BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Gorontalo Provinsi Gorontalo, Terletak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Gorontalo Provinsi Gorontalo, Terletak"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Gorontalo Provinsi Gorontalo, Terletak diarea lahan seluas M 2. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo dibangun pada tahun 1926 dan dimanfaatkan sejak tahun 1929 dengan nama RSU Kotamadya gorontalo. Semula hanya satu gedung yang terdiri dari 4 ruangan yaitu : Apotik, Poliklinik dan Rawat inap. Pada tanggal 17 September tahun 1987 berumah nama menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Gorontalo yang diambil dari nama seorang perintis kemerdekaan Putera Daerah yang diabadikan sebagai penghargaan atas pengabdiannya di bidang kesehatan dan ditetapkan berdasarkan SK Walikotamadya Gorontalo Nomor 97 Tahun Tahun 1991 dan tahun 1992 sitambah Spesialis Mata dan tahun 1995 ditambah Spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Pada tanggal 31 Agustus 1995 oleh Pemerintah Daerah Tingkat II (Walikotamadya Gorontalo) diusulkan kenaikan kelas Rumah Sakit Umum Daerah Prof Dr.H. Aloei Saboe dari kelas C ke kelas B non Pendidikan. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Walikota Gorontalo Nomor : 315 tanggal 25 Maret tahun 2002 Rumah Sakit Umum Prof.Dr.H.Aloei Saboe

2 merupakan bagian dari Organisasi Tata Kerja Pemerintah Kota Gorontalo yaitu Badan Pengelola kelas Rumah Sakit Umum Daerah Prof Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontato. Pada tanggal 29 Januari 2009 Rumah Sakit Prof. Dr.H. Alaei Saboe Kota Gorontalo ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas B berdasarkan SK MENKES Nomor 084 MENKES/SK/I/2009. Status pengelolahan Rumah Sakit Prof. Dr.H. Alaei Saboe sejak bulan Desember 2009 telah ditetapkan sebagai penyelenggaraan pada pengelolahan keuangan BLU Daerah (PPK-BLUD) melalui surat keputuan Walikota Gorontalo Nomor : 318Tahun 2009 tanggal 30 Desember Rata rata kunjungan perhari di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo sebanyak 365 pasien/hari untuk kunjungan poliklinik, dan jumlah tempat tidur di Rumah Sakit Umum Daerah RSU Prof.Dr.H. Aloei Saboe Gorontalo saat ini 300 tempat tidur untuk rawat inap dengan perincian sebagai berikut : Klas III 150 tempat tidur, Klas II 90 tempat tidur, Klas I 40 tempat tidur, VIP 20 tempat tidur dengan rata rata tingkat hunian (Bed Occupancy Ratio / BOR) tahun 2012/2013 = 89 %. Sementara untuk ruangan G2(Bedah Atas) sendiri terbagi menjadi 2 kelas, yaitu kelas II dan kelas III yang masing-masing mempunyai 10 kamar di tiap kelas. Adapun pasien yang dirawat inap terdiri dari pasien pre dan post operasi termasuk salah satunya appendictomy. Menurut laporan bulanan untuk periode januari april tahun 2013 yang melakukan operasi appenddicitis sebanyak 129 pasien.

3 4.2 Hasil Penelitian Pengumpulan data pada penelitian Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka post appendictomy di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013, dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 30 Mei Penelitian ini dilaksanakan di ruang G2 (bedah atas) kelas III RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo sehingga keadaan seluruh responden dapat disamakan dari segi faktor yang tidak diteliti seperti faktor sirkulasi dan oksigenasi, iskemia, dan benda asing. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Kuesioner yang secara langsung diberikan kepada responden yang bersedia dan menandatangani Informed Consent (Lembar Persetujuan Responden) sekaligus dengan mengobservasi keadaan luka responden. Sampel penelitian secara keseluruhan berjumlah 38 responden. Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden selanjutnya dilakukan pengolahan data yang hasilnya disajikan dalam bentuk analisis univariat (Distrisbusi Frekuensi Responden), analisis bivarat ( pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent), dengan menggunakan Uji Chi-Square. Dan analisis multivariat ( analisis besarnya pengaruh dari masing-masing variabel Independent terhadap variabel dependent) dengan menggunakan uji regresi Analisis Univariat Analisis univariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik responden, distribusi frekuensi dari variabel independent maupun variabel dependent pada pasien Post appendictomy.

4 Adapun penjelasannya dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Jenis Kelamin Jumlah N % Laki-laki Perempuan Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 16 responden (42.1 %), sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 22 responden (57.9%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Umur Jumlah N % Tahun Tahun Tahun Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden dengan umur tahun (remaja) didapatkan sebanyak 18 responden (47.4%), responden dengan umur tahun (dewasa) sebanyak 7 responden (18.4%), dan responden dengan umur tahun (usia lanjut) sebanyak 13 responden (34.2 %).

5 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan IMT Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 IMT Jumlah N % IMT > IMT Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan responden dengan IMT > 27 (obesitas) sebanyak 15 responden (39.5%), sedangkan responden dengan IMT 27 (tidak obesitas) sebanyak 23 responden (60.5%). Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Kebiasaan Merokok Jumlah N % Perokok Bukan Perokok Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan responden yang memiliki kebiasaan merokok (perokok) sebanyak 13 responden (34.2%), sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok (bukan perokok) sebanyak 25 responden (65.8%) Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nutrisi Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Nutrisi Jumlah N % Kurang Baik Total

6 Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian responden memiliki nutrisi yang baik sebanyak 18 responden (47.4%), sedangkan sebagian lagi memiliki nutrisi yang kurang baik sebanyak 20 responden (52.6%). Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mobilisasi Dini Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Mobilisasi Dini Jumlah N % Kurang Baik Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden dengan mobilisasi yang baik sebanyak 16 (42.1%), sedangkan responden dengan mobilisasi yang kurang sebanyak 22 responden (57.9%). Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penyembuhan Luka di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Penyembuhan Luka Jumlah N % Sembuh Tidak Sembuh Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden dengan luka sembuh sebanyak 21 responden (55.3%) sedangkan responden dengan luka tidak sembuh sebanyak 17 responden (44.7%) Analisis Bivariat Analisis Bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh variabel Independent (Umur, IMT, Kebiasaan Merokok, Nutrisi, dan Mobilisasi) terhadap

7 variabel Dependent (Proses Penyembuhan Luka) pada pasien post appendiktomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo, maka digunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05, maka ketentuan bahwa pengaruh variabel Independent (Umur, IMT, Kebiasaan Merokok, Nutrisi, dan Mobilisasi) memiliki pengaruh terhadap variabel Dependent (Proses Penyembuhan Luka) atau H0 ditolak dan Ha diterima apabila P Value < 0, Pengaruh Umur Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendiktomy Berdasarkan hasil analisis bivariat, pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy tidak layak untuk diuji chi-square terdapat 2 sel (33.3%) yang memiliki nilai expectednya kurang dari 5 (lima), sehingga dilakukan penggabungan sel yang dapat dilihat pada tabel 4.8 Tabel 4.8 Pengaruh Umur Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Umur Penyembuhan Luka Total P Nilai RO Responden Sembuh Tidak Sembuh (Rasio n % n % n % Odds) ,7 7 41, Tahun dan Tahun Tahun Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.8 diatas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh pada umur tahun dan tahun yaitu sebanyak 18 responden (85.7%) sedangkan responden dengan umur tahun dan tahun yang mengalami luka tidak

8 sembuh sebanyak 7 responden (41.2%). Sementara responden yang mengalami luka sembuh pada umur tahun sebanyak 3 responden (14.3%), sedangkan respoden yang mengalami lika tidak sembuh pada usia tahun sebanyak 10 responden (58.8%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p value = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian Ha diterima dan H0 ditolak, artinya umur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka. Nilai RO (Rasio Odds) sebesar 0.11 dengan IK 95% , artinya pasien dengan umur tahun mempunyai kemungkinan 0.11 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan pasien dengan umur tahun dan tahun. 2. Pengaruh IMT (obesitas) terhadap penyembuhan luka post appendiktomy, dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Pengaruh IMT terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 IMT Penyembuhan Luka P RO Sembuh Tidak Sembh Total (Rasio n % n % n % Odds) > Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.9 di atas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh dengan IMT > 27 (Obesitas) sebanyak 3 responden (14.3 %) sedangkan responden dengan IMT > 27 (Obesitas) yang mengalami luka tida sembuh sebanyak 12 responden (70.6%).

9 Responden yang mengalami luka sembuh dengan IMT 27 (Tidak Obesitas) sebanyak 18 responden (85.7%) sedangkan responden dengan IMT 27 (Tidak Obesitas) yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 5 responden (29.4%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak, artinya IMT mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka. Nilai RO (Rasio Odds) sebesar dengan IK 95% , artinya pasien dengan IMT > 27 (obesitas) mempunyai kemungkinan kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan pasien dengan IMT 27 (tidak Obesitas). 3. Pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka, dapat dilihat pada tabel 4.10 Tabel 4.10 Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Kebiasaan Penyembuhan Luka p RO Merokok Sembuh Tidak Sembh Total (Rasio N % n % n % Odds) Perokok Bukan perokok Total Sumber : data primer Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden dengan kategori perokok yang mengalami luka sembuh sebanyak 4 responden (19.0%), dan responden dengan

10 kategori perokok yang megalami luka tidak sembuh sebanyak 9 responden (552.9%) sedangkan responden dengan kategori bukan perokok yang mengalami luka sembuh sebanyak 17 responden (81.0%) dan responden dengan kategori bukan perokok yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 8 responden (47.1%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka. Nilai RO (Rasio Odds) sebesar 4.78 dengan IK 95% , artinya pasien yang perokok mempunyai kemungkinan 4.78 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan pasien dengan kategori bukan perokok. 4. Pengaruh nutrisi terhadap proses penyembuhan luka, dapat dilihat pada tabel 4.11 Tabel 4.11 Pengaruh Nutrisi terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Nutrisi Penyembuhan Luka p RO Sembuh Tidak Sembh Total (Rasio N % n % n % Odds) Kurang Baik Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.11 di atas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh dengan nutrisi yang baik sebanyak 18 responden (85.7%) dan responden dengan nutrisi yang

11 baik yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 2 responden (11.8%). Sedangkan responden yang mengalami luka sembuh dengan nutrisi yang kurang sebanyak 3 responden (14.3%) dan responden dengan nutrisi yang kurang yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 15 responden (88.2%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya nutrisi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka. Nilai RO (Rasio Odds) sebesar dengan IK 95% , artinya pasien dengan nutrisi yang kurang mempunyai kemungkinan 45 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan pasien dengan nutrisi yang baik. 5. Pengaruh mobilisasi dini terhadap proses penyembuhan luka, dapat dilihat pada tabel 4.12 Tabel 4.12 Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Mobilisasi Penyembuhan Luka p RO Dini Sembuh Tidak Sembh Total (Rasio n % n % n % Odds) Kurang Baik Baik Total Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.12 di atas menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden dengan mobilisasi baik yang mengalami luka sembuh sebanyak 18 responden (85.7%) dan responden dengan mobilisasi baik

12 yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 4 responden (23.5%), sedangkan responden dengan mobilisasi kurang baik yang mengalami luka sembuh sebanyak 3 responden (14.3%) dan responden dengan mobilisasi kurang baik yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 13 responden (76.5%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya mobilisasi dini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka. Nilai RO (Rasio Odds) sebesar dengan IK 95% , artinya pasien dengan mobilisai dini yang kurang baik mempunyai kemungkinan 20 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan pasien dengan mobilisai dini yang baik Analisis Multivariat 1. Faktor yang paling berpengarug (Dominant) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tabel 4.13 Analisi Multivariat Variabel B S.E Wald df Sig. Nutrisi Mobilisasi Dini Berdasarkan tabel 4.13 di atas, dapat diketahui bahwa dengan analisis multivariat (metode Backward LR), hanya menyisakan nutrisi dan mobilisasi dini yang merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy dengan signifikansi Wald yang paling besar masingmasing adalah nutrisi (9.415) dan mobilisasi dini (5.530). dengan demikian dapat

13 dikatakan bahwa nutrisi merupakan faktor yang paling berpengaruh (dominant) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. 2. Menilai kulitas rumus yang diperoleh dari analisis multivariat Dari hasil analisis multivariat, didapatkan persamaan untuk memprediksikan seorang pasien untuk mengalami luka tidak sembuh sebagai berikut : P = 1/ (1+ e y ), dimana : P : probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian e : bilangan natural = 2,7 y : konstanta + a 1 x 1 +a 2 x a i x i a : nilai koefisien tiap variabel x : nilai variabel bebas (Rumus umum untuk memprediksi variabel terikat) Kualitas rumus yang diperoleh dapat dinilai berdasarkan Diskriminasi dan kalibrasi a. Diskriminasi Diskriminasi dilihat berdasarkan Area Under Curve (AUC) pada analisis ROC. Suatu rumus dikatakan memiliki diskriminasi yang baik jika nilai AUC semakin mendekati angka 1. Hal ini dapat dilihat pada tabel Tabel 4.14 Area Under Curve Area Std.Error a Asymptotic Sig. b Asymptotic 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

14 Berdasarkan tabel 4.14 di atas, dapat diketahui nilai AUC yang diperoleh adalah 0.063, dengan demikian, dapat dikatakan persamaan yang diperoleh memiliki diskriminasi yang lemah. b. Kalibrasi Kalibrasi dinilai berdasarkan uji Hosmer and Lameshow Test. Suatu rumus dikatakan memiliki kalibrasi yang baik apabila nilai p > 0.05 pada uji Hosmer and Lameshow Test. Hal ini dapat dilihat pada tabel Tabel 4.15 Hosmer and Lameshow Test Step Chi-Square Df Sig Berdasarkan tabel 4.15 di atas, dapat diketahui bahwa nilai p pada uji Hosmer and Lameshow Test yang diperoleh adalah dengan demikian dapat dikatakan persamaan yang diperoleh memiliki kalibrasi yang baik. 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dan membandingkan dengan teori yang ada dapat dikemukakan bahwa : Pengaruh Umur terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy Dari hasil analisis bivariat didapatkan hasil dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, menunjukkan sebagian besar responden yang mengalami luka sembuh pada umur tahun dan tahun yaitu sebanyak 18 responden (85.7%) sedangkan sebagian kecilnya adalah responden yang mengalami luka sembuh pada umur tahun sebanyak 3 responden (14.3%).

15 Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa masih ada 7 responden atau sebesar 41.2 % yang mengalami luka tidak sembuh pada usia tahun dan tahun dan terdapat 3 responden (14.3%) yang mengalami luka sembuh pada usia tahun, sehingga peneliti berasumsi bahwa masih adanya luka tidak sembuh bukan hanya dipengaruhi oleh faktor umur namun bisa juga dari faktor obesitas dimana pada pasien yang mengalami obesitas, jaringan lemak sangat rentan terhadap terjadinya infeksi. Selain itu pasien obesitas sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring sehingga mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pasca operasi, kebiasaan merokok dimana pasien dengan riwayat rokok sering mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi pada suplai darah ke daerah luka, selain itu, nutrisi dan mobilisasi dini yang kurang dapat juga mempengaruhi proses penyembuhan luka. Begitu pula dengan adanya luka sembuh pada usia tahun yang seharusnya pada usia tersebut mengalami luka tidak sembuh, namun karena ada faktor lain seperti nutrisi yang baik, mobilisasi yang baik, bukan perokok, dan tidak obesitas, sehingga membuat responden dengan usia tersebut mengalami luka sembuh. Hal ini dapat berlaku sebaliknya. Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa umur pasien tahun akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan umur tahun memiliki kemungkinan 0.11 kali

16 untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan dengan pasien yang berumur tahun dan tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tahun pasien telah mengalami penuaan sel dan penurunan frekuensi sel epidermis yang seringkali membuat lamanya pembentukan sel-sel baru untuk penyembuhan luka pasien. Di sini kita dapat melihat melihat ada pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka sehingga pasien dengan umur tahun dan tahun cenderung lebih cepat penyembuhannya dibandingkan dengan umur tahun. Hal ini didukung oleh beberapa pendapat para ahli bahwa seorang yang mengalami usia menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang terakhir, pada masa ini akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial, sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi sehingga bagi kebanyakan orang masa tua itu merupakan masa yang kurang menyenangkan (Haspari, 2008). Usia merupakan salah satu faktor menentukan proses penyembuhan luka. Penuaan dapat mengganggu semua tahap penyembuhan luka karena terjadi perubahan vaskuler yang mengganggu ke daerah luka, penurunan fungsi hati mengganggu sintesis faktor pembekuan, respon inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak dan jaringan parut kurang elastis (Potter & Perry, 2010). Kulit utuh pada dewasa muda yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitupun yang berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler, dan sistem respirasi yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Seiring dengan berjalannya usia perubahan yang terjadi dikulit yaitu frekuensi penggantian sel epidermis,

17 respon inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barier kulit. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah naiknya frekusensi gangguan patologis yang berhubungan dengan usia yang dapat memperlambat penyembuhan luka melalui berbagai mekanisme seperti status nutrisi yang buruk, defisiensi vitamin dan mineral, anemia, adanya gangguan pernafasan yang menyebabkan penurunan suplai oksigen sehingga buruknya suplai darah dan hipoksia disekitar luka, gangguan kardiovaskuler seperti arteriosklerosis, diabetes, gagal jantung kongestif, selain itu, adanya arthritis rheumatoid dan uremia (Morison, 2004). Pengaruh umur terhadap penyembuhan luka post operasi juga pernah diteliti oleh Hayati (2010) di IRNA Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka pasca operasi. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional ini menemukan bahwa ada kaitan erat antara umur (p value=0,021) terhadap penyembuhan luka. Berdasarkan hasil penelitian, teori yang ada, dan penelitian sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh umur tehadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Pengaruh Obesitas (IMT) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy Dari hasil analisis bivariat menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, sebagian besar responden yang mengalami luka sembuh dengan IMT 27 (Tidak Obesitas) yaitu sebanyak 18 responden (85.7%)

18 sedangkan sebagian kecilnya adalah responden dengan IMT > 27 (Obesitas) yang mengalami luka sembuh sebanyak 3 responden (14.3%). Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa masih terdapat reponden dengan IMT < 27 (tidak obesitas) yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 5 responden (29.4%) dan 3 responden dengan IMT > 27 yang mengalami luka sembuh, sehingga peneliti berasumsi bahwa masih adanya luka tidak sembuh bukan hanya dipengaruhi oleh faktor IMT namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur dimana semakin tua usia seseorang akan semakin lama dalam proses penyembuhan luka. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan elastin dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen mempengaruhi penyembuhan luka, kemudian kebiasaan merokok dimana pasien dengan riwayat rokok sering mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi pada suplai darah ke daerah luka, selain itu, nutrisi yang kurang dapat mempengaruhi penyembuhan luka karena penyembuhan luka memmbutuhkan nutrisi yang tepat, dan mobilisasi dini yang kurang dilakukan sehingga suplai darah ke daerah luka berkurang. Begitu pula dengan adanya luka sembuh pada responden dengan obesitas (IMT > 27) yang seharusnya mengalami luka tidak sembuh, namun karena ada faktor lain seperti usia, nutrisi yang baik, mobilisasi yang baik, dan bukan perokok, sehingga membuat responden dengan obsitas mengalami luka sembuh. Hal ini dapat berlaku sebaliknya. Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh IMT (obesitas) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil

19 penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa IMT > 27 (obesitas) akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan IMT > 27 (obesitas) memiliki kemungkinan 6.75 kali untuk mengalami luka tidak sembuh (penyembuhan yang kurang baik) dibandingkan dengan pasien dengan IMT 27 (tidak Obesitas). Hal ini dikarenakan pada pasien yang mengalami obesitas, jaringan lemak sangat rentan terhadap terjadinya infeksi. Selain itu pasien obesitas sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring sehingga mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pasca operasi. Hal ini didukung oleh pendapat para ahli bahwa sejumlah kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Misalnya adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Jaringan lemak kekurangan persediaan darah yang adekuat untuk menahan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi dan elemen-elemen selular untuk penyembuhan. Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak segera mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan maka proses penyembuhan luka juga akan terhambat (Gitarja dan Hardian, 2011). Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang ada, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh obesitas (IMT) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

20 4.3.3 Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, sebagian besar responden yang mengalami luka sembuh pada kategori bukan perokok yaitu sebanyak 17 responden (81.0%) sedangkan sebagian kecilnya adalah yang mengalami luka sembuh dengan kategori perokok yaitu sebanyak 4 responden (19.0%). Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa bukan perokok tidak menjamin tercapainya luka sembuh, hal ini dibuktikan masih ada responden yang bukan perokok masih mengalami luka tidak sembuh dan yang perokok masih mengalami luka sembuh. Sehingga peneliti berasumsi bahwa masih adanya luka tidak sembuh bukan hanya dipengaruhi bukan hanya dipengaruhi oleh faktor kebiasaan merokok namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur dimana semakin tua usia seseorang akan semakin lama dalam proses penyembuhan luka. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan elastin dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen mempengaruhi penyembuhan luka, kemudian dari faktor Obesitas (IMT) dimana pada pasien yang mengalami obesitas, jaringan lemak sangat rentan terhadap terjadinya infeksi, pasien obesitas sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring sehingga mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pasca operasi. selain itu, nutrisi yang kurang dapat mempengaruhi penyembuhan luka karena penyembuhan luka memmbutuhkan nutrisi yang tepat, dan mobilisasi dini yang kurang dilakukan sehingga suplai darah ke daerah luka berkurang. Begitu

21 pula dengan adanya luka sembuh pada responden dengan kategori perokok yang seharusnya mengalami luka tidak sembuh, namun karena ada faktor lain seperti usia, nutrisi yang baik, mobilisasi yang baik, dan tidak obesitas, sehingga membuat responden dengan kategori perokok mengalami luka sembuh. Hal ini dapat berlaku sebaliknya. Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa kebiasaan merokok akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien perokok memiliki kemungkinan 4.78 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan dengan pasien dengan bukan perokok. Ini dikarenakan pasien dengan riwayat rokok, sering mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi pada suplai darah ke daerah luka. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa merokok akan mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk pada jaringan normal. Pada jaringan yang mengalami perlukaan, misalnya jaringan yang mengalami sayatan operasi, kebutuhan oksigen justru menjadi lebih tinggi daripada kebutuhan normal. Karena itu sel-sel jaringan pada luka operasi orang yang merokok akan tersengal-sengal relatif lebih berat karena kekurangan oksigen yang diharapkan justru mendapat sediaan kadar oksigen yang rendah di dalam aliran darah. Oleh karena itu, risiko kematian sel-sel kulit dan/atau jaringan bawah kulit menjadi lebih serius. Adanya jaringan yang non-vital akan memudahkan tumbuhnya

22 infeksi kuman kulit, dan kedua kondisi tersebut akan sangat mengancam hasil akhir penyembuhan luka operasi. Kulit perokok yang biasanya lebih kering dibandingkan kulit normal akan lebih memperburuk penyembuhan. Kulit yang kering relatif lebih mudah terpecah-pecah, sehingga masa penyembuhan luka menjadi sangat memanjang (Fawzy Ahmad, 2012). Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hayati (2010), dengan judul Faktor-Faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka pasca operasi di IRNA Bedah RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2010, menunjukkan adanya bahwa meskipun lebih banyak responden yang tidak merokok tetapi masih ada dari responden Tersebut yang mengalami penyembuhan luka tidak normal, dan hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara merokok dengan penyembuhan luka. Berdasarkan hasil penelitian, teori yang ada, dan dengan melihat penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Pengaruh nutrisi terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy Dari hasil analisis bivariat menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, sebagian besar responden mengalami luka sembuh dengan nutrisi yang baik yaitu sebanyak 18 responden (85.7%) sedangkan sebagian kecilnya adalah responden dengan nutrisi yang baik yang mengalami luka tidak sembuh yaitu sebanyak 2 responden (11.8%).

23 Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa masih ada responden dengan nutrisi yang baik mengalami luka tidak sembuh dan nutrisi yang kurang mengalami luka sembuh, sehingga peneliti berasumsi bahwa masih adanya luka tidak sembuh bukan hanya dipengaruhi oleh faktor nutrisi, tapi juga dari beberapa faktor, seperti umur dimana semakin tua usia seseorang akan semakin lama dalam proses penyembuhan luka. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan elastin dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen mempengaruhi penyembuhan luka, kemudian dari faktor Obesitas (IMT) dimana pada pasien yang mengalami obesitas, jaringan lemak sangat rentan terhadap terjadinya infeksi, pasien obesitas sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring sehingga mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pasca operasi, dan mobilisasi dini yang kurang dilakukan sehingga suplai darah ke daerah luka berkurang. Begitu pula dengan adanya luka sembuh pada responden dengan nutrisi yang kurang, yang seharusnya mengalami luka tidak sembuh, namun karena ada faktor lain seperti usia, mobilisasi yang baik, bukan perokok dan tidak obesitas, sehingga membuat responden dengan nutrisi yang kurang mengalami luka sembuh. Hal ini dapat berlaku sebaliknya. Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nutrisi terhadap proses penyembuhan luka. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa nutrisi akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan nutrisi yang kurang memiliki kemungkinan kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan pasien dengan nutrisi yang baik. Ini dikarenakan penyembuhan luka

24 secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Pada dasarnya nutrien yang berguna ialah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat, karena proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen. (Potter, 2005 : 1859). Proses zat gizi dalam penyembuhan luka : protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, pembentukan antibodi, mengangkat zat-zat gizi dan sumber energi. Karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi bagi tubuh. Vitamin A berfungsi sebagai kekebalan pertumbuhan dan vitamin C berfungsi sebagai sistem kolagen, mencegah infeksi. Dan air (mineral) berfungsi sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Zat-zat makanan tersebut dapat mempercepat pembentukan jaringan baru dalam proses penyembuhan luka (Potter, 2005 : 1859). Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hamidarsat (2007) bahwa kepercayaan untuk tidak boleh memakan jenis makanan tertentu, seperti ikan atau udang adalah kurang benar karena jenis makanan ini banyak mengandung protein, apabila asupan dalam tubuh kurang akan menyebabkan

25 kegagalan atau lambatnya pembentukan jaringan baru sehingga luka akan lama menutup dan yang paling buruk kemungkinan akan terjadi infeksi. Demikian juga dengan kekurangan asupan nutrisi lain seperti karbohidrat dan berbagai jenis vitamin yang telah banyak diuraikan diatas, akan mempengaruhi penyembuhan luka. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh puspitasari (2011) di RSMG didapati dari 38 responden terdapat 3 responden (7.89%) yang mengalami penyembuhan luka kurang baik akibat intake makanan/konsumsi makanan yang kurang bergizi, beragam, dan berimbang. Juga penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2010), menunjukkan adanya hubungan bermakna antara status nutrisi dengan penyembuhan luka. Dan penelitian oleh Widyasari (2007), juga menyatakan bahwa ada pengaruh kecukupan nutrisi terhadap penyembuhan luka. Berdasarkan hasil penelitian, teori yang ada, dan dengan melihat penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat dikatakan nutrisi responden merupakan faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Pengaruh mobilisasi dini terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy Dari hasil analisis bivariat menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, sebagian besar responden mengalami luka sembuh dengan mobilisasi baik yaitu sebanyak 18 responden (85.7%) dan sebagian kecilnya adalah responden dengan mobilisasi kurang baik yang mengalami luka sembuh yaitu sebanyak 3 responden (14.3%).

26 Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa mobilisasi yang baik tidak menjamin tercapainya luka sembuh, hal ini dibuktikan masih adanya responden dengan mobilisasi baik yang mengalami luka tidak sembuh dan responden dengan mobilisasi yang kurang mengalami luka sembuh, sehingga peneliti berasumsi bahwa masih adanya luka tidak sembuh bukan hanya dipengaruhi oleh faktor mobilisasi dini, tapi juga dari beberapa faktor, seperti umur dimana semakin tua usia seseorang akan semakin lama dalam proses penyembuhan luka. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan elastin dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen mempengaruhi penyembuhan luka, kemudian dari faktor Obesitas (IMT) dimana pada pasien yang mengalami obesitas, jaringan lemak sangat rentan terhadap terjadinya infeksi, pasien obesitas sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring sehingga mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pasca operasi. Selain itu, nutrisi yang kurang dapat mempengaruhi penyembuhan luka karena penyembuhan luka memmbutuhkan nutrisi yang tepat. Begitu pula dengan adanya luka sembuh pada responden dengan mobilisasi yang kurang, yang seharusnya mengalami luka tidak sembuh, namun karena ada faktor lain seperti usia, nutrisi yang baik, bukan perokok dan tidak obesitas, sehingga membuat responden dengan mobilisasi yang kurang mengalami luka sembuh. Hal ini dapat berlaku sebaliknya. Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap proses penyembuhan luka. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

27 menunjukkan bahwa mobilisasi dini akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan mobilisasi dini yang kurang memiliki kemungkinan 11 kali untuk mengalami luka tidak sembuh (penyembuhan yang kurang baik) dibandingkan pasien dengan mobilisasi yang baik. Karena dengan mobilisasi dini masa pemulihan untuk mencapai level kondisi seperti pra pembedahan dapat dipersingkat. Hal ini tentu akan mengurangi waktu rawat inap di rumah sakit, menekan biaya perawatan dan mengurangi stres psikis (A. Majid, M. Judha, U. Istianah. 2011). Dengan mobilisasi dini, dapat menunjang proses penyembuhan luka pasien karena ddengan menggerakkan anggota badan ini akan mencegah kekauan otot dan sendi sehingga dapat mengurangi nyeri dan dapat memperlancar peredaran darah ke bagian yang mengalami perlukaan agar proses penyembuhan luka cepat. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat operasi pembuangan apendiks (apendektomi) adalah kurangnya/ tidak melakukan mobilisasi dini. Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernapasan dan gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000). Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat operasi pembuangan apendiks (apendektomi) yang mengalami peradangan

28 adalah mobilisasi dini. Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan, mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah dan mencegah terjadinya trombosis vena (Carpenito, 2000). Penelitian Wiyono dalam Akhrita (2011), yang dalam penelitiannya terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Israfi dalam Akhrita, 2011). Hal yang sama juga pernah diteliti oleh Inayati (2006) dengan judul penelitian Pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu kesembuhan luka fase proliferasi post operasi diperoleh hasil penelitian ada pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu kesembuhan luka fase proliferasi dengan p value sebesar 0,009. Berdasarkan hasil penelitian, teori yang ada, dan dengan melihat penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat dikatakan mobilisasi dini responden merupakan faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Pengaruh umur, IMT, kebiasaan merokok, nutrisi, dan mobilisasi dini terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Hayati (2010) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka pasca operasi, bahwa dari banyak faktor yang berhubungan dengan penyembuhan

29 luka, faktor nutrisi merupakan faktor yang paling dominan terhadap penyembuhan luka pasca operasi. Dari hasil analisis multivariat yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari beberapa faktor (umur, IMT, kebiasaan merokok, nutrisi, dan mobilisasi dini) yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, dapat diketahu bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka adalah nutrisi dengan signifikansi Wald dan mobilisasi dini dengan signifikansi Wald Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nutrisi merupakan faktor yang paling berpengaruh (dominant) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Berdasarkan hasil analisis ini, peneliti berasumsi bahwa nutrisi merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi proses penyembuhan luka post appendictomy dibanding faktor lainnya, karena nutrisi berpengaruh langsung terhadap proses penyembuhan luka dimana proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen. Selain itu juga bahwa proses zat gizi dalam penyembuhan luka yang melibatkan protein, vitamin, dan mineral dimana protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh,

30 mengatur keseimbangan air, pembentukan antibodi, mengangkat zat-zat gizi dan sumber energi. Karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi bagi tubuh. Vitamin A berfungsi sebagai kekebalan pertumbuhan dan vitamin C berfungsi sebagai sistem kolagen, mencegah infeksi. Dan air (mineral) berfungsi sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Zat-zat makanan tersebut dapat mempercepat pembentukan jaringan baru dalam proses penyembuhan luka. Sehingga apabila nutrisi tidak terpenuhi akan sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Menurut peneliti, hal ini tidak seperti faktor lain yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, seperti faktor umur yang secara teori mengatakan bahwa Seiring dengan berjalannya usia perubahan yang terjadi dikulit yaitu frekuensi penggantian sel epidermis, respon inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barier kulit. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah naiknya frekusensi gangguan patologis yang berhubungan dengan usia yang dapat memperlambat penyembuhan luka melalui berbagai mekanisme seperti status nutrisi yang buruk, defisiensi vitamin dan mineral, anemia, adanya gangguan pernafasan yang menyebabkan penurunan suplai oksigen sehingga buruknya suplai darah dan hipoksia disekitar luka, gangguan kardiovaskuler seperti arteriosklerosis, diabetes, gagal jantung kongestif, selain itu, adanya arthritis rheumatoid dan uremia (Morison, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa usia tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan luka dan masih dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya naiknya frekusensi gangguan patologis yang berhubungan dengan usia yang dapat

31 memperlambat penyembuhan luka melalui berbagai mekanisme seperti status nutrisi yang buruk, defisiensi vitamin dan mineral, anemia, adanya gangguan pernafasan yang menyebabkan penurunan suplai oksigen sehingga buruknya suplai darah dan hipoksia disekitar luka, gangguan kardiovaskuler seperti arteriosklerosis, diabetes, gagal jantung kongestif, selain itu, adanya arthritis rheumatoid dan uremia. Sama halnya dengan faktor obesitas, yang secara teori mengatakan bahwa pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Jaringan lemak kekurangan persediaan darah yang adekuat untuk menahan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi dan elemen-elemen selular untuk penyembuhan. Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak segera mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan maka proses penyembuhan luka juga akan terhambat (Gitarja dan Hardian, 2011). Ini menunjukkan bahwa obesitas tidak secara langsung mempengrauhi proses penyembuhan luka karena meskipun orang dengan obesitas namun apabila mendapatkan nutrisi yang baik maka proses penyembuhan lukanya tidak akan terhambat. Begitu pula dengan faktor kebiasaan merokok, yang secara teori mengatakan bahwa merokok akan mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk pada jaringan normal. Pada jaringan yang mengalami perlukaan, misalnya jaringan yang mengalami sayatan operasi, kebutuhan oksigen justru menjadi lebih tinggi daripada kebutuhan normal. Karena itu sel-sel jaringan pada luka operasi orang yang merokok akan tersengal-sengal relatif lebih berat karena kekurangan

32 oksigen yang diharapkan justru mendapat sediaan kadar oksigen yang rendah di dalam aliran darah. Oleh karena itu, risiko kematian sel-sel kulit dan/atau jaringan bawah kulit menjadi lebih serius. Adanya jaringan yang non-vital akan memudahkan tumbuhnya infeksi kuman kulit, dan kedua kondisi tersebut akan sangat mengancam hasil akhir penyembuhan luka operasi. (Fawzy, Ahmad, 2012). Ini menunjukkan bahwa merokok tidak lagsung mempengaruhi proses penyembuhan luka melainkan harus melalui beberapa proses seperti oksigenasi jaringan yang buruk, gangguan vaskuler, terutama arterosklerosis nantinya akan mempengaruhi proses penyembuhan luka. Begitupun dengan faktor mobilisasi dini yang dapat menunjang proses penyembuhan luka pasien karena dengan menggerakkan anggota badan ini akan mencegah kekauan otot dan sendi sehingga dapat mengurangi nyeri dan dapat memperlancar peredaran darah ke bagian yang mengalami perlukaan agar proses penyembuhan luka cepat. Ini menunjukkan bahwa mobilisasi dini masih harus mempengaruhi peredaran darah kebagian yanng mengalami perlukaan kemudian lancarnya peredaran darah inilah yang akan mempercepat penyembuhan luka.

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN I. PENDAHULUAN Apendicitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap (G2) Bedah RSUD Prof. DR. Aloei Saboe kota Gorontalo. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Apendicitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo bertempat di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau pembedahan (Agustina, 2009). Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan dimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dari 4 (empat) ruangan, yaitu: Apotik, Poliklinik dan Rawat Inap.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dari 4 (empat) ruangan, yaitu: Apotik, Poliklinik dan Rawat Inap. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Pertama kali dibangun pada tahun 1926 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan perioperative. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin melalui insisi di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus. Penyembuhan luka yang lambat dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan Wongkaditi Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Appendicitis 2.1.1.1 Definisi Apendicitis Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang

Lebih terperinci

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi (Body Mass Index And Hemoglobin Level Related To Wound Healing Of Patients Undergoing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasive yang dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, injuri, atau deformitas tubuh (Nainggolan,

Lebih terperinci

Yoana Widyasari STIKES NU Tuban Prodi DIII Kebidanan ABSTRAK. χ tabel (3,95 > 3,481) yang berarti H0 ditolak.

Yoana Widyasari STIKES NU Tuban Prodi DIII Kebidanan ABSTRAK. χ tabel (3,95 > 3,481) yang berarti H0 ditolak. PENGARUH KECUKUPAN NUTRISI DAN CAIRAN IBU POST SECTIO CAESAREA TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA JAHITAN SECTIO CAESAREA (Di Poli Kandungan RSUD Dr. R. Koesma Tuban) Yoana Widyasari STIKES NU Tuban Prodi DIII

Lebih terperinci

Oleh : Fery Lusviana Widiany

Oleh : Fery Lusviana Widiany PENGARUH DUKUNGAN GIZI PUDING TEPUNG TEMPE TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PASIEN BEDAH DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Oleh : Fery Lusviana Widiany 01/12/2014 1 Latar Belakang RS SARMILLA 2,89% pasien menurun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang ada di Wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. angka kejadian tindakan secsio caesarea, tempat, dan waktu dilaksanakannya

BAB III METODE PENELITIAN. angka kejadian tindakan secsio caesarea, tempat, dan waktu dilaksanakannya 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan pertimbangan bahwa rumah sakit ini dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pengobatan melalui diet dan nutrisi paska operasi sangat penting dalam kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

setelah operasi memerlukan perhatian untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. 2

setelah operasi memerlukan perhatian untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. 2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea. Dian Nurani 1, Femmy Keintjem 2, Fredrika Nancy Losu 3 1. RSUP Prof.Dr.R.D..Kandou Manado 2,3, Jurusan Kebidanan Poltekkes

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim PERAWATAN LUKA by : Rahmad Gurusinga A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka timbul, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan juga dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam abdomen yang mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rukun Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rukun Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Paguyaman adalah satu dari 6 (Enam) kelurahan yang ada di kecamatan kota tengah dengan luas 0,75 Km 2 terdiri dari

Lebih terperinci

Indeks Masa Tubuh terhadap Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas

Indeks Masa Tubuh terhadap Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Indeks Masa Tubuh terhadap Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Nina Zuhana 1, Lia Dwi Prafitri 2, Wahyu Ersila 3 STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Jl.Raya Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan

Lebih terperinci

Lampiran 2

Lampiran 2 Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun demikian, kecenderungan sistem perawatan kesehatan baru baru ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun demikian, kecenderungan sistem perawatan kesehatan baru baru ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perawatan kesehatan kita dahulu berorientasi pada penyakit. Meskipun demikian, kecenderungan sistem perawatan kesehatan baru baru ini menekankan pada dua aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien karena kemungkinan hal buruk yang membahayakan pasien bisa saja terjadi, sehingga dibutuhkan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16).

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Diabetes Melitus, penyakit gula, atau kencing manis adalah suatu penyakit, di mana tubuh penderitanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam pelayanan keperawatan adalah menjaga dan mempertahankan integritas kulit klien agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi dalam perawatan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA (SC) Herlina Abriani Puspitasari 1, H. Basirun Al Ummah 2, Tri Sumarsih, S. 3 1,2,3Jurusan Keperawatan STIKes Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. observasional, dimana teknik observasi ini adalah cara pengumpulan data yang

BAB III METODE PENELITIAN. observasional, dimana teknik observasi ini adalah cara pengumpulan data yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian observasional, dimana teknik observasi ini adalah cara pengumpulan data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kurang gizi pada pasien yang dirawat di bagian bedah adalah karena kurangnya perhatian terhadap status gizi pasien yang memerlukan tindakan bedah, sepsis

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan oleh adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sectio caesarea adalah persalinan atau lahirnya janin dan plasenta melalui sayatan dinding abdomen dan uterus, karena disebabkan antara ukuran kepala dan panggul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. B yang berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. B yang berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. H. Aloei Saboe merupakan Rumah Sakit Umum terbesar yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio Caesarea (SC) merupakan suatu teknik kelahiran perabdomen untuk menghentikan perjalanan persalinan normal, dengan cara melakukan insisi di dinding abdomen (laparatomi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore.

BAB I PENDAHULUAN. yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat tekanan dari luar yang berlebihan. Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang, gizi baik, dan gizi lebih (William, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kurang, gizi baik, dan gizi lebih (William, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan yang diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan bidang kesehatan modern mencakup berbagai macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah sectio caesaria. Di negara

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG PENELITIAN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG Purbianto*, Dwi Agustanti* *Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang Masalah kesehatan dengan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis. Maslow (1970) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan perubahan gaya hidup manusia berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun terakhir ini, masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo. 102 KERANGKA PEMIKIRAN Orang dewasa 15 tahun seiring dengan bertambahnya umur rentan menjadi gemuk. Kerja hormon menurun seiring dengan bertambahnya umur, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan metabolisme

Lebih terperinci

2. Indikasi Sectio Caesarea

2. Indikasi Sectio Caesarea BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sectio Caesarea 1. Pengertian Sectio Caesarea Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 Fransisca Imelda Ice¹ Imelda Ingir Ladjar² Mahpolah³ SekolahTinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian a. Kondisi Puskesmas Tapa Puskesmas Tapa terletak di Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang berupaya mencapai pemulihan penderita. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan kegiatan terpadu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak akibat penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin (Dorland, 2010). DM suatu

Lebih terperinci

CRITICAL ILLNESS. Dr. Syafri Guricci, M.Sc

CRITICAL ILLNESS. Dr. Syafri Guricci, M.Sc CRITICAL ILLNESS Dr. Syafri Guricci, M.Sc Respon Metabolik pada Penyakit Infeksi dan Luka Tiga komponen utama, Yaitu : Hipermetabolisme Proteolisis dengan kehilangan nitrogen Percepatan Utilisasi Glukosa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kabupaten Bonebolango dengan batas-batas sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kabupaten Bonebolango dengan batas-batas sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum RS Toto Kabila RS Toto Kabila Kabupaten Bonebolango terletak di desa permata kecamatan tilongkabila memiliki luas tanah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mendapatkan peringkat kelima atas kejadian kecelakaan lalulintas di dunia. Kecelakaan lalulintas dapat menyebabkan berbagai dampak, baik

Lebih terperinci

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen dengan jenis penelitian kuantitatif. Menggunakan desain penelitian observasional dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang paling penting bagi masyarakat, terutama remaja yang memiliki aktivitas yang padat. Salah satu cara agar tubuh tetap sehat adalah

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di beberapa Posyandu Balita Wilayah Binaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia keperawatan menjaga dan mempertahankan integritas kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di dalamnya. Intervensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia tidak dapat terhindar dari penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang dapat mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan yang memiliki penyakit infeksi bakteri pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kesehatan manusia dan diperlukan untuk menentukan kualitas fisik, biologis, kognitif dan psikososial sepanjang hayat manusia. Komposisi zat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG (CORRELATION BETWEEN NUTRITION STATUS AND HEALING OF ULCER PERINEUM AT

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis dan merupakan penyebab akut abdomen paling sering (Neil Pierce : 2007). Insiden terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bersifat analitik, karena penelitian ini akan mengaitkan aspek

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 0 HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari penyakit infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi

BAB I PENDAHULUAN. dari penyakit infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi epidemiologi yang paralel antara transisi demografi dan transisi teknologi, dewasa ini mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyakit gastrointestinal (saluran pencernaan) merupakan masalah kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan penyebab terbanyak kematian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua merupakan hal yang pasti dialami oleh setiap orang. Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan secara bertahap dengan bertambahnya umur. Lansia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama di Negara-negara maju maupun Negara berkembang. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Fadhil Al Mahdi STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin *korespondensi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v SURAT PERNYATAAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fraktur around hip yang menjalani perawatan rutin.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fraktur around hip yang menjalani perawatan rutin. BAB IV A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan Unit II dengan melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan

Lebih terperinci

Hubungan Mobilisasi Dini dengan Proses Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Laparatomi di Bangsal Bedah Pria dan Wanita RSUP Dr. M.

Hubungan Mobilisasi Dini dengan Proses Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Laparatomi di Bangsal Bedah Pria dan Wanita RSUP Dr. M. 724 Artikel Penelitian Hubungan Mobilisasi Dini dengan Proses Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Laparatomi di Bangsal Bedah Pria dan Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang Wira Ditya 1, Asril Zahari 2, Afriwardi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut definisi WHO tahun 2005, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Kartika 7

Jurnal Kesehatan Kartika 7 HUBUNGAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELLITUS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSU CIBABAT CIMAHI TAHUN 2010 Oleh : Hikmat Rudyana Stikes A. Yani Cimahi ABSTRAK Obesitas merupakan keadaan yang melebihi dari berat

Lebih terperinci

Pengaruh Penyuluhan Tentang Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Post Sectio

Pengaruh Penyuluhan Tentang Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Post Sectio Pengaruh Penyuluhan Tentang Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Post Sectio Caesarea Intan Meyty Megawati Tongkukut 1, Telly Mamuaya 2, Kusmiyati 3 1. RSUD Datoe Binangkang Kotamobagu

Lebih terperinci