembali ke bawah menjuntai. Itulah sebabnya mengapa pohon beringin ini cocok dijadikan sebagai pohon peneduh. Pohon ini juga memiliki kemampuan sebagai pohon konservasi mata air dan penguat lereng alami. Pohon beringin memiliki kriteria vegetasi penyusun yang memiliki perakaran kuat dan dalam, akar lateral yang mencengkeram tanah dengan baik, tahan terpaan angin, tajuk yang selalu hijau dan

17 rindang, berumur panjang dapat hidup dalam waktu hingga ratusan tahun, tahan serangan hama penyakit dan mampu menyerap polusi udara, beradaptasi dengan bagus pada berbagai kondisi lingkungan (Handoko, 2014). Gambar 6. Beringin (Ficus benjamina L.) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon mangga (Mangifera indica L.) merupakan anggota dari Famili Anacardiaceae. Pada ruas Jalan Jogja-Solo km pohon ini hanya terdapat 4 pohon, sebelah selatan jalan ada 2 pohon dan di utara jalan ada 2 pohon (Gambar 7). Pohon mangga ini memiliki fungsi produksi, akan tetapi pohon ini masih kecil dan belum dapat diambil/dimanfaatkan buahnya. Pohon ini tahan terhadap kekeringan karena memiliki akar tunjang panjang dan dalam hingga 2,5 meter dan kayunya dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Pada masa mendatang seiring berjalannya waktu pohon mangga ini akan tumbuh besar dan berbuah. Pohon mangga dapat membahayakan bagi pengendara kendaraan bermotor yang lalu lalang melewati ruas jalan tersebut, karena buahnya yang berjatuhan di Jalan Jogja-Solo km

18 Gambar 7. Mangga (Mangifera indica L.) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon ketapang (Terminalia catappa L.) merupakan anggota dari Famili Combretaceae. Di ruas Jalan Jogja-Solo km terdapat 5 pohon ketapang, sebelah selatan jalan terdapat 2 pohon dan di utara jalan terdapat 3 pohon (Gambar 8). Pohon ketapang berfungsi sebagai pohon peneduh, karena memiliki tajuk yang berbentuk pagoda, tajuk rimbun, dan selalu hijau (Handoko, 2014). Kegunaan pohon ketapang yaitu kayunya lunak sehingga dapat dijadikan kayu perkakas dan buahnya dalam hal ini bijinya dapat dimakan, sedangkan bagian luar biji (exocarp) dapat dijadikan bahan kerajinan tangan. Kayu ketapang dikenal rentan terhadap rayap. Pada ruas Jalan Jogja-Solo km ini, sebagian besar pohon ketapang kebanyakan sudah agak besar dan cocok menjadi pohon peneduh, sehingga suasana di sekitar ruas Jalan Jogja-Solo km terasa teduh. Tetapi, pohon ketapang juga dapat membahayakan bagi pengendara kendaraan bermotor, karena buahnya yang berjatuhan di jalan dan perawatan pohon-pohon di ruas jalan ini juga jarang sekali.

19 Gambar 8. Ketapang (Terminalia catappa L.) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) merupakan anggota dari Famili Moraceae. Di ruas Jalan Jogja-Solo km hanya ditemukan 1 pohon nangka yang berada di selatan jalan (Gambar 9). Pohon ini bila dilihat fisiknya sudah besar dan berbuah. Buahnya biasa dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk dikonsumsi. Daunnya pun dimanfaatkan untuk keperluan pakan hewan ternak kambing. Pohon nangka berfungsi baik sebagai pelindung tanah terhadap bahaya longsor atau erosi dan pengendalian tata air (Nidah. 2013). Daun-daun yang gugur kemudian menjadi lapuk dapat menjadi humus yang baik untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hama dan penyakit pada pohon nangka ini boleh dikatakan tidak ada. Pohon nangka memiliki tajuk yang berbentuk bulat, sehingga juga dapat dikatakan sebagai pohon peneduh pada ruas jalan tersebut.

20 Gambar 9. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon mahoni (Swietenia macrophylla King) merupakan pohon utama di ruas Jalan Jogja-Solo km dengan total 93 pohon. Di sebelah selatan 56 pohon dan sebelah utara 37 pohon. Menurut warga sekitar, pohon mahoni di sekitar Jalan Jogja-Solo km memang sudah ditanam sejak lama, yakni pada tahun 1960-an, dan hal ini sesuai dengan sifat mahoni yaitu mampu tumbuh dan hidup hingga puluhan tahun. Pohon mahoni memiliki tajuk yang berbentuk kubah dan daunnya berwarna hijau gelap dan rapat, lebat (Gambar 10), sehingga pohon ini memiliki fungsi mengurangi polusi udara sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air, menyerap partikel timbal serta debu dan meredam kebisingan kendaraan bermotor yang lalu lalang di Jalan Jogja-Solo km Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu akan mengikat air yang jatuh,

21 sehingga menjadi cadangan air (Mukhlison, 2010). Suasana di sekitar Jalan Jogja- Solo km terasa sejuk dan rindang. Pada pohon yang agak tua, kadangkadang nampak adanya kerusakan yang disebabkan oleh hewan bajing, terutama pada bagian kulit batang dan ranting. Kayu mahoni ini tergolong kayu mewah sehingga bila dijual harganya cukup tinggi. Pohon ini cocok ditanam di pinggir jalan serta pada daerah industri (Nidah. 2013). Gambar 10. Mahoni (Swietenia macrophylla King) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon asem (Tamarindus indicus L.) merupakan anggota dari Famili Fabaceae. Di ruas Jalan Jogja-Solo km terdapat 3 pohon asem, dan hanya terdapat di sebelah utara jalan (Gambar 11). Tajuk pohon asem berwarna hijau dan lebat. Pohon asem ditanam di perkotaan sebagai tanaman pemecah angin, peneduh dan penahan erosi. Pohon asem juga berperan sebagai bahan penghijauan untuk memperbaiki kawasan yang gersang dan tandus (Nidah. 2013). Buah pohon asem

22 bernilai ekonomi yang cukup tinggi dan sudah banyak digunakan sebagai salah satu bahan baku industri makanan dan jamu. Gambar 11. Asem (Tamarindus indicus L.) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon tanjung (Mimusops elengi L.) merupakan anggota dari Famili Sapotaceae. Di ruas Jalan Jogja-Solo km terdapat 2 pohon tanjung yang terletak di sebelah selatan jalan (gambar 12). Pohon tanjung dapat menyerap partikel timbal, debu, dan debu semen, sehingga sangat cocok ditanam di pinggir jalan ataupun di areal industry (Adriyanti dan Wiyono, 2012). Bunganya harum, tajuknya rimbun, sangat cocok untuk pohon peneduh atau tanaman pinggir jalan. Pohon tanjung juga berguna sebagai pohon penyerap kebisingan, penyerap polusi udara dan pohon pemecah angin (Dahlan, 2004). Batangnya tidak terlalu besar dan terlalu tinggi, namun pohon ini sangat rindang dengan tajuk luas dan tumbuh secara simetris. Kayu pohon tanjung sangat baik untuk bahan kayu konstruksi, karena kuat dan kokoh.

23 Gambar 12. Tanjung (Mimusops elengi L.) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon jambu air (Syzygium aquea) merupakan anggota dari Famili Myrtaceae. Di ruas Jalan Jogja-Solo km hanya terdapat 1 pohon jambu air dan berada di sebelah selatan jalan (Gambar 13). Pohon jambu air termasuk jenis pohon untuk hutan kota di kawasan permukiman (Mukhlison, 2008). Pohon ini memiliki tajuk lebat dan pertumbuhan cepat. Apabila tajuknya lebat pohon ini akan semakin banyak menghasilkan oksigen, dan bila pohon ini sudah agak besar akan menghasilkan buah yang dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk disantap.

24 Gambar 13. Jambu air (Syzygium aquea) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon jambu biji (Psidium guajava) merupakan anggota dari Famili Myrtaceae. Di ruas Jalan Jogja-Solo km terdapat 1 pohon jambu biji dan terdapat di sebelah selatan jalan (Gambar 14). Pohon jambu biji berfungsi menghasilkan oksigen. Kadang pohon ini juga ditanam sebagai tanaman hias (Adriyanti dan Wiyono, 2012). Daun pohon tidak lebat, sehingga kurang cocok untuk ditanam sebagai pohon peneduh jalan (Mukhlison, 2010). Tetapi, di samping itu pohon jambu biji memiliki buah yang bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk dimakan/diolah berbagai macam makanan atau minuman salah satunya. Manfaat dari buah jambu biji adalah untuk meningkatkan trombosit pada tubuh manusia. Biasanya kekurangan trombosit dialami oleh seseorang yang terkena penyakit demam berdarah. Buah jambu biji ini sangat disarankan oleh dokter untuk dikonsumsi bagi penderita demam berdarah.

25 Gambar 14 Jambu biji (Psidium guajava) di ruas Jalan Jogja-Solo km Pohon gliriside (Gliricidia sepium) merupakan anggota dari Famili Fabaceae. Di ruas Jalan Jogja-Solo km terdapat 1 pohon gliriside dan berada di sebelah selatan jalan (Gambar 15). Pohon ini berfungsi sebagai pohon penahan angin (windbreak), serta dapat juga dijadikan tanaman pagar (Nidah, 2013). Kebanyakan gliriside ini dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan HMT (Hijau Makan Ternak). Di sekitar Jalan Jogja-Solo km 15-16, warga biasa memotong cabang-cabang yang mulai masuk ke kawasan jalan. Cabang yang telah dipotong tersebut oleh warga dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Selain itu, daunnya juga dimanfaatkan sebagai pakan hewan ternak kambing dan sapi. Jadi, gliriside kurang cocok menjadi pohon peneduh di ruas Jalan Jogja-Solo km berdasar fungsi nya.

26 Gambar 15. Gliriside (Gliricidia sepium) di ruas Jalan Jogja-Solo km

27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Pada ruas Jalan Jogja-Solo km terdapat 112 batang pohon dari 10 jenis dan 8 famili. 2. Hasil evaluasi jenis pohon menurut fungsi: Semua jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian yakni 10 jenis telah memenuhi persyaratan sebagai tanaman Ruang Terbuka Hijau, kecuali gliriside hanya berfungsi sebagai pohon penahan angin, sedangkan buah pohon ketapang berjatuhan di jalan dan membahayakan pengendara kendaraan bermotor yang melewati Jalan Jogja-Solo km Saran 1. Perlu dilakukan pemeliharaan dan penambahan jenis pohon penyusun vegetasi RTH, khususnya pada utara jalan agar keberadaan RTH dapat berfungsi secara maksimal. 2. Informasi mengenai nama pohon dan tahun tanam perlu dipasang pada pohon-pohon yang terdapat di Jalan Jogja-Solo km untuk memudahkan mengidentifikasi pohon dan proses pendidikan kepada yang melewati Jalan Jogja-Solo km

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya, kondisi fisik yang dimaksud yaitu topografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km 2 atau 18% dari luas wilayah DIY,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1) ; (2) (3)

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1)  ; (2)  (3) 48 PERENCANAAN LANSKAP Konsep dan Pengembangannya Konsep dasar pada perencanaan lanskap bantaran KBT ini adalah menjadikan bantaran yang memiliki fungsi untuk : (1) upaya perlindungan fungsi kanal dan

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

PERENCANAAN Tata Hijau Penyangga Green Belt

PERENCANAAN Tata Hijau Penyangga Green Belt 68 PERENCANAAN Perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan industri mencakup perencanaan tata hijau, rencana sirkulasi, dan rencana fasilitas. Perencanaan tata hijau mencakup tata hijau penyangga (green

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA ( Taman Nostalgia Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan dari konsep ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo adalah : 1. Adanya kebutuhan masyarakat pada kawasan pusat kota Ponorogo akan ruang

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN WISATA HUTAN KOTA BUNGKIRIT

BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN WISATA HUTAN KOTA BUNGKIRIT BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN WISATA HUTAN KOTA BUNGKIRIT 5.1 Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Kota Bungkirit Berdasarkan hasil analisis didapat hasil perhitungan proyeksi

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB VII KEBAKARAN HUTAN BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lansekap (Landscape Planning) Lansekap merupakan refleksi dari dinamika sistem alamiah dan sistem sosial masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis

Lebih terperinci

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, bahwa hutan kota mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat serbaguna dalam kehidupan. Selain sebagai sumber daya penghasil kayu dan sumber pangan yang diperlukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan TINJAUAN PUSTAKA Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam Kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan, terciptanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Lahan Sitorus (1985) menjelaskan ada empat kelompok kualitas lahan utama : (a) Kualitas lahan ekologis yang berhubungan dengan kebutuhan tumbuhan seperti ketersediaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Herba Herba adalah semua tumbuhan yang tingginya sampai dua meter, kecuali permudaan pohon atau seedling, sapling dan tumbuhan tingkat rendah biasanya banyak ditemukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm pada bulan Juni 1972. Permasalahan lingkungan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan,S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami kriteria tanaman Lanskap Kota Mengetahui berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci