BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Menurut Kartono

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Menurut Kartono"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon 1. Pengertian Respon Dalam istilah psikologi, respon dikenal dengan proses memunculkan dan membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Menurut Kartono (1996:58) respon bisa diidentifikasi sebagai gambaran ingatan dari pengamatan. Sedangkan Ahmadi (1992:64) menyatakan respon adalah gambaran ingatan dan pengamatan yang mana objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu pengamatan. Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwa terjadinya respon itu harus melalui pengamatan terlebih dahulu. Berbicara mengenai respon, Syah (1995:118) mengemukakan bahwa pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera, seperti mata dan telinga. Jadi respon adalah bayangan yang tinggal dalam ingatan kita setelah melalui proses pengamatan terlebih dahulu. Dalam proses pengamatan, respon tidak terikat oleh tempat dan waktu. Selain itu, yang menjadi objek dari respon itu masih kabur dan tidak mendetail dan juga tidak memerlukan adanya perangsang dan bersifat imajiner. Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa respon itu bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang 7

2 8 menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang atau pun menjadi antisipasi pada masa yang akan datang. Jadi jelaslah bahwa pengamatan merupakan modal dasar dari respon, sedangkan modal dari pengamatan adalah alat indera yang meliputi penglihatan dan penginderaan. 2. Proses Terjadinya Respon Dalam hal ini ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari yang paling berperaga dengan berpangkal pada pengamatan, sampai ke yang paling tidak berperaga yaitu berfikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata (1993:38) adalah sebagai berikut: Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini adalah produk dari kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus kesadaran. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya, melainkan seperti warna komplemen dari warna objek. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang dihasikan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan pengamatan. Pengertian, menurut Ahmadi (1992:169) adalah hasil proses berfikir yang merupakan rangkuman sifat-sifat pokok dari suatu barang atau kenyataan yang dinyatakan dalam suatu perkataan. Jadi proses terjadinya respon adalah pertama-tama indera mengamati objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat

3 9 sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian muncul bayangan eiditis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian. 3. Macam-macam Respon Kenangan atau kesan-kesan pengamatan dapat meninggalkan bekas yang dalam, hal-hal tertentu dapat digambarkan kembali sebagai gambaran ingatan atau tanggapan. Untuk mempermudah dalam memahami respon perlu dikemukakan jenis atau macam-macam respon. Respon menurut Ahmadi (1993:64) disebut Laten (tersembunyi, belum terungkap), apabila respon itu berada di bawah sadar atau tidak kita sadari. Sedangkan respon disebut Aktual (actual yaitu sungguh),apabila respon tersebut kita sadari. Menurut Soemanto (1990: 23) terdapat tiga macam respon yaitu: a. Respon masa lampau disebut juga respon ingatan. b. Respon masa sekarang yang sering disebut respon imajinatif. c. Respon masa mendatang yang disebut sebagai respon antisipatif. Sementara itu Sumadi Suryabrata (1993:36-37) menyebutkan macam-macam trespon yang tidak jauh berbeda dengan pendapat Soemanto. Sumadi menyebutkan ada tiga macam respon di antaranya adalah: a. Respon masa lampau atau respon ingatan. b. Respon masa datang atau respon mengantisipasikan.

4 10 c. Respon masa kini atau tanggapan representatif (respon mengimajinasikan). Sedangkan Sujanto (1993:32) mengemukakan macam-macam respon secara lebih lengkap lagi yaitu sebagai berikut: a. Respon menurut indera yang mengamati, yaitu: 1) Respon auditif, yaitu respon terhadap apa-apa yang telah didengarnya baik berupa suara, ketukan dan lain-lain. 2) Respon visual, yaitu respon terhadap segala sesuatu yang dilihatnya. 3) Respon perasaan adalah respon terhadap sesuatu yang dialami oleh dirinya. b. Respon menurut terjadinya, yaitu: 1) Respon ingatan atau respon masa lampau, yakni respon terhadap kejadian yang telah lalu. 2) Respon fantasi, yaitu tanggapan masa kini yakni respon terhadap sesuatu yang sedang terjadi. 3) Respon pikiran atau respon masa datang yakni respon terhadap sesuatu yang akan datang. c. Respon menurut lingkungannya, yaitu: 1) Respon benda, yakni Respon terhadap benda-benda yang ada di sekitarnya. 2) Respon kata-kata yaitu Respon terhadap ucapan atau kata-kata yang dilontarkan oleh lawan bicara. Pembagian macam-macam respon di atas dapat menunjukan bahwa panca indera sebagai modal dasar pengamatan sangatlah penting, karena secara tidak langsung merupakan modal dasar bagi adanya respon sebagai salah satu fungsi jiwa yang dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menimbulkan keseimbangan atau merintangi keseimbangan. Selain dari panca indera, respon juga akan didasari oleh adanya perasaan yang mendalam atau sesuatu pengetahuan dan ingatan serta cara respon tersebut diungkapkan dalam kata-kata. Oleh karena itulah respon menjadi sesuatu yang

5 11 perlu dilihat dan diukur guna mengetahui gambaran atau pengamatan seseorang terhadap sesuatu objek. 4. Pentingnya Memahami Respon Seperti telah disebutkan di atas, bahwa individu dapat menanggapi objek yang ada disekitarnya. Hasil dari persepsi tersimpan dalam jiwanya kemudian disengaja atau tidak, individu akan melahirkan kembali gambaran dari responnya. Walgito (1994:100) mengatakan bahwa pada umumnya bayangan yang saling berhubungan satu dengan yang lain saling menimbulkan kembali atau saling memproduksi. Begitu pula Sujanto (1990:35) mengemukakan bahwa dengan tanggapan kita dapat mengasosiasikan dan memproduksi sehingga asosiasi diartikan sebagai kekuatan untuk menghubungkan respon - respon. Lain halnya dengan Suryabrata (1990:65) beliau menyatakan bahwa respon hanya mempunyai peranan yang terbatas yaitu sebagai bahan ilustrasi, untuk memudahkan pemecahan problem, dan sebagai bahan verifikasi, untuk menguji kebenaran suatu pemecahan. Walaupun Suryabrata di atas menyatakan bahwa respon hanya memiliki peranan yang sedikit namun tanggapan sangat penting untuk proses berfikir. Terlebih lagi dalam pemecahan masalah, maka respon berfungsi sebagai bahan ilustrasi dan verifikasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui asosiasi dan reproduksi tanggapan seseorang dapat digunakan untuk proses berfikir dan memecahkan suatu masalah. Pengukuran terhadap respon perlu baik dan pengukuran juga perlu menjadi dasar dalam penentuan kebijakan.

6 12 5. Indikator Respon Menurut Soemanto (1998:28) respon yang muncul ke dalam kesadaran, dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari respon lain. Dukungan terhadap respon akan menimbulkan rasa senang. Sebaliknya respon yang mendapat rintangan akan menimbulkan rasa tidak senang. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa indikator respon terdiri dari respon yang positif kecenderungan tindakannya adalah mendekati, menyukai, menyenangi, dan mengharapkan suatu objek. Sedangkan respon yang negatif kecenderungan tindakannya menjauhi, menghindari dan memberi objek tertentu. Sedangkan Sardiman, (1992:215) mengemukakan bahwa indikator respon itu adalah: a. keinginan untuk bertindak/berpartisifasi aktif, b. membacakan/mendengarkan, c. melihat, d. menimbulkan/membangkitkan perasaan dan e. mengamati. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa indikator dari respon itu adalah senang atau positif dan tidak senang atau negatif. Mengenai rasa tidak senang ini pada setiap orang berbeda-beda. Sebagian ada yang menghargai dan menyenangi karena kedermawanannya, yang lainnya lagi karena intelegensinya dan sebagainya. Kecenderungan untuk mempertahankan rasa tidak senang atau menghilangkan rasa tidak senang, akan memancing bekerjanya kekuatan

7 13 kehendak dan kemauan. Adapun kehendak atau kemauan ini merupakan penggerak tingkah laku manusia. B. Ruang dan Wilayah 1. Ruang Ruang sebagai salah satu sumber tidaklah mengenal batas wilayah. Akan tetapi, jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya, maka haruslah jelas batas, fungsi dan sitemnya dalam satu kesatuan. Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri terbatas. Bila pemanfaatannya tidak teratur dengan baik. Kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang. Karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan. Sebagaimana UU Nomor 24 Tahun 1992, bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Setelah dipahami kaitan penduduk dengan studi yang bercorak geografis kemudian perlu ditafsir arti ruang didalam kalimat : bumi sebagai ruang huni bagi manusia. Dalam perkembangan geografi dari abad keabad telah terjadi tiga jenis tafsiran mengenai ruang dan dari masing-masing itu timbul pendekatan yang khusus dalam studi gejala geografis.

8 14 Tafsiran ruang menurut Daldjoeni (1983 : 45-46) Pertama, tafsiran ruang sebagai milieu yaitu lingkungan alam. Pendekatan ini disebut pendekatan ekologis dimana diperhatikan hubungan timbale balik antara manusia dan lingkungan. Diterapkan pada masalah kependudukan misalnya mengapa daerah yang satu lebih padat, kurang padat daripada yang lain, kuncinya dicari pada perbedaan mengenai jenis tanah, topografi, kondisi hidrologis atau variasi permusiman. Memang dengan majunya teknologi hambatan alami dapat dikurangi atau dihapus sama sekali. Tafsiran kedua, ruang sebagai space. Dari sini muncul pendekatan spatial atau keruangan: disitu diperhatikan berbagai tingkah laku keruangan (spatial behavior) manusia. Termasuk didalamnya seperti perkembangbiakan, perpindahan (urbanisasi, transmigrasi): juga matapencaharian beternak atau bertani yang berpindah-pindah. Pada masyarakat kota, gerak-gerik rutin sepanjang hari atau sepanjang pecan yang berisikan denngan pekerjaan. Kemudian yang ketiga, ruang sebagai region atau wilayah. Dengan pendekatan regional ini masalah penduduk dipelajari dalam suatu daerah tertentu baik yang berupa kota, kabupaten, provinsi, pulau, Negara ataupun anak benua dan benua. Pendekatan ini masih dapat dikombinasikan dengan pernyataan sebelumnya. Menyimpulkan pendapat di atas, bahwa ruang di tafsirkan sebagai lingkuangan alam, ruang sebaggai space dan ruang sebagai region atau wilayah. Semua kehidupan yang ada di darat, laut maupun udara beserta kegiatan makhluk hidup di dalamnya meruakan satu kesatuan yang disebut dengan ruang. 2. Wilayah a. Pengertian Wilayah Menurut Tarigan (2005:113) pengertian wilayah yang digunakan dalam perencanaan dapat berarti suatu wilayah yang sangat sempit atau sangat luas,

9 15 sepanjang di dalamnya terdapat unsur ruang atau space. Wilayah sering diartikan sebagai satu kesatuan ruang secara geografi yang mempunyai tempat tertentu tanpa terlalu memperhatikan soal batas dan kondisinya. geografi, Menurut Jayadinata (1999:13) suatu wilayah (region) dalam pengertian merupakan kesatuan alam yang serbasama, atau homogen, atau seragam (uniform), dan kesatuan manusia, yaitu masyarakat serta kebudayaannya yang serbasama yang mempunyai ciri (kekhususan) yang khas, sehingga wilayah tersebut dapat dibedakan dari wilayah lainnya. Dalam pengertian diatas ada dua macam wilayah, yaitu: 1) Pengertian internasional: wilayah dapat meliputi beberapa negara yang mempunyai kesatuan alam dan kesatuan manusia, misalnya wilayah Asia Tenggara, wilayah Asia Baratdaya, wilayah Eropa Barat, Wilayah Amerika Latin, wilayah Asia dan sebaginya. 2) Pengertian nasional: wilayah merupakan sebagian dari negara, tetapi bagian tersebut mempunyai kesatuan alam dan kesatuan manusia, misalnya pantai timur Sumatera, pantai selatan Jawa, datar tinggi Bandung, dan sebaginya. Dalam perencanaan maka wilayah harus dapat dibagi (partitoning) atau dikelompokan (grouping) ke dalam satu ksatuan agar bias dibedakan dengan kesatuan lain. Titik awal dari pembagian dan pengelompokannya adalah wilayah yang kecil-kecil dan ingin di kelompokan dalam beberapa kesatuan yang lebih besar dengan mengikuti kriteria yang digunakan. Misalnya wilayah Negara Repulik Indonesia dapat dibagi atas provinsi, provinsi dapat dibagi atas Kabupaten atau Kota, Kabupaten atau Kota dapat dibagi atas Kecamatan, Kecamatan dibagi atas desa atau kelurahan, dan desa atau kelurahn dibagi atas dusun lingkungan. Pembagian tersebut menggunakan kriteria yurisdiksi

10 16 administrasi pemerintah, tentunya bisa dibuat pembagian atau pengelompokan lain dengan menggunakan kriteria yang berbeda. Menurut Galsson (1974:111) ada dua cara pandangan yang berbeda tentang wilayah, yaitu subjek dan objektif. Cara pandang subjektif, yaitu wilayah adalah alat untuk mengidentifikasikan suatu lokasi yang didasarkan atas kriteria tertentu atau tujuan tertentu. Dengan demikian, banyaknya wilayah tergantung kepada kriteria yang digunakan. Pandangan objektif menyatakan wilayah itu benar-benar ada dan dapat dibedakan dari ciri-ciri atau gejala alam disetiap wilayah. Wilayah bias dibedakan berdasarkan musim atau temperature yang dimilikinya atau berdasarkan konfigurasi lahan, jenis tumuh-tumbuhan, kepdatan penduduk, atau gabungan dari ciri-ciri diatas. Batas ruang dilapangan melakukan pengamatan seksama, perhitungan, dan bantuan peralatan tertentu masih bias menyatakan sesuatu lokasi itu masuk kedalam wilayah mana dari pengelompokan yang dibuat. Setidaknya batas itu bisa digambarkan dipeta, dengan kriteria tertentu misalnya, wilayah nodal, batas itu bisa berubah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnnya sesuai dengan perubahan potensi pusatnya. Menurut Hanafiah dalam Robinson (2005:112), unsur-unsur ruang yang terpenting adalah: 1) Jarak 2) Lokasi 3) Bentuk 4) Ukuran dan skala

11 17 Artinya setiap wilayah harus memiliki keempat unsur di atas. Unsur-unsur diatas secara bersama-sama membentuk atau menyusun suatu unit ruang yang disebut wilayah yang dapat diedakan dari wilayah lain. Glasson dalam Tarigan (1974:112) mengatakan wilayah dapat dibedakan berdasarkan kondisinya atau fungsinya. Berdasarkan kondisinya, wilayah dapat dikelompokan atas keseragaman isinya (homogeneity) misalnya wilayah perkebunan, wilayah peternakan, wilayah industri dan lain-lain. Berdasarkan fungsinya, wilayah dapat dibedakan misalnya kota dengan wilayah belakangnya, lokasi produksi dengan wilayah pemasarannya, susunan orde perkotaan, hierarki jalur transportasi dan lain-lain. b. Jenis-jenis Perwilayahan Perwilayahan mengelompokan beberapa wilayah kecil dalam satu kesatuan. Suatu perwilayahan dapat diklasifiasikan berdasarkan tujuan pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Berdasarkan wilayah administratif pemerintah, di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan pemerintahan, seperti Provinsi, Kabupaten atau Kota, Kecamatan, Desa atau Kelurahan dan Dusun atau lingkungan. 2) Berdasarkan kesamaan kondisi (homogenity), yang paling umum adalah kesamaan kondisi fisik dan kondisi kesamaan sosial budaya.

12 18 3) Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih dahulu beberapa pusat pertumbuhan (growth pole atau growth centre) yang kira-kira sama besarnya atau rangkingnya, kemudian ditetapkan bats-batasbatas pengaruh dari setiap pusat pertumbuhan. 4) Berdasarkan wilayah perencanaan atau program. Dalam hal ini ditetapkan batas-batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan untuk tujuan khusus. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pengklasifikasian atau pengelompokkan perwilayahan itu dibedakan berdasarkan empat dasar yaitu berdasarkan wilayah administratif pemerintahan, kesamaan kondisi baik kondisi fisik maupun kondisi sosial, ruang lingkup pengaruh ekonomi dan berdasarkan wilayah perencanaan atau program. C. Penduduk 1. Pengertian Penduduk Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil proses-proses demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompokkan penduduk menurut karakteristik-karakteristik yang sama. Beragam pengelompokkan dapat dibuat seperti atas dasar etnis, agama,

13 19 kewarganegaraan, bahasa, pendidikan yang diselesaikan, umur, jenis kelamin, dan golongan pendapatan. 2. Proses Penduduk Menurut Jayadinata (1986: 18) suatu proses merupakan beberapa perubahan tertentu yang berurutan pada suatu jangka waktu. Proses penduduk dapat berlaku: a. Secara alamiah, disebabkan oleh kelahiran dan kematian; b. Secara buatan, disebabkan oleh migrasi, yaitu imigrasi, dan emigrasi (proses adalah berbagai perubahan yang terjadi secara berurutan. Dapat dikenal: proses alam yang merupakan suatu daur, dan sosial). Proses penduduk adalah perubahan yang terjadi pada penduduk itu sendiri baik secara ilmiah melalui proses kelahiran dan kematian maupun secara buatan yang disebabkan oleh migrasi atau perpindahan yang dilakukan oleh penduduk. 3. Lingkugan Sosial Penduduk Menurut Jayadinata (1986:18) hal ini merupakan sebagian dari kebudayaan penduduk. Lingkungan social terdiri atas: a. Pola kendali: agama, adat istiadat, tradisi, kebiasaan, pemerintahan, hukum, dan sebagainya. Jadi seluruh masyarakat mulai dari tiap pola kendali (pattern of control) tersebut. b. Pola kegiatan (pattern of activities) 1) Kegiatan social: berkeluarga, kesehatan, pendidikan, berekreasi dan sebagainya; 2) Kegiatan ekonomi: cara berproduksi, mata pencaharian, cara berkonsumsi, cara berhemat dan sebagainya. Dalam berproduksi manusia memberikan tenaga kerja, yang menurut Royyen dan

14 20 Bengtson adalah usaha fisik dan mental yang dilakukan dalam produksi barang dan jasa. c. Pola bina (pattern of construction) Hal ini merupakan segala sesuatu yang dibangun dan dibuat oleh manusia, sehingga hasilnya tampak dengan nyata. Pola bina ini dapat merupakan: prasarana (jalan, bangunan, irigasi, bina, tanah, pertanian, dan sebagainya), sarana (mesin, kendaraan, alat komunikasi lainnya, alat rumah tangga), bahan mentah, dan sebagainya. Berhubungan dengan definisi di atas bahwa penduduk adalah sekelompok manusia yang bergantung satu sama lain dan yang telah memperkembangkan pola organisasi, yang memungkinkan mereka hidup bersama dan dapat mempertahankan diri sebagai kelompok. D. Permukiman 1. Pengertian Permukiman Menurut Budihardjo (1992:9) awal permukiman manusia mulanya manusia purba membuat bangunan-bangunan permukiman ialah perlindungan fisik terhadap hujan dan matahari, terhadap keganasan alam dan pengembangan diri, tehadap binatang-binatang buas dan sebagainya. Menurut Soeprapto (1976:250) permukiman dapat dibedakan menjadi dua, yaitu permukiman tradisional dan permukiman non-tradisional. a. Permukiman tradisional; lingkungan yang dibatasi oleh kesatuan traidisional, seperti desa, kampong, pendukuhan dan sebagainya. b. Permukiman non-tradisional; lingkungan hidup yang dibatasi oleh kesatuan genealogis, seperti klan, marga, rumah-rumah adat, kesain dan lain-lain.

15 21 Perkembangan dan pertumbuhan permukiman tradisional ini sangat dipengaruhi oleh kegiatan usaha, sumber kehidupan dan alam sekitarnya. Permukiman nontradisional sebagian tumbuh dan berkembang karena pengaruh perekonomian dan perdagangan. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan dan lingkungan binaan merupakan bagian dari lingkungan hidup. Pembangunan perumahan tempat tinggal manusia merupakan komponen penting dari pembangunan manusia seutuhnya. Kebijaksanaan dan program historis pembangunan lingkungan permukiman menyangkut pembangunan prasarana fisik permukiman dan fasilitas pelayanan umum. Sebagai akibat pertambahan penduduk, kebutuhan akan perumahan semakin meningkat. Persoalannya sekarang adalah cara mengembangkan permukiman dan perumahan dengan dampak kerusakan lingkungan yang sekecil mungkin. Menurut Blaang (1986:5): bermukim pada hakikatnya adalah hidup bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai tempat tinggal yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan diri. 2. Tujuan Pembangunan Perumahan/Permukiman Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa menutup diri, sebaliknya harus terbuka kearah kebersamaan dengan lingkungnnya. Karena itu permukiman member arti dalam kehidupan mausia.

16 22 Menurut Blaang (1986: 5) bermukim pada hakekatnya adalah hidup bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai tempat tinggal yang diperlukan manusia untuk memasyrakatkan diri, Masih dikemukakan oleh Blaang (1986: 7) bahwa: Tujuan pembangunan perumahan dan permukiman adalah agar setiap orang dapat menempati perumahan yang sehat, untuk mendukung kelangsungan dan peningkatan kesejahteraan soasialnya. Berhasilnya pengelolaan lingkungan permukiman sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yaitu aktivitas yang bersifat membina, membangun, dan mengembangkan. Jika kita memahami penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan manusia membangun permukiman perlu juga memperhatikan beberapa aspek yang dapat menunjang kehidupan yang lebih baik seperti aspek sosial, ekonomi dan budaya manusia juga berperan penting. 3. Perkembangan Permukiman Perkembangan diartikan sama dengan develop yaitu grow gradually became more mature advanced/organized (pertumbuhan secara berangsurangsur yang menjadikan atau membuat sesuatu lebih matang/maju/terorganisir). Menurut Poerwadarminta (2005: 473) Perkembangan sama dengan berkembang, yang berarti terbuka/terbentang menjadi luas dan besar, sesuatu keadaan menjadi banyak. Perkembangan wilayah merupakan suatu proses peningkatan wilayah dari kondisi sekarang untuk mencapai kondisi yang akan

17 23 datang yang kita inginkan. Jadi maksud dari perkembangan permukiman adalah pertumbuhan tempat tinggal mannusia baik pertumbuhan jumlah, peningkatan kualitas permukiman dan kepadatannya. a. Pola Perkembangan Kawasan Permukiman Ditinjau dari kegiatan utama kawasan pedesaan dengan kegiatan utama pertanian dan kawasan perkotaan dengan kegiatan utama non pertanian, terdapat perbedaan antara perumahan dengan permukiman pada beberapa aspek, antara lain, rumah, lingkungan tempat tinggal, prasarana dan sarana lingkungan, serta tempat yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 4. Syarat-syarat Permukiman Setiap manusia tentunya menginginkan lingkungan tempat tinnggal yang ideal dalam kehidupan bermasyarakat. Pola permukiman yang ideal adalah pemukiman yang bentuk perumahan, sarana umum, fasilitas social, maupun penataannya dapat menunjang perwujudan dan cita-cita daripada masyarakat itu sendiri. Permukiman harus mencerminkan adanya hidup kekeluargaan tingkat derajat yang sepadan, kerukunan beragama dan mendorong terwujudnya kegotongroyongan serta kemanfaatan bersama dalam kegiatan kebudayaan, olahraga, kesejahteraan keluarga, dan pemeliharaan lingkungan. Untuk itu semua tentunya diperlukan adanya sarana-sarana umum yang diperlukan dalm bidangbidang tersebut seimbang dengan jumlah penduduk.

18 24 5. Persayratan Sosial Ekonomi Pembangunan Permukiman Faktor ekonomi secara sadar atau tidak sudah masuk dalam pertimbangan lokasi permukiman. Pengelompokan pembangunan sebenarnya juga didasari pada adanya keuntungan yang di peroleh apabila permukiman dibangun tersebar, hal ini disebabkan karena adanya saling ketergantungan antara para anggotanya, keadaan social budaya dan social ekonomi penduduk ini harus ditinjau dan dianalisa, sebab hal tersebut sangat menentukan corak atau karakter daerah yang bersangkutan. Analisa social ekonomi di tinjau dari: a. Latar belakang sejarah tiap tiap daerah. b. Agama, harus diperhatikan dalam kaitan dengan pengadaaan sarana peribadatan, sebab semua daerah mungkin penduduknya menganut agama yang berbeda. c. Pendidikan d. Pola hidup masyarakat e. Mata pencaharian dan system ekonomi yang meliputi system produksi dan pemasaran f. Struktur konsumsi Dalam factor social permukiman berhubungan dengan perumahan, penduduk ini termasuk ke dalam karakter demografi, struktur dan organisasi social serta relasi social antara penduduk yang menghuni permukiman. Factor budaya juga mempengaruhi pertumbuhan permukiman seperti tradisi setempat,

19 25 daya seni, kemampuan teknologi dan kemampuan ilmu pengetahuan penduduk yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya setempat. Factor ekonomi mempengaruhi permukiman seperti harga lahan. Sedangkan factor politik berhubungn dengan pemerintahan dan kenegaraan dengan segala peraturan dan kebijakansanaan setempat. 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan permukiman yaitu faktor-faktor fisis, social, budaya, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tadi menjadi landasan bagaimana perkembangan permukiman itu selanjutnya. Penyebaran lokasi permukiman dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pernyataan yang di kemukakan oleh Bintarto (1984: 69), yaitu: penyebaran keruangan permukiman dipengaruhi oleh pelbagai factor, antara lain saingan atau competition, hak milik pribadi atau private ownership, perbedaan keinginan atau differential decirebility, topografi, transportasi, struktur asal atau inertia of earlier structure, dan sebagainya. Jadi, tubuh kembangnya permukiman dipengaruhi oleh banyak factor. Hal ini juga dikemukakan oleh Sumaatmadja (1981 : 192) mengenai factor-faktor yang mempengaruhi tumbuhnya suatu permukiman, yaitu: faktor sisis yang mempengaruhi pertumbuhan dari permukiman penduduk adalah keadaaan hidrografi, keadaaan tanah, iklim, morfologi, dan sumberdaya lainnya. Factor fisis ini mempengaruhi bentuk, kecepatan,

20 26 dan perluasan permukiman. Kedalam factor social, berkenaan dengan permukiman penduduk ini termasuk karakter demografinya, struktur dan organisasi social, dan relasi social diantara penduduk yang mempunyai permukiman penduduk. Factor budaya yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman yaitu tradisi setempat, daya seni, kemampuan teknologi, dan kemampuan ilmu pengetahuan berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya setempat. Factor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman yaitu harga tanah, kemampuan daya beli penduduk setempat. Sedangkan yang termasuk factor politik adalah keadaan pemerintahan dan kenegaraan dengan segala peraturan dan kebijaksanaan setempat. Untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk secara wajar, daerah permukiman penduduk jangan dibiarkan berkembang secara spontan dan liar, melainkan harus diatur berdasarkan pola perencanaan yang matang. Perkembangan permukiman yang liar akan menimbulkan masalah lingkungan di hari-hari mendatang. E. Permukiman Liar Menurut McAuslan (1986: 67) bahwa sebutan permukiman liar tidak mengandung suatu kecenderungan kriminal. Permukiman liar hanya menunjukkan hubungan antara kelompok-kelompok orang dan perumahan di atas tanah tertentu. Seorang pemukim liar adalah seorang yang menempati sebidang tanah, sebuah rumah, atau sebuah bangunan tanpa kekuatan hukum. Prakteknya ada beberapa macam. 1. Massa pemukim liar yang diorganisir. Ini banyak ditemukan di negaranegara Amerika Latin, India, dan negara Asia, serta beberapa kota di Eropa Barat.

21 27 2. Keluarga-keluarga secara sendiri-sendiri menetap di atas tanah yang mereka anggap tidak ditempati dengan atau tanpa izin dari seseorang yang dianggap mempunyai wewenang untuk memberikan izin kepada mereka. 3. Permukiman liar yang didasarkan pada transaksi resmi ortodoks, yaitu pemukim membeli sebidang tanah dari seorang penjual yang memiliki tanah itu, tetapi tidak mempunyai persetujuan yang sah mengenai pembagian tanah untuk membangun rumah di atasnya, atau yang sebenarnya tidak mempunyai hak, baik untuk memiliki atau menjual tanah itu kepada siapa pun. Pemukiman liar bukan merupakan fenomena yang hanya terdapat di negara-negara Dunia Ketiga saja. Di kota-kota di Eropa Barat, pada dasarnya terdapat dua golongan permukiman liar. 1. Pengambilalihan gedung-gedung yang telah ada, perumahan, perkantoran atau gedung-gedung bertingkat yang ditinggalkan atau dikosongkan, dan dipakai sebagai tempat tinggal. 2. Jenis permukiman liar di negara Dunia Ketiga, yaitu bangunan liar di atas tanah yang tidak dimiliki, yang biasanya dibangun dengan bahan-bahan tidak permanen. Penelitian telah menunjukkan dan beberapa pemerintah mulai menerima bahwa kenyataan permukiman liar jauh dari apa yang diduga sebagai sarang kejahatan dan sarang dari orang-orang yang tidak puas dengan keadaan politik yang ada. Nyatanya penghuni permukiman liar itu terdiri dari orang-orang biasa, yang sanggup dan bersedia berperan dalam pembangunan industry dan perkotaan.

22 28 Dalam kenyataannya, perekonomian informal yang dibutuhkan para pemukim liar itu adalah perekonomian yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan atau yang mampu menyedot banyak tenaga kerja dari keluarga pemukim liar yang tidak mampu itu. Lebih dari itu, kekuatan penting dalam proses sosialisasi pendatang ke dalam cara dan kebiasaan kota sangat dibutuhkan. Meskipun pendatang-pendatang baru itu pada umumnya miskin, namun mereka merasakan bahwa kesempatan hidup, mendapat pekerjaan dan gaji yang lebih baik lebih besar kemungkinannya daripada jika mereka tetap tinggal di desa. Biasanya mereka sudah siap untuk melakukan pekerjaan kasar apa pun asalkan dapat mengubah standar hidupnya. Banyak masalah urbanisasi di negara Dunia ketiga, termasuk Indonesia, muncul karena kurangnya upaya kea rah pembangunan pedesaan. Sentralisasi pembangunan merupakan cirri utama pembangunan di negara Dunia Ketiga, yang pada gilirannya akan menarik banyak tenaga kerja pedesaan yang lari ke kota, karena disana mereka lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik. F. Penguasaan Tanah Penguasaan tanah menunjukkan hubungan hukum antara manusia perorangan, kelompok orang, maupun badan hukum dengan tanah yang menyangkut hak-hak mereka terhadap tanah. Hak-hak tersebut mencakup hak

23 29 memiliki, menguasai, menggunakan, dan mengalihkan hak tanah tersebut. Menurut Sadyohutomo (2008: 89-93) menurut status penguasaannya, tanah dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Tanah Hak Milik (Private Property) b. Hak Milik Secara Adat Belum Bersertifikat Tanah milik adat perorangan adalah tanah yang dimiliki sesuai dengan hukum adat secara turun-temurun oleh individu atau keluarga. c. Hak Milik Sudah Bersertifikat Tanah hak milik yang sudah didaftarkan pada kantor pemerintah yang mengurusi pertahanan akan diberikan sertifikat (sertifikat hak milik) sesuai dengan peraturan perundangan pertanahan. 2. Tanah Ulayat Tanah ulayat adalah hamparan tanah yang secara hukum adat dimiliki bersama-sama oleh warga masyarakat daerah tersebut sebagai bagian dari hak ulayat masyarakat hukum adat. 3. Tanah Negara Status tanah Negara dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut: a. Tanah Negara bebas, yaitu tanah yang tidak atau belum dilekati oleh sesuatu jenis hak atas tanah. b. Tanah Negara berasal dari pelepasan hak Status tanah Negara yang berasal dari pelepasan hak umumnya bersifat sementara karena biasanya tanah tersebut dalam proses permohonan hak oleh seseorang atau badan hukum. Pemohon tanah untuk itu adalah pihak yang membebaskan tanah tersebut, baik instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka investasi atau penanaman modal dan pihak/petani yang berhak menerima tanah objek land reform. Tanah pemerintah adalah tanah Negara yang dikuasai/dikelola instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berupa perkantoran, prasarana umum (jalan raya, lapangan), kegiatan BUMN

24 30 (kehutanan, pelabuhan, lapangan terbang, PLN, Kereta Api Indonesia), kegiatan BUMD, tanah militer, dan tanah milik desa (misalnya kas desa, tanah bengkok, jalan desa). Berdasarkan definisi di atas jadi tanah merupakan kebutuhan mutlak manusia dan mempunyai sifat yang unik jika dibandingkan dengan aspek-aspek lain yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia. Dikarenakan keunikan tersebut maka manajemen dan kebijaksanaan pertanahan merupakan lingkup yang sangat kompleks. Perumusannya menyangkut perimbangan aspek lokasi, kelangkaanya, penguasaan, dimensi-dimensi peranannya (ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hankamnas) dan aspek kelestarian lingkungan. Sama seperti kasus pada penelitian ini bahwa karena kurangnya manajemen dan kebijaksanaan dari pihakpihak yang bersangkutan hal ini menyebabkan ketidakseimbangan aspeknya, yaitu adanya penguasaan tanah milik suatu instansi atau perusahaan oleh penduduk yang memang sangat membutuhkan tempat atau lahan untuk melangsungkan kehidupan. G. Sarana dan Prasarana Jasa Angkutan Kereta Api Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang maupun barang secara masal, hemat energy, hemat dalam penggunan ruang, mempunyai factor keamanan yang tinggi, dan tingkat pencemaran yang rendah serta lebih efisien dibansing dengan moda transportasi

25 31 jalan raya untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintas, seperti angkutan kota. Seperti yang diungkapkan oleh Faulks (1982: 32-33) mengemukakan bahwa: Transportasi kereta api merupakan angkuatan masal, yaitu dapat mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak, sehingga memmiliki karakteristik transportasi yang berbeda dengan transportasi darat lainnya, karena mempunyai sifat yang khusus dalam system operasi dan komponen system transportasi lainnya. Salim (1997: 21) mengemukakan bahwa komponen transportasi kereta api, meliputi: 1. Vehicles atau alat angkutan, berupa: a. Lokomotif b. Gerbong barang 2. Ways atau jalan, meliputi: a. Jalan kereta api (rel) b. Bantalan/track c. Signal, navigasi dan telekomunikasi d. Logistik untuk jalan 3. Stasiun, terdiri dari: a. Stasiun beserta perlengkapan b. Gudang c. Depot/balai kerja Menurut undang-undang pengangkutan tahun 1992 komponen-komponen pokok dalam system transportasi kereta api, adalah sebagai berikut: a. Sarana Kereta Api

26 32 Menurut Undang-undang tentang perkeretaapian No. 13 tahun 1992 pasal 1 ayat 6 bahwa sarana kereta api adalah segala sesuatu yang dapat bergerak di atas jalan rel. sarana Kereta Api terdiri dari: a. Lokomotif kereta api adalah segala sesuatu yang dapat bergerak si atas jalan rel dan merupakan tenaga penggerak kereta api b. Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel. Jenis- jenis kereta api terdiri dari lima jenis: a. Kereta Api penumpang adalah rangkaian gerbong-gerbong penumpang dan barang termasuk barang-barang kiriman pos. Menurut kecepatannya kereta api penumpang terdiri dari: 1) Kereta api ekspres dengan kecepatan lebih dari 75 Km/jam 2) Kereta api cepat dengan kecepatan lebih dari 75 Km/jam 3) Kereta api khusus penumpang dengan kecepatan paling tinggi 60 Km/jam 4) Kereta api motor yaitu kereta-kereta yang mempunyai motor sendiri tanpa lokomotif dengan kecepatan paling tinggi 75 Km/jam. b. Kereta api barang Kereta api barang adalah suatu rangkaian gerbong untuk barang dan binatang. Kecepatan kereta paling tinggi 45 Km/jam. c. Kereta Api Campuran

27 33 Kereta api campuran adalah suatu rangkaian gerbong-gerbong untuk penumpang dan barang serta digunakan intuk suatu lalulintas yang tidak ramai. Kecepatan kereta campuran ini adalah 45 Km/jam. d. Kereta Api Kerja Kereta api kerja adalah kereta api yang digunakan untuk perbaikan jalan baja bila disuatu tempat ada kerusakan. Tempat-tempat tertentu dimana ada perbaikan jalan. Kereta api ini dipergunakan untuk mengangkut pekerja-pekerja dan bahan-bahan yang diperlukan untuk perbaikan. e. Kereta api pertolongan Kereta api pertolongan adalah kereta api yang digunakan untuk pertolongan bila ada kecelakaan dan kereta api ini digunakan dan dikirim ke tempat kecelakaan. b. Prasarana kereta api Menurut UU Pengankutan No. 13 pasal 1 ayat 7, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan prasarana kereta api adalah segala fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta api dapat dioprasikan, yang terdiri dari: a. Jalan kereta api Jalan kereta api atau rel kereta api merupakan jalan khusus untuk kereta api yang berupa rangkaian jalan baja dalam suatu jaringan, sehingga dapat dilalui oleh kereta api. Menurut Faulks (1982:32) jalan kereta api mempunyai criteria tertentu:

28 34 Jalan kereta api harus memiliki jalur, stasiun, pensignalan dan seluruh perlengkapannya yang perlu untuk memastikan jalur laju kereta api yang aman, karena sifatnya yang khusus. 1) Stasiun Menurut Sembiring (1986:1) stasiun adalah suatu kesatuan dari gedunggedung beserta perlengkapannya, peron dan lain-lain, dimana orang dapat memanfaatkan jasanya untuk keperluan angkutan sehari-hari. dari: Sembiring (1986:3-4), membagi stasiun menurut ukurannya yaitu terdiri a) Stasiun kecil Stasiun kecil biasanya terdapat dikota-kota tingkat kabupaten dan hanya kereta api jarak dekat (lokal) yang berhenti disini. Stasiun kecil hanya digunakan untuk penumpang local misalnya pedagang kecil, pegawai dan anak sekolah juga untuk pengiriman barang dalam jumlah kecil. b) Stasiun sedang Sarana di stasiun sedang lebih lengkap dari stasiun kecil sehingga selain kereta api jarak dekat juga kereta api cepat dapat berhenti di sini, jadi ada kesempatan untuk penumpang turun dan naik dari stasiun ini. c) Stasiun besar Stasiun besar pada umumnya terdapat dikota-kota besar dan kota-kota pelabuhan yang besar. Semua jenis dan ukuran kereta api berhenti disini. Perlengkapan di stasiun besar ini lebih baik dan lengkap dari pada stasiun sedang atau stasiun kecil, baik untuk kereta penumpang, kereta barang maupun perbaikan lokomotif dan gerbong. Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa stasiun merupakan tempat dimana kita dapat memanfaatkan jasanya untuk keperluan angkutan terutama stasiun kereta api yang sudah kita ketahui. Keberadaan stasiun ini disesiakan dengan kebutuhan akan transportasi dan di kelompokkan pula berdasarkan ukurannya

29 35 yaitu stasiun kecil, sedang dan besar. Semua itu didasari oleh berbagai kondisi baik kondisi tempat atau lokasi stasiun itu maupun kondisi penumpang. 2) Sistem operasi Sistem operasi merupakan segala kebijaksanaan yang diambil untuk mengatur penggunaan atau pengoperasian transportasi kereta api. Transportasi kereta api merupakan transportasi darat yang mempunyai sifat yang khusus, sehingga dalam system pengoperasiannya berbeda dengan transportasi darat lainnya. Adapun yang termasuk dalam sistem operasi transportasi kereta api adalah: a) Rute angkutan, baik angkutan barang ataupun manusia dengan segala perangkatnya. b) Jalur atau rute angkutan kereta api baik barang ataupun manusia dengan segala perangkatnya. c) Peraturan-peraturan dalam pengoperasian kereta api yang diautr oleh badan usaha yang memiliki wewenang dalam pengoperasian suatu sitem transportasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem operasi perkeretaapian diartikan sebagai suatu kegiatan terpadu dari seluruh usaha penggerak sejumlah sarana angkutan dengan berbagai kebijakan baik itu rute angkutan, jalur dan peraturan-peraturan yang sudah diatur sesuai dengan pola perencanaan perjalanan lereta api.

30 36 H. Asumsi Dalam suatu penelitian diperlukan suatu asumsi yang akan dijadikan tolak ukur dan keinginan dalam menemukan jawaban atas suatu permasalahan yang diteliti, asumsi ini dikenal dengan asumsi dasar atau anggapan dasar. Arikunto (1991 : 35) mengemukakan bahwa asumsi adalah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti. Asumsi dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Respon bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang atau pun menjadi antisipasi pada masa yang akan datang. 2. Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil proses-proses demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi. 3. Pengaktifan jalur kereta yang sudah lama tidak dioperasikan dilakukan dalam rangka mengurangi kepadatan lalu lintas adalah berupa langkah manajemen pengendalian lalu lintas. I. Hipotesis Penelitian Hipotesis menurut Hasan (2004:31) adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga harus diuji secara empiris. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

31 37 Ha : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey H 0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung- Ciwidey 2. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey Ha : Terdapat hubungan antara tingkat pedapatan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey H 0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung- Ciwidey 3. Hubungan antara Mata Pencaharian dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey Ha : Terdapat hubungan antara tingkat pedapatan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey H 0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung- Ciwidey 4. Hubungan antara status kepemilikan rumah dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

32 38 Ha : Terdapat hubungan antara Status Kepemilikan Rumah dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung- Ciwidey H 0 : Tidak terdapat hubungan antara Status Kepemilikan Rumah dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey 5. Hubungan antara jarak rumah ke bekas rel dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey Ha : Terdapat hubungan antara jarak rumah ke bekas rel dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung- Ciwidey H 0 : Tidak terdapat hubungan antara jarak rumah ke bekas rel dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan pemukiman. Pada awalnya lingkungan mungkin hanyalah lahan kosong, rawarawa, atau bahkan hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat pada segala aspek kehidupan. Sektor ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

Deskripsi Singkat Topik :

Deskripsi Singkat Topik : 1 WILAYAH DAN RUANG LINGKUPNYA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : WILAYAH DAN RUANG LINGKUPNYA : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Untuk menanamkan pemahaman praja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering diistilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari

Lebih terperinci

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Geografi Pengertian Desa Kota Potensi Desa Kota Unsur - unsur potensi Fisik desa Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Sekian... Pengertian Desa... Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi sehingga banyak masyarakat menyebutnya sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Lampung yang selalu bertambah pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan otonomi daerah, serta pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5497 KEPENDUDUKAN. Transmigrasi. Wilayah. Kawasan. Lokasi. Pemukiman. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 9) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 5 C.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN DESA - KOTA : 1 A. PENGERTIAN DESA a. Paul H. Landis Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Transportasi adalah kegiatan untuk memindahkan, menggerakkan, atau mengalihkan objek, baik itu barang maupun manusia, dari tempat asal ke tempat tujuan (Miro,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang relatif tinggi sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang pesat, peningkatan aktivitas

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun bertambah dengan pesat sedangkan lahan sebagai sumber daya keberadaannya relatif tetap. Pemaanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

Sedangkan menurut Sumaatmadja (1988, hlm. 9), bahwa pembangunan

Sedangkan menurut Sumaatmadja (1988, hlm. 9), bahwa pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha pemerintah dan segenap lapisan masyarakat yang ditujukan guna mencapai kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Pembangunan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api; PP 81/1998, LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 81 TAHUN 1998 (81/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan seutuhnya yaitu tercapainya kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan tersebut dapat tercapai bila seluruh kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan

I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemukiman sering menjadi masalah bagi setiap individu karena individu membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan pemberi ketentraman hidup.

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

Kedudukan Penatagunaan Tanah dalam Penataan Ruang.

Kedudukan Penatagunaan Tanah dalam Penataan Ruang. Kedudukan Penatagunaan Tanah dalam Penataan Ruang adipandang@yahoo.com Posisi Penatagunaan Tanah dalam Perencanaan Tata Ruang (Phase 1) Sifat Dasar Tanah (Soil Nature) Sifat geografis Tanah (Land form)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

Ciri Utama Disiplin Geografi (1) : Perspektif Spasial. Minggu ke-2 Pengantar Geografi Oleh : Hafid Setiadi

Ciri Utama Disiplin Geografi (1) : Perspektif Spasial. Minggu ke-2 Pengantar Geografi Oleh : Hafid Setiadi Ciri Utama Disiplin Geografi (1) : Perspektif Spasial Minggu ke-2 Pengantar Geografi Oleh : Hafid Setiadi Ruang Merupakan konsep dasar dalam kehidupan manusia Bagian dari kesadaran manusia yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Permasalahan yang terjadi di semua negara berkembang, termasuk di Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat laju pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan karakteristik keberadaan jumlah penduduk yang lebih banyak tinggal di desa dan jumlah desa yang lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas merupakan suatu pergerakan atau perpindahan yang terjadi untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, pemenuhan kebutuhan biasanya didorong oleh keaadaan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan

BAB II KERANGKA TEORI. setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Teori Persepsi Manusia pada dasarnya merupakan mahkluk individu. Dalam melihat suatu masalah setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pendapat para ahli yang berkaitan dengan variabel-variabel pada penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pendapat para ahli yang berkaitan dengan variabel-variabel pada penelitian ini. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Sebagai dasar pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan landasan teoritis dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang telah dinobatkan sebagai kota pendidikan dan juga merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkeretaapian Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2007, perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia,

Lebih terperinci

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI MODUL ONLINE 20.11 INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI FERANI MULIANINGSIH PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 i A. PENDAHULUAN Materi-materi pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat luas yaitu di Dunia. Jumlah penduduk yang begitu besar tanpa di

I. PENDAHULUAN. yang sangat luas yaitu di Dunia. Jumlah penduduk yang begitu besar tanpa di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang cukup besar, bukan hanya di kawasan Asia Tenggara, atau kawasan Asia, tetapi dalam lingkup yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak terhadap perkembangan kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan kota sebagai pusat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 I. UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah membutuhkan jasa angkutan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah membutuhkan jasa angkutan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu daerah membutuhkan jasa angkutan yang cukup serta memadai. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang tidak dapat diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembangunan pada masa orde baru, dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik bertujuan untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada otonomi daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah dikunjungi dari transportasi apapun sering menjadi primadona bagi pendatang yang ingin keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Formal Geografi adalah salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang mendukung dalam pembangunan wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LINDA KURNIANINGSIH L2D 003 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Masyarakat Perkotaan & Masyarakat Pedesaan

Masyarakat Perkotaan & Masyarakat Pedesaan Masyarakat Perkotaan & Masyarakat Pedesaan 7 Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat memahami dan menghayati kenyataan yang diwujudkan oleh gejolak masyarakat perkotaan, memahami dan menghayati kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru yaitu di utara berhadapan dengan filipina, di selatan dengan Australia,di barat dengan pulau-pulau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Transportasi Pengertian transportasi secara harafiah adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu

Lebih terperinci

[Type the document title] ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK

[Type the document title] ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK I. PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN Pertambahan penduduk kota di Indonesia mendorong meningkatnya

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Transportasi Menurut Morlok (1991), pengertian transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Berdasarkan hasil seminar lokakarya (SEMLOK) tahun 1988 (Suharyono dan Moch. Amien,

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Berdasarkan hasil seminar lokakarya (SEMLOK) tahun 1988 (Suharyono dan Moch. Amien, I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Berdasarkan hasil seminar lokakarya (SEMLOK) tahun 1988 (Suharyono dan Moch. Amien, 1944:15), geografi adalah ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang menyediakan jasa transportasi bagi manusia dan barang. Sejalan dengan pembangunan yang semakin pesat dewasa

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu kawasan yang berada di permukaan bumi yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial yang salah

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci