BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas Istilah spiritualitas diturunkan dari kata latin spiritus yang berarti nafas,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas Istilah spiritualitas diturunkan dari kata latin spiritus yang berarti nafas,"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas Istilah spiritualitas diturunkan dari kata latin spiritus yang berarti nafas, istilah ini juga berkaitan erat dengan kata Yunani, pneuma, atau nafas yang mengacu pada nafas hidup atau jiwa (Potter dan Perry, 2007). Spiritualitas mencakup seluruh aspek kehidupan pribadi manusia dan merupakan sarana menjalani hidup, spiritualitas dapat didefinisikan sebagai dimensi integral dari kesehatan dan kesejahteraan setiap manusia (Skokan dan Bader, 2000). Spiritualitas merupakan daya semangat, prinsip hidup atau hakikat eksistensi manusia yang diungkapkan melalui hubungan dengan diri sendiri, sesama, alam, dan Sang Pencipta atau sumber hidup dan dibentuk melalui pengalaman kultural, spiritualitas merupakan pengalaman manusia yang universal (Young dan Koopsen, 2007). Spiritualitas dapat didefinisikan sebagai pengalaman yang memberikan hubungan berarti dalam kehidupan, suatu cara untuk menginterpretasikan setiap peristiwa dalam hidup, merupakan sumber dari sukacita, harapan, kenyamanan, dan dapat menjadi petunjuk dalam menjalani kehidupan. Spiritualitas dapat diekspresikan melalui suatu hubungan dengan dengan Maha Pencipta, yang dapat dilihat dari pengalaman seperti ritual keagamaan, seni, atau aktifitas-aktifitas sosial (O Reilly, 2004, p.46).

2 Spiritualitas atau kepercayaan spiritual dapat diartikan sebagai suatu kepercayaan yang memiliki hubungan dengan suatu kekuasaan yang lebih tinggi, memiliki kekuatan, mengandung aspek tentang Tuhan, dan memiliki sumber kekuatan yang tidak terbatas. Contohnya seseorang yang percaya kepada Tuhan atau Sang Pencipta atau percaya kepada suatu kekuasaan yang lebih tinggi (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004). Spiritualitas terdiri dari beberapa aspek menurut Burkhardt (1993), yaitu: a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan b. Menemukan arti dan tujuan hidup c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi. 1.2 Dimensi Spiritual Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian dan untuk mendapatkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

3 Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti hidup, sedangkan dimensi agama berfokus pada hubungan seseorang dengan Yang Maha Penguasa (Mickley et all, 1992). Selanjutnya Stoll menguraikan bahwa spiritualitas adalah konsep dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal mencakup hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, dan dimensi horizontal mencakup hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungan, terdapat hubungan yang terus menerus antara kedua dimensi tersebut (Stoll, 1989 dalam Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). 1.3 Karakteristik Spiritual Karakteristik spiritualitas pada setiap individu didasarkan pada kebutuhan berhubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain atau sesama, dan hubungan dengan lingkungan atau alam (Bukhardt 1993 dalam kozier, Erb, & Blais, 2004). a. Hubungan dengan Tuhan Hubungan dengan Tuhan yaitu hubungan yang agamais atau tidak agamais, seperti berdoa/meditasi, membaca artikel religius, berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan, dan harmonis dengan alam. Kebutuhan spiritual yang berkaitan pada hubungan dengan Tuhan dapat diwujudkan dengan doa dan ritual agama. Doa dan ritual agama merupakan hal yang penting bagi setiap individu dan dapat

4 memberikan ketenangan pada individu yang melakukannya (Kozier, et all, 1995). Doa dan ritual agama juga dapat membangkitkan harapan dan rasa percaya diri seseorang dan bagi seseorang yang sakit dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya dan mempercepat penyembuhan (Hawari, 2002). b. Hubungan dengan diri sendiri Memiliki pengetahuan tentang diri sendiri, mengetahui hal apa yang harus dilakukan, percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan saat ini dan masa depan, merasakan kedamaian pikiran, dan harmoni dengan diri sendiri. Kebutuhan spiritualitas yang bersumber dari kekuatan dalam diri individu sendiri dalam menghadapi masalah, kebutuhan spiritualitas yang bersumber dari kekuatan diri sendiri meliputi kepercayaan, harapan, dan makna dalam kehidupan (Kozier, et all, 1995). Orang tua atau lansia sering mengarah pada hubungan yang penting dan menyediakan diri mereka bagi orang lain sebagai tugas spiritual, sejalan dengan makin dewasanya seseorang mereka sering introspeksi untuk memperkaya nilai yang telah lama dianutnya. Kesehatan spiritualitas yang sehat pada lansia adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri sendiri (Potter & Perry, 2005). 1. Kepercayaan Kepercayaan dapat diartikan sebagai menerima sesuatu hal walaupun tidak bisa dibuktikan atau diterima oleh logika manusia dan merupakan pemberian dari Sang Pencipta. kepercayaan memberikan kekuatan pada individu dalam menjalani kehidupan ketika mengalami kesulitan atau penyakit, kepercayaan membuat

5 seseorang percaya pada kekuatan dirinya sendiri, percaya pada kehidupan masa depan, memiliki ketenangan pikiran, dan memiliki keselarasan dengan diri sendiri (Taylor, Lilis, & Le Mone, 1997; Kozier, et al, 1995). 2. Harapan Harapan dapat diartikan sebagai suatu keyakinan akan keinginan yang akan tercapai dalam hidup. Harapan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan dengan orang lain dan yang terutama melalui hubungan dengan Tuhan dan didasarkan pada kepercayaan. Harapan memberikan peranan penting bagi individu dalam mempertahankan dirinya saat menghadapi penyakit atau masalah, tanpa harapan individu akan merasa hampa, lesu/tidak bersemangat, dan terasa mati (Kozier, et all, 1995). 3. Makna kehidupan Memiliki makna kehidupan menjadikan seorang individu merasa berharga dan berarti dan memiliki perasaan dekat dengan Tuhan, orang lain, dan alam sekitar, dimana individu merasa hidupnya menjadi lebih terarah, memiliki masa depan, dan menerima kasih sayang dari orang lain disekitarnya (Puchalski, 2004 ; Kozier, et al, 1995 ). c. Hubungan dengan orang lain Hubungan dengan orang lain dapat menjadi hubungan yang harmonis dan tidak harmonis. Hubungan yang harmonis dengan orang lain, meliputi cinta kasih, dukungan sosial, perhatian pada anak-anak/orang sakit, mengunjungi orang yang

6 meninggal, yang dapat memberikan hubungan positif terhadap sesama. Keluarga dan teman dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional terhadap masalah atau penyakit yang dihadapi seseorang. Sedangkan hubungan yang tidak harmonis adalah konflik dengan orang lain, perselisihan dengan orang lain, dan memiliki perkumpulan yang terbatas. Hubungan dengan orang lain terdiri atas maaf dan pengampunan, cinta kasih dan dukungan sosial (Hart, 2002; Kozier, et al 1995). Persahabatan adalah hubungan yang dimiliki seseorang dengan orang lain, termasuk keluarga, teman akrab, rekan ditempat kerja, amggota komunitas masyarakat, dan lingkungan tetangga. Persahabatan mencakup komunitas yang mempunyai kepercayaan yang sama dan menciptakan ikatan yang kuat dengan orang lain sehingga menjadi sumber harapan bagi individu tersebut (Farran, et al, 1989 dalam Potter & Perry 2005). 1. Maaf dan pengampunan (forgiveness) Dengan pengampunan, seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai (Puchalski, 2004). 2. Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support) Keinginan untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk menghadapi stress dan melawan banyak penyakit (Hart, 2002).

7 d. Hubungan dengan Lingkungan Pemenuhan kebutuhan spiritualitas dengan lingkungan dapat terlihat melalui kedamaian pada lingkungan dengan suasana yang tenang, kedamaian meliputi keadilan, empati, dan rasa kesatuan. Kedamaian dapat membuat individu menjadi lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatannya. Hubungan dengan alam adalah mengetahui tentang tanaman, pohon, kehidupan alam liar, cuaca, mampu bersatu dengan alam seperti berkebun, dan berjalan. Hubungan dengan lingkungan dapat terdiri dari rekreasi dan kedamaian. (Kozier, et all, 1995). 1. Rekreasi (Joy) Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Dengan rekreasi seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan kebutuhan spiritualnya, seperti medengar musik, menonton TV, dan berolah raga (Puchalski, 2004). 2. Kedamaian (Peace) Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan dengan orang lain. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Hamid, 2000). 1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas Menurut Taylor, et al (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi spiritualitas seseorang yaitu:

8 1. Perkembangan Spiritualitas merupakan bagian dari kehidupan manusia dan berhubungan dengan proses perubahan dan perkembangan pada manusia. Semakin bertambah usia, individu akan menunjukkan dan membenarkan keyakinan spiritualitasnya (Taylor, et all, 1997). Setiap individu memiliki bentuk pemenuhan spiritualitas yang berbeda-beda sesuai dengan usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian individu. Menurut Westerhoff s (1976 dalam Kozier, et al, 1995), perkembangan spiritualitas berdasarkan usia terdiri dari: a. Spiritualitas pada masa anak-anak belum bermakna pada dirinya sendiri. Spiritualitas didasarkan pada perilaku yang didapat melalui interaksi dengan orang lain seperti keluarga. Pada masa ini, anak-anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau keyakinan mengikuti ritual atau meniru orang lain seperti orang tuanya. b. Spiritualitas pada masa remaja sudah mulai memiliki keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritualitas seperti keinginan untuk meminta melalui berdoa kepada penciptanya, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan, bila pemenuhan kebutuhan spiritualitas tidak terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan pada dirinya sendiri. c. Spiritualitas pada masa dewasa awal sudah memiliki pencarian kepercayaan diri, diawali dengan proses pernyataan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang

9 kepercayaan harus dapat dijawab dan timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan tersebut. d. Pada masa dewasa pertengahan dan lansia, spiritualitas pada masa ini yaitu semakin kuatnya kepercayaan diri yang dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya. Perkembangan spiritualitas pada tahap ini lebih matang, berpartisipasi dalam aktifitas sosial dan keagamaan, sehingga membuat individu lebih mampu untuk mengatasi masalah dan menghadapi kenyataan. 2. Budaya Spiritualitas adalah pengalaman individu yang berhubungan dengan konteks budaya (pincharoen and Congdon, 2003). Setiap budaya memiliki bentuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas yang berbeda. Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang budaya seseorang. Budaya dan spiritualitas menjadi dasar bagi seseorang dalam menentukan perilaku dan menjalani masalah hidup agar tetap seimbang (Taylor, et al, 1997). 3. Keluarga Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan keluarga. Keluarga merupakan tempat yang pertama bagi individu untuk memperoleh pengalaman dan pandangan hidup. Pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya. Dari keluarga individu belajar tentang Tuhan, arti kehidupan, dan dirinya sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi

10 kebutuhan spiritualitas bagi seorang anak karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari- hari anak tersebut dan umunya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga (Hidayat, 2006; Taylor, et al, 1997). Individu belajar tentang nilai moral serta spiritualitas dari hubungan keluarga. Apapun tradisi dan sistem kepercayaan yang dianut oleh individu dari keluarga akan memberikan pengalaman spiritualitas yang unik bagi setiap individu (Hamid, 1999). 4. Agama Agama merupakan cara pribadi untuk mengungkapkan spiritualitas melalui keanggotaan dalam komunitas, ibadat, dan ritual yang berdasarkan kepercayaan (Matthews & Clark, 1998). Kepercayaan dan praktik keagamaan, seperti berdoa, beriman kepada Tuhan, menyerahkan diri pada Tuhan, dan dukungan dari pemimpin agama atau umat menjadi sangat penting dalam menghadapai masalah bagi seorang individu (Koenig, 2000 dalam Young & Koopsen, 2007). Agama berperan sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan pada individu (Potter & Perry, 2005). Masalah umum yang dihadapi para lansia dalam beribadah biasanya dikarenakan keadaan kesehatan yang mulai menurun, sehingga pada umumnya kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ibadat di masyarakat (pengajian, misa gereja, dll) serta kegiatan ibadah secara pribadi ( Sholat untuk yang beragam islam, bernyanyi, membaca Kitab Suci, dll) mulai berkurang juga. Lansia yang pengetahuan dan pendalaman tentang agama yang diyakininya kurang mendalam, maka mereka tidak akan dapat melakukan kegiatan ibadah dengan baik (Setijani dan Tri, 1998 dalam Agus dan Novia, 2008).

11 5. Pengalaman Hidup Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Pengalaman hidup mempengaruhi cara pandang spiritual seseorang dalam mengartikan kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikahan, kelulusan dapat menimbulkan rasa syukur pada Tuhan. Sedangkan pengalaman yang tidak menyenangkan dianggap sebagi suatu cobaan. Sebagian besar individu bersyukur terhadap pengalaman hidup yang menyenangkan (Taylor, et al, 1997). 6. Krisis dan Perubahan Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan kematian. Krisis dapat menguatkan bahkan menghilangkan spiritualitas seseorang. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dialami seseorang merupakan pengalaman spiritualitas yang bersifat fisikal dan emosional (Craven & Hirnle, 1996 ). 1.5 Perkembangan spiritualitas pada lansia Pertumbuhan spiritual pada lansia menunjukkan perkembangan perasaan identitas, penciptaan, dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain, dengan Tuhan, mampu menghargai alam, dan mengembangkan suatu kesadaran transendental. Spiritualitas pada lansia mencakup kemampuan berpikir abstrak, toleransi terhadap ambiguitas dan pertentangan, mengalami fleksibilitas emosional, dan memiliki komitmen terhadap nilai-nilai universal yang sejati (Young dan Koopsen, 2007).

12 Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin matangnya lansia dalam kehidupan keagamaan. Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, mampu merumuskan arti dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan. Para lansia juga akan mendapatkan pengalaman berharga yang bermanfaat melalui berbagi pengalaman dengan orang lain. Lansia yang tidak matur dalam spiritulitas akan menunjukkan kelemahan fisik merasa putus asa dan berkurangnya minat dalam pekerjaan atau komunitas sosial (Kozier, et all, 1995). Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler dan Keen (1985) adalah Universalizing yaitu perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai keadilan. Pada lansia agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow,1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari (Murray dan Zentner,1970 dalam Kozier, et all, 1995). Keikutsertaan dalam upacara keagamaan yang meningkat seiring bertambahnya usia seseorang adalah karena kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk lebih mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda (Hamid, 2000). Banyak kaum lansia mengatakan bahwa agama dan spiritualitas merupakan faktor terpenting dalam membantu dan mengatasi penyakit fisik dan tekanan hidup, atau beradaptasi karena kehilangan orang tercinta ( Ebersole & Hess, 1997; Koenig, 2000 dalam Young dan Koopsen, 2007).

13 Kebutuhan spiritual pada lansia umumnya adalah dengan mengisi waktu mereka untuk beribadah, melalui ibadah para lanjut usia mendapat ketenangan jiwa, pencerahan dan kedamaian menghadapi hari tua, mereka sangat menginginkan generasi penerus yang sungguh-sungguh dalam menjalani ibadah (Setiti, 2007). 2. Lanjut Usia 2.1 Definis Lanjut Usia Usia lanjut di nyatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam, 2008). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri untuk mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000). Kondisi fisik lansia akan mengalami perubahan yang tidak dapat dihindari, perubahan akan terlihat pada jaringan dan organ tubuh, seperti kulit berkeriput, penglihatan semakin menurun, pendengaran juga berkurang, tulang keropos dan mudah patah, otot jantung bekerja tidak efisien, dan otak menyusut sehingga reaksi menjadi lambat. Perubahan-perubahan tersebut mengarah pada kemunduran psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial lansia (Hardywinoto dan Setiabudhi, 2012).

14 2.2 Batasan-batasan lanjut usia Dimulainya batas usia lanjut tampak bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya, di Amerika Serikat, umumnya orang dianggap sebagai lansia bila telah mencapai usia 65 tahun, tidak peduli apakah mereka berkeluarga atau melajang (Setiti, 2007). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: 1. Usia pertengahan (middle age) adalah tahun 2. Lanjut usia (elderly) adalah tahun 3. Lanjut usia tua (old) adalah tahun 4. dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Hasil penelitian Koentjaraningrat dan kawan-kawan yang dilakukan di Sumatera Barat dan Sumba Timur (1995) menunjukkan bahwa para warga lansia di Sumatera Barat melihat hubungan antara usia kronologis dan kondisi fisik serta kesehatan sebagai hal yang penting untuk menetapkan kategori lansia. Di Bukittinggi usia tahun dinyatakan sebagai dimulainya lansia, sementara di Padang, usia lanjut ditetapkan antara tahun (Basri, 2006). Menurut undang-undang no.4 tahun 1965 pasal 1, seseorang di nyatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Mubarok, 2006).

15 Saat ini di Indonesia hal-hal yang terkait dengan usia lanjut diatur dalam suatu undang-undang yaitu Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang No.13 Tahun 1998 tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Dengan demikian, kelompok usia lanjut tidak dapat diperhitungkan dengan hanya melihat pada sisi umur saja, tetapi kelompok usia lanjut disesuaikan dengan kemampuan dan tugas perkembangan masing-masing individu, dan saat ini di Indonesia yang berlaku adalah Undang-undang No.13 Tahun 1998 (Suardiman, 2011). 2.3 Tugas Perkembangan Lanjut Usia Tugas-tugas perkembangan pada lansia mencakup menemukan makna hidup dan bagaimana mendapatkan aspek-aspek positif dari kehidupan. Tugas-tugas perkembangan lansia juga mencakup hal-hal berikut (Hitchcock et al, 1990 dalam Young dan Koopsen): 1.) Merencanakan untuk mengatur hidup yang aman 2.) Mewujudkan gaya hidup yang sehat 3.) Melanjutkan relasi hangat dengan keluarga dan teman-teman 4.) Membangun afiliasi dengan orang lain dikelompok usia yang sama

16 5.) Menghadapi realitas dari kematian diri sendiri dan kematian orang-orang yang dicintai. 3. Budaya dan Suku 3.1 Budaya Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen. Bangsa Indonesia mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adat istiadat atau tradisi. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah wujud ideal yang bersifat abstrak yang tidak dapat diraba yang berada dalam pikiran manusia yang dapat berupa gagasan, ide, norma, keyakinan dan lain sebagainya. Dalam setiap kebudayaan terdapat unsur-unsur yang juga dimiliki oleh kebudayaan lain. Koentjaraningrat menyebutnya sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal yang meliputi: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem tekhnologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 1989). 3.2 Suku Batak Suku bangsa adalah suatu kelompok masyarakat yang terikat oleh kesatuan budaya, bahasa, dan tempat tinggal. Oleh karena itu, setiap suku bangsa memiliki bahasa yang berbeda, tradisi dan kebudayaannya juga berbeda. Salah satu suku bangsa di Indonesia adalah Suku Batak. Suku Batak merupakan salah satu suku yang berada di Indonesia dan sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak

17 Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing, kategori tersebut dibagi berdasarkan nama daerah asalnya misalnya Batak Toba mendiami daerah Toba, Batak Karo mendiami daerah Karo, Batak Simalungun mendiami daerah simalungun begitu juga dengan yang lainnya (Harahap, 1940). Beberapa kategori yang ada pada suku Batak memiliki kesamaan berupa marga. Asal usul keluarga dari masyarakat suku Batak dapat ditelusuri dari marga yang dimiliki masyarakat Batak semenjak lahir. Menurut Vergouwen (1986), marga dalam masyarakat Batak merupakan sekelompok masyarakat yaitu keturunan dari kakek bersama dimana keturunan tersebut di turunkan dari marga bapak atau patrilineal, maka dari itu semua orang Batak membubuhkan nama marga dari ayahnya dibelakang nama kecilnya (Koentjaraningrat, 2007). Marga dalam Suku Batak sangatlah penting karena marga adalah suatu identitas keturunan dari pendahulu atau nenek moyang, oleh Karena itu orang Batak selalu meletakkan marga dibelakang namanya. Marga dalam setiap kategori Suku Batak berbeda dengan yang lainnya. Marga dalam Suku Batak Toba pada umumnya adalah Ambarita, Butar-butar, Hutagalung, Limbong, Manihuruk, Panjaitan, Rajagukguk, sagala, Siboro, Tambun, dll. Marga dalam Batak Karo pada umumnya adalah Sembiring, Tarigan, Ginting, Barus, dan Perangin-angin. Marga pada Suku Batak Simalungun yaitu Saragih, Purba, Sipayung, Sinaga, dan Damanik. Marga dalam Batak Pakpak yaitu Kudadiri, Sinamo, Sitakar, dll, sedangkan marga dalam Batak Mandailing pada umumnya yaitu Harahap, Lubis, Nasution, Pohan, Rambe, dll (Rajagukguk, 2012).

18 Dalam nilai Budaya Batak prioritas nilai budaya yang pertama adalah kekerabatan dan yang kedua adalah religi, kedua nilai prioritas ini menjadi ciri dan identitas bersama orang Batak (Harahap, 1940). Kekerabatan mencakup hubungan antar sesama suku, kasih sayang antar hubungan darah, kerukunan hubungan dengan masyarakat khususnya yang ada kaitannya dengan hubungan kekerabatan karena pernikahan, solidaritas marga, dll. Nilai kekerabatan atau keakraban berada ditempat yang tinggi bagi aturan masyarakat Batak, dan hal ini terwujud dalam pelaksanaan adat, tutur sapa, dan bersikap terhadap sesama. Religi mencakup kehidupan keagamaan yang kemudian mengatur kehidupannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya (Situmeang, 2007). Dalam hal kemasyarakatan masyarakat Batak pada umumnya membangun perkampungan atau desa sebagai tempat tinggal mereka yang disebut dengan huta dengan mata pencaharian sebagai seorang petani karena itu mereka memanfaatkan alam untuk memnuhi kebutuhan hidupnya. Kepercayaan masyarakat Batak meyakini adanya Tuhan yang Maha Tinggi yang disebut dengan Mula Jadi Nabolon. Perkembangan penyebaran agama pada masyarakat Batak dimulai pada tahun 1863 saat misionaris dari Jerman I. L. Nomensen menyebarkan agama Kristen, sehingga banyak masyarakat Batak menganut agama Kristen, walaupun setelah itu sudah ada juga orang Batak yang menganut agama lain, misalnya Islam pada masyarakat Batak Angkola/ Mandailing (Harahap, 1940).

19 3.3 Lansia pada Suku Batak Sistem nilai sosial budaya di Indonesia menempatkan lanjut usia sebagai warga terhormat, baik di lingkungan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat. Tuntunan agama dan nilai luhur menempatkan lanjut usia dihormati, dihargai dan dibahagiakan dalam kehidupan keluarga. Dalam berbagai budaya yang kita miliki penanganan lanjut usia juga masalah lainnya, diatur dalam tradisi masyarakat. Pada suku Batak, lanjut usia laki-laki disapa Opung Bulang, untuk wanita disapa dengan Opung Nini (Situmeang, 2007). Lansia Suku Batak menyadari bahwa waktunya hidup didunia sudah tidak lama lagi sehingga para lansia ini akan mengusahakan hidup dengan berbuat baik dan benar kepada keluarga maupun semua orang yang dikenalnya (Situmeang, 2007). Masyarakat Suku Batak akan melakukan penghiburan kepada orang yang sedang berduka termasuk para lansia yang kehilangan pasangan hidupnya. Antara 5 sampai 15 hari setelah kematian seseorang maka biasanya para kerabat-kerabat dan masyarakat akan datang lagi kerumah duka untuk melakukan penghiburan atau yang dikenal juga dengan mangapuli (pangapohan). Artinya para kerabat yang datang itu mengingatkan bahwa berduka yang berkepanjangan tidak ada artinya dan bagi yang ditinggalkan diharapkan dapat memetik hikmah dari kehidupan lansia yang telah meninggal tersebut, sehingga para lansia yang ditinggal pasangannya akan merasa terhibur dan tidak putus asa. Para kerabat yang datang juga akan memberikan kata-kata nasihat kepada yang berduka agar lebih berserah kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan (Sinaga, 2010).

20 Orientasi nilai-nilai Budaya Batak juga mengatur hakekat hubungan manusia dengan alam yaitu memiliki hubungan yang akrab dengan alam, karena alam dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hakekat hubungan manusia Suku Batak memiliki intensitas yang tinggi terhadap sesamanya. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat membuat kadar partisipasi yang kuat untuk senantiasa terlibat dalam setiap aktivitas hubungan antar manusia, dan apabila ada salah seorang anggota masyarakat yang berduka maka para masyarakat akan melakukan hak dan kewajibannya pada orang tersebut, khususnya bagi para lansia yang sudah janda ataupun duda akan dirawat dengan baik oleh keluarganya (Harahap, 1940). Budaya Batak yang menganut garis kerabat patrilineal, secara budaya lanjut usia tinggal bersama kerabat ayah, bila tidak dapat dilakukan, maka kewajiban akan berpindah kepada adik laki-lakinya, namun ditemukan juga lanjut usia yang tinggal pada kerabat garis ibu atau tinggal berpindah antara anak satu dan lainnya. Peran dan tanggung jawab keluarga patrilineal terhadap orang tua yang telah lanjut usia dan sudah kehilangan suami/istri sangat baik, karena para anakanaknya akan merawat lansia tersebut. Hal ini sangat baik karena para lansia tersebut tidak akan merasa kesepian. Bagi suku batak Toba memandang bahwa orang tua adalah kehormatan bagi keluarga sehingga sangat dipantangkan apabila orang tua berada dipanti jompo (Setiti, 2007).

21 4. Kehilangan Dan Berduka 4.1 Definisi Kehilangan (loss) Kehilangan adalah suatu kondisi aktual atau potensial yang mengakibatkan sesuatu hal berubah, berpisah dalam jangka waktu yang lama, atau kehilangan karena bepergian. Kehilangan (loss) dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau seluruhnya dan menyebabkan adanya perubahan dalam hidup sehingga akan timbul perasaan kehilangan. Seseorang bisa mengalami kehilangan yang bersumber dari kehilangan bagian anggota tubuhnya sendiri, kehilangan objek eksternal seperti kehilangan uang, kehilangan lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan, dan kehilangan salah seorang yang dicintai karena kematian. Kematian adalah pengalaman kehilangan yang sangat berarti, bagi yang mengalami kehilangan dan yang berjuang dalam mempertahankan hidupnya. Kehilangan seseorang karena kematian dapat menjadi suatu masalah yang sangat mengganggu, dan pada umumnya kelompok masyarakat Amerika menunjukkan penolakan terhadap kematian (Kozier, et all, 2004). 4.2 Berduka Berduka (Grieving) adalah suatu respon emosional terhadap kehilangan yang dirasakan dan diwujudkan dengan berbagai cara pada masing-masing individu dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual yang diyakini individu (Hidayat, 2009).

22 Lamanya proses berduka yang dialami oleh seorang individu sangat individual dan dapat sampai beberapa tahun lamanya. Menurut teori Martocchio (1985) menyatakan bahwa durasi berduka atau kesedihan yang dialami individu bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dan kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut 3-5 tahun (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004), sedangkan menurut Worden, 1991 dalam Lueckenotte, 2000 mengatakan bahwa respon berduka yang perlu diperhatikan pada seseorang normalnya adalah 3 bulan sampai 1 tahun setelah pengalaman kehilangan dan jika para lansia tersebut telah mengalami pengalaman kehilangan yang banyak maka akan membutuhkan waktu berduka yang lebih lama. Respon berduka terhadap kehilangan yang paling dikenal adalah yang dikemukan oleh (Kubler-Ross dalam Potter dan Perry, 1997) yang menjelaskan bahwa terdapat lima tahap dalam proses respon seseorang terhadap dukacita, yaitu: 1. Penolakan (denial) Reaksi awal individu terhadap kehilangan adalah tidak percaya, syok, dan mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi. Reaksi ini dapat berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun. 2. Marah (angry) Pada tahap ini individu yang menolak kehilangan akabn menunjukkan kemarahan yang di proyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.

23 3. Tawar menawar (Bargaining) Pada tahap ini individu sudah mulai menunda kesadaran atas terjadinya kehilangan dan membuat seolah-olah kehilangan yang dialaminya dapat dicegah. Individu mungkin berupaya melakukan tawar menawar dengan memohon kemurahan kepada Tuhan. 4. Depresi (depression) Pada tahap ini sering ditunjukkan dengan sikap menarik diri dan menyatakan keputusasaan,tidak mau bicara, dan bisa timbul keinginan bunuh diri. 5. Penerimaan (Acceptance) Pada tahap ini pikiran individu yang mengalami kehilanganyang selalu berpusat pada objek yang hilang akan berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan dan sudah mulai memikirkan rencana masa depan dan mulai beralih kepada hal yang baru. Apabila individu tersebut mampu menerima kehilangan dengan perasaan damai maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. 4.3 Kehilangan pada lansia Penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan pasangan hidup adalah kehilangan suami atau istri. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau penceraian (Hurlock, 1999). Kondisi ini mengakibatkan gangguan emosional dimana lanjut usia akan merasa sedih akibat

24 kehilangan orang yang dicintainya (Hidayat, 2004). Dampak kehilangan pada masa dewasa tua dan lansia adalah kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan (Hidayat, 2009). Lansia pada umumnya telah menyadari bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan yang normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak berarti bahwa pasangan yang ditingalkan akan menemukan penyesuaian kematian dengan mudah. Hilangnya pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluarga secara total karena kehilangan pasangan akan mengurangi sumber emosional dan ekonomi serta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi kehilangan tersebut (Maryam, 2008). Lansia yang sudah janda atau duda memiliki kesadaran akan hidup sendiri yang menjadi suatu pengalaman yang menakutkan. Pasangan hidup meninggal, selain itu anak-anak meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Rasa sepi pada keadaan seperti itu menimbulkan keraguan akan makna hidup atau nilai dirinya dan guna bagi masyarakat (Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, 2012). Masalah utama yang dihadapi oleh lansia yang berstatus janda atau duda adalah masalah kesepian karena kematian pasangannya. Secara umum laki-laki lebih cenderung bermasalah bermasalah baik dalam hal kesehatan fisik maupun mental, serta memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dari pada perempuan. Hal ini karena semasa hidupnya laki-laki lebih mempercayakan segala hal kepada

25 istrinya seperti keterikatan sosial, tugas-tugas rumah tangga, dan memecahkan masalah dalam menghadapi stress, sehingga pada umumnya laki-laki kurang persiapan dari pada perempuan dalam menghadapi tantangan sebagi seorang duda (Suardiman, 2011). Laki-laki juga cenderung kurang terlibat dalam kegiatan keagamaan yang merupakan suatu sumber dukungan yang sangat penting untuk memperoleh dukungan sosial dan kekuatan dari Tuhan (Berk, 2007; 619 dalam Young dan Koopsen, 2007). Berbeda dengan wanita yang lebih mampu mengatasi kondisi menjadi janda, alasannya adalah bahwa mereka memiliki hubungan persahabatan yang erat dan mendalam dengan orang lain dan umumnya sudah terbiasa memiliki hubungan sosial yang lebih luas. Para wanita juga lebih mampu mengekspresikan emosinya, sehingga dapat segera bangkit untuk menyesuaikan dirinya kembali. Sebagai janda lansia juga cenderung memiliki teman senasib atau sama-sama hidup sendiri sehingga merasa lebih siap menghadapi hidup tanpa seorang suami (Suardiman, 2011). Kemungkinan para lanjut usia merasa dapat menerima untuk mengenali kesedihan karena kehilangan pasangan hidup. Lansia sering mengalami banyak kepuasaan hidup yaitu kegunaan dan kenikmatan hidup berakhir pada usia tua, semakin lama seseorang hidup maka akan semakin banyak membentuk ikatan cinta (Rando, 1986, Kastenbaum, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual merupakan komponen integral yang tidak terpisahkan pada semua orang (Stanley

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi:

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi: BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Spiritual 2.1.1 Defenisi Spiritual Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2000). Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Menurut Roper (2002) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2000). Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Menurut Roper (2002) menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberikan

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Spiritualitas 1.1. Definisi spiritualitas Spiritual didefinisikan sebagai kesadaran dalam diri seseorang dan rasa keterhubungan dengan sesuatu yang lebih tinggi, alami, dan tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu system. Peran merujuk kepada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu system. Peran merujuk kepada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.2.1 Peran Keluarga Peran adalah seperangkat tingkah lalu yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu system. Peran merujuk

Lebih terperinci

ASPEK SPIRITUAL DALAM KEPERAWATN Oleh: Ibrahim Rahmat, SKp.,SPd.,M.Kes.

ASPEK SPIRITUAL DALAM KEPERAWATN Oleh: Ibrahim Rahmat, SKp.,SPd.,M.Kes. ASPEK SPIRITUAL DALAM KEPERAWATN Oleh: Ibrahim Rahmat, SKp.,SPd.,M.Kes. A. PENGERTIAN Aspek spiritual meliputi 3 komponen dasar yaitu: spiritual (keyakinan spiritual), kepercayaan dan agama. 1. Spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi layanan kesehatan telah lama dibicarakan, baik di Negara maju maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan yang semakin responsiv

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Spiritualitas didefinisikan sebagai kesadaran dalam diri seseorang dan rasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Spiritualitas didefinisikan sebagai kesadaran dalam diri seseorang dan rasa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Spiritualitas 1.1 Defenisi Spiritualitas Spiritualitas didefinisikan sebagai kesadaran dalam diri seseorang dan rasa keterhubungannya dengan sesuatu yang lebih tinggi, alami,

Lebih terperinci

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian PENYAKIT TERMINAL PENGERTIAN Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Program pendidikan Ners menghasilkan perawat ilmuwan (Sarjana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Program pendidikan Ners menghasilkan perawat ilmuwan (Sarjana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Profesi Ners Program pendidikan Ners menghasilkan perawat ilmuwan (Sarjana Keperawatan) dan profesional (Ners = First Profesional Degree ) dengan sikap, tingkah

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara

L A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara L A M P I R A N LEMBAR PERSETUJUAN Setelah membaca penjelasan penelitian ini dan mendapatkan jawaban atas pernyataan yang saya ajukan, maka saya mengetahui manfaat dan tujuan penelitian ini, saya mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah spiritualitas diturunkan dari kata Latin yaitu spiritus, yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah spiritualitas diturunkan dari kata Latin yaitu spiritus, yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Spiritualitas 2.1.1 Defenisi Spiritualitas Istilah spiritualitas diturunkan dari kata Latin yaitu spiritus, yang berarti meniup atau bernafas. Spiritualitas mengacu pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Terletak di Sebelah Utara jalan, dengan alamat Jalan Wates Km.5.5. Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Terletak di Sebelah Utara jalan, dengan alamat Jalan Wates Km.5.5. Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping berada di Jl Wates

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perilaku pada seseorang. Selain itu, individu mengalami keterbatasan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perilaku pada seseorang. Selain itu, individu mengalami keterbatasan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dampak sakit dan hospitalisasi menyebabkan perubahan peran, emosional, dan perilaku pada seseorang. Selain itu, individu mengalami keterbatasan melakukan aktivitas secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Tiri Istilah ibu tiri secara harfiyah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ibu merupakan panggilan yang takzim kepada wanita, sedangkan tiri berarti bukan darah daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Konsep Lansia a. Definisi Lanjut Usia Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun,

Lebih terperinci

spiritual Firdawsyi nuzula, S.Kp.,M.Kes Akademi kesehatan rustida prodi diii keperawatan

spiritual Firdawsyi nuzula, S.Kp.,M.Kes Akademi kesehatan rustida prodi diii keperawatan spiritual Firdawsyi nuzula, S.Kp.,M.Kes Akademi kesehatan rustida prodi diii keperawatan Spiritual, merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa dan maha pencipta dan percaya pada Allah

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas-tugas perkembangannya dengan baik agar dapat tumbuh menjadi individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas-tugas perkembangannya dengan baik agar dapat tumbuh menjadi individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia terdapat serangkaian tahapan perkembangan yang harus dihadapi dan dilewati oleh individu guna mencapai tahap perkembangan yang lebih

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Judul Penelitian : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus Nama Peneliti : Rina Rahmadani Sidabutar Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara mandiri dan mengatur sendiri kebutuhannya sehingga individu. membutuhkan orang lain (Potter & Perry, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. secara mandiri dan mengatur sendiri kebutuhannya sehingga individu. membutuhkan orang lain (Potter & Perry, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit merupakan pengalaman di mana kita merasa diri tidak nyaman dan terasing dari lingkungan dan sesama. Dalam situasi seperti ini setiap orang yang menderita sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138) digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun. 1992, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun. 1992, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Spiritual 1.1. Defenisi Spiritual Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian seorang ayah. Kematian adalah keadaan hilangnya semua tanda tanda kehidupan secara permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultural, hal ini terbukti dengan banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mempunyai budaya berbedabeda. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan merupakan tujuan utama sebuah pernikahan untuk meraihnya diperlukan usaha bersama antara suami dan istri, tanpa adanya usaha dari suami dan istri maka kebahagiaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan yang dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia, sekaligus sebagai salah satu unsur pokok dalam pembangunan manusia dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai seperangkat norma, nilai, kepercayaan, adat-istiadat, aturan dan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai seperangkat norma, nilai, kepercayaan, adat-istiadat, aturan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya tersusun dari beberapa

Lebih terperinci

MANUSIA DAN BUDAYA. A. MANUSIA 1. Pengertian Manusia. Ringkasan Tugas Ilmu Budaya Dasar:

MANUSIA DAN BUDAYA. A. MANUSIA 1. Pengertian Manusia. Ringkasan Tugas Ilmu Budaya Dasar: MANUSIA DAN BUDAYA Ringkasan Tugas Ilmu Budaya Dasar: A. MANUSIA 1. Pengertian Manusia Makhluk Yang Tidak Bisa Hidup Sendiri. Ilmu Filsafat Memandang Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya Yang Diciptakan Tuhan

Lebih terperinci

Kalender Doa Januari 2016

Kalender Doa Januari 2016 Kalender Doa Januari 2016 Berdoa Bagi Wanita Cacat Berabad abad beberapa masyarakat percaya bahwa wanita cacat karena kutukan. Bahkan yang lain percaya bahwa bayi yang lahir cacat bukanlah manusia. Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa dimanapun berada memiliki kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia (Nugroho, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN 1. Defenisi Kemandirian Menurut Steinberg (2002) kemandirian adalah kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Steinberg (2006) juga menjelaskan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien dalam merawat pasien. Dengan demikian maka perawatan dan spiritual telah

BAB I PENDAHULUAN. pasien dalam merawat pasien. Dengan demikian maka perawatan dan spiritual telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek Spiritual itu sendiri pada tahun tahun awal praktek keperawatan telah menjadi sentral dari perawatan bahkan lebih dari satu abad yang lalu Florence Nightingale

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak berdomisili di daerah Sumatera Utara. Etnik Batak ini terdiri dari enam sub etnik yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia. Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Family Resilience 1. Pengertian Family Resilience Family resilience merupakan suatu konsep yang berkembang dari resiliensi individu (Kalil, 2003). Menurut Walsh (2006), resiliensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Spiritualitas merupakan sesuatu yang di percayai oleh seseorang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Spiritualitas merupakan sesuatu yang di percayai oleh seseorang dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Spiritualitas merupakan sesuatu yang di percayai oleh seseorang dalam hubungan nya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

memahami perasaan orang lain. Kita bisa merasakan penderitaan orang lain karena kita memiliki empati. Empati inilah yang membuat orang tergerak untuk

memahami perasaan orang lain. Kita bisa merasakan penderitaan orang lain karena kita memiliki empati. Empati inilah yang membuat orang tergerak untuk LOVE is Cinta? Cinta Kita sering mendengar kata ini bukan? Ada yang bilang, Jatuh cinta berjuta rasanya, atau Say love with flower, Aku sayang kamu, I Love You. Wah ternyata banyak ungkapan yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya

Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya Judul Skripsi : Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya Pembimbing: Dr. Hendro Prabowo, S.Psi Oleh : Monica Lutfy Setyawan 14511602 Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci