PEDOMAN TEKNIS PENYEDIAAN SEMEN BEKU, TENAGA TEKNIS DAN SARANA IB SERTA PELAKSANAAN IB

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN TEKNIS PENYEDIAAN SEMEN BEKU, TENAGA TEKNIS DAN SARANA IB SERTA PELAKSANAAN IB"

Transkripsi

1 PEDOMAN TEKNIS PENYEDIAAN SEMEN BEKU, TENAGA TEKNIS DAN SARANA IB SERTA PELAKSANAAN IB DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 i

2 KATA PENGANTAR Tahun 2017 menjadi era penting bagi jajaran peternakan dan kesehatan hewan dengan dicanangkannya Upaya Khusus Percepatan Peningkatanan Populasi Sapi dan Kerbau bunting menggunakan pendekatan dengan melibatkan lebih banyak peran aktif masyarakat. Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS-SIWAB) 2017 telah dicanangkan sebagai salah satu kegiatan utama Kementerian Pertanian dan menjadi prioritas kegiatan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tahun Dalam rangka mendukung pencapaian Program UPSUS-SIWAB tersebut sejalan dengan mewujudkan program ketahanan pangan, perlu dilakukan upaya dan strategi yang tepat dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai kebuntingan 3 (tiga) juta ekor dari 4 (empat) juta ekor akseptor ternak sapi/ kerbau dengan memanfaatkan teknologi IB. Untuk mendukung keberhasilan kegiatan UPSUS SIWAB dalam pelaksanaan IB diperlukan ketersediaan dan distrisbusi semen beku sesuai SNI serta ketersediaan petugas teknis IB yaitu inseminator, pemeriksa kebuntingan (PKb), dan asisten teknis reproduksi (ATR) yang cukup dan kompeten. Berdasarkan hal tersebut di atas disusun Petunjuk Teknis yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak terkait, sehingga kegiatan dapat terlaksana dengan baik. Jakarta, Desember 2016 Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehata Hewan, Drh. I Ketut Diarmita. MP NIP i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. i DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN iii BAB I. PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Tujuan dan Sasaran. 1 C. Ruang Lingkup.. 2 D. Pengertian. 2 BAB II. PENYEDIAAN SEMEN BEKU SESUAI SNI... 5 A. Persyaratan Semen Beku. 5 B. Penyediaan Semen Beku Sesuai SNI.. 5 C. Ketersedian Semen Beku.. 6 D. Kebutuhan Semen Beku di Daerah. 6 E. Permohonan Semen Beku di Daerah 6 F. Monitoring, Pelaporan Penyediaan Semen Beku... 7 BAB III. SUMBER DAYA MANUSIA 8 A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan. 8 B. Pemetaan Kebutuhan Kebutuhan Teknis IB C. Penyiapan Petugas Teknis IB.. 10 D. Pemenuhan Kebutuhan Petugas Teknis IB Program Upsus Siwab. 14 E. Sertifikasi Kompetensi Petugas IB F. Penyediaan Sarana IB.. 14 ii

4 BAB IV. PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN (IB) A. Wilayah Pelayanan IB. 16 B. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB 17 C. Pelaksanaan IB.. 17 BAB IV. PENUTUP. 22 iii

5 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1. Stok Semen Beku tahun 2016 dari B/BIB/D yang tersertifikasi LSPro 2. Lampiran 2. Target Produksi Semen Beku Tahun 2017 dari dari B/BIB/D yang tersertifikasi 3. Lampiran 3. Stok Semen Beku tahun 2016 dari BIBD Supporting 4. Lampiran 4. Target Produksi Semen Beku Tahun 2017 dari BIBD Supporting 5. Lampiran 5. Data Kebutuhan Dan Ketersediaan Petugas Teknis IB Lampiran 6. Silabus Bimtek Inseminator pada Ternak Sapi/Kerbau 7. Lampiran 7. Silabus Bimtek Pemeriksaan Kebuntingan (PKb) dan Asisten Teknis Reproduksi (ATR) pada Ternak Sapi/Kerbau iv

6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem budidaya ternak, baik ternak sapi maupun kerbau di Indonesia dikenal 2 cara perkawinan yaitu melalui Inseminasi Buatan (IB) dan Kawin Alam (KA). Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu pilihan dalam pengembangbiakan ternak karena dapat melakukan efisiensi pemeliharaan Pejantan. Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) di lapangan secara teknis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain mutu semen beku, kondisi reproduksi ternak betina, keterampilan petugas/inseminator dan pengetahuan peternak dalam mendeteksi berahi serta didukung oleh hasil pencatatan/recording. Sedangkan mutu semen beku dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain kualitas Pejantan yang menghasilkan sperma, cara produksi semen beku dan penanganan semen beku sampai saat pelaksanaan IB dilapangan. Meningkatnya permintaan IB untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi kerbau, berdampak pada peningkatan pelayanan IB, kebutuhan semen beku sapi dan kerbau serta kebutuhan penyediaan petugas teknis IB. Untuk itu perlu tersedia Petunjuk Pelaksanaan IB, Penyediaan Semen Beku Sesuai SNI Serta Penyediaan Tenaga Teknis IB. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan pedoman teknis ini adalah untuk menjadi acuan dalam : 1. Penyediaan semen beku yang memenuhi SNI per jenis dan per rumpun, serta memetakan kebutuhan semen beku perjenis dan per rumpun masing-masing daerah 2. Menghitung ketersediaan dan kebutuhan petugas IB (inseminator, pemeriksaan (PKb) dan Asisten Teknis Reproduksi (ATR) dalam pelaksanaan UPSUS SIWAB. 3. Memperoleh petugas teknis IB yang berkompoten untuk mendukung UPSUS SIWAB. 4. Pelaksanaan kegiatan IB Sasaran pedoman teknis ini adalah sebagai berikut : 1

7 1. Tersedianya semen beku yang memenuhi SNI sesuai jumlah, jenis dan rumpun serta tepat waktu. 2. Tersedianya petugas teknis IB berkualitas dan sarana sesuai kebutuhan. 3. Terlaksananya kegiatan IB mendukung Upsus Siwab C. Ruang Lingkup Ruang lingkup pada pedoman ini meliputi : a. Penyediaan semen beku, monitoring, evaluasi dan pelaporan. b. Penyediaan Sumber Daya Manusia yang meliputi petugas teknis inseminasi buatan, mencakup pemetaan kebutuhan petugas teknis IB, penyiapan petugas teknis IB yang mencakup jenis pelatihan/bimbingan teknis, penyelenggaraan pelatihan/bimbingan teknis, permohonan pelatihan/bimbingan teknis, materi bimbingan teknis, petugas teknis IB, uraian tugas petugas teknis. c. Pelaksanaan IB D. Pengertian Dalam Petunjuk Pelaksanaan ini yang dimaksud dengan : 1. Semen/mani adalah zat cair (cairan) yang terdiri atas spermatozoa dan plasma seminalis yang berasal dari pejantan yang dapat digunakan untuk proses pembuahan; 2. Semen Beku Sapi/Kerbau adalah semen yang berasal dari pejantan sapi/kerbau terpilih yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi sehingga menjadi semen beku dan disimpan di dalam rendaman nitrogen cair pada suhu -196ºC pada kontainer. 3. Pejantan sapi/kerbau unggul adalah pejantan sapi/kerbau yang sudah diseleksi berdasarkan standar bibit yang berlaku yaitu garis keturunannya (pedigree/silsilah) kemampuan produksi dan reproduksi keturunannya (progeny). 4. Gerak sperma adalah derajat motilitas sperma dinyatakan dengan angka nilai 0 (nol) sampai dengan 4 (empat). 5. Motilitas sperma adalah persentase jumlah pergerakan sperma hidup dan bergerak maju/progresif yang nilainya berkisar antara 0% sampai dengan 100%. 2

8 6. Pengujian semen beku adalah proses pengujian yang dilakukan oleh laboratorium uji mutu yang telah terakreditasi yang sesuai ISO Inseminasi Buatan (IB) adalah memasukkan mani/semen ke dalam alat kelamin hewan betina sehat dengan menggunakan alat inseminasi agar hewan tersebut menjadi bunting; 8. Bimbingan Teknis IB adalah proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang IB; 9. Petugas Teknis IB meliputi Inseminator, PKb, ATR, Recorder, Selektor IB, Instruktur IB, Supervisor, Bull Master, Laboran. 10. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus untuk melakukan inseminasi buatan serta memiliki Surat Izin Melakukan Inseminasi (SIMI); 11. Inseminator Swadaya adalah inseminator yang berasal dari kalangan peternak atau masyarakat (bukan pegawai pemerintah) dibawah pengawasan Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan; 12. Pemeriksa Kebuntingan yang selanjutnya disebut sebagai PKb adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan serta memiliki SIM-PKB; 13. Asisten Teknis Reproduksi yang selanjutnya disebut sebagai ATR adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan dasar manajemen reproduksi untuk melakukan pengelolaan reproduksi; 14. Bimtek IB adalah bimbingan teknis IB untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis IB yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas aparat dan non aparat di bidang teknis IB. 15. Sertifikat adalah surat pernyataan absah yang menerangkan bahwa pemiliknya telah berhasil mengikuti dan menyelesaikan keseluruhan proses belajar mengajar dengan baik dalam program bimtek IB yang bersifat penambahan pengetahuan, keterampilan dan sikap prilaku. 16. Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang aparatur dan non aparatur berupa wawasan pengetahuan, ketrampilan dan sikap prilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pekerjaannya. 17. Standar Kompetensi Kerja adalah jenis-jenis kompetensi kerja yang harus dikuasai oleh seorang pejabat atau petugas yang menduduki jabatan atau 3

9 melaksanakan pekerjaan tertentu agar dapat berprestasi baik dalam menduduki jabatan atau melaksanakan pekerjaan tertentu 18. Standar Kompetensi Kerja Teknis IB adalah jenis-jenis kompetensi kerja teknis IB yang harus dikuasai oleh seorang petugas yang melakukan tugas pekerjaan teknis IB agar dapat berprestasi baik dalam melaksanakan pekerjaan teknis IB. 4

10 BAB II PENYEDIAAN SEMEN BEKU Penyediaan Semen beku dalam rangka mendukung Upsus Siwab harus sesuai dengan standar SNI semen beku. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal perlu memperhatikan beberapa hal seperti : A. Persyaratan Semen Beku 1. Berasal dari Pejantan Unggul yang bebas dari 12 penyakit PHMS yang dibuktikan dengan hasil surveilen Balai Veteriner (B/B Vet) atau Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet). 2. Memenuhi persyaratan mutu : a) Semen beku tidak mengandung mikroorganisme penyakit menular b) Semen yang sudah dicairkan kembali (post Thawing) harus : i. motilitas minimal 40% untuk semen beku sapi dan 30% untuk semen beku kerbau. ii. derajat gerakan individu spermatozoa minimal 2 (dua) 3. Dikemas dalam bentuk straw dengan ukuran mini straw volume 0,25 ml. 4. Kemasan straw harus dilengkapi minimal : kode pejantan, nama pejantan, kode batch, nama produsen dan rumpun B. Penyedian Semen Beku 1. Penyedia semen beku dapat dilakukan oleh : a. Balai Inseminasi Buatan (B/BIB) Nasional b. Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) 2. Persyaratan Penyedia a. Penyedia yang telah mendapat sertifikat SNI dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) benih dan bibit ternak yang terakreditasi atau ditunjuk oleh Menteri Pertanian; atau b. Penyedia belum tersertifikasi tetapi telah menerapkan Sistem menejemen mutu dan produknya sesuai SNI yang dibuktikan dengan hasil uji dari laboratorium yang terakreditasi; atau c. Bila penyedia memiliki Laboratorium uji yang terakreditasi, penyataan produk yang dihasilkan sesuai SNI dibuktikan dengan hasil uji dari laboratorium yang terakreditasi bukan dari milik sendiri. 5

11 C. Ketersedian Semen Beku Semen beku untuk kebutuhan Program UPSUS SIWAB dipenuhi dari Balai Inseminasi Buatan Nasional dan daerah. Jumlah yang disediakan berasal dari stock tahun 2016 dan target produksi tahun Produksi semen beku oleh Balai Inseminasi Buatan Nasional dan Daerah harus sudah dilakukan pada awal tahun Data Stock Semen Beku Tahun 2016 dan Produksi Tahun 2017 dari Balai Inseminasi Buatan Nasional dan daerah yang sudah tersertifikasi, sebagaimana lampiran 1 dan 2: Apabila terjadi kekurangan semen beku dari BIB Nasional dan BIBD yang sudah tersertifikasi, dapat dipenuhi dari BIBD yang produknya terlebih dahulu harus diuji oleh laboratarium yang terakreditasi. Adapun data stock tahun 2016 dan target produksi dari BIBD yang dapat menyediakan semen beku sebagai supporting dalam kegiatan UPSUS SIWAB sebagaimana lampiran 3 dan 4. D. Kebutuhan Semen Beku di Daerah Kebutuhan semen beku per rumpun di provinsi untuk program UPSUS SIWAB dengan memperhitungkan jumlah akseptor per rumpun dan Service per Conception (S/C) yang ada dimasing-masing kabupaten/kota. Kebutuhan semen beku tersebut dipenuhi dari stock semen beku yang tersedia dari tahun 2016 dan produksi semen beku Balai Inseminasi Buatan Nasional dan Daerah tahun E. Permohonan Kebutuhan Semen Beku 1. Provinsi Permohonan kebutuhan semen beku dari masing-masing provinsi kepada B/BIB Nasional ditujukan kepada Direktur Jenderal cq. Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, sedangkan kebutuhan semen beku dari BIB daerah dikoordinasikan dengan penanggung jawab IB pada masing-masing Provinsi. 2. Kabupaten/Kota Permohonan kebutuhan semen beku masing-masing Kabupaten/Kota untuk program UPSUS SIWAB ditujukan kepada Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi. 3. Permohonan kebutuhan semen beku per rumpun dari masing-masing provinsi dan kabupaten/kota memperhatikan peraturan wilayah sumber bibit di wilayahnya. 6

12 F. Monitoring, Pelaporan Penyediaan Semen Beku Monitoring dan pelaporan penyediaan semen beku dilakukan Secara berjenjang, yakni : 1. Balai Inseminasi Buatan Nasional/Daerah Balai Inseminasi Buatan/Daerah melakukan monitoring dan evaluasi ketersediaan semen beku di setiap Provinsi terkait jumlah straw, jenis dan rumpun, stock yang ada dan kualitas semen. Laporan disampaikan kepada Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak cc ketua Upsus SIWAB 2. Dinas Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebutuhan di masing-masing kabupaten/kota terkait lokasi kegiatan program UPSUP SIWAB, jumlah straw yang diterima kabupaten, jenis dan rumpun, stock semen beku, dan hasil pelaksanaan IB. Laporan disampaikan pada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan tembusan Balai Inseminasi Buatan/Daerah. 3. Dinas Kabupaten/Kota melakukan monitoring dan evaluasi terhadap inseminator pengguna terkait jumlah straw yang diterima, jenis dan rumpun, jumlah penggunaan straw, hasil pelaksanaan IB, stock semen beku. Laporan disampaikan pada Dinas Provinsi yang membidangi fungsi Peternakan. Pelaporan mengacu pada sistem monitoring evaluasi dan pelaporan UPSUS SIWAB. 7

13 BAB III SUMBER DAYA MANUSIA A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan Dalam mendukung keberhasilan UPSUS SIWAB, sumber daya manusia yang diperlukan adalah Petugas Teknis Inseminasi Buatan (IB). Petugas teknis IB sesuai dengan keterampilan teknis yang dimiliki meliputi : 1. Inseminator Adalah petugas yang berhak melakukan inseminasi, telah mengikuti pelatihan inseminasi buatan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-I. Syarat pendidikan diutamakan minimal SMK Peternakan atau sederajat dibidang IPA. 2. Pemeriksa Kebuntingan (PKb) Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan, menetapkan apakah ternak sapi betina tersebut bunting atau kosong, telah mengikuti pelatihan pemeriksa kebuntingan. Syarat pendidikan minimal SMU atau sederajat, telah mengikuti pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa kebuntingan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A2. 3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR) Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan dan kelainan/gangguan reproduksi, menetapkan apakah ternak sapi betina tersebut steril atau produktif (sterility control). Syarat pendidikan minimal D-3 peternakan dan kesehatan hewan atau sederajat telah mengikuti pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa kebuntingan, telah mengikuti pelatihan asisten teknis reproduksi dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A1. 8

14 B. Pemetaan Kebutuhan Petugas Teknis IB Dalam pelayanan IB, diperlukan pemetaan petugas teknis IB yang ideal guna menunjang kegiatan pelayanan secara optimal dan memuaskan bagi konsumen, khususnya peternak. Adapun pemetaan kebutuhan petugas IB berdasarkan tahapan wilayah, sebagai berikut: 1. Wilayah Introduksi a. Apabila lokasi terdapat 1 (satu) unit pelayanan IB seperti SP-IB/Pos IB/Puskeswan dengan akseptor lebih dari 300 ekor, membutuhkan teknisi IB sebagai berikut : 3 (tiga) orang Inseminator, 1 (satu) orang PKb dan 1 (satu) orang ATR. Selanjutnya tenaga Inseminator dan PKb dapat ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor. b. Apabila lokasi hanya terdapat kurang dari 300 ekor akseptor, jumlah Inseminator dapat kurang dari 3 orang pada suatu unit pelayan IB. Sedangkan pelayanan dan pembinaan dari aspek pemeriksaan kebuntingan dan gangguan reproduksi, dapat dilakukan oleh petugas PKb dan ATR pada SP-IB/Pos IB Puskeswan terdekat dengan lokasi tersebut. 2. Wilayah Pengembangan a. Apabila pada lokasi terdapat 1 (satu) unit pelayanan IB seperti SP-IB/Pos IB/Puskeswan dengan akseptor lebih dari 600 ekor, membutuhkan teknisi IB sebagai berikut : 3 (tiga) orang Inseminator, 1 (satu) orang PKb dan 1 (satu) orang ATR. Selanjutnya tenaga Inseminator dan PKb dapat ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor. b. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 600 ekor, berarti jumlah Inseminator dapat kurang dari 3 orang pada suatu unit pelayanan IB. Selanjutnya pelayanan dan pembinaan untuk pemeriksaan kebuntingan dan reproduksi dapat dilakukan oleh PKb dan ATR pada unit layanan IB terdekat dengan lokasi tersebut. 9

15 3. Wilayah Swadaya a. Apabila pada lokasi terdapat 1 (satu) unit pelayanan IB seperti SP-IB/Pos IB/Puskeswan dengan akseptor lebih dari ekor, membutuhkan teknisi IB sebagai berikut : 3 (tiga) orang Inseminator, 1 (satu) orang PKb dan 1 (satu) orang ATR. Selanjutnya tenaga Inseminator dan PKb dapat ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor. b. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari ekor, berarti jumlah Inseminator dapat kurang dari 3 orang pada suatu unit pelayanan IB. Selanjutnya pelayanan dan pembinaan untuk pemeriksaan kebuntingan dan reproduksi dapat dilakukan oleh PKb dan ATR pada unit layanan IB terdekat dengan lokasi tersebut. Pemetaan petugas teknis IB pada masing-masing provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana tabel Kebutuhan dan Penyediaan Petugas Teknis IB pada Lampiran 5. C. Penyiapan Petugas Teknis IB 1. Jenis Pelatihan/Bimbingan Teknis Pengembangan dan penyediaan Petugas IB, PKb, dan ATR berbasis kompetensi mengacu pada SKKNI atau KKNI bidang Reproduksi Ternak Ruminansia Besar. Berdasarkan hasil pemetaan kebutuhan dan ketersediaan petugas inseminator, PKb, dan ATR, maka apabila terdapat kekurangan dapat dipenuhi dengan melakukan pelatihan/bimbingan teknis. Penyegaran dilakukan untuk petugas yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya. Penetapan jenis pelatihan/bimbingan teknis IB yang akan dilaksanakan, disesuaikan dengan kebutuhan sasaran/stakeholder dalam mendukung UPSUS SIWAB. Jenis Pelatihan/Bimbingan Teknis mengacu pada SK Kepala LAN No 7 tahun 2003 Bab V, terdiri dari Pelatihan Substantif dan Pelatihan Umum/Administrasi dan Manajemen. Pelatihan Substantif adalah jenis Bimbingan Teknis IB yang 10

16 dirinci berdasarkan lingkup petugas lapangan yang runtut dan berkesinambungan dari hulu sampai hilir. Jenis-jenis Bimbingan Teknis IB yang dibutuhkan dikelompokkan kedalam bidang: a. Inseminator b. Pemeriksa Kebuntingan (PKb) c. Asisten Teknis Reproduksi (ATR) Persyaratan mengikuti pelatihan/bimbingan teknis antara lain: a. Sehat jasmani dan rohani b. Pendidikan minimal SMK bidang peternakan atau sederajat dibidang IPA c. Rekomendasi Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan kabupaten/kota setempat. 2. Penyelenggaraan Pelatihan/Bimbingan Teknis Penyelenggaraan pelatihan/bimbingan teknis Inseminasi Buatan Berdasarkan PP No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil apabila lamanya pelatihan dilaksanakan lebih dari 48 jam pelatihan 45 menit dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah/swasta yang terakreditasi. Pendidikan dan pelatihan dapat dilaksanakan oleh lembaga lain sepanjang bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah/swasta yang terakreditasi. Bila lamanya pelatihan/bimbingan teknis IB dilaksanakan dibawah 48 jam pelatihan 45 menit dapat dilaksanakan Apresiasi/Bimbingan Teknis oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan/atau Unit Pelaksana Teknis Daerah yang memiliki kompetensi. Sesuai dengan Permentan 48 Tahun 2016 bahwa untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknis IB maka dilakukan peningkatan jumlah dan kompetensi teknis IB melalui pengiriman calon inseminator dan pemeriksaan kebuntingan ternak untuk mengikuti pelatihan/bimtek IB. Penyelenggaraan 11

17 pelatihan dan bimtek untuk petugas inseminator, PKb dan ATR dilaksanakan pada UPT Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) dan UPT Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP). Penetapan lokasi kegiatan pelatihan/bimtek pada UPT Perbibitan berdasarkan wilayah pendampingan GBIB dan potensi sebaran akseptor IB sebagaimana pada Lampiran 8. Kegiatan refresher atau penyegaran petugas selain oleh Dinas, dapat dilakukan oleh UPT/UPTD. 3. Permohonan Pelatihan/Bimbingan Teknis Permohonan pelatihan/bimbingan teknis sebagai berikut: a. Permohonan pelatihan/bimbingan teknis dari SKPD Provinsi ditujukan kepada Direktur Jenderal cq. Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, dengan melampirkan daftar peserta dan kelengkapan persyaratan. b. Permohonan pelatihan/bimbingan teknis dari SKPD Kabupaten/Kota ditujukan Provinsi dengan melampirkan daftar peserta dan kelengkapan persyaratan, selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal. 4. Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB dalam setiap kegiatan terdiri dari kelompok dasar, inti dan penunjang mengacu pada SKKNI atau KKNI bidang Reproduksi Ternak Ruminansia Besar dengan rincian sebagai berikut : a. Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB yang terkandung dalam kelompok dasar berisikan kebijakan program yang berhubungan dengan Bimbingan Teknis IB yang akan dilaksanakan dengan bobot maksimum 10 %. b. Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB yang terkandung dalam kelompok inti berkaitan dengan kompetensi kerja yang diperlukan oleh peserta Bimbingan Teknis IB dengan bobot minimum 80 %. c. Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB yang terkandung dalam kelompok penunjang berkaitan dengan materi pendukung untuk pencapaian hasil Bimbingan Teknis IB dengan bobot maksimum 10%. 12

18 Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB secara rinci tertera pada Lampiran 6 dan Uraian Tugas Petugas Teknis a. Inseminator 1) Merencanakan kebutuhan penggunaan semen beku 2) Melakukan identifikasi akseptor IB dan mengisi kartu peserta IB. 3) Melaksanakan IB pada ternak. 4) Membuat pencatatan dan laporan pelaksanaan IB dan menyampaikan kepada petugas PKB 5) Membuat pencatatan dan laporan pelaksanaan IB dan menyampaikan kepada petugas PKB 6) Berkoordinasi dengan petugas PKb, ATR dan Medik Veteriner (jika ada akseptor IB yang sudah 2 kali di-ib tidak juga bunting). b. Pemeriksa Kebuntingan (PKb) 1) Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan Inseminator (termasuk Inseminator Mandiri) 2) Memeriksa kebuntingan akseptor IB berdasarkan laporan Inseminator. 3) Melakukan evaluasi pelaksanaan IB secara berkala. c. Asisten Teknis Reproduksi (ATR) 1) Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan PKb dan Inseminator. 2) Memeriksa organ reproduksi ternak yang dilaporkan tidak bunting setelah sekali diinseminasi (repeat breeder) 3) Menentukan ternak tersebut masih layak atau tidak layak lagi untuk di IB. 4) Melakukan diagnosa gangguan reproduksi dan melakukan pengobatan atas petunjuk Dokter Hewan. 5) Melakukan evaluasi status reproduksi ternak secara berkala. 6) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan di SP-IB yang bersangkutan. 13

19 Dalam pelaksanaan di lapangan, seorang petugas dapat merangkap beberapa tugas sekaligus sepanjang memenuhi persyaratan D. Pemenuhan Kebutuhan Petugas Teknis IB Program UPSUS SIWAB Untuk memenuhi kebutuhan petugas teknis IB pada kegiatan UPSUS SIWAB berdasarkan Permentan 48 tahun 2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, maka selain melalui Diklat/Bimtek juga dapat dilakukan melalui penugasan kepada Inseminator dan Petugas PKb yang belum memiliki izin untuk melakukan IB dan pemeriksaan kebuntingan. Penugasan petugas teknis IB antar wilayah kerja dimungkinkan untuk jangka waktu tertentu. Penugasan tersebut dilakukan oleh kepala dinas provinsi atau kepala dinas kabupaten/kota yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. E. Sertifikasi Kompetensi Petugas Teknis IB Dalam upaya untuk memenuhi ketersediaan petugas IB yang profesional dan berkompeten, maka secara bertahap Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan menyiapkan SDM untuk petugas inseminator, PKb dan ATR yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Sertifikasi kompetensi merupakan proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Sertifikat kompetensi sektor pertanian diterbitkan oleh LSP Sektor Pertanian yang telah memperoleh lisensi dari Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP). Mengacu pada Permentan No. 42/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi Sumber Daya Manusia Sektor Pertanian maka untuk mendapatkan sertifikat kompetensi, dapat dilakukan melalui beberapa cara: 1. Sertifikasi langsung tanpa Diklat, yang dilakukan untuk petugas IB yang berpengalaman minimal 3 tahun dibidangnya secara berkelanjutan. 2. Pelatihan penyegaran (refresh) dilanjutkan dengan uji kompetensi oleh Asesor Kompetensi IB. 14

20 3. Pelatihan Teknis calon inseminator yang sesuai SKKNI selama 21 hari, calon PKb dan ATR selama 14 hari, dilanjutkan magang di tempat inseminator seniornya selama 3 bulan dan minimal telah melakukan IB terhadap 60 ekor sapi/kerbau. 4. Sertifikasi dapat dilakukan dengan mendatangkan asesor ke beberapa calon peserta untuk dilakukan uji kompetensi. 5. Peserta pelatihan dan sertifikasi harus mendapat rekomendasi Dinas terkait dan organisasi profesi/asosiasi. F. Penyediaan Sarana IB. Dalam rangka mendukung penyediaan sarana IB, agar IB dapat terlaksana dengan efektif, efisien dan maksimal, perlu dilakukan pemetaan jumlah tenaga teknis IB dengan jumlah peralatan IB (inseminator kit) dan sarana pendukung lainnya seperti container, N2 cair dan semen beku. Penyediaan peralatan IB tersebut harus sesuai dengan kebutuhan masingmasing daerah, oleh karena itu daerah perlu memetakan jenis peralatan beserta jumlah dan ukuran sarana IB yang dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kekurangan yang terjadi karena adanya peralatan yang sudah tidak dapat digunakan lagi atau peralatan yang dibutuhkan bagi petuga teknis IB yang baru. 15

21 BAB IV PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN (IB) Pelayanan Inseminasi Buatan dalam rangka mendukung UPSUS SIWAB dapat dilaksanakan pada wilayah introduksi, pengembagan dan swadaya serta wilayah pemeliharaan ternak yang dilakukan secara ekstensif. 1. Wilayah Pelayanan IB Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pelaksanaan IB perlu direncanakan IB secara baik dengan memperhatikan beberapa hal seperti struktur populasi ternak sapi (dewasa, muda dan anak baik jantan maupun betina), akseptor, Service per Conception (S/C) dan Conception Rate (CR), tenaga dan sarana yang tersedia. Batasan dan kriteria wilayah tahapan pelayanan IB disajikan pada tabel-1 berikut : Tabel-1. Batasan dan Kriteria Wilayah Pelayanan IB Uraian Batasan Jumlah Pelayanan IB/ tahun (dosis) S/C CR (%) Kriteria 1. Waktu Pelaksanaan IB 2. Wilayah 3. Jumlah Akseptor (ekor/ tahun/inseminator) 4. Cakupan Wilayah Binaan (ekor/tahun) 5. Populasi Akseptor IB (%) 6. Sumber Dana Wilayah Tahapan Pelayanan IB Introduksi Pengembangan Swadaya 300 >3 50 <5 tahun SP-IB < <10 100% APBN tahun SP-IB APBN & APBD >1000 < tahun SP-IB > % Peternak/ Koperasi Agar pelaksanaan IB dapat memberikan hasil yang maksimal perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 16

22 2. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan IB pada SP-IB/Pos IB di tingkat Kabupaten/Kota, memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Tabel-2. Tolak ukur keberhasilan pelaksanaan IB di SP-IB Uraian 1. S/C 2. CR (%) 3. Jumlah IB (Dosis) 4. Jumlah akseptor (ekor) 5. Cakupan wilayah binaan (ekor) 6. Kelahiran /tahun minimal (ekor) 7. Kasus Reproduksi (%) 8. Keberhasilan penanganan gangguan reproduksi (ekor) 9. Waktu Pelaksanaan penilaian dalam setahun 10. Pelaporan Wilayah Tahapan Introduksi Pengembangan Swadaya >50 6 bulan sekali Tertib >50 6 bulan sekali Tertib < >50 6 bulan sekali Tertib 3. Pelaksanaan IB Agar pelaksanaan IB dapat memberikan hasil yang maksimal perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Akseptor Akseptor IB dapat berasal dari ternak yang berkembang di masyarakat termasuk ternak yang berasal dari bantuan pemerintah baik dana APBN/APBD maupun ternak yang berada di perusahaan. Akseptor IB disamping yang berada di wilayah yang sudah berjalan pelaksanaan IB, juga dapat berasal dari ternak di wilayah yang IB belum berjalan atau kegiatan pembiakannya dilakukan melalui kawin alam. b. Pelayanan IB Pelayanan IB pada daerah yang sudah berjalan/berkembang pelayanan IB nya, seperti pada wilayah/daerah IB swadaya, pengembangan dan introduksi pelaksanaannya mengacu kepada pelaksanaan IB secara regular, dimana ternak yang terdeteksi birahi dapat langsung di lakukan IB dan ternak yang sudah di IB sebelumnya dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan. Sedangkan ternak sudah tiga (3) kali di IB namun tidak menunjukkan adanya kebuntingan, ternak tersebut dilaporkan kepada tim penanganan ganguan reproduksi untuk dilakukan pemeriksaan. 17

23 Untuk memaksimalkan pelaksanaan IB agar semua ternak betina produktif yang ada dapat di IB perlu di bentuk tim pelaksana di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, tim tersebut secara terpadu melaksanakan IB PKb dan melakukan pencatatam status ternak, identitas ternak dan pemilik ternak serta membuat surat keterangan status ternak (SKSR). Pada prinsipnya teknologi IB dapat digunakan untuk aspek pembibitan (mutu genetik) dan aspek produksi. 1) Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) untuk Pembibitan Pelaksanaan IB pada wilayah pembibitan tujuannya untuk peningkatan produktivitas yang dapat dilakukan melalui permurnian dan/atau persilangan dalam rangka pembentukan breed baru melalui pengembangan sapi asli dan sapi lokal. Penggunaan semen beku pada wilayah ini didasarkan atas pewilayahan sumber bibit sebagaimana telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit sapi asli seperti Sapi Bali di Provinsi Bali, Sapi Madura di Pulau Sapudi dan kegiatan pembibitan pada Kabupaten/Kota terpilih dan pada daerah tersebut tidak diperkenankan penggunaan semen beku bangsa lain. Untuk keperluan tersebut perlu diterapkan prinsip-prinsip perbibitan seperti perkawinan yang diatur, sistim pencatatan (recording), seleksi dan culling, dan sertifikasi. 2) Pelaksanaan Inseminasi Buatan IB pada wilayah produksi Pelaksanaan IB pada wilayah Produksi tujuannya untuk peningkatan produksi melalui pengembangan sapi asli, sapi lokal dan sapi persilangan. Berbagai bangsa sapi yang telah mulai dicoba dan diperkenalkan di lapangan dengan mempersilangkannya dengan sapi-sapi lokal dan kerbau antara lain : Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Aceh, Sapi Pesisir, Sapi Onggole, Sapi Brahman, Sapi Simmental, Sapi Limousin, Sapi Angus, Sapi Brangus, Sapi Friesian Holstein. Sedangkan bangsa kerbau antara lain kerbau Murrah, kerbau Lumpur. Kebijakan persilangan antara sapi asli dengan bangsa Bos Taurus (Simental, Limousin, Angus) hanya di perkenankan untuk tujuan dipotong. c. Penggunaan dan Penanganan (Handling)Semen Beku Penggunaan semen beku dari satu pejantan IB pada satu lokasi tidak boleh lebih dari 2 tahun agar tidak terjadi inbreeding. Mengenai kualitas semen beku dari pejantan-pejantan IB menjadi tanggung jawab Balai Inseminasi Buatan (BIB) Pusat dan Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) karena berhubungan dengan penerapan sistim pemeliharaan ternak dan penyediaan pejantan-pejantan IB. Untuk itu penerapan recording system, sangat penting agar Balai Inseminasi Buatan dapat secepat mungkin menilai kualitas pejantan-pejantan yang dipergunakan 18

24 Penyimpanan dan pemindahan semen memperhatikan sebagai berikut : 1) Straw (semen beku) yang disimpan dalam container (wadah penyimpanan) ditempatkan dalam goblet yang alas/dasarnya tertutup rapih, goblet-goblet ditempatkan dalam canister yang alas/dasarnya tertutup atau berlubang-lubang. Apabila semen langsung ditempatkan dalam canister (tanpa goblet), maka harus dipergunakan canister dengan alas tertutup. 2) Canister (1 s/d 6 buah) ditempatkan dalam container yang berisi Nitrogen Cair (N 2 ). N 2 cair tidak boleh sampai habis menguap karena dapat menyebabkan semua benih yang tersimpan di dalamnya mati. Dianjurkan permukaan N 2 cair dalam container selalu dijaga agar seluruh Straw terendam dalam N 2 cair. 3) Pemindahan Semen dari satu container ke container lainnya dilakukan sebagai berikut: a) Container dimana Straw akan dipindahkan diisi terlebih dahulu dengan N 2 cair dimana canister dan goblet kosong sudah berada di dalamnya. b) Tempatkan kedua container sedekat mungkin. c) Angkat canister sampai ke mulut container dan jepit tangkainya dengan penjepit (forcep). d) Pindahkan Straw secepat mungkin dari canister A ke canister B dengan memakai pinset atau dengan jari yang bersarung tangan. Waktu yang dipergunakan untuk pemindahan Straw dari canister A ke canister B tidak boleh lebih dari 3 detik. 4) Penempatan container sebaiknya pada ruangan khusus yang memiliki sirkulasi udara dan penerangan yang cukup. 19

25 d. Organisasi kegiatan Inseminasi Buatan Gambar alur dari organisai Kegiatan pada Inseminasi Buatan 20

26 e. Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan (SP- IB) 21

27 BAB IV PENUTUP Pedoman ini dibuat dalam rangka mendukung Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting atau Upsus SIWAB tahun 2017, sehingga secara operasional kegiatan terkait dapat terlaksana denganbaik sehingga target upsus siwab tahun 2017 dapat tercapai. 22

28 Lampiran-1 Stock Semen Beku Tahun 2016 dari B/BIB/D yang Tersertifikasi LSPro NO RUMPUN BIB NASIONAL BIB DAERAH JUMLAH A SAPI POTONG SINGOSARI LEMBANG JATENG KALSEL BALI 1 LIMOSIN 703,821 1,100,000 3,830 12,804 1,820,455 2 SIMENTAL 305,283 1,100,000 10,918 3,844 1,420,045 3 BRAHMAN 69, ,000 15,187 2, ,336 4 ANGUS 99,445 70, ,445 5 BALI 137,942 43,000 16,887 60, ,829 6 MADURA 143,198 39, ,198 7 ONGOLE 25,013 60,000 8,332 93,345 8 PO 272, ,351 9 PASUNDAN 1,800 1, JALITENG 18,200 18,200 (BANTENG CROS) 11 GALEAN 1,193 1, WAGYU JUMLAH 2,840,573 2,573,800 SAPI PERAH 1 FH 2,355, ,000 KERBAU 302, ,127 43,934 5,820,593 3,066,802 1 KERBAU 1,942 1,942 TOTAL 5,196,248 3,118, ,413 45,876 8,889,337 23

29 Lampiran-2 Target Produksi Semen Beku Tahun 2017 dari B/BIB/D Tersertifikasi LSPro MPUN B NASIONAL B DAERAH SARI NG G EL 540, , ,000 15, , , ,000 8,000 75, ,000 36,000 4,500 55,500 82,500 5, ,000 40, ,000 80,000 50,000 82, , ,000 7,500 6,000 1,338,000 1,663, ,000 76, , ,500 18,000 18,000 4,000 1,923,000 1,836, ,000 80, Lampiran-3 Stock Semen Beku Tahun 2016 dari BIBD Supporting BIB DAERAH MUT SUMBAR KALTIM BENGKULU SULUT DIY NTB LAMPUNG SULTRA SUMSEL JUMLAH

30 41,000 48,687 16,022 12,000 6, , ,000 48,987 16,022 12,000 7, ,754 9,530 3,500 42, ,008 Lampiran-4 Target Produksi Semen Beku Tahun 2017 dari BIBD Supporting NO RUMPUN BIB DAERAH SUMUT KALTIM SUMBAR BENGKULU DIY A SAPI POTONG 1 LIMOSIN SIMENTAL BRAHMAN BALI 8,000 10,000 9, PO JUMLAH 3,000 10,000 98,000 17,000 30,000 KERBAU 1 KERBAU TOTAL 3,500 10, ,000 17,000 30,000 25

31 Lampiran: 5 No. Kabupaten/Kota DATA KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN PETUGAS TEKNIS IB 2016 Jumlah Inseminator PKB ATR Kebutuhan Tersedia Kekurangan Kebutuhan Tersedia Kekurangan Kebutuhan Tersedia Kekurangan 1 JAWA TIMUR JAWA TENGAH LAMPUNG BALI JAWA BARAT D.I. YOGYAKARTA DKI JAKARTA 8 SULAWESI SELATAN SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN RIAU KALIMANTAN BARAT JAMBI KALIMANTAN 15 SELATAN BENGKULU KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN 18 TENGAH KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA BARAT ACEH SULAWESI TENGAH SULAWESI 25 TENGGARA GORONTALO SULAWESI UTARA SULAWESI BARAT PAPUA MALUKU MALUKU UTARA PAPUA BARAT BANTEN KALIMANTAN UTARA Jumlah

32 Lampiran : 6 SILABUS BIMTEK INSEMINATOR PADA TERNAK SAPI/KERBAU No. Mata Pelajaran Isi Materi Waktu (jam) T P&D Jumlah I MATERI PENUNJANG Kebijakan Nasional Pengembangan IB pada ternak Sapi dan Kerbau Mendukung Upsus SIWAB Organisasi Kegiatan IB Uraian tentang kebijakan pengembangan IB pada ternak Sapi dan Kerbau di Indonesia Uraian tentang Organisasi IB dan Pembinaan Kelompok Tani (KPP-IB) Kebijakan Produksi dan Distribusi Semen Beku Uraian tentang kebijakan produksi mani beku 3 3 II MATERI POKOK 1. Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak Uraian tentang anatomi dan fisologi reproduksi ternak sapi dan kerbau jantan dan betina Fisiologi Kebuntingan Uraian tentang proses terjadinya kebuntingan, dan kelahiran Pengenalan Berahi Teknik IB Uraian tentang tanda-tanda berahi dan ketepatan waktu melakukan inseminasi Aplikasi Inseminasi Buatan di Indonesia Uraian tentang teknik IB dengan mani beku, pengenalan alat, Pencatatan Kegiatan IB Uraian tentang sejarah, tata cara IB dan faktor-faktor yang mempengarihi kegagalan dan keberhasilan pelaksanaan IB di Indonesia Uraian tentang tata cara pencatatan, cara pengisian, perhitungan hasil IB dan pelaporan

33 6. Penanganan Semen Beku Uraian tentang tata cara penanganan mani (handling), identifikasi mani beku dan penyimpanannya Pengenalan Kebuntingan dan Gangguan Reproduksi Ternak Uraian tentang tanta-tanda kebuntingan, diagnosa kebuntingan, kelainan dan gangguan reproduksi 48 III PRAKTEK 1. Praktek IB di RPH Melaksanakan praktek Inseminasi Buatan pada ternak sapi/kerbau dengan mani beku Praktek IB di Lapangan Melaksanakan praktek IB dengan mani beku dilapangan dengan bimbingan Petugas Inseminator 48 Jumlah Jam 45 menit Prosentase (%) 26,8 73,2 28

34 Lampiran : 7 SILABUS BIMTEK PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN (PKB) DAN ASISTEN TEKNIS REPRODUKSI (ATR) PADA TERNAK SAPI/KERBAU No. Mata Pelajaran Isi Materi T I MATERI PENUNJANG 1. Kebijakan Nasional Uraian tentang kebijakan 2 Pengembangan IB pada ternak pengembangan IB pada ternak Sapi Sapi dan Kerbau Mendukung dan Kerbau di Indonesia dan Upsus Upsus SIWAB SIWAB 2. Organisasi Kegiatan IB Uraian tentang Organisasi IB (SP-IB) 2 dan Pembinaan Kelompok Tani (KPP- IB) 3. Penyuluhan Uraian tentan metoda penyuluhan yang 2 digunakan dalam kegiatan IB II MATERI POKOK 1. Anatomi dan Fisiologi Uraian tengtang anatomi dan fisologi 4 Reproduksi Ternak reproduksi ternak sapi dan kerbau jantan dan betina serta anomali reproduksi 2. Fisiologi Kebuntingan dan Uraian tentang proses terjadinya 4 Kebidanan kebuntingan, dan kelahiran serta tata cara pertolongan kelahiran Diagnosa Kebuntingan Uraian tentang tanda-tanda 4 kebuntingan, tata cara dan metoda diagnosa kebuntingan pada ternak 3. Pencatatan Kegiatan IB Uraian tentang tata cara pencatatan, 2 29

35 cara pengisian, perhitungan hasil IB dan pelaporan 4. Penyakit/Gangguan Reproduksi Uraian tentang jenis-jenis penyakit 4 dan Penanggulangannya reproduksi, penyebab, cara penularan, gejala klinis, penanggulangan dan pencegahannya 5. Terapi Hormonal, penggunaan Uraian tentang tata cara pengobatan 3 Atibiotika dan Antifungi menggunakan preparat hormonal, antibiotika dan anti fungi III PRAKTEK 1. Praktek di RPH Melaksanakan praktek ekprolasi rektal pada ternak sapi/kerbau di RPH dalam keadaan normal, bunting atau ada kelainan 2. Praktek Lapangan Melaksanakan praktek ekprolasi rektal pada ternak sapi/kerbau di Lapangan dalam keadaan normal, bunting atau ada kelainan Jumlah Jam 45 menit 27 Prosentase (%) 24,5 30

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016 - 679 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016 TENTANG UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI SAPI DAN KERBAU BUNTING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Peningkatan produksi ternak

Lebih terperinci

PENILAIAN PETUGAS INSEMINATOR BERPRESTASI DI JAWA BARAT TAHUN 2014

PENILAIAN PETUGAS INSEMINATOR BERPRESTASI DI JAWA BARAT TAHUN 2014 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN PETUGAS INSEMINATOR BERPRESTASI DI JAWA BARAT PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PETERNAKAN Jalan Ir. H. Juanda No.358 Telp.(022) 2501151 Bandung 40135 http://www.disnak.jabarprov.go.id

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian-RI Jl. Harsono RM No. 3 Pasar

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 055 TAHUN 2014

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 055 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 055 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRODUKSI DAN DISTRIBUSI SEMEN BEKU PADA BALAI INSEMINASI BUATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2013, No TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI PADA KEMENTERIAN PERTANIAN

2013, No TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI PADA KEMENTERIAN PERTANIAN 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 119/PMK.05/2013 TENTANG TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI PADA KEMENTERIAN PERTANIAN TARIF LAYANAN

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

Semen beku Bagian 1: Sapi

Semen beku Bagian 1: Sapi Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ARAH KEBIJAKAN ( KEMENTAN RI ) PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN 2015-2019 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERUBAHAN PROGRAM WAKTU PROGRAM 2010-2014 2015-2019 DALAM RANGKA

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN RANCANGAN RENCANA KERJA DITJEN PKH TAHUN 2018

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN RANCANGAN RENCANA KERJA DITJEN PKH TAHUN 2018 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN RANCANGAN RENCANA KERJA DITJEN PKH TAHUN 2018 1 Monev Program dan Kinerja Tahun 2017 Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan dan Keswan Tahun 2018 Rencana

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KINERJA KEGIATAN TAHUN 2016 DAN RENCANA KEGIATAN TAHUN 2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KINERJA KEGIATAN TAHUN 2016 DAN RENCANA KEGIATAN TAHUN 2017 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KINERJA KEGIATAN TAHUN 2016 DAN RENCANA KEGIATAN TAHUN 2017 Jakarta, 4 Januari 2017 KINERJA KEGIATAN TAHUN 2016 REALISASI ANGGARAN 2016 PER KEWENANGAN

Lebih terperinci

Semen beku Bagian 1: Sapi

Semen beku Bagian 1: Sapi Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak DIREKTORAL JENderal peternakan dan kesehatan hewan Kementerian pertanian 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS OPTIMALISASI REPRODUKSI DAN PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK SAPI/KERBAU TAHUN 2016

PEDOMAN TEKNIS OPTIMALISASI REPRODUKSI DAN PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK SAPI/KERBAU TAHUN 2016 PEDOMAN TEKNIS OPTIMALISASI REPRODUKSI DAN PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK SAPI/KERBAU TAHUN 2016 Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO Mendengar nama kabupaten Nagekeo mungkin bagi sebagian besar dari kita masih terasa asing mendengarnya, termasuk juga penulis. Dimanakah kabupaten Nagekeo berada? Apa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat Pagi, Salam Sejahtera bagi kita semua, SAMBUTAN DIREKTUR PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK

Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat Pagi, Salam Sejahtera bagi kita semua, SAMBUTAN DIREKTUR PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK SAMBUTAN DIREKTUR PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK PADA ACARA PENINJAUAN UJI COBA PERKEMBANGAN SAPI POTONG BELGIAN BLUE DI INDONESIA Yang terhormat : MARET 2018 Kepala Balai Embrio Ternak Cipelang; Rekan-rekan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

Semen beku Bagian 2: Kerbau

Semen beku Bagian 2: Kerbau Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 2: Kerbau ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2017 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian Menuju Bibit Ternak Berstandar SNI Jalan pintas program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) pada tahun 2014 dapat dicapai dengan melakukan pembatasan impor daging sapi dan sapi bakalan yang setara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-18.6-/217 DS186-992-1912-699 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa ternak sapi dan kerbau

Lebih terperinci

Dengan ini kami sampaikan Laporan Kegiatan Balai Inseminasi Buatan Lembang Bulan Februari TA. 2016, sebagai berikut :

Dengan ini kami sampaikan Laporan Kegiatan Balai Inseminasi Buatan Lembang Bulan Februari TA. 2016, sebagai berikut : Nomor : 01014/TU.020/F2.J/03/2016 1Maret2016 Lampiran : 1 (satu) Berkas Hal : Laporan Kegiatan Bulan Februari 2016 Yang terhormat Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Di Jakarta Dengan ini

Lebih terperinci

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi keberhasilan inseminasi buatan sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2014 sampai 4 Mei 2014.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok

ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok 33 Propinsi ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU 2014 5 Kegiatan Pokok Target Pencapaian Swasembada Daging Sapi Kerbau Tahun 2014 20 Propinsi Prioritas Kelompok I Daerah prioritas IB yaitu

Lebih terperinci

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

B. SUMBER PENDANAAN (10) PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN (PPSDMK) (Juta Rupiah) Prakiraan Kebutuhan

B. SUMBER PENDANAAN (10) PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN (PPSDMK) (Juta Rupiah) Prakiraan Kebutuhan PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN (PPSDMK) (Juta ) 2075 Standardisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan bagi SDM Kesehatan 2075.0 Terselenggaranya Standarisasi,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PEMOTONGAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BETINA PRODUKTIF

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN PPSDMP DAN EVALUASI E-PROPOSAL TAHUN 2016

RENCANA KERJA BADAN PPSDMP DAN EVALUASI E-PROPOSAL TAHUN 2016 RENCANA KERJA BADAN PPSDMP DAN EVALUASI E-PROPOSAL TAHUN 2016 OLEH : SEKRETARIS BADAN PPSDMP Disampaikan pada : Pra-Musrenbangtannas Kementerian Pertanian Jakarta, 12 Mei 2015 ARAH KEBIJAKAN 2015-2019

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.1-/215 DS8665-5462-5865-5297 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.1-/216 DS286-9928-784-242 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, 1 SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYEMBELIHAN TERNAK BETINA PRODUKTIF DAN PENGELUARAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-.6-/216 DS3945-8555-79-7987 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI TAHUN 2016 (DATA RKT BBIB SINGOSARI TAHUN 2016) A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA :

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI TAHUN 2016 (DATA RKT BBIB SINGOSARI TAHUN 2016) A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA : (DATA RKT BBIB SINGOSARI TAHUN 2016) RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI TAHUN 2016 A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA : 2 TUGAS : FUNGSI 1. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1 1 BALAI BESAR INSEMINASI

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA 2 TUGAS DAN FUNGSI a. TUGAS : BPTU-HPT DENPASAR Melaksanakan pemeliharaan, produksi, pemuliaan, pelestarian, pengembangan,

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBTAN

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF 1 GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/1/2010 TANGGAL : 29 Januari 2010 PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ternak

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI TAHUN 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI TAHUN 2012 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI TAHUN 2012 BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

ALTERNATIF KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI POTONG DALAM ERA OTONOMI DAERAH

ALTERNATIF KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI POTONG DALAM ERA OTONOMI DAERAH ALTERNATIF KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI POTONG DALAM ERA OTONOMI DAERAH SAMARIYANTO Direktur Perbibitan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Bibit ternak yang berasal dari plasma nutfah

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENGANTAR... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup.. 2

DAFTAR ISI. PENGANTAR... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup.. 2 1 KATA PENGANTAR Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian c.q Pusat Pelatihan Pertanian pada Tahun 2015 mengalokasikan dana penyelenggaraan diklat teknis mendukung Program Peningkatan Produksi Padi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Tabel 1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2001) No. Parameter Nilai Interpretasi 1. Kekuatan Korelasi (r) 2. Nilai p 3. Arah korelasi

Lebih terperinci

Revisi ke 02 Tanggal : 16 Maret 2017

Revisi ke 02 Tanggal : 16 Maret 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-32.4-/217 DS21-98-8-666 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION Dewi Hastuti Dosen Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim Abstrak Survai dilakukan terhadap

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN. Kerjasama. Optimalisasi. Tusi. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN 5 2013, No.640 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PERMENTAN/OT.140/4/2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI

Lebih terperinci

Nomor : 01001/TU.020/F2.J/07/ Juli 2016 Lampiran : 1 (satu) Berkas Hal : Laporan Kegiatan Bulan Juni 2016

Nomor : 01001/TU.020/F2.J/07/ Juli 2016 Lampiran : 1 (satu) Berkas Hal : Laporan Kegiatan Bulan Juni 2016 Nomor : 01001/TU.020/F2.J/07/2016 01 Juli 2016 Lampiran : 1 (satu) Berkas Hal : Laporan Kegiatan Bulan Juni 2016 Yang terhormat Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Di Jakarta Dengan ini kami

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DA TAHUN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANA

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DA TAHUN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANA RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DA TAHUN 2018-2021 DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANA No Tujuan OPD Indikator Tujuan Sasaran OPD Indikator Sasaran (impact) Program/ Kegiatan Indikator

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN

Lebih terperinci

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI Terbatasnya sapi pejantan unggul di Indonesia, merupakan persoalan dalam upaya meningkatkan populasi bibit sapi unggul untuk memenuhi kebutuhan daging yang masih

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci