Kebutuhan dan Teknologi Produksi Benih Kedelai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kebutuhan dan Teknologi Produksi Benih Kedelai"

Transkripsi

1 Kebutuhan dan Teknologi Produksi Benih Kedelai Didik Harnowo 1, J. Rachman Hidajat 2, dan Suyamto 2 1 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor PENDAHULUAN Varietas unggul yang dirakit sesuai dengan tujuan penggunaannya merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Sejalan dengan itu, ketersediaan benih dari varietas unggul yang memenuhi syarat enam tepat (varietas, mutu, jumlah, waktu, lokasi, dan harga) sangat diperlukan guna mendukung keberhasilan budi daya tanaman. Dampak penggunaan varietas unggul terhadap peningkatan produksi dan kualitas produk akan terasa bila varietas unggul tersebut ditanam dalam skala luas. Hal ini perlu didukung oleh sistem perbenihan yang andal. Dengan demikian, varietas unggul yang disukai konsumen dan sistem perbenihan sebagai mekanisme penyaluran (delivery mechanism) akan menjadi komponen esensial dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Industri benih dan penyalurannya merupakan bagian dari sistem perbenihan yang berperan penting untuk menyediakan benih varietas unggul yang memenuhi syarat enam tepat bagi petani. Secara spesifik, penggunaan benih bermutu tinggi berdampak terhadap pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil panen yang tinggi. Syarat benih bermutu adalah: (1) murni dan diketahui nama varietasnya; (2) daya tumbuh tinggi (minimal 80%) dan vigornya baik; (3) biji sehat, bernas, tidak keriput, dipanen pada saat biji telah matang; (4) dipanen dari tanaman yang sehat, tidak terinfeksi penyakit (cendawan, bakteri dan virus); dan (5) benih tidak tercampur biji tanaman lain atau biji rerumputan. Benih merupakan the carrier of technology, sekaligus sebagai the translator of input technology dalam pertanian yang mengusahakan produksi (hasil) dan mutu hasil yang tinggi. Benih dapat berperan sebagai agen perubahan mental petani dan masyarakat untuk lebih semangat berusaha dan bahkan perubahan suatu negara dari kekurangan pangan menjadi kecukupan pangan (Sadjad 2006). Usaha di bidang perbenihan sebenarnya sangat menguntungkan, manakala mendapat dukungan dari pemerintah, dalam hal kebijakan penyediaan sarana produksi, kemudahan dalam memperoleh modal usaha, harga, dan petani sudah sadar terhadap pentingnya penggunaan varietas unggul dengan benih bermutu tinggi. Pasar benih kedelai bermutu di Indonesia belum ditangani secara optimal. Hal tersebut disebabkan oleh 383

2 belum berkembangnya usaha di bidang industri perbenihan kedelai. Sebagian besar petani di Indonesia menggunakan benih dari hasil panen sendiri pada musim sebelumnya, dari petani lain di dalam atau luar wilayah, atau membeli ke pedagang hasil bumi yang mendapatkan benih dari wilayah lain musim panen sebelumnya. Arus benih demikian disebut sebagai jalur benih antarlapang dan musim atau disingkat Jabalsim (Sumarno 1998). Pada sistem Jabalsim belum dipertimbangkan aspek pengendalian mutu, yang diperkirakan ikut berkontribusi terhadap tinggi rendahnya produksi dan produktivitas kedelai di tingkat petani (Nugraha et al. 1995). Sebagai pembanding, di Amerika Serikat misalnya, varietas kedelai yang ditanam petani adalah varietas unggul yang adaptif pada lokasi spesifik sesuai dengan golongan umur, dan seluruh kebutuhan benih diproduksi oleh perusahaan profesional yang memberikan jaminan mutu benih (Sumarno 1997). Hal penting untuk membangun industri benih kedelai di Indonesia adalah: (1) menjamin suplai sumber benih secara lebih baik, (2) kebanyakan petani masih menggunakan benih seadanya sehingga perlu penyadaran penggunaan benih bermutu, dan (3) pembinaan industri benih yang telah ada agar menjadi lebih profesional. Masalah yang dihadapi untuk mencapai sasaran tersebut digambarkan oleh Douglas (1980) bahwa kebanyakan dari program benih yang sukses bermula dari usaha yang kecil tetapi dengan mutu yang baik. Tulisan ini membahas: (1) sistem perbenihan nasional, (2) kebutuhan benih kedelai saat ini dan prakiraan kebutuhan masa depan, (3) teknologi produksi benih kedelai, (4) industri benih kedelai di Inonesia, (5) pengendalian mutu benih secara internal dalam industri benih, (6) sistem pengadaan benih saat ini dan permasalahan dalam pengembangan industri benih kedelai, dan (7) kebijakan dan strategi pengembangan industri benih kedelai. SISTEM PERBENIHAN NASIONAL Subsistem Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan perbenihan adalah pengelolaan plasma nutfah, kegiatan pemuliaan, perlindungan varietas tanaman, serta pendaftaran dan pelepasan varietas. Fungsi penelitian yang meliputi pengelolaan plasma nutfah dan pemuliaan kedelai untuk menghasilkan varietas baru dilaksanakan oleh lembaga penelitian, baik pemerintah seperti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian) Departemen Pertanian, BATAN, dan Perguruan Tinggi. 384 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

3 Untuk perakitan varietas unggul baru kedelai, Indonesia sudah memiliki sejumlah koleksi sumber genetik/aksesi/populasi varietas yang tersimpan di bank-bank plasma nutfah milik UPT-UPT Badan Litbang Pertanian, LIPI, dan Perguruan Tinggi. Untuk mengatasi terbatasnya sumber genetik yang dimiliki, kegiatan eksplorasi dan koleksi serta introduksi dari negara lain masih terus dilakukan. Berkaitan dengan keplasmanutfahan, Indonesia juga sudah meratifikasi Perjanjian Internasional Sumber Daya Genetik Tanaman Pangan dan Pertanian, yang akan mempermudah dalam memperoleh plasma nutfah dari negara lain (Deptan 2006). Galur-galur calon varietas baru, kemudian diuji adaptasi atau diobservasi pada berbagai kondisi agroekologi untuk mengetahui keunggulan dan interaksi galur tersebut dengan lingkungan. Uji adaptasi/observasi dapat dilakukan oleh institusi penyelenggara pemuliaan tanaman, BPSB, BPTP, dan institusi perbenihan lain yang bekerjasama dengan institusi penyelenggara pemuliaan tanaman. Keunggulan suatu varietas diakui secara resmi setelah dilepas oleh Menteri Pertanian dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri (Kepmen) atas rekomendasi Badan Benih Nasional (BBN). Lembaga penelitian/institusi penyelenggara pemuliaan yang melepas varietas baru wajib memproduksi benih penjenisnya dalam jumlah cukup/ sesuai kebutuhan. Subsistem Produksi dan Peredaran Benih Benih varietas-varietas publik, termasuk kedelai, yang dihasilkan oleh lembaga publik, umumnya diproduksi dan diedarkan oleh pemerintah (Badan Usaha Milik Negara/BBI/BBU) dan swasta. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menerapkan otonomi daerah, saat ini kewenangan pengelolaan Balai Benih telah diserahkan kepada masing-masing Pemerintah Daerah. Tercatat sebanyak 24 Balai Benih Induk (BBI) yang telah ditetapkan statusnya sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perbenihan dan sebanyak 450 Unit Balai Benih Utama (BBU) dan Balai Benih Pembantu (BBP) ditetapkan dalam bentuk yang beragam, seperti Balai Benih Kabupaten, Kebun Bibit, dan sebagainya (Ditjen Tanaman Pangan 2005). Alur produksi benih sumber kedelai di bawah kelas benih penjenis, yakni benih dasar (foundation seeds) dan benih pokok (stock seeds), umumnya terputus, sehingga persyaratan enam tepat (varietas, mutu, jumlah, waktu, lokasi, dan harga) dalam produksi dan peredaran benih sumber kedelai belum terpenuhi. Ini merupakan permasalahan utama dalam produksi benih sumber. Masalah lain yaitu kurangnya adopsi varietasvarietas unggul baru oleh petani karena kurang gencarnya sosialisasi dan 385

4 promosi. Dengan demikian sistem/sosialisasi dan promosi varietas-varietas unggul baru kedelai perlu lebih ditingkatkan (Deptan 2006). Selain Balai Benih, muncul sejumlah penangkar benih kedelai yang cukup andal di beberapa daerah. Para penangkar ini perlu terus dibina dan dikembangkan di daerah-daerah lain. Seringkali penyediaan benih kedelai justru terbanyak dari para penangkar ini. Subsistem Pengendalian Mutu Sertifikasi benih merupakan mekanisme pengendalian mutu yang wajib diterapkan terhadap semua lot benih yang diedarkan (UU 12/1992, PP 44/ 1995). Saat ini pelaksanaan sertifikasi dilakukan tanpa memperhatikan kekuatan pasar, sehingga menimbulkan beban biaya yang besar, khususnya untuk benih-benih yang nilai komersialnya kurang. Sertifikasi benih kedelai dilaksanakan oleh Pemerintah, yakni Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) yang ada di masing-masing provinsi. Pengembangan dapat pula dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum yang telah mendapat ijin dari Pemerintah. BPSBTPH yang pada awalnya merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat, telah diserahkan kewenangan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah, dan sebagian besar juga telah ditetapkan sebagi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). UPTD BPSBTPH di seluruh Indonesia beserta laboratorium benihnya berjumlah 30 unit, sembilan laboratorium di antaranya telah diakreditasi, yaitu BPSB Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, Lampung, dan Sulawesi Selatan.Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPMB-TPH). BPMB-TPH yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan pengujian mutu benih tanaman pangan dan hortikultura. Diharapkan UPTD ini menjadi acuan bagi laboratorium benih yang ada di Indonesia (Ditjen Tanaman Pangan 2005). Mekanisme pengendalian mutu yang secara formal memiliki landasan hukum adalah: (1) sertifikasi dan pengujian benih berdasarkan OECD Scheme dan International Seed Testing Association (ISTA) Rules (UU 12/ 1992, PP 44/1995) dan (2) sistem standardisasi pertanian yang mencakup antara lain standardisasi produk, sertifikasi sistem mutu, sertifikasi produk, akreditasi laboratorium, akreditasi LSSM, dan akreditasi LsPro (PP 102/2000). Namun demikian, persepsi tentang sertifikasi benih belum sama, sehingga penerapannya di berbagai daerah masih cukup beragam. Standar mutu adalah spesifikasi benih yang baku dan dibuat oleh pemerintah, sehingga standar mutu benih perlu disosialisasikan agar dapat 386 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

5 menjadi acuan dalam memproduksi atau pengawasan benih yang beredar. Dengan demikian, para pelaku perbenihan kedelai mempunyai pedoman atau aturan dalam menghasilkan benih bermutu. Penerapan standar mutu benih kedelai diharapkan dapat dilakukan secara mandiri, dengan pengawasan tetap dilakukan oleh pemerintah. KEBUTUHAN BENIH KEDELAI SAAT INI DAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN MASA DEPAN Penyediaan benih bermutu yang dapat memenuhi enam tepat merupakan persyaratan utama dalam mendukung usaha peningkatan produksi kedelai. Istilah benih bermutu di kalangan petani identik dengan benih sebar (BR). Kebutuhan benih sebar (BR/ES/Extension Seed) biasanya paralel dengan luas areal penanaman. Untuk mengetahui kebutuhan benih kedelai pada masa sekarang maupun masa mendatang diperlukan data luas areal tanam atau luas panen. Pada tulisan ini, kebutuhan benih kedelai hanya dibatasi pada tingkat provinsi dan nasional selama kurun waktu dan proyeksi kebutuhan benih hingga tahun Selain benih kelas BR/ES (Benih Sebar) akan dibahas pula mengenai kebutuhan benih sumber kelas di atasnya yakni BP/SS (Stock Seed/Benih Pokok), BD/FS (Foundation Seed/ Benih Dasar), dan BS (Breeder Seed/Benih Penjenis). Kebutuhan benih kedelai kelas BR berfluktuasi antarprovinsi dan tahun sesuai dengan perubahan luas tanam. Tabel 1 menyajikan kebutuhan benih kedelai mulai tahun 2001 hingga 2005 untuk setiap provinsi dan kumulatif nasional. Kebutuhan benih kedelai secara nasional per tahun adalah sebesar kg (dihitung berdasarkan rata-rata penggunaan benih 45 kg/ha). Empat provinsi sebagai areal terluas penanaman kedelai yakni Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memerlukan benih paling banyak. Secara umum, kebutuhan benih kedelai menurun sejak tahun 2001 hingga 2005 akibat menurunnya luas tanam, kecuali di NTB, Jawa Barat, dan Sulawesi Utara. Kenaikan kebutuhan benih untuk ketiga provinsi tersebut masing-masing adalah 18%, 41%, dan 124% (Tabel 1). Beralihnya fungsi lahan subur untuk keperluan nonpertanian atau kompetisi tanaman kedelai dengan tanaman lain (misalnya jagung, ubi kayu, dll), akibat oleh harga kedelai yang kurang menarik, termasuk penyebab terjadinya kecenderungan penurunan luas tanam dan luas panen kedelai di Indonesia. Perkiraan kebutuhan benih kedelai secara nasional hingga tahun 2014 disajikan pada Tabel

6 Tabel 1. Kebutuhan benih kedelai di setiap provinsi dan nasional dalam periode (dihitung berdasarkan data luas areal panen dengan asumsi rata-rata penggunaan benih kedelai 45 kg/ha). Propinsi Kebutuhan benih kedelai (t/tahun) NAD 2.296,0 774,4 653, , ,6 Sumatera Utara 450,1 436,7 446,0 485,7 603,4 Sumatera Barat 185,2 74,5 72,6 62,4 66,8 Riau 90,3 103,3 64,0 90,9 124,3 Jambi 97,7 155,7 131,0 131,4 125,9 Sumatera Selatan 214,2 146,8 179,0 148,5 164,0 Bengkulu 67,7 92,5 103,9 152,1 135,9 Lampung 547,9 270,9 190,4 242,1 190,4 Bangka Belitung 0,2 0,1 0,1 - - Riau Kepulauan DKI Jakarta Jawa Barat 1.285, ,1 673,7 947,3 927,1 Jawa Tengah 5.031, , , , ,0 DI Yogyakarta 2.043, , , , ,3 Jawa Timur , , , , ,5 Banten 74,7 177,9 110,3 176,2 68,8 Bali 379,9 343,8 259,4 384,8 364,1 NTB 3.050, , , , ,4 NTT 90,5 162,6 160,7 147,1 87,5 Kalimantan Barat 80,3 73,6 45,9 46,5 59,9 Kalimantan Tengah 150,9 84,7 64,3 41,5 33,0 Kalimantan Selatan 232,5 261,1 227,5 200,0 90,0 Kalimantan Timur 90,0 82,5 93,9 79,5 87,9 Sulawesi Utara 133,6 66,9 85,6 191,8 206,8 Sulawesi Tengah 91,7 85,6 65,9 90,8 98,1 Sulawesi Selatan 651,2 651,7 764,6 742,0 760,4 Sulawesi Tenggara 73,9 104,2 93,9 122,0 146,6 Gorontalo 83,0 68,3 24,3 25,9 91,3 Sulawesi Barat ,7 Maluku 85,9 18,4 55,7 40,1 53,7 Maluku Utara ,8 22,4 43,7 Papua 341,6 2.23,8 149,9 206,3 120,8 Irian Jaya Barat ,8 Indonesia , , , , ,7 388 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

7 Tabel 2. Perkiraan kebutuhan benih kedelai kelas benih sebar (extension seed/ BR) secara nasional dalam periode Tahun Sasaran produksi Produktivitas Luas areal tanam Kebutuhan benih (000 ton) *) (t/ha) *) (000 ha) (ton) , , , , , , , , Dihitung berdasarkan target sasaran luas areal tanam dan produktivitas *) data diambil dari Deptan (2005). TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH KEDELAI Usahatani kedelai di Indonesia dilakukan pada berbagai agroekologi yang spesifik. Produksi benih kedelai seyogyanya dilakukan pada sentra produksi. Namun demikian, berdasarkan pertimbangan teknis, tidak semua agroekologi usahatani kedelai sesuai untuk produksi benih. Secara umum terdapat empat tipe agroekologi untuk kedelai (Sumarno 1998) yaitu: 1. Lahan tegal pada awal musim hujan (MH I) 2. Lahan tegal pada akhir musim hujan (MH II) 3. Lahan sawah pada awal musim kemarau (MK I) 4. Lahan sawah pada pertengahan musim kemarau (MK II) Masing-masing agroekologi tersebut memiliki sifat-sifat khusus (Tabel 3). Untuk memperoleh hasil benih secara maksimal, perlu tersedia varietas yang paling sesuai bagi masing-masing agroekologi tersebut. Namun demikian, apabila varietas kedelai yang dianjurkan harus beradaptasi pada masing-masing lingkungan spesifik tersebut diperlukan varietas kedelai yang sangat banyak. Hingga kini hal tersebut belum dapat dipenuhi karena upaya perakitan varietas unggul kedelai belum dilakukan secara intensif. Pertumbuhan tanaman kedelai secara fisiologis terutama dipengaruhi oleh suhu dan panjang hari. Pengaruh kedua faktor tersebut sangat dominan, terutama terhadap pertumbuhan vegetatif, tinggi batang, umur berbunga, dan umur panen (Tabel 4). Berdasarkan pertimbangan teknis mengacu pada Tabel 3 dan 4, maka agroekologi yang ideal untuk produksi benih kedelai adalah pada MK I dan MK II. 389

8 Tabel 3. Karakteristik agroekologi/musim tanam untuk produksi benih kedelai di Indonesia. Uraian Karakteristik agroekologi MH I MH II MK I MK II Penyiapan lahan Diolah Olah minimal TOT TOT Saat tanam Okt.-Nop. Jan.-Pebr. Maret-April Juni-Juli Lahan Tegal/sawah Tegal Sawah irigasi Sawah irigasi tadah hujan terbatas Status air Berlebihan, Kekeringan Berlebihan Umumnya kurang pada pada fase pada awal, kekurangan awal generatif kurang pada air pertumbuhan fase generatif Cuaca Mendung- Agak mendung- Cerah- Cerah, panas hujan panas agak panas agak panas Kelembaban tanah Kadang kurang Kekeringan Becek, Kering, atau berlebih drainase buruk drainase baik Gulma Sedang Sedang Banyak Banyak Hama Kurang Sedang Banyak Banyak Penyakit Kurang Sedang Kurang Sedangbanyak Panjang hari (jam) Hara Rendah- Rendah- Sedang- Sedangsedang sedang tinggi tinggi Pemeliharaan Intensif Agak intensif Agak intensif Sedangintensif Perkiraan hasil (t/ha) 1,0-1,2 0,7-0,9 1,7-2,0 1,5-2,0 TOT = tanpa olah tanah Sumber: Sumarno (1998). Tabel 4. Pengaruh suhu dan panjang hari terhadap pertumbuhan kedelai. Faktor Suhu rendah, < 18 0 C Suhu kardinal, C Suhu agak tinggi, C Suhu tinggi, C Panjang hari < 12 jam Panjang hari 12-12,5 jam Panjang hari 12,5-13,5 jam Panjang hari > 14 jam Pengaruh terhadap pertumbuhan/fisiologi kedelai Umur berbunga panjang, umur panen lambat (dalam), batang lebih tinggi, biji lebih bernas Umur berbunga normal, tanaman pada tanah subur tumbuh optimal Tanaman tumbuh normal dan baik asal kelembaban tanah cukup Tanaman tumbuh pendek, cepat berbunga, bila air kurang tanaman merana Tanaman cepat berbunga, cepat panen, tumbuh pendek Pertumbuhan normal, umur berbunga normal, umur panen normal Tanaman tunbuh tinggi, berbunga lambat, panen lambat, hasil biji meningkat Pertumbuhan vegetatif subur, tanaman tidak dapat berbunga Sumber: Sumarno (1998). 390 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

9 Teknik Produksi Benih Teknik produksi benih kedelai pada dasarnya sama dengan teknik produksi untuk konsumsi. Persyaratan ideal untuk memperoleh benih bermutu tinggi, selain mengacu pada uraian yang sudah disebutkan di atas, adalah sebagai berikut: Daerahnya mempunyai iklim yang cocok, yakni curah hujan sedang ( mm per bulan) pada masa pertumbuhan, curah hujan < 50 mm per bulan pada saat pematangan, dan suhu harian tidak lebih dari 30 o C pada saat pematangan. Kelembaban udara yang rendah (+ 70%) pada saat pematangan polong juga menguntungkan. Tanah subur dan air cukup tersedia sehingga diperoleh tanaman yang subur, sehat, dan menghasilkan biji bernas. Pertanaman bebas dari gangguan hama, terutama hama yang merusak biji. Pada umumnya semua jenis hama mempengaruhi mutu benih kedelai yang dihasilkan. Bebas gangguan penyakit. Pertanaman perbenihan yang tertular penyakit akan menghasilkan biji yang kurang normal, tidak bernas, atau terinfeksi patogen yang dapat menular bila benihnya ditanam. Bebas dari gulma, sejak kedelai tumbuh hingga masa panen. Jarak tanam teratur, dan sebaiknya agak jarang agar tanaman tumbuh optimal. Dipanen pada saat tanaman telah matang, diproses, dan dibijikan. Biji segera dikeringkan hingga mencapai kadar air 10%. Penyiapan Lahan a. Tanam awal musim kemarau (MK 1) Produksi benih pada lahan bekas tanaman padi tidak memerlukan pengolahan tanah (tanpa olah tanah = TOT). Pada lahan tegal perlu pengolahan tanah secara intensif (biasanya dua kali bajak dan sekali diratakan). Apabila lahan masih tergenang air, perlu dibuat saluran drainase setiap 4-5 m dengan kedalaman cm dan lebar 30 cm. Saluran tersebut berfungsi untuk mengurangi kelebihan air sekaligus sebagai saluran irigasi pada saat tidak ada hujan. b. Tanam pertengahan musim kemarau (MK 2) Pada lahan bekas tanaman padi gadu 1, penanaman kedelai untuk produksi benih hampir sama dengan MK 1. Bila menggunakan lahan bekas tanaman 391

10 kedelai atau palawija lainnya, perlu dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu, agar sisa biji kedelai tidak tumbuh dan menjadi campuran benih. Varietas Unggul Semua varietas unggul yang telah dilepas mempunyai potensi hasil sekitar 1,8-2,5 t/ha. Selain itu, ada beberapa varietas lokal yang dianjurkan karena mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi dan cocok dikembangkan di daerah tertentu seperti varietas Lumajang Bewok di Jawa Timur dan Kipas Merah atau Kipas Putih di Aceh). Saat ini telah tersedia sejumlah varietas baru kedelai yang sesuai untuk lahan sawah dan lahan kering (Kaba, Sinabung, Ijen, dan Panderman) dan lahan masam (Tanggamus, Seulawah, dan Ratai). Pilihan varietas perlu disesuaikan dengan preferensi pengguna, dengan kebutuhan benih berkisar antara kg/ha. Waktu Tanam Waktu tanam kedelai di lahan sawah irigasi biasanya dua kali, yakni awal musim kemarau-mk 1 (Februari/Maret) dan pertengahan kemarau-mk 2 (Juni/Juli). Di lahan sawah tadah hujan hanya dilakukan penanaman satu kali, yaitu pada bulan Februari/Maret, dan pada lahan sawah setengah irigasi teknis dilakukan pada bulan Juni/Juli. Untuk mendukung keberhasilan produksi benih perlu dilakukan beberapa hal berikut: Waktu tanam optimal kedelai pada bulan Februari/Maret atau Juni/Juli harus memperhitungkan umur panen padi, sesuai dengan rencana tanam yang ketat. Setelah padi dipanen, kedelai segera ditanam, tidak lebih dari tujuh hari. Penanaman untuk satu hamparan minimal 100 ha harus serempak. Keterlambatan waktu tanam akan menurunkan hasil sampai 50%, karena terjadinya akumulasi hama. Benih ditanam secara tugal dengan kedalaman 2-3 cm, jarak tanam 40 x 15 cm (1-2 biji/lubang tanam). Pemupukan Pada lahan sawah dengan kesuburan rendah-sedang dilakukan pemupukan dengan takaran 50 kg urea, 75 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha. Pada tanah Vertisol yang mengalami kahat kalium, takaran pupuk KCl dinaikkan menjadi 100 kg/ha. Pada tanah Hidromorf, pupuk yang diberikan adalah kg urea, kg SP36, dan kg KCl/ha. Dianjurkan pemberian inokulasi Rhizoplus/Nodulin pada daerah yang belum ditanami kedelai. 392 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

11 Mulsa Jerami Padi Pada lahan sawah diberikan mulsa jerami sebanyak 5 t/ha, dihamparkan merata dengan ketebalan < 10 cm. Mulsa jerami dapat mengurangi kegiatan penyiangan. Pada daerah yang selalu terancam serangan lalat kacang, pemberian mulsa dapat menekan serangan hama tersebut. Jika gulma tidak menjadi masalah, jerami dapat dibakar pada hamparan lahan. Cara ini dapat lebih menyeragamkan pertumbuhan awal kedelai. Pengairan Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah awal pertumbuhan vegetatif, yaitu15-21 hari setelah tanam (HST), saat berbunga (25-35 HST), dan saat pengisian polong (55-70 HST). Pada fase-fase tersebut tanaman perlu diairi secara berkala dan mencukupi. Pengendalian Hama Epidemi hama selalu ada pada setiap musim tanam kedelai, hanya intensitasnya yang berbeda. Serangan hama pada pertanaman MK 1 biasanya lebih ringan dibanding MK II. Untuk mengantisipasi serangan hama, konsep Pengendalian Hama Terpadu harus diterapkan. Pengkayaan musuh alami, tanaman perangkap, dan penggunaan insektisida secara bijaksana dapat diterapkan dalam pertanaman produksi benih kedelai. Pengendalian dengan insektisida sering dilaporkan tidak efektif karena beberapa hal, antara lain: Tidak ada persediaan insektisida pada saat terjadi eksplosif hama, sehingga terjadi keterlambatan pengendalian. Insektisida yang digunakan kurang/tidak efektif atau dosisnya kurang benar. Volume semprot tidak sesuai dengan anjuran. Alat semprot, kurang memadainya alat semprot dan cara penyemprotan kurang benar. Waktu penyemprotan tidak tepat. Pengendalian Penyakit Penyakit utama pada kedelai adalah karat daun Phakopsora pachyrhizi, busuk batang dan akar Schlerotium rolfsii, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus. Penggunaan fungisida dilakukan sejak gejala mulai nampak, umumnya 3-4 kali penyemprotan menggunakan Bayleton, Anvil, Benlatte atau Dithane. Kehilangan hasil karena penularan karat daun berkisar antara 30-70%. Pengendalian virus dilakukan dengan cara mengendalian vektornya, yaitu kutu aphid, menggunakan insektisida Decis. Waktu pengendalian adalah pada saat tanaman berumur 14, 28, dan

12 HST, atau menyemprot berdasarkan populasi hama/vektor. Usaha pencegahan lain adalah dengan cara: Tanam secara serempak. Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang penyakit virus. Menanam benih sehat. Membasmi tanaman inang. Membuang tanaman sakit. Pemeliharaan Mutu Genetik Pemeliharaan mutu genetik untuk setiap kelas benih dilakukan sejak sebelum tanam (sumber benih dan lahan yang akan digunakan untuk produksi benih harus jelas), di pertanaman, dan selama prosesing. Selama di pertanaman, pemeliharaan mutu genetik dilakukan dari tanaman ke tanaman, yakni dengan cara rouging (membuang tanaman dengan tipe menyimpang). Terdapat tiga fase pengamatan tanaman untuk membuang tanaman yang menyimpang, yakni berdasarkan karakter kualitatif sebagai pembeda utama, yaitu pada fase juvenil, berbunga, dan masak fisiologis. Fase Juvenil (Tanaman Muda) Rouging pada fase ini dilakukan pada saat tanaman berumur HST. Karakter-karakter yang dapat dijadikan pedoman adalah: (a) warna hipokotil (hijau atau ungu), (b) ukuran keping biji dan daun bertiga pertama (trifoliat), di mana biji yang berukuran besar memiliki keping biji dan trifoliat berukuran besar, dan (c) bentuk daun, biji berbentuk bulat akan diikuti oleh daun yang makin mendekati bulat. Fase Berbunga Apabila pada fase juvenil belum mampu membedakan adanya campuran varietas lain, maka rouging dapat dilakukan lagi pada fase berbunga. Pedoman yang dapat dipakai adalah: (a) warna bunga, tanaman dengan hipokotil berwarna ungu akan memiliki bunga berwarna ungu dan tanaman dengan hipokotil berwarna hijau akan memiliki bunga berwarna putih; (b) saat berbunga, tanaman yang waktu berbunganya sangat menyimpang perlu dibuang; (c) warna dan kerapatan bulu pada tangkai daun; (d) ketegapan batang dan posisi daun pada batang secara keseluruhan; (e) reaksi terhadap penyakit. 394 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

13 Fase Masak Fisiologis Fase masak fisiologis adalah fase di mana pengisian biji berakhir dan polongpolong mulai berubah warna menjadi coklat (warna polong matang). Halhal yang perlu diperhatikan dalam rouging pada fase ini adalah: (a) keragaan tanaman secara keseluruhan (posisi daun, polong, dan bentuk daun); (b) kerapatan dan warna bulu; panjang/pendek, kerapatan, dan warna bulu (putih atau coklat) pada batang dan daun; dan (c) umur masak polong, tanaman yang kemasakan polongnya terlalu menyimpang perlu dicabut. Panen dan Pascapanen Untuk menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik dan genetik terutama dilakukan selama prosesing, sedangkan menjaga mutu fisiologis dilakukan mulai saat panen hingga penyimpanan dan bahkan hingga benih siap ditanam. Panen Panen hendaknya dilakukan pada saat mutu fisiologis benih maksimal, yang ditandai bila sekitar 95% polong telah berwarna coklat (warna polong masak) dan sebagian besar daun sudah rontok. Panen dilakukan dengan cara memotong pangkal batang. Brangkasan kedelai hasil panen langsung dikeringkan (dihamparkan) di bawah sinar matahari dengan ketebalan sekitar 25 cm selama 2-4 hari (bergantung cuaca) menggunakan alas terpal plastik, tikar atau anyaman bambu. Pengeringan dilakukan hingga kadar air benih mencapai sekitar 14%. Menumpuk brangkasan basah lebih dari dua hari sangat tidak dianjurkan karena akan menyebabkan biji berjamur sehingga mutunya rendah. Pada musim hujan, di mana sinar matahari kurang, brangkasan/polong perlu diangin-anginkan secara dihampar (tidak ditumpuk). Untuk mempercepat proses penurunan kadar air benih, disarankan brangkasan dihembus dengan udara panas dari pemanas buatan. Perontokan Brangkasan kedelai yang telah kering (kadar air sekitar 14%) secepatnya dirontok. Perontokan dapat dilakukan secara manual (geblok) atau secara mekanis menggunakan threser (pedal threser atau power threser). Apabila digunakan power threser, kecepatan putaran silinder perontok disarankan tidak lebih dari 400 rpm (putaran per menit). Perontokan perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari banyaknya benih pecah kulit, benih retak, atau kotiledon terlepas, yang dapat mempercepat laju penurunan daya tumbuh dan vigor benih dalam penyimpanan. 395

14 Pembersihan dan sortasi Benih hasil perontokan perlu dibersihkan dari kotoran benih (antara lain: potongan batang, cabang tanaman, dan tanah), dapat dilakukan secara manual atau mekanis (menggunakan blower). Untuk mendapatkan keseragaman ukuran benih, sortasi perlu dilakukan yakni dengan memisahkan sekitar 5% biji berukuran kecil dan tidak dimasukkan ke dalam kelompok (lot) benih. Selain itu, pada tahapan proses ini juga dilakukan pemisahan biji dengan tipe menyimpang dalam rangka memperbaiki mutu genetik kelompok benih dari varietas yang diproduksi, yakni biji yang tidak memiliki sifat seperti yang tercantum dalam deskripsi varietas, antara lain warna hilum, warna kulit biji, dan bentuk biji. Membuang biji dengan tipe menyimpang dilakukan dari benih ke benih (seed-to-seed). Tahapan ini memerlukan waktu relatif lama, agar benih tidak berada pada kadar air yang masih relatif tinggi. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bahwa setelah perontokan benih perlu segera dikeringkan hingga kadar air 10-11%. Pengeringan Benih yang sudah bersih dan seragam ukurannya selanjutnya segera dikeringkan lagi hingga mencapai kadar air sekitar 9%. Pengeringan dapat dilakukan di bawah sinar matahari, menggunakan alas terpal plastik atau tikar pada lantai jemur yang kering, dengan ketebalan sekitar tiga lapis benih. Selama pengeringan perlu dilakukan pembalikan benih setiap 2-3 jam agar benih kering secara merata. Pengeringan diakhiri pada sekitar pukul untuk menghindari sengatan sinar matahari yang terlalu panas. Untuk mencapai kadar air sekitar 9% diperlukan waktu pengeringan sekitar 4 jam sehari (pukul ) selama 1-2 hari. Setelah dikeringkan, benih perlu diangin-anginkan sekitar 1-2 jam untuk menyeimbangkan suhu benih dengan suhu udara sekitarnya, sebelum benih dimasukkan ke dalam karung/wadah tertutup. Pengemasan Benih dikemas menggunakan bahan pengemas kedap udara untuk menghambat masuknya uap air dari luar kemasan ke dalam benih. Kantung plastik benih yang bening atau buram (kapasitas 2 atau 5 kg) dengan ketebalan 0,08 mm satu lapis atau 0,05 mm dua lapis cukup baik digunakan untuk mengemas benih kedelai hingga delapan bulan pada kondisi ruang simpan alami (tanpa AC) dengan kadar air benih awal sekitar 9%. Kemasan yang telah berisi benih harus tertutup rapat. Caranya adalah, kemasan diikat menggunakan tali plastik atau dipres dengan kawat nikelin panas. Kemasan kantung plastik kedap udara besar (kapasitas kg) juga baik digunakan untuk penyimpanan benih kedelai. Selain itu, penggunaan kaleng/blek bertutup rapat dengan kapasitas kg dapat juga digunakan untuk menyimpan benih kedelai. 396 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

15 Penyimpanan Benih dalam kemasan dapat disimpan di dalam ruangan beralas kayu atau pada rak-rak kayu, agar kemasan tidak bersinggungan langsung dengan lantai/tanah. Benih dalam penyimpanan harus terhindar dari serangan tikus atau hewan pengganggu lain yang dapat merusak kemasan maupun benih. Menyimpan benih sebaiknya pada ruangan tersendiri (tidak bercampur dengan pupuk atau bahan-bahan lain yang menyebabkan ruangan menjadi lembab). Dengan cara dan tahapan-tahapan tersebut, maka benih kedelai dengan daya tumbuh pada awal penyimpanan 95% dan kadar air pada awal penyimpanan sekitar 9% dapat dipertahankan hingga delapan bulan dengan daya tumbuh lebih dari 80%. Pengelolaan benih dalam rangka mempertahankan mutu fisiologis tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan harus secara menyeluruh dan sistematis dengan menerapkan kaidah pengelolaan benih secara benar, mulai saat panen hingga penyimpanan. Tidak terdapat perbedaan pengelolaan pascapanen benih, baik untuk benih penjenis (BS), benih dasar (FS), benih pokok (SS) maupun benih sebar (ES) untuk mempertahankan mutu fisiologis. Benih kedelai termasuk benih yang cepat turun mutu fisiologisnya setelah panen, maka tindakan secara cepat dan benar harus dilakukan. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah, mutu benih yang tinggi pada awal penyimpanan merupakan syarat penting bagi keberhasilan pengelolaan mutu fisiologis benih selama penyimpanan. Bagaimanapun idealnya kondisi penyimpanan, tidak dapat memperbaiki mutu benih seperti pada awal penyimpanan. Sertifikasi dan Standar Mutu Benih Beberapa terminologi perlu dipahami kaitannya dengan sertifikasi benih. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan, pengujian, pengawasan, dan memenuhi semua persyaratan yang berlaku. Sertifikat adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara hasil kegiatan sertifikasi dengan persyaratan yang ditentukan. Standar mutu benih adalah spesifikasi teknis benih yang baku, mencakup mutu fisik, genetik, fisiologis, dan atau kesehatan benih. Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas, yang produksi dan peredarannya diawasi. Label adalah keterangan tertulis yang diberikan pada benih atau benih yang sudah dikemas yang akan diedarkan dan memuat antara lain tempat asal benih, jenis dan varietas tanaman, kelas benih, data hasil uji laboratorium, dan akhir masa edar benih (Hartono 2004). Instansi penyelenggara sertifikasi benih kedelai adalah Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). Proses 397

16 sertifikasi benih dapat diserahkan kepada produsen, sesuai dengan tingkat profesionalisme dan kredibilitas mereka. Peran pemerintah terutama pada pembinaan, pengendalian mutu eksternal, dan pengawasan peredaran benih bina. Bagi perorangan, badan hukum, atau lembaga pemerintah yang akan melakukan sertifikasi mandiri harus mendapatkan sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang ditetapkan Menteri Pertanian dan telah mendapat akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional Lembaga Sertifikasi (Deptan 2006). Terkait dengan sertifikasi benih, berdasarkan mutu genetik, fisik dan fisiologis, benih kedelai terdiri atas empat kelas, yaitu: 1. Benih penjenis (breeder seed) atau disingkat BS, diproduksi dan dikendalikan langsung oleh pemulia (breeder) yang menemukan atau diberi kewenangan untuk mengembangkan varietas tersebut. Saat ini benih penjenis dikelola oleh UPBS di Balai Penelitian Komoditas, untuk kedelai di Balitkabi, Malang. Dalam sertifikasi, benih penjenis dicirikan oleh label berwarna kuning yang ditandatangani oleh pemulia dan Kepala Institusi penyelenggara pemuliaan tersebut (Badan Litbang Pertanian 2007). Benih penjenis terutama digunakan sebagai benih sumber untuk produksi atau perbanyakan benih dasar (FS/BD). 2. Benih dasar (foundation seed/fs), disingkat BD, adalah benih sumber ysng diproduksi oleh produsen benih (BBI, BPTP, BUMN/Swasta yang profesional) dan pengendalian mutunya melalui sertifikasi benih (BPSB atau Sistem Manajemen Mutu). Benih dasar merupakan benih sumber untuk perbanyakan/produksi benih pokok (SS/BP). Benih dasar ditandai dengan label putih. 3. Benih pokok (stock seed/ss), disingkat BP, merupakan benih sumber yang diproduksi oleh produsen/penangkar benih di daerah dan pengendalian mutunya melalui sertifikasi benih (BPSB atau Sistem Manajemen Mutu). Benih pokok ditandai dengan label ungu. 4. Benih Sebar (Extension Seed/ES), disingkat BR, merupakan keturunan dari BP, yang diproduksi oleh produsen/penangkar dan pengendalian mutunya melalui sertifikasi benih (BPSB atau Sistem Manajemen Mutu). Benih sebar ditandai dengan label biru. Untuk menghasilkan benih bermutu diperlukan sertifikasi yang mencakup tahap pemeliharaan di lapangan dan laboratorium. Standar mutu benih sesuai ketentuan dalam sertifikasi benih kedelai disajikan pada Tabel 5 dan 6. Kriteria standar pengamatan kecambah untuk pengujian mutu fisiologis (daya tumbuh) benih pada pengujian di laboratorium tertera pada Tabel Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

17 Tabel 5. Persyaratan standar lapang dalam produksi benih kedelai bersertifikat. Kelas Benih Saat ini Toleransi yang diberikan CVL maks. (%) Isolasi jarak *) CVL maks. (%) Isolasi jarak *) Benih dasar 0,1 8 m 0,2 3 m Benih pokok 0,2 8 m 0,5 3 m Benih sebar 0,5 8 m 1,0 3 m CVL = Campuran varietas lain *) Isolasi jarak: jarak antarpetakan pertanaman produksi benih kedelai dengan pertanaman kedelai (varietas lain). Sumber: Departemen Pertanian Tabel 6. Persyaratan standar laboratorium dalam sertifikasi benih kedelai. Benih Kotoran Kadar Daya Masa berlaku Kelas benih murni benih CVL air tumbuh label min. (%) maks. (%) maks. (%) maks. (%) min. (%) (bln) Benih dasar 98,0 2,0 0,2 11,0 80,0 4-9 Benih pokok 98,0 2,0 0,5 11,0 80,0 4-9 Benih sebar 97,0 3,0 1,0 11,0 70,0 4-9 CVL = Campuran varietas lain Sumber: Departemen Pertanian Tabel 7. Kriteria standar pengamatan kecambah normal dan tidak normal pada uji perkecambahan atau daya tumbuh benih. Subyek Kriteria kecambah pada uji daya tumbuh benih Pengamatan Normal Tidak normal Akar Akar primer atau satu set akar- Tidak ada akar primer/ akar sekunder cukup kuat untuk sekunder yang tumbuh kuat/ menambatkan bibit pada tanah. baik Hipokotil Panjang atau pendek, tetapi tumbuh (a). Pecah dalam yang terbuka baik tanpa ada pecahan dalam yang memanjang masuk ke mungkin disebabkan oleh jaringan dalam jaringan pengangkut pengangkut yang rusak. (b). Cacat, berkeriput dan membengkak/busuk Kotiledon Satu kotiledon hilang, sedangkan Keduanya hilang dan bibit bagian-bagian lainnya baik lemah sehingga tidak vigorus dan vigorus. Epikotil Paling kurang ada satu daun primer (a). Tidak ada daun primer/ atau satu tunas ujung yang sempurna. tunas ujung (b). Ada 1 atau 2 daun primer, tetapi tak ada tunas ujung. (c). Epikotil membusuk pembusukan menyebar dan bibit juga lemah Sumber: ISTA

18 PENYEDIAAN INDUSTRI BENIH KEDELAI DI INDONESIA Hingga saat ini, sebagian besar petani kedelai menggunakan benih hasil panen musim sebelumnya, atau dari hasil panen sendiri, atau membeli benih ke pedagang hasil bumi yang mendapatkan kedelai dari hasil panen di wilayah lain dari musim panen sebelumnya (sistem Jabalsim), sebagaimana juga ditemui di negara-negara berkembang lain (Almekinders et al. 1994). Pedagang benih yang demikian biasanya melakukan pembersihan dan sortasi benih agar kenampakan biji menjadi lebih baik. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh tambahan keuntungan karena harga benih dapat lebih tinggi daripada harga biji maupun calon benih tanpa dilakukan pembersihan dan sortasi. Penggunaan benih kedelai oleh petani melalui cara-cara tersebut diperkirakan mencapai lebih dari 90%, yang berarti penggunaan benih kedelai bermutu (bersertifikat) kurang dari 10% (Baihaki 2002; Nugraha et al. 1995). Ditinjau dari sisi petani sebagai pengguna benih, cara memperoleh benih melalui sistem Jabalsim merupakan cara termudah dan termurah. Selain itu, petani tidak menyangsikan mutu fisiologis (daya tumbuh) benih yang diperoleh dengan cara tersebut karena merupakan benih baru (benih hasil panen dari musim sebelumnya). Masalah yang sering ditemui adalah benih yang diperoleh melalui sistem Jabalsim memiliki campuran varietas lain yang cukup tinggi, bahkan jauh di atas persyaratan maksimal benih kedelai bersertifikat. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya pemasukan benih sumber ke dalam pola tanam dan belum adanya perhatian/pembinaan yang cukup dari pemerintah dalam menangani pengadaan benih kedelai melalui sistem Jabalsim (Harnowo dan Adie 1998). Petani belum merasakan pentingnya sertifikasi benih dalam pengadaan benih kedelai. Hal ini dinilai sebagai salah satu faktor penyebab penangkar/ produsen dan industri benih kedelai sulit berkembang di Indonesia. Ditinjau dari aspek penggunaan dan pengembangan varietas unggul baru, Hidajat dan Partohardjono (2005) menyatakan bahwa dengan pola penyediaan benih sistem Jabalsim, pendekatan pengembangan varietas spesifik bagi masing-masing agroekologi mudah dilaksanakan. Penyediaan benih kedelai secara informal adalah melalui sistem Jalur Benih Antarlapang dan Musim (Jabalsim). Jabalsim adalah suatu sistem pengadaan dan penyaluran benih kedelai yang berlangsung secara tradisional dan merupakan suatu proses mengalirnya benih antardaerah atau jalinan dinamis berdasarkan azas saling keterkaitan dan ketergantungan, sehingga merupakan suatu sistem yang dapat memenuhi kebutuhan benih unggul bermutu di suatu daerah. Faktor pendorong terjadinya Jabalsim kedelai adalah: (a) benih kedelai mudah rusak dan cepat turun daya tumbuhnya, sehingga memerlukan cara penanganan yang cepat, tepat, dan 400 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

19 teliti; (b) biji kedelai panenan baru, daya tumbuh dan vigornya tinggi; (c) hasil panen kedelai cenderung cepat dijual (kedelai sebagai cash crop; (d) petani merasa bangga bahwa desa/daerahnya sebagai penghasil benih bagi daerah lain untuk kelangsungan siklus usahatani kedelai; (e) harga benih terjangkau sehingga peminatnya banyak; (f) membuka kesempatan kerja bagi sekelompok masyarakat tertentu (tengkulak/ pedagang hasil bumi) yang sekaligus berjasa dalam pengadaan dan penyaluran benih antardesa/ kecamatan/kabupaten secara tepat waktu; dan (g) agroekologi yang memungkin-kan untuk produksi dan distribusi benih, yaitu tipologi lahan dan iklim. Pola penyediaan benih secara Jabalsim disajikan pada Gambar 1. Pola penyediaan benih kedelai seperti digambarkan di atas dapat terjadi di dalam satu desa, antardesa (dalam satu kecamatan), antarkecamatan (dalam satu kabupaten), antarkabupaten (dalam satu provinsi), dan bahkan antarprovinsi maupun antarpulau (Harnowo et al. 1994). Untuk kondisi sekarang sistem Jabalsim untuk tanaman kedelai dinilai sesuai untuk dikembangkan oleh penangkar benih lokal maupun perusahaan benih komersial, karena: benih kedelai tidak tahan disimpan, sehingga masalah yang sering timbul akibat penyimpanan dapat diatasi; benih kedelai tidak memiliki dormansi, sehingga semakin baru benih makin bagus daya tumbuh dan vigornya; prosesing dan penyimpanan benih menjadi lebih sederhana, pengeringan cukup hingga kadar air + 13%, dan tidak diperlukan fasilitas penyimpanan khusus; pengemasan menjadi lebih sederhana, tidak perlu wadah kedap udara; dan cita-cita penyediaan benih kedelai berdasarkan enam tepat mudah dicapai. Agar penyediaan benih sistem Jabalsim dapat berhasil dengan baik perlu dipilih varietas-varietas yang cocok dengan tipe agroekologinya. Varietas Wilis, Lokon, Raung, Kerinci, Tidar, dan Lompobatang cocok dikembangkan pada lahan sawah. TEGAL (MH I) Nov-Feb TEGAL (MH II) Feb-Apr SAWAH (MK I) Apr-Juni SAWAH (MK II) Juli-Okt Gambar 1. Arus benih kedelai mengikuti Jabalsim. 401

20 Namun, pola penyediaan benih kedelai secara Jabalsim memiliki kekurangan, antara lain: (a) asal usul benih tidak jelas, (b) mutu benih beragam dan tidak terkontrol, (c) penyediaan benih tidak dapat dipastikan, (c) peran pedagang sangat dominan, dan (d) teknis budi daya dan prosesing benih seadanya (tidak optimal). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan penangkar benih adalah informal dan tidak berkembang. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam penyediaan benih kedelai sistem Jabalsim juga dapat dilakukan sertifikasi sistem mutu oleh BPSB, sehingga benih dimaksud dapat diberi label biru. Keuntungan yang didapat dengan pengembangan pola Jabalsim seperti ini adalah (a) benih dapat disalurkan tepat varietas dengan mutu terjaga dan harga terjangkau, (b) benih yang beredar berlabel biru, yang berarti adanya peningkatan mutu benih dan pertanaman, (c) jika usulan kebijakan ini dapat terealisasi, maka penyediaan benih juga akan dilaksanakan tepat waktu, dan (d) sasaran swasembada kedelai lambat laun akan dapat dicapai karena sebagian besar pola Jabalsim mendominasi sistem pengadaan dan penyaluran benih kedelai di masyarakat. Permasalahan utama yang dijumpai dalam pengembangan perbenihan kedelai adalah: 1. Sebagian varietas unggul yang dilepas belum sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi. 2. Kontinuitas ketersediaan Benih Sumber yang sesuai dalam hal varietas, jumlah, waktu, dan lokasi yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan industri benih belum terjamin. Hal ini antara lain disebabkan oleh masih rendahnya produksi benih di Balai Benih, sebagai institusi penghasil benih sumber. 3. Kemampuan penyerapan pasar benih relatif masih terbatas. Hal ini antara lain disebabkan oleh: a. Budaya dan pengetahuan petani dalam penerapan teknologi usahatani, khususnya dalam penggunaan benih, sangat beragam. b. Kebutuhan benih kedelai bersifat musiman dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti iklim, organisme pengganggu tanaman, daya beli petani, dan pasar benih. c. Tanaman kedelai bersifat self-pollinated, sehingga sebagian petani merasa mampu memproduksi benih sendiri tanpa kawatir akan terjadi pencampuran varietas akibat penyerbukan silang. d. Benih bermutu kurang tersedia, kalaupun ada, benih yang tersedia seringkali kurang sesuai dengan yang dibutuhkan petani, terutama dalam hal varietas dan jumlah. e. Industri benih kedelai memiliki karakteristik khusus, yakni berisiko tinggi karena benih merupakan benda hidup dan benih kedelai sangat cepat turun mutu fisiologisnya (daya tumbuh dan vigor) 402 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

21 setelah panen, terutama apabila penanganan pascapanennya kurang optimal. f. Kebijakan pemerintah belum sepenuhnya kondusif yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya peran sektor swasta dalam pengembangan industri benih. g. Petani selama ini sudah merasa puas dengan cara memperoleh benih melaui sistem Jabalsim karena dipandang cukup mudah, harga benih relatif murah, dan mutu benih dianggap cukup bagus. h. Bagi penangkar/produsen benih, tidak ada jaminan bahwa benih yang diproduksi dapat terjual, apalagi belum ada/belum terealisasinya subsidi benih kedelai, sehingga penangkar/produsen harus menanggung risiko kerugian akibat tidak terjualnya benih yang sudah dihasilkan. Sistem Perbenihan vs Industri Benih Sistem perbenihan dapat diartikan sebagai peraturan yang harus diikuti dan program yang harus dilaksanakan untuk mencapai produksi dan distribusi benih dengan kualitas dan kuantitas yang direncanakan (Douglas 1980). Dalam sistem perbenihantercakup peran semua subsistem, seperti pemuliaan tanaman, perusahaan benih (BUMN atau Swasta), pengawas mutu (BPSB), penangkar benih sebar, pengelolaan benih, dan pemasaran benih. Douglas (1980) membagi perkembangan sistem perbenihan menjadi empat tahap, yaitu: Tahap I : Petani masih menggunakan benih sendiri, varietas, dan mutu benih serta cara budidayanya tradisional. Tahap II : Beberapa petani menggunakan benih bermutu, mulai terdapat pengusaha benih secara komersial, varietas unggul mulai menggantikan varietas lokal. Tahap III : Beberapa komponen sistem perbenihan telah dilaksanakan, penyediaan benih bermutu hampir cukup, varietas unggul dengan cepat mengganti varietas lokal, tetapi petani belum semuanya menggunakan benih bermutu. Tingkat penggantian benih per musim tanam atau seed replacement rate berkisar antara 30-60%, sedang sisanya masih dipenuhi oleh benih yang diperoleh dari hasil panen petani sendiri (saved seeds). Tahap IV : Pada tahap ini sistem perbenihan sudah sangat maju dan berjalan lancar. Peraturan perbenihan telah dijalankan, kebijakan dalam perbenihan jelas dan umumnya mendukung perkembangan produksi dan pemasaran benih secara komersial. Pada tahap IV ini usahatani bersifat komersial penuh, budi daya menerapkan teknik maju yang baku, dan terdapat deferensiasi fungsi komponen usahatani. 403

22 Hubungan antara tahap pekembangan perbenihan dengan tingkat usahatani petani secara ringkas disajikan pada Tabel 8. Hubungan antara tahap perkembangan perbenihan dengan tingkat usahatani adalah bersifat timbal-balik, bukan yang satu menentukan yang lain. Tingkat industri benih yang ada pada suatu periode tertentu sangat berkaitan dengan status teknologi usahatani pada periode tersebut. Berdasarkan tahapan tersebut, Sumarno (1998) memprediksi bahwa sistem perbenihan kedelai di Indonesia baru mencapai pada Tahap II. Namun demikian, pada saat ini sistem perbenihan kedelai nampak adanya tanda-tanda mengarah ke Tahap III. Penyebab lambatnya perkembangan perbenihan kedelai antara lain adalah (Sumarno 1998): 1. Usahatani kedelai bersifat sampingan, bukan utama, sehingga petani belum memikirkan penggunaan benih bermutu sebagai komponen utama. 2. Usahatani pada setiap petani skalanya sempit, tersebar dalam areal yang terpencar, musim tanam terbagi dan tidak serempak sehingga tidak kondusif untuk pasar industri benih kedelai. 3. Musim tanam kedelai, utamanya MH I (awal musim hujan) berbarengan dengan musim paceklik, petani tidak memiliki modal untuk membeli benih kedelai, sehingga lebih suka menggunakan benih sendiri. 4. Benih kedelai yang diproduksi oleh pengusaha benih formal dinilai mahal oleh petani. Tabel 8. Hubungan antara tingkat perkembangan sistem perbenihan dengan kemajuan usahatani. Tahap sistem Industri benih Tingkat Budi daya Penggunaan perbenihan 1) nasional usahatani tanamam benih Tahap I Belum ada Tradisional, Tradisional, Asal petani subsisten seadanya Tahap II Permulaan, Agak maju, Agak maju, Sebagian kecil prakomersial mulai menerap- petani kan komponen menggunakan teknologi benih bermutu Tahap III Tumbuh, Semi komersial/ Maju, menerap % benih jumlahnya komersial kan paket yang ditanam agak banyak teknologi bermutu Tahap IV Berkembang Komersial/ Teknologi maju, % benih maju, banyak agribisnis optimasi input berupa benih bermutu 1) Sistem perbenihan yaitu pelaksanaan produksi dan distribusi benih, serta pelaksanaan peraturan perbenihan yang berlaku. Sumber: Sumarno Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

23 5. Jaminan mutu benih bersertifikat dalam hal daya tumbuh, vigor, kemurnian, dan kesehatan benih belum dapat meyakinkan petani. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut agar sistem perbenihan kedelai dapat berkembang pada prinsipnya adalah penumbuhan usaha perbenihan perlu menyesuaikan dengan perkembangan usahatani kedelai. Strategi yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut (Sumarno 1998): a. Mendorong terbentuknya penangkar benih informal di sentra produksi kedelai. b. Memberdayakan kelompok tani di sentra produksi kedelai melalui pelatihan, magang, dan sekolah lapang teknis produksi kedelai. c. Mendorong salah satu anggota kelompok tani di sentra produksi kedelai menjadi penangkar benih, pada tahap awal menyediakan benih untuk kelompoknya, selanjutnya berkembang untuk petani lain di wilayahnya. d. Membimbing penangkar benih informal untuk menjadi perusahaan benih formal skala kecil, berbasis modal anggota kelompok atau koperasi. e. Menjadikan perusahaan benih formal kecil di sentra produksi kedelai sebagai kekuatan sistem perbenihan kedelai nasional. f. Membentuk Asosiasi Perusahaan Benih dan mengusahakan kemitraan antara perusahaan benih berskala kecil dengan berskala besar seperti PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, PT Pioneer, dan sebagainya. g. Menjadikan usaha perbenihan sebagai bagian integral dari agribisnis di pedesaan. Apabila tahapan perkembangan sistem perbenihan sudah mencapai Tahap III, pengadaan benih kedelai yang dekat dengan petani dan memenuhi persyaratan enam tepat akan dapat dicapai. Pengendalian Mutu Benih secara Internal dalam Industri Benih Pentingnya Pengendalian Mutu Benih secara Internal Guna menjamin terpenuhinya penyediaan benih bermutu dari varietas unggul, maka sistem perbenihan yang tangguh perlu dibangun. Sistem dimaksud meliputi subsistem makro dan subsistem mikro. Subsistem makro lebih bersifat managerial dan kebijakan, sedangkan subsistem mikro lebih bersifat teknis produksi benih di lapang, penanganan benih setelah panen, penyimpanan dan pemasaran benih. Sebuah industri benih merupakan gambaran dari subsistem mikro dalam sistem perbenihan, yang di dalamnya terdapat unsur pengawasan (pengendalian) mutu secara spesifik, yakni 405

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG PROGRAM KEMANDIRIAN BENIH KEDELAI DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG PROGRAM KEMANDIRIAN BENIH KEDELAI DI DAERAH SENTRA PRODUKSI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG PROGRAM KEMANDIRIAN BENIH KEDELAI DI DAERAH SENTRA PRODUKSI Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru berupa keunggulan yang dimiliki varietas

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 10 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI A. DEFINISI Benih

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau

Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau PERSIAPAN PRODUKSI 1. Penentuan lokasi Kondisi lingkungan tumbuh sangat menentukan mutu benih yang dihasilkan. Benih yang mempunyai mutu genetik dan mutu fisiologis

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI A. Latar Belakang Dalam bercocok tanam pemilihan benih yang ditanam merupakan langkah pertama yang sangat penting, salah memilih benih

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

HASIL PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN SL-PTT KEDELAI DI PROVINSI ACEH

HASIL PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN SL-PTT KEDELAI DI PROVINSI ACEH HASIL PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN SL-PTT KEDELAI DI PROVINSI ACEH BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas pangan penghasil protein nabati yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tanaman kedelai, maka industri

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau. Oleh : Rudi Iswanto Titik Sundari Didik Harnowo

Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau. Oleh : Rudi Iswanto Titik Sundari Didik Harnowo Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau Oleh : Rudi Iswanto Titik Sundari Didik Harnowo Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013 i Petunjuk Teknis Teknologi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PTT menerapkan komponen teknologi dasar dan pilihan. Bergantung kondisi daerah setempat, komponen teknologi pilihan dapat digunakan sebagai komponen teknologi : Varietas

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi Tim Pengkaji Pendahuluan Rata-rata produktivitas kedelai di NTB pada Tahun 2014 yaitu 1,29 ton/ha. (BPS. 2015) Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan perluasan areal Pajale, BPTP bertugas menyediakan

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

SISTEM PRODUKSI DAN DISTRIBUSI SISTEM PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Klasifikasi Benih Berdasarkan fungsi dan cara produksi, benih terdiri alas benih inti (nuc/eous seed), benih sumber, dan benih sebar. Benih inti adalah benih awal yang penyediaannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1 PENDAHULUAN 8ebagai sarana produksi yang membawa sifat-sifat varietas tanaman, benih berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan diperoleh. Varietas unggul kedelai umumnya dirakit untuk memiliki

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Kedelai

Teknologi Budidaya Kedelai Teknologi Budidaya Kedelai Dikirim oleh admin 22/02/2010 Versi cetak Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi

Lebih terperinci

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI Jln. Pramuka No. 83, Arga Makmur, Bengkulu Utara 38111 Phone 0737-521330 Menjadi Perusahaan Agrobisnis Nasional Terdepan dan Terpercaya Menghasilkan sarana produksi dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH Ir. Yunizar, MS HP. 08527882006 Balai Pengkajian Teknologi Riau I. PENDAHULUAN Benih merupakan sarana penting dalam produksi pertanian, juga menjadi pembawa perubahan

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Kacang Tanah. Oleh : Joko Purnomo Novita Nugrahaeni Titik Sundari Didik Harnowo

Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Kacang Tanah. Oleh : Joko Purnomo Novita Nugrahaeni Titik Sundari Didik Harnowo Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Kacang Tanah Oleh : Joko Purnomo Novita Nugrahaeni Titik Sundari Didik Harnowo Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013 i Petunjuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L) Merrill) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Leguminaceae, sub famili Papilionidae dan digolongkan dalam kelas Angiospermae.

Lebih terperinci

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013.

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013. REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013 Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN. Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN. Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Areal pertanaman jagung di Kalimantan Selatan cukup luas terutama

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

ROGUING DAN SORTASI PADA PROSES PRODUKSI BENIH RINGKASAN

ROGUING DAN SORTASI PADA PROSES PRODUKSI BENIH RINGKASAN ROGUING DAN SORTASI PADA PROSES PRODUKSI BENIH Suhartina, Gatut Wahyu Anggoro Susanto, dan Novita Nugrahaeni Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi E-mail: t_ina_suhartina@yahoo.com; nnugrahaeni@gmail.com

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH Abdul Choliq, Sri Rustini, dan Yulianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegal Lepek, Sidomulyo,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan No. 02/Brosur/BPTP Jakarta/2008 PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI DENGAN PENANGKARAN BENIH PADI VARIETAS UNGGUL BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG Moh. Saeri dan Suwono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Sampang merupakan salah satu

Lebih terperinci

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih. Tahapan di Pertanaman Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam Tahapan Pasca Panen Pengawasan Pengolahan Benih 5-7 hari Pemeriksaan Dokumen 1 hari Pembuatan Kelompok Benih Pengawas Benih dan

Lebih terperinci

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.:

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.: INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS Informasi Praktis Balitkabi No.:2015-12 Disajikan pada: Workshop Optimalisasi Pengembangan Mekanisasi Usahatani Kedelai Serpong,

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus mampu mengantisipasi persaingan ekonomi yang semakin ketat di segala bidang dengan menggali sektor-sektor yang

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row PENDAHULUAN Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama tanaman lain

Lebih terperinci

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Idris Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Bptp-sultra@litbang.deptan.go.id Abstrak Penyebaran

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) KEDELAI

PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) KEDELAI PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) KEDELAI KEMENTRIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NUSA TENGGARA BARAT 2010 I KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah Suparman BPTP Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail : arman.litbang@gmail.com Abstrak Ketersediaan benih dengan prinsip

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Oleh: Mildaerizanti, SP, M.Sc Peneliti Muda Ahli pada BPTP Balitbangtan Jambi Pendahuluan Kebutuhan terhadap jagung diproyeksikan

Lebih terperinci

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada :

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada : SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH Disampaikan Pada : PELATIHAN AGRIBISNIS KEDELAI BERBASIS KAWASAN Di Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan, 25-31 Maret 2008 PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PERTANIAN

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci

adalah praktek budidaya tanaman untuk benih

adalah praktek budidaya tanaman untuk benih Produksi benih non hibrida meliputi : inbrida untuk tanaman menyerbuk sendiri bersari bebas/open bebas/open pollinated (OP) untuk tanaman menyerbuk silang Proses produksi lebih sederhana, karena hampir

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi 1. Sejarah BPSB Jawa Tengah Awal BPSB II Tegalgondo Jawa Tengah didirikan oleh Hamengkubuwono X pada tahun 1920, yang mulanya merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk besar sangat perlu memantapkan kestabilan pangan secara berkelanjutan, oleh karenanya perlu melakukan strategi dan upaya-upaya

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Siahaan dan Sitompul (1978), Klasifikasi dari tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta. PANEN BAWANG PUTIH Tujuan : Setelah berlatih peserta terampil dalam menentukan umur panen untuk benih bawang putih serta ciri-ciri tanaman bawang putih siap untuk dipanen 1. Siapkan tanaman bawang putih

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS)

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) Amiruddin Manrapi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Jl. Prof Muh. Yamin No. 89 Kendari 93114 PENDAHULUAN Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Seminar Nasional Serealia, 2013 KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe, Endrizal dan Didiek Agung Budianto 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi 2)

Lebih terperinci

Gambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Gambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian TAKAR-1 dan TAKAR-2, Varietas Unggul Kacang Tanah Terbaru Dua varietas unggul baru kacang tanah yaitu TAKAR-1 dan TAKAR-2 telah dilepas berdasarkan SK Kementan No. 3253/Kpts/SR.120/9/2012 dan No 3255/Kpts/SR.120/9/2012.

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

Sistem Perbenihan Jagung

Sistem Perbenihan Jagung Sistem Perbenihan Jagung Bahtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Benih merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usahatani jagung, sehingga

Lebih terperinci

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.54, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Benih Bina. Peredaran. Produksi. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG 8 Highlight Balitsereal 2008 INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG PTT Jagung pada Lahan Sawah Sub Optimal Untuk peningkatan produksi jagung, komponen-komponen teknologi yang telah dihasilkan dari penelitian

Lebih terperinci

Pedoman Umum. PTT Kedelai

Pedoman Umum. PTT Kedelai Pedoman Umum PTT Kedelai Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2016 Pedoman Umum PTT Kedelai ISBN: 978-979-1159-30-2 Cetakan pertama: Mei 2009 Cetakan kedua: November 2009 Cetakan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASKA PANEN KEDELAI A.

Lebih terperinci

PERAN BPTP DALAM MENDUKUNG JABALSIM PERBENIHAN KEDELAI DI SETANGGOR, LOMBOK TENGAH, NTB

PERAN BPTP DALAM MENDUKUNG JABALSIM PERBENIHAN KEDELAI DI SETANGGOR, LOMBOK TENGAH, NTB PERAN BPTP DALAM MENDUKUNG JABALSIM PERBENIHAN KEDELAI DI SETANGGOR, LOMBOK TENGAH, NTB Nani Herawati dan Eka Widiastuti BPTP Nusa Tenggara Barat Jl. Raya Paninjauan Narmada PO Box 1017 Mataram NTB 83371

Lebih terperinci

Pemurnian Varietas Kipas Putih dan Kipas Merah Dalam Rangka Mendapatkan Galur Mutan Tahan Kekeringan dan Berpotensi Hasil Tinggi

Pemurnian Varietas Kipas Putih dan Kipas Merah Dalam Rangka Mendapatkan Galur Mutan Tahan Kekeringan dan Berpotensi Hasil Tinggi Pemurnian Varietas Kipas Putih dan Kipas Merah Dalam Rangka Mendapatkan Galur Mutan Tahan Kekeringan dan Berpotensi Hasil Tinggi Zuyasna 1*), Chairunnas 2), Efendi 1) dan Arwin 3) 1) Program Studi Agroteknologi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH Oleh : Ir. Hj. Fauziah Ali A. Pendahuluan Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya

Lebih terperinci

KOMPONEN TEKNOLOGI PIUHAN

KOMPONEN TEKNOLOGI PIUHAN KOMPONEN TEKNOLOGI PIUHAN ---~ 1. Persiapan lahan Pengolahan tanah tidak diperlukan jika kacang hijau ditanam di lahan sawah bekas tanaman padi, jerami dapat dipakai sebagai mulsa Mulsa berguna untuk menjaga

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut. 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Pelaksanaan percobaan berlangsung di Kebun Percobaan dan Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai Varietas Wilis Argomulyo Burangrang Sinabung Kaba Tanggamus Mahameru Anjasmoro Lawit Baluran Ijen Seulawah Argopuro Grobogan Gepak Ijo Gepak Malika Detam 1 Detam 2 Varietas Unggul Baru Kedelai Potensi

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi V. KACANG HIJAU 5.1. Perbaikan Genetik Kacang hijau banyak diusahakan pada musim kemarau baik di lahan sawah irigasi maupun tadah hujan. Pada musim kemarau ketersediaan air biasanya sangat terbatas dan

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun PENGARUH UMUR SIMPAN BIBIT BAWANG MERAH VARIETAS SUPER PHILIP DAN RUBARU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Yuti Giamerti dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PENGATURAN POPULASI TANAMAN

PENGATURAN POPULASI TANAMAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGATURAN POPULASI TANAMAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGATURAN POPULASI

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH Budidaya bawang merah umumnya menggunakan umbi sebagai bahan tanam (benih). Pemanfaatan umbi sebagai benih memiliki beberapa kelemahan

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci