PENGELOMPOKKAN RUMAH BERDASARKAN JARAK KE AKSES FASILITAS UMUM House Clustering Based On Distance To Public Facilities
|
|
- Sugiarto Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGELOMPOKKAN RUMAH BERDASARKAN JARAK KE AKSES FASILITAS UMUM House Clustering Based On Distance To Public Facilities Yulinda Rosa Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung yulindar@yahoo.co.id Abstrak merupakan salah satu dimensi utama yang menentukan segmentasi pasar perumahan, khususnya jarak rumah terhadap fasilitas umum. Dengan menggunakan analisa faktor dan analisa klaster dari data sampel 480 kepala keluarga yang diambil di Kota Cirebon bahwa faktor kuat yang mempengaruhi terhadap seseorang untuk menempati rumah adalah jarak lokasi rumah terhadap akses fasilitas kesehatan, kemudian jarak fasilitas pendidikan SD dengan pengaruh sangat kuat, sedangkan jarak terhadap akses fasilitas pendidikan SMA dan pasar/swalayan memperlihatkan pengaruh yang kuat. Persentase terbesar sebesar 71,67% ada pada kelompok rumah dengan jarak terdekat antara 0,75 km - 1,76 km dari akses fasilitas kesehatan, sarana pendidikan SD dan SMA, serta sarana belanja. Kata kunci : Pengelompokkan, rumah, jarak, fasilitas umum Abstract Distance is one of the main dimensions that define segmentation of housing market, in particular the distance to public facilities. Data is collected from 480 householders in Cirebon. By using factor and cluster analysis, it is resulted that the most influencing factor in choosing house location is the distance to health facility, school (elementary and high school), and markets/supermarkets. The greatest percentage of 71.67% is in a house group with the distance of 0.75 km km from those facilities. Keywords : Clustering, houses, distance, public facilities Backlog perumahan merupakan satu permasalahan penting di perkotaan. Penyebabnya adalah di perkotaan terjadi konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya, karena adanya pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas. Sehingga angka pertumbuhan penduduk di perkotaan di atas angka pertumbuhan perumahan. Sampai saat ini permasalah backlog masih belum terselesaikan, terlihat dengan semakin meningkatnya data backlog rumah dari tahun ke tahun. Backlog perumahan pada tahun 2004 tercatat 5 juta unit, tahun 2009 naik menjadi 11 juta, adapun pada tahun 2010 menunjukkan 13,6 juta kepala keluarga tidak memiliki rumah, sedangkan berdasarkan hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) mencapai lebih dari 14,2 juta unit rumah (Menpera, 2011). Tahun 2012 backlog perumahan diperkirakan akan melonjak menjadi 21,7 juta. Salah satu penyebab terus meningkatnya kebutuhan perumahan disebabkan karena penyediaan perumahan baru tidak sesuai dengan permintaan pasar perumahan. Salah satu dimensi yang dipandang memiliki peranan utama dalam menentukan segmentasi pasar adalah variabel geografi. Menurut Patrick dan Geddes (1904) permukiman dicirikan oleh 3 unsur utama: (1) Place, yaitu tempat tinggal; (2) Work, yaitu tempat bekerja atau berkarya; (3) Folk yaitu tempat bermasyarakat. Ketiga unsur tersebut harus secara serasi dan harmoni terjalin menjadi satu kesatuan interaksi dalam suatu wilayah permukiman. Sebuah permukiman dimana penghuninya hanya mengutamakan faktor work semata, tanpa memperhatikan faktor place dan folk yang seimbang dapat mempengaruhi rusaknya lingkungan sekitar. Dalam menyediakan areal 34 Masalah Bangunan, Vol. 49 No. 1 Juli 2014
2 permukiman tempat tinggal atau hunian yang baik (place), para pemukim harus diberikan ruang (space) dengan bangunan perumahan yang memadai. Demikian juga untuk keperluan kenyamanan hidup, kegiatan bermasyarakat (folk) seperti silaturahim dengan tradisi budaya sebagai salah satu kebutuhan pemukim yang perlu dipenuhi. Dalam geografi manusia, jarak adalah sebuah rintangan bagi manusia, karena perlu pengorbanan uang, waktu dan energi. Guna efisiensi tersebut, manusia berupaya meminimalkan jarak, mengorganisasikan pemakaian ruang. Menurut teori lokasi, kekuatan hubungan ekonomi antara dua tempat dikaitkan dengan jumlah penduduk dan jarak antara tempat-tempat tersebut, semakin besar jumlah penduduk kedua tempat, makin besar interaksi ekonominya. Semakin jauh jarak kedua tempat interaksinya makin kurang. Lokasi merupakan masalah penyeimbang antara biaya dan pendapatan yang dihadapkan pada ketidakpastian yang berbeda-beda. Menurut Turner (1972) dalam (Rindarjono, 2010) merujuk pada teori tentang kebutuhan dasar Maslow, terdapat kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan. Faktor jarak antara lokasi rumah dengan tempat kerja menempati prioritas utama. Faktor kejelasan status kepemilikan lahan dan rumah menjadi prioritas ke dua, sedangkan bentuk dan kualitas bangunan tetap menempati prioritas yang paling rendah. Berdasarkan hasil beberapa penelitian menunjukkan teori tersebut hanya berlaku untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan sangat rendah yang tinggal di permukiman dekat dengan pusat kegiatan. Sebuah keluarga yang berpendapatan sangat rendah cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi rumah yang berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja. Status kepemilikan lahan dan rumah menempati prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah merupakan prioritas terakhir. Pada tahap ini yang terpenting tersedia rumah untuk tempat berlindung dan beristirahat dalam upaya mempertahankan hidup. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kota Cirebon pada tahun 2010, dengan mengambil sampel 480 kepala keluarga yang menempati suatu unit rumah di dapatkan gambaran pengelompokkan rumah berdasarkan jarak minimal rumah terhadap kebutuhan sarana ke tempat bekerja, tempat pendidikan, tempat kesehatan dan tempat belanja. Hasil analisa deskriptif dapat dilihat pada uraian di bawah ini. Jumlah penduduk Kota Cirebon pada tahun 2010 beradasarkan data dari BPS orang dengan jumlah kepala keluarga KK, rumah tangga dengan kepadatan penduduk orang/ km 2, adapun laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,84%. Jumlah bangunan rumah unit yang terdiri dari unit rumah layak huni, 176 unit rumah rawan layak huni dan unit rumah tidak layak huni. Luas wilayah kota Cirebon ,42 ha dengan luas wilayah permukiman sebesar ,00 ha atau sebesar 61,18% (profil data perumahan dan permukiman Provinsi Jawa Barat, 2010), terbagi dalam 5 kecamatan dan 22 kelurahan. Gambar 1. Berdasarkan Kondisinya Pengelompokkan Rumah Terhadap Ke Fasilitas Umum Pengelompokkan rumah berdasarkan jarak rumah terhadap aksesibilitas fasilitas umum dibagi dalam 3 kelompok yaitu: 1. Pengelompokkan fisik rumah berdasarkan jarak terdekat terhadap akses fasilitas tempat bekerja. Pengelompokkan dilakukan terhadap variabel jarak ke tempat kerja suami dan istri. Pengelompokan Rumah... (Yulinda Rosa) 35
3 Tabel 1. Pengelompokkan Rumah Berdasarkan Minimal Terhadap Akses Bekerja (Dalam Km) Kerja Suami Kerja Istri 0,0 0, , , , , , > 50, > Total Total Dengan asumsi bahwa orang tinggal pada suatu rumah sudah mempertimbangkan keinginan, kemampuan dan kebutuhan. Dari tabel di atas terlihat bahwa presentasi terbesar pengelompokkan fisik rumah berjarak maksimal 0,09 km dari akses fasilitas tempat kerja istri, yaitu sebesar 90,2%. Sedangkan untuk pengelompokkan fisik rumah dengan jarak maksimal 0,09 km dari tempat kerja suami hanya 29,2%, persentase paling tinggi pengelompokkan rumah ke tempat kerja suami untuk jarak 0,1 10 km yaitu sebesar 67,7%. Berdasarkan hasil analisis deskriptif ada kecenderungan bahwa pengambilan keputusan rumah tangga ketika menentukan tempat tinggal lebih mempertimbangkan untuk mendekati tempat kerja istri. 2. Pengelompokkan fisik rumah berdasarkan jarak terdekat terhadap akses fasilitas tempat pendidikan Akses fasilitas tempat pendidikan diukur melalui jarak terdekat rumah tinggal terhadap aksesibilitas pendidikan tingkat SD, SMP dan SMA. Gambaran lebih detail dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Pengelompokkan Rumah Berdasarkan Minimal (Dalam Km) Terhadap Akses Fasilitas Pendidikan Pendidikan SD Pendidikan SMP Pendidikan SMA 0-0,09 0,0 0-0, ,09 0 0,1-2 96,0 0,1-1 62,7 0,1-2 70,4 2,1 4 3,3 1,1-2 15,0 2,1-4 25,6 4,1 6 0,4 2,1-3 21,9 4,1-6 3,8 6, , ,1-8 0,0 8, ,1-5 0,4 8,1-10 0,2 > > 5 0,0 > 10 0,0 Total 100,0 Total 100,0 Total 100,0 Dari hasil analisa deskriptif yang dapat dilihat pada tabel 2 di atas bahwa pengelompokkan rumah dengan persentase tertinggi yaitu sebesar 96% adalah untuk rumah dengan jarak terdekat 0,1 2 km dengan akses fasilitas tempat pendidikan sekolah SD. Kemudian persentase tertinggi ke dua sebesar 70,4% untuk besar jarak yang sama adalah jarak rumah ke akses fasilitas tempat pendidikan SMA. Untuk jarak rumah ke tempat akses pendidikan SMA ini 96% menempati rumah dengan jarak maksimal 4 km. Sedangkan untuk jarak rumah ke akses fasilitas tempat pendidikan SMP memperlihatkan penyebaran yang lebih bervariatif untuk kelompok rumah dengan jarak 0,1 km sebesar 62,7%, jarak 1,1 2 km sebesar 15,0% dan jarak 2,1 3 km sebesar 21,9%. Hasil analisis deskriptif untuk jarak rumah terhadap akses fasilitas pendidikan, terlihat adanya kecenderungan dalam memilih tempat tinggal atau kebalikannya dalam memilih 36 Masalah Bangunan, Vol. 49 No. 1 Juli 2014
4 sekolah SD jarak rumah terhadap akses fasilitas pendidikan SD cukup dijadikan sebagai bahan pertimbangan. 3. Pengelompokkan fisik rumah berdasarkan jarak terdekat terhadap akses tempat belanja Tabel 3. Pengelompokkan Rumah Berdasarkan Minimal (Dalam Km) Terhadap Akses Belanja Belanja 0,1-2 89,4 2,1-4 6,7 4,1-6 3,5 6,1-8 0,0 8,1-10 0,4 >10 0,0 Total Pengelompokkan rumah dengan persentase terbesar adalah untuk rumah dengan jarak 0,1-2 km dari akses fasilitas tempat belanja yaitu sebesar 89,4%. Sedangkan untuk pengelompokkan rumah berdasarkan jarak terhadap akses fasilitas kesehatan diukur melalui jarak minimal rumah dengan puskesmas terdekat. Terlihat hampir seluruh rumah berjarak maksimal 3 km dari akses fasilitas tempat kesehatan (PUSKESMAS), hal tersebut bisa saja dikarenakan saat ini hampir diseluruh wilayah perkotaan untuk setiap kecamatan memiliki satu puskesmas. Tingginya persentase pengelompokkan rumah di jarak maksimal 3 km terhadap akses fasilitas tempat pelayanan kesehatan, dikarenakan sudah menyebarnya pelayanan kesehatan di Kota Cirebon, dan hal tersebut terjadi hampir di seluruh perkotaan. Hal tersebut sesuai dengan Petunjuk teknis penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan tahun 2010 menyatakan bahwa untuk setiap kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari orang harus tersedia satu sarana PUSKESMAS. Tabel 4. Pengelompokkan Rumah Berdasarkan Minimal (Dalam Km) Terhadap Akses Belanja Belanja ,6 3,1-6 0,0 6,1-9 0,4 9,1-12 0,0 > 12 0,0 Total Disamping itu berdasarkan hasil analisis faktor terhadap data primer untuk Kota Cirebon terhadap faktor terikat kondisi perumahan yang diukur melalui bangunan fisik rumah dan prasarana dasar PU/PSD PU, serta faktor bebas diukur melalui karakteristik penghuni, lokasi bangunan fisik rumah (jarak rumah terhadap lokasi terdekat tempat kegiatan ekonomi, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan tempat beribadah) didapatkan hasil sebagai berikut: Faktor bebas (karakteristik penghuni, karir perumahan, lokasi/jarak rumah terhadap, kebutuhan rumah dan sarana lingkungan) di Kota Cirebon, tereduksi menjadi 3 faktor, yaitu faktor riwayat memiliki rumah, lokasi bangunan fisik rumah, dan riwayat bekerja. Faktor bangunan fisik rumah diukur melalui jarak (kedekatan rumah) dengan pasar/swalayan, tempat belajar (sekolah SD dan SMA) dan tempat pelayanan kesehatan (PUSKESMAS). korelasi antara faktor lokasi bangunan fisik rumah dengan jarak lokasi pasar/swalayan adalah 0,763 (korelasi kuat), korelasi faktor lokasi bangunan fisik rumah dengan variabel kedekatan terhadap akses pendidikan (SD) adalah 0,853 (korelasi sangat kuat) dan 0,783 (korelasi kuat), dan korelasi faktor lokasi bangunan fisik rumah dengan jarak terhadap akses pelayanan kesehatan adalah 0,877 (korelasi sangat kuat). nya korelasi menyatakan besarnya pengaruh dari setiap variabel tersebut di atas dalam membentuk faktor jarak rumah terhadap akses Pengelompokan Rumah... (Yulinda Rosa) 37
5 sarana umum. Korelasi paling tinggi adalah untuk korelasi faktor jarak lokasi rumah terhadap prasarana kesehatan, hal tersebut ditunjang dengan adanya juknis DAK bidang kesehatan tahun 2010, hampir seluruh kecamatan di perkotaan sudah memiliki PUSKESMAS dan sarana pendidikan SD. Sedangkan korelasi faktor jarak lokasi rumah dengan sarana pasar/swalayan hal tersebut dapat dijadikan sebagai penunjang untuk mencari nafkah keluarga, demikian juga dengan jarak terhadap sarana pendidikan SMA. Tingginya pengelompokkan rumah dengan jarak dekat terhadap ke dua akses tersebut (pasar dan sekolah SMA) merupakan nilai penting untuk meningkatkan kualitas rumah dari segi ekonomi, dilihat dari segi harga rumah dan tanah ada kecenderungan akan meningkat, sesuai dengan prinsip ekonomi. Dari tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa persentase tertinggi yaitu sebesar 71,67% pengelompokkan rumah dengan jarak terhadap akses fasilitas umum 1,36 km dari akses tempat belanja pasar/ supermarket, jarak 1 km dari fasilitas SD, 1,76 km jarak dari SMA serta jarak 0,75 km dari fasilitas kesehatan PUSKESMAS. Dan 24,38% untuk pengelompokkan rumah dengan jarak terhadap akses fasilitas umum 1,39 km dari akses tempat belanja pasar/supermarket, jarak 0,91 km dari fasilitas SD, 1,77 km jarak dari SMA serta jarak 0,66 km dari fasilitas kesehatan PUSKESMAS. terdekat pengelompokkan rumah terhadap akses fasilitas umum adalah untuk fasilitas pendidikan SD dan fasilitas kesehatan PUSKESMAS. Untuk kedua fasilitas tersebut di perkotaan bukan merupakan hal yang sulit didapat sehingga tidak menjadi permasalahan di perkotaan. Keadaan tersebut dapat juga diakibatkan karena adanya juknis penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan tahun 2010 penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan tahun 2010 dan Peraturan Mendiknas RI nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/ MTs dan SMA/MA. Gambar 2. Grafik ρ Faktor Rumah Terhadap Akses Pendididikan Berdasarkan Analisis Faktor Pengelompokkan rumah dari hasil analisis klaster data primer dengan variabel dasar jarak minimal rumah terhadap akses umum adalah sebagai berikut: Gambar 3. Grafik Persentase Pengelompokkan Rumah Berdasarkan Analisis Klaster Tabel 5. Rata-rata (Dalam Km) Pengelompokkan Rumah Berdasarkan Minimal Rumah Dengan Akses Umum Keterangan Rata-rata Untuk Setiap Kelompok (Km) dari pasar/supermarket terdekat (satuan 5,31 1,39 1,36 5,00 km) dari SD terdekat (satuan km) 3,08 0,91 1,00 13,00 dari SMA terdekat (satuan km) 5,28 1,77 1,76 5,00 dari PUSKESMAS terdekat (satuan km) 3,5 0,66 0,75 3,00 Jumlah unit klaster % unit klaster 3,75 24,38 71,67 0,21 38 Masalah Bangunan, Vol. 49 No. 1 Juli 2014
6 KESIMPULAN Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menempati rumah salah satunya jarak lokasi rumah terhadap akses fasilitas kesehatan, kemudian jarak fasilitas pendidikan SD dengan pengaruh sangat kuat, sedangkan jarak terhadap akses fasilitas pendidikan SMA dan pasar/swalayan memperlihatkan pengaruh yang kuat. Pengelompokkan rumah yang ditempati berdasarkan keempat variabel tersebut dengan menggunakan analisa hirarki terbagi menjadi empat kelompok. Persentase terbesar ada pada kelompok dengan jarak antara 0,75 km - 1,76 km dari akses fasilitas kesehatan, sarana pendidikan SD dan SMA, serta sarana belanja. Terjadinya pemusatan rumah disekitar tempat fasilitas umum yaitu fasilitas kesehatan (rumah sakit/puskesmas, fasilitas pendidikan SD dan SMA serta fasilitas perbelanjaan (pasar/swalayan) merupakan salah satu yang dapat dijadikan sebagai pembuktian bahwa di perkotaan terjadi pemusatan kegiatan di satu lokasi. Akibat dari adanya pemusatan kegiatan tersebut terjadi pemusatan tempat tinggal (rumah). DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2011, Kota Bandung dalam Angka. Geddes, Patrick, 1904, City Development. Pusat Litbang Permukiman, 2010, Laporan Akhir Penelitian Sistem Penyediaan Perumahan. Rindarjono, 2007, Residential Mobility di Pinggiran Kota Semarang Jawa Tengah, Forum Geografi, Vol. 21, No. 2, Desember 2007., 2012, Backlog Perumahan Antara Keprihatinan dan Peluang, Kompas, diunduh tanggal 22 Maret 2012., 2012, Menelisik Backlog Perumahan di Indonesia, beritasatu.com, Properti diunduh tanggal 22 Maret 2012; Kemenkes, 2010, Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan. Mendiknas RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/ MTs dan SMA/MA. Pengelompokan Rumah... (Yulinda Rosa) 39
FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN RUMAH, STUDI KASUS KOTA CIREBON Determinant of Housing Needs, Case Study of Cirebon City
Abstrak FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN RUMAH, STUDI KASUS KOTA CIREBON Determinant of Housing Needs, Case Study of Cirebon City 1Yulinda Rosa, 2 Ratna Jatnika 1) Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Pekerjaan
Lebih terperinciGeo Image 6 (1) (2017) Geo Image.
Geo Image 6 (1) (2017) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI PEMUKIMAN DALAM MENENTUKAN LOKASI PERUMAHAN DI PERUMAHAN BUKIT SUKOREJO DAN PERUMAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. empat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Biro Sensus dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Biro Sensus dari Departemen Perdagangan Amerika Serikat
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip AGUSTUS 2015
ANALISIS DAYA TAMPUNG FASILITAS PENDIDIKAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK USIA SEKOLAH BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Widya Prajna, Sutomo Kahar, Arwan Putra Wijaya *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas
Lebih terperinciMARKET POTENTIAL RESEARCH PASAR TRADISIONAL PD PASAR SURYA DI CABANG SURABAYA SELATAN. M. Jamal Muttaqin ( )
MARKET POTENTIAL RESEARCH PASAR TRADISIONAL PD PASAR SURYA DI CABANG SURABAYA SELATAN M. Jamal Muttaqin (1307 100 069) Latar Belakang Urgensi Pasar Tradisional Menyusutnya Pasar Tradisional Semakin banyak
Lebih terperinciAR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman
Lebih terperinciEvaluasi terhadap Program Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) Studi Kasus: Kabupaten Malang
Evaluasi terhadap Program Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) Studi Kasus: Kabupaten Malang Ir. Hery Budiyanto, MSA, PhD 1) 1) Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang, E-mail: budiyantohery@yahoo.com
Lebih terperinciPROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN
DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN Konsep Entitas Objek Bidang Perumahan Rakyat Dan
Lebih terperinciAPARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15
Lebih terperinciPEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG
PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG Jesieca Siema, Michael Tedja, Indartoyo Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480,
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di abad 21 ini tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan dimana-mana sudah semakin cepat dan kompleks, guna memenuhi kebutuhan manusia yang juga semakin banyak. Namun
Lebih terperinciFAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI
JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 4 No 1 Januari 2017 Halaman 19-26 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Kegiatan pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciMOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan
Lebih terperinciDISTRIBUSI SPASIAL PERUMAHAN DAN PUSAT PELAYANAN DIKAWASAN PINGGIRAN KOTA KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG ABSTRACT
DITRIBUI PAIAL PERUMAHAN DAN PUAT PELAYANAN DIKAWAAN PINGGIRAN KOTA KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG Wina Aprilia 1 Erna Juita 2 Afrital Rezki 1. Mahasiswa Program tudi Pendidikan Geografi TKIP PGRI umatera
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL
DAFTAR ISI PERNYATAAN... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii ABSTRAK... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...
Lebih terperinci: Achmad Aldiansyah Npm : Kelas : 3 EA 32 Pembimbing : Supriyo Hartadi W, SE., MM.
PENGARUH FAKTOR FISIK, EKONOMI, SOSIAL, PEMERINTAH, AKSESIBILITAS, DAN FASILITAS TERHADAP HARGA JUAL TANAH DAN BANGUNAN DI PERUMAHAN MUSTIKA GRANDE SETU, BEKASI Nama : Achmad Aldiansyah Npm : 10213078
Lebih terperinciRUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS (direncanakan tahun 2020) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR
KATA PENGANTAR Dokumen Layanan Persampahan Kota Bogor merupakan dokumen yang memuat keadaaan terkini kondisi persampahan Kota Bogor. Penyusunan dokumen ini pada dasarnya ditujukan pada pendayagunaan segenap
Lebih terperinciKAJIAN KETERSEDIAAN DAN POLA DISTRIBUSI FASILITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ SEDERAJAT DI KABUPATEN KARANGANYAR
KAJIAN KETERSEDIAAN DAN POLA DISTRIBUSI FASILITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ SEDERAJAT DI KABUPATEN KARANGANYAR Mukmin Al Kahfi mukminalkahfi@gmail.com Dyah Widiyastuti dwidiyastuti@yahoo.com Abstract
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN RPJMN 2015-2019 DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA 22 MEI 2017 Arah Kebijakan 2015-2019
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan pemukiman. Pada awalnya lingkungan mungkin hanyalah lahan kosong, rawarawa, atau bahkan hutan
Lebih terperinciIV.B.7. Urusan Wajib Perumahan
7. URUSAN PERUMAHAN Penataan lingkungan perumahan yang baik sangat mendukung terciptanya kualitas lingkungan yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan meningkatnya kualitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,
Lebih terperinciJurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian
Jurnal Geografi Volume 13 No 1 (71 dari 100) Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian KUALITAS PERUMAHAN DI DESA MRANGGEN KECAMATAN SRUMBUNG KABUPATEN MAGELANG Ragil Kurnianingrum
Lebih terperinciBAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK
BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitek pada jaman ini memiliki lebih banyak tantangan daripada arsitekarsitek di era sebelumnya. Populasi dunia semakin bertambah dan krisis lingkungan semakin menjadi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciPOLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL
POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL TUGAS INDIVIDU Oleh: MUHAMMAD HANIF IMAADUDDIN (3613100050) JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI
Lebih terperinciRANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA
RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA Gambaran Umum Wilayah Luas wilayah Kota Yogyakarta: 3.250 Ha (32,5 Km 2 ) Kota Yogyakarta memiliki 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW), dan 2.524 Rukun
Lebih terperinciPERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D
PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: IKE ISNAWATI L2D 001 431 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama
Lebih terperinciArahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara
C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN Perumnas Bumi Tlogosari terletak di Kelurahan Tlogosari Kulon dan Kelurahan Muktiharjo Kidul, Kecamatan Pedurungan yang merupakan bagian dari Bagian Wilayah Kota V Semarang.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Selain itu, kebutuhan
Lebih terperinciMODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR
MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR Oleh: Moch. Yusup L2D003359 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya
Lebih terperinciSTRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN
STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN Tiar Pandapotan Purba 1), Topan Himawan 2), Ernamaiyanti 3), Nur Irfan Asyari 4) 1 2) Program Studi Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciPenataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat
Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup
Lebih terperinciPENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah.
Lebih terperinciGeo Image (Spatial-Ecological-Regional)
Geo Image 3 (2) (2014) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN GAJAH
Lebih terperinciANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN
ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2004-2011 PUBLIKASI ILMIAH Oleh : ERWIN FEBRIYANTO E 100.090.016 FAKULTAS GEOGRAFI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis
BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang
Lebih terperinciPROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN
DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN Konsep Entitas Objek Bidang Perumahan Rakyat Dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun
Lebih terperinciANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG SARANA DAN PRASARANA ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PALU SELATAN KOTA PALU
IDENTIFIKASI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PALU SELATAN KOTA PALU Abdul Gani Akhmad* * Abstract This study aims at identifying the condition of housing and settlement. This is due to obtaining
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG PERMUKIMAN DALAM PEMENUHAN PERUMAHAN UNTUK MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUMAS
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG PERMUKIMAN DALAM PEMENUHAN PERUMAHAN UNTUK MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUMAS Melly Heidy Suwargany Jurusan Geografi, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Email: mellyheidy@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinci2016, No Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaks
No.357, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN- DPDTT. Daerah Tertinggal. Penetapan. Juknis. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH PENINGKATAN PENDAPATAN TERHADAP KARAKTERISTIK HOUSING CAREER MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KOTA SEMARANG
UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH PENINGKATAN PENDAPATAN TERHADAP KARAKTERISTIK HOUSING CAREER MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang makin bertambah dan makin padat, bangunan-bangunannya yang semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara fisik, perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari penduduknya yang makin bertambah dan makin padat, bangunan-bangunannya yang semakin rapat dan wilayah
Lebih terperinciINSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
Kode : Kementerian Lembaga : Kementrian Pekerjaan Umum Pusat Litbang Permukiman Koridor : Fokus Lokus Peneliti Utama Peneliti Anggota 1 Peneliti Anggota Peneliti Anggota Peneliti Anggota 4 : Model penilaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan jumlah penduduk di kota-kota besar khususnya di DKI
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di kota-kota besar khususnya di DKI Jakarta berkembang sangat cepat, perkembangan jumlah penduduk ini dipengaruhi oleh banyak faktor.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Pembahasan Nilai Tanah Kecamatan Banyumanik Dari pengolahan data survei pada pengolahan data spasial, diperoleh hasil perhitungan harga tanah tahun 2011 dan 2013 serta
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.85, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Dana Alokasi Khusus. Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciTATA CARA PERENCANAAN
MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL TATA CARA PERENCANAAN AIR BERSIH PERDESAAN DENGAN KRAN UMUM MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL TATA CARA PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 19%, yang merupakan urutan kedua penyebab kematian balita,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh banyak pihak adalah tersedianya rumah tinggal yang layak bagi semua orang. Rumah tinggal adalah
Lebih terperinciKETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK DENGAN AKTIVITAS REKREASI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMNAS BANYUMANIK TUGAS AKHIR. Oleh : FAJAR MULATO L2D
KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK DENGAN AKTIVITAS REKREASI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMNAS BANYUMANIK TUGAS AKHIR Oleh : FAJAR MULATO L2D 004 312 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciPerpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)
Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan kualitas lingkungan permukiman di kota depok (studi kasus kelurahan bhaktijaya, kecamatan sukmajaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan semakin maraknya kegiatan perekonomian mendorong timbulnya peningkatan kebutuhan lahan pemukiman, Sementara itu, ketersediaan lahan
Lebih terperinciPemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal
BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Penggunaan Dana Alokasi Khusus. Tahun Anggaran 2012. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh
Lebih terperinciPELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR
PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR Oleh : ANJAR UTOMO BRAHMANTIYO L2D 002 386 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciRUMAH SUSUN SEDERHANA DI SEMARANG
LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SUSUN SEDERHANA DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disususn oleh : ISWANTO TOTOU L2B 002
Lebih terperinciDaftar Tabel. Halaman
Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu wilayah perkotaan semakin berkembang diberbagai sektor, sehingga perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermaksud menjelaskan hubungan antara lingkungan alam dengan penyebarannya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang ekologi manusia yang bermaksud menjelaskan hubungan antara lingkungan alam dengan penyebarannya dan aktivitas
Lebih terperinciKEBUTUHAN TIPE HUNIAN BERDASARKAN UMUR DAN STATUS KEPALA KELUARGA. Requirement of Housing Based on Age and Families Status
Jurnal Permukiman Vol. 11 No. 2 November 2016 : 88-99 KEBUTUHAN TIPE HUNIAN BERDASARKAN UMUR DAN STATUS KEPALA KELUARGA Requirement of Housing Based on Age and Families Status Yulinda Rosa Pusat Litbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai
Lebih terperinciPROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU)
PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) DESA MONTONG TEREP LOMBOK TENGAH NUSA TENGGARA BARAT 01 Pembangunan IPAL Gampong Jawa PROGRAM KOTAKU (KOTA TANPA KUMUH). Dalam rangka mewujudkan sasaran RPJMN 2015-2019
Lebih terperinciBAB III PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM
BAB III PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM III.1 Umum Dalam suatu perencanaan instalasi pengolahan air minum perlu ditentukan kebutuhan air minum di wilayah perencanaan tersebut. Kebutuhan air minum dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan teknologi berkembang secara pesat, sehingga permasalahan urbanisasi meningkat per tahunnya. Peningkatan
Lebih terperinciRUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK di CENGKARENG JAKARTA BARAT
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK di CENGKARENG JAKARTA BARAT Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN...I.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GRAFIK... x DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... I. 1 1.1 Latar Belakang... I. 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I. 9 1.3 Hubungan RKPD dan
Lebih terperinciPenyediaan Hunian Layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Penyediaan Hunian Layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 Disampaikan oleh: Direktur Permukiman dan Perumahan, Kementerian PPN/Bappenas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah mempunyai ruang lingkup dan bentuk tersendiri sesuai dengan tujuan, arah dan sifat pembahasan serta kegunaannya dalam pelaksanaan pembangunan.
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan
77 IV. GAMBARAN UMUM A. Keadaan Umum Kecamatan Bumi Waras 1. Keadaan Umum Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman
Lebih terperinciKAJIAN PERSEBARAN RUMAH SUSUN SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI JAKARTA. Freddy Masito S. Su Ritohardoyo
KAJIAN PERSEBARAN RUMAH SUSUN SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI JAKARTA Freddy Masito S. freddy_6223@yahoo.co.id Su Ritohardoyo surito@ugm.ac.id Abstract One of the problems happened in Indonesia is the
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang paling rumit sepanjang sejarah peradaban. Begitu banyak masalah bermunculan silih berganti, akibat pertarungan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciMengatasi Backlog Perumahan Bagi Masyarakat Perkotaan
Mengatasi Backlog Perumahan Bagi Masyarakat Perkotaan Oleh: Muh. Dimyati *) Peminat Masalah Tata Ruang dan Perkotaan, bekerja di Kemenpera 1. Pendahuluan Melihat judul tulisan ini, maka ada tiga kata kunci
Lebih terperinci: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)
Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KONFIRGURASI PERUBAHAN RUANG RSS GRIYA HARAPAN A PALEMBANG
IDENTIFIKASI KONFIRGURASI PERUBAHAN RUANG RSS GRIYA HARAPAN A PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya JL. Raya Prabumulih Telp. 0711-7083885 Inderalaya,
Lebih terperinci