TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Sosial

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Sosial"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Sosial Salah satu tugas perkembangan remaja adalah penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi menuju kedewasaan, remaja harus membuat penyesuaian baru. Bagian terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilainilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock 1997). Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan pada konsep perkembangan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial. Namun, hanya sedikit remaja yang menggunakan kedua konsep ini dalam situasi praktis. Kesempatan remaja untuk menguasai konsep demikian biasanya hanya bisa dipraktekkan oleh remaja yang aktif dalam berbagai aktivitas ekstra kurikuler dibandingkan remaja yang tidak aktif, entah karena harus bekerja sepulang sekolah atau karena tidak diterima oleh teman-temannya (Hurlock 1997). Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain dalam kehidupan sehari-hari, maka hubungan antara sesama manusia dalam konteks hubungan sosial tidak dapat dihindari. Menurut Goleman (2007), kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang bebeda. Goleman (2007) menyebutkan bahwa terdapat dua unsur kecerdasan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi: Empati dasar, yaitu berhubungan dengan perasaan dengan orang lain dan merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal. Penyelarasan, yaitu kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang. Ketepatan empatik, yaitu kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain. Pengertian sosial, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja.

2 8 Sementara itu, fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi: Sinkroni, yaitu kemampuan yang ditunjukkan seseorang dalam berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal. Presentasi diri, yaitu berhubungan dengan cara seseorang mempresentasikan diri sendiri secara efektif. Pengaruh. Pengaruh seseorang akan membentuk hasil interaksi sosial. Kepedulian, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu. Pendapat lain tentang kecerdasan sosial dinyatakan oleh Albrecht (2006). Secara garis besar, Albrecht menyebut adanya lima elemen kunci yang bisa mengasah kecerdasan sosial kita, yang disingkat menjadi kata SPACE. Kata S merujuk pada kata situational awareness atau kesadaran situasional. Makna dari kesadaran ini adalah sebuah kehendak untuk bisa memahami dan peka akan kebutuhan serta hak orang lain. Elemen yang kedua adalah presense (atau kemampuan membawa diri). Bagaimana etika penampilan, tutur kata dan sapa yang digunakan, gerak tubuh ketika bicara dan mendengarkan adalah sejumlah aspek yang tercakup dalam elemen ini. Elemen yang ketiga adalah authenticity (autensitas) atau sinyal dari perilaku yang akan membuat orang lain menilai kita sebagai orang yang layak dipercaya (trusted), jujur, terbuka, dan mampu menghadirkan ketulusan. Elemen yang keempat adalah clarity (kejelasan). Aspek ini menjelaskan sejauh mana bekal kemampuan seseorang untuk menyampaikan gagasan dan ide secara menyenangkan dan persuasif sehingga orang lain bisa menerimanya dengan tangan terbuka. Seringkali seseorang memiliki gagasan yang baik, namun gagal mengkomunikasikannya secara menarik sehingga orang lain tidak berhasil diyakinkannya. Kecerdasan sosial yang produktif memang hanya akan bisa dibangun dengan baik bila seseorang itu mampu mengartikulasikan segenap pemikirannya dengan penuh kejernihan dan kebeningan. Elemen yang terakhir adalah empathy (atau empati). Aspek ini merujuk pada sejauh mana seseorang dapat berempati pada pandangan dan gagasan orang lain. Sejauh mana ia memiliki ketrampilan untuk bisa mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain. Seseorang yang bisa merajut sebuah

3 9 jalinan relasi yang kuat jika dibekali dengan rasa empati yang kuat pula terhadap sesama rekannya. Strategi Koping Sebuah strategi koping (penanggulangan) diperlukan dalam mengatasi stres, terlepas apakah masalah tersebut besar ataupun kecil. Istilah strategi koping memiliki pengertian sebagai cara yang dilakukan untuk mengubah situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun 2004). National Safety Council (1994) menyatakan bahwa ada berbagai macam koping yang bisa dilakukan, tapi tidak semua bisa jadi koping yang efektif. Definisi koping yang efektif adalah suatu proses mental untuk mengatasi tuntutan yang dianggap sebagai tantangan terhadap sifat yang terdapat pada diri seseorang. Strategi koping yang berhasil mengatasi stres harus memiliki empat komponen pokok di bawah ini: 1. Peningkatan kesadaran terhadap masalah: Fokus obyektif jelas dan perspektif yang utuh terhadap situasi yang sedang berlangsung. 2. Pengolahan informasi: Suatu pendekatan pengalihan persepsi agar ancaman dapat diredam. Pengolahan informasi meliputi pengumpulan informasi dan pengelolaan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah. 3. Pengubahan perilaku: Tindakan yang dipilih secara sadar, dilakukan bersama sikap positif yang dapat meringankan, meminimalkan, atau menghilangkan stressor (sumber stres). 4. Resolusi damai: Suatu perasaan atau kepuasan bahwa situasi stres telah berhasil diatasi. Lazarus dalam Santrock (2007) percaya bahwa penanganan stres atau koping terdiri dari dua bentuk, yaitu koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Form Coping Mechanism) dan koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism). Koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Form Coping Mechanism) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif dalam penanganan stres atau koping yang digunakan oleh individu dalam menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut. Sedangkan Stuart & Sundeen dalam Hernawati (2005) menyatakan bahwa koping ini diarahkan untuk mengembangkan sumberdaya yang ada untuk mengatasi masalah atau untuk

4 10 mengurangi tuntutan situasi yang dapat menimbulkan stres. Tujuan dari koping ini adalah menghadapi tuntutan dengan sadar, realistis, objektif serta rasional. Jenis dari koping ini antara lain koping konfrontasi, isolasi, dan kompromi. Santrock (2007) mencontohkan, bila ada mahasiswa yang memiliki masalah dengan salah satu mata kuliah, maka koping yang dilakukan adalah dengan mendatangi pusat keterampilan belajar di kampus dan mengikuti salah satu program pelatihan untuk mempelajari bagaimana cara belajar yang lebih efektif. Mahasiswa tersebut telah menghadapi masalah dan mencoba untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres di mana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif (bersikap bertahan). Pada penanganan stres yang berfokus pada emosi, seorang remaja bisa saja menghindari sesuatu, merasionalisasi apa yang telah terjadi padanya, menyangkal bahwa hal itu tengah terjadi, atau menertawakannya (Santrock 2007). Stuart & Sundeen dalam Hernawati (2005) menyatakan bahwa koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism) mengarah pada usaha untuk mereduksi atau toleransi stres subjective (somatis, motorik, atau efektif) dari stres emosional yang muncul akibat lingkungan yang menyulitkan. Fungsi koping ini adalah untuk membuat suatu kenyamanan. Jenis dari mekanisme koping ini antara lain: penolakan, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi, sublimasi, identifikasi, proyeksi, konversi, mengalihkan beban, dan reaksi formasi. Santrock (2007) mengungkapkan bahwa ada saat-saat ketika strategi penanganan stres yang berfokus pada emosi menjadi strategi yang adaptif. Penyangkalan misalnya, merupakan salah satu mekanisme psikologis protektif utama yang memungkinkan remaja menghadapi perasaan yang meluap ketika ia harus menghadapi kematian atau keadaan sekarat. Pada situasi yang berbeda, strategi koping yang berfokus pada emosi bukanlah strategi yang adaptif. Remaja yang sedang mengalami masalah di sekolahnya dan memiliki prestasi yang buruk memberikan respon menyangkal, hal ini bukan merupakan tanggapan adaptif. Namun pada kebanyakan kasus, strategi koping yang berfokus pada masalah lebih baik daripada strategi koping yang berfokus pada

5 11 emosi dan penggunaan mekanisme pertahanan, terutama untuk menangani stres dalam jangka waktu yang panjang. Strategi penanganan stres juga dapat digolongkan menjadi mendekat (approach) dan menghindar (avoidance). Strategi mendekati (approach strategy) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung. Strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres (Santrock 2007). Adanya dukungan dari orang lain, terutama keluarga dan teman secara konsisten merupakan pertahanan yang baik dalam menghadapi stres pada remaja. Selain itu pola pikir dan kepribadian remaja dapat mempengaruhi remaja dalam menghadapi stres. Satu hal yang penting dalam menangani stres yang efektif adalah bahwa remaja dapat menggunakan lebih dari satu strategi untuk membantu dalam menghadapi stres (Santrock 2007) Beberapa tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian diri remaja menurut Hurlock (1997): Tidak memiliki tanggung jawab, dapat terlihat dalam perilakunya yang mengabaikan akademiknya, misalkan untuk bersenang-senang Sikap yang agresif dan sangat yakin pada diri sendiri Perasaan tidak aman, menyebabkan remaja mengikuti standar-standar dari kelompok Merasa ingin pulang apabila berada jauh dari lingkungan yang dikenal Perasaan menyerah Terlalu banyak berkhayal sebagai akibat dari ketidakpuasan yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari Mundur kembali ke tingkat perilaku sebelumnya agar disenangi dan diperhatikan Teman Sebaya Pada masa remaja lanjut, pola pergaulan sudah mengalami pergeseran dari pola pergaulan yang homoseksual ke arah heteroseksual. Mahasiswa juga merasa lebih bebas untuk bergaul dengan siapa saja, hal ini seiring dengan pergeseran dari kondisi dependensi ke independensi. Masalah pergaulan dapat

6 12 menjadi masalah yang cukup pelik, baik mengenai percintaan, kesulitan penyesuaian diri dan keterlibatan terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat negatif (Gunarsa dan Gunarsa 2003). Kelompok teman sebaya (peer group) adalah sekelompok anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama (Santrock 2007). Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk saling berbagi informasi mengenai lingkungan di luar rumah remaja. Beberapa ahli teori menyatakan bahwa budaya teman sebaya turut memengaruhi individu untuk mengabaikan nilai-nilai dan kontrol dari orang tua. Menurut Hightower dalam Santrock (2007) hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja berhubungan dengan kesehatan mental yang positif pada usia pertengahan. Pemuda yang populer biasanya lebih bisa menjalin komunikasi yang baik, mampu menarik perhatian teman-temannya dan bisa tetap mempertahankan percakapan dengan teman sebayanya dibandingkan dengan pemuda yang tidak populer (Kennedy dalam Santrock 2007). Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai suatu kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Menurut Hurlock (1997) para remaja tidak lagi memilih teman berdasarkan kemudahannya entah di sekolah maupun di lingkungan terdekatnya. Selain itu persamaan pada kegemaran di dalam suatu kegiatan tidak lagi menjadi faktor yang penting bagi remaja. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa karena adanya perubahan nilai, maka teman masa kanak-kanak belum tentu menjadi teman dalam masa remaja. Remaja lebih menginginkan teman yang memiliki minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti, yang bisa memberikan rasa nyaman, dan dapat dipercaya. Remaja juga biasanya lebih memilih berbicara kepada teman sebaya daripada kepada orang tua untuk beberapa hal tertentu. Seperti halnya dengan munculnya nilai baru mengenai teman-temannya, remaja juga memiliki nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota dalam kelompok sebaya seperti klik, kelompok besar atau geng. Selama masa remaja tidak ada satu sifat atau perilaku tertentu yang akan menjamin penerimaan sosial. Penerimaan bergantung pada sekumpulan sifat dan pola perilaku (sindroma penerimaan) yang disenangi remaja dan dapat menambah

7 13 gengsi dalam kelompoknya. Beberapa unsur yang umum dari sindorma penerimaan menurut Hurlock (1997) antara lain: Kesan pertama yang menyenangkan akibat dari penampilan yang menarik, sikap yang tenang, dan gembira. Reputasi sebagai orang yang menyenangkan Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman sebaya Perilaku sosial yang ditandai dengan kerjasama, tanggung jawab, cerdas, bijaksana, sopan Matang, terutama dalam pengendalian emosi Sifat kepribadian yang baik Status sosial ekonomi yang sama Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga dapat mempermudah hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok Pengelompokkan sosial remaja menurut Hurlock (1997): 1. Teman dekat. Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib yang mempunyai minat dan kemampuan setara. Biasanya saling mempengaruhi satu sama lain meskipun terkadang juga bertengkar. 2. Kelompok kecil. Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat. 3. Kelompok besar. Penyesuaian minat berkurang di antara anggotaanggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar. 4. Kelompok yang terorganisasi. Kelompok yang dibina oleh orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan sosial remaja yang tidak memiliki kelompok besar. 5. Kelompok geng. Remaja yang tidak termasuk ke dalam kelompok besar atau klik dan yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisir. Urutan Kelahiran Urutan kelahiran mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Urutan kelahiran merupakan kedudukan urutan kelahiran anak berdasarkan jumlah kelahiran dalam keluarga. Posisi urutan kelahiran dapat memengaruhi seorang anak dalam pencarian identitas dan perhatian orang lain (Erlina dalam Wulanningrum 2009). Menurut Gunarsa & Gunarsa (2003) di

8 14 dalam keluarga dan hubungan antar anggota keluarga terbentuk pola penyesuaian sebagai dasar bagi hubungan sosial dan interaksi yang lebih luas lagi. Anak sulung memiliki karakteristik yang bertanggung jawab lebih daripada adik-adiknya. Oleh karena itu biasanya anak sulung berperilaku secara lebih matang karena berhubungan dengan orang dewasa dan karena tanggung jawab yang dipikulnya (Hurlock 1997). Gunarsa (2003) menyebutkan anak sulung lebih terlihat mengalami kesulitan karena orang tua terlalu khawatir melihat lingkungan luar dapat mempengaruhi anaknya. Ketika anak ini memiliki adik baru, sikap yang akan ditunjukkan bisa berbeda. Mungkin dengan menarik perhatian secara berlebihan ataupun bersikap sebagai seorang kakak yang baik, tergantung dari penyikapan orang tua dan keluarga dalam menghadapi adaptasi dalam keluarga, dalam hal ini anak-anaknya. Anak tengah mencari persahabatan dengan teman sebaya di luar rumah yang mengakibatkan penyesuaian sosial yang baik (Hurlock 1997). Anak kedua atau anak tengah lebih mudah bergaul, karena tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Dalam menghadapi lingkungan yang masih asing baginya, biasanya anak kedua juga lebih berani menghadapinya. Ketika adiknya lahir, dia juga harus belajar menyesuaikan diri terhadap keadaan yang baru ini. Bila dibandingkan dengan saudaranya yang lain, anak tengah merasa kurang diperhatikan dan bebas dari tekanan oleh adanya kakak yang baik dan adik yang manja (Gunarsa & Gunarsa 2003). Anak bungsu biasanya lebih populer, tetapi karena kurangnya keinginan untuk memikul tanggung jawab lebih, maka biasanya jarang menjadi pemimpin (Hurlock 1997). Hal yang terjadi dengan anak sulung atau anak pertama kembali dialami oleh anak bungsu. Anak bungsu juga terlihat mengalami kesulitan karena orang tua terlalu khawatir akan pengaruh lingkungan luar terhadap anaknya (Gunarsa & Gunarsa 2003).

9 15 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai hubungan teman sebaya, urutan kelahiran, dan strategi koping dengan kecerdasan sosial remaja cukup banyak dilakukan, namun penelitian yang fokus kepada urutan kelahiran masih terhitung sedikit. Kecerdasan sosial yang berhubungan dengan kualitas dan jumlah teman sebaya sejalan dengan penelitian Ghozaly (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi capaian kualitas teman sebaya dan jumlah teman sebaya baik di kelas, asrama, dan di tempat lain, maka akan semakin tinggi pula keterampilan sosial. Uji regresi linear berganda juga menyatakan bahwa kualitas teman sebaya berpengaruh terhadap keterampilan sosial remaja. Noviasari (2002) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kematangan emosional remaja pada anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak sulung memiliki tingkat kematangan emosional lebih tinggi daripada anak bungsu dan anak tengah. Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Lailiyah (2010) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Penelitian mengenai strategi koping dan kecerdasan emosional yang dilakukan oleh Sa adah (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan strategi koping, antara lain kecerdasan emosional yang tinggi cenderung memiliki hubungan dengan strategi emotional focused coping tinggi, sementara pada kecerdasan emosional sedang memiliki hubungan dengan problem focused coping sedang, dan kecerdasan emosional rendah cenderung memiliki hubungan dengan emotional focused coping rendah. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Moradi et al. (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara strategi koping dengan kecerdasan emosional. Penelitian mengenai mahasiswa baru juga telah banyak dilakukan, seperti yang diungkapkan oleh Kertamuda dan Herdiansyah (2009) yang menunjukkan adanya pengaruh strategi koping yang dipilih terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa baru. Charles (2009) mengungkapkan bahwa tidak terdapat perbedaan jenis problem-focused coping dan emotion-focused coping pada anak pertama, tengah, maupun terakhir.

10 16 Tabel 1 Penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian No Tahun Penulis Judul Hasil Ghozaly LF Pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta keterampilan sosial Noviasari D Perbedaan kematangan emosional remaja ditinjau dari status urutan kelahiran dalam keluarga Lailiyah U. Studi perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu pada siswa MTs. Al- Mu awanah, Candi- Sidoarjo Sa adah Hubungan antara kecerdasan emosional dengan strategi koping stress dalam menghadapi kesulitan belajar pada siswa MAN Malang I Moradi et al. The relationship between coping strategies and emotional intelligence Kertamuda Pengaruh Strategi F & Koping terhadap Herdiansyah Penyesuaian Diri H Mahasiswa Baru Charles A Perbedaan Jenis Coping Stress Pada Remaja Awal yang Mengalami Konflik Interpersonal dengan Orang tua Berdasarkan Urutan Kelahiran Terdapat hubungan yang positif antara usia ibu, jumlah teman sebaya di sekolah, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa dengan Terdapat perbedaan yang signifikan pada kematangan emosional remaja pada anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak sulung memiliki tingkat kematangan emosional lebih tinggi daripada anak bungsu dan anak tengah Terdapat perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan strategi koping Terdapat hubungan antara strategi koping dan kecerdasan emosional Terdapat pengaruh strategi koping yang dipilih terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa baru. Tidak terdapat perbedaan jenis problem-focused coping dan emotion-focused coping pada anak pertama, tengah, maupun terakhir.

11 KERANGKA PEMIKIRAN Kecerdasan intelektual tidak sepenuhnya memberikan kontribusi pada kesuksesan seseorang. Salah satu kunci kesuksesan selain kecerdasan intelektual adalah kecerdasan sosial. Salah satu tujuan dibentuknya asrama adalah membentuk mahasiswa yang peka dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang majemuk. Namun sumber permasalahan bagi mahasiswa TPB- IPB salah satunya adalah kesulitan beradaptasi dengan lingkungan terutama lingkungan mikronya seperti teman sebaya. Padahal lingkungan pertemanan merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat, pengakuan kelemahan, dan mendapatkan bantuan dari masalah sehingga dapat mengasah keterampilan sosial seseorang. Adanya permasalahan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, mengharuskan mahasiswi melakukan strategi koping. Strategi koping adalah cara yang dilakukan seseorang untuk mengubah situasi atau menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Mahasiswi yang melakukan koping efektif dapat beradaptasi dengan baik dan bisa diterima oleh lingkungan sosialnya. Urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Lingkungan sosial masing-masing anak tidak akan identik meskipun memiliki orang tua yang sama dan tumbuh dalam keluarga yang memiliki aturan hampir sama. Urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Posisi urutan kelahiran juga dapat memengaruhi kepribadian dan pola perilaku seseorang, serta memengaruhi individu tentang peran yang harus dilakukannya, khususnya peran dalam lingkungan sosialnya. Kualitas hubungan pertemanan, urutan kelahiran dan strategi koping yang dilakukan diduga berhubungan dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi. Kecerdasan sosial berkaitan dengan interaksi individu kepada orang lain, berkenaan dengan sosialisasi atau keterampilan interpersonal. Unsur-unsur kecerdasan sosial dikelompokkan ke dalam dua kategori besar, yakni kesadaran sosial (apa yang seseorang rasakan tentang orang lain) dan fasilitas sosial (apa yang selanjutnya dilakukan dengan kesadaran tersebut). Sehingga diduga interaksi teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran berhubungan dengan kecerdasan sosial mahasiswi. Hubungan tersebut disajikan pada Gambar 1.

12 18 Karakteristik responden : Urutan kelahiran anak Usia Asal daerah Karakteristik keluarga responden : Besar keluarga Usia orang tua Pendidikan orang tua Pendapatan orang tua Pekerjaan orang tua Teman sebaya : Karakteristik Jumlah teman sebaya Usia teman sebaya Pola hubungan : Frekuensi pertemuan Lama pertemanan Kualitas pertemanan Strategi Koping Emotional focused coping Problem focused coping Kecerdasan Sosial Mahasiswa Kesadaran sosial Fasilitas sosial Gambar 1 Kerangka Pemikiran

HUBUNGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA, STRATEGI KOPING, DAN URUTAN KELAHIRAN DENGAN KECERDASAN SOSIAL PADA MAHASISWI TPB-IPB AMANIA FARAH

HUBUNGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA, STRATEGI KOPING, DAN URUTAN KELAHIRAN DENGAN KECERDASAN SOSIAL PADA MAHASISWI TPB-IPB AMANIA FARAH HUBUNGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA, STRATEGI KOPING, DAN URUTAN KELAHIRAN DENGAN KECERDASAN SOSIAL PADA MAHASISWI TPB-IPB AMANIA FARAH DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB)-IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan sosial 2.1.1 Definisi kecerdasan sosial Kecerdasan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan ataupun kasus tawuran dan keributan antara pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada akhirnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi serta membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia hanya dapat berkembang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesuksesan (keberhasilan, keberuntungan) yang berasal dari dasar kata sukses yang berarti berhasil, beruntung (Kamus Bahasa Indonesia,1998), seringkali menjadi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. = = 95,34 ~ 96 orang

METODE PENELITIAN. = = 95,34 ~ 96 orang METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crosssectional karena data dikumpulkan dan diteliti pada satu waktu dan tidak berkelanjutan. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang diistilahkan dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin 9 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja merupakan masa transisi dari periode anak ke periode dewasa. Secara psikologi, kedewasaan adalah keadaan berupa sudah terdapatnya ciri-ciri psikologis pada diri seseorang.

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc. EQ KEMAMPUAN EMOTIONAL INTELLIGENCE UNTUK MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN. Laporan untuk Sam Poole ID HC560419 Tanggal 23 Februari 2017 2013 Hogan Assessment Systems Inc. Pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Lansia Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan stress lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan sembarang perbuatan, dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan

Lebih terperinci

1. Disosiasi: Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya.

1. Disosiasi: Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya. 1. Disosiasi: Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya. 2. Identifikasi: Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan mengambil/menirukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial. Di dunia ini, tidak ada manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial. Di dunia ini, tidak ada manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial. Di dunia ini, tidak ada manusia yang bisa hidup seorang diri tanpa bantuan orang lain. Mereka membutuhkan orang lain untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk individu ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Untuk itu diharapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir 7 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin yang kata bendanya, Adolescentia yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Mighwar 2006). Remaja akhir (Late

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak selamanya berjalan dengan mulus, tenang, penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Tetapi seringkali manusia menghadapi berbagai cobaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada stereotif yang umum berkembang di masyarakat yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh resiko (secara psikologis),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mental memiliki arti penting dalam kehidupan seseorang, dengan mental yang sehat maka seseorang dapat melakukan aktifitas sebagai mahluk hidup. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi tuntutan lingkungan sebagaimana memenuhi kebutuhan sendiri. Keluarga sebagai lingkungan awal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari gempa bumi berkekuatan 8.9 SR diikuti tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Atas (SMA) dan universitas merupakan dua institusi yang memiliki perbedaan nyata baik dari segi fisik hingga sistem yang meliputinya. Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Lazarus dan Folkman (Sugianto, 2012) yang mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan keseluruhan lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai salah satu unsur lapisan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan orang lain, untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci