STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA. (Jurnal Skripsi) Oleh NIKITA RISKILA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA. (Jurnal Skripsi) Oleh NIKITA RISKILA"

Transkripsi

1 STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA (Jurnal Skripsi) Oleh NIKITA RISKILA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

2 ABSTRAK STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA Oleh Nikita Riskila. Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Firganefi, Rini Fathonah. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung Perjudian ditinjau dari syariat Islam maupun hukum positif sama-sama dipandang sebagai perbuatan melanggar hukum yang diancam dengan sanksi atau hukuman. Permasalahan: (1) Bagaimanakah perbandingan pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? (2) Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Narasumber terdiri dari Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Bandar Lampung dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, data dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya diperoleh simpulan. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan:pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam yaitu Al Qur an dan Hadits, dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir merupakan kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran dan hukumnya haram. Sementara itu pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia terdapat dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban, yang menyatakan bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan. (2) Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp ,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp ,00 (lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah. Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yaitu pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah. Kata Kunci: Perjudian, Syariat Islam, Hukum Positif

3 ABSTRACT COMPARATIVE STUDY ON GAMBLING CRIME BASED ON ISLAMIC SHARIAH AND CRIMINAL POSITIVE LAW OF INDONESIA By NIKITA RISKILA Gambling in terms of Islamic law and positive law are equally regarded as unlawful acts punishable by sanctions or penalties. Issues of this research: (1) How does the crime of gambling arrangements comparison in terms of Shari'ah and the positive Indonesian criminal law? (2) How criminal punishment against perpetrators of the crime of gambling in terms of Shari'ah and the positive Indonesian criminal law? This study uses normative and empirical approach. Resource consists of Faculty of Syariah UIN Raden Intan Bandar Lampung and Lecturer in Criminal Law Faculty of Law, University of Lampung. The data collection is done through library research and field study, data were analyzed qualitatively henceforth be concluded in accordance with the problems posed. Results of research and discussion shows: Setting the crime of gambling in terms of Shari'ah ie the Qur'an and the Hadith, the NAD Province Qanun No. 13 of 2009 on Maisir an activity and / or actions which are bets between two or more parties where party who win get paid. Legal gambling is expressly stated in Article 4 of the Qanun of Aceh Province Number 13 Year 2009 on Maisir, that gambling is haraam. Gambling a criminal offense in terms of the positive Indonesian criminal law contained in Article 303 paragraph (3) Penal Code as amended by Act No. 7 of 1974 on Control, which states that all criminal acts Gambling as a crime. (2) The imposition of the criminal offense to gambling in terms of sharia law applied by uqubat (punishment) against the perpetrators in the form 'uqubat public whipping at most twelve (12) times and at least 6 (six) times and uqubat a maximum fine of Rp. 35,000,000, - (thirty five million rupiah), at least Rp15,000, (fifteen million) as Regional revenues and paid directly to the Treasury Baital Mal. While the criminal punishment of the perpetrators of the crime of gambling in terms of positive criminal law Indonesia stipulated in Article 2 (4) and Article 1 of Law No. 7 of 1974 on Control of Gambling, namely imprisonment for ever four years or punished by a fine as high as ten million rupiah. Keywords: Gambling, Islamic Law, Positive Law

4 I. PENDAHULUAN Kehidupan bermasyarakat tidak dapat terlepas dari berbagai hubungan timbal balik dan kepentingan yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainya yang dapat di tinjau dari berbagai segi, misalya segi agama, etika, sosial budaya, politik, dan termasuk pula segi hukum. Manusia tidak bisa lepas dari norma dan aturan yang berlaku di masyarakat apabila semua angota masyarakat mentaati norma dan aturan tersebut, niscaya kehidupan masyarakat akan tenteram, aman, dan damai. Pada kenyataannya sebagian dari anggota masyarakat ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut. Pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dikenal dengan istilah penyimpangan sosial atau dalam perspektif psikologi disebut patologi sosial (social pathology). 1 Penyimpangan sosial ini memunculkan berbagai permasalahan dalam kehidupan, penyebabnya adalah adanya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat-istiadat, tradisi dan ideologi yang ditandai dengan proses sosial yang diasosiatif. 2 Perjudian merupakan tindak pidana yang sangat sering dijumpai di lingkungan sekitar baik disengaja maupun tidak disengaja, walaupun hanya kecil-kecilan ataupun hanya iseng saja. Praktek perjudian dari hari ke hari justru semakin marak di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari kalangan bawah sampai ke kalangan atas. Perjudian juga tidak memandang usia, banyak anak-anak di bawah umur yang sudah mengenal bahkan sering melakukan perjudian. Seperti dilihat dalam acara berita kriminal di televisi juga banyak ibu-ibu rumah tangga yang tertangkap sedang berjudi bahkan diantaranya sudah berusia lanjut. Dalam skala kecil, perjudian banyak dilakukan di dalam lingkungan masyarakat kita meskipun secara sembunyi-sembunyi (ilegal). Beragam permainan judi mulai togel (toto gelap) sampai judi koprok di gelar di tempat-tempat perjudian kelas bawah. 3 Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia mengkategorikan perjudian sebagai tindak pidana, meski cendrung bersifat kondisional aturan hukum yang melarang perjudian sudah sangat jelas, tapi bisnis perjudian ilegal di tanah air berkembang dengan pesatnya karena penegakan hukum yang setengah hati dalam pemberantasan perjudian di sisi lain, kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam membuat judi tersebut tidak dibenarkan Islam menaruh perhatian besar pada perjudian, karena mudharat atau akibat buruk yang ditimbulkan dari perjudian lebih besar dibandingkan manfaatnya maka Islam mengharamkan segala macam bentuk perjudian. 4 1 Kartini Kartono, Patologi Sosial: Gangguan- Gangguan Kejiwaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hlm Ibid, hlm html. Diakses Kamis 13 Oktober Masyfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah, Jakarta, Haji Masagung, hlm. 15

5 Perjudian merupakan salah satu jenis tindak pidana yang bertentangan dengan berbagai nilai dan norma yang diakui dan hidup di dalam masyarakat, baik norma adat, norma sosial budaya, norma hukum mapun norma agama, oleh karena itu berbagai norma di atas disertai dengan berbagai sanksi, sebagai ganjaran terhadap pelaku tindak pidana perjudian. Perjudian menurut Pasal 303 ayat (3) KUHP adalah tiap-tiap permainan, di mana kemungkinan untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka,juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Perjudian dalam perspektif hukum, merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Provinsi Nangro Aceh Darusalam merupakan salah satu daerah di Indonesia yang melaksanakan peraturan berdasarkan syariat Islam, khusus tentang perjudian tertuang dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian). Pada Pasal 23 Qanun tersebut diatur bahwa jika melakukan perjudian maka diancam dengan hukuman cambuk di depan umum paling banyak 12 kali dan paling sedikit 6 kali atau denda paling banyak Rp paling sedikit Rp Permasalahan penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah perbandingan pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? b. Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. II. PEMBAHASAN A. Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari at Islam dan Hukum Pidana Positif Indonesia Pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam Pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hukum Islam yang diberlakukan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir. Menurut Pasal 1 angka (20) dinyatakan bahwa Maisir (perjudian) adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran.

6 Menurut Pasal 2 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, Ruang lingkup larangan maisir dalam Qanun ini adalah segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan serta keadaan yang mengarah kepada taruhan dan dapat berakibat kepada kemudharatan bagi pihak-pihak yang bertaruh dan orangorang/lembaga yang ikut terlibat dalam taruhan tersebut. Tujuan larangan maisir (perjudian) menurut Pasal 3 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir adalah untuk: a. Memelihara dan melindungi harta benda/kekayaan; b. Mencegah anggota mayarakat melakukan perbuatan yang mengarah kepada maisir; c. Melindungi masyarakat dari pengaruh buruk yang timbul akibat kegiatan dan/atau perbuatan maisir; d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perbuatan maisir. Hukum maisir secara tegas dinyatakan dalam Pasal 4 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, bahwa maisir hukumnya haram, sehingga menurut Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir. Pasal 6 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir mengatur: (1) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang menyelenggarakan dan/atau memberikan fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan maisir (2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang menjadi pelindung terhadap perbuatan maisir. Pasal 7 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir menyatakan bahwa Instansi Pemerintah, dilarang memberi izin usaha penyelenggaraan maisir. Menurut Rohmat 5 secara umum syari at Islam di bidang hukum memuat norma hukum yang mengatur kehidupan bermasyarakat/bernegara dan norma hukum yang mengatur moral atau kepentingan individu yang harus ditaati oleh setiap orang. Ketaatan terhadap norma-norma hukum yang mengatur moral sangat tergantung pada kualitas iman dan taqwa atau hati nurani seseorang, juga disertai adanya duniawi dan ukhrawi terhadap orang yang melanggarnya. Masyarakat Aceh telah menjadikan agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupannya. Melalui penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam rentang sejarah yang cukup panjang telah melahirkan suasana masyarakat dan budaya Aceh yang Islami. Budaya dan adat Aceh yang lahir dari renungan para ulama, kemudian dipraktekkan, dikembangkan dan dilestarikannya. Dalam ungkapan bijak disebutkan Adat bak Poteu Meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putro Phang Reusam bak Lakseumana. Ungkapan tersebut merupakan pencerminan bahwa Syari at Islam telah menyatu dan 5 Hasil wawancara dengan Rohmat. Akademisi Fakultas Syariah UIN Raden Intan Bandar Lampung. Selasa, 6 Desember 2016

7 menjadi pedoman hidup bagi masyarakat Aceh melalui peranan ulama sebagai pewaris para Nabi. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir merupakan adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran. Hukum maisir secara tegas dinyatakan haram dalam Pasal 4 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, sehingga menurut Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir. Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Hukum Pidana Positif Indonesia Perjudian menurut Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian adalah tiaptiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian diketahui bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan. Perjudian hakekatnya bertentangan dengan Agama, Kesusilaan dan Moral Pancasila, serta membahayakan penghidupan dan kehidupan masyarakat, Bangsa dan Negara. Peraturan Pemerintah ini yang merupakan pelaksanaan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, mengatur mengenai larangan pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian, oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, baik yang diselenggarakan di Kasino, di tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain. Dengan adanya larangan pemberian izin penyelenggaraan perjudian, tidak berarti dilarangnya penyelenggaraan permainan yang bersifat keolahragaan, hiburan, dan kebiasaan, sepanjang tidak merupakan perjudian. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, di atas menyebutkan bahwa bentuk perjudian yang terdapat dalam angka 3, seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu tidak termasuk perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan itu tidak merupakan perjudian. Ketentuan Pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang sepanjang termasuk katagori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia terdapat dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban, yang menyatakan bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan. Jenis-jenis

8 perjudian meliputi perjudian di kasino, perjudian di tempat-tempat keramaian dan perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaankebiasaan. B. Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari at Islam dan Hukum Pidana Positif Indonesia Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari at Islam Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, disebut dengan uqubat, yaitu ancaman hukuman terhadap pelanggaran perbuatan yang dilarang. Ketentuan uqubat diatur dalam Pasal 23 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir: 1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, diancam dengan uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali. 2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha Non Instansi Pemerintah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, dan 7 diancam dengan uqubat atau denda paling banyak Rp ,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp ,- (lima belas juta rupiah). Selanjutnya Pasal 24 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir menjelaskan bahwa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) merupakan penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal. Pasal 25 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir menyatakan barang-barang/benda-benda yang digunakan dan/atau diperoleh dari jarimah maisir dirampas untuk Daerah atau dimusnahkan. Pasal 26 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir mengatur bahwa pengulangan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, 6 dan 7 uqubatnya dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dari uqubat maksimal. Pasal 27 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir memperinci Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6: a. Apabila dilakukan oleh badan hukum/badan usaha, maka uqubatnya dijatuhkan kepada penanggung jawab; b. Apabila ada hubungan dengan kegiatan usahanya, maka selain sanksi uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), dapat juga dikenakan uqubat administratif dengan mencabut atau membatalkan izin usaha yang telah diberikan; Menurut Rohmat 6 perjudian menurut Hukum Islam ialah suatu aktifitas 6 Hasil wawancara dengan Rohmat. Akademisi Fakultas Syariah UIN Raden Intan Bandar Lampung. Selasa, 6 Desember 2016

9 mengambil keuntungan dari bentuk permainan seperti kartu, adu ayam, main bola dan permainan lainnya, yang tidak memicu pelakunya berbuat kreatif, namun demikian bahwa para fuqaha tidak menempatkan perjudian dan undian sebagai salah satu pembahasan dalam delik pidana. Di tinjau dari Hukum Islam maka larangan tentang perjudian di rangkaikan dengan khamar. Berdasarkan hal dimaksud maka cukup beralasan jika perjudian dirangkaikan dengan khamar. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp ,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp ,- (lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal. Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Hukum Pidana Positif Indonesia Tindak pidana perjudian atau turut serta berjudi pada mulanya telah dilarang di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 542 KUHP, yang kemudian berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, telah diubah sebutannya menjadi ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis KUHP, dan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 dari undang-undang yang sama, telah dipandang sebagai kejahatan. Sesuai dengan terjemahan rumusan yang asli dalam bahasa Belanda, ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 542 KUHP yang kemudian menjadi ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis KUHP: (1) Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu bulan atau dengan pidana denda setinggitingginya tiga ratus rupiah; a) Barang siapa memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi yang sifatnya bertentangan dengan ketentuanketentuan yang diatur dalam Pasal 303 b) Barang siapa turut serta berjudi diatas atau ditepi jalan umum atau suatu tempat yang terbuka untuk umum, kecuali jika penyelenggaraan perjudian itu telah diizinkan oleh kekuasaan yang berwenang memberi izin seperti itu. (2) Jika pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat waktu dua tahun sejak orang yang bersalah dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan salah satu pelanggaran-pelanggaran tersebut, maka ia dapat dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya lima ratus rupiah. Sesuai dengan yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, maka ketentuan

10 pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis KUHP: (1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggitingginya sepuluh juta rupiah: a. Barang siapa memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi yang sifatnya bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 303; b. Barang siapa turut serta berjudi diatas atau ditepi jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk umum, kecuali jika penyelenggaraan perjudian itu telah diizinkan oleh kekuasaan yang berwenang memberi izin. (2) Jika pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat waktu dua tahun sejak orang yang bersalah dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan salah satu kejahatan-kejahatan tersebut, maka ia dapat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau dengan pidana denda setinggitingginya lima belas juta rupiah. Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP terdiri atas Unsur-unsur objektif: 1. barang siapa; 2. memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi; 3. yang sifatnya bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 303 KUHP. Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp ,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp ,- (lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal. III. PENUTUP A. Simpulan 1. Pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir merupakan kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran. Hukum maisir secara tegas dinyatakan dalam Pasal 4 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, bahwa maisir hukumnya haram, sehingga menurut Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir. Sementara itu pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia terdapat dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban, yang menyatakan bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan. Jenis-jenis perjudian meliputi perjudian di kasino, perjudian di tempat-tempat keramaian dan perjudian yang dikaitkan dengan

11 alasan-alasan lain antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan. 2. Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp ,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp ,- (lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal. Sementara itu penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yaitu pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah B. Saran 1. Disarankan kepada Pemerintah Aceh hendaknya membentuk lembaga yang memonitoring pelaksanaan putusan yang telah mempunyai hukum tetap. Dengan adanya monitoring oleh negara diharapkan seluruh proses dapat dipantau dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. 2. Disarankan kepada Hakim agar dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian hendaknya memperhatikan dan mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Hal ini penting dilakukan tatanan nilai dan norma masyarakat menghendaki masyarakat agar hidup tertib dan teratur sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang luhur. DAFTAR PUSTAKA Kartono, Kartini Patologi Sosial: Gangguan-Gangguan Kejiwaan, Rajawali Pers, Jakarta, Zuhdi, Masyfuk Pengantar Hukum Syariah, Haji Masagung, Jakarta. Nawawi Arief, Barda dan Muladi Teori-teori Kebijakan Hukum Pidana. Alumni, Bandung. judian. html. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian)

I. PENDAHULUAN. sangat sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita bahkan kita sendiri pernah melakukan

I. PENDAHULUAN. sangat sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita bahkan kita sendiri pernah melakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana perjudian merupakan suatu perbuatan yang banyak dilakukan orang, karena hasil yang akan berlipat ganda apabila menang berjudi. Perjudian merupakan tindak

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang

Lebih terperinci

Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang

Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 2 Juni 2017 Analisis Hasil Persidangan Tindak Pidana Perjudian Togel (Fera Dyah Nur Oktavia) ANALISIS HASIL PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang :

Lebih terperinci

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai

Lebih terperinci

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN Perjudian merupakan suatu bentuk permainan yang telah lazim dikenal dan diketahui oleh setiap orang. Perjudian ini diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI Oleh : I Ketut Adhi Erawan I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh adalah sebuah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN 2000 Oleh : Bella Kharisma Desak Putu Dewi Kasih Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF (KUHP) DAN QANUN NOMOR 13 TAHUN 2003 SKRIPSI. Oleh IRVAN DERIZA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF (KUHP) DAN QANUN NOMOR 13 TAHUN 2003 SKRIPSI. Oleh IRVAN DERIZA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF (KUHP) DAN QANUN NOMOR 13 TAHUN 2003 SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 02/JN/2010/MS-Aceh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 02/JN/2010/MS-Aceh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 02/JN/2010/MS-Aceh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara jinayat dalam tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

KINERJA KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT GIANYAR

KINERJA KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT GIANYAR KINERJA KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT GIANYAR Oleh: Ni Wayan Indah Purwita Sari. I Ketut Artadi Bagian Hukum Pidana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Pengertian Tindak Pidana Perjudian Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana perjudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah

BAB I PENDAHULUAN. Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah (Serambi Mekkah) memiliki prinsip bahwa Syariat Islam merupakan satu kesatuan adat, budaya dan

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) Oleh : Ketut Yoga Maradana Adinatha A.A. Ngurah Yusa Darmadi I Gusti Ngurah Parwata

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Redaksi Bukune, Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya, Bukune, Jakarta, 2010, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Redaksi Bukune, Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya, Bukune, Jakarta, 2010, hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan negara atas kekuasaan (machtsstaat), maka kedudukan hukum harus ditempatkan

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN DALAM UNDANG-UNDANG KEPABEANAN

PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN DALAM UNDANG-UNDANG KEPABEANAN PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN DALAM UNDANG-UNDANG KEPABEANAN Putu Kevin Saputra Ryadi Ni Md. Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang :

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI Oleh William Dwi K. P. Marbun I Ketut Sudjana Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR Oleh I Ketut Adi Widhiantara I Wayan Suardana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI WILAYATUL HISBAH DALAM PENEGAKAN SYARIAT ISLAM DI ACEH TAMIANG. (Studi Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir)

TUGAS DAN FUNGSI WILAYATUL HISBAH DALAM PENEGAKAN SYARIAT ISLAM DI ACEH TAMIANG. (Studi Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir) TUGAS DAN FUNGSI WILAYATUL HISBAH DALAM PENEGAKAN SYARIAT ISLAM DI ACEH TAMIANG (Studi Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir) S K R I P S I Diajukan oleh: JHONI AKBAR Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri

Lebih terperinci

Jenis Kelamin. Umur : tahun

Jenis Kelamin. Umur : tahun 73 Nama Alamat Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan : : : : Umur : tahun : :. Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang saudara anggap sesuai dengan pendapat saudara, apabila jawaban

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR Oleh : I Nyoman Farry Indra Prawira I Ketut Markeling Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Bagus Surya Darma Marwanto Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : Criminal fines are one

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP )

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Judi 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH -1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM 1. Pengertian Kejahatan yang dilakukan oleh Korporasi Yang bertanggung jawab adalah Korporasi Korporasi = badan hukum => Perseroan

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian memiliki perjalanan yang panjang. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA Oleh: I Wayan Agus Vijayantera Ni Putu Purwanti Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Murder is a brutal crime

Lebih terperinci

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai dampak serius dalam kelompok tindak pidana kesusilaan. Saat ini perjudian telah berkembang

Lebih terperinci

Oleh : I Putu Sabda Wibawa I Dewa Gede Palguna Program Kekhususan: Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

Oleh : I Putu Sabda Wibawa I Dewa Gede Palguna Program Kekhususan: Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DIKARENAKAN MELAKUKAN PELANGGARAN, TINDAK PIDANA, DAN PENYELEWENGAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara 76 LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara 1. Sudah berapa lama berkecimpung dengan dunia sabung ayam? 2. Bagaimana cara membibitkan ayam jago yang baik? 3. Bagaimana cara merawat ayam jago? 4. Dari umur berapa dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO.

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. Bentuk: Oleh: PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) Tanggal: 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. 3192 Tentang: Indeks: PELAKSANAAN PENERTIBAN

Lebih terperinci

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Shah Rangga Wiraprastya Made Nurmawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 101 Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA Oleh: A.A. Putu Agus Wasista Saputra Yuwono Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT: Advances in technology

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 06/JN/2011/MS-ACEH

P U T U S A N Nomor : 06/JN/2011/MS-ACEH P U T U S A N Nomor : 06/JN/2011/MS-ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar iyah Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara Jinayat pada tingkat banding

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262] UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 38 Barang siapa karena kealpaannya : a. tidak menyampaikan Surat

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 01/JN/2008/MSy-Prov.

P U T U S A N Nomor : 01/JN/2008/MSy-Prov. P U T U S A N Nomor : 01/JN/2008/MSy-Prov. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL Oleh : Shah Rangga Wiraprastya Made Nurmawati Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA. PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN A. Latar Belakang Munculnya UU No.

BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA. PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN A. Latar Belakang Munculnya UU No. BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN 1974 A. Latar Belakang Munculnya UU No. 7 Tahun 1974 Perjudian di Jakarta pada Tahun 1969 menghasilkan pemasukan 2,7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang pesat, indonesia tidak terlepas dari arus informasi global yang diperlukan untuk mengetahui fenomenafenomena

Lebih terperinci

PENJATUHAN HUKUMAN UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN HEWAN

PENJATUHAN HUKUMAN UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN HEWAN PENJATUHAN HUKUMAN UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN HEWAN Oleh: Anak Agung Ngurah Bayu Kresna Wardana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR Oleh Ida Ayu Ary Widiatmika Anak Agung Sri Utari Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Criminal offenses or crimes commited by

Lebih terperinci

TESIS. TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANJURAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan MA No. 481K/Pid/2014)

TESIS. TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANJURAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan MA No. 481K/Pid/2014) TESIS TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANJURAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan MA No. 481K/Pid/2014) OLEH : SARMILI NP 201320251027 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUK UNIVERSITAS BHAYANGKARA

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI 41 BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI A. Menurut Peraturan Sebelum Lahirnya UU No. 44 Tahun 2008

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh I Nyoman Adi Wiradana Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 07/JN/2011/MS-ACEH

P U T U S A N Nomor : 07/JN/2011/MS-ACEH P U T U S A N Nomor : 07/JN/2011/MS-ACEH BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar iyah Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara Jinayat pada tingkat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Oleh : GUSTI BETHA V.Y. D1A 011 117 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH Oleh : Made Aprina Wulantika Dewi Nyoman A. Martana Program Kekhususan : Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract : The problem raised is about

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/68; TLN NO.3699 Tentang: PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 03/JN/2011/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 03/JN/2011/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N. Nomor : 03/JN/2011/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar iyah Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara Jinayat pada tingkat banding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup. Rohim (2009:21) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup. Rohim (2009:21) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu kebutuhan naluriah yang ada pada semua makhluk hidup. Rohim (2009:21) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makumur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

SKRIPSI PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) OLEH ;

SKRIPSI PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) OLEH ; SKRIPSI PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) OLEH ; I KETUT GDE JULIAWAN SAPUTRA 1116051025 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa pelacuran merupakan

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DI INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DI INDONESIA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DI INDONESIA OLEH Ni Putu Ayu Leni Cahyarani I Ketut Rai Setiabudhi I Made Tjatrayasa Bagian hukum pidana, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta

Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta Oleh: Gerson Dullosa Utama 14111053 Daftar Isi Daftar Isi... 2 BAB I... 3 1.1 Informasi Berita Pelanggaran Kode Etik di Dunia

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci