5 ANALISIS PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 ANALISIS PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT)"

Transkripsi

1 5 ANALISIS PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT) 5.1 Analisis Komponen Lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok Analisis Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Analisis terhadap kualitas lingkungan fisik ekologi dimaksudkan untuk mengetahui apakah telah terjadi penurunan kualitas lingkungan fisik di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yang diakibatkan oleh terjadinya pencemaran lingkungan kawasan pelabuhan. Penurunan kualitas lingkungan fisik ekologi pelabuhan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan kawasan pelabuhan tidak memenuhi persyaratan dan standar sebagai pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) tingkat internasional. Dalam analsis ini dikaji faktor-faktor penyebab penurunan kualitas lingkungan fisik ekologi masingmasing sektor dan implikasi kebijakan untuk mengatasinya dalam kaitan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok untuk menjadi pelabuhan berwawasan lingkungan. Kualitas lingkungan fisik ekologi yang dianalisis terdiri dari kualitas air kolam perairan dan di luar kolam pelabuhan, kualitas udara pelabuhan, kondisi kebersihan dan penghijauan dan tingkat sedimentasi perairan laut pelabuhan. a Analisis Kualitas Air Perairan Pelabuhan Kegiatan yang berlangsung di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan masukan air dari muara-muara sungai yang berada dalam lingkup kawasan Pelabuhan Tanjung Priok akan mempengaruhi kualitas air, khususnya di kolam perairan pelabuhan. Hal ini disebabkan adanya breakwater yang membatasi atau melokalisir perairan pelabuhan dengan perairan bebas, sehingga pengaruh oseanografi seperti arus dan gelombang tidak menyebarkan bahan pencemar ke luar area perairan pelabuhan. Namun demikian masih terdapat pengaruh oseanografi lainnya seperti pasang surut yang akan mengumpulkan polutan air pada muara-muara sungai/kali yang ada dalam lingkup kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu Kali Japat dan Kali Kresek/Sunter. Selain masukan dari Kali Japat dan Kali Kresek dan aktivitas pelabuhan, terdapat juga pengaruh dari buangan kapal-kapal yang bersandar di luar breakwater pelabuhan, walaupun hal ini sangat kecil, karena pengelola kawasan Pelabuhan Tanjung Priok (PT Pelindo II) telah memberlakukan larangan untuk

2 106 membuang oli bekas dan air balast di perairan, kecuali di lokasi yang disediakan yaitu di dok atau galangan kapal. Sebagaimana diuraikan pada Bab III, maka untuk pendekatan analisis kualitas air perairan Pelabuhan Tanjung Priok, stasiun pengamatan tingkat pencemaran air pelabuhan dikelompokkan atas 2 zona, yaitu: 1) Zona A : Kolam perairan pelabuhan Sub Zona Dekat Daratan/Muara, terdiri dari titik (stasiun) 1,3,5,7 dan 9. Sub Zona Tengah kolam pelabuhan, terdiri dari titik (stasiun) 2,4,6 dan 10. 2) Zona B : Zona di luar kolam/breakwater pelabuhan, terdiri dari titik (stasiun) 8, 11 dan 12. Hasil pemantauan kualitas air di muara dan perairan pelabuhan pada titik-titik pemantauan dikelompokkan atas 2 zona tersebut di atas yaitu: 1) Pemantauan pada zona A (kolam perairan), yaitu pada 9 titik pemantauan pada saat pasang dan surut selama 5 tahun ( ). 2) Pemantauan pada zona B (di luar kolam perairan), yaitu pada 3 titik pemantauan pada saat pasang dan surut selama 5 tahun ( ). Kedua belas titik pada kedua zona ini dibandingkan terhadap Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Pada kedua zona tersebut, yaitu zona A (9 titik) dan zona B (3 titik) diteliti kadar kualitas air laut berdasarkan parameter fisika (bau, TSS, suhu, sampah, lapisan minyak, kecerahan dan kekeruhan), parameter kimia (ph, ammonia, salinitas, senyawa fenol total, minyak dan lemak, surfaktan dan sulfida) dan logam terlarut (raksa, cadmium, tembaga, timbal dan seng). Atas dasar data hasil penelitian sebagaimana disajikan pada Tabel 20 dan Tabel 21 selanjutnya dilakukan analisis perhitungan Indeks Pencemar (IP) pada titik-titik tersebut. Sebagaimana ditetapkan pada Metodologi Penelitian, maka kedua zona penelitian di dalam studi berdasarkan tingkat ketercemarannya dibagi atas 4 kriteria, yaitu : 1) Kriteria I (Di bawah Ambang Batas Baku Mutu Air Laut) : IP 0 - IP 1 2) Kriteria II (Tercemar) : IP 1 - IP 5 3) Kriteria III (Tercemar Sedang / Sangat Tercemar) : IP 5 - IP 10 4) Kriteria IV (Tercemar Berat) : IP 10 - IP 14 Setelah dilakukan analisis perhitungan dengan menggunakan rumus status Pencemaran Kualitas Air, maka dihasilkan Indeks Pencemar pada titik-titik penelitian pada saat pasang dan saat surut dari tahun Dari data-data yang diperoleh, maka pada tahun 2008 (akhir) terdapat beberapa parameter kualitas air baik di dalam kolam perairan, maupun di luar kolam perairan

3 107 Pelabuhan Tanjung Priok dalam kondisi tercemar, yaitu 7 titik dari 12 titik pemantauan. Di kolam perairan pelabuhan (zona A) sebanyak 5 titik tercemar dari 9 titik pemantauan, dan di luar kolam perairan sebanyak 2 titik tercemar (walau relatif masih dalam kategori rendah) dari 3 titik pemantauan. Pada saat surut kondisinya di kolam perairan sama dengan saat pasang, sedang di luar kolam perairan menurun, yaitu 1 titik tercemar dari 3 titik pemantauan. Tingkat pencemaran beberapa nilai parameter maupun kimia secara umum menunjukkan bahwa kualitas air di Pelabuhan Tanjung Priok telah mengalami pencemaran dari kategori telah tercemar sampai kategori pencemaran sedang/sedang. Kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok yang tercemar akan mempengaruhi fungsi air terhadap peruntukannya, di antaranya untuk pengelolaan air bersih dari perairan pelabuhan, biologi dan wisata bahari sesuai dengan Kep. MENLH No. 51/2004. Secara rinci berdasarkan hasil perhitungan penilaian Indeks Pencemar (IP) pada 2 zona perairan Pelabuhan Tanjung Priok pada saat pasang dan surut dari tahun 2004 (awal) sampai tahun 2008 (akhir) dihasilkan hal-hal sebagai berikut : 1) Zona A (kolam perairan pelabuhan) : Di kolam perairan pelabuhan tingkat pencemaran paling tinggi di muara-muara kali Japat Ancol dan muara kali Kresek (Sunter). Di muara kali Japat (sisi Barat berbatasan dengan Ancol), pada saat pasang Indeks Pencemar (IP)nya 8,17 (tercemar sedang), tetapi saat surut IP-nya naik menjadi 10,18 (tercemar berat). IP di titik pemantauan ini cenderung naik setiap tahun. Parameter-parameter yang mendominasi tingginya Indeks Pencemar (IP) adalah parameterparameter bau, kecerahan, sampah, lapisan minyak, amonia dan coliform. Di muara Kali Japat pada tahun 2004 nilai Indeks Pencemar (IP) tertinggi dari seluruh titik pemantauan dari tahun 2004 tahun 2008 yaitu 13,30 (tercemar berat). Di muara Kali Kresek (berasal dari Kali Sunter) pada saat pasang IPnya 7,28 (tercemar sedang, hampir tercemar berat) dari pada saat surut IP-nya turun 6,38. Paramater-parameter yang mendominasi tingginya IP ini yaitu bau, kecerahan, lapisan minyak dan coliform. Pada saat surut TSS meningkat melebihi Batas Ambang Mutu. Dari uraian di atas, maka berdasarkan hasil analisis posisi kedua sungai/kali melalui kawasan-kawasan industri, pergudangan dan pemukiman padat penduduk yang rentan terhadap buangan limbah dari

4 108 industri, pergudangan dan buangan domestik dari pemukiman padat penduduk (rumah tangga). Tingkat pencemaran paling rendah atau berada di bawah Batas Ambang Mutu (BAM) di zona A adalah di perairan Kolam Pelabuhan III/A1 (IP=0,60), di Utara ex. Syahbandar/A2 (IP=0,64) di Dock Koja Bahari/A2 (IP=0,59) dan di perairan sekitar bangunan kantor Rukindo/A1 (IP=0,93). 2) Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan/dekat breakwater). Di luar kolam perairan pelabuhan, tingkat pencemarannya masih rendah, pada saat pasang dari 3 titik penelitian, 2 titik mulai tercemar yaitu di perairan pintu Breakwater Barat (IP=1,54) dan di perairan Dumping Site (IP=1,23), cenderung naik dari tahun-tahun sebelumnya. Pada saat surut yang tercemar hanya 1 titik, yaitu di perairan pintu breakwater Barat (IP=1,17), turun dari saat pasang. Di zona B saat pasang 1 titik IP-nya dibawah Batas Ambang Mutu (IP=0,80) yaitu di luar DAM, dan saat surut 2 titik IP-nya dibawah BAM, yaitu di luar DAM (IP=0,60) di Perairan Dumping Site (IP=0,67). Dari data-data tersebut di atas, maka di zona B pencemarannya masih termasuk kategori rendah. Pencemaran relatif aman dari buangan dari sungai/kali-kali ke kolam perairan. Dianalisis masih terjadi pencemaran dari kapal-kapal yang berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam pelabuhan (DLKP). Sebetulnya pengelola Pelabuhan Tanjung Priok telah menetapkan setiap kapal tanker dan kapal barang yang berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam perairan pelabuhan, wajib membuang limbah ke Reception Facilities yang disediakan sesuai MARPOL 73/78. Selain itu setiap kapal yang berlabuh harus dilengkapi peralatan pencegah pencemaran. Permasalahannya sejauh mana Pengelola Pelabuhan Tanjung Priok, baik regulator maupun operator untuk mengawasi kapal-kapal yang akan berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar 26 dan Gambar 27.

5 Tabel 20 No. I Stasiun / Zonasi Nilai Perhitungan Indeks Pencemar (IP) Pada Saat Pasang Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun (akhir) Tahun Lokasi / Zona Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Lokasi Zona P P P P P P P P P Zona A (di dalam kolam perairan pelabuhan) 1 A/1 Muara Kali Kresek I A/1 Perairan Kolam Pelabuhan III Keterangan Tercemar Sedang III Di bawah BAM 3 A/1 Semenanjung Paliat II A/1 5 A/1 Perairan Muara Kali Japat Perairan Sekitar PT. Rukindo I Tercemar (Trend naik) Tercemar Sedang III Di bawah BAM 6 A/2 Perairan DKP II A/2 8 A/2 9 A/2 II Utara Ex- Syahbandar Dock Koja Bahari II Perairan Muara Kali Lagoa Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan) 10 B Perairan Pintu Break Water Barat Tercemar (Trend naik) III Di bawah BAM III Di bawah BAM I III Tercemar (Trend naik) Tercemar (Trend naik) 11 B Luar Dam III Di bawah BAM 12 B Perairan Dumping Site III Sumber : Hasil analisis diolah dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta) Tahun (akhir), Tercemar (Trend naik) 109

6 Tabel 21 No. Stasiun / Zonasi Nilai Perhitungan Indeks Pencemar (IP) Pada Saat Surut Periode Tahun (akhir) Tahun Lokasi / Zona Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Lokasi Zona S S S S S S S S S I. Zona A (di dalam kolam perairan pelabuhan) Keterangan 1 1/A Muara Kali Kresek I Tercemar Sedang 2 3/A Perairan Kolam Pelabuhan III III Dibawah BAM 3 5/A Semenanjung Paliat II /A 5 9/A Perairan Muara Kali Japat Perairan Sekitar PT. Rukindo I Tercemar (Trend naik) Tercemar Berat (Trend naik) III Dibawah BAM 6 2/B Perairan DKP II Tercemar (Trend naik) 7 4/B Utara Ex-Syahbandar III Dibawah BAM 8 6/B Dock Koja Bahari II III Dibawah BAM 9 10/B Perairan Muara Kali Lagoa II. Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan) 10 8/C Perairan Pintu Break Water Barat I Tercemar III Tercemar 11 11/C Luar Dam III Dibawah BAM /C Perairan Dumping Site III Dibawah BAM Sumber : Hasil Analisis dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2008

7 111 ZONA A ( DI DALAM KOLAM PERAIRAN PELABUHAN) ZONA B ( DI LUAR KOLAM PERAIRAN PELABUHAN) Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009 Gambar 26 Fluktuasi Nilai IP Pada saat Pasang Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun

8 112 Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009 Gambar 27 Fluktuasi Nilai IP Pada saat Surut Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun

9 113 Sesuai dengan hasil analisis penelitian kualitas air dengan parameter Indeks Pencemar (IP) tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan fisik ekologi di perairan Pelabuhan Tanjung Priok, khususnya di zona A pada muara-muara sungai kali di kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok kondisinya telah tercemar, sampai tercemar sedang dan berat dan Indeks Pencemarannya cenderung naik. Penyebab terbesar penurunan kualitas lingkungan di muara sungai yang masuk ke kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok adalah terjadinya pencemaran sungai/kali di hulu yang terbawa sampai di hilir dan masuk ke kolam perairan pelabuhan. Oleh sebab itu penyelesaian masalah penurunan kualitas lingkungan fisik perairan Pelabuhan Tanjung Priok tidak bisa diselesaikan hanya pada internal lokasi pelabuhan, akan tetapi harus menyeluruh sampai di hulu dan harus terpadu dengan program pembersihan kali (Prokasih), khususnya yang bermuara ke Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk menuju pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport) pada tahun 2030 ditinjau dari peningkatan kualitas lingkungan fisik ekologi Pelabuhan Tanjung Priok, maka kualitas air perairan akan diarahkan supaya meningkat pada sasaran Zona Kriteria Indeks Pencemar (IP) yaitu posisi tidak tercemar atau di bawah Batas Ambang Mutu (BAM) perairan laut. b Analisis Kualitas Udara Pelabuhan Sumber pencemar udara secara umum terdiri atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak terutama terkait dengan kegiatan transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak ataupun bahan bakar lainnya untuk menggerakkan kendaraan melalui pembakaran bahan bakar dalam mesin kendaraan. Menurut Bappenas (2006) dikemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan pencemaran udara secara tidak langsung. Namun faktor-faktor yang memiliki pengaruh sangat dominan di antaranya adalah meningkatnya permintaan akan transportasi, dengan konsumsi energi yang besar. Meningkatnya pertumbuhan arus barang ekspor-impor dan barang antar pulau dengan sendirinya akan meningkatkan pertumbuhan angkutan darat, laut, dan alat-alat berat di pelabuhan laut, termasuk di Pelabuhan Tanjung Priok. Di satu sisi pertumbuhan angkutan darat dan laut keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain pertumbuhan angkutan menyebabkan peningkatan pencemaran udara dari zat-zat pencemar udara dan kebisingan dari angkutan tersebut.

10 114 Seperti yang telah disampaikan pada bab III, untuk menganalisis kualitas udara di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok digunakan parameter ISPU (Indeks Standar Parameter Udara). Di dalam penelitian ini berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh PT Pelindo II, tingkat pencemaran udara diteliti pada 11 titik di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yang dianggap telah mewakili seluruh kawasan pelabuhan. Hal-hal yang menjadi alasan pengambilan lokasi sampel tersebut adalah : 1) Merupakan tempat yang padat aktivitas dan diperkirakan mudah menimbulkan pencemaran udara, debu dan kebisingan; 2) Merupakan titik-titik yang telah ditetapkan pada periode-periode yang lalu dan terus berkesinambungan; 3) Untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran baru bila ada. Hasil pemantauan udara daratan Pelabuhan Tanjung Priok pada 11 titik dari tahun 2006 sampai tahun 2009 oleh PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dibandingkan terhadap PPRI No. 41 Tahun 1999 dan Kep- 02/MENLH/I/1998 tentang Kualitas Udara, hasilnya berupa Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sebagaimana terlihat pada Tabel 22, Tabel 23 dan Gambar 28. Dapat diuraikan lebih rinci tentang tingkat kelompok Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan faktor-faktor penyebab pencemaran pada titik-titik penelitian sebagai berikut : 1) Tingkat pencemaran udara dengan kategori berbahaya (2009 akhir) dengan nilai ISPU 310 berada pada lokasi Pos IX : Lokasi ini berada pada areal pintu gerbang utama keluar masuk angkutan kontainer Pelabuhan Tanjung Priok dan titik persimpangan jalan utama dari arah Timur ke Barat dan dari Selatan Pelabuhan Tanjung Priok yang menjadi konsentrasi segala jenis kendaraan. Pada lokasi ini kepadatan lalu-lintas angkutan kontainer sangat tinggi yang mengeluarkan gas emisi dengan kadar yang tinggi. Parameter penyebab pencemaran udara adalah CO dan TSP. 2) Tingkat pencemaran dengan kategori tidak sehat (2009 akhir) dengan nilai ISPU antara pada sebagian besar (9) titik penelitian yaitu Dermaga Kepanduan, Dermaga Nusantara I, PT. Walie Jaya Teladan, Terminal Penumpang, Terminal Besi Bekas Ujung, Area PT. Indonesia Power, Dermaga Nusantara II, Area TPK Koja dan PT Indocement Tunggal Prakarsa. Pada titik-titik lokasi penelitian tersebut di atas, kualitas

11 115 udaranya sudah lebih baik meningkat dari kategori sangat tidak sehat (2009 awal) menjadi tidak sehat (2009 akhir). 3) Tingkat pencemaran dengan kategori sedang berada pada area kantor Pelindo II. Nilai Indeks ISPU pada tahun 2009 akhir di bawah 100 (nilai 87), meningkat dari ISPU tahun 2009 pada posisi dengan kategori sangat tidak sehat yaitu di atas 200 (nilai 266). Apabila ditinjau dari periode waktu sebetulnya terjadi peningkatan kualitas udara dari periode 2007 akhir ke 2009 akhir yaitu : 1) Dari 4 titik dengan kategori sangat tidak sehat menjadi tidak sehat. 2) Dari 1 titik dengan kategori tidak sehat menjadi sedang. Dapat disimpulkan bahwa penurunan kualitas udara ternyata merupakan salah satu permasalahan penting, namun sebetulnya lebih mudah untuk di atasi, karena akar permasalahannya berada pada kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sendiri. Implikasi kebijakan untuk mengatasi permasalahannya cukup dengan kebijakan manajemen pngelola pelabuhan yaitu Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok selaku regulator dan PT (Persero) Pelindo II selaku operator untuk menerapkan sangsi terhadap pelanggaran aturan pencemaran udara kepada stakeholder di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk menuju pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport) pada tahun 2020/2030, maka perlu diupayakan peningkatan kualitas udara pada semua titik dengan nilai ISPU di bawah 100, atau masuk dalam kategori baik dan sehat. 400 Berbahaya Sangat Tidak Sehat Tidak Sehat Sedang 50 0 Baik 2006 awl 2006 akh 2007 awl 2007 akh 2008 awl 2008 akh 2009 awl 2009 akh Pos IX Terminal Besi Bekas Ujung Kantor Pelindo II Cabang P.T. Indocement Tunggal Prakarsa Dermaga Kepanduan Area PT. Indonesia Power Dermaga Nusantara I Dermaga Nusantara II P.T. Walie Jaya Teladan Area TPK Koja Terminal Penumpang Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009 Gambar 28. Fluktuasi Nilai ISPU Periode Tahun

12 Tabel 22 Nilai Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada tahun 2006 sampai awal 2006 akhir 2007 awal 2007 akhir Titik Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan 1 CO 186 Tidak Sehat CO 157 Tidak Sehat CO 189 Tidak Sehat TSP 240 Sangat Tidak Sehat 2 TSP 196 Tidak Sehat TSP 245 Tidak Sehat TSP 185 Tidak Sehat CO 245 Sangat Tidak Sehat 3 CO 262 Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 73 Sedang CO 242 Sehat Sehat CO 135 Tidak Sehat 4 CO 290 Sangat Tidak Sehat TSP 184 Tidak Sehat CO 256 Sangat Tidak Sehat CO 267 Sangat Tidak Sehat 5 CO 221 Berbahaya TSP 186 Tidak Sehat TSP 165 Tidak Sehat TSP 136 Tidak Sehat 6 TSP 184 Tidak Sehat TSP 185 Tidak Sehat TSP 166 Tidak Sehat TSP 170 Tidak Sehat 7 TSP 257 Sangat Tidak Sehat TSP 255 Sangat Tidak Sehat TSP CO 184 Tidak Sehat CO 167 Tidak Sehat CO CO 178 Tidak Sehat CO 245 Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat TSP 134 Tidak Sehat TSP 123 Tidak Sehat CO 187 Tidak Sehat TSP 136 Tidak Sehat 10 CO 367 Berbahaya CO 184 Tidak Sehat CO 180 Tidak Sehat TSP TSP 278 Sangat Tidak Sehat CO 186 Tidak Sehat CO 188 Tidak Sehat TSP 240 Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009 Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat 116

13 Tabel 23 Nilai Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada tahun 2008 sampai awal 2008 akhir 2009 awal 2009 akhir Titik Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Sangat Tidak 1 TSP 190 Tidak Sehat CO 190 Tidak Sehat CO 245 TSP 310 Berbahaya Sehat 2 CO 297 Sangat Tidak Sehat TSP 270 Sangat Tidak Sehat 3 CO 96 Sedang TSP 144 Tidak Sehat CO CO 245 Sangat Tidak Sehat TSP 167 Tidak Sehat CO TSP 111 Tidak Sehat TSP 155 Tidak Sehat CO TSP 168 Tidak Sehat TSP TSP 256 Sangat Tidak Sehat TSP TSP 134 Tidak Sehat CO TSP 134 Tidak Sehat CO TSP 106 Tidak Sehat CO TSP 246 Sangat Tidak Sehat CO 205 Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat TSP 134 Tidak Sehat CO 134 Tidak Sehat TSP 211 TSP 234 CO 256 CO 346 CO 234 CO 295 Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009 CO 87 Sedang CO 187 Tidak Sehat TSP 166 Tidak Sehat TSP 145 Tidak Sehat TSP 160 Tidak Sehat TSP 130 Tidak Sehat TSP 139 Tidak Sehat TSP 110 Tidak Sehat CO 136 Tidak Sehat 117

14 118 c Analisis Kondisi Kebersihan dan Penghijauan Kondisi kebersihan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok menurun akibat peningkatan kegiatan pelabuhan. Dampak sampah walau sudah mempunyai sistem, yaitu sampah-sampah dikumpulkan di lokasi Penampungan Sementara (PS), lalu di angkut ke Tempat Pembungan Akhir (TPA) dan dimusnahkan di TPA, masih sebagian belum bisa terangkut sampah dari kapal-kapal juga sudah memiliki sistem, tetapi belum seluruhnya bisa terangkut ke TPA. Selain itu juga sampah-sampah produk dari instalasi karantina di pelabuhan. Fasilitas penampungan dan pembakaran barang-barang karantina yang tidak bisa masuk ke dalam daerah pabean Indonesia tidak tersedia dalam pelabuhan. Tingkat pengumpulan dan pembuangan sampah (limbah padat) dari komplek pelabuhan ke Tempat Pembuangan Akhir sampah masih berkisar kira-kira 80%, sehingga sebagian sampah masih tertinggal di dalam areal pelabuhan (BPLHD DKI Jakarta, 2009). Berdasarkan data tersebut, maka kondisi kebersihan di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok termasuk dalam kategori sedang (belum baik betul, tetapi sudah ada peningkatan sistem). Kondisi penghijauan juga termasuk kategori rendah, karena sesuai dengan data dari PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, maka luas areal hijau di dalam komplek pelabuhan tidak sampai 10%. Kalaupun ada tanah kosong, umumnya dibangun untuk lapangan penumpukan. Ketersediaan jalur hijau di dalam areal komplek Pelabuhan Tanjung Priok tidak dalam bentuk zonazona. Penghijauan masih berupa penanaman pohon di pinggir jalan-jalan utama di dalam pelabuhan, atau berupa tanah kosong pemisah bangunan gedung-gedung atau antar bangunan perkantoran, dan lebih bersifat sporadis. Apabila dibandingkan terhadap Standar Perencanaan Penghijauan di suatu kawasan yang idealnya + 20%, berarti prosentase penghijauan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok tidak mencapai 50%, termasuk kategori rendah. Di sisi lain dalam menjaga kelestarian lingkungan, sebetulnya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok telah melaksanakan Studi Evaluasi Lingkungan (SEL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dalam merealisasikannya, manajemen Pelabuhan Tanjung Priok telah melaksanakan hal-hal berikut :

15 119 1) Menjaga kebersihan lingkungan darat dengan membuat TPS yang tersebar di dalam pelabuhan, hasilnya dibawa dan dibuang ke TPA Bantar Gebang Bekasi, dan untuk pengelolaannya PT Pelindo II (Persero) bekerja sama dengan swasta. 2) Penanaman pohon dan taman-taman baru untuk penghijauan, pemeliharaan dan penataannya di lingkungan kawasan pelabuhan. 3) Menjaring sampah di kolam pelabuhan dengan memakai perahu, dikumpulkan ke TPS dan selanjutnya dibuang ke TPA Bantar Gebang Bekasi. 4) Bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Tanjung Priok untuk pelestarian lingkungan. 5) Menjaring sampah domestik di Jembatan Kali Kresek dan Kali Japat dan bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta untuk pengangkutannya ke TPA. 6) Menjaga kebersihan lingkungan perairan dengan membuat Reception Facility untuk menampung sementara limbah kapal. 7) Menertibkan pedagang asongan di dalam lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok. 8) Membuat suatu area untuk kebutuhan makanan dan minuman pekerja berupa : kios-kios makanan yang telah ditetapkan lokasinya. d Analisis Tingkat Sedimentasi Perairan Pengambilan sampel sedimen untuk Pelabuhan Tanjung Priok dilaksanakan pada 7 (tujuh) titik dan diambil pada saat ada kegiatan ataupun tidak di lokasi yang telah ditentukan di area pelabuhan. Ketujuh titik lokasi tersebut adalah sebagai berikut : Titik 1 : Area Perairan DKP Titik 2 : Area Dermaga Ex Syahbandar Titik 3 : Area Dock Koja Bahari Titik 4 : Area Pintu Keluar/Masuk Barat Titik 5 : Area Muara Kali Lagoa Titik 6 : Area Luar DAM Breakwater Titik 7 : Area Dumping Site Hasil pemantauan sedimentasi pada perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 24 dan Gambar 29.

16 mg/kg 120 Tabel 24 Hasil Pemantauan Sedimentasi Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2009 No Parameter Satuan Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Keteran gan 1. Arsen (Ar) mg/kg < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 *) US Kadmium 2. mg/kg < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 EPA (Cd) Method Khromium 3. mg/kg < B Total (Cr) 4. Nikel (Ni) mg/kg Raksa (Hg) mg/kg < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < Seng (Zn) mg/kg Tembaga (Cu) mg/kg Timbal (Pb) mg/kg Sumber : Pemantauan Lingkungan PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Arsen (Ar) Kadmium (Cd) Khromium Total (Cr) Nikel (Ni) Raksa (Hg) Seng (Zn) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Sumber : Pemantauan Lingkungan PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009 Gambar 29. Hasil Pemantauan Sedimen di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2009 Untuk pemeliharaan perairan Pelabuhan Tanjung Priok, maka PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok melakukan pengerukan setiap tahun agar alur pelayaran keluar masuk kolam pelabuhan tidak ditutupi oleh sedimen. Dari data yang diperoleh, maka sedimen yang dikeruk dan dipindahkan dari kolam Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2007 sebesar m 3, tahun 2008 sebesar m 3, dan pada tahun 2009 sebesar m 3. Sebagian besar sedimen itu datang dari arah laut masuk melalui pintu masuk kolam dan dari muara II sungai yang masuk ke kolam pelabuhan (PT Pelindo II (P) Cabang Tanjung Priok) untuk lebih jelasnya rincian volume pengerukan setiap lokasi dari tahun 2007 sampai 2009 disajikan pada Tabel 25.

17 121 Tabel 25 Volume pengerukan di areal Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2007 sampai 2009 Lokasi West Outer Channel West Inner Channel North DKB Channel Oil Channel Basin I Basin II Basin III North Berth JICT & Koja Berth MTI & Lantamal Basin Nusantara I, II, Berth North Inner Channel (Basin I s/d DKP) Car Terminal Total Sumber : PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009 Berdasarkan hasil penelitian kondisi sedimentasi perairan Pelabuhan Tanjung Priok, dinilai dari nilai dan jenis sedimentasi sesuai dengan pengklasifikasiannya, maka tingkat sedimentasi berada pada kategori cukup tinggi (sedang) berada pada Area Luar DAM Breakwater, dan Area Dumping Site. Sedangkan berdasarkan frekuensi pengerukan sesuai data dari PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, maka tingkat sedimentasi pada kategori tinggi karena frekuensi pengerukan dilakukan tiap tahun (di bawah 3 tahun) pada 16 lokasi sesuai Tabel 25 Untuk mengatasi tingkat sedimentasi baik dari aspek nilai dan jenis sedimentasi, maupun dari aspek frekuensi pengerukan, diperlukan penyelesaian secara terpadu dan menyeluruh dengan instansi Pemerintah Pusat terkait dan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, yaitu untuk menyelesaikan sumber sedimentasi di daerah hulu kali (sungai) yang bermuara ke perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan juga sedimen yang terbawa arus angin Barat dari sebelah Barat perairan Teluk Jakarta Analisis Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan a Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kawasan Penyangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar (penyangga) pelabuhan meliputi tingkat pendapatan, tingkat pekerjaan dan tingkat kerawanan sosial.

18 122 Dampak sosial ekonomi pertumbuhan Pelabuhan Tanjung Priok yang dianalisis adalah dampak terhadap tingkat pendidikan dan kepadatan penduduk kecamatankecamatan Cilincing, Koja dan Tanjung Priok. Penelitian dilakukan terhadap responden yang terlibat dalam kegiatan kepelabuhanan, jenis mata pencaharian penduduk dan pertumbuhan kegiatan usaha/ekonomi sebagai efek ganda dari keberadaan pelabuhan, tingkat pendapatan penduduk (responden), tingkat pengetahuan penduduk terhadap lingkungan dan kepelabuhanan, dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Responden berjumlah 60 orang yang berasal dari Kecamatan Cilincing, Koja dan Tanjung Priok. Tingkat pendidikan responden yang paling tinggi adalah SMP sebanyak 34% (20 orang), SMA sebanyak 33% (20 orang), SD sebanyak 28% (17 orang), D3 3% (2 orang) dan tidak tamat SD sebanyak 2% (1 orang). Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program kegiatan karena pendidikan akan mempengaruhi kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan lingkungan. Tingkatan pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 30. Pendidikan berperan membawa mekanisme yang dapat mengubah bentuk watak dan pribadi seseorang. Setiap manusia, sesuai dengan kodratnya, masingmasing memiliki karakteristik perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) serta daya nalar dan kreativitas yang tidak selalu sama dengan orang lainnya. Karakteristik seperti itu, akan sangat menentukan kinerja dan produktivitas. Gambar 30 Tingkat Pendidikan Responden

19 123 Sumberdaya manusia berbeda dengan sumberdaya lainnya, sumberdaya manusia dengan kualifikasi tertentu seringkali memerlukan pendidikan dan membutuhkan pengalaman kerja selama bertahun-tahun. Oleh karenanya dalam teori manajemen dinyatakan sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang memegang posisi strategis dalam setiap pengelolaan kegiatan, sebab selain sebagai salah satu unsurnya, manusia sekaligus merupakan pengelola sumberdaya yang lain. Sorjani et al. (1987) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan sangat menentukan sebagai alat penyampaian informasi kepada manusia tentang perlunya perubahan untuk merangsang penerimaan gagasan baru. Perubahan atau pengaruh pembangunan tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi yang seringkali menimbulkan keresahan sosial yang gawat, yang terjadi karena kurangnya pendekatan yang serasi tinggal terhadap masyarakat di sekitar lokasi pembangunan. Mengenai pengaruh ekonomi, Soeratmo (1998) mengemukakan bahwa perubahan dalam basis ekonomi akan mempengaruhi perubahan dalam kegiatan bukan berbasis ekonomi. Pengaruh ekonomi tersebut bersifat sekunder yang harus diperhitungkan. Kegiatan ekonomi bukan basis mencakup berbagai usaha ekonomi yang terkait secara tidak langsung dengan ekonomi di sektor basis, sebagai contoh jika balai industri berkembang, akan berkembang pula usaha jasa transportsi pedesaan, usaha warung, serta jasa-jasa perdagangan lainnya di desa setempat. Dalam rangka mengetahui sejauh mana pengaruh suatu program pembangunan, maka dilaksanakan pemantauan dan evaluasi secara terus-menerus. Hal tersebut diperlukan untuk bisa segara memahami sejauh mana pengaruh dari suatu program pembangunan pada keseimbangan sistem sosial-ekonomi dan keseimbangan tersebut diharapkan agar senantiasa lestari. Apabila kelestarian belum tercapai, maka program pembangunan tersebut perlu mendapat masukan untuk menghilangkan faktor faktor penyebab dan mengurangi tekanannya terhadap lingkungan sosial tersebut, sehingga kelestarian tetap tercapai. Kondisi perkembangan suatu wilayah juga tercermin dari jenis pekerjaan penduduk. Jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31 menunjukkan jenis pekerjaan yang paling dominan adalah pedagang sebanyak 22% (13 orang), pekerja informal yang terdiri atas ekspedisi,

20 124 kurir, pengasing ikan, penimbang ikan, penjahit, staff BUMN sebanyak 12% (masing-masing 1 orang), nelayan sebanyak 10% (6 orang), buruh, pegawai swasta dan wirausaha sebanyak 8% (masing-masing 5 orang), juru parkir, ojek motor, ojek sepeda dan security sebanyak 5% (masing-masing 3 orang). Gambar 31 Jenis Pekerjaan Responden Jenis pekerjaan responden pada umumnya ada yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan kepelabuhan di Tanjung Priok. Masyarakat yang berada di Kecamatan Tanjung Priok dan Koja banyak yang mempunyai kegiatan yang terkait langsung dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok, sedangkan masyarakat yang berada di Kecamatan Cilincing banyak yang perprofesi sebagai nelayan, pekerjaan responden tidak terkait dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Keterlibatan responden dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32 menunjukkan keterlibatan responden dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok adalah jumlah responden yang terlibat langsung dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Periok sebanyak 45 % (27 orang) dan yang tidak terlibat sebanyak 55%. (33 orang).

21 125 Gambar 32. Keterlibatan Responden Gambar 32 hasil kuesioner dan wawancara dengan masyarakat menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum ikut terlibat dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini bisa disebabkan karena Pelabuhan Tanjung Priok sudah sedikit menggunakan tenaga manusia dalam melakukan pengoperasian Pelabuhan. Berdasarkan hal tersebut sangat perlu pelibatan masyarakat dalam kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga masyarakat di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Disamping dampak langsung tersebut juga terdapat aktivitas bangkitannya yang membawa dampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Tingkat pendapatan responden di tiga Kecamatan Tanjung Priok, Koja dan Cilincing dapat dilihat pada Gambar 33. Gambar 33 menunjukkan tingkat pendapatan responden paling dominan di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok adalah yang mempunyai pendapatan antara Rp Rp sebanyak 64% (46 orang), Rp Rp sebanyak 28% (17 orang), > Rp sebanyak 8% (8 orang), dengan tingkat pendapatan rata-rata Rp /KK/bulan atau Rp /KK/tahun. Tingkat pendapatan sangat terkait dengan jenis pekerjaan responden. Umumnya yang berprofesi sebagai pedagang mempunyai pendapatan yang tinggi jika dibandingkan dengan buruh dan lain-lain. Tingkat pendapatan ini dapat mempengaruhi keadaan kesejahteraan responden.

22 126 Gambar 33. Tingkat Pendapatan Responden Dari data-data tersebut di atas, maka sebagian besar masyarakat di kawasan penyangga pelabuhan (64%) memiliki tingkat penghasilan rendah, masih di bawah standar kehidupan minimal sesuai standar Badan Pusat Statistik dan Upah Minimum Propinsi DKI Jakarta pada saat itu (2009). Sisanya sebanyak 36% termasuk kategori sedang, yang pada umumnya bekerja sebagai pegawai formal tetapi memiliki penghasilan tambahan pekerjaan informal. Kepadatan lingkungan penduduk yang tinggi dengan kondisi perumahan yang kumuh dan tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi rendah, menyebabkan tingkat kerawanan sosial masyarakat tinggi. Salah satu contoh adalah peristiwa Makam mbah Priok yang mau direlokasi dan akan dikembangkan untuk perluasan terminal kontainer menimbulkan tragedi berskala nasional. b Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan dan Rencana Pengembangan Pelabuhan Persepsi responden di Kecamatan Tanjung Priok, Koja dan Cilincing terhadap kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok dapat didasarkan manfaat yang diterima oleh mereka. Gambar 34 menunjukkan sebagian besar tanggapan responden terhadap Pelabuhan Tanjung Priok mempunyai tanggapan baik sebesar 53% (32 orang), tanggapan sedang 37% (22 orang), tanggapan rendah 8% (5 orang), dan tanggapan sangat baik sebanyak 2% (1 orang). Munculnya berbagai

23 127 tanggapan ini terkait dengan manfaat dari Pelabuhan Tanjung Priok. Umumnya responden sangat setuju dengan adanya rencana pengembangan kawasan Tanjung Priok. Hal tersebut disebabkan akibat pengembangan kawasan Tanjung Priok akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan mereka. Bagi responden yang mendapat manfaat, baik langsung maupun tidak langsung maka tanggapan pada umumnya positif. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak mendapat manfaat, tanggapan yang diberikan pada umumnya negatif. Bagi kelompok masyarakat yang memberikan tanggapan negative walaupun persentasenya kecil (± 8%)tetapi dapat menggerakan kelompok masyarakat yang memberikan tanggapan sedang (± 37%) seperti kejadian kerusuhan Mbah Priok. Rencana pengembangan fasilitas pelabuhan terminal container Tanjung Priok ke lokasi komplek pemakaman Mbah Priok seluas 8 ha oleh PT Pelindo II yang sebetulnya adalah kosong dan makamnya telah dipindahkan telah menimbulkan kerusuhan yang cukup berat, tanpa disertai sosialisasi dan persiapan yang matang sebelumnya. Dampak lain dari pengembangan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok adalah adanya pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara dan air, kesemrautan lalu lintas yang menyebabkan kemacetan, kekumuhan dan tingginya kerawanan sosial di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok. Mereka sangat mengharapkan adanya perhatian baik dari Pihak Pengelola Pelabuhan Tanjung Priok maupun Pemerintah Daerah setempat untuk menangani permasalahan-permasalahan di kawasan sekitar Pelabuhan Tanjung Priok. Gambar 34. Tingkat Persepsi Responden

24 128 c Analisis Tingkat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pekerja Pelabuhan dan Tingkat Keamanan Kawasan Pelabuhan. Di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok faktor Kesehatan dan Keamanan Kerja (K3) para pekerja selalu menjadi program utama pengelola Pelabuhan Tanjung Priok. Parameter yang dinilai adalah tingkat kecelakaan kerja nol atau dengan target zero-accident walau sulit untuk mencapainya. Sesuai ketentuan yang ditetapkan, maka tolok ukur tingkat kecelakaan kerja dibagi dua yaitu: IFR = Injury Frequency Rate dan ISR = Injury Security Rate. Dari data-data yang diperoleh dan hasil wawancara dengan manajer terkait, maka IFR dan ISR di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun semakin baik dan termasuk dalam kategori sedang. Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan internasional, terkait dengan aspek keamanan fisik dan barang di kawasan pelabuhan dibagi atas pengamanan peraturan dan ketentuan internasional dari IMO, yaitu International Maritime Organization. 1) Kawasan terbatas (restricted comply area). 2) Kawasan tidak terbatas (bebas tetapi terbatas). Dari tahun 2004 sampai tahun 2009, Pelabuhan Tanjung Priok mendapat penghargaan dari Ditjen Perhubungan Laut bekerja sama dengan perusahaan semacam coastguard dari Amerika Serikat, berupa sertifikat International Save and Port Security Code (ISPS-Code) dan diaudit terus setiap tahun oleh konsultan Amerika, untuk mendapat tingkat kepatuhan (comply). Jadi tingkat keamanan di Tanjung Priok termasuk kategori baik. d Analisis Program Bina Lingkungan Terhadap Kawasan Penyangga Pelabuhan Program Bina Lingkungan dari BUMN-BUMN terhadap kawasan binaan dan perusahaan UMKM binaanya telah diatur dengan Peraturan Menteri Negara BUMN PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Menengah dan Kecil dan Bina Lingkungan. Pelaksanaan Bina Lingkungan pengelola Pelabuhan Tanjung Priok terhadap kawasan penyangga pelabuhan dalam bentuk pembangunan fisik dan bantuan usaha menengah dan kecil termasuk kategori sedang. Bina Lingkungan selama periode belum memberikan perubahan yang berarti terhadap kondisi fisik dan pertumbuhan ekonomi masyarakat kawasan penyangga pelabuhan.

25 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang dengan Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok a Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan Analisis tentang kesesuaian pemanfaatan ruang daratan pelabuhan dilakukan dengan cara melakukan interseksi antara Peta Rencana dengan Peta Kondisi Penggunaan Tanah Eksisting. Berdasarkan perbandingan antara Peta Rencana dengan Peta Existing Penggunaan Tanah di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, maka kesesuaian pemanfaatan ruangnya digolongkan atas tiga kategori: 1) Sesuai. Area interseksi dinilai sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi dan jenis yang sama. Misalnya saja, jika area Terminal Multipurpose Domestik pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Domekstik pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut dikatakan sesuai. 2) Kurang sesuai. Area interseksi dinilai kurang sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi yang sama, tetapi jenis yang berbeda. Misalnya saja, jika area Terminal Curah Cair pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Internasional pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut kurang sesuai. 3) Tidak sesuai. Area interseksi dinilai tidak sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi yang berbeda. Misalnya saja, jika Area Pemerintahan pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Internasional pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut dikatakan tidak sesuai. Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang setiap kegiatan dan penggunaan tanah eksisting di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Masterplan Tata Ruang Pelabuhan Tanjung Priok yang telah disahkan Menteri Perhubungan Republik Indonesia sesuai SK Menteri Perhubungan No. PM 42 Tahun 2011 disajikan pada Tabel 26. Pemanfaatan ruang setiap kegiatan dan penggunaan tanah di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sebagaimana tertera pada Tabel 26 dapat diuraikan sebagai berikut :

26 130 1) Area-Area Yang Sesuai Berdasarkan hasil interseksi pada peta, maka ternyata area interseksi yang termasuk kriteria sesuai cukup luas. Area yang Sesuai ini berupa Terminal Peti Kemas Internasional pada Peta Existing, yang memang direncanakan sebagai area Terminal Peti Kemas Internasional pada Peta Rencana. Dari hasil analisis sistem informasi geografis di dalam tabel luasnya mencapai 32% dari seluruh areal pelabuhan. Area yang sesuai ini tidak memerlukan perubahan, karena baik dari segi fungsi (terminal) maupun dari segi jenis (terminal peti kemas internasional) memang sudah sama antara rencana dan existing, sehingga untuk mewujudkan rencana ini, Pelabuhan Tanjung Priok tidak perlu melakukan perubahan fungsi guna lahan, dan juga tidak perlu melakukan investasi untuk melakukan perubahan jenis fungsi. Tabel 26 Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2009 LUAS (HA) PEMANFAATAN RUANG KURANG SESUAI SESUAI/ Total TIDAK SESUAI A 81,956 81,956 Area Kantor/Dagang 81,681 81,681 Area Pemerintahan 0,026 0,026 Lapangan Tangki 0,1 0,1 Terminal Multipurpose 0,149 0,149 Area Kantor/Dagang 0,998 14,907 15,905 AREA KANTOR/DAGANG 0,371 0,371 Area Pemerintahan 4,914 4,914 Car Terminal 9,05 9,05 Restoran dan Gudang Persediaan 0,627 0,627 Syah Bandar 0,382 0,382 Terminal Multipurpose 0,561 0,561 AREA PEMERINTAHAN 24,105 0,81 24,915 Area Kantor/Dagang 0,81 0,81 Area Pemerintahan 24,105 24,105 JITC I 0 0 DOCK YARD 15,33 15,33 Area Kantor/Dagang 13,459 13,459 Area Pemerintahan 0 0 Port Logistic Area 1,871 1,871

27 131 LUAS (HA) PEMANFAATAN RUANG KURANG SESUAI SESUAI/ Total TIDAK SESUAI PORT LOGISTIC AREA 2,216 31,004 33,22 Area Kantor/Dagang 20,982 20,982 Area Pemerintahan 3,968 3,968 Gudang Cargo PT MTI 6,054 6,054 Port Logistic Area 1,176 1,176 Restoran dan Gudang Persediaan 1,04 1,04 TERM KONVENSIONAL (MULTIPURPOSE) 50,499 54,65 105,149 A 3,553 3,553 Area Kantor/Dagang 39,776 39,776 Area Pemerintahan 3,447 3,447 Kawasan Berikat Nusantara 16,182 16,182 Lapangan Tangki 7,874 7,874 Pelabhuan PT. KAI 9,835 9,835 Pelabuhan Perahu 3,734 3,734 Terminal Multipurpose 12,922 12,922 Terminal Penumpang 7,826 7,826 TERM PETI KEMAS 3,448 3,448 Area Kantor/Dagang 2,691 2,691 Terminal Penumpang 0,757 0,757 TERM PETI KEMAS DOMESTIC 50,486 50,486 Area Kantor/Dagang 10,111 10,111 Area Pemerintahan 0,1 0,1 Terminal Multipurpose 26,286 26,286 Terminal Penumpang 3,818 3,818 Terminal Peti Kemas (JITC 2) 10,171 10,171 TERM PETI KEMAS INTERNATIONAL 101,777 9, ,48 Area Kantor/Dagang 3,444 3,444 Area Pemerintahan 0 0 Graha Segara 6,259 6,259 JITC I 80,521 80,521 Terminal Peti Kemas Kodja 21,256 21,256 TERMINAL CURAH CAIR 57,844 57,844 A 4,29 4,29 Area Kantor/Dagang 29,779 29,779

28 132 LUAS (HA) PEMANFAATAN RUANG KURANG SESUAI SESUAI/ Total TIDAK SESUAI Car Terminal 0,007 0,007 Lapangan Tangki 3,348 3,348 Pertamina 18,601 18,601 Terminal Penumpang 1,819 1,819 TERMINAL CURAH KERING 61,239 61,239 Area Kantor/Dagang 50,9 50,9 Area Pemerintahan 0 0 Lapangan Tangki 10,339 10,339 TERMINAL PENUMPANG 3,271 3,271 Lapangan Tangki 0,002 0,002 Terminal Penumpang 3,269 3,269 To t a l 179, , ,243 (32%) (68%) (100%) Sumber : Hasil analisis (SIG), ) Area-Area Yang Kurang Sesuai / Area-Area Tidak Sesuai 2.1) Area-Area Yang Kurang Sesuai Area interseksi yang termasuk kriteria kurang sesuai juga ternyata cukup luas. Area yang kurang sesuai ini adalah berupa area-area yang pada Peta Rencana direncanakan sebagai fungsi terminal, sedangkan menurut peta existing juga memang sudah memiliki fungsi terminal. Dari hasil analisis dan data yang diperoleh, luas area-area yang kurang sesuai ini lebih besar dari area yang tidak sesuai, diperkirakan mencapai 38% dari seluruh areal pelabuhan.yang menyebabkan kondisi kurang sesuai tersebut adalah tidak sesuainya jenis-jenis dari terminal tersebut, misalnya: Area yang direncanakan sebagai terminal konvensional/multipurpose, ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal break bulk, terminal curah cair terminal roro, dan terminal penumpang. Area yang direncanakan sebagai terminal curah kering, ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal break bulk terminal multipurpose domestik, dan terminal peti kemas domestik.

29 133 Area yang direncanakan sebagai terminal peti kemas domestik ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal multipurpose domestik dan terminak break bulk internasional. Area yang direncanakan sebagai terminal peti kemas internasional ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal peti kemas domestik. Area yang kurang sesuai ini hanya memerlukan sedikit perubahan, karena dari segi fungsi (terminal) memang sudah sama antara rencana dan existing, sehingga untuk mewujudkan rencana ini, Pelabuhan Tanjung Priok hanya perlu mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan untuk melakukan penyesuaian jenis terminal. Misalnya saja, area yang tadinya merupakan terminal peti kemas domestik perlu diberi tambahan perangkat conveyor belt untuk menjadi area terminal curah kering sebagaimana rencana. Area-area yang kurang sesuai, yaitu peruntukan tanah sesuai, akan tetapi kegiatan/fungsi berbeda maka dengan merubah kegiatan atau fungsi prosentasenya bisa meningkat tajam mencapai ± 70%, misalnya terminal yang direncanakan untuk kontainer dipakai sementara untuk non kontainer. 2.2) Area-Area Yang Tidak Sesuai Pemanfaatan ruang di dalam Pelabuhan Tanjung Priok yang tidak sesuai masih cukup luas ( 30%) terutama karena masih adanya fungsi/kegiatan yang sudah lama berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang tidak sesuai dengan Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok yang baru, misalnya kawasan industri, perkantoran dan tempat berdagang yang tersebar, tempat tinggal penduduk, serta dermaga Angkatan Darat dan dermaga Angkatan Laut. Untuk relokasi atau pemindahan fungsi-fungsi tersebut di atas masih memerlukan waktu yang lama. Pada akhir tahun 2009, tahun 2010 dan 2011, PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok melakukan revitalisasi kawasan pelabuhan dengan perbaikan sarana/prasarana kawasan pelabuhan dan relayout kegiatankegiatan di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk lebih jelasnya peta pemanfaatan ruang eksisting daratan pelabuhan Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok dan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Fungsi-Fungsi di daratan pelabuhan disajikan pada Gambar 35, Gambar 36 dan Gambar 37.

30 134 Gambar 35. Peta Pemanfaatan Ruang Eksisting Pelabuhan Tanjung Priok 2011

31 Gambar 36. Peta Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok , Jakarta

32 Sumber : Diolah PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dan Kementrian Perhubungan RI ( Peraturan MenHub No. PM 42/2011 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok), Jakarta Gambar 37. Peta Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Eksisting Daratan Pelabuhan Tanjung Priok

33 137 b Analisis Kesesuaian Teknis Perairan Pelabuhan Perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan alur pelayarannya pada dasarnya sudah sesuai ditinjau dari parameter kedalaman laut, seabed material, jarak ke mulut pelabuhan, arus laut, gelombang laut, kecepatan angin jarak ke daerah sensitif, tidak adanya halahangan yang mengganggu oleh gerak kapal dan tidak ada daerah terlarang di palabuhan Tanjung Priok. Analisis pemanfaatan perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk alur pelayaran dan teknis pengoperasian kapalkapal keluar-masuk Pelabuhan Tanjung Priok sudah sesuai. Hanya satu parameter yang menjadi kendala yaitu tingkat sedimentasi untuk perairan dan alur pelayaran tidak sesuai. Analisis kesesuaian perairan ini disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk Alur Pelayaran dan Operasional Kapal Tahun 2009 No. 1. Parameter Kedalaman (010,5 LWS sampai -14,7 LWS) S1 (Sesuai) Cukup baik untuk alur dan labuh kapal S2 (Sesuai Bersyarat) N (Tidak Sesuai) Seabed Material Lempung berpasir Jarak ke mulut pelabuhan Dekat Arus 5. Gelombang 6. Angin (Kecepatan) Jarak ke daerah sensitif Sedimentasi (perairan) Sedimentasi (alur pelayaran) Arus lambat, aman oleh gerak kapan dan lego jangkar < 1,0 m (0,1 1 m) Calm -12 knot (4-6 knot) Dekat, tapi dapat melakukan tindakan penanggulangan Halangan Tidak ada halangan yang mengganggu oleh gerak kapal 10. Daerah terlarang Tidak ada larangan Sedimentasi perairan tinggi Sedimentasi alur pelayaran tinggi - -

34 138 c Analisis Kapasitas dan Kebutuhan Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Dalam menghitung kebutuhan ruang ideal pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok, digunakan rumus dari Ligteringen tentang Ports and Terminals bagian Planning and Design Container Terminal sebagaimana disampaikan pada Bab 3 Sub-Bab Pendekatan dengan menggunakan rumus Ligteringen ini sudah sering digunakan pada negara-negara berkembang. Rumus dari Ligteringen ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan ruang container yard di dalam Pelabuhan Tanjung Priok dan menghasilkan luas ialah untuk lapangan penimbunan kontainer (container yard) pada tahun 2009 adalah 223 ha. Data luas lahan penimbunan petikemas eksisting (2009) adalah 156,7 ha, sehingga kapasitasnya terhadap kebutuhan ideal sesuai standar adalah 70% dari 223 ha atau masih kekurangan 66,3 ha. Sebaliknya dengan menggunakan rumus yang sama, dengan luasan lapangan penimbunan kontainer eksisting (2009) ha, dan jumlah kontainer 3,8 juta TEUs, maka m i atau YOR adalah kira-kira 100% (kapasitas sudah melebihi 30% dari YOR ideal). Apabila jumlah tonase kontainer sudah melebihi 3,8 juta TEUs, dengan hanya kapasitas lapangan penimbunan kontainer yang sekarang, maka nilai YOR akan meningkat lagi melebihi 100%. Selanjutnya dalam penelitian ini rumus H. Ligteringe yang sama digunakan untuk menghitung proyeksi kebutuhan ruang lahan penimbunan petikemas (container yard) dalam pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Menengah (2020) dan Jangka Panjang (2030). Proyeksi kebutuhan ruang dengan menggunakan skenario basic case data hasil proyeksi pertumbuhan arus barang skenario basic case disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Proyeksi Pertumbuhan Arus Barang Petikemas dan Kebutuhan Ruang Lahan Penimbunan Petikemas Tahun 2020 dan 2030 No Skenario Tahun Total Arus Barang Kebutuhan (TEUs ) Lahan CY (ha) Keterangan High Case Lahan Eksisting 2 Basic Case (2009) CY = ha 3 Low Case Sumber : Hasil Analisis dalam studi disertasi dengan menggunakan data Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok dan rumus H. Ligteringen, 2011

35 139 Dalam perencanaan 20 tahun kedepan ( ), studi ini memproyeksikan pertumbuhan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Sebagaimana disampaikan pada Bab III tentang Metode Analisis Proyeksi Pertumbuhan Barang dari Pelabuhan Tanjung Priok, adalah dengan menggunakan data sekunder dari Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Mengacu kepada SK Menteri Perhubungan No. 42 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok, ada 3 skenario Proyeksi Arus Barang Petikemas di Pelabuhan, yaitu skenario high case, basic case, dan low case. Untuk kepentingan studi disertasi yaitu Rencana Pengembangan Tanjung Priok pada Jangka Menengah maupun Jangka Panjang dirujuk kepada skenario basic case yang dinilai lebih moderat dan layak digunakan. Untuk lebih jelasnya proyeksi (forecast) arus barang disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Proyeksi Arus Barang Petikemas dan Non Petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2011, tahun 2020 dan tahun 2030 Total Cargo No Skenario Tahun TEUs Ton (.000) (.000) High Case Basic Case Low Case Sumber : JICA Study Team, 2011 Kebutuhan Lahan CY Lahan Eksisting (ha) Kebutuhan Lahan CY (ha) Kekurangan Selanjutnya berdasarkan proyeksi peti kemas dengan pengelompokan tujuan internasional dan domestik, hasil proyeksi diperkirakan untuk tahun 2011 sampai 2030 dalam jumlah ton sebagaimana disajikan pada Tabel 30 dan Gambar 38. Tabel 30 Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun dalam jumlah Ton (Basic Case) Peti Kemas Internasional Peti Kemas Domestik Tahun Bongkar Total (ton) Import (ton) Export (ton) Muat (ton) (ton) ,616 12,980 2,417 5,244 36, ,909 23,244 5,312 13,237 79, ,787 36,396 9,289 25, ,868 Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011

36 Jumlah (TEUs) Jumlah (ton) , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20, Cargo International (Import) 15,616 37,909 69,787 Cargo International (Export) 12,980 23,244 36,396 Cargo Domestic (Bongkar) 2,417 5,312 9,289 Cargo Domestic (Muat) 5,244 13,237 25,396 Total 36,528 79, ,868 Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011 Gambar 38 Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun dalam jumlah Ton (Basic Case) dalam bentuk grafik Sedangkan untuk pengelompokan (distribusi) dengan kategori yang sama, yaitu petikemas internasional dan domestik untuk tahun 2011 sampai 2030 hasil proyeksi dalam jumlah TEUs disajikan pada Tabel 31 dan Gambar 39. Tabel 31 Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun dalam jumlah TEUs (Basic Case) dalam bentuk tabel Tahun Peti Kemas Internasional Peti Kemas Domestik Total Import Export Bongkar Muat (TEUs) (TEUs) (TEUs) (TEUs) (TEUs) ,445 1, , ,628 3,628 1,142 1,142 9, ,678 6,678 2,191 2,191 17,738 Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, ,000 15,000 10,000 5, Cargo International (Import) 1,445 3,628 6,678 Cargo International (Export) 1,291 3,628 6,678 Cargo Domestic (Bongkar) 524 1,142 2,191 Cargo Domestic (Muat) 544 1,142 2,191 Total 3,804 9,539 17,738 Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011 Gambar 39 Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun dalam jumlah TEUs (Basic Case) dalam bentuk grafik

37 141 Sebagai referensi dalam studi disertasi ini, juga dilakukan kajian dan evaluasi terhadap hasil studi JICA tahun 2003 tentang forecasting pertumbuhan arus barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2000 sampai tahun Forecasting pertumbuhan arus barang sampai tahun 2025 sesuai Studi JICA diperkirakan mencapai ±7,5 juta TEUs, sedangkan pada tahun 2020 mencapai hampir 6 juta TEUs. Kondisi nyata pada saat survey dilakukan (tahun 2009) sudah mencapai 3,8 juta TEUs. Apabila Yard Occupantie Rate (YOR) yang ideal 70%, berarti idealnya kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok harus sudah bisa menunjang 5,4 juta TEUs pada tahun 2009, sedang kondisi nyata Pelabuhan Tanjung Priok setelah dilakukan rehabilitasi pada tahun 2009 kapasitasnya baru mencapai 3,7 juta TEUs. Hasil perhitungan forecasting JICA tidak terlalu jauh dari hasil perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini, sehingga bisa digunakan sebagai referensi. Perhitungan forecasting tersebut belum mengikutsertakan faktor kebijakan Pemerintah sebagai variabel bebas, seperti kebijakan C-AFTA (China- Asean Free Trade Association) yang otomatis akan menambah volume barang impor yang cukup signifikan dari Negara China ke Indonesia khususnya melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Hasil perhitungan proyeksi dari hasil studi dari JICA tahun 2003 disajikan pada Gambar 40. Gambar 40 Proyeksi Kebutuhan dan Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok Sampai Tahun 2025

38 Analisis Peraturan Perundang-Undangan dan Kelembagaan Pengelolaan Pelabuhan Sesuai dengan struktur organisasi kepelabuhanan dalam UU No.17/2008 tentang Pelayaran dan PP No.61/2009 tentang Kepelabuhanan, maka dipandang dari sisi pengusahaan dan pengelolaan kepelabuhanan komersil dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan dapat bekerjasana dengan Badan Usaha Pelabuhan di mana Otoritas Pelabuhan adalah milik Pemerintah Pusat, yaitu Kementrian Perhubungan. Untuk pelabuhan komersial (pelabuhan utama dan pengumpul) seperti Pelabuhan Tanjung Priok yang jelas-jelas menguntungkan, ijin pembangunan pelabuhan adalah oleh Pemerintah Pusat. Pembangunan pelabuhan, penyiapan lahan, jasa kepelabuhanan dan pengelolaan pengusahaannnya oleh Otoritas Pelabuhan, baik sendiri maupun bekerjasama dengan Badan Usaha Pelabuhan. Ijin mengoperasikan pelabuhan juga oleh Menteri Perhubungan. Di dalam peraturan perundang-undangan kepelabuhanan baru, menurut hasil analisis yang dilakukan penulis, terdapat kelebihan dan kekurangannya. Adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antara regulator (Otoritas Pelabuhan) dengan operator (PT Pelindo (Persero) baik, akan tetapi di dalam peraturan perundang-undangan tersebut, khususnya pada pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul seperti Pelabuhan Tanjung Priok, kewenangan Pemerintah Daerah tidak jelas. Terkait pengelolaan lingkungan dan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur keluar masuk pelabuhan dengan struktur organisasi kepelabuhanan yang baru sesuai dengan UU No.17/2008 dan PP. No.61/2009 masih belum terbukti di dalam implementasinya menjadi hak dari Perijinan dan pengesahan dokumen-dokumen Pengelolaan Lingkungan baik di kawasan pelabuhan maupun di luarnya oleh Pemerintah Daerah memerlukan koordinasi yang kuat dari konsisten untuk terwujudnya pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan seperti Pelabuhan Tanjung Priok. Analisis terhadap peraturan perundang-undangan dan kelembagaan dalam pelabuhan disajikan pada Gambar 41 dan Gambar 42 serta Tabel 32.

39 143 UU No.17/2008 Tentang Pelayaran Pelabuhan Laut Pelabuhan Komersial (yang diusahakan) Pelabuhan Belum Komersial Pemerintahan Pengusahaan Menteri Perhubungan / Gubernur / Bupati / Walikota Badan Usaha Pelabuhan (BUMN, BUMD dan Badan Hukum di Bidang Kepelabuhanan) Tanggung Jawab Teknis Operasional Administrasi Pengusahaan Otoritas Pelabuhan / Unit Penyelenggaraan Pelabuhan Direksi BUP Pemegang Saham Gambar 41 Struktur Organisasi Kepelabuhanan sesuai UU No.17/2008 tentang Pelayaran dan PP No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan.

40 144 UU No.17/2008 Tentang Pelayaran Tatanan Kepelabuhanan Nasional (disyahkan Menteri Perhubungan) Pelabuhan Utama Pelabuhan Pengumpul Pelabuhan Pengumpan Rekomendasi Kesesuaian RTRW dari Gubernur/Bupati/Walikota Ditetapkan Menteri Perhubungan Ditetapkan Menteri Perhubungan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (Menteri Perhubungan) Rencana Induk Pelabuhan Izin Pembangunan Pelabuhan Rencana Induk Pelabuhan Nasional sesuai dengan RTRW Prov/Kab/Kota Keserasian dan Keseimbangan dengan Kegiatan di Pelabuhan Keamanan dan Keselamatan Lalulintas Kapal Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota kerjasama Otoritas Pelabuhan sendiri Unit Penyelenggara Pelabuhan Badan Usaha Pelabuhan Pelabuhan Komersial Penyiapan Lahan Pelabuhan Penyiapan Fas. Pokok & Penunjang Penyiapan Jasa Kepelabuhanan Pelabuhan Belum Komersial Penyiapan Fas. Pokok & Penunjang Penyiapan Jasa Kepelabuhanan Ditetapkan Menteri Perhubungan Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan Izin Mengoperasikan Pelabuhan Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota Pelabuhan Utama & Pengumpul Pelabuhan Pengumpan Badan Usaha Pelabuhan Unit Penyelenggara Pelabuhan/BUP Pengelolaan Lingkungan Disetujui Gubernur/ Bupati/ Walikota Gambar 42 Diagram Analisis Tahapan Prosedur Pengembangan, Pengoperasian Pelabuhan dan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan (sesuai UU No.17/2008 tentang Pelayaran)

41 145 Tabel 32 Matriks Analisis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan Kelembagaan Kepelabuhanan, khususnya pada Materi Rencana Induk Pelabuhan, DLKR/DLKP dan Perizinan Pembangunan dan Pengoperasioan Pelabuhan. No. Materi/Subjek PP Nomor 61 tahun 2009 Analisis & Saran 1. Dasar Hukum Undang-undang Nomor 17 - tahun 2008 tentang Pelayaran 2. Jumlah Pasal 167 Pasal - 3. Jenis Pelabuhan Laut 4. Rencana Induk Pelabuhan 5. Rencana Lokasi Pelabuhan 6. Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Ada 3 jenis Pelabuhan Laut : 1. Pelabuhan Utama 2. Pelabuhan Pengumpul 3. Pelabuhan Pengumpan (Dibedakan atas hierarkhi) 1. Rencana Induk Pelabuhan Nasional ditetapkan oleh Menteri untuk jangka waktu 20 tahun. 2. Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan: a. Jangka Panjang 15 tahun s/d 20 tahun b. Jangka Menengah 10 tahun s/d 15 tahun c. Jangka Pendek 5 tahun s/d 10 tahun 3. Rencana Induk Pelabuhan Utama dan Pengumpul ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. 4. Renana Induk Pelabuhan Pengumpan Regional di tetapkan oleh Gubernur 5. Rencana Induk Pelabuhan Pengumpul Lokal serta pelabuhan sungai dan danau ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Rencana Lokasi dan Hierakhi pelabuhan diatur dalam Pasal 10 s/d Pasal 14. Rencana Lokasi Pelabuhan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (Pasal 8 ayat (2) Jo Pasal 10 ayat (1). 1. Yang dimaksud dengan Daerah Lingkungan Kerja adalah wilayah perairan dan daratan pada pela-buhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 2. Yang dimaksud dengan Daerah Lingkungan - Dibedakan atas dasar otoritas & hierarkhis. - Pelabuhan Pengumpan oleh Pemda menjadi subsidi terus sedang dana APBD terbatas. - Pengesahan Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Nasional setuju ditetapkan oleh Menteri Perhubungan - Pengesahan RIP untuk Pelabuhan Utama & Pengumpul oleh Menteri Perhubungan, disusun dan diproses Tim Bersama Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah Propinsi setempat untuk menampung aspirasi dari Pemerintah Daerah dan pedoman serta aturan dari Pemerintah Pusat. (bottom up dan top down planning). - Rencana lokasi Pelabuhan Utama sesuai RIPN, karena penetapan lokasi menjadi lampiran RIPN tersebut. - Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan termasuk perairan sangat terkait dengan perairan laut sampai 12 mil adalah berada di daerah (Pemda) sesuai Undang-Undang Pmerintah Daerah. Oleh sebab itu baik penetapan dan pengesahan DLKR/DLKP, terkait juga dengan

42 146 No. Materi/Subjek PP Nomor 61 tahun 2009 Analisis & Saran 7. Penyelenggar a Pelabuhan Kepentingan adalah perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayanan. 3. Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan ditetapkan oleh: a. Oleh Menteri untuk pelabuhan Utama dan pelabuhan Pengumpul b. Oleh Gunernur untuk pelabungan Pengumpan Regional c. Oleh Bupati / Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Penyelenggara Pelabuhan terdiri dari: 1. Otoritas Pelabuhan pada Pelabuhan yang diusaha-kan secara komersial 2. Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial RTRW bagian perairan sampai 12 mil laut, sehingga tetap diperlukan Tim Bersama antara Pemerintah Pusat, Kantor Otoritas Pelabuhan dan Pemda Setempat untuk menetapkan DKLR/DLKP - Otoritas Pelabuhan (Pempus) menyelenggarakan pelabuhan komersial sedang UPP / Pemda menyelenggarakan pelabuhan non komersial bisa dipersepsikan tidak sinkron dengan prinsip otonomi darat. 8. Tugas dan tanggung jawab Penyelenggar a Pelabuhan 1. Tugas dan tanggung jawab Otoritas Pelabuhan selaku penyelenggara pelabuhan adalah: a. Menyediakan lahan di daratan dan di perairan pelabuhan; b. Menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan; c. Menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayar-an (SBNP); d. Menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; e. Menjamin dan memlihara kelestarian lingkungan di pelabuhan; f. Menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah - Kewenangan Otoritas Pelabuhan menurut analisis penelitian ini terlalu luas, termasuk penyediaan lahan di daratan dan di perairan (reklamasi) - Menurut peraturan perundangundangan, apabila Otoritas Pelabuhan mengadakan lahan reklamasi, karena dana terbatas harus melakukan tender terhadap para investor, selanjutnya apabila hasil reklamasi berupa lahan diserahkan ke investor harus melalui persetujuan Pemerintah (Menkeu) dan DPR, karena asetnya merupakan asset pemerintah yang belum dipisahkan. - Oleh sebab itu prosedurnya sangat birokratis dan lama sehingga percepatan pembangunan pelabuh-an baru akan terkendala oleh birokrasi.

43 147 No. Materi/Subjek PP Nomor 61 tahun 2009 Analisis & Saran 9. Badan Usaha Pelabuhan 10. Izin pembangunan pelabuhan dan pengoperasian pelabuhan (termasuk pembangunan fisik dan pengendalian lingkungan). Lingkungan Kepentingan pelabuhan; g. Mengusulkan tariff untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan h. Menjamin kelancaran arus barang; i. Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada huruf a s/d huruf h di atas, Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa kepela-buhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. 1. Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus dibidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya, yang dapat berbentuk BUMN, BUMD atau PT yang khusus didirikan di bidang pelabuhan. 2. Badan Usaha Pelabuhan berperan sebagai operator yang mengoperasikan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 1. Oleh Menteri Perhubungan untuk pelabuhan utama dan pelabhan pengumpul. 2. Oleh Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional. 3. Oleh Bupati / Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal. - Badan Usaha Pelabuhan seyogyanya terlibat juga di dalam pengadaan lahan (daratan & reklamasi), pembangunan infrastruktur pela-buhan, karena Pemerintah butuh dana besar untuk perluasan pelabuhan lama atau pengembangan pelabuhan baru sehingga perlu untuk mengundang investor besar dengan melalui proses tender. - Terkait dengan hasil analisis di atas maka izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul ke Menteri Perhubungan perlu pendelegasian kewenangan ke tingkat yang lebih bawah. - Perlu disusun SK Bersama antara Menteri Perhubungan dengan Gubernur Pemda Propinsi setempat seperti Gubernur Propinsi DKI

44 148 No. Materi/Subjek PP Nomor 61 tahun 2009 Analisis & Saran 1 1. Hak atas tanah dan perairan Dalam PP tidak diatur oleh karena berdasarkan Pasal 85 Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran HPL atas tanah dan Pemanfaatan Perairan di berikan kepada Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan. Jakarta untuk perizinan pembangunan dan pengoperasian Pelabuhan Tanjung Priok, termasuk pengawasan pembangunan fisik dan pengendalian lingkungan di dalam kawasan pelabuhan dan di luar pelabuhan tetapi memiliki keterkaitan. - Yang penting sebetulnya adalah Peraturan Perundang-undang ten-tang penyerahan Tanah HGB di atas HPL lahan eks reklamasi sebagai konsesi bagi para investor yang membangun pelabuhan melalui reklamasi. Menurut analisis studi, masih perlu proses uji coba untuk implementasi di lapangan sampai 5 tahun setelah Peraturan Pemerintah tentang kepelabuhanan terbit. 5.2 Analisis Dampak Kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Perairan Pesisir Teluk Jakarta Dampak Kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Perairan Teluk Jakarta Penyebab utama pencemaran di perairan Teluk Jakarta adalah masuknya 13 buah sungai besar dan 17 sungai sedang dan kanal-kanal ke perairan Teluk Jakarta. Selain itu di daratan kawasan pesisir Teluk Jakarta berlokasi beberapa bangunan vital strategis seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Perikanan Muara Baru, Pelabuhan Sunda Kelapa, PLTU Muara karang, Kawasan Industri Kawasan Berikat Nusantara Marunda, Taman Impian Jaya Ancol, Pasar Ikan (TPI) Muara Angke, TPI Kalibaru, dan TPI Cilincing, yang juga berpotensi menimbulkan pencemaran ke perairan Teluk (Badan Kerjasama Pembangunan Jabodetabek, Studi Pengembangan Keterpaduan Wilayah Pantai dan Perairan Laut Jabotabek Jakarta). Kegiatan industri dan pemukiman serta perdagangan menjadi penyumbang sekitar 70% pencemaran laut yang berasal dari daratan. Zat pencemar yang berpotensi merusak antara lain, sisa bahan kimia, limbah cair dari kegiatan pertanian dan pemukiman, sedimen, sampah padat dan plastik, logam dan limbah

45 149 radioaktif yang mengandung bahan bercaun yang sulit terurai di lingkungan dan akan terakumulasi pada tubuh organisme perairan. Masalah pencemaran perairan Teluk Jakarta yang ditimbulkan oleh industri biasanya berawal dari kegiatan pengembangan yang diprakarsai oleh industri yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam, teknik produksi dan kegiatan proses produksi serta distruksi : Upaya pemanfaatan sumberdaya alam melalui pengembangan industri dapat menghasilkan sisa proses berupa limbah, dibuang sembarangan sehingga timbul pencemaran. Pencemaran perairan Teluk Jakarta yang ditimbulkan kegiatan daratan pelabuhan dan kegiatan perkapalan relatif kecil karena pelaku pelabuhan berupaya melokalisir pencemaran walau volumenya tidak besar. Sumber pencemaran perairan Teluk Jakarta terkait dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok dapat diuraikan yaitu : Aktivitas bongkar muat kapal di dermaga pelabuhan serta kapal-kapal yang lego jangkar di luar infrastruktur pelabuhan. Aktivitas pencucian kontainer dan pencucian tangki-tangki minyak dan tangki-tangki produk kimia, walau sudah ada ketentuan harus dikumpulkan dan dibuang ke TPS dan teru ke TPA, tetapi masih ada yang lolos dari pengawasan. Dampak-dampak dari kegiatan pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok, baik masa pembangunan maupun pengoperasian pelabuhan mengacu kepada Rencana Induk Pelabuhan, akan menimbulkan dampak-dampak signifikan, yang harus dikelola secara terpadu Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Terkait Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Pengelolaan pesisir Teluk Jakarta melibatkan ekosistem sumberdaya alam perairan dan daratan, sumberdaya buatan berupa kegiatan pembangunan secara terpadu, di antaranya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Keterpaduan pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dalam kaitan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok meliputi tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, dimensi bidang keilmuan, dan dimensi keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral untuk pengelolaan pesisir Teluk Jakarta menurut analisis penelitian studi, memerlukan tidak hanya bentuk kordinasi antar

46 150 instansi saja atau Badan Koordinasi seperti BKSP Jabotabek. Dari hasil analisis kelembagaan yang dilakukan, maka pada saat penelitian peranan, fungsi dan wewenang BKSP Jabotabek tidak menghasilkan keputusan yang signifikan dalam mengkoordinasikan pengelolaan terpadu wilayah pesisir Teluk Jakarta, dari mulai pengelolaan daerah hulu (upland) sampai daerah hilir (perairan). Demikian juga peranan, fungsi dan wewenang Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok yang baru dibentuk tidak ada untuk pengambilan keputusan untuk koordinasi keterkaitan pengembangan pelabuhan dengan wilayah pesisir Teluk Jakarta. Oleh sebab itu diperlukan suatu Badan Otoritas yang kuat dan memiliki wewenang dan tanggungjawab mengambil keputusan dalam koordinasi antar sektor atau instansi pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun dengan Pemerintah Daerah dan instansi lainnya termasuk mengelola dan mengendalikan dampak lingkungan, tidak halnya di kawasan pelabuhan akan tetapi diperluas sampai perairan Teluk Jakarta. Pembentukan Badan Otoritas ini diperlukan, karena mendesaknya permasalahan di wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagai wilayah lokasi kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Kordinasi antar instansi Pemerintah sudah terbukti tidak dapat mengelola pesisir Teluk Jakarta secara terpadu, di antaranya pengendalian pencemaran perairan Teluk Jakarta sampai saat penelitian studi tidak berjalan secara optimal dan pencemaran semakin parah. Keterpaduan dari dimensi bidang keilmuan mensyaratkan pendekatan pengelolaan pesisir dengan pendekatan interdisiplin ilmu yang melibatkan semua institusi pusat-pusat penelitan dari instansi dan perguruan tinggi terkait. Akan tetapi yang lebih diperlukan adalah tindak lanjut dari hasil-hasil penelitian tersebut untuk meningkatkan kualitas lingkungan perairan dan daratan pesisir Teluk Jakarta. Keterpaduan dalam dimensi keterkaitan ekologis karena pada dasarnya di pesisir Teluk Jakarta terdapat dan tersusun berbagai macam ekosistem (mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir, dan lainnya) yang satu sama lainnya saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa ekosistem lainnya. Wilayah pesisir Teluk Jakarta juga dipengaruhi berbagai macam kegiatan manusia dan proses alamiah yang terdapat di lahan atas Jabodetabekpunjur dan di laut lepas. Pengelolaan (dalam arti

47 151 management) pesisir Teluk Jakarta terdiri dari tahapan perencanaan, implementasi, monitoring dan evalusi. Oleh sebab itu pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dikaitkan dengan pengembangan pelabuhan memerlukan keterpaduan dari sejak tahap perencanaan sampai tahap evalusi. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan pengumpul berskala internasional dan berwawasan lingkungan merupakan suatu kebijakan mendasar menunjang pertumbuhan ekonomi nasional yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap pelabuhan Singapura. Oleh sebab itu peranan strategis Pelabuhan Tanjung Priok kedepan dapat digunakan sebagai posisi tawar (bargaining position) untuk pengelolaan wilayah pesisir Teluk Jakarta secara terpadu, khususnya di bagian perairan Teluk Jakarta. Kedudukan Pelabuhan Tanjung Priok dengan wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagaimana disajikan pada Gambar Analisis Lintas Sektor Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport) Analisis Keterkaitan Dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan. Berdasarkan hasil analisis pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) di Pelabuhan Tanjung Priok pada Sub Bab 5.1, maka dapat disimpulkan bahwa antar sektor memiliki saling keterkaitan dan ketergantungan sebab-akibat. Hubungan antar sektor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Aspek kualitas fisik ekologi pelabuhan sangat dipengaruhi dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap aspek sosial kepelabuhanan, aspek ekonomi pelabuhan, aspek kesesuaian pemanfaatan ruang di pelabuhan (hubungan internal pelabuhan) dan aspek peraturan perundang-undangan. 2) Aspek Sosial Kepelabuhanan Aspek sosial kepelabuhanan Tanjung Priok memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek-aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, kesesuian pemanfaatan ruang dan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan. Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek ekonomi kepelabuhanan.

48 152 3) Aspek ekonomi kepelabuhanan Memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial dan aspek perundang-undangan dan kelembagaan. Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek peraturan perundangundangan dan kesesuaian pemanfaatan ruang. 4) Aspek kesesuaian pemanfaatn ruang. Memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial dan aspek ekonomi kepelabuhanan. Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek perundang-undangan dan kelembagaan. 5) Aspek perundang-undangan dan kelembagaan. Memiliki keterkaitan, tetapi tidak memiliki ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial ekonomi kepelabuhanan dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang. Dengan demikian matriks hubungan antar sektor pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Matriks Hubungan Keterkaitan dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) No Uraian Keterangan Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Aspek Sosial Pelabuhan Aspek Ekonomi Kepelabuhanan Aspek Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Aspek Peraturan Perundangan Dan Kelembagan Bobot ketergantungan tinggi Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan tidak ada

49 Sumber : Hasil Analisis Berdasarkan Penelitian, Jakarta 2011 Gambar 43 Batas Wilayah Pesisir Teluk Jakarta Bagian Daratan dan Perairan 153

50 Analisis Perumusan Standar Ecoport Untuk Pelabuhan-Pelabuhan di Indonesia. Berdasarkan hasil-hasil analisis komponen ecoport dan hubungan keterkaitan dan ketergantungan antar sektor, yaitu analisis kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial kepelabuhan, aspek ekonomi kepelabuhanan dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek peraturan perundang-undangan disertasi rumusan standar ecoport. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 34. Tabel 34 Rumusan Standar Ecoport untuk Pedoman Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok I No Komponen Ecoport Kualitas lingkungan Fisik/Ekologi Rumusan Standar Ecoport Parameter Indeks Ecoport Dasar Rumus II a. Kualitas air di kolam perairan pelabuhan b. Kualitas udara pelabuhan Nilai Indeks Pencemar (IP) dibawah Batas Ambang Batas (BAM) = 0 1 Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dibawah BAM = 100 Pengangkutan sampah dan c. Tingkat kebersihan kawasan proses 3R mencapai 100% d. Kondisi Penghijauan Prosentasi penghijauan 20 % total kawasan sesuai standar perencanaan kawasan. e. Tingkat Sedimentasi perairan Kondisi sosial ekonomi pekerja pelabuhan dan masyarakat kawasan penyangga a. Lapangan kerja dan tingkat pendapatan serta tingkat kerawanan sosial masyarakat b. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengembangan pelabuhan c. Bina Lingkungan & UMKM Volume dan frekwensi pengerukan: ton per 5 tahun (perairan) ton per 3 tahun (alur pelayaran) a. Penyerapan tenaga kerja di pelabuhan langusung dan tidak langsung di atas 50% b. Tingkat pendapatan masyarakat di atas UMP dan Kebutuhan Hidup Minimum c. Tingkat kerawanan sosial masyarakat Positif dan partisipatif - Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal - Sarana/prasarana dasar terpenuhi PP No.82/2001 dan Kep.Men LH 51/2004 PP No.41/1999 dan kep.men LH 02/1998 Standar kebersihan kawasan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang Persamaan DPMA (1983) - Hasil analisis. - Standar BPS Hasil analisis. - Standar dan ketentuan dari Kementerian BUMN d. Keselamatan dan Kecelakaan Kerja minimal Hasil Analisis dari Standart

51 155 No III IV Komponen Ecoport Rumusan Standar Ecoport Parameter Indeks Ecoport Dasar Rumus Kesehatan Kerja (K3) Depnaker di pelabuhan e. Keamanan Pelabuhan - Penghargaan ISPS-Code - Zero Accident - Peraturan Daerah Pertumbuhan arus barang dan kapasitas ruang pelabuhan a. Pertumbuhan arus Di atas 5% per tahun Standard Bappenas barang b. Kapasitas Terminal Yard Occupantie Ratio(YOR) Standard untuk pelabuhan di Kontainer (Container 65% - 70% negara-negara berkembang Yard) di pelabuhan (Literingen H., 2009) Kesesuaian Pemanfaatan ruang fungsi-fungsi dengan Masterplan pelabuhan a. Bagian daratan pelabuhan b. Bagian perairan pelabuhan Sesuai Masterplan Pelabuhan dan standar perencanaan kawasan pelabuhan Sesuai dengan Ketentuan dan Pedoman Teknis Pelabuhan dan Alur Keselamatan. Perencanaan Pelabuhan (Soedjono Karmadihata, 1985) dan Standar Perencanaan Kota (UU No.26/2007) V Aspek Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan a. Penyusunan dan Pengesahan Rencana Induk Pelabuhan b. Penyusunan dan Penetapan Batas DLKR/DLKP pelabuhan c. Pengawasan Pembangunan Fisik dan Pengendalian Lingkungan Melibatkan Pemda DKI Jakarta dari penyusunan sampai rekomendasi pengesahan Rencana Induk pelabuhan RI Melibatkan Pemda DKI Jakarta dalam penyusunan dan penetapan batas DLKR/DLKP Kewenangan Pemda DKI Jakarta UU No.17/2008 tentang Pelayaran. UU No.32 / 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. UU No.17/2008 tentang Pelayaran. UU No.32 / 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah Keputusan Menteri LH Sumber : Hasil analisis penulis terhadap standar-standar lingkungan dan ecoport sesuai perundangundangan, standar perencanaan dan pedoman teknis pelabuhan, berwawasan lingkungan standar perencanaan kawasan dan kota dan referensi ecoport di negara Eropa dan Jepang, Jakarta 2011 Pada bagian disertasi ini penulis mengajukan pendekatan rumusan standar ecoport sebagai salah satu unsur kebaruan dalam studi ini. Untuk menilai kesesuaian suatu pelabuhan khususnya pelabuhan besar (utama dan pengumpul) dilakukan analisis terhadap komponen lingkungan-lingkungan. Setiap sektor atau komponen lingkungan diberi bobot berdasarkan tingkat urgensi atau pengaruhnya terhadap penentuan standar ecoport sebagaimana disajikan pada Tabel 34. Standar diklasifikasikan atas Indeks Ecoport untuk bisa menilai tingkatan kesesuian pelabuhan memenuhi standar ecoport, menurut penelitian penulis belum pernah dilakukan di Indonesia. Dasar penilaian dan pembobotan kawasan pelabuhan berstandar ecoport dapat dilihat pada Tabel 35.

52 156 Pendekatan penentuan bobot masing-masing komponen adalah: 1) Aspek Fisik dan Ekologi Pelabuhan (Ff) 40% 2) Aspek Sosial Pelabuhan dan Masyarakat Kawasan Penyangga (Fs) 20% 3) Aspek Ekonomi Kepelabuhanan (Fp) 20% 4) Aspek Pemanfaatan Tata Ruang Pelabuhan (Ftr) 20% Tabel 35 Dasar Pendekatan Penentuan Rumus Standar Ecoport No I Komponen Ecoport Aspek Fisik Ekologi Pelabuhan (Ff) Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus Pembobotan 40 % Dasar pemikiran dari nilai pembobotan ini didasarkan bahwa aspek ini kunci dalam menentukan keberhasilan suatu pelabuhan dalam melaksankan operasional pelabuhan yang berwawasan lingkungan Fungsi Fungsi Fisik Ekologi (Ff) = 0,30KPP +0,25 KP+0,2KUP+ 0,15TKK+0,25 KP+0,10 TSP a. Kualitas kolam perairan pelabuhan (KPP) Nilai Indeks Pencemar (IP) dibawah Batas Ambang Batas (BAM) = 0 1 PP No.82/2001 dan Kep.Men LH 51/2004 Prioritas pertama (30 %), karena besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang terjadinya pencemaran air yang tinggi. kondisi perairan mempengaruhi dan disebabkan oleh kegiatan pelabuhan. Pencemaran air dapat menimbulkan ; sedimentasi, gangguan kesehatan, gangguan terhadap biota air sehingga menyebabkan perubahan ekosistem. Skor Kriteria penilaian mengunakan Indeks pencemaran (IP): 1 : Tercemar Berat 2 : Tercemar Sedang 3 : Tidak Tercemar b. Kualitas udara pelabuhan (KUP) c. Tingkat kebersiha n kawasan (TKK) d. Kondisi Penghijau an (KP) Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dibawah BAM = 100 Pengangkutan sampah dan proses 3R mencapai 100% Prosentasi penghijauan 20 % total PP No.41/1999 dan kep.men LH 02/1998 Standar kebersihan kawasan UU No. 26/2007 tentang Prioritas ketiga (20%), disebabkan besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang terjadinya pencemaran kualitas udara. Kualitas udara merupakan indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pengelolaan kualitas udara akan mempengaruhi gangguan kesehatan, suhu mikro (lokal), dan kenyaman. Skor Kriteria penilaian berdasarkan ISPU standar kebersihan kawasan; 1 : Tercemar Berat 2 : Tercemar Sedang 3 : Tidak Tercemar Prioritas keempat (15%), disebabkan besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang untuk melakukan usaha kebersihan. Kebersihan kawasan akan mempengaruhi gangguan kesehatan, dan kenyaman. Skor Kriteria penilaian berdasarkan standar kebersihan kawasan; 1: Kotor 2: Bersih 3: Sangat bersih Prioritas kedua (25 %), karena besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang untuk melakukan

53 157 No II Komponen Ecoport e. Tingkat Sedimenta si perairan (TSP) Aspek Sosial Pelabuhan Masyarakat Kawasan Penyangga (Fs) a. Lapangan kerja, tingkat pendapata n serta tingkat kerawana n sosial masyarak at (PKM) Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus kawasan sesuai Penataan standar Ruang perencanaan kawasan. Volume dan frekwensi pengerukan: ton per 5 tahun (perairan) ton per 3 tahun (alur pelayaran) a. Penyerapan tenaga kerja di pelabuhan langusung dan tidak langsung di atas 50% b. Tingkat pendapatan masyarakat di atas UMP dan Kebutuhan Hidup Minimum c. Tingkat kerawanan sosial masyarakat Persamaan DPMA (1983) - Hasil analisis. - Standar BPS - Keputusan Gubernur Pembobotan penghijauan masih ada di Kawasan Pelabuhan. kondisi penghijauan pelabuhan akan mempengaruhi kualitas udara, estetika, suhu mikro (lokal) dan kenyamanan. Skor Kriteria penilaian (50 %), mengunakan standar tata ruang : 1 : Presentase ruang terbuka hijau kurang dari standar yang ditetapkan oleh tata ruang 2 : Presentase ruang terbuka hijau sama dengan standar yang ditetapkan oleh tata ruang 3 : Presentase ruang terbuka hijau lebih besar daripada ditetapkan oleh tata ruang Skor Kriteria penilaian (50 %), mengunakan indeks Shannon- Wienner : 1 : Keanekaragaman rendah 2 : Keanekaragaman sedang 3 : Keanekaraman tinggi Prioritas ke lima (10 %), besarnya dampak dan peluang terjadinya sedimentasi dan upaya untuk melakukan perlambatan sedimentasi terutama di muara sungai dan kolam pelabuhan. Sedimentasi merupakan dampak turunan kondisi perairan Skor Kriteria penilaian persamaan DPMA : 1 : Sedimentasi besar 2 : Sedimentasi Sedang 3 : Sedimentasi rendah 20 % didasarkan bahwa pengembangan pelabuhan di Indonesia sebagai salah satu daya tarik sumber lapangan kerja pada sektor formal dan informal. Keamanan pelabuhan dan pekerjanya juga sebagai standar penilaian dari International Maritim Organization (IMO) 30 %, disebabkan besaran dan peluang terjadinya penyerapan tenaga kerja yang mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi persepsi negatif masyarakat serta menangulangi kerawanan sosial Skor Kriteria penyerapan tenaga kerja (10%); 1. Penyerapan tenaga kerja dibawah yang disyaratkan peraturan. 2. Penyerapan tenaga kerja sesuai yang disyaratkan peraturan. 3. Penyerapan tenaga kerja lebih dari yang disyaratkan peraturan Skor Kriteria pendapatan msyarakat (10%); 1. Pendapatan di bawah UMP. 2. Pendapatan sesuai dengan UMP. Fungsi Fungsi Sosial (Fs)= 0,3PKM+0,25 PM+0,20BL+ 0,15K3+0,10 KP

54 158 No Komponen Ecoport b. Persepsi masyarak at terhadap keberadan dan rencana pengemba ng-an pelabuhan (PM) c. Bina Lingkung an & UMKM (BL) d. Keselama tan dan Kesehatan Kerja (K3) e. Keamana n Pelabuhan (KP) Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus Positif dan - Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal - Sarana/prasar ana dasar terpenuhi Kecelakaan Kerja minimal (zero accident) - Penghargaan ISPS-Code Hasil analisis. - Standar dan ketentuan Kementerian BUMN Hasil Analisis dari Standar Depnaker - Peraturan Internasio nal Pembobotan 3. Pendapatan di atas UMP Skor Kriteria kerawanan sosial (10%); 1. Potensi kerawanan tinggi. 2. Potensi kerawanan sedang. 3. Potensi kerawanan rendah. 25 % didasarkan dari dampak turunan dari perekonomian masyarakat, dimana masyarakat jangan hanya jadi penonton saja, namun perlu dilibatkan dalam operasional pelabuhan. Skor Kriteria persepsi masyarakat ; 1. Persepsi negatif lebih besar daripada persepsi positif 2. Persepsi negatif sama dengan persepsi positif 3. Persepsi negatif lebih kecil daripada persepsi positif 20%, karena peran serta masyarakat merupakan gabungan dari dampak ekonomi dan sosial masyarakat. Skor Kriteria manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal : 1. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal tidak ada 2. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal rendah 3. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal tinggi 15 % karena adanya SOP terhadap K3. Skor Kriteria K3 ; 1. Kecelakaan kerja tinggi. 2. Kecelakaan Kerja Rendah 3. Kecelakaan Kerja tidak ada (zero accident). 10 % : penerapan ISPS Code dilakukan oleh internasional dalam rangka penetapan status pelabuhan menjadi pelabuhan internasional, di mana salah satu aspeknya adalah lingkungan hidup. Fungsi III Aspek ekonomi Kepelabuhan an (Fp) Skor Kriteria K3 ; 1. Belum diterapkan ISPS Code 2. Sebagian kegiatan telah menerapkan ISPS Code 3. Semua kegiatan telah menerapkan ISPS Code. 20 %, didasarkan bahwa aspek ini merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep konsep ecoport. Fungsi ekonomi Kepelabuhana n (Fp) = 0,5PAB +0,5 YOR

55 159 No IV Komponen Ecoport a.pertumbuha n arus barang (PAB) b. Kapasitas Terminal Kontainer (Container Yard) di pelabuhan Aspek Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Pelabuhan (Ftr) a. Bagian daratan pelabuhan (BD) b. Bagian kolam perairan pelabuhan (BL) Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus Di atas 5% per Standard tahun Bappenas Yard Occupantie Ratio(YOR) 70% Sesuai Masterplan Pelabuhan dan standar perencanaan kawasan pelabuhan Sesuai dengan Ketentuan dan Pedoman Teknis Pelabuhan dan Alur Keselamatan. Standard untuk pelabuhan di negaranegara berkembang (Ligteringen H., 2009) Perencanaan Pelabuhan (Soedjono Karmadihat a, 1985) dan Standar Perencanaan Kota (UU No.26/2007) Pembobotan 50% : Pertumbuhan arus barang merupakan faktor utama pengembangan pelabuhan. Skor Kriteria pertumbuhan arus barang; 1 : di bawah 5% per tahun 2 : 5 % per tahun 3 : di atas 5 % per tahun 50% : Yard Occupantie Ratio (YOR) merupakan pertimbangan utama dalam pemenuhan pelabuhan berstandar internasional dan ecoport Skor Kriteria Kapasitas Terminal Kontainer ; 1 :YOR di atas 70% 2 :YOR sama dengan 70 % 3 :YOR di bawah 70 % 20 % Aspek kesesuaian pemanfaatan ruang merupakan faktor penting dalam menunjang sistem ecoport. Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang akan berdampak pada keseimbangan antara faktor ekologi dan ekonomi. 50% : bagian daratan pelabuhan merupakan prasarana dasar aktivitas kegiatan darat kepelabuhanan Skor master plan dataran ; 1 :Tidak sesuai dengan masterplan 2 :Sebagian sesuai dengan masterplan 3:Seluruhnya sesuai dengan masterplan 50% : bagian kolam perairan pelabuhan merupakan prasarana dasar aktivitas pelayaran kepelabuhanan Skor master plan perairan ; 1 :Tidak sesuai dengan masterplan 2 :Sebagian sesuai dengan masterplan 3:Seluruhnya sesuai dengan masterplan Fungsi Fungsi Tata Ruang (Ftr) = 0,5BD +0,5 BL Berdasarkan pembobotan pada Tabel 35 tersebut di atas, maka di dalam penelitian ini disusun Indeks Ecoport untuk menilai tingkat kesesuaian pelabuhanpelabuhan di Indonesia terhadap standar ecoport yang layak diterapkan di Indonesia dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok yaitu : 1) Indeks Ecoport 0-1 : Belum bisa disebut Ecoport. 2) Indeks Ecoport 1,1-2 : Perlu ada peningkatan untuk menuju Ecoport. 3) Indeks Ecoport 2,1-3 : Sudah dapat disebut Ecoport. Alasan penetuan besarnya nilai kisaran nilai Indeks Ecoport dan pembagian Indeks Ecoport tersebut di atas didasarkan pada skor kriteria pada pembobotan setiap komponen parameter indeks Ecoport, dengan skor minimum 1

56 160 dan skor terbesar 3. Besaran indeks ecoport skor 0-1 apabila kondisi kurang, indeks ecoport skor 1,1-2 untuk kondisi sedang dan skor indeks ecoport 2,1-3 adalah untuk kondisi baik. Uraian lebih rinci adalah sebagai berikut : 1) Indeks Ecoport 1 Berarti belum bisa disebut Ecoport, hal tersebut disebabkan beberapa komponen penilaian dalam kondisi kurang. 2) 1,1 Indeks Ecoport 2 Perlu ada peningkatan untuk menuju ecoport, hal tersebut disebabkan karena komponen-komponen parameter penilaian dalam kondisi sedang, meskipun terdapat beberapa yang kurang. 3) Indeks Ecoport 2,1 maka sudah dapat disebut Ecoport nilai indeks ini didapatkan apabila komponen penilaian sudah kondisi baik Analisis Kesesuaian Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Rumusan Standar Ecoport Dan Strategi Pencapaian. Di dalam penelitian studi ini, maka sebagai suatu model akan dianalisis kesesuaian kondisi Pelabuhan Tanjung Priok terhadap rumusan standar ecoport, sebagai pelabuhan internasional terbesar di Indonesia. Sesuai dengan rumusan standar ecoport pada Sub Bab 5.3.2, maka komponen ecoport yang dianalisis meliputi aspek fisik ekologi pelabuhan khususnya di kolam perairan pelabuhan (Fb), aspek sosial pelabuhan pelabuhan (Fs), aspek ekonomi pelabuhan (Fp) dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang (Ftr), dengan bobot masing-masing 40%, 20%, 20% dan 20%. Untuk lebih jelasnya penilaian dan pembobotan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap rumusan standar ecoport yang diajukan penulis disajikan pada Tabel 36. Tabel 36 Tabel Penilaian dan Pembobotan Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Rumusan Standar Ecoport No Komponen Ecoport Pembobotan Fungsi I Aspek Fisik Pelabuhan (Ff) 40% dasar pemikiran dari nilai pembobotan ini didasarkan bahwa aspek ini merupakan kunci dalam menentukan keberhasilan suatu pelabuhan dalam melaksanakan oprasional pelabuhan yang berwawasan lingkungan a. Kualitas perairan 2 ;Tercemar Sedang pelabuhan (KPP) b. Kualitas udara pelabuhan 1 ;Tercemar Berat Fungsi Fisik (Ff) = 0,3KPP +0,25 KP+0,2KUP+0,15TK K+0,1TSP (0,3) +(0,25x1)+(0,2 x1) +(0,15x 2)+(0,1 x 2)= 0,3 +0,25 +0,2 +0,5 +0,2 = 1,20

57 161 No Komponen Ecoport Pembobotan Fungsi (KUP) c. Tingkat kebersihan 2; bersih kawasan (TKK) d. Kondisi Penghijauan (KP) 1 ; presentase ruang terbuka hijau kurang dari standar yang ditetapkan oleh tata ruang 1 ; keanekaragaman rendah e. Tingkat Sedimentasi 2: Sedimentasi Sedang perairan (TSP) II Aspek Sosial Pelabuhan (Fs) 20 % didasarkan bahwa pengembangan pelabuhan di Indonesia sebagai salah satu daya tarik sumber lapangan kerja pada sektor formal san informal. Keamanan pelabuhan dan pekerjanya juga sebagai standar penilaian dari International Marketing Organization (IMO) Fungsi Sosial (Fs)= (0,3 x1,7) +(0.25x2)+(0,2x2)+( 0,15x2)+(0,1 x2)= 1,91 a. Lapangan kerja dan tingkat pendapatan serta tingkat kerawanan sosial masyarakat (PKM) b. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengembangan pelabuhan (PM) c. Bina Lingkungan & UMKM (BL) d. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) e. Keamanan Pelabuhan (KP) III Aspek Kepelabuhanan (Fp) a. Pertumbuhan arus barang (PAB) b. Kapasitas Terminal Kontainer (Container Yard) di pelabuhan IV Aspek Tata Ruang Pelabuhan (Ftr) a. Bagian daratan pelabuhan (BD) b. Bagian perairan pelabuhan (BL) 3. Pendapatan di atas UMP 1. Penyerapan tenaga kerja dibawahi yang disyaratkan peraturan. 1. Potensi kerawanan tinggi. 2. Persepsi negatif lebih kecil daripada persepsi positif 2. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal,sedang 2. Kecelakaan Kerja tidak ada (zero accident). 2. Sebagian kegiatan telah menerapkan IPSS Code 20 %, didasarkan bahwa aspek ini merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep konsep ecoport. 3 : di atas 5 % per tahun 2 :YOR sama dengan 70 % 20 % didasarkan bahwa aspek ini merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep ecoport 2 :Sebagian sesuai dengan masterplan 3:Seluruhnya sesuai dengan masterplan Fungsi Kepelabuhanan (Fp) = 0,5PAB +0,5 YOR 1,5 + 1 =2,5 Fungsi Tata Ruang (Ftr) = 0,5BD +0,5 BL 1 +1,5=2.5

58 162 Berdasarkan hasil perhitungan penilaian dan perhitungan komponenkomponen lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok maka dihasilkan Indeks Ecoport sebesar 1,74 dan masih perlu peningkatan setiap komponen untuk bisa memenuhi standar ecoport. Evaluasi kondisi komponen-komponen lingkungan yang ada, agar Pelabuhan Tanjung Priok dapat menjadi pelabuhan berstandar ecoport. Analisis Dapat diuraikan strategi pencapaian standar ecoport untuk Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan penilaian setiap komponen lingkungan sehingga mencapai standar ecoport sebagai berikut : 1) Kualitas lingkungan fisik ekologi Kualias air perairan : o Melakukan pengelolan lingkungan perairan yang baik agar kualitas lingkungan perairan terjaga sehingga mengurangi tingkat pencemaran perairan. Kualitas udara daratan : o Melakukan pengelolaan lingkungan serta menjaga kualitas udara di dalam dan di lingkungan pelabuhan. Kondisi penghijauan dan kebersihan : o Menambah penghijauan di sekitar kawasan pelabuhan (kawasan penyangga). o Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan serta menerapkan proses 3 R sebagai pengelolaan sampah. o Membuat lingkungan pelabuhan yang bersih dan nyaman. Kondisi sedimentasi perairan : o Frekuensi pengerukan kolam perairan setiap 5 tahun dan alur pelayaran setiap 3 tahun. o Membuat kolam penampung sedimen di muara-muara sungai ke pelabuhan. 2) Kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan bagian daratan : o Pengembangan pelabuhan yang ada disesuaikan dengan Masterplan yang ada.

59 163 Teknis Perairan o Untuk pelabuhan pengumpul internasional (international hub port) dan reklamasi bentuk pulau, persyaratan perairan diubah. 3) Pertumbuhan arus barang dan kapasitas pelabuhan Penyediaan lahan pelabuhan untuk menampung kapasitas pelabuhan sesuai proyeksi pertumbuhan barang. Perlu adanya penyesuaian biar Yard Occupantie Ratio (YOR) yang ada dengan standar ecoport (<70%). 4) Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat : o Melibatkan masyarakat kawasan penyangga dalam kegiatan kepelabuhanan baik pada sektor formal maupun informal hingga mencapai 20%. o Meningkatkan tingkat keselamatan kerja dan pelayanan. o Meningkatkan program bina lingkungan terhadap kawasan penyangga sesuai dengan ketentuan BUMN. o Meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat penyangga. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan pelabuhan : o Memperbaiki hubungan dengan masyarakat penyangga o Meningkatkan pendidikan masyarakat penyangga agar tidak mudah terprovokasi. 5) Perundang-undangan dan kelembagaan. Meningkatkan koordinasi kelembagaan dalam hal pengelolaan dan pengendalian lingkungan dalam pelabuhan. Menjadikan pengelolaan dan pengendalian lingkungan kawasan pelabuhan mencakup perairan Teluk Jakarta di bawah kewenangan KLHS. Pemda melakukan pengawasan terhadap pembangunan fisik. Strategi pencapaian standar ecoport untuk Pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Lampiran 30.

60 Analisis Studi Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang ( ) Hasil analisis penulisan terhadap RTRW DKI Jakarta dibagian kawasan penelitian Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya, zoning plannya sudah sesuai. Akan tetapi untuk penetapan zoning ini masih umum, belum melalui analisis dari aspek-aspek : 1) Perhitungan pertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok dalam Jangka Panjang ( ). 2) Kapasitas ruang pengembangan Pelabuhan sesuai dengan standar perencanaan terminal kontainer (container yard) dan perencanaan pelabuhan, serta standar perencanaan tata ruang zoning suatu kawasan pelabuhan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Harmonisasi rencana peruntukan dari kawasan pelabuhan sebagai kawasan bernilai ekonomi tinggi dengan peruntukan perumahan di kawasan sekitar pelabuhan (kawasan penyangga). 4) Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.42 Tahun Oleh sebab itu menurut hasil kajian penulis, rencana zoning dan konsep rencana tata ruang pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di dalam penelitian studi disertasi ini bisa digunakan di dalam penyusunan Ruang Detail Tata Ruang Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangganya yang saat ini sudah dalam proses penyaringan masukan dari berbagai sektor institusi. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar Analisis Terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok Hasil analisis penelitian studi terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok 2030 sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 42 Tahun 2011 pada Gambar 45 dan Gambar 46 menggambarkan belum terintegrasinya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pengembangan Pelabuhan Marunda sebagai satu kesatuan sesuai RTRW DKI Jakarta , yaitu antara rencana reklamasi untuk pelabuhan Kalibaru dengan rencana reklamasi pengembangan pelabuhan Marunda.

61 165 Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di daerah pesisir Jakarta sesuai hasil penelitian studi disertasi ini sudah sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta dan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cilincing, Koja, dan Tanjung Priok , ditinjau dari aspek wilayah pengembangan, struktur ruang dan pola jaringan jalan dan transportasi. Sebaliknya dari hasil penelitian studi penulis terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta di lokasi kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan pengembangannya masih berupa rencana zoning secara garis besar dan belum terjadi melalui analisis yang terukur, seperti : terintegrasinya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pengembangan Pelabuhan Marunda sesuai RTRW DKI Jakarta , yaitu antara rencana reklamasi untuk pelabuhan Kalibaru dengan rencana reklamasi pengembangan pelabuhan Marunda. Selanjutnya sesuai hasil penelitian studi terhadap rencana pengembangan pelabuhan di Marunda Center yang diakomodir di dalam Peraturan Menhub 42/2011, sebaliknya tidak diakomdir di dalam Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur Akan tetapi rencana pengembangan pelabuhan di Tarumajaya Kabupaten Bekasi yang diakomodir di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 42 tahun 2011, juga sudah diakomodir di dalam RTRW Jabodetabekpunjur Dari hasil penelitian penulis lokasi pengembangan pelabuhan di Tarumajaya ini juga diusulkan menjadi bagian dari pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok terkait dengan perencanaan dan pengelolaan di wilayah pesisir Teluk Jakarta secara terpadu untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 47 dan Gambar 48.

62 166 Sumber : Rancangan Peraturan Daerah Tentang RTRW DKI Jakarta Gambar 44 Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sesuai RTRW DKI Jakarta

63 Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011 Gambar 45 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang di Terminal Kalibaru Utara 167

64 Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011 Gambar 46 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang di Terminal Kalibaru Utara 168

65 Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011 Gambar 47 Rencana Pengembangan Pelabuhan / Terminal di Marunda Center 169

66 Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/ Gambar 47 Rencana Pengembangan Pelabuhan / Terminal di Tarumajaya Bekasi

67 Penyusunan Rencana Zoning Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Tahun Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisiting pelabuhan, proyeksi pertumbuhan barang dan kebutuhan ruang pelabuhan dan rumusan standar ecoport Pelabuhan Tanjung Priok serta sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang Nasional Pelabuhan Sebagai Simpul Transportasi Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Belakangnya, yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta dan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Teluk Jakarta dan Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur 2028 maka dirumuskan Rencana Zoning Plan Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Rencana tata ruang tersebut disajikan pada Lampiran 31, Lampiran 32, dan Lampiran 33. Penetapan rencana zoning di dalam Rencana Detail Tata Ruang Pengembangan Tanjung Priok di dasarkan atas perhitungan proporsi luas terminal kontainer (Ha) terhadap luas total pelabuhan (Ha), yaitu antara 30% - 40% sesuai dengan fungsi utamanya sebagai pelabuhan kontainer. Perhitungan luas kebutuhan terminal kontainer di dalam rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sesuai tahapan didapat dari rumus Ligteringen (2009) yaitu : O = Ci t d F 365 m i Di mana: O - Kebutuhan Ruang Container Yard di dalam Pelabuhan Tanjung Priok C i - Jumlah kontainer E/I tahun 2009 = 3,8 juta TEUs t d - Rata-rata waktu timbun = 6 hari F - Area kebutuhan per kontainer = 15 m 2 - Rata-rata tinggi stacking = 0,6 m i - YOR = 70% Selanjutnya fungsi-fungsi lain di dalam Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok disesuaikan standar perencanaan tata ruang kawasan di dalam Undang-Undang Penataan Ruang dan studi referensi pelabuhan-pelabuhan ecoport di Eropa. Analisis perhitungan zoning pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di dalam studi ini merupakan Unsur Kebaruan, yang memberikan kontribusi terhadap ilmu perencanaan pengembangan pelabuhan dalam rangka pengelolaan pesisir terpadu. Dari hasil penelitian penulis rumus ini belum pernah diterapkan dalam pengembangan pelabuhan di Indonesia. Perhitungan dan pemetaannya disajikan pada Tabel 37, Gambar 48 dan Gambar 49.

68 Tabel 37 Penyusunan Rencana Zoning Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Pendek (2015), Jangka Menengah (2020) dan Jangka Panjang (2030) No Peruntukan Tanah (Zoning-Plan) J. Pendek (2015) ( 3, juta TEUs) J. Menengah (2020) (0.07 TEUs 9,5 juta TEUs) J. Panjang (2030) ( juta TEUs) Luas (ha) Luas (ha) Luas (ha) 2011 % 2015 % 2020 % 2030 % 1 Terminal Kontainer (YOR = 70%) 1.1 Internasional 1.2 Domestik Sub-Total Terminal Multipurpose / 8 48,4 Konvensional 52, , Terminal Penumpang 12,1 2 12, , ,8 8 4 Terminal Curah Cair & 6 36,3 Kering 38,5 6 75, ,5 5 5 Area Logistik Pelabuhan 90, , , ,3 3 6 Area Docking 12,1 2 12, , ,1 1 7 Area Perkantoran / 6 36,3 Dagang 38,5 6 90, ,6 6 8 Area Fasos-Fasum 36,3 6 38, , ,8 8 9 Area Penyempurna Hijau 109 (Buffer zone & ,16 (Buffer zone 128,62 18 Umum (Phu) penghijauan) & penghijauan) ,8 18 Total 605 (+ 45 ha) Sumber : Hasil analisis /diolah dari hasil proyeksi pertumbuhan arus barang standar perencanaan kota dan kawasan dan Referensi dari Planing and Design Container Terminal, Port and Terminals, Jakarta

69 Legenda : Gambar 48 Rencana Detail Tata Ruang Pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan di Wilayah Pesisir Jakarta

70 174 Gambar 49 Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Dalam Pola Ruang RTRW DKI Jakarta 2030

71 Penyusunan Kebijakan dan Tahapan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport). Penyusunan rencana lokasi dan kebijakan dan program pentahapan ruang dan pengembangan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dalam studi ini dibagi atas (tiga) tahap, yaitu Jangka Pendek ( ), Jangka Menengah ( ) dan Jangka Panjang ( ). Kebijakan dan tahapan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Gambar 50, Gambar 51, Gambar 52 dan Gambar 53. I. Kebijakan dan Program Jangka Pendek ( ) : 1) Kebijakan penataan ruang kawasan Pelabuhan Tanjung Priok eksisting secara total untuk mengembalikan fungsi-fungsi pemanfaatan ruang sesuai Rencana Induk Pelabuhan. 2) Kebijakan terpadu penataan sungai-sungai yang bermuara ke perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan persiapan reception facility di muaramuara sungai dan tempat sandar kapal-kapal di kolam pelabuhan. 3) Kebijakan perluasan batas perencanaan Pelabuhan Tanjung Priok untuk kawasan penyangga pelabuhan. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan kajian terhadap RTRW DKI Jakarta 2030 dan referensi pelabuhanpelabuhan besar di negara-negara lain diusulkan perluasan Batas Daerah Perencanaan Kawasan Penyangga Tanjung Priok sebagai berikut : Di sisi Selatan : Areal sampai batas rencana jalan tol Cikarang-Cibitung-Marunda- Cilincing-Plumpang (trace yang masuk DKI Jakarta dan jalan tol eksisting Plumpang-Ancol Timur). Di sisi Timur : Area sampai batas Kanal Banjir Timur batas rencana reklamasi. Di sisi Barat : Sampai batas daerah Ancol Timur, terus ke Utara perpanjangan breakwater Pelabuhan Tanjung Priok Barat. Di sisi Utara : Perairan laut Jawa di sisi Utara rencana reklamasi Pelabuhan Tanjung Priok. 4) Rencana peruntukan jalur hijau menyatu dengan blok perkantoran / jasa dan fasilitas sosial / umum bisa dimasukan di zona perbatasan Pelabuhan Tanjung Priok dengan kawasan penyangga.

72 176 5) Rencana peruntukan kawasan penyangga di RTRW DKI Jakarta 2030 yang sebagian besar berupa peruntukan perumahan sehinggan cenderung kumuh, dapat diusulkan sesuai hasil studi untuk peruntukan campuran perumahan susun dengan perkantoran / jasa (gradasi yang masih terkait dengan peruntukan pelabuhan). 6) Kebijakan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok ke arah laut : Untuk dikembangkan menjadi pelabuhan international hub, kolam pelabuhan harus mencapai kedalaman -18 m oleh sebab itu perlu dilakukan perluasan pelabuhan dengan cara reklamasi laut. Rencana reklamasi untuk Pelabuhan Tanjung Priok harus disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai. Untuk pengembangan tahap I Pelabuhan Tanjung Priok dalam studi ini diusulkan : o Rencana reklamasi tahap I Kalibaru Utara seluas ± 77 ha (sesuai program Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan) o Pengembangan pelabuhan darat (dry-port) di Marunda sebagai Logistic Hub Pelabuhan Tanjung Priok seluas ± 90 ha. 7) Kebijakan jangka pendek berupa penataan ruang kawasan Pelabuhan Tanjung Priok eksisting dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok tahap I sudah sesuai dengan Struktur Ruang dan Wilayah Pengembangan serta didukung Pola Jaringan Jalan di dalam RTRW DKI Jakarta ) Untuk penyesuaian peruntukan di kawasan penyangga pelabuhan dapat diusulkan di dalam rancangan penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Jakarta Utara. II. Kebijakan Program Jangka Menengah ( ) : 1) Melanjutkan program reklamasi untuk perluasan pelabuhan berupa reklamasi Kalibaru tahap II untuk perluasan pelabuhan kontainer internasional seluas ± 50 ha dan untuk terminal cerah cair seluas ± 40 ha (sesuai program Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan). 2) Rencana reklamasi Marunda tahap I dan tahap II seluas ± 240 Ha untuk pengembangan pelabuhan baru kontainer internasional dan kawasan pendukungnya. 3) Rencana pengembangan kawasan industri di bagian daratan seluas ±300 ha adalah bagian dari rencana pengembangan Kawasan Ekonomi

73 177 Khusus (KEK) Marunda. Kawasan industri ini untuk mendukung Pelabuhan Tanjung Priok dan Marunda yaitu mengurangi kemacetan lalu lintas barang dari daerah kawasan industri di wilayah Jabotabek menunju Pelabuhan Tanjung Priok. Dimungkinkan percepatan waktu memulai pembangunan kawasan Marunda karena relatif kosong dibandingkan dengan kawasan Tanjung Priok ( ). Kebijakan jangka menengah berupa reklamasi lanjutan Kalibaru, reklamasi Marunda dan pengembangan kawasan industri (KEK) Marunda sudah sesuai dengan Struktur Ruang dan Wilayah pengembangan serta didukung oleh Pola Jaringan Jalan di dalam RTRW DKI Jakarta III. Kebijakan dan Program Jangka Panjang ( ) : 1) Melanjutkan program perluasan reklamasi Kalibaru tahap III untuk perluasan pelabuhan kontainer internasional seluas ± 200 ha. 2) Melanjutkan program perluasan reklamasi Marunda tahap III untuk perluasan pelabuhan kontainer interinsuler seluas ± 100 ha. 3) Melanjutkan program pengembangan kawasan industri di bagian daratan seluas ± 200 ha bagian dari rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda. 4) Pengembangan pelabuhan transit (reede-transportation) di daerah Tarumajaya Kabupaten Bekasi Bagian Utara seluas ± 100 ha dan di daerah Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang Bagian Utara (tanpa merusak ekosistem) seluas ± 100 ha untuk pelabuhan transhipment ke Pelabuhan Tanjung Priok. Pengembangan pelabuhan transit di daerah Tarumajaya sudah sesuai dengan wilayah pengembangan dan struktur ruang serta di dukung pola jaringan jalan di dalam Rancangan RTRW Kabupaten Bekasi Pengembangan pelabuhan transit di daerah Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang sudah sesuai dengan struktur ruang dan wilayah pengembangan serta didukung pola jaringan jalan di dalam Rancangan RTRW Kabupaten Tangerang 2030.

74 178 Gambar 50 Tahap I Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode

75 Gambar 51 Tahap II Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode

76 180 Gambar 52 Tahap III Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode

77 Gambar 53 Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Dalam Pola Ruang RTRW DKI Jakarta

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) BAGIAN A KONDISI UMUM

Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) BAGIAN A KONDISI UMUM LAMPIRAN 198 Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhanpelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) BAGIAN A KONDISI UMUM 1. Lampirkan SK tentang batas Daerah Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15 69 Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :06 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi tiga kelurahan,

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

Pelabuhan Tanjung Priok

Pelabuhan Tanjung Priok Pelabuhan Tanjung Priok Alamat : Jalan Raya Pelabuhan Nomor 9, Jakarta Utara, DKI Jakarta. Kode Pos : 14310 Telepon : 62-21-4367305 62-21-4301080 Faximile : 62-21-4372933 Peta Lokasi: Sumber: maps.google.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi berperan penting dalam pembangunan di Indonesia sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan kemajuan teknologi. Dalam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G BAKU MUTU AIR LAUT DI PERAIRAN KOTA CILEGON Menimbang : a. bahwa air laut merupakan salah satu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial dan Non Komersial a. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial 1) Memiliki fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung A. PENDAHULUAN Setelah dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, arus kunjungan kapal ke Indonesia meningkat dengan drastis sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel A STATUS MUTU AIR LAUT DI PELABUHAN BENOA BALI PASCA PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN

Makalah Pendamping: Kimia Paralel A STATUS MUTU AIR LAUT DI PELABUHAN BENOA BALI PASCA PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN 22 Makalah Pendamping: Kimia STATUS MUTU AIR LAUT DI PELABUHAN BENOA BALI PASCA PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN Ketut Gede Dharma Putra Laboratorium Kimia Lingkungan FMIPA Universitas Udayana Bali Kampus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Perkembangan Pelabuhan Tanjung Priok Pelabuhan Tanjung Priok semula dibangun untuk menampung luapan kapal-kapal yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Membaca : 1. surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Luas lautan meliputi kira-kira 70 persen dari luas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan lautan terbesar di dunia, memiliki luas laut ± 5,8 juta km 2 dan jumlah pulau ± 17.503 pulau, serta panjang garis pantai 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Bagan Asahan yang terletak pada koordinat 03 01' 00 LU dan 99 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat Malaka,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Studi Pelabuhan sebagai salah satu elemen transportasi memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Profil IPAL Sewon Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal Januari 1994 Desember 1995 yang kemudian dioperasikan pada tahun 1996. IPAL Sewon

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan 73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dimana masing-masing pulau

Bab I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dimana masing-masing pulau Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana masing-masing pulau dipisahkan oleh lautan, oleh karena itu kapal laut merupakan salah satu pilihan alat transportasi antar

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA Oleh : BOBY REYNOLD HUTAGALUNG L2D 098 415 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

UNDANG-UNDANG NO 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN UNDANG-UNDANG NO 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN EMBANAN MISI Keselamatan dan Keamanan Pelayaran KEPELABUHANAN ANGKUTAN DI PERAIRAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM 1. MENGHAPUS MONOPOLI 2. RIPN & TKN 3.

Lebih terperinci

RELOKASI TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT TANJUNG PRIOK DI ANCOL TIMUR

RELOKASI TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT TANJUNG PRIOK DI ANCOL TIMUR LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RELOKASI TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT TANJUNG PRIOK DI ANCOL TIMUR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disususn

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA Perumahan menengah : meliputi kompleks perumahan atau dan sederhana permukiman Perumahan pasang surut : meliputi perumahan yang berada di daerah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

FUNGSI PELABUHAN P P NOMOR 69 TAHUN 2001 SIMPUL DALAM JARINGAN TRANSPORTASI; PINTU GERBANG KEGIATAN PEREKONOMIAN DAERAH, NASIONAL DAN INTERNASIONAL;

FUNGSI PELABUHAN P P NOMOR 69 TAHUN 2001 SIMPUL DALAM JARINGAN TRANSPORTASI; PINTU GERBANG KEGIATAN PEREKONOMIAN DAERAH, NASIONAL DAN INTERNASIONAL; FUNGSI PELABUHAN P P NOMOR 69 TAHUN 2001 SIMPUL DALAM JARINGAN TRANSPORTASI; PINTU GERBANG KEGIATAN PEREKONOMIAN DAERAH, NASIONAL DAN INTERNASIONAL; TEMPAT KEGIATAN ALIH MODA TRANSPORTASI; PENUNJANG KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terminal Kapal Pesiar Tanah Ampo Kabupaten Karangasem dengan sebutan "Pearl from East Bali" merupakan tujuan wisata ketiga setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2015 KEMENHUB. Penyelenggara Pelabuhan. Pelabuhan. Komersial. Peningkatan Fungsi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 23 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEUs pada tahun 2009 diperkirakan

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan expost facto yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dinamika hubungan atau korelasi atau pengaruh antara faktor-faktor terukur yaitu jumlah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT) DALAM RANGKA PENGELOLAAN PESISIR TERPADU (Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Priok)

PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT) DALAM RANGKA PENGELOLAAN PESISIR TERPADU (Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Priok) PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT) DALAM RANGKA PENGELOLAAN PESISIR TERPADU (Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Priok) EDDY IHUT SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu. terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara.

PENDAHULUAN. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu. terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun televisi bahwa kali Surabaya mengalami pencemaran yang cukup parah, terutama saat musim kemarau

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 09 TAHUN 2005 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2016 PEKERJAAN UMUM Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Panjang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI ALOR, : a. bahwa pelabuhan mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan transportasi laut menjadi sektor utama yang berpengaruh dalam laju distribusi perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan volume lalu lintas

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR I. DATA PEMOHON Data Pemohon Baru Perpanjangan Pembaharuan/ Perubahan Nama Perusahaan Jenis Usaha / Kegiatan Alamat........

Lebih terperinci