PRODUKTIVITAS LEBAH MADU (Apis cerana) PADA PENERAPAN SISTEM INTEGRASI DENGAN KEBUN KOPI RUSTAMA SAEPUDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKTIVITAS LEBAH MADU (Apis cerana) PADA PENERAPAN SISTEM INTEGRASI DENGAN KEBUN KOPI RUSTAMA SAEPUDIN"

Transkripsi

1 PRODUKTIVITAS LEBAH MADU (Apis cerana) PADA PENERAPAN SISTEM INTEGRASI DENGAN KEBUN KOPI RUSTAMA SAEPUDIN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Produktivitas Lebah Madu (Apis cerana) Pada Penerapan Sistem Integrasi Dengan Kebun Kopi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir disertasi ini. Bogor, Oktober 2011 Rustama Saepudin NRP : D

4

5 ABSTRACT RUSTAMA SAEPUDIN. The Effect of Honeybee-Coffee Plantation Integration on Improving Honey Productivity of Apis cerana. Under supervision of Asnath Maria Fuah, Cece Sumantri, Luki Abdullah and Soesilowati Hadisoesilo. A study of integrated farming system of honey bee coffee plantation was conducted in Kepahiang, the Province of Bengkulu. The objective of the study was to evaluate the implementation of Apis cerana being managed in coffee plantation following integrated farming process to increase honeybee and coffee productivity. Location representing two different systems consisted of integrated and non integrated honeybee-coffee plantation were purposively chosen for the study using Apis cerana as major material in this study. Ten stups of honeybee were located in each system. In the integrated system, the stups set to be placed in different position, five stups were placed concerntratedly in the middle of coffee plantation and other five stups were placed spreadly around the platation with the distance between stup was approximately meter. The number of honeybees of each stup were approximately bees. Data collected were analized to measure the production of nectar and honey in the two systems, and then used to formulate a sustainable model of integrated honeybee-coffee plantation. The results of the study indicated that the honey production of A. cerana at coffee plantation were significantly higher (P<0,01) by 114% than those which were off the plantation. Similarly, the coffee production honeybee-coffee plantation was significantly higher by % (P<0,01) than those off the plantation. The honeybee colonies which were spreadly placed in coffee plantation significantly produced honey higher (P<0,01) than those in the center. Based on SWOT and sustainability analyses, the integrated honeybee-coffee plantation system was recommended to improve both honeybee and coffee production with a significantly high sustainability index. Key words: honeybee, coffee, integration, production, sustainability

6

7 RINGKASAN RUSTAMA SAEPUDIN, Produktivitas Lebah Madu (Apis cerana) Pada Penerapan Sistem Integrasi dengan Kebun Kopi. Dibawah bimbingan Asnath Maria Fuah, Cece Sumantri, Luki Abdullah dan Soesilowati Hadisoesilo. Peternakan lebah di Indonesia masih dihadapkan pada masalah utama yaitu rendahnya produksi madu, sekitar 1-3 kg per koloni per tahun, jauh lebih rendah dari produksi optimal sekitar 5-10 kg/koloni/tahun. Penyebab utama rendahnya produksi madu adalah kurang memadainya ketersediaan pakan dan rendahnya tingkat penguasaan teknologi budidaya lebah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi madu secara efisien adalah dengan mengintegrasikan lebah madu dengan tanaman kopi penghasil nektar. Selain diharapkan dapat meningkatkan produksi madu, sistem integrasi juga mampu meningkatkan produktivitas kopi melebihi produksi saat ini ton/ha. Hubungan timbal balik dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus melestarikan lebah madu asli Indonesia. Informasi tentang sistem integrasi kebun kopi dan lebah madu (sinkolema) masih terbatas sehingga diperlukan suatu kajian mengenai budidaya lebah madu termasuk, daya dukung, produktivitas lebah dan kebun kopi, karakteristik morfometri dan tingkat keberlanjutannya. Data yang diperoleh digunakan untuk menerapkan sinkolema berbasis kawasan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan pola integrasi lebah madu dengan kebun kopi (Sinkolema) dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya lokal yang tersedia untuk peningkatan produktivitas koloni lebah madu dan ekonomi peternak lebah. Diharapkan pola ini memiliki tingkat keberlanjutan yang mampu memberdayakan petani kopi/peternak lebah dalam membudidayakan lebah madu yang efisien dalam suatu kawasan. Kawasan peternakan sinkolema diartikan sebagai kawasan kebun kopi yang dimanfaatkan untuk budidaya lebah madu dengan tujuan meningkatkan produktivitas lebah dan kopi yang dibudidayakan secara optimal. Konsep agribisnis, pada kawasan peternakan lebah berorientasi pada peningkatan ekonomi petani kopi/peternak lebah dan memiliki sistem berkelanjutan untuk mendukung kegiatan industri baik hulu maupun industri hilir. Berdasarkan konsep tersebut, komponen sinkolema meliputi pembentukan, penataan dan pengembangan kelembagaan. Pendekatan ini dirapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sekaligus membantu pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan yang merupakan salah satu aspek penting dari delapan aspek yang tercantum dalam Millenium Development Goals. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata produksi nektar kebun kopi sebesar ml/ha/hari mampu menyediakan pakan untuk 250 koloni lebah. Kenyataannya, keberadaan serangga lain pengisap nektar, cuaca buruk

8 menyebabkan bunga kopi menurun, oleh karena itu penentuan jumlah koloni didasarkan pada produksi nektar terendah yaitu sekitar 9.49 liter/ha/hari. Hasil ini mengindikasikan bahwa untuk tetap menghasilkan madu kopi pada saat produksi nektar kopi menurun, koloni lebah yang dibudidayakan per satu hektar kebun kopi adalah 66 stup. Jadi sejumlah 30 pohon kopi dapat ditempatkan satu koloni lebah. Produksi nektar kopi berpengaruh terhadap populasi ditandai dengan meningkatnya jumlah lebah di areal sinkolema mencapai ekor/koloni dibandingkan dengan populasi lebah di areal non sinkolema yang mengalami penurunan menjadi sekitar 9000 ekor per koloni. Hal ini berpengaruh terhadap peroduksi madu di masing-masing pola, produksi madu sinkolema mencapai 3.34 kg/koloni, sedangkan non sinkolema hanya 1.56 kg/koloni/tahun. Hasil ini membuktikan bahwa melalui penerapan sistem integrasi, produktivitas lebah madu meningkat sekitar 114%. Berdasarkan tata letak, cara penempatan koloni lebah (terpusat atau tersebar) mempengaruhi produksi madu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi madu yang ditempatkan secara menyebar (4.08 kg/koloni/tahun) lebih tinggi dari koloni lebah yang ditempatkan terpusat (2.60 kg/koloni/tahun). Hal ini terjadi akibat terjadinya kompetisi (intraspesific competition) terhadap pakan yang tersedia di dekat sarang. Berdasarkan tingkah, laku lebah akan mencari pakan yang paling dekat dengan stupnya. Ternak lebah yang dikembangkan dengan sinkolema adalah lebah yang sudah beradaptasi dengan baik dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia pada kawasan sehingga mampu menghasilkan produk yang tinggi. Oleh karena itu, sinkolema dapat dijadikan usaha utama bagi anggota kelompok tani tergambar dari peningkatan pendapat petani sekitar 30%. Komponen kawasan sinkolema meliputi perkebunan kopi sebagai basis ekologi dan lingkungan pendukung pakan lebah dengan rata-rata produksi nektar paling rendah 9.49 ml/hari/ha dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk mendukung pengembangan industri perlebahan dan kebun kopi. Pada penerapan dan pengelolaan sinkolema, aspek yang perlu diperhatikan adalah pembungaan kopi yang tidak terjadi sepanjang tahun terutama bulan Meret, April, September dan Oktober pada saat kopi tidak menghasilkan nektar. Kondisi ini berhubungan langsung dengan ketersediaan nektar pakan lebah. Sumber tanaman lain yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan nektar adalah tanaman pelindung seperti kaliandra yang mampu berbunga sepanjang tahun. Disamping itu sumber nektar dapat diperoleh dari tanaman lain seperti sayuran yang waktu tanamnya diatur sehingga berbunga tepat pada saat kopi berhenti berbunga. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan pakan lebah secara kontinyu, sehingga tidak terjadi penurunan populasi lebah. Sistem integrasi lebah dan kebun kopi meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomi. Ditinjau dari aspek

9 keberlanjutan, sinkolema merupakan model yang mampu meningkatkan pendapatan petani secara berkelanjutan (nilai indeks 76.00). Berdasarkan hasil analisis SWOT yang berada pada kuadran agresif dan indek keberlanjutan yang sangat tinggi, sinkolema dapat diimplementasikan oleh petani kopi/peternak lebah. Beberapa komponen penentu model sinkolema adalah: (a) lebah yang dikembangkan adalah lebah lokal Indonesia A. cerana; (b) sistem pemeliharaan lebah secara tidak digembalakan (non-migratory) dengan pakan disediakan secara alami oleh kopi dan tanaman lain pada saat kopi tidak berbunga; (c) teknologi yang diterapkan pada tahap budidaya adalah teknologi terapan yang sederhana sehingga mudah diadopsi petani peternak dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang tersedia; (d) kelembagaan Kelompok Usaha Produktif (KUP) perlu diaktifkan sebagai sarana pembinaan dan peningkatan keterampilan peternak lebah; dan (e) pengembangan pasar madu dan kopi. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sistem integrasi kebun kopi dan lebah madu (sinkolema) di Kabupaten Kepahiang, Propinsi Bengkulu secara nyata dapat meningkatkan produktivitas lebah madu dan tanaman kopi dengan mempertimbangkan faktor-faktor teknologi dan manajemen sumberdaya yang tersedia secara efektif. Peningkatan efisiensi usaha yang terjadi mampu meningkatkan pendapatan petani peternak sebesar 30%, dan mendukung pengembangan ekonomi regional. Kata-kata Kunci: madu, kopi, integrasi, produksi, keberlanjutan

10

11 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, Penelitian, Penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikan atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

12

13 PRODUKTIVITAS LEBAH MADU (Apis cerana) PADA PENERAPAN SISTEM INTEGRASI DENGAN KEBUN KOPI RUSTAMA SAEPUDIN Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi/Mayor Ilmu dan Teknologi Peternakan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

14 Penguji Luar Komisi Pembimbing Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Tertutup (16 Juni 2011) 1. Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA, 2. Dr. Rika Raffiudin Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Terbuka (26 September 2011) 1. Dr. Drs. Sih Kahono, BSc. MSc. 2. Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc.

15 HALAMAN PENGESAHAN Judul Disertasi : Produktivitas Lebah Madu (Apis cerana) pada Penerapan Sistem Integrasi dengan Kebun Kopi Nama NRP Program Studi/Mayor : Rustama Saepudin : D : Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, MS Ketua Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc Anggota Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr Anggota Dr. Ir. Soesilowati Hadisoesilo, MSc Anggota Diketahui Ketua Program Studi/Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr Tanggal Ujian : 16 Juni 2011 Lulus Tanggal

16

17 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-nya sehingga disertasi dengan judul Produktivitas Lebah Madu (Apis cerana) Pada Penerapan Sistem Integrasi Dengan Kebun Kopi dapat disusun dan diselesaikan pada waktunya. Penyusunan disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor ini. Dalam proses penelitian dan penyusunan disertasi ini banyak para pihak yang memberi kontribusi dan bantuan baik moril maupun spiritual, oleh karena pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan pada : 1. Komisi pembimbing Ibu Dr.Ir. Asnath Maria Fuah, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc. Bapak Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Agr.Sc Ibu Dr. Ir. Soesilowati Hadisoesilo, MSc. yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan perhatian dalam menyelesaikan penelitian ini 2. Bapak. Dr. Ir. Dahrul Syah MSc.Agr, Dekan Pasca Sarjana IPB, Ibu Dr. Ir. Rarah Ratih Adji Maheswari DEA, selaku Koordinator Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, serta para dosen beserta staf di lingkungan Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan sekolah Pasca Sarjana IPB atas ilmu, arahan, bantuan dan semua masukan yang diberikan guna menyusun disertasi ini 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA, Ibu Dr. Rika Raffiudin, Bapak Dr. Drs. Sih Kahono, BSc. MSc. Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc. sebagai penguji pada Ujian tertutup dan terbuka atas perbaikan dan sarannya. 4. Pimpinan Fakultas Pertanian, Rektor Universitas Negeri Bengkulu (UNIB) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional yang telah memberi kesempatan dan bantuan beasiswa melalui Program BPPS. 5. Pemda Kabupaten Kepahiang beserta jajarannya, Kepala Desa Sido Makmur dan Ketua beserta Angota KUP Cahaya Madu atas izin yang diberikan dan bantuannya sehingga penelitian dilaksanakan tanpa hambatan.

18 6. Tidak lupa ucapan terma kasih kepada Asian Development Bank (ADB), yang telah membantu penilisan melalui Proyek Sustainability Capacity Building For Development (SCBD). 7. Ucapan terima kasih disampaikan kepada kedua orang tua Bapak M. Encang (Alm) dan Ibunda Enok Rokayah, serta Bapak Patria Misradrajaya beserta Ibu Nuraini atas doa, dorongan dan bantuannya sehingga tulisan ini bisa diselesaikan dengan baik. 8. Ucapan terima kasih disampaikan kepada istriku tercinta Helen Rosalina dan kepada anak-anaku Nabilah Ghinanti Suci dan Sophina Syafa Salsabila atas kesabaran, dorongan, do a dan kasih sayang yang mereka curahkan. 9. Rekan rekan seperjuangan, terutama mahasiswa pasca angkatan 2008, terima kasih atas bantuan kekompakan dan kerjasamanya. Dalam penyusunan disertasi ini, pasti ada kekurangan dan kehilafan yang dibuat secara sengaja maupun tidak sengaja terhadap semua pihak, permohonan maaf yang bisa saya haturkan. Segala kritik dan saran yang sifatnya membangunan demi penyempurnaan tulisan ini sangat dihargai. Diharapkan karya ini dapat memberi sumbangan ke berbagai pihak dalam rangka pengembangan teknologi perlebahan di Indonesia. Bogor, November 2011 Rustama Saepudin

19 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bandung pada tanggal 04 Me anak kelima dari pasangan Bapak M. Encang Sobandi (Alm) dan Ibu Enok Rokayah, telah dikaruniai dua orang putri, Nabilah Ghinanti Suci dan Sophina Safa Salsabila dari hasil pernikahan dengan istri tercinta Helen Rosalina. Pada saat ini, penulis bertugas sebagai pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Negeri Bengkulu di Bengkulu. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Padasuka II Bandung pada tahun 1973, melanjutkan ke SMP Negeri XII Bandung dan lulus pada tahun Pada Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negri II Bandung, selanjutnya melalui Program Perintis II diterima di Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1984 dari Fakultas Peternakan. Penulis menyelesaikan diploma di The Economic Institute, Boulder Collorado 1992, USA dan melanjutkan studi Strata II di Texas Tech University Texas USA jurusan Natural Resources Management berhasil memperoleh Master of Science (MSc) pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan program doktor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB Bogor diperoleh pada tahun 2008 melalui program beasiswa BPS Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Pelatihan tambahan yang diikuti penulis adalah Pendidikan Orang Dewasa yang diselenggarakan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta dan lulus pada tahun Jabatan struktural yang diemban penulis adalah sebagai Dekan Fakultas Pertanian dan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat di Universitas Ratu Samban Bengkulu. Selain itu penulis pernah menjadi staf ahli Bappeda Kabupaten Mentawai, Sumatra Barat dan aktif membantu pembangunan di wilayah Provinsi Bengkulu.

20

21 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xxiii DAFTAR GAMBAR... xxv DAFTAR LAMPIRAN... xxvii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 4 Kerangka Pemikiran... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 9 Asal usul dan Klasifikasi Lebah Madu... 9 Karakteristik Biologi dan Morfometrik Lebah Madu Budidaya Lebah Madu Pakan Lebah Madu Produk Lebah Madu Potensi Ekonomi Pola Integras dan Daya Dukung Tanaman Perkebunan Pembangunan Berkelanjutan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Tahapan Penelitian Identifikasi Daya Dukung Bahan dan Alat Parameter yang Didata dan Metode Pengukuran Implementasi dan Perumusan Model Sinkolema Metode Prosedur Parameter yang Diukur Analisis Data Rumusan Sinkolema Analisis Keberlanjutan Sinkolema Metode HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Wilayah Kabupaten Kepahiang Untuk Peternakan Lebah Madu 43 Potensi Wilayah dan Sumberdaya Pakan Lebah Karakteristik Petani Potensi Peternakan dan Karakteristik Morfometrik Lebah Daya Dukung Kebun Kopi, Produktsi Madu dan Kopi Karakteristik Pembungaan (flowering characteristic) Kopi Produksi Nektar, Daya Dukung Kebun Kopi dan Populasi Lebah 50 Hasil Implementasi Sinkolema Daya dukung Kebun Kopi Produksi Madu dan Kopi Pengaruh Tata Letak Kotak Lebah Terhadap Produksi Madu xxi

22 xxii Produksi Nektar, Populasi dan Produksi Madu Penyusunan Strategi Penerapan Sinkolema Analisis Keberlanjutan Dimensi Budidaya/Teknologi Dimensi Lingkungan Dimensi Ekonomi Dimensi Hukum dan Kelembagaan dan Dimensi Sosial Budaya Pembahasan Umum KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

23 DAFTAR TABEL Halaman 1. Daftar tanaman sumber pakan lebah Komposisi nutrisi madu Komposisi nutrisi dalam royal jelly Luas wilayah berdasarkan kedalaman efektif tanah Sistem penggunaan lahan pertanian Kabupaten Kepahiang Produksi nektar kopi di Kabupaten Kepahiang Produksi madu yang dibudidayakan dengan dan tanpa sinkolema Produksi kopi pada sistem sinkolema dan non sinkolema Produksi madu berdasarkan tata letak stup Produksi nektar, populasi, produksi madu dan konversi nektar-madu kopi berbunga per hektar Kadar air, ph dan orgonoleptik madu kopi, karet, randu dan rambuta Matrik Evaluasi Indek keberlanjutan budidaya lebah sebelum dan sesudah sinkolema Nilai stress dan nilai determinan (R 2 ) awal kegiatan Nilai stress dan nilai determinan (R 2 ) akhir kegiatan Faktor pengungkit (key factors) sebelum penerapan sinkolema Faktor pengungkit (key factors) setelah penerapan sinkolema Tambahan penghasilan petani bila menerapkan sinkolema xxiii

24 xxiv

25 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Model pendekatan sinkolema Diagram alir penelitian Sketsa penempatan kotak lebah dan kondisi lokasi penelitian Sinkolema Diagram layang-layang keberlanjutan sinkolema Garafik karakteristik pembungaan kopi (Coffee xxvrabica linn) Proses pembungaan dan produksi bunga kopi di kepahiang tahun Grafik rata-rata produksi nektar kopi pada tahun Grafik perkembangan populasi lebah Grafik produksi madu yang di pelihara dengan sinkolema dan non sinkolema Contoh produksi kopi di lokasi penelitian Grafik perkembangan produksi madu berdasarkan tata letak Kuadran analisa swot sinkolema Diagram layang layang (a) sebelum dan (b) setelah diterapkan sinkolema Analisis laverage dimensi teknologi sebelum sinkolema Analisis laverage dimensi teknologi setelah sinkolema Analisis laverage dimensi ekologi sebelum sinkolema Analisis laverage dimensi ekologi setelah sinkolema Analisis laverage dimensi ekonomi sebelum sinkolema Analisis laverage dimensi ekonomi setelah sinkolema Analisis laverage dimensi hukum dan kelembagaan sebelum sinkolema Analisis laverage dimensi hukum dan kelembagaan setelah sinkolema Analisis laverage dimensi sosial budaya sebelum sinkolema Analisis laverage dimensi sosial budaya setelah sinkolema Sketsa model integrsi lebah madu dan kebun kopi xxv

26 xxvi

27 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Diagram tahapan penelitian Peta penggunaan lahan Kabupaten Kepahiang Tabel luas wilayah berdasarkan kedalaman efektif tanah Tabel penggunaan lahan di Kabupaten Kepahiang Tabel penggunaan lahan pertanian Kabupaten Kepahiang Tabel karakteristik pembungaan kopi (Coffee arabica LINN) Tabel jumlah tangkai dan kuntum bunga per pohon Tabel jumlah bunga per pohon Tabel produksi nektar kopi per pohon dalam satu tahun saat berbunga Tabel koefisien korelasi antara fungsi diskriminan dan masing-masing variabel Tabel produksi madu yang di pelihara dengan dan tanpa integrasi Tabel pengaruh tata letak koloni terhadap produksi madu Anova populasi lebah di daerah dan diluar sinkolema Anova populasi lebah berdasarkan tata letak di dalam sinkolema Anova produksi madu di daerah dan diluar sinkolema Anova produksi madu berdasarkan tata letak di dalam sinkolema Tabel nilai skore atribut sinkolema hasil akuisisi pendapat dan FGD (Focus Group Discussion) Indeks status sebelum sinkolema Faktor pengungkit sebelum sinkolema Indeks status setelah sinkolema Faktor pengungkit setelah sinkolema Pembobotan faktor SWOT faktor internal Pembobotan faktor eksternal Nilai Bobot Faktor Eksternal dan Internal (lanjutan) Rumusan strategi Sinkolema Analisis Keberlanjutan Teknologi Sebelum Sinkolema Analisis Keberlanjutan Teknologi Setelah Sinkolema Analisis Keberlanjutan Ekologi Sebelum Sinkolema xxvii

28 xxviii 29. Analisis Keberlanjutan Ekologi Setelah Sinkolema Analisis Keberlanjutan Ekonomi Sebelum Sinkolema Analisis Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Sesudah Sinkolema Analisis Keberlanjutan Hukum dan Kelembagaan Sebelum Sinkolema Analisis Keberlanjutan Hukum dan Kelembagaan Setelah Sinkolema Analisis Keberlanjutan Sosial Budaya sebelum Sinkolema Analisis Keberlanjutan Sosial Budaya Setelah Sinkolema Cara pengukuran panjang (F L ) dan lebar (F b ) sayap depan (Ruttner, ) Cara pengukuran panjang dan lebar (B) abdomen pada Tergite 4 (A) Cara pengukuran panjang proboscis (Ruttner, 1978)

29 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya lebah madu merupakan salah satu alternatif usaha peternakan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap produk madu secara nasional. Beberapa keuntungan beternak lebah madu adalah tidak memerlukan lahan yang luas, dapat membantu program kelestarian lingkungan dan dapat meningkatkan perekonomian petani melalui penambahan penghasilan dari penjualan madu. Hal ini sejalan dengan keunggulan ternak lebah madu mudah dibudidayakan oleh masyarakat, memiliki nilai (value) sosial yang tinggi, adaptif terhadap lingkungan di Indonesia dan memiliki peluang ekonomi yang tinggi. Disamping itu, peternakan lebah madu tidak memerlukan biaya yang mahal dalam penyediaan pakannya (zero feed cost), penghasil karbohidrat berkualitas tinggi, dan bertindak sebagai polinator yang baik. Perannya dalam kelestarian lingkungan, Porrini et al. (2003) yang melakukan penelitian selama dua puluh tahun menyimpulkan bahwa lebah madu berfungsi sebagai bioindicator terhadap tingkat pencemaran lingkungan terutama pada kawasan pertanian intensif. Selaras dengan keunggulan-keunggulannya, informasi khasiat dan peranan madu sebagai sumber nutrisi yang berkualitas ditemukan pada hampir semua kitab suci. Permintaan terhadap madu di Indonesia masih belum terpenuhi dari produk lokal, terbukti dengan beredarnya di pasaran madu yang berasal Thailand dan Cina. Faktor utama penyebab belum terpenuhinya kebutuhan madu dalam negeri adalah produktivitas lebah masih rendah sebagai akibat dari belum ada upaya dan teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara efisien dan belum banyak campur tangan pemerintah terutama pemda dalam mengeluarkan kebijakan atau aturan mengenai pengembangan perlebahan. Walaupun sudah ada program dan upaya budidaya lebah madu sudah dilakukan oleh peternak dalam binaan Dinas Kehutanan, namun masih kurang efektif. Salah satu upaya mengatasi rendahnya produksi madu adalah memanfaatkan sumberdaya vegetasi sebagai sumber pakan lebah yang berlimpah melalui suatu sistem/pola budidaya yang dilakukan secara terintegrasi dengan memanfaatkan potensi yang ada. Berdasarkan potensi sumberdaya alam seperti

30 2 keanekaragaman vegetasi yang tinggi maupun sumberdaya manusianya, Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman tumbuhan tinggi yang merupakan potensi sangat besar untuk pengembangan lebah madu. Salah satu contoh potensi yang tersedia adalah areal perkebunan kopi yang mencapai 1.73 juta ha (Departemen Pertanian 2005). Tanaman kopi dan tanaman pelindungnya seperti kaliandra mampu mengasilkan nektar dan tepungsari (pollen) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan sepanjang tahun (Macqueen 1992). Peningkatan efisiensi usaha dan produktivitas lebah madu dapat dilakukan melalui implementasi sistem integrasi antara dua atau lebih sumber komoditas yang berpotensi dikembangkan. Efisiensi mengembangan semua karakter produksi baik dari aspek teknologi, biologi maupun ekonomi berkontribusi secara terpadu dalam suatu sistem dan memberikan nilai tambah bagi peternak lebah. Secara definisi, sistem adalah sekelompok komponen dalam satu wilayah yang saling mendukung, berinteraksi satu sama lainnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Dillon et al. 1978). Sistem integrasi kebun kopi dan lebah madu (sinkolema) didasarkan pada hubungan saling menguntungkan antara vegetasi penghasil nektar dengan lebah sebagai polinator tanaman kopi. Disamping untuk meningkatkan produktivitas lebah dalam menghasikan madu juga dapat meningkatkan produksi biji kopi. Produksi madu kopi yang beraroma khas diharapkan dapat menjadi salah satu produk khas dan produk andalan Indonesia. Pada umumnya perkebunan kopi tersebar secara merata di Indonesia dengan kepemilikan secara perorangan oleh masyarakat petani. Besarnya potensi perkebunan kopi, sehingga pada tahun 2009 Indonesia termasuk negara ke empat terbesar dunia penghasil kopi dengan produksi sebesar ton setelah Brazil yang mampu menghasilkan kopi ton, Viet Nam ton dan Columbia ton (FAO 2011). Sebagian besar wilayah Sumatera termasuk Propinsi Bengkulu, berkebun kopi menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Tingginya minat masyarakat dalam mengelola perkebunan kopi didukung oleh harga kopi yang semakin tinggi berkaitan dengan permintaan dunia terhadap kopi terus meningkat, terutama setelah produksi kopi di negara-negara Amerika Latin mengalami penurunan.

31 3 Sinkolema didesain dengan tujuan untuk menghasilkan madu kopi murni yang diharapkan menjadi penghasilan utama petani kopi/peternak lebah di Indonesia. Oleh karena sinkolema memiliki karakterstik sebagai berikut: (a) Lebah yang dibudidayakan adalah lebah lokal (Apis cerana) dengan sistem tanpa digembalakan (non-migratory), (b) koloni lebah ditempatkan di areal kebun kopi, (c) pakan utama lebah adalah nektar bunga kopi dan pada saat kopi sedang tidak berbunga kebutuhan pakan lebah dipenuhi oleh tanaman lain seperti kaliandra, kacang-kacangan dan tanaman lain yang menghasilkan nektar, (d) dikembangkan dalam kelompok sehingga diperlukan kelembagaan yang kuat, dan (e) produk utama adalah madu dan kopi organik. Konsep integrasi merupakan salah satu pola usaha tani yang efisien, produktif dan memiliki tingkat keberlanjutan yang menguntungkan petani peternak. Blesmeijer dan Slaa (2006) dan Byrne dan Fitzpatrick (2009) melaporkan bahwa penerapan integrasi dapat meningkakan produktivitas pertanian. Kepahiang sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Bengkulu yang terletak di Pulau Sumatra, memiliki luas kebun kopi mencapai 29 ribu ha (sekitar 83 % dari 35 ribu ha areal perkebunan) (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kepahiang 2009). Namun, petani kopi dihadapkan pada beberapa kendalakendala, antara lain pendapatan yang tidak kontinyu karena produksi kopi bersifat musiman, produktivitas kopi relatif rendah (0.97 ton/ha) dibandingkan dengan produksi optimal sebesar 1.54 ton/ha dan faktor teknis yang berhubungan dengan kapasitas SDM. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang telah melaksanakan kegiatan-kegiatan pembinaan, pelatihan, pemberian bantuan bibit dan saprodi lainnya untuk peningkatan produksi kopi, tetapi hasil yang diperoleh masih belum memadai karena belum ada upaya dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas tanaman kopi. Demikian pula dengan peternakan lebah, di Kabupaten Kepahiang masih dihadapkan pada permasalahan produksi dan kualitas madu yang rendah terkait dengan teknik budidaya dan pemanenan yang kurang tepat. Produktivitas lebah madu di daerah Kepahiang berkisar antara 1-3 kg madu per koloni per tahun lebih rendah dari produksi optimal sekitar 5-10 kg/koloni/tahun (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang 2009)

32 4 Ketersedian pakan yang belum memadai, penguasaan teknologi budidaya dan panen yang rendah, dan kelembagaan yang belum berfungsi dengan baik merupakan faktor penentu dalam usaha peningkatan produksi madu masyarakat. Integrasi usaha peternakan lebah dengan tanaman kopi merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah yang dihadapi peternak lebah dan petani kopi dalam meningkatkan produksi madu dan kopi. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh petani kopi dari sistem integrasi kopi lebah madu (sinkolema), namun ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab meliputi: (1) Jumlah koloni lebah yang dapat dibudidayakan pada areal kebun kopi, (2) Cara mengatasi kekurangan pakan pada saat kopi sedang tidak berbunga, (3) Besarnya perubahan produktivitas lebah yang dibudidayakan pada kebun kopi, (4) Model yang tepat dalam penerapan integrasi dan lebah yang berkelanjutan. Kajian dan analisis komprehensif terhadap sistem yang ada perlu dilakukan, sehingga dapat dirumuskan sistem/pola integrasi lebah madu dengan kebun kopi yang dapat diaplikasikan pada perkebunan dengan petani yang memiliki lahan yang sempit (smalholder farmers) dan kemampuan mengadopsi teknologi yang sangat terbatas. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan sistem integrasi lebah madu dengan kebun kopi (sinkolema) berbasis potensi sumberdaya lokal di Kabupaten Kepahiang untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan peternak lebah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternalif usaha bagi petani kopi untuk meningkatkan efisiensi usaha dan pendapatan melalui pengembangan budidaya lebah madu di areal kebun kopi. Bagi pemerintah daerah, dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan dalam penyusunan program pembangunan pertanian/peternakan. Kerangka Pemikiran Petani kopi dan peternak lebah di Bengkulu menghadapi kendala rendahnya produksi kopi dan madu yang diusahakan selama ini. Data

33 5 menunjukan bahwa produktivitas kopi pada tahun 2008 sebesar 0.97 ton/ha (hanya 60% dari produksi optimal). Demikian pula dengan produktivitas lebah madu, hasil identifikasi awal menunjukkan bahwa produksi madu hanya berkisar antara 1-3 kg/koloni/tahun, lebih rendah dari produksi ideal 5-10 kg/koloni/tahun). Ketersediaan pakan merupakan penyebab utama rendahnya produksi madu dan hijrahnya koloni lebah, sementara keterampilan peternak dalam hal pemanenan menjadi penyebab rendahnya kualitas madu yang dihasilkan. Sebagian besar peternak belum pernah dibekali ketrampilan budidaya lebah madu melalui kegiatan pelatihan yang relevan. Selama ini budidaya lebah dilakukan di halaman rumah dengan sumber pakan yang sangat terbatas dan pengetahuan yang kurang memadai. Lebah yang dibudidayakan adalah spesies A. cerana yang kurang ekonomis bila dibudidayakan secara digembalakan (non-migratory) karena karakter A. cerana agresif dan mudah hijrah. Alasan utama mengembangkan A. cerana karena jenis ini termasuk lebah asli Indonesia yang dapat menghasilkan madu organik dan tergolong jenis lebah yang sangat produktif menghasilkan madu walaupun produksinya tidak seproduktif A. mellifera. Pengembangan kawasan memerlukan suatu konsep dan perencanaan yang tepat terutama berkaitan dengan potensi produksi, rencana pengembangan, teknologi budidaya dan prosesing yang digunakan termasuk SDM pengelola dan analisis positif terhadap berbagai kendala dalam upaya implementasi dan pemasaran hasil. Faktor-faktor penentu keberhasilan usaha lebah madu dan kebun kopi di Kabupaten Kepahiang meliputi keterampilan petani, manajemen pengelolaan dan teknologi yang diperlukan dalam budidaya lebah, pemanenan serta penanganan hasil sehingga madu yang dihasilkan mendapat pasar yang luas. Integrasi lebah madu dan kebun kopi merupakan salah satu konsep yang mampu meningkatkan kapasitas yang ada, melalui suatu proses biologi yang mutualistis antara kopi dan lebah melalui penyerbukan kopi oleh lebah untuk meningkatkan produksi kopi dan kopi sebagai penyedia nektar dan polen untuk meningkatkan produksi madu. Budidaya lebah madu dan kebun kopi secara terpadu akan meningkatkan efisiensi usaha dan nilai tambah produk disamping menjaga kelestarian lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya yang tersedia pada

34 6 kawasan perkebunan secara optimum, akan mampu menurunkan biaya produksi dan pada gilirannya meningkatkan pendapatkan petani (Gambar 1). Tanaman Kaliandra Tanaman kopi SIKLUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL 1. Nektar 2. Polen PENYERBUKAN TERNAK LEBAH EFISIENSI USAHATANI DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI Gambar 1. Model pendekatan sinkolema. Metode dan pendekatan yang dilakukan adalah melalui beberapa tahapan berbasis input, proses dan luaran sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2. Komponen sistem Pengelolaan SDM Budidaya Kelembagaan Lebah Produksi Nektar Kalender bunga Teknologi Analisis Keberlanjutan Exixsting Condition Daya Dukung Sinkolema Produk Kapasitas Tampung Produksi madu Produksi kopi Kopi Perekonomian Peternak/petani Gambar 2. Diagram alir penelitian.

35 7 Penelitian dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang pola yang dilaksanakan saat ini, dan penerapan pola integrasi yang efektif bertujuan untuk meningkatkan produksi kopi dan madu. Data yang diperoleh dianalisis untuk menentukan suatu pola yang efisien, aplikatif dan menguntungkan. Disamping itu, komponen-komponen dari model/pola sinkolema yang ditentukan harus memiliki kapasitas penentu keberlanjutan usaha pada kawasan dimaksud, sehingga berdampak terhadap ekonomi wilayah.

36 8

37 9 TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Lebah Madu Lebah madu adalah salah satu jenis serangga dari sekitar spesies lebah (Winston 1991). Genus lebah yang sudah umum dibudidayakan dan menghasilkan madu adalah genus Apis (Winston 1991). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Ruttner (1988) bahwa pada umumnya yang termasuk lebah madu (honeybee) adalah A. mellifera, A. cerana, A. dorsata dan A. florea. Pada saat ini lebah madu yang digolongkan stingless bee (Meliponinae) tidak termasuk genus Apis sudah dibudidayakan dengan tujuan utamanya adalah diambil jasanya sebagai polinator karena kemampuannya dalam melakukan penyerbukan. Sihombing (2005); Tingek et al. (1996); Winston (1991); Crane (1990); Gojmerac (1983) mengklasifikasikan lebah madu sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Hymenoptera Suborder : Apocrita Superfamily : Apoidea Family : Apidae Subfamily : Apinae Tribe : Apini Genus : Apis Species : Apis cerana A. mellifera A. florea A. dorsata A. koschevnikovi A. andreniformis A. laboriosa A. nuluensis A. nigrocincta

38 10 Apis nigrocincta terdapat pada laporan penelitian Hadisoesilo dan Otis (1996), sedangkan A. nuluensis dilaporkan Tingek et al. (1996). Sama halnya dengan Ruttner (1988), Winston (1991) mengidentifikasi lima spesies lebah yang sudah dikenal sebagai penghasil madu, yaitu A. mellifera. A. cerana (Indian honey bee) A. dorsata, A. laboriosa (giant honey bees) dan A. florea (dwarf honey bee). Lebah di Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu (1) spesies lebah yang sudah dibudidayakan dan (2) spesies lebah belum dibudidayakan. Spesies yang telah dibudidayakan adalah A. cerana dan A. mellifera (Sihombing 2005), A. nigrocincta (Hadisoesilo & Otis 1996), A. nuluensis (Tingek et al. 1996) dan A. koschevnikovi (Hadisoesilo et al. 2008) serta Trigona spp. (Slaa et al. 2006). Lebah madu A. cerana dikatagorikan sebagai lebah lokal yang komersial, sedangkan A. mellifera yang berasal dari Afrika (Winston 1991), dikatagorikan sebagai penghasil madu tertinggi lebah yang dibudidayakan. Secara umum A. cerana mempunyai ukuran kecil sekitar 1.10 cm untuk pekerja (worker), 1.30 cm untuk pejantan (drone) dan 1.50 cm untuk ratu (queen), memiliki sifat mudah hijrah dari sarang (absconding) bila terusik, dan lebih tahan terhadap hama atau predator. Selain itu, lebah ini mampu beradaptasi dengan daerah tropis serta lebih efisien dalam mengumpulkan nektar dari ribuan bunga tanaman yang bertebaran (Crane 1990). Sihombing (2005) menyatakan bahwa berdasarkan analisis morfometrik, lebah A. cerana dikelompokkan ke dalam empat subspesies, yaitu A. cerana cerana, A. cerana indica, A. cerana japonica, dan A. cerana himalaya. Subspesies A. cerana cerana tersebar di Cina, Afganistan, Pakistan, India bagian utara, dan Vietnam bagian utara. Lebah A. cerana indica terdapat di India Selatan, Indonesia, Filipina, Malaysia, Sri lanka, Banglades, Myanmar, dan Thailand. A. cerana japonica berkembang biak di Jepang, sedangkan A. cerana himalaya berkembangbiak di sekitar pegunungan Himalaya, Nepal. A. cerana indica yang dipelihara di dalam stup baik secara alami maupun buatan manusia digolongkan sebagai lebah lokal Indonesia. Di alam lebah ini membuat sarang dalam rongga-rongga pohon dan celah batu. Lebah madu species A. mellifera mempunyai ukuran tubuh sekitar 1.25 kali lebih panjang daripada A. cerana, yaitu sekitar 1.35, 1.65 dan 1.90 cm

39 11 masing-masing untuk pekerja, jantan dan ratu (Pusbahnas 2008). Ciri-ciri fisik lain adalah warna badan bervariasi dari coklat gelap sampai kuning kehitaman. Lebah ini memiliki sifat sabar dan selalu menjaga sarangnya agar tetap bersih (Pusbahnas 2008). Apis mellifera dibudidayakan di seluruh dunia termasuk Indonesia yang sudah dikenal sejak 1972, didatangkan dari Australia oleh Pusat Apiari Pramuka sebagai lebah unggul yang dapat beradaptasi dengan kondisi iklim tropis Indonesia dan mampu berprodukai tinggi yaitu sekitar kg per koloni per tahun (Sihombing 2005). Spesies-spesies lebah madu yang belum dapat dibudidayakan diantaranya A. dorsata, A. laboriosa, A. andreniformis dan A. florea. Apis dorsata hanya berkembang di Asia seperti; India, Filipina, China dan Indonesia. Madu dari spesies ini dikenal sebagai madu alam atau madu hutan. Di Indonesia, spesies lebah madu tersebut hanya terdapat di pulau Jawa, Sumatera, gugusan Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Sihombing 2005). Apis dorsata membangun sarang dengan sisiran tunggal atau selembar bergantung dicabang pohon dan tebing batuan (Winston 1991). Produksi madu per tahun per koloni mencapai kg (Sihombing 2005). Apis laboriosa paling mirip dengan A. dorsata yakni merupakan spesies lebah madu berukuran tubuh paling besar dibanding spesies lebah lainnya, sehingga sering disebut lebah paling besar dengan ukuran mm dengan karakteristik warna gelap, bulu panjang, sangat agresif dan membuat sarang tunggal. Rambut panjang A. laboriosa merupakan bentuk adaptasi dengan habitatnya di pegunungan Himalaya (Winston 1991) Apis florea merupakan lebah paling tua (kuno), fosilnya ditemukan berumur sekitar 40 juta tahun, berukuran kecil yaitu sekitar tujuh milimeter bersarang tunggal dan jumlah koloni mencapai 5000 ekor pekerja (Winston 1991). Sihombing (2005) menyatakan bahwa A. florea atau sering disebut juga lebah kerdil (dwarf bee) berkembang dengan baik pada daerah dengan ketinggian m dpl dan tersebar mulai dari Pesisir Teluk Persia, Pakistan, India, Sri Langka, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Di beberapa tempat lebah madu A. florea dapat hidup bersama-sama dengan A. mellifera, A. cerana dan A. dorsata dan menghasilkan madu hanya sekitar satu kilogram madu per koloni per tahun.

40 12 Karakteristik Biologi Lebah Madu Sebagaimana tubuh insekta pada umumnya tediri dari ruas-ruas dan ditumbuhi rambut. Gojmerac (1983) dan Sihombing (2005) menyatakan bahwa tubuh lebah madu terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen). Bagian kepala berbentuk segitiga dan terdapat mata majemuk (compound eyes) dilengkapi dengan tiga mata tunggal (ocelli) yang berfungsi untuk menbedakan gelap dan terang, antenna yang merupakan alat sensor, otak, mulut dan kelenjar. Bagian dada lebah madu terdiri dari tiga ruas, dilengkapi tiga pasang kaki (tungkai) beruas dan berbulu halus serta dua pasang sayap. Pada tungkai belakang lebah pekerja terdapat bagian cekung yang disebut corbicula, berfungsi untuk mengikat dan mengumpulkan tepungsari dan propolis yang selanjutnya dibawa ke sarang (Ruttner 1988 dan Winston 1991). Pada stadium larva, lebah memiliki 10 segmen abdomen, namun pada stadium pupa segmen pertama pindah menjadi bagian thorax segmen ke empat yang dinamai propodeum. Pada lebah ratu dan pekerja enam segmen abdomen terlihat jelas sedang tiga segmen lagi tidak jelas batasnya sehingga kelihatan hanya satu segmen (Sihombing 2005). Lebah madu adalah insekta sosial yang hidup dalam suatu keluarga besar disebut koloni lebah. Koloni lebah yang terdiri dari satu ekor ratu (queen), 2400 ekor jantan (drones) (Gojmerac 1983) dan ekor pekerja (worker bees) (Winston 1991). Kecuali ratu, jumlah anggota dalam satu koloni lebah madu tergantung dari spesies, lingkungan terutama ketersediaan pakan dan temperatur. Pada umumnya koloni lebah madu memiliki pekerja dewasa ekor Winston (1991). Dalam kondisi populasi yang cukup padat, lebah mampu melakukan pekerjaannya secara terencana dan teratur rapi, lebah pekerja mengerjakan seluruh tugas dalam sarang yaitu membuat sarang, membersihkan sarang, menjaga sarang, memberi makan larva juga lebah ratu, dan mengumpulkan nektar serta polen sebagai sumber pakannya (Pusbahnas 2008). Lebah ratu mempunyai tubuh yang lebih besar dengan berat 2.8 kali berat lebah pekerja. Setiap koloni lebah hanya ada satu lebah ratu, jika di dalam satu koloni ada dua lebah ratu maka akan terjadi pecah koloni atau kedua lebah ratu akan berkelahi sampai salah satu dari mereka terbunuh dan yang hidup

41 13 mendapatkan kedudukan sebagai lebah ratu. Lebah ratu bertugas memimpin dan menjaga keharmonisan lebah dalam satu koloni. Semua lebah dalam satu koloni sangat mentaati lebah ratu, kemanapun lebah ratu pergi, satu koloni lebah akan mengikutinya. Selain memimpin koloni lebah, lebah ratu mempunyai tanggungjawab untuk meneruskan kelangsungan hidup koloni lebah yaitu dengan cara bertelur sepanjang hidupnya. Lebah ratu sanggup bertelur butir setiap tahunnya dan mampu melakukan perkawinan pada hari ke tiga sampai ke sebelas (paling sering hari ke enam sampai dengan ke sepuluh setelah menetas (emerge) (Winston 1992). Umur lebah ratu lebih panjang dibandingkan dengan lebah pekerja yakni mampu hidup hingga 3-5 tahun sedangkan lebah pekerja hanya hidup sekitar 40 hari (Gojmerac 1983; Winston 1991 dan Pusbahnas 2008). Menurut Sihombing (2005) rahasia lebah ratu berumur lebih karena mengkonsumsi royal jelly sepanjang hidupnya, sedangkan lebah pekerja mengkonsumsi royal jelly hanya selama tiga sampai empat hari pada saat menjadi larva. Gojmerac (1983) melaporkan bahwa lebah jantan (drone) berukuran lebih besar daripada lebah pekerja dan bersifat tidak agresif. Ciri yang menonjol adalah matanya lebih besar dan memiliki jumlah faset yang lebih banyak dibandingkan mata lebah pekerja dan lebah ratu. Lebah jantan tidak mempunyai pipa penghisap madu dan kantong polen dikakinya karena tidak bertugas mengumpulkan polen atau nektar, tidak memiliki alat penyengat, tugas utamanya adalah hanya mengawini lebah ratu (Gojmerac 1983 dan Sihombing 2005). Lebah jantan mampu mengawini ratu sejak berumur 4-14 hari (tergantung cuaca) dengan terbang pertama dilakukan pada umumnya sore hari dan terbang untuk kawin pertama kali dilakukan pada hari ke 12 selama menit (Gojmerac 1983). Selama hidupnya lebah jantan melakukan terbang mencapai 25 kali selama 21 hari dan bila terjadi perkawinan maka lebah jantan akan segera mati (Gojmerac 1983). Winston (1991) menyatakan bahwa dalam satu koloni lebah A. cerana terdapat lebah jantan dengan jumlah rata-rata 2400 ekor. Lebah pekerja (worker) memiliki ukuran yang sangat kecil dan pendek dibanding dua anggota koloni lainnya, berkelamin betina namun memiliki ovary sangat kecil dan tidak mampu menghasilkan telur. Pada kondisi tidak ada ratu lebah pekerja

42 14 mampu berperan sebagai pengganti ratu untuk menghasilkan telur, namun telur yang dihasilkan haploid sebagai calon lebah jantan (Gojmerac 1983). Bentuk tubuhnya ramping warnanya hitam kecoklatan dan ekornya mempunyai sengat yang lurus dan berduri untuk melindungi sarangnya dan menyerang siapapun yang mengganggu (Pusbahnas 2008). Lebah pekerja mempunyai tanggung jawab pekerjaan yang berbeda-beda sesuai dengan umur lebah pekerja tersebut. Sesaat setelah keluar dari kepompong lebah pekerja langsung mempunyai tanggungjawab untuk membersihkan sarang lebah dari kotoran-kotoran, ketika berumur 3-10 hari lebah pekerja menghasilkan royal jelly yang sangat dibutuhkan larva lebah dan lebah ratu (Pusbahnas 2008). Royal jelly merupakan hasil sekresi mandibular gland dan hypopharyngeal gland yang masing-masing berwarna putih dan bening. Royal jelly dihasilkan lebah muda setelah lebah tersebut mengkomsumsi madu dan bee pollen (Winston 1991). Lebah muda ini kemudian bertugas memberi makan larva dan lebah ratu. Setelah lebah pekerja berusia sekitar tiga minggu, tugas baru di luar sarangnya yaitu mencari nektar yang diolah menjadi madu dan tepungsari bunga yang diolah menjadi bee pollen (Pusbahnas 2008). Morfometrik diartikan sebagai data ukuran tubuh suatu spesies yang dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan pertumbuhan spesies tersebut walaupun tidak berlaku bagi serangga yang mengalami metamorfosa sempurna (Tilde et al. 2000). Pada ternak ruminansia dan monogastrik termasuk unggas, data ukuran tubuh digunakan untuk menentukan pertumbuhan dalam kegiatan tilik ternak. Oleh karena itu mengukur morfometrik sering dilakukan hanya pada ukuranukuran tubuh yang berkorelasi erat dengan produk ternak. Lain halnya dengan serangga lebah, morfometrik digunakan juga untuk menentukan subspesies. Kondisi morfometrik A. cerana tidak dipengaruhi sistem pemeliharaan. Tilde et al. (2000) yang meneliti kenanekaragaman A. cerana di Filipina dengan menggunakan 101 sampel, melibatkan 39 karateristik lebah. Hasilnya menunjukkan bahwa lebah A. cerana dari daerah Palawan tidak berbeda dengan yang ada di daerah bagian Filipina lainnya. Morfometrik A. cerana yang berasal dari pulau berbeda ada kemungkinan terdapat perbedaan, demikian pula perbedaan ketinggian tempat dapat menyebabkan terjadinya variasi ukuran tubuh

43 15 lebah. Secara morfometrrik A. cerana yang dipelihara pada satu pulau tidak menunjukan adanya perbedaan yang nyata ( Tilde et al dan Hepburn et al. 2001). Penelitian serupa dilakukan oleh Radloff et al. (2005), Damus dan Otis (1970) menunjukkan hasil yang sama. Budidaya Lebah Madu Pada sistem pemeliharaan ternak, umumnya budidaya menjadi aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Salah satu faktor penentu adalah pakan yang harus tersedia secara berkesinambungan. Perkembangan koloni lebah dan produksi madu serta kelangsungan hidup anggota koloninya, sangat ditentukan oleh jenis dan ketersediaan pakan yang cukup dan terus menerus. Aspek ini akan menentukan produksi madu, produktivitas lebah dan kualitas produknya. Pakan Lebah Madu Pakan lebah adalah nektar dan polen. Nektar berbentuk cairan manis yang dihasilkan oleh bunga tanaman pangan, tanaman kehutanan, tanaman perkebunan, tanaman hortikultura (buah dan sayuran), tanaman hias, rumput dan semak belukar (Pusbahnas 2008). Gojmerac (1983) menyatakan bahwa nektar merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar nektar yang disebut nectaries. Produksi nektar pada satu hektar tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman, kandungan gula dan lamanya berbunga. Nektar terdapat pada bagian petal, sepal, stamen dan stigma. Nektar mengandung 15-50% larutan gula dengan konsentrasi bervariasi antara satu bunga tanaman dengan bunga tanaman lain (Crane 1990). Secara umum ada dua macam nektar, yaitu floral nectar dan extrafloral nectar. Floral nectar adalah nektar yang dihasilkan dari bunga tanaman sedangkan extrafloral nectar dihasilkan oleh bagian tanaman selain bunga. Lebah memiliki organ khusus untuk mengambil nektar, yang disebut proboscis berbentuk seperti belalai gajah dan memiliki kemampuan mengisap cairan nektar baik floral maupun extrafloral. Aktivitas terbang lebah mengumpulkan nektar dan polen berlangsung dari pagi sampai sore hari, dengan cara menghinggapi

44 16 beribu-ribu bunga yang sedang mekar. Lebah menghisap setetes nektar dengan alat hisapnya dan menyimpannya ke dalam kantong madu yang ada di dalam tubuhnya. Di beberapa wilayah beberapa koloni A. mellifera mampu menghasilkan 5 kg madu per koloni per panen, untuk mendapatkan hasil madu sebanyak itu lebah pekerja perlu melakukan pengambilan nektar berpuluh ribu kali terbang (Winston 1991). Seekor lebah harus mondar-mandir mengambil nektar sebanyak kali, untuk memperoleh sekitar 375 g madu (Pusbahnas 2008). Kemampuan lebah pekerja untuk mengumpulkan nektar tanaman bervariasi dari mg per ekor per hari dan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain kapasitas kantong madu (honey sac) lebah pekerja, jumlah dan konsentrasi gula nektar, keadaan cuaca serta pengalaman lebah pekerja dalam pengumpulan nektar (Gojmerac 1983). Menurut Crane (1990) lebah madu memiliki konstruksi tumbuh yang unik dalam mengumpulkan dan membawa polen, menggunakan hampir semua bagian permukaan tubuh, utamanya thorax. Ribuan sampai jutaan butiran polen akan menempel pada permukaan tubuh, selanjutnya dibersihkan dengan sikat khusus dan masuk ke dalam keranjang khusus yang disebut keranjang polen yang terdapat pada kaki belakang lebah. Keranjang polen dapat menampung 20 mg polen. Pada umumnya semua bunga merupakan sumber pakan lebah, karena ia menghasilkan nektar, polen atau nektar dan polen. Pusbahnas (2008) berhasil mengidentifikasi dan melaporkan 90 spesies tumbuhan yang memproduksi nektar dan polen sebagai pakan lebah (Tabel 1). Setiap tumbuhan memiliki karakteristik, jadwal dan jenis bunga yang berbeda. Karakteristik dan jadwal pembungaan dipengaruhi oleh spesies dan iklim/lingkungan, sedangkan pakan yang dihasilkan, nektar, polen atau keduanya tergantung jenis tumbuhannya. Berdasarkan hal tersebut, tumbuhan dalam menghasilkan sumber pakan lebah dapat dikelompokan menjadi dua yakni yang dapat diatur tergantung musim tanam (TMT) seperti sayuran dan tumbuhan yang tidak dapat diatur jadwal pembungannya seperti buah-buahan dan tumbuhan hutan.

45 17 Tabel 1. Daftar tanaman sumber pakan lebah. No. Nama Jenis Tanaman Masa Bunga Nektar Polen Aren Lamtoro Puspa Api-api Padi Kelapa Sawit Widara (bidara) Tembakau Jambu Mete Delima Lobi-Lobi Alpukat Nam-Nam Jambu Bol Salak Jagung Jengkol Turi Kacang Panjang Kentang Ketumbar Wortel Krokot Rumput Blambangan Rumput Kembangan Rumput Jampang Pait Rumput Kerbau Incuran Rumput King Putri Malu Lemuran Wedusan Ketapang Akasia Sengon Sonokeling Sonobrit Asam Jawa Mahoni Kaliandra Pelawan Cendana Karet Kapas Mangga Mancang Langsat Jan Des Jan Des Jun Jul TMT TMT Jan Des Jan Des TMT Mar Jul Jan Des Feb dan Jul Hujan Jun dan Sep Apr dan Jun Jan Des TMT Mei Jun Jun Agst TMT TMT TMT TMT Jan Des Jan Des Jan Des Jan Des Jan Des Jan Des Jan Des Jan Des Apr Okt Setelah 2 Bln Apr Mei Jan Des Jun dan Sept Sept dan Nov Agst dan Okt Apr Agst TMT TMT Kemarau Feb Mar Sep Okt TMT Jun dan Agst Jun dan Agst Jun Jul

46 18 Tabel 1. Lanjutan No. Nama Jenis Tanaman Masa Bunga Nektar Polen Belimbing Rambutan Jambu Air Kacang Gude Petai Cabai Nanas Domba Nanas Sebrang Ubi Jalar Labu Air Oyong Paria Labu Siem Bawang Merah Kumis Kucing Eucalyptus Stoenklaver Randu Tebu Vanili Kelapa Wijen Kopi Kedondong Durian Pepaya Waluh Semangka Kesemek Pisang Belimbing Apel Jeruk Manis Jeruk Besar Lengkeng Leci Anggur Kubis Ketimun Kacang Tanah Kedelai Bunga Matahari Flamboyan Sumber :Perum Perhutani dalam Pusbahnas (2008) TMT : tergantung musim tanam Kemarau Okt Nov Mei dan Okt TMT TMT 3 4 kali Mar Apr Mei Jun Okt Nov TMT Kemarau TMT TMT TMT Jan Nov 3 Thn Bunga TMT Mei Agst TMT TMT Mar Des TMT Mei dan Agst Jun dan Agst Jun dan Sept Jan Des TMT TMT Agst - Sept TMT Jan Des Mar Apr Agst & Nov Des Sept dan Nov Jun dan Agst Agst Sept Jul Agst TMT TMT TMT TMT Kemarau Feb dan Agst

47 19 Kemampuan jelajah lebah dalam mencari pakan sangat dipengaruhi oleh spesies (misalnya A. mellifera mampu menjelajah dalam radius sekitar 1.50 km sedangkan A. cerana kurang dari radius 1 km), ketersediaan sumber pakan, kecepatan dan arah angin serta hambatan (misalnya pohon yang terlalu rapat). Lebah pekerja, dalam satu hari mengunjungi dan menghisap nektar kuntum bunga yang sedang mekar dengan pulang membawa nekar, polen atau campuran nektar dan polen (Gojmerac 1983). Jenis tanaman penghasil nektar yang dikumpulkan lebah sangat mempengaruhi bau, rasa dan warna madu. Oleh karena itu, di pasaran kita mengenal madu randu, madu rambutan, madu apel, madu kelapa dan sebagainya. Penamaan itu biasanya tergantung sumber nektar yang dominan dikumpulkan lebah. Koloni lebah yang diletakkan di lokasi pertanaman rambutan akan menghasilkan madu beraroma nektar rambutan, sedangkan koloni lebah di lokasi pertanaman kelapa akan mengasilkan madu beraroma nektar kelapa (Pusbahnas 2008). Dilihat dari segi kandungan karbohidratnya, komponen utama nektar terdiri dari sukrosa, fruktosa, glukosa, maltosa, melibiosa, rafinosa, dan turunan karbohidrat lainnya (USDA 2007). Zat-zat lain yang juga terdapat namun jumlahnya sangat sedikit yaitu; asam-asam organik, resin, protein, garam dan mineral. Konsentrasi gula nektar bervariasi tergantung dari keadaan iklimnya, jenis tanaman serta faktor lainnya. Polen atau tepung sari diperoleh dari bunga sebagai sel kelamin jantan tumbuhan. Polen dimakan oleh lebah madu terutama sebagai sumber protein, lemak, karbohidrat dan sedikit mineral. Satu koloni lebah madu membutuhkan sekitar 50 kg polen per tahun dan sekitar separuh dari polen tersebut digunakan untuk makanan larva (Pusbahnas 2008). Kopi dan Kaliandra sebagai Pengasil Nektar. Kopi adalah tanaman perdu tahunan, dengan tinggi mencapai ± 5 m, berkayu keras, tegak, dan putih keabu-abuan. Kopi berdaun tunggal yang berbentuk oval, mengkilat, ujung runcing, tepi rata, pangkal tumpul, panjang 5-15 cm, lebar cm, pertulangan menyirip, tangkai panjang cm, dan berwarna hijau. Daun kopi termasuk bunga majemuk berbentuk payung menempel di ketiak daun, kelopak bunga

48 20 berbagi lima, berwarna hijau, mahkota bentuk bintang, putih, benang sari lima, tangkai sari putih, kepala sari hitam panjang putik ± 3 cm, kepala putik coklat, dan putih (Herdiawan et al. 2007). Department of Agriculture and Food Western Australia (2009) melaporkan bahwa kopi adalah penghasil polen dan nektar yang tinggi kadar sukrosanya (28%) sehingga menghasilkan madu yang memiliki kejernihan, bau dan rasa yang khas. Kaliandra (Calliandra spp.) merupakan tanaman keluarga kacang-kacangan yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan. Menurut Herdiawan et al. (2007), terdapat 140 jenis kaliandra yang tersebar di daerah tropis hingga sub-tropis benua Amerika. Tanaman kaliandra masuk ke pulau Jawa berasal dari Guatemala selatan yaitu spesies C. calothyrsus berbunga merah dan C. tetragona berbunga putih, dengan tujuan utama adalah sebagai pohon pelindung perkebunan kopi dan digunakan untuk mereklamasi lahan kritis serta melindungi komoditas hasil utama kehutanan seperti pohon jati, pinus, dan damar dari penjarahan pencari kayu bakar. Kaliandra berpohon kecil dan bercabang, tumbuh mencapai tinggi maksimum 12 m dengan diameter batang sekitar 20 cm. Kulit batang berwarna merah keabu-abuan yang ditutupi lenticel kecil, berwarna pucat berbentuk oval. Sistem perakaran terdiri atas beberapa akar tunjang dan akar yang lebih halus dengan jumlah cukup banyak memanjang sampai keluar permukaan tanah. Apabila dalam tanah terdapat banyak rizobium dan mikoriza, akan terbentuk simbiosa antara jamur dan bintil-bintil akar yang berfungsi mengikat N dalam udara sehingga kesuburan tanah akan dipertahankan (Lesueur et al. 1996). Kaliandra ini memiliki bentuk daun yang kecil seperti umumnya keluarga fabaceae, bertekstur lunak dan berwarna hijau tua. Panjang daun bisa mencapai 20 cm, lebarnya mencapai 15 cm dan pada malam hari daundaun tersebut melipat kearah batang. Tandan bunga berkembang dalam posisi terpusat, dan bunganya bergerombol disekitar ujung batang. Bunga mekar satu malam dengan benang-benang umumnya berwarna putih di pangkalnya dan merah mencolok di bagian ujungnya. Sehari kemudian benang-benang ini akan layu dan bunga yang tidak mengalami pembuahan akan gugur (Kartasubrata 1996). Husaeni (1986), melakukan penelitian tentang kaliandra dan menyimpulkan bahwa kaliandra adalah salah satu jenis pohon multiguna, sebagai tanaman

49 21 konservasi, kayu bakar, pakan ternak dan penghasil nektar yang tinggi. Secara alami kaliandra berbunga sepanjang tahun. Karena kemampuan berbunga sepanjang tahun, maka kaliandra cocok untuk dijadikan sebagai penghasil pakan lebah. Kaliandra ditanam untuk dimanfaatkan sebagai sumber nektar yang dihasilkan dari bungannya (Macqueen 1992). Sebagai contoh adalah daerah Sukabumi Jawa Barat yang telah ditanam kaliandra seluas 601 ha mampu menyediakan nektar yang cukup untuk memelihara lebah sebanyak 1800 koloni lebah. Setiap koloni per tahun dihasilkan rata-rata sebanyak 15 kg madu, dan total produksi sebanyak kg/tahun (Herdiawan et al. 2007). Produk Lebah Madu Madu. Gojmerac (1983) menyatakan bahwa madu sudah mulai dimanfaatkan manusia sejak 7000 tahun sebelum masehi. Sejak itu di Mesir madu sudah berperan penting dalam kegiatan spiritual, sosial dan ekonomi masyarakatnya. Bahkan, madu sudah dipercaya sebagai obat yang ampuh untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit. Kebiasaan minum madu yang dilakukan para atlit Mesir sebelum bertanding, menambah keyakinan bahwa madu selain memiliki khasiat untuk pengobatan juga mampu mejaga kebugaran. Mollan (2006) melaporkan bahwa madu juga dimanfaatkan dalam kegiatan bedah dan pengobatan luka bakar berkaitan dengan kandungan air yang rendah, tekanan osmosis yang tinggi dan ph yang rendah sehingga mampu menghambat perkembangan bakteri atau microorganism lainnya yang dapat menimbulkan infeksi. Wahdan (1998) melaporkan bahwa madu dapat menyembuhkan lukaluka pada usus dua belas jari, memperlancar peredaran darah dan dapat menormalkan komposisi darah. Madu yang dioleskan pada luka bakar atau infeksi, menurut hasil penelitian dapat mengeringkan luka tersebut dalam waktu 10 hari, karena madu dapat mengeluarkan glutathion dari luka sehingga mempercepat sembuhnya luka atau infeksi. Selain itu madu memberikan efek yang baik pada tubuh manusia, diantaranya berfungsi sebagai antimikroba karena disamping sifat osmotiknya yang menyebabkan bakteri mati, madu mengandung antioksidan seperti chyrisin, pinobanksin, vitamin, catalase dan pinocembrin. Di Indonesia madu sudah banyak dimanfaatkan sebagai obat alternatif yang

50 22 dipercaya lebih berkhasat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, memperlancar kerja otak, obat tidur, dan memperlancar pencernaan tergantung jenis madu yang dikonsumsi. Ditinjau dari kandungan nutrisinya, madu mengandung berbagai jenis komponen yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Komponen utama madu terdiri dari karbohidrat, mineral, enzim, vitamin dan air yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2 (USDA 2007). Karbohidrat adalah komponen yang sangat penting dalam menyediakan enerji yang berkualitas terkait dengan sukrosa yang rendah dan fruktosa serta maltosa yang tinggi. Madu secara perlahan di dalam sel, dievaporasikan dan sukrosa diubah menjadi glukosa dan fruktosa oleh kerja enzim invertase dan enzim lainnya yang disekresikan lebah. Disamping itu dalam sel, madu mengalami proses transformasi menjadi lebih stabil, rapat, kental, asam dan mengandung enerji lebih tinggi. Madu juga mengandung protein seperti asam asetat, butirat, eitriat, formiat, glukonat, laktat, malat, piroglutamat, fosfat dan suksinat, sedangkan kandungan abunya berkisar antara 0.02 s/d 1%. Warna madu dipengaruhi oleh kandungan mineralnya terutama potasium, semakin tinggi kandungan potasiumnya maka madu semakin berwarna gelap (Gojmerac 1983). Produksi madu sangat dipengaruhi oleh produksi nektar dan musim. Sekitar 15-25% produksi madu dipengaruhi oleh keadaan cuaca, seperti kelembaban akan berpengaruh pada proses fermentasi, viskositas dan berat jenis madu. Peternak lebah pada umumnya (50%) menjual madu kepada tetangga, kerabat, teman atau langsung dijual di pasar lokal. Sistem pemasaran ini dipandang lebih efisien mengingat kebiasaan minum madu didasari keyakinan pada khasiatnya yang dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan konsumen terhadap keaslian madu yang didapatkan. Pada industri perlebahan yang sudah modern seperti di Amerika Serikat, madu dibagi menjadi kelas A, B, C dan D berdasarkan materi yang terlarut (soluble solids), aroma, rasa, sumber nektar, kebersihan, dan kejernihan. Berdasarkan metode skoring secara objektif dan subjektif maka madu yang masuk kelas A bila memiliki skor 90, grade B dengan skor 80, kelas C dengan skor 70 dan kelas C di bawah 70 (Gojmerac 1983).

51 23 Tabel 2. Komposisi nutrisi madu. Nutrisi Jumlah Enerji 1272 kj (304 kcal) Karbihodrat 82.4 g - gula g - serat kasar 0.2 g Lemak 0 g Protein 0.3 g Air g Riboflavin (Vit. B 2 ) mg (3%) Niacin (Vit. B 3 ) mg (1%) Pantothenic acid (B 5 ) mg (1%) Vitamin B mg (2%) Folate (Vit. B 9 ) 2 μg (1%) Vitamin C 0.5 mg (1%) Kalsium 6 mg (1%) Besi 0.42 mg (3%) Magnesium 2 mg (1%) Fosfor 4 mg (1%) Potassium 52 mg (1%) Sodium 4 mg (0%) Zinc 0.22 mg (2%) Sumber: USDA (2007) Royal Jelly. Royal jelly adalah salah satu jenis makanan yang baik dengan kandungan nutrisi yang sangat kompleks, bahkan lebih kompleks dibandingkan dengan makanan hewani lainnya. Royal jelly dihasilkan oleh lebah pekerja sebagai pakan semua larva baik calon jantan, pekerja maupun ratu. Larva calon lebah jantan hanya mengkonsumsi royal jelly selama tiga hari, lebah pekerja 4-5 hari sedangkan calon ratu terus mengkonsumsinya selama masa perkembangan. Royal jelly dipanen dari sel larva calon ratu pada umur empat hari dan selama 5-6 bulan dapat dihasilkan sebanyak 500 gram royal jelly per koloni, mengandung protein royalactin yang bertanggungjawab pembentukan larva calon ratu.

52 24 Royalactin sama dengan senyawa yang dibutuhkan untuk perkembangan tubuh dan ovary lalat buah (Drosophila melanogaster) (Kamakura 2010). Seringkali royal jelly menjadi topik perbincangan hangat dikalangan kaum pria, terutama tentang manfaat dan khasiatnya dalam memelihara dan menjaga kebugaran, serta meningkatkan vitalitas tubuh. Hattori et al. (2007) melaporkan bahwa royal jelly dapat dimanfaatkan sebagai immunomodulatory agent in Graves disease, stimulator pertumbuhan glial cells dan sel syaraf pada otak. Baru-baru ini royal jelly terbukti dapat menurunkan kandungan kolesterol, menyembuhkan luka dan sebagai antibiotik, bahkan mengandung 10-hydroxy-2-decanoic acid (10- HDA) untuk menghambat penyakit tumor. Royal jelly juga menjadi komponen penting dalam berbagai produk kecantikan. Komposisi nutrisi dalam royal jelly tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi nutrisi dalam royal jelly. Nutrisi Jumlah Air 67% Protein 12.5% Gula (monosaccharides), 11% Asam lemak. 5% Enzim 4.5% Sumber: USDA (2007) Bee Pollen. Bee pollen seringkali disebut sebagai intisari kehidupan karena kandungan nutrisinya sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh, terutama untuk membangun dan memperbaiki sel-sel tubuh. Sihombing (2005) menyatakan bahwa bee pollen mengandung 10 jenis asam amino esensial, asam lemak esensial, 10 jenis mineral, vitamin A, B, C, D, dan E, hormon pertumbuhan, hormon reproduksi dan berbagai jenis alkaloid yang mempunyai khasiat dalam melakukan stabilitasi metabolisme sel dan pertumbuhan sel (regenerasi rehabilitasi) pada umumnya. Selain itu bee pollen juga mempunyai khasiat antara lain; meningkatkan daya tahan tubuh, memperlambat proses penuaan, menurunkan kolesterol, memperlancar fungsi pencernaan dan mengobati asma (Sihombing 2005).

53 25 Produk-produk Lain Lebah. Disamping madu, royal jelly dan bee pollen, lebah juga menghasilkan propolis (Trigona spp. dan A. mellifera), lilin dan racun yang memiliki nilai tinggi. Propolis adalah bahan perekat bersifat resin yang dikumpulkan lebah pekerja dari kuncup, kulit atau bagian lain dari tumbuhan (Crane 1990). Propolis dalam sarang digunakan oleh lebah pekerja untuk menutup celah-celah, mendempul retakan-retakan, memperkecil dan menutup lubang. Susunan kimia propolis sangat kompleks antara lain mengandung zat aromatik, zat wangi dan mineral. Propolis sudah digunakan dalam berbagai obat jadi dari pabrik farmasi antara lain untuk luka dan tambal gigi (Crane 1990). Park et al. (2005) menyatakan bahwa propolis telah banyak dipasarkan sebagai obat tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan manusia termasuk pembengkakan usus, luka bakar, katarak (cataracts), jantung, radang tenggorokan, alergi dan dapat meningkatkan imunitas. Menurut Walker (2009) melaporkan bahwa propolis berfungsi sebagai antibiotik, anti jamur, antibakteri dan obat luka bakar. Bahkan di Brazil propolis telah digunakan untuk mengatasi penyakit kanker (dasilva et al. 2004) Lilin lebah atau malam (beeswax), dalam proses pembentukannya disekresikan oleh kelenjar lilin (wax glands) yang terdapat pada bagian bawah dari perut lebah pekerja. Penggunaan malam tidak hanya terbatas pada bidang industri lilin saja, tetapi telah meluas pada industri-industri lainnya seperti industri kosmetika dan industri farmasi. Selain itu malam lebah yang sudah diproses juga dibutuhkan sebagai bahan untuk batik baik tradisional maupun batik modern (Crane 1990). Racun lebah (bee venom) disebut apitoxin dihasilkan dari lebah pekerja yakni hasil sekresi kelenjar racun dalam bentuk cairan bening dengan bau tajam, rasanya pahit dan pedas, aromanya spesifik dan cepat kering. Apitoxin mengandung senyawa-senyawa kimia antara lain: triptofan, kolin, gliserin, asam fosfat, asam falmitat, asam lemak, asam vitelin, apromin, peptida, enzim, histamin, dan mellitin. Perkembangan penelitian modern membuktikan bahwa racun lebah dapat digunakan untuk pengobatan. Ada beberapa jenis penyakit yang dapat disembuhkan melalui sengatan lebah antara lain; penyakit neuritis, penyakit reumatik otot, penyakit asthma bronchial, penyakit pembuluh darah

54 26 kapiler dan penyakit impoten (Crane 1990). Banyak praktek-praktek pengobatan di Indonesia menggunakan sengatan lebah yang dilakukukan praktisi apiteraphy yang khasiatnya telah dirasakan pasien terutama penderita rematik, sakit kepala, tekanan darah tinggi atau rendah, dan impotensi (Pusbahnas 2008). Potensi Ekonomi Menurut Erwan (2006) usaha budidaya lebah madu A. cerana yang menjadi salah satu alternalif mata pencaharian dan berkontribusi tinggi pada pendapatan petani, telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang berdomisili di sekitar kawasan hutan dan kawasan pertanian lainnya. Oleh karena itu upaya pengembangan budidaya lebah madu dapat dilaksanakan guna meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain madu, usaha perlebahan juga mampu menghasilkan produk-produk lain seperti polen, propolis, sengat lebah dan bibit lebah. Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan usaha perlebahan ini terlihat dari berbagai kegiatan seperti dilaporkan (Erwan 2006) antara lain (1) penyusunan rencana umum pembinaan dan pengembangan perlebahan nasional (2) penguatan kelembagaan peternak lebah melalui pembangunan unit percontohan, bantuan sarana produksi perlebahan, temu usaha, penyelenggaraan pelatihan, penyuluhan dan penelitian dan (3) monitoring dan evaluasi. Laporan Departemen Kehutanan (2003) menjelaskan bahwa upaya medorong dan menggerakkan usaha swadaya masyarakat dalam peningkatan pendapatan, pemenuhan gizi dan kesehatan telah dilakukan kegiatan paket bantuan koloni dan peralatan lebah, sedangkan untuk penguatan kelembagaan telah dibentuk Asosiasi Perlebahan Indonesia (API) yang merupakan himpunan masyarakat perlebahan sebagai mitra sejajar pemerintah untuk bersama-sama mengembangkan perlebahan di Indonesia. Permintaan terhadap madu dari dalam negeri cukup tinggi sebesar 3150 ton per tahun masih belum terpenuhi sehingga untuk memenuhi kekurangan madu, Indonesia mengimpornya dari Vietnam, RRC dan Australia sebesar ton per tahun (Departemen Kehutanan 2003). Semua produk lebah mempunyai nilai ekonomi yang dapat membantu upaya perbaikan gizi masyarakat

55 27 dan untuk meningkatkan pendapatan peternak lebah. Manfaat tidak langsung berkaitan dengan proses pelestarian sumber daya hutan, peningkatan produktivitas tanaman, dan adanya hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Tanaman akan menghasilkan nektar/tepungsari sebagai pakan lebah, sementara lebah madu akan membantu proses penyerbukan tanaman (Blesmeijer & Slaa 2006; Byrne & Fitzpatrick, 2009). Modal investasi merupakan modal tetap yang diperlukan dalam kegiatan budidaya lebah madu selama beberapa periode pemanenan termasuk penyusutan alat-alat produksi. Di dalam usaha perlebahan A. mellifera, modal investasi terdiri dari : (1) perlengkapan koloni yang terdiri dari koloni lebah, kotak lebah, bingkai sarang (frame), pondasi sarang, pollen trap, dan standar/tiang besi, dan (2) peralatan kerja yang terdiri dari pengungkit, pisau madu, ekstraktor, tong/drum plastik, alat pertukangan, pakaian kerja, dan sarung tangan. Di dalam perhitungan modal investasi tidak dilakukan penyusutan karena peralatan berupa kotak lebah dan bingkai sarang dapat dipergunakan sampai tiga tahun. Dengan demikian pada tahun keempat perlu dilaksanakan pengadaan baru, sedangkan peralatan lain berupa ekstraktor dan peralatan petugas dapat dipakai sampai dengan 10 tahun. Modal kerja adalah biaya variabel yang digunakan dalam budidaya lebah madu untuk setiap periode pemanenan. Modal kerja terdiri atas seluruh biaya operasional yang habis dipergunakan selama satu tahun seperti pakan, stimulan, obat-obatan, sewa lahan dan transportasi. Berdasarkan analisis ekonomi pendapatan dapat diperoleh dari lebah A. mellifera dihitung produktivitas madu sebesar 24 kg per koloni per tahun, dan A. cerana sebesar 3 kg per koloni per tahun. Sesuai analisis financial yang dilakukan terhadap 100 koloni lebah, terlihat bahwa A. mellifera pada tahun pertama mengalami kerugian sebesar Rp yang disebabkan biaya investasi pengadaan koloni cukup tinggi yaitu sebesar Rp Keuntungan baru dapat diperoleh pada tahun kedua, sebesar Rp dan bisa dilakukan penambahan jumlah koloni lebah menjadi 175 stup. Pada tahun ketiga diperoleh keuntungan sebesar Rp dan penambahan jumlah koloni menjadi 306 koloni. Keuntungan tersebut dihitung atas dasar hasil madu yang diperoleh dengan harga jual Rp per kilogram, dan harga jual polen Rp

56 28 per kilogram serta royal jelly Rp Sama halnya dengan budidaya lebah A. cerana, tahun pertama masih mengalami kerugian sebesar Rp Pada tahun kedua diperoleh keuntungan sebesar Rp dan dapat dilakukan penambahan lebah sejumlah 150 koloni. Keuntungan pada tahun ketiga diperoleh sebesar Rp dan lebah dapat ditingkatkan menjadi 225 koloni. Nilai tambah usaha budidaya lebah madu dapat ditingkatkan lagi bila peternak dapat memasarkan produknya yang sudah dikemas dalam botol atau sachet, bukan sebagai madu curah (Puhbanas 2008). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2005) melaporkan bahwa budidaya lebah madu lokal A. cerana telah dilakukan di Indonesia sejak lama. Saat ini kegiatan perlebahan dibina oleh Departemen Kehutanan dan menjadi salah satu program pokok dalam pengembangan hasil hutan bukan kayu. Beberapa kendala dalam pengembangan budidaya lebah A. cerana adalah produksi madunya tergolong rendah, lebah ini juga memiliki kecenderungan hijrah (kabur) dan pecah koloni yang tinggi. Perilaku tersebut menghambat pengembangan budidaya lebah madu A. cerana di Indonesia. Peluang untuk usaha budidaya lebah madu di Kabupaten Kepahiang Bengkulu masih sangat besar. Hal ini didasari bahwa Kabupaten Kepahiang mempunyai areal hutan alam yang sangat luas, sekitar 400 hektar hutan dengan beraneka jenis tanaman yang berbunga secara bergantian sepanjang tahun. Tanaman tersebut merupakan habitat ideal untuk usaha budidaya lebah madu. Disamping itu terdapat lahan perkebunan seluas hektar seperti kebun sawit, karet, kopi dan puluhan ribu lahan pertanian hortikultura telah berkembang dengan pesat yang tentunya menjadi pengasil nektar dan polen yang berkualitas sebagai pakan lebah (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang 2009). Pola Integrasi dan Daya Dukung Tanaman Perkebunan Dalam penerapan sistem integrasi lebah madu dengan tanaman perlu diperhatikan konsep-konsep kompetisi baik interspesific competition (kompetisi antar spesies) maupun intraspesific competition (kompetisi dalam satu spesies), sehingga tidak berdampak pada kerusakan sumberdaya dan habitatnya.

57 29 Perbedaan tingkahlaku, pola penganbilan pakan dan respon terhadap kompetisi mempengaruhi keberadaan lebah. Berbeda dengan serangga lain (misalnya kupukupu dan semut), lebah menjalankan penyerbukan bunga dengan tidak menimbulkan akibat samping yang merugikan tanaman. Oleh karena itu lebah bukan hama tanaman, tapi malah membantu menaikkan produksi. Lebah merupakan serangga yang berperan penting baik secara ekologi (penyerbuk) maupun ekonomis (penghargaan secara financial terhadap jasanya sebagai penyerbuk) (Byrne & Fitzpatrick 2009). Lebah berhasil meningkatkan produksi pertanian dua kali lipat (Slaa et al. 2006). Hampir semua tanaman pertanian atau perkebunan yang tidak melakukan penyerbukan sendiri memerlukan bantuan serangga agar menghasilkan biji/buah. Polinasi adalah proses kompleks dan sangat vital dalam siklus hidup tanaman, terutama bagi terjadinya fertilisasi, pembentukan buah dan biji. Lebah berperan sebagai polinator yang lebih baik bagi tanaman termasuk perkebunan (Krement et al. 2002; Richards 2001; Heard 1999; Frietas & Paxton 1998) Polinasi merupakan mekanisme transfer polen dari sel kelamin jantan (anther) menuju sel kelamin betina (stigma) pada bunga. Aktivitas lebah sebagai polinator dilakukan secara tidak sengaja pada saat pencarian nektar dan tepung sari sebagai pakan untuk koloninya, dengan bantuan bagian corbicula kaki lebah madu yang penuh rambut tersebut disebut pollen basket (Winston 1991 dan Gojmerac 1983). Lebah memiliki organ khusus yang disebut proboscis yang bentuknya seperti belalai gajah dan berfungsi untuk mengisap cairan nektar pada bunga. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memanfaatkan lebah madu dalam proses penyerbukan tanaman, antara lain jumlah lebah per stup (strength of colony), jumlah stup lebah (number of bee hives), ketersediaan stup yang bisa dimanfaatkan (availability of bee hives) dan saat penempatan stup (timing of the introduction of hives). Department of Agriculture and Food Western Australia (2009) melaporkan bahwa penyebaran koloni lebah di areal pertanian tanaman pangan di Australia dan di Brazil dapat meningkatkan produksi pertanian. Jumlah lebah yang disebarkan bervariasi tergantung pada jenis tanaman, tempat (lokasi), dan jenis lebah. Oleh karena itu Department of Agriculture and Food Western

58 30 Australia (2009) merekomendasikan untuk meningkatkan proses polinasi tanaman kopi (Coffea arabica, C. canephora, C. liberica ) dapat ditempatkan 100 juta lebah pekerja pada saat musim berbunga. Cara ini mampu meningkatkan produksi kopi hingga 22%. Lebah merupakan serangga penyerbuk bagi tanaman yang paling penting di alam dibandingkan angin, air, dan serangga lainnya, dimana lebah dapat meningkatkan produksi apel sebesar 30-60%, jeruk %, dan anggur %. Madu yang dihasilkan oleh lebah yang mendapat pakan nektar kopi (madu kopi) memiliki sukrosa (2.8%), berwarna amber muda (light amber) dan aroma yang khas (Department of Agriculture and Food Western Australia 2009), dan berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh, membuat nyenyak tidur, memperlancar fungsi otak dan dapat menyembuhkan luka bakar (Pusbahnas 2008). Ada beberapa pendapat tentang pengertian daya dukung, menurut Enger (1983), daya dukung lingkungan adalah jumlah optimum individu suatu spesies yang dapat didukung kebutuhan hidupnya oleh satu kawasan tertentu pada periode perkembangan spesies tersebut secara maksimum. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan daya dukung adalah kemampuan lingkungan hidup untuk dapat mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di dalam suatu ekosistem. Miller (2002) mendefinisikan daya dukung sebagai kemampuan atau daya memberi dukungan terhadap kebutuhan hidup populasi maksimum suatu spesies tertentu pada periode waktu tertentu. Pembangunan Berkelanjutan Penerapan pembangunan berkelanjutan merupakan wujud nyata upaya pencapaian The Millennium Development Goals (MDGs) yang dideklarasikan pada bulan Mei 2000 sebagai United Nations Millennium Declaration dengan tujuan pengentasan kemiskinan, perbaikan pendidikan, persamaan gender, penurunan angka kematian anak, peningkatan kesehatan ibu, penanggulangan penyakit seperti HIV/Aids dan malaria, memperkuat pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan pengembangan kerjasama untuk pembangunan (Wikipedia

59 ). Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan menjadi komitmen bersama negara-negara anggota Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) termasuk Indonesia, yang ditargetkan tercapai pada tahun Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan hidup bahwa penerapan pembangunan berkelanjutan mengandung arti agar pembangunan yang dilaksanakan pemerintah atau swasta tetap berupaya agar apa yang dinikmanti generasi sekarang masih dapat dinikmati oleh generasi-generasi mendatang. Ridwan (2006) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan dipopulerkan melalui laporan Our Common Future yang disiapkan oleh World Commision on Environment and Development atau sering disebut dengan Komisi Brutland yang mempunyai tugas pokok yaitu: 1) mengusulkan strategi lingkungan jangka panjang untuk mencapai pembangunan berkelanjutan mulai tahun 2000 dan 2) mengindentifikasi bagaimana hubungan antar manusia, sumberdaya, lingkungan dan pembangunan dapat diintegrasikan dalam kebijakan nasional dan internasional. Menurut Umaly (2003), definisi pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses yang dinamis dari pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya, pemanfaatan teknologi untuk pembangunan, kelembagaan dan perubahan sosial budaya termasuk populasi, dan penggunaan investasi (ekonomi) untuk keharmonisan dan keseimbangan saat ini dan potensi masa depan dari kesejahteraan umat manusia. Ada empat prinsip utama pembangunan berkelanjutan yaitu (1) prinsip efisiensi yang berarti bijak dalam memanfaatkan sumberdaya alam tidak berlebihan, (2) prinsip pemenuhan, yaitu pemanfaatan sumberdaya dibatasi dengan memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang, (3) prinsip konsistensi, yaitu subsistem harus dapat bersatu dengan subsistem lainnya tanpa ada yang merasa lebih ataupun kurang dalam ekosistem dunia, dan (4) prinsip berhati-hati, yaitu adanya ancaman yang serius atau kerusakan yang tidak dapat diperbaiki jika pemanfaatan sumberdaya alam tidak hati-hati. Soenarno (2003) menjelaskan paradigma pembangunan berkelanjutan yang dilihat dari tiga pilar yang saling berkaitan yaitu tujuan ekonomi yang berkaitan dengan efisiensi dan pertumbuhan, tujuan ekologis yang berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya alam dan tujuan sosial yang berlaitan dengan hak kepemilikan dan keadilan.

60 32 Mersyah (2005); Fauzy dan Suzy (2002) mencantumkan lima dimensi keberlanjutan dalam usaha sapi potong yang meliputi (1) ekologi/lingkungan, (2) ekonomi, (3) teknologi, (4) sosial budaya dan (5) hukum dan kelembagaan. Ridwan (2006) memisahkan dimensi hukum dan kelembagaan secara tersendiri dengan alasan bahwa hukum dan kelembagaan merupakan dimensi yang memiliki karakter yang sangat berbeda. Laporan FAO (1989), menunjukkan bahwa ada empat dimensi keberlanjutan untuk perikanan tangkap yaitu ekonomi, sosial, ekologis dan kelembagaan atau pemerintahan. Diagram keterpaduan antar dimensi yang dibangun oleh Mersyah (2005); Fauzy dan Suzy (2002) disebut sebagai diagram layang layang sama seperti yang diungkapkan oleh FAO, hanya berbeda nama dan jumlah dimensinya (Ridwan, 2006). Pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia dapat menjadi solusi alternatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Kesejahteraan dapat dicapai tidak semata-mata karena meningkatnya produksi namun perlu disinergikan dengan komitmen untuk membangun kemitraan di antara pelaku agribisnis. Pembangunan pertanian konvensional pada pertanian tanaman pangan, perikanan, dan kehutanan telah yang telah menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya alam dapat melalui kemitraan usaha dapat menjamin terciptanya efisiensi dan pertumbuhan, keadilan dan pemerataan, serta berwawasan lingkungan. Konsolidasi kelembagaan yang mantap, baik di tingkat petani, pihak swasta maupun pemerintah perlu untuk mendukung upaya ini (Saptana & Ashari 2007).

61 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada selama 12 bulan yaitu dari bulan Januari s/d Desember 2010 berlokasi di Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu. Jarak antara lokasi sinkolema dan non sikolema sekitar 5 km yang dibatasi oleh perkebunan teh. Pada kawasan kebun kopi yang digunakan untuk penelitian terdapat tanaman lain seperti gamal, pisang, petai cina, pada bagian pinggir terdapat pohon akasia serta dikelilingi kebun teh dan semak belukar (Gambar 3). Kotak lebah ditempatkan secara terpusat di depan rumah tunggu dan tersebar di perkebunan kopi. Kebun kopi yang dijadikan lokasi penelitian sejumlah empat lokasi yaitu dua lokasi sinkolema dan dua lokasi non-sinkolema. Jumlah koloni madu sebanyak 30 stup yang ditempatkan pada lokasi sinkolema masing-masing 10 stup dan di luar kebun kopi (non-sinkolema) sebanyak 10 stup. Gambar 3. Sketsa penempatan kotak lebah dan kondisi lokasi penelitian sinkolema.

62 34 Tahapan Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yang diawali dengan tahap persiapan. Pada tahap ini, dilakukan penelitian pendahuluan untuk memperoleh informasi tentang kondisi awal lokasi penelitian, sosialisasi dengan masyarakat peternak lebah, pemilihan petani dan penanaman kaliandra sebagai pelindung kopi dan mengukur morfometri. Morfometri diukur untuk mengetahui karakteristik ukuran tubuh lebah yang digunakan dalam penelitian terdiri dari panjang dan lebar sayap, panjang dan lebar abdomen serta panjang proboscis. Dua puluh ekor lebah pekerja dari masing-masing koloni diukur morfometrik mengacu pada metode Ruttner (1978) dan Tilde et al. (2000). Panjang sayap diukur dari pangkal sayap sampai titik terjauh ujung sayap. Lebar sayap diukur pada bagian sayap terlebar tegak lurus dengan garis panjang sayap. Lebar abdomen diukur jarak antara sisi kiri dan kanan abdomen terpanjang pada tergite 4. Panjang proboscis diukur mulai pangkal proboscis sampai dengan ujung jarum. Penelitian selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang terdiri atas tiga tahapan pelaksanaan penelitian, yaitu (1) identifikasi daya dukung dan morfometrik lebah, (2) implementasi dan perumusan model sinkolema, dan (3) analisis keberlanjutan sinkolema. Metode dan prosedur pada setiap tahapan penelitian dijelaskan sebagai berikut: Identifikasi Daya Dukung Penelitian daya dukung dilaksanakan untuk menganalisis kemampuan wilayah dalam menyokong pengembangan budidaya lebah. Hasil yang diperoleh pada tahap ini : 1. Karakteristik pembungaan (flowering characteristic) kopi. 2. Produksi nektar, daya dukung kebun kopi dan populasi lebah. Bahan dan Alat Bahan dan materi yang digunakan dalam penelitian tahap I adalah tiga puluh koloni lebah A. cerana yang dibudidayakan dengan sistem integrasi dan tanpa sistem integrasi. Kebun kopi terdiri atas dua lokasi masing-masing seluas satu hektar. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah (1) spuit ukuran

63 35 kecil/micropipet, (2) alat ukur (meteran gulung), (3) alat timbang analitik, (4), Tabung reaksi mini, dan peralatan tulis. Parameter yang Didata dan Metode Pengukuran Karakteristik Pembungaan (Flowering Characteristic). Data karakteristik pembungaan kopi diperoleh melalui pengamatan setiap bulan selama satu tahun. Parameter yang diamati adalah adalah jumlah bunga per pohon pada setiap bulan. Data terkumpul dianalisis untuk penentuan waktu kopi mulai berbunga, puncak produksi, dan mulai terjadi penurunan, sehingga dapat diketahui siklus pembungaan kopi. Produksi Nektar. Nektar yang dihasilkan tanaman kopi ditentukan melalui metode konversi yaitu mengukur produksi nektar 25 kuntum bunga dari 10 pohon kopi yang dipilih secara acak. Data yang diperoleh dikonversi untuk penghitungan rata-rata produksi nektar per tegakan, sehingga produksi nektar per hektar dapat diprediksi. Nektar dikumpulkan dengan cara pengambilan secara hati hati mahkota bunga sehingga nampak cairan bening dan disedot pakai microspuit atau micropipet. Pengamatan dilakukan tiga kali, pagi (jam s/d 07.00), siang (jam ) dan sore (jam ) untuk memperoleh rata-rata produksi nektar. Penutupan tangkai bunga yang dipilih dengan kain kasa dilakukan untuk menghindari terjadinya kehilangan nektar oleh serangga (predator) lain, (Husaeni, 1986). Data yang diperoleh dihitung dengan rumus: Keterangan,.(1) Nh = Rata-rata volume nektar dari setiap kuntum bunga (ml/kuntum/hari) Ns = Total volume nektar dari 25 kuntum bunga yang diamati (ml/hari) t = Banyaknya kuntum bunga yang diamati (25)

64 36 Jumlah kuntum bunga per satu tangkai dan jumlah tangkai per pohon bunga dihitung untuk memprediksi jumlah kuntum bunga per pohon kopi (B) dan produksi nektar per tegakan. Rumus yang digunakan adalah: Keterangan, (2) Nt = Volume nektar yang diproduksi setiap pohon (ml/pohon/hari). B = Banyaknya kuntum bunga per pohon. Berdasarkan data volume nektar per tegakan, total produksi nektar dapat diprediksi dengan rumus: Keterangan, (3) Nk = Volume nektar yang diproduksi per hektar (ml/ha/hari). P = Banyaknya pohon per hektar (pohon/ha). Daya dukung atau daya tampung adalah hasil perhitungan dari jumlah nektar yang dihasilkan untuk mendukung jumlah koloni atau stup lebah yang bisa dibudidayakan. Jadi daya tampung adalah produksi nektar per hektar kebun kopi dibagi dengan rata-rata kebutuhan koloni lebah terhadap nektar setiap hari. Kebutuhan nektar per hari diperoleh berdasarkan hasil penelitian Husaeni (1986) yang telah melakukan pengamatan dengan menangkap dan menimbang 25 ekor lebah pekerja sebelum dan sesudah menghisap nektar. Selisih bobot yang diperoleh merupakan bobot nektar yang dipanen. Berdasarkan pengamatan Husaeni (1986) dapat diasumsikan bahwa setiap hari, koloni lebah memanen nektar bunga dengan rerata sebanyak 145 ml (Np). Angka ini dapat digunakan sebagai rerata jumlah nektar yang dipanen setiap koloni lebah madu untuk mempertahankan hidupnya. Hasil ini digunakan sebagai acuan untuk penghitungan daya dukung kebun kopi dengan rumus: (6) Keterangan : S = Jumlah stup (koloni) per nektar (stup/ha).

65 37 Populasi Lebah. Koloni lebah sebelum dibudidayakan baik di dalam maupun di luar lokasi sinkolema diupayakan agar populasinya sama, sehinga populasi awal seragam sekitar tiga belas ribuan ekor/koloni. Populasi lebah dalam kawasan ditentukan berdasarkan data bobot koloni dibagi bobot lebah pekerja. Bobot koloni lebah (Bs) didapatkan dengan cara menimbang stup berisi lebah. Setelah itu lebah dipindahkan ke kotak lain, stup ditimbang tanpa lebah untuk memperoleh bobot stup kosong (Bk). Selisih antara Bs dan Bk adalah bobot total lebah (Bt). Bt = Bs Bk...(7) Rata-rata bobot badan lebah secara individu didapatkan dengan cara penimbangan 200 ekor lebah dan total bobot dibagi 200. Populasi lebah diukur dengan rumus:....(8) Keterangan, P = Populasi lebah per koloni (ekor/koloni). Bt = Total bobot lebah (g/stup). Bl = Bobot lebah per ekor (g/ekor). Implementasi dan Perumusan Model Sinkolema Hasil penelitian tahap I digunakan untuk merumuskan pola/model budidaya lebah yang diintegrasikan dengan tanaman kopi (sinkolema). Komponen komponen utama produktivitas dianalisis berdasarkan koefisien teknis produksi peternakan lebah. Komponen-komponen yang diukur atau dianalisis terdiri atas: 1. Jumlah stup yang dipelihara sesuai dengan daya dukung wilayah. 2. Produksi madu per stup per tahun. 3. Produksi madu berdasarkan tata letak stup. 4. Produksi kopi/ ha/ tahun. 5. Data yang diperoleh dianalisis SWOT untuk merumuskan strategi dan pola pengembangan sinkolema.

66 38 Metode Pada tahap implementasi pengamatan dilakukan pada lokasi yang sudah ditetapkan terlebih dahulu. Pemilihan lokasi dilakukan secara purporsif berdasarkan pola budidaya lebah madu dengan sinkolema dan non sinkolema: (1) Dua lokasi penerapan sinkolema dengan masing-masing seluas satu hektar kebun kopi yang sudah berproduksi dan menghasilkan nektar pakan lebah. Sejumlah 10 stup lebah madu ditempatkan pada masing-masing areal kebun kopi secara tersebar 5 stup dan terpusat 5 stup. Satu lokasi tidak diukur diukur produksi madunya melainkan hanya produksi kopinya. (2) Lokasi ternak lebah non-sinkolema yaitu lokasi yang sudah biasa dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat budidaya lebah. Pada lokasi ini ditempatkan 10 stup lebah di pekarangan rumah peternak, pakan lebah bersumber dari tanaman di sekitarnya seperti labu siam, pohon buah beliming, jambu air, bunga-bungaan dan rerumputan. (3) Kebun kopi non-sinkolema ditentukan berdasarkan jarak dengan lokasi sinkolema, Produksi kopi dari dua lokasi kebun kopi non-sinkolema masingmasing 1 ha berjarak antara 2-5 km dari lokasi sinkolema dicatat sebagai produksi kopi non-sinkolema digunakan sebagai pembanding dengan produksi kopi sinkolema. Prosedur 1. Sejumlah sepuluh koloni lebah ditempatkan di perkebunan kopi dan sepuluh koloni di luar perkebunan kopi. Menentukan tata letak stup didasarkan pada faktor lokasi, pengelolaan, keamanan dan pemanenan. Pada areal perkebunan kopi, penempatan lima kotak lebah secara terpusat di halaman pondok jaga dengan jarak antar kotak 10 s/d 20 m, dan penempatan secara tersebar sejumlah lima kotak di tengah kebun kopi dengan jarak antar kotak sekitar m. 2. Produksi madu dan produksi kopi pada masing-masing lokasi dicatat sebagai produksi madu sinkolema, produksi madu sinkolema terpusat,

67 39 produksi madu sinkolema tersebar, produksi madu non sinkolema, produksi kopi sinkolema dan produksi kopi non sinkolema. 3. Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui produksi madu dan kopi pada masisng-masing sistem sinkolema dan non sinkolema, dan produksi madu sinkolema terpusat dan tersebar. 4. Produksi kopi dihitung berdasarkan hasil bobot kering per tahun per ha dan dibandingkan produksi kopi dengan sinkolema non sinkolema. Parameter yang Diukur 1. Produksi madu dihitung berdasarkan jumlah panen, hasilnya dikonversikan ke produksi per stup per tahun, dan dibandingkan antara produksi madu pada sistem integrasi dan di luar integrasi. 2. Produksi madu tiap koloni diukur menggunakan ukuran botol, selanjutnya dikonversi ke ukuran volume dan ukuran bobot. 3. Produksi kopi dihitung berdasarkan hasil bobot kopi kering per ha per tahun dan dibandingkan produksi kopi madu dengan sistem integrasi dan tanpa integrasi. Untuk medeskripsikan produksi kopi diamati dua lokasi dengan sistem integrasi dan dua lokasi kebun kopi tanpa integrasi. Analisis Data Data primer yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan rata-rata dan standar deviasi ditabulasi dan disajikan dalam grafik dan gambar. Rumusan Sinkolema Strategi pengembangan disusun berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap komponen utama dan pendukung antara lain: teknologi yang dibutuhkan, kelembagaan yang membantu pengembangan siskolema dan payung hukum yang melindungi peternak lebah. Sebagai langkah awal dalam melakukan analisis SWOT adalah dengan melakukan wawancara dan pengisian quesioner terhadap 30 responden terpilih yang selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan para stakeholders.

68 40 Model sinkolema yang dibangun adalah model budidaya lebah madu yang mengoptimalkan pemanfaatan komponen sumberdaya yang tersedia sacara lokal. Berdasarkan data yang diperoleh, sinkolema didesain agar mampu meningkatkan produksi madu dan kopi yang berkualitas dengan memperhatikan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu sinkolema memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Lebah yang dibudidayakan adalah lebah lokal sejumlah daya tampung lokasi. b. Pakan utama lebah adalah nektar dan polen tanaman kopi, dan bila tanaman kopi sedang tidak berbunga, tanaman pelindung dan tanaman lainnya yang ada di lokasi kebun kopi diupayakan mampu memenuhi kebutuhan pakan lebah. c. Untuk memelihara kopi tidak menggunakan pupuk kimiawi dan pestisida agar madu dan kopi yang dihasilkan adalah madu dan kopi organik. d. Teknologi yang diterapkan baik budidaya maupun pasca panen adalah teknologi sederhana yang mudah diserap petani/peternak. e. Dibutuhkan kelembagaan yang kuat mengingat petani kopi/peternak lebah tidak memiliki lahan yang luas dan memiliki kendala pemasaran produk. f. Dibutuhkan komitmen pemerintah dalam melakukan pembinaan dan perlindungan terhadap petani kopi/peternak madu. g. Mengacu pada Millennium Development Goals (MDGs) terutama penghentasan kemiskinan, peningkatan kesehatan dan penerapan pembangunan yang berkelanjutan. Analisis Keberlanjutan Sinkolema Metode yang digunakan adalah survey, observasi lapangan dan Focus Group Discussion (FGD), untuk memperoleh data sekunder dan primer yang diperlukan. Berbagai informasi dari dinas terkait, laporan dan statistik wilayah digunakan untuk menganalisis potensi yang ada. Pada tahapan ini, berdasarkan

69 41 data yang diperoleh diidentifikasi atribut-atribut keberlanjutan dan dianalisis indek keberlanjutannya. Metode Penghitungan indek keberlanjutan menggunakan RAPBEE model pendekatan modifikasi RAPFISH yang berbasis MDS (Multidimentional Scalling) dengan menekankan pada lima atribut keberlanjutan (Gambar 4) yaitu atribut teknologi (budidaya), lingkungan, ekonomi, sosial budaya dan hukum atau kelembagaan. Data berasal dari hasil analisis data skunder dan primer. Data primer akan diperoleh dari survei dengan wawancara dengan semua stakeholder yang mewakili unit-unit terkait. Responden sebanyak 30 orang dipilih secara purposive yang mewakili pengambil kebijakan, peternak lebah madu, masyarakat sekitar dan dari Perguruan Tinggi. Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dibuat skala (skoring) kemudian dihitung indek keberlanjutannya (IkRapBee). Pengujian derajat kesalahan metode ini diuji dengan menggunakan metode Monte Carlo. Data yang dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan grafik layang-layang. Skala ordinal yang digunakan adalah 0 untuk kondisi terburuk dan 4 untuk kondisi terbaik. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut mana yang paling berperan dalam menentukan keberlanjutan, sehingga semakin kecil nilainya semakin besar peranannya. Untuk menentukan status keberlanjutan dari model sinkolema yang efektif digunakan nilai indek untuk masing-masing katagori sangat buruk (0-25), buruk (26-50), baik (51-75) dan sangat baik (76-100).

70 42 Gambar 4. Diagram layang-layang keberlanjutan sinkolema.

71 43 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Wilayah Kabupaten Kepahiang Kabupaten Kepahiang pasca pemekaran memiliki luas ha terletak antara sampai dengan Bujur Timur (BT) dan sampai dengan Lintang Selatan (LS). Secara administratif Kabupaten Kepahang terdiri atas 8 Kecamatan: Bermani Ilir, Seberang Musi, Muara Kemumu, Tebat Karai, Kepahiang, Kabawetan, Ujan Mas dan Merigi. Dari luasan yang ada, sekitar ha (43.61%) merupakan lahan perkebunan kopi rakyat. Topografi Kabupaten Kepahiang merupakan dataran tinggi yang berada pada ketinggian m di atas permukaan laut, yaitu dari bergelombang sampai berbukit. Lapisan tanah bagian atas sebagian besar adalah merupakan pelapukan dari sisa-sisa aktifitas vulkanik di masa lalu sehingga jenis tanahnya didominasi oleh jenis tanah dengan tekstur sedang, struktur tanah debu berpasir yang sangat subur, porous dan pada beberapa tempat memiliki solum yang dalam (lebih dari 60 cm). Beberapa jenis tanah yang dijumpai adalah jenis tanah podsolik coklat, podsolik merah kuning, andosol, latosol regosol dan aluvial. Berdasarkan kerentanan lahan terhadap erosi yang dipengaruhi anatara oleh lain tingkat kepekaan jenis tanah, kelerengan dan curah hujan sebagian besar wilayah merupakan lahan yang rentan terhadap erosi, terutama lahan yang merupakan kawasan hutan dimana sebagian besar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan tetap adalah kawasan yang memiliki kemiringan/topografi lahan yang curam (40%). Wilayah Kepahiang memiliki iklim tropis dengan sinar matahari sepanjang tahun dengan curah hujan >2.000 mm/tahun, temperatur ratarata harian 24 0 C dan kelembaban nisbi > 80% (BPS 2007) merupakan wilayah yang sangat sesuai (very suitable area) untuk pengembangan berbagai komoditi perkebunan seperti kopi, kakao, teh padi dan lain-lain. Oleh karena itu upaya pembangunan perkebunan terus dilakukan dengan sebagian besar diarahkan untuk pengembangan komoditi unggulan yang dikelola dan dimiliki oleh perkebunan rakyat. Selain perkebunan, langkah optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam terus dilakukan dengan pengembangan produk-produk berbasis kehutanan yang lebih diarahkan kepada upaya pengelolaan jasa lingkungan seperti Hutan Kemasyarakatan, Pemanfaatan Hutan sebagai sarana rekreasi (ekowisata) dan

72 44 lain-lain. Upaya memanfaatkan potensi kawasan perkebunan di Kepahiang dapat digunakan sebagai penyedia nektar dan polen pakan lebah. Memperhatikan pemanfaatan dan kondisi lahan di Kabupaten Kepahiang terutama perkebunan mencerminkan bahwa terdapat kelimpahan nektar pakan lebah yang tinggi. Upaya pemanfaatan sumberdaya alam sebagai salah satu pendorong dalam pertumbuhan ekonomi daerah pelalui perkembangan perlebahan perlu terus ditingkatkan dengan memberikan kemudahan bagi petani/peternak lebah untuk melaksanakan kegiatan produksinya, dengan tetap memperhatikan mutu dan daya dukung lingkungan itu sendiri. Kabupaten Kepahiang memiliki potensi yang tinggi untuk pengembangan peternakan lebah madu. Secara agro-ekologi Kabupaten Kepahiang dibatasi oleh bentuk wilayah dengan fisiografi berbukit sampai bergunung dan curah hujan yang tinggi. Pada umumnya yang menjadikan Kepahiang tidak sulit mengembangkan hortikultura karena tanah yang terkategori bersolum dalam seluas ha atau sekitar % dari luas wilayah. Luas lahan berdasarkan sebaran ketebalan solum tanah disajikan pada Tabel 4. Tekstur tanah yang mendominasi wilayah di Kepahiang termasuk sedang dengan luasan ha atau 53.54% yang merupakan jenis tanah yang secara fisik sangat potensial untuk pengembangan tanaman perkebunan tanama kopi. Tabel 4. Luas wilayah berdasarkan kedalaman efektif tanah. Kedalaman Efektif (cm) Luas (Ha) (%) > Jumlah Sumber : BPS (2007)

73 45 Kepahiang memiliki kontour bergelombang dan merupakan wilayah lahan kering yang tidak pernah mengalami penggenangan (BPS 2007). Sistem penggunaan lahan di Kabupaten Kepahiang terdiri dari lahan sawah seluas 5273 ha, lahan kering ha, dan lain-lain seluas 546 ha yang dikategorikansebagai lahan produktif dengan beragam pola penggunaan. Dengan luas wilayah ha, luas hutan negara yang sebagian besar adalah wilayah konservasi seluas ha, dan wilayah pemukiman seluas 2958 ha. Pola penggunaan lahan dan potensi luas wilayah untuk pengembangan tanaman pertanian dapat diidentifikasi pada Tabel 5. Tabel 5. Sistem penggunaan lahan pertanian Kabupaten Kepahiang. Luas Penggunaan Potensi Penggunaan Lahan (ha) (%) (Ha) (%) Tanaman Pangan Tanaman Sayuran Tanaman Buah-buahan Tanaman Biofarmaka Tanaman Hias Tanaman Perkebunan Hutan Lain-lain Jumlah Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kepahiang (2008) Sebagian besar (75%) luasan lahan di Kabupaten Kepahiang terletak pada ketinggian m dpl dan 12% terletak pada wilayah > 1000 m dpl. Curah hujan rata-rata bulanan untuk sepuluh tahunan di wilayah Kepahiang yaitu > 200 mm. Suhu udara rata-rata C, dengan suhu udara maksimum sebesar C dan suhu udara minimum sebesar C. Kelembaban nisbi rata-rata bulanan > 80%. Disamping itu potensi pengembangan tanaman perkebunan didukung juga oleh kedalaman dan jenis tanah yang mendominasi wilayah ini

74 46 (tanah andosol, aluvial, latosol, asosiasi andosol-latosol-podsolik coklat-podsolik merah kuning) yang sangat baik untuk pengembangan tanaman kopi (BPS 2007). Karakteristik Petani Jumlah penduduk Kabupaten Kepahiang sampai dengan bulan Desember tahun 2009 adalah jiwa, dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1.70 % pertahun dan tingkat kepadatan penduduk masih relatif sangat rendah dibanding dengan daerah lainnya, yaitu rata-rata 196 jiwa per km. Namun demikian penyebarannya tidak merata dan masih terkonsentrasi pada daerah perkotaan atau daerah pusat kegiatan ekonomi. Berdasarkan struktur mata pencarian di Kabupaten Kepahiang, terdapat lebih dari 80 % penduduk bergerak di bidang usaha pertanian terutama perkebunan kopi. Sektor ekonomi lainnya yang yang menjadi usaha utama penduduk adalah perdagangan dan jasa angkutan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ekonomi di luar pertanian masih belum banyak menyerap tenaga kerja. Berdasarkan komposisi penyerapan tenaga kerja dan konstribusi sector ekonomi terhadap produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kepahiang dapat dipastikan bahwa yang menjadi tulang punggung perekonomian berada pada sector pertanian yang meliputi perkebunan, tanaman pangan, kehutanan, peternakan dan perikanan air tawar. Masyarakat petani Kabupaten Kepahiang masih bercirikan pola pertanian konvensional yang mengikuti trend harga komoditi, dimana fluktuasi harga sangat berpengaruh terhadap gairah petani (terutama petani perkebunan kopi) untuk mengurus kebunnya yang berimbas kepada fluktuasi produksi dan kualitas yang dihasilkan. Untuk meningkatkan peran pertanian perlu dilakukan upaya inovasi dalam mengembangkan pertanian (dalam arti luas) yang berbasis pada sumberdaya lokal yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat setempat serta kesesuain lahan terhadap komoditi tertentu dengan dibarengi tersedianya akses pemasaran yang jelas. Potensi Peternakan dan Karakteristik Morfometrik Lebah Berdasarkan potensi fisik dan lingkungannya, Kabupaten Kepahiang merupakan daerah yang potensial untuk ternak lebah madu yang mampu

75 47 menghasilkan madu pada saat hasil pertanian belum dipanen dan membantu penyerbukan tanaman kopi untuk meningkatkan produksi. Disisi lain tumbuhan/tanaman seperti sayuran, kemiri, coklat, tanaman hias, kebun kopi dan tanaman hutan mampu menyediakan nektar dan polen sebagai pakan lebah madu A. cerana yang menjadi salah satu dari lebah komersil lokal. Apis cerana merupakan lebah asli tropis Asia (termasuk Indonesia) yang sudah beradaptasi baik dengan lingkungan Indonesia termasuk Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu. Apis cerana memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap hama utama lebah (Varroa spp. dan Vespa spp.), walaupun produksinya tidak setinggi A. mellifera (Sihombing 2005). Oleh karena itu, A. cerana sangat memungkinkan untuk dibudidayakan sebagai penghasil madu kopi secara organik. Pemanfaatan perkebunan kopi untuk budidaya madu A. cerana sangat diperlukan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan lahan untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas lebah. Peternakan lebah madu merupakan salah satu komoditi penting dalam pembangunan pertanian. Produksi kopi bersifat musiman dan kadang-kadang hasil panennya rendah sebagai akibat pengaruh lingkungan. Pada saat krisis ekonomi dan moneter, peranan peternak menjadi penyangga keberhasilan pembangunan suatu daerah. Hal yang menjadi fokus bagaimana peternakan lebah madu menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dengan tetap menjaga agar sumberdaya alam tersebut tetap tejaga kelestariannya. Hasil pengamatan ukuran tubuh lebah menunjukkan bahwa lebah A. cerana yang digunakan dalam penelitian memiliki ukuran panjang sayap 7.62±16 mm, lebar sayap 2.51±0.07 mm, lebar abdomen 3.42±0.15 mm dan panjang proboscis 4.70±0.15 mm. Data morfometrik A. cerana ini mirip dengan hasil penelitian Tilde et al. (2000) yang meneliti kenanekaragaman A. cerana di Filipina dengan menggunakan 101 sampel, melibatkan 39 karateristik lebah. Hasilnya menunjukkan bahwa lebah A. cerana dari daerah Palawan tidak berbeda dengan yang ada di daerah bagian Filipina lainnya. Morfometrik A. cerana yang berasal dari pulau berbeda ada kemungkinan terdapat perbedaan, demikian pula perbedaan ketinggian tempat dapat menyebabkan terjadinya variasi ukuran tubuh lebah. Secara morfometrrik A. cerana yang dipelihara pada satu pulau tidak

76 48 menunjukan adanya perbedaan yang nyata ( Tilde et al dan Hepburn et al. 2001), hasil penelitian ini sesuai dengan Radloff et al. (2005) dan Damus dan Otis (1970). Panjang sayap tidak berpengaruh terhadap frekuensi mengunjungi bunga tetapi berpengaruh terhadap daya jelajahnya (home range). Kajobe (2007) melaporkan bahwa frekuensi mengunjungi bunga dipengaruhi oleh produksi nektar, jarak, konsentrasi dan komposisi gula nektar, kandungan asam amino dan lipid. Semakin tinggi produksi nektar, polen, konsentrasi gula dan semakin dekat jarak tanam pakan lebah semakin sering lebah mengunjungi bunga tersebut. Konsentrasi gula dapat dipengaruhi oleh iklim dimana pada musim hujan konsentrasi gula lebih rendah akibat naiknya kadar air. Konsentrasi gula yang terkandung pada nektar kaliandra, berbeda antar waktu. Adanya hubungan kemampuan menjelajah dengan ukuran sayap dapat dibuktikan dengan adanya kemampuan menjelajah lebih jauh pada lebah yang memiliki sayap lebih panjang. Contohnya A. mellifera yang memiliki sayap lebih panjang memiliki home range sekitar radius 2 km sedangkan A. cerana yang memiliki ukuran sayap lebih pendek memiliki home range sekitar radius 1 km. Daya Dukung Kebun Kopi, Produksi Madu dan Kopi Karakteristik Pembungaan (flowering characteristic) Kopi Hasil penelitian selama satu tahun menunjukkan bahwa tanaman kopi di Kaupaten Kepahiang berbunga selama kurang lebih 8 bulan per tahun kecuali bulan Maret, April, pertengahan September, Oktober dan pertengahan Nopember (Gambar 5). Karakteristik pembungaan saat penelitian berbeda dengan laporan Pusbahnas (2008), bahwa tanaman kopi berbunga pada bulan Mei sampai dengan Agustus, dan juga berbeda dengan laporan Kajobe (2007) bahwa kopi di Afrika hanya berbunga selama dua bulan. Kopi yang dibudidayakan di lokasi penelitian adalah Coffee arabica yang diremajakan dengan jalan menempelkan tunas pada batang pohon kopi yang sudah lama dipelihara. Kemungkinan cara peremajaan ini yang menyebabkan waktu pembungaan kopi menjadi lebih panjang sehingga kopi di Kepahiang mampu menyediakan nektar kopi dalam waktu yang lebih

77 49 panjang. Gambar 6 memperlihatkan bahwa secara fisik terlihat komposisi buah dan bunga pada satu pohon tanaman kopi, ada yang sudah siap dipanen bersamaan dengan bunga yang masih kuncup. Selama waktu pembungaan, produksi nektar yang paling sedikit terjadi pada bulan Januari dan Februari dan puncaknya terjadi pada bulan Juli. Hasil ini diduga berkaitan dengan juah hujan dan masa transisi musim hujan ke musim kemarau yang merangsang fsiologi reproduksi kopi untuk menghasilkan media generatifnya yaitu biji kopi. bunga/pohon Rataan produksi bunga/pohon Gambar 5 Grafik karakteristik pembungaan kopi (Coffee arabica) Tahun 2010 Gambar 6 Proses pembungaan dan produksi bunga kopi di Kepahiang Tahun 2010

78 50 Produksi Nektar, Daya Dukung Kebun Kopi dan Populasi Lebah Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah tangkai kuntum bunga per pohon adalah 1506 kuntum/pohon/tahun Rata-rata produksi nektar kopi adalah 064 ml per 25 kuntum per hari Gambar 7 menunjukan rata-rata produksi nektar kopi harian dalam kurun waktu satu tahun masa berbunga, yang memperlihatkan fluktuasi produksi nektar kopi dengan rata-rata produksi tertinggi terjadi pada bulan Juli Produksi nektar kebun kopi rata-rata per hari adalah 1814±915 ml/pohon/hari (Tabel 6), berarti rata-rata produksi nektar adalah 36,28608 ml/ha/hari Bila kebutuhan nektar 145 ml/stup/hari (Husaini, 1986) maka daya dukung kebun kopi adalah 250 koloni lebah/ha Diasumsikan tidak ada predator lainnya (grazers) yang mengkonsumsi nektar kopi, maka kebun kopi okulasi robusta di Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu mampu mendukung usaha peternakan lebah dengan skala usaha 250 koloni/ha lahan perkebunan kopi Hasil perhitungan ini diperoleh pada kondisi ideal tanpa pengaruh lain yang mengganggu Namun, salah satu ancaman yang perlu diperhatikan adalah predator/serangga pengisap nektar kopi, atau ancaman cuaca/lingkungan yang mengganggu produksi nektar Oleh karena itu, dengan asumsi 50% nektar dikonsumsi serangga lain dan produksi nektar terendah 949±285 ml/pohon/hari (Tabel 6), maka agar tetap menghasilkan madu kopi, jumlah stup lebah yang bisa dikelola sebanyak 66 stup per hektar kebun kopi yang terdapat 2000 pohon/ha Jumlah tersebut didapatkan dari hasil perhitungan produksi nektar kopi terendah dibagi kebutuhan koloni terhadap nektar (145 ml/koloni/hari) dikalikan tujuh puluh lima persen (nektar yang diasumsikan dapat dimanfaatkan untuk pakan lebah)

79 51 Tabel 6 Produksi nektar kopi di Kabupaten Kepahiang No Pohon Bulan Januari Februari Mei Juni Juli Agustus Nopember Desember Jumlah Rata-rata sd Rata-rata produksi nektar per pohon (ml) = 18,14 ± 9,15 51

80 52 ml/pohon/hari Gambar 7. Grafik rata-rata produksi nektar kopi pada tahun Produksi nektar kaliandra di lokasi penelitian belum bisa dihitung karena selama penelitian kaliandra belum seluruhnya berbunga, walaupun terdapat beberapa pohon kaliandra yang sudah berbunga di sekitar lokasi Berdasarkan hasil observasi diperkirakan bahwa pada saat kopi tidak berbunga kebutuhan pakan lebah dapat dipenuhi oleh nektar kaliandra Berdasarkan penelitian yang dilakukan Husaini (1986), rata-rata produksi nektar kaliandra adalah 119 liter/ha/hari atau 42 ml/pohon/hari Bila lebah yang dibudidayakan 66 kotak/ha kopi, maka untuk memenuhi kebutuhan lebah terhadap nektar pada saat kopi tidak berbunga perlu ditanam kaliandra merah sebanyak kurang lebih 230 batang Namun demikian adanya perbedaan produksi nektar pada masing-masing daerah, jumlah kaliandra yang ditanam perlu dihitung ulang disesuaikan dengan poduksi nektar kaliandra setempat Pada kurun waktu enam bulan diperoleh hasil yang menunjukkan peningkatan populasi yakni sekitar 20% populasi lebah di kebun kopi, sementara populasi lebah yang ditempatkan di luar sinkolema menurun sekitar 27% (Gambar 8) Peningkatan dan penurunan populasi berada pada kondisi relatif konstan pada

81 53 bulan Juli sampai dengan Desember pada masing-masing lokasi sebesar ekor pada area sinkolema dan 9000 ekor untuk lebah cerana di luar sinkolema Ekor 17499± ± ± ± ±554 Sinkolema 7518± ± ±5196 Non sinkolema Sep-09 Mei Jul Des Gambar 8 Grafik perkembangan rata-rata populasi lebah Perkembangan populasi lebah berkaitan erat dengan produksi nektar, dengan kata lain keberadaan populasi lebah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan nektar sebagai pakannya Data menunjukkan bahwa populasi lebah dari 10 koloni pada bulan Mei sebesar 17499±4388 individu/koloni naik menjadi 18650±5567 individu/koloni oada bulan Juli dan turun lagi menjadi 18044±8731 individu/ha (dari 8 koloni) pada bulan Desember Fluktuasi perkembangan populasi lebah ini seiring dengan flutuasi produksi nektar kopi, yaitu produksi nektar naik dari ml/ha pada bulan Mei menjadi mm/ha pada bulan Juli turun menjadi ml/ha pada bulan Desember Kuntadi (2006) melaporkan bahwa masa pembungaan sebagian besar tanaman adalah musiman yang pada periode tertentu menyebabkan lebah kekurangan pakan Kuntadi (2006) mengemukakan bahwa lebah tropis termasuk A cerana lebih rentan terhadap kekurangan pakan, dapat mengakibatkan penurunan dan hijrahnya lebah ke tempat lain Pakan lebah yang dibudidayakan di luar sinkolema adalah nektar rumput-rumputan, bunga hias yang ada di pekarangan, beberapa pohon buah-buahan dan tanaman lainnya dalam jumlah yang terbatas sehingga produksi nektarnya sulit diprediksi Populasi lebah

82 54 non sinkolema jauh lebih rendah dari populasi lebah yang dibudidayakan di kawasan sinkolema Hasil Implementasi Sinkolema Daya Dukung Kebun Kopi Koloni lebah yang dapat dipelihara pada setiap hektar lahan kebun kopi di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu adalah 250 koloni/ha, pada kondisi tidak ada predator atau serangga lainnya sebagai kompetitor Rekomendasi untuk mengantisipasi adanya serangga lain pengisap nektar kopi dan cuaca buruk yang menyebabkan kopi tidak berbunga sebagaimana mestinya, dengan menggunakan data produksi nektar terendah yaitu pada bulan Februari sebesar 949 ml/pohon/hari, adalah menempatkan lebah madu tidak lebih dari 66 koloni setiap hektar kebun kopi Hal ini bertujuan agar lebah madu A cerana dapat selalu menghasilkan madu kopi maka setiap satu stup lebah perlu didukung oleh 30 pohon tanaman kopi Produksi Madu dan Kopi Hasil yang diperoleh dari tahapan implementasi sinkolema adalah madu dan kopi yang disajikan pada Tabel 7 dan 8 Produksi madu dari ternak lebah yang dipelihara dengan sistem integrasi mencapai 3335 ± 1433 g/koloni/tahun, 114% lebih tinggi dari produksi madu lebah yang dipelihara di luar kawasan integrasi (1560 ± 815 g/koloni/tahun) Perolehan ini ada hubungannya dengan tingkat perkembangan populasi lebah dan ketersediaan nektar pada masing-masing sistem Produksi madu sangat erat kaitannya dengan ketersediaan nektar, yang berarti nektar memegang peranan penting dalam usaha budidaya lebah madu Hasil penelitian ini sejalan dengan Soesilohadi (2008) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan antara kegiatan mencari makan lebah madu (A cerana) dengan volume nektar dan perkembangan jumlah bunga kaliandra (Calliandra calothyrsus ) di desa Pager Wangi, Bandung Kegiatan lebah sangat erat hubungannya dengan ketersediaan nektar di sekitar koloni

83 55 Tabel 7 Produksi madu yang dipelihara sinkolema dan nonsinkolema Koloni Panen ke (kg) Jumlah Maret Mei Juli September Desember Integrasi A A A A A A A A A A Rata-rata Sd Tidak Integrasi B B B B B B B B B B Rata-rata Sd Produksi madu berkaitan dengan karakteristik pembungaan dan jumlah nektar yang dihasilkan dengan produksi tertinggi terjadi pada bulan Juli, sedangkan peroduksi terendah pada bulan Maret dan September pada produksi

84 56 nektar kopi menurun (Gambar 9) Dilihat dari frekuensi panen, lebah madu di kebun kopi dapat dipanen 5 kali dalam setahun, dua kali lebih banyak dibandingkan dengan madu yang berasal dari koloni lebah yang dipelihara di luar kebun kopi, dengan jumlah panen 3 kali setahun Madu yang diproduksi koloni lebah di luar kebun kopi dikonsumsi kembali oleh lebah untuk mempertahankan hidupnya karena kekurangan nektar Menurut Soesilohadi (2008) kegiatan lebah madu pada kaliandra berkaitan erat dengan perkembangan jumlah bunga yang mekar selama pangamatan Jumlah bunga kaliandra yang mekar meningkat, maka jumlah lebah madu yang datang mencari makan pada bunga kaliandra juga meningkat Hal menarik yang diamati di daerah sinkolema adalah pada saat kopi sedang tidak berbunga pada bulan Maret, madu masih dapat dipanen dengan ratarata 735±324 gram/koloni Kemungkinan madu yang dipanen dari wilayah sinkolema pada awal Maret di wilayah sinkolema bersumber dari nektar kopi bulan Februari atau lebah madu memanfaatkan tanaman sumber nektar selain kopi Rendahnya produksi madu lebah yang ditempatkan di luar kebun kopi juga disebabkan hijrahnya 4 koloni (40%) dari lokasi, sementara data koloni yang hijrah dari areal kebun kopi hanya 2 koloni (20%) Beberapa alasan yang menyebabkan hijrahnya koloni lebah yaitu, 1) kurang pakan yang diindikasikan dengan tidak tersedianya madu pada sarangnya, 2) kondisi kotak/stup kotor tidak pernah dibersihkan oleh peternak, 3) terjadinya kompetisi antara koloni lebah terhadap pakan, dan 4) lebah merasa terganggu karena penanganan yang kurang baik atau karena diganggu hewan (hama) Hasil penelitian memperlihatkan adanya kaitan antara karakteristik pembungaan, jumlah nektar yang dihasilkan dan produksi madu Produksi madu tertinggi terjadi pada panen bulan Juli ini berkaitan dengan produksi nektar yang tertinggi terjadi pada bulan Juli, sedangkan produksi terendah terjadi pada panen bulan Maret dan September dimana produksi nektar kopi sudah mulai mau berhenti Kondisi pohon kopi yang sedang berbuah dapat dilihat pada Gambar 10 yang diambil pada bulan September 2010 yang memberi gambaran bahwa tanaman kopi di kawasan sistem integrasi kebun kopi lebah madu (sinkolema) di Kabupaten Kepahiang Bengkulu bebuah lebih lebat dan berbuah lebih bernas Hal

85 57 ini menunjukkan bahwa kopi yang dihasilkan lebih baik ditinjau dari kuntitas maupun kualitas. gram/koloni Gambar 9 Grafik produksi madu yang di pelihara sinkolema dan nonsinkolema Hasil pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa rataan produksi kopi di perkebunan yang diintegrasikan dengan lebah sebesar 131 ton/ha relatif lebih tinggi dari rataan produksi kopi di luar wilayah integrasi (118 ton/ha) Hasil ini menunjukan bahwa sinkolema mampu meningkatkan produksi kopi di Kabupaten Kepahiang sebesar 1055% Kopi sinkolema Kopi non-sinkolema Gambar 10 Contoh pohon kopi yang sedang berbuah di lokasi penelitian bulan September 2010

86 58 Tabel 8 Produksi kopi pada sinkolema dan non sinkolema No Panen ke Sinkolema (ton/ha) Produksi pada Sistem Non-sinkolema (ton/ha) Selisih Ton % 1 I 1,35 1,16 0,19 16,38 2 II 1,27 1,21 0,06 4,96 Rataan 1,31 1,18 0,12 10,17 Pengaruh Tata Letak Kotak Lebah Terhadap Produksi Madu Hasil penelitian menunjukkan bahwa penempatan koloni lebah secara terpusat atau tersebar mempengaruhi produksi madu (Tabel 12) Produksi madu dari koloni lebah yang ditempatkan secara menyebar di dalam kebun kopi sebesar 408 kg/koloni/tahun nyata lebih tinggi dari produksi madu koloni lebah yang ditempatkan terpusat di tengah-tengah kebun kopi sebesar 260 kg/koloni/tahun Kompetisi terhadap pakan antar koloni lebah (intraspesific competition) yang ditempatkan secara terpusat menyebabkan 2 koloni hijrah pada bulan September Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kekurangan pakan karena pada bulan September kopi sudah berhenti berbunga Soesilohadi (2008) menyatakan bahwa lebah memanfaatkan nektar yang berada paling dekat dengan koloninya, artinya semakin padat populasi lebah pada suatu tempat yang memiliki keterbatasan pakan akan menyebabkan terjadinya persaingan antar koloni lebah, keadaan ini menyebabkan penurunan produksi madu atau terganggunya keseimbangan populasi lebah dan akibat yang paling buruk adalah terjadinya hijrah (absconding) Perkembangan produksi lebah dari bulan Maret sampai Desember 2010, berdasarkan tata letak stup dapat dilihat pada Gambar 11 Penempatan koloni secara terpusat mengakibatkan terjadi overlaping baik tempat hidup maupun pakan Kajobe (2007) mengemukakan bahwa overlaping tempat mengambil pakan akan menimbulkan tingkat kompetisi tinggi (high competition) yang seringkali mengakibatkan tekanan terhadap keberadaan lebah dan terjadi penurunan populasi.

87 59 Tabel 9 Produksi madu berdasarkan tata letak stup No Stup Produksi madu pada bulan (Kg) Maret Mei Juli September Desember Jumlah Penyebar Jumlah Rata-rata Sd Terpusat Jumlah Rata-rata Sd Letak koloni (stup) yang terlalu rapat dalam satu luasan lahan dapat menyebabkan terjadinya kompetisi terhadap pakan sehingga menyebabkan turunnya produksi madu Jarak dan daya jelajah lebah ada kaitannya tata letak berpengaruh terhadap produksi madu Hasil ini sejalan dengan penelitian Wolf and Moritz (2008) yang melaporkan bahwa intensitas pengambilan nektar oleh Bombus terrestris dipengaruhi daya jelajah lebah pekerja dan jarak dengan sumber bunga Sekitar 40% lebah pekerja mengambil nektar dengan jarak kurang dari 100 m dari letak stup dan bila nektar/polennya yang ada lebih disukai, lebah dapat mengambil nektar pada jarak lebih dari 100 m Penempatan stup secara menyebar dapat mengurangi tingkat kompetisi antar lebah dan meningkatkan populasi yang menghasilkan produksi madu lebih tinggi dari lebah yang ditempatkan secara terpusat Wolf and Moritz (2008) melaporkan bahwa 80% frekuensi kunjungan lebah ke bunga ditentukan oleh jarak dan kualitas nektar

88 60 gram/koloni ± ± ± ± ± ± ±45 650± ±257 Tersebar Terpusat ± Maret Mei Juli September Desember Gambar 11 Grafik perkembangan produksi madu berdasarkan tata letak Produksi Nektar, Populasi dan Produksi Madu Berdasarkan data populasi lebah dan produksi madu ada, data yang diperoleh pada bulan Mei, Juli dan Desember merupakan data yang cukup lengkap digunakan untuk proses analisis Pada setiap bulan, jumlah lebah per stup relatif seragam dengan rata-rata 18 ribu ekor per stup, walaupun ada kecenderungan dengan meningkatnya produksi nektar kopi terjadi peningkatan populasi lebah dalam satu koloni Hasil analisis mengindikasikan bahwa semakin tinggi nektar yang dihasilkan kopi di areal sinkolema, semakin tinggi madu yang diproduksi lebah (Tabel 10) Dengan demikian produksi madu yang tinggi terjadi pada bulan Juli, ada hubungan dengan produksi nektar tinggi Hasil penelitian ini

89 61 menunjukkan bahwa pakan utama lebah A. cerana di kawasan sinkolema adalah nektar kopi Hal menarik dari Tabel 10 adalah produksi nektar dan produksi madu pada bulan Mei dan Desember Pada ukuran populasi yang relatif sama, produksi madu pada bulan Mei lebih tinggi dari pada pada bulan Desember padahal produksi nektar kopi pada bulan Desember dua kali lipat lebih tinggi dari pada pada bulan Mei Performa populasi dan produksi madu besar kemungkinan dipengaruhi oleh Jumlah koloni yang ditempatkan di kawasan sinkolema, kondisi vegetasi lain di kawasan sinkolema dan curah hujan setempat Walaupun pada bulan Mei produksi nektar jauh lebih rendah dari produksi nektar bulan Desember, populasi lebah relatif sama sehingga produksi madu pada bulan Mei dan Desember relatif sama Disamping itu, vegetasi di kawasan sinkolema mulai berbunganya sehingga ketersediaan pakan lebah dapat dipenuhi oleh nektar yang berasal dari bungan selain tanaman kopi Kemungkinan lain, pada saat curah hujan tetinggi produksi madu lebih tinggi walaupun kondisinya lebih encer karena memiliki kadar air yang lebih tinggi Oleh karena itu produksi madu bulan Mei yang memiliki curah hujan 572 mm lebih tinggi dibandingkan dengan produksi lebah pada bulan Desember yang memiliki curah hujan 572 mm dan 345 mm Tabel 10 Produksi nektar, populasi lebah, produksi madu dan curah hujan No Komponen Mei Juli Des 1 Jumlah kopi (pohon/ha) Produksi nektar (ml/pohon/hr) 3 Populasi (individu/koloni) 4 Produksi madu (g/panen/koloni) 1116±2, ± ± ± ± ± ± ± ±382 5 Curah hujan (mm) Keterangan: BPS (2010)

90 62 Hasil uji organoleptik madu kopi, karet, randu dan madu rambutan disajikan pada Tabel 11 Hasil penilaian 50 orang panelis menunjukkan bahwa warna madu kopi menarik bahkan lebih menarik dari pada madu karet, randu maupun rambutan, sama halnya dengan aroma dan rasa Panelis menyatakan bahwa madu kopi sangat manis (lebih manis dari madu pembanding) Hal ini diduga ada kaitannya dengan kadar air dimana kadar air madu kopi adalah terendah (2228%) dibandingkan dengan ketiga jenis madu lainnya yang memiliki kandungan air sekitar Ditinjau dari aspek tingkat kesukaan, madu kopi menempati urutan kedua setelah madu karet, karena madu kopi memiliki rasa yang relatif sangat manis, sehingga dirasa terlalu manis untuk dikonsumsi langsung Tabel 11 Kadar Air, ph dan orgonoleptik madu kopi, karet, randu dan rambutan Aspek Kopi Karet Randu Rambutan Kadar Air (%) ph Warna (Score 1-5) Rasa manis (Score 1-5) Aroma (Score 1-5) Kesukaan (Score 1-5) Keterangan: Warna dari 1( sangat tidak menarik) s/d 5 (sangat menarik) Rasa dari 1 (sangat tidak masis) s/d 5 sangat manis) Aroma dari 1 (sangat tidak suka) s/d 5 (sangat suka) Kesukaan dari 1 (sangat tidak suka) s/d 5 (sangat suka) Penyusunan Strategi Penerapan Sinkolema Analisis SWOT Analisa SWOT yang dilakukan adalah untuk identifikasi berbagai faktor penentu keberhasilan secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi pengembangan integrasi peternakan lebah dan kebun kopi Analisa ini didasarkan prinsip dasar memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), serta secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

91 63 (Weaknesses) dan ancaman (Threats) Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan potensi sumberdaya alam lokal, sumberdaya manusia dan kebijakan pemerintah daerah/pusat Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisa faktor-faktor (lingkungan) strategis sinkolema (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) berdasarkan kondisi saat ini Identitifikasi Faktor-Faktor SWOT Hasil analisis lingkungan strategik (Identifikasi faktor-faktor SWOT) pada perencanaan strategis pengembangan peternakan lebah madu yang diintegrasikan dengan kebun kopi disajikan sebagai berikut: Kekuatan: a. Ketersediaan lahan dan kebun kopi dan tanaman perkebunan lainnya yang luas (35000 ha) b. Budaya masyarakat yang sudah biasa bertani berbagai macam tanaman (perkebunan dan hortikultura) c. Penyederhanaan penguasaan dan penerapan inovasi dan teknologi untuk pengembangan kopi dan beternak lebah d. Visi Pemda untuk menjadikan Kabupaten Kepahiang sebagai tujuan agrowisata e. Letak geografis yang cocok untuk untuk pengembangan perkebunan kopi dan ternak lebah madu (ketinggian tempat) f. Aroklimat yang mendukung baik terhadap budidaya tanaman perkebunan kopi maupun beternak lebah g. Tersedianya sarana dan prasarana pendukung seperti air bersih, pasar, jalan yang layak dll h. Terdapatnya kelompok masyarakat pengelola lebah madu (KUP) i. Lokasi mudah dijangkau

92 64 Kelemahan: a. Produksi lebah madu yang masih rendah akibat kurangnya nektar yang dikonsumsi lebah b. Masyarakat belum menguasai budidaya lebah madu terutama pemanfaatan potensi lokal untuk meningkatkan produksi lebah c. Terbatasnya dukungan finansial d. Sarana budidaya lebah yang masih minim e. Kelembagaan di tingkat petani yang masih tidak/kurang berfungsi f. Belum ada program yang disusun pemda mengenai pengembangan ternak lebah madu g. Beternak lebah yang masih kurang menguntungkan dibandingkan dengan usaha lainnya h. Belum ada peraturan daerah mengenai usaha peternakan lebah madu Peluang: a. Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap madu terus meningkat tergambar dari tingginya permitaan terhada madu dan produk lebah lainnya b. Madu merupakan produk yang dikonsumsi semua lapisan masyarakat baik dalam maupun luar negeri c. Khasiat madu sebagai produk alternatif untuk meningkatkan kebugaran dan stamina d. Peran dan kopetensi lembaga perguruan tinggi dalam pengembangan sinkolema e. Tersedianya SDM yang yang punya potensi untuk terampil mengembangkan peternakan lebah f. Meningkatnya daya beli terhadap madu yang berkualitas Ancaman: a. Kompetisi madu lokal dan madu impor yang lebih berkualitas b. Konsumen madu sering mendapatkan madu yang palsu c. Lembaga keuangan yang belum memperhatikan petani kecil

93 65 d. Beberapa infrastruktur jalan dan transportasi umum menuju lokasi yang belum memadai Pembobotan Faktor-faktor dalam Analisis SWOT Pembobotan masingmasing faktor internal dan ekternal untuk dianalisis SWOT dilakukan dengan cara mendiskusikan sekaligus mengurutkan mulai dari yang kurang penting sampai yang paling penting Selanjutnya disusun secara matrik dan dihitung bobotnya Nilai Bobot Faktor Eksternal dan Internal Serta Matrik Evaluasi Setelah dilakukan pembobotan, faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi berturut-turut adalah (1) ketersediaan lahan dan kebun kopi dan tanaman perkebunan lainnya yang luas, (2) budaya masyarakat yang sudah biasa bertani berbagai macam tanaman dan (5) agroklimat yang mendukung baik terhadap budidaya tanaman perkebunan kopi maupun beternak lebah, sedangkan yang paling kecil nilainya adalah lokasi mudah dijangkau Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa sumberdaya di Kabupaten Kepahiang sangat potensial untuk dikembangkan budidaya lebah madu yang diintegrasikan dengan perkebunan Kelemahan utama yang diidentifikasi adalah produksi lebah madu yang perlu ditanggulangi, mengingat tujuan berternak lebah adalah pemproduksi madu Masalah rendahnya produksi madu akibat dari kurangnya nektar yang dikonsumsi lebah, masyarakat belum menguasai budidaya lebah madu terutama pemanfaatan potensi lokal untuk meningkatkan produksi lebah dan terbatasnya dukungan finansial merupakan kelemahan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah Peluang yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya adalah terdapatnya lembaga perguruan tinggi yang memiliki kopetensi penerapan sinkolema, terdapatnya kepercayaan masyarakat terhadap madu terus meningkat tergambar dari permitaan madu dan kebiasaan minum madu terus meningkat serta madu merupakan komoditi yang dikonsumsi semua lapisan masyarakat baik dalam maupun luar negeri Ketiga faktor-faktor peluang tersebut memiliki bobot yang lebih tinggi dari yang lainnya Hal yang perlu diantisipasi lebih serius dalam menerapkan sinkolema adalah meningkatnya kebutuhan pendidikan yang berwawasan aplikatif seperti

94 66 kebutuhan SMK Pertanian, tersebarnya produk madu yang diproduksi dan diolah di daerah lain dan lembaga keuangan yang belum memperhatikan petani kecil Ketiga faktor ini memiliki bobot yang tertinggi Setelah dilakukan pembobotan, data dianalisis untuk mendapatkan faktor faktor yang menjadi skala prioritas dan hasilnya disajikan pada Tabel 15 Faktor prioritas dari masing-masing kelompok SWOT adalah sbb: 1. KEKUATAN : Ketersediaan lahan dan kebun kopi dan tanaman perkebunan lainnya yang luas (35000 ha) 2. KELEMAHAN : Produksi lebah madu yang maih rendah akibat dari kurangnya nektar yang dikonsumsi lebah 3. PELUANG : Terdapatnya lembaga perguruan tinggi yang memiliki kopetensi penerapan sinkolema 4. ANCAMAN : Tersebarnya produk madu yang diproduksi dan diolah di daerah lain

95 67 Tabel 12 Matrik evaluasi a Faktor Internal Bobot Rating 1 KEKUATAN Ketersediaan lahan dan kebun kopi dan tanaman perkebunan lainnya yang luas (35000 ha) Nilai (Skor) Prioritas b c d Budaya masyarakat yang sudah biasa bertani berbagai macam tanaman Penyederhanaan penguasaan dan penerapan inovasi dan teknologi untuk pengembangan kopi dan beternak lebah Visi Pemda untuk menjadikan Kabupaten Kepahiang sebagai tujuan agrowisata e f g h i Letak geografis yang cocok untuk untuk pengembangan perkrbuan kopi dan ternak lebah madu (ktinggian tempat) Agroklimat yang mendukung baik terhadap budidaya tanaman perkebunan kopi maupun beternak lebah Tersedianya sarana dan prasarana pendukung seperti air bersih, pasar, jalan yang layak dll Terdapatnya kelompok masyarakat pengelola 2 lebah madu (KUP) Lokasi mudah dijangkau Sub Total KELEMAHAN a Produksi lebah madu yang maih rendah akibat dari kurangnya nektar yang dikonsumsi lebah Masyarakat belum menguasai budidaya lebah b madu terutama pemanfaatan potensi local untuk meningkatkan produksi lebah c Terbatasnya dukungan finansial d Sarana budidaya lebah yang masih ninim e f Kelembagaan di tingkat petani yang masih tidak/kurang berfungsi Belum ada program yang disusun pemda mengenai pengembangan ternak lebah madu g h Beternak lebah masih kurang menguntungkan dibandingkan dengan usaha lainnya Belum ada peraturan daerah mengenai lebah madu Sub Total 108

96 68 Tabel 15 Lanjutan Faktor Eksternal Bobot Rating Nilai (Skor) Prioritas 1 PELUANG a Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap madu terus meningkat tergambar dari tingginya permitaan terhada madu dan produk lebah lainnya b Madu merupakan produk yang dikonsumsi semua lapisan masyarakat baik dalam maupun luar negeri c Khasiat madu sebagai produk alternatif untuk meningkatkan kebugaran dan stamina d Peran dan kopetensi lembaga perguruan tinggi dalam pengembangan sinkolema Tersedianya SDM yang yang punya potensi untuk terampil mengembangkan peternakan lebah e Meningkatnya daya beli terhadap madu yang berkualitas Sub Total ANCAMAN a b c Kompetisi madu lokal dan madu impor yang lebih berkualitas Konsumen madu sering mendapatkan madu yang palsu Lembaga keuangan yang belum memperhatikan petani kecil d Beberapa infrastruktur jalan dan transportasi umum menuju lokasi yang belum memadai Sub Total Keterangan : Penilaian rating menggunakan skala

97 69 Posisi Strategi Berdasarkan data faktor-faktor internal dan eksternal didapatkan skor pembobotan untuk faktor kekuatan = 193; faktor kelemahan = 0,86; faktor peluang = 213 dan faktor ancaman = 058 Dari skor pembobotan di atas selanjutnya diplotkan pada gambar analisa diagram SWOT yang terdiri dari 4 kuadran yaitu : kuadran I (Agresif), kuadran II (Investasi), kuadran III (defensif) dan kuadran IV (Diversifikasi) Adapun perhitungannya sebagai berikut: Skor pembobotan - Faktor KEKUATAN : Faktor KELEMAHAN : P : 062 (sumbu x) - Faktor PELUANG : Faktor ANCAMAN : Q : 050 (sumbu Y) Dari perpotongan keempat garis faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, maka didapatkan koordinat ( 06 ; 050 ) yang mana koordinat ini masuk pada kuadran I, yakni Strategi AGRESIF (Gambar 12) Peluang II. INVESTASI I. AGRESIF Kelemahan Kekuatan III. DEFENSIF IV. DIVERSIFIKASI Ancaman Gambar12 Kuadran analisa SWOT Sinkolema

98 70 Penyusunan Strategi. Analisa SWOT ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor perumusan strategi Dari berbagai faktor internal dan eksternal terpilih dan disusun strategi untuk pengembangan sinkolema Memanfaatkan peluang mengoptimalkan Kekuatan a. Optimalisasi pemanfaatan SDA bekerjasama dengan Perguruan Tinggi b. Merealisasikan Visi dan Misi dengan member bekal pengetahan murid SMK c. Peningkatan mutu dan produksi madu untuk memenuhi kebutuhan konsumen Menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang) a. Mendapat bimbingan PTN dalam mendapatkan modal dari sumber keuangan dan membentuk kelembagaan yang kuat b. Optimalisasi transfer teknologi dari PT/PTN c. Mengurangi mpenggunaan pestisida untuk menghasilkan madu yang aman dikinsumsi d. Dibuat program pengembangan ternal lebah bekerjasama engan SMK Pembenahan sarana dan prasarana produksi untuk memberikan layanan kebutuhan madu dengan cepat dan bermutu Memakai kekuatan untuk mengantisipasi tantangan/ancaman) a. Memanfaatkan fasilitas dan akses yang yang dimiliki PEMDA untuk ajang promosi b. Pembenahan infrastruktur (jalan) dan akselerasi pelaksanaan terwujudnya Kabupaten Kepahiang sebagai Kota tujuan Arowisata Memperkecil kelemahan dan mengatasi tantangan/ancaman) : a. Menggalang kerjasama dengan berbagai pihak untuk kegiatan promosi b. Pemanfaatan secara optimal sumberdaya Pemda yang dimiliki Kerjasama dengan berbagai pihak (yang satu Misi)

99 71 Rekomendasi Rencana Aksi (Action Plan) Sinkolema. Rencana aksi yang disusun dalam tataran operasional perlu didasarkan pada hasil analisisn SWOT di atas Dilihat dari kekuatan dan peluang yang mendominasi maka rencana aksi ini disusun agresif dan dibagi berdasarkan jangka pendek, menengah dan panjang Aksi jangka pendek terdiri dari; 1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan wawasan petani kopi melalui penyuluhan, pelatihan dan magang 2. Pembentukan dan penataan kelompok-kelompok tani dan lembaga lain yang tekait peningkatan ketermpilan dalam memfungsikan lembaga, dan menciptakan jaringan dengan instansi/lembaga terkait 3. Pengadaan lebah madu yang berkualitas melalui pengembangan kolonikoloni lebah terutama dari peternakan yang sudah berhasil di Bengkulu atau di luar Bengkulu 4. Perbaikan sarana dan prasarana produksi untuk memberikan layanan kebutuhan produksi madu dengan cepat dan bermutu 5. Meningkatkan skala pemeliharaan budidaya kopi dan lebah madu untuk memenuhi kebutuhan konsumen 6. Menjalin kerjasama terstruktur dengan instansi terkait 7. Melengkapi sarana edukasi (brosur, juknis, poster, dll) untuk diterapkan di SMK 8. Membentuk lembaga tingkat nasional yang menangani satwa harapan Aksi jangka menengah terdiri dari; 1. Melakukan ajang promosi pada tingkat regional, nasional bahkan Internasional 2. Didirikan beberapa rumah madu sinkolema yang berfungsi memasarkan dan sekaligus tempat pusat informasi permaduan dan perkopian di Kepahiang 3. Mendidik kader-kader yang memenuhi syarat untuk dididik menjadi ahli madu

100 72 4. Melengkapi sarana edukasi dari aspek budidaya satwa secara keseluruhan dan aspek prosesingnya (media elektronik, tulisan dan perlengkapan praktek) Aksi jangka panjang terdiri dari; 1. Menjadikan Kepahiang bahkan Propinsi Bengkulu sebagai kota/propinsi madu 2. Menjalin kerjasama dengan pihak swasta yang tertarik di untuk menanamkan investasi di bidang kopi dan madu 3. Terciptanya beberapa kawasan sinkolema di Kabupaten Kepahiang yang memproduksi madu kopi 4. Membentuk lembaga tingkat nasional yang menangani satwa harapan Analisis Keberlanjutan Analisis keberlanjutan dilakukan untuk menilai tingkat keberlanjutan peternakan madu yang di integrasikan dengan kebun kopi di wilayah Kabupaten Kepahiang, Bengkulu Penilaian tingkat keberlanjuan ini dilakukan dengan menggunakan metode multidimensional scaling (MDS) yang disebut Rafbee hasil adopsi metode Rapfish Indikator yang digunakan dalam analisis keberlanjutan menggunakan indikator yang disusun berdasarkan hasil akuisisi para stakeholders dalam bentuk Fokus Group Discussion (FGD) dan wawancara (pengisian questioner) Analisis dilakukan dua kali yaitu awal kegiatan sebagai database dan pada akhir kegiatan sebagai dampak dari penerapan sinkolema untuk melihat adanya pengaruh dari sinkolema terhadap indek keberlanjutan, Keberlanjutan usaha lebah madu dikelompokkan kedalam 5 dimensi, yakni teknologi (budidaya), lingkungan, ekonomi, hukum/kelembagaan dan sosial budaya, masing-masing sebanyak 10, 10, 9, 10 dan 9 atribut atau keseluruhan ada 48 atribut Hasil analisis disajikan pada Tabel 13 yang menunjukkan bahwa Indeks keberlanjutan budidaya lebah madu sebelum dan setelah diterapkannya sistem integrasi lebah madu dan kebun kopi di Kabupaten Kapahiang Bengkulu untuk masing-masing komponen berkisar antara 49 dan 86 pada skala sustainability 0-100

101 73 Tabel 13 Indek keberlanjutan budidaya lebah sebelum dan sesudah sinkolema IkRafbee Status No Dimensi Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 1 Budidaya/Teknologi Kurang Sangat Baik 2 Ekologi/Lingkungan Baik Sangat Baik 3 Ekonomi baik Sangat Baik 4 Hukum dan Kebudayaan Kurang Baik 5 Sosial Budaya baik Sangat Baik 6 Sinkolema Baik Sangat Baik Indeks keberlanjutan budidaya lebah madu (IkRafBee) sebelum dan sesudah implemtasi sinkolema sebesar 5950 dan 7600 ini berarti keberlanjutan sebelum sinkolema berstatus baik meningkat menjadi berstatus sangat baik setelah dilaksanakan sinkolema Peningkatan status keberlanjutan sinkolema tercapai karena semua atribut keberlanjutan mengalami peningkatan status Peningkatan status keberlanjutan yang paling tinggi adalah dimensi budidaya/teknologi yaitu dari kurang menjadi sangat baik Penelingkatan status dimensi budidaya terjadi karena pada saat pelaksanaan penelitian, peternak ditingkatkan keterampilannya melalui pelatihan budidaya lebah Nilai keberlanjutan yang masih rendah adalah dimensi hukum dan kelembagaan, hal ini agak sulit ditingkatkan masyarakat karena erat kaitannya dengan peran pemerintah Jadi untuk dapat menaikan status menjadi sangat baik, peranan pemerintah dalam melakukan pengawasan dan pembinaan sangat diperlukan Perubahan nilai keberlanjutan antara sebelum dan setelah sinkolema dapat dilihat pada diagram layang-layang Gambar 13 Nilai stress dan nilai determinasi (R 2 ) baik sebelum maupun sesudah penerapan sinkolema menunjukan bahwa hasil analisis sudah baik dan penggunaan peubah sudah tepat Hal tersebut ditunjukan dengan nilai koefisien determinasi >80% ( Tabel 14) dan nilai stress <0,25 (Tabel 15)

102 74 Sosial - Budaya Budaya Tekonologi Ekologi Lingkungan Hukum Kelembagaan (A) Ekonomi Sosial - Budaya Budidaya Tekonologi Ekologi Lingkungan Hukum Kelembagaan Ekonomi (B) Gambar 13 Diagram layang layang (A) sebelum dan (B) setelah diterapkan sinkolema

103 75 Tabel 14 Nilai stress dan nilai determinan (R 2 ) awal kegiatan No DIMENSI PEL NILAI INDEKS STATUS PEL NILAI STRESS R 2 (%) 1 Budidaya Tekonologi 2 Ekologi Lingkungan 4911 Kurang baik Baik Ekonomi 5706 Baik Hukum Kebudayaan 4862 Kurang baik Sosial - Budaya 7318 Baik Tabel 15 Nilai stress dan nilai determinan (R 2 ) akhir kegiatan No DIMENSI PEL NILAI INDEKS 1 Budidaya Tekonologi 2 Ekologi Lingkungan STATUS PEL NILAI STRESS R 2 (%) 7619 Sangat Baik Sangat Baik Ekonomi 7924 Sangat Baik Hukum Kelembagaan 5490 Baik Sosial - Budaya 8528 Sangat Baik Hasil analisis Leverage menunjukkan bahwa faktor-faktor sensitif yang diintervensi dalam menganalisis atribut-atribut pada masing-masing dimensi keberlanjutan ada kaitannya dengan peran pemerintah seperti atribut sumber modal, kelompok tani dan tingkat pendidikan menjadi atribut pengungkit utama pada dimensi ekonomi, hukum kelembagaan dan Sosial budaya (Tabel 16 dan Tabel 17) Ketiga atribut ini menjadi tanggungjawab pemerintah Atribut pengungkit utama lain adalah teknologi pakan dan kesuburan lahan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, petani dan para stakeholders lainnya

104 76 Tabel 16 Faktor pengungkit (key factors) sebelum Penerapan sinkolema No DIMENSI PEL 1 Budidaya Tekonologi FAKTOR PENGUNGKIT (faktor-faktor sensitif yang diintervensi) Utama kedua ketiga Teknologi pakan Ketersediaan pakan Frekuensi dari nectar kopi dan panen/tahun kaliandra Kesuburan lahan Agroklimat, suhu, Penutupan vegetasi curah hujan 2 Ekologi Lingkungan 3 Ekonomi Sumber modal Keadaan pasar Prospek permintaan madu 4 Hukum Kelompok tani Intensitas Lembaga Keuangan Kelembagaan peternak pelanggaran hukum oleh peternak 5 Sosial - Budaya Tingkat pendidikan Pengetahuan terhadap lingkungan Jumlah keluarga peternak lebah Tabel 17 Faktor pengungkit (key factors) setelah Penerapan sinkolema No DIMENSI PEL 1 Budidaya Tekonologi FAKTOR PENGUNGKIT (faktor-faktor sensitif yang diintervensi) Utama kedua ketiga Teknologi transportasi & informasi Kesuburan lahan 2 Ekologi Lingkungan 3 Ekonomi Sistem penjualan produk 4 Hukum Intensitas Kebudayaan pelanggaran hukum Pemanfaatan Lebah sebagai pollinator kopi Luas lahan pertanian Cara menjual madu Keberadaan tokoh panutan oleh peternak 5 Sosial - Budaya Tingkat pendidikan Jumlah keluarga peternak lebah Peralatan panen / Frekuensi panen per tahun Agroklimat, suhu, curah hujan Keadaan pasar Kelompok tani peternak Regulasi pemerintah setempat mengenai lebah madu Kelima dimensi keberlanjutan dibagi menjadi dua kelompok guna membedakan keeratan hubungan dengan budidaya lebah madu Budidaya/teknologi, ekologi/lingkungan dan dimensi ekonomi adalah merupakan kelompok utama, sedangkan dimensi hukum/kelembagaan dan sosial budaya adalah kelompok penunjang dalam budidaya ternak lebah dengan sistem sinkolema

105 77 Dimensi Budidaya/Teknologi Indek keberlanjutan dari dimensi teknologi pada awal penelitian adalah 49,11 naik menjadi 76,19 pada akhir penelitian, berarti bahwa penerapan budidaya madu yang diintegrasikan dengan kebun kopi mampu menaikan setatus kerberlanjutan dari posisi kurang menjadi sangat baik Kenaikan indek keberlanjutan dimensi buidaya ini tidak terlepas dari peningkatan skor pada atribut prospek perubahan dimana petani punya keyakinan pertumbahan budidaya lebah akan sangat cepat, pemenfaatan lebah sebagai polinator kopi yang selalu dimanfaatkan dan atribut atribut frekuensi panen yang mana petani sudah mampu memanen lebah 5 kali/tahun Berdasarkan analisis leverage yang bertujuan untuk menganalisis atribut yang mana yang paling sensitif terhadap keberlanjutan adalah atribut transportsi dan informasi, pemanfaatan lebah sebagai polinator dan peralatan panen Jika dilihat dari pencapaian nilai indek maka dimensi teknologi dibandingkan dengan dimensi lain, merupakan dimensi paling tinggi perubahnnya Artinya keberlanjutan sinkolema berdasarkan dimensi teknologi sudah mendukung terlaksananya budidaya yang berkelanjutan Dilihat dari kontribusi masing masing atribut, terdapat atribut yang paling tinggi peranannya dalam mendorong terlaksananya sinkolema madu yang berkelanjutan yaitu penggunaan jasa lebah sebagai polinator yang telah terbukti dapat meningkatkan produksi kopi 10 % tanpa penyemprotan perangsang biji berupa kimia yang mungkin merusak lingkungan Analisis keberlanjutan dan analisis leverage dari dimensi teknologi dan budidaya dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15

106 78 Leverage of Attributes Frekuensi panen/tahun Pemanfaatan tanaman kopi dan Attribute Pemanfaatan lebah sebagai polinator Ketersediaan sarana produksi Produktivitas lebah madu Gambar 14 analisis leverage dimensi teknologi sebelum sinkolema Leverage of Attributes Frekuensi panen/tahun Pemanfaatan tanaman kopi dan kaliandra sebagai penghasil Attribute teknologi Pakan Prospek Pertumbuhan Produktivitas lebah madu Gambar 15 Analisis Leverage Dimensi Teknologi Setelah Sinkolema

107 79 Dimensi Lingkungan Indek keberlanjutan dari dimensi lingkungan/ekologi pada saat sebelum dilaksanakan sinkolema adalah sebesar 6953, yang mengandung arti bhwa posisi dimensi ekologis berada pada kategori baik Dari analisis leverage yang bertujuan untuk menganalisis atribut yang mana yang paling sensitive terhadap keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 19 Dari gambar tersebut, terlihat bahwa atribut yang menjadi pengungkit (key factor) adalah kesuburan tanah, luas lahan dan agroklimat Jadi upaya peningkatan keberlanjutan sinkolema secara ekologi dititik beratkan pada ketiga faktor tersebut Faktor lain yang dapat diperbaiki segera adalah cara pemeliharaan dan kasus penutupan lahan Perbaikan dari kedua faktor ini mampu meningkatkan status indek kebarlanjutan atribut ekologi dari baik menjadi sangat baik (8420) di akhir kegiatan seperti yang terlihat pada Gambar25 Sebagai faktor pengungkit keberlanjutan sinkolema adalah atribut kesuburan lahan, iklim dan penutupan lahan Memperhatikan indeks keberlanjutan sebelum dan sesudah penerapan sinkolema maka kesuburan tanah tetap menjadi faktor pengungkit, sehingga untuk implementasi sinkolema ke depan perlu ada upaya agar kesuburan lahan dapat ditingkatkan dengan tetap berbasis pada pengembangan usaha yang berkelanjutan Ketinggian lokasi merupakan atribut yang sudah tetap dan tidak bisa diubah lagi (Ridwan 2006), oleh karena itu ketinggian tempat di Kabupaten Kepahiang merupakan faktor yang perlu dipertimbangankan dalam upaya pengembangan lebah madu berkelanjutan, karena faktor ini sangat erat hubungannya dengan suhu dan kelembaban yang secara teknis sangat mempengaruhi ketersediaan pakan lebah dan kualitas madu yang dihasilkan Komponen daya dukung wilayah secara umum berkaitan dengan skala usaha, sumber pakan, sumber air, pasar dan sarana transportasi Analisis keberlanjutan dan analisis leverage dari dimensi ekologi/lingkungan dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17

108 80 Leverage of Attributes Keanekaragaman vegetasi Penutupan vegetasi Indeks Pertanaman (IP) Attribute Luas lahan pertanian Kesuburan lahan Agroklimat Suhu, curah hujan Ketinggian tempat dpl Sistem pemeliharaan Daya dukung wilayah Pemanfaatan Lebah sebagai polinator Gambar 16 Analisis Leverage Dimensi Ekologi Sebelum Sinkolema Keanekaragaman vegetasi Penutupan vegetasi Indeks Pertanaman (IP) Attribute Luas lahan pertanian Kesuburan lahan Agroklimat Suhu, curah Leverage of Attributes Ketinggian tempat dpl Sistem pemeliharaan Daya dukung wilayah Pemanfaatan Lebah Gambar 17 Analisis Leverage Dimensi Ekologi Setelah Sinkolema

109 81 Dimensi Ekonomi Indek keberlanjutan dari dimensi ekonomi pada saat sebelum dilaksanakan sinkolema adalah sebesar 5706, yang mengandung arti bahwa posisi ekonomi berada pada kategori baik Dari analisis analisis leverage, posisi masing-masing atribut dimensi ekonomi dalam indek keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 26 Dari Gambar 18 tersebut, terlihat bahwa atribut yang menjadi pengungkit (key factor) adalah sistem penjualan produk, cara menjual produk dan keadaan pasar Fakor pengungkit dimensi ekonomi sangat berkaitan dengan atribut pemasaran Jadi upaya peningkatan keberlanjutan sinkolema secara ekonomi dititik beratkan pada pemasaran Pertumbuhan ekonomi dalam bidang lebah madu berkaitan dengan berapa besar peluang untuk menambah dan memperbesar usaha lebah madu tersebut baik secara individu maupun kelompok Untuk itu agar usaha lebah madu berhasil dengan tetap meningkatkan ststus keberlanjutannya, maka perlu dilakukan optimalisasi pemanfaatan potensi yang ada Bila potensi wilayah sangat potensial, dengan diberikan insentif akan mendorong terjadinya pertumbuhan yang secara dimensi ekonomi berarti adanya keberlanjutan (Ridwan 2006) Pada akhir penelitian, terjadi pergeseran yaitu munculnya atribut kebutuhan modal, yang menunjukkan bahwa peternak lebah madu di lokasi penelitian sudah berkembang sehingga dibutuhkan modal tambahan yang tidak dapat dipenuhi dari modal keluarga Pengungkit urutan kedua dan dimensi ekonomi pada sinkolema adalah cara menjual madu dan keadaan pasar Untuk meningkatkan keberlanjutan sinkolema secara ekonomi adalah dengan memberi perhatian pada faktor penyediaan modal yang dapat diperoleh baik melalui bantuan pemerintah maupun swadana dalam bentuk iuran anggota kelompok Menurut Ogaba (2010) budidaya lebah memiliki potensi untuk mengatasi kemiskinan di Uganda dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya alam yang berlimpah, mudah diintegrasikan dengan tanaman pertanian, tidak memerlukan teknologi canggih dan modal besar, dan dapat dilakukan oleh petani dengan tingkat pengetahuan yang memadai Beberapa kendala yang perlu diantisipasi adalah kebijakan hukum yang mendukung dan peraturan yang mengatur budidaya lebah, kesulitan peternak mengikuti training dan akses informasi, rendahnya

110 82 kualitas produk lebah, terbatasnya pasar dan terbatasnya akses ke sumber dana yang juga ditemukan dalam penelitian ini Analisis keberlanjutan dan analisis leverage dari dimensi ekonomi dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19 Leverage of Attributes Attribute Besarnya subsidi Sistem penjualan produk Prospek permintaan kopi Prospek permintaan madu Sumber modal Cara menjual madu Keadaan pasar Pembeli Konstribusi kopi dan madu terhadap Keuntungan peternak lebah Gambar 18 Analisis Leverage Dimensi Ekonomi Sebelum Sinkolema Leverage of Attributes Attribute Besarnya subsidi Sistem penjualan produk Prospek permintaan kopi Prospek permintaan madu Sumber modal Cara menjual madu Keadaan pasar Pembeli Konstribusi kopi dan madu terhadap Keuntungan peternak lebah Gambar 19 Analisis Leverage Dimensi Ekonomi Setelah Sinkolema

111 83 Analisis ekonomi sederhana dengan menghitung kenaikan produk kopi dan peroduksi madu menunjukkan bahwa petani kopi di lokasi penelitian mendapat tambahan pendapatan sebesar Rp (Tabel 18) yang didasarkan pada harga jual yang petani terima yaitu madu Rp 60000/kg dan kopi Rp /ton Penerimaan petani sebelum penerapan sinkolema sekitar Rp bersumber dari produksi madu 1560 kg/10 koloni/tahun dan produksi kopi 118 ton/ha/tahun, sehingga penerapan senkolema dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar 30% Pendapatan tambahan petani akan lebih tinggi bila jumlah kotak lebah yang dibudiyakan opimal sesuai dengan daya tampung kebun kopi Kondisi ini memberikan indikasi bahwa penerapan sinkolema menjadi salah satu upaya yang dapat meningkatkan status ekonomi peternak lebah secara berkesinambungan Tabel 18 Peningkatan penghasilan petani melalui sinkolema Jenis Produksi madu (kg/10 koloni/tahun) Peningkatan produk Harga/unit (Rp/unit) Peningkatan pendapatan (Rp) Produksi kopi ton/ha Jumlah (30%) Dimensi Hukum dan Kelembagaan dan Dimensi Sosial Budaya Indek keberlanjutan dari dimensi hukum dan kelembagaan pada saat sebelum dilaksanakan sinkolema adalah sebesar 4862, yang mengandung arti bhwa posisi hukum dan kelembagaan berada pada kategori buruk Hal ini terjai karena belum adanya peraturan pemerintah yang diterapkan di lokasi penelitian, disamping itu lembaga yang ada (Kelompok Usaha Produktif) belum berjalan dengan baik Berdasarkan analisis analisis leverage, posisi masing-masing atribut dimensi hukum dan kelembagaan dalam indek keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 23 yang menunjukkan bahwa atribut yang menjadi pengungkit (key factor) adalah

112 84 intensitas pelanggaran hukum, kurangnya tokoh panutan masyarakat dan kelompok tani yang kurang berfungsi Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai indek keberlanjutan, perbaikan faktor kunci menjadi perhatian utama Hal ini perlu didukung oleh kebijakan pemerintah setempat dengan cara menerapkan aturan yang jelas dan penyadaran masyarakat secara informal Hasil pengamatan pada sinkolema menunjukkan adanya perubahan ditandai dengan meningkatnya nilai indek keberlanjutan hukum dan kelembagaan dari 4862 menjadi 5490 katagori baik Peningkatan kapasitas dan posisi tawar petani dalam usaha lebah madu perlu didukung pula oleh aspek kelembagaan seperti kelompok usaha dan lembaga keuangan Beberapa hal yang terkait dengan sanksi hukum terhadap pelanggaran mengacu pada peraturan yang berlaku perlu disepakati oleh masyarakat setempat Kelembagaan secara keseluruhan mempunyai posisi yang penting dan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan adalah unit/lembaga keuangan yang dapat menyediakan kredit murah dengan akses yang mudah kepada petani lebah untuk melaksanakan kegiatan agribisnis Dengan demikian peran kelompok dan anggotanya menjadi penting dan dinamis Hasil analisis keberlanjutan dan analisis leverage dari dimensi hukum dan kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21

113 85 Manfaat kelompok tani yang dirasakan anggota Kelembagaan output Kelembagaan input Kelompok tani peternak Leverage of Attributes Attribute Lembaga keuangan Intensitas peternak yang melanggar hukum Ada tokoh panutan yang disegani Ketersediaan peraturan tentang adat (local wisdom) Keterasediaan peraturan tentang beternak lebah dan perkebunan kopi Gambar 20 Analisis Leverage Dimensi Hukum dan Kelembagaan sebelum Sinkolema Attribute Manfaat kelompok tani yang Kelembagaan output Kelembagaan input Kelompok tani peternak Lembaga keuangan Intensitas peternak yang melanggar Ada tokoh panutan yang disegani Ketersediaan peraturan tentang Leverage of Attributes Gambar 21 Analisis Leverage Dimensi Hukum dan Kelembagaan Setelah Sinkolema

114 86 Nilai indek keberlanjutan dimensi sosial budaya (7318) sebelum dilaksanakan sinkolema sudah cukup tinggi namun tingkat pendidikan yang masih rendah (50% petani adalah lulusan SD) sehingga perlu mendapat perhatian yang serius njutan Tingat Pertama Peran serta masyarakat dan keluarga dalam kegiatan yang mendukung keberlanjutan budidaya/usaha lebah madu menunjukan angka yang tinggi Oleh karena itu dengan penerapan sinkolema nilai indek keberlanjutan meningkat menjadi 85,28 yang mengindikasikan tingkat keberlanjutan sangat baik Beberapa aspek sosial budaya yang berhasil diperbaiki adalah kesadaran tentang lingkungan dan peran serta masyarakat dalam melestarikan lingkungan Berdasarkan analisis leverage dimensi sosial budaya, atribut yang paling sensitive terhadap keberlanjutan baik sebelum maupun sesudah penerapan sinkolema adalah tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam budidaya lebah dan regulasi pemerintah setempat mengenai lebah madu (Gambar 23) Jadi upaya peningkatan keberlanjutan sinkolema dimensi sosial budaya dititik beratkan pada ketiga atribut tersebut Alternatif usaha lain selain lebah madu dan kebun kopi Peran masyarakat dalam usaha ternak lebah madu dan kebun kopi Partisipasi keluarga dalam usaha ternak madu dan kebun kopi Attribute Frekuensi konflik Tingkat pendidikan Pengetahuan terhadap lingkungan Jumlah keluarga peternak lebah Leverage of Attributes Jumlah keluarga petani kopi Regulasi pemerintah setempat mengenai lebah madu Gambar 22 Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya sebelum Sinkolema

115 87 Alternatif usaha lain selain lebah madu Peran masyarakat dalam usaha ternak Partisipasi keluarga dalam usaha ternak Frekuensi konflik Leverage of Attributes Attribute Tingkat pendidikan Pengetahuan terhadap lingkungan Jumlah keluarga peternak lebah Jumlah keluarga petani kopi Regulasi pemerintah setempat Gambar 23 Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya Setelah Sinkolema Pembahasan Umum Pengembangan kawasan sinkolema di Kepahiang Bengkulu diindikasikan oleh ketersediaan lahan kopi yang sudah establish, lingkungan yang mendukung untuk ternak lebah madu dan SDM yang tersedia, walaupun mereka masih perlu ditingkatkan kemampuan (skills) dan pengetahuan (knowledge) tentang budidaya lebah Kabupaten Kephiang telah memiliki jaringan (network) dengan sektor hulu dan hilir dan memiliki kesiapan pranata (institusi) sehingga ini menjadikan suatu keuntungan kompetitif (competitive advantage) bila dibandingkan dengan daerah lain Mengingat pengembangan kawasan sinkolema menggunakan potensi lokal, maka konsep ini sangat mendukung pengembangan budaya sosial local (local social culture) Secara lebih luas, pengembangan kawasan sinkolema dapat mendukung pembangunan pertanian dalam arti luas dengan penerapan sistem yang terintegrasi Dengan demikian, pembangunan pertnian dapat dilakukan secara serasi, seimbang, dan efisien Efisiensi dalam produksi merupakan ukuran perbandingan antara output dan input (Warsana 2007) Konsep efisiensi diperkenalkan oleh Michael Farrell

116 88 dengan mendefinisikan sebagai kemampuan organisasi produksi untuk menghasilkan produksi tertentu pada tingkat biaya minimum (Kusumawardani 2001) Susantun (2000); Nicholson (1995); Soekartawi (1990) membedakan efisiensi menjadi tiga yaitu efisiensi teknik, efesiensi alokatif (harga) dan efisiensi ekonomis Efisiensi teknik mengenai hubungan antara input dan output Efisiensi alokatif tercapai jika penambahan tersebut mampu memaksimumkan keuntungan yaitu menyamakan produk marjinal setiap faktor produksi dengan harganya Sedangkan efisiensi ekonomi dapat dicapai jika kedua efisiensi yaitu efisiensi tehnik dan efisiensi harga dapat tercapai (Kusumawardani 2002) Perbedaan efisiensi antara sekelompok usahatani dapat disebabkan oleh perbedaan dalam tingkat efisiensi teknis atau efisiensi harga atau oleh keduanya (Kusumawardani 2002) Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien (efisiensi teknis) dibandingkan dengan yang lain bila petani itu dapat berproduksi lebih tinggi secara fisik dengan rnenggunakan faktor produksi yang sama Efisiensi harga dapat dicapai oleh seorang petani bila ia mampu memaksimumkan keuntungan (mampu menyamakan nilai marginal produk setiap faktor produksi variabel dengan harganya) Kawasan peternakan lebah madu dengan sinkolema diartikan sebagai kawasan kebun kopi yang dimanfaatkan untuk budidaya lebah madu dengan tujuan meningkatkan produksi madu dan kopi melalui optimalisasi hubungan yang saling menguntungkan antara komponen-komponennya Konsep agribisnis, kawasan peternakan lebah berorientasi pada peningkatan ekonomi petani kopi/peternak lebah dan memiliki sistem berkelanjutan untuk mendukung kegiatan industri baik hulu maupun industri hilir Berdasarkan konsep tersebut, sinkolema diimplementasikan dengan melakukan pembentukan, penataan, dan pengembangan, sehingga pengembangan kawasan agribisnis berbasis peternakan lebah mampu menjawab tuntutan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sekaligus upaya pencapaian salah satu dari delapan Millenium Development Goals yakni penghentasan kemiskinan Pembangunan peternakan lebah dengan konsep kawasan memenuhi kriteria agribisnis yang memiliki ciri-ciri; (1) lokasi harus sesuai dengan agroekosistem dan alokasi tata ruang wilayah, agar pembangunan peternakan saling mendukung

117 89 dan tidak menimbulkan konflik dengan sektor-sektor lainnya, (2) dibangun dan dikembangkan sesuai dengan biofisik dan sosial ekonominya, (3) berbasis komoditas, dan (4) memeliliki prospek pasar yang jelas Ternak lebah yang dikembangkan dengan sinkolema adalah lebah yang sudah beradaptasi dengan baik dan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk unggulan yang strategis Disamping itu, sinkolema dapat dijadikan usaha utama bagi anggota kelompok tani tergambar dengan kenaikan pendapat petani sekitar 30% Prospek pasar, didukung oleh ketersediaan teknologi, peluang pengembangan produk yang tinggi, serta kelembagaan dan jaringan yang mudah diakses Komponen kawasan sinkolema meliputi perkebunan kopi sebagai basis ekologi pendukung pakan dengan rata-rata produksi nektar paling rendah 9,49 ml/hari/ha dan lingkungan budidaya yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya dengan melihat kesesuaian lahan, agroklimat, sehingga daya tampung kawasan (66 koloni/ha) mendukung keunggulan lokasi kebun kopi Berkaitan dengan upaya mengproduksi madu organik maka penetapan lokasi kawasan perlu disinkronkan dengan tata ruang Kabupaten Kepahiang untuk memberikan kepastian hukum melalui SK bupati, misalnya tentang larangan menggunakan pestisida pada kegiatan pertanian dalam radius tertentu Peternak sebagai subjek pembangunan perlu dilindungi sekaligus ditingkatkan pendapatan dan kesejahteraannya Oleh karena itu peternak diarahkan untuk berkelompok dan berkembang membentuk suatu wadah/koperasi usaha mandiri/kelomok Usaha Produktif (KUP) Pada tingkat pengelolaan sinkolema yang perlu diperhatikan adalah jadual pembungaan kopi terutama pada bulan Maret, April, September dan Oktober pada saat kopi tidak menghasilkan nektar Untuk menjaga agar lebah tetap berkembang dan berproduksi maka perlu diupayakan sumber nektar tanaman lain pengganti nektar kopi Tanaman yang direkomendasikan adalah tanaman pelindung seperti kaliandra yang mampu berbunga sepanjang tahun, tanaman sayuran yang waktu tanamnya disesuaikan sehingga berbunga tepat pada saat kopi berhenti berbunga, atau tanaman lain yang dapat diatur waktu pembungaannya Penerapan sinkolema tidak berpengaruh terhadap sumberdaya genetika lebah madu, karena berdasarkan analisis morfometrik, implementasi sinkolema

118 90 tidak merubah ukuran tubuh lebah Peningkatan produksi lebah terkait dengan peningkatan populasi yang ada hubungannya dengan kelimpahan pakan Penerapan sinkolema dapat meningkatkan produk kopi 10% dan peningkatan produk lebah madu 114% yang berarti mampu meningkatkan penerimaan yang sekaligus menaikan efisiensi penggunaan lahan baik ditinjau dari ekonomis maupun secara teknis sejalan dengan pendapat Nicholson (1995) Sistem integrasi lebah dan kebun kopi meningkatkan efisiensi baik teknis, alokatif maupun ekonomis Meningkatnya efisiensi dapat ditinjau dari aspek keberlanjutan, yang mana peningkatan produksi lebah madu yang diintregasikan dengan kebun kopi (sinkolema) merupakan pengembangan peternakan lebah yang berkelenjutan dengan nilai indeks 7600 bersatatus sangat baik Peningkatkan efisiensi penggunaan lahan melalui penerapan sinkolema juga didukung oleh penelitian Jollan (2006) yang menyimpulkan bahwa untuk mengukur efisiensi suatu usaha sangat ditentukan oleh tingkat keberlanjutan usaha tersebut Semakin tinggi tingkat keberlanjutannya maka semakin efisien usaha tersebut Jadi selama sinkolema memiliki indek keberlanjutan yang tinggi yaitu pada status sangat baik maka penerapan sinkolema menunjukan semakin efisien Pada Gambar 24 diperlihatkan bagan alur integrasi lebah madu dan kebun kopi yang beorientasi pasar Pada penerapannya melibatkan unsur-unsur produksi dan koefisien teknis terdiri dari: jumlah koloni yang dibudidayakan sebanyak 66 stup/ha kebun kopi, lebah yang dibudidayakan adalah A cerana dan stup ditempatkan secara tersebar sehingga dihasilkan madu kopi yang berkualitas prima yang meningkatkan minat konsumen dan berdampak pada pada peningkatan pendapatan petani Secara ekonomi, madu yang tinggi permintaannya memiliki pasar yang mampu memperlancar pemasaran produk dan meningkatkan pendapatan Berdasarkan hasil analisis SWOT yang berada pada kuadran agresif dan indek keberlanjutan yang sangat tinggi, sehingga sinkolema dapat diimplementasikan untuk meningkatkan produksi madu dan biji kopi Model integrasi kebun kopi dan lebah madu memiliki ciri: (a) lebah yang dikembangkan adalah lebah lokal Indonesia A cerana yang ditempatkan secara tersebar dengan kepadatan 66 koloni/ha yang berarti 30 pohon kopi dapat memenuhi kebutuhan

119 91 satu koloni lebah, (b) sistem pemeliharaan lebah secara tidak digembalakan (nonmigratory) dengan pakan disediakan secara alami oleh kopi dan tanaman lain pada saat kopi tidak berbunga, (c) teknologi yang diterapkan pada tahap budidaya adalah teknologi terapan yang sederhana sehingga mudah diserap petani peternak dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang tersedia, (d) agar mendapatkan madu kopi maka pada saat kopi sedang berbunga tanaman selain kopi yang sedang berbunga dipangkas, (e) kelembagaan seperti Kelompok Usaha Produktif (KUP) perlu diaktifkan untuk mempermudah melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan peternak lebah dan (f) membangun jaringan sehingga peternak selalu mendapat informasi mengenai perlebahan

120 92 92 Tanaman kopi Tanaman pelindung TEKNOLOGI (terapan dan sederhana) KELEMBAGAAN (KUP yang terbina) Tumbuhan lain Kebun kopi Madu kopi Koloni lebah Kawasan Sinkolema Biji kopi Pasar Lokal Regiional Apis cerana Nasional INPUT PROSES OUTPUT KONSUMEN Gambar 24. Sketsa model integrasi lebah madu dan kebun kopi

121 93 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sistem integrasi kebun kopi dan lebah madu (sinkolema) di Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu secara nyata dapat meningkatkan produktivitas lebah madu dan tanaman kopi dengan mempertimbangkan faktor-faktor teknologi dan manajemen sumberdaya yang tersedia secara efektif Efisiensi usaha yang terjadi mampu meningkatkan pendapatan petani/peternak sebesar 30% Tahapan analisis mendapatkan bahwa: 1. Perkebunan kopi di Kepahiang mampu mendukung sekitar 66 koloni A cerana per hektar dengan tata letak tersebar atau dengan kata lain kebutuhan pakan satu koloni lebah dapat dipenuhi oleh 30 pohon tanaman kopi Integrasi lebah madu perkebunan kopi meningkatkan produktivitas madu sampai dengan 114% dan kopi mencapai 1055% Populasi dan produksi lebah madu di perkebunan kopi lebih tinggi daripada di luar kebun kopi karena ketersediaan pakan yang memdai sepanjang tahun 2. Produktivitas lebah sangat tergantung pada perkembangan populasi lebah yang berkaitan erat dengan ketersediaan nektar di kawasan dan polen secara alami maka pengelolaan lebah perlu didesain dalam kawasan secara keberlanjutan sesuai dengan karakteristik pembungaan 3. Sinkolema memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi dengan status indek keberlanjutan sangat baik (7600) 4. Sinkolema memiliki karakteristik: (a) lebah yang dikembangkan adalah lebah lokal; (b) sistem pemeliharaan tidak digembalakan (non-migratory) dengan menerapkan teknologi sederhana termasuk pengaturan waktu pembungaan tanaman; dan (c) didukung oleh sistem kelembagaan dan jaringan pemasaran yang kuat dan dinamis baik di tingkat lokal maupun nasional Rencana Penelitian Lanjutan Upaya melakukan standarisasi pengembangan industri perlebahan melalui sistem integrasi maka penelitian ini perlu ditindak lanjuti dengan suatu penelitian lanjutan dalam rangka memperoleh perumusan dan pengembangan sistem kelembagaan yang mendukung, sistem penyuluhan yang efektif, teknologi tepat

122 94 guna yang mudah diadopsi peternak, model penanganan pasca panen dan sistem pemasaran yang efisien Sinkolema merupakan sebuah model yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pengembangan sistem pertanian terpadu antara lebah madu dengan perkebunan atau pertanian tanaman pangan lainnya Sistem ini diupayakan agar dapat diterapkan pada daerah penyangga kawasan hutan lindung atau wilayah konservasi, sehingga masyarakat secara sukarela akan menjaga hutannya karena berfungsi sebagai sumber pakan lebah

123 95 DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2005 Aspek teknis dalam strategi pemuliaan bibit lebah madu A cerana Bogor Departemen Kehutanan Blesmeijer JC, Slaa EJ 2006 The structure of eusocial bee assemblages in Brazil Apidologie 37: BPS 2007 Kepahiang dalam Angka Kepahiang, Biro Pusat Statistik Kabupaten Kepahiang BPS 2010 Bengkulu dalam Angka Bengkulu Bengkulu Biro Pusat Statistik Provinsi Byrne A, Fitzpatrick Ú 2009 Bee conservation policy at the global, regional & national levels Apidologie 40 : Crane E 1990 Bees & Beekeping Science, Practice & World Resources Ithaca, New York Comstock Publishing Associates a division of Cornell University Press dasilva FB, Almeida JM, Sousa SM 2004 Natural medicaments in endodontics - a comparative study of the anti-inflammatory action Braz Oral Res 18 (2): PMID v18n2/a15v18n2pdf Damus MS, Otis GW 1970 A morphometric analysis of Apis cerana F and Apis nigrocincta Smith populations from Southeast Asia Apidologie 28 : Departemen Pertanian 2005 Statisik Perkebunan Indonesia Jakarta Departemen Pertanian Department of Agriculture and Food Western Australia 2009 Bee pollination benefits for other crops html?s=0 [20 April 2010] Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kepahiang 2008 Roadmap Pengembangan Agribisnis Hortikultura Bengkulu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kepahiang Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang 2009 Laporan hasil monitoring dan evaluasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang Bengkulu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang Enger ED 1998 Environmental Science, A Study of Interrelationships 6 th Edition Boston, McGraw-Hill Erwan 2006 Pemanfaatan nira aren dan nira kelapa serta polen aren sebagai pakan lebah madu untuk meningkatkan produksi madu A cerana di Kabupaten Lombok Barat [disertasi] Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor FAO 1989 Forestry & Food Security FAO Forestry Paper 90 Rome FAO

124 96 FAO 2011 The world statistic coffee green production quantity Retrieved August 08, PageID=567#ancor Fauzy A, Suzy A 2002 Evaluasi status keberlanjutan pembangunan prikanan: aplikasi pendekatan rapfish (Studi kasus perairan pesisir DKI Jakarta) Jurnal Pesisir dan Lautan 4:2-10 Frietas BM, Paxton RJ 1998 A comparison of two pollinators: the introduced honey bee (Apis mellifera) and an indigenous bee (Centris tarsata) on cashew (Anacardium occidentale) in its native range of NE Brazil J Appl Ecol 35: Gojmerac WL 1983 Bees, Beekeeping, Honey and Pollination WestPort, Connecticut AVI Publishing Company, Inc Hadisoesilo S, Otis GW 1996 Drone flight times confirm the species status of Apis nigrocincta Smith, 1861 to be a species distinct from Apis cerana F 1793, in Sulawesi Apidologie 27: Hadisoesilo S et al 2008 Morphometric analysis & biogeography of Apis koschevnikovi Enderlein Apidologie 39 : Hattori N, Nomoto H, Fukumitsu H, Mishima S, Furukawa S 2007 Royal jelly and its unique fatty acid, 10-hydroxy-trans-2-decenoic acid, promote neurogenesis by neural stem/progenitor cells in vitro Biomed Res 28: Heard TA 1999 The role of stingless bees in crop pollination Ann Re Entomol 44: Hepburn HR, Smith DR, Radloff SE, Otis GW 2001 Infraspecific categories of Apis cerana: morphometric, allozymal and mtdna diversity Apidologie 32 : 3 23 Herdiawan I, Fanindi A, Semali A 2007 Karakteristik dan pemanfaatan kaliandra (Calliandra calothyrsus) Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor Proceeding 1 : Husaeni EA 1986 Potensi produksi nektar dari tegakan kaliandra bunga merah (Calliandra calothyrsus Meissn) Di dalam Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Jakarta Perum Perhutani Jollan N 2006 Analysis concepts of efficiency in ecological economics: System and the decision maker Ecolog Econom 56: Kajobe R 2007 Botanical sources and sugar concentration of the nectar collected by two stingless bee species in a tropical African rain forest Apidologie 38: Kamakura M 2010 Royalactin induces queen differentiation in honeybees Nature 10:

125 97 Krement C, Williams NM, Thorp RW 2002 Crop pollination from native bees at risk from agricultural intensification Natl Acad Sci 99: Kuntadi 2006 Pakan buatan untuk lebah maduprosiding Gelar dan Dialog Teknologi Bogor Puslitbang Kehutanan dan Konservasi Departemen Kehutanan Kusumawardhani 2002 Efisiensi ekonomi usahatani kubis Di Kecamatan Bumaji, Kabupaten Malang) Agro Ekonomi 9:53-61 Lesueur D Tassin J, Enilorac MP, Sarrailh JM, Peltier R 1996 Study Of The Calliandra calothyrsus-rhizobium nitrogen fixing symbiosis In : Evans DO (ed) Proceedings of International Workshop in the Genus Calliandra Forest, Farm & Community Tree Research Reports (Special Issue) Winrock International, Morrilton Arkansas USApp Macqueen DJ 1992 Calliandra calothyrsus: Complication of plant taxonomy, colony, biology for seed collection Commonwealth Forest Rev 71: Mersyah R 2005 Desain sistem budidaya sapi potong berkelanjutan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan [disertasi] Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Miller G T 2002 Sustaining the Earth, An Integrated Approach 5 th Edition Brooks/Cole, Australia Thomson Learning Mollan PC 2006 The Evidence Supporting the Use of Honey as a Wound Dressing Seminar Review Department of Biological Sciences, University of Waikato, Hamilton, New Zealand Nicholson W 1995 Teori Makro Ekonomi : Prinsip Dasar dan Perluasan, Edisi Kelima Penerjemah Wijaya D Jakarta Bina Rupa Aksara, Ogaba M 2010 Household proverty reduction trought beekeeping amongst Uganda rural women Apiacta 38:71-79 Park YK, Alencar SM, Aguiar CL 2005 Botanical origin and chemical composition of Brazilian propolis J Agric Food Chem 50: Porrini C et al 2003 Honey bee and bee products as monitor of environmental contamination Apiacta 38:63-70 Pusbahnas 2008 Lebah Madu Cara Beternak dan Pemenfaatannya Jakarta Penebar Swadaya Radloff S E et al 2005 Multivariate morphometric analysis of the Apis cerana populations of oceanic Asia Apidologie 36: Richards AJ 2001 Does low biodiversity resulting from modern agricultural practice affect crop pollination and yield? Ann Botan 88: Ridwan WA 2006 Model agribisnis peternakan sapi perah berkelanjutan pada kawasan pariwisata di Kabupaten Bogor (Studi kasus Kec Cisarua dan KecMegamendung) [desertasi] Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

126 98 Ruttner F 1988 Biogeography and Taxonomy of Honey Bee Berlin Springer- Verlag Ruttner F, Tassencourt L, Louveaux J 1978 Biometrical-statistical analysis of the geographical variability of Apis mellifera L Apidologie 9: Saptana, Ashari 2007 Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha J Litbang Pertani 26: Sihombing DTH 2005 Ilmu Ternak Lebah Madu Cetakan ke 2 Jogjakarta Gajah Maja University Press Slaa EJ, Shansezchaves LA, Malagodibaraga KS & Hofstede FE 2006 Stingless bees in applied pollination: practice & perspectives Apidologie 37: Soekartawi 1990 Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas Jakarta Rajawali Press Soenarno 2003 Pengembangan kawasan agropolitan dalam rangka pengembangan wilayah [desertasi] Bogor Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Soesilohadi RCH 2008 Hubungan kegiatan mencari makan lebah madu (Apis cerana dengan volume nektar dan perkembangan jumlah bunga kaliandra (Calliandra calothyrsus ) JBPTITBPP 19:37:40 Susantun I, 2000 Fungsi keuntungan cobb douglas dalam perdagangan efisiensi ekonomi relatif J Ekon Pembangun 5: Tilde AC, Fuchs S, Koeniger N, Cervancia CR 2000 Morphometric diversity of A carana Fabr Within the Philippines Apidologie 31: Tingek S, Koeniger G, Koeniger N 1996 Description of a new cavity nesting species of Apis (Apis nuluensis nsp) from Sabah, Borneo, with notes on its occurrence and reproductive biology (Insect: Hymenoptera: Apoidea: Apini) Senckenbergiana Biol 76: Umaly RC 2003 Sustainable development, concept, paradigms & strategies Training of Trainers Community Leadership & Entrepreneurship for Young Agri-Graduates of Asean Bogor Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Yogyakarta Pustaka Yusticia Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Yogyakarta Pustaka Yusticia USDA 2007 Nutrient Data Laboratury Honey fnic/foodcomp/search (accessed, August 24, 2009) Wahdan H 1998 Causes of the antimicrobial activity of honey" Infection 26: Walker M 2009 Honeybees sterilise their hives earth_news/newsid_ / stm (accessed, October 09, 2010)

127 99 Warsana 2007 Analisis efisiensi dan keuntungan usaha tani jagung (Studi di Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora) [tesis] Fakultas Pascasarjana, Universitas Sudirman Wikipedia 2011 Millennium Development Goals Millennium_ Development_Goals#Ideas_Behind_the_MDG (accessed, September 06, 2011) Winston ML 1991 The Biology of the Honey Bee 3 rd Ed Cambridge Harvard University Press Winston ML 1992 The honey bee collony: Life history Graham J, editor The Hive and Honey Bee Revice Ed Hamilton Illinois Dadant & Son Wolf S, Moritz RFA 2008 Foraging distance in Bombus terrestris L (Hymenoptera: Apidae) Apidologie 39:

128 100

129 LAMPIRAN 101

130

131 103 Lampiran 1: Diagram tahapan penelitian SINKOLEMA PRODUK TAHAPAN METODE DAN ALAT ANALISIS/ Data daya dukung dan Informasi Mengenai perubahan morfometrik Paket Teknologi peningkatan produktivitas lebah madu dan kebun kopi Identifikasi daya dukung dan Morfometrik Anailisis Model dan Implementasi Sinkolema Deskriptif dan Uji t (t-student) SWOT Rancangan Statistik RAL Indek Keberlanjutan (IkRapBee) dan Rekomendasi Analisis Keberlanjutan RafBee Montecarlo Produk akhir PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI 103

132 104 Lampiran 2: Peta penggunaan lahan Kabupaten Kepahiang

133 105 Lampiran 3: Tabel luas wilayah berdasarkan kedalaman efektif tanah Kedalaman Efektif (cm) Luas (Ha) (%) > Jumlah Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kepahiang 2008 Lampiran 4: Tabel penggunaan lahan di Kabupaten Kepahiang Penggunaan Lahan Luas Penggunaan Potensi (Ha) (%) Ha (%) Sawah irigasi Sawah tadah hujan Sawah rawa lebak Tegalan/Kebun Ladang/Huma Lahan terlantar Perkebunan Hutan Rakyat Hutan Negara Rawa Kolam/Tebat Pemukiman/Pekarangan Lain-lain Jumlah Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kepahiang, 2008

134 106 Lampiran 5: Tabel penggunaan lahan pertanian Kabupaten Kepahiang Penggunaan Lahan Luas Penggunaan Potensi (Ha) (%) (Ha) (%) Tanaman Pangan Tanaman Sayuran Tanaman Buahbuahan Tanaman Biofarmaka Tanaman Hias Tanaman Perkebunan Hutan Lain-lain Jumlah Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kepahiang 2008 Lampiran 6: Tabel karakteristik pembungaan kopi (Coffee arabica LINN) Tumbuhan Kopi Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des

135 107 Lampiran 7: Tabel jumlah tangkai dan kuntum bunga per pohon Jan Feb Mrt Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okto Nop Des Jumlah kuntum Bunga per Tangkai Lampiran 8: Tabel jumlah bunga per pohon Jan Feb Mrt Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des

136 108 Lampiran 9: Tabel produksi nektar kopi per pohon dalam satu tahun saat berbunga No Produksi Nektar pada Bulan (ml) I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Jumlah Jumlah ,50644 Rataan Lampiran 10: Tabel koefisien korelasi antara fungsi diskriminan dan masing-masing variabel Selang Kepercayaan 95% Variabel Pembeda Koefisien Korelasi (α = 0,05) Panjang Sayap (X 1 ) ) Lebar Sayap (X 2 ) ) tn Lebar Metatarsus Tungkai Belakang (X 6 ) ) tn Lebar Abdomen (X 7 ) ) tn Panjang Proboscis (X 8 ) ) Keterangan : = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata; 1) adalah hasil pengujian pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengujian kedua penentuan variabel pembeda

137 109 Lampiran 11: Tabel produksi madu yang di pelihara dengan dan tanpa integrasi Koloni Panen ke (g) Jumlah I II III IV V Integrasi A A A A A A A A A A Rata-rata non Integrasi B B B B B B B B B B Rata-rata

138 110 Lampiran 12: Tabel pengaruh tata letak koloni terhadap produksi madu Koloni Panen ke (g) Jumlah I II III IV V Menyebar A A A A A Ratarata Terpusat A A A A A Ratarata

139 111 Lampiran 13: Anova populasi lebah di daerah dan diluar sinkolema 1 Grand Total Sigma Y kuadrat grand total/n grand totak kuadrat dibagi sampel (CT) SS Total SS group Sswithin Tabel Anova Sumber ragam df SS MS F-hitung F-tabel Antar group ) Dalam group Total

140 112 Lampiran 14: Anova populasi lebah berdasarkan tata letak di dalam sinkolema 1 Grand Total Sigma Y kuadrat grand total/n grand totak kuadrat dibagi sampel (CT) SS Total SS group Sswithin Tabel Anova Sumber ragam df SS MS F-hitung F-tabel Antar group ) Dalam group Total

141 113 Lampiran 15: Anova produksi madu di daerah dan diluar sinkolema 1 Grand Total Sigma Y kuadrat grand total/n grand totak kuadrat dibagi sampel (CT) SS Total SS group Sswithin Tabel Anova Sumber ragam df SS MS F-hitung F-tabel Antar group ) Dalam group Total

142 114 Lampiran 16: Anova produksi madu berdasarkan tata letak di dalam sinkolema 1 Grand Total Sigma Y kuadrat grand total/n grand totak kuadrat dibagi sampel (CT) SS Total SS group Sswithin Tabel Anova Sumber ragam df SS MS F-hitung F-tabel Antar group ) Dalam group , Total

143 115 Lampiran 17: Tabel nilai skore atribut sinkolema hasil akuisisi pendapat dan FGD (Focus Group Discussion) Atribut Skor Keterangan Data Dimensi Ekologi/Lingkungan Before After Pemanfaatan lebah sebagai 0,1,2 0= tidak dimanfaatkan, 2 2 polinator 1= kadang kadang dimanfaatkan 2= dapat dimanfaatkan Daya dukung wilayah 0,1,2,3 0= tidak mendukung, 3 3 1= kurang mendukung, 2= mendukung, 3= sangat mendukung Sistem pemeliharaan 1,2,3 1= tidak dipelihara, 2 3 2= dibudidaya dalam stup dan dibiarkan, 3= dibudidayakan dalam stup dan dikontrol pakannya, penyakitnya dll Ketinggian tempat dpl 1,2,3 1= dpl>i 1000m, 3 3 2= dpl<500n dpl, 3= 500m<dpl<1000m Agroklimat Suhu, curah hujan 0,1 0= tidak mendukung, 1 1 1= mendukung Kesuburan lahan 0,1,2 0= tidak subur 1 1 1= subur, 2 = sangat subur Luas lahan perkebunan/pertanian/kehutanan 0,1,2,3 0= luasan<50%, 2 2 1= luasan antara 50% s/d 60%, 2= luasan antara 60% s/d 80% dan 3=luasan>80% Indeks Pertanaman (IP) 0,1,2 0= IP1, 2 2 1= IP2,dan 2= IP3 Penutupan vegetasi 0,1,2 0= luasan<20%, 2 2 1= luasan antara 25% s/d 75%, 2= luasan>75% Keanekaragaman Vegetasi 0,1,2,3,4 0= kurang dari 5 jenis 3 4 1= 5 s/d 10 2= 10 sd 15 3= 15 s/d 20 4= lebih dari 20

144 116 Dimensi Ekonomi Keuntungan peternak lebah 0,1,2 0= lebih rendah dari usaha lain, 2 1= Sama dengan rata-rata 0 usaha lain, 2= lebih besar dengan usaha lain Konstribusi kopi dan madu 0,1,2 0= lebih rendah dari usaha lain, 2 terhadap PDRB sector pertanian 1= Sama dengan rata-rata usaha lain, 2= lebih besar dengan usaha lain 2 Pembeli 0,1,2 0= mencari pembeli 2 2 1= pembeli di pasar 2= pembeli datang sendiri Keadaan pasar 0,1,2,3 0= pasar local, 0 1 1= pasar regional, 2= pasar nasional, 3= pasar internasional Cara menjual madu 0,1,2,3 0= curah, 1 1 1= dibotolkan tanpa identitas, 2= dibotolkan dengan striker identitas, 3=sudah dapat sertifikat Depkes RI Sumber modal 0,1,2,3,4 0=modal sendiri, 0 2 1=pinjam sudara, 2=dana bergulir pemerintah, 3=dana koperasi/klp 4=dana bank Prospek permintaan madu 0,1,2 0=penurun, 1=tetap 2 2 2=meningkat Prospek permintaan kopi 0,1,2 0=penurun, 1 2 1=tetap 2=meningkat Siatem penjualan produk 0,1,2 0=lewat perantara 3 3 1=lewat pengusaha 2=pasar 3=langsung pembeli Besarnya subsidi 0,1,2,3,4 0=tidak ada 2 2 1=sedikit 2=besar 3=sangat tergantung 4=mutlak

145 117 Dimensi Hukum dan Kelembagaan Keterasediaan peraturan tentang beternak lebah dan perkebunan kopi Ketersediaan peraturan tentang adat (local wisdom) 0,1,2 0= tidak ada 0 0 1= sedikit 2= banyak 0,1,2 0= tidak ada 1 1 1= sedikit 2= banyak Ada tokoh panutan yang disegani 0,1,2 0= tidak ada 1 2 1= sedikit 2= banyak Intensitas peternak yang melanggar hukum 0,1,2 0= tidak ada 2 2 1= sedikit 2= banyak Lembaga keuangan 0,1,2,3 0= tidak ada 1 1 1= ada tapi kurang memepehatikan petani kecil 2= sedikit tersedia 3= cukup tersedia Kelompok tani peternak 0,1,2,3 0= 0% - 25% 0 1 1= 25%-50% 2= 50%-74% 3= >75% Kelembagaan input 0,1,2,3 0= tidak ada 1 1 1= ada tapi susah diakses 2= ada tapi hanya sebagian mudah diakses 3= cukup banyak dan mudah diakses Kelembagaan output 0,1,2,3 0= tidak ada 1 1 1= ada tapi susah diakses 2= ada tapi hanya sebagian mudah diakses 3= cukup banyak dan mudah diakses Manfaat kelompok tani yang 0,1,2,3 0= tidak ada 2 dirasakan anggota manfaatnya 3 1= sedikit ada manfaatnya 2= bermanfaat 3= sangat bermanfaat

146 118 Dimensi Budidaya/Teknologi Produktivitas lebah madu 0,1,2,3 0=kurang dari 25%, 1=antara 26% s/d 50% 2=antara 51 % s/d 75% 3=di atas 76% Ketersediaan pakan dari nectar kopi dan kaliandra 0,1,2 0=kurang, 1=cukup, 2 2 2=berlebih Prospek pertumbuhan 0,1,2,3 0=tidak ada, 1=lambat, 1 3 2= sedang dan 3 cepat Ketersediaan sarana produksi 0,1,2,3 0=sangat kurang, 2 1=kurang lengkap, 1 2=cukup, 3=cukup dan baik Teknologi pakan 0,1,2 0=tidak ada, 0 2 1=disediakan pakan tambahan 2=diangon Pemanfaatan lebah sebagai polinator kopi Pemanfaatan tanaman kopi dan kaliandra sebagai penghasil nektar dan polen pakan lebah 0,1,2 0=tidak, 1 2 1=kadang-kadang, 2=selalu 0,1,2 0=tidak, 1 2 1=kadang-kadang, 2=selalu Teknologi transportasi dan informasi 0,1,2 0=minim, 1 1 1=cukup, 2=baik Frekuensi panen/tahun 0,1,2,3, 0=tidak teratur, 1 2 1=1-3 kali, 2=4-6 kali, 3= lebih 6 kali Peralatan panen 0,1,2 0=tidak ada, 1 1 1= tidak lenggkap 2= lengkap 2 2

147 119 Dimensi Sosial Budaya 1 Keterasediaan peraturan tentang beternak lebah dan perkebunan kopi 0,1,2 0= tidak ada 0 0 1= sedikit 2= banyak Jumlah keluarga petani kopi 0,1,2,3 0= Jumlah keluarga <25% dari total 2 keluarga 3 3 1= Jumlah keluarga 25%-49% dari total keluarga 2= Jumlah keluarga 50%-74% dari total keluarga 3= Jumlah keluarga 75%-100% dari total keluarga 3 Jumlah keluarga peternak lebah 0,1, 0= < 50% 1 1 1= >50% 4 Pengetahuan terhadap lingkungan 0,1,2 0= minim 1 2 1= cukup 2= luas 5 Tingkat pendidikan 0,1,2 0= di bawah propinsi 0 0 1= setara propinsi 2= di atas propinsi 6 Frekuensi komplik 0,1,2,3 0= sering 3 3 1= kadang-kadang 2= jarang 3= tidak pernah 7 Partisipasi keluarga dalam usaha ternak madu dan kebun kopi 8 Peran masyarakat dalam usaha ternak lebah madu dan kebun kopi 9 Alternatif usaha lain selain lebah madu dan kebun kopi 0,1,2,3 0= tidak ada 3 3 1= 1-2 orang anggota 2= 3-4 anggota 3= >4 anggota 0,1,2,3,4 0= sangat negatif (menolak) 3 4 1= kadang-kadang menolak 2= netral 3= mendukung 4= sangat mendukung 0,1,2 0= tidak ada 2 2 1= ada terbatas 2= ada banyak

148 120 Lampiran 18: Indeks status sebelum sinkolema No DIMENSI PEL NILAI STATUS NILAI R 2 (%) INDEKS PEL STRESS 1 Budidaya 4911 Buruk Tekonologi 2 Ekologi Lingkungan 6953 Baik Ekonomi 5706 Baik Hukum Kebudayaan 4862 Buruk Sosial - Budaya 7318 Baik Nilai strees < 0,25 = hasil analisis baik ; Nilai stress > 0,25 = hasil analisis kurang baik R 2 > 80 % = penggunaan peubah sudah sangat baik R 2 < 80 % = penggunaan peubah kurang baik Lampiran 19: Faktor pengungkit sebelum sinkolema No DIMENSI PEL FAKTOR PENGUNGKIT (faktor-faktor sensitif yang diintervensi) Utama kedua ketiga 1 Budidaya Tekonologi Teknologi pakan Ketersediaan pakan dari nectar kopi dan kaliandra Frekuensi panen/tahun 2 Ekologi Lingkungan Kesuburan lahan Agroklimat, suhu, curah hujan Penutupan vegetasi 3 Ekonomi Sumber modal Keadaan pasar Prospek permintaan madu 4 Hukum Kebudayaan Kelompok tani peternak 5 Sosial - Budaya Tingkat pendidikan Intensitas pelanggaran hukum oleh peternak Pengetahuan terhadap lingkungan Lembaga Keuangan Jumlah keluarga peternak lebah

149 121 Lampiran 20: Indeks status setelah sinkolema No DIMENSI PEL NILAI STATUS NILAI R 2 (%) INDEKS PEL STRESS 1 Budidaya 7619 Sangat Baik Tekonologi 2 Ekologi Lingkungan 842 Sangat Baik Ekonomi 7924 Sangat Baik Hukum Kebudayaan 549 Baik Sosial - Budaya 8528 Sangat Baik Nilai strees < 0,25 = hasil analisis baik ; Nilai stress > 0,25 = hasil analisis kurang baik R 2 > 80 % = penggunaan peubah sudah sangat baik R 2 < 80 % = penggunaan peubah kurang baik Lampiran 21: Faktor pengungkit setelah sinkolema No DIMENSI PEL FAKTOR PENGUNGKIT (faktor-faktor sensitif yang diintervensi) Utama kedua ketiga 1 Budidaya Tekonologi Teknologi transportasi & informasi Pemanfaatan Lebah sebagai pollinator kopi Peralatan panen / Frekuensi panen per tahun 2 Ekologi Lingkungan Kesuburan lahan Luas lahan pertanian Agroklimat, suhu, curah hujan 3 Ekonomi Sistem penjualan Cara menjual madu Keadaan pasar produk 4 Hukum Kebudayaan Keberadaan tokoh panutan Kelompok tani peternak 5 Sosial - Budaya Intensitas pelanggaran hukum oleh peternak Tingkat pendidikan Jumlah keluarga peternak lebah Regulasi pemerintah setempat mengenai lebah madu

150 122 Lampiran 22 Pembobotan faktor SWOT faktor internal 122 Faktor 1a 1b 1c 1d 1e 1f 1g 1h 1i 2a 2b 2c 2d 2e 2f 2g 2h Total Kekuatan: 1a b c d e f g h i

151 123 Lapiran 22 Pembobotan faktor SWOT faktor internal (lanjutan) Kelemahan 2a 2b 2c 2d 2e 2f 2g 2h TOTAL

152 124 Lampiran 23 Pembobotan faktor eksternal Faktor 1a 1b 1c 1d 1e 1f 2a 2b 2c 2d 2e Total Peluang: 1a b c d e f Ancaman 2a b c d e TOTAL 19931

153 125 Lampiran 24 Nilai Bobot Faktor Eksternal dan Internal Faktor Nilai Bobot Kekuatanan 1a b c d e f g h i Kelemahan 2a b c d e f g h

154 126 Lampiran 24 Nilai Bobot Faktor Eksternal dan Internal (lanjutan) Faktor Nilai Bobot Peluang: 1a b c d e f Ancaman: 2a b c d e

155 127 Lampiran 25 Rumusan strategi Sinkolema FAKTOR EKSTERNAL PELUANG (O) FAKTOR INTERNAL a. Terdapatnya lembaga perguruan tinggi yang memiliki kopetensi penerapan Sinkolema b. Meningkatnya kebutuhan pendidikan yang berwawasan aplikatif seperti kebutuhan SMK pertanian c. Tendensi masyarakat Indonesia minum madu yang meningkat d. Madu adalah komoditi yang dikonsumsi semua lapisan masyarakat baik dalam maupun luar negeri e. Adanya kepercayaan bahwa minum madu secara rutin dapat meningkatkan kebugaran dan memperpanjang umur KEKUATAN (S) a. Ketersediaan lahan dan kebun kopi yang luas b. Budaya masyarakat yang sudah biasa bertani berbagai macam tanaman c. Visi Pemda untuk menjadikan Kabupaten Kepahiang sebagai tujuan agrowisata d. Letak geografis yang cocok untuk pengembangan perkrbuan kopi dan ternak lebah madu e. Tersedianya sarana dan prasarana pendukung seperti air bersih, pasar, jalan yang layak dll Memanfaatkan peluang mengoptimalkan Kekuatan d. Optimalisasi pemanfaatan SDA bekerjasama dengan Perguruan Tinggi e. Merealisasikan Visi dan Misi dengan member bekal pengetahan murid SMK f. Peningkatan mutu dan produksi madu untuk memenuhi kebutuhan konsumen g. Pembenahan sarana dan prasarana produksi untuk memberikan layanan kebutuhan madu dengan cepat dan bermutu KELEMAHAN (W) a. Terbatasnya dukungan finansial b. Kelembagaan di tingkat petani yang masih tidak/kurang berfungsi c. Masyarakat belum menguasai budidaya lebah madu d. Penggunaan pestisida yang masih tinggi e. Belum ada program yang disusun pemda mengenai pengembangan ternak lebah madu Menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang) e. Mendapat bimbingan PTN dalam mendapatkan modal dari sumber keuangan dan membentuk kelembagaan yang kuat f. Optimalisasi transfer teknologi dari PT/PTN g. Mengurangi mpenggunaan pestisida untuk menghasilkan madu yang aman dikinsumsi h. Dibuat program pengembangan ternal lebah bekerjasama engan SMK i. Pembentukan lembaga Setingkat atau dibawahnya yang khusus menangani satwa harapan termasuk lebah madu 127

156 FAKTOR EKSTERNAL ANCAMAN (T) FAKTOR INTERNAL a. Tersebarnya produk madu yang diproduksi dan diolah di daerah lain b. Belum adanya peraturan yang dapat melindungi peterrnak madu c. Beberapa infrastruktur jalan dan transportasi umum menuju lokasi perlu ditingkatkan d. Adanya alternatif tempat lokasi lain di Kepahiang KEKUATAN (S) f. Ketersediaan lahan dan kebun kopi yang luas g. Budaya masyarakat yang sudah biasa bertani berbagai macam tanaman h. Visi Pemda untuk menjadikan Kabupaten Kepahiang sebagai tujuan agrowisata i. Letak geografis yang cocok untuk pengembangan perkrbuan kopi dan ternak lebah madu j. Tersedianya sarana dan prasarana pendukung seperti air bersih, pasar, jalan yang layak dll Memakai kekuatan untuk mengantisipasi tantangan/ancaman) c. Memanfaatkan fasilitas dan akses yang yang dimiliki PEMDA untuk ajang promosi d. Pembenahan infrastruktur (jalan) dan akselerasi pelaksanaan terwujudnya Kabupaten Kepahiang sebagai Kota tujuan Arowisata KELEMAHAN (W) f. Terbatasnya dukungan finansial g. Kelembagaan di tingkat petani yang masih tidak/kurang berfungsi h. Masyarakat belum menguasai budidaya lebah madu i. Penggunaan pestisida yang masih tinggi j. Belum ada program yang disusun pemda mengenai pengembangan ternak lebah madu Memperkecil kelemahan dan mengatasi tantangan/ancaman) : c. Menggalang kerjasama dengan berbagai pihak untuk kegiatan promosi d. Pemanfaatan secara optimal sumberdaya Pemda yang dimiliki e. Kerjasama dengan berbagai pihak (yang satu Misi) untuk perbaikan dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan Sinkolema

157 129 Lampiran 26 Analisis Keberlanjutan Teknologi Sebelum Sinkolema 60 UP 40 RAPBEE Ordination Other Distingishing Features BAD GOOD DOWN -60 Sinkolema Sustainability Lampiran 27 Analisis Keberlanjutan Teknologi Setelah Sinkolema RAPBEE Ordination UP Other Distingishing Features BAD GOOD DOWN Sinkolema Sustainability

158 130 Lampiran 28, Analisis Keberlanjutan Ekologi Sebelum Sinkolema RAPBEE Ordination UP Other Distingishing Features 20 0 BAD GOOD DOWN Sinkolema Sustainability Lampiran 29 Analisis Keberlanjutan Ekologi Setelah Sinkolema RAPBEE Ordination UP Other Distingishing Features 20 0 BAD GOOD DOWN Sinkolema Sustainability

159 131 Lampiran 30 Analisis Keberlanjutan Ekonomi Sebelum Sinkolema 60 RAPBEE Ordination 40 Other Distingishing Features Sinkolema Sustainability Lampiran 31 Analisis Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Sesudah Sinkolema 60 RAPBEE Ordination 40 UP Other Distingishing Features BAD GOOD DOWN Sinkolema Sustainability

160 132 Lampiran 32 Analisis Keberlanjutan Hukum dan Kelembagaan Sebelum Sinkolem 60 RAPBEE Ordination 40 UP Other Distingishing Features BAD GOOD DOWN Sinkolema Sustainability Lampiran 33 Analisis Keberlanjutan Hukum dan Kelembagaan Setelah Sinkolem 60 RAPBEE Ordination 40 UP Other Distingishing Features BAD GOOD DOWN Sinkolema Sustainability

161 133 Lampiran 34 Analisis Keberlanjutan Sosial Budaya sebelum Sinkolema RAPBEE Ordination 60 UP 40 Other Distingishing Features BAD GOOD DOWN -60 SinkolemaSustainability Lampiran 35 Analisis Keberlanjutan Sosial Budaya Setelah Sinkolema RAPBEE Ordination UP Other Distingishing Features BAD GOOD DOWN SinkolemaSustainability

162 134 Lampiran 36 Cara pengukuran panjang (F L ) dan lebar (F b ) sayap depan (Ruttner, 1978)

163 135 Lampiran 37 Cara pengukuran panjang dan lebar (B) abdomen pada Tergite 4 (A) Tergite no 4 (A) Lebar abdomen (B)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya lebah madu merupakan salah satu alternatif usaha peternakan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap produk madu secara nasional. Beberapa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada selama 12 bulan yaitu dari bulan Januari s/d Desember 2010 berlokasi di Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu. Jarak antara lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lebah Madu Lebah madu termasuk hewan serangga bersayap, sebagai penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Tubuh lebah madu beruas-ruas dan ruas tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci

Jenis Lebah Yang Ada di Indonesia Friday, 08 February 2013 Pemutakhiran Terakhir Tuesday, 28 May 2013

Jenis Lebah Yang Ada di Indonesia Friday, 08 February 2013 Pemutakhiran Terakhir Tuesday, 28 May 2013 Jenis Lebah Yang Ada di Indonesia Friday, 08 February 2013 Pemutakhiran Terakhir Tuesday, 28 May 2013 eskalisa.sch.id Jenis Lebah Yang Ada di Indonesia Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki jenis

Lebih terperinci

PERLEBAHAN DI INDONESIA

PERLEBAHAN DI INDONESIA PERLEBAHAN DI INDONESIA Oleh : Kuntadi Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi QUIZ 1. Yang mana sarang lebah madu? 1 2 3 4 1 QUIZ 2 2 1 3 5 4 A. dorsata A. laboriosa A. dorsata binghami A. cerana A.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL PERLEBAHAN

LANGKAH-LANGKAH MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL PERLEBAHAN LANGKAH-LANGKAH MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL PERLEBAHAN Oleh : Kuntadi Pusat Litbang Konservasi Dan Rehabilitasi MANFAAT PERLEBAHAN Optimalisasi sumberdaya tumbuhan/tanaman (tanpa dimanfaatkan

Lebih terperinci

Lampiran 12. Aspek Agronomis / Usahatani Lebah Madu. Diantara jenis lebah, ada yang produksi madunya sedikit seperti Apis Cerana,

Lampiran 12. Aspek Agronomis / Usahatani Lebah Madu. Diantara jenis lebah, ada yang produksi madunya sedikit seperti Apis Cerana, 48 Lampiran 12. Aspek Agronomis / Usahatani Lebah Madu. Pemeliharaan lebah yang bertujuan untuk mengambil madunya disebut peternakan lebah.orang yang bertenak lebah disebut peternak lebah.selain madu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lubang-lubang pohon dan tempet-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah

II. TINJAUAN PUSTAKA. lubang-lubang pohon dan tempet-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lebah Madu Lebah madu merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Sejak zaman dahulu, manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang pohon dan

Lebih terperinci

SINKOLEMA. Produk akhir PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI

SINKOLEMA. Produk akhir PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI LAMPIRAN 101 103 Lampiran 1: Diagram tahapan penelitian SINKOLEMA PRODUK TAHAPAN METODE DAN ALAT ANALISIS/ Data daya dukung dan Informasi Mengenai perubahan morfometrik Paket Teknologi peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE)

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) TESIS MAGISTER Oleh DIDA HAMIDAH 20698009 BIDANG KHUSUS ENTOMOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH USAHA LEBAH MADU

KARYA ILMIAH USAHA LEBAH MADU KARYA ILMIAH USAHA LEBAH MADU Disusun Oleh : Muhammad Burhan Kurniawan NIM : 10.11.4556 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Meraup Untung dari Usaha Lebah Madu Abstraksi Bisnis lebah madu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Distribusi A. cerana di Asia Biologi Lebah Madu A. cerana

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Distribusi A. cerana di Asia Biologi Lebah Madu A. cerana TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Distribusi A. cerana di Asia Lebah madu termasuk dalam Klas Insecta, Ordo Hymenoptera, Subordo Apocrita, Superfamili Apoidea, Famili Apidae, Subfamili Apinae, dan genus Apis

Lebih terperinci

BUDIDAYA LEBAH MADU. Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis

BUDIDAYA LEBAH MADU. Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis BUDIDAYA LEBAH MADU Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis Budidaya lebah ada 2 cara yaitu : 1) Budidaya Lebah Secara Menetap, dan 2) Budidaya Lebah Secara Berpindah. Pada budidaya lebah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Gambar 1. Koloni Trigona sp

Gambar 1. Koloni Trigona sp BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP Oleh : Victor Winarto *) Rusmalia *) I. PENDAHULUAN Madu adalah salah satu produk primadona HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) di Indonesia. Banyaknya manfaat madu bagi kesehatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 35/MENHUT-II/2007 Tentang HHBK, definisi HHBK adalah hasil hutan baik

I. PENDAHULUAN. 35/MENHUT-II/2007 Tentang HHBK, definisi HHBK adalah hasil hutan baik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil hutan dapat dikelompokkan menjadi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35/MENHUT-II/2007 Tentang HHBK,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkatan kasta di dalam koloninya. Lebah pekerja yang merupakan lebah betina

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkatan kasta di dalam koloninya. Lebah pekerja yang merupakan lebah betina 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Klasifikasi Lebah Madu Lebah madu merupakan serangga sosial yang hidup berkoloni dan memiliki tiga tingkatan kasta di dalam koloninya. Lebah pekerja yang merupakan

Lebih terperinci

Keywords: cerana, coffee, integration, production

Keywords: cerana, coffee, integration, production PENINGKATAN PRODUKTIFITAS LEBAH MADU MELALUI PENERAPAN SISTEM INTEGRASI DENGAN KEBUN KOPI (The Effect of Honeybee-Coffee Plantation Integration on Improving the Honey Productivity of Apis cerana) R. SAEPUDIN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANAMAN PILADANG

PEMANFAATAN TANAMAN PILADANG PEMANFAATAN TANAMAN PILADANG (Coleus blumei Benth.) SEBAGAI SUMBER PAKAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI MADU LEBAH Apis cerana Fabr. DI PERLEBAHAN APIARI SAKATO PADANG PARIAMAN Sri wahyuni 1 Jasmi 2, Yosmed

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA

AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LEBAH HUTAN

PENGELOLAAN LEBAH HUTAN PENGELOLAAN LEBAH HUTAN Kuntadi Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi POSISI LEBAH HUTAN DALAM KELUARGA LEBAH MADU FAMILY Apidae SUBFAMILY Apinae GENUS Apis SUBFAMILY Meliponinae GENUS Trigona, Mellipona,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 21 (1): ISSN: Fakultas Peternakan UB,

Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 21 (1): ISSN: Fakultas Peternakan UB, Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 21 (1): 24-30 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Peningkatan produktifitas lebah madu melalui penerapan sistem integrasi dengan kebun kopi The Effect

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebah Trigona Lebah trigona adalah lebah yang tidak memiliki sengat atau dikenal dengan nama Stingless bee (Inggris), termasuk famili Apidae. Berikut adalah klasifikasi dari lebah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS TERNAK LEBAH. Di susun oleh : Nama : Muammar Mufti NIM : Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS TERNAK LEBAH. Di susun oleh : Nama : Muammar Mufti NIM : Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS TERNAK LEBAH Di susun oleh : Nama : Muammar Mufti NIM : 07.12.2638 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM YOGYAKARTA 2012 - Abstraksi Lebah merupakan insekta

Lebih terperinci

DI BALI LILIK SEKOLAH

DI BALI LILIK SEKOLAH AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN dan IDENTIFIKASI POLEN DI PERLEBAHAN TRADISIONAL DI BALI LILIK MUNTAMAH SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Evolusi Geografi dan Keragaman Organisme

TINJAUAN PUSTAKA Evolusi Geografi dan Keragaman Organisme TINJAUAN PUSTAKA Evolusi Geografi dan Keragaman Organisme Geografi bumi akhir periode Paleozoic dan awal mesozoic adalah dua benua yang sangat besar, yaitu Gondwana di bumi selatan dan Laurasia di bumi

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

THE RELATIONSHIP BETWEEN HEIGHT OF

THE RELATIONSHIP BETWEEN HEIGHT OF THE RELATIONSHIP BETWEEN HEIGHT OF Apis dorsata COMBS ABOVE GROUND TO LENGTH, WIDTH, THICKNESS, AS WELL AS COMBS WEIGHT THE JUNGLE AREA OF HARAPAN PT. REKI JAMBI Dika Dwi Sasongko 1), Moch. Junus 2), and

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman Stroberi

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman Stroberi 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman Stroberi Klasifikasi tanaman stroberi sebagai berikut (Benson, 1957) : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Rosaceae Genus

Lebih terperinci

BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP MUDAH DAN MURAH

BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP MUDAH DAN MURAH BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP MUDAH DAN MURAH Oleh : Septiantina Dyah Riendriasari, S. Hut PENDAHULUAN Dulu, banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya lebah madu Trigona sp ini. Hanya jenis Apis

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Aktivitas A . cerana Terbang Harian dan Mencari Polen

PEMBAHASAN Aktivitas A . cerana Terbang Harian dan Mencari Polen 32 PEMBAHASAN Aktivitas A. cerana Terbang Harian dan Mencari Polen Aktivitas terbang harian A. cerana lebih awal dibandingkan dengan aktivitas harian mencari polen. Aktivitas terbang harian A. cerana dimulai

Lebih terperinci

PRAKATA. hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselsaikan. Penyusunan skripsi ini tidak

PRAKATA. hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselsaikan. Penyusunan skripsi ini tidak PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselsaikan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja,

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, I. PENDAHULUAN Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Desa Serang terletak pada ketinggian 800-1200 dpl dan memiliki curah hujan bulanan mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Praktikum Biologi Fapet Unpad: Bagian Insecta IIa. 1

Praktikum Biologi Fapet Unpad: Bagian Insecta IIa. 1 CLASSIS : ARTHROPODA (SERANGGA) Kode MPB2a Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan dan mengetahui karakteristik Apis sp b. Mengetahui serangga-serangga

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lebah merupakan serangga yang termasuk kedalam genus Apidae dan ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lebah merupakan serangga yang termasuk kedalam genus Apidae dan ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Koloni dan Distribusi Lebah Madu Lebah merupakan serangga yang termasuk kedalam genus Apidae dan ordo Hymenoptera (serangga bersayap selaput). Lebah bersifat polimorfisme, yaitu

Lebih terperinci

CARA PRAKTIS. Budidaya Lebah Madu ( Apis indica )

CARA PRAKTIS. Budidaya Lebah Madu ( Apis indica ) CARA PRAKTIS Budidaya Lebah Madu ( Apis indica ) Pelatihan Budidaya Lebah Madu ( Apis indica ) di Desa Karangmulya Kecamatan Bojong dan Desa Sesepan Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal Oleh : TIM PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan memegang peranan penting di Indonesia. Hal ini didukung oleh faktor letak geografis Indonesia yang mendukung untuk sektor pertanian,

Lebih terperinci

Key words : morphology, Apis dorsata Fabr., Aggregation.

Key words : morphology, Apis dorsata Fabr., Aggregation. STUDI MORFOLOGI LEBAH PEKERJA Apis dorsata Fabr. (Hymenoptera:Apidae) AGREGASI DI SIJUNJUNG Lidya Novita Sari, Jasmi, Putri Pratiwi Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan IlmuPendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah Kopi termasuk komoditas perkebunan yang banyak diperdagangkan di dunia internasional. Negara Indonesia merupakan peringkat ke-4 penghasil kopi terbesar di dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Identifikasi Permasalahan Perlebahan sebagai Dasar Pengembangan Usaha Madu di Provinsi Bengkulu

Identifikasi Permasalahan Perlebahan sebagai Dasar Pengembangan Usaha Madu di Provinsi Bengkulu Identifikasi Permasalahan Perlebahan sebagai Dasar Pengembangan Usaha Madu di Provinsi Bengkulu Identification of Beekeeping Due to the Improvement of Honey Production in Bengkulu Province Rustama Saepudin

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS KOLONI LEBAH Apis mellifera dan Apis cerana YANG DIPELIHARA DI AREAL Acacia crassicarpa

TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS KOLONI LEBAH Apis mellifera dan Apis cerana YANG DIPELIHARA DI AREAL Acacia crassicarpa TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS KOLONI LEBAH Apis mellifera dan Apis cerana YANG DIPELIHARA DI AREAL Acacia crassicarpa A. Luas Hutan Tanaman khususnya HTI Nasional: Definitif : 9 juta Ha Target s/d

Lebih terperinci

DISTRIBUSI LEBAH APIS KOSCHEVNIKOVI DI KALIMANTAN SELATAN (THE DISTRIBUTION OF APIS KOSCHEVNIKOVI IN SOUTH BORNEO)

DISTRIBUSI LEBAH APIS KOSCHEVNIKOVI DI KALIMANTAN SELATAN (THE DISTRIBUTION OF APIS KOSCHEVNIKOVI IN SOUTH BORNEO) Distribusi Lebah Apis Koschevnikovi di Kalimantan Selatan (Arif Rohmatullah) 37 DISTRIBUSI LEBAH APIS KOSCHEVNIKOVI DI KALIMANTAN SELATAN (THE DISTRIBUTION OF APIS KOSCHEVNIKOVI IN SOUTH BORNEO) Arif Rohmatullah

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi (Coffea spp.) merupakan salah satu komoditi ekspor yang penting bagi Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi yang banyak tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang lndonesia sangat cocok untuk usaha peternakan lebah, karena sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan lebah

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet (tangkai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok komoditas ekspor unggulan di Indonesia. Komoditas kopi berperan dalam meningkatkan devisa negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Key words : Polinator, Apis cerana Fabr., Cucumis sativus L., Production.

Key words : Polinator, Apis cerana Fabr., Cucumis sativus L., Production. PEMANFAATAN LEBAH Apis cerana Fabr. UNTUK HASIL BUAH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DI PALAK JUHA VII KOTO KABUPATEN PADANG PARIAMAN Firdaus Dwi Maesya, Jasmi, Lince Meriko Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka 2. 1. Tinjauan Agronomis Secara umum terdapat dua jenis biji kopi, yaitu Arabika dan Robusta. Sejarah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebagai bisnis sepenuhnya, hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebagai bisnis sepenuhnya, hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang terletak di daerah tropis dimana sebagian besar penduduknya bekerja dalam bidang pertanian. Keadaan usaha tani penduduk pada umumnya masih

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

LEMBAR PENGESAHAN. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan : Pengembangan Kerbau Lokal sebagai Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Daging di Indonesia dengan Recording Information System 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL

KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL Oleh: Sri Agung Fitri Kusuma, M.Si., Apt UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS FARMASI JANUARI 2009 LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan serangga sudah dimulai sejak 400 juta tahun (zaman devonian). Kirakira

I. PENDAHULUAN. Kehidupan serangga sudah dimulai sejak 400 juta tahun (zaman devonian). Kirakira I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangga merupakan kelompok hewan dengan jumlah spesies serta kelimpahan tertinggi dibandingkan denga n makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia (Soetopo,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia (Soetopo, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalian hama dengan insektisida kimia telah menimbulkan resistensi hama terhadap insektisida, tercemarnya tanah dan air, dan bahaya keracunan pada manusia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perunggasan saat ini sangat berkembang pesat. Tidak hanya jenis unggas konsumsi, tetapi juga unggas hias. Salah satu unggas hias yang paling diminati para pecinta

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim tropis

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci