HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Sanggalangi Kecamatan Sanggalangi merupakan satu kecamatan dari dua puluh satu kecamatan dalam wilayah administrasi Kabupaten Toraja Utara sebagai pengembangan wilayah administrasi Tana Toraja yang baru. Luas wilayah Kecamatan Sanggalangi berkisar 39,00 Km 2 atau sekitar 3900 ha. Luas wilayah Kecamatan Sanggalangi memiliki 3,39% terhadap luas wilayah Kabupaten Toraja Utara. Kecamatan Sanggalangi berada pada 119 o BT dan 3 o LS serta berada sekitar 809 meter di atas permukaan laut (DPL). Batas-batas wilayah administrasi Kecamatan Sanggalangi adalah sebagai berikut : (1) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sanggala, (2) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Buntao dan Rantebua, (3) sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tondon dan (4) sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kesu. Gambar 6. Peta Kabupaten Toraja Utara (BPS Toraja Utara, 2010) 18

2 Keadaan Topografi (Potensi Wilayah) Bentuk wilayah Kecamatan Sanggalangi terdiri atas 66,67% daerah berbukit dan 33,33% daerah datar (Gambar 7). Daerah berbukit mendominasi Lembang Tallung Penanian, Lembang Pata padang, Lembang Tandung La bo, dan Kelurahan Pa paelean, sedangkan daerah datar mendominasi Lembang Buntu La bo dan Lembang La bo. Bentuk wilayah tidak rata akan sulit berkembang bila dibandingkan dengan wilayah yang datar karena akan semakin sulit untuk menjangkaunya dan biaya transportasi semakin tinggi. Biaya transportasi semakin tinggi maka akan menaikkan harga komoditas barang pertanian maupun kebutuhan sehari-hari. Kondisi berbukit pada Lembang Buntu La bo dimanfaatkan masyarakat untuk areal pertanian terutama persawahan. A. Daerah Perbukitan B. Daerah Dataran Gambar 7. Bentuk Topografi Wilayah Kecamatan Sanggalangi Luas lahan di Kecamatan Sanggalangi ialah sebesar 3900 ha. Penggunaan lahan yang dominan ialah lahan sawah dengan luas 755 ha atau sekitar 19,08% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi dan lahan kering dengan luas 3145 ha atau sekitar 80,92% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi. Luas lahan sawah dirinci menurut jenis pengairan ialah sebesar 112 ha untuk pengairan sederhana PU (Pengairan Umum) dan 643 ha untuk sawah tadah hujan dan pasang surut. Luas lahan kering terdiri atas pinggir jalan dan pekarangan sebesar 323 ha, perkebunan sebesar 204,6 ha, tegalan sebesar 200 ha, rawa-rawa 280 ha, padang rumput 415 ha, hutan 1.033,50 ha dan lainnya 688,9 ha (BPS Toraja Utara, 2008). 19

3 Kecamatan Sanggalangi pada tahun 2009 memiliki suhu rata-rata 23 0 C dengan suhu terendah 18 0 C dan suhu tertinggi 29 0 C dengan kelembaban udara ratarata ialah sebesar 59-75%, sedangkan suhu umum adalah 25 0 C pada siang hari dan 19 0 C pada malam hari (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2008). Fahimuddin (1975) menjelaskan bahwa zona nyaman untuk ternak kerbau berkisar antara 15,5-21,0 0 C, jika suhu udara lebih dari 24 0 C kerbau sudah mengalami stress dan batas kritis untuk mekanisme termoregulasi ialah 36,50 0 C. Potensi suhu tersebut sangat mendukung ternak kerbau agar berkembangbiak dengan baik. Prabuningrum (2005) menjelaskan bahwa semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu tempat tersebut semakin rendah. Kecamatan Sanggalangi memiliki ketinggian 809 m dpl dan Lembang Tandung La bo sebesar 825 m dpl. Hal ini yang menyebabkan suhu di lokasi penelitian tergolong rendah. Curah hujan per tahun ialah berkisar antara mm/tahun. Intensitas curah hujan secara umum hampir sama pada semua bulan kecuali bulan Oktober, November dan Desember. Kecepatan angin berkisar antara km/jam, sedangkan arah angin selalu berubah-ubah (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2008). Curah hujan yang semakin tinggi akan menambah cadangan air dalam tanah dan menambah debit air sungai apabila kondisi alam tidak rusak. Cadangan air yang semakin tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan kerbau untuk minum dan mandi (berkubang) baik kondisi musim hujan maupun musim kemarau. Keadaan Demografi Jumlah penduduk berdasarkan kepadatan penduduk tahun 2010 sebanyak jiwa yang terdiri atas laki-laki dan perempuan dengan kepadatan penduduk 296 jiwa/km 2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sanggalangi ialah sebesar jiwa. Rincian jumlah penduduk dan KK di Kecamatan Sanggalangi disajikan pada Tabel 1. Penduduk di Kecamatan Sanggalangi umumnya didominasi oleh penduduk asli atau suku Toraja asli yang memegang teguh adat kebudayaan, terutama untuk upacara Rambu Tuka dan Rambu Solo. Keadaan sosial budaya masyarakat Kecamatan Sanggalangi merujuk kepada adat istiadat Toraja yang beriringan dengan kepercayaan Kristiani, yakni Katolik dan Protestan. 20

4 Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sanggalangi Tahun 2010 Kelurahan/Lembang Jumlah Kepala Penduduk Jumlah Keluarga (KK) Laki-Laki Perempuan Penduduk Jiwa Pa paelean Buntu La bo La bo Tandung La bo Tallung Penanian Pata padang Jumlah Sumber : Dinas Kecamatan Sanggalangi (2010) Mata Pencaharian Mata pencaharian utama masyarakat didominasi oleh petani atau bekerja di bidang pertanian, kemudian disusul sebagai pekerja di bidang bangunan (buruh), bidang perdagangan, restoran, dan hotel, bidang industri pengolahan, bidang jasa, bidang pertambangan dan penggalian, serta bidang angkutan dan komunikasi. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan Sanggalangi Lapangan Usaha Laki-Laki Perempuan Jumlah Jiwa Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran & Hotel Angkutan dan Komunikasi Jasa-jasa Jumlah Sumber : BPS Toraja Utara,

5 Petani di lokasi penelitian sebagian besar mempunyai usaha sambilan yakni beternak karena beternak merupakan salah satu kultur sosial budaya masyarakat setempat. Petani yang banyak dijumpai ialah petani padi, petani sayur-mayur, dan petani umbi-umbian. Usaha peternakan yang dominan ialah babi, kerbau, ayam buras, itik, sapi potong, kuda, kambing dan itik manila. Karakteristik Peternak Peternak yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga yang berumur antara tahun. Sebagian besar (33,33%) peternak di lokasi penelitian berumur antara tahun, dan 24,44% berumur antara tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peternak masih usia produktif dan didominasi oleh pasangan muda. Tabel 3. Sebaran Peternak Berdasarkan Umur Umur Peternak Jumlah Responden Persentase (Tahun) (Jiwa) , , , , , , , ,22 Jumlah Pendidikan formal sebagian besar peternak ialah lulusan SD sebesar 50% dan pendidikan tertinggi adalah SLTA sebesar 13,33%. Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan peternak kerbau di lokasi penelitian masih rendah. Secara umum tidak terdapat kesukaran dalam melakukan wawancara karena semua peternak yang diwawancarai telah menguasai baca tulis walaupun ada peternak yang tidak tamat SD sebesar 4,44%. Peternak juga mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa Indonesia. 22

6 Tabel 4. Sebaran Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (Jiwa) Tidak Tamat SD 4 4,44 SD SLTP 29 32,22 SLTA 12 13,33 Jumlah Karakteristik Usaha Ternak Kerbau Alasan yang dijadikan para peternak sebagai motivasi dalam menjalankan usaha ternak kerbau belang bervariasi. Tabel 5 memperlihatkan hal-hal yang menjadi motivasi peternak sehingga tertarik menjalankan usaha ternak kerbau. Motivasi peternak yang paling besar untuk beternak kerbau belang adalah karena mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Hal ini disebabkan karena harga jual kerbau belang yang sangat tinggi yakni untuk kerbau belang dewasa berkisar antara Rp hingga Rp ,-. Tabel 5. Motivasi Peternak untuk Menjalankan Usaha Ternak Kerbau Motivasi Jumlah Responden Persentase (Jiwa) Status sosial Keuntungan besar Jumlah Motivasi berikutnya ialah status sosial karena umumnya masyarakat yang memelihara kerbau memiliki strata yang berbeda. Makin tinggi strata masyarakat maka Kerbau Belang yang dipelihara akan semakin banyak. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi strata masyarakat akan semakin banyak dipotong pada saat upacara adat Rambu Solo. Jumlah ternak Kerbau Belang yang dipelihara di Kecamatan Sanggalangi tidak terlalu beragam yakni berkisar antar 1-8 ekor dengan jumlah terbesar yakni 1-5 ekor. Peternak kebanyakan memelihara 1-5 ekor Kerbau Belang karena harga Kerbau Belang yang relatif mahal sehingga membutuhkan modal yang besar untuk membeli 23

7 bibit atau kerbau dara yang harganya berkisar Rp ,- Rp ,-. Kerbau Belang jantan lebih banyak dipelihara daripada Kerbau Belang Betina. Hal ini disebabkan karena pemasaran ternak Kerbau Belang berkaitan erat dengan adat budaya upacara kematian Rambu Solo yang harus memotong Kerbau Belang jantan. Tabel 6. Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Ternak Kerbau Belang yang Dipelihara Jumlah Ternak Kerbau Belang Jumlah Responden Persentase (Ekor) (Jiwa) , ,66 >10 7 7,78 Jumlah Rata-rata jumlah ternak yang dipelihara ialah 1-5 ekor/peternak, angka ini memang merupakan angka yang relatif kecil dalam memberikan jaminan kesejahteraan kepada peternak terutama untuk yang telah lama menjalankan usaha ternak Kerbau Belang. Kondisi ini disebabkan salah satunya oleh pola pemeliharaan yang masih tradisional dan belum mengarah pada tujuan jangka panjang (agribisnis). Tabel 7. Jumlah Ternak Kerbau Belang yang Dipelihara Peternak Kelompok Kerbau Jenis Kelamin Jumlah ternak Persentase (ST) (%) Anak Jantan 3,75 2,16 Betina 2,75 1,58 Dara Jantan 30 17,24 Betina 7,5 4,31 Dewasa Jantan 95 54,60 Betina 35 20,11 Jumlah Keterangan : Kerbau dewasa : 1 ST, Kerbau dara : 0,5 ST, Kerbau anak : 0,25. Bibit ternak yang dipelihara oleh peternak ialah dibeli langsung di Pasar Hewan Bolu di Rantepao (ibukota Toraja Utara) dan titipan dari orang lain. Peternak yang membeli langsung dari pasar hewan ialah sebesar 38,89% sedangkan bibit dari titipan orang lain ialah 61,11%. Bibit Kerbau Belang yang berasal dari titipan orang 24

8 lain lebih dominan karena sistem kepemilikan ternak sebagian besar sistem bagi hasil (menggaduh) dari pihak yang menitipkan. Kondisi kepemilikan menggaduh ini disebabkan karena biaya bibit yang relatif besar sedangkan petani belum memiliki modal yang memadai. Populasi Kerbau Belang Budidaya ternak yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sanggalangi antara lain babi, kerbau, kambing, itik, ayam ras petelur, dan ayam ras pedaging. Tabel 8 menunjukkan populasi ternak di Kecamatan Sanggalangi pada tahun 2008 hingga tahun Keberadaan ternak kerbau dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya yakni menduduki peringkat pertama. Penggunaan ternak kerbau oleh masyarakat pada umumnya digunakan sebagai ternak yang dipotong atau diadu dalam pesta yang berkaitan dengan budaya setempat. Ternak yang populasinya terbanyak pada tahun 2008 hingga tahun 2010 ialah ternak babi. Ternak babi dan kerbau sangat erat dengan adat budaya setempat dan kepercayaan yang sebagian besar dianut oleh masyarakat Sanggalangi yakni Protestan dan Katolik. Tabel 8. Populasi Ternak di Kecamatan Sanggalangi Jenis Ternak Tahun Ekor Sapi Potong Kerbau Kambing Babi Ayam Kampung Ayam Broiler Ayam Petelur Itik Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (2010) Perkembangan populasi Kerbau Belang di lokasi penelitian bahkan terjadi penurunan terutama Kerbau Belang. Jumlah populasi kerbau biasa mengalami peningkatan sebesar 4,5% pada tahun 2009 bila tahun 2008 diasumsikan sebagai 25

9 tahun awal, akan tetapi mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 12,93%. Kerbau Belang pada tahun 2009 hingga tahun 2010 mengalami penurunan masingmasing sebesar 16,70% dan 12,93%. Perkembangan populasi tersebut dipengaruhi oleh jumlah pemotongan yang sangat tinggi dan tatalaksana pemeliharaan kerbau yang kurang optimal. Tabel 9. Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Tahun Jenis Kerbau Jumlah Ternak (Ekor) Laju Perkembangan (%) Kerbau Biasa ,59-12,93 Kerbau Belang ,70-12,93 Jumlah ,11-25,86 Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (Diolah) (2010) Struktur populasi Kerbau Belang sangat penting diketahui karena dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pemetaan persebaran kerbau yang ideal pada suatu usaha peternakan. Persentase jumlah betina produktif terhadap total populasi kerbau belang ialah 25,03% yang berarti betina produktif di lokasi penelitian masih sedikit. Angka ini masih tergolong rendah yakni masih di bawah 40% sehingga perlu dilakukan usaha penambahan betina produktif untuk menghindari penurunan populasi ternak kerbau. Tabel 10. Struktur Populasi Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi Tahun 2010 Jenis Kerbau Jenis Kelamin Jumlah Jantan Betina Ekor ST Ekor ST Ekor ST Anak 19 4, ,75 Dara , , Dewasa Jumlah , , ,75 Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (Diolah) (2010) Keterangan : Kerbau dewasa : 1 ST, Kerbau dara : 0,5 ST, Kerbau anak : 0,25. 26

10 Manajemen Pemeliharaan Kerbau Belang Perkandangan Konstruksi dan model kandang merupakan salah satu faktor penting dalam sistem pemeliharaan ternak Kerbau Belang. Kerbau belang dipelihara atau diistirahatkan di dalam kandang apabila siang hari atau malam hari. Kandang kerbau belang biasanya diletakkan di samping rumah Tongkonan, rumah adat Toraja yang berbentuk rumah panggung (rumah penyimpanan mayat sementara). Kerbau Belang juga biasanya digembalakan di sekitar kandang yang biasanya disebut bala. Sebuah bala umumnya dipagari dengan tanaman pagar atau tanaman bambu guna mengamankan Kerbau Belang apabila keluar dari bala. Selain itu, peternak juga biasa bercocok tanam di dekat bala tersebut dan menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk. Kandang yang umumnya digunakan oleh peternak ialah kandang sederhana atau disebut kandang tradisional (Gambar 8). Beberapa pertimbangan sehingga peternak membuat kandang tradisional ialah sumber daya alam melimpah yakni bambu, daun lontar, dan kayu atau pohon hutan, harga bahan baku pembuatan kandang yang murah, serta faktor kenyamanan ternak. Gambar 8. Kandang Kerbau Belang Kandang tradisional memiliki ciri-ciri yakni lantainya berupa tanah susunan kayu papan yang kokoh, atap terbuat dari rumbia (lontar) atau seng, dan dinding terbuat dari papan dan atau bambu yang dianyam dengan menggunakan tali (tampar) sebagai pengikat anyaman. Keadaan dinding kandang ini masih terbuka sehingga hembusan angin/cahaya masuk ke kandang. Tempat pakan yang terbuat dari papan terdapat pada kandang dan diletakkan atau dipasang di dinding kandang. 27

11 Jenis kandang yang digunakan ialah kandang individu dan sangat jarang dijumpai kandang kelompok. Hal ini disebabkan karena ternak Kerbau Belang jantan umumya dipelihara oleh peternak dan kerbau jantan tersebut mempunyai kebiasaan menyeruduk kerbau lainnya apabila dikandangkan secara berkoloni (kelompok). Ukuran kandang tunggal dari responden peternak yang diamati sangat bervariasi dan sangat dipengaruhu oleh jenis kerbau. Ukuran luas kandang untuk Kerbau Belang yang dibuat peternak ialah ukuran 2 m 3 m (22,22%), ukuran 3 m 4 m (40%), ukuran 3 m 4,5 m (32,22%), dan ukuran 3 m 5 m (5,56%). Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan Kerbau Belang yang dilakukan oleh masyarakat terbagi atas dua sistem yakni sistem intensif dan sistem semi intensif. Sistem pemeliharaan yang paling banyak dilakukan oleh peternak di lokasi penelitian ialah sistem intensif. Alasan peternak menggunakan sistem intensif karena harga kerbau belang tergolong mahal dam membutuhkan perawatan yang baik. Selain itu, peternak juga lebih mudah untuk mengontrol kerbau karena beternak kerbau masih merupakan usaha sampingan. Pemeliharaan kerbau dilakukan dengan cara mengandangkan kerbau seharian penuh (24 jam). Pemeliharaan secara semi intensif umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki banyak waktu luang dan beternak adalah pekerjaan utamanya. Kerbau Belang biasanya digembalakan pada pagi hari hingga sore hari. Tempat bernaung atau tempat berteduh Kerbau Belang pada saat siang hari ialah di bawah pohonpohon sekitar padang penggembalaan dan juga di bawah kolong rumah adat Tongkonan. Kerbau dimandikan pada saat siang dan sore hari sebelum dikandangkan kembali. Pakan Kerbau Belang Pakan merupakan aspek penting dalam usaha ternak Kerbau Belang karena akan menentukan kelangsungan hidup kerbau serta penampilan performa kerbau secara keseluruhan. Pakan ternak yang diberikan oleh peternak ke kerbau terbagi atas dua yakni hijauan rumput-rumputan dan limbah hasil pertanian. Pakan ternak tersebut sangat berlimpah ketersediannya sehingga hal ini menjadi salah satu keuntungan bagi peternak untuk beternak kerbau. Pemberian pakan konsentrat hampir tidak dijumpai di lokasi penelitian dan walaupun ada jumlahnya masih sangat 28

12 sedikit. Konsentrat yang diberikan adalah dedak padi yang dicampur dengan cacahan rumput gajah. Selain itu, terkadang juga ditambahkan madu dalam pakan untuk kerbau yang memiliki pola warna belang yang merata. Hijauan rumput-rumputan yang sering diberikan peternak dalam bentuk segar antara lain rumput lapang, rumput gajah, dan rumput alang-alang. Hijauan pakan ternak di Kecamatan Sanggalangi tersedia cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan ternak karena lahan yang tersedia luas dan potensi iklim yang cukup baik sehingga hijauan tersedia sepanjang tahun. Pakan yang berasal dari limbah hasil pertanian diantaranya jerami, daun jagung dan daun ubi jalar. Ketersediaan jerami sangat memadai karena luas area persawahan cukup luas sehingga limbah hasil persawahan juga cukup banyak. Daun ubi jalar melimpah karena budaya masyarakat lokal yang menanam ubi jalar di pekarangan maupun di kebun. Selain itu, daun ubi jalar tersebut biasanya juga digunakan sebagai pakan utama untuk ternak babi. Jumlah pemberian pakan ternak bergantung dari sistem pemeliharaan ternak Kerbau Belang dan jumlah kerbau yang dipelihara. Peternak masih kurang memperhatikan faktor jenis kelamin dan umur kerbau (kerbau anak, dara dan dewasa). Sistem pemeliharaan intensif biasanya membutuhkan jumlah pakan 40 kg dalam sehari penuh. Pemberian pakan dalam jumlah tersebut masih sangat bervariasi dalam kombinasi penggunaan hijauan rumput-rumputan maupun limbah hasil pertanian. Frekuensi pemberian pakan untuk pemeliharaan intensif ialah 2 kali (37,78%) dan 3 kali (62,22%) dalam sehari. Frekuensi 2 kali biasanya diberikan oleh peternak sebanyak 20 kg pada pagi hari dan 20 kg lagi menjelang sore hingga pagi hari. Untuk frekuensi 3 kali, peternak umumnya memberikan 15 kg pada pagi hari, 10 kg pada siang hari, dan 15 kg lagi pada malam hari hingga pagi. Sistem pemeliharaan semi intensif umumnya dikandangkan pada malam hari dan pada saat itu diberi pakan rumput atau limbah hasil pertanian dalam jumlah yang tidak terbatas. Perawatan Kerbau Belang Memandikan kerbau demi menjaga kebersihan seluruh tubuh Kerbau Belang merupakan suatu rutinitas yang sangat penting dilakukan oleh peternak. Kebersihan kerbau belang juga merupakan salah satu langkah preventif untuk menjaga kesehatan kerbau belang. Selain itu, warna kulit Kerbau Belang yang cantik mengharuskan 29

13 peternak untuk memberikan perawatan yang ekstra, salah satunya dengan cara memandikannya secara rutin. Peternak memandikan kerbau belang minimal dua kali dalam sehari, yakni pada pagi hari, siang atau sore hari. Kerbau jantan umumnya tiga kali dalam sehari sedangkan kerbau betina umumnya dua kali dalam sehari. Kerbau sering dimandikan di sawah yang memiliki tempat kubangan, di pinggir sungai dan di dekat sumber air lainnya (air sumur dan tempat penampungan air hujan). Saat musim kemarau tiba, ketersedian air masih cukup memadai karena lokasi penelitian merupakan daerah pegunungan. Cara yang paling banyak dilakukan oleh peternak dalam memandikan Kerbau Belang ialah dengan membawa kerbau ke sawah atau tempat kubangan. Apabila musim tanam padi telah berlangsung, maka peternak lebih memilih untuk memandikan kerbau belang di tempat kubangan karena lahan kosong yang berfungsi sebagai tempat kubangan kerbau belang sangat banyak dijumpai di lokasi penelitian. Performa Sifat Reproduksi Sifat reproduksi Kerbau Belang sangat penting untuk diketahui karena hal tersebut sangat berguna dalam pemuliabiakan ternak (breeding). Hal ini juga penting untuk menjaga kelestarian Kerbau Belang yang populasinya semakin menurun tiap tahun. Karakteristik Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai perbandingan jantan dan betina adalah 1,5, artinya perbandingan kerbau jantan dengan betina ialah 3:2. Perbandingan jantan dan betina dapat dikatakan rendah karena sebanyak tiga ekor pejantan berbanding dengan dua ekor betina. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah ternak kerbau jantan relatif banyak. Hal ini disebabkan karena peternak di Kecamatan Sanggalangi umumnya memelihara Kerbau Belang yang berjenis kelamin jantan. Perbandingan jantan : betina yang disarankan menurut Deptan (2008) ialah 1:8 karena pada perbandingan tersebut kerbau akan mampu menampakkan angka kebuntingan yang tinggi. Jumlah pejantan yang berlebih akan memberikan dampak negatif yakni diantaranya terjadinya inbreeding dan perkelahian sesama kerbau belang pejantan. 30

14 Tabel 11. Sifat Reproduksi Kerbau Belang No. Sifat Reproduksi Hasil 1. Nisbah Jantan Betina 1,5 ± 0,32 2. Umur Berahi Pertama (Tahun) 2,48 ± 0,37 3. Umur Kawin Pertama (Tahun) 2,87 ± 0,26 4. Lama Berahi (Jam) 22,6 ± 8,32 5. Siklus Berahi (Hari) 19,5 ± 7,48 6. Service per Conception (Kali) 1,85 ± 0,41 7. Angka Kebuntingan (%) 86,5 ± 0,07 8. Lama Kebuntingan (Hari) 387,4 ± 27,20 9. Persentase Kelahiran 89 ± 0, Calf Crop (%) 77± 0, Tingkat Kematian Anak (%) 2,35 ± 0, Umur Induk Melahirkan I (Tahun) 3,74 ± 0, Selang Beranak/Calving Interval (Tahun) 2,04 ± 0,22 Pubertas atau dewasa kelamin adalah umur pada waktu betina menunjukkan gejala-gejala berahi pertama. Umur berahi pertama (pubertas) Kerbau Belang betina ialah pada umur 2,48 tahun. Umur berahi tersebut sejalan dengan penjelasan Fahimuddin (1975) yang menjelaskan bahwa umur pubertas pada kerbau betina adalah bervariasi, pada umumnya kerbau betina lebih lambat dalam mencapai pubertasnya yakni 2-4 tahun. Berdasarkan penjelasan Fahimuddin (1975) tersebut, maka umur pubertas kerbau belang betina masih relatif wajar atau tidak terlalu tua. Hasil penelitian Lendhanie (2005) juga menunjukkan bahwa ternak kerbau betina di Kalimantan Selatan baru berahi pertama setelah 3 tahun. Suharno dan Nazaruddin (1994) menyatakan bahwa kerbau berahi pertama pada umur satu tahun. Pubertas terjadi karena dipengaruhi oleh faktor hewannya diantaranya, yaitu : umur, bobot badan, ras dan genetik. Beberapa faktor yang juga sangat berpengaruh ialah faktor lingkungan yaitu: suhu, musim dan iklim. Faktor lain yang mempunyai pengaruh besar terutama nutrisi dan pakan (Tomaszewska et al., l99l). Hardjopranjoto (1995) menambahkan bahwa perbedaan umur pubertas dipengaruhi oleh bangsa ternak, tatalaksana pemeliharaan, pakan yang diberikan, beban kerja, 31

15 dan musim. Putu (2003) menjelaskan bahwa pemberian pakan yang lebih baik yaitu dengan penambahan konsentrat sebanyak 5 kg/ekor/hari dapat meningkatkan bobot badan dan memperbaiki kondisi tubuh kerbau betina sehingga akhirnya dapat merangsang aktivitas berahi, konsepsi dan reproduksi anak. Berahi merupakan saat hewan betina bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Berdasarkan hasil penelitian, responden peternak umumnya mengetahui tanda-tanda berahi pada Kerbau Belang betina walaupun kerbau termasuk ternak yang berahinya kurang jelas (silent heat). Hal ini disebabkan karena peternak pernah mendapatkan penyuluhan dan mempunyai pengalaman beternak yang lama. Gejalagejala berahi pada kerbau belang ialah induk kerbau selalu gelisah dan gaduh, selalu ingin mencoba menaiki kerbau lain, nafsu makan menurun dan menetesnya cairan dari vagina dalam jumlah sedikit. Toelihere (1976) menjelaskan bahwa gejala berahi pada kerbau lumpur cukup jelas. Kerbau betina memperlihatkan pembengkakan vulva, pengeluaran lendir jernih melalui vulva, dan diam berdiri dinaiki oleh pejantan atau betina lainnya. Lama berahi Kerbau Belang ialah 22,6 jam dengan siklus berahi 19,5 hari. Lama berahi berkisar antara waktu penerimaan pertama sampai penolakan terakhir (McNitt, 1983) sedangkan siklus berahi adalah jarak antara berahi yang satu sampai pada berahi berikutnya (Partodihardjo, 1980). Lama berahi kerbau belang sejalan dengan Mongkopunya (1980) yang menjelaskan bahwa lama berahi kerbau rawa adalah jam. Toelihere (1976) juga menambahkan bahwa kisaran lama berahi ialah jam (0,5-4 hari). Lama siklus berahi Kerbau Belang juga sejalan dengan penjelasan Toelihere (1976) bahwa kerbau memiliki siklus berahi yang berkisar antara hari (rata-rata 21,53 hari), sedangkan menurut Soedarsono (1998) panjang siklus berahi kerbau rawa ialah bervariasi antara 7-40 hari dengan kisaran rata-ratanya selama 20 hari. Williamson dan Payne (1993) menambahkan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi siklus berahi antara lain tingkat pakan, panjangnya siang dan temperatur lingkungan. Umumnya gejala berahi akan tampak pada saat pagi yang segar (subuh) sekitar jam WITA atau petang yang teduh sekitar jam WITA. Selain itu Kerbau Belang juga terkadang menampakkan gejala berahi pada siang hari jam WITA. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan 32

16 berkubang ditambah kesejukan udara sangat mempengaruhi periode berahi dan penampilan gejala berahi pada ternak kerbau di Kecamatan Sanggalangi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur kawin pertama induk atau umur konsepsi pertama induk ialah umur 2,87 tahun. Hal ini berarti bahwa pada saat kerbau belang betina berahi pertama, kerbau belang betina tidak langsung kawin atau tidak langsung terjadi konsepsi. Selang untuk mencapai konsepsi dari berahi pertama ialah berkisar 142 hari atau sekitar 4,7 bulan. Lita (2009) menjelaskan bahwa konsepsi pertama kerbau lumpur di Kutai ialah pada umur 2,8 tahun. Umur kerbau betina pada konsepsi pertama berbeda-beda tergantung pada manajemen pemeliharaan, penggunaan pakan dan genetik (Fahimuddin, 1975). Service per conception (S/C) Kerbau Belang betina ialah rata-rata 1,85 kali, artinya jumlah perkawinan (service) dengan IB atau kawin alam dari seekor kerbau belang betina sampai terjadinya kebuntingan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesuburan Kerbau Belang betina tersebut masih relatif normal. Nilai S/C yang normal adalah 1,6-2,0. Nilai S/C makin rendah maka makin tinggi kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut, tetapi sebaliknya makin tinggi nilai S/C, maka makin rendah kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut (Toelihere, l98l). Angka kebuntingan atau conception rate (CR) Kerbau Belang betina ialah 86,5% yang berarti bahwa jumlah betina yang bunting dari IB pertama atau kawin pertama ialah 86,5% dari jumlah seluruh betina yang di IB pertama atau kawin pertama. Misalkan, jumlah seluruh betina yang di IB pertama ialah 100 ekor, maka jumlah betina yang bunting ialah 86 ekor. Hasil penelitian bahwa jumlah kerbau yang bunting dari 65 ekor betina ialah 56 ekor. Toelihere (1981) menjelaskan bahwa angka kebuntingan dipengaruhi oleh tiga faktor yakni kesuburan pejantan, kesuburan betina dan teknik inseminasi. Lama kebuntingan Kerbau Belang betina rata-rata sebesar 387,4 hari atau 12,7 bulan. Angka ini tidak berbeda signifikan dengan penjelasan Toelihere (1974) bahwa lama kebuntingan kerbau rawa di Pulau Jawa ialah 12 bulan. Guzman (1980) menjelaskan bahwa lama bunting kerbau rawa ialah hari, sedangkan Mongkopunya (1980) menjelaskan bahwa kerbau rawa memiliki masa bunting selama 336 hari atau sekitar 11 bulan. Perbedaan lama kebuntingan dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, faktor pakan dan iklim atau kondisi lingkungan. 33

17 Persentase kelahiran Kerbau Belang betina ialah 89%. Faktor yang mempengaruhi persentase kelahiran adalah keberhasilan perkawinan antara jantan dan betina. Persentase kelahiran dihitung dari jumlah total anak yang lahir tiap tahun dari persentese betina dewasa. Persentase kelahiran di Kecamatan Sanggalangi termasuk cukup tinggi karena menurut Hardjosubroto (1984) bahwa rata-rata persentase kelahiran anak kerbau di Indonesia adalah 54,69%. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya persentase kelahiran tersebut ialah keberhasilan perkawinan antara jantan dan betina serta rendahnya tingkat mortalitas anak sebelum maupun sesudah melahirkan. Tingginya persentase kelahiran ternyata tidak selamanya diiringi dengan kerbau betina melahirkan Kerbau Belang. Kerbau Belang jantan yang dikawinkan dengan Kerbau Belang betina belum tentu akan melahirkan anak Kerbau Belang. Hal inilah juga yang menyebabkan peternak malas untuk memelihara Kerbau Belang betina dan lebih mempertimbangkan untuk membeli bibit Kerbau Belang jantan. Peternak beranggapan bahwa Kerbau Belang merupakan suatu berkah yang diturunkan oleh Tuhan sehingga jumlahnya sangat jarang. Selain itu, sulitnya mendapatkan anak Kerbau Belang mengakibatkan harga Kerbau Belang menjadi sangat mahal. Calf crop atau panen anak adalah persentase jumlah anak yang hidup pada saat lepas sapih selama satu tahun dari semua induk yang diteliti. Angka panen anak dari hasil penelitian ialah 77%. Hasanatun dan Handiwirawan (2005) menjelaskan bahwa calf crop rata-rata di Indonesia ialah sebesar 33%. Faktor yang menyebabkan angka panen anak yang cukup tinggi karena manajemen pemeliharaan yang cukup baik terutama dari segi manajemen pakan dan perawatan kerbau sehingga kerbau betina maupun jantan jarang terkena penyakit. Selain itu, rendahnya mortalitas sebelum dan sesudah melahirkan membuat persentase calf crop kerbau belang cukup tinggi. Tingkat kematian (mortalitas) anak Kerbau Belang ialah sebesar 2,35% dan lebih rendah dari rata-rata mortalitas yang terjadi di Indonesia menurut Hardjosubroto (1984) yakni sebesar 7,38%. Rendahnya mortalitas Kerbau Belang dipengaruhi oleh keadaan sebelum induk melahirkan yakni Kerbau Belang pejantan dan Kerbau Belang betina jarang terkena penyakit. Penyakit berpengaruh terhadap 34

18 mortalitas sebelum melahirkan karena apabila ternak kerbau terserang penyakit maka hal tersebut dapat menyebabkan tidak terjadinya pembuahan dalam rahim, kematian janin, serta ganguan kelahiran seperti distokia. Selain itu, pemberian pakan cukup baik pada saat kerbau betina dalam masa bunting. Kerbau Belang betina melahirkan pertama pada umur 3,74 tahun, umur kawin pertama 2,87 tahun dan lama kebuntingan yang berkisar 12 bulan. Hasil penelitian Baikuni (2000) menyatakan bahwa umur kerbau betina melahirkan pertama ialah 3,8-3,9 tahun. Selang beranak adalah jangka waktu dari saat induk beranak hingga saat beranak berikutnya. Calving interval atau selang beranak induk Kerbau Belang ialah 2,04 tahun atau berkisar 24 bulan. Hal ini sejalan dengan penjelasan Hardjopranjoto (1995) bahwa kerbau lumpur di Serang mempunyai kisaran selang beranak 1,7-2,1 tahun dan kerbau lumpur di Jawa Timur mempunyai selang beranak 2,08 tahun. Calving interval dipengaruhi oleh daya reproduksi dan ditentukan oleh lamanya masa kosong serta angka perkawinan per kebuntingan. Calving interval lebih banyak diatur oleh faktor non genetik yaitu ada kesempatan menurunkannya dengan efisiensi manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan yang tepat (Fahimuddin, 1975). Dinamika Populasi Kerbau Belang Tingkat pengeluaran ternak Kerbau Belang dapat dilihat pada Tabel 12. Variabel yang masuk dalam pengeluaran ternak ialah penjualan Kerbau Belang, mortalitas Kerbau Belang dan pemotongan ternak. Variabel-varibel tersebut berpengaruh terhadap perkembangan populasi ternak Kerbau Belang. Tingkat penjualan terbesar terjadi pada ternak Kerbau Belang jantan dan kelompok Kerbau belang jantan dewasa menempati penjualan tertinggi. Daya jual Kerbau Belang jantan dewasa tinggi karena terkait dengan penggunaan kerbau tersebut pada upacara Rambu Solo. Selain itu, kerbau belang jantan lebih banyak yang dijual dibandingkan dengan Kerbau Belang betina karena Kerbau Belang jantan harganya sangat tinggi daripada ternak betina. 35

19 Tabel 12. Tingkat Pengeluaran Kerbau Belang Periode Juni 2009-Juni 2010 Kelompok Penjualan Mortalitas Pemotongan Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Ekor Anak Dara Dewasa Total Mortalitas atau kematian ternak kerbau pada lokasi penelitian satu tahun terakhir ialah cukup kecil. Kematian dijumpai pada anak Kerbau Belang karena terkena penyakit berak susu dan pengaruh pemberian pakan yang kurang optimal pada kerbau tersebut. Pemotongan Kerbau Belang jantan dewasa sangat tinggi bila dibandingkan dengan kelamin betina. Hal ini disebabkan karena pada tradisi adat upacara Rambu Solo, Kerbau Belang yang dipotong ialah kerbau jantan dewasa. Kerbau Belang betina dewasa dipotong karena betina tersebut sudah memasuki umur non produktif sehingga betina tersebut harus diafkir. Tingkat pemasukan ternak Kerbau Belang dapat dilihat pada Tabel 13. Variabel yang masuk dalam pemasukan adalah pembelian dan kelahiran ternak Kerbau Belang. Tingkat kelahiran Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi periode Juni 2009 hingga Juni 2010 ialah 52 ekor jantan dan 30 ekor betina. Anak Kerbau Belang cukup sulit untuk didapatkan karena perkawinan antara Kerbau Belang jantan dan Kerbau Belang betina belum tentu akan menghasilkan anak kerbau yang bercorak warna belang. Tabel 13. Tingkat Pemasukan Kerbau Belang Periode Juni 2009 Juni 2010 Kelompok Kelahiran Pembelian Jantan Betina Jantan Betina Ekor Anak Dara Dewasa Total

20 Pembelian anak kerbau terbesar terjadi pada anak kerbau yang berjenis kelamin jantan sedangkan kerbau betina hanya pada Kerbau Belang betina yang berumur muda. Pembelian kerbau jantan jantan dara dan dewasa sangat besar karena pembelian tersebut bertujuan untuk proses penggemukan sehingga saat mencapai dewasa yang siap dijual, peternak mendapatkan harga yang relatif sangat tinggi. Pembelian kerbau betina muda atau dara dimaksudkan sebagai induk pengganti. Analisa dinamika populasi ternak Kerbau Belang dapat diestimasi berdasarkan formula Turner dan Young (1969). Waktu yang digunakan dalam analisis ditetapkan selama 5 tahun kedepan dimana tahun awal ialah pada tahun Berdasarkan data sifat reproduksi yang diketahui dan pengeluaran ternak sebesar 75% maka dapat dilakukan estimasi terhadap perubahan ternak Kerbau Belang betina produktif yang dihasilkan dengan asumsi waktu yang digunakan selama 5 tahun. Tabel 14. Dinamika Populasi Ternak Kerbau Belang selama 5 Tahun Betina Betina N 0 Rm R 0 N t L f Pengganti Afkir (ekor) (%) (ekor/tahun) (ekor) (Tahun) (Ekor) (Ekor) ,31 0,46 62,28 3, Keterangan : N t rm N o R o Lt = jumlah induk yang siap berproduksi pada waktu t (ekor) = tingkat penambahan ternak per tahun = jumlah populasi awal induk (ekor) = banyaknya induk pengganti yang dihasilkan oleh seekor induk selama hidupnya (ekor) = umur rata-rata betina pada saat melahirkan pertama kali Hasil analisis estimasi dinamika populasi ternak induk Kerbau Belang menunjukkan bahwa di Kecamatan Sanggalangi terjadi penurunan jumlah ternak Kerbau Belang sebanyak 24,31% per tahun. Penurunan populasi ini terjadi karena pemotongan ternak cukup tinggi yakni dengan tingkat pengeluaran sebesar 75%. Estimasi jumlah ternak kerbau betina produktif pada tahun ke-5 (tahun 2015) adalah 62 ekor dari populasi awal pada tahun 2010 sebesar 210 ekor. Salah satu faktor yang juga mempengaruhi penurunan populasi ternak karena selang beranak induk kerbau waktunya lebih panjang. Kerbau Belang betina yang harus ada pada Kecamatan Sanggalangi selama 5 tahun ialah 106 ekor betina pengganti, sedangkan Kerbau Belang betina yang harus dikeluarkan (afkir) ialah 79 ekor betina afkir. Hasil ini 37

21 menunjukkan bahwa apabila tidak dilakukan usaha perbaikan manajemen yang intensif dan pengontrolan terhadap perkawinan serta pengeluaran ternak, maka jumlah ternak kerbau akan semakin berkurang dan akan mengancam kelestarian Kerbau Belang. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Total populasi ternak ruminansia di Kecamatan Sanggalangi pada tahun 2010 adalah 3180,25 ST dengan total daya tampung ternak ruminansia atau potensi maksimal sumberdaya lahan (PMSL) sebesar 2059,25 ST berdasarkan metode Nell dan Rollinson (1974). Hasil perhitungan nilai KPPTR di Kecamatan Sanggalangi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai KPPTR di Kecamatan Sanggalangi Peubah Nilai (ST) Populasi Riil Ternak Ruminansia 3180,25 PMSL atau KT Wilayah 2055,531 Jumlah Kepala Keluarga (KK) 2409 PMKK 7227 KPPTR (SL) -1124,72 KPPTR (KK) 4046,75 KPPTR (E) -1124,72 Keterangan : PMSL = Potensi maksimum sumber daya lahan KT (KK) = Kapasitas tampung berdasarkan tenaga kerja (kk) PMKK = Potensi maksimum kepala keluarga KPPTR (SL) = Kapasitas peningkatan populasi ternak berdasarkan sumber daya lahan KPPTR (KK) = Kapasitas peningkatan populasi ternak berdasarkan sumber daya Kepala keluarga KPPTR (E) = KPPTR efektif atau KPPTR pembatas Hasil perhitungan Kapasitas Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Efektif di Kecamatan Sanggalangi ialah -1124,72 ST. Nilai KPPTR Efektif yang bernilai negatif di Kecamatan Sanggalangi, artinya secara analisis daerah ini sudah tidak memungkinkan untuk menampung ternak ruminansia lagi atau kelebihan ternak ruminansia sebesar 1124 ST, akan tetapi pada kenyataan di lapangan Kecamatan Sanggalangi masih mampu menampung populasi ternak ruminansia sebanyak 3180,25 ST pada tahun KPPTR efektif sumberdaya lahan 38

22 menunjukkan bahwa terbatasnya ketersediaan hijauan makanan ternak untuk ternak ruminansia di Kecamatan Sanggalangi. Solusi untuk mengatasi KPPTR negatif suatu wilayah menurut Ditjetnak (1985) antara lain : 1) mendatangkan pakan dari daerah lain; 2) memanfaatkan sumber pakan inkonvensional seperti lahan hutan, perkebunan, dan sebagainya; dan 3) pemanfaatan dan penanaman leguminosa pohon, limbah pertanian, industri pertanian, perkebunan atau sumber pakan lainnya. Solusi yang tepat untuk wilayah Kecamatan Sanggalangi ialah optimalisasi daya dukung lahan dalam penyediaan pakan ternak yakni dengan menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman makanan ternak, pengolahan / pengawetan hijauan makanan ternak, serta memaksimalkan penggunaan limbah tanaman pangan atau hasil pertanian. Limbah pertanian yang melimpah di Kecamatan Sanggalangi adalah jerami padi dan ubi jalar. Pengolahan atau pengawetan pakan ternak yang dapat direkomendasikan ialah silase dan hay. Hasil perhitungan KPPTR masing-masing jenis ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 16. Jenis ternak ruminansia yang terdapat di Kecamatan Sanggalangi adalah sapi potong, kerbau dan kambing. Kapasitas peningkatan ketiga ternak ruminasia tersebut bernilai negatif, terutama terkait dengan ternak kerbau. Tabel 16 menunjukkan bahwa peningkatan ternak kerbau sebesar -1032,42 ST. Hal ini berarti bahwa di Kecamatan Sanggalangi telah terjadi kelebihan ternak kerbau sebesar 1032,42 ST. Tabel 16. Nilai KPPTR di Kecamatan Sanggalangi No Jenis Ternak Nilai KPPTR (ST) 1. Sapi Potong -27, Kerbau -1032,42 3. Kambing 61,89 Jumlah -1124,72 Analisis SWOT Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya. Perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi saat ini, hal ini yang disebut Analsais situasi dan model yang 39

23 paling populer untuk analisis ini adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat) (Rangkuti, 2000). Analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats) diperlukan untuk mengetahui strategi dan arahan pengembangan Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi. Langkah awal dalam analisis SWOT adalah menentukan dan mengidentifikasi faktor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor internal yang berupa peluang dan ancaman. Hasil analisis faktor internal di Kecamatan Sanggalangi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Matriks Perbandingan Faktor Internal No. Kekuatan (Strength) Faktor-Faktor Internal Bobot (B) Rating (R) Nilai (BxR) 1. Bobot badan tinggi dan pola warna unik 0,08 3,5 0,28 2. Motivasi beternak tinggi 0,08 3,2 0, Adanya tempat berkubang dan bernaung 0,06 3 0,18 4. Pengalaman beternak 0,06 3 0,18 5. Ketersedian sumber air 0,05 2,8 0,14 6. Umur peternak produktif 0,06 3 0,18 7. Mortalitas rendah 0,05 2,5 0, Tersedianya limbah pertanian 0,06 3 0,18 Jumlah 0,50 1,521 Kelemahan (Weaknesses) 9. Keterbatasan modal & skala usaha kecil 0,06-3,2-0, Pemanfaatan teknolgi IB belum optimal 0, , Upaya peningkatan SDM masih kurang 0, , Terbatasnya sarana transportasi 0, , Pembibitan masih rendah 0, , KPPTR bernilai negatif 0,08-4,0-0,32 15 Kerjasama dengan pemerintah terbatas 0,05-2,5-0,13 16 Kerbau betina sangat sedikit 0,08-3,8-0,3 Jumlah 0,50-1,63 Skor Kekuatan terbesar dalam pengembangan usaha ternak kerbau belang ialah rataan bobot badan kerbau belang dewasa sangat tinggi dan memiliki pola warna belang yang menarik. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan harga jual kerbau 40

24 belang menjadi sangat tinggi. Selain itu, ternak kerbau belang juga memiliki tingkat kematian (mortalitas) yang rendah bila dibandingkan dengan jenis kerbau lainnya yang terdapat di Toraja Utara. Faktor sumberdaya manusia yang menjadi kekuatan ialah motivasi beternak yang tinggi, peternak memiliki pengalaman beternak dan umur peternak yang tergolong produktif. Motivasi peternak untuk beternak Kerbau Belang sangat tinggi karena harga jual Kerbau Belang yang sangat tinggi. Peternak memiliki pengalaman beternak kerbau belang yakni berkisar dari 1-25 tahun. Umur peternak masih sangat produktif yakni berkisar tahun. Faktor sumberdaya alam yang juga menjadi kekuatan ialah adanya tempat berkubang dan tempat bernaung. Lahan-lahan kosong untuk tempat berkubang cukup banyak. Tempat bernaung cukup banyak di Kecamatan Sanggalangi karena lokasi tersebut merupakan daerah pegunungan sehingga vegetasi tanaman sangat banyak. Sumber air cukup banyak karena intensitas curah hujan yang tinggi serta topografi pegunungan sehingga cadangan atau debit air tersedia sepanjang tahun. Selain itu, ketersediaan limbah pertanian cukup banyak yakni jerami padi, daun ubi jalar, daun jagung, dan daun kacang tanah. Kelemahan yang terbesar dalam pengembangan usaha Kerbau Belang ialah angka KPPTR yang bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kelebihan ternak ruminansia di Kecamatan Sanggalangi. Faktor pembatas ini ialah sumberdaya lahan yang terbatas untuk menampung kelebihan ternak kerbau yang berada di Kecamatan Sanggalangi. Kelemahan terbesar berikutnya ialah jumlah betina yang sangat sedikit. Kerbau Belang betina sangat sedikit karena peternak lebih memilih untuk beternak kerbau jantan yang bernilai jual tinggi. Keterbatasan modal dan skala usaha yang masih kecil juga menjadi kelemahan. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam pengembangan usaha ternak Kerbau Belang. Selain itu, usaha pembibitan Kerbau Belang juga masih sedikit padahal bibit Kerbau Belang sangat penting untuk menjamin ketersediaan bakalan di Kecamatan Sanggalangi serta untuk menjaga kelestarian Kerbau Belang. Upaya peningkatan sumberdaya peternak masih belum maksimal terutama dalam hal penyuluhan mengenai manajemen pemeliharaan ternak kerbau dan pemanfaatan teknologi IB. Hal ini juga disebabkan karena kerjasama dengan 41

25 pemerintah yang masih terbatas terutama dalam hal penjualan, penentuan harga jual dan penerapan teknologi IB. Selain itu, sarana transportasi (angkutan umum dan truk) masih terbatas di Kecamatan Sanggalangi serta infrakstruktur jalan yang belum sepenuhnya diaspal. Hal ini dapat menghambat dalam hal pendistribusian maupun penjualan Kerbau Belang. Matriks perbandingan faktor ekternal di Kecamatan Sanggalangi dapat dilihat pada Tabel 18. Faktor ekternal merupakan faktor-faktor yang dapat mendukung maupun menghambat potensi pengembangan Kerbau Belang. Tabel 18. Matriks Perbandingan Faktor Eksternal No. Faktor-Faktor Eksternal Peluang (Opportunities) Bobot (B) Rating (R) Skor (BxR) 1 Harga kerbau sangat tinggi 0,15 3,8 0,57 2 Budaya upacara adat kematian 0,14 4,0 0,56 3 Adanya teknologi IB 0,10 2,5 0,25 4 Tersedia kredit bank 0,11 3,2 0,352 5 Status sosial 0,13 3,5 0,455 Jumlah 0,63 2,187 Ancaman (Threats) 6 Banyaknya pejantan yang dipotong 0,14-4,0-0,56 7 Penurunan populasi 0,12-3,5-0,42 8 Penyakit 0,11-3,0-0,33 Jumlah 0,37-1,31 Skor 1 0,877 Faktor-faktor eksternal yang dianggap memiliki peluang yang terbesar ialah budaya upacara kematian Rambu Solo dan hal ini menyebabkan harga jual kerbau belang menjadi sangat tinggi. Kecamatan Sanggalangi merupakan salah satu kecamatan di Toraja Utara yang memiliki tingkat kunjungan turis maupun wisatawan domestik yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh masyarakat Kecamatan Sanggalangi masih memegang teguh adat istiadat etnis Toraja. Status sosial masyarakat juga menjadi peluang dalam pengembangan kerbau belang karena semakin tinggi status sosial masyarakat maka upacara Rambu Solo akan semakin lama dilakukan dan jumlah Kerbau Belang yang digunakan akan semakin banyak. Lembaga bank yang beroperasi di Kecamatan Sanggalangi dapat menjadi peluang untuk 42

26 mengembangkan usaha ternak Kerbau Belang yakni dengan mendapatkan bantuan kredit usaha. Selain itu, peluang adanya teknologi IB akan membantu meningkatkan produktivitas ternak kerbau belang apabila diaplikasikan dalam usaha ternak Kerbau Belang. Ancaman yang paling besar yang akan menghambat pengembangan Kerbau Belang ialah tingginya tingkat pemotongan kerbau belang pejantan tanpa diiringi dengan penambahan jumlah betina. Kerbau pejantan yang banyak dipotong dikhawatirkan akan mengancam kelestarian kerbau belang karena akan berkurangnya pejantan unggul. Ancaman berikutnya ialah penurunan jumlah populasi Kerbau Belang karena tingkat pengeluaran ternak yang cukup tinggi yakni sekitar 76% dari total populasi yang ada. Ancaman penyakit yang umumnya menyerang Kerbau Belang ialah berak susu dan cacingan akan menyebabkan kematian pada Kerbau Belang apabila tidak ada langkah penanggulangan. Strategi Pengembangan Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa skor nilai untuk faktor internal ialah -0,11 sedangkan untuk faktor eksternal ialah 0,88. Hal ini berarti bahwa kedudukan atau posisi Kecamatan Sanggalangi berada pada posisi turnaround sehingga langkah strategi yang perlu diambil untuk pengembangan Kerbau Belang ialah meminimumkan kelemahan yang ada untuk meraih peluang yang ada. Strategi turnaround umumnya juga disebut sebagai strategi stabilitasi W-O (Weaknesses, Opportunities). Posisi strategi turnaround (Stabilitasi WO) dapat dilihat pada Gambar 9. 43

27 Gambar 9. Grafik Posisi Strategi Pengembangan Kerbau Belang Alternatif strategi turnaround untuk pengembangan Kerbau Belang ialah (1). optimalisasi daya dukung lahan dalam penyediaan pakan ternak, menanami lahanlahan kosong dengan tanaman makanan ternak, pengolahan / pengawetan hijauan makanan ternak, memaksimalkan penggunaan limbah tanaman pangan atau hasil pertanian; (2) kerjasama pemerintah dengan peternak bisa menjadi lebih baik yakni pemberian pinjaman modal ke peternak dari pemerintah atau bank sehingga diharapkan akan menguntungkan kedua belah pihak karena peluang harga jual Kerbau Belang yang cukup tinggi. Pemberian pinjaman oleh pemerintah atau bank akan membantu peternak untuk bisa mengembangkan usaha ternak Kerbau Belang sehingga skala usaha bisa meningkat; (3). membenahi transportasi seperti infrakstruktur jalan dan transportasi darat (angkutan umum) sehingga mempermudah penjualan ternak dan jumlah wisatawan domestik maupun mancanegara juga akan semakin banyak yang berkunjung ke Kecamatan Sanggalangi ; dan 4) peningkatan SDM peternak melalui penyuluhan termasuk pengenalan teknologi IB guna meningkatkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peternak dalam usaha ternak Kerbau Belang. Implementasi Strategi Berdasarkan analisis SWOT dan menggacu kepada strategi alternatif maka dapat dirumuskan bentuk-bentuk implementasi: 44

28 1. Peningkatan populasi dengan mendatangkan betina produktif, pengendalian penyakit reproduksi dan mendatangkan ternak bibit Kerbau Belang. 2. Perbaikan mutu genetik ternak untuk menghasilkan bibit unggul misalnya program seleksi dan atau persilangan. 3. KPPTR yang bernilai negatif menjadi sebuah tantangan sehingga perlu adanya optimalisasi daya dukung lahan dalam penyediaan pakan ternak, menanami lahanlahan kosong dengan tanaman makanan ternak, pengolahan / pengawetan hijauan makanan ternak, serta memaksimalkan penggunaan limbah tanaman pangan atau hasil pertanian. 5. Peningkatan sumber daya manusia, baik peternak maupun aparat yang terkait dengan bidang peternakan. Hal yang dapat dilakukan ialah mengikutsertakan, memfasilitasi dan mengadakan diklat, magang, studi banding, temu karya, temu usaha guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak. 6. Peningkatan dan pemberdayaan peran kelembagaan. Peran KUD, Pos pelayanan IB, Pos Kesehatan Ternak ditingkatkan serta kelompok peternak dan kandangkandang kelompok yang telah ada terus dibina dan dikembangkan. 7. Menjalin kerjasama kemitraan. Kemitraan dapat dilakukan dengan pihak swasta baik dalam maupun luar negeri. Hal ini dapat dibentuk dengan pemberian kredit usaha kepada peternak kerbau belang. Potensi kerbau belang yang memiliki nilai jual yang tinggi dan nilai budaya masyarakat menjadi peluang yang dapat menguntungkan kedua pihak. 45

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK PENDEKATAN ANALISIS SWOT DALAM MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI BALI PROGRAM BANTUAN SAPI BIBIT PADA TOPOGRAFI YANG BERBEDA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NTT Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

Gambar 1. Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011)

Gambar 1. Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kebudayaan Toraja Kerbau (Bos bubalus) adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Kerbau yang dalam bahasa setempat disebut tedong atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati 39 Lampiran 2. Data Pendidikan Peternak Keterangan Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Kecamatan Pati 9 29 10 12 0 % 15 48,3 16,7 20 0 Ngepungrojo 6 6 1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi:

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi: MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada tiga kecamatan di Kabupaten Belitung, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu Kecamatran Tanjungpandan, Badau, dan Membalong pada bulan Agustus

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN 37 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN Suhartina dan I. Susanti S Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Sulawesi Barat,

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Profil Desa Pa rappunganta Desa Pa rappunganta merupakan salah satu dari lima belas desa yang berada di wilayah administrasi Kecamatan Polombangkeng

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. P. M. Noor, Sempaja, Samarinda

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km 23 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km di sebelah selatan Pulau Flores, 295 km di sebelah Barat-Daya

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU BELANG DI KECAMATAN SANGGALANGI, KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN

PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU BELANG DI KECAMATAN SANGGALANGI, KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU BELANG DI KECAMATAN SANGGALANGI, KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN SKRIPSI ARFAN AFANDI H DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI BUSTAMI dan ENDANG SUSILAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Ternak kerbau mempunyai nilai sejarah kebudayaan masyarakat Jambi. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV.1. Keadaan Geografis Watang Pulu adalah salah satu dari 11 kecamatan di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Kecamatan Wattang Pulu terletak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Pemeliharaannya dilakukan dengan cara mengandangkan secara terus-menerus

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Tabel 1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2001) No. Parameter Nilai Interpretasi 1. Kekuatan Korelasi (r) 2. Nilai p 3. Arah korelasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat, Balik Bukit adalah Kecamatan yang terletak di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat, Balik Bukit adalah Kecamatan yang terletak di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. Kecamatan Balik Bukit merupakan 1 dari 25 Kecamatan lain

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09 Usaha agribisnis mempunyai kontribusi besar bagi pembangunan di Indonesia. Sektor pertanian terbukti telah mampu eksis menghadapi krisis ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah telah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG

PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG Ferdinan S. Suek, Melkianus D. S. Randu Program Studi Produksi

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro USAHA PETERNAKAN Usaha peternakan merupakan suatu lapangan hidup, tempat seseorang dapat menanamkan modal untuk keperluan hidup keluarganya atau sekelompok masyarakat Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kota Palembang Sumatera Selatan

Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kota Palembang Sumatera Selatan Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 3, No. 2, Desember 2014, pp. 1-11 ISSN 2303 1093 Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kota Palembang Sumatera

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah

V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Pada bagian ini akan dibahas keadaan umum wilayah penelitian dan keadaan umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN RIJANTO HUTASOIT Loka Penelitan Kambing Potong, P.O. Box 1 Galang, Medan RINGKASAN Untuk pengujian terhadap tingkat adopsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci