BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Bambu Umum Bambu merupakan rumput raksasa dari keluarga Bambusoideae. Diperkirakan ada generasi dari bambu, mencakup sekitar spesies dan juga sekitar 600 spesies botani bambu yang berbeda di dunia. Bambu terutama tumbuh di daerah tropis dan sub - tropis di Asia, Latin Amerika dan Afrika. Bambu adalah sumber daya serbaguna dengan kekuatan tinggi untuk rasio berat dan kemudahan dalam bekerja dengan alat-alat sederhana. (Jigar K. Sevalia, et.all., 2013) [26]. Bambu dapat menjadi alternatif pengganti tulangan baja yang harganya relatif mahal (Marsudi, et.all., 2014) [18]. Pemilihan penggunaan bambu sebagai alternatif tulangan pada beton didasarkan pada pertimbangan bahwa bambu memiliki nilai kuat tarik yang cukup tinggi. Kuat tarik tersebut terdapat pada bagian kulit bambu. Selain itu sifat bambu yang ringan akan memberikan keuntungan atau nilai tambah dalam hal ketahanan terhadap gempa, karena penggunaan tulangan bambu akan membuat berat konstruksi semakin kecil. Bambu merupakan salah satu bahan bangunan yang tertua yang digunakan manusia tropik. Bambu juga merupakan bahan bangunan yang sangat terkenal di Indonesia khususnya bagi masyarakat pedesaan. Hal ini disebabkan karena bambu mudah diperoleh, harganya relatif murah dan secara teknis relatif mudah dikerjakan oleh tenaga kurang terampil. Selain itu bambu juga memiliki sifat kuat tarik yang cukup besar dan cukup elastis sehingga cocok untuk digunakan sebagai tulangan alternatif untuk daerah pedalaman bila tulangan besi tidak tersedia atau harganya sangat mahal (Abdurahman c,1994 dalam Widjaya et al, 1994). Nilai kuat tekan pada bambu lebih kecil jika dibandingkan dengan kuat tariknya. Sehingga bambu cocok jika digunakan sebagai material penahan gaya tarik. Kuat 5

2 6 lentur bambu pun dipengaruhi oleh cara pengawetannya. Bambu yang diawetkan cenderung akan memiliki kuat lentur yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bambu yang tidak melalui proses pengawetan (Fikremariam Megistu dalam Jigar K, 2013) [26]. Dalam penggunaanya sebagai salah satu material konstruksi, tidak sembarang bambu dapat digunakan. Hanya bambu dengan kualitas sesuai spesifikasi yang dapat digunakan sebagai material konstruksi. Bambu yang akan digunakan sebaiknya sudah mencapai umur 3-4 tahun. Penggunaan bambu pada usia ini melalui pertimbangan bahwa bambu telah mencapai kekuatan yang maksimum. Bambu pun memiliki jenis yang bermacam macam yang dapat digunakan, tetapi hanya empat macam yang dirasa penting dan dapat digunakan di Indonesia yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali, bambu Duri (Frick, 2004, dalam Agus Setiya Budi, 2013) [25]. Janssen, JAA (1988) dalam Morisco (1999) [20] memberikan rekomendasi tentang keunggulan bambu sebagai berikut : a. Bambu dapat tumbuh sangat cepat dan dapat dibudidayakan secara cepat serta modal dapat diputar berkesinambungan. b. Bambu mempunyai sifat-sifat mekanika yang baik. c. Pengerjaan bambu hanya membutuhkan peralatan yang sederhana. d. Kulit luar bambu mengandung banyak silika yang membuat bambu terlindungi Jansen (2000) melakukan penelitian perbandingan penggunaan bambu dan baja sebagai tulangan di dalam balok beton. Hasilnya cukup memuaskan, yaitu momen lentur pada balok beton bertulang bambu adalah 78 % jika dibamdingkan balok dengan tulangan baja. Sedangkan Pathurrahman dan Kusuma (2003) menyatakan bahwa bambu memiliki peluang untuk digunakan sebagai sebagai tulangan balok beton, khususnya untuk struktur sederhana. Khosrow Gavami (2004) [10] menyatakan, tulangan bambu dapat menggantikan tulangan baja secara memuaskan dan telah diaplikasikan di dalam beberapa konstruksi bangunan. Dan menurut Khare (2005) [16] bambu direkomendasikan untuk dipakai sebagai [22]

3 7 pengganti tulangan, terlebih di negara yang material baja sangat terbatas dan penggunaan beton tanpa tulangan biasa digunakan. Pada penelitian sebelumnya telah diperlihatkan perbandingan kuat tarik yang dilakukan antara bambu Petung, bambu Ori, dan besi baja. Di dalam percobaan tersebut diperlihatkan bahwa bambu Petung memiliki tegangan leleh yang tinggi yaitu 3000 kg/m 2. Dengan tegangan leleh besi baja yang hanya 2400 kg/m 2 maka dapat dikatakan kuat tarik bambu Petung lebih besar dari kuat tarik besi baja (Morisco, 1999, dalam Agus Setiya Budi, 2013) [25]. Hasil uji dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut: Gambar 2.1. Diagram Tegangan - Regangan Bambu dan Baja (Sumber: Morisco, 1999) [20] Selain keunggulan yang telah disebutkan, terdapat kelemahan bambu yang perlu mendapatkan perlakuan khusus. Menurut Ramana Reddyhave bambu merupakan material yang mudah mengalami penyusutan, untuk menanggulangi permasalahan tersebut diperlukan treatment khusus dengan mengoleskan cairan waterproofing atau lapisan anti air sehingga kemungkinan susut bambu dapat diminimalisir (Nirav B dan Jigar K, 2013) [26] Secara umum batang bambu terbagi atas dua bagian yaitu: a. Nodia Nodia atau ruas bambu merupakan bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang bambu, karena pada bagian ini sebagian serat bambu berbelok, sehingga gaya tarik yang bekerja tidak lagi sejajar semua serat.

4 8 b. Internodia Internodia adalah daerah yang diapit antara dua nodia, panjang internodia ditentukan oleh jenis bambunya dan umur ruasnya. Berikut ini adalah bagian-bagian bambu ditinjau dari potongan melintangnya: a. Kulit luar Kulit luar adalah bagian terluar dari bambu, biasanya berwarna hijau, kuning, atau hitam tergantung jenis bambu dan usianya. Bagian ini memiliki sifat yang keras dan kaku. Berdasarkan karakteristik tersebut dapat diketahui bahwa bagian bambu ini adalah bagian yang paling cocok digunakan. b. Bambu bagian luar Bagian ini terletak diantara kulit luar dan bagian tengah. Bambu bagian luar ini memiliki sifat kaku dan keras. c. Bagian tengah Bagian tengah bambu terletak dibawah bagian luar, atau antara bagian luar dan bagian dalam bambu. Serat yang elastis dan padat menjadi dominan pada bagian ini. d. Bagian dalam Merupakan bagian terbawah dari bambu. Sering disebut sebagais hati bambu yang memiliki serat kaku dan mudah patah. Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis bambu petung (Dendrocalamus Asper), bambu ini memiliki diameter yang relatif besar jika dibandingkan dengan jenis bambu yang lain. Jarak antar nodia pada bambu ini berkisar antara cm, dengan diameter batang mencapai 20 cm, tebal dinding mm, dan tingginya yang dapat mencapai 20 m. Keunggulan-keunggulan ini lah yang mendasari pemilihan bambu petung sebagai material tulangan beton Sifat-sifat Bambu Sebelum bambu digunakan sebagai bahan konstruksi, terlebih dahulu penguji harus mengetahui sifat-sifat yang ada pada bambu tersebut. Sifat bambu

5 9 dibedakan menjadi dua golongan yaitu sifat fisik dan sifat mekanik bambu. Sifat fisik adalah sifat yang tampak pada bambu. Sifat mekanik dapat diartikan sebagai kemampuan bambu dalam menahan berbagai gaya yang mengenainya. a. Sifat Fisik Bambu 1) Kadar Air dan Berat Jenis Kadar air pada sebuah spesimen dapat diartikan sebagai jumlah air yang terkandung dalam spesimen bahan, biasanya dinyatakan dalam bentuk presentase berat air yang terdapat dalam spesimen bahan terhadap berat kering ovennya. Kadar air di dalam bambu dapat berubah ubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor udara dan cuaca. Bambu merupakan salah satu jenis tanaman yang bersifat higroskopis yaitu dapat menyerap air maupun uap air. Penyerapan ini terjadi apabila tekanan uap air di luar batang lebih tinggi daripada di dalam batang bambu. Selain memiliki sifat higrskopis, bambu juga bersifat desorbtif yaitu bambu akan melepaskan uap air jika tekanan di luar lebih rendah daripada tekanan di dalam. Adapun yang dimaksud dengan berat jenis bambu adalah perbandingan berat kering tanur suatu benda terhadap volume air yang beratnya sama dengan volume benda tersebut. Semakin tinggi berat jenis bambu maka semakin kecil kandungan air yang terdapat di dalamnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Morisco dan Triwiyono (2000) dalam Morisco (2004) diketahui nilai kadar air dan berat jenis bambu petung. Pengukuran kadar air dan berat jenis tersebut dilakukan dua kali yaitu pada saat bambu basah (sehari setelah penebangan) dan pada saat bambu kering udara (setelah 45 hari diinapkan). Hasil pengukuran kadar air dan berat jenis bambu petung disajikan dalam tabel berikut ini.

6 10 Tabel 2.1. Kadar Air dan Berat Jenis Bambu Petung Posisi Nomor 1 Pangkal Tengah Ujung 2 3 Bambu Basah Bambu Kering Udara Kadar air (%) Berat Jenis Kadar air (%) Berat Jenis 28,610 0,634 5,381 0,646 34,256 0,680 4,390 0,663 35,361 0,603 5,909 0,682 rata-rata 36,076 0,639 5,227 0, ,129 0,695 6,250 0, ,402 0,701 6,926 0, ,965 0,712 6,859 0,769 rata-rata 37,832 0,703 6,678 0, ,699 0,754 6,034 0, ,078 0,712 8,756 0, ,517 0,686 6,818 0,820 rata-rata 36,765 0,717 7,203 0,760 (Sumber : Triwiyono dan Morisco, 2000 dalam Morisco, 2004) 2) Muai dan susut Pemuaian dan penyusutan yang terjadi pada bambu diakibatkan oleh perubahan suhu dan kelembaban yang ada di sekitar bambu tersebut. Dampak dari terjadinya pemuaian dan penyusutan tersebut adalah bambu mengalami perubahan dimensi. Bambu merupakan salah satu bahan material yang memiliki angka susut yang cukup tinggi, maka dari itu diperlukan perhatian khusus dalam pengolahan bambu agar saat bambu digunakan sebagai tulangan beton ikatan antara beton dan tulangan bambu dapat dijaga dengan baik. 3) Ketahanan terhadap api Menurut Agnes (2014:10) [34] dalam bukunya yang berjudul Konstruksi Bambu untuk Bangunan disebutkan bahwa kepadatan serat pada bagian dinding luar bambu dan kadar asam kerisik yang tinggi menyebabkan bambu sukar terbakar. Batang bambu yang terbakar akan menekuk dan membelah diri. Ada tiga titik pembakaran bambu yaitu:

7 11 Titik menyalakan api Dengan sumber api dari luar ± 230 o C Titik api Bambu yang dinyalakan akan membakar pada suhu ± 260 o C Titik menyala sendiri Tanpa sumber api, terletak pada ± o C b. Sifat Mekanik Bambu 1) Kuat Geser Kuat geser dapat diartikan sebagai nominal kekuatan bambu untuk menahan gaya-gaya yang berpotensi membuat suatu bagian pada bambu bergeser dari bagian lain yang berada di dekatnya. Kuat geser bambu dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah kadar air dalam bambu. 2) Kuat Lentur Kuat lentur merupakan tingkat kemampuan suatu bahan untuk menahan gayagaya tegak lurus sumbu memanjang serat yang dapat melengkungkan suatu material/bahan yang ditumpu pada kedua ujungnya tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Nilai kuat lentur bambu dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam bambu tersebut. Kuat lentur dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kuat lentur statik dan kuat lentur pukul. Kuat lentur statik adalah kekuatan suatu bahan dalam menahan gaya tegak lurus sumbu memanjang serat yang membebaninya secara perlahan dan stabil. Sedangkan kuat lentur pukul merupakan kekuatan suatu bahan dalam menahan gaya tegak lurus sumbu memanjang serat yang mengenainya secara mendadak. 3) Kuat Tarik Kuat tarik dapat diartikan sebagai kemampuan bambu dalam menahan gaya-gaya yang berusaha menarik lepas bagian bambu satu sama lain. Kekuatan tarik dibedakan menjadi dua jenis yaitu kuat tarik sejajar arah serat dan kuat tarik

8 12 tegak lurus arah serat. Nilai kuat tarik sejajar arah serat akan lebih besar jika dibandingkan dengan kuat tarik tegak lurus arah serat. Pada tahun 1999, Morisco melakukan pengujian spesimen pada beberapa macam bambu untuk mengetahui perbedaan kekuatan bambu bagian luar dengan bagian dalam. Bambu dibelah tangensial sehingga didapatkan tebal sekitar setengah tebal bambu utuh, dapat dilihat pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3. sedangkan hasil pengujian disajikan dalam Tabel 2.2. berikut ini. Gambar 2.2. Potongan Bambu Secara Umum (Sumber: J.G. Moroz, 2014) Gambar 2.3. Pengambilan Spesimen Bambu (Sumber: Morisco, 1999) [20]

9 13 Tabel 2.2. Kuat Tarik Bambu Tanpa Nodia Kering Oven Jenis bambu Tegangan tarik (MPa) Bagian dalam Bagian Luar Ori Petung Wulung (Sumber: Morisco, 1999) [20] Hasil pengujian menunjukan bahwa bambu bagian luar memiliki kekuatan tarik jauh lebih besar dari pada bagian dalam bambu. Perbedaan nilai kuat tarik ini dikarenakan pada bagian luar bambu terdapat kulit bambu yang berkontribusi besar dalam penentuan nilai kuat tariknya. Kemudian muncul pemikiran tentang perbandingan kuat tarik rata-rata bambu dengan nodia dan tanpa nodia. Nodia merupakan suatu bagian pada bambu dimana pada bagian ini sebagian serat bambu mengalami pembelokan arah serat dan sebagian yang lain tetap lurus. Pembelokan serat tersebut kemudian menyebabkan sebuah perlemahan pada bambu mengingat arah gaya tidak lagi sejajar semua arah serat. Perbandingan kuat tarik rata-rata bambu dengan dan tanpa nodia dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini. Tabel 2.3. Kuat Tarik Rata-Rata Bambu Kering Oven Jenis bambu Tegangan tarik (MPa) Tanpa Nodia Dengan Nodia Ori Petung Wulung (Sumber: Morisco, 1999) [20] 4) Kuat Tekan Kuat tekan bambu merupakan daya tahan bambu terhadap gaya tekan eksternal yang bekerja pada arah sejajar serat. Gaya tekan pada bambu cenderung akan memperpendek dimensi bambu dan ada kemungkinan menimbulkan bahaya tekuk pada bambu ketika bambu tidak mampu lagi menahan gaya tersebut. Selain

10 14 dipengaruhi oleh kadar air dan kerapatan bambu, nilai kuat tekan bambu juga dipengaruhi oleh posisi yaitu pada bagian pangkal, tengah atau ujung (Morisco,1999) [20]. Hasil pengujian kuat tekan bambu berdasarkan posisinya ditampilkan pada Tabel 2.4 berikut ini. Tabel 2.4. Kuat Tekan Rata- Rata Bambu Kering Oven Jenis bambu Bagian Kuat tekan (kg/cm 2 ) Petung Pangkal Tengah Ujung 2,769 4,089 5,479 Tutul Pangkal Tengah Ujung 5,319 5,428 4,639 Galah Pangkal Tengah Ujung 3,266 3,992 4,048 Tali Pangkal Tengah Ujung 2,152 2,880 3,354 Dendeng Pangkal Tengah Ujung 4,641 3,609 3,238 (Sumber: Morisco, 1999) [20] Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kuat tekan bambu petung yang paling tinggi berada pada bagian ujung kemudian tengah lalu bagian pangkal Tegangan Ijin Bambu untuk Perancangan Dalam sebuah kegiatan konstruksi diperlukan adanya spesifikasi khusus sehingga suatu bahan material dianggap layak digunakan. Untuk itu Departemen Pekerjaan Umum melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman telah melakukan

11 15 penelitian mendalam tentang bambu khususnya untuk mengetahui sifat fisik dan mekanika bambu. Dalam laporannya Tular dan Sutidjan (1961) dalam Morisco (1999) [20] nilai modulus elastisitas E bambu berkisar kg/cm2, tetapi untuk perancangan dipakai E sebesar kg/cm 2. Hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.5. berikut ini. Tabel 2.5. Kuat Batas dan Tegangan Ijin Bambu Macam tegangan Kuat batas Tegangan ijin (kg/cm2) (kg/cm 2 ) Tarik Lentur Tekan E. Tarik ,2 98,07 78, (Sumber: Tular dan Sutidjan, 1961 dalam Morisco, 1999) [20] Selanjutnya pada tahun 1987, dilakukan penelitian lanjutan terhadap 3 spesies bambu di Indonesia antara lain bambu tali (Gigantochloa apus Kurz), bambu wulung (Gigantochloa Verticillata Munro), dan bambu petung (Dendrocalamus asper Backer). Hasil pengujian berdasarkan laporan Siopongco dan Munandar (1987) dalam Morisco (1999) [20] dijabarkan pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Hasil Pengujian 3 Spesies Bambu, Gigantochloa Apus Kurz, GigantochloaVerticillata Munro, dan Dendrocalamus Asper Backer Sifat Kisaran Jumlah Spesimen Kuat tarik kg/cm Kuat lentur kg/cm Kuat tekan kg/cm E tarik kg/cm 2 54 E tekan kg/cm Batas regangan tarik 0,0037-0, Berat jenis 0,67-0, Kadar lengas 10,04-10,81% 117 (Sumber: Siopongco dan Munandar, 1987 dalam Morisco, 1999) [20]

12 16 Hasil penelitian di atas dapat digunakan untuk berbagai macam bambu. Tegangan ijin rekomendasi tersebut cenderung berada pada sisi aman, sehingga apabila digunakan sebagai dasar perancangan akan memperoleh struktur yang konservatif (Morisco, 1999) [20]. Lebih lanjut Morisco (1999) [20] menambahkan bahwa untuk mendapatkan hasil perancangan yang baik, yaitu aman dan ekonomis, maka pengujian kekuatan bahan perlu dilakukan. Hasil yang diperoleh, sebelum dipakai untuk perancangan perlu dikombinasikan dengan faktor aman secukupnya Pengawetan Bambu Dalam rangka memperoleh struktur yang tahan lama, diperlukan material-material dengan kualitas terbaik sebagai faktor penyusun struktur tersebut. Salah satu kelemahan yang dimiliki bambu adalah daya tahannya yang cukup rendah. Selain itu tanaman bambu juga mudah terserang hama penyakit. Faktor-faktor penyebab kerusakan pada bambu dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Dalam bukunya Agnes (2014:12-15) [34] mengatakan bahwa faktor biotik perusak bambu dapat berupa jamur ataupun serangga yang dapat menyebabkan jamur permukaan, noda, bahkan pembusukan pada fisik bambu. Sedangkan faktor abiotik atau faktor lingkungan yang memicu terjadinya kerusakan pada bambu antara lain adanya retakan yang nantinya menjadi jalan masuk organisme, cuaca, dan api. Dilihat dari kelemahan bambu tersebut maka muncul pemikiran untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kerusakan. Tujuan ini dapat dicapai dengan cara mengawetkan material bambu. Berikut ini beberapa metode pengawetan bambu : a. Pengawetan Tradisional 1) Pengendalian waktu tebang Proses penebangan bambu sebaiknya dilakukan pada saat bambu telah mencapai umur 3-4 tahun karena pada usia ini kekuatan bambu mencapai angka yang optimum. Saat menebang bambu perlu diperhatikan kandungan kanji yang ada di

13 17 dalamnya. Kandungan kanji beberapa jenis bambu dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.7. Kandungan Kanji Bambu Kandungan Kanji Bulan Bambu Ampel Bambu Petung Bambu Wulung Bambu Tali Januari 0,5 0,48 0,33 0,26 Februari 1,55 3,96 1,24 2,08 Maret 0,31 0,36 0,31 0,38 April 1,99 0,32 0,38 0,42 Mei 4,08 0,9 0,53 0,37 Juni 3,7 0,56 0,42 0,3 Juli 1,9 0,4 0,3 0,39 Agustus 2,67 0,46 0,54 0,29 September 3,58 2,07 0,27 0,28 Oktober 4,73 0,49 0,32 0,26 Nopember 6,22 0,46 0,32 0,5 Desember 2,82 0,48 0,37 0,31 Rata-rata 3,14 0,83 0,37 0,34 (Sumber: Frick,Heinz, 2004 dalam Agnes, 2014) [34] 2) Perendaman Proses perendaman dilakukan setelah bambu dikeringkan. Bambu direndam dalam air tawar, air payau, atau air laut untuk menghilangkan kandungan kanji yang ada di dalamnya. 3) Pengasapan Pada proses pengawetan dengan cara pengasapan, bambu diletakkan di atas perapian selama jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk mengurangi kadar air dan menghilangkan kanji pada batang. 4) Pembakaran

14 18 Pada proses pembakaran ini kelembaban pada bambu akan hilang dan kanji yang terdapat di dalamnya akan mengeras. 5) Perebusan Proses yang dilakukan dalam pengawetan ini adalah dengan merebus bambu pada suhu o C agar kanji mengalami gelatinisasi atau pada suhu 100 o C selama 1 jam efektif untuk mengurangi serangan kumbang bubuk. b. Pengawetan Modern 1) Pengawetan Jangka Panjang Metode tangki terbuka Batang direndam selama beberapa hari dalam larutan pengawet. Lama pengawetan bergantung pada jenis pengawet, jenis bambu dan kondisi batang. Metode Steepin Disiapkan tangki besar berisi larutan pengawet, kemudian bambu segar yang baru dipotong diletakkan ke dalam tangki dengan posisi cabang dan daun berada di bagian atas agar pengawet bisa mengalir melalui pembuluh dan menguap pada daunnya. Metode Boucherie Bambu beserta tangkai dan daunnya dipotong lalu disambung pada drum besi berisi larutan pengawet yang akan kemudian dialirkan melewati pembuluh bambu tersebut. Metode tangki bertekanan Untuk melakukan pengawetan dengan cara ini terlebih dahulu bambu dikeringkan lalu dimasukkan dalam tangki bertekanan untuk proses penyerapan larutan pengawet secara cepat. Metode pengawetan vertikal Bambu dipotong tiap 6-7m, disandarkan pada tempat yang terlindung hujan dan sinar matahari secara vertikal lalu larutan pengawet diisikan pada bambu dari atas ke bawah.

15 19 2) Pengawetan Jangka Pendek Penyemperotan Pelapisan Pencelupan Proses pengawetan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah dengan proses perendaman tangki terbuka. Bahan pengawet yang digunakan adalah boraks dan asam borik dengan perbandingan 3 : 2 dan konsentrasi 10%. Menurut penelitian yang dilakukan Susilaning, dkk. (2012) [30], perendaman bambu petung dengan air yang ditambahkan boraks dan asam borik dengan perbandingan 3:2, dan konsentrasi 10 % dalam waktu lima hari menunjukan kerusakan yang timbul akibat serangga sebesar 0,97% pada bambu petung Beton Beton merupakan campuran antara semen, air, dan agregat. Beton mempunyai sifat dasar dan kualitas yang bervariasi, yang disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya bahan dasar yang digunakan, faktor air semen, jumlah dan jenis semen, serta adanya pemakaian bahan tambah. Beton bertulang merupakan gabungan dari dua jenis bahan yaitu beton normal yang mempunyai kekuatan tekan tinggi, dan batang-batang tulangan yang ditanamkan didalam beton yang dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. (Sriyatno, 2014) [29] Dalam pembuatan campuran beton harus diperhatikan secara seksama mengenai komposisi campurannya. Beton segar yang baik adalah beton segar yang dapat diaduk, dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, dan tidak ada kecenderungan untuk terjadi segresi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun blending (pemisahan air dan semen dari adukan). Beton normal mempunyai berat isi kg/m 3 menggunakan agregat alam yang dipecah (SNI ) [3]. Pada penelitian ini akan digunakan beton dengan kuat tekan 17 MPa yang merupakan nilai rata-rata kuat tekan beton yang digunakan oleh masyarakat umum untuk mendirikan suatu bangunan sederhana seperti rumah dua lantai.

16 20 Dalam pemanfaatannya beton memiliki beberapa kelebihan antara lain: a. Harganya relatif murah karena menggunakan bahan dasar dari alam kecuali semen Portland. b. Beton memiliki nilai kuat tekan tinggi serta memiliki ketahanan terhadap pengkaratan atau pembusukan. c. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun. d. Kuat tekan yang tinggi jika dikombinasikan dengan baja tulangan yang kuat tariknya tinggi dapat digunakan untuk struktur yang berat. e. Beton segar dapat disemprotkan di permukaan beton lama yang retak maupun diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan. f. Beton segar dapat di pompakan sehingga memungkinkan untuk di tuang pada tempat yang sulit di jangkau. g. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran sehingga biaya perawatannya termasuk rendah. Sedangkan kelemahan penggunaan beton dalam konstruksi adalah: a. Beton mempunyai kuat tarik rendah, sehingga mudah retak, oleh karena itu perlu diberi tulangan baja. b. Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika basah, sehingga dilatasi perlu diperhatikan pada beton yang panjang atau lebar untuk memberikan tempat kembang susut. c. Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton. d. Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail,terutama pada struktur tahan gempa.

17 Landasan Teori Sifat Fisika dan Sifat Mekanika Bambu Proses pengujian sifat fisika dan mekanika bambu dilakukan dengan berpatokan pada standar pengujian ISO dan Bamboo Current Research. a. Kadar Air, Berat Jenis, dan Kerapatan (ISO ) Pengujian kadar air bambu dilakukan dengan mengeringkan sampel benda uji di dalam oven dengan suhu sekitar (103±2ºC) sampai berat sampel menjadi konstan. Kadar air bambu dihitung dengan Persamaan 2.1. Wb Wa Ka 100%...(2.1) W a Keterangan: Ka = Kadar air bambu (%) W b W a = Berat benda uji sebelum di oven (gram) = Berat benda uji kering oven (gram) Perhitungan besarnya berat jenis kering tanur bambu dipergunakan Persamaan 2.2 dengan benda uji sama seperti benda uji kadar air. W a BJ...(2.2) G b Keterangan: BJ = Berat jenis bambu W a G b = Berat benda uji kering oven (gram) = Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji kering oven (gram) Berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume bambu tersebut. Menurut Liesse (1980) [17], berat jenis bambu berkisar antara 0,5 0,9 gr/cm2.

18 22 Tabel 2.8. Berat Jenis dari 6 Jenis Bambu (gr/cm2) Jenis Nilai berat jenis Apus 0,590 Legi 0,613 Wulung 0,685 Petung 0,717 Ori 0,744 Ampel 0,769 Rata-rata 0,685 Sumber : Hakim, 1987 [11] Sedangkan pengujian kerapatan bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.3. m w w...(2.3) Vw Keterangan: w = Kerapatan bambu pada kadar air w (gram/cm 3 ) m w = Massa bambu pada kadar air w (gram) V w = Volume bambu pada kadar air w (cm 3 ) b. Kuat Tarik (ISO ), Kuat Tekan (ISO ), Kuat Geser (ISO ), dan Kuat Lentur (ISO dan ISO ) Pengujian sifat mekanika bambu dilakukan dengan mesin Universal Testing Machine (UTM). Untuk pengujian kuat tarik sejajar serat dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.4. P maks tr //...(2.4) A Keterangan: tr // = Kuat tarik sejajar serat (MPa) P maks A = Gaya tarik maksimal bambu (N) = tebal x lebar = luas bidang yang tertarik (mm2) Pengujian kuat tekan sejajar serat bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.5.

19 23 P maks tk //...(2.5) A Keterangan: tk // = Kuat tekan sejajar serat (MPa) P maks A = Gaya tekan maksimal bambu (N) = tebal x lebar = luas bidang yang tertekan (mm2) Pengujian kuat geser sejajar serat bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.6. P maks //...(2.6) A Keterangan: // = Kuat geser sejajar serat (MPa) P maks A = Gaya geser maksimal bambu (N) = tebal x panjang = luas bidang yang tergeser(mm2) Selanjutnya untuk menghitung kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) bambu dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.7 dan Pmaks L MOR...(2.7) 2 2bt 3 Pmaks L MOE...(2.8) 3 4bt Keterangan: MOR = Modulus lentur bambu (MPa) MOE P maks L b t = Modulus elastisitas bambu (MPa) = Beban maksimum (N) = Panjang (mm) Material Penyusun Beton = Lebar bambu (mm) = Tebal bambu (mm) = Lendutan proporsional dari benda uji (mm) Guna memperoleh kualitas campuran beton yang baik perlu diperhatikan hal-hal mengenai kualitas material, proporsi campuran, proses pengerjaan dan perawatan yang baik. Sebelum menentukan semua indikator di atas terlebih dahulu harus diketahui material penyusun beton yaitu :

20 24 a. Semen Portland Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan degan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982). Atau pengertian lain, semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI ). Jenis semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen PPC (Portland Pozzolan Cement). Semen PPC adalah semen hidrolisis yang terdiri dari campuran homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama. Berdasarkan tujuan penggunaannya, di Indonesia semen portland dibagi menjadi lima golongan yaitu: Tabel 2.9. Jenis dan Penggunaan Semen Portland. Jenis Penggunaan Semen Yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan Jenis I persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain. Yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan Jenis II ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang. Yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan Jenis III kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor Jenis IV hidrasi rendah. Yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan Jenis V ketahanan tinggi terhadap sulfat. (Sumber: SNI ) [5]

21 25 b. Agregat Yang dimaksud dengan agregat dalam campran beton meliputi agregat halus dan agregat kasar. Agregat atau material berbutir, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidrolik (SNI ) [4]. Pada campuran beton, agregat mendominasi sekitar 75 % dari isi total beton, hal ini yang membuat perilaku beton sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat penyusunnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya agregat biasanya terdiri dari dua macam yaitu agregat halus yang umumnya berupa pasir dan agregat kasar yang pada umumnya berupa kerikil. Dikatakan agregat halus apabila bahan lolos dari saringan no. 4 (lebih kecil dari 3/16 inci, berdasarkan ASTM) dan dikatakan agregat kasar jika lolos saringan nomor 19 dan tertahan pada saringan nomor 9,5. Tabel Persyaratan Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan(%) 9,5 mm (3/8 in) 100 4,75 mm (No.4) ,36 mm (No.8) ,18 mm (No.16) mm (No.30) mm (No.50) mm (No.100) 0-10 (Sumber: ASTM C33-03) Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut ini: Tabel Persyaratan Gradasi Untuk Agregat Kasar Ukuran Saringan PersentaseLolos Saringan(%) 2 in (50 mm) 100 1,5 in (38 mm) /4 in (19mm) /8 in (9,5mm) No.4 (4,75 mm) 0-5 (Sumber: ASTM C33-03)

22 26 c. Air Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang sangat penting namun paling mudah dan murah untuk didapatkan. Air diperlukan untuk reaksi dengan semen dan menjadi pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan agar hasil campuran sesuai dengan spesifikasi mutu desain maka jumlah air dalam campuran tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit. Jika jumlah air kurang maka canpuran beton akan sulit untuk dikerjakan. Sedangkan jika jumlah air telalu banyak maka beton keras yang terbentuk akan menjadi porus dan kekuatannya tidak optimal. Air yang digunakan dalam pembuatan beton sebaiknya merupakan air yang layak untuk dikonsumsi. Namun apabila terdapat suatu kondisi dimana terjadi kesulitan air di daerah terpencil misalnya yang tidak terdaat air minum atau air untuk penggunaan umum dan kualitas air dikhawatirkan, maka perlu dilakukan pengujian kualitas air. Persyaratan yang harus dipenuhi agar air yang diuji dapat memenuhi spesifikasi mutu antara lain (SNI ) [3] : 1) Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. 2) Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. 3) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4) Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter Pengawet Bambu Pengertian Boraks dan Asam Boriks Asam Boriks adalah senyawa dengan rumus kimia H 3 BO 3 sedangkan Boraks adalah senyawa dengan nama Natrium Tetraborat (Na 2 B 4 O 7 ) yang mengandung tidak kurang dari 99 % dan tidak lebih 105,0 % Na 2 B 4 O 7.10H 2 O dengan sifat hablur transparan, tidak berbau, warna putih, dan sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi lebih larut dalam air panas. Besar daya pengawet mungkin disebabkan senyawa aktif asam borat. Senyawa borat ini dikenal sebagai bahan yang mampu membunuh bakteri pembusuk (Handayani, 2007) [13].

23 Penggunaan Boraks dan Asam Boriks Hasil penelitian Susilaning dkk (2012) [30], perendaman bambu petung dengan air yang ditambahkan zat boraks dan asam boriks dengan perbandingan 3:2, dengan konsentrasi 10% dalam waktu 5 hari menunjukan kerusakan yang ditimbulkan akibat serangga sebesar 1,36% dan 0,97% pada masing-masing bambu ampel dan petung. Pengawetan dengan merendam bambu dengan air mengalir selama 3 bulan menunjukan kerusakan sebesar 1,01% dan 0,72% pada masing-masing bambu ampel dan petung. Pada penelitian ini, akan dilakukan pengawetan bambu dengan perendaman selama lima hari menggunakan air yang ditambahkan zat boraks dan asam boriks dengan perbandingan 3:2, konsentrasi 10% Perancangan Campuran Beton (Mix Design) Rencana campuran beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran material pembentuk beton agar memenuhi persyaratan umum maupun teknis, sehingga menghasilkan mutu beton sesuai dengan yang direncanakan. Perancangan proporsi campuran beton ini menggunakan metode SNI [3] (Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal). a. Nilai Margin Besarnya nilai margin didapatkan melalui Persamaan 2.9 berikut ini: M = 1,64 S r... (2.9) Keterangan : M = nilai tambah, MPa 1,64 = tetapan statistik tergantung % kegagalan maksimal, 5% S r = deviasi standar rencana b. Nilai Kuat Tekan Rata-rata Besarnya nilai kuat tekan rata-rata didapatkan melalui Persamaan 2.10 berikut: f cr = f c + M.. (2.10)

24 28 Keterangan : f cr = kuat tekan rata-rata, MPa f c = kuat tekan yang disyaratkan, MPa M = nilai tambah, MPa c. Penentuan Jenis Agregat Penentuan Jenis Agregat yang digunakan berupa agregat alami atau batu pecah berdasarkan Tabel 2.12 berikut: Tabel Perkiraan Kekuatan Tekan (MPa) Beton dengan Faktor Air-Semen, dan Agregat Kasar Yang Biasa Dipakai di Indonesia Kekuatan tekan (MPa) Jenis semen Jenis agregat kasar Pada umur (hari) Bentuk benda uji Semen Portland Batu tak dipecahkan Tipe I Batu pecah Silinder Semen tahan sulfat Batu tak dipecahkan Tipe II, V Batu pecah Kubus Batu tak dipecahkan Semen Portland Batu pecah Silinder Tipe III Batu tak dipecahkan Batu pecah Kubus (Sumber: SNI ) [3] d. Penentuan Nilai Faktor Air Semen Penentuan nilai faktor air semen yang digunakan dalam rencana mix design berdasarkan Tabel 2.13 berikut:

25 29 Tabel Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Macam Pembetonan Dalam Lingkungan Khusus Lokasi Jumlah Semen minimum per m 3 beton (kg) Nilai faktor Air-Semen maksimum Beton di dalam ruang bangunan: a. keadaan keliling non-korosif b. keadaan keliling korosif disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruangan bangunan : a. tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton masuk ke dalam tanah : a. mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Beton yang kontinyu berhubungan : a. air tawar b. air laut ,60 0,52 0,60 0,60 0,55 Tabel Tabel (Sumber: SNI ) [3] e. Jumlah Air yang Digunakan Penentuan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan. Tabel yang digunakan adalah Tabel 2.14.

26 30 Tabel Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m 3 ) Yang Dibutuhkan Untuk Beberapa Tingkat Kemudahan Pekerjaan Adukan Beton Besar Ukuran Jenis Slump (mm) Maks. Kerikil (mm) Batuan Alami Batu pecah Alami Batu pecah Alami Batu pecah (Sumber: SNI ) [3] f. Penentuan Daerah Gradasi Agregat Halus Daerah Gradasi Agregat Halus ditentukan berdasarkan tabel berikut: Tabel Daerah Gradasi Agregat Halus Lubang Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan Ayakan (mm) , , , , , , g. Nilai Berat Jenis Agregat Campuran Besarnya nilai berat jenis agregat campuran didapatkan melalui Persamaan 2.11 berikut ini: Bj.Camp = bj.ag.halus + bj.ag.kasar.. (2.11)

27 31 Keterangan : bj.camp = berat jenis campuran bj.ag.halus = berat jenis agregat halus bj.ag.kasar = berat jenis agregat kasar P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran h. Kebutuhan Agregat Campuran Besarnya nilai kebutuhan agregat campuran didapatkan melalui Persamaan: W pasir+kerikil = W beton - kebutuhan air - kebutuhan semen... (2.12) i. Berat Agregat Halus Besarnya nilai keutuhan agregat halus didapatkan melalui Persamaan: W pasir = (Persentase agregat halus) W pasir+kerikil (2.13) j. Berat Agregat Kasar Besarnya nilai kebutuhan agregat kasar didapatkan melalui Persamaan: W kerikil = W pasir+kerikil - W pasir..... (2.14) Balok Kuat Lentur Balok Menurut SNI [2] yang dimaksud dengan kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang ditumpu pada dua tumpuan di ujungnya dalam menahan gaya yang dibebankan tegak lurus arah sumbu benda uji tersebut sampai benda uji patah. Nilai kuat lentur tersebut kemudian dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas.

28 32 Gambar 2.4. Perletakan dan Pembebanan Balok Uji (Sumber: SNI ) [2] Rumus perhitungan yang digunakan dalam pengujian kuat lentur beton dengan dua titik pembebanan adalah sebagai berikut: 1) Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat pada 1/3 jarak titik perletakan pada bagian tarik dari beton seperti Gambar 2.4 (a), maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan: 1 bh PL2...(2.15) 2) Untuk Pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) di bagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan seperti Gambar 2.4 (b), maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan: 3Pa (2.16) bh Keterangan : 1 = Kuat lentur benda uji (MPa) P L b h a = Beban tertinggi yang dilanjutkan oleh mesin uji (pembacaan dalam ton sampai 3 angka dibelakang koma) = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm) = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm) = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm) = Jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang (m).

29 33 3) Untuk benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasil pengujian tidak dipergunakan. (a) (b) Gambar 2.5. Daerah Patah Pada Balok Uji (Sumber: SNI ) [2] Pada penelitian yang dilakukan Pathurahman (2003) [22], menunjukkan bahwa keruntuhan yang terjadi pada benda uji balok beton ukuran 150x200x2000 mm diawali dengan retaknya beton. Retak yang selalu terjadi pada awal proses keruntuhan adalah retak lentur ditandai dengan pola retak yang tegak lurus. Secara umum retak tersebut terjadi pada saat beban mencapai di atas 90% dari beban teoritis atau sekitar 78% dari beban runtuh. Retak awal biasanya terjadi pada daerah pembebanan di sekitar tumpuan rol, kemudian retak terjadi di daerah tengah bentang selanjutnya di daerah sekitar sendi, atau sebaliknya Anggapan-anggapan Pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan di dasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut (Istimawan, 1994) [14] : 1) Prinsip Navier - Bernoulli tetap berlaku. 2) Tegangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak. 3) Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan bambu. Untuk menghitung tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta, digunakan persamaan : a = β 1 c...(2.17)

30 34 Keterangan : c β 1 = jarak serat tekan garis terluar ke garis netral = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton Menurut SNI [6] menetapkan nilai β 1 sebagai berikut: 17 < fc < 28 MPa β 1 = 0.85 fc 28 MPa β 1 = 0.85 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa tetapi β 1 tidak boleh kurang dari 0, Pembatasan Tulangan Tarik Pada perhitungan beton bertulang menurut SNI [4] ditetapkan bahwa jumlah tulangan baja tarik, A s, tidak boleh melebihi 0.75 dari tulangan balans, A sb, yaitu jumlah tulangan tarik bila beton dan baja kedua-duanya mencapai regangan hancur (A s 0,75. A sb ). Dalam penelitian ini tulangan bambu ditetapkan tidak lebih dari 60 persen tulangan balans. (A s 0,60. A sb ) Analisis Balok Vu M maks Gambar 2.6. Diagram SFD dan BMD

31 35 Reaksi Tumpuan: = = Momen: = = a / 2 c = 0.85 fc a Z = d ( a / 2 ) T = A bb f yb eb Gambar 2.7. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton

32 36 Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika: εc = dan εb = εy = Pada kondisi balans didapat: ab Cc T = β Cb = 0.85 fc b ab = A bb f yb Karena H = 0, maka T = Cc A bb f yb = 0.85 fc b ab Mn = T (d - a / 2 ) Mu = 0.80 Mn Dari hasil analisa balok dapat diketahui besarnya beban P yang dapat bekerja pada balok yang berguna untuk menghitung besarnya momen ultimit yang dapat dilayani, kedua nilai momen hasil dari analisis dan hasil pengujian akan dibandingkan Uji Statistik Analisis data merupakan proses terintegrasi dalam sebuah prosedur penelitian. Analisis data dilakukan untuk membuktikan atau mencari jawaban terhadap rumusan dan dugaan tentang variabel yang dipelajari. Hasil analisis data inilah akan dibaca/diinterpretasikan kemudian diambil simpulan jawaban yang berdasarkan pada kenyataan empiris (Shantycr7, 2013) [27]. Terdapat bermacam-macam teknik statistik yang digunakan dalam penelitian khususnya dalam pengujian hipotesis. Ada dua macam statistika, yaitu : (Wikipedia, 2016) [33]. 1. Statistika deskriptif berkenaan dengan bagaimana data dapat digambarkan dideskripsikan) atau disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung

33 37 rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik), untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut, sehingga lebih mudah dibaca dan bermakna. 2. Statistika inferensial berkenaan dengan permodelan data dan melakukan pengambilan keputusan berdasarkan analisis data, misalnya melakukan pengujian hipotesis, melakukan estimasi pengamatan masa mendatang (estimasi atau prediksi), membuat permodelan hubungan (korelasi, regresi, ANOVA, deret waktu), dan sebagainya Kajian Analisis Struktur Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju memberikan kemudahan dalam berbagai bidang. Kemudahan tersebut juga dirasakan dalam dunia konstruksi, salah satunya kemudahan dalam dunia perancangan konstruksi. Program analisis struktur banyak digunakan untuk merancang sebuah konstruksi agar dapat didirikan secara aman, tepat, dan efisien. Pertimbangan ini yang kemudian mendasari penggunaan program analisis struktur dalam penelitian ini. Penggunaan program analisis struktur ditujukan untuk mengetahui kemampuan balok beton bertulangan bambu petung dalam menahan gaya luar yang diampunya. Output dari analisis struktur tersebut kemudian digunakan dalam perancangan balok struktur pada rumah sederhana, sehingga diharapkan proses perancangan akan lebih mudah karena keberhasilan struktur dapat diperkirakan sebelumnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauaan Pustaka Beton mempunyai kata yang sama dengan bahasa Belanda. Dalam bahasa inggris dikenal dengan sebutan Conrete. Dan dalam bahas Jepang dikenal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bambu 2.1.1.1.Umum Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas dibatangnya. Bambu tumbuh dengan subur di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar (batu pecah atau kerikil) dan agregat halus (pasir) yang dicampur semen sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bambu 2.1.1.1. Umum Bambu merupakan bahan konstruksi yang banyak dimanfaatkan sebagai komponen bangunan. Bambu dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bambu 2.1.1.1. Umum Dampak pemanasan global yang kita rasakan akir akir ini serta berkurangnya sumber daya dan masalah ramah lingkungan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Dasar Teori Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air yang membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah campuran

Lebih terperinci

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN < > NORMAL CONCRETE MIX DESIGN < Soal : Rencanakan campuran beton untuk f c 30MPa pada umur 28 hari berdasarkan SNI 03-2834-2000 dengan data bahan sebagai berikut : 1. Agregat kasar yang dipakai : batu pecah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Upaya peningkatan kualitas beton terus dilakukan dari waktu ke waktu, untuk mencapai kekuatan yang paling maksimal. Upaya ini terbukti dari munculnya berbagai penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan obyek berupa paving blok mutu rencana 400 Kg/ dan 500 Kg/ sebanyak masing-masing 64 blok. Untuk setiap percobaan kuat tekan dan tarik belah paving

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN Devi Nuralinah Dosen / Teknik Sipil / Fakultas Teknik / Universitas Brawijaya Malang Jl. MT Haryono 167, Malang 65145, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Dengan semakin banyaknya pemakaian bahan alternatif untuk beton, maka penelitian yang bertujuan untuk membuka wawasan tentang hal tersebut sangat dibutuhkan, terutama penggunaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.

Lebih terperinci

KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI PADA BETON NORMAL

KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI PADA BETON NORMAL KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI PADA BETON NORMAL TUGAS AKHIR BAB II TINJAUAN PUSTAKA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 BAB II TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah:

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah: BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya rongga-rongga udara. Campuran bahan-bahan

Lebih terperinci

MIX DESIGN Agregat Halus

MIX DESIGN Agregat Halus MIX DESIGN Soal : Rencanakan campuran beton untuk f c 30MPa pada umur 28 hari dengan data : 1. Agregat kasar yang dipakai : batu pecah (alami) 2. Agregat halus yang dipakai : pasir 3. Diameter agregat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci

Viscocrete Kadar 0 %

Viscocrete Kadar 0 % 68 Viscocrete Kadar 0 % T. Depan T. Belakang T. Depan T. Belakang T. Depan T. Belakang 300 150 150 150 150 150 150 Pola Retak Benda Uji Silinder Umur Perawatan 3 hari 300 150 150 150 150 150 150 Pola Retak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Beton sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk saat ini terus bertambah setiap harinya. Perkembangan penduduk yang sangat pesat berpengaruh terhadap meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI-03-2847- 2002). Beton terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan hubungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik ( portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha 82 LAMPIRAN 83 Tabel 1 Perkiraan Kekuatan Tekan (N/mm) Beton Dengan Faktor Air Semen.5 Dan Jenis Semen Dan Agregat Kasar Yang Biasa Dipakai Di Indonesia Jenis Semen Semen portland tipe 1 atau semen tahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN JUDUL ENGLISH... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR ISTILAH... xi DAFTAR NOTASI...

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah bahan homogen yang didapatkan dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Campuran ini akan mengeras akibat reaksi kimia dari air dan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS Diajukan Kepada Program Magister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN BAB III PERENCANAAN PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Penelitian mengenai pengaruh perawatan beton terhadap kuat tekan dan absorpsi beton ini bersifat aplikatif dan simulatif, yang mencoba untuk mendekati

Lebih terperinci

4. Perhitungan Proposi Campuran menurut SNI

4. Perhitungan Proposi Campuran menurut SNI . Perhitungan Proposi Campuran menurut SNI 0-8-000 Pemilihan proporsi campuran beton harus ditentukan berdasarkan hubungan antara Kuat Tekan Beton dan Faktor Air Semen (fas) Perhitungan perencanaan campuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metoda Pelaksanaan Penelitian Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan Pengujian material pembentuk mortar (uji pendahuluan) : - Uji berat jenis semen - Uji berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Beton merupakan campuran antara semen, agregat, air, dan kadangkadang memakai bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat sampai bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Beton Menurut SNI 2847:2013, beton adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture).

Lebih terperinci

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR Oleh : Garnasih Tunjung Arum 09510134004 ABSTRAK Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR.

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR. PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I ( Kajian Eksperimental) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 42 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan merupakan pengujian yang dilaksanakan untuk mengetahui karateristik material yang akan digunakan pada saat penelitian.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton BAB III LANDASAN TEORI A. Beton Beton merupakan bahan yang tersusun dari semen (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air,dan bahan tambah (admixture atau additive). Pada umumnya, beton mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus atau pasir yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Batako 3.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton diartikan sebagai campuran semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semen Semen adalah bahan pembentuk beton yang berfungsi sebagai pengikat butiran agregat dan mengisi ruang antar

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum 8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 8.1. Pembahasan Umum Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru, tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen Portland, dan air ( PBBI 1971 N.I. 2 ). Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. UMUM. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat, air

BAB II DASAR TEORI 2.1. UMUM. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat, air 5 BAB II DASAR TEORI 2.1. UMUM Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat, air dan semen atau dengan bahan tambahan atau zat aditif. Bahan bahan air dan semen bereaksi secara kimiawi

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif Lampiran I Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir Berat Berat Berat Berat Lolos Ukuran Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif (gram) (%) Komulatif (%) (%) No.4 (4,8 mm) 0 0 0 100 No.8 (2,4 mm) 0 0 0

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan kebutuhan akan tempat tinggal juga akan meningkat. Akibat zaman yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian Pengaruh Substitusi Pasir Dengan Bottom Ash Terhadap Kuat Tekan, dilakukan di Laboratorium Material dan Struktur DPTS FPTK UPI,

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG Irmawati Indahriani Manangin Marthin D. J. Sumajouw, Mielke Mondoringin Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata

Lebih terperinci

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR Million Tandiono H. Manalip, Steenie E. Wallah Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email : tan.million8@gmail.com

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI-03-2847- 2002). Penggunaan beton

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dalam perancangan beton bertulang dengan variasi panjang sambungan lewatan. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah komposit yang terbentuk dari beberapa bahan batuan dan direkalkan oleh bahanjkat. Beton dibentuk dari pasir (agregat halus), kerikil (agregat kasar), dan ditambah

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuat Geser Balok Bentang geser pada balok beton tanpa tulangan geser terjadi di daerah sepanjang kurang lebih tiga kali tinggi efektif balok. Retak akibat tarik diagonal

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Opak Sungai Opak atau kali opak adalah nama sungai yang mengalir di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Menurut Tjokrodimuljo (1996), beton merupakan hasil pencampuran portland cement, air, dan agregat. Terkadang ditambah menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Persen Lolos Agregat (%) A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN IV.1 ANALISIS PEMBUATAN SAMPEL Penelitian dimulai dengan melakukan pengujian material untuk mengecek kualitas dan perhitungan rancang campuran. Material yang diuji

Lebih terperinci

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana di Kampus Bukit Jimbaran. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL 1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi persyaratan umum dan persyaratan teknis perencanaan proporsi campuran beton untuk digunakan sebagai salah satu acuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metodelogi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental laboratorium. Pengujian dilakukan untuk menguji perbandingan kuat lekat bambu petung bertakikan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** *Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan **

Lebih terperinci

Pilinan Bambu sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Tarik pada Balok Beton ABSTRAK

Pilinan Bambu sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Tarik pada Balok Beton ABSTRAK Pilinan Bambu sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Tarik pada Balok Beton Endang Kasiati, Boedi Wibowo Staft Pengajar Program Studi DiplomaTeknik Sipil FTSP ITS Email: en_kas@ce.its.ac.id, boewi_boy@ce.its.ac.id

Lebih terperinci

BERAT VOLUME DAN KEKAKUAN PLAT SATU ARAH PADA PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU DENGAN LAPIS STYROFOAM

BERAT VOLUME DAN KEKAKUAN PLAT SATU ARAH PADA PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU DENGAN LAPIS STYROFOAM BERAT VOLUME DAN KEKAKUAN PLAT SATU ARAH PADA PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU DENGAN LAPIS STYROFOAM Candra Kurniawan Ramadhani *1, Sri Murni Dewi 2, Devi Nuralinah 2 1 Mahasiswa / Program Sarjana / Jurusan

Lebih terperinci

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error!

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error! DAFTAR ISI JUDUL... i PERSETUJUAN... ii LEMBAR PLAGIASI...iii ABSTRAK...iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR NOTASI...xvi BAB I PENDAHULUAN... Error!

Lebih terperinci

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis BAB III LANDASAN TEORI A. Pozzolan Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina, yang tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam bentuk halusnya dan dengan adanya air dapat menjadi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU DAN KARET TALI TIMBA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TULANGAN BAJA PADA PELAT BETON PRA CETAK

PEMANFAATAN BAMBU DAN KARET TALI TIMBA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TULANGAN BAJA PADA PELAT BETON PRA CETAK PEMANFAATAN BAMBU DAN KARET TALI TIMBA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TULANGAN BAJA PADA PELAT BETON PRA CETAK Basuki 1, David Nur Nugroho 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON 1. PENDAHULUAN Beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya, telah digunakan sebagai bahan bangunan sejak zaman dahulu Penggunaan beton bertulangan dengan lebih intensif baru dimulai pada awal abad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUANb A. Latar Belakang Permasalahan Dalam Perkembangan teknologi dan kemajuan industri saat ini yang sangat pesat memacu peningkatan pembangunan dari segala sektor kehidupan. Dan ini berdampak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON Oleh : Soeparno dan Didiek Purwadi *) Abstrak : Dalam pembangunan fisik infrastruktur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Balok Beton Bertulang Naibaho (2008) pada dasarnya beton bertulang merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan/material yaitu beton polos dan tulangan baja.beton polos merupakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK Stevie Andrean M. D. J. Sumajouw, Reky S. Windah Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:stevee.pai@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi masalah apa saja yang terdapat

BAB 3 METODOLOGI. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi masalah apa saja yang terdapat BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi masalah apa saja yang terdapat dalam referensi-referensi tentang beton EPS dan filler fly ash. Penggunaan EPS pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci