BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA IV.1 Proyeksi Kebutuhan Kargo Berdasarkan pada hasil survei Origin-Destination Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di Bandara Soekarno-Hatta pada tahun 2001, diketahui bahwa lebih kurang 16% penumpang Soekarno-Hatta berasal tujuan wilayah Bandung, Cirebon dan sekitarnya. Pesawat-pesawat yang membawa penumpang tersebut juga mengangkut barang dari atau menuju bandara lain. Data mengenai informasi dari kawasan-kawasan industri di Jawa Barat dan Banten belum menghasilkan angka potensi dan produksi dari jenis industri yang ada sehingga sulit untuk mengetahui berapa persen dari angkutan kargo Soekarno-Hatta yang berasal dari Propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa paling tidak 16% barang Soekarno-Hatta diangkut melalui BIJB. Demikian juga, kargo untuk bandara Husein Sastranegara akan diangkut melalui BIJB. Metode proyeksi yang akan digunakan untuk prakiraan barang menggunakan metode Socio Econometric, dengan model regresi linear berganda, dimana variabel bebas yang digunakan adalah jumlah penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari Kabupaten/Kota yang menjadi hinterland dari Bandara Internasional Jawa Barat. Formula yang digunakan seperti diberikan dalam persamaan berikut ini: Y = (m 1 X 1 ) + (m 2 X 2 ) + b Dimana: Y = Variabel tak bebas yaitu jumlah Kargo Domestik atau Internasional X 1,X 2 = Variabel bebas yaitu jumlah penduduk dan PDRB m 1,m 2 = Koefisien X atau parameter slope Sebagai variabel bebas, jumlah penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berasal dari daerah hinterland Bandara Internasional Jawa Barat yang meliputi 13 Kabupaten atau Kota pada Provinsi Jawa Barat. Berikut tabel yang menunjukkan data jumlah penduduk dan PDRB dari daerah hinterland Bandara Internasional Jawa Barat. 36

2 Tabel 4.1 Data Penduduk dan PDRB Jawa Barat (13 Daerah Tingkat II Provinsi Jawa Barat) Tahun Penduduk* PDRB** Ket : *) Penduduk dalam ribuan. **) PDRB Jawa Barat dalam milyar rupiah. Sumber : Jawa Barat Dalam Angka PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Master Plan Bandara Udara Internasional Jawa Barat Untuk melakukan proyeksi jumlah barang yang akan dilayani pada Bandara Internasional Jawa Barat maka perlu dilakukan proyeksi jumlah penduduk dan PDRB dari daerah tersebut sampai tahun perencanaan yaitu tahun Prakiraan jumlah penduduk dan PDRB ini dilakukan dalam tiga kemungkinan atau skenario, yaitu kemungkinan rendah (low) atau pesimis, kemungkinan sedang (moderat) dan kemungkinan tinggi (high)atau optimis. Tiga skenario tersebut berdasarkan kemungkinan kejadian sosial masyarakat yang dapat mempengaruhi prakiraan jumlah penduduk dan PDRB. Asumsi kemungkinan rendah (low) atau pesimis adalah apabila faktor sosial masyarakat yang terjadi mempengaruhi pertumbuhan PDRB sehingga lebih rendah daripada proyeksi pertumbuhan PDRB yang telah ditetapkan (moderat). Asumsi kemungkinan sedang (moderat) adalah pertumbuhan PDRB yang sesuai dengan proyeksi atau persentase pertumbuhan PDRB setiap tahun yang telah ditetapkan. Sedangkan asumsi kemungkinan tinggi (high) atau optimis adalah apabila faktor sosial masyarakat yang terjadi mempengaruhi pertumbuhan PDRB sehingga lebih tinggi daripada proyeksi pertumbuhan PDRB yang telah ditetapkan (moderat). Persentase rata-rata pertumbuhan Penduduk Jawa Barat pertahun adalah sebesar 0,8%. Persentase rata-rata pertumbuhan PDRB Jawa Barat pertahun untuk skenario pesimis (low) adalah sebesar 3,5%, untuk skenario sedang (moderat) adalah sebesar 4,0%, sedangkan untuk skenario optimis (high) adalah sebesar 4,5%. 37

3 Hasil proyeksi jumlah penduduk dan PDRB sampai tahun 2035 untuk masingmasing asumsi disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.2 Proyeksi Penduduk dan PDRB Jawa Barat (13 Daerah Tingkat II Provinsi Jawa Barat) Tahun Penduduk* PDRB** L M H L M H L M H L M H L M H Ket : *) Penduduk dalam ribuan. **) PDRB Jawa Barat dalam milyar rupiah. Sumber : Master Plan Bandara Udara Internasional Jawa Barat Sebagai variabel tidak bebas, jumlah kargo domestik dan internasional (barang ekspor dan impor) dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan PDRB. Untuk mendapatkan persamaan yang akan digunakan dalam proyeksi jumlah kargo yang akan dilayani oleh Bandara Internasional Jawa Barat, maka digunakan data barang yang ditangani oleh Bandara Soekarno Hatta dan Husein Sastranegara baik penerbangan luar negeri maupun domestik. Berikut disajikan dalam tabel data barang ekspor-impor yang ditangani oleh Bandara Soekarno Hatta dan Husein Sastranegara baik penerbangan luar negeri maupun penerbangan domestik dari tahun

4 Tabel 4.3 Data Barang (Ekspor + Impor) Bandara Soekarno Hatta Penerbangan Luar Negeri Tahun Total Barang Luar Majalengka Jawa Negeri (ton) Barat (16%) Sumber : Master Plan Bandar Udara Internasional Jawa Barat Tabel 4.4 Data Barang Domestik Bandara Soekarno Hatta Penerbangan Dalam Negeri Tahun Total Barang Majalengka Jawa Nasional (ton) Barat (16%) Sumber : Master Plan Bandar Udara Internasional Jawa Barat 39

5 Tabel 4.5 Data Barang Domestik Bandara Husein Sastranegara Tahun Penduduk* PDRB** Barang (ton) Ket : *) Penduduk dalam ribuan **) PDRB Jawa Barat dalam milyar rupiah Sumber : Badan Pusat Statistik, Pemda Jawa Barat Dari data-data tersebut kemudian dilakukan proyeksi barang untuk 30 tahun ke depan yaitu sampai tahun 2035 sesuai dengan tahapan pembangunan yang direncanakan. Berikut adalah data penduduk, PDRB dan jumlah kargo domestik yang akan digunakan untuk mendapatkan persamaan proyeksi kargo domestik Bandara Internasional Jawa Barat. Tabel 4.6 Data Untuk Proyeksi Kargo Domestik Kargo Tahun Penduduk* PDRB** Domestik (ton) Ket : *) Penduduk dalam ribuan **) PDRB dalam milyar rupiah 40

6 Persamaan berdasarkan data-data tersebut yang digunakan untuk proyeksi kargo domestik Bandara Internasional Jawa Barat adalah sebagai berikut: Kargo Domestik = 1, Penduduk + 1, PDRB 43646,3 Dengan R 2 = 0,8372 Hasil analisis regresi (menggunakan program Microsoft Exel) dapat dilihat pada lampiran. Pada tabel berikut disajikan hasil proyeksi jumlah kargo domestik yang akan dilayani oleh Bandara Internasional Jawa Barat. Tabel 4.7 Proyeksi Kargo Domestik BIJB Kargo Penduduk* PDRB** Domestik Tahun (ton) L M H L M H L M H L M H L M H Ket : *) Penduduk dalam ribuan **) PDRB dalam milyar rupiah Sedangkan data penduduk, PDRB dan jumlah kargo internasional yang akan digunakan untuk mendapatkan persamaan proyeksi kargo internasional Bandara Internasional Jawa Barat adalah seperti pada tabel berikut. 41

7 Tabel 4.8 Data Untuk Proyeksi Kargo Internasional Kargo Tahun Penduduk* PDRB** Internasional (ton) Ket : *) Penduduk dalam ribuan **) PDRB dalam milyar rupiah Persamaan berdasarkan data-data tersebut yang digunakan untuk proyeksi kargo internasional Bandara Internasional Jawa Barat adalah sebagai berikut: Kargo Internasional = 0, PDRB ,81 Dengan R 2 = 0,1125 Hasil analisis regresi (menggunakan program Microsoft Exel) dapat dilihat pada lampiran. Pada tabel berikut disajikan hasil proyeksi jumlah kargo internasional yang akan dilayani oleh Bandara Internasional Jawa Barat. 42

8 Tabel 4.9 Proyeksi Kargo Internasional BIJB Kargo Penduduk* PDRB** Internasional Tahun (ton) L M H L M H L M H L M H L M H Ket : *) Penduduk dalam ribuan **) PDRB dalam milyar rupiah IV.2 Penentuan Kapasitas dan Luas Terminal Dari hasil proyeksi kargo berdasarkan tabel di atas, maka hasil yang akan digunakan adalah hasil moderat. Periode pengembangan yang akan dilakukan pada tugas akhir ini adalah tahap pengembangan I yaitu sampai pada tahun Berdasarkan tabel di atas, jumlah kapasitas barang yang akan dilayani oleh BIJB pada tahun 2020 untuk penerbangan domestik adalah sebesar ton dan untuk penerbangan luar negeri adalah sebesar ton. Tabel 4.10 Jumlah Kapasitas Barang/Kargo BIJB No Tahun Barang/Kargo (ton) Domestik Internasional Total

9 Dari tabel di atas terlihat bahwa total kebutuhan kargo yang akan dilayani oleh BIJB sampai pada tahap pengembangan I adalah sebesar ton. dari nilai tersebut kemudian akan dihitung kebutuhan luas terminal kargo. Langkah-langkah untuk menentukan luas terminal kargo: 1. Penentuan luas gudang airline. Luas gudang airline dihitung dengan menggunakan rumus: Q = N/p dimana Q = luas gudang airline (m 2 ) N = volume kargo tahunan (ton/tahun) p = volume kargo tahunan/unit luasan gudang (ton/m 2 ) Besarnya nilai p bergantung kepada besarnya nilai N. Hubungan antara p dan N dapat dilihat pada tabel di bawah: Tabel 4.11 Hubungan volume kargo tahunan dan besaran p Volume kargo tahunan p (ton/m 2 ) 1000 ton 2000 ton 5000 ton ton ton 2,0 3,3 6,8 11,5 15,0 Sumber: SNI Terminal Kargo Bandar Udara Karena nilai ton tidak berada dalam tabel di atas maka kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk mendapatkan nilai p. Ekstrapolasi yang digunakan adalah ekstrapolasi linier. Hasil ekstrapolasi untuk nilai ton adalah 27,20. Jadi luas gudang airline (Q) = /27,20 = 4.002,1 m 2 2. Penentuan luas gudang agen kargo Luas gudang agen kargo dihitung dengan menggunakan rumus: S = Q x r dimana S = luas gudang agen kargo (m 2 ) Q = luas gudang airline (m 2 ) r = 0,5 S = 4.002,1 x 0,5 = 2.001,05 m 2 44

10 3. Penentuan lebar terminal kargo Lebar terminal kargo ditentukan dari luas gudang agen kargo ditambah dengan luas gudang airline dibagi dengan kedalaman standar teminal kargo. U = (Q+S)/t dimana U = lebar terminal kargo (m) t = kedalaman standar terminal kargo Kedalaman standar terminal kargo ditentukan dari bentuk gudang airline dan agen kargo. Besarnya kedalaman standar terminal kargo berdasarkan bentuk gudang airline dan agen kargo dapat dilihat pada tabel di bawah. Tabel 4.12 Kedalaman standar terminal kargo Sumber: SNI Terminal Kargo Bandar Udara Untuk terminal kargo BIJB, gudang airline dan gudang agen kargonya dibuat terpisah. Sehingga: 4002,1 2001,05 U = + = 160, ,084 = 320,168 m 25 12,5 4. Penentuan luas area sisi udara Luas area sisi udara dihitung dengan menggunakan rumus: Y = U x w dimana Y = luas area sisi udara (m 2 ) U = lebar terminal kargo (m) w = kedalaman standar sisi udara (10-15 m) Y = 320,168 x 15 = 4.802,52 m 2 5. Penentuan luas area sisi darat Luas area sisi darat dihitung dengan rumus: X = U x v dimana X = luas area sisi darat (m 2 ) U = lebar terminal kargo (m) v = kedalaman standar sisi darat Kedalaman standar sisi darat ditentukan dari bentuk gudang airline dan agen kargo. Besarnya kedalaman standar sisi darat berdasarkan 45

11 bentuk gudang airline dan agen kargo dapat dilihat pada tabel di bawah. Tabel 4.13 Kedalaman standar sisi darat Sumber: SNI Terminal Kargo Bandar Udara X = (160,084 x 40) +(160,084 x 15) = 8.804,62 m 2 Dari perhitungan di atas maka luas kebutuhan total terminal kargo merupakan penjumlahan dari kelima aspek di atas. Luas terminal kargo = Q + S + Y + X = 4002, , , ,62 = ,29 m 2, dibulatkan menjadi m 2. IV.3 Perencanaan Tata Ruang dan Sirkulasi Setelah mengetahui luas dari terminal barang yang akan direncanakan maka kemudian dibuat perencanaan tata ruang dan sirkulasi dari barang yang akan ditangani pada terminal ini. Layout untuk tata ruang dan sirkulasi dari terminal yang direncanakan dapat dilihat pada lampiran gambar 1. IV.4 Perencanaan Struktur Atas IV.4.1 Sistem Struktur Sistem struktur yang akan dipakai adalah struktur bangunan industri yaitu struktur rangka baja yang memakai truss. Pada kolom diberikan bracing yang berfungsi sebagai batang tarik yang akan menambah kekakuan struktur. Analisis gaya dalam dikerjakan dengan menggunakan software SAP. 46

12 Gambar 4.1 Gambar Pemodelan Struktur Pada SAP Gambar rencana bangunan secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar di bawah. Gambar 4.2 Gambar Rencana Bangunan Pada AutoCAD 47

13 IV.4.2 Preliminary Design Preliminary design adalah perencanaan awal untuk profil yang akan digunakan untuk kolom, balok, bracing, dan gording. 1. Profil yang akan digunakan untuk kolom adalah profil IWF 400x Profil yang akan digunakan untuk balok adalah profil double siku 150 x 150 x Profil yang akan digunakan untuk gording adalah profil light lip channel 150 x 65 x 20 x 3,2. 4. Profil yang akan digunakan untuk bracing adalah profil double siku 150 x 150 x 18. IV.4.3 Kombinasi Beban Kombinasi pembebanan yang diperhitungkan dalam sistem struktur ini adalah: 1. 1,4 D 2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 La 3. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 H 4. 1,2 D + 1,6 La + 0,5 L 5. 1,2 D + 1,6 La + 0,8 W 6. 1,2 D + 1,6 H + 0,5 L 7. 1,2 D + 1,6 H + 0,8 W 8. 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L + 0,5 La 9. 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L + 0,5 H 10. 1,2 D 1,3 W +0,5 L + 0,5 La 11. 1,2 D 1,3 W + 0,5 L + 0,5 H 12. 0,9 D + 1,3 W 13. 0,9 D 1,3 W IV.4.4 Pemeriksaan Kelangsingan Dalam perencanaan kolom maka harus dilakukan pemeriksaan kelangsingan penampang atau batang yang digunakan. Data profil yang digunakan untuk struktur kolom adalah sebagai berikut: Profil IWF 400 x 400 BJ 37 (f y = 240 Mpa; f u = 370 Mpa) d = 400 mm r 0 = 22 mm b f = 400 mm r x = 175 mm t w = 13 mm r y = 101 mm t f = 21 mm h = d 2(t f + r 0 ) = 314 mm 48

14 Periksa kelangsingan penampang: Flens b f / / 2 = = 9,52 t 21 f λ = p f 170 f b f / 2 < t y = 170 f y Web h 314 = = 24,15 13 t w λ = p f 500 f b f / 2 < t y = 500 f y 170 = 10, Penampang Kompak 500 = 32, Penampang Kompak Panjang tekuk: k c = 0,8 L = mm (tinggi kolom) L k = k c L = mm Lk λ x = = = 68, 6 r 175 Cek sumbu kuat f y = λx = 68,6 λcx π E π x Lk λ y = = = 118, 8 r 101 y ,25 < λ cx (0,76) < 1,2 σ f y cr = ω x 240 = = 183 MPa. 1,31 3 = 0,76 1,43 ω x = = 1,31 1,6 0,67λ N n = A g σ cr = = N Nu (gaya aksial dari kolom) = N. Nu/Φ c Nn = /(0,85x ) = 0,998 < 1 OK Maka profil IWF 400x400 dapat digunakan dalam perencanaan kolom struktur bangunan gedung terminal barang ini. cx 49

15 2,5m 10m SI-40Z1 TUGAS AKHIR IV.4.5 Perencanaan Gording Pemilihan Material Material yang dipilih adalah dari baja. Profil baja yang digunakan diusahakan profil simetri dan diatur supaya beban-beban yang bekerja pada sumbu simetrinya. Profil baja yang digunakan untuk gording adalah Light Lip Channel. Perhitungan Beban Beban yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Beban angin pada atap. Tekanan tiup diambil 25 kg/m 2. Atap yang direncanakan berbentuk segitiga dengan α = 20 Maka: α = 20 Koefisien angin didepan = 0,02α x 0,4 = 0,02 x 20 x 0,4 = 0. Koefisien angin dibelakang = -0,4 untuk semua α. 2. Beban air pada atap. Beban air pada atap = 40 0,8 α = 24 kg/m 2. Karena maksimal adalah 20 kg/m 2, maka diambil 20 kg/m Beban orang atau pekerja. Untuk beban orang diambil 100 kg untuk gording. 4. Beban MEP. Dianggap 10 kg/m Beban sendiri atap ditambah insulator. Diambil 20 kg/m 2. Tata Letak Gording Gording dapat digambarkan sebagai berikut: 50

16 Pembebanan Pembebanan yang bekerja pada gording adalah sebagai berikut: 1. Beban angin pada atap. Arah depan = 0 kg/m 2. Arah belakang = 25 kg/m 2 x -0,4 x 2,5 m = -25 kg/m. 2. Beban air pada atap. Beban air = 20 kg/m 2 x 2,5 m = 50 kg/m. 3. Beban orang = 100 kg. (ditengah gording). 4. Beban MEP Beban MEP = 10 kg/m 2 x 2,5 m = 25 kg/m. 5. Beban sendiri atap dan insulator. Beban atap = 20 kg/m 2 x 2,5 m = 50 kg/m. 6. Berat sendiri gording. Untuk menentukan berat sendiri gording maka digunakan uji coba gording yang akan dipakai adalah dari profil Light Lip Channel 150x65x20x3,2. Berat profil = 7,51 kg/m. Perhitungan Vektor Momen arah X Dianggap seperti balok sederhana diatas dua tumpuan, sebagai berikut: q cos α P cos α Balok sederhana: Mmax = dan = 25 / 202,5 untuk beban MEP = 50 / 202,5 untuk beban air = 25 / 202,5 untuk beban angin 51

17 = 50 / 202,5 untuk beban atap sendiri = 7,51/ 202,5 untuk berat sendiri = 100 / 202,5 untuk berat orang Mmax = 702, 94 kgm. δmax = ,51 dan 20, 20, 20, 20, 20, , δmax = 105,88 kgm 3 / EI. untuk beban MEP untuk beban air untuk beban angin untuk atap sendiri untuk berat sendiri untuk berat orang Vektor Momen arah Y Gaya-gaya pada arah Y dianggap dipikul oleh sistem cladding, sehingga tidak menimbulkan tegangan pada gording. Gording yang digunakan adalah light lip channel, dimana nilai C > 0. Data profil Light Lip Channel 150x65x20x3,2 adalah sebagai berikut: (dari data profil baja) A = 150 mm. t = 3,2 mm. B = 75 mm. c y = 2,11 mm. Modulus plastis menjadi: Z x = A.t = mm3. Z y = t [A (c y t/2) + (c y t) 2 + (B c y ) 2 ] = ,48 mm 3. Diambil Baja dengan mutu BJ 37 Cek Flens: B/t < λp B/t = 23,43 λp = = 32,28 f y = 240 MPa. F u = 370 MPa. 52

18 B/t < λp memenuhi. Web: A/t < λp A/t = 46,875 λp = = 108,44 A/t < λp memenuhi. Mn x = f y x Z x = 240 MPa x mm 3 = Nmm. Mn y = f y x Z y = 240 MPa x ,48 mm 3 = ,2 Nmm. Dengan φ b = 0,9 1,0 0,59 1,0 Memenuhi Lendutan Arah X Lendutan gording akibat beban hidup dan beban mati harus < L/250 L / 250 = / 250 = 40 mm Lendutan arah X = = 0,98. Memenuhi. Arah Y Δijin = 25 mm. (Berdasarkan PPBBI tahun 1987 hal 104) Karena semua persyaratan telah memenuhi maka dipakai gording dengan bahan: Baja profil Light Lip Channel 150 x 65 x 20 x 3,2 Dengan berat 7,51 kg/m. BJ 37 (f y = 240 MPa dan f u = 370 MPa). Perhitungan gording yang dibutuhkan: Dalam satu bentangan terdapat 33 titik gording yang diperlukan. Terdapat 20 bentangan sepanjang bangunan terminal kargo. Sehingga total jumlah titik gording yang diperlukan pada semua bentangan adalah 33 x 20 = 600 bentang. Untuk masing-masing bentang panjangnya adalah 10 meter. Sehingga total panjang baja yang dibutuhkan untuk gording adalah 600 x 10 meter = 6000 meter. Profil baja yang digunakan adalah profil Light Lip Channel 150 x 65 x 20 x 3,2. Dengan berat 7,51 kg/m. (Dari data profil baja) 53

19 Dengan demikian baja yang dibutuhkan adalah sebanyak: = 600 x 7,51 kg/m = 4506 kg. Maka diperlukan Baja profil Lip Channel 150 x 65 x 20 x 3,2 dengan mutu BJ 37 sebanyak 4506 kg. IV.4.6 Perencanaan Sambungan Sambungan terdiri dari sambungan baut dan keling. Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu tinggi atau baut mutu normal. Sambungan keling umumnya terbuat dari mutu normal. Sambungan baut mutu tinggi mengandalkan gaya tarik awal yang terjadi karena pengencangan awal, gaya ini disebut proof load. Gaya ini akan menimbulkan friksi, sehingga sambungan baut mutu tinggi hingga taraf gaya tertentu dapat merupakan tipe friksi, sambungan jenis ini baik untuk gaya bolak balik. Untuk taraf gaya yang lebih tinggi, sambungan tersebut merupakan gaya tumpu. Baut mutu normal dipasang tanpa gaya tarik awal dan merupakan tipe tumpu. Baut mutu normal dipasang kencang tangan, berbeda dengan baut mutu tinggi yang dipasang dengan awalnya kencang tangan dan kemudian diikuti dengan setengah putaran setelah kencang tangan. Sambungan dengan baut biasanya akan lebih ekonomis apabila dibandingkan dengan sambungan tipe keling, berikut adalah spesifikasi baut dan keling: Tabel 4.14 Daftar Spesifikasi Sambungan Baut dan Keling Baut Mutu db Proof Strees Kuat Tarik (mm) (MPa) (fu, Mpa) A 307 Normal 6,4-10,4-410 BJ 41 A 325 Tinggi 12,5-25, BJ 82 28,6-38, BJ 72 Keling Normal BJ 37 Sumber: Diktat Kuliah Struktur Baja (Dr.Ir.Sindur P. Mangkoesoebroto,2004) Dalam perencanaan sambungan pada struktur bangunan terminal kargo bandara internasional jawa barat ini digunakan sambungan baut 54

20 dengan mutu normal, yaitu baut A 307 dengan kuat tarik fu = 410 MPa dan mutu baja BJ 41. Dalam perencanaan baut untuk struktur terminal kargo maka dapat dibagi kedalam beberapa jenis profil sambungan yang menghubungkan struktur bawah (kolom) struktur atas pada pada bagian atap, sebagai berikut: 1. Sambungan antara kolom dengan pondasi. 2. Sambungan antara kolom dengan rafter atap secara keseluruhan. 3. Sambungan antara bagian-bagian dalam rafter atap. 4. Sambungan antara rafter atap dengan gording. Masing-masing bagian akan dibahas sebagai berikut. Sambungan Kolom dengan Rafter Atap Kolom yang terbuat dari baja profil IWF ukuran 400 x 400 dengan mutu BJ 37, akan disambungkan dengan bagian dari rafter atap yang terbuat dari baja profil double diku ukuran 150 x 150 x 18 dengan mutu BJ 37. Sambungan akan menggunakan pelat siku dengan mutu BJ 37, yang akan menempel pada tiap sisi kedua profil dan dikencangkan dengan baut mutu tinggi (A 325) dengan mutu BJ 82. Beban yang bekerja diambil beban yang terbesar yang mungkin terjadi pada titik sambungan antara kolom dengan rafter atap. Diambil beban terbesar adalah jumlah semua beban yang bekerja sepanjang bagian atap yang ditopang oleh satu bagian kolom. Beban = P w = 3.550,2 Kg = 362,26 N 400 N. Diambil komposisi beban D = 2 L Sehingga L = 133,3 N 140 N. D = 266,7 N 270 N. Beban ultimate (Pu) = 1,2 D + 1,6 L = 548 N. Gaya Tarik Terfaktor (Tu) = 4/5 x 548 N = 438,4 N. Gaya Geser Terfaktor (Vu) = 3/5 x 548 N = 328,8 N. Baut A 325 f b u = 825 MPa. Diambil (trial and error) jumlah baut untuk perhitungan awal = 6 baut. Jumlah bidang geser (m) = 1 Diambil baut dengan diameter d b = 22 mm. Menggunakan Pelat dengan Tebal = 18 mm. Lebar = 150 mm. Leleh pada pelat: T n = f y A g = 0,9 x 240 x 18 x 150 = N. Fraktur pada pelat: T n = f u A n = 0,75 x 370 x 18 x (150 2(22+3)) = N. 55

21 Tumpu pada pelat: R n = 0,75 2,4 f p u d l t) x 6 = 0,75 (2,4 x 370 x (22+1,5) x 18) x 6 = N. Maka tahanan sambungan yang menentukan adalah yang terkecil = N. R n Tu N 438,4 N (memenuhi) Untuk sambungan tipe friksi (LRFD) karena menggunakan baja mutu tinggi. Vn = 1,13 μ x Proof Load x m = 1,13 x 0,35 x Proof Load x 1 Proof Load = 0,75 A b x Proof Strees = 0,75 (1/4 X 3,14 x 22 2 ) x 585 = ,7 N. Vn = 1,13 x 0,35 x ,7 x 1 = ,3 N. V n = 1 x ,3 N = ,3 N. = 328,8 / 6 = 54,8 N V n 1 /, V n 1 /, = ,7 N (Memenuhi) Sehingga dapat dipakai baut mutu tinggi (A 325) dengan mutu BJ 82 dengan diameter 22 mm sebanyak 6 buah yang dipasang merata dengan tiga buah dimasing-masing sisi dan pelat dengan tebal 18 mm dan lebar 150 mm dengan mutu BJ 37. Sambungan Kolom dengan Pondasi Kolom yang terbuat dari baja profil IWF ukuran 400 x 400 dengan mutu BJ 37, akan disambungkan dengan pondasi. Sambungan akan menggunakan pelat siku dengan mutu BJ 37, yang akan menempel pada tiap sisi baja dan pondasi dan dikencangkan dengan baut mutu tinggi (A 325) dengan mutu BJ 82. Beban yang bekerja diambil beban yang terbesar yang mungkin terjadi pada titik sambungan antara kolom dengan pondasi. Diambil beban terbesar adalah jumlah semua beban yang bekerja sepanjang bagian atap yang ditopang oleh satu bagian kolom. Beban = P w = ,2 Kg = 1 288,3 N 1300 N. Diambil komposisi beban D = 2 L Sehingga L = 433,3 N 440 N. 56

22 D = 866,7 N 870 N. Beban ultimate (Pu) = 1,2 D + 1,6 L = N. Gaya Tarik Terfaktor (Tu) = 4/5 x N = 1 398,4 N. Gaya Geser Terfaktor (Vu) = 3/5 x N = 1 048,8 N. Baut A 325 f b u = 825 MPa. Diambil (trial and error) jumlah baut untuk perhitungan awal = 6 baut. Jumlah bidang geser (m) = 1 Diambil baut dengan diameter d b = 22 mm. Menggunakan Pelat dengan Tebal = 18 mm. Lebar = 400 mm. Leleh pada pelat: T n = f y A g = 0,9 x 240 x 18 x 400 = N. Fraktur pada pelat: T n = f u A n = 0,75 x 370 x 18 x (400 2(22+3)) = N. Tumpu pada pelat: R n = 0,75 2,4 f p u d l t) x 6 = 0,75 (2,4 x 370 x (22+1,5) x 18) x 6 = N. Maka tahanan sambungan yang menentukan adalah yang terkecil = N. R n Tu N 1 398,4 N (memenuhi) Untuk sambungan tipe friksi (LRFD) karena menggunakan baja mutu tinggi. Vn = 1,13 μ x Proof Load x m = 1,13 x 0,35 x Proof Load x 1 Proof Load = 0,75 A b x Proof Strees = 0,75 (1/4 X 3,14 x 22 2 ) x 585 = ,7 N. Vn = 1,13 x 0,35 x ,7 x 1 = ,3 N. V n = 1 x ,3 N = ,3 N. = 1 048,8 / 6 = 174,8 N. V n 1 /, /, V n 1 = ,7 N. (Memenuhi) Sehingga dapat dipakai baut mutu tinggi (A 325) dengan mutu BJ 82 dengan diameter 22 mm sebanyak 6 buah yang dipasang merata dengan tiga buah dimasing-masing sisi dan pelat dengan tebal 18 mm dan lebar 400 mm dengan mutu BJ

23 Sambungan Antar Bagian Dalam Rafter Atap Kuda-kuda atap akan terbentuk dari baja profil double siku ukuran 150 x 150 x 18 mutu BJ 37, akan disambungkan dengan bagian dari rafter atap lainnya yang juga terbuat dari baja profil double diku ukuran 150 x 150 x 18 dengan mutu BJ 37. Sambungan akan menggunakan pelat siku dengan mutu BJ 37, yang akan menempel pada tiap sisi kedua profil dan dikencangkan dengan baut mutu tinggi (A 325) dengan mutu BJ 82. Beban yang bekerja diambil beban yang terbesar yang mungkin terjadi pada titik sambungan antara bagain pada rafter atap. Diambil beban terbesar adalah jumlah semua beban yang bekerja sepanjang bagian atap. Beban = P w = Kg = 242,3 N 250 N. Diambil komposisi beban D = 2 L Sehingga L = 83,3 N 84 N. D = 166,7 N 170 N. Beban ultimate (Pu) = 1,2 D + 1,6 L = 338,4 N. Gaya Tarik Terfaktor (Tu) = 4/5 x 338,4 N = 270,72 N. Gaya Geser Terfaktor (Vu) = 3/5 x 338,4 N = 203,04 N. Baut A 325 f b u = 825 MPa. Diambil (trial and error) jumlah baut untuk perhitungan awal = 4 baut. Jumlah bidang geser (m) = 1 Diambil baut dengan diameter d b = 22 mm. Menggunakan Pelat dengan Tebal = 18 mm. Lebar = 150 mm. Leleh pada pelat: T n = f y A g = 0,9 x 240 x 18 x 150 = N. Fraktur pada pelat: T n = f u A n = 0,75 x 370 x 18 x (150 2(22+2)) = N. Tumpu pada pelat: R n = 0,75 2,4 f p u d l t) x 6 = 0,75 (2,4 x 370 x (22+1,5) x 18) x 4 = N. Maka tahanan sambungan yang menentukan adalah yang terkecil = N. R n Tu N N (memenuhi) 58

24 Untuk sambungan tipe friksi (LRFD) karena menggunakan baja mutu tinggi. Vn = 1,13 μ x Proof Load x m = 1,13 x 0,35 x Proof Load x 1 Proof Load = 0,75 A b x Proof Strees = 0,75 (1/4 X 3,14 x 22 2 ) x 585 = ,7 N. Vn = 1,13 x 0,35 x ,7 x 1 = ,3 N. V n = 1 x ,3 N = ,3 N = 203,04 / 6 = 33,84 N. V n 1 /, /, V n 1 = ,6 N. (Memenuhi) Sehingga dapat dipakai baut mutu tinggi (A 325) dengan mutu BJ 82 dengan diameter 22 mm sebanyak 4 buah yang dipasang merata dengan dua buah dimasing-masing sisi dan pelat dengan tebal 18 mm dan lebar 150 mm dengan mutu BJ 37. Sambungan Antara Rafter Atap Dengan Gording Rafter atap baja profil siku ukuran 150 x 150 x 18 mutu BJ 37, akan disambungkan dengan gording yang terbuat dari baja profil Lip Channel 150 x 65 x 20 x 3,2 dengan mutu BJ 37. Sambungan akan menggunakan pelat siku dengan mutu BJ 37, yang akan menempel pada tiap sisi kedua profil dan dikencangkan dengan baut mutu tinggi (A 325) dengan mutu BJ 82. Beban yang bekerja diambil beban yang terbesar yang mungkin terjadi pada titik sambungan antara rafter atap dengan gording. Diambil beban terbesar adalah jumlah semua beban yang bekerja sepanjang bagian gording yang ditopang oleh kuda-kuda atap. Beban = P w = 1790 Kg = 182,65 N 185 N. Diambil komposisi beban D = 2 L Sehingga L = 61,67 N 62 N. D = 123,3 N 125 N. Beban ultimate (Pu) = 1,2 D + 1,6 L = 249,2 N. Gaya Tarik Terfaktor (Tu) = 4/5 x 249,2 N = 199,36 N. Gaya Geser Terfaktor (Vu) = 3/5 x 249,2 N = 149,52 N. Baut A 325 f b u = 825 MPa. Diambil (trial and error) jumlah baut untuk perhitungan awal = 4 baut. Jumlah bidang geser (m) = 1 Diambil baut dengan diameter d b = 22 mm. 59

25 Menggunakan Pelat dengan Tebal = 18 mm. Lebar = 150 mm. Leleh pada pelat: T n = f y A g = 0,9 x 240 x 18 x 150 = N. Fraktur pada pelat: T n = f u A n = 0,75 x 370 x 18 x (150 2(22+2)) = N. Tumpu pada pelat: R n = 0,75 2,4 f p u d l t) x 6 = 0,75 (2,4 x 370 x (22+1,5) x 18) x 6 = N. Maka tahanan sambungan yang menentukan adalah yang terkecil = N. R n Tu N 199,36 N (memenuhi) Untuk sambungan tipe friksi (LRFD) karena menggunakan baja mutu tinggi. Vn = 1,13 μ x Proof Load x m = 1,13 x 0,35 x Proof Load x 1 Proof Load = 0,75 A b x Proof Strees = 0,75 (1/4 X 3,14 x 22 2 ) x 585 = ,7 N Vn = 1,13 x 0,35 x ,7 x 1 = ,3 N. V n = 1 x ,3 N = ,3 N. = 149,52 / 6 = 24,92 N. V n 1 /, /, V n 1 = ,8 N. (Memenuhi) Sehingga dapat dipakai baut mutu tinggi (A 325) dengan mutu BJ 82 dengan diameter 22 mm sebanyak 4 buah yang dipasang merata dengan dua buah dimasing-masing sisi dan pelat dengan tebal 18 mm dan lebar 150 mm dengan mutu BJ 37. IV.4.7 Perencanaan Pelat Untuk pelat yang akan digunakan dalam perencanaan terminal barang ini, analisis yang digunakan adalah analisis metode garis leleh (yield line method). Beban yang akan bekerja di atas pelat adalah berat kargo dan berat mobile crane = 0,04974 N/mm 2. Asumsi: pelat persegi, perletakan jepit, tulangan isotropis dan beban merata. 60

26 W = dimana W = kapasitas momen lentur (N/mm2 ) m = beban merata (N) L = dimensi pelat (mm) Metode kerja virtual: ml ml Kerja luar kerja dalam = 0 Kerja luar = Kerja dalam 4 (ml + ml) = w x x 2L W =...(1) Penyederhanaan momen leleh perhitungan: ACI 318 M-99 : α = β1 = 0,85 f c = 30 Mpa H = 0 0,85 f c. Cc = f y. Cc = α.c j d = d - = d 0,5.,. m = T s. j d = = f y. x (d - 0,5. )...(2),. 61

27 Masukkan persamaan (2) ke persamaan (1): W = = (f y. x (d - 0,5. )),. s s s s s Asb Dengan metode trial and error, maka dicoba untuk nilai: fy = 400 Mpa tulangan d10 Asb = 78,5 mm 2 Dimensi pelat = 5x5 m 2 s = 100 mm d = 200 mm (tebal pelat),, W =. (400. x (200-0,5. )),. = 0,11686 N/mm 2 > 0,04974 N/mm 2 ok!! Berarti dimensi pelat yang akan digunakan dalam gedung terminal barang ini adalah 5mx5m dengan tulangan d10 berjarak 10 cm. IV.5 Perencanaan Pondasi IV.5.1 Profil Tanah Bangunan terminal kargo yang direncanakan akan dibangun pada elevasi 38 meter. Sedangkan tanah pada daerah terminal kargo ini berada pada elevasi 34,79 meter sehingga tanah tersebut harus ditimbun setinggi 3,21 meter. Berikut adalah profil tanah dari daerah terminal kargo tersebut. 62

28 PROFIL TANAH 34,79 m 3,21 m -4 m -2,5 m mat Asumsi tanah merah ideal c = 75 kn/ m 2 ø = 10 γ T = 18 kn/m 3 E = 75 x 300 kn/m 2 V = 0,35 Tanah CLAY N = 8,67 ø 0 Cu = 5,2 E = 1950 kn/m 2 γ T = 15,71 kn/m 3 Tanah SILT N = 30 ø 0 Cu = 18 E = 6750 kn/m 2 γ T = 15,71 kn/m 3-2,5 m -12 m Tanah SAND N = 50 ø = 37 Cu = 30 c = 0 E = kn/m 2 γ T = 14,14 kn/m 3-4 m Tanah CLAY N = 25 ø 0 Cu = 15 E = 5625 kn/m 2 γ T = 15,71 kn/m 3 63

29 Pondasi yang akan digunakan untuk gedung ini adalah pondasi dangkal. Pondasi akan direncanakan berada pada kedalaman 3 m dengan dimensi pondasi adalah 3m x 3m. Beban yang akan dipikul pondasi: a. Beban dari kolom. Beban dari kolom berupa gaya aksial dan momen. Gaya aksial dan momen didapat dari gaya dalam yang menggunakan software SAP. Gaya aksial yang dihasilkan oleh kolom adalah sebesar 3.396,014 kn dan momen yang dihasilkan adalah 1531,689 kn-m. b. Beban dari pelat. Beban dari pelat merupakan beban yang harus dipikul oleh pondasi akibat dari berat pelat dan beban hidup. Beban dari pelat sebesar luas pelat dikalikan dengan tebal pelat dan berat jenis dari beton. Jadi beban dari pelat = 25m 2 x 0,2 m x 24 kn/m 3 = 120 kn Berat beban hidup = 400kg/m 2 x 25 m 2 = 100 kn Jadi beban aksial yang diterima oleh pondasi adalah 3616,014 kn dan momen sebesar 1.531,689 kn-m. IV.5.2 Daya dukung pondasi Parameter eksentrisitas: e = = 0,4 m q max = 1 = 723,2028 kn/m 2 a. Dimensi efektif pondasi B = lebar efektif = B = 3 = 3 m L = panjang efektif = L - 2e = 3 0,4 =2,6 m b. Gunakan persamaan umum daya dukung qu = cncfcsfcdfci + qnqfqsfqdfqi + 0,5γB NγFγsFγdFγi qu = 75.8,35.1,34.1, ,47.1,2.1, , , = 1174, , ,39 = 1388,704 kn/m 2 64

30 c. Daya dukung total ultimate pondasi adalah, Qult = qu.a = 1388,704 x 7,8 = 10831,89 kn A = luas efektif = B x L = 3 x 2,6 = 7,8 m 2 d. Angka keamanan terhadap keruntuhan daya dukung adalah, FS = = 3 ok!! e. Cek angka keamanan terhadap q max q max = = 1,92 ok!! IV.5.3 Elastic Settlement Setelah menghitung daya dukung pondasi yang akan digunakan, maka kemudian dihitung penurunan yang akan dialami oleh pondasi tersebut. Settlement yang terjadi adalah elastic settlement dan consolidation settlement. Elastic settlement yang terjadi pada pondasi yang direncanakan adalah: a. Qult (e) = 10831,89 kn. b. Angka keamanan = 3. c. Qult pada e = 0. B = 3, L = 3. Qult (e=0) = qu. A qu = cncfcsfcdfci + qnqfqsfqdfqi + 0,5γBNγFγsFγdFγi = 1345, 26 kn/m 2 Qult (e=0) = qu. A = 1345,26 x 9 = 12107,38 kn d. Q (e=0) =, = 4035,8 kn e. Se (e=0) =. 1 L/B = 1, =0,82 =, (1-0,52 )0,82 = 0,06.0,615 = 0,0369 m = 36,9 mm f. Se = Se (e=0) = 36,9 [1 2(0,13)] 2 = 20,2 mm 65

31 IV.5.4 Consolidation Settlement Untuk perhitungan consolidation settlement, metode yang biasa digunakan adalah metode distribusi tegangan 2:1. Asumsi yang digunakan adalah tanah yang mengalami konsolidasi adalah lempung yang terkonsolidasi normal. Rumus untuk lempung terkonsolidasi normal adalah: S c =. log p o = (3,21)(18) + (4)(15,71) = 120,62 kn/m 2 Δp av = Δp t + 4Δp m + Δp b ) Dimana: Untuk bagian atas lapisan lempung, z = 0,21 m, Δp t = 1175 kn/m2 Δp m = Δp b =,,,,,,,, = 446,04 kn/m2 =232,9 kn/m2 Jadi: Δp av = Δp t + 4Δp m + Δp b ) = (446,04) + 232,9) = 532,01 kn/m 2 S c =. log =,.,, log,, = 0,0563 m = 56,3 mm Jadi penurunan total pondasi = 56,3 mm + 20,2 mm = 76,5 mm. IV.5.5 Perencanaan Tulangan Pondasi Mu = Nmm B = 1500 mm H = 500 mm Selimut beton = 50 mm Tulangan yang akan digunakan = D19 mm d = H selimut ½ D tulangan = ,5 = 440,5 mm 66

32 Mu Mn > 0.8 Mu Mu As perlu = = 0,8 fy jd 0,8 fy (0,875 d) = = 1241,84 mm 2 0,8 400 (0, ,5) Cek As minimum : 1, 4 1, b d = = mm fy 400 As min = maks fc ' 30 b d = = 2262 mm 4 fy Karena As perlu < As min, maka As = As min = mm 2 2 Tulangan yang akan digunakan adalah D19 mm, As satuan D19 = 0,25 x 3,14 x 19 2 = 283,4mm 2. Maka jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah : As n tulangan = = = buah As satuan tulangan 283, 4 Spasi tul.tarik = b 2 selim ut beton nd 1500 (2 50) (9 19) = = mm n Jarak antar tulangan = spasi tulangan + ½ D kanan + ½ D kiri = ,5+8,5 =170.6mm Maka jarak antar tulangan diambil = 170 mm. Jadi tulangan tarik yang digunakan adalah D Tulangan tekan didesain disamakan dengan tulangan tariknya. Jadi tulangan tekan yang digunakan adalah D

33 IV.6 Estimasi Biaya Dalam menentukan biaya konstruksi, maka seperti yang telah disebutkan dalam metodologi, terlebih dahulu dibuat Work Breakdown Structure (WBS) dari proyek Bandara Internasional Jawa Barat. Dari WBS tersebut, kemudian akan diidentifikasi jenis pekerjaan yang akan dilakukan analisa harga satuan terhadap pekerjaan tersebut. WBS dari pekerjaan gedung terminal barang dapat dilihat pada gambar berikut. 68

34 Gambar 4.3 Work Breakdown Structure (WBS) Proyek BIJB 69

35 Gambar 4.4 Work Breakdown Structure Gedung Terminal Kargo BIJB 70

36 TERPADU Dari WBS di atas terlihat bahwa pekerjaan yang akan dianalisis dalam Tugas Akhir ini hanyalah pekerjaan struktural yang meliputi pekerjaan struktur atas dan pekerjaan struktur bawah ditambah dengan pekerjaan arsitektural dasar. Untuk mendapatkan estimasi biaya pekerjaan sipil, maka harus dilakukan analisa harga satuan untuk tiap pekerjaan di atas. Pekerjaan struktur atas dan bawah masih bisa dipecah menjadi pekerjaan yang lebih spesifik lagi untuk menetukan analisa harga satuan. Untuk pekerjaan struktur bawah: 1. Pekerjaan struktur bawah 1.1 Pekerjaan sloop 1.2 Pekerjaan pondasi Untuk pekerjaan struktur atas: 2. Pekerjaan struktur atas 2.1 Pekerjaan kolom Erection Sambungan 2.2 Pekerjaan rangka atap Rafter Gording Ring Balk Sambungan Untuk mendapatkan koefisien pengali pada analisa harga satuan maka dilakukan analisa metoda pelaksanaan pekerjaan. Analisa metoda pelaksanaan pekerjaan dapat dilihat pada sub bab berikutnya. Koefisien pengali dari analisis metoda pelaksanaan konstruksi digunakan dalam analisa harga satuan dari setiap pekerjaan yang telah disebutkan diatas. Analisa harga satuan dari setiap pekerjaan tersebut dapat dilihat pada lampiran. Setelah mengetahui besarnya harga satuan untuk tiap-tiap item pekerjaan dan volume pekerjaan yang telah dihitung berdasarkan gambar rencana, maka biaya untuk tiap-tiap pekerjaan dapat dihitung besarnya. Rencana anggaran biaya ini memaparkan semua anggaran biaya yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan proyek konstruksi khususnya bagian struktur dan arsitektural dasar. Dalam rencana anggaran biaya (RAB) terdapat biaya langsung (direct cost) yang perhitungannya berdasarkan harga satuan pekerjaan, selain itu terdapat juga biaya tambahan yang terdiri dari: 71

37 TERPADU a. Biaya Over Head. Biaya over head adalah biaya tambahan yang harus dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan namun tidak berhubungan langsung dengan biaya bahan, peralatan dan tenaga kerja. Biaya ini digunakan seperti untuk membayar tagihan listrik, telepon dan air selama pekerjaan kostruksi berlangsung. Biaya over head yang digunakan dalam proyek konstruksi ini adalah sebesar 10 % dari total biaya langsung (direct cost). b. Biaya Tidak Terduga (Contingency Cost). Biaya tidak terduga adalah biaya tambahan yang dialokasikan untuk pekerjaan tambahan yang mungkin terjadi, meskipun belum pasti terjadi. Biaya tidak terduga yang digunakan dalam proyek konstruksi ini adalah sebesar 5 % dari total biaya langsung (direct cost). c. Keuntungan (Profit). Keuntungan atau profit adalah jasa bagi kontraktor untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Dalam tugas akhir ini bagian keuntungan tidak dihitung karena kesepakatan kontraktual tidak termasuk dalam lingkup pekerjaan. d. Pajak (Tax). Pajak adalah kewajiban yang harus dibayar oleh pemilik proyek kepada pemerintah berkenaan dengan jalannya proyek konstruksi rumah tinggal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam tugas akhir ini bagian pajak tidak dihitung karena sub total sesudah keuntungan sebagai dasar perhitungan pajak tidak dihitung. Rencana anggaran biaya (RAB) untuk konstruksi bangunan gedung Terminal Barang Bandara Internasional Jawa Barat dapat dilihat pada tabel berikut: 72

38 TERPADU Tabel 4.15 Rencana Anggaran Biaya Konstruksi Gedung Terminal Barang BIJB Total biaya yang direncanakan untuk melakukan pekerjaan konstruksi bangunan Gedung Terminal Kargo Bandara Internasional Jawa Barat ini adalah sebesar Rp ,00 (Tiga Puluh Delapan Milyar Empat Ratus Delapan Puluh Sembilan Juta Dua Puluh Delapan Ribu Dua Ratus Rupiah). Biaya konstruksi yang dibutuhkan tiap m 2 bangunan ini adalah sebesar Rp ,00 (Satu Juta Sembilan Ratus Dua Puluh Empat Ribu Empat Ratus Lima Puluh Dua Rupiah). 73

39 TERPADU IV.6 Metoda Pelaksanaan Pekerjaan Metoda pelaksanaan pekerjaan adalah analisis yang menjelaskan bagaimana sebuah pekerjaan konstruksi dilakukan dengan tenaga dan peralatan yang ada disertai dengan asumsi-asumsi yang dipakai dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Untuk metoda pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam tugas akhir ini dipilih satu jenis pekerjaan dari pekerjaan struktur untuk dianalisis. Pekerjaan struktur yang dipilih untuk dianalisis metoda pelaksanaannya adalah pekerjaan rangka atap yaitu pemasangan gording rangka baja gedung terminal kargo. Asumsi yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah sebagai berikut: a. Material baja yang akan dipakai sebagai gording dipabrikasi di workshop dimana material baja tersebut dipesan. b. Pemasangan gording dilokasi dilakukan secara manual oleh tenaga kerja konstruksi. c. Jam kerja dalam pekerjaan pemasangan gording selama satu hari adalah sebanyak delapan jam. d. Kerja efektif dalam satu jam pekerjaan pemasangan gording adalah sebanyak empat puluh lima menit. e. Produktivitas masing-masing pekerja dalam pekerjaan pemasangan gording adalah sebesar 30 kg per hari. f. Diasumsikan dibutuhkan satu orang mandor dalam setiap satu jenis pekerjaan untuk mengawasi beberapa orang tenaga kerja. Urutan pekerjaan dalam pelaksanaan pemasangan gording adalah sebagai berikut: a. Pembuatan atau pabrikasi material baja yang dibutuhkan sesuai dengan ukuran yang direncanakan di workshop. b. Rangka baja yang akan dipasang sebagai gording disiapkan di tempat konstruksi atau di lapangan. c. Material rangka baja kemudian diposisikan di tempat dimana akan dipasang. d. Pekerjaan pemasangan rangka baja sebagai gording dengan menggunakan baut sebagai pengencang. Bahan material yang digunakan sebagai gording dalam gedung terminal kargo ini adalah rangka baja profil Lip Channel dengan ukuran 150x65x20x3,2 dengan mutu baja BJ 37, yaitu baja dengan f y = 240 Mpa dan f u = 370 Mpa. 74

40 TERPADU Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan pemasangan gording ini adalah sebagai berikut: a. Crane dengan kapasitas 5 10 ton. Faktor efisiensi alat crane ini diasumsikan sebesar 0,9, artinya dalam satu satuan pekerjaan yang dilakukan dengan alat ini maka pekerjaan efisien yang dihasilkan adalah sebesar 0,9 satuan pekerjaan. Time cycle yang dibutuhkan alat untuk sekali angkut dan antar material adalah sebagai berikut: Waktu untuk mengangkut material ke alat crane 5 menit. Waktu tempuh alat dari tempat material ke lokasi pemasangan 6 menit. Waktu untuk meletakkan material dari alat crane ke titik pasang 6 menit. Waktu tempuh kosong alat 3 menit. Total time cycle alat adalah sebesar 20 menit. Kapasitas produksi alat setiap jam adalah sebagai berikut v Fa (60menit) (1000kg) Q1 = T Ts 1 dengan: v = kapasitas alat (10 ton) Fa = faktor efisiensi alat (0,9) T = jam kerja per hari Ts 1 = time cycle alat Didapat kapasitas produksi alat tiap jam adalah sebesar 56,25 kg/jam. Koefisiensi alat per kilogram adalah sebesar 1/Q 1 = 0, b. Alat bantu lainnya seperti: kunci inggris ukuran besar, kabel sling sesuai kebutuhan dan lainnya. Tenaga kerja konstruksi yang dibutuhkan dalam pekerjaan pemasangan gording adalah sebagai berikut: a. Mandor, dalam pemasangan satu bagian gording diasumsikan dibutuhkan sebanyak 0,15 mandor. b. Pekerja baja terampil, dalam pemasangan satu bagian gording diasumsikan dibutuhkan sebanyak 2,5 pekerja baja terampil. c. Pekerja baja setengah terampil, dalam pemasangan satu bagian gording diasumsikan dibutuhkan sebanyak 2,5 pekerja baja setengah terampil sebagai pembantu pekerja baja terampil. Koefisien masing-masing tenaga kerja per m 3 pekerjaan pemasangan gording dapat dilihat pada tabel analisis metoda pelaksanaan konstruksi. Waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian pekerjaan pemasangan gording adalah sebagai berikut. 75

41 TERPADU Vp Mp = Qt dengan: Vp = volume pekerjaan pemasangan gording. Qt = produktivitas pasang gording per jam. Analisa metoda pelaksanaan pekerjaan pemasangan gording diatas dapat disederhanakan dalam tabel sebagai berikut. 76

42 TERPADU Tabel 4.16 Metoda Pelaksanaan Pekerjaan Gording 77

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Diagram Alir Mulai Data Eksisting Struktur Atas As Built Drawing Studi Literatur Penentuan Beban Rencana Perencanaan Gording Preliminary Desain & Penentuan Pembebanan

Lebih terperinci

BAB I. Perencanaan Atap

BAB I. Perencanaan Atap BAB I Perencanaan Atap 1. Rencana Gording Data perencanaan atap : Penutup atap Kemiringan Rangka Tipe profil gording : Genteng metal : 40 o : Rangka Batang : Kanal C Mutu baja untuk Profil Siku L : BJ

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN RANGKA BALOK BAJA

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN RANGKA BALOK BAJA BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN RANGKA BALOK BAJA 3.1 Diagram Alir Perencanaan Kuda kuda Mulai KUDA KUDA TYPE 1 KUDA KUDA TYPE 2 KUDA KUDA TYPE 3 PRE/DESIGN GORDING PEMBEBANAN PRE/DESIGN GORDING

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI Wildiyanto NRP : 9921013 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata,

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan merupakan hasil dari perhitungan perencanaan struktur gedung Fakultas Teknik Informatika ITS Surabaya dengan metode SRPMM.

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( ) TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Oleh : RACHMAWATY ASRI (3109 106 044) Dosen Pembimbing: Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas BAB V PEMBAHASAN 5.1 Umum Pada gedung bertingkat perlakuan stmktur akibat beban menyebabkan terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas pekerjaan dilapangan, perencana

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil disusun oleh : MUHAMMAD NIM : D

Lebih terperinci

SI-40Z1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG TERMINAL BARANG BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT BAB III METODOLOGI

SI-40Z1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG TERMINAL BARANG BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III.1 Umum Dalam penulisan tugas akhir ini, diperlukan suatu metodologi yang baik serta komprehensif untuk pengerjaan tugas akhir ini. Secara umum, metodologi yang kami gunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG TERMINAL BARANG BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT

PERENCANAAN GEDUNG TERMINAL BARANG BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT PERENCANAAN GEDUNG TERMINAL BARANG BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL Disusun Oleh DANIEL

Lebih terperinci

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2 II. KONSEP DESAIN Soal 2 : Penelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2 = 0,50 kn/m2 Air hujan = 40 - (0,8*a) dengan a = kemiringan

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Balok Lentur Pertemuan 11, 12 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON TUGAS AKHIR RC09 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON OLEH: RAKA STEVEN CHRISTIAN JUNIOR 3107100015 DOSEN PEMBIMBING: Ir. ISDARMANU, M.Sc

Lebih terperinci

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3 TUGAS STRUKTUR BAJA 11 Bangunan gedung dengan struktur atap dibuat dengan struktur rangka baja. Bentang struktur bangunan, beban gravitasi, beban angin dan mutu bahan, dijelaskan pada data teknis berikut.

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( ) Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA (3109 106 045) Dosen Pembimbing: BUDI SUSWANTO, ST.,MT.,PhD. Ir. R SOEWARDOJO, M.Sc PROGRAM SARJANA LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

1. Rencanakan Tulangan Lentur (D19) dan Geser (Ø =8 mm) balok dengan pembebanan sbb : A B C 6 m 6 m

1. Rencanakan Tulangan Lentur (D19) dan Geser (Ø =8 mm) balok dengan pembebanan sbb : A B C 6 m 6 m Ujian REMIDI Semester Ganjil 013/014 Mata Kuliah : Struktur Beton Bertulang Hari/Tgl/ Tahun : Jumat, 7 Pebruari 014 Waktu : 10 menit Sifat Ujian : Tutup Buku KODE : A 1. Rencanakan Tulangan Lentur (D19)

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT KEGIATAN MAHASISWA POLITEKNIK NEGERI MALANG DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM)

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT KEGIATAN MAHASISWA POLITEKNIK NEGERI MALANG DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT KEGIATAN MAHASISWA POLITEKNIK NEGERI MALANG DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) Oleh : TRIA CIPTADI 3111 030 013 M. CHARIESH FAWAID 3111 030 032 Dosen

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Metodologi tersebut dapat dibuat dalam suatu bagan alir sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.1.

BAB 3 METODOLOGI. Metodologi tersebut dapat dibuat dalam suatu bagan alir sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.1. BAB 3 METODOLOGI 3.1 Umum Dalam penulisan tugas akhir ini, diperlukan suatu metodologi yang baik serta komprehensif untuk pengerjaan tugas akhir ini. Secara umum, metodologi yang kami gunakan dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m Soal 2 Suatu elemen struktur sebagai balok pelat berdinding penuh (pelat girder) dengan ukuran dan pembebanan seperti tampak pada gambar di bawah. Flens tekan akan diberi kekangan lateral di kedua ujung

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

PRESENTASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 PRESENTASI TUGAS AKHIR oleh : PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 LATAR BELAKANG SMA Negeri 17 Surabaya merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA & HASIL PERANCANGAN. Bab ini menjelaskan mengenai Perancangan dan Perhitungan struktur atas

BAB IV ANALISA & HASIL PERANCANGAN. Bab ini menjelaskan mengenai Perancangan dan Perhitungan struktur atas BAB IV ANALISA & HASIL PERANCANGAN 4.1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan mengenai Perancangan dan Perhitungan struktur atas berupa bangunan Kubah (Dome) dengan menggunakan profil baja. Untuk memudahkan proses

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Mulai PENGUMPULAN DATA STUDI LITERATUR Tahap Desain Data: Perhitungan Beban Mati Perhitungan Beban Hidup Perhitungan Beban Angin Perhitungan Beban Gempa Pengolahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG PARKIR UNISMA BEKASI DENGAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA

PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG PARKIR UNISMA BEKASI DENGAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA 25 PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG PARKIR UNISMA BEKASI DENGAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA Nana Suryana 1), Eko Darma 2), Fajar Prihesnanto 3) 1,2,3) Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Mutia

Lebih terperinci

PERENCANAAN PETRA SQUARE APARTEMENT AND SHOPPING ARCADE SURABAYA MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM NON-KOMPOSIT

PERENCANAAN PETRA SQUARE APARTEMENT AND SHOPPING ARCADE SURABAYA MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM NON-KOMPOSIT TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN PETRA SQUARE APARTEMENT AND SHOPPING ARCADE SURABAYA MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM NON-KOMPOSIT Dosen Pembimbing : Ir. Heppy Kristijanto, MS Oleh : Fahmi Rakhman

Lebih terperinci

ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS

ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS Analisa Dimensi dan Struktur Atap Menggunakan Metode Daktilitas Terbatas 1 - ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS M. Ikhsan Setiawan ABSTRAK Sttruktur gedung Akademi

Lebih terperinci

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak TUGAS AKHIR RC-09 1380 Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak Penyusun : Made Peri Suriawan 3109.100.094 Dosen Pembimbing : 1. Ir. Djoko Irawan MS, 2.

Lebih terperinci

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971 ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-97 Modul-3 Sistem lantai yang memiliki perbandingan bentang panjang terhadap bentang pendek berkisar antara,0 s.d. 2,0 sering ditemui. Ada

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA 3.1 Diagram Alir Perencanaan Kuda kuda. Mulai. Data perencanaan & gambar rencana

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA 3.1 Diagram Alir Perencanaan Kuda kuda. Mulai. Data perencanaan & gambar rencana BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA 3.1 Diagram Alir Perencanaan Kuda kuda Mulai Data perencanaan & gambar rencana Pre/Desain gording Pembebanan gording No Cek kekakuan Cek kestabilan

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR 3.. Denah Bangunan Dalam tugas akhir ini penulis merancang suatu struktur bangunan dengan denah seperti berikut : Gambar 3.. Denah bangunan 33 34 Dilihat dari bentuk

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAUZAN AZIMA LUBIS 050404041

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

REVIEW DESAIN STRUKTUR GEDUNG CENTER FOR DEVELOPMENT OF ADVANCE SCIENCE AND TECHNOLOGY (CDAST) UNIVERSITAS JEMBER DENGAN KONSTRUKSI BAJA TAHAN GEMPA

REVIEW DESAIN STRUKTUR GEDUNG CENTER FOR DEVELOPMENT OF ADVANCE SCIENCE AND TECHNOLOGY (CDAST) UNIVERSITAS JEMBER DENGAN KONSTRUKSI BAJA TAHAN GEMPA REVIEW DESAIN STRUKTUR GEDUNG CENTER FOR DEVELOPMENT OF ADVANCE SCIENCE AND TECHNOLOGY (CDAST) UNIVERSITAS JEMBER DENGAN KONSTRUKSI BAJA TAHAN GEMPA Wahyu Aprilia*, Pujo Priyono*, Ilanka Cahya Dewi* Jurusan

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN 2 LANTAI

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN 2 LANTAI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN LANTAI Oleh: Fredy Fidya Saputra I.8505014 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM D III JURUSAN TEKNIK SIPIL SURAKARTA 009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa Peraturan dan Standar Perencanaan 1. Peraturan Perencanaan Tahan Gempa untuk Gedung SNI - PPTGIUG 2000 2. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Gedung SKSNI 02-2847-2002 3. Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON SEMINAR TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON Oleh : ANTON PRASTOWO 3107 100 066 Dosen Pembimbing : Ir. HEPPY KRISTIJANTO,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Umum Secara garis besar metode penyelesaian tugas akhir ini tergambar dalam flow chart dibawah ini: Mulai Analisa 1.1 Analisa 1.2 Analisa 1.3 Mengumpulkan

Lebih terperinci

5.2 Dasar Teori Perilaku pondasi dapat dilihat dari mekanisme keruntuhan yang terjadi seperti pada gambar :

5.2 Dasar Teori Perilaku pondasi dapat dilihat dari mekanisme keruntuhan yang terjadi seperti pada gambar : BAB V PONDASI 5.1 Pendahuluan Pondasi yang akan dibahas adalah pondasi dangkal yang merupakan kelanjutan mata kuliah Pondasi dengan pembahasan khusus adalah penulangan dari plat pondasi. Pondasi dangkal

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS PERHITUNGAN

BAB 3 ANALISIS PERHITUNGAN BAB 3 ANALISIS PERHITUNGAN 3.1 PERHITUNGAN RESERVOIR (ALT.I) Reservoir alternatif ke-i adalah reservoir yang terbuat dari struktur beton bertulang. Pada program SAP2000 reservoir yang dimodelkan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG TUGAS AKHIR 1 HALAMAN JUDUL PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program

Lebih terperinci

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA BENTANG PANJANG

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA BENTANG PANJANG BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA BENTANG PANJANG 3.1 Diagram Alir Perencanaan Kuda kuda Mulai Data perencanaan & gambar rencana KUDA-KUDA TYPE 1 Pre/Desain gording Pembebanan gording

Lebih terperinci

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni. III. BATANG TARIK A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni. Gaya aksial tarik murni terjadi apabila gaya tarik yang bekerja tersebut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN BAB IV ANALISA PERHITUNGAN 4.1 PERHITUNGAN METODE ASD 4.1.1 Perhitungan Gording Data perencanaan: Jenis baja : Bj 41 Jenis atap : genteng Beban atap : 60 kg/m 2 Beban hujan : 20 kg/m 2 Beban hujan : 100

Lebih terperinci

Tugas Besar Struktur Bangunan Baja 1. PERENCANAAN ATAP. 1.1 Perhitungan Dimensi Gording

Tugas Besar Struktur Bangunan Baja 1. PERENCANAAN ATAP. 1.1 Perhitungan Dimensi Gording 1.1 Perhitungan Dimensi Gording 1. PERENCANAAN ATAP 140 135,84 cm 1,36 m. Direncanakan gording profil WF ukuran 100x50x5x7 A = 11,85 cm 2 tf = 7 mm Zx = 42 cm 2 W = 9,3 kg/m Ix = 187 cm 4 Zy = 4,375 cm

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun beban

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat

DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat DAFTAR PUSTAKA Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat. 2004. Catatan Kuliah Konstruksi Kayu Dr. Ir Saptahari Soegiri, MP. Catatan Kuliah Manajemen Konstruksi

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 6 Penulangan Bab 6 Penulangan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Penyajian Laporan Dalam penyajian bab ini dibuat kerangka agar memudahkan dalam pengerjaan laporan tugas akhir. Berikut adalah diagram alur yang akan diterapkan : Mulai Pengumpulan

Lebih terperinci

DESAIN PERMODELAN DINDING BETON RINGAN PRECAST RUMAH TAHAN GEMPA BERBASIS KNOCKDOWN SYSTEM

DESAIN PERMODELAN DINDING BETON RINGAN PRECAST RUMAH TAHAN GEMPA BERBASIS KNOCKDOWN SYSTEM DESAIN PERMODELAN DINDING BETON RINGAN PRECAST RUMAH TAHAN GEMPA BERBASIS KNOCKDOWN SYSTEM MOH. YUSUF HASBI AVISSENA NRP. 3110100128 DOSEN PEMBIMBING: Prof. Tavio, ST., MT., Ph.D Prof. Dr. Ir. I Gusti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Umum Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi adalah masalah kekakuan dari struktur. Pada prinsipnya desain bangunan gedung bertingkat

Lebih terperinci

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI 03-2847-2002 2002 Analisis Lentur Balok Beton Bertulang Balok mengalami 3 tahap sebelum runtuh: Balok mengalami 3 tahap sebelum runtuh: Sebelum retak (uncracked concrete

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Dasar-Dasar Perencanaan.1.1 Uraian Umum Konstruksi suatu bangunan adalah suatu kesatuan dan rangkaian dari beberapa elemen yang direncanakan agar mampu menerima beban dari luar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR PROYEK PEMBANGUNAN BANK DANAMON JL PEMUDA-JEPARA

PERENCANAAN STRUKTUR PROYEK PEMBANGUNAN BANK DANAMON JL PEMUDA-JEPARA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR PROYEK PEMBANGUNAN BANK DANAMON JL PEMUDA-JEPARA Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

5.4 Perencanaan Plat untuk Bentang 6m

5.4 Perencanaan Plat untuk Bentang 6m 5.4 Perencanaan Plat untuk Bentang 6m pagar pengaman kerb 25 cm lantai kendaraan pile tiang pancang poer tunggal 5.5 Perencanaan Plat untuk Bentang 8m pagar pengaman kerb 25 cm lantai kendaraan pile tiang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RC

TUGAS AKHIR RC TUGAS AKHIR RC09-1380 MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG OFFICE BLOCK PEMERINTAHAN KOTA BATU MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON AMANDA KHOIRUNNISA 3109 100 082 DOSEN PEMBIMBING IR. HEPPY KRISTIJANTO,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia konstruksi saat ini semakin berkembang pesat, meningkatnya berbagai kebutuhan manusia akan pekerjaan konstruksi menuntut untuk terciptanya inovasi dan kreasi

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1:

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1: MATERI TUGAS : SAMBUNGAN BAUT PADA KONSTRUKSI BAJA OLEH NAMA ANGGOTA : RIZAL FEBRI K. (0 643 00) ESMU PRAMONO (0 643 002) RISKA M.( 0 643 003) FAJRI TRIADI (0 643 004) SANDI H.S.A.P (0 643 005) GUSTI DENI

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Penulis Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1)

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1) LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1) PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG B POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG Oleh: Sonny Sucipto (04.12.0008) Robertus Karistama (04.12.0049) Telah diperiksa dan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING ) 1. DATA TUMPUAN. M u = Nmm BASE PLATE DAN ANGKUR ht a L J

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING ) 1. DATA TUMPUAN. M u = Nmm BASE PLATE DAN ANGKUR ht a L J PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING ) BASE PLATE DAN ANGKUR ht h a 0.95 ht a Pu Mu B I Vu L J 1. DATA TUMPUAN BEBAN KOLOM DATA BEBAN KOLOM Gaya aksial akibat beban teraktor, P u = 206035 N Momen akibat beban

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

E. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 3. PERENCANAAN TRAP TRIBUN DIMENSI

E. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 3. PERENCANAAN TRAP TRIBUN DIMENSI 1.20 0.90 0.90 1.20 0.90 0.45 0. E. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER. PERENCANAAN TRAP TRIUN DIMENSI 0.0 1.20 0.90 0.12 TRAP TRIUN PRACETAK alok L : balok 0cm x 45cm pelat sayap 90cm x 12cm. Panjang bentang

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA SEMINAR TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA OLEH : AHMAD FARUQ FEBRIYANSYAH 3107100523 DOSEN PEMBIMBING : Ir.

Lebih terperinci

Sambungan diperlukan jika

Sambungan diperlukan jika SAMBUNGAN Batang Struktur Baja Sambungan diperlukan jika a. Batang standar kurang panjang b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen yang lain c. Sambungan truss d. Sambungan sebagai sendi e.

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS. Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/ UMUM

BAB 5 ANALISIS. Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/ UMUM BAB 5 ANALISIS 5.1 UMUM Setelah semua perhitungan elemen kolom dimasukkan pada tahap pengolahan data, maka tahap berikutnya yaitu tahap analisis. Tahap analisis merupakan tahap yang paling penting dalam

Lebih terperinci

32 Media Bina Ilmiah ISSN No

32 Media Bina Ilmiah ISSN No 32 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 OPTIMASI TINGGI LUBANG BAJA KASTILASI DENGAN PENGAKU PADA PROFIL BAJA IWF 300 X 150 Oleh : Ni Kadek Astariani Universitas Ngurah Rai Denpasar Abstrak: Penggunaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI DesainElemenLentur Sesuai SNI 03 2847 2002 2002 Balok Beton Bertulang Blkdik Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaituelemen struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI 03-1726-2002 DAN FEMA 450 Calvein Haryanto NRP : 0621054 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, S.T.,M.T. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-6 1 PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK Whisnu Dwi Wiranata, I Gusti Putu

Lebih terperinci

BAB V PENULANGAN STRUKTUR

BAB V PENULANGAN STRUKTUR BAB V PENULANGAN STRUKTUR 5.1. PENULANGAN PELAT 5.1.. Penulangan Pelat Lantai 1-9 Untuk mendesain penulangan pelat, terlebih dahulu perlu diketahui data pembebanan yang bekerja pada pelat. Data Pembebanan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN Bab 6 DESAIN PENULANGAN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 6.1 Teori Dasar Perhitungan Kapasitas Lentur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

Perencanaan Struktur Tangga

Perencanaan Struktur Tangga 4.1 PERENCANAAN STRUKTUR TANGGA Skema Perencanaaan Struktur Tangga Perencanaan Struktur Tangga 5Pembebanan Tangga START Dimensi Tangga Rencanakan fc, fy, Ø tulangan Penentuan Tebal Pelat Tangga dan Bordes

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN)

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN) BB IV PERENCNN WL (PRELIMINRY DESIGN). Prarencana Pelat Beton Perencanaan awal ini dimaksudkan untuk menentukan koefisien ketebalan pelat, α yang diambil pada s bentang -B, mengingat pada daerah sudut

Lebih terperinci

PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA TIPE GABLE FRAME PADA BANGUNAN PABRIK

PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA TIPE GABLE FRAME PADA BANGUNAN PABRIK PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA TIPE GABLE FRAME PADA BANGUNAN PABRIK Aif Firman 09701104 (aif_firman@ymail.com) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 4 Tasikmalaya

Lebih terperinci

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03-1729-2002) MENGGUNAKAN MATLAB R. Dhinny Nuraeni NRP : 0321072 Pembimbing : Ir. Ginardy

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Struktur Perhitungan struktur meliputi perencanaan atap, pelat, balok, kolom dan pondasi. Perhitungan gaya dalam menggunakan bantuan program SAP 2000 versi 14.

Lebih terperinci