BAB II '. TINJAUAN PUSTAKA. Fisika merupakan sub bidang sains yang mengkaji periiaku materi dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II '. TINJAUAN PUSTAKA. Fisika merupakan sub bidang sains yang mengkaji periiaku materi dan"

Transkripsi

1 BAB II '. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Yang Relcvan 1. Karakteristik Pelajaran Fisika Fisika merupakan sub bidang sains yang mengkaji periiaku materi dan bentuk-bentuk energi yang mempengaruhinya, sehingga fisika sering juga disebut sebagai ilmu tentang materi dan energi (Tippler, 2004). Fungsi utama fisika adalah menjelajah alam semesta untuk menemukan sumber-sumber energi dan memberikan gambaran tentang cara-cara untuk memanfaatkannya. Adapun alat yang digunakan untuk penjelajahan dimaksud adalah metode ilmiah atau keterampilan proses sains (Ibrahim, 2005). Metode ilmiah adalah serangkaian aktivitas yang direncanakan secara sistematis dan logis untuk mengkonstruksi pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Inti dari metode ini adalah pengamatan, yakni pengumpulan fakta dan data secara empiris dan terukur. Penjelasan gejala alam yang sistematis itu diorientasikan agar manusia dapat memanfaatkan sumbersumber energi untuk mununjang kesejahteraannya. Deskripsi gejala alam pada aspek materi dan energi dalam fisika pada umumnya dinyatakan secara kuantitatif. sehingga pada pemanfaatannya dapat diperhitungkan secara cermat (Sears, 2001). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fisika merupakan bidang ilmu yang bersifat empirik, kuantitatif dan aplikatif Dengan demikian, fisika

2 8 mcmiliki nilai praktis untuk membantu mengatasi permasalahan tertentu, yang pada intinya adalah untuk menunjang kesejahteraan. 2. Prinsip pembelajaran fisika Fisika merupakan bidang ilmu yang turut berperan dalam membantu manusia untuk mencapai kesejahteraan. Sehubungan dengan hal tersebut, Ibrahim (2005) mengungkapkan bahwa pengetahuan seseorang tentang sesuatu tidaklah berarti apapun jika tidak dapat digunakan untuk mengatasi masalah dalam dunia nyata. Hal ini mengisyaratkan bahwa pengaktualisasian konsep dalam kehidupan nyata merupakan salah satu unsur penting yang seyogyanya selalu dikembangkan dalam proses pembelajaran fisika. Konsep pembelajaran yang demikian itu selanjutnya dikenal sebagai konsep pembelajaran bermakna (Hinduan, 2005). Pembelajaran bermakna adalah pembalikan dari paradigma konvensional dimana peserta didik seolah-olah belajar hanya untuk sekolah, yakni untuk menghadapi ujian kenaikan fingkat atau kelulusan pada jenjang pendidikan tertentu. Pembelajaran bermakna adalah paradigma bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan untuk menghadapi tantangan kehidupan dimasa depan. Dengan kata lain, belajar bermakna adalah belajar untuk kehidupan. Dalam kurikulum 2006 (KTSP), pada bagian latar belakang dinyatakan bahwa pembelajaran fisika harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari.

3 9 b. Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan scjumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan profesi serta mengembangkan IPTEK. c. Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Pada bagian yang sama, dikemukakan pula bahwa mata pelajaran fisika memiliki fungsi sebagai berikut: a. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain, - c. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis d. Mengembangkan kemampuan bemalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kuaiitatif maupun kuantitatif e. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk

4 10 mclanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh guru untuk membelajarkan peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Depdiknas, 2003). Hal ini mengisyaratkan bahwa pencapaian tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah merupakan hasil belajar peserta didik, dengan bantuan, bimbingan dan informasi-informasi dari guru. Dengan demikian strategi pembelajaran yang dikembangkan haruslah senantiasa berpusat pada peserta didik (Sagala, 2003). Dalam sistimatika pembelajaran sains, khususnya fisika, tujuan pembelajaran dapat dipilah atas tiga aspek tujuan, yang meliputi tujuan pembelajaran, tujuan praktikum, dan tujuan percobaan. Tujuan pembelajaran adalah rumusan kompetensi yang diharapkan diperoleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, yang mencakup aspek kompetensi kognitif, psikomotor, proses sains, sikap dan keterampilan sosial. Tujuan Praktikum adalah untuk melatihkan kompetensi-kompetensi yang relevan, sedangkan tujuan percobaan difokuskan pada aspek pemahaman konsep melalui penerapan keterampilan proses sains (Ibrahim, 2005). Disini terlihat bahwa secara hirarkis, tujuan percobaan tercakup dalam tujuan praktikum, dan tujuan praktikum berada dalam cakupan tujuan pembelajaran. 3. Praktikum fisika Praktikum adalah salah satu bentuk pengalaman belajar yang ditujukan untuk melatih keterampilan-keterampilan tertentu melalui kegiatan fisik, mental.

5 II dan intclcklual secara faktual (Ali, 1984). Dengan demikian, praktikum dalam pembelajaran fisika dapat dikembangkan untuk tujuan: a. Memantapkan pemahaman tentang konsep-konsep pelajaran b. Mengembangkan sikap ilmiah c. Melatih keterampilan psikomotorik d. Melatih keterampilan proses sains e. Mengembangkan keterampilan sosial. Dari kutipan di atas, diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan kegiatan praktikum merupakan aktivitas belajar yang sangat dianjurkan karena dapat memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk kepribadian peserta didik secara menyeluruh, yang pada intinya adalah membentuk dan menanamkan kecakapan hidup {life skill). Efektivitas kegiatan praktikum sangat bergantung pada bagaimana kegiatan tersebut dikelola. Praktikum yang dikembangkan dengan menggunakan panduan model resep dimana peserta didik mengikuti instruksi langkah demi langkah memungkinkan tercapainya hasil akhir yang sesuai dengan konsep, tetapi cenderung tidak melatih mereka untuk kreatif, kritis dan terampil dalam menyelesaikan masalah. Untuk mengantisipasi terjadinya pola praktikum yang demikian ini, salah satu bentuk praktikum yang dianjurkan untuk dikembangkan adalah praktikum berbasis keterampilan proses (Suderajat, 2004). Keterampilan proses sains atau kerja ilmiah adalah keterampilan dalam melakukan penyelidikan dengan kaidah-kaidah ilmiah. Keterampilan proses sains

6 12 menckankan aktivitas belajar peserta didik untuk memperoieh pengetahuan secara aktif, kreatif dan arif, melalui prosedur yang sistematis. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, keterampilan proses sains diamanatkan untuk dilatihkan pada peserta didik mulai dari jenjang sekolah dasar. Secara garis besar, pengalaman belajar yang dapat dikembangkan dalam penerapan pendekatan keterampilan proses adalah seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Keterampilan Proses Sains No Tahap Kegiatan Aktivitas 1 Merencanakan a. Merumuskan masalah b. Merumuskan tujuan c. Menyusun hipotesis d. Menetapkan variabel-variabel e. Menentukan cara melakukan percobaan f. Menentukan alat dan bahan g. Menentukan data yang diperlukan h. Menentukan cara menganalisis data i. Menentukan cara menarik kesimpulan 2 Melaksanakan a. Melakukan percobaan b. Mengumpulkan data c. Menganalisis data d. Menarik kesimpulan 3 Mengkomunikasikan a. Menyusun laporan tertulis b. Mempresentasikan laporan Sumber: Kurikulum Fisika SMA 2004 Kompleksitas penerapan proses sains dalam pembelajaran cenderung berbeda, bergantung pada kondisi peserta didik dan kebutuhan penyelidikan. Pada

7 13 penyelidikan dengan topik sederhana, langkah-langkah kegiatan yang dilakukan biasanya lebih ringkas dibandingkan dengan topik-topik yang lebih rumit. Kegiatan praktikum" atau penyelidikan dalam proses pembelajaran pada umumnya dipandu dengan lembar kerja siswa (LKS). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan praktikum yang berbasis keterampilan proses sains adalah adanya keterlibatan siswa dalam seluruh langkah penyelidikan, yakni perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Sehingga LKS yang paling baik adalah berupa kertas kosong (Suderajat, 2004). Dalam pengertian bahwa siswa hanya diorientasikan pada masalah, sedangkan yang mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan penyelidikan adalah mereka sendiri. Prosedur praktikum yang disarankan dalam panduan pelayanan kurikulum 2004 adalah terdiri atas 4 tahap kegiatan, yakni: Tahap 1: Siswa merumuskan rencana penyelidikan melalui diskusi kelompok Tahap 2: Mendiskusikan rumusan perencanaan penyelidikan melalui diskusi kelas untuk menyusun rumusan perencanaan yang akan digunakan bersama dalam penyelidikan. Tahap 3: Melaksanakan percobaan dengan menggunakan LKS rumusan bersama Tahap 4: Mempresentasikan laporan praktikum. Dalam kurikulum modem, keterampilan proses sains merupakan salah satu kompetensi pokok yang harus ditanamkan hingga menjadi bagian dari kepribadian siswa. Dengan bekal keterampilan proses, peserta didik diharapkan dapat berkembang secara mandiri dalam membentuk kompetensi-kompetensi lainnya secara mandiri (Nur, 2000).

8 14 4. Percobaan fisika Percobaan atau eksperimen adalah aktivitas belajar yang dilakukan melalui interaksi dengan peralatan atau instrumen untuk memperoieh fakta dan data empiris melalui pengamatan dan pengukuran, dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan ilmiah (Tippler, 2004). Percobaan pada umumnya diorientasikan untuk memperoieh gambaran tentang hubungan sebab dan akibat pada suatu gejala, dengan cara memunculkan gejala tersebut melalui perlakuan tertentu yang umum disebut memanipulasi kondisi. Fakta dan data yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan premis untuk menarik suatu kesimpulan sebagai pengetahuan yang baru. Dengan demikian, penarikzm kesimpulan dari suatu percobaan sangat dipengaruhi oleh kualitas fakta dan data yang diperoleh dari percobaan yang dilaksanakan. Percobaan yang baik akan memberikan fakta dan data yang relevan sebagai 5. Perangkat percobaan Perangkat percobaan merupakan bagian dari media pembelajaran, yakni alat bantu yang berfungsi untuk menyampaikan pesan dari sumber informasi kepada pembelajar (Lufri, 2002). Dewasa ini, media pembelajaran telah dikembangkan dalam berbagai jenis dan bentuk, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Menurut Katu (1998) media pembelajaran fisika dapat dikategorikan menjadi tiga karakteristik, yakni; (a) Media pandang {visual aids), (b) Media dengar {audio aids), (c) Peralatan kerja praktik {instrumen)

9 Dalam pcrkcmbangannya, suatu media pembelajaran dapat memiliki dua atau tiga karakter tersebut di atas. Menurut Nasution (1995), media pembelajaran yang baik haruslah dikembangkan dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu; 1) Validitas, 2) Praktikalitas, 3) Efisiensi, 4) Keamanan, dan 5) Estetika. 1) Validitas Validitas adalah adalah kesesuaian atau keterandalan suatu alat atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu (Bambang, 2002). Dalam hal ini, media pembelajaran sebagai alat harus benar-benar dapat menjamin pencapaian tujuan pembelajaran, yakni menyajikan informasi yang sesuai dengan konsep yang tengah dipelajari peserta didik. 2). Praktikalitas Praktikalitas atau kepraktisan adalah aspek yang menyangkut kemudahan dalam penggunaannya, yakni kemudahan mempersiapkan, menggunakan, mengemas, menyimpan, merawat dan memperbaiki kerusakannya. Aspek kepraktisan juga mencakup aspek kemudahan siswa dalam menerima pesan yang disajikan media pembelajaran, dimana hendaknya media tersebut dapat diamati oleh seluruh siswa dalam kelas.

10 16 3) Efisiensi Efisiensi adalah aspek yang menyangkut penghematan dari segi biaya, waktu, tempat dan tenaga. Salah satu upaya' untuk meningkatkan efisiensi dalam f>engembangan media pembelajaran adalah dengan diversifikasi fiingsi. Semakin banyak fijngsi suatu alat, semakin baik pula nilai efisiensinya. 4) Keamanan Keamanan dalam konteks ini meliputi keamanan bagi pengguna (guru dan siswa), dan bagi alat itu sendiri. Alat yang aman digunakan akan memberikan rasa tenteram dan nyaman pada saat menggunakannya. Hal ini secara praktis turut memberikan andil dalam menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar. 5) Estetika Estetika adalah sudut pandang yang berkaitan dengan penampilan suatu alat. Alat dengan konstruksi dan tata wama yang menarik akan dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik. Aspek estedka ini turut berperan dalam membentuk sikap rasa ingin tahu dan rasa senang dalam belajar. Perangkat percobaan berftingsi sebagai alat bantu dalam kegiatan percobaan, yakni untuk memunculkan gejala yang akan diamati. Perangkat percobaan yang berkualitas akan memberikan kemudahan bagi praktikan dalam dua aspek pokok percobaan, yaitu dalam memanipulasi kondisi untuk memunculkan gejala, dan dalam mengamati gejala tersebut. Dengan kata lain, perangkat percobaan yang efektif akan dapat memunculkan gejala fisis dengan jelas dan terukur secara cermat (Nur, 2000). >

11 s 17 Perangkat percobaan pada umumnya dikembangkan atas tiga komponcn, yakni; peralatan kerja, panduan pengoperasian alat (manual), dan panduan percobaan. Selain itu, keberhasiian suatu percobaan tentunya harus pula didukung oleh fasilitas lainnya, diantaranya adalah perpustakaan yang memadai dan kondisi lingkungan yang kondusif. Komponen-komponen ini secara bersamasama akan menunjang pencapaian hasil belajar yang optimal. 6. Efektivitas perangkat percobaan. ' ; Secara semantik, efektif diartikan sebagai tepat guna, manjur, atau layak. Adapun efektivitas diartikan sebagai tingkat ketepat gunaan atau kelayakan sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan (Amran, 1995). Berdasarkan penjelasan di atas, diperoleh gambaran bahwa efektivitas perangkat percobaan dapat diartikan sebagai tingkat kelayakan perangkat percobaan dalam menunjang pencapaian tujuan percobaan yang dilaksanakan. Efektivitas perangkat dapat ditinjau dari hasil yang diperoleh melalui penggunaannya, yang dalam hal ini adalah pencapaian tujuan percobaan. Perangkat percobaan dinyatakan efektif jika dapat memperlihatkan gejala atau fakta-fakta, dan data yang akurat sebagai bahan untuk dianalisis, ditafsirkan dan disimpulkan oleh praktikan (Sustini, 2002). Dengan demikian, efektivitas perangkat percobaan ditentukan oleh beberapa indikator, yakni: (a) Kemampuan dalam menyajikan gejala yang relevan dengan tujuan (b) Kemampuan dalam memberikan hasil ukur yang akurat (c) Kemudahan dalam penggunaan i<-;- t i «; (d) Kemudahan dalam mengamati gejala yang disajikan/dimunculkan alat

12 19 konstruksi mengacu pada poia pcngoiahan informasi yang disajikan dalam rangka membentuk suatu pengetahuan. 3) Validitas empiris Validitas empiris {empirical validity) adalah tinjauan kesesuaian antara pengalaman yang dibentuk melalui suatu alat dengan pengalahian yang dibentuk oleh alat lain yang memiliki kesejajaran dengan alat yang dikembangkan. Validitas empiris suatu alat ditentukan oleh indeks akurasi dan presisi hasil ukur dengan menggunakan alat tersebut. 4) Validitas ramalan Validitas ramalan {predictive validity) adalah kemampuan suatu alat atau cara yang digunakan untuk meramalkan peristiwa atau gejala yang akan atau dapat terjadi kedepan. Validitas ini umumnya digunakan dalam pengembanan tes penempatan seseorang dalam kelompok tertentu. Sedangkan untuk media pembelajaran validitas ini belum teridentifikasi. b. Praktikalitas Aspek praktikalitas {practicality) diartikan sebagai kemudahan dalam pemanfaatan instrumen. Yang tercakup dalam aspek ini meliputi beberapa hal, yaitu; 1) Kemudahan dalam mempersiapkan alat, 2) Kemudahan dalam mengoperasikan, 3) Kemudahan dalam mengemas kembali, 4) Kemudahan memobilisasi (memindahtempatkan), 4) Kemudahan penyimpanan, 5) memudahan dalam perawatan dan pemeliharaan {service and maintenance)

13 20 7. Meja rotasi Meja rotasi {rotation table) adalah instrumen yang digunakan untuk menganalisis gerak rotasi suatu benda. Alat ini terdiri dari sebuah cakram yang dapat dirotasikan dengan frekuensi yang bervariasi dan terukur. Meja rotasi yang dapat dijumpai dewasa ini terdiri atas dua jenis, yakni meja rotasi yang dikembangkan untuk pendidikan dan meja rotasi teknis. Meja rotasi untuk pembelajaran dikembangkan dengan mengutamakan aspek simulasi gejala, sementara meja rotasi teknis lebih mengutamakan hasil ukur. Meja rotasi pendidikan/pembelajaran dikembangkan oleh P.H. Bligh dan kawan-kawan (J. Hughes, 1986) dan diproduksi oleh Kingston Polytechnic- London. Konstruksi meja rotasi standar untuk laboratorium pendidikan fisika diperlihatkan pada Gambar 1. Sedangkan spesifikasi meja rotasi standar adalah seperti dimuat pada Tabel 2. Tabel 2. Spesifikasi Meja Rotasi Standar No Uraian Spesifikasi 1 Bahan cakram Plywood dilapisi kaca 2 Diameter cakram 1 meter 3 Frekuensi maksimum 200 rpm 4 Daya listrik 350 W 5 Berat alat 18 kg 6 Tinggi 1,5 m (sumber; Physics Education, 1996)

14 21 a) (b) (c) Gambar 1. Meja Rotasi, (a) konstruksi lengkap, (b) cakram, dan (c) motor penggerak. (sumber: Physics Education, Inggeris, 1996) Meja rotasi ini dilengkapi dengan kamera yang terpasang pada statip yang berputar bersama dengan cakram. Pemasangan kamera seperti ini bertujuan untuk melihat pola gerak objek dari kerangka yang berotasi, disamping dari kerangka

15 22 labor. Meja rotasi ini dikembangkan untuk lima butir percobaan, yaitu; 1) Gerak rotasi beraturan, 2) gerak rotasi berubah beraturan, 3) Gaya sentripetal dengan indikator pegas, 4) gaya sentripetal pada bidang miring, dan 5) luncuran rotasi. Keunggulan instrumen meja rotasi standar adalah dapat digunakan untuk mengamati gejala-gejala rotasi yang secara faktual dan terukur, yang tidak dapat diperlihatkan oleh instrumen lainnya yang ada di laboratorium maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kelemahannya adalah pada aspek pemeliharaan, terutama pada karakteristik suku cadang yang digunakan. Komponen-komponen yang terpasang pada instrumen standar sulit dijumpai dipasaran dalam negeri, sehingga kerusakan yang terjadi sulit untuk diperbaiki. Meja rotasi teknis dikembangkan oleh Comet (Amerika Serikat), dan Phywe (Jerman), yang diproduksi untuk pengujian material dan komponen mesin otomotif. Pada laboratorium fisika di beberapa perguruan tinggi, meja rotasi ini digunakan untuk fisika terapan. (a) (b) Gambar 2. Meja Rotasi Teknis (a) Produksi Phywe dan (b) Produksi Comet (Sumber: Physics Education, 1996)

16 23 8. Pcnelitian-pcnelitian yang relevan Eksperimen atau percobaan merupakan cara belajar melalui interaksi langsung dengan instrumen untuk memanipulasi gejala yang sesuai dengan konsep pelajaran. Melalui kegiatan ini, peserta didik dipacu untuk mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri dengan menggunakan fakta dan data empirik. Hasil-hasil penelitian tentang efektivitas pembelajaran fisika yang mengembangkan kegiatan eksperimen diantaranya adalah: 1. Katu (1998), tentang miskonsepsi dalam fisika menyatakan bahwa; a. Miskonsepsi pada mahasiswa pemula di universitas palangkaraya diakibatkan rendahnya intensitas praktikum di SMA. b. Eksperimen merupakan cara yang efektif untuk mengatasi miskonsepsi dalam fisika. 2. La Maronta (2001) menyatakan bahwa cara belajar dengan metode eksperimen temyata dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran dengan lebih baik dibandingkan dengan cara belajar konvensional tanpa kegiatan praktikum. 3. Zulhelmi (2006) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan laboratorium mini menunjukkan adanya peningkatan proporsi rata-rata hasil belajar siswa dalam teori peluang sebesar 0, Mohammad Nur (2000) menggambarkan bahwa praktikum fisika dengan mengembangkan keterampilan proses sains cenderung meningkatkan prestasi akademik dan sikap mahasiswa.

17 24 5. Masykur, dkk (1999) tentang pengembangan paket pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses sains menyimpulkan bahwa; Pertama, secara keseluruhan pemahaman konsep IPA bagi siswa yang belajar IPA dengan menggunakan paket pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses lebih baik dari pada siswa yang belajar IPA sesuai dengan rancangan guru. Kedua, secara keseluruhan pembelajaran IPA dengan menerapkan paket pembelajaran IPA ini mampu memberikan kemampuan proses sains (bagi siswa) lebih baik dari pada pembelajaran IPA hasil rancangan guru. 6. Sukino, dkk (2007) menyatakan bahwa penerapan pembelajaran model Children Learning In Science (CLIS) dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa SMA di Jawa Timur. Dalam hal ini, model pembelajaran CLIS pada intinya adalah pembelajaran berbasis eksperimen. Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran bahwa eksperimen merupakan kegiatan yang melekat dalam pembelajaran IPA, khususnya fisika. Adapun efektivitas eksperimen ditentukan oleh fasilitas yang memadai, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. 1.2 Kerangka Berpikir Pendidikan fisika pada suatu jenjang pendidikan tertentu hakikatnya adalah pemberian bekal pada peserta didik untuk menjalani kehidupan di masyarakat dan/atau untuk menempuh pendidikan pada jenjang berikutnya. Oleh sebab itu, pembelajaran fisika diharapkan dapat meningkatkan kesadaran peserta didik bahwa belajar fisika merupakan kebutuhan yang akan membantu dirinya untuk berhasii dimasa mendatang.

18 25 Sehubungan dengan tujuan tersebut, pembelajaran fisika seyogyanya berorientasi pada prinsip pembelajaran bermakna, yakni menanamkan kesadaran bahwa fisika adalah ilmu pengetahuan yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup peserta didik. Dalam konteks ini, pendekatan pembelajaran yang dewasa ini paling dianjurkan adalah dengan pendekatan kontekstual, peserta didik dihadapkan pada gejala nyata yang berkaitan dengan konsep, dan pemanfaatan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan pembelajaran yang mengacu pada pendekatan kontekstual dan bermakna secara praktis dihadapkan pada konsekuensi diperlukannya fasilitas pembelajaran yang memadai, baik media pembelajaran kelas maupun instrumen laboratorium. Kaitan antara tujuan, strategi, fasilitas dan hasil belajar dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Diagram alir kerangka berfikir Tujuan pendidikan/pembelajaran pada prinsipnya menyatakan karakteristik peserta didik pasca pembelajaran. Secara spesifik, tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang terukur, yang meliputi aspek kognitif, sikap ilmiah, keterampilan proses sains, psikomotor dan keterampilan sosial secara proporsional (Depdiknas, 2004).

19 26 Staratcgi adalah kiat untuk mencapai tujuan pembelajaran, yakni pengelolaan aktivitas belajar peserta didik yang difasilitasi oleh guru, baik di sekolah maupun "di luar sekolah (Lufri, 2004). Pengembangan straitegi pembelajaran di kelas atau di laboratorium hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan tiga aspek pokok, yaitu: a. Karakteristik konsep/materi yang akan disajikan b. Karakteristik peserta didik, dan c. Fasilitas pembelajaran yang tersedia. Hasil belajar adalah semua bentuk kompetensi yang diperoleh siswa dari kegiatan belajar yang dilakukannya (Lutfi, 1986). Konsep penting yang dikemukakan Lutfi adalah bahwa kompetensi yang dimiliki peserta didik merupakan hasil dari aktivitas belajamya, sementara guru berperan sebagai fasilitator, mediator dan motivator, dalam rangka mengefektifkan kegiatan belajamya itu. Sejalan dengan f)ola pemikiran tersebut, Suharsimi (2008) mengemukakan bahwa guru yang sukses pada hakekatnya bukanlah guru yang peserta didiknya pintar, melainkan guru yang dapat memotivasi peserta didiknya untuk belajar. Fasilitas belajar/pembelajaran merupakan segala sesuatu yang memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memperoieh hasil belajar secara efektif dan efisien. Pada intinya, strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan, model atau metode tertentu cenderung memerlukan alat bantu yang sesuai dengan karakteristik tertentu pula. Pengembangan strategi pembelajaran

20 27 yang berorientasi pada metode eksperimen atau demonstrasi secara praktis akan membutuhkan peralatan praktikum yang memadai. Pada Gambar 3 diperlihatkan bahwa fasilitas belajar berperan penting dalam mendukung pengembangan strategi belajar peserta didik untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Ketersediaan fasilitas pembelajaran yang memadai akan menunjang pengembangan strategi pembelajaran yang variatif, efektif dan efisien, sesuai dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan. Dengan kata lain, fasilitas pendidikan/pembelajaran merupakan salah satu kunci keberhasiian program pembelajaran.

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS FISIKA SEKOLAH 1 FI 132 2 SKS Latar Belakang Standar Isi UU RI No. 20/2003 tentang S P N PP RI No 19/2005 tentang S N P PERMENDIKNAS No.22/2006 tentang Standar ISI IPA berkaitan dengan cara mencari tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah JIPFRI, Vol. 1 No. 2 Halaman: 83-87 November 2017 JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konsep pendidikan sains moderen, terdapat tiga unsur pokok sains. yang hams dikembangkan dalam proses pembelajaran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konsep pendidikan sains moderen, terdapat tiga unsur pokok sains. yang hams dikembangkan dalam proses pembelajaran, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konsep pendidikan sains moderen, terdapat tiga unsur pokok sains yang hams dikembangkan dalam proses pembelajaran, yang meliputi proses, produk, dan aplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran sains di sekolah sampai saat ini cenderung berpusat pada guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung jawab untuk menghapal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga proses pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur

BAB I PENDAHULUAN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan negara Republik Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur dalam batang tubuh UUD 1945

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA Lutfatul Latifah 1 Guru mata pelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Imogiri Kab. Bantul ABSTRAK Fisika sebagai bagian dari

Lebih terperinci

yang berorientasi pada metode eksperimen atau demonstrasi secara praktis akan Pada Gambar 3 diperlihatkan bahwa fasilitas belajar berperan penting

yang berorientasi pada metode eksperimen atau demonstrasi secara praktis akan Pada Gambar 3 diperlihatkan bahwa fasilitas belajar berperan penting 27 yang berorientasi pada metode eksperimen atau demonstrasi secara praktis akan membutuhkan peralatan praktikum yang memadai. Pada Gambar 3 diperlihatkan bahwa fasilitas belajar berperan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan latar belakang masalah menentukan penelitian mengenai PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. permasalahannya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konsep dan prinsip

I. PENDAHULUAN. permasalahannya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konsep dan prinsip I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang permasalahannya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konsep dan prinsip fisika dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dikatakan bahwa pembelajaran fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian dan pengembangan perangkat percobaan konsep rotasi ini

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian dan pengembangan perangkat percobaan konsep rotasi ini BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Penelitian dan pengembangan perangkat percobaan konsep rotasi ini berlangsung selama tiga bulan. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA adalah mata pelajaran fisika. Fisika merupakan bagian dari sains yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA 10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sekolah dasar. IPA berguna untuk memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai fenomena-fenomena

Lebih terperinci

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Pembelajaran Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Pengelolaan sumber daya alam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, yang semula berpusat pada guru (teacher centered)

Lebih terperinci

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING Jurnal Pengajaran MIPA, FPMIPA UPI. Volume 12, No. 2, Desember 2008. ISSN:1412-0917 PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai

I. PENDAHULUAN. pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media atau sumber belajar yang dapat membantu siswa ataupun guru saat proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah ilmu pengetahuan yang paling mendasar karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Tujuan utama sains termasuk fisika umumnya dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat penting bagi terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak mengalami masalah terutama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan oleh Conant (Pusat Kurikulum, 2007: 8) sebagai serangkaian konsep yang saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Metode Demonstrasi Demonstrasi adalah peragaan atau pertunjukan untuk menampilkan suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode demonstrasi adalah

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan 52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Pada hakekat belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang dialaminya sehingga terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sains merupakan sekumpulan ilmu Biologi, Fisika, Geologi dan Astronomi yang berupaya menjelaskan setiap fenomena yang terjadi di alam. Di dalam proses pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Hamid, 2009: 1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. (Hamid, 2009: 1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya sehingga dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab untuk membantu perkembangan kepribadian serta kemampuan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tumbuh semakin pesat. menuntut semua pihak khususnya Lembaga Pendidikan untuk meningkatkan dan mengembangkan Sistem

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu media atau sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai penunjang

I. PENDAHULUAN. Salah satu media atau sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai penunjang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media atau sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai penunjang dan dapat membantu guru maupun siswa dalam proses pembelajaran agar pembelajaran dapat berjalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus dimiliki oleh manusia, karena dengan pendidikan manusia akan lebih mampu untuk mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi sarana proses belajar-mengajar untuk mencapai hasil prestasi siswa

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi sarana proses belajar-mengajar untuk mencapai hasil prestasi siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengalaman belajar merupakan hal yang berharga bagi setiap peserta didik (siswa), untuk itu dalam penyajian materi seorang guru harus bisa memilih metode,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi yang sangat cepat perlu upaya proaktif dari pemerintah seperti perubahan kurikulum sains. Perubahan kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelajaran fisika selama ini sering dianggap sulit oleh sebagian guru dan siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah dipahami.

Lebih terperinci

PERAWATAN PREVENTIF SARANA/PRASARANA LABORATORIUM

PERAWATAN PREVENTIF SARANA/PRASARANA LABORATORIUM PERAWATAN PREVENTIF SARANA/PRASARANA LABORATORIUM Oleh: Yusman Wiyatmo Jurdik Fisika FMIPA UNY, email: yusmanwiyatmo@yahoo.com PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum SMK terdiri atas berbagai kelompok mata pelajaran salah satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan mata pelajaran fisika di SMA menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 adalah sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUAN TERHAD AP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS VIII PAD A POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUAN TERHAD AP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS VIII PAD A POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu fisika merupakan salah satu dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang fenomena alam sehingga dalam pembelajarannya diperlukan kegiatan yang dapat mengarahkan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Fisika sebagai salah satu cabang dari IPA yang mempelajari gejala-gejala alam dan peristiwa alam baik yang dapat dilihat maupun yang bersifat abstrak. Dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum Sekolah Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) 61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh siswa namun guru juga

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh siswa namun guru juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas dan peran guru sebagai pendidik profesional sesungguhnya sangatlah kompleks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat. Perkembangan ini tidak terlepas dari peranan dunia pendidikan, karena melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70). BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sitem pendidikan nasional mempunyai peran amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hermansyah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hermansyah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika merupakan salah satu cabang mata pelajaran IPAyang diselenggarakan sebagai sarana atau wahana untuk melatih siswa agar dapat menguasai konsep dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA/MA adalah sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mudah dihadirkan di ruang kelas. Dalam konteks pendidikan di sekolah,

I. PENDAHULUAN. mudah dihadirkan di ruang kelas. Dalam konteks pendidikan di sekolah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laboratorium IPA merupakan tempat untuk mengaplikasikan teori keilmuan, pengujian teoritis, pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya dengan menggunakan alat bantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pembelajaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. 2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Pada tingkat SMA, fisika dipandang penting

Lebih terperinci

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya setiap individu wajib menempuh pendidikan di lembaga formal maupun lembaga non formal. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA Ali Ismail M.Pd ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar Belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan dengan sadar oleh seseorang ditandai adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terapannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. terapannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu acuan dasar sebuah ilmu pengetahuan dikatakan berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci