A. Defenisi Angkutan, Fungsi dan Manfaat Angkutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. Defenisi Angkutan, Fungsi dan Manfaat Angkutan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN DAN GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ANGKUTAN A. Defenisi Angkutan, Fungsi dan Manfaat Angkutan Perusahaan angkutan umum merupakan salah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tarif tertentu. Angkutan jalan raya, meliputi angkutan yang menggunakan alat angkut berupa manusia, hewan, pedati, sepeda motor, becak, bus, truck, dan kendaraan bermotor lainnya. Tenaga yang digunakan adalah tenaga manusia, tenaga hewan, tenaga uap, BBM (bahan bakar minyak), dan diesel. Angkutan adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Transportasi adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin. Dalam pelaksanaan pengangkutan terlebih dahulu dilakukan perjanjian pengangkutan, agar lebih mudah mengetahui pihak mana yang bertanggung jawab apabila terjadi kecelakaan dan resiko yang di tanggung perusahaan, Mr. E. Suherman mengemukakan tanggung jawab pengangkutan adalah suatu perbuatan yang dibebankan kepada kedua belah pihak yang bersifat mengikat atas dasar perjanjian pengangkutan. Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak di perlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat secara efisien. Sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan barang dari suatu tampat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan (UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan). Penumpang adalah seseorang yang hanya menumpang, baik itu pesawat, kereta api, bus, maupun jenis transfortasi lainnya, tetapi tidak 16

2 termasukmengoperasikan dan melayani wahana tersebut. Penumpang umum adalah penumpang yang ikut dalam perjalanan dalam suatu wahana dengan membayar, wahana bisa berupa taxi, bus, kereta api, kapal, ataupun pesawat. Kecelakaan adalah merujuk kepada peristiwa yang terjadi secara tidak sengaja. Kata kecelakaan berasal dari kata dasar celaka. Penambahan imbuhan ke dan an menunjukan nasib malang yang terjadi atau menimpa. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian dimana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Menurut ketentuan pasal 45 UU LLAJ, pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang di derita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan angkutan. Besarnya ganti kerugian tersebut adalah sebesar kerugian yang secara nyata di derita oleh penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga. Tanggung jawab pengusaha angkutan umum tersebut di mulai sejak di angkutnya penumpang sampai di tempat tujuan pengangkutan yang telah disepakati. Sedangkan tanggung jawab mengenai barang di mulai sejak diterimanya barang yang akan di angkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim dan/atau penerima barang. Pada pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor, tempat pemuatan dan penurunan penumpang dan barang disebut terminal. Menutut ketentuan pasal 9 (1) UU LLAJ, untuk mendorong kelancaran mobilitas orang maupun arus barang dan untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antarmoda secara lancar dan tertib, di tempat-tempat tertentu dapat dibangun dan diselenggarakan terminal. Dalam penjelasannya dinyatakan, pada hakikatnya terminal merupakan simpil dan system jaringan transportasi jalan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum antara lain berupa dan tempat untuk naik turun penumpang dan atau bongkar 17

3 muat barang, untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum, serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. Tujuan pengangkutan dengan kendaraan bermotor secara khusus diatur dalam pasal 3 UU LLAJ. Dalam pasal tersebut dinyatakan, pengangkutan dengan kendaraan bermotor bertujuan untuk : 1. Mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancer, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. 2. Mampu memadukan moda transportasi lainnya 3. Mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan 4. Menunjang pemertaan, pertumbuhan dan stabilitas pembangunan nasional 5. Sebagai pendorong, penggerak, penunjang pembangunan nasional. 12 Mampu memadukan moda pengangkutan dalam pasal ini adalah kemampuan moda lalu lintas dan angkutan jalan untuk memadukan moda pengangkutan kereta api, laut dan udara satu dengan lainnya, antara lain dengan menghubungkan dan mendiminasikan antar terminal atau simpul-simpul lainnya dengan ruang kegiatan. Mampu mengjangkau seluruh pelosok wilayah daratan mengangdung pengertian bahwa lalu lintas dan angkutan jalan memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan sampai keseluruh pelosok wilayah daratan baik melalui prasarana lalu lintas dan angkutan jalan itu sendiri atau merupakan keterpaduan dengan lintas sungai atau danau, maupun keterpaduan dengan moda pengangkutan kereta api, laut, dan udara. Teori hukum pengangkutan adalah serangkaian ketentuan undang-undang atau perjanjian mengenai pengangkutan yang direkonstruksi sedemikian rupa sehingga menggambarkan proses kegiatan pengangkutan. Apabila teori hukum pengangkutan ini diterapkan pada pengangkutan, maka penerapannya disebut praktik hukum pengangkutan. Praktik hukum pengangkutan merupakan rangkaian peristiwa mengenai pengangkutan. 12 Abdulkadir Muhammat, op.cit., hlm 67 18

4 Pengangkutan merupakan proses kegiatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, pemindahan ketempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran/ penurunan ditempat tujuan tersebut. Tetapi proses ini baru dapat diamati bila diterapkan secara nyata pada setiap pengangkutan. Dengan kata lain teori hukum pengangkutan hanyalah mempunyai arti bila diwujudkan melalui setiap jenis pengangkutan, yaitu pengangkutan darat, perairan, dan udara. Teori hukum pengangkutan menggambarkan secara jelas rekonstruksi ketentuan undangundang atau perjanjian bagaimana seharusnya para pihak berbuat, sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai. Tetapi praktik hukum pengangkutan menyatakan peristiwa perbuatan pihak-pihak sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai dan ada pula yang tidak tercapai. Tidak tercapainya tujuan dapat terjadi karena wanprestasi salah satu pihak atau karena keadaan memaksa (force majeur). Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna baik bagi penumpang maupun barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari satu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan, sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang di angkut barang, selamat arrtinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan atau kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan. 19

5 Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien. 13 Di dalam angkutan terdapat unsur-unsur yang terkait erat dalam berjalannya konsep angkutan itu sendiri. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1) Manusia yang membutuhkan 2) Barang yang dibutuhkan 3) Kendaraan sebagai alat/sarana 4) Jalan dan terminal sebagai prasarana angkutan 5) Organisasi (pengelola angkutan) Angkutan memiliki fungsi dan manfaat yang terklasifikasi menjadi beberapa bagian penting. Angkutan memiliki fungsi yang terbagi menjadi dua yaitu melancarkan arus barang dan manusia dan menunjang perkembangan pembangunan (the promoting sector). Sedangkan manfaat angkutan menjadi tiga klasifikasi yaitu: 1. Manfaat Ekonomi, Kegiatan ekonomi bertujuan memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Angkutan adalah salah satu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografis barang dan orang sehingga akan menimbulkan adanya transaksi. 2. Manfaat Sosial, Angkutan menyediakan : a) Pelayanan untuk perorangan atau kelompok b) Pertukaran atau penyampaian informasi 13 Sinta Uli, Pengangkutan:Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkutan Laut, Angkutan Darat, Udara, Penerbit Usu Press, Medan, 2006, hlm 20 20

6 c) Perjalanan untuk bersantai d) Memendekkan jarak e) Memencarkan penduduk. 3. Manfaat Politis, Angkutan menciptakan persatuan, pelayanan lebih luas, keamanan negara, mengatasi bencana, dll. B. Jenis-Jenis Angkutan dan Perjanjian Pengangkutan Jenis-jenis angkutan terbagi menjadi tiga yaitu : 1. Angkutan darat: kendaraan bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik oleh hewan (kuda, sapi,kerbau), atau manusia. Moda angkutan darat dipilih berdasarkan faktor-faktor seperti jenis dan spesifikasi kendaraan, jarak perjalanan, tujuan perjalanan, ketersediaan moda, ukuran kota dan kerapatan permukiman, faktor sosial-ekonomi. 2. Angkutan air (sungai, danau, laut): kapal,tongkang, perahu, rakit. 3. Angkutan udara: pesawat terbang, Angkutan udara dapat menjangkau tempat tempat yang tidak dapat ditempuh dengan moda darat atau laut, di samping mampu bergerak lebih cepat dan mempunyai lintasan yang lurus, serta praktis bebas hambatan. Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa. Dapat dilakukan melalui udara, laut, dan darat untuk mengangkut orang dan barang. Suatu perjanjian pengangkutan pada dasarnya merupakan suatu perjanjian biasa, yang dengan sendirinya tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk suatu perjanjian pada umumnya, yaitu tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam Buku ke III KUHPerdata tentang 21

7 perikatan, selama tidak ada pengaturan khusus tentang perjanjian pengangkutan dalam peraturan perundang-undangan di bidang angkutan. HMN Purwosutjipto, mendefenisikan pengangkutan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim ialah membayar ongkos pengangkut. 14 Defenisi tersebut mempunyai kekurangan yaitu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, seharusnya tidak dengan pengirim saja akan tetapi juga dengan orang atau penumpang, begitu juga dengan kewajiban pengirim, seharusnya kewajiban pengirim atau orang, karena pada kalimat untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan orang sudah disebutkan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan angkutan adalah suatu keadaan pemindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan suatu tujuan tertentu, baik untuk memperoleh nilai tambah untuk barang/komersial maupun untuk tujuan non komersial. yaitu bahwa : Berdasarkan defenisi pengangkutan tersebut terdapat unsur-unsur yang harus diketahui 1. Sifat perjanjiannya adalah timbal balik, baik antara pengangkut dengan penumpang atau pengirim barang (pengguna jasa), masing-masing mempunyai hak dan kewajibannya. Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujaun tertentu dengan selamat, dan berhak atas biaya angkutan, sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar uang angkutan dan berhak untuk di angkut ke suatu tempat tujuan tertentu dengan selamat. Antara pengangkut dan penumpang 14 HMN. Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta : 2001, hlm 2 22

8 mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang, sifat hubungan hukum yang terjalin antara pengangkut pengguna jasa adalah bersifat campuran, yaitu bersifat pelayanan berkala dan perjanjian pemberian kuasa dengan upah. Hal ini berarti antara pengangkut dengan pengguna jasa mempunyai kedudukan yang sama tinggi dan sederajat (koordinasi), dan perjanjiannya dapat dilakukan sewaktu-waktu atau kadang-kadang, jika mereka membutuhkan pengangkutan, jadi tidak terus-menerus dan upah yang diberikan berupa biaya atau ongkos angkut. 2. Penyelenggaraan pengangkutan di dasarkan pada perjanjian, hal ini berarti antara pengangkut dengan penumpang harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang di atur dalam pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, kata sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal yang tertentu dan sebab yang halal. Kesepakatan dan kecakapan merupakan syarat subyektif, jika di langgar menyebabkan dapat dibatalkanya perjanjian, sedangkan suatu hal yang tertentu dan sebab yang halal merupakan syarat obyektif, jika di langgar menyebabkan batalnya perjanjian. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian pengangkutan tersebut tidak disyaratkn harus ditulis, cukup dengan lisan saja, asalkan ada persetujuan kehendak (konsensus) dari para pihak. Dengan demikian surat, baik berupa karcis atau tiket penumpang bukan sebagai syarat sahnya perjanjian tetapi hanya merupakan salah satu alat bukti saja, karena dapat dibuktikan dengan alat bukti lainnya. Syarat sahnya perjanjian adalah kata sepakat, bukan karcis atau tiket atau dokumen angkutan, tidak adanya karcis atau tiket serta dokumen angkutan tidak membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada. Perjanjian tersebut berlaku sebagai Undang-undang bagi pengangkut, pengirim barang, dan penumpang, 23

9 sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan, Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. 3. Istilah menyelenggarakan pengangkutan berarti pengangkutan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh orang lain atas perintahnya. Pengangkutan dilakukan oleh orang lain, berarti pengangkutan tersebut dilakukan melalui perantara. Dalam hubungannya dengan perjanjian pengangkutan, jika pengangkut atau pengguna jasa membutuhkan perantara baik makelar maupun komisioner, maka di antara mereka akan terikat perjanjian keperantaraan atau komisi. Disini berlaku juga syarat-syarat perjanjian pada umumnya. Hak pengangkut adalah mendapatkan pengguna jasa yang akan diangkut dengan alat angkutnya begitu juga hak pengguna jasa adalah mendapatkan pengangkut yang baik, dan baik pengangkut maupun pengguna jasa berkewajiban membayar komisi. Sedangkan hak perantara adalah mendapatkan komisi dri pengangkut atau dari pengguna jasa dan berkewajiban mencari pebgguna jasa yang akan di angkut. Sifat hubungan hukum yang terjadi antara pengangkut atau pengguna jasa, dengan perantara adalah bersifat pelayanan berkala tersebut berarti bahwa perjanjian dapat di lakukan sewaktu-waktu atau kadang-kadang saja jika di inginkan oleh mereka, tidak dilakukan secara terus-menerus, sehingga menimbulkan hubungan hukum yang sejajar, sama tinggi atau setingkat (koordinasi). Upah yang diberikan berupa komisi tersebut didasarkan pada perjanjian kuasa, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1794 KUHPerdata. Apabila dalam perjanjian pengangkutan menggunakan jasa makelar dan kemudian terjadi wanprestasi, baik yang dilakukan oleh pengangkut maupun oleh pengguna jasa, maka seorang makelar dapat menuntut pengangkut maupun pengguna jasa 24

10 berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, karena antara makelar dengan pengangkut maupun antara makelar dengan pengguna jasa tidak terikat perjanjian pengangkutan. Dalam menjalankan tugasnya makelar selalu membawa nama pemberi kuasanya, jadi makelar bukanlah pihak dalam perjanjian pengngkutan. Yang merupakan pihak dalam perjanjian pengangkutan tersebut, menggunakan jasa komisioner, maka yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah antara pengangkut dengan komisioner atau antara pengguna jasa dengan komisioner, karena komisioner selalu mengatasnamakan dirinya sendiri dalam melakukan perjanjian pengangkutan, jadi jika terjadi wanprestasi, maka komisioner dapat menuntut pengangkut atau pengguna jasa berdasarkan perjanjian pengangkutan, sedangkan pengangkut jika ingin menuntut pengguna jasa ataupun sebaliknya, pengguna jasa ingin menuntut pengangkut, hanya dapat menggunakan pasal 1365 KUHPerdata, karena masing-masing pihak tidak terikat perjanjian pengangkutan. 4. Ke tempat tujuan, dalam pengangkutan barang, berarti barang dapat di terima oleh si penerima yang mungkin si pengirim sendiri atau orang lain. Sedangkan dalam pengangkutan orang berarti sampai di tempat tujuan yang telah di sepakati. 5. Istilah dengan selamat, mengandung arti apabila pengangkutan itu tidak berjalan dengan selamat, maka pengangkut harus bertanggung jawab untuk membayar ganti kerugian kepada pengirim barang dan penumpang. Tidak selamat dapat mempunyai arti : a) Untuk barang, dapat musnah, hilang atau rusak baik sebagian maupun seluruhnya; b) Untuk penumpang, dapat luka-luka, cacat tetap atau meninggal Ibid, hlm 3 25

11 Mengenai istilah tanggung jawab sendiri, agaknya masih perlu penjelasan, karena ada yang mempergunakan istilah Pertanggungjawaban atau Pertanggungan jawab atau tanggung gugat. Menurut Siti Nurbaiti, istilah pertanggungjawaban atau pertanggungan jawab tersebut, lebih tepat dipergunakan untuk pertanggungjawaban keuangan. Sedangkan istilah tanggung gugat, menurut Siti Nurbaiti kurang tepat, karena justru berbagai sistem tanggung jawab di bidang angkutan bertujuan untuk memperkecil seminimal mungkin, menghilangkan sama sekali. Selain itu, perlu dikemukakan bahwa istilah tanggung jawab sendiri, dalam bahasa inggris dapat mempunyai dua arti, yaitu responsibility dan liability. Istilah responsibility mempunyai arti tanggung jawab untuk pelaksanaan suatu tugas atau untuk suatu benda atau seseorang, sedangkan istilah liability adalah istilah yang tepat untuk dipergunakan dalam hukum pengangkutan, karena mempunyai arti yang menunjukkan tanggung jawab untuk mengganti suatu kerugian yang di derita oleh suatu pihak lain, karena tindakan dari pihak lain, karena cidera janji, karena suatu perbuatan melawan hukum atau karena sesuatu yang menjadi milki atau dibawah penguasaan pihak lain. Secara umum dalam perjanjian pengangkutan anatara pengangkut dengan pengguna jasa, terkandung syarat-yarat umum angkutan yang meliputi hak dan kewajiban diantara mereka adalah : a) Hak pengguna jasa angkutan untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakatinya, misalnya pemegang tiket tertentu akan memperoleh tingkat pelayanan yang sesuai dengat tiket yang dimilikinya, begitu juga dengan pengirim barang, jiak ingin barang cepat tiba di tempat tujuan, maka ongkos barangnyapun akan bertambah mahal. Sedangkan kewajibannya adalah menmbayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendakinya 26

12 b) Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang yang telah memiliki tiket atau pengirim barang yang telah memiliki dokumen angkutan, sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati sampai di tempat tujuan dengan selamat dan berkewajiban membayar ganti kerugian sesuai dengan syarat-syarat umum yang telah disepakati kepada pengguna jasa serta memberikan pelayanan dalam batasbatas kewajaran sesuai dengan kemampuannya, sedangkan hak pengangkut adalah berhak atas biaya angkut. Sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya bahwa pengangkutan adalah : perjanjian timbal balik pengangkut dengan penumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pihak penumpang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Agar terlaksananya pengangkutan tersebut dengan baik sesuai dengan tujuannya, maka sebelum dilaksanakan pengangkutan itu harus diadakan perjanjian antara pihak pengangkut dengan penumpang. Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan harus ada objek dari pengangkutan itu sendiri dimana objek pengangkutan tersebut adalah pengangkutan orang. Dalam hal perjanjian pengangkutan orang, penyerahan kepada pengangkut tidak ada. Tugas pengangkut hanya membawa atau mengangkut orang sampai di tempat tujuan dengan selamat, dan tentang barang yang dibawa oleh pihak penumpang tidak termasuk dalam barang angkutan akan tetapi digolongkan ke dalam barang bawaan. Misalnya: Tas yang disandang Bungkusan yang bersifat skala kecil 27

13 Mengenai pengangkutan orang diatur dalam Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan raya (UULAJR) yang disebutkan bahwa pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan kendaraan bermotor untuk penumpang, dengan memakai bagasi maupun tanpa bagasi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan penumpang dan kenyamanan penumpang. Pasal 36 UU Nomor 14 Tahun 2009 di atur mengenai pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari : a) Angkutan antar kota yang merupakan perpindahan orang dari suatu kota ke kota lain b) Angkutan kota yang merupakan perpindahan orang dalam wilayah kota c) Angkutan pedesaan yang merupakan perpindahan orang dalam atau antar wilayah pedesaan d) Angkutan lalu lintas batas negara yang merupakan angkutan orang yang melalui lintas negara lain. C. Objek dan Pihak Dalam Pengangkutan Objek adalah segala sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sasaran tersebut pada pokoknya meliputi barang muatan, alat pangangkut, dan biaya angkutan. 16 Dalam rangka menjamin kelangsungan pelayanan pengangkutan, keseragaman dan keteraturan dalam pemberian pelayanan, ditentukan pelayanan wilayah kota yang didasarkan pada sifat dan ketentuan perjalanan, jarak dan waktu tempuh berkembang suatu daerah atau kawasan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, industri perkantoran dan sebagainya. 16 Abdukadir Muhammad, op.cit,. hlm 29 28

14 Pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan. terkait adalah : Wiwoho Soedjono dalam hal perjanjian pengangkutan penumpang, maka pihak yang 1. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yaitu pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan 2. Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan), yaitu pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan. 17 Untuk kelancaran dan keselamatan angkutan darat, setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki surat izin mengemudi (pasal 18 UU LLAJ). Surat izin mengemudi merupakan tanda bukti kecakapan dan keabsahan pengemudi untuk mengemudikan kendaraan bermotor dijalan dan dapat pula digunakan sebagai identitas pengemudi. Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan dijalan, pasal 20 ayat (1) UU LLAJ menentukan, persahaan angkutan umum wajib memathi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istrhat bagi pengemudi. Pengaturan ini perlu, mengingat faktor kelelahan dan kejenuhan sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor secara wajar. Oleh karena itu, pergantian pengemudi setelah menempuh jarak dan waktu tertentu mutlak diperlukan untuk melindungi keselamatan pengemudi, penumpang, pemilik barang, dan pengguna jalan lainnya. 17 Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2001, hlm 88 29

15 Menurut ketentuan pasal 23 ayat (1) UU LLAJ, pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor dijalan, pengemudi kendaraan bermotor wajib : 1. Mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar 2. Mengutamakan keselamatan pejalan kaki 3. Menunjukkan surat bukti pendaftarran kendaraan bermotor, surat izin mengemudi, dan tanda bukti lulus uji, atau tanda bukti lain yang sah dalam hal dilakukan pemeriksaan 4. Mematuhi semua ketentuan undan-undang lalu lintas dan angkutan jalan 5. Memakai sabuk keselamatan bagi pengmudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Untuk keselamatan, keamanan, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan, pasal 16 memberi wewenang kepada pejabat yang ditunjuk undang-undang untuk melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan. Pemeriksaan tersebut meliputi : 1. Persyaratan teknis dan laik jalan 2. Tanda bukti lulus uji 3. Tanda bukti pendaftaran/ tanda coba kendaraan bermotor 4. Surat izin mengemudi Melalui kewenangan pejabat melakukan pemeriksaan tersebut diharapkan proses penyelenggaraan angkutan darat berlangsung dengan tertib, aman, dan selamat tiba di temapat tujuan. Selama proses angkutan berlangsung, pengangkut melalui pengemudinya wajib melakukan penjagaan, pengawasan dan pemeliharaan terhadap penumpang dan/atau barang yang 30

16 di Angkut sampai di tempat tujuan dengan selamat. Kewajiban ini dilakukan terhadap kemungkinan terjadi gangguan, pengacauan, keributan, penodongan yang datang dari luar atau dari dalam kendaraan. Bentuk penjagaan, pengawasan dan pemeliharaan itu antara lain : 1) Menempatkan petugas keamanan di dalam kendaraan jikia dijalan yang dilalui rawan kejahatan 2) Menutup pintu kendaraan setelah penumpang naik kea tau turun dari kendaraan 3) Mengunci pintu bagasi dengan baik 4) Menutup dengan terpal barang dalam truk, sehingga tidak mudah basah karena hujan atau tidak mudah diarah oleh pencuri. Selama proses angkutan berlangsung, pengemudi angkutan diberi wewenang pasal 47 UUAJ untuk menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut di tempat pemberhentian tredekat, apabila ternyata penumpang dan/atau barang yang di angkut iru dapat membahaykan keamanan dan keselamatan angkutan. Kewenangan ini digunakan dengan pertimbangan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan kepatutan antara lain : 1. Penumpang yang melakukan keributan atau pencurian dalan kendaraan, sehingga mengganggu atau merugikan penumpang lain, walaupun sudah diperingatkan secara patut 2. Barang yang diangkut ternyata barang yang berbahaya bagi keselamatan angkutan, seperti mercon, bahann mudah terbakar 3. Barang yang dapat mengganggu penumpang karena berbau busuk Apabila pengangkut (pengusaha angkutan umum) lalai dalam melaksanakkan tugasnya selama proses angkutan berlangsung, maka sesuai dengan ketentuan pasal 45 UU LLAJ 31

17 pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang di derita oleh penumpang, pengirim barang atau npihak ketiga. Tanggung jawab terhadap pemilik barang dimulai sejak barang diterima dari pengirim samapi barang diserahkan kepada penerima ditempat tujuan yang telah disepakati. Namun, pengusaha angkutan umum tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul apabila dia dapat membuktikan bahwa kerugian itu desebabkan oleh : 1. Peristiwa yang tidak dapat diduga lebih dahulu (force majeur, pasal 1244KUHPerdata) 2. Cacat sendiri pada penumpang atau barang yang diangkut 3. Kesalahan/kelalaian pengirim atau ekspeditur (pasal 91 KUHD) Setelah kendaraan bermotor tiba di terminal tujuan atau ditempat yang disepakati seperti tertera pada dokumen angkutan, penumpang turun dari kendaraan bermotor. Apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan penumpang menderita luka atau meninggal dunia, maka PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja akan membayar santunan berdasarkan bukti kecelakaan dan tiket penumpang. Apabila timbul kerugian akibat kesalahan/kelalaian pengangkut dalam penyelenggaran angkutan darat, pengangkut menyelesaikan pembayaran ganti kerugian. Angkutan penumpang dengan bus, kadang-kadang jadwal angkutan yang ditetapkan tidak ditepati. Bus menunggu penumpang sampai penuh barulah di berangkatkan. Hal ini dapat menbosankan penumpang yang menunggu sejak awal karena mematuhi jadwal keberangkatan. Pemuatan penumpang yang melebihi kapasitas maksimum kendaraan bermotor merupakan kebiasaan yang sulit dicegah, yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi penumpang, dan ini merupakan pelanggaran ketentuan undang-undang yang dapat mengakibatkan kecelakaan. 32

18 Pengemudi yang tidak disiplin dan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan merupakan alasan utama yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Ketidakpatuhan pengemudi merupakan bukti bahwa sumber daya manusia masih berdisiplin rendah. Sudah jelas pengemudi melanggar ketentuan undang-undang namun pengusaha yang mempekerjakannya tidak mau peduli, ditambah lagi penegakan hukum yang tidak tegas dan tidak konsisten. Ini merupakan bukti lagi bahwa penegakan hukum lalu lintas angkutan jalan sangat lemah. Pada angkutan darat telah ditetapkan tarif biaya angkutan yang berlaku. Tetapi ketentuan tersebut sering tidak dipatuhi, dalam praktiknya terjadi penarikan biaya angkutan yang melebihi tarif resmi, baik dilakukan pihak pengangkut ataupun oleh calo yang mewakili pengangkut (pengemudi). Hal ini sering terjadi ketika jumlah penumpang banyak. Angkutan sudah melebihi batas kapasitas maksimum ditambah lagi biaya angkutan melebihi tarif resmi dan ancaman bahaya kecelakaan. Jika disiplin dan hukum itu ditegakkan, kecil sekali kemungkinan terjadi musibah yang merugikan semua pihak. D. Pengertian Pertanggungjawaban dan Pertanggungjawaban Perusahaan Angkutan Terhadap Korban Kecelakaan Ditinjau Dari Hukum Perdata Pertanggung jawaban adalah suatu sikap atau tindakan untuk menanggung segala akibat dengan perbuatan atau segala resiko ataupun kosekuensinya. Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, 33

19 kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik. Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu: a) Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi. b) Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung. Pertanggungjawaban perusahaan angkutan terhadap korban kecelakaan di tinjau dari hukum perdata. Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut: 1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan 34

20 2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian) 3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian. Maka model tanggungjawab hukum adalah sebagai berikut 1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata. 2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam pasal 1366 KUHPerdata. 3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam pasal 1367 KUHPerdata. Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad) sebelum tahun 1919 oleh Hoge Raad diartikan secara sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang. Menurut arti secara sempit sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut ganti kerugian karena suatu perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang tidak bertentangan dengan undang-undang sekalipun perbuatan tersebut adalah bertentangan dengan hal-hal yang diwajibkan oleh moral atau hal-hal yang diwajibkan dalam pergaulan masyarakat. Pengertian perbuatan melawan hukum menjadi lebih luas dengan adanya keputusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919 dalam perkara Lindebaum lawan Cohen. Hoge Raad telah memberikan pertimbangan antara lain sebagai berikut : Bahwa dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban 35

21 hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan baik, pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain,berkewajiban membayar ganti kerugian. Dengan meninjau perumusan luas dari onrechmatige daad, maka yang termasuk perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan : 1. Bertentangan dengan hak orang lain, atau 2. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau 3. Bertentangan dengan kesusilaan baik, atau 4. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda. 18 Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja dan tidak disengaja atau karena lalai. Hal tersebut diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata, sebagai berikut : Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hatihatinya. Dengan demikian dalam kebanyakan hal badan hukum sendiri telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pertanggungjawabannya secara langsung adalah berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata dan bukan berdasarkan pasal 1367 KUHPerdata. Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan, dikenal adanya prinsip-prinsip tanggung jawab di bidang angkutan. Prinsip-prinsip tanggung jawab ini berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa. Beberapa prinsip tanggung jawab tersebut adalah : Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum 1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan 18 http//:perbuatan melawan hukum. com 36

22 Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu: a. Melanggar hak orang lain b. Bertentangan dengan kewajiban hukum yang berbuat c. Bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat tentang diri/barang orang lain atau d. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik. Tafsiran ini sangat luas, sehingga dalam bidang angkutan pelanggaran peraturan lalu lintas oleh pengangkut atau oleh pegawainya juga termasuk dalam perbuatan melawan hukum, namun selama perbuatan itu tidak langsung mengenai kewajibannya terhadap pengguna jasa angkutan, merupakan tanggung jawab sendiri dari pengangkut, tetapi perbuatan tersebut harus diperhitungkan apabila karena perbuatan tersebut pihak pengguna jasa angkutan mengalami kerugian dan akan mempunyai akibat terhadap masalah tanggung jawab pengangkut terhadap pengguna jasa angkutan. Akibat terpenting yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata adalah tanggung jawab piak yang melakukan perbuatan melawan hukum, berupa kewajibannya membayar ganti kerugian. Dapat dikemukakan bahwa tanggung jawab menurut pasal tersebut adalah tanggung 37

23 jawab berdasarkan atas kesalahan yang harus dibuktikan oleh pihak yang menuntut ganti kerugian. Selain itu menurut pasal 1366 KUHPerdata, tanggung jawab seseorang bisa juga diakibatkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya. Pada prinsip ini jelas bahwa beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, artinya pihak yang dirugikan yang harus membuktikan bahwa kerugiaannya diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1865 KUHPerdata : Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atu guna meneguhkan haknya sendiri atau membantah sesuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Dalam praktek, prinsip tanggung jawab dalam KUHPerdata ini tidak berperan dalam bidang angkutan, karena telah diatur dalam berbagai lex specialis. Sebuah catatan yang perlu dikemukakan adalah bahwa dilihat dari pihak yang terlibat, agaknya berat bagi seorang pengguna jasa angkutan, untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi pengguna jasa, apalagi pada moda angkutan dengan teknologi yang canggih seperti pesawat udara. 2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat (Pengangkut) selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata dianggap pada prinsip presumption of liability adalah penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian. 38

24 Dalam prinsip ini, beban pembuktiannya ada pada si tergugat. Dalam hal ini tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast). Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada pada pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat. Prinsip ini didasarkan pada perjanjian pengangkutan, akan tetapi pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya, apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa : 1) Kerugian yang disebabkan oleh malapetaka yang selayaknya tidak dapat di cegah atau dihindarinya atau berada diluar kekuasaannya 2) Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian 3) Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya 4) Kerugian di timbulkan oleh kelalaian atau kesalahan dari penumpang sendiri atau karena, cacat, sifat atau mutu barng yang diangkut. 19 Dasar-dasar dari prinsip praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab, mulamula harus dikemukakan bahwa praduga pengangkut selalu bertanggung jawab tidak sama dengan praduga bahwa pengangkut bersalah, karena unsur kesalahan inilah yang tidak menentukan dalam hal ada atau tidaknya tanggung jawab pengangkut. Menurut prinsip Praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab, pengangkut bertanggung jawab dengan tidak mempersoalkan, apakah pengangkut bersalah atau tidak,dengan kata lain,unsur kesalahan tidak menentukan ada atau tidaknya tanggung jawab pengangkut. Maka dasar dari prinsip ini sudah pasti bukanlah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan pengangkut. 19 http//:prinsip-prinsip hukum pengangkutan.com 39

25 Tanggung jawab pengangkut bukan atas perbuatan melawan hukum (delictual liability), kemungkinan yang lain hanyalah bahwa tanggung jawab pengangkut berdasarkan suatu kontrak atau perjanjian (contractual liability), yaitu tanggung jawab pengangkut yang mengadakan perjanjian dengan pengguna jaasa, bila perjanjian tersebut tidak dipenuhi, kurang dipenuhi atau terlambat dipenuhi. Adapun alasan-alasan untuk mempergunakan prinsip praduga bahwa pengangkut selalu dianggap bertanggung jawab dan beban pembuktian diletakkan pada pengangkut didasarkan pada teori-teori : a) Pengangkut dalam menjalankan usahanya dapat menimbulkan bahaya terhadap pihak lain b) Pengangkut harus memikul resiko untuk usaha-usaha yang dijalankannya c) Pengangkut mendapat keuntungan dari usahanya d) Dipergunakan alat angkut, sehingga segala kerugian yang disebabkan oleh alat angkut harus ditanggung oleh pengangkut. 20 Dengan demikian dalam prinsip ini,adanya tanggung jawab, tidak tergantung pada adanya kesalahan dari pengangkut, karena apabila ada kesalahan dari pengangkut, maka prinsip Praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab tidak berlaku lagi dan unsur kesalahan ini harus dibuktikan oleh pihak yang dirugikan, dengan kata lain tanggung jawab pengangkut tidak merupakan praduga (presumed) lagi. Hal ini tentunya dapat merubah tanggung jawab pengangkut berdasarkan kontrak atau perjanjian menjadi tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan atau perbuatan melawan hukum. Antara prinsip based on fault dengan prinsip praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab tersebut mempunyai perbedaan yang sangat mendasar,yaitu prinsip based on fault tidak didasarkan pada adanya suatu kontrak atau perjanjian dan beban pembuktiannya ada pada pihak yang dirugikan dalam hal ini adalah pihak 20 Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2009, hlm 45 40

26 pengguna jasa angkutan, sedangkan prinsip praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab selalu didasarkan pada adanya suatu kontrak atau perjanjian dan beban pembuktiannya terletak pada pengangkut. 3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua, prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin atau bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada konsumen. Prinsip presumption of non liability mempunyai persamaan dengan prinsip based on fault, yaitu pihak yang harus membuktikannya adalah pihak penumpang atau pihak ketiga,sebagai pihak yang dirugikan, tetapi juga mempunyai perbedaan, yaitu pada prinsip based on fault tidak didasarkan pada perjanjian,sedangkan pada presumption of non liability, didasarkan pada perjanjian. sebagai berikut : Prinsip bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab pada dasarnya dapat digambarkan a. Dapat diterapkan dalam keadaan netral atau normal atau tidak terdapat hal-hal yang istimewa, sehingga dalam hal yang demikian tidak ada persoalan beban pembuktian 41

27 b. Pengangkut tidak bertanggung jawab dalam hal-hal yang sama seperti pada pengangkutan penumpang dan barang, yaitu apabila pengangkut dapat membuktikan : 1. Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kerugian 2. Ia tidak mungkin mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kerugian 3. Adanya kesalahan penumpang sendiri atau penumpang lain. a. Pengangkut bertanggung jawab jika penumpang dapat membuktikan adanya perbuatan sengaja atau kesalahan berat dari pengangkut b. Pengangkut bertanggung jawab jika penumpang dapat membuktikan apabila penumpang telah mengambil semua tindakan yang perlu, tetapi ada kelalaian dari pengangkut. 4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualianpengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. 42

28 Menurut E. Suherman, strict liability disamakan dengan absolute liability, dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak. 5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film, misalnya ditentukan, bila film yang ingin dicuci atau dicetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas), maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. 21 Dalam ketentuan pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perlindungan Konsumen ditentukan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Dalam kaitan dengan pelaksanaan jabatan notaris maka diperlukan tanggung jawab profesional berhubungan dengan jasa yang diberikan. Menurut Komar Kantaatmaja sebagaimana dikutip oleh Shidarta menyatakan tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab profesional ini dapat timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum. 21 Siti Nurbaiti, Hukum Pengankutan Darat, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2009, hlm

29 Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya, merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya. Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran intelektualnya. Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatnya. Untuk memberikan pelayanannya, profesional itu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri, artinya dia bekerja karena integritas moral, intelektual dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan, seorang profesional selalu mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada masyarakat, artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa membedakan antara pelayanan bayaran dan pelayanan cuma-cuma serta menghasilkan layanan yang bermutu, yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata-mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian kepada sesama manusia. Bertanggung jawab juga berani menanggung segala resiko yang timbul akibat dari pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan dampak yang membahayakan atau mungkin merugikan diri sendiri, orang lain dan berdosa kepada Tuhan. 44

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT A. Perjanjian Pengangkutan Dalam Penyelenggaraan pengangkutan sangat diperlukan adanya suatu Perjanjian, dimana perjanjian merupakansumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Tanggung Jawab Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, saat ini hampir setiap orang dalam satu ruang lingkup keluarga memiliki

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan Beberapa ahli, memberikan pengertian mengenai pengangkutan di antaranya: a. Menurut

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG GUGAT NOTARIS TERHADAP LAPORAN AUDIT YANG DIBUATNYA

BAB III TANGGUNG GUGAT NOTARIS TERHADAP LAPORAN AUDIT YANG DIBUATNYA BAB III TANGGUNG GUGAT NOTARIS TERHADAP LAPORAN AUDIT YANG DIBUATNYA 1. Teori Tanggung Gugat Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat transportasi terdiri dari berbagai macam yaitu alat transportasi darat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG 1.1 Hukum Pengangkutan 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Dalam dunia perniagaan masalah pengangkutan memegang peranan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi

BAB I P E N D A H U L U A N. merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah Allah kepada manusia, sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional Dengan kemajuan teknik pada masa kini, kecelakaan-kecelakaan pesawat udara relatif jarang terjadi.

Lebih terperinci

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA Pengangkutan Transportasi yang semakin maju dan lancarnya pengangkutan, sudah pasti akan menunjang pelaksanaan pembangunan yaitu berupa penyebaran kebutuhan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT A. Pengirim Barang dan Hubungannya dengan Pengguna Jasa. Pengangkutan merupakan salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Syarat-syarat dan Prosedur Pengiriman Barang di Aditama Surya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Syarat-syarat dan Prosedur Pengiriman Barang di Aditama Surya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Syarat-syarat dan Prosedur Pengiriman Barang di Aditama Surya Express 1. Syarat Sahnya Perjanjian Pengiriman Barang di Aditama Surya Express Perjanjian dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Umum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT 2.1 Pengangkutan Laut 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Laut Pengangkutan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Dasar Hukum Pengangkutan Pengangkutan kereta api pada dasarnya merupakan perjanjian sehingga berlaku Pasal 1235, 1338 KUH Perdata di mana PT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN. tanggung jawab dapat dikelompokkan menjadi tiga dalam arti accountability,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN. tanggung jawab dapat dikelompokkan menjadi tiga dalam arti accountability, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN 2.1. Tanggung Jawab 2.1.1. Pengertian tanggung jawab Pengertian tanggung jawab sangat luas, menurut Peter Salim, pengertian tanggung

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM PENGANGKUTAN DARAT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM PENGANGKUTAN DARAT PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM PENGANGKUTAN DARAT A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori digilib.uns.ac.id 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab Hukum a. Pengertian Tanggung Jawab Hukum Menurut Kamus Bahasa Indonesia tanggung jawab adalah keadaan wajib

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil.

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil. BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas yaitu berkaitan dengan dasar hukum dan pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengaturan Perlindungan Konsumen di Indonesia Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM 2.1 Pengangkut 2.1.1 Pengertian pengangkut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkut adalah (1) orang yang mengangkut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUSAKAN DAN KEHILANGAN BARANG. A. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Kerusakan Dan Kehilangan

BAB III PRAKTEK TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUSAKAN DAN KEHILANGAN BARANG. A. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Kerusakan Dan Kehilangan BAB III PRAKTEK TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUSAKAN DAN KEHILANGAN BARANG A. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Kerusakan Dan Kehilangan Barang Yang Menggunakan Multimoda Transport Dalam hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perjanjian

TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perjanjian 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Secara Umum 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar pembangunan nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga pembangunan seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA Suprapti 1) 1) Program Studi Manajemen Transportasi Udara, STTKD Yogyakarta SUPRAPTI071962@yahoo.co.id Abstrak Pada era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM TANGGUNG JAWAB PO. CV. SUMBER REZEKI TERHADAP PENGIRIM DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG DI KOTA JAMBI SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arti Transportasi Menurut Warpani (1990), transportasi atau perangkutan adalah kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan

Lebih terperinci

Pasal 48 yang berbunyi :

Pasal 48 yang berbunyi : 41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api; PP 81/1998, LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 81 TAHUN 1998 (81/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pengangkutan dalam dunia perdagangan, merupakan sarana yang penting dimana dengan adanya angkutan akan memudahkan pendistribusian barang/jasa dari produsen ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kegiatan pendukung bagi aktivitas masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar maupun kecil, yang terhubung oleh selat dan laut. Pada saat

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting dalam kehidupan masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa maupun Kota baik sebagai rumah tangga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau pengangkutan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari aktifitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk

Lebih terperinci

Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14 TAHUN 1992 (14/1992) Tanggal : 12 MEI 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/49; TLN NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia untuk melakukan sesuatu dengan cara cepat dan mudah. Salah satu hal yang ingin dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan ketepatan, maka jasa angkutan udara sangatlah tepat karena ia merupakan salah satu transportasi

Lebih terperinci

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta Prosiding Seminar Nasional ISBN: 978-602-361-036-5 PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci