ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA"

Transkripsi

1 Jurnal Computech & Bisnis, Vol. 10, No 2, Desember 2016, ISSN ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Ruhyana SDN Sabagi Kecamatan Sumedang, Kabupaten Sumedang Abstract This article is an analysis of the test results about mathematical problem solving 6th grade elementary school students. The analysis aimed to find out the kinds of difficulties, causes difficulties, and how the handling of student difficulties in solving mathematical problems. From the analysis, teachers are expected to be able to anticipate what factors can make obstacles for students to work on the problems of mathematical problem solving. Keywords: mathematical problem solving. Abstrak Artikel ini merupakan analisis terhadap hasil test soal pemecahan masalah matematika siswa kelas 6 sekolah dasar. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis kesulitan, faktor penyebab kesulitan, dan bagaimana penanganan terhadap kesulitan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Dari hasil analisis tersebut, diharapkan guru mampu mengantisipasi faktor apa saja yang dapat menjadikan hambatan bagi siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah matematika. Kata Kunci: pemecahan masalah matematika. 106

2 Ruhyana, 107 PENDAHULUAN Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak hanya diarahkan pada peningkatan kemampuan siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan kepada peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah (Problem Solving), baik masalah matematika maupun masalah lain yang secara kontekstual menggunakan matematika untuk memecahkannya (Lidinillah, 2008). Sejalan dengan pernyataan tersebut National Council of Teacher of Mathematics di Amerika pada tahun 1989 yang mengembangkan Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, dimana pemecahan masalah dan penalaran menjadi tujuan utama dalam program pembelajaran matematika di sekolah dasar. Tidak dipungkiri matematika menjadi salah satu mata pelajaran dengan tingkat kesulitan belajar paling banyak yang dialami siswa. Oleh karena itu diperlukan penelurusan lebih dalam terhadap apa saja hambatan belajar yang dialami siswa sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal matematika terutama soal pemcehan masalah, serta bagaimana cara meminimalisir berbagai hambatan belajar tersebut. Dalam laporan ini, penulis akan mencoba mengidentifikasi beberapa kesulitan yang dialami siswa dalam materi bilangan dan pecahan. Menurut Brousseau (1997) bahwa pada praktiknya, siswa secara alamiah mengalami situasi yang disebut hambatan belajar atau yang dikenal dengan learning obstacle. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu hambatan ontogeni (kesiapan mental belajar), hambatan didaktis (pengajaran guru atau bahan ajar), dan epistimologis (pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas). Beberapa kesalahan umum yang dilakukan oleh siswa yang berkesulitan dalam belajar matematika menurut Lerner dalam Sugiharto (2003) adalah kekurangan pemahaman tentang : simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru dan tulisan yang tidak terbaca. Sedangkan kesalahan siswa dalam mengerjakan matematika merupakan kesalahan dasar, kesalahan dalam pemahaman soal, kesalahan dalam pengambilan keputusan dan kesalahan dalam hal perhitungan. Untuk mengetahui kesulitan siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah matemtika, sebelumnya penulis melakukan tes diagnosis kepada 30 siswa di salah satu SD di kota Bandung. Dari hasil test tersebut selanjutnya akan dilakukan analisis secara mendalam terhadap kesulitan-kesulitan apa saja yang ditemui siswa dalam mengerjakan soal tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian adalah:

3 Ruhyana, Untuk mengetahui jenis-jenis kesulitan yang dialami siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah dengan topik bilangan dan pecahan di kelas Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebakan siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal pemecahan masalah dengan topik bilangan dan pecahan di kelas Untuk mengetahui bagaimana penanganan yang tepat terhadap kesulitan siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah dengan topik bilangan dan pecahan di kelas. KAJIAN PUSTAKA Masalah dan Pemecahan Masalah Matematika Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaiknnya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut dapat mengetahui cara penyelesainnya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Sesuatu dianggap masalah bergantung kepada orang yang menghadapi masalah tersebut disamping secara impilisit suatu soal bisa memiliki karakteristik sebagai masalah. Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran penomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah tersebut kemudian disebut masalah matematika karena mengandung konsep matematika. Terdapat beberapa jenis masalah matematika, walaupun sebenarnya tumpang tindih, tapi perlu dipahami oleh guru matematika ketika akan menyajikan jenis soal matematika. Menurut Hudoyo & Sutawijaya (1997:191), masalah matematika dapat berupa (1) masalah transalasi, (2) masalah aplikasi, (3) masalah proses, dan (4) masalah teka-teki. Polya (1985) mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa suatu soal merupakan soal pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menyelesaikannya, tetapi pada saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu cara menyelesaikannya. Dalam kesempatan lain Ruseffendi (1991) juga mengemukakan bahwa suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika: pertama, persoalan itu tidak dikenalnya. Kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya; terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah

4 Ruhyana, 109 baginya, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya. Lebih spesifik Sumarmo et al., (1994) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power) terhadap siswa. Menurut Polya (1985) dalam bukunya yang berjudul how to solve it, untuk menemukan solusi dari sebuah masalah, maka diperlukan strategi. Strategi itu disebut strategi heuristik. Heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang memandu pemecah masalah dalam menemukan solusi masalah. Langkah tersebut terbagi menjadi 4 tahapan yaitu memahami masalah, perencanaan penyelesaian masalah, melaksanakan perencanaan penyelesaian, dan melihat kembali. a. Memahami Masalah Pelajar seringkali gagal dalam menyelesaikan masalah karena semata-mata mereka tidak memahami masalah yang dihadapinya. Atau mungkin ketika suatu masalah diberikan kepada anak dan anak itu langsung dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, namun soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Untuk dapat memahami suatu masalah yang harus dilakukan adalah pahami bahasa atau istilah yang digunakan dalam masalah tersebut, merumuskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh cukup, kondisi/syarat apa saja yang harus terpenuhi, nyatakan atau tuliskan masalah dalam bentuk yang lebih operasional sehingga mempermudah untuk dipecahkan. Kemampuan dalam menyelesaikan suatu masalah dapat diperoleh dengan rutin menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil dari banyak penelitian, anak yang rutin dalam latihan pemecahan masalah akan memiliki nilai tes pemecahan masalah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang jarang berlatih mengerjakan soalsoal pemecahan masalah. Selain itu, ketertarikan dalam menghadapi tantangan dan kemauan untuk menyelesaikan masalah merupakan modal utama dalam pemecahan masalah. b. Perencanaan Penyelesaian Masalah Memilih rencana pemecahan masalah yang sesuai bergantung dari seberapa sering pengelaman kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Semakin sering kita

5 Ruhyana, 110 mengerjakan latihan pemecahan masalah maka pola penyelesaian masalah itu akan semakin mudah didapatkan. Untuk merencanakan pemecahan masalah kita dapat mencari kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi atau mengingat-ingat kembali masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan sifat / pola dengan masalah yang akan dipecahkan. Kemudian barulah menyusun prosedur penyelesaiannya. c. Melaksanakan Perencanaan Penyelesaian Masalah Langkah ini lebih mudah dari pada merencanakan pemecahan masalah, yang harus dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat dengan ketekunanan dan ketelitian untuk mendapatkan penyelesaian. d. Melihat Kembali Kegiatan pada langkah ini adalah menganalisi dan mengevaluasi apakah strategi yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada strategi lain yang lebih efektif, apakah strategi yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah strategi dapat dibuat generalisasinya. Ini bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan pengalaman untuk mencoba masalah baru yang akan datang. Kesulitan Belajar Matematika Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika dapat diduga dari kesalahankesalahan dalam mengerjakannya. Menurut Davis dan McKillip dalam Suryanto, kesalahan dalam memecahkan masalah atau soal matematika ada yang disebabkan oleh kecerobohan, ada yang disebabkan oleh masalah belajar. Sedangkan menurut Wood (2007) bahwa beberapa karakteristik kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah : (1) kesulitan membedakan angka, simbol-simbol, serta bangun ruang, (2) tidak sanggup mengingat dalil-dalil matematika, (3) menulis angka tidak terbaca atau dalam ukuran kecil, (4) tidak memahami simbol-simbol matematika, (5) lemahnya kemampuan berpikir abstrak, (6) lemahnya kemampuan metakognisi (lemahnya kemampuan mengidentifikasi serta memanfaatkan algoritma dalam memecahkan soalsoal matematika). Sedangkan menurut Radatz (1979) kesalahan yang sering dilakukan siswa adalah kesalahan dalam penggunaan bahasa matematika dengan bahasa seharihari, kemampuan dalam keruangan, kemampuan dalam penguasaan prasyarat, kesalahan dalam penguasaan teori, dan kesalahan dalam penerapan aturan yang relevan. Diagnosis Kesulitan Belajar Menurut Thorndike dan Hagen yang dikutip oleh Sugiharto (2003) diagnosis dapat diartikan sebagai berikut: (1) Upaya atau proses menemukan kelemahan atau

6 Ruhyana, 111 penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala gejalanya, (2) Studi yang seksama terhadap fakta sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan kesalahan dan sebagainya yang esensial, (3) Keputusan yang dicapai setelah dilakukan studi yang seksama atas gejala gejala atau fakta tentang suatu hal. Tes diagnostik ini dapat dilaksanakan dengan cara lisan, tertulis, perbuatan atau kombinasi ketiganya. Tes diagnostik ini untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika yang dipandang dari aspek kognitif : (1) recall factual knowledge (C1), yaitu pengetahuan mengingat fakta, terbatas pada pertanyaan-pertanyaan yang hanya membutuhkan ingatan tentang definisi-definisi, rumus tanpa melakukan perhitungan, (2) perform mathematical manipulation (C2), yaitu melakukan manipulasi matematika dalam penyelesaian soal tanpa dibatasi bagaimana cara menyelesaikannya, (3) solve Rutin problem (C3), yaitu menyelesaikan soal-soal rutin dengan diberikan batasan penyelesaiannya, (4) demonstrated comprehension of mathematical ideas and concepts (C4), yaitu menampilkan pemahaman gagasan-gagasan serta konsep-konsep matematika, dalam hal ini siswa dituntut tidak hanya memutuskan apa yang harus dikerjakan tetapi juga bagaimana cara mengerjakannya, (5) solve nonroutine problems requiring insight or ingenuity (C5), yaitu menyelesaikan masalah non rutin yang memerlukan pengertian yang mendalam, siswa dituntut mengembangkan tekniknya sendiri dalam menyelesaikan soal yang mungkin tidak ditemukan dibuku catatan dan (6) aplly higher mental processes to mathematics (C6), yaitu menggunakan proses mental yang tinggi, yaitu menyangkut evaluasi, pembuktianrumus, induksi, penarikan kesimpulan (Gronlund,1971). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tes diagnosis tertulis berupa soal uraian berjumlah 4 soal. Topik yang digunakan adalah mengenai bilangan dan pecahan. Masalah yang diangkat dalam soal terdiri dari masalah rutin dengan tingkat kesukaran sedang dan soal non rutin yang memerlukan penyelesaian yang mungkin belum pernah siswa temukan di buku catatan. ANALISIS DAN IDENTIFIKASI KESALAHAN Berikut ini disajikan contoh contoh jawaban salah yang dikerjakan oleh siswa. Setelah diidentifikasi menurut jenis kesalahannya, selanjutnya diidentifikasi menurut kesulitan yang diduga menjadi penyebab atau sumber terjadinya kesalahan yang berupa kesulitan dalam memahami atau menggunakan simbol, menggunakan proses yang tepat, menguasai konsep dan prasyarat,

7 Ruhyana, 112 menggunakan bahasa, menerapkan aturan yang relevan, ketelitian, perhitungan atau komputasi, mengingat, memahami maksud soal, memahami keputusan, memahami fakta, mengaitkan konsep dengan fakta. Soal nomor 1 Roni mempunyai 5 bungkus permen. Setiap bungkus berisi 12 permen. Berapa banyak permen Roni semuanya? Jawaban yang diharapkan adalah: 5 x 12 = 60 permen Jawaban yang muncul dari siswa: Gambar 1. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 1 Gambar 2. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 1 Kemungkinan kesulitan yang muncul sehingga mengakibatkan kesalahan menjawab adalah: a. Siswa tidak memahami kalimat matematika yang terkandung dalam soal cerita tersebut (verbal). b. Siswa tidak menguasai konsep prasyarat atau mungkin lupa mengenai operasi perkalian. Kebanyakan siswa mampu untuk mengerjakan soal nomor 1. Tapi ada beberapa siswa yang belum memberikan jawaban seperti yang diharapkan. Hal tersebut bisa disebabkan kemampuan verbal siswa untuk mencerna kalimat soal cerita menjadi kalimat matematika masih rendah. Namun ada juga yang dimungkinkan karena prasyarat yang dimiliki kurang terutama dalam perkalian sehingga menjadikan pemahaman konsep materi pada perkalian dua bilangan menjadi tidak paham. Untuk dapat memahami konsep perkalian dua bilangan atau lebih maka siswa harus memiliki kemampuan konsep prasyarat antara lain sebagai berikut : kemampuan memahami konsep penjumlahan, konsep perkalian, konsep perkalian dua bilangan dengan cara bersusun. Pembelajaran yang dilakukan agar nantinya siswa lebih memahami perkalian pada bilangan bulat adalah dengan lebih menekankan pada fakta dasar perkalian. Penguasan fakta dasar perkalian merupakan kunci agar siswa mampu mengerjakan operasi hitung perkalian. Metode yang bisa diterapkan untuk mengajarkan fakta dasar pada anak salah satunya dengan metode drill. Setelah siswa menguasai fakta dasar perkalian, konsep selanjutnya adalah perkalian secara bersusun. Sebaiknya guru juga lebih memperhatikan kondisi siswa, dalam hal ini kemampuan yang dimiliki siswa, sehingga guru dapat memilih suatu metode pembelajaran yang tepat yang mengakibatkan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dan yang

8 Ruhyana, 113 tidak kalah penting adalah membiasakan siswa untuk mengerjakan soal-soal cerita yang sesuai dengan konteks siswa. Soal nomor 2 Ani dan Susi masing-masing memiliki pita. Pita milik Ani lebih panjang 30cm daripada pita Susi. Jika panjang pita Ani adalah 1,5 meter, berapakah panjang pita Susi Jawaban yang diharapkan adalah: 1,5 m = 150 cm Pita Ani = Pita Susi + 30 cm Sehingga: Pita Susi = Pita Ani 30 = = 120 cm Jawaban yang muncul dari siswa Gambar 3. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 2 Gambar 4. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 2 Kemungkinan kesulitan yang muncul sehingga mengakibatkan kesalahan menjawab adalah: a. Siswa tidak memahami kalimat matematika yang terkandung dalam soal cerita tersebut (verbal). b. Siswa tidak menguasai materi prasyarat mengenai konversi satuan panjang. Soal nomor dua merupakan soal operasi hitung yang sederhana. Namun dari beberapa jawaban yang didapatkan ternyata ada beberapa siswa yang tidak mengerjakan seperti yang diharapkan, hal ini dimungkinkan bahwa siswa tersebut memang sepenuhnya tidak mengerti dan memahami konsep satuan panjang dan konversi antar satuan panjang. Padahal konsep ini sudah diperkenalkan sejak siswa kelas 3 dan terus diulang di kelas selanjutnya. Hal ini mungkin disebabkan pembelajaran yang dilaksanakan kurang bermakna sehingga konsep tersebut tidak dapat diingat oleh anak. Biasanya guru mengajarkan konsep satuan panjang dengan menggunakan tangga satuan, siswa disuruh untuk menghafal urutan satuan tersebut dan setiap turun satu tangga maka dikali 10, begitupun apabila naik satu tangga maka dibagi 10. Pembelajaran seperti ini dirasa kurang efektif untuk siswa, karena kemampuan yang diasah disitu hanya kemampuan hafalan saja. Pembelajaran yang tidak mengandalkan kemampuan procedural atau mekanistik merupakan salah satu solusi dalam menerapkan konsep satuan panjang. Salah satunya adalah siswa diperkenalkan terlebih dahulu

9 Ruhyana, 114 dengan satuan-satuan yang tidak terstandar atau baku. Misalkan siswa disuruh membandingkan panjang lantai dengan menggunakan sedotan. Ada berapa sedotan yang dapat disusun sehingga sama dengan 3 ubin lantai? Kegiatan informal seperti ini penting untuk dilakukan untuk memupuk konsep dasar satuan dan pengukuran. Kegiatan lanjutan dalam pembelajaran konsep satuan panjang adalah siswa disuruh untuk membuat penggaris/alat ukur dengan satuan yang ditentukan oleh siswa seperti gambar berikut. Jawaban yang diharapkan: Diketahui: Harga sandal = Diskon = 10% Uang yang dibayarkan = Berapa uang kembaliannya? Harga sandal setelah diskon = 90% x = Uang kembalian = = Rp ,00 Jawaban yang muncul dari siswa: Gambar 6. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 3 Gambar 7. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 3 Gambar 5. Penggaris tagboard Setelah siswa paham mengenai konsep dasar satuan dan pengukuran menggukanan cara informal, barulah siswa diperkenalkan dengan satuansatuan terstandar. Soal nomor 3 Harga sepasang sandal adalah Rp ,00. Wati membeli sandal tersebut dan mendapat potongan harga (discount) sebesar 10%. Jika Wati membayar dengan uang Rp ,00, berapakan uang kembalian yang diterima Wati? Gambar 8. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 3 Kemungkinan kesulitan yang muncul sehingga mengakibatkan kesalahan menjawab adalah: a. Siswa tidak memahami kalimat matematika yang terkandung dalam soal cerita tersebut (verbal).

10 Ruhyana, 115 b. Siswa tidak memahami konsep pecahan. c. Siswa tidak memahami pengetahuan prasyarat seperti jenis-jenis pecahan dan bagaimana menngubah pecahan, operasi hitung perkalian, pembagian dan pengurangan. d. Siswa kurang memahami penggunaan bahasa. e. Siswa tidak memahami penerapkan aturan yang relevan. f. Kurang teliti dalam menyelesaikan soal dalam hal perhitungan atau komputasi g. Siswa tidak memahami dalam penggunaan symbol atau lambang dalam matematika h. Siswa tidak mampu menggunakan proses yang tepat dalam menyelesaikan masalah matematika i. Siswa kurang terampil dalam mengaitkan antara konsep dengan fakta. Dari beberapa contoh hasil pengerjaan siswa pada nomor 3 ini., letak kesalahan terbanyak adalah ketika menentukan harga setelah mendapat diskon atau potongan. Kebanyakan siswa beranggapan bahwa 10% dari adalah , sehingga harga sandal setelah diskon adalah Ini membuktikan penguasaan konsep siswa terhadap pecahan masih sangat rendah. Oleh karena itu diperlukan upaya yang serius untuk mengembangkan masalah proporsional seperti ini. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan bagaimana anak-anak berpikir dalam berbagai tugas proporsional. Penelitian-penelitian tersebut memberikan pencerahan bagaimana situasi pembelajaran yang dapat mengembangkan penalaran proporsional. Walle (2007) memberikan gambaran kondisi pembelajaran yang harus dikembangkan, diantaranya adalah: a. Sajikan materi yang berhubungan dengan proporsi dan rasio secara luas. b. Berikan dorongan kepada anak untuk berdiskusi dan mencoba menyelesaikan masalah proporsi. Serta sajikan contoh dari masalah proporsional dan bukan masalah proporsional agar anak dapat membedakannya. c. Bantu anak menghubungkan penalaran proporsional dengan proses-proses yang sudah ada. d. Sebisa mungkin hindari pengajaran prosedural menggunakan formula singkat seperti operasi kali silang di awal pembelajaran dan sebaiknya metode ini tidak diperkenalkan sampai siswa memiliki banyak pengalaman dengan metode intuitif dan konseptual. Dari uraian di atas jelas tergambar bahwa pembelajaran yang dapat mengembangkan penalaran proporsional bukanlah pembelajaran klasikal yang hanya menjadikan murid sebagai objek pasif, melainkan pembelajaran penuh aktivitas yang melibatkan seluruh siswa untuk ikut berperan. Gurupun harus memberikan contoh-contoh nyata

11 Ruhyana, 116 yang ada di kehidupan siswa dan memberikan siswa kebebasan untuk berdiskusi mengenai masalahmasalah proporsional dan bukan proporsional. Dan yang paling penting adalah menghindari pembelajaran prosedural dimana guru menyajikan algoritma penyelesaian masalah di awal dan menjelaskan secara verbal contoh bagaimana cara mengerjakannya tanpa disertai media apapun. Kegiatan ini jelas akan membunuh semangat siswa dalam berekslporasi mencari pengetahuannya sendiri. Membiasakan siswa memecahkan masalah dengan jalan pintas tanpa disertai proses berpikir hanya akan menyebabkan kemampuan logika proporsional menjadi tidak berkembang (Walle, 2007). b. Banyak kelereng putih = 3 2 x 126 = 189 kelereng. Jawaban yang muncul dari siswa: Gambar 9. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 4 Gambar 10. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 4 Soal nomor 4 Sebuah kantong berisi sejumlah kelereng berwarna merah dan berwarna putih. Dua per lima dari kelereng itu berwarna merah dan sisanya berwarna putih. a. Berapa bagiankah kelereng dalam kantong itu berwarna putih? b. Jika di dalam kantong itu terdapat 126 kelereng merah, berapa banyak kelereng putih? c. Jawaban yang diharapkan: Diketahui: Kelereng merah = 2 = 126 kelereng 5 a. Bagian kelereng putih = total kelereng kelereng merah = = 3 5 Gambar 11. Contoh kesalahan jawaban siswa pada nomor 4 Kemungkinan kesulitan yang muncul sehingga mengakibatkan kesalahan menjawab adalah: a. Siswa tidak memahami kalimat matematika yang terkandung dalam soal cerita tersebut (verbal). b. Siswa tidak memahami konsep pecahan. c. Siswa tidak memahami pengetahuan prasyarat seperti jenis-jenis pecahan dan

12 Ruhyana, 117 bagaimana menngubah pecahan, operasi hitung perkalian, pembagian dan pengurangan. d. Siswa kurang memahami penggunaan bahasa. e. Siswa tidak memahami penerapkan aturan yang relevan. f. Kurang teliti dalam menyelesaikan soal dalam hal perhitungan atau komputasi g. Siswa tidak memahami dalam penggunaan symbol atau lambang dalam matematika h. Siswa tidak mampu menggunakan proses yang tepat dalam menyelesaikan masalah matematika i. Siswa kurang terampil dalam mengaitkan antara konsep dengan fakta. KESIMPULAN DAN SARAN Kesulitan belajar matematika yang dialami oleh siswa pada bahasan bilangan disebabkan kemampuan verbal siswa untuk mencerna kalimat soal cerita menjadi kalimat matematika masih rendah. Namun ada juga yang dimungkinkan karena prasyarat yang dimiliki kurang terutama dalam perkalian sehingga menjadikan pemahaman konsep materi pada perkalian dua bilangan menjadi tidak paham. Untuk dapat memahami konsep perkalian dua bilangan atau lebih maka siswa harus memiliki kemampuan konsep prasyarat antara lain sebagai berikut : kemampuan memahami konsep penjumlahan, konsep perkalian, konsep perkalian dua bilangan dengan cara bersusun. Sedangkan dalam bahasan pecahan, terlhat sekali bahwa penguasaan konsep siswa terhadap pecahan masih sangat rendah. Terlihat dari masih terjadi kesalahan dalam menentukan bagian dari sebuah pecahan atau bagaimana menghitung persentase dari suatu harga. Kesulitan yang menjadi penyebab atau sumber terjadinya kesalahan siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika adalah kesulitan dalam memahami dan menggunakan lambang, menggunakan proses yang tepat, menggunakanbahasa, menguasai fakta dan konsep prasyarat, menerapkan aturan yang relevan, mengerjakan soal tidak teliti, memahami konsep, perhitungan atau komputasi, mengingat, memahami maksud soal, mengambil keputusan,memahami gambar, dan mengaitkan konsep dan mengaitkan fakta. Aspek kognitif sebagai acuannya, kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa adalah pada C4 yaitu menampilkan pemahaman tentang gagasangagasan serta konsep-konsep matematika. Perlu dilakukannya langkah-langkah konkret untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi kesalahankesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal matematika. Tindakan yang dipilih tentu yang sesuai dengan kemampuan siswa, kemampuan guru dan kondisi sekolah dimana terjadi proses belajar-mengajar berlangsung.

13 Ruhyana, 118 Karena bisa saja masalah yang sama tetapi situasi dan kondisinya berbeda maka dibutuhkan penanganan yang berbeda pula. Kegiatan yang dimaksud dapat berupa kegiatan yang menumbuhkan minat dan motivasi serta meningkatkan pemahaman terhadap matematika, terutama pada bagian-bagian dimana siswa mengalami kesulitan. Kemungkinan langkah-langkah untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah perlu diadakannya program pengajaran khusus sebagai pengayaan, perlu ditinjau kembali dan dikembangkan system penilaian yang bersifat edukatif yang dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar matematika, perlu dipenuhinya komponen-komponen belajar mengajar pokok yang disyaratkan. Perubahan pembelajaran yang menggunakan inovasi baru untuk lebih memotivasi siswa perlu dilakukan, peningkatan kemampuan guru dalam memberikan pembelajaran perlu ditingkatkan. REFERENSI Brousseau, G. (1997). Theory of didactical situations (N. Balacheff, M. Cooper, R. Sutherland, V. Warfield Eds & Trans). Dordrecht, Netherland: Kluwer Academic. Hudoyo., & Sutawijaya. (1998). Pendidikan Matematika I. Jakarta. Dirjen Dikti Depdiknas. Lidinillah, D. A. M. (2008). Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah di Sekolah Dasar. Jurnal Dasar, 1(10), Pendidikan Polya, G. (1985). How to solve it: A new aspect of mathematical method. Princeton university press. Radatz, H. (1979). Error analysis in mathematics education. Journal for Research in Mathematics Education, Ruseffendi, E. T (1991a). Pengantar kepada Membantu Guru Mengem-bangkan Kompetensinyadalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Ruseffendi, E.T (1991b). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Tidak diterbitkan. Sugiharto. (2003). Diagnosis kesulitan siswa SMU dalam menyelesaikan soal soal Matematika, Tesis, PPS UNY Sumarmo, U., Dedy, E., & Rahmat. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk MeningkatkanPemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMA. Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung. Walle, J. A. (2007). Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah edisi ke-6 jilid 2 (terjemahan Suyono). Jakarta: Erlangga. Wood, D. R. (2007). Professional learning communities: Teachers, knowledge, and knowing. Theory into Practice, 46(4),

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR POKOK BAHASAN PECAHAN PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR POKOK BAHASAN PECAHAN PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR POKOK BAHASAN PECAHAN PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR Oleh: Erny Untari Dosen STKIP PGRI Ngawi Abstarksi: Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab kesulitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemecahan masalah matematis merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Pengembangan kemampuan ini menjadi fokus penting dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang diperlukan dalam kehidupan manusia, karena melalui pembelajaran matematika siswa dilatih agar dapat berpikir kritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, sebagaimana pendapat Niss (dalam Risna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah adalah mata pelajaran matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena dengan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjamin keberlangsungan suatu bangsa. Hamalik (2010, hlm. 79)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA Shofia Hidayah Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang shofiahidayah@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran matematika sering kali ditafsirkan sebagai kegiatan yang dilaksanakan oleh guru, dengan mengenalkan subjek, memberi satu dua contoh, lalu menanyakan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi siswa maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan matematika dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural 7 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Penguasaan Matematika Menurut Mazhab (dalam Uno, 2011 : 126) matematika adalah sebagai sistem lambang yang formal, sebab matematika bersangkut

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER Sri Irawati Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat : Jalan Raya Panglegur 3,5 KM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya (2013:1) menyatakan, Pentingnya orang belajar matematika tidak terlepas dari perannya dalam

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika Makalah Termuat pada Jurnal MIPMIPA UNHALU Volume 8, Nomor 1, Februari 2009, ISSN 1412-2318) Oleh Ali Mahmudi JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan persaingan global maka peningkatan mutu pendidikan matematika di semua jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

PROSES BERNALAR SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL-SOAL OPERASI BILANGAN DENGAN SOAL MATEMATIKA REALISTIK

PROSES BERNALAR SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL-SOAL OPERASI BILANGAN DENGAN SOAL MATEMATIKA REALISTIK 1 PROSES BERNALAR SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL-SOAL OPERASI BILANGAN DENGAN SOAL MATEMATIKA REALISTIK Suherman Dosen Pendidikan Matematika STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung Email: suherman_alghifari@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING VOLUME 9, NOMOR 1 MARET 2015 ISSN 1978-5089 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING Indah Puspita Sari STKIP Siliwangi email: chiva.aulia@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Lebih terperinci

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015 PEMBELAJARAN ICARE (INRODUCTION, CONNECT, APPLY, REFLECT, EXTEND) DALAM TUTORIAL ONLINE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UT Oleh: 1) Yumiati, 2) Endang Wahyuningrum 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN Analisis Kesalahan Menyelesaikan... (Puspita Rahayuningsih&Abdul Qohar) 109 ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL- SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TOROH

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL- SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TOROH ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL- SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TOROH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MELALUI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR KELILING DAN LUAS DAERAH LINGKARAN SISWA SMP. Abstract

PEMBELAJARAN MELALUI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR KELILING DAN LUAS DAERAH LINGKARAN SISWA SMP. Abstract 21 Pembelajaran Melalui Pemecahan Masalah Untuk Mencapai Ketuntasan Belajar PEMBELAJARAN MELALUI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR KELILING DAN LUAS DAERAH LINGKARAN SISWA SMP Sri Rahayuningsih

Lebih terperinci

Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Melalui Pembelajaran Matematika

Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Melalui Pembelajaran Matematika Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Ali Mahmudi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY) Email: ali_uny73@yahoo.com & alimahmudi@uny.ac.id Pendahuluan Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh kita semua, terutama dalam

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN MEDIA ARSIRAN KELAS IV SDN 27

HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN MEDIA ARSIRAN KELAS IV SDN 27 HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN MEDIA ARSIRAN KELAS IV SDN 27 Indrawati, K.Y. Margiati, Rosnita Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan e-mail:indrawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2): BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu. Karena itu matematika sangat diperlukan, baik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan mata pelajaran pokok mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, baik di sekolah yang berbasis agama maupun berbasis umum. Matematika

Lebih terperinci

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2) ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA PADA MATERI TURUNAN FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat pada jenjang pendidikan formal dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Bahkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG)

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG) ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG) Guntur Maulana Muhammad Universitas Suryakancana guntur@unsur.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci

Kemampuan memecahkan masalah adalah

Kemampuan memecahkan masalah adalah Penggunaan Instrumen Monitoring Diri Metakognisi untuk Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Menerapkan Strategi Pemecahan Masalah Matematika Epon Nur aeni L., Yusuf Suryana, & Dindin Abdul Muiz L. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemajuan zaman seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi yang melimpah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada masa global ini, menuntut sumber daya manusia yang berkualitas serta bersikap kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan seharihari. Berbagai bentuk simbol digunakan manusia sebagai alat bantu dalam perhitungan, penilaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini adalah seputar rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan sangat mendasar dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan masyarakat menyebabkan perubahan-perubahan dalam masyarakat, perubahan ini akan menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya baik secara rasional, logis, sistematis, bernalar

Lebih terperinci

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA UNTUK MEMECAHKAN MASALAH MATERI BANGUN DATAR PADA MAHASISWA PGSD UNIVERSITAS SLAMET RIYADI ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan mata pelajaran yang dinilai sangat penting dan diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Semua orang dalam hidupnya tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irvan Noortsani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irvan Noortsani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan penting dalam perkembangan suatu bangsa. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas, sektor pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS Yeni Yuniarti*) Abstrak Pembelajaran matematika yang berpusat pada guru, kurang memberikan kesempatan kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkup persekolahan. Suherman mendefinisikan pembelajaran adalah proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkup persekolahan. Suherman mendefinisikan pembelajaran adalah proses BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses pendidikan dalam ruang lingkup persekolahan. Suherman mendefinisikan pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara berfikir seseorang. Proses berfikir matematika dimulai dari hal-hal yang sederhana sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN SISWA KELAS IX DALAM MENGERJAKAN SOAL OPERASI BENTUK ALJABAR

ANALISIS KESULITAN SISWA KELAS IX DALAM MENGERJAKAN SOAL OPERASI BENTUK ALJABAR ANALISIS KESULITAN SISWA KELAS IX DALAM MENGERJAKAN SOAL OPERASI BENTUK ALJABAR Hodiyanto Prodi Pendidikan Matematika, IKIP PGRI Pontianak, Jl. Ampera No 8 Pontianak e-mail: haudy_7878@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian

Lebih terperinci

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlepas dari peranan matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang bersifat formal. Pelaksanaan pendidikan formal pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru dunia, dan dipelajari pada setiap tingkatan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan

Lebih terperinci

ISSN Jurnal Exacta, Vol. IX No. 1 Juni 2011

ISSN Jurnal Exacta, Vol. IX No. 1 Juni 2011 MODEL BAHAN AJAR MATEMATIKA SMP BERBASIS REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAHIRAN MATEMATIKA Saleh Haji Program Studi Pendidikan Matematika JPMIPA FKIP UNIB dr.saleh_haji@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan mengenyam pendidikan di sekolah baik sekolah formal maupun informal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Peran pendidikan sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Masalah Masalah sebenarnya sudah menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masalah tidak dapat dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya orang lain ataupun lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, telah banyak upaya dilakukan untuk memperbaiki aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin dan mengarahkan peserta didik dengan berbagai problema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP, 2006: 388), dijelaskan bahwa tujuan diberikannya mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar peserta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Matematika Banyak sekali pengertian matematika yang dikemukakan oleh para ahli. Hudojo (2001: 45) 8, menyatakan bahwa matematika adalah merupakan suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Maret 2017 Vol. 1, No. 1, Hal. 97 DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Hamdan Sugilar Pendidikan matematika UIN Sunan Gunung Djati Bandung hamdansugilar@uinsgd,ac,id Dikirim: 28

Lebih terperinci

EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB)

EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB) EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB) Oleh: Dian Mardiani Abstrak: Penelitian ini didasarkan pada permasalahan banyaknya

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN ALAT PERAGA

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN ALAT PERAGA PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN ALAT PERAGA Arlin Astriyani Universitas Muhammadiyah Jakarta arlin_0717@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BANYAK CARA, SATU JAWABAN: ANALISIS TERHADAP STRATEGI PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

BANYAK CARA, SATU JAWABAN: ANALISIS TERHADAP STRATEGI PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI BANYAK CARA, SATU JAWABAN: ANALISIS TERHADAP STRATEGI PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia e-mail: aljupri@upi.edu ABSTRAK Geometri adalah salah satu topik esensial dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERBASIS PEMECAHAN MASALAH MODEL POLYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 5 JEMBER SUB POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam standar kurikulum dan evaluasi matematika sekolah yang dikembangkan oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) tahun 1989, koneksi matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan semakin maju diperlukan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan intelektual tingkat tinggi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA Prabawati, M. N. p-issn: 2086-4280; e-issn: 2527-8827 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA THE ANALYSIS OF MATHEMATICS PROSPECTIVE TEACHERS MATHEMATICAL LITERACY SKILL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematikadalamduniapendidikanmerupakansalahsatuilmudasar yangdapatdigunakanuntukmenunjangilmu-ilmulainsepertiilmu fisika,kimia,komputer,danlain-lain.pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia sepanjang hayat. Sejak lahir manusia memerlukan pendidikan sebagai bekal hidupnya. Pendidikan sangat penting sebab tanpa

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE Kartika Yulianti Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA - Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setyabudhi 229, Bandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci