RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN REAKTOR BERPENGADUK STATIS UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA KONTINYU SIGIT EKO PRASTYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN REAKTOR BERPENGADUK STATIS UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA KONTINYU SIGIT EKO PRASTYA"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN REAKTOR BERPENGADUK STATIS UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA KONTINYU SIGIT EKO PRASTYA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Sigit Eko Prastya NIM F

4

5 ABSTRAK SIGIT EKO PRASTYA. Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu. Dibimbing oleh ARMANSYAH H. TAMBUNAN Proses produksi biodiesel secara katalitik memerlukan pengadukan kuat untuk mengatasi sifat imisibel TG dan methanol. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan pengaduk statis pada proses tersebut dapat meningkatkan reaksi, bahkan dapat mengurangi penggunaan katalis. Penggunaan pengaduk statis juga memberi keuntungan terhadap penerapan sistem kontinyu karena hanya membutuhkan rancangan yang lebih ringkas dan sederhana. Hasil rancang-bangun reaktor berpengaduk statis terdiri atas 6 komponen utama, yaitu tangki methanol, tangki minyak, pompa pengalir methanol, pompa pengalir minyak, pipa pereaksi yang di dalamnya terdapat pengaduk statis, serta pemanas listrik. Reaktor hasil rancangan dapat bekerja secara kontinyu dengan panjang pipa pereaksi yang dapat diubah sesuai kebutuhan. Rasio molar metanol terhadap minyak dapat diatur dengan pengaturan debit pompa. Pengujian terhadap reaktor berpengaduk statis hasil rancangan menunjukkan bahwa suhu campuran yang dapat dicapai di sepanjang pipa pereaksi adalah 48 o C. Pengujian terhadap ketercampuran metanol dan minyak di dalam pipa pereaksi dilakukan secara tidak langsung melalui pengamatan suhu di sepanjang pipa. Beda peningkatan suhu campuran antara menggunakan katalis dan tanpa katalis menunjukkan indikasi telah terjadinya pencampuran di dalam pipa pereaksi. Kata kunci: reaktor berpengaduk statis, biodiesel, rancang bangun, sistem kontinyu ABSTRACT SIGIT EKO PRASTYA. Design and Performance Test of Continuous Type Static Mixing Reactor for Biodiesel Production. Supervised by ARMANSYAH H. TAMBUNAN Catalytic process of biodiesel production requires rigorous stirring to overcome the immiscible characteristic of TG and MeOH. According to previous study, application of static mixer in the process can enhance the reaction rate due to improved mixing of the reactants and even further can reduce the requirement of catalyst. The application of static mixing reactor in continuous mode also gives advantages in terms of simplicity of the design. This study is aimed to the design and performance test of a continuous type static mixing reactor. The design consists of 6 main components, namely methanol tank, oil tank, methanol circulating pump, oil circulating pump, reaction tubes containing the static mixer elements, and heater. The design can work continuously with flexible length of the mixing tubes to meet the specific requirement. Molar ratio of methanol to oil can be adjusted by regulating the circulating pumps of oil and methanol. Performance test of the design shows that the achievable reaction temperature was only 48 o C. Mixing performance was evaluated indirectly through temperature profile of the mixture along the tubes. Temperature difference between the test using catalyst and without catalyst indicated the occurance of proper mixing inside the tubes. Keywords: static mixing reactor, biodiesel, design, continuous type

6

7 RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN REAKTOR BERPENGADUK STATIS UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA KONTINYU SIGIT EKO PRASTYA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9 Judul Skripsi : Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu Nama : Sigit Eko Prastya NIM : F Disetujui oleh Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Desrial, M Eng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah biodiesel dengan judul Rancang Bangun dan Pengujian Reaktor Berpengaduk Statis Untuk Produksi Biodiesel Secara Kontinyu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan pada orang tua yang selalu memberikan do'a dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2015 Sigit Eko Prastya

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN v PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Biodiesel Berbahan-baku Minyak Jelantah 2 Perkembangan Teknologi Produksi Biodiesel 3 Reaktor Berpengaduk Statis 5 Prosedur Desain 7 METODE 8 Waktu dan Tempat Penelitian 8 Alat dan Bahan 8 Tahapan Perancangan 9 Perhitungan Analisis Prototipe SMR 10 Prosedur Pengujian 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Perencanaan Desain 13 Pengembangan Desain 14 Desain Detail 17 Prototyping 20 Uji Komisioning 21 Uji Kinerja 22 Tahapan Proses Produksi Biodiesel Menggunakan SMR Tipe Kontinyu 27 SIMPULAN DAN SARAN 28 Simpulan 28 Saran 28

12 DAFTAR ISI (lanjutan) DAFTAR PUSTAKA 28 RIWAYAT HIDUP 42 DAFTAR TABEL 1 Koefisien kerugian pada jalur pipa 11 2 Daftar spesifikasi kebutuhan 14 3 Alternatif design 16 4 Penilaian alternatif desain 17 DAFTAR GAMBAR 1 Aliran fluida dalam reaktor berpengaduk statis (Admix 1991) 6 2 Pola aliran di dalam reaktor berpengaduk statis sudut 240 o 6 3 Diagram alir prosedur penelitian (Bejan 1995) 10 4 Dudukan pengaduk statis 17 5 Pengaduk statis 18 6 Y tube dan pipa pemanas 18 7 Tangki penampung bahan minyak metanol dan katalis 19 8 Hasil akhir rancangan SMR (kiri)desain, (kanan) prototipe 19 9 Mesin puntir Elemen pengaduk statis Hasil penyambungan setiap elemen pengaduk statis Heater Teflon Retakan pada pipa acrylic Goresan pada flow meter Prototipe SMR dan komponen Sebaran suhu pada perlakuan bahan metanol dengan metanol Sebaran suhu dari berbagai set point heater Sebaran suhu minyak dan metanol tanpa katalis Sebaran suhu minyak dan metanol menggunakan katalis Hasil biodiesel Pencucian biodiesel Hasil Pengendapan biodiesel dari pengujian SMR tanpa katalis Hasil Pengendapan biodiesel pengujian SMR dengan katalis 26

13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Syarat mutu biodiesel 30 2 Diagram Moody 31 3 Analisis teknik 32 4 Perhitungan densitas 34 5 Perhitungan viskositas 40 o C 35 6 Komposisi asam minyak jelantah 36 7 Komponen SMR dalam desain 37 8 Desain orthogonal SMR 38 9 Gambar orthogonal dan potongan SMR Dokumentasi saat pabrikasi Dokumentasi saat pengujian 41

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Biodiesel merupakan monoalkil ester yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses transesterifikasi antara minyak dengan metanol. Proses transesterifikasi tersebut berlangsung pada suatu reaktor yang dirancang khusus. Salah satu indikator di dalam merancang reaktor adalah mekanisme pencampuran antara minyak dengan metanol, karena minyak dan metanol bersifat immiscible (tidak mudah bercampur). Mekanisme pencampuran minyak dengan metanol pada reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator. Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengadukan statis. Mekanisme pengadukan menggunakan pengaduk statis hanya memanfaatkan aliran fluida dan tumbukan. Fluida yang mengalir di dalam reaktor akan terbagi dua layer pada setiap elemen dan proses pencampuran diakibatkan oleh tumbukan mikro di dalam reaktor. Menurut Panggabean (2011) semakin besar tumbukan yang terjadi di dalam reaktor maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar karena kontak antar bidang permukaan akan semakin sering. Proses terjadinya tumbukan di dalam reaktor selain dipengaruhi oleh kecepatan aliran, juga bisa dipengaruhi oleh sudut puntir elemen pengaduk statis. Sudut puntir elemen pengaduk statis mempengaruhi keseragaman aliran fluida di dalam reaktor. Menurut Nitawati (2013) sudut puntir 240 o memiliki hasil pencampuran yang baik karena semakin besar sudut puntir elemen maka kecepatan aliran menjadi seragam. Reaktor berpengaduk statis yang telah dilakukan penelitian selama ini masih menggunakan sistem batch, dimana sistem batch masih memiliki kekurangan yaitu waktu reaksi yang terjadi di dalam reaktor relatif lama dan tidak efisien untuk produksi biodiesel skala industri. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut dengan merancang reaktor berpengaduk statis untuk produksi biodiesel secara kontinyu. Produksi biodiesel secara kontinyu dibutuhkan panjang pengaduk statis yang sesuai, agar biodiesel yang dihasilkan memenuhi SNI biodiesel, seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Proses perancangan yang baik diharapkan dapat menghasilkan reaktor biodiesel berpengaduk statis yang efisien untuk mencapai standar mutu biodiesel yang diproduksi. Perumusan Masalah Proses reaksi transesterifikasi biodiesel dipengaruhi oleh reaktan (minyak dan metanol) yang sulit bercampur sehingga perlu suatu mekanisme pencampuran fluida untuk meningkatkan homogenisasi campuran, laju reaksi dan meningkatkan waktu reaksi. Dengan demikian perlu dilakukan alternatif perancangan reaktor biodiesel berpengaduk statis untuk produksi biodiesel secara kontinyu.

16 2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun prototipe reaktor berpengaduk statis untuk produksi biodiesel secara kontinyu dan melakukan uji kinerja reaktor berpengaduk statis hasil rancangan. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah tersedianya prototipe reaktor berpengaduk statis yang dapat beroperasi secara kontinyu dan bekerja dengan baik. TINJAUAN PUSTAKA Biodiesel Berbahan-baku Minyak Jelantah Biodiesel merupakan metil ester (fatty acid methyl ester) yang diproses dengan cara transesterifikasi antara trigliserida yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewan dengan alkohol rantai pendek terutama metanol untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Knothe 2005). Komponen utama minyak nabati dan lemak hewan adalah trigliserida (TG). Trigliserida minyak nabati dan lemak hewan biasanya berisi beberapa asam lemak yang berbeda, tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Komposisi asam lemak merupakan parameter paling penting yang mempengaruhi sifat fisik dan kimia biodiesel yang dihasilkan. Minyak jelantah, yaitu minyak goreng bekas pakai dari kebutuhan rumah tangga, merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk menghasilkan biodiesel. Penggunaan minyak goreng secara berulang- ulang akan menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh kemudian membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang mengkonsumsinya, yaitu berbagai gejala keracunan. Pemanfaatan minyak goreng bekas untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi, seperti biodiesel, diharapkan dapat mengurangi pengulangan penggunaan minyak goreng untuk pangan. Meskipun demikian, bila dibandingkan bahan bakar diesel berbasis minyak bumi, biodiesel minyak jelantah memiliki stabilitas oksidasi yang lebih rendah begitu pula blending biodiesel dengan solar. Stabilitas oksidasi menentukan stabilitas penyimpanan bahan bakar dan stabilitas oksidasi yang memadai terhadap bahan bakar apapun merupakan persyaratan dasar untuk menjamin pengoperasian fuel injection (injeksi bahan bakar) mesin diesel yang baik dan bebas dari kerusakan. Oleh sebab itu, konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel memerlukan proses yang lebih baik untuk mengurangi kelemahan tersebut. Biodiesel mengandung racun yang sangat rendah, biodegradabilitas yang baik dimana biodiesel dapat didegradasi secara biologis empat kali lebih cepat daripada bahan bakar diesel minyak bumi, yakni mencapai 98% dalam tiga

17 3 minggu. Biodiesel memiliki titik bakar (flash point) yang lebih tinggi dibanding bahan bakar minyak bumi petrodiesel/solar sehingga tidak secara spontan meletup atau menyala dalam keadaan normal. Bahan bakar ini lebih sedikit mengandung racun dibanding garam meja dan lebih aman bagi kulit dibandingkan dengan sabun (Renaldi 2009). Selain itu, Gerpen (2005) mengungkapkan bahwa terdapat sekurangnya lima alasan pengembangan biodiesel, antara lain: 1. Menyediakan pasar untuk kelebihan produksi minyak dan lemak hewan 2. Mengurangi, meskipun tidak menghilangkan, ketergantungan negara dalam mengimpor petroleum. 3. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui dan mengurangi dampak pemanasan global karena siklus karbonnya yang tertutup. Analisis siklus hidup biodiesel menunjukkan bahwa keseluruhan emisi CO 2 berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan bahan bakar diesel berbahan petroleum. 4. Emisi buang karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan emisi partikel padat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan bakar diesel. 5. Ketika ditambahkan ke dalam bahan bakar diesel yang reguler dalam jumlah 1 2%, dapat mengubah kelemahan sifat bahan bakar, misalnya bahan bakar diesel yang rendah kadar sulfur dan menjadi bahan bakar yang dapat diterima. Perkembangan Teknologi Produksi Biodiesel Teknologi produksi biodiesel pada umumnya dengan proses transesterifikasi. Proses transesterifikasi merupakan proses reaksi kimia antara minyak dan metanol. Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara katalitik dan non katalitik. Metode katalitik merupakan proses reaksi transesterifikasi di dalam reaktor menggunakan bantuan katalis pada tekanan atmosfer dan suhu rendah dibawah 65 o C. Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk transesterifikasi, semakin singkat waktu yang diperlukan (Noureddin dan Zhu 1997). Sedangkan kerugiannya adalah harga katalis mahal dan rantai pemurnian lebih panjang karena harus memisahkan katalis dari produk yang dihasilkan. Metode non katalitik merupakan proses reaksi transesterifikasi di dalam reaktor tanpa menggunakan katalis, yaitu pada proses supercritical methanol transesterification menggunakan tekanan dan suhu tinggi. Kelebihan dari metode non katalitik adalah proses pemurnian dan pemisahan menjadi lebih sederhana, reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dapat berlangsung dalam satu reaktor sehingga tidak memerlukan proses pra-esterifikasi meskipun memiliki kandungan FFA (free fatty acid) tinggi (Tambunan dan Purwanto 2007). Kelemahan dari metode non katalitik adalah memiliki resiko tinggi karena produksi biodiesel dilakukan dengan suhu dan tekanan tinggi. Untuk mengurangi resiko yang disebabkan oleh tekanan yang tinggi maka dilakukan pengembangan teknologi produksi biodiesel non katalitik pada kondisi super-heated methanol vapor (SMV) yaitu dengan menggunakan temperatur tinggi dan tekanan rendah. Penelitian SMV dengan bubble column reactor telah dilakukan oleh Joelianingsih et al. (2007) yaitu pada suhu 523, 543, and 563 K. Sistem ini masih memiliki

18 4 kekurangan diantaranya metanol yang dibutuhkan lebih banyak, dan waktu reaksi masih relatif lama. Pada Reaksi transesterifikasi terjadi tiga tahapan sebelum terbentuknya FAME dan gliserol. Tahapan pertama adalah Trigliserida yang bereaksi dengan metanol akan membentuk FAME dan Digliserida yang ditunjukkan pada persamaan 1. Digliserida bereaksi dengan metanol menghasilkan FAME dan Monogliserida ditunjukkan pada persamaan 2. Selanjutnya monogliserida bereaksi dengan metanol menghasilkan FAME dan Gliserol pada persamaan 3. Reaksi keseluruhan ditunjukkan pada persamaan 4 (Kusdiana dan Saka 2001). TG + MeOH DG + MeOH MG + MeOH TG + 3MeOH FAME +DG (1) FAME +MG...(2) FAME +Gliserol.(3) 3FAME +Gliserol..(4) Variabel yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi, diantaranya: efek asam lemak bebas dan kelembaban, jenis katalis dan konsentrasi, molar rasio alkohol untuk minyak dan alkohol, efek dari waktu reaksi dan suhu, intensitas pencampuran, efek menggunakan organik cosolvents (Biktashev et al. 2011) Produksi biodiesel selain dibagi berdasarkan metode secara katalitik dan non katalitik, produksi biodiesel juga dibagi berdasarkan sistem, yaitu sistem batch dan kontinyu. Secara umum, sistem yang banyak digunakan dalam produksi biodiesel adalah sistem batch, baik secara katalitik maupun non katalitik. Proses produksi biodiesel dengan sistem batch dilakukan dengan mensirkulasikan bahan atau reaktan secara terus menerus sampai mencapai kondisi yang diinginkan, selanjutnya biodiesel dapat dihasilkan. Sedangkan sistem kontinyu, reaktan yang disirkulasikan hanya sekali proses kemudian dihasilkan biodiesel. Penelitian dengan sistem kontinyu terus dikembangkan karena sistem kontinyu memiliki kelebihan dibandingkan sistem batch yaitu lebih efisien dari tenaga kerja, energi, sangat cocok untuk skala industri dibandingkan tipe batch dan biodiesel akan terus menurus dihasilkan selama masih ada metanol dan minyak yang diumpankan. Perkembangan teknologi produksi biodiesel secara katalitik dimulai dari pengembangan reaktor yang digunakan. Reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator, yaitu pengaduk berbentuk batang dengan impeler semacam pisau (blade) yang digerakkan oleh motor. Impeler tersebut membentuk pola aliran yang menyebabkan terjadinya proses pencampuran reaktan. Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengaduk statis. Sistem kerja pengaduk statis ialah mencampur dua fluida dalam reaktor dengan memanfaatkan aliran dan kekentalan fluida serta bentuk geometri dari pengaduk statis. Menurut Admix (1991) di dalam reaktor berpengaduk statis terjadi pembagian aliran laminer dan turbulen. Pada aliran laminer fluida akan terbagi 2 e dimana e merupakan jumlah elemen pengaduk statis. Pada aliran turbulen terjadi proses pembalikan inersia dengan membentuk aliran turbulen

19 5 mikro sehingga terjadi pencampuran radial dan transfer momentum yang memaksa reaktan berotasi pada pusat hidroliknya. Penggunaan SMR memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses reaksi yaitu dapat menurunkan waktu reaksi transesterifikasi pada setiap tingkat perlakuan suhu, frekuensi tumbukan pada pengaduk statis lebih tinggi dari blade agitator, energi transesterifikasi menggunakan SMR lebih kecil dibandingkan blade agitator dan kebutuhan energi rata-rata menggunakan SMR lebih rendah dibandingkan blade agitator. Selain itu, penggunaan SMR dapat menurunkan persentasi penggunaan katalis. Penelitian Panggabean (2011) penggunaan katalis basa kuat KOH dapat diturunkan dibawah 1 % menggunakan SMR dengan 6 elemen pengaduk statis dalam 1 modul. Pada waktu reaksi 30 menit, suhu 60 o C, dan katalis KOH 0.5 % diperoleh nilai konversi metil ester sebesar % (mol/mol). Selain itu penggunaan KOH 0.4 % dan 0.5 % tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai konversi metil ester yaitu % (mol/mol) dan % (mol/mol). Nilai konversi yang dihasilkan ini masih belum sesuai dengan standar SNI yang ditetapkan yaitu 96.5 %. Selanjutnya Aritonang (2013) melakukan optimasi terhadap penggunaan SMR yang sama dengan Panggabean (2011) diperoleh kondisi optimum reaksi pada waktu reaksi 45 menit, suhu 30 o C dan katalis KOH 0.4 % menghasilkan kadar metil di atas SNI yaitu %. Waktu reaksi untuk produksi biodiesel yang dilakukan Panggabean (2011) dan Aritonang (2013) masih relatif lama karena masih menggunakan sistem batch dan tidak cocok dikembangkan dalam kapasitas besar (industri) Pengembangan SMR selanjutnya dilakukan oleh Soolany (2014) dengan perancangan ulang SMR tipe batch menjadi semi kontinyu. SMR yang digunakan dua modul dengan enam elemen setiap modul, suhu reaksi 65 o C dan katalis KOH 0.5 %. Penelitian Soolany (2014) menunjukkan waktu reaksi dapat diturunkan menjadi 3.6 menit dengan 4 kali dilewatkan SMR, nilai konversi metil ester sudah diatas SNI. Reaktor Berpengaduk Statis Pengaduk statis merupakan rangkaian elemen di dalam reaktor yang memanfaatkan aliran fluida untuk proses pengadukan. Jenis pengaduk statis bermacam-macam sesuai dengan tujuan digunakannya. Salah satu jenis pengaduk statis yang digunakan adalah pengaduk statis dengan bentuk elemen yang dipuntir 180 o seperti bentuk helik dan diletakkan di dalam reaktor. Fluida yang mengalir pada setiap elemen pengaduk statis akan menjadi dua bagian sehingga mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang dihasilkan) sebesar 2 e dimana e adalah jumlah elemen dari mixer. Selain itu, bentuk geometri pengaduk statis juga menyebabkan terbentuknya aliran turbulen mikro, pencampuran radial (sirkulasi dan rotasi bahan di sekitar pusat hidrolik) dan transfer momentum di setiap reaktor berpengaduk statis (Admix 1991). Seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

20 6 Gambar 1 Aliran fluida dalam reaktor berpengaduk statis (Admix 1991) Proses pencampuran dan pengadukan yang terjadi di dalam reaktor berpengaduk statis akan mengurangi atau menghilangkan gradien pada temperatur, kecepatan, dan komposisi bahan. Menurut Nitawati (2013) reaksi transesterifikasi di dalam reaktor lebih baik, berdasarkan analisis CFD. Pola aliran di dalam reaktor berpengaduk statis ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 Pola aliran di dalam reaktor berpengaduk statis sudut 240 o Mekanisme pengadukan pada reaktor berpengaduk statis dapat mengintensifkan pengadukan melalui pembagian elemen. Mekanisme pencampuran fluida melalui beberapa tahap diantaranya pembagian (splitting), peregangan (streching), pembalikan (reordering), pencampuran (recombine) (Kandhai et al. 1999). Berdasarkan karakteristik fluida yang dicampur, terdapat beberapa jenis pengaduk statis antara lain: 1. Blade design static mixer Dirancang untuk fluida dengan viskositas rendah hingga sedang. 2. Helical design static mixer Dirancang untuk dua aliran fluida dengan viskositas tinggi atau blending (mencampur) dua atau lebih ingredients (bahan).

21 7 3. Non-clogstatic mixer Digunakan untuk mencampur bahan-bahan yang fibrous materials (berserat). 4. Wafer style mixer Diaplikasikan untuk pencampuran aliran bahan yang mempunyai kecepatan tinggi atau bahan-bahan yang dicampur mempunyai masalah dengan kepanjangan pipa (Kenics 1998). Keberhasilan dalam proses pencampuran tergantung pada beberapa variabel diantaranya sifat fluida, kecepatan aliran, diameter dalam tabung, jumlah elemen, dan desain geometri pengaduk statis. Desain geometri pengaduk statis yang tepat dapat menghasilkan pola pembagian aliran dan pencampuran secara radial sekaligus. (Admix 1991). Prosedur Desain Semua tahapan kasus prosedur desain harus diterapkan berdasarkan prosedur yang sesuai. Menurut (Pahl et al. 2007) empat tahap utama perancangan produk sebagai berikut. 1. Perencanaan dan tugas klarifikasi Perencanaan diperlukan untuk memperjelas tugas yang diberikan secara lebih rinci sebelum memulai pengembangan produk. Tugas klasifikasi ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk, dan juga tentang kendala yang ada untuk kepentingan mereka. Fase konseptual desain dan fase berikutnya harus didasarkan pada dokumen ini, yang harus diperbarui secara terus menerus (ini ditandai oleh loop umpan balik informasi). 2. Konsep desain Tahap desain konseptual terdiri dari beberapa langkah. Perwujudan berikutnya adalah detail desain, tahap ini sangat sulit atau tidak mungkin untuk memperbaiki kelemahan mendasar dari prinsip solusi. Varian solusi yang telah diuraikan sekarang akan dievaluasi. Varian yang tidak memenuhi tuntutan daftar persyaratan harus dihilangkan. Selama fase ini, kriteria utama adalah yang bersifat teknis, meskipun kriteria ekonomi yang kasar juga mulai memainkan peranan. Berdasarkan evaluasi ini, konsep terbaik dapat sekarang dipilih. 3. Perwujudan desain Selama fase ini, desainer, mulai dari konsep (struktur bekerja, prinsip solusi), menentukan struktur konstruksi (tata letak keseluruhan) sistem teknis sesuai dengan kriteria teknis dan ekonomi. Hasil desain perwujudan dalam spesifikasi tata letak. Hal ini sering diperlukan untuk menghasilkan beberapa layout awal untuk skala simulasi untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang keuntungan dan kerugian dari berbagai varian. Fase desain ini juga berakhir dengan evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomi. Hal ini menghasilkan pengetahuan baru pada tingkat informasi yang lebih tinggi. Dengan kombinasi dan penghapusan titik-titik lemah, akan memberikan letak yang terbaik.

22 8 4. Detail desain Ini adalah tahap proses desain, di mana sifat pengaturan, bentuk, kandungan dimensi, dan permukaan semua bagian-bagian individu yang finally ditetapkan. Penting bahwa desainer harus tidak bersantai kewaspadaan mereka pada tahap ini, kalau tidak mereka ide-ide dan rencana mungkin mengubah dari semua pengakuan Menurut Bejan et al. (1995) proses desain pada umumnya terdapat 5 tahap yaitu: 1. Pemahaman terhadap permasalahan 2. Pengembangan konsep 3. Detail desain 4. Project engineering 5. Service Proyek desain dimulai dengan ide bahwa sesuatu layak untuk dilakukan. Dengan demikian, pada tahap pertama perencanaan produk adalah indentifikasi kebutuhan dan pemahaman terhadap permasalahan. Pada tahap dua merupakan pengembangan konsep untuk menerapkan ide yang berlangsung. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting karena keputusan-keputusan yang dibuat disini dapat menentukan hingga 80% dari total biaya modal proyek. Konseptual desainer sangat bergantung pada pengalaman praktis dan kreativitas bawaan, dan kualitas ini tidak mudah dipindahkan ke orang lain. Konsep penciptaan dan evaluasi merupakan kegiatan desain benar-benar berkelanjutan tidak terbatas pada setiap tahap tertentu dari proses desain. Pada tahap tiga, merinci bagian komponen dan interkoneksi sub-fungsi. Kegiatan paralel terjadi pada tahap ini yang berhubungan dengan analisis lebih lanjut,ukuran dan biaya peralatan, optimalisasi, dan teknik kontrol. Tujuannya adalah untuk menggabungkan beberapa potongan komponen ke dalam satu sistem yang berjalan lancar. Data- data yang akurat diperlukan untuk menyelesaikan desain pada tahap ini. Selanjutnya proses desain berjalan ke tahap empat project engineering, yang mana desain rinci berubah menjadi daftar aktual peralatan yang akan dibeli dan dibuat. Hasil akhir dari proses desain adalah tahap lima, operasi yang aman dari sistem. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Desember Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah minyak jelantah yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup Kota Bogor, metanol teknis dan katalis basa kuat KOH PA (pro analysis). Pembuatan desain dalam proses perancangan digunakan software

23 9 Solidwork Peralatan yang digunakan beberapa bengkel untuk mengkontruksi. Peralatan untuk pengujian komisioning yaitu pengukuran debit aliran menggunakan flowmeter, pengukuran suhu menggunakan termokopel tipe C/C dan tipe K, sedangkan untuk pembacaan suhu digunakan Hybrid Recorder. Sedangkan peralatan untuk pengujian hasil biodiesel pada penelitian ini yaitu gelas ukur 250 ml dan 500 ml, labu reaksi, timbangan digital tipe GF-3000, corong pemisah 300 ml dan 500 ml, corong, ph indikator, viskometer Ostwald. Tahapan Perancangan Tahapan perancangan ini dimulai dari planning, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Planning merupakan tahap awal dalam perencanaan project yang meliputi indentifikasi masalah dan spesifikasi kebutuhan. Jika perencanaan project telah sesuai maka akan menghasilkan konsep, kemudian konsep tersebut dilakukan pengembangan melalui konseptual desain. Konseptual desain ini bersifat iteratif (berulang), sehingga akan banyak gambar konsep yang akan menjadi alternatif desain. Selanjutnya dilakukan analisis desain secara struktural dan fungsional, didasarkan pada kebutuhan yang harus ada dan kebutuhan yang diinginkan. Sehingga disinilah akhirnya dipilih satu yang paling optimal dan dianggap layak. Tahap selanjutnya meliputi detil gambar teknik yang meliputi detail proses dan desain perlengkapan. Pada tahap ini dilakukan analisis teknik yang terdiri dari mekanisme kerja, pemilihan bahan, dimensi SMR, biaya dan optimalisasi. Setelah pembuatan detail gambar, masuk pada tahap project engineering yang meliputi pembelian bahan, pabrikasi dan kontruksi alat SMR. Selanjutnya dilakukan uji kinerja dari SMR yang telah dirancang. Melalui uji kinerja akan dilakukan perbandingan dan analisis apakah SMR ini telah sesuai dengan target awal yang telah ditentukan sebelumnya. Parameterparameter yang diukur dalam tahap pengujian ini adalah: 1. Debit aliran untuk perbandingan minyak dan metanol 1:6 2. Suhu fluida yang mengalir sepanjang SMR 3. Waktu proses produksi biodiesel

24 10 Masalah P l a n n i n g Indentifikasi masalah, spesifikasi kebutuhan Perencanaan project Tinjauan desain Perancangan konsep Perancangan bentuk Project berhenti Detail proses & desain perlengkapan Sintesis Analisis Optimalisasi Tinjauan desain Membangun konsep Detail desain Analisis Ukuran&biaya Optimalisasi kontrol Flowsheet akhir Pilot plan Project berhenti Tinjauan desain Project berhenti Pembelian, pabrikasi dan kontruksi Tinjauan desain Project Engineering Servi ce Start up, Operation, Retirement Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian (Bejan 1995) Perhitungan Analisis Prototipe SMR 1. Luas penampang aliran fluida 2 A 0.25 D...(5) Keterangan: A : Luas penampang (m 2 ) D : Diameter (m)

25 11 2. Kecepatan aliran fluida Q v (6) A Keterangan: v : Kecepatan (m/s) Q : Debit (m 3 /s) A : Luas penampang (m 2 ) 3. Bilangan reynold vd Re..(7) µ Keterangan: Re : Bilangan reynold ρ : Densitas (kg/m 3 ) v : Kecepatan (m/s) D : Diameter (m) µ : Viskositas dinamis (kg/ms) 4. Kehilangan tekanan a. Akibat gesekan 2 L v hf f.(9) D 2g Keterangan: hf : Kerugian tinggi-tekan (m) f : Suatu faktor tanpa dimensi, dicari melalui diagram moody pada Lampiran 2 L : Panjang pipa (m) D : Diameter dalam pipa (m) v : Kecepatan rata-rata (m/s) g : Percepatan gravitasi (9.81 m/s 2 ) b. Pada Jalur Pipa (hfp).(10) Keterangan: hfp : Kerugian tinggi-tekan pada jalur pipa (m) f : Koefisien kerugian berbagai jalur pipa v : Kecepatan rata-rata (m/s) g : Percepatan gravitasi (9.81 m/s 2 ) Tabel 1 Koefisien kerugian pada jalur pipa Jalur pipa f Ujung masuk pipa 0,5 Belokan Pembesaran penampang secara mendadak 1 Pengecilan penampang secara mendadak 0.48 Ujung keluar pipa 1 Pada Katup 0.09 (Sularso dan Tahara 2000)

26 12 c. Akibat pengaduk statis Hfm Hfsm. f.(11) f 57,16 ( Admix 1998) Keterangan: Hfm : Kerugian tinggi-tekan pada modul (m) Hfsm : Kerugian tinggi-tekan pada pengaduk statis (0.128 m) d. Statis Nilai kehilangan tekanan statis didapatkan dari mengukur perbedaan tinggi muka fluida di sisi hisap dan di sisi keluar (Panggabean 2011) 5. Daya pompa..(12) Keterangan: P : Daya pompa (kw) γ : Berat air per satuan volume (kgf/l) Q : Kapasitas (m 3 /mnt) H ttl : Head total pompa (m) 6. Perhitungan daya heater (Ph)= (13).(14) Keterangan: q : Energi panas (kj) m : Massa (kg) Cp : Kapasitas panas (kj/kg o C) T : Perubahan suhu ( o C) t : Waktu (s) Prosedur Pengujian Sistem produksi biodiesel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem kontinyu dengan menggunakan 2 pompa. Satu pompa untuk mengalirkan minyak, satu pompa untuk mengalirkan metoksin (metanol yang dicampur dengan katalis KOH). Bahan dimasukan pada masing-masing tangki penampung, kemudian heater dihidupkan untuk memanaskan pipa pemanas. Setelah suhu pipa dalam kondisi seragam yaitu sekitar 60 o C maka pompa dihidupkan. Kran tangki pengumpan dibuka dan diatur sesuai perbandingan mol minyak dan metanol yaitu 1:6, kemudian dilakukan pengujian terhadap kinerja pompa dan heater terhadap biodiesel yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dibuat suatu kondisi demi tercapainya tujuan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut meliputi temperatur awal (set point) (60 o C, 90 o C, 100 o C, 110 o C, 120 o C, 130 o C), debit pompa 1 untuk minyak (5 l/mnt, 9.5 l/mnt, 15 l/mnt) pompa 2 untuk metanol (2 l/mnt, 2.5 l/mnt, 4 l/mnt), bahan (metanol, metanol; minyak, minyak; minyak, metanol)

27 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan Desain Indentifikasi Masalah Minyak jelantah merupakan limbah yang berasal dari minyak goreng. Minyak goreng yang mengalami pemanasan berulang ulang pada suhu tinggi akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Bila dibuang begitu saja kelingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu minyak jelantah akan mencemari lingkungan berupa, turunnya kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand). Minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat mengurangi limbah dan meningkatkan nilai tambah minyak jelantah tersebut. Kendala dalam produksi biodiesel terletak pada proses pencampuran antara minyak dengan metanol, karena minyak dan metanol bersifat immiscible (tidak mudah bercampur). Mekanisme pencampuran minyak dengan metanol pada reaktor konvensional umumnya menggunakan blade agitator. Pencampuran menggunakan blade agitator memiliki kekurangan yaitu pencampuran hanya terjadi di sekitar impeler dan menyebabkan frekuensi tumbukan kurang optimal bila dilakukan pada rpm rendah. Salah satu metode untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan pengadukan statis. Menurut Panggabean (2011) penggunaan reaktor berpengaduk statis dapat mengefektifkan pengadukan reaktan dan mengurangi penggunaan katalis. Reaktor yang selama ini digunakan menggunakan reaktor tipe batch. Kelemahan dari reaktor tipe batch yaitu waktu reaksi masih relatif lama dan tidak cocok digunakan dalam sekala industri. Salah satu solusi yaitu dengan menggunakan reaktor tipe kontinyu sehingga dapat mempercepat waktu reaksi dan produksi biodiesel akan terus menerus selama ada bahan pengumpan. Spesifikasi Kebutuhan Spesifikasi kebutuhan merupakan proses analisis desain yang meliputi target-target spesifik untuk SMR yang akan di rancang, seperti diberikan pada Tabel 2. Setiap spesifikasi dikelompokkan berdasarkan dua kriteria. (1) Kriteria utama (A) yaitu spesifikasi yang muncul berdasarkan hasil indentifikasi kebutuhan pengguna dan merupakan target yang harus dipenuhi. (2) Kriteria tambahan (B) yaitu spesifikasi yang merupakan tambahan dari hasil pemikiran dan keinginan perancang atas pertimbangan tertentu.

28 14 Tabel 2 Daftar spesifikasi kebutuhan No Daftar spesifikasi A/B Kontruksi Dirancang untuk skala kecil menengah A 1 Ukuran Panjang = 2 m, Lebar = 0.5 m, Tinggi= 1 m B SMR dirancang sistem kontinyu A Terdapat kran sampel, pengukur tekanan, A Mudah dalam pergantian pengaduk statis A Target Operasi Debit berdasarkan perbandingan mol minyak dan metanol 1:6 A 2 Suhu fluida mengalir 60 0 C A Pencampuran fluida dalam kondisi steady state A Sekali proses menghasilkan biodiesel A 3 Material Bahan reaktor terbuat dari acrylic B Tangki dan pipa saluran terbuat dari bahan Stainless steel A 4 Energi Menggunakan energi listrik satu fase A 5 Keselamatan dan ergonomika Tidak membahayakan saat dioperasikan A Tidak membahayakan saat pelepasan dan pemasangan A 6 Pengoperasian Tidak memerlukan keahlian khusus dalam pengoperasian A 7 Perawatan Mudah dalam melakukan perawatan B Pengembangan Desain Rancangan Fungsional 1. Pompa berfungsi untuk mensirkulasikan bahan dari tangki pengumpul ke reaktor. 2. Pipa berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluida. 3. Reaktor berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pencampuran bahan. 4. Pengaduk statis berfungsi sebagai alat pengaduk fluida yang statis. 5. Heater berfungsi sebagai penyedia panas yang dibutuhkan dalam proses produksi biodiesel secara katalitik. 6. Pipa pemanas berfungsi sebagai tempat pemanasan bahan sebelum masuk ke reaktor. 7. Tangki pengumpul berfungsi sebagai tempat mengumpulkan bahan sebelum dialirkan di dalam reaktor berpengaduk statis. 8. Tangki pengumpan berfungsi sebagai pintu pemasukan bahan.

29 15 9. Termostat digital berfungsi sebagai pengontrol heater dalam penyediaan panas pada pipa pemanas. 10. Termokopel berfungsi sebagai sensor temperatur yang dipasang pada pipa pemanas. 11. Isolator berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas yang terjadi disepanjang pipa. 12. Control panel berfungsi tempat tombol on-off pompa dan termostat Rancangan Struktural 1. Tangki pengumpul Berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan bahan sebelum bahan dialirkan melewati reaktor yang dilengkapi oleh pengaduk statis dan heater, tangki berbentuk silinder 2. Tangki pengumpan Tangki pengumpan yang berfungsi sebagai pintu pemasukan bahan (minyak, metanol, KOH) dengan ukuran diameter 155 mm dan tinggi 300 mm. Tangki terbuat dari bahan SS Pompa Berfungsi untuk mengalirkan bahan dari tangki pengumpul ke reaktor dengan kapasitas 53 l/mnt dan 40 l/mnt. Pompa yang digunakan bermerk FIRMAN tipe FWP 81 SS dan FWP 61 SS 4. Reaktor Berfungsi sebagai sebagai tempat bereaksinya trigliserida dengan alkohol/metanol secara katalitik dengan katalis KOH. Reaktor yang digunakan berupa pipa dengan diameter dalam 25.4 mm dengan panjang pipa 200 mm, terbuat dari pipa SS304. Reaktor berjumlah 5 buah pada tiap ujung keluaran reaktor terdapat kran untuk mengambil sampel hasil pencampuran dan pipa untuk dihubungkan ke alat ukur tekanan guna mengukur head loss dalam reaktor. 5. Pengaduk statis Pengaduk statis yang digunakan terdiri dari 12 elemen pengaduk berbentuk heliks. Bentuk heliks tersebut dihasilkan melalui proses puntir dengan sudut puntir 180 o pada masing-masing ujung plat yang digunakan sebagai bahan pembuat pengaduk statis dan dipuntir dengan arah yang berlawanan. 6. Heater Heater berfungsi untuk menyediakan panas yang dibutuhkan dalam proses transesterifikasi. Pemanas yang digunakan berupa selimut (band heater) yang menyelubungi dan dipasang pada pipa pemasukan sebelum menuju reaktor, mempunyai panjang 300mm dan daya 900 watt yang dipasang melilit pada pipa pemanas. 7. Termostat digital Termostat digital berfungsi sebagai pengatur dan pengontrol heater dalam penyediaan panas untuk reaktor. 8. Termokopel Termokopel berfungsi sebagai sensor temperatur pada reaktor. Termokopel yang digunakan adalah tipe C/C dan tipe K

30 16 9. Hybrid recorder Hybid recorder berfungsi untuk membaca data suhu termokopel 10. Flow meter Flow meter yang digunakan berjumlah 2 unit berfungsi untuk mengatur debit aliran berdasarkan rasio molar antara minyak dan metanol. 11. Isolator Isolator digunakan dengan menyelimuti reaktor yang berfungsi mengurangi kehilangan panas ke lingkungan. Bahan yang digunakan adalah glass wool dan sumbu kompor. 12. Control panel Control panel berfungsi untuk menempatkan tombol on-off pompa dan termostat. Alternatif Desain Altenatif desain merupakan beragam desain yang mengakomodasi fungsifungsi yang telah disebutkan pada bagian perancangan SMR yang direncanakan. Seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Alternatif design Kriteria Alternatif 1 (X) Alternatif 2 (Y) Alternatif 3 (Z) Skema alternatif desain SMR Pompa 1 pompa 1 pompa 2 pompa Daya heater 900 watt 900 watt 900 watt Modul 8 modul; 1 modul 6 elemen 4 modul; 1 modul 12 5 modul; 1 modul 12 Tangki pengumpan 1 tangki pengumpan elemen 1 tangki pengumpan elemen 3 tangki pengumpan (minyak, MeOH, KOH) Tangki 1 tangki 1 tangki penampung penampung penampung - Pengaturan debit - Flow meter Flow meter Pengambilan Sampel 6 kran sampel 6 kran sampel 6 kran sampel Pengukuran Tekanan Material modul Material hopper dan pipa saluran 6 manometer 6 manometer 6 manometer reaktor bahan ss314 reaktor bahan acrylic reaktor bahan acrylic Stainless steel Stainless steel Stainless steel

31 17 Setelah ditentukan alternatif desain selanjutnya dianalisis dengan membandingkan masing-masing alternatif dengan memberikan nilai, jika baik diberi nilai 1, cukup diberi nilai 0 dan kurang diberi nilai -1 sehingga dihasilkan satu desain yang dirasa baik yaitu alternatif desain 3 dengan total nilai 5. Seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Selanjutnya dilakukan detail desain. Kriteria Harus ada Yang di inginkan Tabel 4 Penilaian alternatif desain Parameter Alternatif X Y Z ketercapaian suhu 60 0 C ketercapaian pencampuran headloss rendah pengambilan sampel pengukuran tekanan kemudahan pabrikasi Biaya Inlet Outlet Daya Pengaturan debit kuat dan tahan lama Total nilai keterangan: tiap alternatif desain dibandingkan melalui parameter penilain. Jika baik diberi nilai 1, cukup diberi nilai 0, kurang diberi nilai -1 Desain Detail Rancangan Bentuk Rancangan bentuk (embodiment design) untuk masing - masing sub-fungsi SMR adalah sebagai berikut: 1. Dudukan SMR Dudukan atau rangka penyangga SMR ini berukuran 2 m x 0.5 meter dengan bahan besi hollow 30 x 30 x.2.6. Bentuk rangka diberikan pada Gambar 4 Gambar 4 Dudukan pengaduk statis

32 18 2. Pengaduk statis Pengaduk statis didesain berdasarkan literatur Noritake (2010) dengan ukuran yang disesuaikan dengan diameter dalam pipa acrylic yaitu 3.6 cm. Sehingga satu elemen pengaduk statis berukuran 3.6 cm x 5.4 cm. Untuk panjang satu modul pengaduk statis dengan 12 elemen sebesar 64.8 cm. Bentuk pengaduk statis ditunjukkan pada Gambar 5. Pipa yang digunakan berbahan acrylic agar dapat melihat proses pencampuran fluida. Gambar 5 Pengaduk statis 3. Y tube dan pipa pemanas Berdasarkan hasil analisis desain, maka ditentukan bentuk dan ukuran Y tube dan pipa pemanas 55.8 cm yang ditentukan berdasarkan keinginan perancang. Gambar 6 menunjukkan bentuk Y tube dan pipa pemanas yang dililitkan heater dengan panjang 30 cm. Gambar 6 Y tube dan pipa pemanas 4. Tangki penampung Tangki penampung disesuaikan dengan kapasitas yang dinginkan berdasarkan perhitungan 1 maka ditentukan ukuran tangki penampung masing masing bahan yaitu minyak Ø30 cm x 72 cm, volume 50 liter; metanol Ø23 cm x 32 cm, volume 13 liter; KOH Ø10 cm x 32 cm, volume 2.5 liter. Gambar 7 menunjukkan bentuk tangki penampung masing-masing bahan

33 19 Gambar 7 Tangki penampung bahan minyak metanol dan katalis Gambar 8 Hasil akhir rancangan SMR (kiri)desain, (kanan) prototipe Gambar 8 menunjukkan bentuk akhir SMR hasil rancangan yang menggabungkan seluruh sub-fungsi struktur. Sebelah kiri desain dan sebelah kanan prototipe. Mekanisme Kerja Mekanisme kerja SMR dimulai dengan memasukkan bahan ke dalam tangki pengumpan, kemudian heater dihidupkan untuk memanaskan pipa pemanas. Setelah suhu yang diinginkan tercapai maka pompa dihidupkan. Kran tangki pengumpan dibuka penuh lalu bahan akan mengalir melewati pipa pemanas menuju reaktor. Di dalam reaktor bahan mengalami proses pengadukan. Mekanisme pengadukan menggunakan pengaduk statis yaitu bahan yang mengalir akan terbagi dua saluran yang diciptakan oleh bentuk elemen mixer (heliks), kemudian mengalami pembagian lagi pada elemen berikutnya sehingga mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang dihasilkan) sebesar 2 e dimana e adalah jumlah elemen dari mixer) (Admix 1991). Hasil akhir dari proses pengadukan berupa FAME (fatty acid metil ester) dan gliserol.

34 20 Prototyping Prototyping dimulai dari pembelian bahan, pada tahap ini beberapa ukuran dalam desain tidak sesuai dengan bahan yang standar di pasaran sehingga prototipe SMR harus disesuaikan dengan bahan yang standar di pasaran. Selain itu membuat pengaduk statis di bengkel tidak mudah seperti mendesain pada CAD (Computer Aided Design). Rencana awal pembuatan pengaduk statis dilakukan menggunakan alat cetak pengaduk statis tetapi bentuk geometri pengaduk statis yang sulit untuk dicetak sehingga proses pembuatan pengaduk statis dilakukan secara manual dengan memuntir plat yang sudah di ukur sesuai desain awal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Hasil dari proses pemuntiran secara manual dihasilkan pengaduk statis yang tidak seragam satu dengan yang lainnya. Disamping itu sudut puntir yang diinginkan tidak tercapai, seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 9 Mesin puntir Gambar 10 Elemen pengaduk statis Gambar 11 Hasil penyambungan setiap elemen pengaduk statis Penyambungan elemen pengaduk statis menggunakan las kusus stainless karena pengaduk statis berbahan stainless steel. Penyambungan elemen pengaduk statis cukup sulit untuk menghasilkan kualitas penyambungan yang baik. Penyambungan yang kurang baik menyebabkan panjang pengaduk statis bisa lebih dari yang direncanakan dan panjang pengaduk statis pun tidak seragam, seperti ditunjukkan pada Gambar 11. Heater yang akan digunakan adalah heater tubular, namun pabrikasi pemasangan heater tubular sulit dan tidak sesuai untuk pipa sehingga heater tubular diganti menggunakan band heater. Band heater yang digunakan sebanyak

35 21 3 unit karena panjang heater yang dibutuhkan 30 cm sedangkan panjang band heater di pasaran 10 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Penyambungan acrylic dengan stainless cukup sulit karena standar diameter dalam pipa keduanya berbeda, sehingga digunakan bahan teflon dalam menyambungkan kedua pipa menjepit acrylic dan pipa stainless. Penggunaan teflon ini juga memudahkan dalam mengganti pengaduk statis dengan sudut puntir yang berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 12 Heater Gambar 13 Teflon Uji Komisioning Uji komisioning merupakan kegiatan di dalam proses perancangan sebelum dilakukan uji kinerja. Uji komisioning meliputi beberapa subsistem diantaranya uji komisioning pompa, reaktor, dan heater. Pada saat melakukan uji komisioning pompa dilakukan dengan pengaturan debit dari beberapa variasi debit (2.5, 3, 4, 5, 9.5, 15 dan maksimal). Penguji menggunakan air dengan debit maksimal pada masing-masing pompa memberikan tekanan yang tinggi, sehingga dibutuhkan pengunci di belokan pipa agar pipa belokan tidak terlepas. Karena penyambungan pipa stainless dengan pipa acrylic hanya menggunakan teflon. Teflon tersebut berfungsi untuk menjepit pipa acrylic. Pada komisioning reaktor dilakukan dengan mengalirkan fluida ke dalam reaktor. Fluida yang digunakan yaitu metanol. Debit aliran yang digunakan pada pompa 1 sebesar 5 l/mnt dan pompa 2 sebesar 2 l/mnt, dimana pada masingmasing tangki pengumpan berisi metanol. Setelah melakukan beberapa kali pengulangan reaktor terlihat goresan-goresan kecil yang cukup banyak. Pada pengujian ke 3 pipa acrylic mulai terlihat retak disepanjang pipa, dan akhirnya terjadi kebocoran pada pipa acrylic yang disebabkan retakan. Retakan pertama terlihat pada pipa acrylic ke tiga, seperti ditunjukkan pada Gambar 14, kemudian proses dihentikan. Selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap pipa acrylic, terlihat hampir semua pipa acrylic mengalami retak dari dalam. Akhirnya SMR harus diperbaiki dengan mengganti acrylic dengan pipa stainless steel yang diameter dalamnya sama dengan diameter pengaduk statis. Faktor yang menyebabkan pipa acrylic mengalami retak yaitu metanol. Metanol bereaksi dengan pipa acrylic sehingga pipa acrylic mengalami retak. Selain pipa acrylic, flow meter yang digunakan juga mengalami goresan-goresan dari dalam ditunjukkan pada Gambar 15. Penggantian flow meter juga dilakukan agar flow meter tidak retak.

36 22 Gambar 14 Retakan pada pipa acrylic Gambar 15 Goresan pada flow meter Pada uji komisioning heater, dilakukan dengan mengatur set point pada heater dengan beberapa variasi yaitu 60, 90, 100, 110, 120, 130 o C. Pengujian heater dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang steady state. Dari hasil pengujian panas tidak mampu untuk mengalirkan panas di sepanjang pipa. Sehingga diperlukan fluida untuk membantu mengalirkan panas di sepanjang pipa agar tercapai kondisi yang steady state. Fluida yang digunakan untuk membantu mengalirkan panas adalah minyak. Karena pada umumnya sebelum dilakukan proses produksi biodiesel minyak dilakukan pemanasan terlebih dahulu. Setelah melakukan beberapa uji komisioning maka SMR perlu diperbaiki dan dimodifikasi agar saat melakukan uji kinerja dengan minyak dan metanol sudah memperoleh data yang akurat. Sebelum uji kinerja dengan minyak dan metanol dilakukan pengujian dengan air. Hasil menunjukkan suhu fluida yang diinginkan belum tercapai. Hal ini disebabkan suhu pemanas rendah sehingga kenaikan fluida tidak besar, selain itu waktu tinggal fluida di dalam heater cepat. Langkah yang dilakukan untuk memperbaiki alat dengan memberikan isolator pada dinding heater sehingga menghalangi terjadinya kehilangan panas. Beberapa perubahan yang terjadi pada SMR diantaranya pergantian pipa acrylic. Pergantian pipa acrylic menyebabkan proses pencampuran di dalam reaktor tidak dapat terlihat secara langsung. Penambahan panjang yang disebabkan penggantian penyambungan pipa menggunakan teflon dengan water mur. Seluruh pipa diisolasi menggunakan isolator dari bahan sumbu kompor. Uji Kinerja Setelah proses perbaikan dan modifikasi, pengujian dilanjutkan kembali dengan reaktor berbahan stainless. Pengujian SMR bertujuan untuk mengetahui kinerja SMR yang telah dirancang. Pengujian alat dimulai dengan menggunakan air. Hasil pengujian menunjukkan pompa berjalan dengan baik, heater berjalan. Pengujian SMR menggunakan 3 perlakuan bahan yaitu metanol dengan metanol, minyak dengan minyak, dan minyak dengan metanol. Prototipe SMR dan komponen untuk uji kinerja seperti ditunjukkan pada Gambar 16.

37 23 Gambar 16 Prototipe SMR dan komponen Metanol dengan Metanol Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan bahan metanol ke dalam tangki 1 dan 2 masing masing berkapasitas 8 l/mnt, kemudian heater diatur pada suhu 60 o C debit yang digunakan pada pompa 1 5 l/mnt dan 2 l/mnt. Pengukuran suhu fluida dilakukan di 5 titik yaitu setelah heater (T1), setelah pengaduk statis kedua (T2), setelah pengaduk statis keempat (T3), reaktor terakhir (T4), dan lingkungan (T5). Hasil pengujian menunjukkan suhu metanol T1 sebesar 38 o C, T2 sebesar 31 o C, T3 sebesar 31 o C, T4 sebesar 32 o C, dan suhu lingkungan T5 sebesar 30 o C, seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Suhu awal merupakan kondisi awal sebelum proses pengujian sedangkan suhu akhir merupakan kondisi akhir proses pengujian. Hasil dari pengujian metanol dengan metanol menunjukkan suhu setelah heater belum mencapai suhu 60 o C, sehingga set point heater harus dinaikkan. Suhu ( o C) Termokopel Suhu awal Suhu akhir Gambar 17 Sebaran suhu pada perlakuan bahan metanol dengan metanol

38 24 Minyak dengan Minyak Pada pengujian ini dilakukan dengan memodifikasi perlakuan untuk mencapai suhu fluida yang di inginkan sekitar 60 o C. Modifikasi perlakuan dilakukan dengan menaikkan suhu set point mulai dari 90 hingga 130 dan variasi debit aliran. Pengujian dilakukan dengan volume tangki 1 dan 2 penuh, sehingga proses terus berjalan tanpa harus mengisi ulang tangki 1 dan 2. Debit aliran yang digunakan pada pompa bervariasi mulai dari 2, 2.5, 3, 4, 5, 9.5, dan 14 l/mnt. Pengukuran suhu fluida dilakukan di 5 titik yaitu suhu heater (T1), setelah heater (T2), setelah pengaduk statis kedua (T3), setelah pengaduk statis keempat (T4), reaktor terakhir (T5). Pengujian dilakukan untuk mengetahui pencampaian suhu fluida setelah heater yaitu 60 o C. Hasil menunjukkan pada set poin 130 o C suhu fluida setelah heater (T2) mampu mencapai 62 o C. Dari Gambar 18 menunjukkan kecenderungan suhu mengalami penurunan yaitu T3= 42 o C, T4= 44 o C tetapi setelah melewati pengaduk statis keempat suhu mengalami peningkatan yaitu T5= 52 o C. Hal ini disebabkan karena fluida yang mengalir mengalami gesekan di dalam reaktor. Suhu o C Termokopel Set point 90 oc Set point 100 oc Set point 110 oc Set point 120 oc Set point 130 oc Gambar 18 Sebaran suhu dari berbagai set point heater Minyak dengan Metanol Perlakuan minyak dan metanol ini, merupakan perlakuan utama dalam pengujian SMR yang telah dirancang. Pengujian ini melihat sejauh mana efektifitas pencampuran dengan suhu yang masih di bawah 60 o C. Tangki 1 digunakan untuk bahan minyak dan tangki 2 digunakan untuk bahan metanol. Pengujian dilakukan dengan volume tangki 1 sebesar 28 liter dan volume tangki 2 sebesar 7.5 liter. Debit aliran yang digunakan pada pompa 1 sebesar 9.5 l/mnt dan pompa 2 sebesar 2.5 l/mnt. Pengaturan debit ini didasarkan pada perbandingan mol minyak dan metanol untuk dapat mengalami proses transesterifikasi. Suhu fluida setelah heater sebesar 56 o C dan suhu akhir fluida sebesar 49 o C. Pengujian minyak dan metanol dilakukan dengan katalis dan tanpa katalis pengujian tanpa katalis suhu setelah melewati heater sebesar 56 o C dan suhu akhir sebesar 49 o C ditunjukkan pada Gambar 19. Sedangkan pengujian minyak dan

39 25 metanol dengan katalis KOH 0.5 %, suhu campuran setelah melewati heater sebesar 58 o C dan suhu akhir campuran 48 o C. Ditunjukkan pada Gambar 20. Dari keseluruhan grafik suhu dapat dilihat bahwa kecenderungan grafik suhu turun dan akan meningkat kembali. Hal ini disebabkan gesekan fluida dengan pengaduk statis dan dinding pipa. Suhu yang tercapai di bawah 60 o C, nilai konversi kadar metil esternya belum tentu dibawah SNI, untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan pengujian lab lanjut tentang nilai konversi metil ester yang dihasilkan. Suhu ( o C) Termokopel Suhu awal Suhu akhir Gambar 19 Sebaran suhu minyak dan metanol tanpa katalis Suhu ( o C) Termokopel Suhu awal Suhu akhir Gambar 20 Sebaran suhu minyak dan metanol menggunakan katalis Proses pencampuran minyak terhadap metanol sulit diketahui secara langsung tanpa perhitungan, tetapi secara tidak langsung proses pencampuran minyak terhadap metanol dapat diketahui melalui pengamatan suhu di sepanjang reaktor berpengaduk statis. Perbedaan peningkatan suhu campuran antara

40 26 menggunakan katalis dan tanpa katalis menunjukkan indikasi telah terjadinya pencampuran di dalam reaktor berpengaduk statis. Hal ini dapat diindikasikan biodiesel telah dihasilkan dari reaktor berpengaduk statis hasil rancangan. Waktu reaksi berlangsung selama 3.04 menit dengan kecepatan aliran pada pompa 1 (minyak) sebesar 9.5 l/mnt dan pompa 2 (metanol dan KOH) sebesar 2.5 l/mnt. Hasil biodiesel dari reaktor berpengaduk statis ditunjukkkan oleh Gambar 21. Biodiesel yang dihasilkan kemudian dilakukan proses pencucian menggunakan aquades. Pada saat proses pencucian, biodiesel berubah warna menjadi putih, seperti ditunjukkan pada Gambar 22. Setelah proses pencucian, biodiesel diendapkan beberapa hari agar terjadi pemisahan antara biodiesel dengan aquades seperti ditunjukkan pada Gambar 23. Biodiesel dengan warna yang lebih bening setelah pencucian ditunjukkan pada Gambar 24. Gambar 21 Hasil biodiesel Gambar 22 Pencucian biodiesel Gambar 23 Hasil Pengendapan biodiesel dari pengujian SMR tanpa katalis Gambar 24 Hasil Pengendapan biodiesel pengujian SMR dengan katalis

41 27 Tahapan Proses Produksi Biodiesel Menggunakan SMR Tipe Kontinyu Berikut adalah langkah-langkah yang digunakan dalam proses produksi biodiesel menggunakan SMR tipe kontinyu: 1. Semua bahan yang diperlukan (minyak, metanol dan KOH) dipersiapkan sesuai dengan rasio mol dan persentasenya. 2. Mempersiapkan metanol dan KOH, harus menggunakan peralatan keamanan berupa masker dan sarung tangan khusus bahan kimia karena metanol merupakan cairan yang dapat menguap pada temperatur ruang dan berbahaya bagi pernafasan bila terhirup. KOH merupakan jenis basa kuat yang akan menimbulkan efek panas (kulit akan mengalami iritasi seperti luka bakar) apabila terkena kulit. Proses penimbangan KOH juga harus dilakukan dengan cepat karena sifat KOH yang basa kuat tersebut sangat mudah menyerap air yang berada di udara. 3. KOH dengan persentase yang telah ditentukan dilarutkan ke dalam metanol. Tujuannya adalah untuk membentuk suatu larutan yang lebih homogen. Pencampuran KOH dengan metanol akan menimbulkan panas (reaksi isotherm) oleh karena itu larutan tersebut harus dicampur di dalam wadah labu ukur yang tertutup. Selain itu gas hasil reaksi yang ditimbulkan berbahaya bagi pernafasan, juga sangat berbahaya bagi penglihatan 4. Bahan (minyak) dimasukkan ke dalam tangki 1 untuk minyak dan metanol dicampur dengan katalis KOH ke dalam tangki 2 untuk metoksin 5. Setelah semua bahan masuk. Suhu heater di-setting pada kondisi suhu yang digunakan kemudian pompa 1 untuk minyak dialirkan untuk mencapai steady state. 6. Pada saat steady state pompa 2 untuk metanol dialirkan. Setelah 25 detik, pengambilan sampel dilakukan. 7. Massa dan volume sampel yang diambil dilakukan pengukuran. 8. Sampel dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan, sehingga gliserol yang masih bercampur dengan biodiesel kotor dapat turun dan membentuk lapisan sendiri pada bagian bawah. 9. Gliserol dipisahkan dari biodiesel kotor berdasarkan perbedaan berat jenis. 10. Biodiesel kotor dicuci dengan menggunakan air destilasi (akuades), untuk membuang sisa KOH dan kotoran yang bercampur dengan biodiesel. Pencucian dilakukan hingga ph air pencucian tidak basa. 11. Biodiesel kemudian dikeringkan dengan menggunakan rotary evaporator untuk mengeringkan sisa air pencuci dan sisa metanol yang tidak bereaksi dari produk. Pengeringan dilakukan pada temperatur 50 o C. 12. Biodiesel yang telah dikeringkan didiamkan di dalam corong pemisah untuk mengendapkan air sisa pencucian yang belum kering. Kemudian air tersebut dibuang melalui bagian bawah corong. 13. Massa dan volume produk yang dihasilkan diukur. 14. Analisis laboratorium menggunakan alat Gas Chromatographie (GC) dilakukan untuk mengetahui nilai kadar metil ester.

42 28 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Hasil rancang-bangun reaktor berpengaduk statis terdiri atas 6 komponen utama, yaitu tangki methanol, tangki minyak, pompa pengalir methanol, pompa pengalir minyak, pipa pereaksi yang di dalamnya terdapat pengaduk statis, serta pemanas listrik. Reaktor hasil rancangan dapat bekerja secara kontinyu dengan panjang pipa pereaksi yang dapat diubah sesuai kebutuhan. Rasio molar metanol terhadap minyak dapat diatur dengan pengaturan debit pompa. 2. Pengujian terhadap reaktor berpengaduk statis hasil rancangan menunjukkan bahwa suhu campuran yang dapat dicapai di sepanjang pipa pereaksi adalah 48 o C. Pengujian terhadap ketercampuran metanol dan minyak di dalam pipa pereaksi dilakukan secara tidak langsung melalui pengamatan suhu di sepanjang pipa. Beda peningkatan suhu campuran antara menggunakan katalis dan tanpa katalis menunjukkan indikasi telah terjadinya pencampuran di dalam pipa pereaksi. Saran 1. Penempatan heater sebaiknya dilakukan pada reaktor agar pindah panas dari heater menuju fluida lebih cepat karena induksi pengaduk statis ke fluida lebih cepat. Untuk mengatasi kehilangan panas ke lingkungan perlu sistem isolasi yang baik agar suhu fluida di dalam reaktor tidak turun. 2. Pengujian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui nilai konversi metil ester dari SMR tipe kontinyu hasil rancangan DAFTAR PUSTAKA Admix AdmixerTM theory of operation [catatan penelitian]. Tech Note: 101. Admix Sizing the admixertm static mixer and sanitary static blender [catatan penelitian]. Tech Note : 102. Aritonang AL Analisis metode response surface pada produksi biodiesel secara Katalitik dengan static mixing reactor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Bejan A, Tsatsaronis G, Moran M Thermal Design & Optimization. New York (US): J Wiley. Biktashev SA, Usmanov RA, Gabitov RR, Gazizova RA, Gumerov FM, Gabitov FR, Abdulagatov IM, Yarullin RS, Yakushev IA Transesterification of rapeseed and palm oils in supercritical methanol and ethanol. Biomass and Bioenergy (35) :

43 [BSN] Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 7182 : 2012 tentang biodiesel. Jakarta (ID): BSN Gerpen JV Biodiesel processing and production. Fuel Processing Technology ( 86): Joelianingsih Biodiesel production from palm oil in a bubble column reactor by non catalytic process [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Joelianingsih, Maeda H, Hagiwara S, Nabetani H, Sagara Y, Soerawidjaya TH, Tambunan AH, Abdullah K Biodiesel fuels from palm oil via the non-catalytic transesterification in a bubble column reactor at atmospheric pressure: a kinetic study. Renewable Energy (33): Joelianingsih, Soerawidjaya TH, Tambunan AH Non-catalytic biodiesel production in a bubble column reactor by semi-batch and continuous process. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; 2009 Agustus 19-20; Bandung, Indonesia.Bandung (ID). Kandhai D, Vidal D, Hoekstra A, Hoefsloot, Iedema P, Sloot P Latticeboltzmann and finite element simulation of fluid flow in a SMRX static mixer reactor. In J Numer Meth Fluids (31): Kenics Static mixer technology [internet]. Dayton (US): Chemeneer Inc [diunduh 2014 Feb 10]. Tersedia pada : Knothe G, Gerpen JV, Krahl J The Biodiesel Handbook. Champaign (US): AOCS Pr. Meher L, Sagar D, Naik S Technical aspects of biodiesel production by transesterification a review. Renewable and Sustainable Energy Reviews (10): Nitawati N Kajian pola pencampuran reaktan di dalam static mixing reactor untuk produksi biodiesel [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Noritake Static mixer general catalog: simple & high performance [Internet]. [diunduh 2014 Feb 10]. Japan (JP). Tersedia pada: tml#page_num=11. Noureddini H, Zhu D Kinetic of transesterifcation of soybean oil. JAOCS (74): 11. Pahl G, Beitz W, Feldhusen J, Grote K Engineering Design. London (GB): Springer Publishing. Panggabean S Analisis kinetika reaksi transesterifikasi pada produksi biodiesel secara katalitik dengan static mixing reactor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soolany C Kajian penggunaan static mixing reactor pada produksi biodiesel secara katalitik dengan sistem kontinyu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Streeter VL, Wylie EB. (1986). Mekanika Fluida. Arko Priyono, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Fluid Mechanics. 8 th ed. Sularso dan Tahara H Pompa dan Kompresor. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. 29

44 30 Lampiran 1 Syarat mutu biodiesel No Parameter Persyaratan Satuan, min/maks 1 Massa jenis pada 40 o C Kg/m 3 2 Viskositas kinematik pada 40 o C mm 2 /s (cst) 3 Angka setana 51 Min 4 Titik nyala 100 o C, min 5 Titik kabut 18 o C, maks 6 Korosi tembaga (3 jam pada 50 o C) nomor 1 Residu karbon 7 -dalam contoh asli dalam 10 % ampas distilasi 0.3 % massa, maks 8 Air dan sendimen 0.05 % vol, maks 9 Temperatur distilasi 90 % 360 o C, maks 10 Abu tersulfatkan 0.02 % massa, maks 11 Belerang 100 mg/kg, maks 12 Fosfor 10 mg/kg, maks 13 Angka asam 0.6 mg KOH/g, maks 14 Gliserol bebas 0.02 % massa, maks 15 Gliserin total 0.24 % massa, maks 16 Kadar ester metil 96.5 % massa, min 17 Angka iodium 115 % massa (g l2/100 g), maks 18 Kestabilan oksidasi Periode induksi metode rancimat atau periode induksi metode petroksi Sumber: Badan standarisasi nasional (2012) Menit

45 31 Lampiran 2 Diagram Moody Sumber : Streeter dan Wylie (1986)

46 32 Lampiran 3 Analisis teknik 1. Kapasitas tangki penampung minyak Diameter = 30 cm Luas penampang = Tinggi tangki Volume tangki 2. Kapasitas tangki penampung metanol Diameter = 23 cm Luas penampang = Tinggi tangki Volume tangki 3. Kapasitas tangki penampung katalis KOH Diameter = 10 cm Luas penampang = = = 706 cm 2 = 72 cm = luas penampang x tinggi tangki = 706 cm 2 x 72 cm = cm 3 = liter = = 415 cm 2 = 32 cm = luas penampang x tinggi tangki = 415 cm 2 x 32 cm = cm 3 = liter =

47 33 Tinggi tangki Volume tangki = 78 cm 2 = 32 cm = luas penampang x tinggi tangki = 78 cm 2 x 32 cm = 2512 cm 3 = liter 4. Perhitungan rasio Mol Berat Molekul (gram/mol) Massa (gram) Rho (kg/m3) Volume (liter) Minyak Metanol Minyak Metanol Minyak Metanol Minyak Metanol Minyak Metanol Konsumsi minyak dan metanol dalam 6 liter Mol Volume (liter) Massa (gram) Minyak Metanol Minyak Metanol Minyak Metanol E E E E Konsumsi Katalis Mol Massa (gram) Minyak Metanol 0.50% E+01

48 34 Lampiran 4 Perhitungan densitas Volume (ml) 10 gram Berat Cawan kosong Berat Cawan+minyak jelantah Berat Cawan+Minyak Biodiesel Berat Cawan+air gram Massa Minyak Jelantah Massa Minyak Biodiesel Massa air gram/ml Densitas minyak jelantah Densitas Minyak Biodiesel Densitas Air rata

49 35 Lampiran 5 Perhitungan viskositas 40 o C Waktu Jenis Rata- Total Bahan Menit detik rata (s) (s) Total (cp) Ratarata (cp) viskositas Rata-rata (cst) Total (Kg/ms) Air jelantah Biodiesel Rata-rata (Kg/ms)

50 36 Lampiran 6 Komposisi asam minyak jelantah Komposisi Minyak Jelantah C H O Sumber : Hasil uji Lab minyak jelantah Jumlah (mg/100gram) Jumlah (%) Berat molekul Total molekul (gram) Asam jenuh Asam Kaplirat Asam Kaprat Asam Laurat Asam Meristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Araqidat Asam Dudekanoat Asam tidak jenuh Asam Miristoleat Asam Palmitoleat Asam Oleat Asam Linoleat Asam Alfalinoleat Asam 11-Eicosanoat Total Asam Lemak gliserol H

51 Lampiran 7 Komponen SMR dalam desain 37

52 38 Lampiran 8 Desain orthogonal SMR

53 Lampiran 9 Gambar orthogonal dan potongan SMR 39

54 40 Lampiran 10 Dokumentasi saat pabrikasi Heater Static mixer Pemasangan pompa Pemasangan tangki penampung Pembuatan elbouw Pembuatan flange

55 41 Lampiran 11 Dokumentasi saat pengujian Proses pengujian Biodiesel yang dihasilkan Proses pengendapan Proses perbaikan dan modifikasi

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surya bagian Teknik Energi Terbarukan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2011 Juni 2011.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Daya Static Mixing Reactor Alat penelitian dirancang dan dibangun tanpa perhitungan rancangan struktural yang rinci. Meskipun demikian, perhitungan lebih rinci untuk

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Alat Penukar Panas Alat penukar panas yang dirancang merupakan tipe pipa ganda dengan arah aliran fluida berlawanan. Alat penukar panas difungsikan sebagai pengganti peran

Lebih terperinci

RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG

RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG Oleh: NERA CANDRA CHOIRUNNISA F14104082 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat diperbarui, oleh sebab itu persediaan bahan bakar fosil di bumi semakin menipis dan apabila digunakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

ABSTRACT Study on Mixing Process Using Static-mixer Method to Increase Transesterification Efficiency of Refined Palm Oil into Biodiesel.

ABSTRACT Study on Mixing Process Using Static-mixer Method to Increase Transesterification Efficiency of Refined Palm Oil into Biodiesel. ABSTRACT RIZAL ALAMSYAH. Study on Mixing Process Using Static-mixer Method to Increase Transesterification Efficiency of Refined Palm Oil into Biodiesel. SUPERVISORS: ARMANSYAH H. TAMBUNAN, Y. ARIS PURWANTO,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%)

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Bahan bakar minyak berbasis fosil seperti solar, premium (bensin), premix dan minyak tanah sangat memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak jelantah merupakan salah satu bahan baku yang memiliki peluang untuk produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data statistik menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu Teknologi

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP. Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA Oleh : M Isa Anshary 2309 106

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Astriana, p.6-10. Berkas: 07-05-2015 Ditelaah: 19-05-2015 DITERIMA: 27-05-2015 Yulia Astriana 1 dan Rizka Afrilia 2 1 Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI SIDANG TUGAS AKHIR 2012 PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI Disusun oleh : Herdiani Fitri Ningtias (2309 030 059) Dwi Purnama Wulandari (2309

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Minyak Goreng Bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan dalam penelitian adalah yang berasal dari minyak goreng bekas rumah tangga (MGB 1), minyak goreng

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data metode Joback

Lampiran 1 Data metode Joback Lampiran 1 Data metode Joback Non ring increments Tc Pc Vc Tb Tf H G a b c d CH 3 1.41E-02-1.20E-03 65.00 23.58-5.10-76.45-43.96 19.50-8.08E-03 1.53E-04-9.67E-08 >CH 2 1.89E-02 0.00E+00 56.00 22.88 11.27-20.64

Lebih terperinci

KAJIAN SEBARAN SUHU DI SEPANJANG REAKTOR BERPENGADUK STATIS TIPE KONTINYU MUHAMMAD SHOPIA RAMDHAN

KAJIAN SEBARAN SUHU DI SEPANJANG REAKTOR BERPENGADUK STATIS TIPE KONTINYU MUHAMMAD SHOPIA RAMDHAN KAJIAN SEBARAN SUHU DI SEPANJANG REAKTOR BERPENGADUK STATIS TIPE KONTINYU MUHAMMAD SHOPIA RAMDHAN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DISUSUN OLEH : AGUSTIAWAN 0610 4041 1381 ANJAR EKO SAPUTRO 0610 4041 1382 NURUL KHOLIDAH 0610 4041 1393 RAMANTA 0610 4041 1395

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK DENGAN STATIC MIXING REACTOR SULASTRI PANGGABEAN

ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK DENGAN STATIC MIXING REACTOR SULASTRI PANGGABEAN ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK DENGAN STATIC MIXING REACTOR SULASTRI PANGGABEAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TRANSESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN CONTINOUS MICROWAVE BIODIESEL REACTOR

TRANSESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN CONTINOUS MICROWAVE BIODIESEL REACTOR TRANSESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN CONTINOUS MICROWAVE BIODIESEL REACTOR Ari Wibowo 1), Ade Okta Viani 2), Heri Rustamaji 3) 1) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung 2) Lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian Metode yang akan digunakan untuk pembuatan monogliserida dalam penelitian ini adalah rute gliserolisis trigliserida. Sebagai sumber literatur utama mengacu kepada metoda konvensional

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS MATA KULIAH PRA PERANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS MATA KULIAH PRA PERANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS MATA KULIAH PRA PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG PROSES ESTERIFIKASI DAN TRANSESTERIFIKASI KAPASITAS 400.000 TON/TAHUN Oleh:

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

Oleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

Oleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR BIODIESEL B25 BERASAL DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0.5% TERHADAP SOLAR PADA MESIN DIESEL TIPE RD 65 T Oleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI Oleh: Kusmiyati, ST, MT, PhD DIBIAYAI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI,

Lebih terperinci

REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS CSTR R. PLUG R.BATCH

REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS CSTR R. PLUG R.BATCH TUTORIAL 3 REAKTOR REAKTOR KIMIA NON KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS KINETIK CSTR R. PLUG R.BATCH MODEL REAKTOR ASPEN Non Kinetik Kinetik Non kinetik : - Pemodelan Simulasi

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Teknik Reaktor 4.1.1 Uji Performansi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara garis besar proses produksi biodiesel yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap proses (pemanasan awal dan

Lebih terperinci

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( ) Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil Oleh : Riswan Akbar (4207 100 091) Latar Belakang Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II) LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II) PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI Oleh : Dr. Kusmiyati, MT Dibiayai Direktorat Penelitian Dan Pengabdian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Surfaktan methyl ester sulfonat (MES) dibuat melalui beberapa tahap. Tahapan pembuatan surfaktan MES adalah 1) Sulfonasi ester metil untuk menghasilkan

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN REAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN HELICAL SCREW AGITATOR DAN BAFFLE UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA BATCH ZAKY AHMAD IBRAHIM

RANCANG BANGUN REAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN HELICAL SCREW AGITATOR DAN BAFFLE UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA BATCH ZAKY AHMAD IBRAHIM RANCANG BANGUN REAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN HELICAL SCREW AGITATOR DAN BAFFLE UNTUK PRODUKSI BIODIESEL SECARA BATCH ZAKY AHMAD IBRAHIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. : ton/thn atau kg/jam. d. Trigliserida : 100% - ( % + 2%) = 97.83% Tabel A.1. Komposisi minyak jelantah

LAMPIRAN A. : ton/thn atau kg/jam. d. Trigliserida : 100% - ( % + 2%) = 97.83% Tabel A.1. Komposisi minyak jelantah LAMPIRAN A PERHITUNGAN NERACA MASSA Hasil perhitungan neraca massa pada prarancangan pabrik biodiesel dari minyak jelantah adalah sebagai berikut : Kapasitas produksi Waktu bekerja / tahun Satuan operasi

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010 PEMBUATAN BIODIESEL Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu 109096000004 Kelompok : 7 (tujuh) Anggota kelompok : Dita Apriliana Fathonah Nur Anggraini M. Rafi Hudzaifah Tita Lia Purnamasari Tanggal : 27

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1.Fluida Fluida dipergunakan untuk menyebut zat yang mudah berubah bentuk tergantung pada wadah yang ditempati. Termasuk di dalam definisi ini adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak. Minyak jarak sendiri memiliki karakteristik seperti Densitas, Viskositas, Flash

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010 BIDANG ILMU ENERGI LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010 Judul : APLIKASI GELOMBANG ULTRASONIK DAN KONDISI SUPER KRITIS PADA PROSES EKSTRAKSI

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Kimia Oleh : ENY PURWATI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 3 (Desember 2010)

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 3 (Desember 2010) ANALISIS PENGARUH HIDROLISIS KONDISI SUB KRITIS AIR TERHADAP KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS PADA PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE METANOL SUPERKRITIS The Analysis of Water Sub Critical Hydrolysis Conditions

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Program Studi S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGY PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE METANOL SUPER KRITIS

ANALISIS ENERGY PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE METANOL SUPER KRITIS ANALISIS ENERGY PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE METANOL SUPER KRITIS Bambang Dwi Argo, Gunarko Jurusan Keteknikan Pertanian FTP, Universitas Brawijaya Jl. Veteran No.1 Malang 65154 Telp. (0341) - 571708

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai bulan Agustus 2010. Bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan Bengkel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Produksi Biodiesel Lee et al. (2007) menyatakan salah satu sumber energi yang menjadi perhatian adalah bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui sehingga ketersediaannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Prinsip Dasar Alat uji Bending 2.1.1. Definisi Alat Uji Bending Alat uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian kekuatan lengkung (bending)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat

Lebih terperinci

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF) PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF) Oleh : Irma Ayu Ikayulita 2308 030 034 Yudit Ismalasari 2308 030 058 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Soeprijanto,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS Skripsi TK - 091383 PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS Oleh : SUHADAK NASRULLAH NRP. 2311 105 002 ALFIN BARIK NRP. 2311 105 003 Dosen Pembimbing : Siti Zullaikah, ST. MT.

Lebih terperinci

Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat

Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat Tirto Prakoso, Tatang H Soerawidjaja

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci