BAB I PENDAHULUAN. proses saling ketergantungan antarbangsa. Hal ini terlihat dalam berbagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. proses saling ketergantungan antarbangsa. Hal ini terlihat dalam berbagai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.3 Latar Belakang Abad XXI merupakan masa dengan bahasa memegang peranan penting dalam proses saling ketergantungan antarbangsa. Hal ini terlihat dalam berbagai perkumpulan bangsa, seperti PBB, Uni Eropa, ASEAN, maupun APEC, yang mengutamakan bahasa Inggris tanpa mengabaikan bahasa yang lain dalam komunikasi antarbangsa. Pada konteks ini, bahasa tidak hanya menjadi urusan ahli bahasa dan mahasiswa ilmu bahasa, melainkan juga menjadi urusan pebisnis, politikus, negarawan, dan ahli-ahli ilmu alam untuk menyampaikan dan menyerap informasi. Bahkan, peristiwa yang diinformasikan oleh surat kabar, televisi, dan internet dalam bahasa tertentu dengan cepat diterjemahkan dalam bahasa penerima informasi, sehingga segenap unsur suatu bangsa dapat dengan cepat dan tepat mengambil sikap atas informasi tersebut. Hasil terjemahan tersebut harus sesuai antara yang disampaikan dengan yang diterima oleh seseorang. Oleh karena itu, proses penerjemahan bahasa tidak semata-mata pengalihaksaraan melainkan juga pemindahan budaya secara tepat dengan padanan budaya dalam bahasa masyarakat asal bahasa dan penerima hasil terjemahan bahasa tersebut. Budaya mencakup pola pikir masyarakat, baik yang tersirat maupun tersurat. I define culture as the way of life and its manifestations that are peculiar to a cummunity that uses a particular language as its means of exression. (Newmark,

2 1988:94). Budaya merupakan cara hidup suatu bangsa yang terbentuk karena pola pikir masyarakat yang meliputi kesenian, masyarakat, kepercayaan, adat, nilai-nilai, hasil penemuan, dan bahasa. Di dalam hal ini, bahasa menjadi bagian dari budaya sekaligus menjadi sarana penyampaian budaya, baik dengan menggunakan bahasa sumber maupun bahasa translasi Di dalam hubungan bahasa dan budaya, di satu sisi bahasa merupakan objek kajian penerjemahan sedangkan di sisi lain bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Fenomena ini menunjukkan bahwa penerjemahan melibatkan unsur budaya, baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran. Budaya penerjemah akan mempengaruhi hasil translasi, khususnya struktur translasinya. Itulah sebabnya ditemukan bahwa suatu ide yang sama tidak akan direalisasikan ke dalam struktur, khususnya Tema yang sama dalam bahasa yang berbeda. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan budaya penutur bahasa tersebut, sehingga tidak bisa satu ide disampaikan dalam dua bahasa dengan struktur Tema yang sama. Hal inilah yang menjadi kendala ataupun kesulitan di dalam menerjemah. Dengan demikian, kemampuan menerjemah memerlukan pengetahuan dan wawasan yang luas tidak hanya mencakup aspek pengetahuan terhadap bahasa sumber dan bahasa sasaran tetapi juga budaya pemakai bahasa tersebut. Ditinjau dari segi sejarah, menurut Newmark (1994:4), kegiatan penerjemahan telah dilakukan sejak 3000 SM, pada masa pemerintahan kerajaan Mesir Tua di daerah Riam Pertama, Elephantin, dengan ditemukannya batu-batu bersurat yang ditulis dalam dua bahasa. Pada 300 SM, penerjemahan menjadi kegiatan yang penting di

3 dunia Barat, khususnya orang-orang Roma yang menyerap unsur budaya Yunani, termasuk keagamaan mereka. Pada abad ke-12, dunia Barat berhubungan dengan Islam di Spanyol semasa kekuasaan bangsa Moor di Spanyol. Hubungan Barat dengan Islam membawa pengaruh terhadap kegiatan translasi. Yusuf (1994:34-35) mengatakan bahwa sebelum Islam meluaskan pengaruh ke Eropa, maka Kota Baghdad menyandang julukan sebagai kota terjemah, tempat orang-orang dari Timur Tengah menerjemahkan karya-karya klasik Aristoteles, Plato, Hippocrates, dan lain-lain ke dalam bahasa Arab. Akan tetapi, penyerbuan bangsa Mongolia telah menghancurkan Baghdad, sehingga kegiatan ilmiah ini berpindah ke Eropa. Kota Toledo di Spanyol pun mendapat julukan sebagai kota para penerjemah, tempat naskah-naskah karya ilmuwan muslim diselamatkan dari kehancuran dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Penerjemahan yang besar-besaran, baik di Baghdad maupun Toledo, memiliki perbedaan dalam hal bahasa dan budaya. Menurut Storig (1963) dalam Newmark (1994:3), kondisi seperti itu menimbulkan (1) perbedaan budaya dari segi nilai (budaya Barat lebih rendah tetapi suka mencari informasi secara objektif dan mudah menerima buah pikiran yang baru); dan, (2) hubungan dunia Barat dan Islam berterusan antara kedua bahasa. Meskipun demikian, penerjemahan dari bahasa dan budaya yang satu ke dalam bahasa dan budaya yang lain tidak selamanya berlangsung baik. Newmark (1994:3) mengatakan bahwa penerjemahan Kitab Injil oleh Luther pada tahun 1522 telah meletakkan asas bagi bahasa Jerman modern dan terjemahan Kitab Injil King James

4 pada 1611 memberi pengaruh dalam mendorong bahasa dan sastra Inggris. Akan tetapi, Yusuf (1994:34) mengatakan bahwa penerjemahan Kitab Suci Perjanjian Baru ke dalam bahasa Latin pada tahun 384 mendapat tantangan dan tentangan dari sekelompok manusia yang tidak menyetujui penerjemahan dan penafsiran secara bebas. Bahkan, translasi Al Qur an ke dalam bahasa Perancis dan bahasa lain di Eropa banyak yang tidak diakui kebenarannya oleh ulama Islam dan diminta oleh dinasti Muwahiddin untuk dimusnahkan. Hal itu karena penerjemahan kitab suci umat Islam tersebut tidak dikerjakan dari bahasa aslinya, melainkan bersumber dari terjemahan Jerman dan Italia. Berbagai kasus dalam proses penerjemahan dan penerimaan masyarakat terhadap hasil penerjemahan telah menjadikan translasi atau penerjemahan menemukan bentuk yang lebih sistematis. Hal itu terlihat pada abad ke-20 yang menjadi zaman penerjemahan atau zaman penyalinan semula. Pada abad ini penerjemahan merupakan kegiatan yag sangat penting mengingat peranan atau manfaatnya. Pertama, dalam ilmu pengetahuan (khususnya sastra dan bahasa). Kedua, dalam bidang politik, sejak adanya pembentukkan perserikatan atau organisasi antarbangsa. Ketiga, peningkatan teknologi yang berlipat ganda (dari segi paten, arahan pembuatan, perbahanan), usaha membawa masuk teknologi tersebut ke dalam negara-negara berkembang, penerbitan buku-buku yang sama secara serentak di berbagai negara, dan meningkatnya hubungan saling ketergantungan masyarakat dunia telah menimbulkan keperluan penerjemahan yang semakin bertambah.

5 Newmark (1994:4) membuktikan dalam tahun 1967, sebanyak jurnal saintifik diterjemahkan setiap tahun. Sebagian penulis antarbangsa mendapati karya mereka yang diterjemahkan mengalami perluasan pesan dibandingkan dengan karya asli mereka. Demikian juga di Italia dan beberapa negara kecil di Eropa, mereka bergantung hidup pada penerjemahan karya asli mereka selain hasil translasi yang dilakukan pada karya orang lain. Penerjemahan karya penulisan dalam bahasa-bahasa sedikit terutama di negara-negara berkembang masih amat terbengkalai. Secara umum, penerjemahan pada masa ini dibicarakan dari segi (1) pertentangan antara translasi bebas dengan translasi harfiah dan (2) pertentangan antara kemustahilan sejadinya dengan keperluan mutlaknya. Di dalam pertentangan translasi, Cicero (55 SM) dalam Newmark (1994:5) pertama kali memperjuangkan pendekatan dengan fokus pengertian lebih utama daripada perkataan dan menyatakan seorang penerjemah haruslah bersifat sebagai penafsir atau orang yang pintar menggunakan bahasa yang berkesan. Tylor (1790) dalam Newmark (1994:5) menulis buku pertama tentang pentingnya penerjemahan. Ia menyatakan bahwa satu-satuya translasi yang baik merupakan satu hasil yang dapat menyerap kebaikan/pesan karya asal ke dalam bahasa lain, sehingga dapat dipahami oleh penutur asli tersebut seolah-olah hasil translasi itu merupakan hasil asli dalam bahasa tersebut. Newmark (1994:5) membagi para penerjemah abad ke-19 dalam dua kelompok. Kelompok pertama cenderung pada translasi yang harfiah sebagaimana dilakukan oleh Goethe (1813 dan 1814), Humboldt (1816), Novalis (1798)

6 Scheleirmacher (1813), dan Nietzshce (1882). Kelompok kedua lebih menyenangi gaya translasi yang mudah dan langsung sebagaimana dilakukan oleh Mattew Arnold (1928). Kegiatan penerjemahan abad ke-19 tersebut mendapat tantangan pada abad ke- 20 karena Croce (1922), Ortegay Gassett (1937), dan Valery (1946) mempersoalkan apakah mungkin akan ada translasi yang memuaskan, terutama bagi karya puisi. Di antara kedua kelompok ini, Benjamin (1923) mencadangkan translasi harfiah dengan suatu ungkapan bermakna bahwa, Ungkapan merupakan dinding yang menjadi benteng pemisah bagi bahasa asal, sedangkan translasi perkataan demi perkataan adalah lorongnya. Inilah pandangan yang terdapat pada zaman translasi pralinguistik. Selanjutnya, dengan bertambahnya jumlah penerjemah dan kumpulan translasi, maka teori penerjemahan juga bertambah. Teori penerjemahan berpuncak pada bidang linguistik bandingan dan bidang linguistik itu sendiri. Translasi dalam kaitannya dengan Tema dan Rema merupakan sumber untuk menentukan kaitan pemikiran, ide, atau makna. Tema menyatakan subjek wacana yang biasanya dirujuk atau berturutan secara logis terhadap ungkapan sebelumnya. Rema adalah unsur yang baru, predikat leksikal, yang memberi informasi tentang Tema. Pengenalan Tema dan Rema bergantung pada konteks yang lebih luas. Misalnya ungkapan He discussed this subject diterjemahkan Dia membincangkan perkara ini, adalah rentetan logis yang merupakan parafrase seperti This subject offered him the opportunity he required for discussing it. (Perkara ini memberi peluang yang diperlukan olehnya untuk membincangkannya.) Dari segi leksikal, this subject, perkara ini adalah Tema dan he discussed yang dibincangkannya adalah

7 Rema. Dengan demikian, ada konflik di antara rentetan logis ( He discussed this subject ) dan bentuknya yang lebih berpadu mungkin berbentuk This was the subject he discussed yang perlu diselesaikan oleh penterjemah. Penerjemah perlu mempertimbangkan antara rentetan logis yaitu subjek/bernyawa, kata kerja, objek tepat yang tak bernyawa, yang jelas dan bebas konteks dan rentetan yang ditentukan oleh tekanan dan faktor kepaduan. Dalam kaitannya dengan penjelasan Tema dan Rema dalam translasi di atas, penelitian ini juga berkonsentrasi pada tematisasi di dalam translasi bahasa Inggris dan Indonesia. Yang dikaji di dalam tematisasi ini adalah unsur Tema dan Rema yang terdapat di dalam teks dan translasinya. Unit bahasa yang terletak di awal klausa disebut sebagai Tema dan Rema terdapat sesudah Tema. Kajian tematisasi ini berdasarkan pada pengamatan dan pengalaman sebelumnya, ketika membaca berbagai teks, seringkali ditemukan pergeseran Tema dalam bahasa Inggris dan Indonesia di dalam translasinya. Hal inilah yang menjadikan peneliti tertarik meneliti pergeseran Tema ini. Penelitian terhadap data diolah dengan menggunakan teori Systemic Functional Linguistics yang menyatakan bahwa bahasa berkaitan dengan konteksnya, saling menentukan teks dan merujuk kepada konteks. Hubungan teks dan konteks ini disebut dengan hubungan konstrual semiotik. Menurut Martin (1992) dalam Saragih (2006:226), hubungan teks dan konteks terjadi dalam konteks situasi (register), konteks budaya (genre) dan konteks ideologi (ideology). Menurut Saragih (2006:227), konteks yang paling konkret adalah konteks situasi karena berhubungan dengan teks,

8 sedangkan konteks yang sangat abstrak adalah konteks ideologi, dan di antara keduanya terdapat konteks budaya. Systemic Functional Linguistics adalah suatu model tata bahasa yang dikembangkan oleh Michael Halliday pada 1960-an yang merupakan bagian dari sosial semiotik bahasa yang disebut pendekatan sistemik linguistik. Istilah sistemik mengacu pada pandangan tentang bahasa sebagai suatu sistem jaringan, atau rangkaian yang saling terkait untuk membuat pilihan yang berarti sedangkan istilah fungsional menunjukkan bahwa pendekatan ini berkaitan dengan konteks, praktis yang menggunakan bahasa berfokus pada komposisi semantik, sintaksis, dan kelas kata seperti kata benda dan kata kerja. Berikut ini merupakan pendapat yang diutarakan oleh Halliday dan Hassan (1985:11) tentang teks. A text is a form of exchange, and the fundamental form of text is dialougue of interaction between speakers. It means that every text is meaningful because it can be related to interaction among speakers, and ultimate to normal everyday spontaneous dialougue. In view of that, text is a product of envirenment, a product of a continous process of choices in meaning that can be represented in language. (Teks adalah sebuah bentuk pertukaran dan bentuk teks yang fundamental adalah dialog interaksi antar pembicara. Ini berarti setiap teks memiliki makna karena bisa dihubungkan dengan interaksi antar pembicara dan satu-satunya alat bagi percakapan umum sehari-hari yang spontan. Oleh karena itu, teks merupakan produk lingkungan yang bisa diwakili dalam bahasa.) Dengan demikian, untuk memahami jenis teks, seseorang harus terbiasa dengan ciri konteks situasi, yaitu konteks yang di dalamnya teks diekspresikan dan lingkungan tempat makna itu dipertukarkan. Di dalam hal ini, Halliday dan Hassan (1985:12) mengajukan suatu prinsip yang sesuai dalam menggambarkan konteks

9 situasi sebuah teks yang disebut dengan tiga ciri konteks situasi, yaitu medan wacana (field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse) dan sarana wacana (mode of discourse). Penelitian ini dilakukan dengan berorientasi pada kompetensi tekstual. Kompetensi ini mengacu pada kemampuan mengenai bagaimana satu unit bahasa dirangkai dengan unit bahasa yang lainnya. Salah satu yang peneliti perhatikan dalam translasi ini adalah masalah perbedaan Tema dalam bahasa Indonesia dan Inggris tidaklah sama. Penelitian dilakukan dalam lima sumber teks yang berbeda agar mencapai hasil yang lebih representatif. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya kesulitan dalam penerjemahan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran/target, sehingga diperlukan lebih dari satu teks dalam translasi dwibahasa untuk uji kelayakan kajian tematisasi dalam translasi bahasa Inggris-Indonesia). Translasi sebagai fenomena bahasa dapat diaplikasikan secara khusus dalam beberapa jenis, sehingga dapat diminimalkan tingkat kesulitan penerjemahan suatu bahasa. Menurut Jakobson dalam Munday (2001:5), translasi itu sendiri bisa dikategorikan menjadi tiga jenis yang disebut translasi intralingual, interlingual, dan intersemiotik. Walaupun para ahli telah berusaha keras mencoba berbagai cara dan pendekatan dalam penerjemahan, namun usaha mereka belum memberikan solusi yang tepat bagi penerjemahan. Hal ini semakin menegaskan bahwa proses penerjemahan bukanlah proses yang mudah dan sederhana. Soemarno (2003:1) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang membuat aktivitas penerjemahan sulit dilakukan. Di antaranya adalah bahwa ilmu penerjemahan

10 merupakan ilmu interdisipliner. Ilmu ini memerlukan pengetahuan lain yang bersifat mendukung. Ilmu-ilmu tersebut misalnya ilmu budaya, sosiolinguistik, psikolinguistik, pengetahuan umum, dan sebagainya. Seorang penerjemah perlu membekali dirinya dengan ilmu tersebut, termasuk mempelajari perbedaan budaya sehingga bisa menghasilkan karya yang lebih bermutu dan produktif. Kesulitan dalam melakukan aktivitas penerjemahan menghasilkan perbedaan hasil translasi. Perbedaan hasil translasi ini dijelaskan oleh Nababan (2003:56) yang menyatakan bahwa setiap bahasa mempunyai sistem sendiri. Jadi, tidak ada satu pun bahasa di dunia ini yang mempunyai sistem yang sama, baik ditinjau dari sudut struktur sintaksis, leksikal, dan morfem. Kalimat nominal bahasa Indonesia, misalnya, tidak selalu mewajibkan kata adalah. Kata adalah baru wajib hadir dalam suatu kalimat nominal bahasa Indonesia yang mengungkapkan suatu definisi, misalnya, Bahasa adalah alat komunikasi. Sebaliknya kehadiran to be (is, am, are, was, were) dalam bahasa Inggris merupakan keharusan, misalnya dalam kalimat nominal, He is my brother. Demikian pula pada tataran frase, terdapat kesulitan pada penerjemahan unsur inti (head) dalam frasa nomina bahasa Indonesia. Menurut Nababan (1997:40-41), unsur inti tersebut pada umumnya hadir sebelum unsur pewatas atau penjelas (modifier), kecuali jika unsur pewatasnya berupa kata yang menunjukkan kuantitas atau jumlah seperti satu, dua, sebuah, sebutir, beberapa, dan lain sebagainya. Sebaliknya, unsur pewatas dalam frase nomina bahasa Inggris bisa hadir sebelum

11 (premodifier) dan setelah (postmodifier) unsur inti. Misalnya, the president of the country dan a very popular president of the United States. Perbedaan struktur frase nomina bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebenarnya merupakan masalah-masalah di dalam penerjemahan. Belum lagi masalah penentuan makna suatu pewatas atau penjelas yang bentuk, fungsi, dan posisinya sama, namun makna atau konsepnya sangat berbeda satu sama lain. Misalnya, kata walking dalam walking stick dan kata dalam running man mempunyai bentuk, fungsi, dan posisi yang sama tetapi berbeda dalam hal makna dan konsep. Menurut Nababan (1997:41) masing-masing kata itu dibangun dari kata kerja plus ing dan terletak sebelum unsur inti. Kata walking dalam walking stick menjelaskan kegunaan atau fungsi unsur inti stick (stick for walking), sedangkan kata running dalam frase running man menjelaskan sifat atau suatu aktivitas yang dilakukan oleh unsur inti man (man who is walking). Pada hakikatnya terjemahan juga merupakan pengungkapan sebuah makna yang dikomunikasikan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa target sesuai dengan makna yang dikandung dalam bahasa sumber. Perspektif tersebut menjadikan penerjemahan suatu fenomena yang tidak sederhana. Penerjemahan muncul tidak saja sebagai pengalihan kode (transcoding) atau sistem bahasa (struktur luar) tetapi juga pengalihan makna (apa di balik struktur luar). Fitur-fitur umum yang dimiliki oleh translasi adalah pengertian (a) adanya pengalihan bahasa (dari bahasa sumber ke bahasa target); (b) adanya pengalihan isi (content); dan, (c) adanya keharusan atau tuntutan untuk menemukan padanan yang mempertahankan fitur-fitur keasliannya

12 Karena bahasa merupakan bagian dari kebudayaan maka penerjemahan tidak saja bisa dipahami sebagai pengalihan bentuk dan makna tetapi juga budaya. Konsekuensinya, penerjemahan sebagai bentuk komunikasi tidak saja dapat mengalami hambatan kebahasaan tetapi juga hambatan dari segi budaya. Komunikasi antarbudaya tidak selalu mudah dan tergantung pada besarnya perbedaan antara kebudayaan yang bersangkutan. Walaupun secara teoritis penerjemahan tidak mungkin dilaksanakan akibat di samping adanya perbedaan sistem dan struktur juga semantik serta kebudayaan yang melatarbelakanginya, namun secara praktik kegiatan penerjemahan sampai batas-batas tertentu bisa dilakukan dengan cara mencari dan menemukan padanan di dalam bahasa target. Hal ini dimungkinkan akibat adanya sifat-sifat universal bahasa serta konvergensi kebudayaan-kebudayaan di dunia (Hoed, 1992:80). Individu yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap objek yang sama. Hasil terjemahan oleh dua orang yang berbeda, sampai batas-batas tertentu, akan berbeda pula. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya karena adanya perbedaan perspektif dalam menangkap dunia bahasa sumber, kemampuan dan kreativitas berbahasa, pemahaman (lintas) budaya, pengetahuan penerjemah serta sasaran hasil terjemahan (target reader) yang ingin dituju. Bertolak dari gagasan bahwa bahasa merupakan lambang lisan dan tertulis suatu kebudayaan, maka tidak ada bahasa yang tidak sempurna untuk mengungkapkan kebudayaannya (Moeliono, 1995:1). Suatu pikiran, gagasan atau pesan tentu saja dapat diungkapkan dalam bahasa apapun yang digunakan oleh berbagai suku bangsa. Ini

13 berarti bahwa suatu pikiran, gagasan, atau pesan yang diungkapkan dalam suatu bahasa semestinya dapat pula diungkapkan atau dialihkan ke dalam bahasa lain. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa pikiran, gagasan, atau pesan yang diungkapkan dalam suatu bahasa dapat pula diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Walaupun secara teoritis kesepadanan bisa dicapai akibat adanya sifat universal bahasa dan konvergensi budaya, tetapi fakta menunjukkan, bahwa suatu bahasa (target) digunakan oleh penutur yang memiliki suatu budaya sering amat berbeda dengan budaya penutur bahasa lain (sumber), sehingga sulit menemukan padanan leksikalnya. Untuk menangani masalah kesenjangan atau perbedaan (mismatch) ini perlu dilakukan penyesuaian (adjustment). Penyesuaian ini memerlukan suatu strategi yang sangat ditentukan oleh kompetensi penerjemah, metode penerjemahan, dan sasaran terjemahan. Metode penerjemahan berkenaan dengan keseluruhan teks sedangkan prosedur berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa yang lebih kecil (seperti klausa, frase, kata). Oleh karena itu, Baker (1991:17) menilai pilihan padanan selalu tergantung tidak hanya pada sistem bahasa atau sistem yang sedang ditangani oleh seorang penerjemah, tetapi juga pada bagaimana cara, baik penulis teks sumber maupun penerjemah, memanipulasi sistem bahasa bersangkutan. Dalam hal ini, penerjemahan menjadi tidak bisa terlepas dari campur tangan penerjemah dan memiliki dinamika. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan teori Linguistics Functional Systemic. Dengan teori tersebut, di dalam penelitian ini dibahas tentang tematisasi dalam lima teks bilingual (Bahasa Inggris dan Indonesia) yang berasal dari

14 sumber yang berbeda. Lima teks bahasa Inggris dan Indonesia dikaji berdasarkan perbedaan pada unsur Tema yang ditemukan dalam kelima sumber data tersebut. Jadi, dalam proses kajian ini akan melibatkan fungsi bahasa tekstual serta juga melibatkan konteks bahasa seperti konteks situasi [medan wacana (field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse), dan sarana wacana (mode of discourse)], budaya, dan ideologi. Dengan demikian, kajian teks ini berkonsentrasi pada kajian struktur Tema (Tematisasi atau Penemaan) dalam kaitannya dengan konteks tersebut. Dengan memahami peran konteks di dalam memahami makna teks, maka akan dapat membantu proses penerjemahan baik yang intralingual khususnya, maupun penerjemahan interlingual (bilingual dan multilingual). 1.4 Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada fungsi tekstual Tema dan Rema dalam lima sumber tulisan dalam dua bahasa Inggris-Indonesia. Kelima sumber tulisan yang menjadi data penelitian ini tertera di bawah ini. (1) Dua teks dalam British Council (edisi Oktober-Desember 2007). (2) Satu teks pidato politik dalam Foreign Affairs (23 Mei 1994). (3) Satu teks tentang teknologi dalam Connexions (2007). (4) Tiga teks dalam Majalah Pelangi (1993). (5) Satu Ceramah dalam buku Pidato 3 Bahasa oleh M.Azar (2007). Tema yang berupa unit kata atau frase dalam tiap-tiap klausa diidentifikasi berdasarkan jenis-jenisnya, yaitu Tema sederhana dan Tema kompleks. Tema

15 kompleks terbagi atas Tema Tekstual, Topikal, dan Antarpersona. Selain itu, Tema juga diidentifikasi berdasarkan Tema Tunggal-Bermarkah, Tunggal tidak Bermarkah, Majemuk Bermarkah dan Majemuk tidak Bermarkah dengan menggunakan teori Systemic Functional Linguistics yang diajukan oleh Halliday. Selanjutnya, dalam tataran sintaksis, Tema dianalisis pergeserannya dalam bahasa Indonesia dan Inggris. 1.3 Pembatasan Masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi dalam hal Tema yang dominan terdapat dalam teks bahasa Inggris-Indonesia dan translasinya. Selain itu juga akan dibahas masalah pergeseran Tema dalam dua teks berbahasa Inggris dan Indonesia tersebut, sehingga dapat dijawab masalah pergeseran Tema apa saja yang terdapat di dalam dua teks bahasa tersebut. Selanjutnya, masalah mengapa terjadi pergeseran itu juga menjadi bagian dari penjelasan dalam penelitian ini. 1.4 Rumusan Masalah Masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini dirumuskan dalam empat hal sebagai berikut. (1) Jenis Tema apakah yang dominan dalam teks translasi bahasa Indonesia- Inggris/Inggris-Indonesia? (2) Pergeseran jenis Tema apakah yang dominan dalam teks translasi bahasa Indonesia-Inggris/Inggris-Indonesia?

16 (3) Faktor-faktor apakah yang mendorong terjadinya dominasi jenis Tema tersebut? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, menjelaskan dan membahas beberapa hal di bawah ini. (1) Tema yang dominan dalam translasi teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, dan teks bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. (2) Jenis-jenis pergeseran Tema dominan teks bahasa Inggris ke teks bahasa Indonesia sebagai translasinya. (3) Faktor penyebab terjadinya pergeseran Tema dalam teks bahasa Inggris dan Indonesia tersebut. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai, (1) masukan bagi para penerjemah atau yang berminat dalam penerjemahan dan ilmu analisis wacana; (2) deskripsi struktur penerjemahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris; dan, (3) kajian lanjut analisis wacana, khususnya terhadap kajian Tema dan Rema dengan teori Systemic Functional Linguistics.

17 1.8 Klarifikasi Istilah Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk dapat memperjelas penggunaan istilah tersebut dan untuk lebih memudahkan pembaca memahami maksud istilah tersebut, berikut ini diberikan penjelasan tentang istilahistilah yang dipakai dalam pembahasan hasil penelitian ini. (1) Tematisasi (Thematization) Tematisasi adalah proses pengaturan unit-unit bahasa sedemikian rupa sehingga penegasan atau penekanan terletak pada tempat yang wajar dalam kalimat. (2) Tema (Theme) Tema adalah titik awal pesan dalam satu unit klausa. Tema dalam bahasa Inggris dan Indonesia direalisasikan oleh unsur pertama atau bagian terdepan dallam klausa (the starting point of a message). (3) Rema (Rheme) Rema adalah unsur yang terdapat sesudah Tema. (4) Tema Bermarkah (Unmarked Theme) Tema Bermarkah yaitu Tema yang berupa nomina (students), frase nomina (London Bridge) dan pronomina (I, you, she, he) yang pada saat yang sama berfungsi sebagai subjek. (5) Tema Tak Bermarkah (Marked Theme) Tema Tak Bermarkah adalah Tema yang berupa frase adverba (merrily), dan frase preposisi (in spring) yang tidak berfungsi sebagai subjek tetapi adjunct,

18 ataupun frase nomina (what they could not eat that night) yang berfungsi sebagai komplemen. (6) Tema Sederhana (Simple Theme) Tema Sederhana atau Tema Dasar merujuk pada satu unit fungsi saja yang berfungsi sebagai Tema dalam klausa. Unit bahasa ini bisa berupa partisipan, proses ataupun sirkumstan. Tema sederhana ini di dalam analisisnya cukup dinamakan Tema saja. (7) Tema Kompleks (Complex Theme) Tema Kompleks mengindikasikan Tema yang klausa ditemukan lebih dari satu unit bahasa yang berfungsi sebagai Tema. Tema kompleks ini di bagi ke dalam tiga jenis yaitu Tema Tekstual, Tema Antarpersona, dan Tema Topikal. a. Tema Tekstual (Textual Theme) Tema Tekstual adalah Tema yang mencakupi, (a) penghubung (misalnya: walaupun demikian, karena itu); (b) konjungsi (misalnya: dan, atau, tetapi); (c) penerus (continuative) (misalnya: oh, baik, ya, mm mmm, e e.., a aa); dan, (d) kata ganti relatif (relative pronoun) (misalnya: yang, yang -nya). b. Tema Antarpersona (Interpersonal Theme) Tema Antarpersona merujuk pada Tema berupa, (a) vokatif yaitu nama orang atau objek yang pernyataan itu ditujukan kepadanya;

19 (b) keterangan modus berfungsi memberi tanggapan pribadi, misalnya: sebaiknya, sesungguhnya, sejauh ini: (c) pemarkah pertanyaan, misalnya: apakah; dan, (d) kata tanya pertanyaan informasi, misalnya: kapan, mengapa, di mana, siapa. Kata tanya ini dipakai dalam modus interogatif. c. Tema Topikal (Topical Theme) Tema Topikal yakni Tema yang berupa Proses, Partisipan, atau Sirkumstan. Dikatakan Tema Topikal karena ada lebih dari satu unit bahasa yang berupa proses, partisipan, atau sirkumstan yang ditemukan dalam klausa. (8) Tema Tunggal (Singular Theme) Tema Tunggal merujuk pada Tema yang terdapat di dalam klausa berbentuk tunggal. (9) Tema Majemuk (Plural Theme) Tema Majemuk merujuk pada Tema yang terdapat di dalam klausa kompleks.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 menempatkan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesis berbasis teks, beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks terjemahan diciptakan dalam bingkai kondisi yang berlainan dengan bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan mengatasi sejumlah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA Rosmawaty Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud dalam konteks sosial. Konteks sosial menentukan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana. Artinya, sebuah teks disebut wacana berkat adanya konteks.

BAB I PENDAHULUAN. wacana. Artinya, sebuah teks disebut wacana berkat adanya konteks. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks merupakan hasil proses wacana. Didalam proses tersebut, terdapat nilainilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain. Dengan demikian memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik dia berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teks hukum merupakan jenis teks yang bersifat sangat formal dan sangat terstruktur. Teks hukum ini sangat beragam macamnya, yang paling mudah kita kenali adalah surat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan warna kulit, ras, agama, bangsa dan negara. Bahasa merupakan perwujudan suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah dipertanggungjawabkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alasan peneliti memilih judul Penggunaan Campur Kode ceramah ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 November 2013. Peneliti ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era kemajuan teknologi dewasa ini semakin banyak terjemahan bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks bahasa sumber (TSu) ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikembangkan oleh para ahli bahasa dunia, salah satunya adalah tata bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yang dikembangkan oleh para ahli bahasa dunia, salah satunya adalah tata bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bahasa yang merupakan alat komunikasi utama di dunia tidak pernah berhenti hingga saat ini. Begitu pun yang terjadi di dalam bahasa Inggris. Sudah banyak

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang sempurna. Sebagai makhluk yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran yang dimiliki,

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) ABSTRAK. Kata Kunci : Pantun, Tema Tekstual, Topikal, dan Interpersonal

ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) ABSTRAK. Kata Kunci : Pantun, Tema Tekstual, Topikal, dan Interpersonal ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) Oleh: Desri Wiana Staf Pengajar Prog. Studi Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR Bab 1 sebelumnya telah dijelaskan latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, apa yang akan dibahas dan tujuan serta manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Pokok Bahasan Bahasa adalah sebuah perangkat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Adapun definisinya secara umum, adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan situasi tidak resmi akan memberikan kesan menghormati terhadap keadaan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. dan situasi tidak resmi akan memberikan kesan menghormati terhadap keadaan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi yang dijadikan sebagai perantara dalam pembelajaran. Penggunaan bahasa sesuai dengan kedudukannya yaitu pada situasi resmi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mackey (1986:12) mengemukakan bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mackey (1986:12) mengemukakan bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan elemen penting untuk menjadi alat komunikasi antar kelompok masyarakat yang telah disepakati menjadi sistem tanda bunyi sehingga memberikan suatu ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris

Bab I PENDAHULUAN. Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris telah dilakukan oleh praktisi atau pakar-pakar terjemahan untuk penyebaran informasi dari satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, DAN KONSTRUK ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, DAN KONSTRUK ANALISIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, DAN KONSTRUK ANALISIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kajian Tematisasi Kajian tentang Tema atau struktur Tema sudah dimulai sejak abad ke-19. Pada waktu itu pakar linguistik

Lebih terperinci

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN PELANGGARAN MAKSIM PADA SUBTITLE FILM THE QUEEN (KAJIAN TERJEMAHAN DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK) Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. fungsional, (3) fungsi bahasa adalah membuat makna- makna, (4) bahasa adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. fungsional, (3) fungsi bahasa adalah membuat makna- makna, (4) bahasa adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini meneliti teks terjemahan buku bilingual yang berupa wacana sains untuk mengdentifikasi jenis metafora gramatikal dan keakuratan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi, dan interaksi di kelas, merupakan alat penting yang

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi, dan interaksi di kelas, merupakan alat penting yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media penyalur pesan informasi ilmu pengetahuan, sarana komunikasi, dan interaksi di kelas, merupakan alat penting yang senantiasa harus diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian.

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Bloom dan Lahey struktur bahasa adalah suatu sistem dimana unsur-unsur bahasa diatur dan dihubungkan satu dengan yang lain. Dalam menghubungkan unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia menuntut siswa untuk mampu menuangkan pikiran serta perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan kalimat tersebut juga harus memperhatikan susunan kata

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan kalimat tersebut juga harus memperhatikan susunan kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan alat untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Kalimat berperan penting sebagai wujud tuturan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sesama manusia. Penutur

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan 18 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk belajar berbahasa. Kaitannya dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dalam kehidupannya manusia tidak terpisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Majid (1997:2) dalam Syihabuddin (2002:1) mengatakan bahwa suatu kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Majid (1997:2) dalam Syihabuddin (2002:1) mengatakan bahwa suatu kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Majid (1997:2) dalam Syihabuddin (2002:1) mengatakan bahwa suatu kebudayaan tidak lahir dari kekosongan. Ia didahului oleh kebudayaan-kebudayaan lain yang menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah memberi banyak definisi tentang penerjemahan, diantaranya: (1) bidang ilmu secara umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

kebahasaan lintas-bahasa yang lengkap dengan sendirinya akan menuntut terliputnya aspek dan dimensi yang berasal dari dan termasuk ke dalam berbagai

kebahasaan lintas-bahasa yang lengkap dengan sendirinya akan menuntut terliputnya aspek dan dimensi yang berasal dari dan termasuk ke dalam berbagai RINGKASAN Penelitian ini mengkaji fenomena translasi, yang dalam kepustakaan berbahasa Indonesia biasa disebut terjemah, terjemahan, atau penerjemahan. Fenomena translasi merupakan fenomena yang berjagat

Lebih terperinci

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang TRANSITIVITAS DALAM ANTOLOGI CERPEN KAKI YANG TERHORMAT KARYA GUS TF SAKAI Ogi Raditya Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transitivitas dalam antologi cerpen Kaki yang Terhormat. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi

Lebih terperinci

Linguistik Indonesia, Agustus 2011, Tahun ke-29, No. 2 Copyright 2011, Masyarakat Linguistik Indonesia, ISSN:

Linguistik Indonesia, Agustus 2011, Tahun ke-29, No. 2 Copyright 2011, Masyarakat Linguistik Indonesia, ISSN: Linguistik Indonesia, Agustus 2011, 201-205 Tahun ke-29, No. 2 Copyright 2011, Masyarakat Linguistik Indonesia, ISSN: 0215-4846 Resensi Buku Judul: Introducing Functional Grammar (Second Edition) Penulis:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative Children merupakan buku cerita bilingual yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu sistem yang berperan sebagai pusat bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu sistem yang berperan sebagai pusat bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sistem yang berperan sebagai pusat bagi kehidupan sosial, budaya, dan masyarakat. Tirtarahardja (2005:226) mengatakan bahwa sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa baik secara lisan maupun secara tulis tidak terlepas dari penggunaan kata-kata yang menyusun suatu kalimat. Pada konteks bahasa lisan hal ini dikenal

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era globalisasi saat ini yang bercirikan keterbukaaan, persaingan, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era globalisasi saat ini yang bercirikan keterbukaaan, persaingan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini yang bercirikan keterbukaaan, persaingan, dan kesalingtergantungan antar bangsa serta derasnya arus informasi yang menembus batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya pembagian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya pembagian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan makhluk sosial lainnya, untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa juga merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari dan menjadi jembatan dalam bersosialisasi dengan manusia

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat terlepas dari bahasa karena bahasa adalah alat yang dipakainya untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu

BAB I PENDAHULUAN. lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari komunikasi. Komunikasi merupakan hal yang penting untuk menjalin sebuah kerjasama atau untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi manusia memerlukan. paling utama adalah sebagai sarana komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi manusia memerlukan. paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat manusia selalu menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa

Lebih terperinci

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Buku Hukum The Concept of Law karya H.L.A Hart dan terjemahannya Konsep Hukum merupakan buku teori hukum atau jurisprudence, bukan merupakan hukum secara praktek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, dan sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan serta saran berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab sebelumnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1

Lebih terperinci

KETIDAKAKURATANNYA MENGANALISA TERJEMAHAN DALAM SUBTITLE BAHASA INDONESIA UNTUK FILM TOY STORY 3

KETIDAKAKURATANNYA MENGANALISA TERJEMAHAN DALAM SUBTITLE BAHASA INDONESIA UNTUK FILM TOY STORY 3 KETIDAKAKURATANNYA MENGANALISA TERJEMAHAN DALAM SUBTITLE BAHASA INDONESIA UNTUK FILM TOY STORY 3 Samsul Hadi, Ismani STKIP PGRI Pacitan samsulhadi.mr@gmail.com, ismanipjkr@gmail.com ABSTRAK. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009 ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat sarjanah S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP

PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP oleh: Eliza Ratna Asih Wulandari Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat. Hal ini menyebabkan kemudahan pemerolehan informasi secara cepat dan efisien. Perkembangan tersebut menjangkau dunia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu oleh seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, untuk berkomunikasi. Menurut Keraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi, hubungan antara bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan karena bahasa merupakan wahana bagi masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain. Fungsi

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai: (1) latar belakang, (2) fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) penegasan istilah. Berikut diuraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup suatu Bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup suatu Bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup suatu Bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan

Lebih terperinci