BAB I PENDAHULUAN. dengan DPR menyetujui dan mengesahkan Undang-undang No. 19 Tahun 2003

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dengan DPR menyetujui dan mengesahkan Undang-undang No. 19 Tahun 2003"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) memiliki peran dan fungsi yang strategis, sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatankekuatan swasta besar dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. Demikian vitalnya eksistensi suatu BUMN dan untuk memberikan landasan pijakan hukum yang kuat bagi ruang gerak usaha BUMN, maka pemerintah bersama-sama dengan DPR menyetujui dan mengesahkan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UUBUMN), berlaku sejak tanggal 19 Juni Usaha kecil yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. 2 Eksistensi suatu perusahaan tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan timbal balik antara perusahaan dengan 1 Pembiayaan UMKM Melalui Program Kemitraan Bina Lingkungan, wordpress.com/2008/09/26/pembiayaan-umkm-melalui-program-kemitraan-bina-lingkungan, diakses tanggal 5 April Analisis Manfaat Tanggung Jawab Sosial/Corporate Sosial Responsibility (CSR) wordpress.com/category/uncategorized, diakses tanggal 8 April

2 2 masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa, hal tersebut harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Oleh karena itu suatu proses produksi harus dilaksanakan oleh semua di bawah pemilikan anggota masyarakat, sehingga yang diutamakan adalah kemakmuran masyarakat dan bukan kemakmuran orang seorang. Salah satu prioritas yang termuat dalam Program Pembangunan Nasional adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Prioritas pembangunan nasional tersebut di atas memiliki 7 (tujuh) kelompok program dan salah satunya memuat keberadaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, yaitu sebagai berikut: Mengembangkan usaha skala mikro, kecil, menengah, dan koperasi sebagai tulang punggung sistem ekonomi kerakyatan dan memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Prioritas jangka pendek diberikan untuk mempercepat penyelesaian utang usaha kecil, menengah, dan koperasi, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi usaha kecil, menengah, dan koperasi, dan meningkatkan akses usaha kecil, menengah, dan koperasi pada permodalan. Dalam jangka menengah langkah yang akan dilakukan diarahkan untuk meningkatkan akses usaha kecil, menengah, dan koperasi pada sumber daya

3 3 produktif dan mengembangkan kewirausahaan usaha kecil, menengah, dan koperasi. 3 Pemberdayaan masyarakat termasuk usaha kecil tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah, namun juga menjadi tugas dan tanggungjawab dunia usaha, hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, (selanjutnya disebut Undang-undang UMKM), menyebutkan bahwa: Dunia usaha (corporation) berperan serta menumbuhkan iklim usaha kondusif, yaitu dalam aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang serta dukungan kelembagaan. BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi nasional yang turut mempengaruhi perekonomian Indonesia, hal mana dapat dilihat sebagaimana dari latar belakang dari pendirian BUMN di Indonesia yaitu: a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. b. mengejar keuntungan. c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. 4 3 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 2 ayat 1.

4 4 Pembinaan usaha mikro, kecil dan menengah (selanjutnya disebut UMKM) oleh BUMN telah dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pada saat itu, biaya pembinaan usaha kecil dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dengan terbitnya keputusan Menteri Keuangan No. 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1%-5% dari laba setelah pajak, nama program saat itu lebih dikenal dengan Program Pegelkop dan selanjutnya pada tahun 1994, diubah menjadi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (Program PUKK), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK.016/1994, tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara. Untuk memperhatikan perkembangan ekonomi dan kebutuhan masyarakat, maka pedoman pembinaan usaha kecil tersebut telah beberapa kali mengalami penyesuaian, yaitu melalui Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pembina BUMN No. Kep-216/M-PBUMN/1999, tanggal 28 September 1999 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN, selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No. Kep-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, dan terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN

5 5 No. Per-05/MBU/2007, tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Bentuk kepedulian BUMN berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut di atas dapat dijabarkan kedalam 2 (dua) program, yakni : 1. Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Yang dimaksud dengan Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana bagian laba BUMN. 6 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (selanjutnya disebut PKBL) yang dilaksanakan oleh BUMN merupakan salah satu perwujudan dari tanggung jawab sosial yang wajib dilaksanakan sebagai wujud kontribusi perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya. Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan keuntungan/laba perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Program kemitraan berasal dari penyisihan laba BUMN setelah pajak maksimal sebesar 2 % (dua persen) atau hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan jasa giro dari dana program kemitraan setelah dikurangi beban operasi. 5 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka 6. 6 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara` Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan,, Pasal 1 angka 7

6 6 Pengelolaan PKBL harus dikelola secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan, dengan kata lain harus memperhatikan prinsip-prinsip good corporate governance. Prinsip dasar good corporate governance yang dikeluarkan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) mencakup: 1. Memastikan kerangka pengembangan corporate governance yang efektif; 2. Hak pemegang saham dan fungsi utama kepemilikan saham; 3. Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham; 4. Peranan stakeholders dalam corporate governance; 5. Keterbukaan (disclosure); 6. Tanggung jawab Dewan (Komisaris dan Direksi). 7 Pelaksanaan PKBL di lingkungan BUMN ditujukan untuk mendukung dan mendorong UMKM menjadi mitra binaan, hal tersebut selanjutnya akan memudahkan bagi UMKM mendapatkan pinjaman lunak. Program pembinaan usaha kecil yang dilaksanakan BUMN bertujuan menjadikan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pola kemitraan dapat dijalankan dalam empat cara, yaitu: 1. Pembinaan secara langsung, di mana BUMN langsung menyalurkan pinjaman dan melakukan pembinaan teknis pada mitra binaan. 2. Kerja sama antar BUMN, yaitu BUMN memberikan pinjaman modal kerja pada mitra binaan BUMN lainnya, sementara BUMN yang mitra binaannya memperoleh pinjaman yang bertindak sebagai penjamin atas kredit yang diterima mitra binaannya. 3. Kerja sama dengan lembaga keuangan perbankan, baik dalam bentuk channeling maupun executing. 4. Pola satuan kerja. Dalam hal ini BUMN bersama Pemda membentuk satuan kerja yang bertugas melakukan inventarisasi, menyeleksi dan mengusulkan usaha kecil yang berhak memperoleh pinjaman diakses tanggal 28 Juli Peran Strategis Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN, comdev1979.wordpress.com / 2008 / 10 / 28 / peran - strategis - program - kemitraan - dan -binalingkungan-pkbl-bumn-dalam-program-revitalisasi-sektor-pertanian, diakses tanggal 10 April 2010.

7 7 Pada prinsipnya, BUMN merupakan sebuah lembaga yang memiliki 2 (dua) tanggung jawab utama yaitu tanggung jawab kepada para pemegang saham dan tanggung jawab kepada masyarakat. Tanggung jawab kepada pemegang saham diwujudkan dalam kinerja keuangan dan pertambahan nilai (value creation) perusahaan yang tergambar dalam laporan keuangan. Sedangkan tanggung jawab kepada masyarakat atau dikenal dengan istilah corporate social responsibility (CSR) yang merupakan bentuk kontribusi perusahaan pada pembangunan nasional sekaligus peningkatan kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan. 9 Keterbatasan anggaran pembangunan untuk pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat penggangguran dan miskin perlu dilakukan secara bersama antara pemerintah dan dunia usaha untuk diarahkan menjadi wira usaha yang mandiri, sehingga yang bersangkutan dalam jangka panjang diharapkan menjadi usaha mikro, kecil dan menengah yang mandiri dan berdaya saing. Pembiayaan untuk program community development, dilakukan dengan mengoptimalkan dana corporate social responsibility (selanjutnya disebut CSR) yang diprogramkan oleh masing-masing perusahaan, seperti halnya yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sejak beberapa tahun yang lalu dengan PKBL. Kemitraan antara korporasi dan stakeholder menjadi keharusan dalam lingkungan bisnis. Program kemitraan yang sukses dimulai dari komitmen yang kuat dari pimpinan perusahaan untuk mengubah paradigma konvensional (self-interest) ke 9 CSR Melalui Community Development, 07/ csr-melalui-community-development, diakses tanggal 6 April 2010.

8 8 paradigma baru (enlightened common interests). Apabila dilihat dari aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi mendapatkan keuntungan (profit), sedangkan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Hasil yang akan diperoleh pihak perusahaan dari pola kemitraan antara lain: a. program lebih tepat sasaran dan terorganisasi, b. merek produk perusahaan semakin diapresiasi oleh pelanggan terutama dalam membentuk loyalitas, c. perusahaan akan mendapatkan reputasi yang diharapkan. 10 PKBL pada dasarnya adalah wujud kepedulian perusahaan terhadap kondisi masyarakat sekitar, khususnya untuk pengembangan UMKM dari laba disisihkan. PKBL memungkinkan hubungan antara perusahaan dan masyarakat menjadi lebih harmonis. Program PKBL yang dilaksanakan oleh BUMN dapat dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM yang lokasinya berdekatan dengan lokasi kerja perusahaan. Kemudahan yang diberikan kepada pelaku UMKM dalam mendapatkan pinjaman modal dari BUMN adalah relatif lebih sederhana, lebih murah, dan lebih cepat apabila dibandingkan dengan pinjaman melalui Bank. Bagi Pelaku UMKM yang menjadi masalah utama dalam pelaksanaan usahanya adalah bidang permodalan. Pengusaha kecil masih merasa sulit untuk mendapatkan bantuan pinjaman dari pihak Bank yang lebih menyukai pemberian 10 Ernie Sule, Kemitraan Dunia Usaha Melalui Program CSR, component, diakses tanggal 8 April 2010.

9 9 kredit kepada pengusaha besar. Hal tersebut menyebabkan masyarakat tidak mampu menggunakan jasa perbankan untuk mengembangkan usahanya, sehingga bagi pengusaha kecil tersebut usahanya tidak dapat berkembang atau bahkan terhenti sama sekali. Kegiatan pinjam-meminjam uang sendiri telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. 11 Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka untuk membantu kesulitan modal yang dirasakan para pengusaha kecil, pemerintah menghimbau kepada seluruh BUMN untuk melaksanakan program pembinaan UMKM melalui Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007, tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, dengan pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN melalui program mitra binaan. Program Kemitraan yang dimaksudkan di sini adalah program penyaluran bantuan modal usaha bagi pengusaha kecil dan koperasi di lingkungan perusahaan secara bergulir, yang selanjutnya dana tersebut disebut dana bergulir. 12 Sebagai salah satu BUMN yang ada di daerah Sumatera Utara, perseroan terbatas PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) ditugaskan oleh pemerintah untuk 11 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal PKBL BUMN Salah Satu Program Peningkatan Daya Saing dan Kemandirian Sektor UKM, diakses tanggal 5 April 2010.

10 10 melaksanakan pembinaan dan penyaluran dana PKBL di lingkungan sekitar perusahaan. Pelaksanaan penyaluran dana PKBL pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dilakukan melalui kantor-kantor cabangnya, termasuk salah satunya melalui kantor Cabang Belawan. Pemberian bantuan modal usaha tersebut hanya ditujukan kepada para pelaku UMKM yang memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditentukan. Pemberian pinjaman modal usaha yang diberikan tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan baku (standar) yang disebut perjanjian pinjaman. Dalam perjanjian pinjaman tersebut berisi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dilaksanakan baik oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan sebagai pemberi pinjaman maupun mitra binaan sebagai penerima pinjaman. Penyaluran program kemitraan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan langsung dengan uang. Hal tersebut mempunyai tingkat risiko yang sangat tinggi, karena kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada para mitra binaan terhadap kewajiban membayar kembali pinjaman uang yang diberikan tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika para mitra binaan tidak menjalankan kewajibannya untuk membayar kembali pinjamanan uang yang diberikan, maka akan berakibat penyaluran dana kemitraan tersebut menjadi terhambat/macet dan akhirnya dana untuk program kemitraan tersebut berdampak pada calon mitra binaan lainnya. Hal demikian membuat PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan selalu memperhatikan risiko-risiko yang akan timbul dari para mitra binaannya.

11 11 Salah satu upaya yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan untuk mengantisipasi risiko tersebut adalah dengan memakai jasa Notaris dalam setiap pengikatan akad perjanjian pinjaman dengan mitra binaannya. Adapun surat atau akte-akte yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan perjanjian pinjaman antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaannya, meliputi: 1. Surat Perjanjian Pinjaman, yang selanjutnya dilegalisasi oleh Notaris. 2. Akta Pengakuan Hutang. 3. Akte Kuasa Menjual. 4. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Pelaksanaan perjanjian pinjaman modal antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaannya terkadang tidak berjalan semestinya, dikarenakan adanya mitra binaan yang tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran akan pentingnya kewajiban pengembalian pinjaman modal yang diberikan, serta tidak adanya sanksi yang tegas dari PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). B. Perumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah diuraikan di dalam latar belakang, maka permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan program kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada pelaku usaha kecil?

12 12 2. Bagaimanakah bentuk dan kekuatan hukum perjanjian pinjaman antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaannya? 3. Bagaimanakah tindakan hukum yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan terhadap mitra binaan yang wanprestasi? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaturan program kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada pelaku usaha kecil. 2. Untuk mengetahui kedudukan hukum antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaan dalam perjanjian pinjaman. 3. Untuk mengetahui tindakan hukum yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan terhadap mitra binaan yang wanprestasi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu: a. Secara teoritis, memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu Hukum Perdata, khususnya Hukum Perjanjian, terutama mengenai aspek hukum perjanjian dalam pelaksanaan perjanjian pinjaman modal dalam program kemitraan dikalangan perusahaan BUMN.

13 13 a. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pemikiran-pemikiran baru bagi kalangan perusahaan (BUMN) atau pihakpihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemberian pinjaman modal kerja kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah dalam kaitannya Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan sebelumnya pada perpustakaan dilingkungan dan Sekolah Pascasarjana, penelitian dengan judul Penelitian mengenai Pelaksanaan Perjanjian Pinjaman Dana Program Kemitraan Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan Mitra Binaannya belum pernah ditemukan judul atau penelitan terhadap masalah tersebut di atas, penelitian ini adalah asli dan untuk itu dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Namun demikian terdapat beberapa judul yang membahas mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu antara lain: 1. Netty Kesuma, NIM: , mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, Tahun 2007 dengan judul Analisis Hukum Pembinaan Usaha Kecil Dan Koperasi Oleh BUMN, dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimanakah pengaturan hukum berkaitan dengan peran BUMN dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi? b. Bagaimanakah peran PT. Perkebunan Nusantara III dalam membina usaha

14 14 kecil dan koperasi? c. Masalah-masalah apakah yang dihadapi dalam melakukan pembinaan usaha kecil dan koperasi? 2. Ika Safithri, NIM: , mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, Tahun 2008 dengan judul Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan? b. Bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? c. Bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? 3. Edi Syahputra, NIM: , mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, Tahun 2008 dengan judul Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Masyarakat Lingkungan PTPN IV (Studi Pada Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun), dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan BUMN? b. Bagaimanakah implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?

15 15 c. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun? Jika diperhadapan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. 13 Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, (terjemahan Muhammad Arifin), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hal Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal. 237.

16 16 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 15 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 16 Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. 17 Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang harmonis. Untuk itulah perusahaan dan masyarakat harus dapat bersinergi, dalam hal ini perusahaan harus mampu menghapus segala kemungkinan kesenjangan yang terjadi. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan 15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukun, Jakarta: UI Press, 1986, hal Snelbecker dalam Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal

17 17 subjek hukum dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab hukum juga mempunyai tanggung jawab moral, di mana tanggung jawab moral ini dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut. 18 BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, Swasta dan Koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. 19 Perusahaan BUMN dipandang memiliki peran yang strategis dalam membantu pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan UMKM. Oleh karena itu pemerintah melalui peraturan-peraturannya telah mengamanatkan BUMN untuk turut serta membantu pengembangan UMKM. Berdasarkan Pasal 88 Undang-undang BUMN, dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar, BUMN dapat menyisihkan sebahagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil dan koperasi yang dilaksanakan melalui program kemitraan dan program bina lingkungan yang lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 18 I Nyoman Tjager, Corporate Governance (Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia), Jakarta: Prehalindo, 2002, hal Penjelasan, Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

18 18 Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan UMKM dalam bentuk pinjaman, baik untuk modal usaha maupun pembelian perangkat penunjang produksi agar UMKM menjadi tangguh dan mandiri. Sementara Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat untuk tujuan memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan. Dari perspektif bisnis, PKBL merupakan wujud kepedulian sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya atau lebih dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan. UMKM sebagai bagian integral dari usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang melalui usaha kecil dapat memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan yang luas kepada masyarakat, mewujudkan pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas nasional, keuangan di bidang ekonomi. 20 Pembinaan terhadap UMKM merupakan penekanan terhadap pengembangan pertumbuhan dan peningkatan kemampuan UMKM sebagai sarana baru pembangunan ekonomi dan untuk mewujudkan pemerataan, maka pelaksanaan pengembangan dan pembinaan UMKM oleh BUMN merupakan kebijakan yang mempunyai arti penting untuk mewujudkan hubungan hukum antara UMKM dengan 20 Sanusi Bintang & Dahlan, Pokok-pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung: Citra Aditya, 2000, hal. 53.

19 19 BUMN yaitu antara hukum yang berkaitan dengan pembinaan oleh BUMN dengan hukum yang secara nyata berlaku serta kemungkinan perbuatan hukum dalam pembinaan UMKM. Sudah menjadi komitmen pemerintah dan semua pihak yang terkait, bahwa usaha kecil harus terus diupayakan menjadi bagian yang penting dalam menopang pertumbuhan perekonomian bangsa, oleh karenanya upaya-upaya pengembangan dan pembinaan usaha mikro, kecil dan menengah oleh perusahaan BUMN merupakan tanggung jawab sosial perusahaan. Teori yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan adalah teori Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga tangung jawab sosial perusahaan. Suatu bisnis tidak hanya dijalankan dengan modal yang berupa uang saja, tetapi juga dibutuhkan suatu sistem pengelolaan yang baik disertai dengan tanggung jawab dan moralitas perusahaan terhadap stakeholders dan masyarakat. 21 Definisi CSR secara etimoligi di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha. Namun apabila disebut salah satunya darinya, konotasinya pastilah kembali kepada CSR. Kendati tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu kesinambungan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan, (konsep economic, 21 I Nyoman Tjager, Op.cit., hal. 142.

20 20 sustainability, environment sustainability dan social sustainability). 22 Konsep tanggung jawab sosial perusahaan sesungguhnya mengacu pada kenyataan, bahwa perusahaan adalah badan hukum yang dibentuk oleh manusia dan terdiri dari manusia, sebagaimana halnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain, demikian pula perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan bisnis tanpa pihak lain. Ini menuntut agar perusahaan pun perlu dijalankan dengan tetap bersikap tanggap, peduli, dan bertanggung jawab atas hak dan kepentingan banyak pihak lainnya. 23 Selain itu CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi. 24 Implementasi CSR merupakan salah satu penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada publik. 25 Intinya GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Terutama dalam arti sempit, yakni hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi (perusahaan). Dan dalam arti luas, yaitu 22 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Surabaya: CV.Ashkaf Media Grafika, 2007, hal A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal K. Bertens, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, Yogyakarta: Kanisius, 1989, hal CSR Melalui Community Development, 07/ csr-melalui-community-development, diakses tanggal 6 April 2010.

21 21 mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders agar dapat diakomodir secara proporsional. GCG juga, dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan dalam strategi korporasi yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera. Bagaimanapun di kalangan industri kini sudah sangat jauh berkembang kesadaran baru bahwa usaha mencari laba mereka tidak hanya perlu memperhatikan kepentingan pemilik (owner), pemegang saham (shareholder), ataupun pemodal (investor) semata-mata, tetapi juga wajib memikirkan pihak-pihak lain yang terkena dampak tersebut, yang lazimnya disebut stakeholder. 26 Segala keputusan dan tindakan yang diambil oleh perusahaan harus membawa kebaikan bagi segenap perusahaan maupun masyarakat. Perusahaan juga harus mampu bertanggung jawab atas akibat yang timbul dari keputusan tersebut. Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan mestilah mengembangkan kegiatan sosial yang bukan hanya demi menjaga citra baik perusahaan, tetapi juga menjaga kesinambungan (sustainability) usaha suatu perusahaan dengan membentuk relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya (kemitraan). Selanjutnya mengenai tanggung jawab sosial perusahaan pada masyarakat sekitar, tidak terlepas dengan teori utilitas (utilitarisme) sebagaimana yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab 26 Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis Ke Etika Ekobisnis, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001, hal. 6.

22 22 menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apaapa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik. 27 Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan seluruh kualitas moralnya. 28 Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Prinsip tanggung jawab sosial ialah prinsip kepedulian terhadap berbagai hal kehidupan, baik masyarakat, maupun negara. Rasa tanggung jawab ini dapat berupa 27 K. Bertens, Op.cit., hal Ibid.

23 23 kepedulian terhadap perekonomian, kehidupan rakyat banyak, masalah lingkungan, kependudukan, kebijaksanaan pemerintah dan masalah politik lainnya. Pelaksanaan perjanjian pinjaman modal kerja dalam program kemitraan antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan Mitra Binaannya tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaannya adalah suatu perjanjian yang berarti para pihak dalam hal ini mempunyai hak dan kewajiban. Untuk itu dalam membahas masalah perjanjian tidak bisa lepas dari ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Bab II Buku III yang berjudul perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian. Menurut Herlien, janji antara para pihak hanya akan dianggap mengikat sepanjang dilandasi pada asas adanya keseimbangan hubungan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak sebagaimana masing-masing pihak mengharapkannya. 29 Dalam teori sama nilai (equivalent theory) yang dikemukan oleh Laesio Enormis, menyatakan bahwa suatu janji yang tidak diimbangi dengan sesuatu yang equivalent (sama nilainya) dengan isi janji itu oleh pihak kedua (lazimnya perjanjian 29 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hal.305.

24 24 sepihak eenzijdige overeenkomst atau abstract promise) tidak merupakan janji yang wajar, dan karenanya tidak pula mengikat. 30 Prinsip di atas mencerminkan telah adanya rasa keadilan di dalam melakukan perjanjian. Walaupun teori tersebut ternyata bukanlah yang tumbuh dalam hukum perjanjian kita yang bersumber dari KUHPerdata, di mana dikatakan masih berasaskan kehendak bebas perseorangan, yang merupakan falsafah hidup masyarakat Eropa pada abad ke Asas keseimbangan, dikaitkan dengan asas dalam perjanjian, dikatakan lahir sebagai suatu penolakan terhadap asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak pada kenyataannya dikatakan telah membawa ketidakadilan, karena didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak selalu dalam posisi memiliki posisi tawar yang seimbang. 32 Dalam asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, menentukan bentuk kontrak, memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan. Jika asas konsensualisme berkaitan dengan lahirnya kontrak, asas kekuatan mengikatnya kontrak berkaitan dengan akibat hukum, maka asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi kontrak. 30 Sunarjati Hartono, Mencari Bentuk Dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita, Bandung: Alumni, 1974, hal Ibid, hal Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebasan Berkontrak, Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal. 1-2.

25 25 Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika bargaining power tidak seimbang maka suatu kontrak dapat menjurus atau menjadi unconscionable. 33 Selanjutnya Sutan Remy Syahdeini menjelaskan: Bargaining Power yang tidak seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah mengikuti saja syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya. Syarat lain adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendak sehingga membawa keuntungan kepadanya. Akibatnya, kontrak tersebut menjadi tidak masuk akal dan bertentangan dengan aturan-aturan yang adil. 34 Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undangundang bagi para pihak. 35 Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditor mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitor, namun kreditor memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat bahwa kedudukan kreditor yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditor dan debitor seimbang. Asas itikad baik memegang peranan penting dalam penafsiran kontrak. Jika kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, maka setiap isi kontrak harus ditafsirkan secara fair atau patut Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredt Bank di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993, hal Ibid. 35 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Bisnis, Bandung: Alumni, 1994, hal Ridwan Khairandy, Op.cit., hal. 38.

26 26 2. Konsepsi Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional. 37 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. 38 Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 39 Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. 40 Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan 37 Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hal Soejono Soekanto, Op.Cit, hal Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 angka Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka 6.

27 27 sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. 41 Mitra Binaan adalah Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan. 42 BUMN Pembina adalah BUMN yang melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL. 43 Unit Program Kemitraan dan Program BL adalah unit organisasi khusus yang mengelola Program Kemitraan dan Program BL yang merupakan bagian dari organisasi BUMN Pembina yang berada dibawah pengawasan seorang direksi. 44 Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, di mana salah satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu. 45 Perjanjian atau verbintenis adalah sebagai suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada 41 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, cet. 8, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal. 4.

28 28 satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 46 Perjanjian adalah sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri, untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 47 Perjanjian pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberi kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. 48 G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, artinya dalam penelitian akan menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisa terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pelaksanaan perjanjian pinjaman dalam kaitannya dengan Program Kemitraan di PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan. Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif), yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimasudkan untuk 46 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hal Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990, hal Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

29 29 menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis). 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum. Pendekatan yuridis normatif dipergunakan dengan melihat peraturan perundang-perundangan yang mengatur pelaksanaan perjanjian pinjaman modal kerja dalam program kemitraan, sehingga akan diketahui secara hukum tentang pelaksanaan perjanjian pinjaman dana program kemitraan antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan Mitra Binaannya. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer di dapat melalui wawancara dengan Informan, yaitu: 1. Senior Manager Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). 2. Manager Keuangan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan. 3. Asisten Manager Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan. 4. Mitra Binaan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan, 4 orang.

30 30 Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari: 1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu Undangundang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undangundang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undangundang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. 2. Bahan Hukum Sekunder yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah Bahan Hukum Tertier yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet yang masih relevan dengan penelitian ini. 49 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005, hal. 141

31 31 4. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Langkah-langkah ditempuh untuk melakukan studi dokumen di maksud di mulai dari studi dokumen terhadap bahan hukum primer, baru kemudian bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal , selanjutnya dikatakan bahwa yang disebut sebagai Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri atas: a. Norma dasar atau Kaidah dasar, yakni Pembukaan UUD 1945; b. Peraturan Dasar, yakni Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketetapan MPR; c. Peraturan perundang-undangan yang mencakup ; 1) Undang-undang; 2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 3) Keputusan Presiden 4) Peraturan Daerah d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti Hukum adat; e. Yurisprudensi f. Traktat g. Bahan Hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku. Selanjutnya, yang dimaksud dengan Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dsb.bahan Hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, seperti: kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif, dan sebagainya.

32 32 Sedangkan penelitian lapangan (field research) dimaksudkan untuk mengadakan wawancara dengan informan yang berhubungan dengan materi penelitian. Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan metode wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (dept interview) secara langsung. 5. Analisis Data Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. 51 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula. 52 Analisis data yang dipakai adalah analisis data deskripstif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan langkah-langkah data diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian, hasilnya disistematisasikan kemudian ditarik kesimpulannya untuk dijadikan dasar dalam melihat kebenaran dari masalah yang ditetapkan Soejono Soekanto, Op.Cit, hal.251. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 106.

DAFTAR PUSTAKA. Affandi, Ali, Hukum Waris-Hukum Keluarga-Hukum Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

DAFTAR PUSTAKA. Affandi, Ali, Hukum Waris-Hukum Keluarga-Hukum Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta, 1997. 125 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku: Affandi, Ali, Hukum Waris-Hukum Keluarga-Hukum Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Anaraga, Panji, BUMN, Swasta dan Koperasi, Jakarta: Pusataka Jaya, 2002. Bachtiar,

Lebih terperinci

DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA bitheula.blogspot.com I. PENDAHULUAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu alat negara untuk mendukung perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul dari perkembangan dan peradaban masyarakat. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul dari perkembangan dan peradaban masyarakat. Semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggung jawab sosial muncul dan berkembang sejalan dengan adanya hubungan antara perusahaan dan masyarakat, yang sangat ditentukan oleh dampak yang timbul dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena koperasi merupakan sebagian dari tata perekonomian masyarakat Indonesia. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah satu lembaga pembiayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku:

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku: DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku: Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Simposium Hukum Perdata Nasional, Kerjasama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia mulai populer setelah ada kewajiban setiap BUMN menyisihkan 1% -3% keuntungan untuk program kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan ekspor sangat penting bagi Indonesia karena menghasilkan devisa dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan kesejahteraan rakyat. Selain itu akivitas dan keberhasilan pembangunan juga

PENDAHULUAN. dan kesejahteraan rakyat. Selain itu akivitas dan keberhasilan pembangunan juga PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di Indonesia telah menunjukkan hasil nyata bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Selain itu akivitas dan keberhasilan pembangunan juga membawa dampak pada terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Melalui CSR perusahaan tidak

BAB I PENDAHULUAN. mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Melalui CSR perusahaan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang CSR (Corporate Social Responsibility) saat ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat umum, sebagai respon perusahaan terhadap lingkungan masyarakat. CSR berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Corporate Social Reponsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. Program Corporate Social Reponsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Corporate Social Reponsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

KREDIT TANPA JAMINAN

KREDIT TANPA JAMINAN KREDIT TANPA JAMINAN ( Studi Tentang Pola Pemberian Kredit Tanpa Jaminan Di PT. Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk. ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Syarat Syarat Guna

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu penelitian yuridis empiris yaitu penelitian terhadap

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu penelitian yuridis empiris yaitu penelitian terhadap 62 A. Jenis dan Tipe Penelitian III. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini yaitu penelitian yuridis empiris yaitu penelitian terhadap efektivitas hukum, yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia usaha khususnya sektor industri yang mana akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia usaha khususnya sektor industri yang mana akan menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian, suatu Negara yang semakin berkembang dan semakin maju, maka kegiatan ekonomi pada Negara tersebut juga akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Good Corporate Governance. Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Good Corporate Governance. Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Good Corporate Governance Beberapa institusi Indonesia mengajukan definisi Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate Governance in IndonesialFCGl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan. dan peningkatan pembangunan yang berasaskan kekeluargaan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan. dan peningkatan pembangunan yang berasaskan kekeluargaan, perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan berdasarkan Pancasila dan Undang undang Dasar 1945 secara berkesinambungan dan peningkatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, baik perorangan yang menjalankan perusahaan maupun badan-badan usaha, baik yang mempunyai kedudukan sebagai badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang mencakup pembangunan ekonomi, hukum, sosial, politik, dan budaya memiliki tujuan utama, yaitu untuk mensejahterakan kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara dibutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi dengan memperdayakan secara maksimal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari program corporate social responsibility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia adalahmembentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Secara defenitif tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank sesuai dengan Pasal 1 butir 2 Undang-undang no.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA KSP RUKUN SURAKARTA DENGAN PT POS INDONESIA (PERSERO) KANTOR WILAYAH SRAGEN TENTANG PEMOTONGAN UANG PENSIUN UNTUK ANGSURAN KREDIT PENSIUN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 09Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat dilakukan saat ini meliputi segala

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bisnis merupakan salah satu aktivitas kehidupan manusia dan bahkan telah merasuki semua sendi kehidupan masyarakat modern. Dengan fenomena ini mustahil orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tak dapat di pungkiri

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tak dapat di pungkiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tak dapat di pungkiri lagi. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan manusia. Oleh karena itu di perlukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam suasana abad perdagangan dewasa ini, boleh dikatakan sebagian besar kekayaan umat manusia terdiri dari keuntungan yang dijanjikan oleh orang lain yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan serta cita-cita bangsa, termasuk di dalamnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia mempunyai tiga sektor kekuatan ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha dalam tata kehidupan. Ketiga sektor kekuatan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian. Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perekonomian negara dan masyarakat luas. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perekonomian negara dan masyarakat luas. Meskipun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perusahaan merupakan salah satu pelaku ekonomi yang tentunya mempunyai peranan sangat penting terhadap kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibandingkan dengan sumber penerimaan lain (non pajak).

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibandingkan dengan sumber penerimaan lain (non pajak). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini, pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara dikarenakan pajak memiliki kontribusi yang paling besar pada pos penerimaan negara pada Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci