BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF. harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, perlombaan dan kejadiankejadian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF. harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, perlombaan dan kejadiankejadian"

Transkripsi

1 BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF A. Sejarah Perjudian Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, perlombaan dan kejadiankejadian yang tidak atau belum tentu hasilnya.perjudian adalah mempertaruhkan uang atau benda berharga, mengharapkan keuntungan dengan dasar spikulasi belaka.mengharapkan keuntungan atau harapan untuk menang ialah yang merupakan daya tarik bagi setiap perjudian.perjudian sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu dilakukan oleh masyarakat. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana yang sejak dahulu telah ada dan terus berkembang dalam masyarakat dengan berbagai macam bentuk dan jenisnya. Permainan judi dalam bahasa asing dikenal dengan istilah hazardspel. Pada mulanya perjudian adalah salah satu kebiasaan adat dari suatu suku daerah tertentu yang hingga sekarang sering dilakukan. Peruvian yang dilakukan pada awalnya hanya berwujud permainan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati dan untuk mencari kesenangan yang semata-mata dilakukan tidak untuk mendapatkan untung atau kemenangan. Sifatnya pun rekreatif netral. Seiring dengan perkembangan zaman lambat laun permainan judi mengalami perkembangan dan perubahan dalam berbagai hal, baik menyangkut 26

2 27 macam, jenis maupun jumlah atau taruhan disini tidak selalu dalam bentuk uang, dapat juga berupa benda maupun tindakan lain yang bernilai. Pertaruhan dalam perjudian ini sifatnya murni spekulatif untung-untungan. Konsepsi untung-untungan itu sedikit atau banyak mengandung unsur kepercayaan mistik terhadap kemungkinan peruntungan. Menurut para penjudi, nasib menang atau kalah itu sudah merupakan suratan, sudah menjadi nasib. Masyarakat modern, mengembangkan macam-macam permainan yang disertai perjudian, dan menjadikan permainan tadi menjadikan aktivitas khusus yang bisa memberikan kegairahan, kesenangan dan harapan untuk menang. Namun demikian mereka percaya unsur kepercayaan animistik terhadap keberuntungan itu. Pada perjudian itu ada pengharapan unsur ketegangan yang disebabkan ketidakpastian menang atau kalah. Situasi tidak pasti ini membuat mereka semakin tegang dan makin gembira, menumbuhkan nafsu yang kuat dan rangsangan-rangsangan yang besar untuk betah bermain. Ketegangan akan makin memuncak bila dibarengi dengan kepercayaan animistik pada nasib peruntungan. Kepercayaan semacam ini tampaknya anak hronistik (tidak pada tempatnya) pada masa sekarang, namun tidak urung masih melekat pula pada orang-orang modern zaman sekarang, sehingga nafsu berjudiannya tidak terkendali; dan jadilah mereka penjudi-penjudi profesional yang tidak kenal rasa jerah. Pada masa sekarang ini bentuk perjudian ini tidak hanya bersifat mengisi waktu tetapi tidak jarang sudah menjadi bahan bisnis yang bersifat untunguntungan bagi sebagian masyarakat. Tindak pidana yang sulit dilakukan

3 28 perseorangan-perseorangan ini di lakukan oleh suatu organisai atau perkumpulan dengan jaringan yang luas. Banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut ketekunan serta ketrampilan dijadikan alat judi. Misalnya pertandingan-pertandingan atletik, badminton, sepakbola, tinju, gulat dan macam-macam olahraga lainnya. Juga pacuan-pacuan misal: pacuan kuda, karapan sapi, dll. Pada peristiwa semacam ini sering terjadi suapan-suapan dengan jumlah uang yang cukup besar untuk merangsang pemain, sehingga ada pemain-pemain yang melakukan kecurangankecurangan, atau bahkan bersedia mengalah demi keuntungan komersial satu kelompok penjudi atau petaruh tertentu. Uang suap /sogok tersebut menstranformasikan keahlian dan ketrampilan pemain dalam bentuk: kesalahankesalahan yang aneh, pemainan kasar dan curang, atau macam-macam hambatan lainnya. B. Bentuk-Bentuk Perjudian Perjudian sebagai bentuk kejahatan ada bermacam-macam seperti mainan domino, adu ayam,adu jangkrik, kiu-kiu, cliwik, ceki, remi dan masih banyak lagi permainan permainan yang cukup di gemari. Umtuk menentukan criteria perjudian sebagai suatu kejahatan berdasarkan bentuk-bentuk permainan judi yang telah kita klasifikasikan antara lain: 1) Dari sudut ijin. Permainan judi sebelum adanya larangan yaitu sejak keluarnya Peraturan

4 29 Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, faktor ijin menentukan permainan judi itu sebagai suatu kejahatan atau tidak. Apabila perjudian itu dilakukan dengan memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang maka permainan judi itu tidak dikatakan sebagai kejahatan tetapi apabila perjudian itu dilakukan tanpa ijin maka dianggap sebagai kejahatan dan merupakan pelanggaran hukum. Dalam pemberian ijin pada permainan perjudian pada masing-masing daerah berbeda-beda, karena yang berhak untuk memberikan izin itu tidak ada ketentuan yang pasti siapa yang berwenang untuk itu. Akan tetapi setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 perjudian tidak diperbolehkan atau dihapus dan apabila ada perjudian dianggap illegal. 2) Dari sudut ketergantungan pada keahlian dapat dibedakan antara lain: a. Perjudian yang faktor untung -untungan tergantung pada keahlian. Misalnya: domino, ceki, remi, bridge dan sebagainya semakin pintar/terampil para pemainnya biasanya karena dipelopori dan dibimbinng oleh yang berpengalaman, maka peluang untuk menang semakin besar b. Perjudian yang mempunyai peluang untuk menang itu tidak tergantung pada orang yang bertaruh atau orang yang bermain, akan tetapi tergantung dari faktor luar dirinya, bentuk ini misalnya dalam peraturan judi dadu, judi bola, adu merpati dan sebagainya. c. Untuk lebih jelasnya terdapat pada kejelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981, tentang pelaksanaan Undang-

5 30 Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penggolongan perjudian disebutkan beberapa bentuk perjudian yang meliputi: a) Perjudian di kasino, antara lain terdiri dari: (1) Roulette. (2) Black jack. (3) Boccart. (4) Creps. (5) Keno. (6) Tombola. (7) Super pingpong. (8) Lotto fair. (9) Pauk yu. (10) Sataan. (11) Slot machine. (12) Jie sie wheel. (13) Chick a luck. (14) Big sie wheel. (15) Lempar paser, bulu ayam pada sasaran, atau pada papan nama yang berputar. (16) Foker. (17) Twenty one. (18) Hwa-hwee. (19) Kiu-kiu.

6 31 b) Perjudian di tempat keramaian antara lain terdiri dari perjudian dengan: (1) Lempar paser. (2) Lempar gelang. (3) Lempar koin. (4) Kim. (5) Pancingan. (6) Menembak sasaran yang tidak berputar. (7) Lempar bola. (8) Adu ayam. (9) Adu kerbau. (10)Adu sapi. (11)Adu domba atau kambing. (12)Pacuan kuda. (13)Pacuan anjing. (14)Hailai. (15)Moyang atau mencak. (16)Kerapan sapi. (17)Erek-erek. c) Perjudian yang berkaitan dengan alasan-alasan lain, antara perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan seperti misalnya: (1) Adu ayam. (2) Adu sapi.

7 32 (3) Adu kerbau. (4) Kerapan sapi. (5) Pacuan kuda. (6) Adu domba atau kambing. Penjelasan tersebut dikatakan bentuk-bentuk perjudian yang terdapat dalam sub c, di atas seperti adu ayam, adu Sapi sebagainya itu, tidak termasuk perjudian apabila kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan sepanjang hal itu tidak merupakan perjudian. Berbicara mengenai perjudian, disini akan menimbulkan pandangan yang pro dan kontra. Timbulnya pandangan yang berbeda di masyakat itu adalah merupakan suatu gejala sosial atau reaksi sosial mengenai perjudian.pada umumnya masyaakat memandang perjudian itu adalah bertentangan dengan akhlak manusiawi, disebabkan oleh akses yang ditimbulkan dari perjudian itu. Semua orang ingin dirinya tidak dipengaruhi oleh hal yang bertentangan dengan keadaan masyarakat pada umumnya, mereka berusaha untuk sedapat mungkin menjauhi perbuatanperbuatan tidak susila. Timbulnya reaksi sosial dari masyarakat itu menandakan bahwa masyarakat tidak ingin disebut sebagai masyarakat yang tidak susila. Judi juga merupakan kejahatan konvensional. Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dimana modus perjudian mengalami perkembangan dari konvensional menjadi modern. Untuk bermain judi tidak perlu bertemu Bandar secara fisik di suatu tempat. Permainan judi dapat

8 33 dilakukan dimanapun dengan melalui akses internet. 17 Judi dapat diakses melalui hand phone, notebook, tablet, dan lain sebagainya. 18 Kategori judi inilah yang kini kian marak di kalangan masyarakat, dan dikenal dengan istilah judi online. Lebih lanjut mengenai judi online, pengaturan tindak pidananya diatur dalam UU ITE. C. Dasar Hukum Tindak Pidana Judi 1. Menurut Al-Quran Kata judi dalam bahasa Indonesianya memiliki arti "permainan dengan memakai uang sebagai taruhan (seperti main dadu dan main kartu). Sedang penjudi adalah (orang yang) suka berjudi. Kata judi tersebut biasanya dipadankan dengan maysir dalam bahasa Arabnya. Kata maysir berasal dari akar kata al-yasr yang secara bahasa berarti "wajibnya sesuatu bagi pemiliknya". Ia juga bisa berasal dari akar kata al-yusr yang berarti mudah. Akar kata lain adalah alyasar yang berarti kekayaaan. Pelarangan pengerjaan apa saja yang dilarang Allah dan di perintahkan oleh-nya untuk dijauhkan disebut dengan istilah Hudud atau Had. 19 Dalam al- Qur'an, kata maysir disebutkan sabanyak tiga kali, yaitu dalam surat al-baqaraħ (2) ayat 219, surat al-mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91. Ketiga ayat ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa jahiliyah, yaitukhamar, al-maysir, al-anshâb (berkorban untuk berhala), dan al- 17 Sitompul, J. Cyber Space Cyber Crimes Cyber Law. Tinjauan Aspek Hukum Pidana. (Jakarta: Ghlia Indonesia, 2012) hlm Ibid 19 Abu Bakr Jabir Al Jazairi. Ensiklopedi Muslim, Cet. Ke-6, (Jakarta:Darul Falah, 2003), hlm. 689.

9 34 azlâm (mengundi nasib dengan menggunakan panah). Penjelasan tersebut dilakukan dengan menggunakan jumlahkhabariyyah dan jumlah insya`iyyah. Dengan penjelasan tersebut, sekaligus al-qur'an sesungguhnya menetapkan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang dijelaskan itu. Di dalamsurat al-baqaraħ (2) ayat 219 disebutkan sebagai berikut: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-nya kepadamu supaya kamu berfikir, Sehubungan dengan judi, ayat ini merupakan ayat pertama yang diturunkan untuk menjelaskan keberadaannya secara hukum dalam pandangan Islam. Setelah ayat ini, menurut al-qurthubiy, kemudian diturunkan ayat yang terdapat di dalam surat al-ma'idah ayat 91 (tentang khamar ayat ini merupakan penjelasan ketiga setelah surat al-nisa` ayat 43). Terakhir Allah menegaskan pelarangan judi dan khamar dalam surat al-ma'idah ayat 90. berikut: Di dalam surat al-mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91 Allah berfirman sebagai Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

10 35 Al-Farâhîdiy mengatakan bahwa kata al-maysir merupakan padanan atau sinonim dari kata al-qimâr yang berarti "setiap sifat (keadaan) dan pekerjaan yang dipertaruhkan atasnya". 20 Menurut Ibn 'Abidin, kata taruhan berarti "memberikan rungguhan untuk menang". Imam Nawawiy, seperti dikutip oleh Ibn 'Abidin, mengatakan bahwa taruhan berasal dari akar kata al-qamar; bulan). Penamaan bulan dengan alqamar karena cahaya bulan itu akan bertambah terang kalau ia mengalahkan (semakin kecil ditutupi) matahari dan akan berkurang kalau dikalahkan atau tertutup oleh matahari. Sehubungan dengan judi atau taruhan, kata al-qimâr itu memberikan pemahaman bahwa dengan berjudi seseorang bisa jadi memperoleh keuntungan dan bisa jadi mendapatkan kerugian. Ketika ditanya tentang judi, al-qasim bin Muhammad, seperti diriwayatkan oleh Ibn Taymiyyah, mengatakan bahwa judi adalah segala sesuatu yang melalaikan dari mengingat Allah dan shalat. Beliau (Ibn Taymiyah) juga menyebutkan bahwa ulama Sunniy sepakat mengatakan bahwa permainan alnard; permainan tradisional orang Persia yang menggunakan potongan-potongan tulang sebagai dadu) adalah haram, walaupun permainan itu tidak menggunakan taruhan. Mujahid menyebutkan bahwa judi itu adalah taruhan, termasuk semua permainan yang dimainkan oleh anak-anak. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ibn 'Abbas, Ibn 'Umar, Sa'id bin Jubayr, dan al-sya'biy. 'Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa permainan catur adalah salah satu judi orang-orang 20 diakses tanggal 1 Maret 2015

11 36 non Arab. Lebih jauh, Imam al-syawkaniy menegaskan bahwa semua permainan yang mengandung kemungkinan keuntungan dan kerugian adalah judi. Muhammad bin 'Abd al-wahid al-siwasiy menjelaskan bahwa perjudian dan yang sejenisnya pada hakikatnya menggantungkan kepemilikan atau hak pada sesuatu yang menyerempet-nyerempet bahaya dan undian. Dalam penggunaan bahasa, terkadang Syari' (Allah dan Rasul) menggunakan suatu kata dalam pengertian yang umum dan terkadang menggunakan dalam pengertian yang khusus. Dalam hal ini, lafal judi dipandang para ulama juga mencakup semua jenis permainan yang memiliki unsur yang sama, seperti permainan catur dan kemiri (yang dilakukan anak kecil; sama dengan permainan kelerang sekarang). 21 Di samping itu, kata judi itu sendiri juga mencakup makna jual beli gharar yang dilarang Nabi SAW. Oleh karena itu, seperti disebutkan oleh Ibn Taymiyah, substansi makna taruhan dan judi dalam hal ini adalah menguasai harta orang lain dengan cara menyerempet bahaya, yang terkadang memberikan keuntungan lebih dan terkadang membawa kerugian. 2. Menurut KUHP Judi pada dasarnya dilarang oleh banyak pihak, terutama di Indonesia juga judi termasuk kategori tindak pidana dimana ketentuan larangan terhadapnya diatur di dalam KUHP Pasal 303 dan 303 bis, juga diatur dalam PP No.9 tahun Definisi judi merujuk Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian. Sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang 21 Ibid

12 37 Nomor 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, bahwa semua tindak pidana perjudian adalah kejahatan. Dalam hal ini ditekankan, bahwa semua perjudian adalah kejahatan apabila tidak mendapatkan izin. Sebelum tahun 1974, ada judi yang berbentuk kejahatan (Pasal 303 KUHP) dan ada juga judi yang berbentuk pelanggaran (Pasal 542 KUHP). Dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian, dimana sanksi pidana dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP diperberat dan mengubah Pasal 542 KUHP menjadi Pasal 303 bis KUHP. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 303 dan 303 bis tersebut: Pasal 303 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin: 1. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pen- carian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu; 2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara; 3. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian (2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam mejalakan pencariannya, maka dapat dicabut hak nya untuk menjalankan pencarian itu.

13 38 (3) Permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainanlain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Pasal 303 bis (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah: 1. Barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan ;Pasal 303; 2. barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu. 2. Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah. Tindak pidana judi dikategorikan dalam kejahatan terhadap kesusilaan, dimana diatur di dalam buku kedua KUHP tentang kejahatan. Berdasarkan Pasal tersebut diatas, mereka yang dapat dihukum karena tindak pidana judi bukan hanya si pemain judi saja, termasuk juga mereka yang membantu dan turut serta mendukung permainan judi tersebut atau yang berada di sekitar tempat permainan

14 39 judi tersebut. Jadi, juga harus berhati-hati ketika kita berada di suatu tempat dimana sedang berlangsung permainan judi, biarpun tidak turut serta bermain judi bisa saja kita disangka turut serta membantu dalam permainan judi tersebut. Dalam rumusan Pasal 303 KUHP di atas memuat 5 kejahatan mengenai perjudian yang terdapat dalam ayat (1), yaitu: a. Dalam butir 1, memuat dua kejahatan; b. Butir 2, memuat dua kejahatan; c. Butir 3, satu macam kejahatan. Sementara dalam ayat (2) memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan ayat (3) memuat tentang pengertian judi yang ada dalam ayat (1). Lima kejahatan yang tersebut di atas mengandung unsur tanpa izin, dalam unsur tanpa izin inilah melekat unsur melawan hukum kelima kejahatan di atas. I. Kejahatan pertama. Kejahatan ini dimuat dalam butir pertama, yaitu kejahatan yang melarang tanpa izin dengan sengaja memberikan atau menawarkan kesempatan untuk bermain judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Dari uraian tersebut, maka unsur kejahatan ini adalah : 1. Unsur objektif. a. Perbuatannya : menawarkan dan memberikan kesempatan; b. Objek : untuk bermain judi tanpa izin; c. Dijadikannya sebagai mata pencaharian. 2. Unsur subjektif. 3. Dengan sengaja.

15 40 Kejahatan pertama ini, si Pembuat tidak melakukan perjudian. Dalam kejahatan ini tidak termuat larangan untuk bermain judi, tetapi perbuatan yang dilarang adalah : a. Menawarkan kesempatan bermain judi; b. Memberikan kesempatan berjudi. Menawarkan kesempatan disini berarti si pembuat melakukan apa saja untuk mengundang atau mengajak orang-orang untuk bermain judi, dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Dalam hal ini, belum ada orang yang melakukan perjudian. Sementara itu memberikan kesempatan berarti menyediakan peluang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi. Dalam hal ini sudah ada orang yang bermain judi. Perbuatan menawarkan dan memberikan kesempatan haruslah dijadikan sebagai pencaharian, artinya perbuatan itu tidak dilakukan seketika melainkan berlangsung lama, dan dari perbuatan itu si pembuat mendapatkan uang yang dijadikannya sumber pendapatan untuk kehidupannya. Selain pencaharian, dalam kejahatan pertama ini, juga harus dibarengi dengan unsur tanpa izin dari instansi yang berwenang. Tanpa adanya izin, berarti ada unsur melawan hukumnya. II. Kejahatan kedua. Kejahatan yang kedua yang juga dimuat dalam butir I adalah tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha permainan judi. Dengan demikian terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

16 41 1. Unsur Objektif. a. Perbuatannya : turut serta; b. Objek : dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. c. Unsur subjektif. d. Dengan sengaja. Pada kejahatan perjudian jenis ke 2 ini, perbuatannya adalah turut serta, artinya dia ikut terlibat dalam usaha permainan judi bersama orang lain. Seperti pada bentuk pertama, dalam bentuk kedua ini juga memuat unsur dengan sengaja, akan tetapi kesengajaan ini lebih kepada unsur perbuatan turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi, artinya bahwa si pembuat menghendaki untuk melakukan perbuatan turut serta dan didasarinya bahwa keturutsertaannya itu adalah kegiatan permainan judi. III. Kejahatan ketiga. Kejahatan perjudian bentuk ketiga ini adalah tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi. Unsur-unsurnya adalah : 1. Unsur objektif. a. Perbuatan : menawarkan atau memberi kesempatan; b. Objek : kepada khalayak umum; c. Untuk bermain judi tanpa izin. 2. Unsur subjektif. 3. Dengan sengaja.

17 42 Kejahatan perjudian ketiga ini sangat mirip dengan kejahatan perjudian bentuk pertama. Persamaannya adalah unsur perbuatan, yaitu menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi. Sementara perbedaannya adalah sebagai berikut : 1. Pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan atau memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa ditujukan, bisa kepada seseorang atau beberapa orang, sedangkan pada bentuk ketiga perbuatan tersebut ditujukan kepada khalayak umum, jadi tidak berlaku kejahatan bentuk ketiga ini jika hanya ditujukan pada seseorang atau beberapa orang saja; 2. Pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu dijadikan sebaga mata pencaharian, sedangkan pada bentuk ketiga ini tidak terdapat unsur pencaharian. IV. Kejahatan keempat. Kejahatan perjudian bentuk keempat dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP adalah larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian tanpa izin, dimana unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 1. Unsur objektif. a. Perbuatannya : turut serta; b. Objeknya : dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. 2. Unsur subjektif. 3. Dengan sengaja.

18 43 Bentuk keempat ini juga hampir sama dengan bentuk kedua. Perbedaanya terletak pada unsur turut sertanya. Pada bentuk kedua, unsur turut serta ditujukan pada kegiatan usaha perjudian sebaga mata pencaharian, sedangkan dalam bentuk keempat ini, unsur turut sertanya ditujukan bukan untuk mata pencaharian. V. Kejahatan kelima. Pada bentuk kelima ini juga terdapat unsur turut serta, namun turut serta dalam bentuk kelima ini bukan lagi mengenai turut serta dalam menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi, melainkan turut serta dalam permainan judi itu sendiri. b. Menggunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 KUHP. Perjudian yang dimaksud di atas diatur dalam Pasal 303 bis KUHP, ditambah dengan UU No. 7 Tahun 1974 yang rumusannya sebagai berikut : 1) Diancam dengan pidana penjara maksimum empat tahun atau pidana denda maksimum sepuluh juta rupiah; Ke-1. Barang siapa yang menggunakan kesempatan terbuka sebagaimana tersebut dalam Pasal 303, untuk bermain judi; Ke-2. Barangsiapa yang turut serta bermain judi di jalan umum atau di suatu tempat terbuka untuk umum, kecuali jika untuk permainan judi tersebut telah diberi ijin oleh penguasa yang berwenang. 2) Jika ketika melakukan kejahatan itu belum lewat dua tahun sejak pemidanaan yang dulu yang sudah menjadi tetap karena salah satu kejahatan ini,

19 44 ancamannya dapat menjadi pidana penjara maksimum enam tahun, atau denda maksimum lima belas juta rupiah. Dalam Pasal ini, terdapat dua jenis kejahatan tentang perjudian, jenis kejahatan itu adalah : a) Bentuk I. Pada bentuk pertama terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 1. Perbuatan : bermain judi; 2. Dengan menggunakan kesempatan yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 KUHP. kejahatan dalam Pasal 303 bis KUHP, tidak berdiri sendiri, melainkan bergantung pada terwujudnya Pasal 303 KUHP. Tanpa terjadinya pelanggaran Pasal 303 KUHP, maka pelanggaran Pasal 303 bis KUHP juga tidak ada. b) Bentuk II. Pada bentuk kedua ini unsur-unsurnya sebagai berikut : a. Perbuatan : ikut serta bermain judi; b. Tempatnya : jalan umum, pinggir jalan, tempat yang dapat dikunjungi umum; c. Perjudian itu tanpa izin dari penguasa yang berwenang. Dalam PP No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian, perjudian dikategorikan dalam tiga macam, yaitu : a. Perjudian di Kasino. Perjudian di Kasino terdiri dari Roulette, Black jake, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super Ping-pong, Lotto Fair, Satan, Paykyu, Slot Machine, Ji Si

20 45 Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar, Pachinko, Poker, Twenty One, Hwa Hwe serta Kiu-kiu. b. Perjudian di Tempat Keramaian. Lempar Gelang, lempar uang, kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu kambing, pacuan kuda, pacuan anjing, mayong dan erek-erek. c. Perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan. Perjudian dalam bentuk ketiga ini termasuk ke dalam perjudian di tempat keramaian, yang membuatnya berbeda adalah untuk yang ketiga ini didasari oleh faktor kebiasaan Menurut Undang-Undang ITE Khusus mengenai judi online diatur dalam BAB VII Pasal 27 ayat (2) UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai perbuatan yang dilarang. Bunyi Pasal 27 ayat (2) UU ITE sebagai berikut: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Memperhatikan rumusal Pasal 27 ayat (2) UU ITE maka unsur-unsur Pasal tersebut sebagai berikut: a. Unsur subjektif adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak merupakan satu kesatuan yang harus dibuktikan oleh penegak hukum. Unsur dengan sengaja dan 22 Soesilo, R. Pelajaran Lengkap Hukum Pidana. (Bogor: Politea, 1981), hlm 38

21 46 tanpa hak berarti pelaku menghendaki dan mengetahui secara sadar bahwa tindakannya dilakukan tanpa hak. Tanpa hak merupakan unsure melawan hukum. b. Unsur objektif yaitu: a) Mendistribusikan b) Mentransmisikan c) Membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Merujuk pada Pasal 27 ayat (2) UU ITE, dimana pelaku yang dapat dijerat berdasarkan Pasal tersebut adalah orang yang mendistribusikan, mentransmisikan dan orang yang membuat dapat diaksesnya informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Melihat rumusan Pasal 27 ayat (2) UU ITE, dimana Pasal tersebut tidak merumuskan atau mengkualifikasikan yang mana Bandar dan pemain judi, dan sanksi pidana baik bagi bandar atau orang yang turut serta dan pemain bobotnya sama. Dalam UU ITE dipisahkan rumusan Pasal mengenai perbuatan dan sanksi pidana. Sebagaimana dalam BAB VII Pasal 27 ayat (2) UU ITE dimuat mengenai perbuatan judi online yang dilarang sedangkan sanksi tindak pidana judi online di atur dalam Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 52 ayat (4) UU ITE. Pasal 45 ayat 1 UU ITE berbunyi sebagai berikut: setiap orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp (satu miliar rupiah). Mengenai sanksi pidana perjudian online di dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE bersifat alternative dan kumulatif berupa tindak pidana penjara dan atau pidana denda.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Pengertian Tindak Pidana Perjudian Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana perjudian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO.

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. Bentuk: Oleh: PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) Tanggal: 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. 3192 Tentang: Indeks: PELAKSANAAN PENERTIBAN

Lebih terperinci

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur :

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur : 1.2. Pengertian Judi Dalam Ensiklopedia Indonesia[1] Judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang hasilnya tidak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP )

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Judi 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian memiliki perjalanan yang panjang. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF

BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF 3.1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjudian 3.1.1. Pengertian Perjudian Judi atau permainan judi atau perjudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Permainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. norma yang ada, melanggar kepentingan orang lain maupun masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. norma yang ada, melanggar kepentingan orang lain maupun masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu masyarakat terdapat nilai-nilai yang merupakan suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar kelompok

Lebih terperinci

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN Perjudian merupakan suatu bentuk permainan yang telah lazim dikenal dan diketahui oleh setiap orang. Perjudian ini diwujudkan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2 PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah substansi (materi pokok) dari Pasal 303

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita bahkan kita sendiri pernah melakukan

I. PENDAHULUAN. sangat sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita bahkan kita sendiri pernah melakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana perjudian merupakan suatu perbuatan yang banyak dilakukan orang, karena hasil yang akan berlipat ganda apabila menang berjudi. Perjudian merupakan tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan suatu hal yang masih di persoalkan. Banyaknya kasus yang berhasil di temukan oleh penegak hukum,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TENTANG LARANGAN TERHADAP PERJUDIAN. ditanggulangi karena sudah ada sejak adanya peradaban manusia.

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TENTANG LARANGAN TERHADAP PERJUDIAN. ditanggulangi karena sudah ada sejak adanya peradaban manusia. 56 BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TENTANG LARANGAN TERHADAP PERJUDIAN A. Pengertian Tindak Pidana Judi Perjudian pada hakikatnya bertentangan dengan norma agama, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan

Lebih terperinci

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada. 1. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada. 1. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi merupakan salah satu hakasasi warga negara dalam menyampaikan pendapat terhadap segala bentuk peristiwa maupun permasalahan yang ada di sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena juga diartikan sebagai berikut : a. Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena juga diartikan sebagai berikut : a. Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Fenomena Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, fenomena diartikan sebagai hal-hal yang dinikmati oleh panca indra dan dapat ditinjau secara ilmiah (Kamus Lengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya karena sejak lahir lingkungan akan membentuk kepribadian individu dan

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya karena sejak lahir lingkungan akan membentuk kepribadian individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup selalu berkeinginan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Eksistensinya sangat bergantung pada lingkungan di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Judi Dalam KUHP Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika Alamat: Kampus I, Jl. Wates. Km. 10 Yogyakarta. 55753. Telp.(0274) 649212,649211,Fax.(0274)-649213.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang pesat, indonesia tidak terlepas dari arus informasi global yang diperlukan untuk mengetahui fenomenafenomena

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PERJUDIAN TOGEL MELALUI MEDIA INTERNET

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PERJUDIAN TOGEL MELALUI MEDIA INTERNET BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PERJUDIAN TOGEL MELALUI MEDIA INTERNET A. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No.831/Pid.B/2013/PN.SDA

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERJUDIAN DI KOTA MEDAN. A. Keberadaan Tindak Pidana Judi Diwilayah Kecamatan Medan Timur

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERJUDIAN DI KOTA MEDAN. A. Keberadaan Tindak Pidana Judi Diwilayah Kecamatan Medan Timur 28 BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERJUDIAN DI KOTA MEDAN A. Keberadaan Tindak Pidana Judi Diwilayah Kecamatan Medan Timur Perjudian sesungguhnya bukan merupakan suatu masalah sosial yang baru. Dalam sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN 1 Oleh : Christy Prisilia Constansia Tuwo 2

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN 1 Oleh : Christy Prisilia Constansia Tuwo 2 PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN 1 Oleh : Christy Prisilia Constansia Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

Lebih terperinci

Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta

Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta Oleh: Gerson Dullosa Utama 14111053 Daftar Isi Daftar Isi... 2 BAB I... 3 1.1 Informasi Berita Pelanggaran Kode Etik di Dunia

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN A. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Prosedur Pelaksanaan Cuti Bersyarat

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG 57 BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG 4.1. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Nomor: 191/Pid.B/2016/Pn.Pdg Pada dasarnya hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

EKONOMI SYARIAH PERTEMUAN KE LIMA

EKONOMI SYARIAH PERTEMUAN KE LIMA EKONOMI SYARIAH PERTEMUAN KE LIMA RAMBU-2 POKOK YANG HARUS DITINGGALKAN OLEH SETIAP MUSLIM (3) Terhindar Dari Unsur Judi Judi (maysir) merupakan bentuk objek yang diartikan sebagai tempat untuk memudahkan

Lebih terperinci

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI 41 BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI A. Menurut Peraturan Sebelum Lahirnya UU No. 44 Tahun 2008

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HADIAH JALAN SEHAT DARI HASIL PENJUALAN KUPON. Kupon Di Desa Made Kecamatan Sambikerep Surabaya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HADIAH JALAN SEHAT DARI HASIL PENJUALAN KUPON. Kupon Di Desa Made Kecamatan Sambikerep Surabaya BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HADIAH JALAN SEHAT DARI HASIL PENJUALAN KUPON A. Analisis Tentang Aplikasi Pemberian Hadiah Jalan Sehat Dari Hasil Penjualan Kupon Di Desa Made Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI Oleh William Dwi K. P. Marbun I Ketut Sudjana Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain

I. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain 14 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Kejahatan 1. Pengertian Upaya Penanggulangan Kejahatan Upaya penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal

Lebih terperinci

Jenis Kelamin. Umur : tahun

Jenis Kelamin. Umur : tahun 73 Nama Alamat Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan : : : : Umur : tahun : :. Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang saudara anggap sesuai dengan pendapat saudara, apabila jawaban

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 32 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum Terhadap Animal Welfare. Oleh : Simplexius Asa Konsultan Hukum BAWA

Perlindungan Hukum Terhadap Animal Welfare. Oleh : Simplexius Asa Konsultan Hukum BAWA Perlindungan Hukum Terhadap Animal Welfare Oleh : Simplexius Asa Konsultan Hukum BAWA Tujuan : 1. Menyamakan persepsi tentang Perlindungan Hukum terhadap Animal Welfare; 2. Mendiskusikan upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana dalam KUHP tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana dalam KUHP tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah pidana dipakai oleh pembentuk undang-undang kita strafbaarfeit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA. PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN A. Latar Belakang Munculnya UU No.

BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA. PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN A. Latar Belakang Munculnya UU No. BAB III KETENTUAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM UU No. 7 TAHUN 1974 A. Latar Belakang Munculnya UU No. 7 Tahun 1974 Perjudian di Jakarta pada Tahun 1969 menghasilkan pemasukan 2,7

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya kecanduan alkohol, obat-obatan terlarang, Narkotika Nasional (BNN), jumlah kasus penyalahgunaan alkohol dan

BAB I PENDAHULUAN. misalnya kecanduan alkohol, obat-obatan terlarang, Narkotika Nasional (BNN), jumlah kasus penyalahgunaan alkohol dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang unik, penuh teka-teki, dilematis dan sangat rentan. Pada masa ini seorang remaja mengalami perubahan fisik dan kimiawi/hormonal yang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

Bab VI : Pelanggaran Kesusilaan

Bab VI : Pelanggaran Kesusilaan Bab VI : Pelanggaran Kesusilaan Pasal 532 Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah: 1. barang siapa di muka umum menyanyikan

Lebih terperinci

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Pasal 45 Ayat 1 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR A. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pengedaran Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Sebagaimana

Lebih terperinci

Muatan yang melanggar kesusilaan

Muatan yang melanggar kesusilaan SKRIPSI HUKUM PIDANA Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE: Distribusi, membuat dapat diaksesnya konten tertentu yg Ilegal - Author: Swante Adi Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE: Distribusi, membuat

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP 123 BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam konteks itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum berfungsi untuk mengatur seluruh

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN. 1. Pengertian umum tentang Perjudian

BAB III KETENTUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN. 1. Pengertian umum tentang Perjudian BAB III KETENTUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perjudian 1. Pengertian umum tentang Perjudian Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir di seluruh Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepolisian 1. Kepolisian a. Pengertian Menurut Erma Yulihastin dalam bukunya berjudul: Bekerja Sebagai Polisi, kata polisi dapat merujuk kepada tiga hal, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bangsa Indonesia sejak lama di kenal sebagai Bangsa yang memiliki Adat Istiadat yang serba sopan dan moral yang sopan. Walaupun demikian ternyata budaya atau kepribadian Indonesia semakin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN (PENERAPAN PASAL 303, 303 BIS KUHP) 1 Oleh: Geraldy Waney 2

Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN (PENERAPAN PASAL 303, 303 BIS KUHP) 1 Oleh: Geraldy Waney 2 KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN (PENERAPAN PASAL 303, 303 BIS KUHP) 1 Oleh: Geraldy Waney 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kualifikasi tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ayam, judi mancing, judi balap liar, dan lain-lain. Perjudian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ayam, judi mancing, judi balap liar, dan lain-lain. Perjudian merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman modern sekarang ini berbagai macam jenis perjudian banyak ditemukan di tingkat lapisan masyarakat. Perjudian yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 336/Pid.B/2013/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 336/Pid.B/2013/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 336/Pid.B/2013/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT

BAB II PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT 33 BAB II PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT A. Sanksi Hukum Terhadap Perjudian Adapun ketentuan tentang bobot sanksi pidana yang akan dikenakan terhadap

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ayat (4) dari UU No. 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian, telah

BAB I PENDAHULUAN. ayat (4) dari UU No. 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian, telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjudian merupakan fenomena yang tidak dapat dipungkiri ditemukan di masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, perjudian dapat dilakukan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB IV. A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang tua atau wali dari. pecandu narkotika yang belum cukup umur menurut pasal 86 Undangundang

BAB IV. A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang tua atau wali dari. pecandu narkotika yang belum cukup umur menurut pasal 86 Undangundang BAB IV TINDAK HUKUM PIDANA ISLAM BAGI ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA YANG BELUM CUKUP UMUR MENURUT PASAL 86 UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1997 A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

http://www.warungbaca.com/2016/12/download-undang-undang-nomor-19-tahun.html UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. 5 KEPENTINGAN HUKUM YANG HARUS DILINDUNGI (PARAMETER SUATU UU MENGATUR SANKSI PIDANA) : 1. NYAWA MANUSIA. 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup. Rohim (2009:21) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup. Rohim (2009:21) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu kebutuhan naluriah yang ada pada semua makhluk hidup. Rohim (2009:21) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Bursa Efek Indonesia Surabaya Ada dua jenis perdagangan di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.251, 2016 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Dr Trisno Raharjo, S.H. M.Hum

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Dr Trisno Raharjo, S.H. M.Hum HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL Dr Trisno Raharjo, S.H. M.Hum Kejahatan Trnsnasional: Kejahatan yang bersifat lintas negara atau melampaui batas-batas wilayah negara, baik mengenai tempat terjadinya, akibatakibat

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah

BAB I PENDAHULUAN. Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah (Serambi Mekkah) memiliki prinsip bahwa Syariat Islam merupakan satu kesatuan adat, budaya dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOLAKA UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Daerah Kolaka Utara adalah

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN A. Analisis Terhadap Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Pemegang Paten Menurut UU.

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian Analisis dan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Tinggi dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian dan Narkoba serta Implikasinya Pada Keadilan dan Overcapacity Lapas 1. Pengantar Sebagian pengaturan

Lebih terperinci

JURNAL TINJAUAN TERHADAP TRADISI TABUH RAH PADA MASYARAKAT BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

JURNAL TINJAUAN TERHADAP TRADISI TABUH RAH PADA MASYARAKAT BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA 1 JURNAL TINJAUAN TERHADAP TRADISI TABUH RAH PADA MASYARAKAT BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Diajukan Oleh : Ayu Trisna Dewi NPM : 110510572 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUHAN. norma dan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Setiap perbutan

BAB I PENAHULUHAN. norma dan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Setiap perbutan BAB I PENAHULUHAN A. Latar belakang masalah Hukum merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia, hukum adalah suatu norma atau aturan yang mengikat dimana setiap perbuatan selalu ada batasanya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843] BAB XI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 65 Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum dimana salah satu ciri negara hukum adalah adanya pengakuan hak-hak warga negara oleh negara serta mengatur kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci