ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA THERESIA RACHMALIA GINTING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA THERESIA RACHMALIA GINTING"

Transkripsi

1 ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA THERESIA RACHMALIA GINTING ] SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2006 Theresia Rachmalia Ginting P

3 ABSTRAK THERESIA RACHMALIA GINTING. Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telecommunication, transportation dan tourism. Tourism atau Kepariwisataan merupakan sektor ekonomi yang banyak diperhatikan pada beberapa dasawarsa terakhir. Sebagai mesin penggerak peningkatan ekonomi regional, pariwisata memiliki manfaatmanfaat penting yaitu sebagai pencipta lapangan kerja, menumbuhkan banyak peluang ekonomi skala kecil dan menengah serta dapat meningkatkan upaya dalam menjaga dan memperbaiki lingkungan. Bagi Indonesia, pariwisata diharapkan dapat berperan dalam menyumbang devisa negara, meningkatkan hubungan internasional, pemberdayaan masyarakat serta pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan. Salah satu wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu obyek wisata khususnya pariwisata bahari adalah Pulau Rempang dan Galang (Relang). Penelitian ini bertujuan untuk : mengkaji potensi dan menentukan kelas kesesuaian Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata; menentukan daya dukung wilayah pesisir Pulau Rempang dan Galang dalam menunjang kegiatan ekowisata; menentukan arahan perencanaan kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan ekowisata. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian dengan standar kriteria daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) yang dilakukan dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan maka Pulau Rempang dan Galang khususnya obyek wisata Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai Melur sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, dengan prioritas utama Kamp Pengungsian Vietnam untuk dioptimalkan pengelolaannya. Berdasarkan analisis daya dukung dengan faktor pembatas panjang pantai berpasir, luas lahan untuk akomodasi dan kebutuhan air bersih, daya tampung wisatawan sampai saat ini masih dalam tahap normal dan belum melebihi standar daya dukung untuk masing-masing obyek wisata yang ada. Namun dalam pengembangannya selanjutnya pihak pemerintah maupun pengelola tetap harus memperhatikan dan memegang standar ini sesuai dengan konsep ekowisata. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh lima arahan strategi pengembangan ekowisata Pulau Rempang dan Galang yaitu memanfaatkan daya tarik Pulau Rempang dan Galang untuk meningkatkan pendapatan daerah, mengundang investor swasta, melengkapi sarana dan prasarana, mengembangkan fasilitas transportasi dan menyusun kode etik ekowisata kawasan Pulau Rempang dan Galang untuk mencegah kerusakan sumberdaya alam yang ada saat ini. Kata kunci : Kecamatan Galang, pesisir, ekowisata

4 ABSTRACT THERESIA RACHMALIA GINTING. Analysis Potential Coastal Area of Rempang Island and Galang Island Galang Sub District, Batam City in the Development of Ecotourism. Under the direction of DEDI SOEDHARMA and SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI. John Naisbitt one of the well-known futurist have predicted 3 (three) industrial services which will take the control of this planet, which are telecommunication, transportation dan tourism. One of the oceanic and coastal region that possible potential to be developed as one of the oceanic ecotourism are Rempang and Galang Island. The main objective of this research is: (1) to evaluate and to determine the suitability of the potential of its natural resources in Rempang and Galang Island; (2) to determine the support of the coastal region in Rempang and Galang Island for ecotourism; (3) to determine the planning of the coastal region of Rempang and Galang Island, Sub District of Galang, Batam City in the development of ecotourism. Based on the suitability analysis using standard criteria of the operation area and the beauty of its natural resources (ADO-ODTWA) which will be implement using the instrument criteria of judgement and development therefore Rempang and Galang Island especially the tourism resort such as Melayu Beach, Mawar Beach, Coastal region of Sembulang village, Vietnamese Camp Village, and Melur Beach are suitable to be developed as an ecotourism area, and Vietnamese Camp Village as the priority. Based on the support analysis, the length of the sea shore as the limitation factor, the broad area for accomodation and the need of clean water, the capacity of the tourists it self until today is still in a normal condition and a standard which has not overload the present capacity for each of the tourism resort. Tourists who visited Rempang and Galang Island were dominated by local tourists from Batam (80.6%) and they look very satisfied (83.9%). The population of Rempang and Galang Island dominated (50%) by age between years old and they are mostly a Moslem people (66.7%) with a education background from elementary school. Mostly of them are a business man with a beside job as a farmer and fisherman. Based on the SWOT Analisyst, five (5) strategic plan of the ecotourism development of Rempang and Galang Island such as (1) using the beauty of its natural resources Rempang and Galang island to increase the local income; (2) inviting non-government investors; (3) complete the ecotourism instrument (4) impovement of transportation facilities and (5) to plan-out ethical codes of ecotourism in Rempang and Galang Island to prevent destruction of the natural resources. Key words : Galang Sub District, coastal area, ecotourism,

5 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya

6 ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA THERESIA RACHMALIA GINTING Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya penulisan tesis yang berjudul Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata dapat penulis selesaikan. Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis telah mencurahkan segala kemampuan, waktu dan tenaga yang dimiliki untuk mendapatkan hasil yang baik. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian penulisan tesis ini, tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan arahan berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1) Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan penelitian dan pembahasan berbagai aspek pada proses penulisan tesis. 2) Dr. Ir. Soehartini Sekartjakrarini, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, kritik dan saran yang konstruktif dalam setiap konsultasi, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. 3) Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku Penguji luar Komisi. 4) Keluarga (Bapak Basita Ginting, Ibu Maridalena Tarigan, Lenyta Ginting, Abraham Ginting dan Gito Ginting) yang telah memberikan doa dan dukungan pada penulis selama penulis mengikuti studi lanjut di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB. 5) Keluarga besar MSP IPB yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis selama penulis mengikuti studi lanjut di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB. 6) Teman-teman PSL angkatan 2004 yang telah bekerjasama selama mengikuti proses belajar di IPB. Dengan segala kerendahan hati penulis menerima berbagai masukan dalam upaya penyempurnaan tesis ini. Sekian dan terima kasih. Bogor, Desember 2006 Theresia Rachmalia Ginting

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 23 Juli 1980 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Basita Ginting dan Maridalena Tarigan. Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN dan memilih jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pendidikan Sarjana Perikanan diselesaikan pada tahun Pada tahun 2004 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xiii xvi xvii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Manfaat Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Ekowisata Rekreasi dan Pariwisata Pengembangan Pariwisata Bahari Pengertian Wilayah Pesisir Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Daya Dukung Perairan Pesisir dan Lautan Pencemaran Perairan Pesisir III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder Analisis Data Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (AD)-ODTWA) Analisis Daya Dukung Kawasan Analisis Arahan Perencanaan Pengembangan Ekowisata IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Sejarah Kota Batam Kondisi Umum Kondisi Fisik Wilayah A. Geologi, Iklim dan Fisika B. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Potensi Sumberdaya Alam Kecamatan Galang... 41

10 Halaman 4.3. Potensi Wisata Pulau Rempang dan Galang Pulau Rempang A. Pantai Melayu dan Mawar B. Wilayah Pesisir Desa Sembulang Pulau Galang A. Kamp Pengungsian Vietnam B. Pantai Melur Kesesuaian Kawasan untuk Ekowisata Daya Tarik Potensi Pasar Kadar Hubungan/Aksesbilitas Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Pelayanan Masyarakat Kondisi Iklim Akomodasi Prasarana dan Sarana Penunjang Tersedianya Air Bersih Hubungan Obyek dengan Obyek Wisata lain Keamanan Analisis Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata Panjang Pantai Berpasir Luas Lahan Untuk Akomodasi (Penginapan) Kebutuhan Air Bersih/Tawar Arahan Perencanaan dan Strategi Ekowisata Perencanaan Pulau Rempang Perencanaan Pulau Galang Analisis SWOT V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN 110

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Standar kebutuhan ruang fasilitas pariwisata pantai Skema analisis SWOT Jumlah penduduk dan penyebarannya pada masing-masing Kelurahan Kecamatan Galang tahun Luas wilayah (km2), penduduk dan kepadatan penduduk per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun Jumlah penduduk menurut agama dan kepercayaan per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun Jumlah penduduk menurut suku bangsa di kecamatan Galang tahun Jumlah TK, SD, SLTP dan SLTA di rinci menurut klasifikasinya per Kelurahan tahun Jumlah rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan di Kecamatan Galang tahun Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan Galang tahun Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan Galang tahun Jumlah hasil tangkapan ikan laut di rinci per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun Luas hutan bakau di rinci menurut kelurahan di Kecamatan Galang tahun Perbedaan antara ecotourism dengan mass tourism Hasil perhitungan kelas kesesuaian untuk pengembangan ekowisata Penilaian unsur daya tarik Desa Sembulang Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu, Mawar, dan Melur Penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian vietnam... 65

12 Halaman 18. Penilaian potensi pasar Pulau Rempang dan Galang Penilaian kadar hubungan /aksesbilitas Pulau rempang dan Galang Jumlah jembatan dan panjangnya menghubungkan antar pulau di kecamatan Galang tahun Penilaian kondisi lingkungan sosial ekonomi Pulau Rempang dan Galang Penilaian pelayanan masyarakat Pulau Rempang dan Galang Penilaian kondisi iklim Pulau Rempang dan Galang Penilaian akomodasi Pulau Rempang dan Galang Penilaian prasarana dan sarana penunjang Pulau Rempang dan Galang Penilaian air bersih Pulau Rempang dan Galang Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain Penilaian keamanan Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas panjang pantai berpasir Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan untuk akomodasi (penginapan) Estimasi kebutuhan air bersih berdasarkan daya tampung wisatawan Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang selama penelitian Motivasi Wisatawan Pulau Rempang dan Galang Matriks faktor strategi internal perencanaan dan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang Matriks faktor strategi eksternal perencanaan dan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang Model matriks analisis SWOT... 98

13 Halaman 37. Alternatif pemilihan strategi untuk perencanaan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang... 99

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan alir penelitian Skema konsep ekoturisme dengan output yang dihasilkan Peta administrasi Kota Batam Peta lokasi penelitian-pulau Rempang Peta lokasi penelitian-pulau Galang Jumlah penduduk (%) berdasarkan kelompok umur Potensi sumberdaya alam Pulau Rempang Potensi sumberdaya alam Pulau Galang Peta sumberdaya alam Pulau Rempang dan Galang Pantai Melayu Pantai Mawar Desa Sembulang Pagoda yang terdapat di Kamp Sinam Gereja yang terdapat di Kamp Sinam Perahu yang membawa pengungsi menuju Pulau Galang Kuburan massal pengungsi Potret pengungsi Vietnam Denah lokasi Kamp Sinam Pantai Melur Budaya Melayu... 93

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Potensi Wisata Sumberdaya Alam di Pulau Rempang dan Galang Perhitungan kelas kesesuaian berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) Standar luas yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata hiking, walking, Running dan jogging Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang

16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telecommunication, transportation dan tourism. Perkembangan dunia pariwisata tidaklah terlepas dari latar belakang kebutuhan masyarakat akan jasa wisata (Sekartjakrarini, 2004). Apalagi dengan timbulnya nilai preferensi berwisata yang mengutamakan an authentic destination experience that gives opportunity to learn, yaitu pariwisata sebagai tempat yang memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman mental dan fisik dari sumberdaya alam (Sekartjakrarini dan Legoh, 2003) Tourism atau Kepariwisataan merupakan sektor ekonomi yang banyak diperhatikan pada beberapa dasawarsa terakhir. Sebagai mesin penggerak peningkatan ekonomi regional, pariwisata memiliki manfaat-manfaat penting yaitu sebagai pencipta lapangan kerja, menumbuhkan banyak peluang ekonomi skala kecil dan menengah serta dapat meningkatkan upaya dalam menjaga dan memperbaiki lingkungan. Bagi Indonesia, pariwisata diharapkan dapat berperan dalam menyumbang devisa negara, meningkatkan hubungan internasional, pemberdayaan masyarakat serta pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulau buah dan memiliki panjang garis pantai kilometer. Luas wilayah Indonesia, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif, adalah 5,8 juta kilometer persegi. Species flora dan fauna di lautan Indonesia, sebagian besar menghuni wilayah pesisir. Ekosistem pesisir merupakan sumber kehidupan bagi rakyat, bahkan selama bertahun-tahun telah menjadi pendukung bagi pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu ekosistem pesisir di Indonesia saat ini diarahkan untuk berbagai kegiatan pariwisata khususnya kegiatan pariwisata bahari. Peranan pariwisata bahari cenderung akan semakin meningkat dalam pembangunan nasional, mengingat jumlah kunjungan wisatawan ke berbagai obyek pariwisata terus meningkat. Salah satu wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu obyek wisata khususnya pariwisata bahari adalah Pulau Rempang dan Galang (Relang). Pulau Rempang dan Galang terletak di perairan

17 Laut China Selatan dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah Propinsi Kepuluan Riau (Kepri). Secara administratif pula, kedua pulau tersebut dibawah pengelolaan pemerintah Kota Batam Kecamatan Galang. Sebagai sebuah kepulauan, Relang dianugerahi dengan potensi sumberdaya alam pesisir dan laut yang cukup besar. Dengan wilayah pesisir dan laut yang demikian luas, pembangunan ekonomi di Relang dapat didukung oleh sumberdaya alam wilayah pesisir dan laut, walaupun hingga saat ini pembangunan ekonomi di wilayah ini masih berbasiskan kepada pembangunan berbasis daratan. Secara umum, sumberdaya alam wilayah pesisir dan laut Relang dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu : sumberdaya terpulihkan, sumberdaya tidak terpulihkan dan jasa-jasa kelautan. Sumberdaya terpulihkan antara lain adalah ikan, udang, terumbu karang, rumput laut, padang lamun dan mangrove. Sementara itu, sumberdaya tidak terpulihkan antara lain adalah pasir dan mineral. Contoh dari jasa-jasa kelautan antara lain adalah wisata bahari, pantai dan perhubungan. Selain itu di kawasan ini banyak terdapat pulau-pulau kecil yang memiliki pantai yang berpasir putih dan pemandangan yang indah. Dilihat dari perputaran arus yang ada maka perairan di kota Batam yang berada di selat Malaka ini merupakan daerah subur bagi kehidupan perikanan dan biota lainnya. Panjang pantai Relang adalah sekitar km dengan luas wilayah lautnya sebesar ha yang mencakup sekitar 74% dari total wilayah administrasi Barelang. Ada sebanyak sekitar 325 pulau-pulau di wilayah Barelang, yang membuat daerah ini sebagai daerah gugusan pulau-pulau kecil yang sangat luas. Dengan pertumbuhan ekonomi lokal yang cukup atraktif dibanding dengan pulau-pulau lainnya, pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut menjadi salah satu kegiatan utama bagi perekonomian wilayah ini. Namun untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pariwisata, kelestarian baik sebagai sumberdaya maupun lingkungan hidup perlu diperhatikan agar mampu memberikan sumbangan yang besar untuk keberlanjutan pembangunan nasional. Khusus menyangkut lingkungan, yang pada hakekatnya merupakan modal dasar bagi pengembangan pariwisata, sumber-sumber pariwisata baik alam maupun budaya relatif fragile terhadap perubahan atau pemanfaatan yang berlebihan. Pemanfaatan yang dilakukan tanpa arah yang jelas akan berakibat pada kerusakan sumber-sumber tersebut, yang pada gilirannya akan mematikan pariwisata itu sendiri.

18 Dampak negatif yang ditimbulkan sebagai salah satu lokasi wisata membuat para ahli konservasi prihatin terhadap dampak yang ditimbulkan. Meskipun pariwisata merupakan usaha yang menguntungkan tetapi pariwisata massal dapat menimbulkan konsekuensi negatif yang jauh lebih merugikan karena lingkungan dapat menjadi rusak akibat kunjungan yang berlebihan. Sudiana (1999), menyatakan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan saat ini hanya didasarkan pada aspek ekonomi, sehingga terjadi eksploitasi sumberdaya alam dan kurang memperhatikan unsur lingkungan hidup, sehingga banyak terjadi kerusakan sumberdaya alam akibat dampak yang ditimbulkan kegiatan tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini para ahli lingkungan telah membuat suatu pendekatan pariwisata yang lebih memperhatikan keseimbangan antara aspek konservasi dan ekonomi, konsep ini dinamakan ekowisata. Ekowisata disambut sebagai suatu pendekatan baru yang potensial untuk melindungi wilayah-wilayah yang labil dan terancam. Ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan. Menurut Eplerwood dalam Fandeli (2000), ekowisata merupakan bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata. Ekowisata yang benar harus didasarkan atas sistem pandang yang mencakup didalamnya prinsip kesinambungan dan pengikutsertaan partisipasi masyarakat setempat didalam areal-areal potensial untuk pengembangan ekowisata. Terdapat 5 (lima) syarat kecukupan dalam konsep ekowisata, yaitu : (1) pemanfaatan untuk perlindungan; (2) pengikut sertakan masyarakat; (3) produk interpretasi; (4) dampak negatif minimal; (5) kontribusi ekonomi (Sekartjakrarini, 2004) Ekowisata harus dilihat sebagai usaha bersama antar masyarakat setempat dan pengunjung dalam usaha melindungi lahan-lahan dan aset budaya dan biologi melalui dukungan terhadap pembangunanan masyarakat setempat. Ekowisata sebagai bagian dari wisata alam yang dapat dilakukan dikawasan yang dilindungi pemerintah seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam atau lingkungan alam yang tidak dilindungi seperti daerah pertanian dan desa wisata (Hadinoto, 1996). Untuk dapat memanfaatkan wilayah pesisir, laut dan sumberdaya yang berada di dalamnya secara optimal dan lestari, maka perlu diadakan dan

19 dikembangkan penelitian potensi dasar secara menyeluruh. Salah satu contoh perwujudannya ialah dengan melakukan penelitian tentang Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji potensi dan menentukan kelas kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata; 2. Menentukan daya dukung kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang dalam menunjang kegiatan ekowisata; 3. Menentukan arahan perencanaan kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata Kerangka Pemikiran Penelitian ini diawali dari gagasan seorang futurist terkenal John Naisbitt yang memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telekomunikasi, transportasi dan kepariwisataan. Industri kepariwisataan merupakan suatu industri gaya baru, yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam berbagai hal seperti kesempatan kerja, pendapatan dan taraf hidup. Wilayah pesisir dan laut merupakan wilayah perairan yang memiliki berbagai jenis sumberdaya yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu tujuan pariwisata bahari. Namun untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pariwisata itu, kelestarian baik sebagai sumberdaya maupun lingkungan hidup perlu diperhatikan agar mampu memberikan sumbangan yang besar untuk keberlanjutan pembangunan nasional. Untuk dapat memanfaatkan wilayah pesisir, laut dan sumberdaya yang berada didalamnya secara optimal dan lestari, maka perlu dikaji sumber data yaitu berupa kondisi alam atau lingkungan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya secara menyeluruh yang kemudian akan dievaluasi dengan standar kriteria penilaian obyek dan daya tarik wisata alam, analisis daya dukung pariwisata dan analisis SWOT. Hasil dari evaluasi akan menghasilkan sebuah perencanaan sehingga terdapat prioritas bagi daerah yang akan dikembangkan, dan hal ini akan

20 membantu perencanaan potensi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan ekowisata. Bagan alir penelitian Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata terdapat pada Gambar 1. Pariwisata Wilayah Pesisir dan Laut Pulau Rempang dan Galang Kajian Sumber Data Kondisi Alam/Lingkungan Fisik Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya Evaluasi Analisis Daya Dukung Pariwisata Standar Kriteria Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Perencanaan Analisis SWOT Prioritas Daerah yang Dikembangkan Perencana Pengembangan Ekowisata Gambar 1. Bagan alir penelitian

21 1.4. Perumusan Masalah John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telecommunication, transportation dan tourism. Tourism atau kepariwisataan merupakan salah satu sektor yang berkembang di Kota Batam, yang selain didominasi oleh obyek wisata hiburan, Kota Batam juga didominasi dengan kegiatan wisata alam, bahari, laut, budaya serta wisata spiritual. Modal dasar bagi pengembangan wisata alam, bahari, laut dan budaya adalah lingkungan. Khusus menyangkut lingkungan, relatif fragile terhadap perubahan atau pemanfaatan yang berlebihan. Pemanfaatan untuk kegiatan pariwisata yang dilakukan tanpa arah yang jelas akan berakibat pada kerusakan sumber-sumber daya alam sebagai obyek wisata, yang pada gilirannya akan mematikan pariwisata itu sendiri. Para ahli konservasi prihatin terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata saat ini. Meskipun pariwisata merupakan usaha yang menguntungkan tetapi pariwisata tanpa perencanaan yang baik dapat menimbulkan konsekuensi negatif yang jauh lebih merugikan karena lingkungan dapat menjadi rusak akibat kunjungan yang berlebihan. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan ini para ahli lingkungan telah membuat suatu pendekatan pariwisata yang lebih memperhatikan keseimbangan antara aspek konservasi dan ekonomi, konsep ini dinamakan ekowisata. Menurut Sekartjakrarini (2004) terdapat 5 (lima) syarat kecukupan dalam konsep ekowisata, yaitu : (1) pemanfaatan untuk perlindungan; (2) pengikut sertaan masyarakat; (3) produk interpretasi; (4) dampak negatif minimal; dan (5) kontribusi ekonomi. Atas dasar syarat tersebut maka ekowisata dapat dipandang sebagai suatu konsep baru yang mengandung ciri-ciri potensial melindungi wilayah yang labil dan terancam, tidak melakukan eksploitasi alam, menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan tentang fisik dan psikologis wisatawan. Oleh karena itu ekowisata yang benar harus didasarkan atas usaha bersama antar masyarakat setempat dan pengunjung dalam usaha melindungi sumberdaya alam dan aset budaya. Untuk dapat menerapkan konsep ekowisata dalam memanfaatkan wilayah pesisir, laut dan sumberdaya yang berada di dalamnya secara optimal dan lestari, maka perlu dilakukan identifikasi potensi sumber daya alam untuk kegiatan wisata secara menyeluruh. Salah satu contoh perwujudannya ialah dengan melakukan

22 penelitian tentang Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata. Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah : 1. Bagaimana menggali dan mengembangkan potensi sumberdaya alam dan sosial budaya wisata yang ada di kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam 2. Bagaimana kondisi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam dalam menunjang pengembangan ekowisata? 3. Bagaimana strategi pengelolaan yang harus ditempuh dalam mencapai ekowisata? 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Merupakan bahan acuan dan pertimbangan bagi berbagai pihak terkait terutama bagi pemerintah kota Batam sebagai bahan masukan dalam menentukan strategi yang optimal dalam penentuan kebijakan pengelolaan pariwisata secara berkelanjutan; 2. Memberikan gambaran yang jelas bagi berbagai pihak terkait terutama pemerintah kota Batam mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam sebagai kawasan ekowisata.

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor utama dalam pengembangan sustainable ecotourism, yaitu : (1) Lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu; (2) Masyarakat; ecotourism harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi secara langsung kepada masyarakat; (3) Pendidikan dan pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki; (4) Berkelanjutan; ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang; (5) Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekarang maupun generasi mendatang. Dalam GBHN , arah kebijakan pembangunan pariwisata di Indonesia adalah mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdispliner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteri ekonomis, teknis, ergonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam, dan tidak merusak lingkungan. Dalam Propenas , pengembangan pariwisata didasarkan pada potensi sumberdaya, keragaman budaya, seni dan alam. Pengembangan sumberdaya ini dikelola dengan pendekatan peningkatan nilai tambah sumberdaya secara terpadu antara pengembangan produk pariwisata dan pengembangan pemasaran pariwisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal (community based tourism development). Pariwisata juga harus dipersepsikan sebagai suatu instrumen untuk meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, kualitas hidup penduduk setempat, dan kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu pengembangan pariwisata perlu dijadikan sebagai bagian dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, dilakukan dalam kesatuan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan lain. Untuk memberikan arahan pengembangan pariwisata perlu ditetapkan beberapa kriteria yang dinyatakan oleh Revron O Grady dalam Fandeli

24 (2000) yaitu (1) Keputusan akan bentuk wisata di setiap tempat harus dibuat berdasarkan konsultasi dengan masyarakat lokal dan dapat diterima oleh mereka; (2) Masyarakat harus mendapat pembagian keuntungan yang sesuai dari pengembangan kawasan wisata di daerahnya; (3) Pengembangan kawasan wisata harus didasarkan pada prinsip-prinsip lingkungan dan ekologis, peka terhadap budaya lokal dan tradisi-tradisi religi, serta tidak mendudukkan setiap anggota masyarakat pada posisi inferior; (4) Jumlah wisatawan yang mengunjungi suatu area sedemikian rupa sehingga tidak melebihi jumlah dari penduduk lokal sehingga dimiliki peluang bertemu dan mengamati kehidupan penduduk yang sebenarnya Ekowisata Menurut buku Ecotourism : A Guide For Planners and Managers, ecotourism diartikan sebagai suatu responsible travel ke lingkungan alami yang mendukung konservasi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Akar ekowisata terletak pada wisata alam ruang terbuka. Saat itu pengembangan sektor wisata masih difokuskan pada produk yang bersifat massal (mass-tourism) yang hanya mementingkan kegiatan ekonomi. Sementara itu, semakin banyaknya kunjungan wisata, timbul rasa keprihatinan dan kekhawatiran terhadap degradasi lingkungan yang diakibatkannya. Untuk itu dicari model gagasan pariwisata yang lebih sehat dan bermanfaat, berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satu model tersebut adalah ekowisata Istilah ekowisata berasal dari kata : 1. Eco-logical = ekologi, artinya sebagai sumberdaya dan daya tarik ekowisata alam memberikan kontribusi positif terhadap pelestarian alam dan lingkungan 2. Eco-nomical = ekonomi, artinya ekowisata merupakan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan 3. Evaluating Community Opinion = Evaluasi Kepentingan dan Opini Masyarakat, artinya ekowisata mempunyai kepedulian terhadap peningkatan peran serta masyarakat, dan upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat.

25 Dalam konteks perumusan Rencana Strategis Pengembangan Ekowisata Nasional, dengan merujuk pada prinsip-prinsip yang berlaku universal, rekomendasi-rekomendasi yang terangkat dalam berbagai forum diskusi dan hasilhasil kajian dan tuntutan obyektif di lapangan, batasan Ekowisata Nasional dirumuskan sebagai berikut : Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya. Penerapan konsep ekowisata nasional yang diberlakukan bagi kawasankawasan sebagaimana disebutkan dalam batasan tersebut, mengartikan bahwa konsep ini berlaku bagi pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata yang mengambil tempat di antara lain kawasan konservasi hutan dan laut, kawasan budaya, kawasan pulau-pulau kecil dan pesisir, kawasan rural binaan dan pedesaan serta kawasan-kawasan lain yang memeiliki kerentanan ekologis yang tinggi seperti misalnya kawasan karst dan kawasan esensial (Sekartjakrarini, 2003). Wheat (1994) dalam Goodwin (1997), berpendapat bahwa ekoturisme adalah pasar khusus (niche market) untuk wisatawan yang sadar lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Steele (1993) dalam Goodwin (1997), menggambarkan kegiatan ekoturisme sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang indah dan langka secara internasional untuk menarik pengunjung. Wight (1994) dalam Goodwin (1997), memberi batasan yang lebih tegas, yaitu perjalanan wisata yang dipromosikan sebagai wisata yang berwawasan lingkungan, sama seperti produk yang dikemas dan berabel hijau di pasar swalayan. Pada Gambar 2 dibawah ini dijelaskan, bahwa manusia (wisatawan) dan alam (termasuk di dalamnya kehidupan penduduk setempat) menjadi input dari kegiatan ekoturisme. Output dari proses ini ada dua macam (Hani, 1994) : (1) Output langsung yang langsung dirasakan oleh manusia adalah unsur hiburan dan

26 penambahan pengetahuan. Sedang output langsung bagi alam adalah perolehan dana yang kelak sebagian darinya difungsikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam secara swadaya; (2) Output tak langsung yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri wisatawan untuk lebih memperhatikan sikap hidupnya di hari-hari esok agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini diharapkan tumbuh akibat adanya kesan mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi aktif secara langsung dengan lingkungan alam, disertai pemahaman-pemahaman ekologis yang dituturkan oleh guide pendampingnya. ALAM MANUSIA Output tak langsung input input EKOTURISME Output langsung Output langsung (hiburan, pengetahuan) Gambar 2. Skema konsep ekoturisme dengan output yang dihasilkan Menurut Ecotourism Research Group (1996, a dan b) ekoturisme adalah kegiatan yang bertumpu pada lingkungan alam dan budaya, dapat memberikan beberapa manfaat penting sebagai berikut : Mendidik wisatawan tentang fungsi dan manfaat lingkungan alam dan budaya; Meningkatkan kesadaran dan penghargaan akan lingkungan dan budaya, serta meminimumkan dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan tersebut; Bermanfaat secara ekologi, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat setempat; Menyumbang langsung pada pelestarian dan keberlanjutan manajemen lingkungan alam dan budaya yang terkait, tempat berlangsungnya kegiatan ekoturisme. Secara umum ekoturisme mempunyai 3 (tiga) ciri, yaitu : (1) Menunjukkan pada wisatawan mengenai lingkungan alam yang unik tetapi dapat

27 dijangkau; (2) Wisata sebagai sarana pengenalan dan peningkatan upaya konservasi alam melalui pendidikan, perubahan perilaku masyarakat, dan pengembangan kegiatan masyarakat dengan berbagai alternatif dan prioritas; (3) Membuka kesempatan kerja dan kegiatan usaha bagi masyarakat lokal Rekreasi dan Pariwisata Secara harfiah rekreasi berarti kembali kreatif. Dalam pengertian umum rekreasi didefinisikan sebagai penggunaan waktu senggang secara konstruktif dan menyenangkan. Douglas (1982) menyatakan bahwa rekreasi adalah seluruh aktifitas yang menyegarkan atau menyenangkan atau nyaman untuk bersenangsenang atau bermain. Sedangkan rekreasi alam terbuka adalah setiap rekreasi yang dilakukan ditempat-tempat yang tanpa dibatasi suatu bangunan atau rekreasi yang dilakukan diluar bangunan. Rekreasi merupakan kebutuhan manusia yang azasi dan universal, dan mempunyai fungsi yang semakin penting dalam kehidupan perorangan, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Menurut Clawson (1968), pada umumya setiap orang menyukai tiga hal dalam kegiatan rekreasi, yaitu keindahan, alamiah, dan permainan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 (Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, 1990) menyatakan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Menurut Soemarwoto (1983), pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan. Pariwisata sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, seperti pencemaran oleh limbah domestik yang berbau dan nampak kotor, sampah yang bertumpuk, dan kerusakan pemandangan alam oleh penebangan hutan, gulma air di danau, sampah dilaut dan lain sebagainya.

28 2.4. Pengembangan Pariwisata Bahari Pariwisata bahari adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai seperti : berenang, berselancar, berjemur, menyelam, berdayung, snorkling, berjalan-jalan atau berlari di sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana pesisir. Pariwisata ini sering diasosiasikan dengan tiga S (sun, sea and sand), artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut, dan pantai berpasir putih (Dahuri, 1993). Beberapa atraksi wisata bahari yang sekaligus merupakan potensi laut sebagai medium wisata adalah taman laut (terumbu karang yang subur dan biota laut), formasi karang buatan (artificial reefs), kerangka kapal tenggelam, obyek purbakala, ikan-ikan buruan dan pantai yang indah. Pendayagunaan laut sebagai medium wisata memerlukan persyaratan tertentu, antara lain : (1) Keadaan musim/cuaca yang cukup baik sepanjang tahun; (2) Lingkungan laut yang bersih, bebas pencemaran; (3) Keadaan pantai yang bersih dan alami, yang disertai pengaturan-pengaturan tertentu akan bangunan dan macam kegiatan; (4) Keadaan dasar laut yang masih alami, misalnya taman laut (terumbu karang) yang merupakan habitat dari berbagai fauna dan flora; (5) Gelombang dan arus yang relatif tidak terlalu besar serta aksesibilitas yang tinggi Kawasan pantai merupakan titik fokus pengembangan rekreasi dan pariwisata dan menjadi sumber pendapatan utama bagi negara. Selanjutnya dikemukakan bahwa, dalam fungsinya sebagai medium wisata, ekosistem pantai mempunyai suatu kapasitas tertentu dalam melangsungkan fungsi secara berkelanjutan yang disebut sebagai carrying capacity, baik berdasarkan aspek sosial maupun lingkungannya. Besarnya nilai tersebut tergantung pada adanya pengembangan wisata yang terkontrol, perencanaan yang telah diformulasikan, taman-taman laut dan daerah preservasi yang dibuat, dan peraturan perundangundangan yang ditulis, diimplementasikan dan ditegakkan oleh pemerintah. Penilaian daya tarik obyek wisata dilakukan agar ada prioritas penanganan pengembangan kawasan pariwisata, baik dari faktor kemampuan lahannya dalam menyediakan fasilitas wisata maupun kenampakan panorama sekitarnya juga diperhatikan (Aprijanto dan Sugiharto, 2000).

29 Soeriatmadja (1997) menyatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan diberi batasan sebagai pembangunan yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mempertaruhkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tujuan pembangunan yang berkelanjutan ialah memadukan pembangunan dengan lingkungan sejak awal proses penyusunan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan yang strategis sampai kepada penerapannya dilapangan. Berdasarkan konsep pembangunan yang berkelanjutan pengembangan pariwisata bahari yang berkelanjutan (sustainable marine tourism) dapat diartikan sebagai pengembangan wisata yang berwawasan lingkungan dengan tidak merusak kondisi sumberdaya alam pesisir yang telah ada, sehingga dapat dimanfaatkan terus-menerus sampai generasi yang akan datang. Kegiatan wisata alam selain memberikan dampak positif juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya, baik dampak negatif terhadap lingkungan obyek wisata alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Dampak negatif terhadap alam umumnya terjadi sebagai akibat dari perencanaan dan pengelolaan yang kurang baik, misalnya perencanaan pengembangan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kurangnya pengetahuan kesadaran serta pendidikan masyarakat dan wisatawan terhadap kelestarian lingkungan (Soeriatmadja, 1997). Pengembangan pariwisata tanpa perencanaan dan pengelolaan yang baik akan mengakibatkan kehilangan dan penurunan mutu kawasan yang tidak diharapkan, sebagai akibatnya adalah hilangnya kawasan yang menarik bagi wisatawan. Fasilitas dan lokasi adalah faktor utama yang menyebabkan hilangnya dan penurunan mutu sumberdaya pesisir. Pemilihan lokasi yang tidak sesuai dapat menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pemilihan pengembangan, baik sekarang maupun akan datang. Banyaknya dampak negatif yang terjadi akibat kesalahan dalam melakukan pendugaan terhadap karakteristik proses alami kawasan pesisir (kerusakan akibat badai dan ombak, erosi pantai dan intrusi air laut) adalah sebagai penyebab kegagalan umum perencanaan tata guna lahan, yang mengakibatkan rapuhnya ekosistem dan bahkan infrastruktur (Baehaqie dan Helvoort, 1993).

30 2.5. Pengertian Wilayah Pesisir Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut ; batas didaratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang-surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas dilaut ialah daerahdaerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami didaratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001). Wilayah pesisir adalah suatu jalur saling mempengaruhi antara darat dan laut, yang memiliki ciri geosfer yang khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses alami serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan di darat (Bakosurtanal, 1990). Batas wilayah pesisir arah ke daratan tersebut ditentukan oleh : (a) Pengaruh sifat fisik air laut, yang ditentukan berdasarkan seberapa jauh pengaruh pasang air laut, seberapa jauh flora yang suka akan air akibat pasang tumbuh (water loving vetation) dan seberapa jauh pengaruh air laut ke dalam air tanah tawar; (b) Pengaruh kegiatan bahari (sosial), seberapa jauh konsentrasi ekonomi bahari (desa nelayan) sampai arah ke daratan. Soegiarto (1976) dalam (Dahuri, 1999), memberikan definisi yaitu : wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Menurut Sugiarto (1986), dalam Sutikno (1999), yang dimaksud dengan wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara daratan dan laut. Selanjutnya Bird (1969), menyatakan bahwa : wilayah pesisir adalah mintakat yang lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut (shore) yang meluas ke arah daratan hingga batas pengaruh laut masih dirasakan.

31 2.6. Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga kelompok : (1) sumber daya dapat pulih (renewable resources), (2) sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services). Sumber daya dapat pulih : (a) Hutan Mangrove, merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting seperti, penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan, dan lain-lain. Segenap kegunaan ini telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara optimal, adalah sebagai kawasan wisata alam (ecotourism). Padahal di negara lain, seperti Malaysia dan Australia, kegiatan wisata alam di kawasan hutan mangrove sudah berkembang lama dan menguntungkan (Dahuri, 1996). (b) Terumbu Karang, ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi dibandingkan ekosistem lainnya, demikian pula keanekaragaman hayatinya. Disamping mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi berbagai biota; terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Di beberapa tempat di Indonesia, karang batu (hard coral) dipergunakan untuk berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri, dan perhiasan. Dalam industri pembuatan kapur, karang batu kadang-kadang ditambang sangat intensif seperti terjadi di pantai-pantai Bali hingga mengancam keamanan pantai. Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lainnya. Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi wisata bahari yang belum optimal dimanfaatkan (Dahuri, 1996).

32 Sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources) meliputi seluruh mineral dan geologi. Mineral terdiri dari tiga kelas yaitu kelas A (mineral strategis : minyak, gas, dan batu bara), kelas B (mineral vital : emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan cromite); dan kelas C (mineral industri : termasuk bahan bangunan dan galian seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan pasir). Berbagai potensi sumber daya mineral wilayah pesisir dan lautan di Indonesia merupakan penghasil devisa utama dalam beberapa dasawarsa terakhir (Dahuri, 1996). Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai macam jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang sangat potensial bagi kepentingan pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi kawasn pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi), dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya (Dahuri, 1996) 2.7. Daya Dukung Perairan Pesisir dan Lautan Pendayagunaan potensi wilayah pesisir dan laut sesuai daya dukung lingkungan adalah bahwa setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan harus mampu ditolerir oleh kemampuan dan daya dukung wilayah pesisir dan lautan. Oleh karena itu, kebijakan yang harus ditetapkan adalah seluruh akumulasi limbah yang dibuang ke perairan harus sesuai dengan kapasitas asimilasi perairan (Dahuri, 1999). Lebih lanjut, Dahuri (1999) menyatakan bahwa wilayah pesisir dan laut sebagai daerah pertemuan antara daratan dan laut seringkali menjadi tempat terakumulasinya dampak dari lahan atas, laut lepas dan dari wilayah pesisir dan laut itu sendiri. Akibatnya, konsentrasi bahan pencemar dari waktu ke waktu terus bertambah. Kondisi demikian apabila melebihi kapasitas asimilasi dari perairan pesisir, akan menimbulkan dampak terhadap berbagai ekosistem dan biota di dalamnya. Untuk mencegah meningkatnya bahan-bahan pencemar tersebut, maka setiap kegiatan yang menghasilkan bahan pencemar harus mampu

33 meminimalkan dampak negatif terhadap perairan pesisir. Oleh karena itu, perlu mengetahui berapa besar kemampuan asimilasi dari perairan pesisir dan lautan dalam mentolerir bahan pencemar. Dahuri (1999) menyatakan bahwa jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, pariwisata, dan lain-lain) di atas lahan atas atau DAS (Daerah Aliran Sungai) tidak dilakukan secara arif (berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan dan fungsi ekologis kawasan pesisir dan laut Pencemaran Perairan Pesisir Pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologis yang tidak diinginkan terhadap tanah, air dan udara, yang nantinya dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup pada habitat tertentu (Odum, 1971). Lebih lanjut Gesamp (1986), mendefinisikan bahwa pencemaran perairan pesisir dan laut adalah sebagai dampak negatif terhadap kehidupan biota, sumberdaya, dan kenyamanan (amenities) ekosistem perairan pesisir, serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan pesisir yang secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan limbah (termasuk energi) kedalam laut yang berasal dari kegiatan manusia. Menurut Connel dan Muller (1974) dalam Mason (1981), pencemaran lingkungan adalah masuknya bahan-bahan yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan manusia, sehingga menimbulkan perubahan yang merusak karakteristik fisik, kimia, biologi atau estetika lingkungan tersebut. Pada dasarnya terjadinya pencemaran merupakan proses biodegradasi limbah dalam sistem daur ulang alami. Pola tersebut menggambarkan bahwa dampak pembuangan limbah ke dalam ekosistem perairan pesisir dan laut akan mempunyai akibat berantai, sesuai dengan dinamika laut dan proses biomagnifikasi yang ada. Diantaranya adalah pola penyebaran limbah sepanjang pesisir karena pengaruh pasang surut, sehingga menimbulkan gangguan kehidupan yang ada pada habitat tersebut. Oleh karena itu penentuan suatu perairan tercemar diperlukan suatu indikator lingkungan (Sutamiharja, 1992).

34 Penilaian kualitas perairan pesisir dan peruntukannya didasarkan pada baku mutu yang diukur dari aspek fisik, kimia dan biologis berdasarkan peraturan pemerintah No. 18 tahun 1999, tentang pengelolaan limbah berbahaya dan beracun. Beberapa parameter kimia yang mempengaruhi kualitas perairan pesisir diantaranya adalah : COD (chemical oxygen demand) yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua zat organik secara kimiawi dengan air ; BOD (biological oxygen demand) yaitu ukuran banyaknya oksigen yang tersuspensi dalam air untuk waktu lima hari. TSS (total suspended solid) yaitu padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Mc. Corduchy (1970), menyatakan bahwa pencemaran lingkungan pesisir dapat berasal dari dua sumber, yaitu sumber pencemaran yang berasal dari daratan dan dari lautan. Sumber pencemaran yang berasal dari daratan sebagian besar berasal dari kegiatan pertanian, industri rumah tangga, perkotaan dan pariwisata. Pencemaran yang berasal dari laut seperti pembuangan sampah atau limbah dari kapal laut, tumpahan minyak dan pembuangan lumpur dari limbah kegiatan tambang minyak di laut.

35 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Rempang dan Galang (Relang) Kecamatan Galang Kota Batam. Pulau Rempang dan Galang terletak di perairan Laut China Selatan. Secara administratif, kedua pulau tersebut dibawah pengelolaan pemerintah Kota Batam Kecamatan Galang. Sebelum masuk menjadi salah satu kecamatan di Kota Batam, Kecamatan Galang adalah merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Dengan berdasarkan Undang-undang No. 53 tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 1999, secara resmi masuk menjadi wilayah baru Kecamatan yang berada dalam administrasi Kota Batam. Secara geografis Kecamatan Galang terletak antara 0,25 o -1,08 o Lintang Utara dan 104,00 o -104,24 o Bujur Timur. Kecamatan Galang berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kecamatan Bintan Utara Sebelah Selatan : Kecamatan Senayang Sebelah Timur : Kotif Tanjung Pinang Sebelah Barat : Laut Malaka (Malaysia) Pengumpulan data sekunder dilakukan pada bulan Januari 2006 sampai dengan April 2006 dan survei lapangan untuk memperoleh data primer dilakukan pada bulan Maret untuk survei awal dan dilanjutkan bulan Mei sampai Juni Pengumpulan Data Pada prinsipnya pengumpulan data dilakukan dengan metode Triangulasi (triangular method), yaitu suatu pengumpulan data dengan menggunakan lebih dari satu metode secara independen. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data lebih lengkap dan akurat tentang obyek yang diteliti. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder, baik data kuantitatif maupun data kualitatif.

36 Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan lapangan atau observasi. Metode observasi merupakan metode yang sangat mendasar dalam melakukan inventarisasi potensi wisata di suatu lokasi penelitian, karena kondisi lingkungan akan teramati dengan jelas dan gamblang, sehingga peneliti mendapatkan gambaran secara kasar potensi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan ekowisata. Unsur-unsur yang diamati yaitu aspek daya tarik terhadap kondisi fisik yang berbentuk darat, pantai dan laut, potensi pasar, aksesibilitas menuju lokasi, kondisi lingkungan sosial ekonomi, pelayanan masyarakat, prasarana dan sarana penunjang, ketersediaan air bersih, hubungan obyek dengan obyek wisata lain, keamanan, karakteristik wisatawan dan masyarakat. Data primer berupa informasi dari wisatawan dan masyarakat dilakukan pengukuran yang lebih mendalam yaitu dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuisioner untuk mendapatkan karakteristik wisatawan dan masyarakat serta motivasi wisatawan mengunjungi Pulau Rempang dan Galang. Jumlah sampel yang dikumpulkan menggunakan teknik judgment sampling, dimana sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria tertentu yang terdapat pada daftar pertanyaan dan jumlahnya tidak dibatasi. Jumlah sampel yang dikumpulkan bisa sedikit atau banyak tergantung dari dapat terpenuhinya kriteria-kriteria tersebut Data Sekunder Pengumpulan data sekunder diambil dari beberapa sumber antara lain laporan studi dan penelitian, publikasi ilmiah, peraturan perundangan dan publikasi daerah serta peta-peta yang telah dipublikasikan. Data sekunder yang telah dikumpulkan antara lain inventarisasi potensi biofisik termasuk didalamnya : potensi flora, potensi fauna, potensi fisik meliputi : geologi, iklim dan fisika; kondisi sosial ekonomi dan budaya meliputi : kependudukan, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, sarana prasarana perhubungan dan sarana prasarana ekonomi.

37 3.3. Analisis Data Analisis yang digunakan dalam Perencanaan Pengembangan Ekowisata Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam yaitu : 1. Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) 2. Analisis Daya Dukung Kawasan 3. Analisis Arahan Pengembangan Ekowisata (SWOT) Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO- ODTWA) Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO- ODTWA) adalah suatu kegiatan yang dilakukan terhadap suatu obyek (lokasi) wisata alam melalui analisis daerah operasi, dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan, guna mendapatkan kepastian kelayakan obyek dapat atau tidaknya suatu obyek dikembangkan menjadi obyek wisata alam Analisis Daya Dukung Kawasan Daya dukung (carrying capacity) disini dimaksudkan sebagai kemampuan kawasan untuk menerima sejumlah wisatawan. Daya dukung dapat diartikan sebagai intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak alam. Daya dukung alam perlu diketahui secara fisik, lingkungan dan sosial (Pearce and Kirk dalam Dahyar, 1999). Penentuan daya dukung perlu juga dikaitkan dengan akomodasi, pelayanan, sarana rekreasi yang dibangun di setiap tempat tujuan wisata. Kebutuhan setiap wisatawan akan ruang sangat bervariasi, tergantung pada latar belakang budayanya. Kebutuhan akan ruang menentukan berapa ukuran fasilitas yang perlu dibangun untuk melayani kebutuhan wisatawan. Pada Tabel 3.1 berikut dikemukakan kriteria kebutuhan ruang yang disusun berdasarkan pengalaman budaya Amerika dan Eropa ( world tourism organization, WTO, 1981 dalam Wong, 1991). Kebutuhan ini perlu dipertimbangkan mengingat pasar

38 wisatawan nusantara dan asia sejauh ini belum ada standar yang bisa digunakan sebagai dasar dalam pembangunan fasilitas. Adapun standar kebutuhan ruang dan fasilitas di bawah ini sekaligus merupakan parameter yang diukur dalam penelitian ini. Parameter ini merupakan faktor pembatas utama untuk pengembangan pariwisata di TWAP. Tabel 1. Standar kebutuhan ruang fasilitas pariwisata pantai 1. Kapasitas Pantai Kelas rendah Kelas menengah Kelas mewah Kelas istimewa m 2 / Orang Orang / m pantai 2,0-5,0 1,5-3,5 1,0-3,0 0,7-1,5 Penginapan daerah pesisir liter/hari/orang 2. Air bersih Penginapan daerah pantai tropik liter/hari/orang Akomodasi (hotel) Ekonomi : ruang yang disyaratkan 10 m 2 /bed 3. Menengah : ruang yang disyaratkan 19 m 2 /bed Istimewa : ruang yang disyaratkan 30 m 2 /bed Atau tempat tidur/ha Sumber : WTO, 1981 dalam Wong,1991 Analisis data : setelah data terkumpul (panjang pantai pasir putih, luas lahan untuk akomodasi, dan kebutuhan air bersih) kemudian dianalisis dengan membandingkan potensi kawasan dengan standarisasi seperti tersebut di atas. Dari hasil analisa akan dapat ditentukan daya tampung kawasan pesisir Kecamatan Galang Kota Batam untuk menerima jumlah maksimum wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut Analisis Arahan Perencanaan Pengembangan Ekowisata Arahan perencanaan pengembangan ekowisata dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis ini dapat membantu menentukan kebijakan yang diperlukan dalam rencana pengembangan potensi wisata di daerah pesisir. Analisa SWOT adalah analisa kualitatif yang digunakan untuk

39 mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan strategi suatu kegiatan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman Pada tahap ini dilakukan penelahaan kondisi faktual di lapangan dan kecenderungan yang mungkin terjadi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pengelolaan wilayah pesisir Kecamatan Galang Kota Batam sebagai kawasan pariwisata 2. Analisis SWOT dan alternatif kebijakan hasil analisis SWOT Pada tahap ini dilakukan analisis hubungan keterkaitan untuk memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO, dan WT). Untuk mendapatkan prioritas kebijakan maka dilakukan pemberian bobot (nilai) berdasarkan tingkat kepentingan. Bobot/nilai yang diberikan berkisar antara 1-3, angka-angka tersebut mewakili tingkat kepentingan, yaitu : Nilai 1 berarti tidak penting, Nilai 2 berarti penting Nilai 3 berarti sangat penting Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO dan WT). Kemudian bobot setiap alternatif kebijakan tersebut dijumlahkan dengan ranking tertinggi merupakan alternatif kebijakan yang diprioritaskan untuk dilakukan. 1. Analisis Kebijakan Alternatif kebijakan pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari kekuatan kawasan untuk mendapatkan Peluang (SO), kebijakan berdasarkan penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi Ancaman yang akan datang (ST) ; pengurangan kelemahan kawasan yang ada dengan memanfaatkan Peluang (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi Ancaman yang akan datang (WT). Tabel 2. Skema analisis SWOT Internal-External Strength (S) Weakness (W) Opportunities (O) SO WO Threat (T) ST WT

40 Alternatif strategi yang diperoleh dari matrik di atas adalah : Strategi SO : menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mendapatkan peluang yang sudah ada Strategi ST : menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman Strategi WO : berusaha mendapatkan keuntungan dan kesempatan yang ada dengan mengatasi kelemahan yang ada Startegi WT : berusaha meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Sejarah Kota Batam Batam merupakan salah satu pulau yang berada di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dari mana nama Batam itu diambil, yang jelas Pulau Batam merupakan sebuah pulau besar dengan 329 pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Satu-satunya sumber yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai saat ini adalah Traktat London (1824). Penduduk asli Kota Batam diperkirakan adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang Laut. Penduduk ini paling tidak telah menempati wilayah itu sejak zaman Kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300 atau awal abad ke'14. Menurut catatan lainnya, kemungkinan Pulau Batam telah didiami oleh orang laut sejak tahun 231 M yang di zaman Singapura disebut Pulau Ujung. Pada masa jayanya Kerajaan Malaka, Pulau Batam berada di bawah kekuasaan Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh, kekuasaan atas kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan (sekarang Pulau Bintan). Ketika Hang Nadim menemui ajalnya, pulau ini berada di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai pada pertengahan abad ke.18. Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka Pulau Batam beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan Yang Dipertuan Muda Riau, sampai berakhirnya Kerajaan Melayu Riau pada tahun Pada awalnya Pulau Batam yang kita lihat dan amati sekarang merupakan sebuah pulau yang menjadi pusat pemerintahan dengan status Kotamadya yang bersifat administratif, dimana kedudukannya setingkat dengan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II lainnya. Sebelumnya, daerah ini hanyalah sebuah wilayah Kecamatan, yakni Kecamatan Batam yang termasuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tingkat II Kepulauan Riau. Pembentukan Pulau Batam dan wilayah Kecamatan menjadi Kotamadya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983, dengan cakupan

42 wilayah pemerintahan sama dengan wilayah Kecamatan Batam dan membawahi 3 (tiga) kecamatan, yakni Belakang Padang, Batam Barat, dan Batam Timur. Perubahan status tersebut merupakan implementasi atas dasar Dekonsentrasi sebagaimana yang dimaksudkan undang-undang Nomor 5 tahun 1974, tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah sedangkan motivasi dibentuknya Kotamadya Batam, tak lain adalah dalam rangka peningkatan pelayanan dan pembangunan sebagai akibat makin berkembangnya wilayah Pulau Batam sebagai akibat daerah industri dan perdagangan, alih kapal, penumpukan dan basis logistik serta pariwisata. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelelawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Siak, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam, sebagai pengejawantahan undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kota Batam yang semula sebagai Kotamadya Administratif Batam statusnya berubah menjadi daerah Otonom Kota Batam yang dipimpin oleh Walikota. Untuk itu dalam struktur pemerintahan dan penataaan wilayahnya juga mengalami perubahan dimana dan semula terdiri dan 3 (tiga) Kecamatan setelah adanya pemekaran bertambah menjadi 8 (delapan) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Batu Ampar, Nongsa, Sungai Beduk, Bulang, Belakang Padang, Sekupang, Lubuk Baja, dan Galang, yang didalamnya terdiri dari gugusan pulau besar (Batam, Rempang, Galang dan Bulang) dan pulau-pulau kecil lainnya. Pada periode tahun , melalui kepres No. 28/1992 wilayah Batam diperluas menjadi wilayah BALERANG (Batam, Rempang dan Galang) disamping terjadinya penambahan dinas teknis dan perubahan status beberapa lembaga Instansi Vertikal menjadi Instansi Otonom Kondisi Umum Pulau Rempang dan Galang merupakan pulau-pulau di Kecamatan Galang Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Riau dengan luas wilayah Pulau Rempang sekitar 168 km 2 dan luas Pulau Galang 80 km 2 dan Pulau Galang Baru 32 km 2. Dengan masuknya Pulau Rempang dan Galang dan pulau-pulau di

43 sekitarnya ke dalam wilayah Kota Batam, maka luas wilayah Kota Batam berubah dari 417,5 km 2 ( ha) menjadi 715 km 2 ( ha). Dengan demikian, luas wilayah Barelang 115% x luas Singapura. Untuk penggabungan Pulau Rempang dan Galang ini pemerintah telah membangun enam buah jembatan yang menghubungkan Pulau Batam-Pulau Tonton, Pulau Tonton-Pulau Nipah, Pulau Nipah-Pulau Setokok, Pulau Setokok-Pulau Rempang, Pulau Rempang-Pulau Galang, dan Pulau Galang Pulau-Galang Baru dengan panjang total keenam jembatan mencapai m. Kecamatan Galang terletak antara 0,25-1,08 Lintang Utara dan 104,00-104,24 Bujur Timur. Secara geografis Kecamatan Galang berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kecamatan Bintan Utara Sebelah Selatan : Kecamatan Senayang Sebelah Timur : Kotif Tanjung Pinang Sebelah barat : Selat Malaka (Kerajaan Malaysia)

44 Selat Singapura PETA ADMINISTRASI PULAU BATAM Pulau Bintan Legenda : Jalan Batas Kelurahan Batas Kabupaten Pasir Lokasi Industri Daratan Mangrove Laut ' ' ' 4 00' Lokasi Penelitian 4 00' Kab. Karimun 2 00' 2 00' ' ' ' Theresia Rachmalia G P Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkunagan Km Sumber Data : 1. BAPPEDA of Batam City 2. LANDSAT UTM Survey 2006 Gambar 3. Peta administrasi Kota Batam

45 Kab. KEPRI PETA PULAU REMPANG PROPINSI KEPRI Bintan Island Legenda : # Lokasi Penelitian Jalan Utama Batas Kelurahan Batas Kabupaten Terumbu Karang Pantai Berpasir Pasir Daratan Mangrove Laut ' ' ' Pantai Melayu # ' Lokasi Penelitian 4 00' # Pantai Mawar Desa Sembulang # 2 00' 2 00' ' ' ' Theresia Rachmalia G P Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkunagan # Camp Pengungsian Pantai Melur # Gambar 4. Peta lokasi penelitian-pulau Rempang Km Sumber Data : 1. BAPPEDA of Batam City 2.. LANDSAT UTM Survey 2006

46 Pantai Melayu # # Pantai Mawar Desa Sembulang # Kab. KEPRI PETA PULAU GALANG PROPINSI KEPRI Legenda : # Lokasi Penelitian Jalan Utama Batas Kelurahan Batas Kabupaten Terumbu Karang Pantai Berpasir Pasir Daratan Mangrove Laut Camp Pengungsian # Pantai Melur # ' ' ' 4 00' Lokasi Penelitian 4 00' ' 2 00' ' ' ' Theresia Rachmalia G P Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkunagan Km Sumber Data : 1. BAPPEDA of Batam City 2..LANDSAT UTM Survey 2006 Gambar 5. Peta lokasi penelitian-pulau Galang

47 Kondisi Fisik Wilayah A. Geologi, Iklim dan Fisika Wilayah Kecamatan Galang menurut sejarah geologi seperti halnya Kecamatan-kecamatan lain di daerah Kepulauan Riau umumnya, juga merupakan bagian dari paparan kontinental Benua Asia hingga berujung pada Benua Australia. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini adalah sisa-sisa erosi atau penyusutan daratan pra tersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia/Pulau Singapura dibagian utara sampai dengan Pulau-pulau Moro dan Kundur serta Karimun dibagian Selatan. Permukaan tanah di Kecamatan Galang pada umumnya dapat digolongkan datar dengan variasi perbukitan disana sini dengan ketinggian maksimum 60 m diatas permukaan laut. Sungai-sungai kecil mengalir dengan aliran pelan dan dikelilingi hutan-hutan muda serta semak belukar yang lebat. Kecamatan Galang mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum pada tahun 2004 berkisar antara 21,2 C-23,6 C dan suhu rata-rata sepanjang tahun 2004 adalah 26,8 C-28,1 C. Keadaan tekanan udara rata-rata untuk tahun 2004 minimum 1003,8 MBS dan maksimum 1016,1 MBS. Kecamatan Galang yang berada dibagian Timur laut dari Pulau batam mempunyai kelembaban yang cukup tinggi yaitu rata-rata berkisar antara %, dan kecepatan angin maksimum knot atau rata-rata kecepatan angin sebesar 4,5 knot. Jumlah hari hujan di Kecamatan Galang cukup tinggi yaitu ratarata pada tahun 2004 perbulannya mencapai sebesar 16 hari dengan rata-rata curah hujan perbulannya mencapai 173 mm. Parameter fisika lingkungan, khususnya di permukaan laut adalah suhu permukaan laut, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus. Suhu permukaan laut berkisar antara 30 C-31 C dengan salinitas berkisar antara pada Mei 2006 dilokasi pengamatan. Kecerahan perairan berkisar 70%-90%, sedangkan kecepatan arus permukaan laut berkisar antara 8-23 cm/det. B. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Terbentuknya Pemerintahan Galang adalah sebagai institusi eksekutif yang akan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan kemasyarakatan

48 merupakan perpanjangan tangan pemerintah Otonom Kota Batam, adalah suatu harapan seluruh masyarakat untuk dapat menjawab setiap permasalahan maupun tantangan yang muncul sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi, sosial budaya, politik dan lainnya dalam masyarakat. Pemerintahan Galang yang sebelumnya merupakan bagian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Riau tergabung dengan pemerintah daerah Kota Batam berdasarkan undang-undang No. 53 Tahun 1999 yang ditetapkan tanggal 04 Oktober 1999 dengan demikian yang kedudukannya setingkat dengan Kecamatan lainnya di Kota Batam yang langsung bertanggung jawab kepada Walikota. Hal ini memungkinkan Kecamatan Galang dapat mengakses seluruh potensi yang ada di Kecamatan ini secara langsung sehingga sedikit terkatrol dengan jangkauan pembangunan yang lebih baik dengan jumlah nominal anggaran yang lebih besar dibanding pada waktu masih bergabung dengan pemerintahan yang lama. Hal ini terlihat dengan adanya perhubungan darat yang telah dan akan terus dikembangkan oleh Pemerintah Kota Batam. Oleh karena banyaknya fasilitas kemasyarakatan yang akan dikembangkan dan dibangun didaerah ini maka masyarakat daerah ini sedikit boleh berharap akan perkembangan ekonomi yang lebih baik dan akan berakhir pada kesetaraan kesejahteraan antara masyarakat daerah hinterland dengan masyarakat daerah mainland yang berada pada pusat pemerintahan di Pulau Batam Kecamatan Galang yang posisi pusat pemerintahannya di Kelurahan Sembulang adalah merupakan daerah pertengahan wilayah Kecamatan sehingga mempunyai jarak yang kurang lebih sama jarak tempuhnya pada masing-masing Kelurahan guna efektifitas dan efisiensi transportasi serta menjaga jangan sampai ada sebagian masyarakat Kelurahan yang merasa terlalu jauh guna berurusan administrasi. Pusat Pemerintahan Kecamatan Galang terletak ± 18 km dari jalan arteri ke arah Timur, serta merupakan posisi yang strategis dalam rangka pengembangan daerah. Kecamatan Galang yang sebelumnya bergabung dengan pemerintah Kota Batam terdiri dari sepuluh Desa antara lain Desa Pulau Abang, Desa karas, Desa Sijantung, Desa Sembulang, Desa Rempang, Desa Pangkil, Desa Pengujan, Desa Penaga, Desa Tembeling, Desa Bintan Buyu yang secara total luas wilayahnya

49 mencapai ± 1078,25 Km. Setelah bergabung dengan pemerintah Kota Batam maka sebagian dari wilayah desa lama ada yang tetap bertahan pada induk pemerintahan yang lama sehingga sampai dengan disetujuinya undang-undang baru yang disahkan pada tanggal 04 Oktober 1999 maka daerah Kecamatan Galang terdiri dari 7 Desa yang meliputi : Desa Pulau Abang, Desa Karas, Desa Sijantung, Desa Sembulang, Desa Rempang Cate, Desa Subang Mas dan Desa Galang Baru. Dari 7 (tujuh) desa diatas bila kita lihat luas wilayahnya maka luas wilayah desa yang baru bergabung dengan Pemerintah Kota Batam menjadi ± 312,5 Km 2, sedangkan pusat pemerintahan pada desa-desa yang baru bergabung masih tetap pada posisi yang lama dan tidak mengalami perubahan letak pusat pemerintahannya, dan bila dilihat lebih rinci pada pemerintahan yang lebih rendah lagi maka dapat diketahui jumlah masing-masing RW dan RT, hingga sampai saat ini jumlah RW berjumlah 29 dan RT berjumlah 75 Dari pengolahan Registrasi Penduduk Tahun 2004 yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2004 diperoleh informasi bahwa jumlah penduduk Kecamatan Galang sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki sebesar jiwa dan perempuan jiwa atau bila dihitung berdasarkan sex ratio sebesar 88.80% sedangkan jumlah rumah tangga penduduk sebanyak dan jika dihitung rata-rata penduduk per rumah tangga berjumlah 4.24 jiwa. Dari jumlah penduduk sebanyak jiwa tersebut dapat dilihat penyebaran serta persentase pada masing-masing desa pada Tabel 3.

50 Tabel 3. Jumlah penduduk dan penyebarannya pada masing-masing Kelurahan Kecamatan Galang tahun 2004 No. Kelurahan Jumlah Jiwa % 1 Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate Subang mas Galang Baru Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005 Penduduk Kecamatan Galang dengan jumlah sebesar jiwa bila dilihat persentase prediksi kelompok umur, maka bagian terbesar terdapat pada kelompok umur 1-19 tahun (5.706 jiwa atau 42.69%) selanjutnya pada urutan kedua ditempati pada kelompok umur tahun (4.264 jiwa atau 31.90%) berikutnya kelompok umur tahun (2.358 jiwa atau 17.64%) sedangkan terakhir adalah kelompok umur 60->75 tahun (1039 jiwa atau 7.77%). Jika kita lihat persentase pada masing-masing kelompok umur maka dapat dikategorikan bahwa secara grafis berbentuk kerucut yang berarti Kecamatan Galang merupakan ciri-ciri suatu daerah berkembang seperti halnya negara kita Indonesia (Gambar 6) Jumlah penduduk (%) >75 Kelompok umur Gambar 6. Jumlah penduduk (%) berdasarkan kelompok umur

51 Pada Tabel 4 dapat dilihat luas wilayah, penduduk dan kepadatan penduduk per Kelurahan di Kecamatan Galang. Tabel 4. Luas wilayah (km 2 ), penduduk dan kepadatan penduduk per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 No Kelurahan Luas (km 2 ) Penduduk Kepadatan Penduduk Per km 2 1 Pulau Abang 52, ,11 2 Karas 70, ,64 3 Sijantung 38, ,97 4 Sembulang 59, ,49 5 Rempang Cate 68, ,83 6 Subang mas 17, ,53 7 Galang Baru 4, ,90 Kec. Galang 312, ,77 Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005 Sebagian besar penduduk di Kecamatan Galang menganut agama Islam diikuti agama Budha, Khatolik, Protestan, Hindu, Konghucu serta aliran kepercayaan. Komposisi penduduk menurut agama pada masing-masing Kelurahan di Kecamatan Galang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah penduduk menurut agama dan kepercayaan per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 Agama No. Kelurahan Islam Khatolik Protestan Hindu Budha lainnya 1 Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate Subang mas Galang Baru Kec. Galang Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

52 Industri Kota yang merupakan primadona Kota Batam bagaikan magnet yang menarik imigran dari berbagai wilayah Indonesia untuk mencoba mengadu nasib dalam rangka meningkatkan kehidupan yang didaerahnya terasa sudah sangat sulit untuk berkompetisi. Derasnya arus migrasi di Pulau Batam ternyata membuat wilayah Kecamatan Galang juga diminati sebagai tempat mengadu peruntungan (perubahan nasib) terlebih lagi akhir-akhir ini muncul isu bahwa akan masuk investasi yang cukup besar di Kecamatan Galang. Terdapat ± 10 suku bangsa yang terdapat di Kecamatan Galang (Tabel 6) yang didominasi oleh suku bangsa Melayu. Tabel 6. Jumlah penduduk menurut suku bangsa di Kecamatan Galang tahun 2004 Suku Bangsa No. Kelurahan Melayu Jawa Minang Batak Flores Banjar Bugis Sunda Lain 1 Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate 6 Subang mas Galang Baru Kec. Galang Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005 Kota Batam merupakan salah satu daerah industri di wilayah Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa Batam merupakan daerah potensial bagi investor untuk menanamkan investasinya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang cukup signifikan dalam segala segi menuntut daerah penyangga (daerah hinterland) untuk ikut berperan dalam menyiapkan segala fasilitas penunjang mulai dari kemampuan intelektual baik sosial budaya maupun sosial kemasyarakatan. Sejalan dengan itu peran pendidikan di Kecamatan Galang diharapkan dapat menjawab segala kesempatan yang terbuka luas untuk masyarakat. Letak geografis Kecamatan Galang yang terletak cukup jauh dengan pusat pemerintahan kota serta penduduknya yang tersebar pada pulau-pulau tertentu merupakan tantangan tersendiri untuk memajukan sektor pendidikan di

53 Kecamatan Galang. Pada Tabel 7 dapat dilihat secara jelas data mengenai SD, SLTP, SLTA yang terdapat di Kecamatan Galang. Tabel 7. Jumlah TK, SD, SLTP dan SLTA di rinci menurut klasifikasinya per Kelurahan tahun 2004 TK SD SLTP SLTA No. Kelurahan Negri Swasta Negri Swasta Negri Swasta Negri Swasta 1 Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate Subang mas Galang Baru Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005 Seiring dengan usaha meningkatkan mutu pendidikan di masyarakat perlu juga diperhatikan tentang kesehatan masyarakat serta fasilitas penunjangnya. Wilayah Kecamatan Galang yang masih banyak terdiri dari hutan merupakan daerah yang sangat riskan terhadap perkembangan berbagai spesies nyamuk yang dapat menggigit dan menularkan virus penyakit tertentu sehingga dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya, besarnya jumlah penderita penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk sesuai dengan data yang didapat merupakan angka yang paling besar diantara Kecamatan-kecamatan lain di Kota Batam. Selain itu penyakit kulit juga merupakan jenis penyakit yang banyak menjangkiti masyarakat di daerah ini, hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat yang kurang mengenai arti kebersihan dan letak pusat-pusat pengobatan yang cukup jauh sedangkan sarana transportasi kurang memadai. Banyaknya jumlah fasilitas kesehatan dapat dilihat pada Tabel 8.

54 Tabel 8. Jumlah rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan di Kecamatan Galang tahun 2004 RS Puskesmas Balai No. Kelurahan RS Puskesmas Bersalin Pembantu Keliling Pengobatan 1 Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate Subang mas Galang Baru Kec. Galang Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005 Kecamatan Galang yang terletak di daerah hinterland dan jauh dari pusat pemerintahan Kota Batam mempunyai daerah yang cukup luas dan masih banyak lahan kosong yang belum dimanfaatkan dengan optimal, dengan demikian potensi pertanian dan pariwisata sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Kecamatan Galang selain memiliki lahan yang subur untuk pertanian juga memiliki daerah pantai berpasir putih yang dapat dikembangkan untuk pariwisata. Potensi alam yang cukup banyak dan luas wilayah yang belum dimanfaatkan membuat Kecamatan Galang cocok dikembangkan menjadi kawasan industri yang berbasis pertanian (Tabel 9.). Melihat potensi yang dimiliki maka pemerintah mempunyai rencana kedepan untuk membangun industri pertanian, hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam pada pasal 41 dan 42.

55 Tabel 9. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan Galang tahun 2004 No. Kelurahan Pemukiman Sawah Tegalan Perkebunan Hutan 1 Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate Subang mas Galang Baru Kec. Galang Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005 Pada Tabel 10 dapat dilihat luas lahan/tanah yang memiliki kriteria subur, yang memungkinkan masyarakat untuk bercocok tanam dan bermata pencaharian sebagai petani. Tabel 10. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan Galang tahun 2004 Tanah/Lahan No. Kelurahan Sangat Subur Subur Sedang Kritis 1 Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate Subang mas Galang Baru Kec. Galang Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005 Selain bermata pencaharian sebagai petani masyarakat Kecamatan Galang juga berprofesi sebagai nelayan. Dengan daratan yang yang cukup luas dan subur memungkinkan masyarakat untuk bercocok tanam. Sedangkan dengan potensi wilayah yang dikelilingi oleh lautan yang luas, Kecamatan Galang memiliki potensi perikanan yang besar (Tabel 11).

56 Tabel 11. Jumlah hasil tangkapan ikan laut di rinci per kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 No. Kelurahan Hasil Tangkapan 1 Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate Subang mas Galang Baru Kec. Galang Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka Potensi Sumberdaya Alam Kecamatan Galang Kecamatan Galang memiliki potensi sumberdaya alam yang besar baik dalam jumlah sebenarnya maupun keragaman jenisnya. Potensi sumberdaya yang dimaksud adalah hutan mangrove (Tabel 12), terumbu karang, pasir putih, pantai yang luas dan beserta biota lainnya yang terkandung didalamnya. Potensi sumberdaya alam ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kegiatan pariwisata sehingga selain dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat setempat juga dapat dapat membuka keterisolasian daerah Kecamatan Galang pada dunia luar, yang pada akhirnya akan dapat menghidupkan roda perekonomian daerah Kecamatan Galang.

57 Tabel 12. Luas hutan bakau di rinci menurut Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 No. Kelurahan Hutan Bakau 1 Pulau Abang Karas - 3 Sijantung Sembulang Rempang Cate - 6 Subang mas - 7 Galang Baru 0.99 Kec. Galang Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005 Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa Kecamatan Galang memiliki hutan mangrove dengan luas ha. Hutan mangrove di Kelurahan Sembulang didominasi oleh Rhizopora apiculata, yang juga hampir mendominasi di semua Kelurahan selain di Kelurahan Sembulang. Potensi Terumbu Karang di Kecamatan Galang sebagian besar terdapat di Kelurahan Pulau Abang. Terumbu Karang di Pulau Rempang dan Galang tidak terlalu diperhatikan karena dari segi kuantitas dan kualitas jauh lebih bagus yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang. Kondisi secara umum komunitas terumbu karang yang terdapat di Kelurahan Abang berdasarkan substrat terdiri dari kategori pasir (sand), patahan karang (rubble), karang mati yang ditumbuhi alga (DCA), karang mati (DC) dan karang hidup (LC). Pada kategori substrat yang paling dominan muncul adalah substrat kategori karang mati yang ditumbuhi alga (DCA) dan karang hidup (LC). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebelumnya Kecamatan Galang merupakan perairan yang berterumbu karang tetapi sekarang telah banyak rusak dan mati sehingga ditumbuhi dengan alga (ganggang laut) (Coremap, 2001). Biota lain yang cukup banyak ditemukan di Kecamatan Galang adalah Anemon, Hydroid, Crinoid, Tridacna gigas, Tridacna crocea, Trochus, Oyster, Urchin, dan Strobus (Coremap, 2001).

58 Selain hutan mangrove dan terumbu karang, pantai-pantai yang luas dengan pasir putih yang terdapat di Kecamatan Galang merupakan salah satu potensi yang juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, seperti misalnya Pantai Melayu, Pantai Mawar, Pantai Melur, wilayah pantai di Desa Sembulang. Selain itu di Pulau Galang Kecamatan Galang terdapat lokasi yang dikembangkan sebagai wisata sejarah dan budaya seperti peninggalan pengungsi Vietnam (camp Vietnam) atau disebut Sinam. Dengan demikian wisatawan yang berkunjung ke Kecamatan Galang khususnya di Pulau Rempang dan Galang tidak hanya menikmati kehidupan pesisir dengan laut yang indah tetapi juga dapat melakukan wisata sejarah, budaya dan spiritual Potensi Wisata Pulau Rempang dan Galang Sesuai dengan tujuan penelitian yang dituliskan sebelumnya, yaitu mengkaji potensi wisata Pulau Rempang dan Galang serta menentukan kesesuaian kawasan bagi pengembangan ekowisata, maka pada bagian ini akan dituliskan potensi wisata sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan Galang berdasarkan hasil penelitian didukung dengan data primer yang diambil dilapangan, data sekunder dari berbagai pustaka serta dari hasil analisis Citra Landsat TM-7 yang diambil pada tahun Potensi wisata sumberdaya pesisir yang terdapat di Kecamatan Galang khususnya di Pulau Rempang dan Galang yang termasuk dalam penelitian ini meliputi : Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang yang terdapat di Pulau Rempang, Pantai Melur dan potensi sejarah/budaya/spiritual yaitu Kamp Pengungsian Vietnam yang berhadapan langsung dengan Pantai Melur yang berada di Pulau Galang (lampiran 1).

59 & & & Gambar 7. Potensi sumberdaya alam Pulau Rempang & & Gambar 8. Potensi sumberdaya alam Pulau Galang

60 PETA SUMBER DAYA ALAM PULAU REMPANG DAN GALANG PROPINSI KEPRI Kab. KEPRI Legenda : # Lokasi Penelitian Jalan Utama Batas Kelurahan Batas Kabupaten Terumbu Karang Pantai Berpasir Pasir Daratan Mangrove Laut # # Pantai Melayu Pantai Mawar Desa Sembulang # ' ' ' ' Lokasi Penelitian 4 00' Kab. Karimun # Camp Pengungsian # Pantai Melur ' ' ' ' Theresia Rachmalia G P Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkunagan ' Km Sumber Data : 1. BAPPEDA of Batam City 2. LANDSAT UTM Survey 2006 Gambar 9. Potensi sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan Galang

61 3.1. Pulau Rempang Pulau Rempang merupakan salah satu dari sekian banyak pulau yang terdapat di Kota Batam, Kepulauan Riau dan terletak sekitar 2.5 km disebelah Tenggara Kota Batam dengan luas wilayah ha. Dahulu Pulau Rempang ditetapkan sebagai hutan wisata buru dengan luas ha dan tempat usaha tambak udang seluas ha, namun hingga saat ini pelaksanaan dan kegiatan yang terdapat di Pulau Rempang tidak mencerminkan hal tersebut. Saat ini Pulau Rempang merupakan bagian dari wilayah BARELANG yang saat ini dalam proses pengembangan sebagai daerah industri yang kompetitif di Asia Pasifik, dengan dukungan sektor perdagangan, alih kapal, dan pariwisata. Pengembangan Pulau Rempang sebagai salah satu daerah wisata sangat potensial, hal ini disebabkan karena Pulau Rempang memiliki potensi yang cukup besar seperti pemandangan yang masih alami meliputi hutan, perbukitan, karang, mangrove dan pantai pasir putih yang landai. Berdasarkan Citra Landsat TM-7 tahun 2005 Pulau Rempang memiliki luasan karang sebesar 1179 ha dan mangrove sebesar ha. Beberapa potensi wisata yang terdapat di Pulau Rempang yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah : Pantai Melayu, Pantai Mawar dan Desa Sembulang. A. Pantai Melayu dan Mawar Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa Pantai Melayu dan Mawar terdapat di Kecamatan Galang, tepatnya di Pulau Rempang sekitar 30 km sebelah Tenggara Kota Batam. Pantai Melayu dan Mawar terletak saling bersebelahan satu sama lain, hanya pengelolaannya saja yang berbeda. Pantai Melayu dan Mawar dapat ditempuh kurang lebih 45 menit dengan trasportasi darat melewati jembatan 1 sampai jembatan 5 yang sangat terkenal di Kota Batam. Berdasarkan hasil analisis Citra Landsat TM-7 Tahun 2005 Pantai Melayu memiliki panjang pantai ± 3,6 km 2 dengan luas ± 56,5 ha sedangkan Pantai Mawar memiliki panjang Pantai ± 2,1 km 2 dengan luas ± 16,7 ha. Kondisi pantai baik Pantai Melayu maupun Mawar sangat potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu obyek wisata Kota batam, hal ini disebabkan karena baik Pantai Melayu maupun Mawar memiliki keindahan yang dapat

62 mengundang wisatawan lokal maupun mancanegara untuk tertarik berkunjung seperti : pasir putih yang halus, ombak yang tenang untuk berenang, dan view yang indah menuju lautan yang luas. Gambar 10. Pantai Melayu Gambar 11. Pantai Mawar

63 B. Wilayah Pesisir Desa Sembulang Desa Sembulang merupakan salah satu desa yang indah yang terdapat di Kota Batam, tepatnya di Kecamatan Galang Kelurahan Sembulang Pulau Rempang. Dengan luas wilayah sekitar 875 ha dan dengan kepadatan sekitar 26.5 km 2 Desa Sembulang Kelurahan Sembulang ditetapkan sebagai ibukota Kecamatan Galang. Selain sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Galang, Desa Sembulang juga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Hal ini disebabkan karena Desa Sembulang merupakan wilayah pesisir yang memiliki pantai yang indah dengan pasir putihnya, pantai yang luas untuk berenang dan berjemur, selain itu Desa Sembulang juga memiliki vegetasi hutan mangrove yang cukup luas sekitar 6.32 ha yang didominasi oleh jenis Rhizopora apiculata. Namun sayang hingga saat ini hanya segelintir orang saja yang baru mengetahui keberadaan Desa Sembulang sebagai obyek wisata diluar masyarakat sekitar Pulau Rempang. Hal ini disebabkan karena fasilitas, sarana dan prasarana penunjang serta informasi keluar kurang dipublikasikan oleh masyarakat sekitar di Kelurahan Sembulang. Gambar 12. Desa Sembulang

64 Pulau Galang Pulau Galang juga merupakan salah satu bagian dari sekian banyak pulau di Kota Batam, Kepulauan Riau yang terletak sekitar 350 m disebelah Tenggara Pulau Rempang dengan luas ha. Sebagai bagian dari wilayah BALERANG yang menitikberatkan pembangunan pada sektor pariwisata maka dalam rangka mengoptimalkan potensi Pulau Galang, Otorita Batam pada tahun 2002 telah membuat perencanaan kawasan Pulau Galang sebagai kawasan pariwisata terpadu (Galang island park) yang menyediakan obyek dan atraksi seperti : Vietnam Refugee Memorial Park and Refugee Village, Galang Safari Park, Galang Bio Centre, Galang Family Park, Galang Aquatic Culture Centre dan Galang Beach Resort. Namun hingga saat ini rencana tersebut belum terlaksana, hal ini disebabkan karena hambatan dan kendala berupa dana yang dibutuhkan sangat besar. Selain itu pengembangan Pulau Galang sebagai salah satu daerah wisata sangat potensial, hal ini disebabkan karena Pulau Galang memiliki potensi yang cukup besar seperti pemandangan yang masih alami meliputi hutan, perbukitan, karang, mangrove dan pantai pasir putih yang landai. Berdasarkan Citra Landsat TM-7 tahun 2005 Pulau Galang memiliki luasan karang sebesar 1313 ha dan mangrove sebesar 5146 ha. Beberapa potensi wisata yang terdapat di Pulau Galang meliputi : Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai Melur A. Kamp Pengungsian Vietnam (Sinam) Salah satu obyek wisata di Kota Batam yang hingga saat ini belum tersentuh menjadi pilihan bagi wisatawan adalah kawasan eks Kamp Pengungsian Vietnam (Sinam). Sinam terletak di Desa Sijantung Kecamatan Galang Pulau Galang, sekitar 50 km Selatan Kota Batam. Obyek wisata ini belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara profesional, meskipun rencana dan arah pengembangan sudah ada sejak dahulu sesuai dengan Perda Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun pasal 21 dan 39. Dilihat dari potensinya eks Kamp Sinam ini memiliki daya tarik dan nilai jual secara internasional. Hal ini disebabkan Pulau Galang dikenal secara luas

65 bukan hanya di dalam negeri saja, tetapi oleh dunia internasional. Melalui badan internasional, United Nation High Commission for Refugees (UNHCR), Pulau Galang pernah dijadikan sebagai tempat penampungan pengungsi Vietnam sejak tahun 1979 sampai Eks Kamp Pengungsian Sinam menyisakan benda-benda peninggalan yang masih bisa dilihat dan ditelusuri meskipun sebagian bentuk asli peninggalannya sudah mulai ada yang punah karena lapuk dan ditumbuhi semak belukar, seperti misalnya barak-barak tempat tinggal pengungsi, gereja, pagoda atau vihara, rumah sakit, kuburan massal, bekas perahu-perahu kayu yang digunakan pengungsi menuju Pulau Galang, lokasi tempat bermain (youth centre), kantor UNHCR, penjara dan lahan eks pertanian yang dijadikan tempat bercocok tanam sayuran seperti jahe, sawi, kangkung, dan wortel. Ada dua daya tarik yang dapat dijual kepada wisatawan, yaitu wisata sejarah tragedi kemanusiaan dan wisata spiritual dengan mengunjungi rumahrumah ibadat, seperti vihara atau pagoda dan gereja. Selain itu untuk melihat dari satu obyek menuju obyek lain, pengunjung tidak akan mengalami rasa cepat lelah atau bosan. Hal ini disebabkaan karena kawasan Sinam memiliki udara yang sejuk dan segar karena dikelilingi pepohonan yang hijau dan lebat serta kondisi jalan yang berkelok naik dan turun. Wisatawan akan merasa seperti berada di dalam sebuah perkampungan tradisional yang terhindar dari hiruk pikuknya kebisingan kehidupan modern. Dari hasil penelitian terlihat bahwa kamp Sinam selain dikunjungi oleh wisatawan lokal seperti dari Kota Batam, Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun dan Pekan Baru juga dikunjungi oleh wisatawan mancanegara seperti dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.

66 Gambar 13. Pagoda yang terdapat di Kamp Sinam Gambar 14. Gereja yang terdapat di Kamp Sinam

67 Gambar 15. Perahu yang membawa pengungsi menuju Pulau Galang Gambar 16. Kuburan massal pengungsi Vietnam

68 Gambar 17. Potret pengungsi Vietnam

69 Gambar 18. Denah Kamp Sinam

70 Keterangan : 1 Pelabuhan Karyapura 19 Kantor Polisi 2 Rumah makan seafood 20 Barak pengungsi 3 Tempat berkumpul 21 Youth center 4 Gereja Khatolik Hati Kudus 22 Pagoda Chua Ky Vien 5 Gerbang masuk 23 Gereja Khatolik Nha To Duc Me Vo 6 Rumah pekerja 24 Pohon Body 7 Pagoda Quan Am Tu 25 Gudang 8 Gerbang lama 26 Museum pengungsi 9 Tempat istirahat 27 Poliklinik 10 Tempat berkemah 28 Lapangan dan lahan pertanian 11 Portal 2 29 Sekolah 12 Gereja Khatolik Ta On Duc Me 30 Workshop 13 Patung kemanusiaan 31 Rumah pengungsi 14 Prasasti pengungsi 32 Ruang rapat 15 Portal 3 33 Pagoda Cao dai 16 Gereja Tinh Lanch 34 Pagoda Chua Kim Quant 17 Kapal pengungsi 35 Tempat pengolah air bersih 18 Tempat informasi 36 Ruang berdoa Kuan Im B. Pantai Melur Salah satu obyek wisata yang dapat dijual kepada wisatawan baik lokal maupun mancanegara sebagai tempat kunjungan wisata di Kota Batam adalah Pantai Melur. Pantai Melur terletak di Kota Batam Kecamatan Galang Pulau Galang, sekitar 45 Km Selatan Batam. Dengan panjang pantai 5,5 Km 2 Pantai Melur memiliki berbagai macam potensi wisata yang dapat dijual kepada wisatawan, seperti keindahan alam pantai dengan pasir putihnya yang bersih, kejernihan airnya dengan deburan ombak yang dapat dinikmati untuk mandi dan berenang, berjemur di tengah terik matahari, menikmati hembusan angin semilir yang bertiup sepoi-sepoi ketika berteduh dibawah pohon-pohon yang rindang. Kekuatan daya tarik lain yang dimiliki oleh Pantai Melur adalah lokasi Pantai

71 Melur yang berdekatan dengan obyek wisata eks Kamp Pengungsian Sinam, yang hanya berjarak sekitar tiga kilometer. Gambar 19. Pantai Melur 4.4. Kesesuaian Kawasan untuk Ekowisata Pulau Rempang dan Galang diarahkan pengelolaannya dengan konsep ekowisata bukan dengan mass tourism agar dapat menjamin keberlangsungan sektor pariwisata itu sendiri dimasa yang akan datang. Pada Tabel 13 dapat dilihat perbedaan antara mass tourism dengan ecotourism.

72 Tabel 13. Perbedaan ecotourism dan mass tourism No Ecotourism Mass tourism 1 Mempertahankan keaslian, keutuhan, serta kelestarian alam dan lingkungan Merubah keaslian, keutuhan serta kelestarian alam dan lingkungan. 2 Pembatasan jumlah wisatawan Tidak ada pembatasan jumlah wisatawan 3 Orientasi pada bidang konservasi Orientasi pada bidang ekonomi 4 Edukasi untuk berperan serta Kegiatan satu arah, tanpa mengajak wisatawan berperan serta 5 Melibatkan masyarakat setempat Masyarakat setempat tidak dilibatkan Penentuan kelas kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata dilakukan berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA). Analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) dilakukan dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan. Berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) tersebut diatas maka dari Tabel 14 dapat dilihat kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang. Tabel 14. Hasil perhitungan kelas kesesuaian untuk pengembangan ekowisata No. Lokasi Total Skor Kategori 1 Pantai Melayu 5875 Baik 2 Pantai Mawar 5875 Baik 3 Wilayah Pesisir Desa Sembulang 6415 Baik 4 Kamp Sinam 5695 Baik 5 Pantai Melur 5875 Baik Besarnya hasil penilaian kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang merupakan jumlah nilai dari unsur-unsur ekowisata, meliputi : daya tarik, potensi pasar, kadar hubungan/aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi dengan jarak radius 1 km dari batas kawasan intensive use atau jarak terdekat, pelayanan masyarakat, kondisi iklim, akomodasi, prasarana dan sarana penunjang

73 dengan radius 20 km dari obyek, tersedianya air bersih, hubungan obyek dengan obyek wisata lain, dan keamanan (lampiran 2). Unsur daya tarik meliputi obyek wisata alam yang berbentuk darat dan obyek wisata alam yang berbentuk kawasan perairan (laut, pantai, danau, gua). Dari Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang memiliki potensi obyek wisata yang baik untuk dikembangkan menjadi daerah ekowisata. Dari rata-rata skor yang ada terlihat bahwa wilayah pesisir Desa Sembulang memiliki skor yang paling tinggi, yaitu sekitar Hal ini disebabkan karena penilaian daya tarik wilayah pesisir Desa Sembulang disesuaikan dengan potensi wilayah pesisir Desa Sembulang yang meliputi unsur pantai, laut dan daratan. Wilayah pesisir Desa Sembulang memiliki potensi yang lengkap bila rencana pengembangannya diarahkan menjadi ekowisata, hal ini disebabkan karena selain memiliki ekosistem yamg masih asli yang dapat dimanfaatkan, Desa Sembulang juga merupakan Ibukota Kecamatan Galang dan merupakan pusat dari keberadaan masyarakat Pulau Galang dan Rempang. Oleh karena itu masyarakat dilihat dari budayanya, cara hidupnya dan struktur sosialnya dapat dijadikan sebagai daya tarik tersendiri dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pantai Melayu, Mawar dan Melur mendapat skor sebesar Pantai Melayu, Mawar dan Melur merupakan obyek wisata yang berbentuk perairan dengan perpaduan atau kombinasi dari laut dan pantai, sehingga penilaian untuk daya tarik pada analisis ADO-ODTWA menggunakan kombinasi pantai dan laut. Di wilayah pantai dapat dilakukan berbagai kegiatan wisata bahari, baik pada bentang laut maupun pada bentang darat pantai. Pada bentang laut dapat dilakukan kegiatan wisata seperti berenang, memancing, bersampan, menyelam, snorkling. Pada bentang darat pantai dapat dilakukan kegiatan rekreasi berupa olah raga susur pantai, walking, running, bola voli pantai, bersepeda pantai, berkemah, berjemur dan bermain layang-layang. Namun dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata ada faktor-faktor alam yang perlu dipertimbangkan, seperti angin, gelombang laut, arus laut, pasang surut, bentuk pantai, butir pasir, biota pantai dan bahaya tsunami. Pembahasan mengenai faktor-faktor tersebut

74 diatas akan dibahas berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA). Nilai terendah terdapat pada obyek wisata Kamp Pengungsian Sinam sebesar Kamp pengungsian Sinam merupakan obyek wisata berbentuk darat sehingga penilaian untuk daya tarik dilakukan dengan penilaian berbentuk daratan. Mendapat nilai terendah bukan berarti obyek wisata Kamp Sinam merupakan obyek wisata terburuk diantara kelima obyek wisata yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang. Pada dasarnya kelima obyek wisata ini baik untuk dikembangkan menjadi obyek wisata yang berwawasan lingkungan di Pulau Rempang dan Galang, justru prioritas utama pengembangan kegiatan ekowisata di kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang adalah Kamp Pengungsian Sinam yang sampai saat ini belum dioptimalkan pengelolaannya namun memiliki daya tarik yang sangat besar, nilai sejarah dan budaya yang sangat berharga untuk Indonesia dan Kota Batam khususnya Daya Tarik Daya tarik wisata alam menurut kriteria standar ADO-ODTWA adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Dalam hal ini adalah segala sesuatu yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata dalam pengembangan ekowisata Pulau Rempang dan Galang. Potensi daya tarik yang ada di Pulau Rempang dan Galang meliputi : Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Pantai Melur dan Kamp Pengungsian Sinam. Tabel 15. Penilaian unsur daya tarik Desa Sembulang (Bobot : 6) Keindahan Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Pandangan Lepas dalam obyek b. Variasi Pandangan Dalam 1 Obyek c. Keserasian Panorama Laut d. Pandangan Ke Arah Laut Indah 2 Pasir e. Ada Keunikan Pasir Putih Pasir Coklat Pasir Merah Pasir Berlump ur Tidak/ Sedikit Berpasi r

75 Lanjutan Tabel 15 Keunikan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Flora 3 b. Fauna c. Sumber Air Tawar d. Pasir Putih e. Lautan Luas Banyaknya Potensi Sumberdaya Alam yang Menonjol Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 4 a. Flora b. Fauna c. Gejala Alam d. Batuan e. Lautan yang Luas Keutuhan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Flora 5 b. Fauna c. Batuan d. Ekosistem e. Lautan yang Luas 126- > Lebar Pantai < Kepekaan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Batuan 7 b. Flora c. Fauna d. Erosi 8 9 e. Ekosistem Jenis Kegiatan Wisata Alam Ada 6-7 Ada 4-5 Ada 2-3 Ada 1 Lebih 7 a. Berenang b. Berjemur c. Menikmati Pemandangan d. Memancing e. Camping f. Penelitian g. Pendidikan h. Religius i. Bersampan Kebersihan Udara dan Lokasi Bersih Tidak Ada Pengaruh Dari : Tidak Ada Ada 1-2 Ada 3-4 Ada 5-6 Ada 7 a. Alam b. Industri c. Jalan Ramai Motor/Mobil d. Sampah e. Binatang f. Vandalisme g. Pemukiman Penduduk

76 Lanjutan Tabel 15 Kerawanan Kawasan : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Perambahan b. Kebakaran c. Gangguan terhadapa Flora dan Fauna d. Masuknya Flora dan Fauna e. Perampokan Keutuhan Potensi (%) : < 30 a. Karang 11 b. Mangrove c. Peninggalan Sejarah d. Ketersediaan Air Tawar e. Pasir Putih Situasi Pandangan dan 12 Kenyamanan Pantai : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Pandangan Indah b. Pasir Putih c. Bersih d. Rindang e. Tidak ada gangguan Berdasarkan Tabel 15 diatas Desa Sembulang memiliki keindahan alam berupa pandangan yang lepas dalam obyek dan sangat variatif namun tetap serasi dengan panorama laut sehingga membuat pandangan ke arah laut indah. Selain itu Desa Sembulang juga memiliki keunikan tersendiri yaitu lautannya yang luas sehingga apabila kita berada di Desa Sembulang pada pukul WIB atau WIB kita dapat melihat lalu lalang kapal laut Kelud atau sejenisnya yang membawa penumpang antara Jakarta menuju Batam dan Medan dan sebaliknya. Hal ini menimbulkan daya tarik tersendiri karena jarang sekali kita mendapat suasana seperti itu kecuali kita harus pergi terlebih dahulu ke sebuah pelabuhan. Untuk potensi dan keutuhan sumberdaya alam yang terdapat di Desa Sembulang sudah sangat jelas sekali yaitu berupa flora (mangrove), fauna (ikan karang, monyet, biawak), gejala alam (ketersediaan air tawar), batuan, pasir putih dan lautan yang luas. Hal ini membuat Desa Sembulang sangat berpotensi untuk dikembangkan dan diarahkan menjadi obyek wisata andalan Kota Batam khususnya di Kecamatan Galang Kelurahan Sembulang. Faktor lain yang juga mendukung adalah kebersihan udara dan lokasi yang bersih yang tidak ada pengaruh dari alam, industri, jalan ramai karena mobil/motor, sampah, binatang, vandalisme kecuali pemukiman penduduk yang memiliki lokasi sendiri di Desa

77 Sembulang. Kerawanan kawasan dari perambahan, kebakaran, perampokan, gangguan terhadap flora dan fauna serta masuknya flora dan fauna tidak perlu ditakuti, karena sejauh ini kawasan Desa Sembulang merupakan kawasan yang aman. Hal ini juga didukung oleh keberadaan beberapa petugas koramil yang tinggal di Desa sembulang. Untuk Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu, Mawar dan Melur dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu, Mawar dan Melur (Bobot : 6) Keindahan Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Keindahan Pantai 1 b. Keserasian Pandangan Pantai dan sekitarnya c. Air Laut Jernih dan Bersih d. Pandangan Ke Arah Laut Indah 2 Pasir e. Keserasian Panorama Laut Pasir Putih Pasir Coklat Pasir Merah Pasir Berlumpur Tidak/ Sedikit Berpasir Variasi Kegiatan Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Berenang b. Berjemur c. Menikmati Pemandangan d. Bersampan e. Olahraga f. Memancing Kebersihan Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Tidak ada pengaruh pelabuhan b. Tidak ada pengaruh pemukiman c. Tidak ada tempat pelelangan ikan d. Tidak ada pengaruh musim e. Tidak ada pengaruh sungai f. Tidak ada sumber pencemaran lain Keselamatan/Keamanan Pantai : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Tidak ada arus balik berbahaya b. Tidak ada kecuraman dasar c. Bebas gangguan binatang berbahaya d. Tidak ada kepercayaan yang mengganggu e. Tidak ada Bahaya Tsunami

78 Lanjutan Tabel 16 6 Lebar Pantai > < Situasi Pandangan dan Kenyamanan Pantai : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Pandangan Indah b. Pasir Putih c. Bersih d. Rindang e. Tidak ada gangguan Keutuhan Potensi (%) : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Karang b. Mangrove c. Peninggalan Sejarah d. Pasir Putih e. Ketersediaan Air Tawar Kejernihan Air Tampak Sampai Kedalaman (m) : 15,0-12,5 12,4-10,0 9,9-7,5 7,4-5,0 4,9-2,5 a. 15,0-12,5 b. 12,4-10, c. 9,9-7,5 d. 7,4-5,0 e. 4,9-2,5 Pantai Melayu, Mawar dan Melur merupakan obyek wisata pantai yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dikarenakan memiliki keindahan pantai yang serasi dengan lingkungan sekitarnya, selain itu baik Pantai Melayu, Mawar dan Melur juga memiliki air laut yang bersih dan jernih, pasir putih sehingga para wisatawan merasa nyaman berenang, berjemur, olahraga dan bahkan bersampan ke tengah lautan. Kebersihan yang terdapat di ketiga pantai tersebut disebabkan karena tidak adanya pengaruh pelabuhan, pemukiman, tempat pelelangan ikan, musim, sungai dan tidak ada sumber pencemaran lain. Sejauh ini kondisi di ketiga pantai ini masih aman dan baik, karena tempat pelelangan ikan yang secara resmi belum ada, yang ada hanya tempat penjualan ikan yang terletak di Kelurahan sembulang dalam bentuk kios. Pemukiman penduduk memiliki lokasi sendiri yang terdapat di Desa Sijantung dan Desa Sembulang. Keamanan dan keselamatan pantai dapat dikatakan aman karena tidak ada arus balik berbahaya, tidak ada kecuraman dasar, bebas gangguan binatang

79 berbahaya dan tidak ada bahaya tsunami. Pantai-pantai yang potensial terlanda tsunami antara lain di pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Biak dan Maluku. Bahaya tsunami menurut Davis (1996) merupakan gelombang laut dengan periode yang sangat panjang dan dengan kecepatan tinggi, yang ditimbulkan oleh adanya gangguan dasar secara mendadak, seperti pergeseran lempeng, peletusan gunung api bawah laut, atau pelongsoran tebing dasar laut. Namun bagaimanapun wilayah Indonesia memiliki potensi bahaya tsunami karena wilayah Indonesia merupakan pertemuan tubrukan lempeng tektonik, sehingga di dasar laut Indonesia banyak dijumpai pusat gempa. Oleh karena itu kita tetap harus waspada. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu penghuni di Pantai Mawar yang bernama Pak Hitam bahwa selama ini kawasan pantai aman dan jauh dari gangguan-gangguan baik itu manusia ataupun makhluk lain. Namun ada beberapa yang harus di hindari yaitu bila berada di Pantai Mawar pengunjung tidak boleh bersiul, hal ini akan menimbulkan angin kencang. Untuk di Pantai Melur juga ada beberapa yang harus dihindari, yaitu bila berada di pantai tidak boleh minum minuman keras hingga mabuk, tidak boleh berduaan melakukan tindakan susila karena hal ini juga akan menimbulkan angin ribut dan ombak tinggi. Hal ini boleh dipercaya atau tidak, tetapi sejauh ini larangan tersebut membuat kawasan pantai aman dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Untuk keutuhan potensi yang terdapat di ketiga pantai tersebut dapat dikatakan semua potensi yang ada seperti hutan bakau, karang, pasir putih, ketersediaan air tawar dalam keadaan baik. Khususnya di Pantai Mawar terdapat sumber mata air yang berasal dari bukit yang airnya mengalir terus sepanjang tahun dengan sangat deras. Ketersediaan air bersih ini sangat menunjang sekali untuk kegiatan ekowisata yang berlangsung di Pantai Mawar dan sekitarnya. Untuk penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian Vietnam dapat dilihat pada Tabel 17.

80 Tabel 17. Penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian Vietnam (Bobot : 6) Keindahan Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Pandangan Lepas dalam obyek b. Variasi Pandangan Dalam Obyek c. Pandangan Lepas Menuju Obyek d. Keserasian Warna dan Bangunan Dalam Obyek e. Pandangan Lingkungan Obyek Keunikan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Flora 2 b. Fauna c. Wisata Sejarah Kemanusiaan d. Dikelilingi Bukit e. Wisata Spiritual Banyaknya Potensi Sumberdaya Alam yang Menonjol Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 3 a. Wisata Sejarah b. Wisata Spiritual c. Hijaunya Hutan d. Udara Sejuk dan Segar e. Flora dan Fauna Keutuhan Sumberdaya Alam : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Flora 4 b. Fauna c. Batuan d. Air Tawar e. Gejala Alam Kepekaan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Batuan 5 b. Flora c. Fauna d. Erosi 6 e. Ekosistem Jenis Kegiatan Wisata Alam : Lebih 7 Ada 6-7 Ada 4-5 Ada 2-3 Ada 1 a. Religius b. Pendidikan/Sejarah c. Menikmati Pemandangan d. Penelitian e. Tracking f. Fotografi g. Budaya h. Olahraga

81 Lanjutan Tabel 17 Kebersihan Udara dan Lokasi Bersih Tidak Ada Pengaruh Dari : 7 8 Tidak Ada Ada 1-2 Ada 3-4 Ada 5-6 Ada 7 a. Alam b. Industri c. Jalan Ramai Motor/Mobil d. Pemukiman Penduduk e. Sampah f. Binatang g. Corat-coret Kerawanan Kawasan : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Perambahan b. Pencurian c. Kebakaran d. Gangguan Terhadap Flora dan Fauna e. Masuknya Flora dan Fauna Kamp Pengungsian Vietnam merupakan obyek wisata yang memiliki keindahan alam berupa pandangan yang lepas dalam obyek dan keserasian warna baik itu bangunan yang ada dengan lingkungan alam terbuka disekitarnya yang berwarna kehijauan. Keunikan yang dimiliki oleh Kamp Pengungsian Vietnam ini adalah selain mengandung nilai sejarah kemanusiaan dan spritual juga memiliki sumberdaya alam yang berlimpah seperti dikelilingi oleh bukit dengan flora dan fauna yang beraneka ragam. Keunikan yang dimiliki Kamp Pengungsian Vietnam membuat wisata sejarah dan wisata spiritual menonjol selain wisata untuk menikmati pemandangan hijaunya hutan dan menikmati udara yang sejuk dan segar. Tidak ada penghuni di Kawasan Kamp Pengungsian Vietnam kecuali para pekerja yang bertugas untuk merawat bangunan yang masih ada dan mengelola rumah ibadah yang masih digunakan seperti biksu yang terdapat di Pagoda atau vihara dan penjaga gereja. Selain itu ada juga penduduk yang berada di sebelah kiri Kamp Pengungsian Vietnam yaitu para pekerja Otorita Batam yang bertugas untuk mengawasi dan mengelola kegiatan yang berlangsung di Kamp Pengungsian Vietnam. Dengan adanya penduduk kebutuhan akan air tawar sangat penting sekali, namun hal ini bukan merupakan kendala karena di Kamp Pengungsian Vietnam terdapat Waduk Gong yang dulunya merupakan sumber air tawar para pengungsi masih dapat digunakan dengan bagus.

82 Kebersihan di kawasan Kamp Pengungsian Vietnam sudah tidak perlu diragukan lagi, berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian kebersihan udara dan lingkungan sekitar lokasi sudah terjaga dan terawat dengan baik. Hal ini juga disebabkan karena tidak ada pengaruh dari alam, industri, lalu lalang motor/mobil, sampah, binatang, vandalisme. Kerawanan Kawasan seperti perambahan, pencurian, kebakaran dan gangguan terhadap flora dan fauna tidak perlu ditakutkan. Hal ini disebabkan lokasi Kamp Pengungsian Vietnam memiliki penjagaan yang ketat selam 24 jam yang dilakukan oleh para pekerja dibawah Otorita Batam Potensi Pasar Penilaian unsur potensi pasar untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penilaian potensi pasar Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5) No UNSUR/SUB UNSUR NILAI Jumlah Penduduk/Propinsi (x 1000) Kepadatan Penduduk/Km 2 > < Jumlah Tingkat Kebutuhan Wisata a. Kesempatan Ada b. Perilaku Berwisata c. Tingkat Kejenuhan penduduk tinggi d. Tingkat Pendapatan Tinggi e. Tingkat Kesejahteraan Tinggi Jumlah Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar baru menjadi modal dasar yang efektif bagi Pembangunan Nasional hanya bila penduduk yang besar tersebut berkualitas baik. Namun

83 dengan pertumbuhan penduduk yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Program kependudukan di Kota Batam seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan. Sejak Pulau Batam dan beberap pulau disekitarnya dikembangkan oleh pemerintah Republik Indonesia menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata serta dengan terbentuknya Kotamadya Batam tanggal 24 Desember 1983, laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan dari hasil sensus penduduk rata-rata per tahunnya selama periode sebesar 12.87% dan laju pertumbuhan penduduk Kota Batam tahun 2004 sebesar 5.08% dibanding tahun Hal ini membuktikan Batam mempunyai daya tarik tersendiri, khususnya bagi pendatang yang ingin mendapatkan lapangan kerja. Penduduk Kota Batam berdasarkan hasil sensus penduduk 2000 berjumlah jiwa, sedangkan dari hasil registrasi penduduk tahun 2002 penduduk Kota Batam telah mencapai jiwa, tahun 2003 sebesar jiwa, tahun 2004 telah mencapai jiwa dan sampai dengan Juni 2005 adalah sebanyak jiwa. Dari jumlah penduduk sebesar jiwa tersebut tersebar di delapan Kecamatan, 51 Kelurahan dan penyebarannya tidak merata sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk per km 2 di daerah ini sangat bervariasi. Dengan berkembangnya Kota Batam sebagai daerah industri dan perdagangan karena memiliki letak yang strategis yaitu pada jalur pelayaran internasional yang paling ramai di dunia dengan jarak hanya 12.5 mil laut (20 km) dari Singapura serta pintu gerbang lalu lintas wisatawan yang keluar masuk dari/keluar negeri melalui pelabuhan laut Sekupang maka tanpa disadari tingkat kejenuhan penduduk tinggi sehingga kebutuhan akan berwisata oleh penduduk setempat dan pendatang sangat tinggi. Selain itu tingkat pendapatan perkapita yang tinggi serta tingkat kesejahteraan yang baik membuat penduduk Kota Batam memiliki perilaku berwisata ke daerah-daerah yang memiliki obyek wisata yang dapat dinikmati. Beberapa diantaranya adalah obyek wisata yang terdapat di

84 Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang. Wisatawan dapat menikmati pantai dengan pasir putih yang indah serta dapat melakukan wisata sejarah dan budaya ke Kamp Pengungsian Vietnam yang sejuk dan Segar Kadar Hubungan/Aksesbilitas Penilaian unsur kadar hubungan/aksesbilitas untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Penilaian kadar hubungan/aksesbilitas Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5) Kondisi dan Jarak Jalan Darat Baik Cukup Sedang Buruk 1 < 75 km km km > 225 km Pintu Gerbang Udara Internasional/Regional Jarak dalam km s/d > Jaya Pura/Pekan Baru/Ambon/Kupang Medan/Menado Denpasar Jakarta Waktu tempuh ke obyek Kendaraan bermotor/perahu di kabupaten/kota (buah) > > < > < 20 Frekuensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata ke obyek (buah/hari) Kapasitas tempat duduk kendaraan menuju obyek wisata > < Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat. Lancarnya arus lalu lintas juga akan sangat menunjang kegiatan pariwisata di suatu daerah. Guna menunjang pariwisata di Kota Batam sampai dengan keadaan

85 akhir tahun 2004 tercatat panjang jalan yang ada km yang berarti selama lima tahun terakhir telah bertambah panjang jalan sebesar km. Kondisi dan jarak jalan darat menuju Pulau Rempang dan Galang dalam keadaan baik, hal ini dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan bahwa selama penelitian aksesbilitas menuju obyek wisata sudah diaspal dan dalam kondisi baik. Hal ini juga di dukung dengan pembangunan jembatan yang dinamakan Jembatan Barelang. Jembatan yang menghubungkan antara Pulau Batam menuju Pulau Rempang dan Galang hingga Galang Baru terdapat 6 (enam) buah. Jembatanjembatan ini keberadaannya juga dijadikan salah satu obyek wisata Kota Batam. Hal ini disebabkan karena keindahan Kota batam dapat tergambarkan melalui Jembatan-jembatan ini khususnya jembatan satu (Tabel 20). Tabel 20. Jumlah jembatan dan panjangnya menghubungkan antar Pulau di Kecamatan Galang Tahun 2004 No Nama Menghubungkan Tinggi Bentang Panjang Tipe Jembatan (m) (m) (m) 1 J. Tengku Fisabilillah P. Batam P. Tonton Cable Bridge 2 J. Nara Singa II P. Tonton P. Nipah Balance Cable 3 J. Raja Ali Haji P. Nipah P. Setokok Segmental 4 J. Sultan Zainal Abidin P. Setokok P. Rempang Balance Cable 5 J. Tuanku P. Rempang P. Galang Arch Tambusai 6 J. Raja Kecil P. Galang P. Galang Baru Sumber : Batam dalam angka, 2005 Bridge Segmental Kota Batam memiliki satu pintu gerbang udara internasional/regional, yaitu Bandara Internasional Hang Nadim Otorita Batam. Selain melalui pintu gerbang udara akses menuju Kota Batam juga dapat dilalui melalui beberapa pelabuhan yang dimanfaatkan untuk transportasi laut, yaitu Pelabuhan domestik Sekupang, Pelabuhan Kabil, Pelabuhan Batam Center, Pelabuhan Marina City, Pelabuhan Nongsa Pura. Waktu tempuh menuju Pulau Rempang dan Galang dari Kota Batam melalui darat rata-rata sekitar 1-2 jam. Hal ini disebabkan karena lalu lintas menuju Pulau Rempang dan Galang sangat lancar, kemacetan sangat jarang sekali ditemui bahkan tidak pernah sama sekali. Ini disebabkan karena jumlah kendaraan bermotor/mobil menuju Pulau Rempang dan Galang masih dapat

86 dihitung, belum melebihi dari 1000 kecuali pada hari minggu sebagai hari libur agak sedikit padat tetapi masih tetap dalam kondisi yang stabil. Selain itu frekuensi kendaraan umum dari Kota Batam menuju Pulau Rempang dan Galang masih sangat jarang sekali. Hanya ada bus Damri yang melayani rute Kota Batam menuju Pulau Rempang dan Galang, dalam sehari bus Damri ini hanya melayani 6 kali perjalanan pulang pergi. Selebihnya wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang harus menyewa mobil atau menyewa taksi, yang tentunya dengan biaya transportasi yang jatuhnya lebih mahal Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Penilaian unsur kondisi lingkungan sosial ekonomi untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Penilaian kondisi lingkungan sosial ekonomi Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5) UNSUR/SUB No NILAI UNSUR 1 Tata Ruang Wilayah Obyek Ada dan sesuai Ada tapi tidak sesuai Dalam proses penyusunan Tidak ada Hutan negara Hutan adat Hutan hak Tanah milik 2 Status Lahan Tingkat > 40% 25-40% 10-24% < 10% 3 Pengangguran Mata Pencaharian Penduduk Sebagian besar buruh tani dan nelayan Sebagian besar pedagang kecil, industri kecil dan pengrajin Petani/nelayan Pemilik lahan/kapal pegawai Ruang gerak > < 40 5 pengunjung (ha) Sebagian besar Sebagian besar Sebagian Sebagian besar lulus SLTA ke lulus SLTP ke 6 Pendidikan besar lulus SD tidal lulus SD atas atas 7 8 Tingkat kesuburan tanah Sumber daya alam mineral Tidak subur/kritis Sedang Subur Sangat subur Tidak Sangat potensial Kurang potensial Potensial potensial

87 Lanjutan Tabel 21 No UNSUR/SUB UNSUR NILAI Persepsi masyarakat terhadap pengembangan obyek wisata alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada a. Kurang mendukung b. Mendukung c. Sangat mendukung d. Baik e. Menguntungkan Kota Batam telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Batam No. 2 Tahun Namun pelaksanaanya hingga saat ini belum sesuai dengan yang tertuang dalam Perda tersebut. Salah satunya adalah yang terjadi di Pulau Rempang dan Galang, saat ini rencana tata ruang pulau Rempang dan Galang masih belum terkoordinasi dan terlihat bebas tidak mengikuti aturan yang ada. Pemerintah ataupun Otorita Kota Batam belum terlibat secara langsung dalam pengelolaan Pulau Rempang dan Galang sebagai kawasan wisata yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan di Pantai mawar misalnya hanya dilakukan secara mandiri oleh penduduk yang sudah lama menetap di kawasan tersebut sebagai tambahan pendapatan. Belum terlaksananya rencana tata ruang dengan baik juga disebabkan karena status lahan yang tidak jelas yang berada di sekitar Pulau Rempang dan Galang. Pemerintah Kota Batam mengklaim bahwa lahan yang ada saat ini adalah milik mereka, begitu juga dengan Otorita Kota Batam mereka merasa yang paling berhak atas status lahan yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang. Ketidakjelasan status inilah yang juga membuat para investor swasta mengundurkan niatnya untuk menanamkan modalnya dalam pengembangan Pulau Rempang dan Galang sebagai daerah wisata yang berwawasan lingkungan. Tingkat Pengangguran di Pulau Rempang dan Galang saat ini cukup besar, hal ini disebabkan karena tidak ada lapangan kerja di sekitar kawasan tersebut. Setelah lulus SLTP jarang sekali yang meneruskan ke SLTA karena untuk dapat mengenyam pendidikan di bangku SLTA harus pergi ke luar Pulau Rempang dan

88 Galang, sehingga sebagian besar masyarakat setelah lulus SLTP berstatus sebagai pengangguran. Sebagian besar masyarakat di daerah ini berprofesi sebagai buruh tani dan nelayan, itupun hanya sekedar untuk konsumsi dan kebutuhan sehari-hari. Padahal sumberdaya alam mineral dan tingkat kesuburan tanah di kawasan ini cukup subur dan potensial bila diarahkan sebagai kawasan penghasil pertanian yang dapat dijual ke luar Pulau Rempang dan Galang, bahkan sampi ke Kota Batam. Oleh karena itu dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki Pulau Rempang dan Galang sektor pariwisata merupakan salah satu alternatif dalam membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Saat ini pelaksanaan kegiatan pariwisata di Pulau Rempang dan Galang masih belum terpusat, masih dikelola secara individu untuk kepentingan sendiri. Oleh karena itu pelaksanaanya juga tidak maksimal, ini juga dapat dilihat dari ruang gerak pengunjung yang tidak terlalu padat. Bila dilibatkan secara langsung masyarakat sekitar Pulau Rempang dan Galang sebagian besar pasti akan mendukung pengembangan ekowisata yang direncanakan, namun dibutuhkan pendekatan yang tepat Pelayanan Masyarakat Penilaian unsur pelayanan masyarakat untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Penilaian pelayanan masyarakat Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5) No UNSUR/SUB UNSUR NILAI Pelayanan Masyarakat dan Fasilitas Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 1 a. Keramahan b. Kesiapan c. Kesanggupan d. Fasilitas e. Kemampuan komunikasi Kemampuan berbahasa Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 2 a. Daerah setempat b. Indonesia c. Inggris d. Lainnya

89 Masyarakat Pulau Rempang dan Galang sebagian besar bermukim di Desa Sembulang sebagai pusat pemerintahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang terdapat di Desa Sembulang menjelaskan bahwa pada umumnya mereka adalah bukan penduduk asli Pulau Rempang dan Galang, sebagian besar dari mereka justru berasal dari Buton Sulawesi. Tujuan mereka adalah memulai hidup baru dan kehidupan yang lebih baik. Begitu pula dengan beberapa masyarakat yang terdapat di Pantai Mawar dan Melur. Sebagian besar dari mereka berasal dari Flores yang berwiraswasta dengan menjual makanan dan minuman di sekitar pantai. Namun tampaknya Pulau Rempang dan Galang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena sebagian besar juga sudah memiliki anak dan cucu yang lahir di Pulau Rempang dan Galang. Sebagai masyarakat yang terlibat secara langsung dengan kegiatan pariwisata yang ada saat ini, umumnya mereka sudah siap dan sanggup untuk terlibat lebih jauh dalam pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang. Mereka memiliki keramahan dan kemampuan berkomunikasi yang baik. Kekurangan yang ada adalah masalah fasilitas itu sendiri yang belum cukup memadai di Pulau Rempang dan Galang. Dalam pengembangan ekowisata peran serta masyarakat merupakan salah satu unsur yang terpenting. Partisipasi lokal telah digambarkan sebagai memberi lebih banyak peluang kepada orang untuk berpartisipasi secara lebih efektif. Hal ini berarti memberi wewenang pada orang untuk memobilisasi kemampuan mereka sendiri, menjadi pemeran sosial, mengelola sumberdaya, membuat keputusan dan melakukan kontrol terhadap kegiatan yang mempengaruhi kehidupannya (Cernea, 1991). Ekowisata dipandang sebagai peluang kerja dan pendapatan yang cukup mewakili, yang akhirnya berfungsi sebagai insentif untuk mencegah praktek yang merusak. Satu unsur yang menentukan apakah ekowisata akan meningkatkan konservasi tergantung pada seberapa jelas keuntungan yang diterima masyarakat dikaitkan dengan melindungi sumber lokasi sumberdaya.

90 Kondisi Iklim Penilaian unsur kondisi iklim untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Penilaian kondisi iklim Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 4) No UNSUR/SUB UNSUR NILAI Pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan bln 7-9 bln 4-6 bln 4 bln < 4 bln Suhu udara pada musim kemarau ( C) / / /11-13 > 30/ Jumlah bulan kering ratarata 8 bln 7 bln 6 bln 5 bln 4 bln per tahun Kelembaban rata-rata per > 65% 60-65% 59-55% 54-45% < 45% tahun Percepatan angin pada 6-7/< musim kemarau /' /' > 7/< (knot/jam) Sumber : Kecamatan Galang dalam angka, 2005 Kecamatan Galang termasuk didalamnya Pulau Rempang dan Galang mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 21.2 C-23.6 C dan suhu rata-rata adalah 26.8 C 28.1 C. Kelembaban Pulau Rempang dan Galang cukup tinggi yaitu rata-rata berkisar antara 48%-100% dan kecepatan angin maksimum knot atau rata-rata kecepatan angin sebesar 4.5 knot. Dalam melakukan kegiatan ekowisata suasana alami merupakan potensi yang sangat menjual sekali, oleh karena itu dengan kondisi iklim yang benarbenar mewakili kawasan pesisir maka Pulau Rempang dan Galang tetap harus dijaga keasliannya agar tidak ada perubahan iklim yang dapat merusak suasana pesisir Akomodasi Penilaian unsur akomodasi untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 24.

91 Tabel 24. Penilaian akomodasi Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 3) UNSUR/SUB UNSUR NILAI Jumlah Kamar (buah) Sumber : Batam dalam angka, 2005 Sampai dengan > Jumlah Akomodasi berupa hotel, tempat penginapan, pondokkan ataupun cottage di Pulau Rempang dan Galang pada dasarnya belum ada, sehingga wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang hanya melakukan wisata sehari dan menginap di Kota Batam. Di Kota Batam sendiri terdapat 32 hotel, mulai dari hotel bintang empat hingga kelas melati. Oleh karena itu untuk pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang pemerintah maupun stakeholders yang terkait didalamnya dapat memprioritaskan pembangunan hotel maupun tempat penginapan sebagai salah satu daya tarik berwisata tetapi dengan tetap mengikuti pola keaslian ekosistem lingkungan sekitar Prasarana dan Sarana Penunjang Penilaian prasarana dan sarana penunjang untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Penilaian prasarana dan sarana penunjang Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 2) MACAM No UNSUR/SUB UNSUR 4 macam 3 macam 2 macam 1 macam Tidak ada Prasarana a. Kantor Pos b. Telepon Umum c. Puskesmas/Klinik d. Wartel dan Fax e. Warnet f. Jaringan TV g. Jaringan Radio h. Surat Kabar

92 Lanjutan Tabel 25 MACAM No UNSUR/SUB UNSUR 4 macam 3 macam 2 macam 1 macam Tidak ada Sarana Penunjang a. Rumah makan/minum b. Pusat Perbelanjaan c. Bank/Money Changer d. Toko Cindera Mata e. Tempat Peribadatan f. Toilet Umum Prasarana yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang sebenarnya masih terlalu minim sekali bila dibandingkan dengan prasarana yang terdapat di Kota Batam. Namun ada beberapa seperti puskesmas, surat kabar, jaringan TV dan radio sudah masuk dalam wilayah pesisir ini. Sarana penunjang yang ada di Pulau Rempang dan Galang adalah rumah makan, tempat peribadatan, toilet umum dan pasar. Money changer atau bank dan toko cindera mata belum terlihat ada di sekitar Pulau Rempang dan Galang. Rencana pengembangan ekowisata di kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang penyediaan sarana fisik lingkungan yang belum dibangun harus memenuhi kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat tanah, tata air tanah, erosi, kemiringan lereng, daya dukung tanah, kemungkinan terjadinya korosi, kesesuain lahan untuk bangunan gedung, jalan, tempat rekreasi, bermain, berkemah, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1988) Tersedianya Air Bersih Penilaian tersedianya air bersih untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Penilaian air bersih Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 4) No UNSUR NILAI 1 Debit air sumber (l/det) , Jarak sumber air terhadap 0-3 km km km > 7 km lokasi obyek

93 Lanjutan Tabel 26 No UNSUR NILAI 3 Agak Dapat tidaknya air dialirkan Sangat mudah Mudah Sukar sukar ke obyek atau mudah dikirim dari tempat lain Kelayakan dikonsumsi Dapat langsung Perlu Kurang Tidak dikonsumsi perlakuan layak layak Kontinuitas Tersedia sepanjang tahun Tersedia 6-9 bulan Tersedia 3-6 bulan Tersedia < 3 bulan Ketersediaan air tawar dalam pengelolaan ekowisata merupakan salah satu komponen yang paling penting. Untuk Pantai Mawar dan Melayu di Pulau Rempang hal ini bukan merupakan hambatan dalam pengembangannya sebagai obyek wisata. Hal ini dikarenakan di Pantai Mawar dan Melayu terdapat sumber mata air yang berasal dari perbukitan. Debit air yang berasal dari mata air ini sangat deras dan bersifat kontinu. Sampai saat ini mata air yang ada belum pernah mengalami kekeringan. Selain itu air yang berasal dari perbukitan ini juga layak dikonsumsi karena secara kasat mata airnya tidak berwarna dan berbau. Bila ada fasilitas yang memadai maka sumber air ini dapat dialirkan atau dikirim ke lokasi lain. Masalah ketersediaan air tawar di Kamp Sinam juga bukan merupakan hambatan. Hal ini dikarenakan Kamp Sinam memiliki sebuah waduk yang bernama Waduk Gong yang merupakan peninggalan pengungsi dulu. Air bersih di Desa Sembulang dapat diperoleh melalui sumur yang dibangun masyarakat. Selain itu PAM juga sudah masuk, hanya saja pemakaiannya dijatah dalam sehari mulai berlaku dari jam WIB hingga WIB. Oleh karena itu banyak warga yang melakukan aktivitas seperti mencuci pada malam hari. Untuk Pantai Melur selain dari sumur, air bersih juga dapat diperoleh dengan cara membeli. Penjual akan datang ke lokasi setiap seminggu sekali. Satu drum air dijual seharga Rp. 8000,-.

94 Hubungan Obyek dengan Obyek Wisata lain Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain (Bobot 1) No Nilai Potensi Pasar s/d Obyek Wisata Jumlah Obyek Lain Lain Sejenis Tak Sejenis Sejenis Tak Sejenis Sejenis Tak Sejenis Sejenis Tak Sejenis Jml nilai Dalam ekowisata hubungan obyek dengan obyek wisata lain merupakan salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan dalam membuat paket ekowisata secara terpadu. Paket ekowisata terpadu ini dapat dibuat didukung oleh potensi sumberdaya alam yang ada serta sarana dan prasarana yang memadai. Pulau Rempang dan Galang memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat berlimpah, selain karena dikelilingi oleh lautan yang luas dan pantai yang biru jernih Pulau Rempang dan Galang juga terkenal dengan sebutan BALERANG (Batam-Rempang-Galang) yang dihubungkan oleh jembatanjembatan yang indah, oleh karena itu tidak heran bila Pulau Rempang dan Galang memiliki banyak obyek wisata yang untuk dikunjungi. Seperti misalnya untuk obyek wisata yang sejenis berupa pantai-pantai yang indah yaitu Pantai Melayu, Mawar dan Melur. Pantai-pantai ini banyak dikunjungi oleh wisatawan bila ke Pulau Rempang dan Galang, dan ketiga pantai ini saling mendukung. Hanya saja pengelolaan yang ada saat ini masih bersifat sendiri-sendiri. Oleh karena itu dalam pengembangannya nanti diharapkan ada kerjasama dan pengeloaan yang saling melengkapi agar lebih banyak lagi wisatawan yang tertarik berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang.

95 Keamanan Penilaian keamanan Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Penilaian keamanan (Bobot : 4) No UNSUR/SUB UNSUR NILAI Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Keamanan a. Tidak ada binatang pengganggu b. Tidak ada ras berbahaya 1 c. Jarang gangguan Kamtibmas d. Tidak ada tanah labil e. Bebas kepercayaan mengganggu Dalam pengembangan ekowisata, faktor keamanan adalah salah satu yang terpenting dalam menarik wisatawan agar tertarik untuk berkunjung. Pulau Rempang dan Galang dapat dikatakan aman, hal ini terlihat dari keadaan alam sekitar Pulau Rempang dan Galang yang meskipun terbuka luas berupa hutan tetapi tidak ada binatang pengganggu yang mengganggu wisatawan. Justru yang terjadi adalah binatang-binatang yang berkeliaran bebas seperti monyet, biawak dan berbagai macam burung menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini disebabkan karena jarang sekali ditemukan situasi seperti ini kecuali di ekosistem yang masih alami. Keadaan tanah di Pulau Rempang dan Galang juga dapat dikatakan stabil, hal ini dikarenakan tanah yang ada merupakan tanah merah yang keras. Oleh karena itu masyarakat dan stakeholders yang lain tetap harus berusaha menjaga keadaan seperti ini. Walaupun dalam tahap pembangunan dan pengembangan Pulau Rempang dan Galang tetap harus diperhatikan keseimbangan alamnya. Tetap harus disisakan hutan hijau sebagai penyeimbang ekosistem. Pembuatan rumah-rumah liar atau pun bangunan liar tanpa izin di Pulau Rempang dan Galang tidak terlihat, oleh karena itu jarang sekali ada gangguan dari petugas Kamtibmas. Walaupun ada masyarakat yang membangun rumah dari kayu di sekitar pulau Rempang dan Galang tetapi jumlahnya masih sangat kecil

96 sekali, namun hal ini tetap harus menjadi pengawasan dari Otorita Batam agar tidak terjadi pembangunan liar yang meluas. Dalam kehidupan bermasyarakat di Pulau Rempang dan Galang, masyarakatnya hidup rukun dan saling bekerja sama. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang ada merupakan masyarakat perantau sehingga rasa kekeluargaan sebagai masyarakat Pulau Rempang dan Galang lebih erat. Tidak ada ras yang berbahaya yang mengganggu yang perlu ditakuti. Dalam hal kepercayaan juga tidak ada masalah, tidak ada kepercayaan yang mengganggu, apalagi yang berbaubau mistik. Rata-rata masyarakat memegang agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia Analisis Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata Pembahasan daya dukung (carrying capacity ) disini untuk menjawab tujuan penelitian kedua yaitu menentukan daya dukung wilayah pesisir Pulau Rempang dan Galang dalam menunjang kegiatan ekowisata. Analisis daya dukung ini juga merupakan pembahasan lanjutan setelah pembahasan penentuan kelas kesesuaian ekowisata berdasarkan ADO-ODTWA. Pembahasan ini merupakan rangkaian satu sistem antara bagian yang satu dengan yang lainnya, yaitu kesesuaian kawasan, daya dukung dan pada akhirnya pembahasan yang ketiga adalah menentukan arahan perencanaan Pulau Rempang dan Galang. Walaupun Pulau Rempang dan Galang baik untuk kegiatan ekowisata namun perlu didukung oleh faktor fisik lainnya untuk dapat menampung sejumlah wisatawan. Daya dukung (carrying capacity) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan kawasan Pulau Rempang dan Galang untuk menerima sejumlah wisatawan dengan intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak lingkungan. Banyak faktor-faktor pembatas daya dukung dalam pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang, sehingga pada penelitian analisis potensi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata kami batasi hanya pada tiga parameter, yaitu panjang pantai pasir, kesediaan lahan untuk akomodasi dan kebutuhan air tawar.

97 Daya dukung dalam pengembangan Pulau Rempang dan Galang sangat perlu diperhatikan karena lingkungan pesisir sangat rentan terhadap kegiatan dan aktivitas manusia. Daya dukung pengembangan Pulau Rempang dan Galang sebagai daerah pariwisata pesisir tergolong intensif karena selain sebagai daerah wisata pesisir Pulau Rempang dan Galang direncanakan akan digunakan sebagai lahan untuk perhotelan dan sejumlah perumahan/pemukiman. Daya dukung kawasan pariwisata sangat menentukan keberlanjutan suatu kegiatan pariwisata. Apabila suatu kawasan tidak memungkinkan untuk suatu kegiatan pariwisata maka kegiatan wisata tidak perlu dilakukan atau dapat dilakukan dalam skala kecil. Dalam kaitannya dengan penanaman modal maka tidak mungkin investor mau untuk menanamkam modalnya apabila suatu kawasan tidak mendukung seperti apa yang dikehendaki sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan untuk membangun sarana dan prasarana yang mendukung untuk kegiatan wisata tersebut. Daya dukung setiap kawasan berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya, dan ini terkait dengan kegiatan apa yang dikembangkan. Kegiatan ekowisata yang dapat dilakukan di wilayah pesisir Pulau Rempang dan Galang sangat kompleks dan saling berhubungan satu sama lain. Kegiatan-kegiatan tersebut ada yang bergantung pada alam seperti berenang, berjemur dan lain-lain; ada juga yang sifatnya konsumtif seperti konsumi seafood, ada juga yang non konsumtif seperti memotret dan lain-lain. Kegiatan ekowisata membutuhkan berbagai komponen fasilitas seperti : fasilitas pelayanan seperti akomodasi, rumah makan, dan lain-lain; fasilitas pendukung seperti pusat perbelanjaan, hiburan, dan lain-lain; fasilitas umum dan infrastruktur seperti air bersih, jalan, dan lain-lain; fasilitas rekreasi seperti rekreasi obyek wisata dalam dan luar kawasan. Kebutuhan ruang setiap wisatawan sangat bervariasi, tergantung oleh latar belakang budayanya. Kebutuhan akan ruang menentukan berapa ukuran fasilitas yang perlu dibangun untuk melayani kebutuhan wisatawan. Berdasarkan pengalaman budaya Amerika dan Eropa (WTO, 1981) kebutuhan ruang bagi mereka telah dikemukakan dalam suatu kriteria (terdapat dalam bab 3) sedangkan kebutuhan ruang bagi wisatawan Asia sampai saat ini belum ada kriterianya.

98 Hasil pengamatan dilapang dan dari analisis Citra Landsat TM-7 tahun 2005 untuk Kota Batam kondisi fisik yang menjadi faktor diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : Panjang Pantai Berpasir Pantai berpasir merupakan salah satu syarat utama dalam pariwisata pantai untuk menjadi daya tarik wisatawan. Hal yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang pantai yang akan dijadikan sebagai tempat wisata pantai. Oleh karena itu panjang pantai merupakan faktor utama untuk dapat mengestimasi daya tampung wisatawan per satuan luas dan waktu berdasarkan kriteria kebutuhan ruang setiap wisatawan. Berikut ini adalah daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas pantai berpasir (Tabel 29). Tabel 29. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas panjang pantai berpasir No Nama Pantai Panjang (m) Kapasitas Pantai Daya Tampung (orang/20-50m) 1 Pantai Melayu 3653 Kelas Rendah 365 Kelas Menengah 274 Kelas Mewah 183 Kelas Istimewa 128 Kelas Rendah Pantai Mawar 2184 Kelas Menengah 164 Kelas Mewah 109 Kelas Istimewa 76 Kelas Rendah Pantai Desa Sembulang 5500 Kelas Menengah 413 Kelas Mewah 275 Kelas Istimewa 193 Kelas Rendah Pantai Melur 5500 Kelas Menengah 413 Kelas Mewah 275 Kelas Istimewa 193

99 Berdasarkan Tabel 29 diatas, maka kawasan Pulau Rempang dan Galang yang tercakup didalamnya Obyek Wisata Pantai Melayu, Mawar, Desa Sembulang dan Pantai Melur memiliki potensi pariwisata pantai yang baik dengan daya tampung wisatawan yang juga besar. Dari Tabel 29 diatas terlihat bahwa daya tampung umtuk masing-masing lokasi pantai yang ada di Pulau Rempang dan Galang berdasarkan HOW (Hari Orang Wisata) dapat diestimasi : 1. Pantai Melayu, dengan panjang pantai 3653 meter maka daya tampung wisatawan sebanyak 365 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 274 untuk kelas menengah, 183 untuk kelas mewah dan 128 orang untuk kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam setahun adalah HOW, kelas menengah HOW, kelas mewah dan kelas istimewa adalah HOW dalam setahun. 2. Pantai Mawar, dengan panjang pantai 2184 meter maka daya tampung wisatawan sebanyak 218 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 164 untuk kelas menengah, 109 untuk kelas mewah dan 76 orang untuk kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam setahun adalah HOW, kelas menengah HOW, kelas mewah HOW dan kelas istimewa adalah HOW dalam setahun. 3. Pantai Desa Sembulang, dengan panjang pantai 5500 meter maka daya tampung wisatawan sebanyak 550 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 413 untuk kelas menengah, 275 untuk kelas mewah dan 193 orang untuk kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam setahun adalah HOW, kelas menengah HOW, kelas mewah HOW dan kelas istimewa adalah HOW dalam setahun.

100 4. Pantai Melur, dengan panjang pantai 5500 meter maka daya tampung wisatawan sebanyak 550 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 413 untuk kelas menengah, 275 kelas mewah dan 193 orang untuk kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam setahun adalah HOW, kelas menengah HOW, kelas mewah HOW, dan kelas istimewa adalah HOW dalam setahun. Berdasarkan Tabel 29 diatas, maka dapat juga diperhitungkan sarana dan prasarana yang dapat dibangun berupa fasilitas jalan khusus pejalan kaki yang melakukan kegiatan wisata seperti walking, hiking, running dan jogging pada Pulau Rempang dan Galang. Perhitungan ini berdasarkan estimasi daya tampung wisatawan dengan menggunakan standar Trail activities menurut Lawson Fred and Bovy-Baud Manuel, 1977 (lampiran 3). Pulau Rempang meliputi Pantai Melayu, Mawar dan Desa Sembulang menurut estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan panjang pantai berpasir untuk kelas rendah dapat menampung 1133 wisatawan setiap hari, maka berdasarkan standar trail, fasilitas jalanan untuk kegiatan hiking, walking, running dan jogging dapat dibangun dengan luas 28 km. Pulau Galang dengan estimasi daya tampung wisatawan untuk kelas rendah sebanyak 550 orang sehari, maka fasilitas jalanan untuk kegiatan hiking, walking, running dan jogging dapat dibangun dengan luas 14 km Luas Lahan Untuk Akomodasi (Penginapan) Kegiatan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang perlu di dukung oleh adanya fasilitas/akomodasi yang baik dan memadai. Fasilitas tersebut dapat dibangun pada lokasi yang strategis sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan kunjungan wisatawan dan berkesinambungan. Fasilitas/akomodasi yang ada harus dapat memberikan rasa aman, dekat dengan obyek wisata, mempunyai udara bebas, indah, nyaman dan sejuk, serta juga mudah terjangkau dengan fasilitas umum lainnya. Luas lahan untuk akomodasi sangat terkait dengan luas

101 kawasan tersebut. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan untuk akomodasi dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan untuk akomodasi (penginapan) No Nama Pulau Luas Lahan (ha) Fasilitas Akomodasi Daya Tampung (orang) Kelas Ekonomi Pulau Rempang Kelas Menengah 8728 Kelas Mewah Pulau Galang Kelas Ekonomi Kelas Menengah Kelas Mewah Berdasarkan Tabel 30, daya tampung wisatawan berdasarkan perencanaan pembangunan akomodasi (penginapan) yang sesuai dengan aspek ekologis di Pulau Rempang dan Galang adalah sebagai berikut : 1. Pulau Rempang, dapat menampung orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 8728 untuk kelas menengah dan 5528 orang untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW, maka kapasitas tampung penginapan kelas rendah (kelas ekonomi) adalah HOW, kelas menengah HOW dan kelas mewah adalah HOW. 2. Pulau Galang, dapat menampung 8000 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 4211 orang untuk kelas menengah dan 2667 orang untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW,maka kapasitas tampung penginapan kelas rendah (kelas ekonomi) adalah HOW, kelas menengah HOW dan kelas mewah adalah HOW Kebutuhan Air Bersih/Tawar Kebutuhan air bersih/tawar dalam ekowisata merupakan salah faktor kebutuhan yang paling penting dan vital, terlebih untuk di kawasan pesisir dengan rata-rata suhu yang tinggi membuat kebutuhan air bersih semakin tinggi. Air bersih banyak dimanfaatkan untuk konsumsi, membilas maupun keperluan

102 lainnya. Oleh karena itu sumber-sumber air bersih yang ada di Pulau Rempang dan Galang harus diperhatikan dan dimanfaatkan sebaik mungkin dalam pengembangan pariwisata Pulau Rempang dan Galang. Untuk Pulau Rempang kebutuhan air tawar bagi wisatawan bukan merupakan kendala karena di Pantai Mawar dan Melayu terdapat mata air yang berasal dari perbukitan yang hingga saat ini airnya masih terus mengalir dengan deras. Mata air ini baru dikelola dengan sangat sederhana sekali yaitu hanya dengan menggunakan pipa dan dibuat ruang dari kain terpal. Oleh karena itu untuk perencanaan pengembangan pariwisata kedepannya potensi seperti ini harus segera dimanfaatkan dan dibangun fasilitas dengan baik. Selain itu Di Pulau Rempang Desa Sembulang PAM sudah ada, hanya saja terdapat keterbatasan dalam pemakaian, batas waktu hanya sekitar 6 jam pemakaian dimulai pukul WIB hingga WIB. Untuk Pulau Galang masalah air tawar untuk wisatawan merupakan sedikit kendala karena mata air yang ada seringkali kering sehingga untuk obyek wisata di Pantai Melur air tawar pengelola harus membeli dengan harga Rp per drum. Untuk di Kamp Sinam Pulau Galang ada Waduk Gong yang menyediakan air tawar, sehingga masalah air tawar bukan merupakan kendala dalam pengembangan pariwisata. Berikut estimasi kebutuhan air bersih berdasarkan daya tampung wisatawan (Tabel 31). Tabel 31. Estimasi kebutuhan air bersih berdasarkan daya tampung wisatawan Fasilitas Daya Tampung Kebutuhan Air No. Pulau Akomodasi (orang) Bersih (lt/hr) 1 Pulau Rempang 2 Pulau Galang Kelas Ekonomi Kelas Menengah Kelas Mewah Kelas Ekonomi Kelas Menengah Kelas Mewah

103 Berdasarkan Tabel 31, kebutuhan air bersih wisatawan berdasarkan daya tampung wisatawan yang sesuai dengan aspek ekologis di Pulau Rempang dan Galang adalah sebagai berikut : 1. Pulau Rempang, membutuhkan air bersih sebesar lt/hr untuk kelas rendah (kelas ekonomi), lt/hr untuk kelas menengah dan lt/hr untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW, maka kebutuhan air bersih kelas rendah (kelas ekonomi) adalah m 3 /tahun, kelas menengah m 3 /tahun dan kelas mewah adalah m 3 /tahun. 2. Pulau Galang, membutuhkan air bersih sebesar lt/hr untuk kelas rendah (kelas ekonomi), lt/hr untuk kelas menengah dan lt/hr untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW, maka kebutuhan air bersih kelas rendah (kelas ekonomi) adalah m 3 /tahun, kelas menengah m 3 /tahun dan kelas mewah adalah m 3 /tahun. Berdasarkan Tabel 29, 30 dan 31 daya tampung wisatawan di Pulau Rempang dan Galang masih dalam keadaan normal, belum melebihi daya dukung yang ada bahkan masih jauh dibawah jumlah standar yang ada. Hal ini terlihat dari jumlah kuisioner yang disebar pada obyek wisata yang ada di Pulau Rempang dan Galang dalam penelitian ini didapat sebanyak 31 wisatawan yang terbagi sebanyak 25 orang wisatawan dalam negeri dan 6 orang wisatawan luar negeri. Oleh karena itu untuk kedepannya pengelolaan obyek wisata yang ada di Pulau Rempang maupun Galang agar lebih ditingkatkan lagi dengan tetap memegang standar yang ada dalam menjaga kestabilan dan ekosistem yang baik. Berdasarkan hasil pengambilan data primer dengan kuisioner terhadap wisatawan (lampiran 4) yang datang ke Pulau Rempang dan Galang, didapat karakteristik wisatawan (Tabel 32).

104 Tabel 32. Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang selama penelitian No. Parameter Jumlah % Kelompok umur 1 < 20 tahun 3 9, tahun 17 54, tahun 7 22,6 > 50 tahun 4 12,9 Pendidikan SD 1 3,2 2 SLTP 3 9,7 SLTA 15 48,4 Diploma 2 6,5 S1 8 25,8 > S1 2 6,5 Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa 4 12, Wiraswasta 11 35,5 Pegawai Swasta 15 48,4 Pegawai Negeri 1 3,2 Asal Dalam negeri 25 80,6 Luar negeri 6 19,4 Lama di Batam < 2 hari 8 25,8 2-4 hari 7 22,6 4-6 hari 1 3,2 > 6 hari 15 48,4 Lama di Pulau Rempang dan Galang < 2 hari hari hari 0 0 > 6 hari 0 0 Jumlah Rombongan 1 orang orang orang > 4 orang 0 0

105 Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang didominasi oleh kelompok umur tahun sebesar 54,8%. Ini menunjukkan bahwa Pulau Rempang dan Galang lebih diminati oleh wisatawan golongan muda yang produktif. Sebagian besar wisatawan yang datang (80,6%) merupakan wisatawan dalam negeri yang berasal dari Kota Batam itu sendiri. Ini terlihat dari lama mereka di Batam yang melebihi dari lama kunjungan wisatawan yang biasa datang ke Kota Batam hanya dalam waktu singkat sekitar 1-2 hari. Wisatawan yang ada merupakan tenaga kerja yang bekerja di Kota Batam pada sektor industri yang merupakan ciri khas Kota Batam yang dikenal sebagai daerah industri. Meskipun hanya berlatar belakang pendidikan SLTA (48,4%) sebagian besar dari wisatawan yang ada rata-rata sudah bekerja di sektor swasta sebagai pegawai swasta (48,4%). Wisatawan luar negeri yang ditemui (19,4%) sebagian besar berasal dari Singapura dan Malaysia. Rata-rata dari mereka hanya berkunjung sekitar 1-2 hari di Kota Batam dan melakukan wisata ke Pulau Rempang dan Galang dalam waktu setengah hari. Ini terjadi karena menurut mereka fasilitas yang ada di Pulau Rempang dan Galang belum terlalu memadai, namun karena keindahan alamnya dan wisata sejarah serta spiritual mereka sangat tertarik dan menikmati kunjungannya. Wisatawan yang melakukan kunjungan ke Pulau Rempang dan Galang (60%) melakukan kunjungan dengan 3-4 anggota keluarga dan teman. Hal ini dilakukan karena mereka merasa ingin berbagi keindahan yang di tawarkan Pulau Rempang dan Galang bersama-sama. Selain itu rombongan dengan 3-4 orang teman dan keluarga merupakan pola yang bagus dalam mengarahkan ekowisata karena lingkungan masih dapat mentolerir dampak yang timbul akibat kegiatan yang dilakukan wisatawan. Selain karakteristik wisatawan dari hasil kuisioner juga dapat dilihat motivasi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang (Tabel 33).

106 Tabel 33. Motivasi Wisatawan Pulau Rempang dan Galang No. Parameter Jumlah % Sumber Informasi Teman Televisi 0 0 Brosur 0 0 Buku panduan 0 0 Tujuan Menikmati pemandangan 8 25,8 2 Mencari ketenangan 5 16,1 Menghilangkan jenuh 5 16,1 Libur kerja 13 41,9 3 Frekuensi ke Pulau Rempang dan Galang Pertama kali 19 61,3 > 1 sekali 12 38,7 Alat transportasi Bis wisata 0 0,0 4 Menyewa mobil 21 67,7 Bis umum 0 0,0 Taxi 10 32,3 5 Daya tarik Suasana alam yang menarik 10 32,3 Pantai yang yang indah dan bersih 15 48,4 Wisata spiritual 6 19,4 6 Tingkat kepuasan Puas 26 83,9 Tidak puas 5 16,1 Dari hasil kuisioner dan wawancara yang dilakukan (100%) wisatawan yang datang ke Pulau Rempang dan Galang mengetahui keindahan dan daya tarik Pulau Rempang dan Galang dari teman. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini memang belum ada promosi wisata yang dilakukan pemerintah Kota Batam maupun pengelola terhadap Pulau Rempang dan Galang. Ini juga dapat dilihat (61,3%) wisatawan yang berkunjung baru pertama kali datang ke Pulau Rempang dan Galang setelah mendapat informasi dari teman. Dimana dari mereka ratarata 41,9% datang dengan tujuan utama untuk menikmati waktu libur, baru sekitar 25,8% wisatawan yang datang memang bertujuan untuk menikmati pemandangan

107 Pulau Rempang dan Galang, khususnya menikmati pantai yang bersih dan indah di Pulau Rempang dan Galang (48,4%). Sebagian wisatawan yang ada mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam mencari transportasi umum Pulau Rempang dan Galang. Mereka harus mengeluarkan biaya yang besar dengan menyewa mobil (67,7%), selain mobil sewaan alternatif lain adalah dengan menyewa taksi (32,3%). Menurut mereka dengan menyewa mobil maupun taksi sama-sama mengeluarkan biaya yang tinggi, oleh karena itu mereka berharap agar pemerintah maupun pengelola dapat memberikan alternatif lain seperti kendaraan umum agar lebih terjangkau oleh semua orang. Namun 83,9% wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang mengatakan puas terhadap kunjungan mereka dan berharap dapat kembali lagi, terlebih bagi yang bekerja dan menetap di Kota Batam mereka memiliki alternatif lain dan tambahan obyek wisata. Namun mereka tetap menyarankan agar pengembangnnya ke depan lebih ditingkatkan baik dengan penambahan fasilitas maupun atraksi tambahan. Berdasarkan data primer berupa 30 jumlah kuisioner masyarakat, masyarakat Pulau Rempang dan Galang sebagian besar (50%) berusia tahun dan menganut agama Islam (66.7%) dengan latar belakang pendidikan lulusan SD (56.7%). Sebagian besar (40%) berprofesi sebagai wiraswasta dengan menjual makanan dan minuman disekitar obyek wisata dengan profesi sampingan sebagai nelayan dan bertani. Masyarakat Pulau Rempang dan Galang merupakan masyarakat multi etnis yang terdiri dari etnis Melayu, Jawa, Minang, Batak, Flores, Bugis, Sunda dan etnis lainnya. Sosial budaya masyarakat di kawasan studi beretnik Melayu Riau dengan pola hidup kemasyarakatan bergotong royong, adat dan tradisi yang dipayungi lembaga adat (perkawinan, kelahiran, kematian, dan turun ke laut), namun hingga saat ini sendi-sendi etnik melayu (Gambar 20) mulai mengalami degradasi akibat akulturasi budaya para penduduknya yang merupakan migran sehingga tidak ada budaya yang khas di Pulau Rempang dan Galang. Kebudayaan dan perayaan yang dikembangkan saat ini berdasarkan hari besar agama masing-masing.

108 Gambar 20. Budaya Melayu 4.6. Arahan Perencanaan dan Strategi Ekowisata Dalam perencananaan pengembangan kegiatan ekowisata akan terdapat dampak terhadap lingkungan sesuai dengan besarnya usaha yang dilakukan. Oleh karena itu diperlukan arahan perencanaan dan strategi kebijakan yang dibangun. Untuk memperoleh arahan perencanaan dan strategi tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini merupakan analisis untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga yaitu, menentukan arahan perencanaan kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang bagi pengembangan ekowisata atau wisata yang berwawasan lingkungan. Namun secara deskriptif dapat dilihat perencanaan Pulau Rempang dan Galang secara fisik secara singkat Perencanaan Pulau Rempang Pulau Rempang dengan potensi dan daya tarik yang ada sebaiknya difokuskan pada kegiatan wisata rekreasi dan pendidikan. Kegiatan rekreasi dapat dilakukan di sekitar Pantai Melayu dan Mawar yang letaknya saling berdekatan seperti berenang, berjemur, bersampan, memancing, olahraga, bermain pasir, bermain air dan menikmati pemandangan. Selain itu dengan status Pulau Rempang sebagai Taman Buru maka kegiatan wisata yang dapat dilakukan adalah hunting dan wisata minat khusus selain hiking, walking, running dan jogging.

ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA THERESIA RACHMALIA GINTING

ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA THERESIA RACHMALIA GINTING ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA THERESIA RACHMALIA GINTING ] SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari beberapa gugusan pulau mulai dari yang besar hingga pulau yang kecil. Diantara pulau kecil tersebut beberapa

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai Dahuri et al. (2004) mendefinisikan kawasan pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (shore

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya ini perlu dikelola dengan baik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 dan garis pantai sepanjang 95.18 km, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional yang potensial untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional di masa kini dan

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi wilayah pesisir menurut Soegiarto (1976) yang diacu oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi wilayah pesisir menurut Soegiarto (1976) yang diacu oleh TINJAUAN PUSTAKA Kawasan Pesisir dan Pantai Defenisi wilayah pesisir menurut Soegiarto (1976) yang diacu oleh Dahuri, dkk. (2004) adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wilayah Pesisir 2.1.1. Batas Wilayah Pesisir Dalam pengelolaan wilayah pesisir sangat diperlukan batas wilayah yang akan dikelola. Batas wilayah pesisir dipertimbangkan atas dasar

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan Indonesia yang sedang berkembang saat ini, pembangunan dan pengembangan dalam bidang olahraga diarahkan untuk mencapai cita-cita bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam pengertian lingkungan hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci