MONITORING KETEBALAN PIPA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR G.A. SIWABESSY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MONITORING KETEBALAN PIPA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR G.A. SIWABESSY"

Transkripsi

1 Roziq Himawan, dkk. ISSN MONITORING KETEBALAN PIPA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR G.A. SIWABESSY Roziq Himawan, Suwoto, Sriyono PTRKN BATAN, roziqh@batan.go.id ABSTRAK MONITORING KETEBALAN PIPA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR G.A. SIWABESSY. Telah dilakukan pengukuran ketebalan pipa pada sistem pendingin sekunder reaktor G.A. Siwabessy, yang merupakan pengukuran ketebalan kedua dalam rangka pelaksanaan program manajemen penuaan. Monitoring dilakukan dalam rangka untuk mengetahui laju penipisan pipa. Pengukuran dilakukan menggunakan metode ultrasonik dan lokasi pengukuran ditetapkan berdasarkan guideline yang berlaku pada instalasi PLTN. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pipa pada sistem pendingin sekunder telah mengalami penipisan, meskipun tidak signifikan dengan maksimum penipisan sekitar 0,4mm. Dari analisis unsur kimia kerak yang terjadi di dalam pipa dan pengamatan permukaan dalam pipa diketahui bahwa jenis korosi yang terjadi pada pipa adalah korosi homogen dan korosi sumuran, dimana korosi homogen lebih mendominasi. Kata kunci : Program Manajemen Penuaan, penipisan pipa, metode ultrasonik, korosi homogen ABSTACT WALL THICKNESS MONITORING OF SECONDARY COOLING SYSTEM OF G.A SIWABESSY REACTOR. Wall pipe measurement has been conducted on secondary cooling system of G.A. Siwabessy reactor. It s a second measurement of wall thickness in the frame work of ageing management programme. The needs of monitoring is in order to evaluate the wall thinning rate. The measurement was conducted using ultrasonic method and measured locations were determined according to Nuclear Power Plant s guideline. Measurement results show that wall thinning already occurred in secondary cooling system slightly, with maximum thinning is approximately 0.4mm. Due to chemical element analysis of scale occurred inside of the pipe and internal surface observation, it is known that corrosion occurred in the pipe is homogenous and pitting corrosion, and the homogenous corrosion is dominant. Keywords : Ageing management programme, wall thinning, ultrasonic method, homogenous corrosion PENDAHULUAN ntuk menjamin keselamatan operasi reaktor, U baik reaktor daya maupun reaktor riset, manajemen penuaan harus dilakukan untuk mengetahui kondisi degradasi material komponenkomponen penyusun reaktor. Salah satu contoh degradasi material yang memerlukan perhatian besar adalah penipisan pipa. Sebagaimana diketahui, bahwa kecelakaan PLTN Mihama Unit 3 milik KEPCO (Kansai Electric Power, Co.Ltd.) merupakan pecahnya pipa kondensat pada sistem sekunder [1]. Pecahnya pipa ini terjadi setelah PLTN beroperasi selama lebih kurang 27 tahun yang disebabkan oleh penipisan pipa yang dalam istilah tekniknya disebut Flow Accelerated Corrosion (FAC) atau Flow Induced Corrosion (FIC). Dalam istilah umumnya disebut erosi dan/atau korosi. Dari hasil investigasi di kecelakaan tersebut diketahui bahwa bagian paling tipis pipa saat terjadi kecelakaan adalah 0,4 mm, dimana tebal nominal pipa di awal operasi adalah 10 mm. Setelah kejadian kecelakaan tersebut, masih banyak kasus-kasus penipisan pipa yang ditemukan di instalasi PLTN di Jepang [2]. Dengan latar belakang tersebut di atas dan mengacu pada program manajemen penuaan reaktor riset G.A. Siwabessy, maka telah dilakukan pengukuran ketebalan pipa sistem pendingin sekunder RSG-GAS. Pengukuran pertama dilakukan setelah lebih dari 15 tahun dioperasikan, yaitu pada tahun 2004 [3]. Pengujian dilakukan dengan metode yang sudah sering dilakukan yaitu metode ultrasonik menggunakan alat yang disebut ultrasonic thickness gauge. Untuk mengetahui kecenderungan (trend) laju penipisan pipa pendingin sekunder RSG-GAS

2 192 ISSN Roziq Himawan, dkk. maka pada tahun 2009 dilakukan pengukuran ketebalan pipa yang kedua. Dengan mengetahui laju penipisan pipa, maka akan dapat diketahui sisa umur pipa. Dari dua hasil pengukuran ini diharapkan diketahui kondisi ketebalan pipa yang aktual, serta dapat memprediksikan umur pakai pipa tersebut. TATA KERJA Bahan Bahan atau objek pengukuran ini adalah pipa-pipa penyusun sistem pendingin sekunder reaktor G.A. Siwabessy seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Spesifikasi pipa diperlihatkan pada Tabel 1. Karena dalam sistem sekunder ini terdapat tiga jenis pipa, maka dalam spesifikasi dibedakan menjadi Pipa #1, Pipa #2 dan Pipa #3, dengan pipa #1 merupakan pipa dari cooling tower sampai filter mekanik, pipa #2 mulai dari filter mekanik sampai menjelang masuk gedung reaktor (Gambar 2) dan pipa #3 adalah pipa pengganti pada sebagian pipa#2. Pada saat pengujian, permukaan luar pipa dalam keadaan telah dicat. Tabel 1. Spesifikasi Pipa. Pipa #1 Pipa #2 Pipa #3 Material R St R St Baja karbon Standard DIN 1626 Bl. 3 DIN 2673 ASTM A53-B Diameter (mm) Ketebalan (mm) 8 6,3 9 Pengukuran Ketebalan Pengukuran ketebalan dilakukan dengan alat ukur ultrasonic thickness gauge yang bekerja berdasarkan pantulan pulsa gelombang ulrasonik. Alat yang digunakan adalah merek StressTeel Tipe T-MIKE EL. Probe yang digunakan adalah probe normal dengan kristal ganda (twin probe) pada frekuensi 2,25MHz. Kuplan yang digunakan berupa jeli dengan spesifikasi merek soundsafe dengan kandungan halogen dan sulfur kurang dari 50%. Pengukuran dilakukan dengan data cepat rambat gelombang ultrasonik pada pengukuran pertama yaitu sebesar m/s [3]. Lokasi pengukuran ditentukan berdasarkan kondisi aliran fluida dan struktur pipa dalam sistem, dimana hal ini telah ditentukan dalam guideline pengukuran ketebalan pipa untuk instalasi PLTN [4]. Sistem pemipaan pada sistem pendingin sekunder RSG GAS dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan kondisi aliran fluida, maka lokasi pengukuran diprioritaskan pada lokasi yang memungkinkan terjadinya perubahan aliran, misalnya pada elbow (lengkungan) dan sambungan T. Dari sisi struktur pipa pada sistem, karena sistem dilengkapi komponen yang bersifat redundan, maka untuk pipa dengan susunan konstruksi yang sama cukup diambil beberapa bagian yang mewakilinya. Dengan pemikiran bahwa pada susunan yang sama akan menghasilkan aliran fluida yang sama, sehingga laju degradasipun akan sama. Titik-titik pengukuran juga ditentukan berdasarkan guideline, dimana salah satu contohnya diperlihatkan pada Gambar 1 (Pada pengukuran pertama, titik-titik pengukuran berjarak 2 cm). Gambar 1. Contoh titik-titik pengukuran ketebalan pipa pada sambungan T.

3 Roziq Himawan, dkk. ISSN Gambar 2. Diagram Sistem Pendingin Sekunder. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Ketebalan Tabel 2 sampai dengan Tabel 4 memperlihatkan sebagian hasil pengukuran yang dilakukan pada pelaksanaan pengukuran kali ini. Tabel 2 merupakan hasil pengukuran pada bagian T- joint pipa diameter 813mm, Tabel 3 merupakan hasil pengukuran pada bagian Elbow-90 dan Tabel 4 merupakan hasil pengukuran pada bagian T-joint pipa diameter 510 mm. Untuk Tabel 2 dan 3 merupakan hasil pengukuran kedua, sehingga hasil pengukuran kali ini akan dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelumnya. Sedangkan Tabel 4 merupakan hasil pengukuran pertama (setelah dilakukan penggantian pipa), sehingga untuk pipa ini, hasil pengukuran kali ini merupakan data acuan (base line data). Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil pengukuran berada pada rentang ketebalan 7,75 mm ~ 8,88 mm, sedangkan pada pengukuran pertama (lokasi sama) hasil pengukuran berada pada rentang ketebalan 7,8 mm ~ 9,5 mm. Pada Tabel 3 memperlihatkan hasil pengukuran berada pada rentang ketebalan 6,93 mm ~ 8,64 mm, sedangkan pada pengukuran pertama (lokasi sama) hasil pengukuran berada pada rentang ketebalan 6,7 mm ~ 7,9 mm. Dan terakhir, Tabel 4 memperlihatkan hasil pengukuran berada pada rentang ketebalan 9,15 mm ~ 9,48 mm. Baik pada pengukuran pertama dan kedua, hasil pengukuran ketebalan dinding pipa menunjukkan bahwa nilai ketebalan hampir semuanya mengalami kenaikan dibandingkan dengan ketebalan awal. Hal ini bertolak belakang dengan asumsi bahwa selama instalasi dioperasikan semestinya akan terjadi penipisan.

4 194 ISSN Roziq Himawan, dkk. Tabel 2. Contoh hasil pengukuran tebal pipa pada T joint (mm) A 8,51 8,53 8,51 8,07 7,91 7,90 7,96 8,25 B 8,45 8,79 8,25 8,01 8,09 7,75 8,15 8,14 C 7,96 8,27 8,37 7,97 7, D 8,35 8,44 8,09 8,43 8,39 7,96 7,98 8,80 E 7,82 7,93 8,17 8,18 8,05 7,91 7,90 7,85 F 8,21 8,12 8,29 8,21 8,35 8,05 8,03 8,61 Tabel 3. Contoh hasil pengukuran tebal pipa pada Elbow : 90 (mm) A 7,85 7,06 7,62 8,25 8,64 7,49 7,25 8,13 B 7,46 7,08 7,34 7,94 7,75 7,54 6,95 7,64 C 7,58 6,96 7,34 8,06 7,66 7,78 7,21 7,45 D 7,47 7,11 7,60 7,89 7,75 7,65 7,24 7,49 E 7,35 6,93 7,19 7,43 7,72 7,45 7,33 7,29 Tabel 4. Contoh hasil pengukuran tebal pipa pada T joint (mm) A 9,30 9,30 9,16 9,45 9,51 9,46 9,41 9,48 B 9, ,32 9,43 9,37 9,40 9,45 C 9,39 9,47 9,28 9,45 9,59 9,48 9,41 9,53 D 9,15 9,45 9,43 9,26 9,37 9,49 9,44 9,46 Analisis Hasil Pengukuran Terhadap hasil pengukuran yang lebih tebal dari ketebalan pipa awal, di sini dapat dipikirkan 3 faktor yang menjadikan hasil pengukuran lebih tebal dari kondisi awal pipa, yaitu: Lapisan cat pada permukaan pipa. Kerak di permukaan dalam pipa. Kedalaman korosi pada permukaan dalam pipa Pengaruh lapisan cat pada permukaan pipa Pada pengukuran ketebalan kali ini, karena kendala faktor waktu, maka lapisan cat tidak dikelupas terlebih dahulu. Karena cepat rambat gelombang ultrasonik di dalam lapisan cat adalah sekitar m/s [5], dengan nilai cepat rambat ini hanya sekitar setengah dari cepat rambat gelombang ultrasonik di dalam material pipa (baja karbon) yang besarnya m/s, maka alat yang di-setting cepat rambat untuk material baja akan menimbulkan kesalahan pada (pengukuran) lapisan cat. Karena cepat rambat di dalam baja karbon lebih dari 2 kali cepat rambat di dalam cat, maka hasil pengukuran pada lapisan cat menjadi lebih dari 2 kali tebal lapisan cat yang sebenarnya. Kerak (scale) di permukaan dalam pipa Jika di permukaan dalam pipa terjadi kerak, maka secara fisik dinding pipa akan mengalami penebalan. Kerak ini dapat terdiri dari dua jenis, yaitu lapisan yang terbentuk yang disebabkan oleh fluida pendingin sekunder (inhibitor yang berfungsi untuk mencegah korosi dan sedimentasi zat terlarut dalam air) dan produk korosi. Untuk memastikan hal ini, hasil analisis unsur kimia kerak (scale) yang

5 Roziq Himawan, dkk. ISSN dicuplik dari permukaan dalam pipa menunjukkan, bahwa kerak memang terbentuk oleh kedua hal tersebut [3]. Kedalaman korosi pada permukaan dalam pipa Jika suatu logam mengalami proses korosi, maka pertama-tama akan terjadi perubahan secara kimia pada permukaan logam tersebut. Jika proses korosi berlanjut maka perubahan secara kimia pada logam akan semakin dalam. Dan karena sifat fisik antara logam yang terkorosi dan yang tidak adalah berbeda, maka hal ini akan berdampak juga pada cepat rambat gelombang ultrasonik dan akan berdampak pada hasil pengukuran. Untuk melakukan verifikasi terhadap perkiraan penyebab kesalahan hasil pengukuran seperti yang telah disampaikan di atas, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap pipa. Pengamatan dilakukan terhadap sampel yang terbuat dari material potongan pipa. Dari pengamatan diketahui, bahwa bagian dalam pipa terbentuk lapisan kerak (scale), dan dari hasil analisis unsur kimia kerak diketahui bahwa kerak terbentuk dari endapan zat terlarut dalam air (inhibitor, kandungan unsur dari raw water) serta corrosion product [3] sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5. Setelah dilakukan pengamatan, selanjutnya dilakukan pengukuran ketebalan terhadap sampel. Ketebalan dilakukan pada 3 kondisi, yaitu setelah kerak dihilangkan, kemudian lapisan korosi dihilangkan dan terakhir lapisan cat dihilangkan. Tabel 6 memperlihatkan hasil pengukuran sampel dari potongan pipa. Dari hasil pengukuran seperti diperlihatkan pada Tabel 6, diketahui bahwa kerak penyumbang kesalahan pengukuran terbesar (± 2 mm), kemudian kesalahan yang disumbang oleh lapisan korosi sekitar 0,3 mm dan kesalahan akibat lapisan cat sekitar 0,2 mm. Dari kenyataan hal ini, jadi pada saat akan melakukan pengukuran sebaiknya dilakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap kondisi permukaan dalam pipa, untuk memastikan ada tidaknya kerak. Dari hasil pengukuran sampel ini diketahui bahwa penipisan yang terjadi masih sangat minim jika dibandingkan tebal nominal pipa sebelum digunakan, yaitu hanya sekitar 0,5 mm selama pengoperasian lebih dari 20 tahun. Dari hasil pengamatan jenis korosi, pada permukaan dalam pipa telah terjadi korosi homogen dan korosi sumuran. Ini terlihat pada saat dilakukan evaluasi terhadap potongan pipa, bahwa korosi terjadi di semua permukaan dalam pipa dan ketika dilakukan pemolesan permukaan pipa, terlihat adanya bintikbintik korosi yang merupakan indikasi terjadinya korosi sumuran. Dari pengamatan visual permukaan dalam tidak terlihat tanda-tanda terjadinya FAC. Hal ini sesuai dengan kondisi operasi RSG-GAS dimana dari spesifikasi operasinya temperatur air pendingin sekunder sebelum masuk penukar panas adalah 34 C -35,5 C dan setelah keluar dari penukar panas adalah 37 C-38,5 C, sedangkan fenomena FAC terjadi pada temperatur di atas 100 C [4]. Jadi, untuk pemeriksaan selanjutnya sebaiknya dilakukan pemantauan terhadap terjadinya korosi jenis sumuran. Tabel 5. Hasil analisis cuplikan kerak (berat %). Unsur Zn Ni Mn Mg Fe Cu Ca Si Kerak pipa 0,574 0,002 0,042 0, ,003 0, Pipa asal Nil Nil 0,4 Nil Remain Nil Nil 0,3 Tabel 6. Hasil pengukuran ketebalan sampel dari potongan pipa. Kondisi pengukuran Hasil pengukuran [mm] Hasil pengukuran 6,93 ~ 8,64 Tanpa kerak 6,55 ~ 6,60 Tanpa kerak + lapisan korosi 6,11 ~ 6,23 Tanpa kerak + lapisan korosi + lapisan cat 5,93 ~ 6,05

6 196 ISSN Roziq Himawan, dkk. KESIMPULAN Telah dilakukan pengukuran kedua ketebalan dinding pipa pada sistem pendingin sekunder Reaktor G.A. Siwabessy dengan metode ultrasonik. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa secara kuantitatif dinding pipa telah mengalami penipisan maksimum 0,5mm. Proses penipisan pada pipa sistem pendingin sekunder ini lebih disebabkan oleh fenomena korosi sumuran dan korosi homogen, dibandingkan akibat fenomena erosi korosi. Oleh karena itu, pada pemantauan selanjutnya harus lebih ditekankan pada pengamatan proses korosi sumuran yang dilakukan menggunakan ultrasonic corrosion mapping dalam rangka mengetahui sebaran kejadian korosi yang lebih rinci. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini terlaksana atas dana Block Grant dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang bernama SINERGI DAN SINKRONISASI PENELITIAN BIDANG IPTEK NUKLIR DIKTI-BATAN Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dirjen Dikti Depdiknas. DAFTAR PUSTAKA 1. ANONYMOUS, Investigation Report of KEPCO s Nuclear Power Plants Mihama Unit.3 Accident, Nuclear and Industrial Safety Agency (Japan), HASEGAWA K, Recent Pipe Wall Thinning Trouble Cases in Japanese Power Plants, ASME Codes and Standards Committee Meetings, WG Pipe Flaw Evaluation (Sec XI), Louisville, KY, 30th October, IAEA, EBP Report on Secondary Cooling System Inspection of RSG-Siwabessy, ANONYMOUS, Requirements of Pipe Wall Thinning Managements for Nuclear Power Stations, Nuclear and Industrial Safety Agency (NISA), Ministry of Economy and Industry, NISA-163a User s Manual of Panametrics Through Coating Thickness Gauge 37DL Plus. TANYA JAWAB Kristiyanti Metode pengukuran? Berapa tahun pipa bisa bertahan. Roziq Himawan Pengukuran ketebalan dilakukan dengan alat ultrasonik berdasarkan metode waktu perambatan gelombang ultrasonik. Penentuan posisi pengukuran mengacu pada pelaksanaan pengukuran pada PLTN. Berdasarkan hasil pemeriksaan kali ini, penipisan pipa tidak terjadi secara signifikan (sekitar 0,5 mm). Tetapi terdapat korosi sumuran yang kedalamannya lebih dari itu, sehingga diperlukan pemantauan dengan corrosion mapping.

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI III. 1 DATA DESAIN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan data dari sebuah offshore platform yang terletak pada perairan Laut Jawa, di utara Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.. DIAGRAM ALUR PENELITIAN Langkah-langkah penelitian peralatan tanki atau vessel Amonia Peralatan Vessel Amonia Vessel diukur ketebalannya dengan Ultrasonic Thickness Gauge

Lebih terperinci

AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA

AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA SRI NITISWATI, ROZIQ HIMAWAN Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang 15310,

Lebih terperinci

1 BAB IV DATA PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN 47 1 BAB IV DATA PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Dan Informasi Awal 4.1.1 Data Operasional Berkaitan dengan data awal dan informasi mengenai pipa ini, maka didapat beberapa data teknis mengenai line pipe

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 28 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Operasi Kondisi operasi dan informasi teknis dari sampel sesuai dengan data lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sample dapat dilihat

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEANDALAN PEMBANGKIT UAP

PENGUJIAN KEANDALAN PEMBANGKIT UAP PENGUJIAN KEANDALAN PEMBANGKIT UAP RINGKASAN Pengujian keandalan pembangkit uap telah dilakukan selama 6 tahun sejak tahun 1975 dan dilanjutkan pada tahun 1993 sampai 1997. Natrium Phosphat yang digunakan

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA S. Nitiswati 1), Djoko H.N 1), Yudi Pramono 2) 1) Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN 2) Direktorat Pengaturan, Pengawasan Instalasi

Lebih terperinci

DASAR TEORI ULTRASONIC TEST

DASAR TEORI ULTRASONIC TEST DASAR TEORI ULTRASONIC TEST (materi kuliah UTR ) Tegas Sutondo Tujuan Memberikan dasar teori teknik inspeksi menggunakan peralatan UT Problem Testing menggunakan UT Karakteristik gelombang suara Pembangkitan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN Penelitian yang di gunakan oleh penulis dengan metode deskritif kuantitatif. Yang dimaksud dengan deskritif kuantitatif adalah jenis penelitian terhadap masalah masalah berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN VISUAL PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBEREAKTOR KARTINI DENGAN METODE UJI TIDAK MERUSAK BORESCOPE EVEREST XLG3

PEMERIKSAAN VISUAL PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBEREAKTOR KARTINI DENGAN METODE UJI TIDAK MERUSAK BORESCOPE EVEREST XLG3 PEMERIKSAAN VISUAL PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBEREAKTOR KARTINI DENGAN METODE UJI TIDAK MERUSAK BORESCOPE EVEREST XLG3 Wantana, Marsudi, Wahyu Iman Wijaya -BATAN, Yogyakarta Email : ptapb@batan.go.id

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik WIRDA SAFITRI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%),

BAB I. PENDAHULUAN. Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), Hydrogen (11-14%), Nitrogen (0.2 0.5%), Sulfur (0-6%), dan Oksigen (0-5%).

Lebih terperinci

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI S u n a r d i Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR BAB III TEORI DASAR KONDENSOR 3.1. Kondensor PT. Krakatau Daya Listrik merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel yang berfungsi sebagai penyuplai aliran listrik bagi PT. Krakatau Steel

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN

FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN 13 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INNR FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN A. Kerangka Format Program Manajemen Penuaan BAB I

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK SALMON PASKALIS SIHOMBING NRP 2709100068 Dosen Pembimbing: Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc. NIP. 198012072005011004

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

Jurnal Perangkat Nuklir ISSN No Volume 05, Nomor 01, Mei 2011 SEKUNDER RSG-GAS

Jurnal Perangkat Nuklir ISSN No Volume 05, Nomor 01, Mei 2011 SEKUNDER RSG-GAS Volume 5, omor 1, ei 211 PEETUA EGRAASI KEAPUA SISTE PEIPAA PEIGI SEKUER RSG-GAS jaruddin Hasibuan, Yan Bony arsahala, Putut Hery Setiawaan Badan Tenaga uklir asional-pusat Rekayasa Perangkat uklir-kawasan

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Proses pengujian dapat dilihat pada diagram alir berikut ini:

BAB III METODE PENELITIAN. Proses pengujian dapat dilihat pada diagram alir berikut ini: 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses pengujian dapat dilihat pada diagram alir berikut ini: Muai Sampel material Data Lapangan Sampel air injeksi Pengamatan visual Data Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

PENENTUAN UNSUR-UNSUR PADA ENDAPAN CORROSSION COUPON SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS DENGAN METODE ANALISIS AKTIVASI NEUTRON

PENENTUAN UNSUR-UNSUR PADA ENDAPAN CORROSSION COUPON SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS DENGAN METODE ANALISIS AKTIVASI NEUTRON PENENTUAN UNSUR-UNSUR PADA ENDAPAN CORROSSION COUPON SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS DENGAN METODE ANALISIS AKTIVASI NEUTRON Elisabeth Ratnawati(1), Diyah Erlina Lestari(2) dan Rachmat Triharto(3) PRSG

Lebih terperinci

STUDI KORELASI KEKERASAN BAJA KARBON RENDAH SS400 DENGAN CEPAT RAMBAT DAN ATENUASI GELOMBANG ULTRASONIK SKRIPSI

STUDI KORELASI KEKERASAN BAJA KARBON RENDAH SS400 DENGAN CEPAT RAMBAT DAN ATENUASI GELOMBANG ULTRASONIK SKRIPSI STUDI KORELASI KEKERASAN BAJA KARBON RENDAH SS400 DENGAN CEPAT RAMBAT DAN ATENUASI GELOMBANG ULTRASONIK SKRIPSI Oleh YOSEF BAYU WIDYOSENO 04 04 04 0712 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS

Lebih terperinci

VISUALISASI NUGGET LAS TITIK DENGAN METODE ULTRASONIC WATER IMMERSION

VISUALISASI NUGGET LAS TITIK DENGAN METODE ULTRASONIC WATER IMMERSION VISUALISASI NUGGET LAS TITIK DENGAN METODE ULTRASONIC WATER IMMERSION Roziq Himawan 1 dan Inryono Kusuma 1 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - BATAN Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin, Universitas

Lebih terperinci

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS A.Mariatmo, Edison, Jaja Sukmana ABSTRAK Sistem pelaporan kejadian di RSG GAS mengikuti sistem pelaporan kejadian untuk reaktor riset IRSRR yang dikeluarkan oleh IAEA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN AUTOCLAVE MINI UNTUK UJI KOROSI

RANCANG BANGUN AUTOCLAVE MINI UNTUK UJI KOROSI No. 08/ Tahun IV. Oktober 2011 ISSN 1979-2409 RANCANG BANGUN AUTOCLAVE MINI UNTUK UJI KOROSI Yatno Dwi Agus Susanto, Ahmad Paid Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK RANCANG BANGUN AUTOCLAVE

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAMPEL INTI ELEMEN BAKAR U 3 Si 2 -Al

PEMBUATAN SAMPEL INTI ELEMEN BAKAR U 3 Si 2 -Al No.05 / Tahun III April 2010 ISSN 1979-2409 PEMBUATAN SAMPEL INTI ELEMEN BAKAR U 3 Si 2 -Al Guswardani, Susworo Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PEMBUATAN SAMPEL INTI ELEMEN BAKAR U 3

Lebih terperinci

4.1 ANALISA PENGUJIAN KEKERASAN MATERIAL

4.1 ANALISA PENGUJIAN KEKERASAN MATERIAL xxxiii BAB IV ANALISA 4.1 ANALISA PENGUJIAN KEKERASAN MATERIAL Dari pengujian kekerasan material dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan material master block, wing valve dan loop spool berada dalam rentang

Lebih terperinci

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Muhammad Nanang Muhsinin 2708100060 Dosen Pembimbing Budi Agung Kurniawan, ST,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( )

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( ) SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI Arif Rahman H (4305 100 064) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc 2. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Materi

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR MINI U-7Mo/Al

PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR MINI U-7Mo/Al ABSTRAK PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR MINI U-7Mo/Al Susworo, Suhardyo, Setia Permana Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR MINI U-7Mo/Al. Pembuatan pelat elemen bakar/peb mini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Separator minyak dan pipa-pipa pendukungnya memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu proses pengilangan minyak. Separator berfungsi memisahkan zat-zat termasuk

Lebih terperinci

RSU KASIH IBU - EXTENSION STRUKTUR : BAB - 06 DAFTAR ISI PEKERJAAN KONSTRUKSI BAJA 01. LINGKUP PEKERJAAN BAHAN - BAHAN..

RSU KASIH IBU - EXTENSION STRUKTUR : BAB - 06 DAFTAR ISI PEKERJAAN KONSTRUKSI BAJA 01. LINGKUP PEKERJAAN BAHAN - BAHAN.. DAFTAR ISI 01. LINGKUP PEKERJAAN.. 127 02. BAHAN - BAHAN.. 127 03. SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN...... 127 PT. Jasa Ferrie Pratama 126 01. Lingkup Pekerjaan Pekerjaan ini meliputi seluruh pekerjaan Konstruksi

Lebih terperinci

KOMPARASI ASPEK EKONOMI TEKNIK SC (STEEL PLATE REINFORCED CONCRETE) DAN RC (REINFORCED CONCRETE) PADA KONSTRUKSI DINDING PENGUNGKUNG REAKTOR

KOMPARASI ASPEK EKONOMI TEKNIK SC (STEEL PLATE REINFORCED CONCRETE) DAN RC (REINFORCED CONCRETE) PADA KONSTRUKSI DINDING PENGUNGKUNG REAKTOR KOMPARASI ASPEK EKONOMI TEKNIK SC (STEEL PLATE REINFORCED CONCRETE) DAN RC (REINFORCED CONCRETE) PADA KONSTRUKSI DINDING PENGUNGKUNG REAKTOR Yuliastuti, Sriyana Pusat Pengembangan Energi Nuklir BATAN Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN HASIL SURVEY

BAB III METODE DAN HASIL SURVEY BAB III METODE DAN HASIL SURVEY 3.1 SURVEY 3.1.1 Pengukuran Ketebalan Pipa Dan Coating. Pengukuran ketebalan pipa dan coating dilakukan untuk mengetahui ketebalan aktual pipa dan coating. Sebelum dilakukan

Lebih terperinci

PELAPISAN NIKEL PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE ELEKTROPLATING SEBAGAI ANTI KOROSI SKRIPSI RUSDALENA

PELAPISAN NIKEL PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE ELEKTROPLATING SEBAGAI ANTI KOROSI SKRIPSI RUSDALENA PELAPISAN NIKEL PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE ELEKTROPLATING SEBAGAI ANTI KOROSI SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains RUSDALENA 070801016 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor nuklir membutuhkan suatu sistem pendingin yang sangat penting dalam aspek keselamatan pada saat pengoperasian reaktor. Pada umumnya suatu reaktor menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Agar pelaksanaan penelitian lebih mudah dan sistematis, maka dibuat diagram alir penelitian serta prosedur penelitian. Dengan begitu, percobaan akan lebih terarah. 3.1. DIAGRAM

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN KOROSI PADA PIPA ALIRAN SISTEM PENDINGIN DI INSTALASI RADIOMETALURGI

PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN KOROSI PADA PIPA ALIRAN SISTEM PENDINGIN DI INSTALASI RADIOMETALURGI ISSN 1979-2409 Penerapan Pengelolaan (Treatment) AirUntuk Pencegahan Korosi Pada Pipa AliranSistem Pendingin Di Instalasi Radiometalurgi (Eric Johneri) PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian (flow chat) Mulai Pengambilan Data Thi,Tho,Tci,Tco Pengolahan data, TLMTD Analisa Grafik Kesimpulan Selesai Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Lebih terperinci

Pemeriksaan secara visual dengan mata, kadang kadang memakai kaca pembesar. 2.

Pemeriksaan secara visual dengan mata, kadang kadang memakai kaca pembesar. 2. III. PENGUJIAN TANPA MERUSAK (N D T) 1. Pengertian NDT NDT adalah singkatan non destruktif test, yang artinya adalah pengujian tak merusak. Maksud dari pengujian ini adalah bahwa bendanya tidak akan dirusak,

Lebih terperinci

STUDI TEKNIK DISMANTLING INSTALASI PEMIPAAN REAKTOR TRIGA MARK II BANDUNG

STUDI TEKNIK DISMANTLING INSTALASI PEMIPAAN REAKTOR TRIGA MARK II BANDUNG STUDI TEKNIK DISMANTLING INSTALASI PEMIPAAN REAKTOR TRIGA MARK II BANDUNG Maryudi, Ir.Budi Kaliwanto, Ade Suherman Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif ABSTRAK STUDI TEKNIK DISMANTLING INSTALASI

Lebih terperinci

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE EDY SULISTYONO PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR ( PTBN ), BATAN e-mail: edysulis@batan.go.id ABSTRAK PENGARUH

Lebih terperinci

Providing Seminar Hasil Penelitian PZTRR ISSN 0854-5278 T0aa»2002 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI IRADIASI

Providing Seminar Hasil Penelitian PZTRR ISSN 0854-5278 T0aa»2002 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI IRADIASI Providing Seminar Hasil Penelitian PZTRR ISSN 0854-5278 T0aa»2002 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI IRADIASI Presiding Seminar Hasil Penelitian P2TBR Tahun 2002 ISSN 0854-5278 MODIFIKASI SISTEM MEKANIK PEMBAWA KAPSUL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.1.1 Waktu Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan judul usulan tugas akhir dan berkas seminar proposal oleh pihak jurusan

Lebih terperinci

Spesifikasi material baja tahan karat unit instalasi pengolahan air

Spesifikasi material baja tahan karat unit instalasi pengolahan air Standar Nasional Indonesia Spesifikasi material baja tahan karat unit instalasi pengolahan air ICS 91.140.60; 77.140.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Januari 2007 Pengantar Sejak tahun 2000 BATAN telah ditunjuk oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan

1. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan industri yang melibatkan air garam seperti industri minyak dan gas, proses desalinasi

Lebih terperinci

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 9, Oktoberl 2006

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 9, Oktoberl 2006 Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN 14108542 PRODUKSI TEMBAGA64 MENGGUNAKAN SASARAN TEMBAGA FTALOSIANIN Rohadi Awaludin, Abidin, Sriyono dan Herlina Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Sistem perpipaan steam 17 bar

Gambar 1.1 Sistem perpipaan steam 17 bar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya bahan bakar minyak dan gas, menjadi kebutuhan utama untuk dunia transportasi, dunia industri, dan rumah tangga. Setiap tahun kebutuhan akan pasokan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam teknologi pengerjaan logam, proses electroplating. dikategorikan sebagai proses pengerjaan akhir (metal finishing).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam teknologi pengerjaan logam, proses electroplating. dikategorikan sebagai proses pengerjaan akhir (metal finishing). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam teknologi pengerjaan logam, proses electroplating dikategorikan sebagai proses pengerjaan akhir (metal finishing). Secara sederhana, electroplating dapat

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PELAKSANAAN Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 28 februari 2017 pada unit boiler PPSDM MIGAS Cepu Kabupaten Blora, Jawa tengah. 4.1.1 Tahapan kegiatan

Lebih terperinci

Muhammad

Muhammad Oleh: Muhammad 707 100 058 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pembimbing: Ir. Muchtar Karokaro M.Sc Sutarsis ST, M.Sc Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K Sri Sudadiyo Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ABSTRAK ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K.

Lebih terperinci

ANALISA KERUSAKAN PADA ATAP ZINCOATING DI LINGKUNGAN ATMOSFER INDUSTRI

ANALISA KERUSAKAN PADA ATAP ZINCOATING DI LINGKUNGAN ATMOSFER INDUSTRI ANALISA KERUSAKAN PADA ATAP ZINCOATING DI LINGKUNGAN ATMOSFER INDUSTRI Moch. Syaiful Anwar, Cahya Sutowo, Andika Widya Pramono, Budi Priyono, Ronald Nasoetion Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pipa saluran uap panas dari sumur-sumur produksi harus mendapat perhatian

I. PENDAHULUAN. pipa saluran uap panas dari sumur-sumur produksi harus mendapat perhatian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam sistem pembangkit tenaga panas bumi, aspek material pipa baja yang digunakan untuk sistem perpipaan merupakan faktor yang sangat penting dan esensial karena masalah

Lebih terperinci

Lokasi kebocoran tube reheater Row 17 Pipa no.8 SUMBER BOCORAN 1

Lokasi kebocoran tube reheater Row 17 Pipa no.8 SUMBER BOCORAN 1 KEBOCORAN TUBE BOILER Lokasi kebocoran tube reheater Row 17 Pipa no.8 SUMBER BOCORAN 1 Lokasi kebocoran tube reheater Row 16 Pipa no.7 SUMBER BOCORAN 2 Hasil Pemeriksaan TUBE R17 b8 Tube R.17 B-8 mengalami

Lebih terperinci

ANALISA LAJU KOROSI DUPLEX SS AWS 2205 DENGAN METODE WEIGHT LOSS

ANALISA LAJU KOROSI DUPLEX SS AWS 2205 DENGAN METODE WEIGHT LOSS ANALISA LAJU KOROSI DUPLEX SS AS 2205 DENGAN METODE EIGHT LOSS Minto Basuki 1, Abdul Aris acana Putra 1, Dzikri Hidayat 1 1 Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Mineral dan Kelautan Institut Teknologi

Lebih terperinci

SKRIPSI PURBADI PUTRANTO DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 OLEH

SKRIPSI PURBADI PUTRANTO DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 OLEH PENILAIAN KELAYAKAN PAKAI (FFS ASSESSMENTS) DENGAN METODE REMAINING WALL THICKNESS PADA PIPING SYSTEM DI FLOW SECTION DAN COMPRESSION SECTION FASILITAS PRODUKSI LEPAS PANTAI M2 SKRIPSI OLEH PURBADI PUTRANTO

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN FLANGE PADA SISTEM PEMIPAAN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

ANALISA KEKUATAN FLANGE PADA SISTEM PEMIPAAN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG ANALISA KEKUATAN FLANGE PADA SISTEM PEMIPAAN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG Hendra Prihatnadi, Budi Santoso Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong,Gedung 71,Tangerang -15310

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

ANALISIS PENGOTOR PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

ANALISIS PENGOTOR PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG ANALISIS PENGOTOR PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG Enung Nurlia 1, Sumijanto 2 1 Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri BATAN, Jl.Tamansari No.71, Bandung, 40132 2 Pusat Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN PADA SAMBUNGAN NOSEL MASUK DAN KELUAR BEJANA TEKAN REAKTOR DENGAN MEH

ANALISIS TEGANGAN PADA SAMBUNGAN NOSEL MASUK DAN KELUAR BEJANA TEKAN REAKTOR DENGAN MEH Anni Rahmat, dkk. ISSN 0216-3128 179 ANALISIS TEGANGAN PADA SAMBUNGAN NOSEL MASUK DAN KELUAR BEJANA TEKAN REAKTOR DENGAN MEH Anni Rahmat, Roziq Himawan Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir, BATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 27.000 MWe yang tersebar di Sumatera bagian

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING

KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING 1) Yoga Adi Susila, 2) Dody Prayitno 1.2) Teknik Mesin Universitas Trisakti yogaadisusila@yahoo.co.id Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DEGRADASI GRAFIT OLEH AIR INGRESS PADA TERAS RGTT200K.

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DEGRADASI GRAFIT OLEH AIR INGRESS PADA TERAS RGTT200K. ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DEGRADASI GRAFIT OLEH AIR INGRESS PADA TERAS Sumijanto Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan PUSPIPTEK Gd 80 Serpong Tangsel 15310 Tlp: 021

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan

I. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan industri yang melibatkan air garam seperti industri minyak dan gas, proses desalinasi

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PERSETUJUAN.... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR RUMUS... x BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK No. 12/ Tahun VI. Oktober 2013 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK Slamet P dan Yatno D.A.S. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV. 1 PERHITUNGAN CORROSION RATE PIPA Berdasarkan Corrosion Rate Qualitative Criteria (NACE RP0775-99), terdapat empat (4) tingkat laju korosi (hilangnya ketebalan per mm/

Lebih terperinci

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Kriteria Penerimaan Untuk Kecelakaan ISSN : 0854-2910 Budi Rohman P2STPIBN-BAPETEN KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU KOROSI DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR KOROSI PADA PIPA SEKUNDER REAKTOR RSG-GAS

ANALISIS LAJU KOROSI DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR KOROSI PADA PIPA SEKUNDER REAKTOR RSG-GAS ANALISIS LAJU KOROSI DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR KOROSI PADA PIPA SEKUNDER REAKTOR RSG-GAS Febrianto, Geni Rina Sunaryo dan Sofia L. Butarbutar PTRKN-BATAN Gedung 80, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 16 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Korosi Pada Logam Korosi memiliki arti proses perusakan atau degradasi material logam akibat terjadinya reaksi kimia antara paduan logam dengan lingkungannya. Proses perusakan

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

PENGUJIAN IRADIASI KELONGSONG PIN PRTF DENGAN LAJU ALIR SEKUNDER 750 l/jam. Sutrisno, Saleh Hartaman, Asnul Sufmawan, Pardi dan Sapto Prayogo

PENGUJIAN IRADIASI KELONGSONG PIN PRTF DENGAN LAJU ALIR SEKUNDER 750 l/jam. Sutrisno, Saleh Hartaman, Asnul Sufmawan, Pardi dan Sapto Prayogo PENGUJIAN IRADIASI KELONGSONG PIN PRTF DENGAN LAJU ALIR SEKUNDER 750 l/jam Sutrisno, Saleh Hartaman, Asnul Sufmawan, Pardi dan Sapto Prayogo ABSTRAK PENGUJIAN IRADIASI KELONGSONG PIN PRTF DENGAN LAJU ALIR

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 06005225 / Teknik Kimia TUGAS. MENJAWAB SOAL 9.6 DAN 9.8 9.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past.5 cm-od tubes through which water is flowing

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 1106005225 / Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 19.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past 1.5 cm-od tubes through which water

Lebih terperinci

ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD

ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD Nama Mahasiswa : B A S U K I NRP : 2702 100 017 Jurusan : Teknik Material FTI-ITS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia perindustrian. Umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri

I. PENDAHULUAN. dunia perindustrian. Umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembentukan kerak (scale) merupakan masalah cukup serius dan kompleks dalam dunia perindustrian. Umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri minyak dan

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA PRODUK PIPA BAJA SPESIFIKASI API 5L PSL 1 PADA BAGIAN PRODUKSI VAI-04 di PT. BAKRIE PIPE INDUSTRIES

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA PRODUK PIPA BAJA SPESIFIKASI API 5L PSL 1 PADA BAGIAN PRODUKSI VAI-04 di PT. BAKRIE PIPE INDUSTRIES MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA PRODUK PIPA BAJA SPESIFIKASI API 5L PSL 1 PADA BAGIAN PRODUKSI VAI-04 di PT. BAKRIE PIPE INDUSTRIES Disusun oleh: Siti Istiqomah 36410594 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

Spesifikasi material baja unit instalasi pengolahan air

Spesifikasi material baja unit instalasi pengolahan air Standar Nasional Indonesia Spesifikasi material baja unit instalasi pengolahan air ICS 91.140.60; 77.140.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi.. i Prakata ii Pendahuluan. iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS 19 BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS 3.1 Kawasan Perumahan Batununggal Indah Kawasan perumahan Batununggal Indah merupakan salah satu kawasan hunian yang banyak digunakan sebagai rumah tinggal dan

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL PREDIKSI KETEBALAN NITRIDASI PADA BAJA SKD 61 MENGGUNAKAN METODE GELOMBANG ULTRASONIK

KAJI EKSPERIMENTAL PREDIKSI KETEBALAN NITRIDASI PADA BAJA SKD 61 MENGGUNAKAN METODE GELOMBANG ULTRASONIK KAJI EKSPERIMENTAL PREDIKSI KETEBALAN NITRIDASI PADA BAJA SKD 61 MENGGUNAKAN METODE GELOMBANG ULTRASONIK Albert Christian Wanandi 1, Hadi Sutanto 2, Roziq Himawan 3 1 Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Proses Penelitian Mulai Preparasi dan larutan Pengujian Polarisasi Potensiodinamik untuk mendapatkan kinetika korosi ( no. 1-7) Pengujian Exposure (Immersion) untuk

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) G-121

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) G-121 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-121 Analisis Pengaruh Ketebalan Nonconductive Coating Terhadap Pendeteksian Panjang Dan KedalamanRetak PadaFilletJoint Bracket

Lebih terperinci