BAB I PENDAHULUAN. pada kasus-kasus pidana masih ditemukan praktek-praktek kekerasan
|
|
- Ade Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menyikapi kejadian-kejadian yang saat ini masih terjadi dimana pada kasus-kasus pidana masih ditemukan praktek-praktek kekerasan dalam hal menangani tersangka yang dilakukan oleh oknum penyidik untuk dapat mengungkap kasus pidana yang dilakukan oleh tersangka itu sendiri, padahal dengan jelas-jelas tata cara penyidikan yang benar sudah diatur dalam KUHAP. Namun ironisnya pemetaan pelanggaran (penistaan) Hak Asasi Manusia berupa bentuk-bentuk penyiksaan terhadap tersangka atau mereka yang terlibat dalam proses peradilan pidana, misalnya merupakan pelanggaran etika dalam proses pemeriksaan, seperti penyiksaan, interogasi dengan penyiksaan, manipulasi bukti meningkat 1, khususnya penyelesaian kekerasan yang dicemarkan 1 Peningkatan pelanggaran hak asasi manusia yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun ini dapat diikuti dari berbagai publikasi antara lain : Ke arah Ratiflkasi Konvensi Anti Kekerasan, Kajian Kasus-kasus Penyiksaan Belum Terselesaikan, ELSAM, Jakarta, 1995, hal ; T. Mulya Lubis, trend Pelanggaran HAM, 1996; Siapa yang paling banyak melanggar HAM, Jawa Pos, 31 Desember 1996, kompas, 20 Oktober 1997: yang juga telah memberitakan pelanggaran HAM berdasarkan pengadfuan yang masuk ke Komnas HAM, Mulya W. Kusuma, Refleksi Akhir tahun 1997 Bidang Politik, hukum dan Kebudayaan : Jalan Mewujudkan HAM belum Lapang, Jawa Pos 31 Desember
2 2 dalam interogasi pada tahap pemeriksaan pendahuluan 2 kepada tersangka dan terdakwa. Menyikapi terjadinya realitas diatas dengan mengacu pada pengalaman selama 25 tahun berlakunya KUHAP, diakui masih banyak masalah-masalah teknis yuridis dan prakteknya yang masih memerlukan pembenahan. Untuk itu dengan telah pula diratifikasinya Konvensi Anti Penyiksaan, keinginan untuk mengadakan riview dan perubahan terhadap KUHAP merupakan suatu kebutuhan yang mutlak dilakukan, sebagai konsekuensi akan komitmen kita yang mengklaim diri sebagai negara hukum. Nilai-nilai global dalam Konvensi Internasional dan Pembaharuan KUHAP : 1. Harmonisasi Nilai-nilai Global dalam Konvensi Internasional dan Hukum Nasional. Derasnya arus globalisasi yang melanda dunia saat ini, perlahan tapi pasti telah menimbulkan perubahan di berbagai aspek dan dimensi kehidupan manusia. Dampak dari adanya kemudahan dalam penyebaran informasi dan kesempatan berkomunikasi serta berkembangnya sarana transportasi, memberi peluang bagi setiap manusia mengembangkan cakupan relasi 2 Pemeriksaan pendahuluan merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik termasuk di dalamnya penyidikan tambahan atas dasar petunjuk-petunjuk dari penuntut umum dalam rangka penyempumaan hasil penyidikan. Dengan perkataan lain pemeriksaan pendahuluan adalah proses pemeriksaan perkara pada tahap penyidikan. Lihat pasal 109 ayat 1 KUHAP dan keputusan Menteri Kehakiman tanggal 10 Desember 1983 Nomor M-14/PW/07.03 tahun 1983.
3 3 sosialnya, dengan lingkup yang hampir tanpa mengenal batas wilayah negara 3. Berkembangnya peluang untuk berinteraksi secara leluasa tersebut akan mendorong terjadinya perubahan dalam tata kehidupan masyarakat di berbagai negara sebab dampak kesemuanya tadi, pada dasarnya dapat memberikan peluang bagi berlangsungnya proses transformasi kultural yang bersifat lintas negara bahkan lintas benua. Ciri-ciri yang ada kini, yang membedakan sifat, ideologi ataupun pandangan hidup sebuah bangsa mungkin hanya akan tinggal bentuk luarnya saja Isinya mungkin sama, semua tingga "label", bahkan telah ditinggalkan sebagian besar penganutnya. Fenomena globalisasi ini telah melanda Indonesia yang menuntut nilai-nilai dan norma-norma baru dalam kehidupan skala nasional maupun internasional 4 dan mengimbas pula pada kehidupan atau pembentukan hukum modern Indonesia. Dalam konteks ini pembangunan hukum Indonesia akan diwarnai oleh energi yang tidak hanya berupa nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental yang bersifat domestik, tetapi juga nilai-nilai yang 3 Globalisasi mengandung arti tidak ada satupun negara yang terasing. Semua negara dimanapun letaknya di belahan dunia ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan sehingga masyarakat dunia saat ini meliputi seluruh jagad raya. M. Yahya Harahap dalam " ulasan hukum" yang dimuat dalam majalah "Varia Peradilan", tahun VIII No 92. Mei 1993 mengutip pendapat hoshua Meyrowitz yang mengatakan " Many of the thing that define sovereignty are fadfing", maksunya segala sesuatu pengertian dan pernyataan yang menyangkut paham kedaulatan telah menjadi layu. Tidak ada lagi pengertian kedaulatan yang absolute. Dan dalam suasana kehidupan masyarakat bangsa-bangsa sekarang arus nilai-nalai globalisasi telah berada dalam kehidupan yang "saling terkait" atau " interlinked". 4 Muladi, menjamin kepastian, ketertiban, Penegakan dan Perlindungan Hukum dalam Era Globalisasi, Makalah tanpa tahun, hal 4.
4 4 bersumber dari kecenderungan internasional yang diakui bangsabangsa beradab (the international trends of civilized nations) yang seringkali mengandung nilai praktis dalam rangka pendekatan pragmatis. 5 Kecenderungan tersebut tersirat dan tersurat dalam berbagai instrumen internasional seperti : konvensi, deklarasi, resolusi, "guidelines code of conduct, standard minimum rules". Adaptasi terhadap kecenderungan global tersebut dilakukan dengan melalui retifikasi konvensi internasional dengan Undangundang maupun dengan keputusan Presiden. Menurut Muladi, hal ini tidak bertentangan dengan tujuan nasional, karena ikut menciptakan ketertiban dunia, merupakan salah satu pilar tujuan nasional. Disamping itu pula, secara doktriner diajarkan bahwa traktat internasional merupakan salah satu unsur hukum yang diakui, selain Undang-undang, yurisprudensi, doktrin dan hukum kebiasaan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa asas-asas hukum internasional merupakan bagian dari hukum nasional (the principles of international law as a part of the law the land) 6. Namun demikian sudah barang tentu diperlukan langkah-langkah harmonisasi hukum atas dasar relativisme kultural, yang selalu memperhitungkan pengalaman sejarah bangsa, perkembangan realitasrealitas ekonomi, sosial, politik dan budaya serta sistem nilai yang 5 Muladi beberapa pemikiran tentang Pembangunan Nasional Budang hukum Pada Pelita VII Makalah tanpa tahun. 6 Muladi, Menjamin Kepastian, Ketertiban, Penegakan dan Perlindungan Hukum dalam Era Globalisasi, Makalah tanpa tahun Op.Cit.
5 5 belaku. Dalam rangka harmonisasi ini langkah-langkah yang bersifat antisipatif dan proaktif harus dilakukan secara sistemik. Untuk itu diperlukan semacam Tim Pemantau Konvensi Internasional yang bersifat integral, yang mengikutsertakan pula disamping departemen terkait juga lembaga-lembaga non pemerintah yang terkait / relevan. Hal ini disebabkan karena seringkali kebijakan-kebijakan yang telah diputuskan oleh organisasi-organisasi internasional di bawah PBB dijadikan dasar untuk memantau sampai seberapa jauh negaranegara mentaati instrumen-instrumen internasional tersebut. Sebagai contoh untuk mengevaluasi pelaksanaan instrumen internasional Komisi Hak Asasi manusia (Commission of Human Rights) menugaskan " special rapporter'. Indonesia pernah dievaluasi oleh pelapor khusus ini, sepanjang menyangkut Hukum Acara Pidana dengan tuduhan adanya perlakuan yang tidak manusiawi (torture) dalam penyelenggaraan sistem peradilan pidana 7. Dengan demikian beradaptasi dengan berbagai kecenderungan internasional (global trends) mau tidak mau harus diikuti, tetapi tanpa harus mengorbankan jati diri sebagai bangsa, singkatnya bagaimana melakukan harmonisasi hukum antara instrumen internasional dengan hukum nasional, tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental khas bangsa Indonesia 7 Muladi, Sistem Peradilan Pidana Indonesia dan Relevansinya dengan instrumen-instrumen Internasional, Makalah disampaikan pada Penatara Hukum Acara Pidana UNPAR, Mi 1985,haI.16.
6 6 2. Rekomendasi Konvensi Anti Penyiksaan dan Urgensi Pembaruan KUHAP di Indonesia. Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan oleh Pemerintah Indonseia menjadi UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Penghukuman Yang Kejam merupakan langkah adaptasi terhadap kecenderungan global (global trends) yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Berdasarkan kaidah kebiasaan internasional yang kemudian dirumuskan dalam "Konvensi Wina 1969", ratifikasi adalah tahapan ke-3 yang harus dilalui oleh suatu persetujuan internasional, seperti halnya "Konvensi Menentang Penyiksaan dan penghukuman Yang Kejam" agar dapat mempunyai kekuatan mengikat. Dua tahapan sebelumnya adalah penandatanganan naskah persetujuan dan persetujuan oleh lembaga sesuai dengan konstitusional masingmasing. Dilampauinya ketiga tahapan tersebut memiliki akibat hukum eksternal maupun internal bagi negara yang melakukannya 8 Akibat hukum eksternal dimaksudkan negara yang bersangkutan telah menerima segala kewajiban yang dibebankan oleh persetujuan internasional tersebut. Sedangkan akibat hukum internal adalah kewajiban bagi negara yang bersangkutan untuk merubah hukum nasionalnya sesuai dengan persetujuan internasional dimaksud Agus Brotosusilo, Dampak Yuridis Pertimbangan Ekonomis dan Cakrawala Sosiologis, Ratifikasi " Aggreement Establishing The World Trade Organization" oleh Indonesia, hukum dan Pembangunan Nomor 2 tahun XXVI, April Ibid
7 7 Akibat hukum internal ini tidak terbatas pada usaha untuk merubah hukum nasionalnya agar sesuai dengan ketentuan persetujuan internasional dimaksud, namun juga harus disertai jaminan bahwa hukum nasional tersebut akan diterapkan secara konsisten dan atau hukum nasional tersebut harus berlaku efektif. Dengan demikian peratifikasian Konvensi Anti Penyiksaan oleh Indonesia melalui Undang-undang, maka secara yuridis formal nasional yang mengikat negara dan masyarakat. Namun demikian ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Anti Penyiksaan tersebut tidak dapat dioperasionalisasikan secara langsung untuk menanggulangi kasus-kasus penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan oleh aparatur negara terhadap masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena Konvensi hanya mengatur prinsipprinsip (aturan-aturan) pokok untuk melindungi rakyat dari tindakantindakan penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan aparatur negara, baik sipil maupun militer. Aturan-aturan pokok tidak mengatur perbuatan yang dilarang (tindak pidana) yang disertai dengan sanksi pidana tertentu. Disamping itu aturan-aturan pokok hanya berisi kaidah-kaidah yang mengharuskan adanya penjabaran aturan itu dalam peraturan perundang-undangan. Dalam bahasa Konvensi Anti Penyiksaan, prinsip-prinsip pokok itu direkomendasikan agar diatur dalam hukum nasional.
8 8 Di dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Turture and Other Cruel, inhuman of Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia) terdapat empat rekomendasi pokok yang perlu diadopsi oleh hukum domestik sebagai berikut 10 : Pertama, penyiksaan menurut ketentuan Konvensi bukan hanya terbatas pada penyiksaan fisik, tetapi juga meliputi penyiksaan mental, tindakan intimidasi dan pemaksaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan atau atas dorongan atau ijin pejabat pemerintah. Kedua, negara wajib mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum dan langkah efektif lainnya guna mencegah tindak pidana penyiksaan. Setiap pernyataan yang dibuat di bawah penganiayaan tidak dapat diajukan sebagai alat bukti dalam proses apapun. Perintah dari atasan atau penguasa (public authority) juga tidak dapat digunakan sebagai pembenaran atas suatu penyiksaan. Ketiga, reformasi terhadap pengaturan penyiksaan yang menurut rekomendasi Konvensi harus dijadikan tindak pidana. Agar negara perserta meninjau kembali sistem pemeriksaan pendahuluan meliputi 10 Lihat penjelasan atas UU No. 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, inhuman of Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia). Bab IV poin 2.
9 9 aturan-aturan interogasi, instruksi, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemenjaraan dan perlakuan terhadap orang-orang yang ditangkap, ditahan dan dipenjarakan. Disamping itu negara pihak yang memasukkan tindak pidana penyiksaan sebagai tindak pidana yang dapat diekstradisikan. Keempat, agar negara peserta memberikan ganti kerugian terhadap korban tindakan penyiksaan dan mempunyai hak untuk mendapat kompensasi yang adil dan layak termasuk sarana untuk mendapatkan rehabilitasi. Menyikapi keempat rekomendasi pokok danlam Konvensi Anti Penyiksaan tersebut di atas, dan agar Konvensi Anti Penyiksaan dan dioperasionalisasikan dalam menanggulangi praktek-praktek penyiksaan, kekerasan dan kekejaman lainnya, maka ketentuanketentuan yang terdapat dalam Konvensi tersebut harus dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan atau digunakan untuk mereformasi perundang-undangan yang mengatur masalah tersebut. Untuk itu dengan melihat banyaknya permasalahan dalam penerapan KUHAP pada prakteknya, khususnya yang dicemarkan pada tahap pemeriksaan pendahuluan, tiada jalan lain kecuali mengadakan review dan perubahan terhadap KUHAP.
10 10 Karena itu dengan mengingat hal-hal sebagaimana dikemukakan di atas tadi dapatlah Penulis memilih judul "PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN PENYIDIK TERHADAP TERJADINYA KEKERASAN DALAM PENYIDIKAN" B. Identifikasi Masalah Dari Latar Belakang Masalah yang telah penulis uraikan di atas, beberapa masalah pokok yang akan dituangkan oleh Penulis antara lain : 1. Bagaimanakah pengaruh tingkat pendidikan seorang penyidik terhadap terjadinya kekerasan dalam penyidikan? 2. Bagaimanakah upaya untuk meminimalisir terjadinya kekerasan dalam penyidikan? C. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini dilaksanakan adalah dalam upaya untuk memperoleh data dan informasi yang ada kaitannya dengan pokokpokok permasalahan yang peneliti lakukan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Seperti yang penulis telah ungkapkan di atas bahwa perbuatan penyiksaan dan tindak kekerasan dalam proses penyidikan tindak pidana masih banyak dilakukan oleh aparatur negara baik sipil maupun militer, hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Sehubungan dengan hal tersebut Penulis mencoba meneliti
11 11 bagaimanakah penerapan HAM dalam proses penyidikan kejahatan yang ditangani oleh Polres Cirebon Kota yang nantinya akan dianalisa dan sejauhmana perbuatan tindak kekerasan bagi mereka yang melakukannya. Dari data yang diperoleh diharapkan pula dapat mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi terutama yang berhubungan dengan tindak kekerasan dalam proses penyidikan yang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan peneliti dalam rangka menyusun proposal sebagai berikut : 1. Secara teoritis a. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam hukum Kepolisian. b. Untuk memberikan masukan dan dapat melengkapi serta memperoleh ilmu baru yang didapat selama mengikuti perkuliahan. c. Untuk memberikan sumbangan pikiran dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam bidang Kepolisian, sehingga akan dapat melengkapi perbendaharaan kepustakaan. 2. Secara praktis Penelitian ini akan dijadikan acuan dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik agar tidak melanggar HAM.
12 12 E. Kerangka Pemikiran Polisi pada hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum yang hidup, karena ditangan Polisi hukum mengalami perwujudannya, setidaktidaknya di bidang hukum pidana. Sebagai salah sate komponen sistem peradilan pidana, Polisi banyak berhubungan langsung dengan masyarakat dalam tugasnya sebagai Law Enforcer maupun sebagai Crime Fighter. Secara umum orang melihat Polisi merupakan perwujudan dan monopoli negara untuk melakukan kekerasan, suatu hal yang dapat dilihat dengan mudah dari sosok penampilan polisi dengan seragam dan perlengkapannya. Apalagi dalam melaksanakan tugas penyidikan, kekerasan dianggap sebagai metode yang efektif dalam menyidik apalagi kalau hal tersebut didukung oleh tuntutan untuk menyelesaikan perkara tepat waktu, kurangnya biaya dan prasarana penyidikan, kekerasan dipakai sebagai mekanisme jalan pintas. Kecenderungan untuk lebih mengejar pengakuan bersalah dari pada kebenaran yang hakiki menyebabkan polisi berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkannya. KUHAP tidak meletakkan kewajiban yang tegas tentang pemberitahuan hak-hak tersangka ketika mereka ditangkap, ditahan; dalam hal ini Miranda Rules merupakan pelajaran bagi aparat penegak hukum karena kelalaiannya mengucapkan hak tersangka membawa konsekuensi pembebasan ditingkat Mahkamah Agung Amerika Serikat. Di dunia Intemasional sendiri, keprihatinan akan maraknya kekerasan yang terjadi
13 13 khususnya dalam penegakan hukum, sudah dimulai sejak disahkannya Declaration of Human Right, tahun 1948 yang kemudian dilanjutkan dalam perjanjian Intemasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan Convention Agains Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment. F. Metodologi Penelitian Metode dalam penelitian ini berfungsi untuk menerangkan bagaimana data dikumpulkan, dan bagaimana data tersebut dianalisis serta bagaimana hasil analisis tersebut akan dituliskan. 1. Metode Pendekatan Metode merupakan suatu cara untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan yang menjadi obyek penelitian. Oleh karena itu diperlukan cara-cara pendekatan yang mampu menghasilkan suatu analisis yang dapat menjawab permasalahan yang ada. Bertolak dari dari obyek penelitian yang mencakup eksistensi hukum substantif, maka metode pendekatan yang ditempuh dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. 2. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini lebih menekankan pada data sekunder. Sedangkan sumber data primer hanya bersifat menunjang. Untuk data sekunder dan data primer yang dipergunakan adalah :
14 14 a. Data sekunder bahan hukum primair adalah peraturan perundang-undangan meliputi KUH Pidana, dokumen atau risalah peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian dan hasil karya ilmiah lainnya. b. Data Primer, data yang diperoleh dilapangan yang dalam hal ini ditemui di Polres Kota Cirebon. 3. Teknik Pengumpulan Data. Bertolak dari jenis dan sumber data diatas, maka teknik pengumpulan data yang ditempuh dalam penelitian ini adalah: a. Studi dokumen, yakni penelitian terhadap berbagai data sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian. Jelasnya studi terhadap sumber data yang berkaitan dengan aspek hukum alat bukti saksi di pemeriksaan. b. Wawancara, yakni untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung kepada yang diwawancarai, yang dilakukan terhadap para penyidik. 4. Teknik Penyajian dan Analisis Data a. Teknik Penyajian Data Teknik yang dipergunakan untuk menyajikan data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah teknik kualitatif. Teknik kualitatif di pergunakan untuk menyajikan data berupa informasi, pendapat, konsep, doktrin, dan analisis hukum yang ditemukan dalam penelitian ini.
15 15 b. Analisa Data Analisis data dilakukan secara kualitatif hal ini bertolak dari maksud penelitian yang tidak hanya untuk menggambarkan atau menjelaskan data, melainkan juga mengungkapkan realitas aspek hukum yang ideal dan diharapkan dalam menentukan alat bukti. Analisis data yang bersifat kualitatif ini normatif dan didukung dengan studi lapangan. Analisis dalam kegiatan penganalisaannya bertitik tolak dari analisis yuridis normatif ditempuh untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan, terutama norma hukum positif yang dapat menjadi landasan legalitas bagi penyidik dalam proses penyidikan. G. Lokasi Penelitian Penelitian skripsi ini dilakukan di Kantor Polres Cirebon Kota Jl. Veteran No. 5 Kota Cirebon H. Sistimatika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman dan penguraian permasalahannya, penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : Pada bab ini membahas alasan pemilihan judul dan identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
16 16 kerangka pemikiran, metodologi penelitian yang dipergunakan serta sistematika penulisan. BAB II : Bab ini membahas tinjauan tentang penyelidikan, tinjauan Tentang Kekerasan dalam Penyidikan. BAB III : Bab ketiga ini berisi tentang Pendidikan Penyidik Serta Proses Penyidikan Di Polres Kota Cirebon. BAB IV : Bab keempat ini membahas hasil dan pembahasan yang didalamnya membahas Sumber Daya Manusia Polisi Penyidik di Polres Cirebon Kota dan Faktor-faktor Penyebab Tindak Kekerasan dalam Penyidikan. BAB V : Bab lima ini merupakan bagian akhir yang akan berisi kesimpulan dari semua pembahasan bab-bab sebelumnya serta saran-saran.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh
Lebih terperinciBahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA
Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (JUVENILE JUSTICE SYSTEM)
Lebih terperinciSejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan
Lebih terperinciMAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia
PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan
Lebih terperinci"Itu Kejahatan": Perampasan kemerdekaan secara tidak sah
Siapapun dia, termasuk Hakim, Jaksa dan Polisi, tak sah merampas kemerdekaan tanpa dasar yang sah. Perampasan kemerdekaan, apakah itu penangkapan, penahanan, atau pemenjaraan wajib dengan perintah yang
Lebih terperinciPERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA
PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA Penulis: Dr. Nandang Sambas, S. H., M.H. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu
Lebih terperinciPENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum
Lebih terperinciKOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM
PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN TERHADAP KETERLAMBATAN PEMBERIAN PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN (EXTRACT VONNIS) OLEH PENGADILAN SERTA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH PENUNTUT UMUM Disampaikan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciHARMONISASI PENGATURAN PENAHANAN DALAM KUHAP DENGAN PRINSIP-PRINSIP HAM DALAM ADMINISTRASI PERADILAN SKRIPSI
HARMONISASI PENGATURAN PENAHANAN DALAM KUHAP DENGAN PRINSIP-PRINSIP HAM DALAM ADMINISTRASI PERADILAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciOleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1998 (5/1998) Tanggal: 28 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA)
UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciGUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
Lebih terperinciBAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP
BAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP 1. Pengawasan Terhadap Upaya Paksa Melalui Konsep Praperadilan
Lebih terperinciPENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007
Lebih terperinciTinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciHak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015
Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk mengintegritaskan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human
BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul Hak-hak individu lebih sering dilekatkan dengan kata Hak Asasi Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human Rights. Pada saat ini hak-hak asasi
Lebih terperinciMASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.
MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciPenyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis
Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Indriaswati Dyah Saptaningrum Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Konvensi Menentang penyiksaan
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menjamin semua
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciJAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta
JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan
Lebih terperinciSTANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. Oleh : Supriyanta. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
STANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Supriyanta Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta superprian@gmail.com ABSTRAK Secara internasional perlindungan
Lebih terperinciPEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap
PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
Lebih terperinciHAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM
HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM Oleh : ANI PURWANTI, SH.M.Hum. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 PENGERTIAN HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangkaian panjang dalam proses peradilan pidana di Indonesia berawal dari suatu proses yang dinamakan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciPresiden, DPR, dan BPK.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciMEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat, hakikat keadilan dan hukum dapat dialami baik oleh ahli hukum maupun
Lebih terperinciPokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan
1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang
Lebih terperinciPEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH
1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal
Lebih terperinciBAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
40 BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB III HAK ASASI MANUSIA DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra. Nurfaizah, M.Hum. Drs. Latri S,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses
Lebih terperinciKonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia
KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia Disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan persetujuan oleh Resolusi Majelis
Lebih terperinciINSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM
INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. Dalam kamus besar Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Aji Wibowo - Tinjauan Yuridis Terhadap Indeks Kemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh: AJI WIBOWO Dosen di Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981
BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (STUDI KASUS
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa
Lebih terperinciNOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG
PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI
Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Lebih terperinciUMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional
Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian analisa terhadap judul dan topik pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengesahan perjanjian internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) tidak berdasar kekuasaan belaka (machstaat), seperti yang dicantumkan dalam pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah
Lebih terperinci