BAB II PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KOTA LHOKSEUMAWE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KOTA LHOKSEUMAWE"

Transkripsi

1 BAB II PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KOTA LHOKSEUMAWE A. Hukum Jaminan Pada Umumnya 1. Pengertian Hukum Jaminan Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. 61 Dalam Keputusan Seminar Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan, bahwa istilah hukum jaminan itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak memberikan perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu yaitu meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut Salim HS, hukum jaminan itu adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan 61 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 1

2 pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 62 Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, sebagaimana yang dikutip oleh Salim HS, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah: Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarenagi dengan adanya lembaga kredit dengan jumalh, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah. 63 Pengertian lain dari hukum jaminan diberikan oleh Rachmadi Usman yang menyatakan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pihak pemberi utang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima utang. 64 Dari pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hubungan antara pemberi jaminan dan peneriman jaminan guna menjamin suatu hutang atau fasilitas kredit tertentu dengan jaminan benda atau perorangan. 62 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal Ibid, hal Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 1-2

3 Berdasarkan pengertian dari hukum jaminan tersebut di atas, terdapat beberapa unsur perumusan hukum jaminan, yaitu: (1) adanya ketentuan hukum (2) adanya pemberi dan penerima jaminan (3) adanya benda atau orang yang dijadikan jaminan (4) adanya hutang atau fasilitas kredit yang dijamin. 2. Asas-asas Hukum Jaminan Menurut Salim HS, berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan, ada 5 asas penting dalam hukum jaminan, yaitu: (1) Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar; (2) Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atas atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu; (3) Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian. (4) Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai; (5) Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi hak tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai Salim HS, Op.Cit, hal 9-10

4 3. Pengaturan Hukum Jaminan Hukum jaminan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Ketentuan yang secara khusus atau yang berkaitan dnegan jaminan, dapat ditemukan dalam: (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK). (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Selain itu terdapat beberapa perundang-undangan yang tidak mengatur secara khusus mengenai lemabaga jaminan, namun ketentuan dalam pasal-pasalnya berkaitan dengan lembaga jaminan, yaitu diantaranya: (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. (2) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Palayaran.

5 B. Jaminan Atas Tanah Sebelum UU No. 4 Tahun 1996 Sebelum lahirnya Undang-Undangn Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, jaminan atas tanah diatur dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata tentang Hipotik dan dalam Staatsblad Tahun 1908 nomor 542 tentang ketentuan Creditverband. Dalam pasal 1162 KUH Perdata dirumuskan pengertian dari hipotik yang berbunyi: Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dari bunyi pasal 1162 KUH Perdata tersebut dapat diketahui bahwa hak hipotik itu merupakan hak jaminan kebendaan atas benda-benda tidak bergerak. Selanjutnya pasal-pasal KUH Perdata memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian hipotik. Dalam pasal 1167 KUH Perdata disebutkan benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik. Selanjutnya dalam pasal 1168 KUH Perdata ditentukan bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindahtangankan benda yang dibebani. Pasal 1171 ayat (1) menyatakan hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh undang-undang. Lebih lanjut dalam pasal 1175 ayat (1) KUH Perdata disebutkan hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hipotik atas benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari adalah batal. Dalam pasal 1176 ayat (1) KUH Perdata kemudian dinyatakan suatu hipotik hanyalah sah,

6 sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan adalah tentu dan ditetapkan di dalam akta. Berdasarkan perumusan pengertian hipotik dari beberapa pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hipotik adalah hak kebendaan atas benda tidak bergerak (benda tetap), untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya. C. Hak Tanggungan Atas Tanah Menurut UU No. 4 Tahun 1996 a. Pengertian Hak Tanggungan Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah berserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata tentang Hipotik atas tanah dan dalam Staatsblad Tahun 1908 nomor 542 tentang ketentuan Creditverband dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam Undangundang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tersebut, disebutkan bahwa: 66 Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertendu terhadap kreditur-kreditur lain. Ada bebebara unsur pokok dari hak tanggungan yang termuat di dalam definisi tersebut, yaitu: 66 Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

7 (1) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang. (2) Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA. (3) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. (4) Hutang yang dijamin harus suatu utang tertentu. (5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dibandingkan dengan definisi Hak Tanggungan tersebut dengan definisi hypotheek dalam KUH Perdata, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1162 KUH Perdata, bahwa hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dalam definisi Hipotik tersebut di atas, disebutkan unsur-unsur Hipotik sebagai berikut: (1) Hipotik adalah suatu hak kebendaan. (2) Objek hipotik adalah benda-benda tak bergerak. (3) Untuk pelunasan suatu perikatan. Membandingkan antara definisi Hak Tanggungan dengan defines hipotik, ternyata pembuat Undang-Undang Hak Tanggungan lebih baik dalam membuat rumusan definisi Hak Tanggungan dari pada pembuat undang-undang KUH Perdata

8 dalam membuat rumusan definisi hipotik, sebagaimana dikemukakan Sutan Remy Sjahdeini berikut ini: 67 Dalam rumusan definisi Hipotik banyak unsur-unsur dan hipotik yang belum dimasukkan, sehingga definisi tersebut masih sangat jauh untuk dapat memberikan gambaran mengenai apa yang dimaksudkan dengan Hipotik. Sekalipun rumusan definisi Hak Tanggungan lebih baik dari pada rumusan definisi Hipotik dalam KUH Perdata, tetapi belum semua unsur-unsur yang berkaitan dengan hak tanggungan telah dimasukkan dalam rumusan definisinya. Misalnya dalam rumusan definisi Hak Tanggungan itu belum dimasukkan bahwa Hak Tanggungan adalah suatu hak kebendaan. Sebagaimana diketahui, KUH Perdata Indonesia diambil dari Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda yang lama. BW Belanda yang lama pada saat ini telah diganti dengan BW Belanda yang baru, Nieuw Nederlands Burgelijk Wetboek (NNBW), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari Dalam NNBW, hak jaminan untuk pelunasan hutang juga disebut Hypotheek seperti BW yang lama disamping Pand. Definisi dari Hypotheek di dalam NNBW dirumuskan dalam Art. 227 ( ) bersama-sama dengan Pand. Definisi Hypotheek dalam Art, 227 ( ) NNBW adalah: 68 Hak Pand dan hak hypotheek adalah hak-hak yang terbatas (beperkte rechten) yang dimaksudkan untuk dalam memperoleh pembayaran dari penjualan benda-benda dengan didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Apabila hak itu dibebankan di atas benda-benda yang terdaftar, hak itu adalah hypotheek, sedangkan apabila hak itu dibebankan atas benda-benda lain, hak itu adalah pand. 67 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Maasalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan, Alumni, Bandung, 1999., hal Ibid, hal.13

9 Setelah membaca definisi hypotheek dalam NNBW tersebut, ternyata rumusan definisi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan masih lebih baik dari pada NNBW. b. Objek Hak Tanggungan Untuk dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak jaminan atas tanah, suatu benda haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Dapat dinilai dengan uang atau bernilai ekonomis. Karena utang yang dijamin berupa uang, maka benda yang menjamin pelunasan utang tersebut haruslah dapat dinilai dengan uang. 2. Mempunyai sifat dipindah tangankan Sifat ini harus melekat pada benda yang dijadikan agunan atau jaminan karena apabila debitur cidera janji, benda yang dijadikan jaminan tersebut akan dijual untuk pelunasan utang. 3. Benda mempunyai alas hak yang wajib didaftar, menurut ketentuan tentang pendaftaran tanah untuk memenuhi syarat publisitas. 4. Menunjukkan benda yang dapat dijamin tersebut, haruslah dengan penunjukan khusus dengan undang-undang. Dalam Undang-undang Pokok Agraria yang ditunjuk sebagai hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Oleh karena itu dalam pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang harus diatur dengan Undang-Undang 69 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, cetakan 7, Djambatan, Jakarta,1997, hal., 386.

10 adalah Hak Tanggungan atas Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. 70 Di dalam praktik perbankan dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya, tanah dengan Hak Pakai seringkali pula oleh bank dan lembaga-lembaga pembiayaan dijadikan agunan kredit. Bank dan lembaga-lembaga pembiayaan mendasarkan kepada kenyataan bahwa Hak Pakai adalah hak atas tanah yang terdaftar pada daftar umum (pada Kantor Pertanahan) dan dapat dipindah tangankan. Namun, mengingat di dalam UUPA, Hak Pakai tidak disebutkan sebagai hak atas tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan, bank tidak dapat menguasai tanah Hak Pakai itu sebagai agunan dengan membebankan Hipotik atau Credietverband. Cara yang ditempuh oleh bank-bank adalah dengan melakukan pengikatan F.E.O (fiducia) dan/atau dengan meminta surat kuasa menjual dari pemiliknya. 71 Kebutuhan praktik menghendaki agar supaya Hak Pakai dapat dibebani juga dengan Hak Tanggungan. Kebutuhan itu ternyata telah diakomodir oleh Undang- Undang Hak Tanggungan. Akan tetapi, hanya Hak Pakai atas tanah Negara saja yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik masih akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 72 Menurut Sutan Remy Sjahdeini: Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang tidak hanya dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara saja, tetapi juga dari tanah orang lain, dengan membuat perjanjian antara pemilik 70 Penjelasan umum angka 5 alenia pertama UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 71 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

11 tanah dengan pemegang Hak Pakai yang bersangkutan. Sedangkan kedua jenis Hak Pakai itu pada hakikatnya tidak berbeda ruang lingkupnya yang menyangkut hak untuk penggunaannya atau hak untuk memungut hasilnya. Karena itu, wajar bila hak pakai atas tanah Hak Milik dapat pula dibebani dengan Hak Tanggungan seperti halnya Hak Pakai atas tanah negara. Namun sudah barang tentu bahwa pelaksanaan hak tanggungan atas tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik itu baru dapat dilakukan apabila telah dikeluarkan ketentuan bahwa Hak Pakai atas tanah Hak Milik diwajibkan untuk didaftarkan. 73 Mengenai kebutuhan masyarakat agar Hak Pakai dimungkinkan menjadi agunan, yang dalam UUPA tidak ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan kebutuhan tersebut akhirnya ditampung dengan menetapkan Hak Pakai juga sebagai objek Hak Tanggungan, sebagaimana pada Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Tanggungan sebagai berikut: 74.Hak Pakai dalam Undang-Undang Pokok Agraria tidak ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan, karena pada waktu itu tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan karenanya tidak dapat memenuhi syarat publisitas untuk dapat dijadikan jaminan utang. Dalam perkembangannya Hak Pakai pun harus didaftarkan, yaitu Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara. Sebagian dari Hak Pakai yang didaftar itu, menurut sifat dan kenyataannya dapat dipindahtangankan, yaitu yang diberikan kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum perdata. Dalam undang-undang nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan itu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fiducia. Pernyataan bahwa Hak Pakai tersebut dapat dijadikan objek Hak Tanggungan merupakan penyesuaian Undang-Undang Pokok Agraria dengan perkembangan Hak Pakai itu sendiri serta kebutuhan masyarakat. Selain mewujudkan unificasi Hukum Tanah Nasional, yang tidak kurang pentingnya adalah, bahwa dengan ditunjuknya Hak Pakai tersebut sebagai objek Hak Tanggungan, bagi para pemegang haknya yang sebagian besar terdiri atas golongan ekonomi lemah yang tidak berkemampuan untuk mempunyai tanah dengan Hak Milik atau Hak Guna Bangungan, menjadi terbuka 73 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal Penjelasan Umum angka 5 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

12 kemungkinannya untuk memperoleh kredit yang diperlukannya, dengan menggunakan tanah yang dipunyainya sebagai jaminan. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Tanggungan dikemukakan, bahwa terhadap Hak Pakai atas tanah Negara, yang walaupun wajib didaftar, karena sifatnya tidak dapat dipindah-tangankan bukan merupakan objek Hak Tanggungan. Hak Pakai yang demikian contohnya adalah Hak Pakai atas nama Pemerintah, Hak Pakai atas nama Badan Keagamaan dan Sosial, dan Hak Pakai atas nama Perwakilan Negara Asing. Mengenai ditunjuknya Hak Pakai atas tanah Negara sebagai objek Hak Tanggungan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, Mariam Darus Badrulzaman telah mengemukakan ketidak setujuannya dengan mengemukakan sebagai berikut: Menurut UUPA, hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain (Pasal 41). Untuk tanah Hak Pakai atas Tanah milik Negara, untuk setiap peralihannya diperlukan izin dari Pejabat Negara (Pasal 43). Hak Pakai semula tidak termasuk Hak atas Tanah yang terdaftar. Berarti Hak Pakai itu bersifat pribadi yang melekat pada orangnya (right personam) dan tidak bendanya (righ in rem). Pada tahun 1966 (Permen Agraria No. 1) ditentukan bahwa Hak pakai Atas tanah Negara harus didaftarkan. Pendaftaran ini membawa akibat hak pakai dapat dialihkan. Namun, ada satu syarat yang menunjukkan bahwa hak pakai itu tidak dapat melepaskan diri dari sifat pribadi, yaitu untuk peralihannya diperlukan izin (Pasal 43 UUPA jo Permen Agraria No. 1 Tahun 1966 Pasal 2). Merupakan pertanyaan disini dengan adanya pendaftaran Hak Pakai atas Tanah Negara ini, seyogianya izin itu tidak 75 Mariam Darus Badrulzaman, Posisi Hak Tanggungan Dalam Hukum Jaminan Nasional makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Kesiapan Dan Persiapan Dalam Rangka Pelaksanaan Undang-Undang Hak Tanggungan yang diseleggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Pada tanggal 27 Mei 1996 di Bandung dan dalam Seminar Nasional Sehari Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan Di Lingkungan Perbankan yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum.pada tanggal 25 Juli 1996 di Medan.

13 lagi diperlukan, karena hak pakai itu sudah bersifat hak kebendaan. Jika izin masih diperlukan, berarti sifat hak pakai yang didaftarkan itu mengambang, dualitis, mengikat pribadi dan juga bendanya. Disini tidak ada kepastian hukum yang merupakan asas dalam hukum jaminan. 2. Dalam hak debitur ingkar janji, merupakan pertanyaan karena itu apakah untuk eksekusi tersebut diperlukan izin dari pejabat negara. Berhubung dengan pendapat tersebut, maka seyogianya segera dikeluarkan ketentuan perundang-undangan yang mengubah ketentuan Pasal 43 UUPA yang menentukan bahwa untuk setiap peralihan tanah Hak Pakai di atas tanah negara diperlukan izin dari pejabat negara. Apabila ketentuan itu belum diubah, unsur bagi terpenuhinya syarat untuk dapat menjadikan Hak Pakai atas tanah Negara sebagai objek Hak Tanggungan, tidak terpenuhi. Belum diubahnya ketentuan Pasal 43 UUPA itu akan menimbulkan ketidakpastian bagi eksekusi Hak Tanggungan yang dibebankan atas Hak Pakai atas tanah Negara. Tidak ada jaminan hukum bahwa pejabat negara yang dimaksudkan dalam Pasal 43 UUPA itu, akan memberikan izin yang diperlukan untuk peralihan Hak Pakai atas tanah Negara itu sebagai syarat dapat dilaksanakannya eksekusi Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan yang bersangkutan. Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat dan tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. Selain yang tersebut di atas, hak milik bekas hak milik adat yang belum terdaftar dapat juga dijadikan sebagai objek Hak Tanggungan. Hal ini dapat dilihat

14 dari ketentuan pasal 10 ayat (3) Undang-undang Hak Tanggungan, yang menyatakan: apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam penjelasan pasal 10 ayat (3) tersebut disebutkan, yang dimaksudkan dengan hak lama tersebut adalah hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas dimungkinkan asalkan pemberiannya dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah tersebut pada Kantor Pertanahan. 76 Dengan ketentuan ini terbukalah kemungkinan bagi pemilik tanah itu untuk menggunakan tanahnya sebagai jaminan kredit sehingga merekapun dapat memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh lembaga perkreditan yang ada. Dalam pada itu pendaftarannya akan diberikan prioritas penanganannya. 77 Dari uraian di atas maka objek-objek Hak Tanggungan adalah: (a) Hak Milik. (b) Hak Guna Usaha. (c) Hak Guna Bangunan. 76 Penjelasan Pasal 10 ayat (3) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 77 A.P. Parlindungan, Op.Cit, hal. 166

15 (d) Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. (e) Hak Pakai atas Hak Milik (masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah). c. Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan Menurut ketentuan pasal 8 Undang-Undang hak Tanggungan, bahwa pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai untuk hak melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dengan demikian, karena objek hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah Negara, sejalan dengan ketentuan pasal 8 Undang-Undang Hak Tanggungan itu yang dapat menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah Negara. Untuk pihak yang akan menerima Hak Tanggungan, haruslah memperhatikan ketentuan pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan yang menentukan, bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat (1) tersebut harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran hak Tanggungan dilakukan. Menurut ketentuan pasal 9 Undang-Undang Hak Tanggungan, pemegang hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dengan demikian, yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata

16 untuk memberikan utang, yaitu baik itu perserorangan warga negara Indonesia maupun orang asing. 78 d. Pendaftaran Hak Tanggungan Pendaftaran objek Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 13 UUHT dilakukan di Kantor Pendaftaran Tanah Kota/Kabupaten setempat. Tanpa pendaftaran, Hak Tanggungan tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika pencatatan Hak Tanggungan belum dilakukan dalam buku tanah hak tanggungan di Kantor Pendaftaran Tanah, menurut Pasal 13 ayat (5) UUPA maka Hak Tanggungan itu belum ada. Karena Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu asas Hak Tanggungan yaitu asas publiksitas. Oleh karena itu didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga. Pemberian Hak Tanggungan yang sudah dalam proses pemasangan akan tetapi belum didaftarkan dianggap belum ada dan tidak dapat dimintakan eksekusi penjualan lelang berdasarkan Pasal 224 HIR. 79 Pemberian Hak Tanggungan harus didaftarkan 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatangan akta pemberian Hak Tanggungan. 78 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal Ibid., hal. 38.

17 Kemudian, juga di dalam melakukan eksekusi Hak Tanggungan tata urutan pendaftaran Hak Tanggungan juga menentukan peringkat dari Hak Tanggungan itu. Menurut ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Hak Tanggungan, suatu objek Hak Tanggungan yang dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan maka peringkat dari masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan. Jadi Hak Tanggungan yang dibuat debitur terhadap beberapa orang kriditur, peringkatnya bukan dilihat dari tanggal pemberian Hak Tanggungan, tetapi dilihat dari urutan pendaftarannya pada Kantor Pertanahan. e. Sertipikat Hak Tanggungan Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang sudah didaftarkan, oleh Kepala Kantor Pertanahan diterbitkan Sertipikat Hak Tanggungan yang bentuk dan isinya juga ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional berdasarkan ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan. Di dalam Sertipikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Irah-irah tersebut dimaksudkan agar Sertipikat Hak Tanggungan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Hal tersebut untuk memepertegas adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan

18 yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan hukum acara perdata. f. Hapusnya Hak Tanggungan Ada beberapa sebab yang menjadikan Hak Tanggungan hapus. Dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan, Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut: 1. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan atau hapusnya perjanjian pokok. 2. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan, yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis, mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan yang bersangkutan kepada pemberi Hak Tanggungan. 3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pembeli tanah yang dijadikan jaminan dalam lelang. 4. Hapusnya hak tanah yang dibebani hak tanggungan. Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud di atas, maka harus dilakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya di Kantor Pertanahan (diroya). Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-

19 sama buku-tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. 80 Selanjutnya proses yang harus dilakukan setelah pemberi Hak Tanggungan menerima pemberian pernyataan tertulis tersebut adalah pemberi hak tanggungan harus segera mengajukan surat permohonan kepada Kantor Pertanahan dengan dilampiri Surat Pernyataan tertulis tersebut agar pernyataan tersebut dicatat pada buku tanah hak tanah yang menjadi objek hak tanggungan bahwa hak tanggungan itu telah dilepaskan oleh pemegangnya. Hanya dengan demikian, hak tanggungan itu menjadi hapus dan tidak mengikat lagi bagi pihak ketiga. 81 Dalam pasal 19 Undang-Undang Hak Tanggungan diatur tata cara penghapusan Hak Tanggungan jika hasil penjualan objek Hak Tanggungan ternyata tidak cukup untuk melunasi hutang yang dijamin. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa: Pembeli objek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga penjualan. Tanpa diadakan pembersihan, Hak Tanggungan tersebut akan tetap membebani objek Hak Tanggungan yang dibeli. 80 Pasal 22 Undang-Undang Hak Tanggungan. 81 Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, hal. 161

20 g. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Pada asasnya pembebanan hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi hak tanggungan sebagai yang berhak atas objek hak tanggungan. Hanya apabila benar-benar diperlukan dan tidak dapat hadir sendiri, hal itu wajib dikuasakan kepada pihak lain. Dalam hal pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir di hadapan Notaris atau PPAT, pasal 15 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kesempatan kepada pemberi hak tanggungan untuk menggunakan SKMHT. Pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan dan harus memenuhi persyaratan mengenai muatannya sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Tidak dipenuhinya syarat-syarat tersebut mengakibatkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan. PPAT wajib menolak permohonan untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan, apabila Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak dibuat sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. h. Eksekusi Hak Tanggungan Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan. Dalam pasal 6 tersebut ditentukan bahwa, apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak

21 Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Hak Tanggungan bertujuan untuk menjamin utang yang diberikan pemegang Hak Tanggungan kepada debitur. Apabila debitur cidera janji, tanah (hak atas tanah) yang dibebani dengan Hak Tanggungan itu berhak dijual melalui lelang oleh pemegang Hak Tanggungan tanpa perlu persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan dan pemberi Hak Tanggungan tidak dapat menyatakan keberatan atas penjualan tersebut. Ketentuan pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, memberikan hak bagi pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan parate eksekusi. Artinya pemegang Hak Tanggungan tidak perlu bukan saja memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan, tetapi tidak perlu meminta penetapan dari Pengadilan untuk melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan hutang debutur dalam hal debitur cidera janji. Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung mengajukan dan meminta kepada Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang. Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuatan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan, atau oleh pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih

22 dari satu pemegang Hak Tanggungan. 82 Hak pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan parate eksekusi adalah hak yang diberikan oleh pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan. Dengan kata lain, diperjanjian atau tidak diperjanjikan, hak itu demi hukum dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan. 83 Sertipikat Hak Tanggungan, yang merupakan tanda bukti adanya hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan yang memuat irah-irah dengan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti groose acte hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Demikian ditentukan dalam pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Hak Tanggungan. Dengan demikian untuk melakukan eksekusi terhadap Hak Tanggungan yang telah dibebankan atas tanah dapat dilakukan tanpa harus melalui proses gugat menggugat (proses litigasi) apabila debitur cidera janji. Penjualan objek Hak Tanggungan harus dilalukan melalui pelelangan di muka umum. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk penjualan Hak Tanggungan tersebut. Dengan pelelangan di muka umum juga diharapkan dapat terjadi keterbukaan dan pelaksanaan secara jujur agar tidak merugikan salah satu pihak dalam Hak Tanggungan tersebut. 82 Penjelasan pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan. 83 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hal. 47.

23 D. Pelaksanaan Pemberian Hak Tanggungan Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat di Kota Lhokseumawe 1. Gambaran umum Kota Lhokseumawe Kota Lhokseumawe merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe yang berlaku sejak tanggal 21 juni pada awal pembentukannya Kota Lhokseumawe mencakup 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan Blang Mangat. Kemudian kecamatan Muara Dua dimekarkan lagi yaitu Kecamatan Muara Satu sehingga Kota Lhokseumawe pada saat ini terdiri dari 4 (empat) Kecamatan, 9 (sembilan) Kemukiman, 6 (enam) Kelurahan dan 62 (enampuluh dua) Desa (Gampong). Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe menurut data tahun 2009 sebanyak jiwa terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. 84 Kota Lhokseumawe terletak pada garis Bujur Timur dan Lintang Utara dengan luas daerah KM². Sebelah utara Kota Lhokseumawe berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kecamatan Kuta makmur (Kabupaten Aceh Utara), sebelah timur dengan Kecamatan Syamtalira Bayu (Kabupaten Aceh Utara) dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dewantara (Kabupaten Aceh Utara). 84 Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Kota Lhokseumawe Tahun 2009, yang dikeluarkan pada bulan April 2010.

24 Berdasarkan Rekapitulasi Tanah Masyarakat Miskin yang belum bersertipikat di Kota Lhokseumawe tahun 2009 diperoleh data bahwa tanah-tanah masyarakat yang belum bersertipikat di Kota Lhokseumawe adalah sebanyak persil. Tanahtanah yang belum bersertipikat tersebut adalah tanah hak milik adat yang dikuasai langsung oleh masyarakat diberbagai kecamatan dalam Kota Lhokseumawe. Adapun jumlah tanah yang belum bersertipikat tersebut terbagi dalam Kecamatan Banda Sakti sebanyak 445 persil, Kecamatan Muara Dua sebanyak 627 persil, Kecamatan Muara Satu sebanyak 593 persil dan Kecamatan Blang Mangat sebanyak 508 persil. 85 Tabel 1. Rekapitulasi Tanah Masyarakat Miskin yang Belum Bersertipikat di Kota Lhokseumawe No KECAMATAN PERSIL 1 BANDA SAKTI MUARA DUA MUARA SATU BLANG MANGAT 508 JUMLAH 2173 Sumber Bagian Pemerintahan Sekretariat Kota Lhokseumawe Tahun 2009 Tanah-tanah yang belum bersertipikat tersebut mempunyai alas hak yang bermacam-macam. Sebagian besar persil tidak mempunyai surat pembuktian secara formal karena tanah-tanah tersebut diperoleh secara turun temurun. Selebihnya mempunyai alas hak seperti Surat Keterangan dari Keuchik (Kepala Desa), Surat Keterangan Ahli Waris, Surat Keterangan Pembagian Faraidh, Akta Jual Beli, Akta 85 Pemerintah Kota Lhokseumawe, Data Pertanahan Kota Lhokseumawe 2009, Bagian Pemerintahan Setdako Lhokseumawe 2009

25 Pembagian Hak Bersama, Akta Hibah, Surat Keterangan Hibah dan alas pembuktian lainnya Tanah Yang Belum Bersertipikat Sebagai Objek Hak Tanggungan Tanah-tanah yang belum bersertipikat dalam praktek perbankan banyak yang diterima sebagai jaminan kredit. Tanah-tanah yang belum bersertipkat ini adalah tanah hak milik adat yang belum terdaftar akan tetapi telah memenuhi syarat untuk didaftarkan tetapi pendaftarannya belum dilakukan. Tanah hak milik adat itu telah ada hanya proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. 87 Tanah-tanah yang belum bersertipikat yang dapat diterima sebagai objek Hak Tanggungan adalah tanah-tanah hak milik adat atau juga disebut tanah bekas hak milik adat yaitu tanah-tanah yang dipunyai oleh masayarakat hukum adat baik yang dimiliki secara perorangan maupun yang dimiliki secara berkelompok. Tanah-tanah ini sebelum lahirnya UUPA tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum adat di masing-masing daerah dimana tanah tersebut terletak. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tetap mengakui tanah-tanah bekas hak milik adat. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 5 UUPA yang menyatakan bahwa hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hukum adat. 86 Hasil wawancara dengan Bukhari, Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Kota Lhokseumawe, pada tanggal 04 Agustus 2010, di Kota Lhokseumawe 87 Penjelasan pasal 10 ayat (3) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

26 Dengan berlakunya UUPA yang menganut asas unifikasi hukum Agraria untuk seluruh wilayah tanah air, maka tanah-tanah hak milik adat tersebut harus dikonversikan ke dalam hak-hak yang terdapat dalam UUPA. Tanah-tanah bekas hak milik adat tersebut umumnya dikonversikan sebagai tanah Hak Milik menurut ketentuan UUPA. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan sebagai objek Hak Tanggungan adalah: a. Hak Milik. b. Hak Guna Usaha. c. Hak Guna Bangunan. d. Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. e. Hak Pakai atas Hak Milik (masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah). Dari berbagai hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan objek hak tanggungan, hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik ini dapat diproleh secara turun menurun dan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak milik yang saat ini dipunyai oleh masyarakat, dapat berasal dari berbagai macam latar belakang. Ada hak milik yang berasal dari konversi Hak Eigendom yang merupakan hak yang semula tunduk pada ketentuan BW, ada hak milik yang berasal dari konversi bekas hak milik adat yang semula tunduk pada ketentuan Hukum Adat dan ada juga hak milik yang diperoleh langsung dari pemberian hak yang dikuasai langsung oleh negara.

27 Hak milik yang berasal dari bekas hak milik adat yang belum bersertipikat atau belum terdaftar menurut ketentuan pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan dapat dijadikan sebagai objek Hak Tanggungan. Dalam pasal 10 ayat 3 Undang-Undang Hak Tanggungan ditentukan bahwa apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam penjelasan pasal 10 ayat 3 tersebut disebutkan, yang dimaksudkan dengan hak lama tersebut adalah hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas dimungkinkan asalkan pemberiannya dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah tersebut pada Kantor Pertanahan. 88 Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk membuka kemungkinan bagi pemilik tanah yang berasal dari bekas hak milik adat yang haknya itu belum dikonversikan ke dalam hak-hak sesuai UUPA, untuk menggunakan tanahnya sebagai jaminan kredit sehingga merekapun dapat memanfaatkan fasilitas 88 Ibid, Penjelasan Pasal 10 ayat (3)

28 yang disediakan oleh lembaga perkreditan yang ada. Oleh karena itu pendaftaran konversinya akan diberikan prioritas penangannnya. 89 Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar tanah-tanah tersebut dapat dijadikan sebagai objek Hak Tanggungan adalah tanah-tanah tersebut dapat dialihkan. 90 Selain itu tanah-tanah tersebut harus jelas status kepemilikannya (mempunyai alas hak yang cukup) dan mudah untuk dijual (marketable). 91 Selain syarat-syarat tersebut di atas, sebelum tanah bekas hak milik adat yang belum terdaftar tersebut dijadikan jaminan, pihak Bank akan melakukan survey ke tanah bersangkutan dan bank juga mensyaratkan agar tanah tersebut dilakukan pengukuran terlebih dahulu oleh Kantor Pertanahan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kepemilikan atas tanah, batas-batas tanah dan luas tanah sebagaimana yang tertera dalam dokumen (alas hak) yang diberikan oleh debitur kepada Bank telah dapat dipastikan kebenarannya. Hal ini juga sekaligus untuk mengetahui apakah ada pihak lain yang akan mengajukan keberatan terhadap tanah tersebut pada saat dilakukan pengukuran oleh Kantor Pertanahan karena merasa mempunyai hak juga atas tanah bersangkutan A.P. Parlindungan, Op.Cit, hal Hasil wawancara dengan Bukhari Muhammad, Notaris dan PPAT di kota Lhokseumawe tanggal 14 Juli 2010 di Kota Lhokseumawe. 91 Hasil wawancara dengan Safriyadi, Account Officer pada PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh kantor Cabang Lhokseumawe, tanggal 14 Juni 2010, di Kota Lhokseumawe. 92 Hasil wawancara dengan Radian, Account Officer pada PT. Bank Rakyat Indonesia tanggal 10 Maret 2010, di Kota Lhokseumawe.

29 3. Pelaksanaan Pemberian Hak Tanggungan Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat di Kota Lhokseumawe Ada beberapa cara yang dilakukan untuk melakukan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertipikat di Kota Lhokseumawe. Pemberian Hak Tanggungan tersebut dapat dilakukan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan dapat juga langsung dilakukan dengan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Pada umumnya pembebanan Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertipikat selalu didahului dengan pembuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Setelah penandatanganan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dilakukan antara pemberi Hak Tanggungan dengan Bank selaku kreditur, baru kemudian dilakukan pendaftaran hak atas tanah yang dijadikan sebagai objek Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan. Pengurusan pendaftaran hak atas tanah tersebut biasanya dikuasakan oleh pemilik tanah kepada Notaris atau PPAT yang membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersbebut. Setelah sertipikat hak atas tanah tersebut keluar barulah dilakukan atau ditandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan. Penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan ini dilakukan oleh Bank sendiri, baik selaku kuasa dari pemilik tanah (pemberi Hak Tanggungan) berdasarkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan) dan juga sekaligus bertindak sebagai pihak yang menerima Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan melalui SKMHT dikarenakan objek Hak Tanggungan tersebut masih mempunyai data-data yang kurang lengkap.

30 Data yang kurang lengkap itu dapat berupa data fisik dari tanah yang bersangkutan, dapat juga berupa data yuridis atau kepastian kepemilikan dari tanah tersebut berhubungan belum ada sertipikat hak atas tanah. 93 Hal ini dilakukan untuk menghindari dari permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul di kemudian hari apabila pendaftaran tanah bekas hak milik adat yang dijadikan sebagai objek Hak Tanggungan tersebut terkendala dalam pendaftarannya. Pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang berasal dari hak milik adat juga dapat dilakukan dengan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) secara langsung. Hal tersebut telah diatur dalam pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan. Pemberian Hak Tanggungan yang langsung menggunakan Akta Pemberian Hak Tanggungan ini lebih memberikan kepastian hukum pada kreditur karena atas objek Hak Tanggungan tersebut telah ada ikatannya dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan, walaupun pendaftaran Hak Tanggungan tersebut dalam buku tanah Hak Tanggungan belum dapat dilakukan karena masih menunggu penyelesaian pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Kalau hanya diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), hal tersebut malah belum memberikan kepastian hukum bagi kreditur. Karena ikatan yang ada antara pemberi Hak Tanggungan dengan Bank selaku kreditur baru sebatas kuasa untuk 93 Hasil wawancara dengan Cut Nilawati, Notaris dan PPAT di Kota Lhokseumawe, pada tanggal 23 Juni 2010, di Kota Lhokseumawe

31 membebankan Hak Tanggungan, belum sampai pada tahap pemberian Hak Tanggungan. 94 Tabel 2. Rekapitulasi Pembuatan APHT Tanah Belum Bersertipikat Pada Bank BPD dan BRI di Kota Lhokseumawe Pada Tahun 2005 s/d 2010 Jumlah Alas Hak Bank Tahun Lainlain Keterangan APHT AJB Hibah APHB BRI BPD semua selesai semua selesai selesai, 3 gagal selesai, 2 belum selesai, 2 belum belum selesai Jumlah Sumber : Kantor Notaris Taufik, SH Kota Lhokseumawe Tahun 2010 Ketentuan yang terdapat dalam pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut selain memberikan rasa keadilan bagi masyarakat golongan ekonomi kecil, juga memberikan kepastian hukum dalam pemberian Hak Tanggungan bagi para pihak. Hal itu sejalan dengan asas dari Hak Tanggungan itu sendiri yang menghendaki adanya kepastian hukum dalam pemberian jaminan. 94 Hasil wawancara dengan Bukhari Muhammad, Notaris dan PPAT di Kota Lhokseumawe, pada tanggal 14 Juli 2010, di Kota Lhokseumawe.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Sejak diberlakukannya UUHT maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN HUKUM SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. XVI, Buku III KUH Perdata, sedang aturan khususnya diatur dan tunduk pada

BAB II KETENTUAN HUKUM SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. XVI, Buku III KUH Perdata, sedang aturan khususnya diatur dan tunduk pada BAB II KETENTUAN HUKUM SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN A. Surat Kuasa Pada Umumnya 1. Pengertian, Sifat dan Berakhirnya Kuasa a. Pengertian Secara umum, surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Yusuf Arif Utomo: Parate Executie Pada Hak Tanggungan 177 PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Oleh Yusuf Arif Utomo* Abstrak Bank dalam memberikan pinjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN HUKUM HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH KREDIT 1 Oleh : Nina Paputungan 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum pelaksanaan Hak

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG SERTIFIKAT HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN SEBAGAI OBJEK JAMINAN 1 Oleh: Zulkarnain R. D. Latif 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN KREDIT BANK BERDASARKAN UUHT

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN KREDIT BANK BERDASARKAN UUHT BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN KREDIT BANK BERDASARKAN UUHT A. Perjanjian Kredit Bank Pasal 1320 KUH Perdata mengatur, bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat.pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Lahirnya Hak Tanggungan Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

TANGGUNG GUGAT DEBITOR TERHADAP HILANGNYA HAK ATAS TANAH DALAM OBYEK JAMINAN HAK TANGGGUNGAN. Fani Martiawan Kumara Putra

TANGGUNG GUGAT DEBITOR TERHADAP HILANGNYA HAK ATAS TANAH DALAM OBYEK JAMINAN HAK TANGGGUNGAN. Fani Martiawan Kumara Putra TANGGUNG GUGAT DEBITOR TERHADAP HILANGNYA HAK ATAS TANAH DALAM OBYEK JAMINAN HAK TANGGGUNGAN Fani Martiawan Kumara Putra Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma fanimartiawan@gmail.com Abstract Security

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Syahnida Maharani 1 ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN SYAHNIDA MAHARANI ABSTRACT Giving hypothecation

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : NURMAHARANI ULFA ARIEF NPM

SKRIPSI. Oleh : NURMAHARANI ULFA ARIEF NPM TINJAUAN YURIDIS DALAM PELAKSANAAN ROYA PARTIAL HAK TANGGUNGAN MENURUT UU. NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN (Studi Kasus di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mojokerto) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

A. Keabsahan Kepemilikan Hak Atas Tanah Berdasarkan Asas Perlekatan. Vertikal Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

A. Keabsahan Kepemilikan Hak Atas Tanah Berdasarkan Asas Perlekatan. Vertikal Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG ASAS PERLEKATAN VERTIKAL DALAM KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA A. Keabsahan Kepemilikan

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara

Lebih terperinci

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR DALAM HAL TERJADI PERUBAHAN STATUS HAK ATAS TANAH YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ((Studi di PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk) SKRIPSI Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016 PEMBUATAN AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Adelheid Jennifer Mewengkang 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA Objek Fidusia Lembaga jaminan fiducia memegang peranan yang penting, karena selain sebagai jaminan tambahan apabila dianggap masih kurang

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Tentang Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan dan Dasar Hukumnya

BAB 2. Tinjauan Tentang Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan dan Dasar Hukumnya 11 BAB 2 Tinjauan Tentang Hak Tanggungan 2.1. Pengertian Hak Tanggungan dan Dasar Hukumnya Berbicara tentang Hak Tanggungan, tidak dapat terlepas dari sejarah hukum jaminan pada umumnya di Indonesia setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya adalah menunda urusan tersebut sampai ia mampu melakukannya sendiri atau mewakilkan kepada atau

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Perjanjian merupakan terjemahan dari Toestemming yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan 11 BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan Dalam transaksi perkreditan terdapat dua jenis perikatan yang dapat ditinjau dari segi

Lebih terperinci

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Netty Endrawati, Hutang Debitur dan Eksekusi Hak Tanggungan 35 HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Oleh : Netty Endrawati Abstrak Pada umumnya pemberian hutang atau dalam perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN. Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN. Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law, zekerheidstelling, atau zekerheidsrechten. Istilah hukum

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law).

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, dan prinsip negara hukum menuntut adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the

Lebih terperinci

BAB II UPAYA HUKUM KREDITOR ATAS KELALAIAN MEMPERPANJANG HAK ATAS TANAH YANG DIAGUNKAN

BAB II UPAYA HUKUM KREDITOR ATAS KELALAIAN MEMPERPANJANG HAK ATAS TANAH YANG DIAGUNKAN dan sekaligus merupakan jawaban atas permasalahan yang dikemukakan pada rumusan masalah serta mengemukakan saran-saran yang relevan dengan permasalahan yang penulis kemukakan pada bab I. BAB II UPAYA HUKUM

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal tersebut diperlukan adanya fasilitas kredit dari bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. modal tersebut diperlukan adanya fasilitas kredit dari bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, sudah tentu diperlukan modal yang besar untuk membiayainya. Modal dalam jumlah yang besar umumnya tidak dipunyai sendiri

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

BAB II URAIAN UMUM KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN HAK TANGGUNGAN

BAB II URAIAN UMUM KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN HAK TANGGUNGAN BAB II URAIAN UMUM KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN HAK TANGGUNGAN A. KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) 1. Pengertian KPR Istilah Kredit yang saat ini banyak digunakan berasal dari kata Romawi berupa Credere yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten 1. Lembaga jaminan diperlukan. kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan 2.

BAB I PENDAHULUAN. law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten 1. Lembaga jaminan diperlukan. kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten 1. Lembaga jaminan diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN. tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Kemudian pada ayat (2)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN. tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Kemudian pada ayat (2) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Hak Milik 2.1.1 Pengertian Hak Milik Ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa Hak milik adalah hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Bank membantu pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat

Lebih terperinci