BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan dunia.badan Kesehatan
|
|
- Inge Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Kecacingan Infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan dunia.badan Kesehatan Dunia memperkirakan lebih dari 1,5 miliar (24%) dari penduduk dunia terinfeksi cacing parasit dengan jumlah terbesar di wilayah Afrika, Amerika, Cina, dan Asia Tenggara. Kecacingan sering terjadi pada anak-anak, diperkirakan sekitar 270 juta anak usia balita dan 600 juta anak usia sekolah beresiko tinggi terinfeksi parasit cacing di seluruh dunia (WHO., 2015). Di Indonesia, angka kecacingan mencapai 28% (Kemenkes., 2015) dan diperkirakan lebih dari 60% anak-anak terinfeksi cacing parasit (Tjay dan Rahardja, 2002).Infeksi cacing umumnya terjadi di negara-negara berkembang, dimana keadaan hidup dan pelayanan kesehatan masih kurang baik dan higienitas masih belum memadai(rahardja dan Tan, 2010).Kecacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestive), penyerapan (absorption), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi cacing dapat menimbulkan kurangnya gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang (Samudar, dkk., 2013). 2.2 Penyebab Kecacingan Cacing penyebab infeksi pada manusia dapat dibagi menjadi 2 filum utama, yaitu platyhelmintes atau cacing pipih dan nematoda atau cacing gelang.platyhelmintes terbagi menjadi dua kelas yaitu trematoda dan cestoda (Soedarto, 2008). 5
2 Trematoda mempunyai bentuk tubuh yang tidak bersegmen, pipih mirip daun. Cacing dewasa mempunyai alat isap mulut (oral sucker) yang terdapat di kepala, dan alat isap ventral yang terdapat di bagian perut. Trematoda pada umumnya bersifat hermaprodit. Trematoda memiliki alat pencernaan yang belum sempurna dan tidak memiliki rongga tubuh. Ciri khas trematoda adalah adanya sistem ekskresi (flame cell) yang berbentuk khas pada setiap spesies (Soedarto, 2008). Cacing cestoda mempunyai bentuk seperti pita, pipih ke arah dorsoventral, dan mempunyai banyak ruas (segmen).cestoda memiliki alat pencernaan yang belum sempurna dan tidak memiliki rongga tubuh. Kepala cacing cestoda mempunyai alat isap untuk menempel yang dilengkapi kait untuk menempel pada organ manusia atau hewan yang menjadi hospes tempatnya hidup (Soedarto, 2008). Filum nematoda (roundworm) mempunyai bentuk tubuh bulat memanjang, silindris, tidak bersegmen, dan bilateral simetris. Cacing ini memiliki rongga tubuh dan tubuhnya tertutup oleh kutikulum. Alat pencernaannya sudah lengkap, tetapi sistem syaraf dan ekskresinya belum sempurna. Nematoda adalah cacing yang uniseksual dengan alat reproduksi jantan dan betina yang terpisah (Soedarto, 2008). Gejala dan keluhan kecacingan dapat disebabkan oleh penyumbatan usus halus dan saluran empedu atau penarikan gizi yang penting bagi tubuh. Sering kali gejala tidak begitu nyata dan hanya berupa gangguan lambung-usus, seperti mual, muntah, mulas, kejang-kejang, dan diare berkala dengan hilangnya nafsu makan. Pada sejumlah cacing yang menghisap darah, penderita dapat 6
3 mengalamikekurangan darah, misalnya disebabkan oleh cacing tambang, pita, dan cambuk (Tjay dan Rahardja, 2002) Infeksi Nematoda Menurut Anand dan Sharma (1997) infeksi nematoda (roundworm) yang sering terjadi adalah askariasis, infeksi cacing tambang, trikuriasis, strongyloidiasis, dan filariasis Askariasis Penyakit ini disebabkan Ascaris lumbricoides, yaitu cacing yang hidup di lumen usus halus manusia dengan panjang cm. Cacing betina mengeluarkan telur dalam jumlah sangat banyak, sampai telur dalam sehari yang dikeluarkan dalam tinja (Tjay dan Rahardja, 2002). Infeksi terjadi karena konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh telur Ascaris. Gejala penyakit cacing gelang yaitu adanya rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung), kejang perut, diselingi diare, kehilangan berat badan, dan demam (Irianto, 2013).Rendahnya tingkat sanitasi dan kurangnya kebersihan personal merupakan penyebab utama menyebarnya penyakit ini. Oleh karena itu, penyakit ini umum terjadi pada orang yang tinggal di daerah kumuh yang padat penduduk (Anand dan Sharma, 1997). Askariasis tersebar di seluruh dunia dan menginfeksi sekitar juta orang dan menyebabkan kematian setiap tahun. Selain menyebabkan malnutrisi pada anak-anak, proses migrasi larva dari usus ke paru-paru juga menyebabkan pneumonia atipikal dengan inflamasi sel paru-paru dan hati, demam, dan eosinofilia. Cacing dewasa terkadang berpindah ke hati, usus buntu, 7
4 esofagus, dan memblok saluran pencernaan yang dapat menyebabkan kolik (Anand dan Sharma, 1997) Infeksi cacing tambang Infeksi cacing tambang disebabkan oleh nematoda penghisap darah, Ancylostoma duodenale, A. ceylanicum, dan Necator americanus pada saluran cerna manusia.cacing ini disebut cacing tambang atau cacing terowongan karena terdapat di daerah tambang dan terowongan di gunung. Infeksi ini umum terjadi pada petani yang bekerja dengan bertelanjang kaki di lahan yang diberi pupuk kandang. Infeksi terjadi melalui larva infektif yang berpenetrasi menembus kulit dan memasuki sirkulasi darah. Larva ini akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan memperoleh makanan dengan mengisap darah inangnya melalui vili saluran pencernaan (Anand dan Sharma, 1997). Gejala utama infeksi ini adalah anemia hipokromik yang disebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar.hal ini menyebabkan perasaan lemas, lunglai, anoreksia, dan menurunnya daya tahan tubuh. Infeksi cacing tambang juga menyebabkan gangguan dan rasa sakit pada saluran pencernaan. Anak-anak dengan infeksi berat menunjukkan pertumbuhan mental dan fisik yang buruk (Anand dan Sharma, 1997) Trikuriasis Penyakit ini disebabkan infeksi Trichuris trichiura, yang dikenal sebagai cacing cambuk. Cacing ini hidup menempel di saluran pencernaan terutama pada usus besar manusia. Infeksi disebabkan karena konsumsi air atau sayuran yang terkontaminasi telur T. trichiura. Infeksi ringan umumnya asimtomatis, namun 8
5 infeksi berat Trichuris dapat menyebabkan anemia, eosinofilia, sakit perut, diare, kotoran berlendir, dan prolaps rektum (Anand dan Sharma, 1997) Strongiloidiasis Cacing tambangstrongyloides stercoralis juga menginfeksi manusia dengan menembus kulit dalam bentuk larva filariform. Cacing ini memiliki tubuh yang tipis seperti benang, sehingga disebut cacing benang. Cacing ini hidup di mukosa intestinal manusia (Anand dan Sharma, 1997). Pergerakan cacing dewasa dan larvanya menyebabkan perubahan patologis seperti inflamasi sel, reaksi alergi, dan eosinofilia. Gejala klinis penyakit ini adalah diare, sakit perut, dan gangguan pencernaan. Infeksi berat dapat menyebabkan malabsorpsi, flatulens, dan distensi abdominal (Anand dan Sharma, 1997) Filariasis Filariasis merupakan penyakit yang sering terjadi di daerah tropis. Penyebab utama penyakit ini adalah cacing Wucherecia bancrofti, Brugia malayi, Onchocerca volvulus, Loa loa, Dipetalonema perstans, D. streptocerca, dan Mansonella ozzardi. Nyamuk dan lalat merupakan inang perantara dalam siklus hidup cacing ini. Infeksi pada manusia terjadi ketika nyamuk menghisap darah manusia. Setelah mencapai sirkulasi darah, larva infektif akan berkembang menjadi cacing dewasa yang hidup di nodus limfe, pembuluh limfe, jaringan penghubung dan organ tubuh lainnya (Anand dan Sharma, 1997). Gejala-gejala yang ditunjukkan infeksi ini adalah demam tinggi, kedinginan, membesarnya nodus limfe, rasa sakit dan bengkak pada testis. Pada infeksi kronis, obstruksi sistem limfatik menyebabkan pembesaran pada kaki 9
6 (elephanthiasis), lengan, skrotum, dan dada. Terkadang cacing dewasa dapat bermigrasi ke bola mata dan menyebabkan kebutaan dan gangguan syaraf (Anand dan Sharma, 1997) Infeksi Trematoda Infeksi trematoda yang sering terjadi diantaranya adalah schistosomiasis dan fasciolopsiasis (Anand dan Sharma, 1997) Schistosomiasis Schistosomiasis adalah penyakit kecacingan pada manusia yang disebabkan oleh invasi 4 spesies trematoda darah, yaitu Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum, dan S. intercalatum. Cacing dewasa memiliki alat reproduksi yang terpisah (Anand dan Sharma, 1997). Cacing dewasa Schistosoma hematobium menyebabkan schistosomiasis saluran kemih (bilharziasis).s. hematobium hidup di pembuluh darah pelvis dan terkadang di pembuluh darah kolon dan rektum. Cacing ini mengeluarkan telur bersama urin dari hospesnya, namun jarang melalui feses. Schistosoma lainnya (S.mansoni, S. japonicum, dan S. intercalatum) mengakibatkan bilharziasis internal dan hidup di peredaran darah, vena mesentrik, dan plexus hemoroid. Ketiga trematoda darah ini umumnya mengeluarkan telur bersama feses hospesnya, dan jarang melalui urin (Anand dan Sharma, 1997). Telur Schistosoma yang keluar dari tubuh hospes bersama tinja atau urin harus masuk ke dalam air agar dapat menetas menjadi larva mirasidium. Larva ini berenang mencari hospes perantara yaitu siput. Di dalam tubuh siput, mirasidium berkembang menjadi sporokista, dan akhirnya tumbuh menjadi serkaria yang infektif. Infeksi penyakit ini umumnya terjadi pada orang yang bekerja di sawah, 10
7 danau, kolam, kanal, dan aliran air yang terkontaminasi oleh larva. Larva akan masuk ke dalam aliran darah dengan berpenetrasi menembus kulit (Anand dan Sharma, 1997) Fasciolopsiasis Beberapa cacing trematoda menginfeksi saluran cerna manusia dan hewan, sehingga disebut trematoda saluran pencernaan. Contohnya adalah Fasciolopsis buski, Heterophyses heterophyses, dan Metagonimus yokogawi. Infeksi terjadi melalui konsumsi buah atau tanaman air yang terkontaminasi larva cacing. Hospes perantara cacing ini adalah siput. Manifestasi klinis penyakit ini adalah sakit perut, diare, mual, muntah, dan anoreksia. Terkadang terjadi pembengkakan di wajah pada anak-anak (Anand dan Sharma, 1997) Infeksi Cestoda Menurut Tjahyanto dan Salim (2013), infeksi cestoda yang sering dijumpai adalah: Ekinokokkosis Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit hidatid yang disebabkan oleh Echinococcus granulosis (cacing pita anjing). Infeksi menyebabkan kista hidatid yang besar di dalam hati, paru, dan otak. Reaksi anafilaktik terhadap antigen cacing dapat terjadi bila terjadi ruptur kista. Penyakit timbul sesudah tercernanya telur dalam feses anjing. Domba sering berperan sebagai perantara. Einokokkosis didiagnosa melalui CT-scan atau biopsi jaringan yang terinfeksi dan diterapi dengan eksisi kista melalui pembedahan (Tjahyanto dan Salim, 2013). 11
8 Taeniasis Bentuk penyakit ini disebabkan oleh Taenia solium dewasa (cacing pita babi). Usus merupakan lokasi infeksi utama, organisme dapat menyebabkan diare. Walaupun demikian, sebagian besar infeksi ini bersifat tidak bergejala. Penyakit ini ditularkan melalui larva dalam daging babi yang kurang matang atau melalui penelanan telur cacing pita. Taeniasis didiagnosa melalui deteksi proglotid di dalam feses (Tjahyanto dan Salim, 2013). Penyakit ini juga disebabkan oleh larva dari Taenia saginata (cacing pita sapi). Organisme ini terutama menginfeksi usus. Penyakit ini ditularkan oleh larva dalam daging sapi yang kurang matang atau mentah. Taeniasis didiagnosa melalui deteksi proglotid dalam feses (Tjahyanto dan Salim, 2013). Taenia sukar sekali dibasmi karena kepalanya (scolex) yang relatif kecil dibenamkan ke dalam selaput lendir usus hingga tidak bersentuhan dengan obat. Bagian cacing yang bersentuhan dengan obat telah dimatikan dan kemudian scolex dilepaskan dan terbentuk kembali menjadi segmen-segmen baru (Tjay dan Rahardja, 2002) Sistiserkosis Penyakit ini disebabkan oleh larva Taenia solium. Infeksi menghasilkan sitiserki dalam otak (menimbulkan kejang, sakit kepala, dan muntah) dan di mata. Penyakit ini terjadi sesudah penelanan telur dari feses manusia. Sistiserkosis didiagnosa melalui CT-scan atau biopsi (Tjahyanto dan Salim, 2013) Difilobotriasis Penyakit ini disebabkan oleh Diphyllobothrium latum (cacing pita ikan). Cacing dewasa pada usus penderita dapat sepanjang 15 meter. Penyakit ini 12
9 ditularkan oleh larva dalam ikan yang mentah atau kurang matang. Difilobotriasis didiagnosa melalui deteksi telur yang khas di dalam feses (Tjahyanto dan Salim, 2013). 2.3 Pengobatan Kecacingan Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh.kebanyakan obat cacing diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa obat cacing perlu diberikan bersama pencahar. Obat cacing baru umumnya lebih aman dan efektif dibanding dengan yang lama, efektif untuk beberapa macam cacing, rasanya tidak mengganggu, pemberiannya tidak memerlukan pencahar dan beberapa dapat diberikan sebagai dosis tunggal (Syarif dan Elysabeth, 2011). Menurut Holden-Dye dan Walker (2007), antelmintik dibagi menjadi 6 golongan berdasarkan struktur kimia dan mekanisme kerjanya yaitu: Golongan piperazin Piperazin bekerja sebagai agonis GABA pada otot cacing. Cara kerja piperazin pada otot cacing askaris dengan mengganggu permeabilitas membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis. Piperazin efektif terhadap Ascaris lumbricoides dan Enterobiasis vermicularis(cacing kremi) (Syarif dan Elysabeth, 2011). 13
10 2.3.2 Golongan benzimidazol Benzimidazol merupakan antelmintik berspektrum luas dengan mekanisme kerja menghambat pembentukan sitoskeleton dengan berinteraksi secara selektif dengan ß-tubulin. Derivat benzimidazol adalah tiabendazol, mebendazol, dan albendazol (Syarif dan Elysabeth, 2011) Tiabendazol Merupakan antelmintik derivat benzimidazol berspektrum luas dan efektif untuk mengobati infestasi berbagai nematoda pada manusia. Tiabendazol mempunyai daya antelmintik yang luas, efektivitasnya tinggi terhadap strongiloidiasis, askariasis, dan larva migrans kulit; berguna untuk mengobati trikuriasis dan trikinosis akut. Cara kerjanya sama dengan derivat benzimidazol lainnya, misalnya dengan menghambat enzim fumarat reduktase cacing (Syarif dan Elysabeth, 2011) Mebendazol Mebendazol efektif untuk mengobati infeksi cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, dan T. trichiura, sehingga efektif untuk mengobati infestasi campuran cacing-cacing tersebut. Mebendazol bekerja dengan menyebabkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing. Obat ini juga menghambat ambilan glukosa secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada cacing (Syarif dan Elysabeth, 2011) Albendazol Albendazol efektif dalam dosis tunggal untuk infeksi cacing kremi, cacing gelang, cacing trikuris, cacing S. stercoralis, dan cacing tambang. Juga merupakan obat pilihan untuk penyakit hidatid dan sistiserkosis. Obat ini bekerja dengan cara 14
11 berikatan dengan ß-tubulin parasit sehingga menghambat polimerisasi mikrotubulus dan memblok pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glukosa menurun dan pembentukan ATP berkurang dan menyebabkan kematian cacing. Obat ini dapat membunuh larva N.americanus dan juga dapat merusak telur cacing gelang, tambang, dan trikuris (Syarif dan Elysabeth, 2011) Golongan agonis reseptor nikotinik Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah pirantel pamoat dan morantel Pirantel pamoat Pirantel pamoat terutama digunakan untuk memberantas cacing gelang, cacing kremi, dan cacing tambang. Pirantel pamoat dan analognya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastis (Syarif dan Elysabeth, 2011) Morantel Morantel adalah antelmintik tetrahidro pirimidin yang berguna untuk mengatasi infeksi cacing gelang dan cacing pita (Syarif dan Elysabeth, 2011) Golongan spiroindol Paraherquamide A dan marcfortine A adalah anggota golongan oxindol alkaloid yang diisolasi dari Penicillum paraherquei dan P.roqueforti. Cara kerja antelmintik golongan ini adalah menimbulkan paralisis flasid pada cacing parasit dan sebagai antagonis kompetitif reseptor kolin (Holden-Dye dan Walker, 2007). 15
12 2.3.5 Golongan lakton makrosiklik Antelmintik yang termasuk golongan ini adalah avermektin dan ivermektin Avermektin Avermektin dihasilkan lewat proses fermentasi dari Streptomyces avermitilis. Obat ini efektif terhadap infeksi onchocersiasis dan strongiloidiasis. Cara kerjanya yaitu memperkuat peranan GABA pada proses transmisi di saraf tepi sehingga cacing mati dalam keadaan paralisis (Syarif dan Elysabeth, 2011) Ivermektin Ivermektin adalah antelmintik semisintesis dari avermektin yang lebih efektif dan aman dibanding senyawa induknya (Holden-Dye dan Walker, 2007) Golongan emodepsid Merupakan hasil fermentasi dari jamur Mycelia sterilia. Menyebabkan paralisis otot dengan mengganggu pertukaran ion kalsium dan kalium pada otot cacing (Holden-Dye dan Walker, 2007). 2.4 Tumbuhan Sebagai Sumber Antelmintik Penggunaan tumbuhan untuk mengobati infeksi kecacingan telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. Obat-obat tradisional ini digunakan sebagai kunci untuk mengembangkan obat-obatan modern. Senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan seperti alkaloid, flavonoid, glikosida, kalkon, kumarin, kuinolon, lignin, saponin, dan terpenoid memiliki potensi sebagai antelmintik. Studi invitro menunjukkan bahwa beberapa spesies tumbuhan dari famili Amaranthaceae, Arecaceae, Asteraceae, Crassulaceae, Dryopteridaceae, 16
13 Euphorbiaceae, Fabaceae, Lythraceae, Moraceae, Myrisnaceae, Polygonaceae, Rutaceae, Zingiberaceae, Apiaceae, dan Schropulariaceaemampu membunuh cacing parasit penyebab infeksi pada manusia (Padal, et al., 2014; Wink, 2012). Salah satu tumbuhan yang berkhasiat antelmintik adalah pugun tanoh [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.] yang merupakan famili Scrophulariaceae(Patilaya dan Husori,2015). Studi invitro menunjukkan bahwa spesies tumbuhan dari famili Schropulariaceae mampu membunuh cacing parasit penyebab infeksi (Padal, et al., 2014). 2.5 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, sinonim, nama asing, nama daerah, khasiat dan kandungan senyawa kimia Morfologi tumbuhan Tumbuhan pugun tanoh memiliki tinggi cm. Batangnya dengan cabang-cabang yang ramping, jarang, tegak atau melata, berakar dibuku-buku, dan berbulu halus padat.daun berhadapan, bulat telur, pangkal daun membulat, ujung daun agak melancip, tepi daun bergerigi, berbulu halus. Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2-16, daun gagang kecil,daun kelopak bunga berbentuk hati, mahkota bunga berbibir rangkap,bagian atas berwarna coklat kemerah-merahan, bagian bawah berwarna putih, gundul bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu. Buah berupa kapsul, berbentuk bulat telur, padat, panjangnya sekitar 3-4 mm, berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji membulat, diameter sekitar0,6 mm (Prohati, 2015). 17
14 2.5.2 Sistematika tumbuhan Sistematika tumbuhan puguh tanoh menurut Tjitrosoepomo (2001), adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Suku Marga Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Scrophulariales : Scrophulariaceae : Curanga : Curanga fel-terrae Sinonim Sinonim dari pugun tanoh adalah Curanga amara Vahl., Curanga amara Juss.,CuraniaamaraR&S., Gratiola amara Roxb.,Picria fel-terrae Lour., dan Torenia cardiosepala Benth Nama asing Nama asing dari tumbuhan ini adalah beremi, gelumak susu, empedu tanah, rumput kerak nasi (Malaysia), sagai-uak (Filipina), ku xuan shen, kum ta tjao (Cina), longritong (india) (Quattrocchi, 2012), kong saden (Laos), dan thanh (Vietnam) (Globinmed, 2015) Nama daerah Pugun tanoh dikenal dengan nama daerah pugun taneh (Karo), kukurang, mempedu tanah (Maluku), tamah raheut (Sunda), kerut, kerut mea, parang 18
15 raindang, parang rintek (Minahasa), ai laun ujin (Ambon), dan papaita (Ternate) (Heyne, 1987) Kandungan kimia tumbuhan Daun pugun tanoh mengandung flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid, triterpenoid (Patilaya dan Husori, 2015), ß-sitosterol (Sitorus, dkk., 2014), apigenin (Huang et al., 2011), dan curangin (Heyne,1987) Khasiat tumbuhan Di Maluku dan Filipina, tanaman ini dianggap sebagai obat cacing untuk anak-anak, untuk mengobati kolik (mulas mendadak) dan malaria. Di Indonesia, tapel daun dapat menyembuhkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya. Infusa dari daun bersama dengan daun kaki kuda digunakan untuk mengatasi batuk dan rasa sesak di dada. Maserasi daun dengan alkohol dianggap sebagai tonik (untuk menguatkan badan dan meningkatkan nafsu makan)(prohati, 2015). Pugun tanoh juga memiliki efek diuretik (Dalimunthe, 2015), antikanker (Satria, 2015), antidiabetes (Sitorus, 2014), menyembuhkan luka bakar (Ramadhani, 2014), dan antiasma (Harahap, 2013). 2.6 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan, atau eksudat tumbuhan (Ditjen, POM., 2000). 19
16 2.7 Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia hewani atau nabati menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan serbuk atau massa yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen, POM., 2000) Metode ekstraksi Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara yaitu: Metode dingin Ekstraksi dengan metode dingin terdiri dari 2 metode yaitu maserasi dan perkolasi (Ditjen, POM., 2000). a. Maserasi Maserasi adalah proses pengeekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen, POM., 2000). b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus 20
17 sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Ditjen, POM., 2000) Metode panas Ekstraksi dengan metode panas terdiri dari 5 metode yaitu refluks, soxhlet, digesti, infundasi, dan dekoktasi (Ditjen, POM., 2000). a. Refluks Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnyamenggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu. b. Sokletasi Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. c. Digesti Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur C. d. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90 C selama 15 menit. e. Dekoktasi Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90 C selama 30 menit. 21
18 2.8 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Organoleptik Pemeriksaan organoleptik bertujuan untuk pengenalan awal simplisia dan ekstrak yang sesederhana dan seobyektif mungkin. Prinsipnya adalah penggunaan panca indra untuk pengenalan bentuk, warna, bau, dan rasa (Ditjen, POM., 2000) Mikroskopik Uji mikroskopik mencakup pengamatan terhadap bagian simplisia dan fragmen pengenal dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan tanaman serbuk simplisia secara umum dilakukan di bawah mikrokop (Depkes, RI., 1979) Rendemen Rendemen adalah perbandingan berat akhir (berat simplisia atau ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat daun atau berat simplisia yang digunakan) dikalikan 100% (Sani, dkk., 2014) Kadar air Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Dapat dilakukan dengan cara titrasi, destilasi, atau gravimetri (Ditjen, POM., 2000) Kadar abu Tujuan penetapan kadar abu adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Prinsip penetapan kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur di mana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap, sehingga yang tertinggal adalah unsur mineral dan organik (Ditjen, POM., 2000). 22
19 2.8.6 Kadar sari Penetapan kadar sari bertujuan untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang terekstraksi dengan pelarut yang digunakan. Digunakan untuk simplisia yang belum diketahui pelarut apa yang paling sesuai untuk ekstraksinya (WHO., 1998). 2.9 Metode Uji Aktivitas Antelmintik Metode uji invitro Penelitian secara invitro adalah suatu proses yang dilakukan untuk menunjukkan gejala yang diteliti di luar tubuh makhluk hidup dalam kondisi laboratorium. Penelitiandaya antelmintik secara invitro yang dilakukan adalah dengan metode perendaman yaitu cacing direndam didalam larutan obat dan efek yang timbul diamati. Perendaman bertujuan agar terjadi kontak antara larutan antelmintik dengan tubuh cacing, baik melalui kulit maupun saluran pencernaan, sehingga diharapkan menimbulkan reaksi yang menyebabkan cacing paralisis dan kemudian mati (Patilaya dan Husori, 2015). Parameter dari uji antelmintik secara invitro adalah waktu paralisis dan waktu kematian cacing. Waktu paralisis dinyatakan apabila cacing tidak bergerak kecuali apabila diguncang dengan kuat. Waktu kematian dinyatakan apabila cacing tetap tidak bergerak meskipun jika dicelupkan ke dalam air hangat bersuhu C dan cacing kehilangan warna tubuhnya (Bora et al., 2014) Metode uji invivo Ujiinvivo adalah uji yang dilakukan di dalam tubuh makhluk hidup (Dorland, 2012). Uji antelmintik secara invivo dilakukan dengan menginfeksi hewan seperti tikus, domba, kambing, atau hewan lainnya dengan cacing parasit, 23
20 laludiberi perlakuan dengan ekstrak atau obat yang diuji yang kemudian dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Pengaruh pemberian ekstrak atau obat yang diuji dievaluasi dengan membandingkanjumlah telur cacing dalam tiap gram sampel tinja, dan jumlah cacing pada saat dinekropsi antarakelompok perlakuan dengan kontrol tidak diobati.sampel tinja dikumpulkanuntuk menghitung jumlah telur tiap gram tinja.kemampuan sediaan uji sebagai antelmintik diukur dengan menghitung persentasepenurunan produksi telur cacing (fecal egg count reduction/fecr) dan prosentase pernurunan jumlahcacing (worm count reduction/wcr) setelah pemberian ekstrak atau obat yang diuji (Ridwan, 2010). 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Kecacingan Infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan dunia. Saat ini diperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang (24% dari populasi dunia) terinfeksi oleh parasit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. parasit cacing (WHO., 2015). Masalah kecacingan merupakan masalah yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Kecacingan Infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan dunia. Saat ini diperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang (24% dari populasi dunia) terinfeksi oleh parasit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik yang diakibatkan oleh cacing parasit (Zulkoni, 2009). Infeksi cacing tidak hanya terjadi di negara tropis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta : Magnolipsida :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pada tahun 2007, infeksi cacing di seluruh dunia mencapai 650 juta sampai 1 milyar orang, dengan prevalensi paling tinggi di daerah tropis. Populasi di daerah pedesaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) de Wit. 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta
Lebih terperinciCONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER
PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER
Lebih terperinciDisebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:
Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau disebut dengan askariasis merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui di masyarakat. Infeksi cacing nematoda
Lebih terperinciCiri-ciri umum cestoda usus
Ciri-ciri umum cestoda usus Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala (scolex) dilengkapi dengan sucker dan tubuh (proglotid) Panjang antara 2-3m Bersifat hermaprodit Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi penting seperti juga penyakit infeksi lainnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit ini
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II AKTIVITAS ANTELMINTIK. Nama kelompok. Ogy Goesgyantoro ( ) Nur azaniah Rakhmadewi ( )
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II AKTIVITAS ANTELMINTIK Nama kelompok Ogy Goesgyantoro (10060309086) Nur azaniah Rakhmadewi (10060309087) Nina Nurwila (10060309088) Siska Hotimah (10060309089) Eldi Ali
Lebih terperinciPENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id
PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infestasi nematoda usus terutama yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) banyak terdapat pada anak-anak dan merupakan salah satu masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) 2.1.1 Klasifikasi tanaman Kingdom Divisio : Plantae : Magnoliophyta Sub division: Spermatophyta Kelas Ordo Famili Genus Species
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami
Lebih terperinciBAB 2 TI JAUA PUSTAKA
BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,
Lebih terperinciUJI IN VITRO AKTIVITAS ANTELMINTIK EKSTRAK ETILASETAT DAUN PUGUN TANOH [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.] SKRIPSI
UJI IN VITRO AKTIVITAS ANTELMINTIK EKSTRAK ETILASETAT DAUN PUGUN TANOH [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.] SKRIPSI OLEH: MARIA ATRINA SITEPU NIM 111501071 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya
Lebih terperincixvii Universitas Sumatera Utara
xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting
Lebih terperinciTaenia saginata dan Taenia solium
Taenia saginata dan Taenia solium Mata kuliah Parasitologi Disusun Oleh : Fakhri Muhammad Fathul Fitriyah Ina Isna Saumi Larasati Wijayanti Sri Wahyuni Kelompok 6 DIV KESEHATAN LINGKUNGAN TAKSONOMI Taenia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askaris lumbricoides menyebabkan Askariasis yang merupakan salah satu infestasi cacing yang paling sering ditemukan di dunia. Kasus askariasis diperkirakan lebih dari
Lebih terperinciPada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila,
CESTODA JARINGAN Cacing dalam kelas Cestoidea disebut juga cacing pita karena bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun pembuluh darah.
Lebih terperinciTerdiri dari 1. Nemathelminthes ( Cacing gilik / nema = benang) 2. Platyhelmintes (Cacing pipih) A. Trematoda (Cacing daun) B. Cestoda (Cacing pita)
Ani Radiati MKes Terdiri dari 1. Nemathelminthes ( Cacing gilik / nema = benang) 2. Platyhelmintes (Cacing pipih) A. Trematoda (Cacing daun) B. Cestoda (Cacing pita) NEMATODA USUS - Ascaris lumbricoides
Lebih terperinciTREMATODA PENDAHULUAN
TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helminthiasis merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita penyakit tersebut. Di Indonesia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.
Lebih terperinciPada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah
Lebih terperinciUJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI
UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Parasit ini bersifat kosmopolitan karena tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Soil-transmitted helminthiasis merupakan kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing parasit usus, antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satunya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacing ini dapat menurunkan kondisi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biji Orok-orok Tanaman orok-orok merupakan tanaman semak tegak, tinggi 0,6-2,5 m. Ujung batang berambut pendek. Daun penumpu bentuk paku, rontok. Tangkai daun berukuran 4-8 cm.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *
i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu cacing yang menginfeksi manusia dengan cara penularannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing kelas nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing yang termasuk STH antara lain cacing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari satu miliar orang terinfeksi oleh Soil Transmitted Helminth (STH) (Freeman et al, 2015).
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Taenia saginata 2.1.1. Definisi Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia
Lebih terperinciMAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI
MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara tropis yang sedang berkembang seperti Indonesia, masih banyak penyakit yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan, salah satunya adalah infeksi
Lebih terperinciDistribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi
Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun
20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT. dr. Agung Biworo, M.Kes
FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT dr. Agung Biworo, M.Kes ANTELMINTIK Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT
FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT dr. Agung Biworo, M.Kes ANTELMINTIK Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN
I. JEMS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK BALITA DAN ORANG YANG PROFESINYA BERHUBTJNGAN DENGAN TANAH Oleh: Dr. Bambang Heru Budianto, MS.*) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit paling umum tersebar dan mengjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah
Lebih terperinciPLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik
A. Karakteristik PLATYHELMINTHES 1.Tubuh terdiri atas 3 lapisan sel: ektodermis, mesodermis, dan endodermis (triploblastik) 2. Hidup bebas atau parasit 3. Alat ekskresi berupa sel api 4. Alat pencernaan
Lebih terperinci2. Strongyloides stercoralis
NEMATODA USUS CIRI-CIRI UMUM Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata Alat pencernaan lengkap Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6 UJI EFEKTIVITAS ANTELMINTIK Dosen Pembimbing Praktikum: Fadli, S.Farm, Apt Hari/tanggal praktikum : Senin, 29 Desember 2014 Disusun oleh: KELOMPOK 5 / GOLONGAN
Lebih terperinciBAB I TINJAUAN PUSTAKA
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Infeksi Cacing Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai
Lebih terperinciProsiding Farmasi ISSN:
Prosiding Farmasi ISSN: 2460-6472 Uji Aktivitas Antelmintik Infusa Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap Cacing Gelang Babi (Ascaris suum) secara In Vitro The In Vitro Anthelmintic
Lebih terperinciBAB I TINJAUAN PUSTAKA
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tumbuhan Kenikir 1.1.1 Klasifikasi Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Sinonim : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asterales : Asteraceae : Cosmos : Cosmos
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit saluran napas kronik yang penting dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Prevalensi asma
Lebih terperinciKadang2 ada kait2 Tanpa kait-kait Tanpa mulut Mempunyai mulut Rongga Badan Rongga Badan Tidak ada Tidak ada Saluran Pencernaan Saluran Pencernaan Tida
HELMINTHES (CACING) * NEMATODA Bentuk : Selinder Tidak bersegmen Bagian Anterior Tanpa alat isap Tanpa kait-kait Mempunyai mulut Rongga Badan Ada Saluran Pencernaan Ada, mempunyai anus Kelamin Terpisah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan 2.1.1 Definisi Kecacingan Helmintiasis (kecacingan) menurut WHO adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lumbricoides) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi cacing merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang (Rasmaliah, 2001). Jenis cacing yang sering
Lebih terperinciMetoda-Metoda Ekstraksi
METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di
Lebih terperinciGambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9
BAB 3 DISKUSI Larva migrans adalah larva cacing nematoda hewan yang mengadakan migrasi di dalam tubuh manusia tetapi tidak berkembang menjadi bentuk dewasa. Terdapat dua jenis larva migrans, yaitu cutaneous
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah. Dalam siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan tanah untuk proses
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro,
BAB V PEMBAHASAN Penelitian tentang uji antihelmintik esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro, dilakukan dalam dua tahap penelitian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Itik Itik ( Anas sp.) merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara dan merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari asam urat merupakan
Lebih terperinciBAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)
BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Usus Cacing usus yang dimaksud di sini adalah beberapa jenis nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-Transmitted Helminths Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah yang
Lebih terperinciCACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)
CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis) 1. Definisi Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.
Lebih terperinci