BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Rumusan Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Rumusan Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah dirintisnya metode investigasi wabah dimulai dengan adanya penemuan kuman cholera oleh John Snow sehingga ia terkenal dengan metode investigasi wabah cholera di London ( 1854 ). Wabah adalah suatu keadaan ketika dimana kasus penyakit atau peristiwa yang lebih banyak daripada yang diperkirakan dalam suatu periode waktu tertentu di area tertentu atau diantara kelompok tertentu. Disebuah fasilitas pelayanan kesehatan dugaan terhadap suatu wabah mungkin muncul ketika aktivitas surveilans rutin mendeteksi adanya suatu kluster kasus yang tidak biasa atau terjadinya peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah biasanya. Ketika dokter mendiagnosa suatu penyakit yang tidak biasa, ketika dokter, perawat, atau petugas laboraturium yang menyadari terjadinya serangkaian kluster kasus. Kluster kasus adalah kelompok kasus penyakit atau peristiwa kesehatan lain yang terjadi dalam rentang waktu dan tempat yang berdekatan. Didalam suatu kluster banyaknya kasus dapat melebihi jumlah yang diperkirakan, umumnya jumlah yang diperkirakan tidak diketahui. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah tugas dari mata kuliah epidemiologi dan menambah wawasan penulis tentang epidemiologi khususnya tentang Investigasi Wabah. C. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan wabah? 2. Bagaimana melakukan investigasi wabah? 3. Bagaimana Langkah-Langkah Dalam Menelaah Laporan Yang Berhubungan Dengan KLB/Wabah? 1

2 BAB II PEMBAHASAN A. Wabah/Kejadian Luar Biasa 1. Wabah a. Pengertian Secara umum Wabah dapat diartikan sebagai kejadian penyakit melebihi dari normal (kejadian yang biasa terjadi). Banyak definisi yang diberikan mengenai wabah baik kelompok maupun para ahli diantaranya : 1) Wabah adalah penyakit menular yang terjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang didaerah luas ( KBBI : 1989 ). 2) Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah meluas secara cepat, baik jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit ( depkes RI, DirJen P2MPLP : 1981). 3) Wabah adalah kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (UU RI No. 4 tahun 1984 ). 4) Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk suatu daerah, yang nyata jelas melebihi jumlah biasa ( Benenson : 1985 ) 5) Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan biasa ( Last : 1981 ) Selain kata wabah dikenal pula letusan ( outbreak ) apabila kejadian tersebut terbatas dan dapat ditanggulangi sendiri oleh pemerintah daerah dan kejadian luar biasa ( KLB ) apabila penanggulangannya membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat ( DirJen P2MPLP tahun 1981 ). Di Indonesia pernyataan adanya wabah hanya boleh ditetapkan oleh menteri kesehatan. b. Komponen Wabah Tiga komponen wabah : 1) Kenaikan jumlah penduduk 2) Kelompok penduduk disuatu daerah 3) Waktu tertentu 2

3 c. Pembagian wabah Pembagian wabah menurut sifatnya : 1) Common Source Epidemic Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka, menggambarkan satu puncak epidemi, jarak antara satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada angka serangan ke dua. Common source sendiri dibedakan menjadi dua yaitu : a) Point Source Epidemic (kurva epidemic dengan satu puncak) yaitu wabah yang terjadi akibat pemaparan dalam waktu yang singkat dengan sumber penularan tunggal.contohnya kejadian keracunan dan polusi. b) Intermittent Common Source Epidemic (kurva epidemic denggan beberapa puncak ) yaitu wabah yang terjadi akibat pemaparan. Contohnya kejadian diare dan disentri. 2) Propagated/Progresive Epidemic Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive epidemic terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vector, relatif lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masya yang rentan serta morbilitas dari pddk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal anggota masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus. d. Alasan melakukan penyelidikan adanya kemungkinan wabah : 1) Mengadakan penanggulangan dan pencegahan a) Ganas tidaknya penyakit b) Sumber dan cara penularan c) Ada atau tidaknya cara penanggulangan dan pencegahan 2) Kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan 3) Pertimbangan program 4) Kepentingan umum, politik, dan hokum 2. Kejadian Luar Biasa / KLB Menurut Prof. Dr. Nur Nasry Noor, MPH dalam bukunya Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular Kejadian Luar Biasa (KLB) salah satu kategori status wabah dalam 3

4 peraturan yang berlaku di Indonesia. StatusKejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Kepala wilayah / daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah (KLB penyakit menular) diwilayahnya atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah, wajib segeramelakukan tindakan tindakan penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak berkembang menjadi wabah (UU No. 4 dan PerMenKes 560/ MenKes/ Per/ VIII/ 1989). Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal. b. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian terus menerus selama tiga kurun waktu berturut turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu). c. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun). d. Jumlah penderita baru dalam suatu bulan menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata rata perbulan dalam tahun sebelumnya. e. Angka rata rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata rata perbulan dari tahun sebelumnya. f. Case fatality rate ( CFR ) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibandingkan dengan CFR dari periode sebelumnya. g. Proportional rate ( PR ) penderita dari suatu periode tertentu menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan periode kurun waktu sebelumnya. h. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : cholera dean demam berdarah dengue. i. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya ( pada daerah endemis ). j. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode empat minggu sebelumnya, daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan. k. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan satu kasus atau lebih sebagai KLB. Keracunan makanan Keracunan pestisida l. Satu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani seperti penyakit poliomylitis dan tetanus neonatorum kasus dianggap KLB dan perlu penanganan khusus. Peningkatan jumlah kasus atau penderita yang dilaporkan belum tentu suatu wabah (pseudo epidemik) karena peningkatan penderita tersebut bisa karena : 4

5 Perubahan cara pencatatan Ada cara cara dignosis baru Bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat Ada penyakit lain dengan gejala sama Jumlah penduduk bertambah B. Investigasi Wabah Investigasi wabah secara metodologi tidak berbeda dari desain epidemiologi lainya.perbedaan utamanya adalah investigasi wabah biasanya harus segera dilakukan dan benar-banar memperhatikan waktu daripada desain penelitiannya, dan umumnya memilki hambatan langsung daripada desain penelitian epedemiologi lainnya. 1. Pelaksanaan Investigasi Wabah a. Evaluasi terjadinya wabah Tujuan melakukan evaluasi awal terjadinya wabah adalah menyediakan suatu analisis secara cepat tentang kemungkinan adanya tambahan dan menentukan apakah terdapat suatu masalah yang potensial di masyarakat. Langkah-langkah evaluasi awal meliputi : 1) Verifikasi diagnosis kasus yang dilaporkan. Dilakukan dengan meninjau ulang hasil laporan rekam medis dengan hasil pemeriksaan labolatorium.apabila didapatkan data klinis yang berasal dari rekam medis tidak mendukung hasil pemeriksaan labolatorium maka dicurigai suatu infeksi palsu atau terjadi kekeliruan diagnosis. 2) Evaluasi kepaparan masalah Masalah atau penyakit yang dilaporkan harus dilakukan evaluasi, apakah penyakit atau kondisi dapat memengaruhi banyak orang atau hanya sebagian kecil orang dalam suatu populasi. 3) Lakukan tinjauan retrospektif atau mengidentifikasi adanya kasus lain. Lakukan tinjauan ulang pada arsip surveilans, laporan labolatorium, dan arsipklinis secara retrospektif untuk mengidentifikasi adanya kasus lain. 4) Buat tabel kasus Jumlah kasus yang dilaporkan dibuat dalam bentuk table, setiap baris mewakili satu kasus dan setiap kolom mewakili karakteristik penting yang membantu investigasi. Misalnya nama, jenis kelamin, nomor laporan/kasus/penyakit, tanda dan gejala, jenis pelayanan kesehatan yang dilakukan, tanggal dan hasil uji labolatorium, dan hal lain yang mendukung kasus/ penyakit yang dilaporkan. 5) Tinjauan ulang informasi yang ada. Tinjau ulang informasi yang telah ada dan tentukan apakah terdapat masalah yang potensial dan apakah jumlah insiden lebih besar dari pada yang diperkirakan. 5

6 b. Langkah-Langkah Investigasi Wabah Langkah yang dilakukan dalam investigasi wabah adalah : 1) Identifikasi dan verifikasi diagnosis kasus baru. Lakukan identifikasi kasus dengan melakukan surveilans secara prospektif terhadap kasus baru dengan melakukan pemantauan hasil labolatorium, hasil catatan medis pasien, dan laporan dari pengelola kesehatan. 2) Tentukan devenisi kasus Definisi kasus harus dilakukan pada awal investigasi yang akan digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang yang telah terinfeksi. Definisi kasus dengan menggunakan kriteria epidemiologik, kllinis, dan laboratorium untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan kasus, serta digunakan untuk membatasi kasus berdasarkan waktu, tempat, dan orang secara spesifik.dari definisi kasus kita dapat mengklasifikasikan kasus menjadi possible (mungkin), probable (memiliki kemungkinan besar), dan definite (pasti). 3) Tinjau ulang temuan klinis dan laboratorium Apabila wabah yang terjadi termasuk dalam golongan penyakit infeksi, temuan secara klinis dan laboratorium perlu ditinjau ulang pada awal pelaksanaan investigasi.tindakan mengkaji ulang bertujuan untuk menentukan apakah kasus benarbenar terinfeksi atau hanya infeksi palsu (hasil laboratorium menunjukkan adanya kekeliruan diagnosis). 4) Konfirmasikan adanya epidemik Kegiatan selanjutnya dalam melaksanakan investigasi wabah adalah mengonfirmasikan keberadaan adanya epidemik.konfirmasi dapat dilakukan dengan membandingkan apakah angka insiden atau jumlah berada di atass nilai endemik atau nilai yang diperkirakan.kemudian bandingkan peningkatan kasus yang terjadi dengan kriteria sehingga kejadian dikategorikan sebagai wabah. 5) Pencarian literature Ketika wabah terjadi, baik yang dicurigai memiliki etiologi infeksius ataupun noninfeksius, tahap awal yang harus dilakukan adalah pencarian literatus atau sumber lain untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kasus, seperti faktor resiko, sumber, reservoir, dan cara penularan. Dasar dilakukannya pencarian adalah untuk merusmuskan definisi kasus, menentukan insidensi dan prevalensi penyakit dalam populasi beresiko, membuat hipotesis mengenai factor resiko, mekanisme pajanan penularan, serta mengembangkan tindakan pencegahan dan pengendalian. 6

7 6) Konsultasi dengan laboratorium Jika wabah termasuk etiologi infeksius petugas labolatorium harus diberitahu secepat mungkin tentang kemungkinan terjadi wabah dan diinstruksikan untuk menyimpan serum dan semua agaen isolasi yang dicurigai sesuai ketentuan yang berlaku. 7) Melaporkan ke pihak yang berkepentingan Pengelola fasilitas dan para pengambil kebijakan perlu diberitahu secepat mungkin terjadinya wabah terutama apabila wabah tersebut menyebabkan mortalitas atau morbiditas yang signifikan. 8) Bentuk tim pelaksana investigasi Dalam pelaksanaan infestigasi perlu dibentuk tim yang terdiri dari petugas pengendali infeksi, tim penyakit menular, managemen mutu, managemen risiko, laboratorui, apotik, petugas kesehatan, jasa pelayanan dan administrasi, dan yang dibutuhkan lainnya. 9) Menentukan adanya bantuan dari pihak luar. Apabila pelaksanaan investigasi luas yang melibatkan suatu studi penelitian kasus control atau kohort, tim investigasi sebaiknya mencari bantuan pada ahli metodologi dan statistic yang terlatih. Apabila wabah yang terjadi merupakan kondisi yang tidak biasa, atau seuatu penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi atau sumber umum wabah dihubungkan dengan suatu yang tersedia secara komersial (makanan dan obat-obatan), maka departemen kesehatan setempat atau pusat dapat memberikan bantuan dalam melaksanakan investigasi. 10) Memulai tindakan pengendalian awal Tujuan dari investigasi wabah adalah menghentikan wabah, dan demikian tindakan pengendalian seharusnya telahdiketahui dan dilaksanakan sedini mungkin untuk memperkecil morbiditas, mortalitas serta kerugian yang mengakibatkan adanya wabah. Pengendalian yang dilaksanakan disesuaikan dengan sifat dan besar permasalahan yang terjadi. 11) Mencari kasus tambahan Pada investigasi wabah, pencarian kasus baik secara retrospektif maupun prospektif dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kasus tambahan. Pencarian dilakukan dengan meninjau kembali laporan laboratorium, arsip surveilans, data rekam 7

8 medis, dan laporan dari dinas kesehatan setempat. Pencarian dapat puala dilakukan dengan menghubungi semua fasilitas pelayanan kesehatan, agar segera melaporkan apabila menemukan kasus baru.jika penyakit memiliki masa inkubasi yang sangat panjang, maka dapat dilakukan serveilans secara aktif untuk menemukan adanya kasuskasus baru. Apabila penyakit asimtomatik (tanpa gejala) maka perlu diadakan uji infeksi dengan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya kasus baru. Selain itu dibuat formulir pengumpulan data untuk mengumpulka informasi dari setiap kasus, elemen data yang dicantumkan tergabtung pad penyakit, kondisi dan kejadian yang diteliti. Format pengumpulan data dirancang dengan cermat agar dapat mencakup semua informmasi yang diperlukan untuk menentukan adanya suatu kasus sesuai dengan defenisi kasus, dapat menghindari waktu yang terbuang untuk mengumpulkan banyaknya informasi, dan menghindari data yang hilang apabila dibutuhkan untuk analisis selanjutnya. 12) Menjelaskan hubungan wabah berdasarkan orang, tempat dan waktu. Apabila data sudah terkumpul, timinvestigasi dapat melakukan analisis secara deskiptif.berdasarkan variable orang, tempat, dan waktu. a. Orang : harus mengenali orang dan karakteristik yang berkaitan dengan penyakit yang sedang di investigasi. Semua kasus ditabulasikan menurut kelompok usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, dan ciri terkait lainnya.populasi yang beresiko harus ditentukan, jika memungkinkan dapat dihiting attack rate (AR), dan case fatality rate(cfr) b. Tempat :menggunakan peta titik yaitu dot map dan spot map, tandai setiap lokasi kasus dan lokasi pajanan (lokasi saat terpapar faktor penyebab terjadinya penyakit). Sumber terjadinya penyakit, faktor iklim dan topologi yang memungkinkan terjadinya penyakit juga dikaji. Pengelompokan kejadian ditentukan dengan menghubungkan tempat tinggal, tempat kerja, dan kemungkinan munculnya kembali kasus. c. Waktu : mulai terjadinya penyakit perlu dicatat untuk masing-masing kasus, meliputi tanggal dan jam mulai terjadinya penyakit. Waktu terjadinya kasus pada setiap kejadian wabah harus dicata karena digunakan untuk membuat kurva epidemik. Dalam masa inkubasi, yang akan digunakan untuk menentukan pengaruh waktu dalam perjalanan penyakit dan puncak serta lemah pada kurva epidemik, serta pengaruh waktu terhadap cara dan media penularan. Kronologis peristiwa, tahap kejadian, mata rantai kejadian yang terkait dengan waktu dan distribusi waktu mulai terkena penyakit harus 8

9 dipastikan. Dan ditandai pada bagan dan grafik. Dari informasi kurva epidemic, tentukan perjalanan penyakit, pastikan kelompok terpajan dan terinfeksi dalam waktu yang sama atau berbeda. 13) Menggambar kuva epidemik Kurva epidemik adalah grafik atau histogram yang digambar dengan menempatkan data mengenai jumlah kasus pada sumbu y dan tanggal terjadinya kasus (onset) pada sumbu x. Kurva yang disusun secara tepat dapat digunakan untuk membeda antara wabah setempat ( poin sources epidemic) dan wabah yang meluas (propagated epidemic) 14) Evaluasi masalah Data informasi yang ada harus ditinjau untuk menentukan sifat alami penyakit atau masalah kesehatan yang dihadapi.jika wabah termasuk penyakit infeksius, maka identitas dan karakteristik organisme yang menimbulkan penyakit perlu analisa lebih lanjut. Apabila wabah disebabkan oleh organisme tertentu yang berhubungan dengan air dan larutan, maka informasi ini dapat digunakan untuk membantu tim infestigasi untuk mencari reserpoin air dengan megefaluasi factor resiko seperti obat-obatan dan larutan yang diencerkan dengan air. Data dan informasi yang didapatkan harus ditinjau kembali untuk mencari bekti adanya bukti penyebaran dari orang ke orang atau seatu sumber reservoir lainnya. 15) Menentukan kebutuhan uji diagnostic lain. Tim investigasi harus menentukan kebutuhan pelaksanaan uji diagnostic lainnya, terutama bagi penyakit onfeksi yang terjadi tanpa gejala dan tanda, untuk menentukan orang tersebut telah terinfeksi senagai akibat adanya pajanan selama wabah.misalnya, ketika menyelidiki wabah penyakit campak sering kali dilakukan uji serologic untuk mengidentifikasi orang yang rentan sehingga mereka dapat di imunisasi untuk mencegah terjadinya infeksi dan penularan penyakit lebih lanjut. 16) Rumuskan hipotesis sementara Salah satu tujuan wabah adalah untuk menentukan mengapa individu tertentu dalam populasi terjangkit suatu penyakit.hal ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang factor resiko yang memungkinkan (terjadinya paparan) dan merumuskan hipotesis. Hipotesis di rumuskan terkait dengan factor yang mungkin menyebabkan wabah, seperti reservoir, sumber dan cara penularan penyakit. 17) Mengevaluasi tindakan pengendalian 9

10 Aktivitas surveilans perlu dilanjutkan untuk menentukan apakah ada kasus baru yang terjadi.apabila di dapat kasus baru maka tindakan pengendalian perlu di evaluasi kembali dan di perlukan suatu investigasi yang lebih luas. 18) Uji hipotesis secara statistic Dalam investigasi secara luas, diperlukan bantuan uji statistic untuk menguji hipotesis yang akan menjelaskan kemungkinan penyebab terjadinya wabah. Banyak investigasi yang tidak mencapai tahap pengujian hipotesis yaitu jika pengendalian berfungsi dengan baik dan situasi yang terjadi tidak membutuhkan penelitian lebih lanjut. Tahap ini merupakan tantangan terbesar dalam pelaksanaan investigasi wabah, tim investigasi perlu teliti dalam meninjau temuan klinis, labolatorium dan data epidemiologi yang telah didapatkan serta membuat hipotesis factor resiko atau pajanan mana yang secara logis telah menyebabkan terjadinya penyakit. Hipotesis kemudian diuji secara statistic asosiasi dan signifikansi disesuaikan dengan data yang didapatkan, untuk membandingkan populasi yang sakit (terkena pajanan) dan populasi yang tidak sakit (sebagai control/pembanding) berkaitan dengan pajanan factor resiko yang memungkinkan. Perbandingan dilakukan dengan melaksanakan penelitian, dengan rancangan kasus control atau kohort. 19) Analisis dan investigasi lebih lanjut Tim investigasi harus berusaha untuk menemukan kasus tambahan dengan melakukan pencarian kasus baik secara retrospektif maupun prospektif.surveilans secara kontinu perlu dilakukan untuk menilai efektifitas tindakan pengendalian yang diterapkan.tim investigasi juga perlu meninjau temuan sampai tahap ini, serta merumuskan dan menguji hipotesis tambahan sesuai kebutuhan.hasil semua uji laboratorium dan uji diagnostic tambahan perlu dicatat dan dianalisis secara hati-hati dan teliti oleh tim investigasi. 20) Menyiapkan dana mendistribusikan laporan tertulis Tim investigasi harus mendokumentasikan setiap tindakan dan mengorganisasikan temuan pada setiap tahap investigasi.laporan sementara perlu dipersiapkan dan didistribusikan sesuai kebutuhan.ketika investigasi secara keseluruhan telah selesai, harus dibuat suatu laporan akhir dan dikirimkan ke departemen kesehatan dan departemen terkait lainnya, bidang atau unit yang terlibat dalam wabah, staf pengelola, dan fasilitas penyedia layanan kesehatan lainnya. Laporan akhir investigasi seharusnya mengikuti format ilmiah pada umumnya meliputi pendahuluan/ latar belakan, metode, 10

11 hasil, diskusi, dan ringkasan/rekomendasi, serta mencakup nama dan gelar orang yang menyiapakan dan menerimanya. Tabel. 2.1 Contoh Format Laporan Akhir Pelaksanaan Investigasi Wabah Bagian 1. Pendahuluan/Latar Belakan 2. Metode a. Metode laboratorium b. Metode epidemiologi c. Metode statistik Uraikan/Beri penjelasan (Jika Tersedia) Wabah serupa yang sebelumnya telah dilaporkan, cara wabah tersebut telah dideteksi ; siapa yang melakukan investigasi ; jenis vasilitas dan area tempat wabah terjadi. Jenis media biakan yang digunakan ; metode untuk mengumpulkan specimen ; system identifikasi dan penggolongan yang digunakan untuk mikroorganisme yang telah di isolasi ; uji serologi atau uji lainnya yang digunakan. Jenis penelitian yang digunakan ; (antara lain penelitian kasus control atau kohort) ; definisi kasus (possible, probable, definite ; asimtomatik vs. simtomatik) ; cara kelompok kasus dan control diseleksi ; sumber pengumpulan data (antara lain rekam medis pasien/penhuni, data surveilans pengendalian infeksi, data managemen mutu, arsip laboratorium, laporan petugas pelayanan kesehatan, arsip dokumrn kesehatarn, survey telepon atau tertulis, wawancara dengan pasien, petugas, atau pengunjung). Uji statistik yang digunakan 3. Hasil Temuan penelitian ( fakta saja tanpa pembahasan) ; mungkin juga meliputi tabel kasus dan factor resiko, kurva epidemic, dan peta. 4. Pembahasan Interpretasi dan pembahasan temuan 11

12 5. Ringkasan Ringkasan temuan dan rekomendasi /rekomendasi 6. Distribusi Catatan nama dan gelar orang yang telah diberi laporan 7. Pengarang Catatan nama dan gelar yang menyiapkan laporan C. Menelaah Laporan yang Berhubungan dengan Investigasi Wabah 1. Standar Buku Surveilence KLB Ada pun Standart baku surveilence KLB bagi instansi pemerintah dalam bidang kesehatan, yaitu : a. Laporan Kewaspadaan (Dilaporkan dalam waktu 24 jam) Laporan kewaspadaan adalah laporan adanya penderita, atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Yang diharuskan menyampaikan laporan kewaspadaan adalah : o Orangtua penderita atau tersangka penderita/orang dewasa yang tinggal serumah o o o dengan penderita atau tersangka penderita/kepala keluarga/ketua RT/RW/Kepala dusun. Dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita/dokter hewan yang memeriksa hewan tersangka penderita. Kepala stasiun kereta api, kepala Terminal kemdaraan bermotor, kepala asrama, kepala sekolah/pimpinan perusahaan, kepala unit kesehatan pemerintah atau swasta. Nahkoda kendaraan air dan udara. Laporan kewaspadaan disampaikan kepada Kepala Lurah atau Kepala Desa dan atau Unit Kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 jam sejak mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita KLB/ baik dengan cara lisan maupun tertulis. Kemudian laporan kewaspadaan tersebut harus diteruskan kepada laporan kepala Puskesmas setempat. Isi laporan kewaspadaan tersebut adalah : o Nama penderita hidup atau telah meninggal o Golongan umur o Tempat dan alamat kejadian o Waktu kejadian o Jumlah yang sakit dan meninggal Laporan Kejadian Luar Biasa (W1) dilaporkan dalam waktu 1x24 jam merupakan salah satu laporan kewaspadaan yang dibuat oleh unit kesehatan, segera setelah mengetahui adanya KLB penyakit tertentu/keracunan makanan. Laporan ini digunakan untuk melaporkan KLB atau wabah, sebagai laporan peringatan dini kepada pihak-pihak yang menerima laporan akan adanya KLB penyakit tertentu di suatu wilayah tertentu. 12

13 Laporan KLB ini harus memperhatikan asas dini, cepat, dapat dipercaya dan bertanggungjawab yang dapat dilakukan dengan lisan atau tertulis. Laporan KLB (W1) ini harus diikuti dengan laporan Hasil Penyelidikan Unit Kesehatan yang membuat laporan KLB (W1) adalah Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/kota, dan propinsi, dengan berpedoman pada format Laporan KLB (W1). Formulir Laporan KLB (W1) adalah sama untuk Puskesmas, Kab/kota dan propinsi, dengan Kode berbeda. Berisi nama daerah KLB (Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota dan nama Puskesmas), jumlah penderita dan meninggal pada saat laporan, nama penyakit, dan langkah-langkah yang sedang dilakukan. Satu formulir W1 berlaku untuk 1 jenis penyakit saja. b. Laporan Mingguan Wabah (W2) Laporan Mingguan Wabah (W2) merupakan bagian dari system Kewaspadaan Dini KLB yang dilaksanakan oleh Unit kesehatan terdepan (Puskesmas). Sumber data laporan mingguan Wabah adalah data jalan dan rawat inap dari puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, masyarakat dan Rumah sakit pemerintah maupun swasta. Setiap daerah kabupaten/kota atau propinsi memiliki beberapa penyakit potensial KLB yang perlu diwaspadai dan deteksi dini. Sikap waspada terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap tim professional, logistik dan tata cara penanggulangannya, termasuk sarana administrasi, komunikasi dan transportasi. 2. Isi laporan KLB Isi dari laporan Investigasi Wabah atau Penyelidikan Kejadian Luar Biasa, adalah : 1. Pendahuluan Berisi sumber informasi adanya wabah/klb, dampak wabah/klb terhadap kesehatan masyarakat, gambaran endemisitas penyakit penyebab wabah/klb dan besar masalah wabah/klb tersebut pada waktu sebelumnya. 2. Tujuan Menjelaskan kepastian adanya wabah/klb dan penegakan etiologi wabah/klb serta besarnya masalah wabah/klb pada saat penyelidikan dilakukan. 3. Metode Penyelidikan Wabah/KLB o Desainnya dijelaskan secara sistematis o Populasi dan sampel o Cara mengumpulkan dan mengolah data o Cara melaksanakan analisis 4. Hasil Penyelidikan Wabah/KLB Memastikan adanya wabah/klb dan bandingkan dengan kriteria wabah/klb Gambaran klinis dan distribusi gejala diantara kasus-kasus yang dicurigai Hasil pemeriksaan laboratorium 13

14 Etiologi atau diagnosis banding etiologi, berdasarkan gambaran klinis kasus, distribusi gejala, gambaran epidemiologi, pemeriksaan laboratorium. 5. Pembahasan Kondisi wabah/klb saat penyelidikan dilakukan, kemungkinan peningkatan kasus penyebaran wabah/klb dan kemungkinan berakhirnya wabah/klb 6. Kesimpulan 7. Rekomendasi Rekomendasi tentang perlunya penyelidikan wabah/klb lebih lanjut dalam bidang tertentu, rekomendasi untuk kemajuan suatu program, rekomendasi perlunya bantuan Tim penanggulangan wabah/klb propinsi, dsb. 3. Langkah-langkah menelaah laporan yang berhubungan dengan KLB 1) Dapatkan data Dilakukan dengan cara merumuskan masalah kesehatan yaitu merumuskan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat dan spesifikasi penyakit 2) Cari sumber data Cakupan informasi tentang jenis penyakit yang didapatkan melalui pencatatan pelaporan kesakitan dari data : kunjungan Puskesmas/RS, rujukan RS dan pencatatan lingkunga. Pencatatan lingkungan disini didapat dari hasil pengukuran di lingkungan terjadinya penyakit di masyarakatmencakup komponen : Suhu Kelembaban udara Kecepatan angin 3) Tentukan jenis pelaporan a. Jenis pelaporan dapat dibedakan dengan melihat Frekuensi pelaporan, yaitu : Segera Mingguan Kasus nol b. Metode pelaporan dapat dilakukan dengan melalui : Kertas Telefon, fax 4) Menganalisa laporan Setelah diterbitkan laporan KLB (W1), maka pelapor segera melakukan penyelidikan epidemiologi KLB yang dimaksud, dan segera membuat laporan hasil penyelidikan KLB. Laporan penyelidikan epidemiologi KLB berguna untuk memberikan pedoman pada berbagai pihak yang menerima laporan untuk memberikan kewaspadaan yang tepat, dan apabila diperlukan dapat memberikan dukungan yang efektif dan efisien. Disamping itu, laporan penyelidikan epidemiologi KLB, dapat dimanfaatkan oleh Bupati, Gubernur dan Departemen Kesehatan untuk menjelaskan kepada masyarakat 14

15 tentang adanya KLB penyakit dari langkah-langkah yang sedang dan akan dilakukan, sekaligus mendorong sikap tanggap masyarakat terhadap kejadian tersebut. Laporan penyelidikan epidemiologi KLB dan rencana penanggulangan KLB berisi : Kebenaran terjadinya KLB penyakit tertentu, Daerah yang terserang, desa, kecamatan, kabupaten, dan puskesmas yang bertanggungjawab terhadap wilayah kejadian KLB, Penjelasan diagnosis penyebab KLB dan sumber-sumber penularan atau pencemaran yang sudah dapat diidentifikasi, termasuk bukti-bukti laboratorium Waktu dimulai dari kejadian KLB dan keadaan pada saat penyelidikan epidemiologi KLB sedang dilakukan, Kelompok penduduk terserang beserta jumlah kesakitan dan kematian karena KLB (Kurva epidemic, angka serangan dan angka kematian karena penyakit/cfr) Keadaan yang memperberat keadaan KLB, misalnya status gizi, musim kemarau, banjir, dsb Upaya penanggulangan yang sedang dan akan dilakukan apabila diperlukan adanya jenis dan jumlah banttuan dan menyelipkan. Tim penyelidikannya epidemiologi KLB (tanggal penyelidikan Epidemiologi dilaksanakan) BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 15

16 Wabah adalah suatu keadaan ketika dimana kasus penyakit atau peristiwa yang lebih banyak daripada yang diperkirakan dalam suatu periode waktu tertentu di area tertentu atau diantara kelompok tertentu. Dan dugaan terhadap suatu wabah mungkin muncul ketika aktivitas surveilans rutin mendeteksi adanya suatu kluster kasus yang tidak biasa atau terjadinya peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah biasanya dan diperlukan upaya evaluasi pada suatu masalah yang potensial atau memulai investigasi. B. SARAN Seperti pepatah yang turun temurun di pegang oleh masyarakat indonesia bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Untuk itu sangat diperlukan investigasi wabah guna mencegah KLB yang bisa terjadi dimana saja dan bahkan kapan saja. Ini menjadi sebuah pengajaran bagi kita semua sebagai tenaga kesehatan yang bergerak di bagian preventif dan promotif harus mampu menerapkan investigasi wabah yang telah di paparkan di makalah ini. 16

17 DAFTAR PUSTAKA Dt. Mangguang, Masrizal Epidemiologi Dasar.Padang Nasri Noor, Nur Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular.Jakarta : PT. Rineka Cipta Nasri Noor, Nur Epidemiologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit & Program Penanggulangan KLB Penyakit Sistem Pelaporan Sholah Imari, Dr. MSc Endah Kusumawardani, Dr. MEpid Badan PPSDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan 2013 Identifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. No.503, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan

Lebih terperinci

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) Disusun oleh : Puji G1B0 Indah Cahyani G1B0110 Ajeng Prastiwi S. W. G1B011019 Yuditha Nindya K. R. G1B011059 Meta Ulan Sari G1B0110

Lebih terperinci

FORMULIR PENCATATAN LAPORAN KEWASPADAAN KERACUNAN PANGAN

FORMULIR PENCATATAN LAPORAN KEWASPADAAN KERACUNAN PANGAN 17 Formulir 1 FORMULIR PENCATATAN LAPORAN KEWASPADAAN KERACUNAN PANGAN Nama pelapor No Telp. Alamat :... :........ :... Melaporkan pada hari...tanggal...jam... (korban pertama sakit) terdapat kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan terhadap beberapa penyakit yang terjadi di Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan terhadap beberapa penyakit yang terjadi di Kota Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Kondisi tersebut menjadikan Kota Yogyakarta semakin padat penduduknya, sehingga

Lebih terperinci

Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah. Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat

Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah. Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat Definisi Wabah Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989 Wabah berarti penyakit menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita bangsa jika diselenggarakan oleh manusia yang cerdas dan sehat. Pembangunan kesehatan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) diketahui sebagai penyakit arboviral (ditularkan melalui nyamuk) paling banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. World Health

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM DINAS KESEHATAN Jalan : A. Yani Galiran ( 80811 ) (0363) 21065 Fax. (0363) 21274 AMLAPURA LAPORAN PENYELIDIKAN KLB CAMPAK DI DUSUN BELONG DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN

Lebih terperinci

INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular

INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular 2015 INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular Materi Belajar Online kelas Epidemiologi Penyakit Menular, Kelas Paralel, Universitas Esa Unggul - Jakarta Ade Heryana, MKM Universitas Esa Unggul -

Lebih terperinci

SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL

SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL Elsa Pudji Setiawati 140 223 159 BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD DAFTAR ISI DAFTAR ISI. i SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL... 1 Definisi Surveilans...

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA KERACUNAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA KERACUNAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA KERACUNAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari tiga dasawarsa, derajat kesehatan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan angka kematian bayi

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

Penanggulangan Penyakit Menular

Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1991 (KESEHATAN. Wabah. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor

BAB I PENDAHULUAN. segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data UNICEF dan WHO tahun 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi dan nomor 5 bagi segala umur. 1.5 juta anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017 Gambar 1. Kelengkapan dan Ketepatan laporan SKDR Minggu ke 05 tahun 2017 (Pertanggal 9 Februari 2017) Minggu ke-5 2017, terdapat 13 provinsi yang memiliki ketepatan dan kelengkapan laporan SKDR >= 80%.

Lebih terperinci

Surveilans Berbasis Masyarakat Surveilans berbasis masyarakat merupakan upaya kesehatan untuk melakakun penemuan kasus/masalah kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat yang kemudian diupayakan pemecahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebaranya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 52, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropis dan subtropis baik yang

Lebih terperinci

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono Food-borne Outbreak Saptawati Bardosono Pendahuluan Terjadinya outbreak dari suatu penyakit yang disebabkan oleh makanan merupakan contoh yang baik untuk aplikasi epidemiologi dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Campak yang dikenal sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus, 90% anak yang tidak kebal akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. DBD (Nurjanah, 2013). DBD banyak ditemukan didaerah tropis dan subtropis karena

BAB I PENDAHULUAN UKDW. DBD (Nurjanah, 2013). DBD banyak ditemukan didaerah tropis dan subtropis karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat secara global, nasional, dan lokal. Lebih dari 40% populasi dunia beresiko terinfeksi DBD (Nurjanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR 2014 Pedoman Surveilans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari

Lebih terperinci

PENDEKATAN KESEHATAN MASYARAKAT PASCA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI KABUPATEN ASMAT PAPUA

PENDEKATAN KESEHATAN MASYARAKAT PASCA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI KABUPATEN ASMAT PAPUA Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting karena

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan wabah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani

KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani KEJADIAN LUAR BIASA Sri Handayani Timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit campak adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan pada bayi dan anak di Indonesia dan merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa Kota Pontianak merupakan wilayah endemis

Lebih terperinci

PROPINSI LAMPUNG Minggu Epidemiologi ke-21

PROPINSI LAMPUNG Minggu Epidemiologi ke-21 BULLETIN KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS Subdit Kejadian Luar Biasa Direktorat Imunisasi dan Karantina, Ditjen PP dan PL Jl. Percetakan Negara No. 29, Jakarta 156 Telp. (21)42665974, Fax. (21)4282669 e-mail:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban masalah kesehatan masyarakat terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. DBD banyak ditemukan di

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Eliminasi Malaria di Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian, karena racun yang dihasilkan oleh kuman

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian, karena racun yang dihasilkan oleh kuman BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Sebelum era vaksinasi, difteri merupakan penyakit

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD UPT KESMAS TAMPAKSIRING 1. Pendahuluan Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah di negara yang berada di wilayah tropis maupun sub tropis. DBD termasuk dalam penyakit menular yang disebabkan karena

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PENFUI PERIODE PEBRUARI 2012

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PENFUI PERIODE PEBRUARI 2012 LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PENFUI PERIODE PEBRUARI 2012 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Penyakit DBD termasuk salah satu emerging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK

I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) /reservoir campak hanya pada manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DIFTERI DI KECAMATAN TANJUNG BUMI KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2013

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DIFTERI DI KECAMATAN TANJUNG BUMI KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2013 Kabupaten Bangkalan Tahun 03 PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DIFTERI DI KECAMATAN TANJUNG BUMI KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 03 Siska Damayanti Sari Dinas Kesehatan kabupaten bangkalan Difteri merupakan penyakit

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis. Mikrobakterium ini

Lebih terperinci

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, No.595, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Dampak Bahaya. Agensia Biologi. Aspek Kesehatan. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular kronis yang telah lama di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini mampu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui 1 BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) atau lazimnya disebut dengan DBD / DHF merupakan suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I 0 HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan penyakit dimana buang air besar dalam bentuk cair sebanyak 3 kali sehari atau lebih dari normal, terkadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengeu Hemorragic Fever (DHF) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang ingin dicapai bangsa Indonesia adalah tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah mempunyai derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam tujuan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam tujuan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam tujuan pembangunan Millenium (MDG s), tepatnya pada tujuan ke-4 dan tujuan ke-5, yaitu menurunkan angka kematian anak dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit dengue (demam berdarah) adalah sebuah penyakit yang disebarkan oleh nyamuk (penyakit yang dibawa nyamuk). Salah satu dari empat serotype virus dengue

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis. iklim tropis ini hanya memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan juga musim kemarau. Disaat pergantian

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Penyakit ini terutama disebabkan oleh makanan dan minuman yang terkontaminasi akibat akses kebersihan

Lebih terperinci

NEW EMERGING DISEASE DAN KEJADIAN LUAR BIASA

NEW EMERGING DISEASE DAN KEJADIAN LUAR BIASA NEW EMERGING DISEASE DAN KEJADIAN LUAR BIASA Kelompok 5: Nuansa Chalid (1102006192) Ahmad Rifaii(1102007014) Diah Kartika (1102008071) Izza Ayudia Hakim (1102009150) KEPANITERAAN KESEHATAN MASYARAKAT KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat Indonesia ditentukan oleh banyak faktor, tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana prasarana kesehatan saja,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Visi pembangunan kesehatan yaitu hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat diantaranya memiliki kemampuan hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup (Depkes RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci