Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Manajemen Risiko

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Manajemen Risiko"

Transkripsi

1 Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen

2 Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Tim Penyusun Ramlan Ginting Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Anggayasti Hayu Anindita Tresna Kholilah Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia Telp: Fax.: Hak Cipta 2013, Bank Indonesia 2013

3 DAFTAR ISI Paragraf Halaman Daftar Isi Rekam Jejak Regulasi Dasar Hukum Regulasi Terkait Regulasi Bank Indonesia Hal. i x Hal. xi Hal. xii Hal. xii Hal. xiii Penerapan bagi Bank Umum Ketentuan Umum Pg. 1 Hal. 1 2 Ruang Lingkup Manajamen Risiko Pg. 2 4 Hal. 2 5 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Pg. 5 7 Hal. 5 7 Umum Pg. 5 Hal. 5 Kewenangan dan Tanggungjawab Dewan Komisaris Pg. 6 Hal. 5 6 Kewenangan dan Tanggungjawab Direksi Pg. 7 Hal. 6 7 Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit Pg. 8 9 Hal. 7 9 Kebijakan Pg. 8 Hal. 7 8 Prosedur dan Penetapan Limit Risiko Pg. 9 Hal. 8 9 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Pengendalian dan Pg Hal Sistem Informasi Umum Pg. 10 Hal. 9 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Pg. 11 Hal Sistem Informasi Pg. 12 Hal. 11 Sistem Pengendalian Intern Pg Hal Umum Pg Hal Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Pg. 15 Hal Organisasi dan Fungsi Manajemen RIsiko Pg Hal Umum Pg. 16 Hal. 13 Komite Pg. 17 Hal Satuan Kerja Pg. 18 Hal Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Manajemen Pg. 19 Hal. 16 Risiko Pengelolaan Risiko Produk dan Aktivitas Baru Pg Hal Pelaporan Pg Hal Rencana Kegiatan (Action Plan) Penerapan Pg Hal. 18 Laporan Profil Risiko serta Laporan Produk dan Aktivitas Baru Pg Hal Laporan Lain Pg. 27 Hal Batas Waktu Penyampaian Laporan Pg. 28 Hal. 23 Format Laporan dan Alamat Penyampaian Pg Hal. 23 Lain-Lain Pg Hal Penilaian Penerapan Pg Hal. 23 Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan Pg. 33 Hal Sanksi Pg Hal i

4 Penerapan Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) Umum Pg. 36 Hal Pedoman Pg Hal. 26 Pelaporan Pg Hal Lain-Lain Pg Hal. 27 Sanksi Pg Hal. 27 Penerapan untuk Risiko Likuiditas Umum Pg. 49 Hal Pedoman Pg Hal Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Pg Hal Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit Pg Hal Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Pg Hal Risiko serta Sistem Informasi Identifikasi Pg. 68 Hal. 32 Pengukuran Pg Hal Pemantauan Pg Hal. 37 Pengendalian Pg. 79 Hal. 37 Strategi Pendanaan Pg. 80 Hal Pengelolaan Posisi Likuiditas dan Risiko Likuditas Pg. 81 Hal Pengelolaan Posisi Likuiditas dan Risiko Likuditas Intragroup Pg. 82 Hal. 39 Pengelolaan Aset Likluiditas Berkualitas Tinggi Pg.83 Hal Rencana Pendanaan Darurat/ Contigency Funding Plan (CFP) Pg. 84 Hal Sistem Informasi Pg Hal Sistem Pengendalian Intern Pg Hal. 42 Pelaporan Pg Hal Sanksi Pg. 102 Hal. 44 Penerapan Pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana Umum Pg. 103 Hal Penerapan Pg Hal Penerapan secara Umum Pg Hal. 45 Penerapan untuk masing-masing Aktivitas Pg Hal Bank sebagai Investor Reksa Dana Pg. 106 Hal Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana Pg. 107 Hal Bank sebagai Bank Kustodian Pg. 108 Hal Rencana dan Pelaporan Pg Hal Bank yang pertama kali akan melaksanakan aktivitas sebagai Agen Pg. 109 Hal Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Bank yang sudah pernah melaksanakan aktivitas dan terdaftar atau Pg. 110 Hal. 52 memperoleh izin sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Pg. 111 Hal. 53 Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Laporan Berkala terkait Pelaksanaan Aktivitas sebagai Agen Penjual Pg. 112 Hal. 53 ii

5 Efek Reksa Dana dan/atau Bank Kustodian Alamat Penyampaian Laporan Pg. 113 Hal Lain-Lain Pg. 114 Hal. 54 Sanksi Pg Hal. 54 pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) Umum Pg. 117 Hal Penerapan dalam Rangka Bancassurance Pg Hal Umum Pg. 118 Hal. 57 Penerapan dalam Beberapa Aspek Utama Pg Hal pada Bancassurance Penetapan Perusahaan Asuransi yang Menjadi Mitra Bank Pg. 119 Hal Penyusunan Perjanjian Kerjasama Pg. 120 Hal Penggunaan Data Nasabah Pg. 121 Hal. 59 Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah Pg. 122 Hal Penerapan pada Setiap Model Bisnis Pg Hal Bancassurance Referensi Pg. 123 Hal Kerjasama Distribusi Pg. 124 Hal Integrasi Produk Pg. 125 Hal Pelaporan Pg Hal Laporan Aktivitas Baru Bancassurance Pg Hal Laporan Berkala Bancassurance Pg Hal. 65 Penyampaian Laporan Pg Hal. 66 Tata Cara Pengenaan Sanksi Pg Hal. 66 Penerapan strategi Anti Fraud bagi bank Umum Umum Pg. 141 Hal. 67 Penerapan Pg. 142 Hal Strategi Anti Fraud Pg. 143 Hal. 68 Pelaporan dan Sanksi Pg Hal Penerapan pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima Umum Pg. 146 Hal Penerapan Pg. 147 Hal Lain-Lain Pg. 148 Hal. 72 Sanksi Pg Hal. 73 Penerapan pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor Ketentuan Umum Pg. 151 Hal. 73 Penerapan dan Prinsip Kehati-hatian dalam Pg. 152 Hal. 74 Pemberian KPR dan KKB Pengaturan Loan to Value (LTV) pada KPR Pg. 153 Hal. 74 iii

6 Pengaturan Uang Muka Kredit atau Down Payment pada KKB Pg. 154 Hal. 75 Tata Cara Pengenaan Sanksi Pg Hal Ketentuan Lain-Lain Pg. 160 Hal. 76 Ketentuan Peralihan Pg. 161 Hal. 76 Penerapan Secara Konsolidasi Bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak Ketentuan Umum Pg Hal Sistem dan Informasi Pelaporan Pg. 166 Hal Perhitungan KPMM Pg Hal Penilaian Kualitas Aktiva Pg. 169 Hal Perhitungan BMPK Pg Hal Pengelolaan Perusahaan Anak Pg. 172 Hal Penilaian Tingkat Kesehatan dan Profil Risiko Bank Pg Hal. 88 Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetepan Status Bank Pg Hal. 89 Pelaporan Pg. 177 Hal Sanksi Pg. 178 Hal Ketentuan Lain-Lain Pg. 179 Hal. 92 Penerapan dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum Ketentuan Umum Pg. 180 Hal Ruang Lingkup Teknologi Informasi Pg Hal. 94 Penerapan dalam Penggunaan Teknologi Pg Hal Informasi Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Pg Hal Kecukupan Kebijakan dan Prosedur Penggunaan Teknologi Informasi Pg Hal di Bank Proses Terkait Teknologi Informasi Pg Hal Sistem Pengendalian dan Audit Intern atas Penyelanggaraan Teknologi Informasi Pg Hal Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Pihak Penyedia Jasa Pg Hal Teknologi Informasi Umum Pg. 197 Hal Penyelenggaraan Pusat Data (Data Center) dan/atau Disaster Pg. 198 Hal Recovery Center Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi oleh Pihak Penyedia Jasa Pg Hal Electronic Banking Pg Hal Pelaporan Pg Hal Laporan Penggunaan Teknologi Informasi Pg. 203 Hal. 110 Laporan Perubahan Mendasar Pg. 204 Hal. 111 Laporan Lain Pg. 205 Hal. 112 Format dan Alamat Penyampaian Laporan Pg Hal. 112 Lain-lain Pg. 208 Hal. 113 Sanksi Pg Hal. 113 iv

7 Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain Ketentuan Umum Pg. 212 Hal Alih Daya Pg. 213 Hal Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dan Pg Hal Pemilihan Perusahaan Penyedia Jasa Pg Hal Perjanjian Alih Daya Pg. 221 Hal Penerapan Pg Hal Pelaporan Pg Hal Sanksi Pg Hal Ketentuan Peralihan Pg Hal Lain-Lain Pg Hal. 136 Penerapan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Ketentuan Umum Pg. 236 Hal Ruang Lingkup Pg Hal Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pg Hal Pengawas Syariah Umum Pg. 241 Hal. 140 Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Pg. 242 Hal. 140 Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi Pg. 243 Hal Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Pg. 244 Hal. 142 Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit Pg Hal Kebijakan Pg. 245 Hal Prosedur dan Penetapan Limit Risiko Pg. 246 Hal. 143 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Pengendalian dan Pg Hal Sistem Informasi Umum Pg. 247 Hal. 144 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Pg. 248 Hal Risiko Sistem Informasi Pg. 249 Hal Sistem Pengendalian Intern Pg Hal Umum Pg Hal. 146 Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Pg. 252 Hal Organisasi dan Fungsi Pg Hal Umum Pg. 253 Hal. 147 Komite Pg. 254 Hal Satuan Kerja Pg. 255 Hal Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Manajemen Pg. 256 Hal. 151 Risiko Pelaporan Pg Hal Laporan Profil Risiko Pg Hal Laporan Lain Pg. 259 Hal. 152 Alamat Penyampaian Pg. 260 Hal. 152 Lain-Lain Pg Hal. 153 Penilaian Penerapan Pg Hal. 153 Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan Pg. 263 Hal. 153 v

8 Sanksi Pg Hal Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Ketentuan Umum Pg. 266 Hal Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah Pg. 267 Hal. 155 dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor Ruang Lingkup Pengaturan KPR ib dan KKB ib Pg. 268 Hal. 155 Pengaturan Financing to Value pada KPR ib Pg. 269 Hal Pengaturan Penyertaan (Sharing) dan Uang Jaminan (Deposit) Pg. 270 Hal. 156 pada KPR ib Pengaturan Uang Muka (Down Payment) pada KKB ib Pg. 271 Hal. 156 Tata Cara Pengenaan Sanksi Pg. 272 Hal. 157 Ketentuan Lain-Lain Pg. 273 Hal. 157 Lampiran Hal Lampiran 1 : Pedoman Standar Penerapan Hal bagi Bank Umum Pedoman Penerapan Secara Umum Hal Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Hal Kewenangan dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi Hal Sumber Daya Manusia (SDM) Hal Organisasi Hal Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit Hal Strategi Hal Tingkat Risiko yang Akan Diambil (Risk Appetite) dan Toleransi Hal. 170 Risiko (Risk Appetite) Kebijakan dan Prosedur Hal Limit Hal Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Hal Risiko serta Sistem Informasi Identifikasi Risiko Hal. 175 Pengukuran Risiko Hal Pemantauan Risiko Hal Pengendalian Risiko Hal. 179 Sistem Informasi Hal Sistem Pengendalian Intern Hal Pedoman Penerapan untuk Masing-Masing Risiko Hal Risiko Kredit Hal Risiko Pasar Hal Risiko Likuiditas Hal Risiko Operasional Hal Risiko Hukum Hal Risiko Stratejik Hal Risiko Kepatuhan Hal Risiko Reputasi Hal vi

9 Pedoman Penilaian Profil Risiko Hal. 268 Lampiran 2 : Struktur Organisasi Hal Pedoman Umum Hal. 270 Struktur Organisasi Hal Format 1 Hal. 270 Format 2 Hal. 271 Format 3 Hal. 272 Format 4 Hal. 273 Lampiran 3 : Laporan Rencana Kegiatan (Action Plan) Hal Uraian Umum Rencana Kegiatan Hal. 275 Uraian Rinci Kegiatan Hal. 276 Petunjuk Penyusunan Laporan Rencana Kegiatan Hal Lampiran 4 : Laporan Realisasi Kegiatan (Progress Report) Hal Informasi Umum Hal. 280 Uraian Status dan TIndak Lanjut yang DIlakukan Hal. 281 Uraian RInci Mengenai Status dan Tindak Lanjut yang Dilakukan Hal Lampiran 5 : Laporan Profil Risiko Hal Lampiran 6 : Analisis Risiko Hal Lampiran 7 : Laporan Profil Maturitas Hal Rupiah Hal Valuta Asing Hal Pedoman Pengisian Laporan Profil Maturitas Hal Lampiran 8 : Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Hal Bank Umum Latar Belakang Hal Ruang Lingkup Sistem Pengendalian Intern Bank Hal Pengertian dan Tujuan Sistem Pengendalian Intern Bank Hal Pihak-Pihak yang Berkepentingan dengan Sistem Pengendalian Intern Hal Bank Faktor Pertimbangan dalam Penyusunan Sistem Pengendalian Intern Hal Bank Lingkungan Pengendalian Hal. 313 Elemen Utama Sistem Pengendalian Intern Bank Hal Pengawasan oleh Manajemen dan Budaya Pengendalian Hal Identifikasi dan Penilaian Risiko Hal Kegiatan Pengendalian dan Pemisahan Fungsi Hal Sistem Akuntansi, Informasi dan Komunikasi Hal Kegiatan Pemantauan dan Tindakan Koreksi Penyimpangan Hal Lain-Lain Hal Lampiran 9 : Pedoman Penerapan pada Hal Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet (Internet Banking) Pendahuluan Hal Pokok-Pokok Penerapan Internet Banking Hal Pengawasan Aktif Komisaris dan Direksi Bank Hal Pengendalian Pengamanan Hal Hukum dan Risiko Reputasi Hal vii

10 Lampiran 10 : Laporan Aktivitas Baru yang Berupa Agen Penjual Hal Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Lampiran 11 : Laporan Rencana Menjadi Agen Penjual Efek Hal Reksa Dana Lampiran 12 : Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana Hal Lampiran 13 : Laporan Reksadana (Bank sebagai Agen Penjual Hal Efek Reksadana) Lampiran 14 : Laporan Aktivitas Baru yang Berupa Hal Bancassurance Lampiran 15 : Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru Hal berupa Bancassurance Lampiran 16 : Laporan Berkala Bancassurance Hal Lampiran 17 : Pedoman Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Hal Umum Latar Belakang Hal Pedoman Umum Penerapan Strategi Anti Fraud Hal Penerapan Hal Strategi Anti Fraud Hal Lampiran 18 : Laporan Penerapan Strategi Anti Fraud Hal Lampiran 19 : Pedoman Penerapan pada Hal Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima Latar Belakang Hal. 382 Kebijakan Layanan Nasabah Prima Hal pada Aspek-Aspek Tertentu Hal Lampiran 20 : Laporan Keuangan Konsolidasi (Neraca) Hal Lampiran 21 : Laporan Keuangan Konsolidasi (Laporan Laba Hal Rugi) Lampiran 22 : Laporan Keuangan Konsolidasi (Komitmen dan Hal Kontinjensi) Lampiran 23 : Laporan Perhitungan KPMM Secara Konsolidasi Hal Lampiran 24 : Laporan Rincian ATMR Secara Konsolidasi Hal Lampiran 25 : Laporan Kualitas Aktiva dan Pembentukan PPA Hal Secara Konsolidasi Lampiran 26 : Laporan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait Hal Bank Secara Konsolidasi Lampiran 27.a : Laporan Pelampauan BMPK Secara Konsolidasi Hal untuk Pihak Tidak Terkait Lampiran 27.b : Laporan Pelampauan BMPK Secara Konsolidasi Hal untuk Pihak Tidak Terkait Lampiran 28 : Pedoman Penerapan dalam Hal Penggunaan Tekonologi Informasi oleh Bank Umum Kata Pengantar Hal. 422 Manajemen Hal Pengembangan dan Pengadaan Hal Aktivitas Operasional Teknologi Informasi Hal Jaringan Komunikasi Hal Pengamanan Informasi Hal Business Continuity Plan Hal End User Computing Hal viii

11 Electronic Banking Hal Audit Intern Teknologi Informasi Hal Penggunaan Pihak Penyediaan Jasa Teknologi Informasi Hal Glossary Hal Lampiran 28.1 : Contoh Penilaian Risiko Hal Lampiran 28.2 : Kategori User pada End User Computing Hal. 555 Lampiran 29 : Formulir Pelaporan dan Permohonan Persetujuan Hal Penggunaan Teknologi Informasi Penjelasan Cara Pengisian Laporan Hal Lampiran 29.1 : Laporan Penggunaan Tekonologi Informasi Hal. 561 Lampiran : Manajemen Hal. 562 Lampiran : Aplikasi dan Pengembangan Hal. 563 Lampiran : Operasional Teknologi Informasi Hal. 564 Lampiran : Jaringan Komunikasi Hal. 565 Lampiran : Pengamanan Informasi Hal Lampiran : Business Continuity Plan Hal. 568 Lampiran : End User Computing Hal. 569 Lampiran : Electronic Banking Hal Lampiran : Audit Teknologi Informasi (Audit TI) Hal. 572 Lampiran : Penyelenggaraan TI oleh Pihak Lain Hal. 573 Lampiran 29.2 : Rencana Perubahan Mendasar Dalam Penggunaan Hal. 574 Teknologi Informasi Lampiran : Rencana Penerbitan Electronic Banking Hal. 575 Transaksional Lampiran : Rencana Penyelenggaraan Data Center dan atau Hal Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Lampiran : Rencana Penyelenggaraan Data Center dan atau Hal Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran : Rencana Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Hal Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Lampiran : Rencana Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Hal Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran 29.3 : Laporan Realisasi Perubahan Mendasar Dalam Hal. 584 Penggunaan Teknologi Informasi Lampiran : Realisasi Penerbitan Electronic Banking Hal. 585 Transaksional Lampiran : Realisasi Penyelenggaraan Data Center dan atau Hal. 586 Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Lampiran : Realisasi Penyelenggaraan Data Center dan Disaster Hal. 587 Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran : Realisasi Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Hal. 588 Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Dalam Negeri Lampiran : Realisasi Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Hal. 589 Berbasis Teknologi Informasi oleh Pihak Lain di Luar Negeri Lampiran 29.4 : Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi Hal Lampiran : Laporan Kejadian Kritis, Penyalahgunaan dan/atau Hal. 594 Kejahatan dalam Penyelenggaraan Teknologi Informasi (TI) Lampiran 29.6 : Permohonan Persetujuan Ulang Penyelenggaraan Data Hal. 595 Center Dan Atau Disaster Recovery Center oleh Pihak Lain di Luar Negeri bagi Kantor Cabang Bank Asing Lampiran 30 : Contoh Pekerjaan Pokok dan Penjelasannya Hal Lampiran 31 : Contoh Pekerjaan Penunjang dan Penjelasannya Hal ix

12 Lampiran 32 : Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan Dan/ Hal. 604 Atau Penambahan Rencana Alih Daya Lampiran 33 : Laporan Alih Daya yang Bermasalah Hal. 605 x

13 Rekam Jejak Regulasi Penerapan SE 15/6/DPNP 2013 Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti SE 14/33/DPBs 2012 Penerapan KPPPR dan pembiayaan KKB BUS dan UUS 13/23/PBI/2011 Penerapan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Tidak - 13/19/PBI/2011 Perubahan 8/12/ berlaku PBI/2006 tentang Laporan Berkala bagi BUS Bank Umum dan UUS - 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme - 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum - 7/50/PBI/2005 Perubahan 3/22/PBI/ 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank - 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme - 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum - 8/13/PBI/2006 Perubahan atas 7/3/ PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - 7/6/PBI/2005 Transaparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme - 13/19/PBI/2011 Perubahan 8/12/ PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum - 13/1/PBI/2011 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum - 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme - 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum - 7/50/PBI/2005 Perubahan 3/22/PBI/ 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank - 7/6/PBI/2005 Transaparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Tidak berlaku bagi BUS dan UUS Angka 3, 4 dan 9, Lampiran 1, 5, 6, dan 7 Angka IV, VI, dan VIA Pasal 1, 2, 4, 8, 20, 20A, 21, 24, 25, 26, 29, 33, 34, 35, 35A Lampiran III.3 SE 14/10/DPNP 2012 Penerapan pada Bank yang Melakukan Pemberian KPR dan KKB SE 13/29/DPNP 2011 Penerapan pada Bank yang Melakukan Layanan Nasabah Prima SE 13/28/DPNP 2011 Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum SE 13/23/DPNP 2011 Perubahan atas SE 5/21/DPNP 2003 perihal bagi Bank Umum SE 12/35/DPNP 2010 Penerapan pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Banassuance) SE 11/36/DPNP 2009 Perubahan 7/19/DPNP 2005 tentang Penerapan pada Bank yang melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Angka 10 Reksadana Lampiran 1 Bab IV, angka 4 dan 5 SE 11/35/DPNP 2009 Lampiran 7 Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru SE 11/16/DPNP 2009 Penerapan untuk Risiko Likuiditas 11/25/PBI/2009 Perubahan PBI No.5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum SE 7/19/DPNP 2005 Penerapan pada Bank yang melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksadana SE 6/18/DPNP 2004 Penerapan pada Aktivitas Pelayananan jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) SE 6/43/DPNP 2004 Penerapan pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Banassuance) SE 5/22/DPNP 2003 Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum SE 5/21/DPNP 2003 Penerapan bagi Bank Umum 5/8/PBI/2003 Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum SE 14/20/DPNP /25/PBI/2011 Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melaksanakan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kpd Pihak Lain - Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan - 14/15/PBI/2012 Penilaian Kualitas Aset Bank Umum - 14/2/PBI/2012 Perubahan atas 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK - 11/25/PBI/2009 Perubahan atas 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Bagi Bank Umum - 9/15/PBI/2007 Penetapan Manajemen RIsiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum - 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum - 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah - 11/28/PBI/2009 Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme - 7/6/PBI/2005 Transaparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah - 10/17/PBI/2008 Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah SE 9/30/DPNP 2007 Penerapan dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum 9/15/PBI/2007 Penerapan Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum SE 8/27/DPNP 2006 Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak 8/6/PBI/2006 Penerapan Secara Konsolidasi Bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak - SE 13/6DPNP/2011 Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar - SE 12/38/DPNP/2010 Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi - 27/162/KEP/DIR/1995 Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum Tidak berlaku bagi Bank Umum - 14/2/PBI/2012 Perubahan atas 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK - 7/6/PBI/2005 Transparansi Informasi Produk Bank dan Data Pribadi Nasabah 8/4/PBI/2006 Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Pasal 6 huruf c SE 31/18/UPPB /179/KEP/DIR Pemantauan Likuiditas Bank Umum - 13/19/PBI/2011 Perubahan 8/12/PBI/ 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum - 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum - 11/28/PBI/2009 Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum - 11/2/PBI/2009 Penilaian Kualitas Aktiva - 10/15/PBI/2008 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum - 10/3/PBI/2008 Laporan Kantor Pusat Bank Umum - 8/13/PBI/2006 Perubahan atas 7/3/ PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - 7/6/PBI/2005 Transaparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah - 5/10/PBI/2003 Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal - 14/8/DPNP/2012 Perubahan kedua atas SE 8/15/DPNP/2005 perihal Laporan Berkala Bank Umum - 13/3/PBI/2011 Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank - 13/1/PBI/2011 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum - 11/2/PBI/2009 Perubahan Ketiga 7/2/ PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva - 10/15/PBI/2008 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum - 8/13/PBI/2006 Perubahan atas 7/3/ PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - 7/50/PBI/2005 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/ PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank - 5/10/PBI/2003 Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal - SE 14/5/DSM/2012 Perubahan kedua atas SE 11/2DSM/2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Keterangan : Diubah Dicabut Terkait PBI/ KEP DIR Masih Berlaku PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku SE Masih Berlaku SE Tidak Berlaku Regulasi Terkait xi

14 Dasar Hukum : - Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia - Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Regulasi Terkait : - Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas - Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah - Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian - Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/3/PBI/2011 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/2/PBI/2010 Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/40/PBI/2008 tentang Laporan Bulanan Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/3/PBI/2008 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank - Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/10/PBI/2003 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS 2012 perihal Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/21/DPNP 2012 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/8/DPNP 2012 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum xii

15 - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/5/DSM 2012 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/31/DPNP 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP 2011 Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP 2011 perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/5/DPNP 2011 perihal Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/2/DPbS 2011 perihal Tindak lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Syariah dalam Status Pengawasan Khusus - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/11/DPNP 2010 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/31/DPNP 2009 perihal Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/3/DPNP 2009 perihal Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID) - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/3/UKMI 2008 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/31/DPNP 2007 perihal Pedoman Penggunaan Model internal dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/16/DPbS 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/57/DPbS 2005 perihal Hubungan Antara Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/48/DPNP 2005 perihal Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/25/DPNP 2005 perihal Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/14/DPNP 2005 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/26/BPS 2003 perihal Pelaksanaan Pedoman Akutansi Perbankan Syariah Indonesia xiii

16 - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia - Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank - Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR/1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum Regulasi Bank Indonesia : - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan bagi bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Bagi Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen RIsiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Secara Konsolidasi bagi bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak - Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS 2012 perihal Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/20/DPNP 2012 perihal Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP 2012 perihal Penerapan pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/29/DPNP 2011 perihal Penerapan pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/28/DPNP 2011 perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP 2011 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP 2003 perihal Penerapan bagi Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/35/DPNP 2010 perihal Penerapan pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Penawaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/36/DPNP 2009 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/19/DPNP 2005 perihal Penerapan pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/16/DPNP 2009 perihal Penerapan untuk Risiko Likuiditas - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/30/DPNP 2007 perihal Penerapan Manajemen RIsiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP 2006 perihal Prinsip Kehati-hatian dan laporan dalam rangka Penerapan secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/19/DPNP 2005 perihal Penerapan pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP 2004 perihal Penerapan Manajemen RIsiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/22/DPNP 2003 perihal Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP 2003 perihal Penerapan bagi bank Umum xiv

17 Perbankan Manajemen Penerapan bagi Bank Umum BAB I Ketentuan Umum 1 Pasal 1 11/25/PBI/ Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank Umum Konvensional adalah Bank Umum Konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. 5. adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank. 6. Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. 7. Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option. 8. Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. 9. Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. 10. Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. 11. Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. 12. Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. 13. Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. 14. Direksi: a) bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas; 1

18 b) bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perusahaan Daerah; c) bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian; d) bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank asing 15. Dewan Komisaris: a. bagi Bank berbentuk Perseroan Terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas; b. bagi Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perusahaan Daerah; c. bagi Bank berbentuk hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian. 16. Perusahaan Anak adalah badan hukum atau perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun tidak langsung, baik di dalam maupun di luar negeri yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan, yang terdiri dari: a. Perusahaan Subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50% (lima puluh perseratus); b. Perusahaan Partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% (lima puluh perseratus) atau kurang, namun Bank memiliki Pengendalian terhadap perusahaan; c. Perusahaan dengan kepemilikan Bank lebih dari 20% (dua puluh perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) yang memenuhi persyaratan yaitu: i. kepemilikan Bank dan para pihak lainnya pada Perusahaan Anak adalah masing-masing sama besar; dan ii. masing-masing pemilik melakukan Pengendalian secara bersama terhadap Perusahaan Anak; d. Entitas lain yang berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku wajib dikonsolidasikan. BAB II 2 Pasal 2 11/25/PBI/2009 Ruang Lingkup Manajamen Risiko (1) Bank wajib menerapkan secara efektif, baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Termasuk dalam cakupan penerapan adalah penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris yang sebelumnya dikenal dengan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer/KYC). (2) Penerapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; 2

19 b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit manajemen risiko; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi ; dan d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. SE 5/21/DPNP 2003, Butir 1-2 SE 13/23/DPNP 2011, Butir 1.3 SE 13/23/DPNP 2011, Butir 2.4 SE 5/21/DPNP 2003, Butir 8 (3) Pedoman Standar Penerapan bagi Bank Umum merupakan acuan standar penerapan manajemen risiko yang wajib dipenuhi oleh Bank sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan Bank. (4) Bank yang telah memiliki kebijakan, prosedur, dan atau pedoman penerapan manajemen risiko namun belum memenuhi standar penerapan manajemen risiko, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran 1. (5) Penyempurnaan pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan paling lambat tanggal 30 November 2011 dan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diselesaikannya penyempurnaan pedoman tersebut. (6) Pedoman Standar Penerapan bagi Bank Umum, paling kurang memuat: a. Penerapan Secara Umum, yang mencakup mengenai pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi ; dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. b. Penerapan untuk Masing-Masing Risiko, yang mencakup penerapan untuk masing-masing Risiko yang meliputi 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. c. Penilaian Profil Risiko, yang mencakup penilaian terhadap Risiko inheren dan penilaian terhadap kualitas penerapan Manajemen Risiko yang mencerminkan sistem pengendalian Risiko (risk control system), baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank secara konsolidasi. Penilaian tersebut dilakukan terhadap 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Dalam melakukan penilaian profil Risiko, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. (7) Bank wajib melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan atau penyempurnaan yang diperlukan dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif, antara lain: a. melaksanakan diagnosa dan analisis mengenai: organisasi, kebijakan, prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan penerapan manajemen risiko. Selanjutnya Bank menilai dan menyusun rencana penyempurnaan sesuai dengan acuan dalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 3

20 b. menugaskan pejabat atau staf atau project team yang bertanggungjawab untuk proses penyusunan analisis dan pemantauan kemajuan rencana kegiatan (action plan). c. melakukan sosialisasi pedoman penerapan manajemen risiko kepada pegawai agar memahami praktek manajemen risiko, dan mengembangkan budaya risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai pada setiap tingkatan organisasi Bank. d. menyusun laporan rencana kegiatan (action plan) dan laporan realisasi kegiatan (progress report) sesuai dengan Lampiran 3 dan Lampiran 4. e. memastikan bahwa Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ikut serta memantau dalam proses penyusunan rencana kegiatan (action plan) dan realisasi rencana kegiatan dimaksud, serta penyusunan laporan profil risiko triwulanan. 3 Pasal 3 5/8/PBI/2003 (1) Penerapan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Kompleksitas usaha antara lain keragaman dalam jenis transaksi/produk/jasa dan jaringan usaha. Kemampuan Bank antara lain kemampuan keuangan, infrastruktur pendukung dan kemampuan sumberdaya manusia. SE 5/21/DPNP 2003, Butir 11 4 Pasal 4 11/25/PBI/2009 (2) Bank wajib menerapkan manajemen risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib menerapkan Proses manajemen risiko sesuai dengan karakteristik usaha Bank dimaksud dan Prinsip Syariah. (1) Risiko sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 mencakup: a. Risiko Kredit; Termasuk dalam kelompok Risiko Kredit adalah Risiko konsentrasi kredit. Risiko konsentrasi kredit merupakan Risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank. b. Risiko Pasar; Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, Risiko komoditas, dan Risiko ekuitas. Risiko suku bunga adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading book atau akibat perubahan nilai ekonomis dari posisi Banking Book, yang disebabkan oleh perubahan suku bunga. Dalam kategori Risiko suku bunga termasuk pula Risiko suku bunga 4

21 dari posisi Banking Book yang antara lain meliputi repricing risk, yield curve risk, basis risk, dan optionality risk. Risiko Nilai Tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi Trading Book dan Banking Book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas. Risiko Komoditas adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book dan Banking Book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas. Risiko Ekuitas adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book yang disebabkan oleh perubahan harga saham. c. Risiko Likuiditas; d. Risiko Operasional; e. Risiko Hukum; Risiko ini timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundangundangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna. f. Risiko Reputasi; Risiko ini timbul antara lain karena adanya pemberitaan media dan/atau rumor mengenai bank yang bersifat negatif, serta adanya strategi komunikasi bank yang kurang efektif. g. Risiko Stratejik; dan Risiko ini timbul antara lain karena bank menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi dan misi bank, melakukan analisis lingkungan stratejik yang tidak komprehensif, dan/atau terdapat ketidaksesuaian rencana stratejik (strategic plan) antar level stratejik. Selain itu Risiko Stratejik juga timbul karena kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis mencakup kegagalan dalam mengantisipasi perubahan teknologi, perubahan kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi di pasar, dan perubahan kebijakan otoritas terkait. h. Risiko Kepatuhan (2) Bank Umum Konvensional wajib menerapkan untuk seluruh Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB III Bagian Pertama 5 Pasal 5 5/8/PBI/2003 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Umum Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2. 5

22 Bagian Kedua Kewenangan dan Tanggungjawab Dewan Komisaris 6 Pasal 6 5/8/PBI/2003 Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 5 bagi dewan Komisaris sekurang-kurangnya: a. menyetujui dan mengevaluasi kebijakan ; Evaluasi kebijakan dilakukan oleh Dewan Komisaris sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan. b. mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; Evaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan dilakukan oleh dewan Komisaris sekurang-kurangnya secara triwulanan. Bagian Ketiga 7 Pasal 7 5/8/PBI/2003 Kewenangan dan Tanggungjawab Direksi (1) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 5 bagi Direksi sekurang-kurangnya: a. menyusun kebijakan dan strategi secara tertulis dan komprehensif; termasuk dalam kebijakan dan strategi adalah penetapan dan persetujuan limit Risiko baik RIsiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko, maupun per aktivitas fungsional. Kebijakan dan strategi disusun sekurangkurangnya satu kali dalam satu tahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan. b. bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan eksposur Risiko yang diambil oleh Bank secara keseluruhan; Termasuk tanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan adalah: 1. mengevaluasi dan memberikan arahan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh satuan kerja manajemen risiko; 2. penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada dewan Komisaris secara triwulanan. c. mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi; Transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi antara lain transaksi yang telah melampaui kewenangan pejabat Bank satu tingkat di bawah Direksi, sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern yang berlaku. 6

23 d. mengembangkan budaya pada seluruh jenjang organisasi; Pengembangan budaya antara lain meliputi komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi tentang pentingnya pengendalian intern yang efektif. e. memastikan peningkatan kompetensi sumberdaya manusia yang terkait dengan ; Peningkatan kompetensi sumberdaya manusia antara lain melalui program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan mengenai penerapan. f. memastikan bahwa fungsi telah beroperasi secara independen; Yang dimaksud dengan pengertian independen antara lain adanya pemisahan fungsi antara satuan kerja yang melakukan identifikasi, pengukuran dan pemantauan Risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi. g. melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan: Kaji ulang secara berkala antara lain dimaksudkan untuk mengantisipasi apabila terjadi perubahan faktor eksternal dan faktor internal. 1. keakuratan metodologi penilaian Risiko; 2. kecukupan implementasi sistem informasi manajemen; dan 3. ketepatan kebijakan, prosedur dan penetapan limit Risiko. (2) Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direksi harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai Risiko yang melekat pada seluruh aktivitas fungsional Bank dan mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil Risiko Bank. BAB IV Bagian Pertama 8 Pasal 8 11/25/PBI/2009 Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit Kebijakan Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 ayat (2) huruf b sekurang-kurangnya memuat: Kebijakan ditetapkan antara lain dengan cara menyusun strategi manajemen risiko untuk memastikan bahwa: 1. Bank tetap mempertahankan eksposur Risiko sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern Bank dan peraturan perundang-undangan serta ketentuan lain yang berlaku; dan 2. Bank dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan keahlian di bidang sesuai dengan 7

24 kompleksitas usaha Bank. Penyusunan strategi dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan Bank, organisasi Bank, dan Risiko yang timbul sebagai akibat perubahan faktor eksternal dan faktor internal. a. penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan; b. penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi ; c. penentuan limit dan penetapan toleransi Risiko; Toleransi Risiko merupakan potensi kerugian yang dapat diserap oleh permodalan Bank. d. penetapan penilaian peringkat Risiko; Penetapan penilaian peringkat Risiko merupakan dasar bagi Bank untuk mengkategorikan peringkat Risiko Bank. Peringkat Risiko bagi Bank Umum Konvensional dikategorikan menjadi 5 (lima) peringkat, yaitu 1 (Low), 2 (Low to Moderate), 3 (Moderate), 4 (Moderate to High), dan 5 (High). e. penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk (worst case scenario); f. penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko. Bagian Kedua 9 Pasal 9 5/8/PBI/2003 Prosedur dan Penetapan Limit Risiko (1) Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 ayat (2) huruf b wajib disesuaikan dengan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap Risiko Bank. Tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) memperhatikan pengalaman yang dimiliki Bank dalam mengelola Risiko. (2) Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas; b. pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit secara berkala; Pengertian secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun atau frekuensi yang lebih tinggi, sesuai dengan jenis Risiko, kebutuhan dan perkembangan Bank. c. dokumentasi prosedur dan penetapan limit secara memadai. Pengertian dokumentasi yang memadai adalah dokumentasi yang tertulis, lengkap dan memudahkan untuk dilakukan jejak audit (audit trail) untuk keperluan tujuan pengendalian intern Bank. 8

25 a. Penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mencakup: a. limit secara keseluruhan; b. limit per jenis Risiko; dan c. limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur Risiko. BAB V Bagian Pertama 10 Pasal 10 5/8/PBI/2003 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Pengendalian dan Sistem Informasi Umum (1) Bank wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 ayat (2) huruf c terhadap seluruh faktor-faktor Risiko (risk factors) yang bersifat material. Faktor-faktor Risiko adalah berbagai parameter yang mempengaruhi eksposur Risiko. Faktor-faktor Risiko yang bersifat material adalah faktor-faktor Risiko baik kuantitatif maupun kualitatif yang berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. (2) Pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didukung oleh: a. sistem informasi manajemen yang tepat waktu; dan b. laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan Bank, kinerja aktivitas fungsional dan eksposur Risiko Bank. Bagian Kedua 11 Pasal 11 5/8/PBI/2003 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko (1) Pelaksanaan proses identifikasi Risiko sekurang-kurangnya dilakukan dengan melakukan analisis terhadap: Proses identifikasi Risiko antara lain dapat didasarkan pada pengalaman kerugian Bank yang pernah terjadi. a. karakteristik Risiko yang melekat pada Bank; dan b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank, (2) Dalam rangka melaksanakan pengukuran Risiko, Bank wajib sekurangkurangnya melakukan: Untuk memperkirakan Risiko, Bank dapat menggunakan berbagai pendekatan, baik kualitatif maupun kuantitatif, disesuaikan dengan tujuan usaha, kompleksitas usaha, dan kemampuan Bank. a. evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko; 9

26 Pengertian secara berkala sekurang-kurangnya secara triwulanan atau frekuensi yang lebih tinggi, sesuai dengan perkembangan usaha Bank dan kondisi eksternal yang langsung mempengaruhi kondisi Bank. b. penyempurnaan terhadap sistem pengukuran Risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko, yang bersifat material. Perubahan yang bersifat material adalah perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko, yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan Bank. c. dalam rangka proses penerapan manajemen risiko, Bank dapat menggunakan berbagai pendekatan pengukuran risiko, baik dengan metode standar seperti yang direkomendasikan oleh Basle Committee on Banking Supervision pada Bank for International Settlements maupun dengan metode pengukuran yang advanced (internal model). Pengukuran dengan menggunakan internal model tersebut dimaksudkan untuk antisipasi perkembangan operasi perbankan yang semakin kompleks maupun antisipasi kebijakan perbankan di masa mendatang. Penerapan internal model memerlukan berbagai persyaratan minimum baik kuantitatif maupun kualitatif agar hasil penilaian risiko dapat lebih mencerminkan kondisi Bank yang sebenarnya. Untuk kepentingan perhitungan risiko pasar yang terkait dengan perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR), Bank diwajibkan untuk mengacu pada ketentuan yang berlaku. (3) Dalam rangka melaksanakan pemantauan Risiko, Bank wajib sekurangkurangnya melakukan: a. evaluasi terhadap eksposur Risiko; Evaluasi terhadap eksposur risiko dilakukan dengan cara pemantauan dan pelaporan Risiko yang bersifat material atau yang berdampak kepada kondisi permodalan Bank, yang antara lain didasarkan atas penilaian potensi Risiko dengan menggunakan historical trend. b. penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor Risiko, teknologi informasi dan sistem informasi yang bersifat material. (4) Pelaksanaan proses pengendalian Risiko wajib digunakan Bank untuk mengelola Risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank. Pengendalian Risiko dapat dilakukan antara lain dengan cara lindung nilai, metode mitigasi risiko dan penambahan modal untuk menyerap potensi kerugian. 10

27 (5) Dalam melaksanakan fungsi pengendalian Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, dan Risiko likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 4 ayat (1) huruf b dan huruf c, Bank sekurang-kurangnya menerapkan assets and liabilities management (ALMA). Bagian Ketiga 12 Pasal 12 5/8/PBI/2003 Sistem Informasi (1) Sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 ayat (2) huruf c, sekurang-kurangnya mencakup laporan atau informasi mengenai: a. eksposur Risiko; Laporan atau informasi eksposur Risiko mencakup eksposur kuantitatif dan kualitatif, secara keseluruhan (composite) maupun rincian per jenis Risiko dan per jenis aktivitas fungsional. b. kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur serta penetapan limit sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 8 dan Paragraf 9; c. realisasi pelaksanaan dibandingkan dengan target yang ditetapkan (2) Laporan atau informasi yang dihasilkan dari sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan secara rutin kepada Direksi. Laporan atau informasi yang disampaikan kepada Direksi dapat ditingkatkan frekuensinya sesuai dengan kebutuhan Bank. BAB VI Bagian Pertama 13 Pasal 13 5/8/PBI/2003 SE 5/22/DPNP 2003, Butir 1 5 Sistem Pengendalian Intern Umum (1) Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi Bank. (2) Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum merupakan acuan standar Sistem Pengendalian Intern yang wajib dipenuhi oleh Bank sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan Bank. (3) Bank yang telah memiliki Sistem Pengendalian Intern namun belum memenuhi acuan Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum, wajib menyesuaikan dan menyempurnakannya dengan berpedoman pada Lampiran 8. (4) Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat 3, disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya pedoman yang disempurnakan. Penyempurnaan pedoman tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam action plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember (5) Dalam penyusunan Sistem Pengendalian Intern, Bank wajib mempertimbangkan total aset, produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk produk dan jasa baru, kompleksitas operasional, jaringan kantor, profil risiko dari setiap kegiatan usaha, metode yang digunakan 11

28 untuk pengolahan data dan pengukuran risiko, serta ketentuan terkait yang berlaku. (6) Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum sekurang-kurangnya mencakup 5 (lima) elemen pokok, yaitu. a. pengawasan oleh manajemen dan budaya pengendalian; b. identifikasi dan penilaian risiko; c. kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi; d. sistem akuntansi, informasi dan komunikasi; dan e. kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan 14 Pasal 14 5/8/PBI/2003 (1) Pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 13 sekurang-kurangnya mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi. (2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memastikan: a. kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan atau ketentuan intern Bank; b. tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu; Informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, serta dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan. c. efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional; dan Efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional antara lain diperlukan untuk melindungi aset dan sumberdaya Bank lainnya dari Risiko terkait. d. efektivitas budaya Risiko (risk culture) pada organisasi Bank secara menyeluruh. Efektivitas budaya Risiko dimaksudkan untuk mengidentifikasi kelemahan dan penyimpangan secara lebih dini dan menilai kembali kewajaran kebijakan dan prosedur yang ada pada Bank secara berkesinambungan. Bagian Kedua 15 Pasal 15 5/8/PBI/2003 Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Manajemen Risiko (1) Sistem pengendalian intern dalam penerapan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 ayat (2) huruf d sekurangkurangnya mencakup: a. kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank; b. penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan, prosedur dan limit sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 8 dan Paragraf 9; c. penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari 12

29 satuan kerja operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian; d. struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha Bank; e. pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu; f. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku; g. kaji ulang yang efektif, independen dan obyektif terhadap prosedur penilaian kegiatan operasional Bank; h. pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi manajemen; i. dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank berdasarkan hasil audit; j. verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan-kelemahan Bank yang bersifat material dan tindakan pengurus Bank untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. (2) Penilaian terhadap sistem pengendalian intern dalam penerapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh satuan kerja audit intern (SKAI). BAB VII Bagian Pertama 16 Pasal 16 5/8/PBI/2003 SE 5/21/DPNP 2003, Butir 5 Bagian Kedua 17 Pasal 17 5/8/PBI/2003 Organisasi dan Fungsi Manajemen RIsiko Umum (1) Dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2, Bank wajib membentuk: a. komite ; dan Komite harus bersifat non struktural. b. satuan kerja. Satuan kerja harus bersifat struktural. (2) Dalam rangka menerapkan manajemen risiko, Bank wajib membentuk Komite dan Satuan Kerja, sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Struktur Organisasi pada Bank Umum dapat mengacu pada Lampiran 2. Komite (1) Komite sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 16 huruf a sekurang-kurangnya terdiri dari: Keanggotaan Komite dapat berupa keanggotaan tetap dan tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan Bank. a. mayoritas Direksi; dan Salah satu anggota dari mayoritas Direksi dalam komite Manajemen Risiko adalah Direktur Kepatuhan. 13

30 b. pejabat eksekutif terkait. Pejabat eksekutif adalah pejabat Bank satu tingkat di bawah Direksi yang memimpin satuan kerja operasional dan satuan kerja. Keanggotaan pejabat eksekutif dalam Komite disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan Bank. (2) Wewenang dan tanggung jawab komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama, yang sekurang-kurangnya meliputi: a. penyusunan kebijakan, strategi dan pedoman penerapan ; b. perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan dimaksud; c. penetapan (justification) hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregularities). Termasuk dalam keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal antara lain pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis Bank dan pengambilan posisi/eksposur Risiko yang menyimpang dari limit yang telah ditetapkan. Bagian Ketiga 18 Pasal 18 5/8/PBI/2003 Satuan Kerja (1) Struktur organisasi satuan kerja Bank sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 16 huruf b disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta Risiko yang melekat pada Bank. Pengaturan ini dimaksudkan agar Bank dapat menentukan struktur organisasi yang tepat dan sesuai dengan kondisi Bank, termasuk kemampuan keuangan dan sumberdaya manusia. (2) Satuan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus independen terhadap satuan kerja operasional (risk-taking unit) dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern. Pengertian independen antara lain tercermin dari adanya: 1. pemisahan fungsi/tugas antara satuan kerja dengan satuan kerja operasional (risk-taking unit) dan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern; 2. proses pengambilan keputusan yang tidak memihak atau menguntungkan satuan kerja operasional tertentu atau mengabaikan satuan kerja operasional lainnya. (3) Satuan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus. 14

31 Mengingat ukuran dan kompleksitas usaha Bank yang berbeda maka satuan kerja dapat bertanggung jawab langsung kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus oleh Bank seperti Direktur Kepatuhan atau Direktur. Istilah Direktur Utama dapat dipersamakan dengan Presiden Direktur. (4) Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja meliputi: Kewenangan dan tanggung jawab satuan kerja disesuaikan dengan tujuan usaha, kompleksitas usaha, dan kemampuan Bank. a. pemantauan pelaksanaan strategi yang telah disetujui oleh Direksi; b. pemantauan posisi Risiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko dan per jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing; Stress testing dilakukan guna mengetahui dampak dari implementasi kebijakan dan strategi terhadap kinerja dan pendapatan masing-masing satuan kerja operasional atau aktivitas fungsional Bank. c. kaji ulang secara berkala terhadap proses ; Kaji ulang antara lain dilakukan berdasarkan temuan audit intern dan atau perkembangan praktek-praktek yang berlaku secara internasional. d. pengkajian usulan aktivitas dan atau produk baru; Termasuk dalam pengkajian adalah penilaian kemampuan Bank untuk melakukan aktivitas dan atau produk baru dan kajian usulan perubahan sistem dan prosedur. e. evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur Risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model); f. memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk taking unit) dan atau kepada komite, sesuai kewenangan yang dimiliki; Rekomendasi antara lain memuat rekomendasi yang terkait dengan besaran atau maksimum eksposur Risiko yang wajib dipelihara oleh Bank. g. menyusun dan menyampaikan laporan profil/komposisi Risiko kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite secara berkala. 15

32 Profil Risiko merupakan gambaran secara menyeluruh atas besarnya potensi Risiko yang melekat pada seluruh portofolio atau eksposur Bank. Frekuensi penyampaian laporan wajib ditingkatkan apabila kondisi pasar berubah dengan cepat. Untuk eksposur Risiko yang berubah relatif lama, seperti Risiko Kredit maka penyampaian laporan disampaikan selambat-lambatnya satu kali dalam satu bulan. Bagian Keempat 19 Pasal 19 5/8/PBI/2003 Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Satuan kerja operasional (risk taking unit) sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 18 ayat (2) wajib menginformasikan eksposur Risiko yang melekat pada satuan kerja yang bersangkutan kepada satuan kerja Manajemen Risiko secara berkala. Frekuensi penyampaian informasi eksposur Risiko disesuaikan dengan karakteristik jenis Risiko. Termasuk dalam definisi satuan kerja operasional (risk taking unit) antara lain satuan kerja perkreditan, treasuri, dan pendanaan. BAB VIII 20 Pasal 20 11/25/PBI/2009 Pengelolaan Risiko Produk dan Aktivitas Baru (1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis untuk mengelola risiko yang melekat pada produk atau aktivitas baru Bank. Yang dimaksud dengan produk Bank adalah instrument keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Yang dimaksud dengan aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain jasa keagenan dan/atau kustodian. (2) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. sistem dan prosedur (standard operating procedures) dan kewenangan dalam pengelolaan produk atau aktivitas baru; b. identifikasi seluruh Risiko yang melekat pada produk atau aktivitas baru baik yang terkait dengan Bank maupun nasabah; c. masa uji coba metode pengukuran dan pemantauan Risiko terhadap produk atau aktivitas baru; Masa uji coba dimaksudkan untuk memastikan bahwa metode pengukuran dan pemantauan Risiko telah teruji. d. sistem informasi akuntansi untuk produk atau aktivitas baru; Sistem informasi akuntansi paling kurang menggambarkan profil Risiko, tingkat keuntungan maupun kerugian untuk produk atau aktivitas baru secara akurat. e. analisa aspek hukum untuk produk atau aktivitas baru; dan 16

33 Analisa aspek hukum mencakup kemungkinan adanya Risiko hukum yang akan ditimbulkan oleh produk dan aktivitas baru serta kesesuaian dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. f. transparansi informasi kepada nasabah. Dalam menerapkan transparansi informasi kepada nasabah, aspekaspek yang perlu diperhatikan oleh Bank paling kurang adalah: 1. informasi yang disampaikan lengkap, benar, dan tidak menyesatkan nasabah; 2. informasi yang berimbang antara potensi manfaat yang mungkin diperoleh dengan Risiko yang mungkin timbul bagi nasabah; dan 3. informasi yang disampaikan tidak menyamarkan, mengurangi, atau menutupi hal-hal yang penting terkait dengan Risiko yang mungkin timbul. (3) Produk atau aktivitas Bank merupakan suatu produk baru atau aktivitas baru apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. tidak pernah diterbitkan atau dilakukan sebelumnya oleh Bank; atau Termasuk dalam kriteria tidak pernah diterbitkan atau dilakukan sebelumnya adalah produk atau aktivitas yang telah diterbitkan atau dilakukan oleh Bank lain, namun belum pernah diterbitkan atau dilakukan oleh Bank yang bersangkutan. b. telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan eksposur Risiko tertentu pada Bank. Perubahan eksposur Risiko dalam pengaturan ini tidak mencakup perubahan eksposur Risiko yang terkait produk atau aktivitas konvensional seperti giro, tabungan, deposito, kredit, produk derivatif yang bersifat plain vanilla, dan aktivitas kustodian. 21 Pasal 20 A 11/25/PBI/2009 Bank dilarang menugaskan atau menyetujui pengurus dan/atau pegawai Bank untuk memasarkan produk atau melaksanakan aktivitas yang bukan merupakan produk atau aktivitas Bank dengan menggunakan sarana atau fasilitas Bank. Termasuk dalam kategori tindakan menyetujui adalah mengetahui namun tidak melarang atau membiarkan terjadinya pemasaran produk atau aktivitas yang bukan merupakan produk atau aktivitas Bank dengan menggunakan sarana atau fasilitas Bank oleh pengurus dan/atau pegawai. 22 Pasal 21 11/25/PBI/2009 Bank wajib menerapkan transparansi informasi produk atau aktivitas Bank kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 20 ayat (2) huruf f, baik secara tertulis maupun lisan. 17

34 Cakupan transparansi informasi yang perlu diungkapkan kepada nasabah mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank, termasuk prosedur, skim, dan materi yang perlu diungkapkan, seperti karakteristik produk atau aktivitas, Risiko, serta hak dan kewajiban nasabah. BAB IX Bagian Pertama 23 Pasal 22 5/8/PBI/2003 Pelaporan Rencana Kegiatan (Action Plan) Penerapan (1) Penerapan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 dapat dilaksanakan dengan atau tanpa tahapan. (2) Dalam rangka penerapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank wajib menyampaikan laporan action plan kepada Bank Indonesia. Action plan disusun untuk memenuhi persyaratan minimum penerapan yang diatur dalam ketentuan ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya. (3) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan penyesuaian terhadap laporan action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila action plan dinilai belum sepenuhnya memenuhi persyaratan minimum yang diatur dalam ketentuan ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya. (4) Jangka waktu penyelesaian action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan selambat-lambatnya 9 (sembilan) bulan sejak laporan action plan diterima oleh Bank Indonesia. Perhitungan jangka waktu 9 (sembilan) bulan termasuk penyesuaian terhadap action plan yang dinilai Bank Indonesia belum sepenuhnya memenuhi persyaratan minimum yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya. (5) Penerapan manajemen risiko secara efektif dan menyeluruh wajib dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam laporan action plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember Pasal 23 5/8/PBI/2003 (1) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi action plan penerapan kepada Bank Indonesia. Laporan realisasi action plan disusun dan digunakan untuk memantau tingkat pencapaian penerapan. (2) Laporan realisasi action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah tahapan realisasi action plan. Bagian Kedua 25 Pasal 24 11/25/PBI/2009 Laporan Profil Risiko serta Laporan Produk dan Aktivitas Baru (1) Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko kepada Bank Indonesia. 18

35 Laporan profil Risiko memuat antara lain informasi tentang tingkat dan trend seluruh eksposur Risiko. (2) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan oleh satuan kerja, wajib memuat substansi yang sama dengan laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja kepada Direktur Utama dan Komite. (3) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Laporan profil Risiko disajikan secara komparatif dengan posisi triwulan sebelumnya. (4) Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah akhir bulan laporan. (5) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank menyampaikan laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diluar jangka waktu yang ditetapkan. SE 13/23/DPNP 2011, Butir 4.9.a 26 Pasal 25 11/25/PBI/2009 (6) Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko baik secara individual maupun secara konsolidasi kepada Bank Indonesia secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember, yang disajikan secara komparatif dengan posisi triwulan sebelumnya paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah akhir bulan laporan. (7) Format dan isi laporan profil Risiko berpedoman pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. (8) Laporan profil Risiko yang disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia wajib memuat substansi yang sama dengan laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja kepada Direktur Utama dan Komite (9) Mekanisme penilaian profil Risiko, penetapan tingkat Risiko dan penetapan peringkat profil Risiko mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. (1) Bank wajib menyampaikan laporan produk atau aktivitas baru kepada Bank Indonesia, yang terdiri dari: a. Laporan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru; dan b. Laporan realisasi penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru. (2) Laporan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum penerbitan atau pelaksanaan produk atau aktivitas baru. Produk atau aktivitas baru yang wajib dilaporkan mencakup seluruh produk atau aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 20 ayat (3) 19

36 (3) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah produk atau aktivitas baru dilakukan. (4) Selain memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru yang memenuhi kriteria dalam Paragraf 20 ayat (3) huruf a wajib dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank. Rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank untuk tahun yang sama dengan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru. (5) Berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Bank Indonesia dapat melarang Bank untuk menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru yang direncanakan. Evaluasi Bank Indonesia mencakup antara lain aspek kesiapan Bank, penerapan, transparansi informasi produk, dan perlindungan nasabah. (6) Dalam hal di kemudian hari berdasarkan evaluasi Bank Indonesia, produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan memenuhi kondisi sebagai berikut: a. tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk atau aktivitas baru yang dilaporkan kepada Bank Indonesia; Ketidaksesuaian tersebut meliputi antara lain prosedur, skim, karakteristik produk atau aktivitas, Risiko, serta hak dan kewajiban nasabah. b. berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank; dan/atau Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank antara lain dapat disebabkan oleh Risiko Reputasi dan Risiko Pasar dari penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas Bank. c. tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas dimaksud. SE 13/23/DPNP 2011, Butir 4.9.b (7) Laporan rencana dan realisasi atas penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu dapat diatur secara tersendiri dalam ketentuan Bank Indonesia. Cakupan, format, dan cara penyampaian laporan produk dan aktivitas baru mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. 20

37 Bagian Ketiga Laporan Lain 27 Pasal 26 11/25/PBI/2009 (1) Bank wajib menyampaikan laporan lain kepada Bank Indonesia selain sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 25, dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. (2) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan lain yang terkait dengan penerapan dan/atau terkait dengan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Laporan terkait penerapan meliputi antara lain Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas dalam rangka Penerapan untuk Risiko Likuiditas. Laporan terkait aktivitas tertentu meliputi antara lain laporan pelaksanaan keagenan reksadana dan/atau laporan pelaksanaan kegiatan bancassurance. SE 13/23/DPNP 2011, Butir 4.9.c SE 13/23/DPNP 2011, Butir 4.9.d (3) Format dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur tersendiri dalam ketentuan Bank Indonesia. (4) Laporan lain dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. Dalam hal ini, kondisi Bank tersebut antara lain dapat berupa: 1) Bank telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam status Bank dalam pengawasan intensif atau Bank dalam pengawasan khusus; 2) Bank memiliki eksposur Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas yang sangat signifikan; dan/atau 3) kondisi eksternal (pasar) mengalami fluktuasi yang sangat tajam dan cenderung tidak mampu dikendalikan oleh Bank. Laporan ini bersifat insidentil yang disampaikan kepada Bank Indonesia berdasarkan kondisi terkini Bank yang memiliki eksposur tertentu dan hasil penilaian Bank Indonesia terhadap Bank tersebut. (5) Laporan lain terkait penerapan, antara lain laporan untuk Risiko Likuiditas 1) Dalam rangka pemantauan likuiditas, Bank wajib menyampaikan laporan untuk Risiko Likuiditas kepada Bank Indonesia, yang terdiri dari: a) Laporan Proyeksi Arus Kas dalam rangka pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.c.4).c).(2) Pedoman Standar Penerapan yang merupakan Lampiran 1; dan b) Laporan Profil Maturitas dalam rangka mengukur Risiko Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.c.2).d).(2) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko yang merupakan Lampiran 1, baik dalam rupiah maupun valuta asing. 2) Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam butir 1).a) mencakup data proyeksi arus kas selama 1 (satu) minggu berikutnya yang dipetakan secara harian. Laporan tersebut disampaikan secara mingguan yaitu setiap hari Jumat sesuai 21

38 dengan format internal Bank. Contoh: Bank wajib menyampaikan Laporan Proyeksi Arus Kas pada hari Jumat tanggal 7 Oktober 2011 yang mencakup proyeksi arus kas hari Senin tanggal 10 Oktober 2011 sampai dengan hari Jumat tanggal 14 Oktober Dalam hal hari Jumat jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. 3) Format Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada angka 2) mencakup paling kurang pos-pos neraca dan pos-pos rekening administratif yang memiliki transaksi yang signifikan sesuai dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas Bank serta harus dilakukan secara konsisten. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyesuaikan format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam hal Bank mengubah format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia, Bank wajib menginformasikan alasan perubahan tersebut kepada Bank Indonesia. 4) Laporan Profil Maturitas sebagaimana dimaksud dalam butir 1).b) disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan dengan cakupan dan format sesuai Lampiran 7. Tata cara penyampaian laporan Profil Maturitas kepada Bank Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala Bank Umum. 5) Selama format Laporan Profil Maturitas dalam laporan Berkala Bank Umum (LBBU) belum sesuai dengan format pada Lampiran 7, Bank tetap wajib menyampaikan Laporan Profil Maturitas sesuai dengan format dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala Bank Umum yang berlaku. 6) Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas disampaikan kepada Bank Indonesia secara on-line yaitu: a) Laporan Proyeksi Arus Kas melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU); b) Laporan Profil Maturitas melalui LBBU. 7) Selama Laporan Proyeksi Arus Kas belum dapat disampaikan secara on-line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara offline oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a) Direktorat Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b) Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 8) Selain penyampaian laporan yang diwajibkan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Bank Indonesia dalam kondisi tertentu dapat mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan yang terkait dengan penerapan untuk Risiko Likuiditas diluar waktu yang ditetapkan dan/atau laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala. Contoh laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala adalah laporan 22

39 proyeksi arus kas dalam rangka pengukuran Risiko sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.c.2).d).(3) Pedoman Standar Penerapan dan laporan stress testing sebagaimana dimaksud dalam butir II. C. 3.c.2).d).(4) Pedoman Standar Penerapan yang merupakan Lampiran 1. (6) Laporan lain terkait dengan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu, antara lain laporan pelaksanaan aktivitas berkaitan dengan reksadana, laporan pelaksanaan kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi (bancassurance). Cakupan, format, dan cara penyampaian mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Bagian Keempat 28 Pasal 27 5/8/PBI/2003 Bagian Kelima 29 Pasal 28 5/8/PBI/ Pasal 29 11/25/PBI/2009 BAB X Bagian Pertama 31 Pasal 30 5/8/PBI/2003 Batas Waktu Penyampaian Laporan Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, dan Paragraf 26 apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian. Format Laporan dan Alamat Penyampaian Format dan petunjuk penyusunan laporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, dan Paragraf 26 ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia. Laporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26, dan Paragraf 27 wajib disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. Lain-Lain Penilaian Penerapan Bank Indonesia dapat melakukan penilaian terhadap penerapan pada Bank. Penilaian terhadap Bank termasuk penilaian Risiko yang melekat (inherent risk) dan kecukupan sistim pengendalian Risiko (risk control system). 32 Pasal 31 5/8/PBI/2003 Bagian Kedua 33 Pasal 32 5/8/PBI/2003 Bank wajib menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan penerapan kepada Bank Indonesia. Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan (1) Pengungkapan dalam laporan tahunan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank wajib disesuaikan dengan ketentuan ini. 23

40 (2) Pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya mencakup kinerja dan arah kebijakan. Kinerja merupakan hasil penerapan Manajemen Risiko untuk periode awal tahun (Januari) sampai dengan akhir tahun (Desember) termasuk profil Risiko, sedangkan arah kebijakan merupakan arah dan strategi periode satu tahun kedepan. (3) Penyesuaian pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk pertama kali dilakukan untuk laporan tahunan posisi akhir Desember BAB IX 34 Pasal 33 11/25/PBI/2009 Sanksi (1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Paragraf 27 ayat (2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan per laporan. Yang dimaksud dengan hari adalah hari kerja (2) Bank yang belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Paragraf 27 ayat (2) setelah 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) per laporan. Bank yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar dalam ayat ini tidak dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Bank yang belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Paragraf 27 ayat (2) dan telah dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia. (4) Bank yang tidak menyampaikan laporan rencana sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 26 ayat (1) huruf a dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (seratus juta rupiah). (5) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 23, Paragraf 24, Paragraf 25, Paragraf 26 ayat (1) huruf b dan ayat (7), dan Paragraf 27 ayat (2) namun dinilai tidak lengkap secara signifikan atau tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang material sesuai dengan format yang ditentukan, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) setelah Bank diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk setiap 24

41 teguran dan Bank tidak memperbaiki laporan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah surat teguran terakhir. Bank yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar dalam ayat ini tidak dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 35 Pasal 34 11/25/PBI/ SE 6/18/DPNP 2004 Romawi I Bank yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan Bank; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau e. pemberhentian pengurus Bank. Penerapan Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) Umum 1. Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa Bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet, sehingga pendirian dan kegiatan Internet Only Bank tidak diperkenankan. 2. Internet Banking dapat berupa Informational Internet Banking, Communicative Internet Banking dan Transactional Internet Banking. Informational Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). Communicative Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). Transactional Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). 3. Mengingat aktivitas internet banking yang mengandung risiko tinggi adalah transactional internet banking, maka kewajiban penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan ini hanya diberlakukan bagi penyelenggaraan transactional internet banking. 25

42 4. Ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu antara lain Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) juga berlaku dalam hubungannya dengan penyelenggaraan internet banking. 37 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi II.1 38 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi II.2 39 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi II.3 40 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi III.1 41 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi III.2 Pedoman Bank yang menyelenggarakan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif, yang meliputi: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b. sistem pengamanan (security control); c. manajemen risiko, khususnya risiko hukum dan risiko reputasi. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 37 wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis, dengan mengacu pada Pedoman Penerapan pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking). Bank yang telah melaksanakan aktivitas internet banking dan telah memiliki kebijakan, prosedur dan atau pedoman tertulis penerapan manajemen risiko pada aktivitas internet banking wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran 9. Pelaporan Bank wajib menyampaikan laporan rencana perubahan Sistem Teknologi Informasi (TSI) yang menyangkut perubahan konfigurasi dan prosedur pengoperasian komputer yang terkait dengan rencana penyelenggaraan internet banking selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan. Format laporan mengacu kepada Lampiran 31. Bank yang menyelenggarakan aktivitas baru internet banking, wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif dilaksanakan. Format laporan mengacu kepada Lampiran 1 sampai dengan 7 yang memuat : a. Uraian singkat atau penjelasan dan bentuk flow chart dari Prosedur Pelaksanaan (standar operating procedures/sop) internet banking; b. Bagan Organisasi dan kewenangan satuan kerja tertentu yang melaksanakan internet banking; c. Hasil analisis dan identifikasi satuan kerja manajemen risiko pada Bank terhadap risiko yang melekat pada internet banking; d. Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang melekat pada internet banking yang dilaksanakan oleh satuan kerja manajemen risiko pada Bank; e. Uraian singkat mengenai Sistem Informasi Akuntansi untuk transaksi yang dilakukan melalui internet banking, termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh; dan f. Hasil analisis aspek hukum untuk internet banking. 26

43 42 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi III.3 Pelaksanaan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 41 dikecualikan dalam hal penyelenggaraan aktivitas baru internet banking tersebut telah efektif dilaksanakan oleh Bank sebelum Bank menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan penerapan manajemen risiko. 43 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi III.4 44 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi III SE 6/18/DPNP 2004, Romawi IV.1 46 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi IV.2 47 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi V.1 48 SE 6/18/DPNP 2004, Romawi V.2 49 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi I Bagi Bank yang dikecualikan untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 42, kewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan TSI yang menyangkut internet banking selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana dimaksud dilaksanakan. Bagi Bank yang dikecualikan untuk menyampaikan laporan sebagaimana Paragraf 43, kewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan TSI yang menyangkut internet banking selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana dimaksud dilaksanakan sebagaimana diatur dalam ketentuan ini. Laporan sebagaimana tersebut di atas disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek; atau b. Kantor Cabang Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek. Lain-Lain Guna meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, Bank wajib melakukan evaluasi dan audit secara berkala terhadap aktivitas internet banking dengan menggunakan auditor internal (Satuan Kerja Audit Intern/SKAI) atau auditor eksternal. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap efektivitas dan kecukupan penerapan manajemen risiko khususnya yang berkaitan dengan aktivitas internet banking pada Bank. Sanksi Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 40 dan Paragraf 43 dikenakan sanksi administratif tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka Paragraf 41 dikenakan sanksi tentang Penerapan Bagi Bank Umum. Penerapan untuk Risiko Likuiditas Umum 1. Salah satu Risiko yang dihadapi Bank dalam kegiatan usahanya adalah Risiko Likuiditas. Risiko Likuiditas merupakan Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas 27

44 tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. 2. Ketidakmampuan memperoleh sumber pendanaan arus kas sehingga menimbulkan Risiko Likuiditas dapat disebabkan: (1) ketidakmampuan menghasilkan arus kas yang berasal dari aset produktif maupun yang berasal dari penjualan aset termasuk aset likuid; dan/atau (2) ketidakmampuan menghasilkan arus kas yang berasal dari penghimpunan dana, transaksi antar Bank, dan pinjaman yang diterima. 3. Ketidakmampuan Bank memperoleh pendanaan untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat sehingga semakin meningkatkan Risiko Likuiditas, dan selanjutnya dapat mempengaruhi aspek-aspek keuangan lainnya yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank. 4. Mengingat permasalahan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat memberikan dampak yang signifikan, maka Bank wajib menerapkan untuk Risiko Likuiditas secara efektif baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. 5. Tujuan utama dari penerapan untuk Risiko Likuiditas adalah untuk memastikan kecukupan dana secara harian baik pada saat kondisi normal maupun kondisi krisis dalam pemenuhan kewajiban secara tepat waktu dari berbagai sumber dana yang tersedia, termasuk memastikan ketersediaan aset likuid berkualitas tinggi. 6. Penerapan untuk Risiko Likuiditas secara efektif paling kurang mencakup: (1) pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; (2) kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Manajemen Risiko; (3) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko serta sistem informasi ; (4) sistem pengendalian intern yang menyeluruh. 7. Penerapan untuk Risiko Likuiditas harus terintegrasi dengan penerapan secara keseluruhan sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan bagi Bank umum. 8. Dalam penerapan untuk Risiko Likuiditas, Bank perlu melakukan evaluasi profil Risiko Likuiditas yang dihadapi dikaitkan dengan kecukupan modal. 9. Penerapan untuk Risiko Likuiditas perlu diterapkan pula dalam penetapan harga internal (internal pricing) dan pengukuran kinerja masing-masing unit bisnis sehingga insentif masing-masing unit bisnis dapat ditetapkan sejalan dengan eksposur Risiko Likuiditasnya. 10. Penerapan untuk Risiko Likuiditas yang efektif dapat meminimalkan Risiko Likuiditas yang terjadi pada satu Bank dan juga meningkatkan stabilitas sistem perbankan secara keseluruhan. 28

45 Penerapan Likuiditas Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi 50 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.A.1 51 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.A.2 52 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.A.3 Dalam rangka pelaksanaan pengawasan aktif, Dewan Komisaris dan Direksi harus memahami Risiko Likuiditas dan menyadari pentingnya penerapan untuk Risiko Likuiditas. Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab atas efektifitas penerapan untuk Risiko Likuiditas. Dewan Komisaris paling kurang berwenang dan bertanggung jawab terhadap hal-hal berikut: a. melakukan persetujuan dan evaluasi berkala mengenai kebijakan dan strategi yang terkait dengan untuk Risiko Likuiditas termasuk rencana pendanaan darurat (Contingency Funding Plan). Evaluasi berkala dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan; b. melakukan evaluasi untuk memastikan bahwa Direksi telah menerapkan untuk Risiko Likuiditas sesuai dengan kebijakan dan strategi Bank. 53 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.A.4 Direksi paling kurang berwenang dan bertanggung jawab terhadap hal-hal berikut: a. menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur yang komprehensif terkait penerapan untuk Risiko Likuiditas dengan mempertimbangkan toleransi Risiko dan memperhatikan dampaknya terhadap permodalan; b. menjabarkan dan mengkomunikasikan kebijakan, strategi, dan prosedur untuk Risiko Likuiditas kepada seluruh satuan kerja terkait; c. memastikan dan mengevaluasi penerapan untuk Risiko Likuiditas; d. mengevaluasi kebijakan, strategi, dan prosedur terkait penerapan secara berkala; e. melakukan evaluasi terhadap kondisi likuiditas Bank paling kurang 1 (satu) bulan sekali; f. melakukan evaluasi segera terhadap kondisi likuiditas dan profil Risiko Bank apabila terjadi perubahan yang signifikan antara lain atas kondisikondisi berikut: 1) peningkatan biaya penghimpunan dana; 2) peningkatan konsentrasi aset atau kewajiban; 3) peningkatan liquidity gap; 4) keterbatasan alternatif sumber pendanaan; 5) pelampauan yang material terhadap limit; 6) penurunan signifikan pada portofolio aset likuid berkualitas tinggi; dan/atau 7) perubahan kondisi pasar yang dapat menyebabkan permasalahan di masa datang; 29

46 g. melakukan penyesuaian kebijakan dan strategi untuk Risiko Likuiditas yang diperlukan berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf e dan f; h. menyampaikan laporan kepada Dewan Komisaris yang paling kurang mencakup: 1) hasil evaluasi secara berkala terhadap kondisi likuiditas sebagaimana dimaksud pada huruf e; 2) hasil evaluasi terhadap kondisi likuiditas sebagaimana dimaksud pada huruf f; dan 3) penyesuaian kebijakan dan strategi sebagaimana dimaksud pada huruf g. 54 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.1 55 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.2 56 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.3 Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit Dalam menetapkan kebijakan mengenai untuk Risiko Likuiditas, termasuk penetapan strategi dan limit, Bank wajib menyesuaikan kebijakan tersebut dengan visi, misi, strategi bisnis, tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite), kecukupan permodalan, kemampuan sumber daya manusia, dan kapasitas pendanaan Bank secara keseluruhan. Kebijakan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 54 dan prosedur harus dikomunikasikan kepada seluruh satuan kerja Bank yang aktivitasnya berdampak pada likuiditas, agar dapat diterapkan dalam melakukan kegiatan operasional. Kebijakan dan prosedur tersebut paling kurang meliputi hal-hal sebagai berikut: a. kewenangan dan tanggung jawab manajemen likuiditas, antara lain alur yang jelas mengenai kewenangan, tanggung jawab, dan pelaporan terkait dengan untuk Risiko Likuiditas termasuk menugaskan dan memberikan kewenangan kepada satuan kerja tertentu untuk menentukan pasar, instrumen, serta transaksi dengan pihak lawan yang memenuhi kriteria (eligible counterparty); b. komposisi aset dan kewajiban; c. diversifikasi dan kestabilan sumber pendanaan; d. penetapan jenis dan alokasi aset yang diklasifikasikan sebagai aset likuid berkualitas tinggi; e. manajemen likuiditas pada berbagai jenis valuta, berbagai wilayah, dan lini bisnis; f. manajemen likuiditas harian termasuk intrahari; g. manajemen likuiditas intragroup (kelompok usaha); h. penetapan indikator yang merupakan indikator peringatan dini (early warning indicator) untuk Risiko Likuiditas; i. penetapan limit; j. penerapan stress testing; k. sistem informasi dan sistem lain yang secara memadai diperlukan untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko Likuiditas termasuk pelaporan likuiditas; l. rencana pendanaan darurat (contingency funding plan), antara lain yang menjelaskan mengenai pendekatan dan strategi dalam menghadapi kondisi krisis yang berdampak pada likuiditas. 30

47 57 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.4 Kebijakan manajemen likuiditas intragroup antara lain meliputi pengaturan atas likuiditas intragroup, termasuk penentuan pendekatan yang digunakan (sentralisasi atau desentralisasi), ketergantungan likuiditas intragroup, mekanisme, jenis, dan limit penyediaan dana intragroup (misalnya pemberian committed dan uncommitted line). Termasuk sebagai intragroup adalah perusahaan-perusahaan lain yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank baik Bank sebagai perusahaan induk, perusahaan anak, maupun Bank sebagai perusahaan dalam kelompok usaha. 58 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.5 59 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.6 60 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.7 61 SE 11/16/DPNP 2000, Romawi II.8 62 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.9 63 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.11 Penetapan indikator peringatan dini sebagaimana dimaksud pada Paragraf 56 huruf h antara lain bertujuan untuk mengidentifikasi dan sebagai dasar menentukan tindak lanjut untuk memitigasi eksposur Risiko Likuiditas. Indikator peringatan dini meliputi indikator internal dan indikator eksternal. Indikator internal antara lain meliputi kualitas aset yang memburuk, peningkatan konsentrasi pada beberapa aset dan sumber pendanaan tertentu, peningkatan currency mismatches, pengulangan terjadinya pelampauan limit, peningkatan biaya dana secara keseluruhan, dan/atau posisi arus kas yang semakin buruk sebagai akibat maturity mismatch yang besar terutama pada skala waktu jangka pendek. Indikator eksternal antara lain meliputi informasi publik yang negatif terhadap Bank, penurunan hasil peringkat oleh lembaga pemeringkat, penurunan harga saham Bank secara terus menerus, penurunan fasilitas credit line yang diberikan oleh bank koresponden, peningkatan penarikan deposito sebelum jatuh tempo, dan/atau keterbatasan akses untuk memperoleh pendanaan jangka panjang. Penetapan limit sebagaimana dimaksud pada Paragraf 56 huruf i harus diimplementasikan secara konsisten guna mengendalikan eksposur dan konsentrasi Risiko Likuiditas. Limit yang ditetapkan harus konsisten dan relevan dengan bisnis Bank, kompleksitas aktivitas, toleransi Risiko, karakteristik produk, valuta, pasar di mana Bank tersebut aktif melakukan transaksi, data historis, tingkat profitabilitas, dan modal yang tersedia. Limit dimaksud juga harus sesuai dengan rencana pendanaan darurat (contingency funding plan) untuk memastikan bahwa rencana pendanaan darurat tersebut diterapkan secara efektif. Penetapan limit dapat meliputi antara lain limit mismatch arus kas baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang termasuk arus kas yang berasal dari posisi rekening administratif, limit konsentrasi pada aset dan kewajiban, pinjaman overnight, dan rasio-rasio likuiditas lainnya. 31

48 65 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B.12 Penetapan limit tidak hanya digunakan untuk mengelola likuiditas harian pada kondisi normal namun juga harus meliputi limit agar Bank dapat terus beroperasi pada periode krisis baik krisis pasar secara umum maupun krisis yang spesifik bagi Bank atau kombinasi keduanya. 66 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.B SE 11/16/DPNP 2000, Romawi II.B SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.1 Kebijakan, prosedur, dan proses penetapan limit harus didokumentasikan secara tertulis dan lengkap sehingga memudahkan untuk dilakukan jejak audit (audit trail). Kebijakan dan prosedur serta limit harus dievaluasi dan dikinikan secara berkala atau sewaktu-waktu dalam hal terjadi perubahan kondisi yang signifikan. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko serta Sistem Informasi Identifikasi Bank wajib melakukan identifikasi Risiko Likuiditas, baik eksposur Risiko saat ini maupun yang akan timbul di masa datang. Identifikasi Risiko Likuiditas merupakan proses yang berkelanjutan dan harus dilakukan secara berkala. 1. Dalam rangka melakukan identifikasi Risiko Likuiditas, Bank harus melakukan analisis terhadap seluruh sumber Risiko Likuiditas. Sumber Risiko Likuiditas meliputi: 1) Produk dan aktivitas perbankan yang dapat mempengaruhi sumber dan penggunaan dana baik pada posisi aset dan kewajiban maupun rekening administratif; dan 2) Risiko-Risiko lain yang dapat meningkatkan Risiko Likuiditas, misalnya Risiko Kredit, Risiko Pasar dan Risiko Operasional. 2. Analisis terhadap seluruh sumber Risiko Likuiditas dilakukan untuk mengetahui jumlah dan tren kebutuhan likuiditas, serta sumber pendanaan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 69 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.2.a d Pengukuran 1. Bank wajib memiliki alat pengukuran yang dapat mengkuantifikasi Risiko Likuiditas secara tepat waktu dan komprehensif. 2. Alat pengukuran tersebut paling kurang meliputi: 1) Proyeksi arus kas, yaitu proyeksi seluruh arus kas masuk dan arus kas keluar termasuk kebutuhan pendanaan untuk memenuhi komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif; 2) Rasio likuiditas, yaitu rasio keuangan yang menggambarkan indikator likuiditas dan/atau mengukur kemampuan Bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendek; 3) Profil maturitas, yaitu pemetaan posisi aset, kewajiban, dan rekening administratif ke dalam skala waktu tertentu (maturity buckets) berdasarkan sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo (remaining maturity); dan 4) Stress testing, yaitu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan skenario tertentu terhadap posisi likuiditas Bank dalam kondisi krisis. 32

49 3. Pendekatan pada setiap alat pengukuran Risiko Likuiditas yang digunakan Bank, harus disesuaikan dengan kompleksitas aktivitas bisnis dan profil Risiko Bank. Dalam hal Bank melakukan kegiatan usaha yang lebih kompleks, maka Bank harus menggunakan pendekatan pengukuran yang bersifat simulasi dan lebih dinamis yang didasarkan pada berbagai asumsi. Bank dapat dikatakan melakukan kegiatan usaha yang kompleks jika Bank antara lain melakukan transaksi treasuri secara aktif termasuk transaksi derivatif, memiliki atau menawarkan produk terstruktur (structured product). 4. Pengukuran Risiko Likuiditas Bank harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan, untuk memastikan kewajaran, akurasi, dan integritas data. 70 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.2.e Pengukuran dengan menggunakan proyeksi arus kas sebagaimana dimaksud pada Paragraf 69 ayat 2 angka 1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Proyeksi arus kas menyajikan arus kas yang berasal dari aset, kewajiban, dan rekening adminisitratif serta kegiatan usaha lainnya dan dipetakan ke dalam skala waktu berdasarkan asumsi yang digunakan. Asumsi juga digunakan untuk menghitung arus kas dari posisi likuiditas yang memiliki jatuh tempo secara kontraktual. 2) Proyeksi arus kas harus disusun paling kurang setiap bulan dengan periode proyeksi sesuai kebutuhan Bank dengan memperhatikan struktur aset, kewajiban, dan rekening administratif, yang paling kurang meliputi periode 1 (satu) bulan. Pembagian periode proyeksi arus kas ke dalam skala waktu disesuaikan dengan Laporan Profil Maturitas. 3) Cakupan pos aset, kewajiban, dan rekening administratif dalam proyeksi arus kas disesuaikan dengan struktur aset, kewajiban, dan rekening administratif masing-masing Bank. Dalam hal Bank memiliki posisi likuiditas dalam valuta asing, maka Bank harus menyusun proyeksi arus kas dalam valuta asing. 4) Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan asumsi antara lain karakteristik produk, perilaku pihak lawan (counterparty) dan/atau nasabah, dan kondisi pasar serta pengalaman historis. 5) Penetapan asumsi harus dilakukan secara realistis, yang antara lain terkait dengan hal-hal berikut: a) perpanjangan jangka waktu aset dan kewajiban; b) persetujuan kredit baru dan perolehan dana nasabah; c) perilaku aset dan kewajiban (asset and liability behaviour) yang tidak memiliki jatuh tempo, misalnya pola transaksi giro atau tabungan yang tidak memiliki jatuh tempo; d) perilaku aset (asset behaviour) yang memiliki fitur tertentu seperti opsi pelunasan dini (prepayment option); e) pembelian dan/atau penjualan aset termasuk aset likuid; f) perkiraan penarikan dan penerimaan dari rekening administratif, antara lain komitmen kredit, L/C, dan bank garansi; g) akses pada sumber-sumber pendanaan, antara lain pinjaman antar Bank, pendanaan antar perusahaan dalam kelompok usaha 33

50 Bank (intragroup), dan fasilitas pinjaman siaga (standby facility); h) asumsi lainnya yang relevan, antara lain diskon (haircut) pada penjualan aset. 6) Asumsi yang digunakan dalam penyusunan proyeksi arus kas harus disetujui oleh pihak yang memiliki kewenangan sesuai kebijakan internal Bank, didokumentasikan, dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain perubahan kondisi pasar, faktor persaingan antar Bank, dan perubahan perilaku pihak lawan dan/atau nasabah Bank 71 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.2.f 72 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.2.g Pengukuran dengan menggunakan rasio likuiditas sebagaimana dimaksud pada Paragraf 69 ayat 2 angka 2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Penetapan rasio likuiditas yang digunakan untuk mengukur RIsiko Likuiditas harus disesuaikan dengan strategi bisnis, toleransi Risiko, dan kinerja masa lalu. 2) Untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi actual likuiditas Bank, hasil pengukuran dengan menggunakan rasio perlu dianalisis dengan memperhatikan informasi kualitatif yang relevan. Informasi kualitatif antara lain informasi mengenai kemungkinan terjadi peningkatan penarikan deposito sebelum jatuh tempo, penurunan fasilitas kredit, dan perubahan volume transaksi. Pengukuran dengan menggunakan profil maturitas sebagaimana dimkasud pada Paragraf 69 ayat 2 angka 3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Profil maturitas menyajikan pos-pos asset, kewajiban, dan rekening administratif yang dipetakan ke dalam skala waktu berdasarkan sisa waktu sampai dengan jatuh tempo sesuai kontrak dan/atau berdasarkan asumsi khususnya untuk pos neraca dan rekening administratif yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual (non maturity items). Penyusunan profil maturitas bertujuan untuk mengidentifikasi terjadinya gap likuiditas dalam skala waktu tertentu. 2) Profil maturitas harus disusun paling kurang setiap bulan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Apabila Bank memiliki posisi likuiditas dalam berbagai valuta asing dengan jumlah yang signifikan, dalam hal diperlukan untuk keperluan internal, Bank dapat menyusun profil maturitas dalam masing-masing valuta asing dimaksud. 3) Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan asumsi untuk mengestimasi pos neraca dan rekening administratif yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual antara lain karakteristik produk, perilaku pihak lawan dan/atau nasabah, dan kondisi pasar serta pengalaman historis. 4) Asumsi yang digunakan dalam penyusunan profil maturitas harus disetujui oleh pihak yang memiliki kewenangan sesuai kebijakan internal Bank, didokumentasikan, dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain perubahan kondisi pasar, faktor persaingan antar Bank, dan perubahan perilaku pihak lawan dan/atau nasabah Bank. 34

51 73 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.2h Pengukuran dengan menggunakan stress test sebagaimana dimaksud pada Pragraf 69 ayat 2 angka 4) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Stress test harus dapat menggambarkan kemampuan Bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dalam kondisi krisis, yang didasarkan pada berbagai skenario. 2) Penetapan cakupan dan frekuensi stress test harus sesuai dengan skala dan kompleksitas usaha, serta eksposur Risiko Likuiditas Bank, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Stress test harus dilakukan dengan menggunakan skenario stress secara spesifik pada Bank (bank-specific stress scenario) maupun stress pada pasar (general market stress scenario) dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang antara lain meliputi berbagai jenis peristiwa yang telah atau berpotensi menyebabkan kondisi krisis likuiditas, durasi peristiwa tersebut, dan kedalaman (severity) permasalahan yang ditimbulkan peristiwa tersebut. b) Dalam menetapkan skenario untuk stress test, Bank menggunakan skenario yang bersifat historis (historical scenario) dan/atau hipotesis (hyphotetical scenario) dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis dan kerentanan Bank. c) Stress test juga dapat dilakukan dengan menggunakan skenario: (1) krisis yang melanda suatu negara tertentu (country-specific crisis) yang dapat berdampak pada Bank, antara lain karena Bank memiliki jaringan operasi yang signifikan di negara tersebut; atau (2) krisis yang terjadi atas suatu instrumen keuangan atau produk tertentu yang dapat berdampak pada Bank yang memiliki eksposur pada suatu instrumen keuangan atau produk tertentu, misalnya produk terstruktur (structured product). d) Stress test harus memperhitungkan implikasi skenario pada berbagai jangka waktu yang berbeda, termasuk secara harian. e) Stress test dengan menggunakan skenario stress secara spesifik pada Bank (bank-specific stress scenario) paling kurang dilakukan 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, atau dalam rentang waktu yang lebih pendek jika Bank mengalami potensi peningkatan Risiko Likuiditas yang signifikan dan/atau atas permintaan Bank Indonesia. f) Stress test dengan menggunakan skenario stress pada pasar (general market stress scenario) paling kurang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, atau dalam rentang waktu yang lebih pendek jika Bank menganggap bahwa kondisi krisis yang terjadi dapat menyebabkan Bank terekspos pada Risiko Likuiditas yang tidak dapat ditolerir dan/atau atas permintaan Bank Indonesia. 3) Skenario stress secara spesifik pada Bank (bank-specific stress scenario), yang dapat digunakan antara lain: a) penurunan peringkat Bank oleh lembaga pemeringkat; b) penarikan dana besar-besaran; c) peningkatan kredit bermasalah; d) hambatan dalam memperoleh pendanaan dengan atau tanpa jaminan (secured atau unsecured); e) keterbatasan dalam melakukan transaksi pertukaran (konversi) valuta tertentu; 35

52 f) gangguan/kegagalan sistem yang mendukung operasional Bank. 4) Skenario stress pada pasar (general market stress scenario) yang dapat digunakan antara lain: a) perubahan indikator ekonomi, misalnya tingkat inflasi, perubahan suku bunga, dan/atau depresiasi/apresiasi valuta; b) perubahan kondisi pasar, baik lokal maupun global, misalnya mengeringnya likuiditas pasar, penurunan harga saham, dan/atau pelebaran rentang antara kuotasi beli dan jual (bid and ask spread). 5) Dalam melakukan stress test, Bank harus mempertimbangkan faktorfaktor berikut: a) kemungkinan perubahan perilaku pihak lawan dan/atau nasabah yang dapat mempengaruhi arus kas; b) kemungkinan perubahan perilaku dari pelaku pasar lainnya sebagai respon dari kondisi krisis di pasar. 6) Berdasarkan jenis skenario sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) dan kedalaman permasalahan dalam skenario serta faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada angka 5), Bank harus mengembangkan asumsi-asumsi stress test secara konservatif dan mempertimbangkan kesesuaian dari asumsi-asumsi tersebut, yang antara lain meliputi: a) likuiditas pasar dari aset Bank dan tingkat diskon (haircut) yang mempengaruhi penurunan nilai aset likuid; b) penurunan sumber pendanaan baik dari sisi jumlah maupun jenis; c) jumlah pendanaan dari pasar dengan atau tanpa agunan (secured atau unsecured); d) penambahan margin call dan/atau agunan; e) jumlah klaim kontijensi dan penarikan fasilitas komitmen oleh pihak lawan dan/atau nasabah; f) kebutuhan likuiditas yang terkait dengan produk/transaksi yang kompleks; g) besarnya tingkat penurunan peringkat Bank; h) jumlah pendanaan intragroup; i) ketersediaan jaminan untuk memperoleh fasilitas likuiditas dari pihak lain; j) pertumbuhan neraca di masa yang akan datang. 7) Dalam mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang dapat berdampak secara signifikan terhadap posisi likuiditas, Bank dapat melakukan analisis senstivitas atas hasil stress test untuk asumsi-asumsi tertentu sehingga dapat diperoleh informasi tambahan mengenai tingkat kerentanan Bank terhadap faktor-faktor tertentu. 8) Bank harus mendokumentasikan seluruh skenario, asumsi, dan hasil stress test, serta melakukan evaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan kondisi Bank, dengan memperhatikan antara lain hal-hal berikut: a) Perubahan jenis, skala, dan kompleksitas usaha Bank; b) Perubahan kondisi pasar; c) Pengalaman Bank dalam kondisi krisis. 9) Dalam melakukan stress test untuk Risiko Likuiditas, Bank harus mempertimbangkan hasil penilaian yang dilakukan terhadap jenis Risiko lainnya (antara lain Risiko Pasar, Risiko Kredit, Risiko Reputasi) dan menganalisis kemungkinan interaksi dengan berbagai jenis Risiko 36

53 tersebut. 10) Terhadap hasil stress test, Bank harus mempertimbangkan hal-hal berikut: a) menyesuaikan kebijakan dan strategi untuk Risiko Likuiditas, serta posisi likuiditas sejalan dengan hasil stress test; b) mengembangkan atau menyempurnakan rencana pendanaan darurat (contingency funding plan) yang efektif dengan berdasarkan hasil stress test; c) menggunakan hasil stress test secara eksplisit dalam penetapan limit. 11) Hasil stress test dan tindak lanjut atas stress test tersebut harus dilaporkan kepada dan dievaluasi oleh Direksi. 74 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.3.a 75 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.3.b 76 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.3.c 77 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.3.d 78 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.3.e 79 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.4 80 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.4.a Pemantauan Bank harus memantau posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas antara lain melalui hasil pengukuran Risiko Likuiditas termasuk kepatuhan terhadap limit yang ditetapkan. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 74 harus memperhatikan indikator peringatan dini untuk mengetahui potensi peningkatan Risiko Likuiditas. Pemantauan harus dilakukan oleh pegawai atau unit yang tidak terkait dengan pegawai atau unit yang menangani pendanaan. Hasil pemantauan digunakan sebagai dasar penentuan tindak lanjut bagi Bank untuk memitigasi eksposur Risiko Likuiditas dan melakukan penyesuaian yang diperlukan secara tepat waktu terhadap strategi manajemen likuiditas Bank. Hasil pemantauan disajikan dalam laporan berkala yang disampaikan kepada pihak yang berkepentingan sebagaimana diatur dalam kebijakan internal Bank. Pengendalian Pengendalian Risiko Likuiditas dilakukan melalui strategi pendanaan, pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian, pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas intragroup, pengelolaan aset likuid berkualitas tinggi, dan rencana pendanaan darurat. Strategi Pendanaan 1) Strategi pendanaan mencakup strategi diversifikasi sumber dan jangka waktu pendanaan yang dikaitkan dengan karakteristik dan rencana bisnis Bank. 2) Diversifikasi dilakukan berdasarkan counterparty, dana dengan atau tanpa jaminan (secured dan unsecured), jenis instrumen, jenis valuta, 37

54 dan lokasi geografis pasar sumber pendanaan. 3) Bank harus mengidentifikasi dan memantau faktor-faktor utama yang mempengaruhi kemampuannya untuk memperoleh dana, termasuk mengidentifikasi dan memantau alternatif sumber pendanaan yang dapat memperkuat kapasitasnya untuk bertahan pada kondisi krisis. Alternatif sumber pendanaan tersebut, antara lain: a) penerbitan instrumen hutang jangka pendek dan jangka panjang; b) transfer intragroup; c) penambahan modal baru; d) penjualan perusahaan anak/bisnis tertentu; e) sekuritisasi aset; f) repo aset likuid atau penjualan aset; g) penarikan fasilitas siaga (standby facility); h) fasilitas likuiditas lainnya. 4) Bank harus melakukan evaluasi terhadap strategi pendanaan secara berkala dengan memperhatikan perubahan internal maupun eksternal. 5) Untuk memastikan untuk Risiko Likuiditas yang efektif, Bank harus memelihara akses pasar, termasuk sumber likuiditas pada masing-masing valuta asing bagi Bank yang aktif melakukan transaksi pada berbagai valuta asing. 6) Pemeliharaan akses pasar sebagaimana dimaksud pada angka 5) dapat meliputi: a) memperluas pasar untuk penjualan aset atau meningkatkan jumlah fasilitas siaga dengan atau tanpa agunan (secured atau unsecured); b) berpartisipasi aktif pada pasar yang relevan dengan strategi pendanaan Bank; c) memelihara hubungan yang baik dengan penyedia dana sehingga dapat melakukan diversifikasi sumber dana dengan baik. 7) Bank harus memiliki analisis mengenai dampak gangguan pasar pada kondisi krisis, dan mempertimbangkannya dalam strategi pendanaan. 81 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.4.b Pengelolaan Posisi Likuiditas dan Risiko Likuiditas Harian 1) Pengelolaan secara aktif atas posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian bertujuan untuk memenuhi kewajiban setiap saat sepanjang hari (intrahari) secara tepat waktu baik pada kondisi normal maupun kondisi krisis dengan memprioritaskan kewajiban yang kritikal. 2) Dalam memenuhi tujuan tersebut, Bank harus menganalisis perubahan posisi likuiditas yang terjadi akibat pembayaran dan/atau penerimaan dana sepanjang hari. 3) Dalam mengelola posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian, Bank paling kurang harus memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal berikut: a) mengestimasi arus kas masuk dan keluar pada setiap waktu sepanjang hari dan memprediksi kebutuhan pendanaan yang mungkin terjadi pada setiap waktu sepanjang hari. Dalam melakukan estimasi tersebut, Bank harus: (1) memahami mekanisme sistem pembayaran dan sistem setelmen; (2) mengidentifikasi pihak lawan utama termasuk bank koresponden dan kustodian yang terkait dengan sumber arus kas masuk atau keluar; 38

55 (3) mengidentifikasi waktu dan kondisi dimana arus kas dan/atau kebutuhan pendanaan meningkat; dan (4) memahami bisnis yang mendasari arus kas dan/atau kebutuhan pendanaaan dari setiap unit bisnis maupun nasabah utama Bank. b) memantau posisi likuiditas intrahari sehingga dapat membantu Bank mengalokasikan likuiditas secara efisien di antara kebutuhan Bank dan kebutuhan nasabah Bank. c) mengupayakan pendanaan intrahari yang memadai untuk memenuhi kebutuhan intrahari. d) melakukan pengelolaan aset berkualitas tinggi yang dapat dijadikan agunan untuk memperoleh dana intrahari. 4) Dalam mengelola posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian, Bank harus menyusun proyeksi arus kas setiap hari baik dalam rupiah maupun valuta asing yang paling kurang mencakup proyeksi untuk jangka waktu satu minggu yang akan datang dan disajikan secara harian. Penyusunan proyeksi arus kas tersebut disusun oleh unit yang melakukan kegiatan treasuri. 82 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.4.c 83 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.4.d Pengelolaan Posisi Likuiditas dan Risiko Likuiditas Intragroup 1) Dalam pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas intragroup, Bank harus memperhitungkan dan menganalisis: a) kebutuhan pendanaan perusahaan dalam kelompok usaha Bank yang dapat mempengaruhi kondisi likuiditas Bank; dan b) kendala/hambatan untuk mengakses likuiditas intragroup. 2) Dalam hal Bank menyediakan dukungan likuiditas kepada perusahaan dalam kelompok usaha Bank, misalnya dalam bentuk garansi atau fasilitas pinjaman yang dapat ditarik sewaktu-waktu jika diperlukan, Bank harus memastikan bahwa dukungan likuiditas tersebut diperhitungkan dalam pengukuran Risiko Likuiditas. Pengelolaan Aset Likuid Berkualitas Tinggi 1) Bank harus memiliki aset likuid berkualitas tinggi dengan jumlah yang cukup dan komposisi yang disesuaikan dengan karakterisitik bisnis dan profil Risiko Likuiditas. 2) Bank harus mengelola aset sebagaimana dimaksud pada angka 1) untuk memenuhi kebutuhan likuiditas intrahari, jangka pendek, dan jangka panjang. 3) Bank harus melakukan evaluasi terhadap seluruh posisi aset sebagaimana dimaksud pada angka 1), termasuk aset yang telah diikat sebagai agunan dan aset yang tersedia untuk dijadikan agunan. 4) Bank harus memantau aset dan komposisi aset sebagaimana dimaksud pada angka 1), termasuk ketersediaan pasar aktif dan kemudahan penjualan/pengagunan serta waktu yang dibutuhkan untuk proses pengagunan. 5) Bank harus memiliki prosedur operasional untuk mengagunkan atau menyerahkan agunan kepada pihak lawan, bank koresponden, bank kustodian, dan/atau Bank Indonesia. 6) Dalam hal Bank telah mengagunkan aset likuid berkualitas tinggi yang dimiliki, Bank harus memantau level agunan yang telah diagunkan dan 39

56 memahami prosedur dan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh kembali agunan tersebut. 7) Bank harus mempertimbangkan potensi gangguan pada operasional dan likuiditas yang dapat meningkatkan kebutuhan tambahan agunan. 8) Bank yang melakukan transaksi derivatif harus mempertimbangkan potensi kebutuhan deposit/ collateral tambahan sebagai dampak perubahan posisi pasar atau perubahan pada credit rating atau posisi keuangan Bank. 84 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.4.e Rencana Pendanaan Darurat / Contingency Funding Plan (CFP) 1) Bank harus memiliki rencana pendanaan darurat / contingency funding plan (CFP) untuk menangani permasalahan likuiditas dalam berbagai kondisi krisis. 2) Rencana pendanaan darurat harus disesuaikan dengan tingkat profil Risiko, hasil stress test, kompleksitas usaha, cakupan bisnis dan struktur organisasi, serta peran Bank dalam sistem keuangan. 3) Rencana pendanaan darurat meliputi kebijakan, strategi, prosedur, dan rencana tindak (action plan) untuk memastikan kemampuan Bank memperoleh sumber pendanaan yang diperlukan secara tepat waktu dan dengan biaya yang wajar. 4) Rencana pendanaan darurat sebagaimana dimaksud pada angka 3) paling kurang mencakup: a) penetapan indikator dan/atau peristiwa yang digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya kondisi krisis; b) mekanisme pemantauan dan pelaporan internal Bank mengenai indikator sebagaimana dimaksud pada huruf a) secara berkala; c) strategi dalam menghadapi berbagai kondisi krisis dan prosedur pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan atas perubahan perilaku dan pola arus kas yang menyebabkan defisit arus kas; d) strategi untuk memperoleh dukungan pendanaan (back-up liquidity) dalam kondisi krisis dengan mempertimbangkan biaya serta dampaknya terhadap modal serta berbagai aspek penting lainnya yang antara lain mencakup: (1) sumber pendanaan utama, jumlah yang tersedia atau dapat diperoleh, dan waktu yang diperlukan untuk memperoleh dana tersebut; (2) kemungkinan ketersediaan back-up liquidity dan prakondisi penggunaan dana tersebut; (3) alternatif pendanaan lainnya pada saat back-up liquidity yang dimiliki tidak dapat digunakan. (4) dampak kondisi krisis di pasar pada kemampuan Bank untuk menjual, mengagunkan, dan/atau melakukan sekuritisasi aset; (5) kemampuan Bank untuk memperoleh fasilitas likuiditas lainnya; e) koordinasi manajerial (line of command) yang paling kurang mencakup: (1) penetapan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi terjadinya kondisi krisis; (2) pembentukan tim khusus (contingency crisis team) dan/atau penunjukan pihak yang bertanggung jawab sebagai koordinator dan pelaksana dalam pelaksanaan rencana pendanaan darurat; 40

57 (3) penetapan dan pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam pelaksanaan rencana pendanaan darurat sehingga setiap anggota memahami perannya dalam kondisi krisis; dan (4) penetapan strategi dan prosedur komunikasi baik kepada pihak internal yang meliputi komunikasi antar satuan kerja, maupun eksternal Bank termasuk pihak media dan nasabah dalam hal terdapat pemberitaan atau publikasi negatif; f) prosedur pelaporan internal untuk memastikan ketersediaan berbagai informasi yang diperlukan secara tepat waktu dalam rangka pengambilan keputusan oleh manajemen; dan g) prosedur untuk menetapkan prioritas hubungan dengan nasabah termasuk debitur, kreditur, dan pihak-pihak lawan dalam transaksi rekening administratif untuk mengatasi permasalahan likuiditas dalam kondisi krisis; 5) Rencana pendanaan darurat harus didokumentasikan, dievaluasi, dikinikan, dan diuji secara berkala untuk memastikan tingkat keandalan; 6) Pengujian rencana pendanaan darurat dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan Bank memperoleh dana dari pihak lawan yang ada atau dari pasar, dengan berbagai skenario. Pengujian rencana pendanaan darurat dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain: a) menguji kemampuan Bank untuk memperoleh likuiditas dalam jumlah yang memadai, tepat waktu dan dengan biaya yang wajar antara lain melalui penggunaan credit line secara berkala, menjual aset keuangan dan/atau melakukan transaksi repo atas aset keuangan tertentu, memperoleh pinjaman tanpa agunan dan/atau jaminan, dan memperoleh pinjaman yang bukan overnight. b) melakukan simulasi terhadap efektivitas jalur komunikasi, baik dilingkup internal maupun eksternal; c) menguji kemampuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan manajemen secara tepat waktu. 85 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.5.a 86 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.5.b Sistem Informasi Bank harus memiliki sistem informasi yang memadai dan andal untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian, serta pelaporan Risiko Likuiditas dalam kondisi normal dan kondisi krisis secara lengkap, akurat, kini, dan utuh. Sistem informasi harus dapat menyediakan informasi terkini dan tepat waktu mengenai Risiko Likuiditas kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan satuan kerja yang terkait dalam penerapan untuk Risiko Likuiditas. Sistem informasi harus dapat menyediakan informasi paling kurang mengenai: 1) arus kas dan profil maturitas dari aset, kewajiban, dan rekening administratif; 2) kepatuhan terhadap kebijakan, strategi, dan prosedur Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas termasuk limit dan rasio likuditas; 3) laporan profil Risiko dan trend likuiditas untuk kepentingan 41

58 manajemen secara tepat waktu; dan 4) informasi yang dapat digunakan untuk keperluan stress testing. 87 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.5.c 88 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.5d 89 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.C.5.e 90 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.D.1 91 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.D.2 92 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.D.3 93 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi II.D.4 Sistem informasi dan informasi yang dihasilkan dapat disesuaikan dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas bisnis Bank. Informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi meliputi antara lain: 1) posisi dan valuasi portofolio aset likuid berkualitas tinggi; 2) konsentrasi sumber pendanaan; 3) aset dan kewajiban serta tagihan dan kewajiban off balance sheet, yang bersifat tidak stabil (volatile); 4) proyeksi arus kas dan profil maturitas; 5) analisa arus kas dan ketersediaan akses pendanaan; 6) kepatuhan terhadap strategi dan limit yang telah ditetapkan; 7) kemampuan untuk meminjam atau melakukan penjualan aset pada berbagai pasar; 8) kapasitas penyedia standby facilities untuk memenuhi komitmen; 9) dampak dari penurunan kualitas aset, gangguan operasional, atau gangguan di pasar terhadap arus kas di masa datang dan kepercayaan pasar. Sistem informasi harus mendukung pelaksanaan pelaporan kepada Bank Indonesia. Sistem Pengendalian Intern Bank harus memiliki sistem pengendalian intern yang memadai untuk memastikan integritas, efektifitas, dan kewajaran dari proses Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. Bank harus melakukan evaluasi atas penerapan untuk Risiko Likuiditas. Evaluasi dimaksud meliputi: a. kepatuhan pada kebijakan dan prosedur pengelolaan likuiditas; b. kecukupan sistem dan prosedur untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko Likuiditas; c. efektivitas proses pelaksanaan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko Likuiditas secara berkala; d. integritas laporan sistem informasi. Kelemahan dan permasalahan yang teridentifikasi dalam evaluasi sebagaimana dimaksud pada Paragraf 91 harus dilaporkan kepada pihak yang bertanggung jawab dan ditindaklanjuti. Bank harus memastikan bahwa pihak yang melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada Paragraf 91 adalah pihak intern yang independen dan memiliki kompetensi yang memadai. 42

59 Pelaporan 94 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi IV.A Dalam rangka pemantauan likuiditas, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia: 1. Laporan Proyeksi Arus Kas dalam rangka pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian sebagaimana dimaksud pada Paragraf 81 ayat 4); dan 2. Laporan Profil Maturitas, baik dalam rupiah maupun valuta asing. 95 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi IV.B 96 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi IV.C 97 SE 11/16/DPNP 2009, Huruf D Angka Romawi IV 98 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi IV.E 99 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi IV.F Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada Paragraf 94 angka 1 mencakup data proyeksi arus kas selama 1 (satu) minggu berikutnya yang dipetakan secara harian. Laporan tersebut disampaikan secara mingguan yaitu setiap hari Jumat sesuai dengan format internal Bank. Contoh: Bank wajib menyampaikan Laporan Proyeksi Arus Kas pada hari Jumat tanggal 3 Juli 2009 yang mencakup proyeksi arus kas hari Senin tanggal 6 Juli 2009 sampai dengan hari Jumat tanggal 10 Juli Dalam hal hari Jumat jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. Format Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada Paragraf 95 mencakup paling kurang pos-pos neraca dan pos-pos rekening administratif yang memiliki transaksi yang signifikan sesuai dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas Bank serta harus dilakukan secara konsisten. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyesuaikan format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam hal Bank mengubah format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia, Bank wajib menginformasikan alasan perubahan tersebut kepada Bank Indonesia. Laporan Profil Maturitas sebagaimana dimaksud pada Paragraf 94 angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan dengan cakupan dan format sesuai Lampiran 7. Laporan tersebut disampaikan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Berkala Bank Umum. Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas disampaikan kepada Bank Indonesia secara on-line yaitu: 1. Laporan Proyeksi Arus Kas melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU); 2. Laporan Profil Maturitas melalui Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). Selama Laporan Proyeksi Arus Kas belum dapat disampaikan secara on-line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara off-line oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: 1. Direktorat Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 43

60 100 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi IV.G Selama format Laporan Profil Maturitas dalam LBBU belum sesuai dengan format pada Lampiran 7, Bank tetap wajib menyampaikan Laporan Profil Maturitas sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Berkala Bank Umum yang berlaku. 101 SE 11/16/DPNP 2009, Romawi IV.H 102 SE 11/16/DPNP 2009 Romawi V 103 SE 7/19/DPNP 2005 Romawi I Selain penyampaian laporan yang diwajibkan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 94, Bank Indonesia dalam kondisi tertentu dapat mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas diluar waktu yang ditetapkan dan/atau laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala. Contoh laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala adalah laporan proyeksi arus kas dalam rangka pengukuran Risiko sebagaimana dimaksud pada Paragraf 69 ayat 2 angka 1) dan laporan stress testing sebagaimana dimaksud pada Paragraf 69 ayat 2 angka 4). Sanksi 1. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi sesuai Peraturan tentang Penerapan bagi Bank Umum. 2. Pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban penyampaian laporan, selain dikenakan sanksi sesuai ayat 1, juga dikenakan sanksi sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum dan Laporan Berkala Bank Umum yang berlaku. Penerapan pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana Umum 1. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan Bank dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana maka disadari bahwa aktivitas tersebut selain memberikan manfaat juga berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi Bank diantaranya risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko hukum dan risiko reputasi. Sehubungan dengan itu, Bank perlu meningkatkan penerapan manajemen risiko secara efektif dengan melakukan prinsip kehati-hatian dan melindungi kepentingan nasabah. 2. Aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana meliputi Bank sebagai investor, Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan Bank sebagai Bank Kustodian. Aktivitas Bank sebagai investor merupakan aktivitas investasi Bank dalam Reksa Dana termasuk dalam hal Bank sebagai sponsor. Yang dimaksud dengan sponsor adalah aktivitas investasi Bank dalam Reksa Dana sebagai penempatan dana awal dengan jumlah dan jangka waktu sesuai ketentuan otoritas pasar modal. Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah aktivitas Bank dalam rangka mewakili perusahaan efek sebagai Manajer Investasi untuk menjual efek Reksa Dana yang dilaksanakan oleh pegawai Bank yang memiliki izin Wakil Agen Penjual Reksa Dana untuk menjual efek Reksa Dana. Aktivitas Bank sebagai Bank Kustodian Reksa Dana merupakan aktivitas Bank dalam melaksanakan penitipan kolektif, menyimpan dan mengadministrasikan kekayaan Reksa Dana, mengadministrasikan/ 44

61 mencatat mutasi unit penyertaan serta jasa lain termasuk menghitung Nilai Aktiva Bersih, menyelesaikan transaksi, menerima dividen, bunga dan hak-hak lain. 3. Bank yang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana wajib mematuhi ketentuan yang berlaku di bidang perbankan dan pasar modal. 4. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank yang bertindak sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib menerapkan transparansi informasi produk dengan menyediakan informasi baik secara tertulis maupun lisan. 104 SE 7/19/DPNP 2005, Romawi II.A SE 7/19/DPNP 2005, Romawi II.A SE 7/19/DPNP 2005, Romawi II.B.1 Penerapan Penerapan secara Umum Dalam rangka mendukung penerapan manajemen risiko yang efektif, halhal utama yang wajib dilakukan Bank adalah: 1. memastikan bahwa Manajer Investasi yang menjadi mitra dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana telah terdaftar dan memperoleh izin dari otoritas pasar modal sesuai ketentuan yang berlaku; 2. memastikan bahwa Reksa Dana yang bersangkutan telah memperoleh pernyataan efektif dari otoritas pasar modal sesuai ketentuan yang berlaku; 3. mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul atas aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana. Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian, Bank dilarang melakukan tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan Reksa Dana memiliki karakteristik seperti produk Bank misalnya tabungan atau deposito. Tindakan tindakan yang dilarang tersebut antara lain meliputi: 1. memberikan jaminan atas: 1) pelunasan (redemption) Reksa Dana; 2) kepastian besarnya imbal hasil Reksa Dana termasuk nilai aktiva bersih, baik secara langsung maupun tidak langsung; 2. membuat komitmen untuk membeli sewaktu-waktu (stand by buyer) aset yang mendasari Reksa Dana baik secara langsung maupun tidak langsung; 3. melakukan intervensi pengelolaan portofolio efek Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Penerapan untuk masing-masing Aktivitas Bank sebagai Investor Reksa Dana 1. Sesuai Peraturan tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Bank dilarang memiliki Aktiva Produktif dalam bentuk saham dan atau Surat Berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) yang berbentuk saham. Dengan demikian maka Bank dilarang melakukan investasi pada Reksa Dana dengan aset yang mendasari berbentuk saham. 45

62 2. Dalam melakukan investasi dalam Reksa Dana, Bank wajib memastikan bahwa investasi tersebut memenuhi ketentuan kehati-hatian yang berlaku antara lain: 1) memperhatikan kemampuan dan kondisi keuangan Bank serta kebijakan, strategi, dan pedoman investasi internal Bank; 2) pada saat pembelian, Reksa Dana yang bersangkutan memenuhi kriteria lancar sesuai ketentuan yang berlaku tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum; 3) tidak melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 4) diperhitungkan dalam kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar. 3. Dalam rangka memastikan kualitas Reksa Dana digolongkan lancar sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 angka 2),sebelum melakukan aktivitas sebagai investor, Bank wajib melakukan analisis yang memadai terhadap Reksa Dana dan Manajer Investasi yang meliputi: 1) kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; 2) kualitas Manajer Investasi dengan penekanan antara lain terhadap: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. 4. Bank wajib memantau eksposur risiko dari aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana secara berkala yakni dengan memantau perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana maupun melakukan penilaian terhadap Manajer Investasi sebagai berikut: 1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain meliputi: a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan prospektus; b) kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; c) pengelolaan likuiditas; d) prinsip keterbukaan kepada publik; e) penerapan prinsip kehati-hatian sesuai ketentuan otoritas pasar modal. 2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan penekanan antara lain hal-hal sebagai berikut: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. 107 SE 7/19/DPNP 2005, Romawi II.B.2 Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana 1. Bank hanya dapat melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana melalui pegawai Bank yang telah memperoleh izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana sesuai ketentuan yang berlaku. Pegawai Bank yang menjadi Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana tersebut harus mendapat penugasan secara khusus dari Bank yang bertindak untuk dan atas nama Bank. 2. Bank maupun pegawai Bank yang telah memperoleh izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana dilarang bertindak sebagai Sub Agen Penjual Efek Reksa Dana atau mengalihkan fungsi Agen Penjual Efek Reksa Dana kepada pihak lain. 46

63 3. Reksa Dana yang dapat dijual oleh Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah Reksa Dana yang sesuai dengan definisi dan kriteria yang diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Pasar Modal di Indonesia. 4. Aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib didasarkan pada suatu perjanjian tertulis yang menyatakan secara jelas fungsi, wewenang dan tanggung jawab Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana. Dalam menyusun perjanjian kerjasama tertulis, Bank wajib memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) kejelasan hak dan kewajiban masing masing pihak; 2) penetapan secara jelas jangka waktu perjanjian kerjasama; 3) penetapan klausula yang memuat kondisi batalnya perjanjian kerjasama termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian; 4) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir; 5) dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian memberikan konfirmasi atas investasi nasabah, perlu ditetapkan klausula mengenai kewajiban Agen Penjual Efek Reksa Dana untuk memberikan informasi data nasabah kepada Manajer Investasi maupun Bank Kustodian serta klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang bersangkutan. 5. Bank wajib melakukan pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana maupun melakukan penilaian terhadap Manajer Investasi sebagai berikut: 1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain meliputi: a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan prospektus; b) pengelolaan likuiditas. 2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan penekanan antara lain hal-hal sebagai berikut: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. 6. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank wajib: 1) melakukan analisis dalam memilih Reksa Dana yang akan ditawarkan antara lain dengan mempertimbangkan kinerja, reputasi dan keahlian Manajer Investasi serta karakteristik Reksa Dana seperti reputasi pihak yang bertindak sebagai sponsor Reksa Dana, kebijakan investasi, komposisi, diversifikasi dan kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; 2) memberikan informasi yang transparan kepada nasabah sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. 7. Dalam memberikan informasi yang transparan kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 angka 2), Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas 47

64 serta menyampaikannya kepada nasabah secara tertulis dan atau lisan, antara lain: 1) Reksa Dana merupakan produk pasar modal dan bukan produk Bank serta Bank tidak bertanggung jawab atas segala tuntutan dan risiko atas pengelolaan portofolio Reksa Dana; 2) investasi pada Reksa Dana bukan merupakan bagian dari simpanan pihak ketiga pada Bank dan tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan Pemerintah atau penjaminan simpanan; 3) informasi mengenai Manajer Investasi yang mengelola Reksa Dana; 4) informasi mengenai Bank Kustodian serta penjelasan bahwa konfirmasi atas investasi nasabah akan diterbitkan oleh Bank Kustodian tersebut; 5) jenis Reksa Dana dan risiko yang melekat pada produk Reksa Dana termasuk kemungkinan kerugian nilai investasi yang akan diderita oleh nasabah akibat berfluktuasinya Nilai Aktiva Bersih sesuai kondisi pasar dan kualitas aset yang mendasari; 6) kebijakan investasi serta komposisi portofolio; 7) biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan investasi pada Reksa Dana. 8. Pada setiap dokumen terkait dengan Reksa Dana yang dibuat oleh Bank, wajib dicantumkan secara jelas dan mudah dibaca kalimat: 1) Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana ; 2) Reksa Dana adalah produk pasar modal dan bukan merupakan produk Bank sehingga tidak dijamin oleh Bank serta tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan Pemerintah atau penjaminan simpanan. 9. Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dilarang menerbitkan konfirmasi atas investasi yang dilakukan oleh nasabah. 10. Dalam aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini Bank wajib menetapkan kebijakan dan prosedur penerapan prinsip mengenal nasabah bagi nasabah pembeli Reksa Dana yang mencakup: 1) penerimaan nasabah termasuk verifikasi yang lebih ketat (enhanced due diligence) untuk high risk customer; 2) identifikasi nasabah; 3) pemantauan transaksi nasabah; 4) identifikasi dan pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan. 108 SE 7/19/DPNP 2005, Romawi II.B.3 Bank sebagai Bank Kustodian 1. Aktivitas sebagai Bank Kustodian wajib didasarkan pada suatu perjanjian tertulis. Dalam menyusun perjanjian kerjasama tertulis, Bank wajib memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: 48

65 1) kejelasan hak dan kewajiban masing masing pihak; 2) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir; 3) dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian memberikan konfirmasi atas investasi nasabah, perlu ditetapkan klausula mengenai hak Bank Kustodian untuk memperoleh data nasabah dari Manajer Investasi maupun Agen Penjual Efek Reksa Dana serta klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang bersangkutan. 2. Sesuai ketentuan otoritas pasar modal, Bank Kustodian dilarang terafiliasi dengan Manajer Investasi. 3. Bank wajib mengadministrasikan dan mencatat efek yang dititipkan secara tersendiri dan terpisah dari aset dan kewajiban Bank. 4. Dalam menerbitkan konfirmasi atas investasi nasabah, Bank sebagai Bank Kustodian dilarang mendelegasikan kewajibannya kepada pihak lain termasuk kepada Agen Penjual Efek Reksa Dana. 5. Dalam melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian, Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. 6. Dalam hal Bank yang melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian juga melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, maka Bank wajib memastikan antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) mempunyai dan menerapkan sistem pengendalian intern secara efektif, termasuk adanya prinsip pemisahan fungsi (segregation of duties) antara lain pejabat dan pegawai Bank yang berfungsi sebagai Bank Kustodian berada pada unit kerja yang terpisah dari unit kerja yang berfungsi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana; 2) memastikan adanya verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan-kelemahan yang bersifat material pada aktivitas sebagai Bank Kustodian dan Agen Penjual Efek Reksa Dana serta terdapat tindakan untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi; 3) menghindari pemberian wewenang dan tanggung jawab yang dapat menimbulkan berbagai benturan kepentingan (conflict of interest); 4) pihak yang menandatangani atau mengesahkan konfirmasi atas investasi nasabah adalah hanya dari unit kerja Bank Kustodian. Dalam hal ini Bank wajib menunjuk dan menetapkan pejabat dan atau pegawai yang berwenang melakukan hal tersebut. 109 SE 11/36/DPNP 2009, Romawi IV.A Rencana dan Pelaporan Bank yang pertama kali akan melaksanakan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian 1. Bank wajib mencantumkan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian dalam Rencana Bisnis Bank untuk tahun yang sama dengan rencana pelaksanaan aktivitas tersebut. Kewajiban menyusun Rencana Bisnis Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai rencana bisnis Bank Umum. Format pencantuman rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian dalam 49

66 Rencana Bisnis Bank mengacu pada Lampiran Bank yang telah memenuhi ketentuan pada ayat 1, wajib menyampaikan laporan pelaksanaan aktivitas baru kepada Bank Indonesia yang terdiri dari: a. Laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian; dan b. Laporan realisasi pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian. 3. Penyampaian laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a dilakukan sebagai berikut: a. Untuk aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana terdiri dari 2 (dua) laporan, yaitu: 1) Laporan Rencana Menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana a) Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana. b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a), paling kurang memuat hal-hal terkait dengan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagai berikut: (1) informasi umum yang antara lain memuat tujuan, gambaran potensial nasabah, analisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/SWOT); (2) analisa manfaat dan biaya (cost and benefits analysis); (3) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure/sop), organisasi dan kewenangan pelaksanaan dengan memperhatikan pengaturan penerapan pada Paragraf 107. (4) kesiapan sumber daya manusia paling kurang mengacu pada persyaratan pada Paragraf 107 ayat 1; (5) kesiapan Bank terkait sistem informasi; (6) rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT) dengan mengacu pada pengaturan Paragraf 107 ayat 10; (7) hasil analisa aspek hukum dan aspek kepatuhan; (8) penilaian Bank atas kesiapan sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana; dan (9) Surat Tanda Terdaftar sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). Dalam hal Surat Tanda Terdaftar belum diterbitkan, maka Bank dapat menyampaikan kepada Bank Indonesia fotokopi bukti permohonan pendaftaran sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana kepada BAPEPAM-LK. 50

67 Selanjutnya, setelah BAPEPAM-LK menerbitkan Surat Tanda Terdaftar sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, maka Bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia sebagai kelengkapan dokumen. c) Format Laporan Rencana Menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana mengacu pada Lampiran 11. d) Bank Indonesia menyampaikan surat penegasan terhadap rencana menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. 2) Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana a) Laporan wajib disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari sebelum pelaksanaan penjualan efek Reksa Dana. b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a), paling kurang memuat hal-hal terkait dengan rencana penjualan efek Reksa Dana sebagai berikut: (1) informasi umum terkait efek Reksa Dana paling kurang meliputi: jenis, bentuk Reksa Dana, dan komposisi underlying asset, serta prospektus; (2) penilaian terhadap manajer investasi mengacu pada Paragraf 104 ayat 1 dan Paragraf 107 ayat 5 angka 2); (3) dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah yang meliputi antara lain: brosur, leaflet, dan/atau formulir aplikasi dengan mengacu pada Paragraf 107 ayat 6 angka 2), ayat 7, dan ayat 8; (4) yang meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap Risiko yang melekat atas aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana; (5) dokumen yang terkait dengan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana antara lain draft final perjanjian antara Bank dengan pihak-pihak yang terkait dengan penjualan efek Reksa Dana dengan mengacu pada Paragraf 107 ayat 4; (6) Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana yang dikeluarkan oleh BAPEPAM-LK. Dalam hal Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana belum diterbitkan, maka Bank dapat menyampaikan kepada Bank Indonesia fotokopi bukti permohonan Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana kepada BAPEPAM-LK. Selanjutnya, setelah BAPEPAM- LK menerbitkan Surat Efektif Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana, maka Bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia sebagai kelengkapan dokumen. c) Format Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana mengacu pada Lampiran 12. d) Bank Indonesia menyampaikan surat penegasan terhadap rencana penjualan efek Reksa Dana setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima 51

68 secara lengkap oleh Bank Indonesia. Surat penegasan Bank Indonesia tersebut merupakan penegasan bahwa dari aspek, Bank dinilai mampu untuk menerapkan yang memadai atas aktivitas penjualan efek Reksa Dana. e) Setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia terhadap rencana menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 109 ayat 3 huruf a.1).d) dan mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia terhadap rencana penjualan efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 109 ayat 3 huruf a.2).d), Bank dapat melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana. b. Untuk aktivitas sebagai Bank Kustodian, penyampaian laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagai Bank Kustodian dilakukan sebagai berikut: (1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum pelaksanaan aktivitas. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1), paling kurang memuat informasi dan penjelasan dalam rangka pelaporan produk atau aktivitas baru sesuai peraturan mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. 110 SE 11/36/DPNP 2009, Romawi IV.B Bank yang sudah pernah melaksanakan aktivitas dan terdaftar atau memperoleh izin sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian Untuk aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana a. Bank wajib memenuhi ketentuan yang terkait dengan Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana apabila penerbitan Reksa Dana memerlukan Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana dilakukan sebagai berikut: 1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari sebelum pelaksanaan penjualan efek Reksa Dana 2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1), paling kurang memuat hal-hal terkait dengan rencana penjualan efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 109 ayat 3 huruf a.2).b) 3) Format Laporan Rencana Penjualan Efek Reksa Dana mengacu pada Lampiran 12. c. Persyaratan pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana mengacu pada pengaturan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 109 ayat 3 huruf a.2).d) dan huruf a.2).e) Untuk aktivitas sebagai Bank Kustodian Perubahan atau pengembangan terhadap aktivitas Bank sebagai kustodian tidak termasuk dalam kriteria aktivitas baru, sehingga pengembangan aktivitas sebagai Bank Kustodian oleh Bank yang sudah pernah melakukan aktivitas tersebut tidak terkena kewajiban pelaporan rencana pelaksanaan aktivitas baru. 52

69 Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana atau Bank Kustodian 111 SE 11/36/DPNP 2009, Romawi IV.C 1. Laporan wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah aktivitas baru tersebut direalisasikan pelaksanaannya. 2. Yang dimaksud dengan tanggal realisasi adalah tanggal sejak aktivitas tersebut mulai ditawarkan oleh Bank dan sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. 3. Laporan realisasi pelaksanaan aktivitas baru paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: a) jenis dan tanggal realisasi aktivitas baru oleh Bank; dan b) kesesuaian realisasi aktivitas baru dengan laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru yang telah disampaikan. 112 SE 11/36/DPNP 2009, Romawi IV.D 113 SE 11/36/DPNP 2009, Romawi IV.E Laporan Berkala terkait Pelaksanaan Aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan/atau Bank Kustodian 1. Bank yang telah melaksanakan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan/atau Bank Kustodian wajib menyusun laporan berkala terkait pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana secara bulanan. 2. Laporan berkala terkait pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia secara berkala setiap triwulan yang meliputi posisi setiap akhir bulan untuk periode 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan menggunakan format Lampiran 13 paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah akhir bulan ke 3 (tiga) dari triwulan yang bersangkutan. Untuk pertama kali laporan tersebut disampaikan untuk posisi akhir bulan Maret Dalam hal tanggal 15 (lima belas) adalah hari libur maka laporan disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah hari libur dimaksud. 3. Laporan berkala terkait pelaksanaan aktivitas sebagai Bank Kustodian mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum. Alamat Penyampaian Laporan 1. Laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 109, Paragraf 110, serta laporan realisasi pelaksanaan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 111 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 2. Laporan Berkala terkait Pelaksanaan Aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana a. Laporan berkala terkait pelaksanaan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada Paragraf 112 disampaikan secara on-line melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). 53

70 b. Selama format Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a belum dapat disampaikan secara on-line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara off-line oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: 1) Direktorat Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan c.q. Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta SE 7/19/DPNP 2005, Romawi V 115 SE 11/36/DPNP 2009, Romawi VI SE 11/36/DPNP 2009, Romawi VI.2 Lain-Lain 1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, maka Bank yang telah melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana wajib melakukan evaluasi dan audit terhadap aktivitas tersebut atas pemenuhan penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada Paragraf 104, Paragraf 105, Paragraf 106, Paragraf 107 dan Paragraf Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap efektifitas dan kesesuaian penerapan manajemen risiko khususnya untuk aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang dilakukan Bank. 3. Dalam hal Bank memasarkan Reksa Dana yang diterbitkan oleh Manajer Investasi yang merupakan anak perusahaan, Bank wajib pula menerapkan manajemen risiko secara efektif dengan mengacu kepada ketentuan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal. Sanksi Pelanggaran atas penerapan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 104, Paragraf 105, Paragraf 106, Paragraf 107 dan Paragraf 108 dapat dikenakan sanksi administratif antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan Bank; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau e. pemberhentian pengurus Bank. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 109 ayat 3, Paragraf 110 huruf b, Paragraf 111 ayat 1 dan Paragraf 113 ayat 2 huruf b dikenakan sanksi sebagaimana dalam Peraturan tentang Penerapan bagi Bank Umum. 54

71 pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) Umum 117 SE 12/35/DPNP 2010 Romawi I 1. Yang dimaksud dengan aktivitas kerjasama pemasaran antara Bank dengan perusahaan asuransi yang selanjutnya disebut bancassurance dalam ketentuan ini adalah aktivitas kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank. Aktivitas kerjasama ini diklasifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis sebagai berikut: a. Referensi Referensi merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi kepada nasabah. Peran Bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk menawarkan produk asuransi kepada nasabah. Aktivitas ini dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Referensi dalam Rangka Produk Bank Bank mereferensikan atau merekomendasikan produk asuransi yang menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Persyaratan keberadaan produk asuransi tersebut dimaksudkan untuk kepentingan dan perlindungan kepada Bank atas Risiko terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh Bank kepada nasabah. Dalam hal ini, pada hakikatnya produk asuransi juga untuk melindungi debitur sebagai pihak tertanggung meskipun dalam polis dicantumkan banker s clause karena Bank sebagai penerima manfaat. Contoh produk Bank yang mempersyaratkan keberadaan asuransi adalah: a) Kredit pemilikan rumah yang disertai kewajiban asuransi kebakaran terhadap rumah atau bangunan yang dibiayai oleh Bank serta asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). b) Kredit kendaraan bermotor yang disertai kewajiban asuransi kerugian terhadap kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. c) Kredit kepada pegawai/pensiunan yang disertai kewajiban asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). 2) Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank Bank mereferensikan produk asuransi yang tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Aktivitas kerjasama pemasaran ini dapat dilakukan melalui: a) Bank meneruskan brosur, leaflet, dan/atau hal-hal sejenis yang memuat penawaran, informasi, dan/atau penjelasan dari perusahaan asuransi mitra Bank atas suatu produk asuransi kepada nasabah Bank, baik secara tatap muka 55

72 maupun melalui surat dan media elektronik, termasuk menggunakan website Bank. Dalam hal nasabah memerlukan informasi lebih lanjut atau bermaksud membeli produk asuransi yang direferensikan melalui pemasaran tersebut, maka Bank harus mengarahkan nasabah ke perusahaan asuransi mitra Bank yang bersangkutan. b) Bank menyediakan ruangan di dalam lingkungan kantor Bank yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi (in-branch sales) kepada nasabah. c) Bank menyediakan data nasabah yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi dengan mematuhi prinsipprinsip sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 121. b. Kerjasama Distribusi Kerjasama distribusi merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai produk asuransi tersebut secara langsung kepada nasabah. Penjelasan dari Bank dapat dilakukan melalui tatap muka dengan nasabah dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan website Bank. Peran Bank tidak hanya sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah, tetapi Bank juga memberikan penjelasan secara langsung yang terkait dengan produk asuransi seperti karakteristik, manfaat, dan Risiko dari produk yang dipasarkan dan meneruskan minat atau permintaan pembelian produk asuransi dari nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank. c. Integrasi Produk Integrasi produk merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan memasarkan produk asuransi kepada nasabah dengan cara melakukan modifikasi dan/atau menggabungkan produk asuransi dengan produk Bank. Aktivitas kerjasama pemasaran ini dilakukan oleh Bank dengan cara menawarkan atau menjual bundled product kepada nasabah melalui tatap muka dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan website Bank. Dengan demikian, peran Bank tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk asuransi kepada perusahaan asuransi mitra Bank. 2. Bank yang melakukan bancassurance harus mematuhi ketentuan terkait yang berlaku di bidang perbankan dan perasuransian, antara lain ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan manajemen risiko, rahasia bank, transparansi informasi produk, dan ketentuan otoritas 56

73 pengawas perasuransian terutama yang terkait dengan bancassurance. 3. Dalam melakukan bancassurance, Bank dilarang menanggung atau turut menanggung Risiko yang timbul dari produk asuransi yang ditawarkan. Segala Risiko dari produk asuransi tersebut menjadi tanggungan perusahaan asuransi mitra Bank. 4. Bank yang melakukan bancassurance hanya dibolehkan memasarkan produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. 5. Produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama adalah produk yang telah tercatat di Bapepam dan LK, serta telah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan untuk dipasarkan melalui bancassurance. 118 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi II.A 119 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi II.B.1 Penerapan dalam Rangka Bancassurance Umum 1. Bank yang melakukan bancassurance wajib menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mengingat Bank menghadapi berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Hukum dan Risiko Reputasi. 2. Bank wajib menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis mengenai bancassurance dengan berpedoman pada ketentuan Penerapan Bagi Bank Umum. Penerapan dalam Beberapa Aspek Utama pada Bancassurance Penetapan Perusahaan Asuransi yang Menjadi Mitra Bank Bank wajib melakukan penilaian terhadap perusahaan asuransi yang menjadi mitra Bank dalam bancassurance dengan memenuhi paling kurang hal-hal sebagai berikut: 1. Perusahaan asuransi yang dapat dijadikan mitra Bank adalah perusahaan asuransi yang memiliki tingkat solvabilitas paling kurang sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan data terkini dari Bapepam dan LK. 2. Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank telah memperoleh surat persetujuan dari Menteri Keuangan untuk melakukan bancassurance. 3. Bank wajib memantau, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank secara berkala paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi perubahan kondisi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank yang diketahui melalui berbagai sumber informasi. 4. Bank wajib mengakhiri kerjasama sebelum berakhirnya perjanjian atau tidak memperpanjang kerjasama apabila: 1) perusahaan asuransi mitra Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1; dan/atau 2) menurunnya reputasi perusahaan asuransi mitra Bank yang secara signifikan akan mempengaruhi profil Risiko Bank. 5. Dalam hal Bank mengakhiri kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat 4, Bank wajib: 57

74 1) menghentikan pemasaran produk asuransi yang dimuat dalam perjanjian kerjasama dimaksud; dan 2) menginformasikan kelanjutan penyelesaian hak dan kewajiban nasabah sehubungan dengan produk asuransi yang telah dipasarkan. 6. Dalam hal produk asuransi yang dipasarkan terkait dengan unit link, Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) telah memenuhi persyaratan terkait unit link sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; 2) mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi mitra Bank yang bersumber dari investasi produk unit link; dan 3) melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan agar dana investasi yang dipercayakan oleh nasabah dikelola secara optimal, profesional, dan independen. 120 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi II.B.2 Penyusunan Perjanjian Kerjasama Perjanjian kerjasama dalam rangka bancassurance antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank, wajib disusun dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak (Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank), terutama adanya klausula yang menyatakan tanggung jawab masing-masing pihak dalam melakukan bancassurance, antara lain sebagai berikut: 1) Untuk model bisnis Referensi dan/atau Kerjasama Distribusi, Bank tidak menanggung Risiko atas produk asuransi yang dijual. 2) Untuk model bisnis Integrasi Produk, Bank hanya bertanggung jawab sebatas Risiko dari produk Bank. 2. Klausula khusus terkait dengan model bisnis dan/atau fitur khusus produk asuransi untuk model bisnis Kerjasama Distribusi terkait produk unit link, yaitu antara lain perusahaan asuransi mitra Bank harus mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi yang bersumber dari investasi produk unit link. 3. Setiap perjanjian bancassurance hanya dapat memuat secara spesifik 1 (satu) model bisnis untuk 1 (satu) produk asuransi atau 1 (satu) bundled product yang dipasarkan. 4. Jangka waktu perjanjian. 5. Kejelasan tanggung jawab masing-masing pihak yaitu Bank atau perusahaan asuransi mitra Bank dalam melaksanakan kewajiban customer due diligence (CDD) atau know your customer (KYC). 6. Penetapan klausula yang memuat kondisi yang menyebabkan berakhirnya perjanjian kerjasama, termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 119 ayat 4 atau atas perintah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 122 ayat Kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak (Bank 58

75 atau perusahaan asuransi mitra Bank), termasuk kewajiban kepada pihak tertanggung dan/atau pihak penerima manfaat, apabila perjanjian kerjasama berakhir, baik karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerjasama maupun karena dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat Kejelasan batas tanggung jawab Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank pada setiap produk yang dipasarkan apabila terjadi perselisihan dengan nasabah. 9. Kewajiban para pihak untuk menjaga kerahasiaan data nasabah. 121 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi II.B SE 12/35/DPNP 2010, Romawi II.B.4 Penggunaan Data Nasabah 1. Dalam menggunakan data nasabah, Bank harus memenuhi ketentuan: 1) mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank. 2) Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. Berdasarkan ketentuan di atas, dalam bancassurance, Bank hanya dapat memberikan data pribadi nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank sepanjang telah terdapat persetujuan tertulis dari nasabah. 2. Dalam melakukan bancasssurance, Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank wajib menerapkan customer due dilligence atau know your customer principle sesuai ketentuan yang berlaku. Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah 1. Dalam melakukan bancassurance, Bank wajib menerapkan prinsipprinsip transparansi dengan menjelaskan secara lisan dan tertulis kepada nasabah antara lain sebagai berikut: 1) Asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk dan tanggung jawab Bank serta tidak termasuk dalam cakupan program penjaminan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundangundangan mengenai lembaga penjamin simpanan, meskipun terdapat logo dan/atau atribut Bank dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk. 2) Penggunaan logo dan/atau atribut Bank lainnya dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya bertujuan untuk menunjukkan adanya kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. 3) Karakteristik asuransi mencakup antara lain fitur, Risiko, manfaat, biaya-biaya asuransi, persyaratan kepesertaan, dan prosedur klaim oleh nasabah. 2. Bank harus memastikan bahwa logo dan atribut Bank tidak dicantumkan dalam polis asuransi. 3. Untuk asuransi yang bersifat kolektif, setiap nasabah harus memperoleh tanda kepesertaan. Dalam hal Bank yang menerbitkan tanda kepesertaan, maka tanda kepesertaan tersebut harus menyatakan secara jelas bahwa Risiko asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan 59

76 asuransi. 4. Bank harus transparan kepada nasabah mengenai biaya-biaya yang harus dibayar, termasuk apabila dalam premi asuransi yang harus dibayar terdapat perhitungan komponen biaya lain seperti biaya provisi, biaya administrasi, dan/atau komisi yang diberikan perusahaan asuransi mitra Bank kepada Bank dalam rangka bancassurance. 5. Khusus untuk bancassurance melalui model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk: 1) Bank harus memastikan bahwa nasabah telah memahami penjelasan mengenai manfaat dan Risiko produk baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis sebagaimana tercantum dalam dokumen pemasaran/ penawaran. 2) Pernyataan nasabah bahwa nasabah telah memahami manfaat dan Risiko produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus dituangkan dalam dokumen tertulis yang terpisah, dibuat dalam bahasa Indonesia, dan ditandatangani oleh nasabah dengan menggunakan tanda tangan basah. 3) Bank harus memastikan bahwa pihak nasabah yang menandatangani dokumen tertulis merupakan pihak yang berwenang menandatangani. 6. Bank harus memastikan bahwa produk asuransi yang dipasarkan telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perasuransian antara lain: 1) kriteria produk dan/atau persyaratan produk; dan 2) kewajiban pelaporan produk. 7. Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan bancassurance dalam hal berdasarkan evaluasi Bank Indonesia, bancassurance yang dilaksanakan: 1) tidak sesuai dengan rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance yang dilaporkan kepada Bank Indonesia dan/atau persetujuan bancassurance dari Menteri Keuangan dan/atau pencatatan produk asuransi dari Bapepam dan LK; 2) berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja Bank; dan/atau 3) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 8. Sejak Bank diperintahkan menghentikan bancassurance sebagaimana dimaksud pada ayat 7, maka Bank: 1) dilarang melanjutkan pemasaran atas produk bancassurance dimaksud; dan 2) bertanggung jawab kepada nasabah sebatas kewajiban Bank sesuai perjanjian antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. 123 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi II.C.1 Penerapan pada Setiap Model Bisnis Bancassurance Referensi Selain penerapan dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 119 sampai dengan 122, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Referensi sebagai berikut: 1. Dalam melakukan model bisnis berupa Referensi dalam Rangka Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 117 ayat 1 huruf a angka 1): 60

77 1) Untuk mengakomodasi kebebasan nasabah Bank dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan, Bank harus menawarkan pilihan produk asuransi dimaksud paling kurang dari 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra Bank yang 1 (satu) diantaranya dapat merupakan Pihak Terkait Bank. Definisi Pihak Terkait mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit. 2) Produk asuransi yang direferensikan terbatas hanya merupakan produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindungan dan produk asuransi tersebut merupakan persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan bagi nasabah. 2. Dalam melakukan model bisnis berupa Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 117 ayat 1 huruf a angka 2) yang dilakukan antara lain melalui in-branch sales sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 117 ayat 1 huruf a angka 2)b), perusahaan asuransi mitra Bank yang menggunakan ruangan/counter/meja yang disediakan Bank harus tetap menunjukkan nama perusahaan asuransi mitra Bank secara jelas pada ruangan/counter/meja yang digunakan. Selain itu, pegawai asuransi yang melakukan pemasaran pada ruangan/counter/meja tersebut harus tetap menggunakan identitas pegawai perusahaan asuransi mitra Bank dan tidak diperkenankan memakai seragam yang sama dengan pegawai Bank. 124 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi II.C.2 Kerjasama Distribusi Selain penerapan dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 119 sampai dengan 122, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Kerjasama Distribusi sebagai berikut: 1. Bank harus memiliki unit kerja khusus bancassurance atau pejabat yang ditunjuk khusus untuk bertanggungjawab atas bancassurance di Bank, dengan cakupan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan bancassurance. 2. Pegawai Bank yang menangani bancassurance wajib memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara lain: 1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai produk asuransi yang akan dipasarkan. 3. Pegawai marketing atau customer service Bank dapat melakukan penawaran awal produk asuransi dalam bancassurance namun penjelasan lengkap atas produk asuransi tersebut dan tindak lanjut penawaran harus dilakukan oleh Pegawai Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat Bank bertanggung jawab hanya sampai dengan penawaran produk asuransi, sedangkan proses underwriting, penerbitan polis, perubahan polis, klaim, dan perbuatan lain yang terkait dengan produk asuransi tetap harus dilaksanakan dan merupakan tanggung jawab dari perusahaan asuransi mitra Bank. 5. Bank hanya diperkenankan melakukan Kerjasama Distribusi terkait dengan: 1) produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindungan; dan/atau 61

78 2) produk unit link. 6. Bank yang melakukan Kerjasama Distribusi produk unit link sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 angka 2) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) memiliki unit kerja khusus bancassurance; 2) mencantumkan klausula dalam perjanjian kerjasama yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank bertanggung jawab secara penuh atas pengelolaan dana investasi produk unit link tersebut; 3) menyatakan secara jelas bahwa pengelolaan dana investasi produk unit link dilakukan dan merupakan tanggung jawab perusahaan asuransi dalam dokumen yang memberikan penjelasan manfaat dan Risiko produk unit link sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 123 ayat 5 angka 1); 4) Produk yang dipasarkan terbatas pada produk unit link yang memiliki strategi investasi pasar uang dan/atau strategi investasi pendapatan tetap sesuai ketentuan mengenai produk unit link yang diatur oleh otoritas pengawas perasuransian. 5) Selain memiliki kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, pegawai Bank yang menangani produk unit link wajib memiliki keahlian dan sertifikasi keagenan khusus produk unit link. 6) Kegiatan pemasaran produk unit link harus dilakukan oleh pegawai Bank. 7. Bank wajib menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang melakukan bancassurance. 125 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi II.C.3 Integrasi Produk Selain penerapan dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 119 sampai dengan 122, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Integrasi Produk sebagai berikut: 1. Budled Product yang dipasarkan tetap harus dapat dipisahkan atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian produk yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank sehingga Risiko masingmasing dapat diidentifikasi, diukur, dipantau dan dikendalikan. 2. Bank hanya diperkenankan melakukan Integrasi Produk terkait dengan produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindngan. 3. Dalam hal pemasaran dilakukan menggunakan sarana komunikasi seperti melalui surat, media elektronik, dan website Bank, maka sara tersebut hanya sebagai media pengenalan awal mengenai bundled product dan proses selanjutnya tetap harus melalui tatap muka dengan nasabah untuk penjelasan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat Bank wajib menjelaskan kepada nasabah secara lisan dan tertulis atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank, serta hak dan kewajiban Bank, perusahaan asuransi mitra Bank, dan nasabah. 5. Nasabah secara individual harus mendapatkan polis asuransi atau tanda bukti kepesertaan dalam hal nasabah diikutsertakan dalam produk asuransi kolektif sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 122 ayat 3. 62

79 6. Bank wajib membentuk unit kerja khusus bancassurance dengan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan bundled product. Dalam hal Bank melakukan bancassurance dengan model bisnis lainnya, maka unit kerja ini juga sekaligus menangani bancassurance dalam bentuk model bisnis lainnya tersebut. 7. Pejabat dan/atau pegawai yang tergabung dalam unit kerja khusus bancassurance wajib memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara lain: 1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai asuransi yang akan dipasarkan. 8. Bank hanya diperkenankan mulai melakukan pemasaran, apabila perusahaan asuransi mitra Bank telah memperoleh persetujuan bancassurance dengan model bisnis Integrasi Produk dari Menteri Keuangan dan/atau pencatatan bundled product dari Bapepam dan LK. 9. Masa pertanggungan asuransi paling kurang harus sama dengan jangka waktu produk yang dibeli oleh nasabah. 10. Bank wajib menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang melakukan bancassurance. 11. Nama produk yang merupakan bundled product harus mencerminkan bahwa produk tersebut merupakan gabungan produk Bank dan produk asuransi. 126 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.A SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.A SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.A.3 Pelaporan Laporan Aktivitas Baru Bancassurance Bank yang pertama kali melakukan bancassurance wajib mencantumkan rencana bancassurance sebagai aktivitas baru dalam Rencana Bisnis Bank tahun yang sama dengan tahun rencana pelaksanaan aktivitas. Kewajiban menyusun Rencana Bisnis Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai rencana bisnis bank umum. Format pencantuman laporan aktivitas baru berupa bancassurance dalam Rencana Bisnis Bank mengacu pada Lampiran 14. Bank yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 126 atau sebelumnya telah melakukan bancassurance, wajib menyampaikan laporan untuk setiap pelaksanaan bancassurance yang telah memenuhi kriteria aktivitas baru kepada Bank Indonesia yang terdiri dari: 1. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance; dan 2. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance. Aktivitas berupa bancassurance ditetapkan sebagai aktivitas baru apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Bank sebelumnya tidak pernah melakukan bancassurance; atau 2. Bank sebelumnya telah melakukan bancassurance namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan Risiko tertentu bagi Bank terkait dengan bancassurance yang dilakukan, antara lain: perubahan model bisnis, perubahan perusahaan asuransi mitra, perubahan premi, perubahan manfaat, perubahan jangka waktu, 63

80 perubahan nama produk, perubahan syarat, dan perubahan lainnya, yang memerlukan persetujuan dari Menteri Keuangan dan/atau pelaporan kepada Bapepam dan LK terkait dengan produk asuransi yang ditawarkan. 129 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.A.4 Penyampaian Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa bancassurance sebagaimana dimaksud pada Paragraf 127 angka 1 dilakukan sebagai berikut: 1. Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan format pada Lampiran 15, paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: 1) informasi umum yang antara lain memuat tujuan, gambaran potensial nasabah, analisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/ SWOT) bancassurance, produk asuransi yang dipasarkan serta model bisnis yang akan dilaksanakan; 2) penilaian dan analisa solvabilitas serta perizinan perusahaan asuransi mitra Bank; 3) analisa manfaat dan biaya (cost and benefit analysis); 4) yang meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap Risiko yang melekat atas aktivitas berupa bancassurance; 5) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure/sop), organisasi dan kewenangan pelaksanaan bancassurance dengan memperhatikan pengaturan mengenai penerapan manajemen risiko; 6) kesiapan unit kerja khusus bancassurance dan/atau pejabat yang bertanggung jawab atas bancassurance serta kesiapan sumber daya manusia pemasaran bancassurance; 7) hasil analisa aspek hukum dan aspek kepatuhan mengenai bancassurance; 8) kesiapan sistem informasi Bank terkait bancassurance; 9) kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT); 10) dokumen yang terkait dengan aktivitas berupa bancassurance antara lain konsep perjanjian kerjasama dengan perusahaan asuransi mitra Bank; 11) dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah yang meliputi antara lain brosur, leaflet, dan/atau formulir aplikasi; dan 12) surat persetujuan kerjasama bancassurance dari Menteri Keuangan dan surat pernyataan pencatatan produk asuransi dari Bapepam dan LK. Dalam hal surat persetujuan dari Menteri Keuangan dan/atau surat pernyataan pencatatan dari Bapepam dan LK belum diterbitkan, Bank dapat menyampaikan kepada Bank Indonesia bukti permohonan persetujuan dan pencatatan tersebut. Setelah surat persetujuan kerjasama bancassurance dan surat pernyataan 64

81 pencatatan produk asuransi telah diterbitkan, Bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia. 3. Bank dapat melaksanakan bancassurance 1 (satu) hari setelah menerima penegasan dari Bank Indonesia. Penegasan dari bank Indonesia diberikan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia termasuk surat persetujuan dan surat pencatatan yang sudah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 angka 12). 130 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.A SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.A SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.A SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.B SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.B SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.B.3 Dalam hal Bank belum melakukan aktivitas baru berupa bancassurance setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penegasan dari Bank Indonesia maka surat penegasan dimaksud dinyatakan tidak berlaku dan Bank harus menyampaikan kembali Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sesuai ketentuan berlaku. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud pada Paragraf 127 angka 2 wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: a. Nama dan jenis produk serta model bisnis yang dilakukan; b. tanggal pelaksanaan aktivitas baru yaitu tanggal produk asuransi pertama kali mulai dipasarkan dan dapat dimanfaatkan oleh nasabah; c. kesesuaian aktivitas baru berupa bancassurance yang dilaksanakan dengan Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance yang telah disampaikan. Bank dinyatakan telah merealisasikan aktivitas baru berupa bancassurance pada saat Bank sudah memasarkan produk asuransi dan fungsi Bank dalam bancassurance sudah dapat dimanfaatkan oleh nasabah. Laporan Berkala Bancassurance Bank yang melakukan bancassurance wajib menyusun Laporan Berkala Bancassurance secara bulanan. Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada Paragraf 133 disampaikan kepada Bank Indonesia setiap 3 (tiga) bulan atau triwulanan yang meliputi posisi setiap akhir bulan untuk periode 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan menggunakan format sesuai Lampiran 16. Penyampaian Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada Paragraf 134 dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah akhir bulan ke-3 (tiga) dari triwulan yang bersangkutan. Yang dimaksud akhir triwulan adalah akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Dalam hal tanggal 15 (lima belas) adalah hari libur maka laporan disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah hari libur dimaksud. 65

82 Penyampaian Laporan 136 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.C.1 Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Pararaf 127 angka 1 dan Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Pararaf 127 angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 137 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.C SE 12/35/DPNP 2010, Romawi III.C SE 12/35/DPNP 2010, Romawi IV.1 Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Pararaf 133 disampaikan secara on-line melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum. Selama Laporan Berkala Bancassurance belum dapat disampaikan secara on-line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara off-line kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indoesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan c.q. Biro Stabilitas Sistem Keuangan, JL. M.H. Thamrin No.2, Jakarta Tata Cara Pengenaan Sanksi Pelanggaran atas penerapan sebagai dimaksud dalam Paragraf 118 sampai dengan 125 dikenakan sanksi administratif sebagaimana ketentuan Penerapan bagi Bank Umum, antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan Bank; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau e. pemberhentian pengurus Bank. 140 SE 12/35/DPNP 2010, Romawi IV.2 Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 129 dan Paragraf 131 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 34 tentang Penerapan Bagi Bank Umum. 66

83 Penerapan Strategi Anti Fraud bagi bank Umum Umum 141 SE 13/28/DPNP 2011 Romawi I 1. Yang dimaksud dengan Bank Umum, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau Bank Umum yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. 2. Yang dimaksud dengan Fraud dalam ketentuan ini adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Dalam rangka memperkuat sistem pengendalian intern, khususnya untuk mengendalikan Fraud, Bank wajib memiliki dan menerapkan strategi anti Fraud yang efektif, yang paling kurang memenuhi acuan minimum dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Strategi anti Fraud merupakan bagian dari kebijakan strategis yang penerapannya diwujudkan dalam sistem pengendalian Fraud (Fraud control system). 5. Dalam menyusun dan menerapkan strategi anti Fraud yang efektif, Bank wajib memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut: a. kondisi lingkungan internal dan eksternal; b. kompleksitas kegiatan usaha; c. potensi, jenis, dan risiko Fraud; dan d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan. 6. Bank yang telah memiliki strategi anti Fraud, namun belum memenuhi acuan minimum dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan strategi anti Fraud yang telah dimiliki. 142 SE 13/28/DPNP 2011 Romawi II Penerapan Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya Fraud, Bank wajib menerapkan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan bagi Bank Umum dengan penguatan pada beberapa aspek, antara lain sebagai berikut: 1. Pengawasan Aktif Manajemen Dalam melakukan penerapan secara umum, kewenangan, tugas, dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi mencakup pula hal-hal yang terkait dengan pengendalian Fraud. Keberhasilan penerapan strategi anti Fraud secara menyeluruh sangat tergantung pada arah dan semangat dari Dewan Komisaris dan Direksi Bank. Dalam hal ini Dewan Komisaris dan Direksi Bank wajib menumbuhkan budaya dan kepedulian anti Fraud pada seluruh jajaran organisasi Bank. 2. Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban Dalam meningkatkan efektifitas penerapan strategi anti Fraud, Bank wajib membentuk unit atau fungsi yang bertugas menangani penerapan strategi anti Fraud dalam organisasi Bank. Pembentukan unit atau fungsi ini harus disertai dengan wewenang dan tanggung jawab yang 67

84 jelas. Unit atau fungsi tersebut bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama serta memiliki hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung kepada Dewan Komisaris. 3. Pengendalian dan Pemantauan Pengendalian dan pemantauan Fraud merupakan salah satu aspek penting sistem pengendalian intern Bank dalam mendukung efektivitas penerapan strategi anti Fraud. Pemantauan Fraud perlu dilengkapi dengan sistem informasi yang memadai sesuai dengan kompleksitas dan tingkat risiko terjadinya Fraud pada Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan terkait Fraud adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran SE 13/28/DPNP 2011 Romawi III 144 SE 13/28/DPNP 2011 Romawi IV.1 dan 2 Strategi Anti Fraud Strategi anti Fraud yang dalam penerapannya berupa sistem pengendalian Fraud, memiliki 4 (empat) pilar sebagai berikut: 1. Pencegahan Pilar pencegahan merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang memuat langkah-langkah dalam rangka mengurangi potensi risiko terjadinya Fraud, yang paling kurang mencakup anti Fraud awareness, identifikasi kerawanan, dan know your employee. 2. Deteksi Pilar deteksi merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang memuat langkah-langkah dalam rangka mengidentifikasi dan menemukan Fraud dalam kegiatan usaha Bank, yang mencakup paling kurang kebijakan dan mekanisme whistleblowing, surprise audit, dan surveillance system. 3. Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi Pilar investigasi, pelaporan, dan sanksi merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang memuat langkah-langkah dalam rangka menggali informasi (investigasi), sistem pelaporan, dan pengenaan sanksi atas Fraud dalam kegiatan usaha Bank. 4. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut Pilar pemantauan, evaluasi, dan tindak Lanjut merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang memuat langkahlangkah dalam rangka memantau dan mengevaluasi Fraud, serta mekanisme tindak lanjut. Penjelasan lebih lanjut mengenai 4 (empat) pilar penerapan strategi anti Fraud adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17. Pelaporan dan Sanksi 1. Dalam rangka memantau penerapan strategi anti Fraud, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, hal-hal sebagai berikut: a. Strategi anti Fraud sebagaimana dimaksud Paragraf 143, paling lambat tanggal 9 Juni b. Laporan penerapan strategi anti Fraud, setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan laporan, dengan format dan cakupan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18. Laporan ini harus disampaikan terhitung sejak laporan posisi akhir bulan Juni

85 c. Setiap Fraud yang diperkirakan berdampak negatif secara signifikan perhatian publik, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Bank mengetahui terjadinya Fraud. Laporan dimaksud paling kurang memuat nama pelaku, bentuk penyimpangan/jenis Fraud, tempat kejadian, informasi singkat mengenai modus, dan indikasi kerugian. Pelaporan tersebut tidak mengurangi kewajiban Bank untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan strategi anti Fraud yang dimiliki. 2. Strategi anti Fraud dan Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 145 SE 13/28/DPNP 2011, Romawi IV SE 13/29/DPNP 2011 Romawi I Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi administratif sesuai Peraturan tentang Penerapan bagi Bank Umum, yaitu: a. sanksi administratif sesuai Paragraf 35, dan b. untuk pelanggaran penyampaian strategi dan laporan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 145, dikenakan pula sanksi kewajiban membayar sesuai Paragraf 34. Penerapan pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima (LNP) Umum 1. Yang dimaksud dengan Bank Umum, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 2. Yang dimaksud dengan Layanan Nasabah Prima, yang selanjutnya disebut LNP, adalah bagian dari kegiatan usaha Bank dalam menyediakan layanan terkait produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi Nasabah Prima. 3. Yang dimaksud dengan Nasabah Prima adalah perseorangan yang memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu yang ditetapkan Bank untuk dapat memperoleh layanan atau menggunakan fasilitas Bank dengan keistimewaan tertentu dibandingkan dengan nasabah lain pada umumnya. 4. Dalam melakukan aktivitas LNP, Bank mengacu pada peraturanperaturan antara lain sebagai berikut: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah; c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk 69

86 Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan f. Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan oleh Bank. 5. Bank yang melakukan LNP wajib memiliki kebijakan tertulis sebagai acuan dalam melakukan LNP yang paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Persyaratan Nasabah Prima Bank menetapkan kriteria atau persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk dapat diperlakukan sebagai Nasabah Prima. b. Ruang lingkup produk dan/atau aktivitas Bank Bank menetapkan ruang lingkup produk dan/atau aktivitas yang dapat ditawarkan dalam LNP dengan memperhatikan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang undangan lain yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas Bank. c. Cakupan keistimewaan LNP Bank menetapkan cakupan keistimewaan layanan yang dapat diberikan kepada Nasabah Prima baik berupa layanan keuangan maupun non keuangan dengan tetap memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait. d. Nama layanan dan pengelompokan Nasabah Prima Dalam melakukan LNP, Bank harus menetapkan nama layanan (brand name) tertentu. Dalam hal Bank melakukan pengelompokan Nasabah Prima, maka Bank harus menetapkan secara jelas perbedaan keistimewaan layanan untuk setiap kelompok Nasabah Prima. 147 SE 13/29/DPNP 2011 Romawi II Penerapan Dalam melakukan LNP, selain menerapkan manajemen risiko secara umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek-aspek tertentu sebagai berikut: 1. Aspek pendukung keistimewaan layanan Dalam melakukan LNP, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek pendukung keistimewaan layanan yang paling kurang mencakup : a. Sumber daya manusia Bank harus memastikan tersedianya sumber daya manusia yang memadai dari sisi kualitas dan kuantitas sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas LNP. Hal tersebut perlu didukung dengan antara lain adanya penetapan persyaratan dan kualifikasi untuk jabatan tertentu dalam melakukan LNP, penetapan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, penerapan prinsip know your employee, sistem remunerasi yang jelas dan transparan, dan kebijakan pengendalian risiko yang terkait dengan manajemen 70

87 sumber daya manusia antara lain rekrutmen, promosi, rotasi, mutasi, dan cuti. b. Operasional LNP Dalam rangka melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 146 ayat 5, Bank wajib memiliki prosedur tertulis untuk kegiatan operasional LNP yang mencakup setiap produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima. Penetapan prosedur khusus pada LNP harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko terutama pada aspek pengendalian intern dan ketentuan yang mengatur mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU dan PPT). c. Penawaran produk dan/atau aktivitas Dalam menetapkan jenis produk dan/atau aktivitas yang akan ditawarkan dalam LNP kepada masing-masing Nasabah Prima, Bank wajib mempertimbangkan kesesuaian spesifikasi, karakteristik, dan risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dengan karakteristik dan profil Nasabah Prima. d. Teknologi informasi Dalam pengoperasian LNP, selain memiliki sumber daya manusia yang memadai, Bank perlu memiliki infrastruktur lain yang memadai antara lain berupa teknologi informasi. Dari sisi penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, Bank paling kurang harus dapat menghasilkan laporan yang akurat dan komprehensif dalam melakukan LNP baik untuk kepentingan Bank maupun Nasabah Prima serta memastikan keamanan data dan informasi yang ada. 2. Aspek transparansi, edukasi, dan perlindungan nasabah Dalam melaksanakan LNP, selain mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi informasi produk bank, edukasi, dan perlindungan nasabah, Bank juga wajib melaksanakan paling kurang hal-hal sebagai berikut: a. Menjelaskan mengenai spesifikasi LNP Bank wajib menjelaskan nama LNP, masing-masing kelompok Nasabah Prima dalam LNP dan kriterianya beserta cakupan layanan keistimewaan yang diberikan, serta karakteristik termasuk risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima. b. Memastikan kejelasan hubungan antara Bank dan Nasabah Prima Hubungan antara bank dan Nasabah Prima dalam LNP harus didasarkan pada kesepakatan tertulis yang paling kurang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta tata cara penyelesaian apabila terjadi perselisihan. c. Memastikan kejelasan kewenangan pelaku transaksi Bank wajib memiliki suatu mekanisme yang bertujuan untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan oleh Nasabah Prima yang bersangkutan atau kuasa yang mewakili Nasabah Prima tersebut sesuai kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima. d. Menyampaikan informasi secara berkala 71

88 Bank wajib menginformasikan secara berkala posisi atau eksposur masing masing Nasabah Prima berdasarkan kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima. 148 SE 13/29/DPNP 2011 Romawi III Lain-Lain 1. Dalam rangka pengelolaan dan pemantauan risiko terkait kegiatan LNP, Bank wajib menatausahakan data, dokumen atau warkat terkait transaksi keuangan dan aktivitas Nasabah Prima dalam LNP antara lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan, ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai APU dan PPT, dan kebijakan dan prosedur intern Bank. Mengenai data yang wajib ditatausahakan antara lain meliputi jumlah nasabah, volume produk yang dijual, kantor yang memberikan layanan, dan informasi terkait lainnya yang selalu dikinikan secara berkala. 2. Penyusunan kebijakan LNP sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 146 ayat 5 dan penerapan manajemen risiko dalam kegiatan LNP sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 147 paling kurang mengacu pada Pedoman Penerapan pada Bank yang Melakukan LNP, yang merupakan lampiran Bank yang akan melakukan LNP yang memenuhi kriteria sebagai aktivitas baru, harus menyampaikan laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru yang diatur sebagai berikut: a. bagi bank umum konvensional, mengacu pada ketentuan tentang Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru; b. bagi bank umum syariah, mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. 4. Bank yang telah melakukan LNP sebelum ketentuan ini berlaku wajib: a. melakukan gap analysis untuk pemenuhan ketentuan terhadap: 1) kebijakan LNP; dan 2) penerapan manajemen risiko pada aspek tertentu; b. menyusun action plan untuk menyempurnakan kebijakan LNP dan penerapan manajemen risiko yang memiliki gap; c. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia yang meliputi: 1) hasil pelaksanaan gap analysis dan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b paling lama 3 (tiga) bulan setelah ketentuan ini berlaku; dan 2) realisasi action plan paling lambat akhir Juni Dalam hal terdapat gap atas prosedur LNP tertentu, maka Bank wajib segera melakukan mitigasi risiko atas gap tersebut dalam melakukan LNP, tanpa menunggu realisasi action plan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf c.2). 6. Laporan sebagaimana ayat 4 huruf c disampaikan kepada: a. Direktorat yang melakukan pengawasan Bank, Bank Indonesia, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 72

89 Sanksi 149 SE 13/29/DPNP 2011, Romawi IV.1 Bank yang melanggar ketentuan yang terkait dengan manajemen risiko, APU dan PPT, atau transparansi produk sebagaimana diatur dalam ketentuan ini masing-masing dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam: 1. Paragraf 35; 2. Paragraf 241; 3. Pasal 50 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; atau 4. Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. 150 SE 13/29/DPNP 2011, Romawi IV SE 14/10/DPNP 2012 Romawi I Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Paragraf 149, Bank yang melanggar kewajiban pelaporan dalam ketentuan ini diatur sebagai berikut: 1. bagi Bank Umum Konvensional yang melanggar kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 148 ayat 3 dan Paragraf 148 ayat 4 huruf c dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Paragraf 34; atau 2. bagi Bank Umum Syariah yang melanggar kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 148 ayat 3 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Penerapan pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor Ketentuan Umum 1. Sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) serta mengingat pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai Risiko maka Bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR dan KKB. 2. Bahwa pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan Risiko Kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar. 3. Untuk tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan dimasa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan KPR dan KKB yang berlebihan. 4. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian Bank dalam pemberian KPR dan KKB serta untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan besaran Loan to Value (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB. 73

90 Penerapan dan Prinsip Kehati-hatian dalam Pemberian KPR dan KKB 152 SE 14/10/DPNP 2012 Romawi II Bank yang menyalurkan KPR dan KKB wajib: 1. menerapkan sesuai dengan Peraturan tentang Penerapan bagi Bank Umum, mengingat adanya berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas; 2. menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis yang akan menjadi acuan dalam pemberian KPR dan KKB dengan berpedoman pada: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum; c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi; d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar. 153 SE 14/10/DPNP 2012 Romawi III Pengaturan Loan to Value (LTV) pada KPR 1. Ruang lingkup KPR yang diatur dalam ketentuan ini mencakup kredit konsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70 m 2 (tujuh puluh meter persegi), yang diberikan Bank kepada debitur perorangan dengan nilai kredit yang ditetapkan berdasarkan nilai agunan. 2. Rasio Loan to Value (LTV) dalam ketentuan ini merupakan angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit 3. Perhitungan rasio LTV dilakukan sebagai berikut: a. Nilai kredit ditetapkan berdasarkan plafon kredit yang diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam perjanjian kredit; dan b. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pengikatan agunan oleh Bank. 4. Rasio LTV untuk Bank yang memberikan KPR sebagaimana diatur dalam ketentuan ini ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen). 5. Pengaturan mengenai LTV sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah Indonesia. Yang dimaksud program perumahan pemerintah Indonesia adalah program perumahan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 74

91 Pengaturan Uang Muka Kredit atau Down Payment pada KKB 154 SE 14/10/DPNP 2012 Romawi IV 1. Ruang lingkup KKB dalam ketentuan ini mencakup kredit yang diberikan Bank kepada debitur untuk pembelian kendaraan bermotor. 2. Yang dimaksud dengan uang muka, selanjutnya disebut sebagai Down Payment (DP) dalam ketentuan ini adalah pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber dananya berasal dari debitur (self financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor secara kredit. 3. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. DP untuk Bank yang memberikan KKB sebagaimana diatur dalam ketentuan ini ditetapkan sebagai berikut: a. DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua. b. DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif. c. DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: 1) merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau 2) diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya. 155 SE 14/10/DPNP 2012, Romawi V.A 156 SE 14/10/DPNP 2012, Romawi V.B 157 SE 14/10/DPNP 2012, Romawi V.C Tata Cara Pengenaan Sanksi Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 153 ayat 4 dan/atau Paragraf 154 ayat 3 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 35, berupa teguran tertulis. Selain dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 155, Bank wajib menyampaikan action plan sesuai batas waktu tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia yang memuat antara lain: 1. komitmen untuk tidak melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 153 ayat 4 dan/atau Paragraf 154 ayat 3; 2. rencana perbaikan/evaluasi atas Standar Operating Procedure (SOP) termasuk batasan waktu pelaksanaan perbaikan /evaluasi dimaksud; dan/atau 3. rencana tindakan Bank terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 153 ayat 4 dan/atau Paragraf 154 ayat 3. Bank yang: 1. tidak menyampaikan action plan atau tidak menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud pada Paragraf 156; dan/atau 75

92 2. melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 153 ayat 4 dan/atau Paragraf 154 ayat 3 setelah action plan sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 156 disampaikan, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Paragraf SE 14/10/DPNP 2012, Romawi V.D 159 SE 14/10/DPNP 2012, Romawi V.E 160 SE 14/10/DPNP 2012 Romawi VI 161 SE 14/10/DPNP 2012 Romawi VII BAB I 162 Pasal 1 8/6/PBI/2006 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Paragraf 157 berupa: 1. Penurunan tingkat kesehatan Bank Penurunan tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini mencakup penurunan factor penilaian tingkat kesehatan Bank, antara lain faktor profil risiko dan/atau faktor Good Corporate Governance (GCG); 2. Pembekuan kegiatan usaha tertentu Pembekuan kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini antara lain mencakup larangan pemberian KPR dan/atau KKB untuk jangka waktu tertentu di Bank/cabang/unit tertentu; dan/atau 3. Pencantuman anggota pengurus, pegawai, Bank dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Pelanggaran atas kewajiban penyampaian penyesuaian kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 161 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 34. Ketentuan Lain-Lain 1. Rasio LTV untuk KPR sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 153 ayat 4 dan besaran DP untuk KKB sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 154 ayat 3 dapat disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia. 2. Bank Indonesia melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan ketentuan ini antara lain melalui pelaporan Sistem Informasi Debitur (SID) oleh Bank maupun melalui pengawasan dan pemeriksaan Bank. Ketentuan Peralihan Bank yang telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pemberian KPR dan KKB sebelum ketentuan ini berlaku, wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur tersebut serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 Juni Penerapan Secara Konsolidasi Bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak Ketentuan Umum 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing. 2. Perusahaan Anak adalah badan hukum atau perusahaan yang dimiliki 76

93 dan atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun tidak langsung, baik di dalam maupun di luar negeri, yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan ini. 3. Pengendalian adalah Pengendalian sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. 4. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang untuk selanjutnya disebut KPMM adalah KPMM sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. 5. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang untuk selanjutnya disebut BMPK adalah BMPK sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. 163 Pasal 2 8/6/PBI/2006 (1) Bank yang memiliki dan atau melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak wajib melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan bagi Bank Umum, yang mencakup: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b. kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. (2) Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Perusahaan Anak yang dimiliki dan atau dikendalikan oleh Bank karena adanya penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit. 164 Pasal 3 8/6/PBI/2006 Perusahaan Anak sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 163 ayat (1) adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan, yang terdiri dari: Termasuk dalam kegiatan usaha di bidang keuangan antara lain jasa perbankan, sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, perusahaan pembiayaan serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan. a. Perusahaan Subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50% (lima puluh perseratus); b. Perusahaan Partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% (lima puluh perseratus) atau kurang, namun Bank memiliki Pengendalian terhadap perusahaan; c. Perusahaan dengan kepemilikan Bank lebih dari 20% (dua puluh 77

94 perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) yang memenuhi persyaratan yaitu: i. kepemilikan Bank dan para pihak lainnya pada Perusahaan Anak adalah masing-masing sama besar; dan ii. masing-masing pemilik melakukan Pengendalian secara bersama terhadap Perusahaan Anak; Yang dimaksud dengan Pengendalian secara bersama adalah pengendalian bersama oleh para pemilik atas Perusahaan Anak yang didasarkan pada perjanjian kontraktual. Pengendalian bersama harus dibuktikan dengan adanya kesepakatan atau komitmen secara tertulis dari para pemilik untuk memberikan dukungan baik finansial maupun non finansial sesuai kepemilikannya masing-masing. d. Entitas lain yang berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku wajib dikonsolidasikan. 165 Pasal 4 8/6/PBI/2006 (1) Dalam hal Bank memiliki dan atau mengendalikan Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi, maka: Asuransi memiliki karakteristik risiko yang sangat berbeda dengan Bank sehingga tidak diterapkan penilaian manajemen risiko secara konsolidasi terutama untuk hal-hal yang bersifat kuantitatif. a. penerapan manajemen risiko secara konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 164 ayat (1) dilakukan melalui penilaian dan penyampaian laporan penerapan manajemen risiko pada perusahaan asuransi secara tersendiri; Penilaian dilakukan dengan mengacu pada ketentuan dari otoritas yang berwenang. SE 8/27/DPNP 2006 Romawi IV b. ketentuan sebagaimana diatur dalam Paragraf 167, Paragraf 168, Paragraf 169, Paragraf 170, Paragraf 171, Paragraf 173, Paragraf 174, Paragraf 177 dan Paragraf 179 tidak diterapkan. (2) Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank dan Perusahaan Anak, juga diterapkan pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki dan/atau mengendalikan Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dilakukan antara lain dengan cara: a. memantau pemenuhan tingkat rasio solvabilitas minimum (RBC minimum) dan pemenuhan prinsip kehati-hatian lainnya yang diatur oleh otoritas pengawas yang berwenang; dan b. memperhitungkan penyertaan pada perusahaan anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi sebagai faktor pengurang dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi. (3) Dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi, maka 78

95 perhitungan modal Bank secara konsolidasi dilakukan sebagai berikut: a. Penyertaan Bank pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak diperhitungkan dalam ATMR Bank secara konsolidasi. b. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang, maka: 1) Penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva; dan 2) Kekurangan modal (shortfall) Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dari RBC minimum diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal inti sebesar 100% (seratus perseratus), apabila Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak dapat memenuhi RBC minimum sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang. c. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang, maka penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal konsolidasi yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva. BAB II 166 Pasal 5 8/6/PBI/2006 Sistem dan Informasi Pelaporan (1) Bank wajib memiliki sistem yang dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko usaha dari Bank dan Perusahaan Anak agar dapat menerapkan manajemen risiko secara konsolidasi dengan efektif. (2) Sistem yang wajib dimiliki Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang mencakup: a. Sistem informasi akuntansi; dan Sistem informasi akuntansi antara lain meliputi sistem yang dapat menghasilkan laporan keuangan, perhitungan KPMM, penilaian kualitas aktiva dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva, perhitungan BMPK yang menghitung seluruh eksposur bank dan eksposur Perusahaan Anak secara konsolidasi serta penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi. Penyusunan laporan keuangan konsolidasi mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. SE 8/27/DPNP 2006 Romawi II Sistem informasi akuntansi yang wajib dimiliki Bank paling kurang harus mampu menghasilkan laporan keuangan secara konsolidasi dan laporan lain dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian. 79

96 Dalam menyusun laporan keuangan secara konsolidasi serta menetapkan metode dan teknik konsolidasi yang digunakan, Bank wajib mengacu pada standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sementara itu, prinsip kehati-hatian yang wajib dilaksanakan oleh Bank antara lain mencakup perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) secara konsolidasi, penilaian kualitas aktiva dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) untuk Bank dan Perusahaan Anak, perhitungan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang menghitung seluruh eksposur Bank dan eksposur Perusahaan Anak secara konsolidasi serta penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi. b. Sistem informasi manajemen risiko. Sistem informasi manajemen risiko mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan bagi Bank Umum. SE 8/27/DPNP 2006 Romawi II BAB III 167 Pasal 6 8/6/PBI/2006 Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Bank, yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penerapan bagi Bank Umum. Sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, Bank wajib memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat memastikan: a) terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan/komposit maupun eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank dan Perusahaan Anak, maupun eksposur risiko per jenis aktivitas fungsional Bank dan Perusahaan Anak; b) dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko; c) tersedianya hasil (realisasi) penerapan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan secara konsolidasi oleh Bank sesuai dengan kebijakan dan strategi penerapan manajemen risiko. Perhitungan KPMM (1) Bank wajib memenuhi ketentuan KPMM baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank dan Perusahaan Anak secara konsolidasi. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dilakukan dengan menghitung modal dan aktiva tertimbang menurut risiko dari laporan keuangan konsolidasi. Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, maka persentase KPMM untuk Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang KPMM Bank Umum dan KPMM Bank Umum 80

97 Berdasarkan Prinsip Syariah, juga diberlakukan secara konsolidasi. Penyertaan pada perusahaan yang tidak diwajibkan untuk memenuhi ketentuan KPMM secara konsolidasi, tetap diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi. Untuk perhitungan KPMM Bank secara individual, penyertaan pada Perusahaan Anak yang dikonsolidasikan tetap diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang KPMM Bank Umum dan KPMM Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. SE 8/27/DPNP 2006 Romawi III.A (2) Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, perhitungan KPMM secara konsolidasi antara Bank dan Perusahaan Anak selain Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi sebagaimana dimaksud pada Paragraf 165 ayat (2) dan ayat (3), dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dilakukan dengan cara membandingkan modal secara konsolidasi dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) secara konsolidasi. 2. Kewajiban perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara konsolidasi tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk melakukan perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara individual sesuai ketentuan yang berlaku mengenai KPMM. 3. Perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar. 4. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan memperhitungkan risiko pasar diberlakukan bagi: a. Bank yang secara individual sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah diwajibkan untuk memperhitungkan risiko pasar dalam perhitungan KPMM; atau b. Bank yang secara konsolidasi memiliki posisi surat berharga termasuk posisi saham dan/atau posisi transaksi derivatif dalam trading book sama atau lebih besar dengan kriteria posisi surat berharga dan/atau posisi transaksi derivatif dalam trading book bagi Bank yang wajib memperhitungkan risiko pasar dalam perhitungan KPMM sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. (3) Cara menghitung KPMM secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sebagai berikut: Aspek Permodalan 1) Modal secara konsolidasi meliputi modal inti secara konsolidasi ditambah dengan modal pelengkap secara konsolidasi. 2) Komponen-komponen yang dapat diperhitungkan sebagai modal inti dan modal pelengkap dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi, termasuk Perusahaan Anak, mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM. 3) Modal inti secara konsolidasi wajib telah memperhitungkan kekurangan modal (shortfall) dari pemenuhan tingkat rasio 81

98 solvabilitas minimum (Risk Based Capital/RBC minimum) sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 165 ayat (3) huruf b.2). 4) Modal pelengkap konsolidasi hanya dapat diperhitungkan paling tinggi 100% (seratus perseratus) dari modal inti secara konsolidasi. 5) Kepentingan minoritas (minority interest) diperhitungkan sebagai modal inti, kecuali terdapat bagian dari kepentingan minoritas yang tidak sesuai dengan komponen modal inti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai KPMM Bank Umum yang berlaku. 6) Jumlah kepentingan minoritas yang diperhitungkan sebagai modal inti sebagaimana dimaksud dalam angka 5) dapat tidak diperhitungkan dalam modal secara konsolidasi oleh Bank Indonesia berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain: a) kepemilikan Bank pada Perusahaan Anak 50% (lima puluh perseratus) atau kurang; dan b) tidak terdapat keterkaitan/afiliasi antara pemegang saham lain (minority interest) dengan Bank; atau c) tidak terdapat kesediaan dari pemegang saham lain (minority interest) untuk mendukung modal kelompok usaha Bank yang dibuktikan dengan surat pernyataan atau keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) Perusahaan Anak. 7) Pinjaman subordinasi Perusahaan Anak dapat dijadikan modal pelengkap untuk perhitungan KPMM Bank secara konsolidasi sepanjang memenuhi persyaratan (terms and condition) untuk diperhitungkan sebagai modal sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM. Untuk dapat diperhitungkan sebagai modal pelengkap, Bank wajib menyampaikan data pendukung yang menunjukkan bahwa seluruh persyaratan (terms and condition) pinjaman subordinasi tersebut telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 8) Dalam hal Bank wajib memperhitungkan risiko pasar secara konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) angka 4, maka modal secara konsolidasi dapat ditambahkan dengan modal pelengkap tambahan. Perhitungan modal pelengkap tambahan secara konsolidasi wajib memenuhi kriteria dan persyaratan modal pelengkap tambahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar bagi Bank secara individual. 9) Perhitungan modal secara konsolidasi juga wajib memperhitungkan faktor pengurang berupa penyertaan Bank pada perusahaan yang tidak wajib dilakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva, kecuali penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit. 82

99 168 Pasal 7 8/6/PBI/2006 Bank wajib melakukan perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko untuk eksposur risiko Perusahaan Anak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Sebagai contoh, bagi Bank yang telah diwajibkan untuk menghitung risiko pasar dan memiliki Perusahaan Anak berupa perusahaan efek, maka perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko secara konsolidasi untuk risiko pasar juga mencakup perhitungan risiko ekuitas (equity risk) dari perusahaan efek tersebut. SE 8/27/DPNP 2006 Romawi III.B Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) ATMR secara konsolidasi terdiri dari ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi dan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi. 1) ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi a) Perhitungan ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi mengacu kepada ketentuan yang berlaku mengenai KPMM bagi Bank secara individual. b) Dalam menghitung ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi, masing-masing pos aktiva secara konsolidasi termasuk pos kewajiban komitmen dan kontinjensi, dihitung berdasarkan bobot risiko sesuai kadar risiko yang melekat pada aktiva tersebut. c) Pedoman perhitungan ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi mengacu pada rincian Lampiran 24 Formulir I. 2) ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi a) Perhitungan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan risiko ekuitas yang dilakukan dengan cara melakukan pembebanan modal. Dalam hal Bank atau Perusahaan Anak melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, maka perhitungan ATMR untuk risiko pasar hanya meliputi risiko nilai tukar. b) Risiko ekuitas merupakan risiko kerugian akibat perubahan harga dari posisi ekuitas yang dimiliki. Posisi ekuitas mencakup posisi yang timbul dari transaksi saham seperti transaksi saham biasa (common stocks) baik dengan atau tanpa hak suara (voting rights), surat berharga yang dapat dikonversi (convertible securities) yang memiliki karakteristik seperti saham, dan komitmen termasuk opsi untuk membeli dan menjual saham, namun tidak termasuk saham preferen yang tidak dapat dikonversi (non-convertible preference shares). c) Perhitungan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi diperoleh dengan cara melakukan perkalian antara jumlah beban modal secara konsolidasi untuk seluruh jenis risiko pasar dengan angka 12,5 (dua belas koma lima). d) Perhitungan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar pada ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi serta persyaratannya mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar. e) Perhitungan risiko ekuitas pada ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi wajib dilakukan oleh Bank yang melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak yang memiliki eksposur 83

100 risiko ekuitas. Perhitungan risiko ekuitas meliputi risiko spesifik (specific risk) dan risiko umum (general market risk) pada trading book. f) Beban modal untuk risiko ekuitas dihitung dengan melakukan penjumlahan beban modal untuk risiko spesifik dan risiko umum. g) Posisi ekuitas yang diperhitungkan dalam risiko ekuitas adalah posisi long dan posisi short yang termasuk trading book. Posisi long dan posisi short harus dihitung secara terpisah untuk setiap pasar keuangan dimana Bank melakukan transaksi saham. h) Posisi long dan posisi short ekuitas dapat saling hapus apabila kedua posisi tersebut identik. Yang dimaksud dengan posisi identik adalah posisi ekuitas yang berasal dari emiten yang sama dan diperdagangkan di pasar keuangan yang sama. Sebagai contoh: Perusahaan Anak membeli saham PT. X di Bursa Efek Jakarta dan Perusahaan Anak menjual kontrak berjangka (Forward) saham PT. X di Bursa Efek Jakarta dapat saling hapus karena memenuhi syarat identik i) Perhitungan beban modal untuk risiko ekuitas dilakukan secara terpisah yaitu: i. perhitungan risiko spesifik sebesar 8% (delapan perseratus) dari gross equity position; dan ii. perhitungan risiko umum sebesar 8% (delapan perseratus) dari overall net position. Contoh: (a) Proses offsetting posisi long dan posisi short pada perusahaan A = ( x Rp.100) - (2.000 x Rp.100) =Rp (Long) (b) Jumlah posisi long = Rp Rp = Rp (c) Jumlah posisi short = Rp Rp Rp = Rp (d) Risiko spesifik = (Rp Rp ) x 8% = Rp (e) Risiko umum = (Rp Rp ) x 8% = Rp (f) Risiko ekuitas = Rp Rp = Rp Dari perhitungan tersebut, maka beban modal atas risiko ekuitas secara konsolidasi adalah sebesar Rp ,00 (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah). Beban modal tersebut digabung dengan beban modal atas risiko 84

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 25 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2016 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2016 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2016 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Jasa Bank Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Jasa Bank Prinsip

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR../ /POJK/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DEWAN KOMISIONER NOMOR../.../POJK/2015

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

- 1 - UMUM. Mengingat

- 1 - UMUM. Mengingat - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/15/PBI/2007 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM UMUM Dalam rangka meningkatkan efisiensi kegiatan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/6/PBI/2006 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.272, 2015 KEUANGAN OJK. Bank Perkreditan Rakyat. Manajemen Risiko. Penerapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5761). PERATURAN

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Tim Penyusun Ramlan Ginting Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Zulkarnain Sitompul Chiristin Natalia Hutabarat Riska Rosdiana

Lebih terperinci

No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi

Lebih terperinci

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada

Lebih terperinci

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM - 1 - Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.348, 2014 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5626) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Sertifikasi Manajemen Risiko

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Sertifikasi Manajemen Risiko Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen DISCLAIMER Isi kodifikasi ini adalah himpunan peraturan Bank Indonesia yang disusun secara sistematis berdasarkan kelompok dan topik tertentu untuk memudahkan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan disiplin

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/15/PBI/2007 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/15/PBI/2007 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/15/PBI/2007 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Likuiditas Rupiah. Laporan Berkala

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Likuiditas Rupiah. Laporan Berkala Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Likuiditas Rupiah Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Likuiditas Rupiah Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Zulkarnain Sitompul

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank Tim Penyusun Ramlan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO Kebijakan KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO Dalam menjalankan fungsi, Bank membentuk tata kelola manajemen risiko yang sehat, Satuan Kerja yang Independen, merumuskan tingkat risiko yang akan diambil

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MENURUT KETENTUAN PBI 13/23/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB III PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MENURUT KETENTUAN PBI 13/23/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH 34 BAB III PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MENURUT KETENTUAN PBI 13/23/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH A. Pengertian Pengertian manajemen risiko menurut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.199, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Laporan Bank. Transparansi. Publikasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5353) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

Sistem Pembayaran Non Tunai

Sistem Pembayaran Non Tunai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani

Lebih terperinci

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN.

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN. - 2 - stabilitas sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan, sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA

Lebih terperinci

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI

Lebih terperinci

Aset. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

Aset. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Prinsip Kehati hatian dalam Aktivitas Sekuritas Aset, Transaksi Derivatif dan Prinsip Kehati hatian dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product Ko A odifikas

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank DISCLAIMER Isi kodifikasi ini adalah himpunan peraturan Bank Indonesia yang disusun secara sistematis berdasarkan kelompok

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN Yth. 1. Direksi Bank; 2. Direksi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi; 3. Direksi Perusahaan Efek; dan 4. Direksi Perusahaan Pembiayaan; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2015

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/25/PBI/2004 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/25/PBI/2004 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/25/PBI/2004 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka meningkatkan good corporate governance, bank perlu

Lebih terperinci

No.13/ 24 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum

No.13/ 24 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum No.13/ 24 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank

Lebih terperinci

No. 3/31/DPNP Jakarta, 14 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 3/31/DPNP Jakarta, 14 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 3/31/DPNP Jakarta, 14 Desember 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia

Lebih terperinci

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit

Lebih terperinci

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar No.74, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Laporan Bank. Transparansi. Publikasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Profil Singkat BCA Laporan kepada Pemegang Saham Analisa dan Pembahasan Manajemen 8,60% sudah sesuai dengan ketentuan BI mengenai GWM Valuta Asing. dalam batas yang diperkenankan ketentuan BI maksimal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritis 1. Agency Theory Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori agensi. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Rencana Bisnis Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Rencana Bisnis Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Rencana Bisnis Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Rencana Bisnis Bank Tim Penyusun Ramlan Ginting Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Chiristin

Lebih terperinci

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti Sehubungan

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Non Bank Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Likuiditas Valuta Asing Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank Tim Penyusun

Lebih terperinci

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Ringkasan Eksekutif Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 1. Latar belakang penerbitan POJK ini adalah

Lebih terperinci

2016, No.267.

2016, No.267. -2- dengan penggunaan teknologi informasi serta perkembangan standar nasional dan internasional, perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi

Lebih terperinci

Aset. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

Aset. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Prinsip Kehati hatian dalam Aktivitas Sekuritas Aset, Transaksi Derivatif dan Prinsip Kehati hatian dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product Kodifikasi Peraturan

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No.7/56/DPbS Jakarta, 9 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan,

Lebih terperinci

No. 3/30/DPNP Jakarta, 14 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 3/30/DPNP Jakarta, 14 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 3/30/DPNP Jakarta, 14 Desember 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan tertentu yang disampaikan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO. 1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;

MANAJEMEN RISIKO. 1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; MANAJEMEN RISIKO Penerapan Manajemen Risiko yang dilaksanakan oleh Bank Bumi Arta berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan No.142, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Penyertaan Modal. Prinsip Kehatihatian. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6085) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih

Lebih terperinci

No. 15/27/DPNP Jakarta, 19 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/27/DPNP Jakarta, 19 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/27/DPNP Jakarta, 19 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing Sehubungan dengan Peraturan Bank

Lebih terperinci

TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM

TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

Lebih terperinci

-2- persyaratan agar divestasi yang dilakukan atas inisiatif sendiri tidak dimanfaatkan Bank untuk melakukan kegiatan investment banking. Dalam rangka

-2- persyaratan agar divestasi yang dilakukan atas inisiatif sendiri tidak dimanfaatkan Bank untuk melakukan kegiatan investment banking. Dalam rangka TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Penyertaan Modal. Prinsip Kehatihatian. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 142) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

7. Memastikan sistem pengendalian internal telah diterapkan sesuai ketentuan.

7. Memastikan sistem pengendalian internal telah diterapkan sesuai ketentuan. 7. Memastikan sistem pengendalian internal telah diterapkan sesuai ketentuan. 8. Memantau kepatuhan BCA dengan prinsip pengelolaan bank yang sehat sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui unit kerja

Lebih terperinci

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5841 KEUANGAN OJK. Bank. Rencana Bisnis. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 17) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban No.144, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Bank. Perusahaan Anak. Manajemen Risiko. Pengendalian. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6087)

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 21 /PBI/2010 TENTANG RENCANA BISNIS BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 21 /PBI/2010 TENTANG RENCANA BISNIS BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 21 /PBI/2010 TENTANG RENCANA BISNIS BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mengarahkan kegiatan operasional

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /SEOJK.03/2017 Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG

Lebih terperinci

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 1 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 1 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 1 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesehatan bank merupakan sarana

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK

DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK BATANG TUBUH Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan disiplin pasar (market discipline) dan sejalan

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N

No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.120, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Rencana Bisnis. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5162) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/ 21

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/17/PBI/2008 TENTANG PRODUK BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/17/PBI/2008 TENTANG PRODUK BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/17/PBI/2008 TENTANG PRODUK BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan dan kelangsungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2010 PERBANKAN. Bank Indonesia. Bank Umum. Kehati-hatian. Prinsip. Keagenan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5139) PERATURAN

Lebih terperinci

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.20, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Bank. Produk Keuangan Luar Negeri. Keagenan. Prinsip. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5844) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142 /PMK.010/2009 TENTANG MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142 /PMK.010/2009 TENTANG MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142 /PMK.010/2009 TENTANG MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI Sehubungan dengan Peraturan Otoritas

Lebih terperinci

UMUM. Untuk...

UMUM. Untuk... PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 9 /PBI/2010 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM MELAKSANAKAN AKTIVITAS KEAGENAN PRODUK KEUANGAN LUAR NEGERI OLEH BANK UMUM UMUM Dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM - 1 - I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM Sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

Non Bank. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

Non Bank. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Non Bank Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank dan bagi Penyelenggaraan Sistem Pembayaran selain

Lebih terperinci

No.12/ 32 /DPbS Jakarta, 18 November 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No.12/ 32 /DPbS Jakarta, 18 November 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA 1 No.12/ 32 /DPbS Jakarta, 18 November 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Rencana Bisnis Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Sehubungan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /SEOJK.03/2017 TENTANG PEDOMAN STANDAR SISTEM PENGENDALIAN INTERN BAGI BANK UMUM

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /SEOJK.03/2017 TENTANG PEDOMAN STANDAR SISTEM PENGENDALIAN INTERN BAGI BANK UMUM LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /SEOJK.03/2017 TENTANG PEDOMAN STANDAR SISTEM PENGENDALIAN INTERN BAGI BANK UMUM - 1 - DAFTAR ISI I. LATAR BELAKANG... 2 II. RUANG LINGKUP SISTEM PENGENDALIAN

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/SEOJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/SEOJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/SEOJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

No. 14/ 20 /DPNP Jakarta, 27 Juni 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 14/ 20 /DPNP Jakarta, 27 Juni 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 14/ 20 /DPNP Jakarta, 27 Juni 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI

Lebih terperinci

No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru Sehubungan

Lebih terperinci

a. Penilaian Faktor Profil Risiko

a. Penilaian Faktor Profil Risiko Yth. 1. Bank Umum Syariah; dan 2. Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah di tempat SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/SEOJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN

Lebih terperinci