PENGARUH PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BONGGOL PISANG NANGKA TERHADAP PRODUKSI ROSELLA (Hibiscus sabdariffa l)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BONGGOL PISANG NANGKA TERHADAP PRODUKSI ROSELLA (Hibiscus sabdariffa l)"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BONGGOL PISANG NANGKA TERHADAP PRODUKSI ROSELLA (Hibiscus sabdariffa l) Diana Novita Sari, Surti Kurniasih, R. Teti Rostikawati Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan 2012 ABSTRACT This study aims to find out effect of local microorganisms (MOL) jackfruit banana weevil to production rosella (Hibiscus sabdariffa l). The methods used is completely randomized design (CRD) with six level factor: 0%, 8%, 16%, 24%, 32%, and 40%. In every treatments is repeated four times, the observed variables are number of rosella flowers and wet weight rosella flowers. The calculation of ANOVA to number of rosella flowers and wet weight rosella flowers shows that there is an influence in giving jackfruit banana weevil MOL to number of rosella flowers but there isn t an influence in giving jackfruit banana weevil MOL to wet weight flowers. Optimal concentration of jackfruit banana weevil MOL to number of rosella flowers is 24%. Keywords: local microorganism, jackfruit banana weevil, Hibiscus sabdariffa l ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mikroorganisme loal (MOL) bonggol pisang nangka terhadap produksi bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l). Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam taraf faktor yaitu: 0%, 8%, 16%, 24%, 32%, dan 40%. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, peubah yang diamati adalah jumlah dan berat basah bunga rosella. Berdasarkan perhitungan analisis varian terhadap jumlah dan berat basah rosella menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian MOL bonggol pisang nangka terhadap jumlah bunga rosella namun tidak terdapat pengaruh pemberian MOL bonggol pisang nangka terhadap berat basah rosella. Konsentrasi MOL bonggol pisang nangka yang optimal untuk jumlah bunga rosella yaitu sebesar 24%. Kata kunci: mikroorganisme lokal, bonggol pisang nangka, Hibiscus sabdariffa l A. Pendahuluan 1

2 Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa l) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, sehingga permintaan akan produk berbahan rosella menjadi sangat tinggi. Tingginya permintaan pasar tentunya harus diimbangi dengan jumlah produksi bunga rosella. Karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan jumlah produksi dengan jalan menyediakan unsur hara serta Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang optimal untuk meningkatkan jumlah produksi bunga rosella. Pemberian mikroorganisme lokal (MOL) bonggol pisang nangka dapat menjadi jalan untuk memenuhi ketersediaan hara serta ZPT bagi tanaman rosella. Pada tanaman rosella, unsur nitrogen (N) sangat berpengaruh pada fase awal pertumbuhan rosella, karena nitrogen berperan mendorong pertumbuhan vegetatif, yang berkolerasi dengan produksi kelopak bunga. Dosis pupuk nitrogen dan kalium mempengaruhi kandungan antosianin, vitamin C, dan karbohidrat kelopak bunga. Sementara phosphor (P) mempengaruhi pertumbuhan akar juga mendorong pembentukan bunga (Mardiah dan Sawarni, 2010). MOL adalah cairan yang berbahan dari berbagai sumber daya alam yang tersedia setempat. MOL mengandung unsur hara makro dan mikro dan juga mengandung mikroba yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman. Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL tersebut, maka MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungsida (Purwasasmita dan Kunia, 2009) dalam (Suhastyo, 2011). Menurut beberapa literatur dalam MOL bonggol pisang mengandung Zat Pengatur Tumbuh Giberellin dan Sitokinin. Selain itu dalam mol bonggol pisang tersebut juga mengandung 7 mikroorganisme yang sangat berguna bagi tanaman yaitu : Azospirillium, Azotobacter, Bacillus, Aeromonas, Aspergillus, mikroba pelarut phospat dan mikroba selulotik. Tidak hanya itu MOL bonggol pisang juga tetap bisa digunakan untuk dekomposer atau mempercepat proses pengomposan (Maspary, 2012). Mikroba tanah berfungsi sebagai agen biokemik dalam pengubahan senyawa organik yang kompleks menjadi senyawa anorganik. Perubahan senyawa kimia didalam tanah, terutama, pengubahan senyawa organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfur, dan fosfor menjadi senyawa anorganik. Proses ini disebut mineralisasi, didalamnya terlibat sejumlah besar perubahan senyawa kimia serta peranan bermacam-macam spesies mikroba (Ristianti, 2008). Melalui pemberian cairan MOL maka kandungan mikroba dalam tanah dapat meningkat sehingga proses mineralisasi dapat berjalan lebih optimal dan kebutuhan unsur hara tanaman rosella dapat terpenuhi dengan baik. 2

3 Jumlah Bunga Rosella B. Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di Kp. Padurenan Kel. Pabuaran Kec. Cibinong Kab. Bogor selama 7 bulan pada polybag dengan tanah seberat kurang lebih 2000 gr. Bahan tanaman yang digunakan adalah benihh rosella (Hibiscus sabdariffa l). Media tanam menggunakan tanah latosol yang memiliki warna merah hingga kecoklatan yang banyak terdapat di pulau Jawa. Sementara bahan pembuatan MOL yang digunakan adalah air cucian beras 20 liter sebagai sumber karbohidrat, gula merah 2 kg sebagai sumber glukosa dan bonggol pisang nangka 10 kg sebagai sumber mikroorganisme. Bonggol pisang dan gula merah yang telah dicacah kemudian dimasukkan ke dalam air cucian beras dan difermentasi selama 2-3 minggu dalam kondisi anaerob untuk menghasilkan cairan MOL yang lebih jernih dan beraroma lebih baik. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan pemberian MOL dengan konsentrasi A=0%, B=8%, C=16%, D=24%, E=32%, dan F=40%, masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat kali Pengamatan dilakukan terhadap parameter produksi berupa jumlah bunga dan berat basah bunga rosella pada saat panen yaitu saat tanaman berusia kurang lebih 90 hari setelah persemaian. Data hasil penelitian diuji homogenitas dan normalitas, setelah memenuhi kriteria homogen dan normal, kemudian dianalisis variansi (ANAVA) dan uji Duncans. C. Temuan Penelitian 1. Jumlah BUnga Rosella (Hibiscus sabdariffa l) Pengamatan terhadap produksi bunga rosella dilakukan pada usia tanam ± 90 hari setelah persemaian atau usia bunga ± 60 hari setelah muncul bunga. Dari data jumlah bunga yang dihasilkan pada tiap-tiap perlakuan menunjukkan perbedaan. Jumlah bunga tertinggi terdapat pada pemberian MOL bonggol pisang dengan konsentrasi 24% dengan ratarata jumlah bunga sebesar 4, sedangkan produksi bunga terendah terdapat pada pemberian MOL bonggol pisang dengan konsentrasi 16% dan 32% dengan rata-rata jumlah bunga sebanyak 3 (Gambar 1) Ulangan 3 1 Ulangan 4 0 A B C D E F Konsentrasi Mol Bonggol Pisang Gambar 1. Perolehan Jumah Bunga Rosella Setelah dilakukan uji homogenitas dan normalitas dengan hasil penelitian data homogen dan normal, dilakukan analisis varian terhadap data. Hasil uji anava Ulangan 1 Ulangan 2 3

4 Berat Basah Bungga Rosella menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 4 lebih besar dibandingkan nilai F tabel pada taraf 0,05 sebesar 2,77 (Tabel 1), hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol (H 0 ) ditolak dan hipotesis analisis (H 1 ) diterima, yaitu terdapat perbedaan jumlah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) dengan pemberian MOL bonggol pisang nangka pada konsentrasi yang berbeda. Tabel 1. Hasil Uji Anava Jumlah Bunga Sumber Keragaman RosellaPembahasan Db JK KT F hitung F table 5% Perlakuan 5 2,8 0,56 4** 2,77 Galat 18 2,5 0,14 Total 23 Selanjutnya dilakukan uji Duncan s untuk membandingkan antar perlakuan. Hasil uji duncan s menunjukkan bahwa jumlah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) yang dihasilkan pada penggunaan konsentrasi Mol bonggol pisang nangka dengan konsentrasi 24% berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya (Tabel 2). Tabel 2. Hasil uji Duncan s pengaruh konsentrasi MOL bonggol pisang nangka terhadap jumlah bunga tanaman rosella Perlakuan (Hibiscus sabdariffa l) NT Rp NT-Rp Grup Duncan s A 3,5 0,56 2,94 C B 3,25 0,59 2,66 B C 3 0,61 2,39 A D 4 0,62 3,38 D E 3 0,63 2,37 A F 3,25 0,64 2,61 B Ket: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata 2. Berat Basah Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa l) Hasil penelitian mengenai berat basah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) menunjukkan bahwa bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) yang diberi konsentrasi MOL bonggol pisang nangka sebesar 24% memiliki berat rata-rata yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi lainnya yaitu sebesar 31,75 gr, sedangkan rata-rata berat basah bunga rosella (hibiscus sabdariffa l) pada konsentrasi 0% dan 8% sebesar 26,75 gr, pada konsentrasi 16% sebesar 27,5 gr, konsentrasi 32% sebesar 26,5 gr dan pada konsentrasi 40% sebesar 25 gr A B C D E F Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan3 Ulangan 4 Konsentrasi Mol Bonggol Pisang Nangka Gambar 2. Perolehan Berat Basah Bunga Rosella Setelah dilakukan uji homogenitas dan normalitas dengan hasil penelitian data homogen dan normal, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji analisis varian (Anava). Hasil uji anava menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 0,96 lebih kecil dibandingkan nilai F tabel pada taraf 0,05 sebesar 2,77 (Tabel 3), 4

5 hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol (H 0 ) diterima dan hipotesis analisis (H 1 ) ditolak, yaitu tidak terdapat perbedaan berat basah rosella (Hibiscus sabdariffa l) dengan pemberian MOL bonggol pisang nangka pada konsentrasi yang berbeda. Tabel 3. F hitung berat basah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) Sumber Keragaman Db JK KT Perlakuan Galat ,7 Total 23 F hitung F table 5% 5 119,3 23,86 0,96** 2,77 D. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) dengan pemberian MOL bonggol pisang nangka pada konsentrasi yang berbeda, namun tidak terdapat perbedaan berat basah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) dengan pemberian MOL bonggol pisang nangka pada konsentrasi yang berbeda. Pada pengamatan jumlah bunga yang dihasilkan menunjukkan bahwa produksi bunga paling baik terdapat pada konsentrasi 24%. Sementara pada konsentrasi lainnya yaitu pada konsentrasi 0%, 8%, 16%, 32% dan 40 % memperlihatkan hasil yang tidak jauh bebeda. Berdasarkan uji anava terhadap jumlah bunga menunjukkan perbedaan nyata yang berarti bahwa dengan pemberian MOL bonggol pisang nangka dapat meningkatkan produksi bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) yaitu pada jumlah bunga yang dihasilkan. Melalui pemberian MOL bonggol pisang kebutuhan tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa l) dapat terpenuhi. Sutaryat dan Supardiyono (2011) menjelaskan bahwa mikroorganisme lokal bonggol pisang sumber nitrogen dan fosfor bagi tanaman. Jumlah produksi bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) yang tinggi pada pemberian konsentrasi MOL bonggol pisang nangka sebesar 24% memperlihatkan bahwa pada dosis MOL tersebut kebutuhan unsur hara makro dan mikro yang diperlukan oleh tanaman rosella berada pada titik optimal. Pada konsentrasi 24% ketersediaan unsur hara yang disediakan oleh mikroorganisme lokal serta Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) telah memenuhi komposisi yang seimbang. Rahardi (2007) mengemukakan bahwa komposisi dan kadar unsur hara makro ataupun mikro sangat berpengaruh terhadap tanaman, karenanya pemberian pupuk harus seimbang sesuai dengan kebutuhan. Sementara rendahnya jumlah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) pada konsentrasi 0% dan 18% disebabkan oleh kekurangan hara pada media tanam. Rendahnya jumlah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) pada konsentrasi 32% dan 40% disebabkan karena komposisi hara yang terlalu berlebih. Menurut Pracaya (1999) Jika unsur hara yang ada dalam tanah hanya sedikit maka timbul tanda-tanda 5

6 sakit kelaparan unsur-unsur hara (defisiensi). Dalam keadaan yang demikian, tanaman tidak tumbuh dengan baik dan hasilnya (produksi) rendah. Sementara, kelebihan unsurunsur hara seringkali ditandai dengan adanya air yang berlebih, akibatnya yaitu bertambahnya perkembangan vegetatif, bertambahnya warna hijau melebihi normal, jaringan lebih berair dan tertundanya fungsi reproduksi. Tanaman yang berlebihan unsur hara sering kali lebih sensitif pada faktorfaktor iklim yang tidak baik dan mudah terserang penyakit. Umumnya kelebihan unsur hara menyebabkan penimbunan yang berlebihan zat-zat dalam tanaman yang dapat merubah morfologi. Pada kondisi ini keberadaan mikroorganisme lokal yang tersedia di dalam tanah dengan konsentrasi di bawah 24% belum mampu memenuhi ketersediaan unsur hara serta ZPT yang dibutuhkan oleh tanaman, begitupun untuk kondisi sebaliknya. Media tanam dengan konsentrasi MOL di atas 24% menjadikan jumlah mikroorganisme melimpah sehingga aktivitas mineralisasi menjadi sangat maksimal, akibatnya tanaman mengalami kelebihan ketersediaan unsur hara serta ZPT sehingga pertumbuhannya pun menjadi tidak optimal. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan terdapat hubungan antara pemberian MOL bonggol pisang nangka dengan jumlah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l), namun ternyata tidak demikian dengan berat basah bunga. Hal ini terjadi karena proses pengamatan dilakukan pada musim kemarau dimana curah hujan rendah, sedangkan menurut Sutanto (2005) 20%-90% berat basah berasal dari kandungan air. Meskipun penyiraman sudah dilakukan secara teratur namun tingginya intensitas sinar matahari menyebabkan proses transpirasi tanaman menjadi lebih cepat sehingga kandungan air menjadi menurun. Latifa dan Anggarwulan (2009) menjelaskan bahwa perlakuan naungan berpengaruh pada kandungan nitrogen jaringan, berat basah tanaman, dan rasio pucuk/akar. Pemberian naungan pada tanaman bertujuan untuk mengurangi intensitas sinar matahari yang mengenai tanaman sehingga tidak terjadi proses transpirasi berlebih yang dapat menurunkan berat basah tanaman. Pada penanaman rosella (Hibiscus sabdariffa l) ini tidak dilakukan perlakuan naungan sehingga jumlah intensitas penyinaran matahari sangat besar pada tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa l). Menurut Wattimena (1988), auksin akan meningkatkan kandungan zat organik dan anorganik di dalam sel. Selanjutnya zat zat tersebut akan diubah menjadi protein, asam nukleat, polisakarida, dan molekul kompleks lainnya. Senyawa senyawa tersebut akan membentuk jaringan dan organ. Dengan demikian, berat basah dan berat kerting tanaman meningkat, sedangkan pada MOL bonggol pisang nangka zat yang terkandung di 6

7 dalamnya bukanlah auksin melainkan giberelin dan sitokinin. Fungsi giberelin adalah merangsang pembelahan sel serta merangsang aktivitas enzim amylase dan proteinase yang berperan dalam perkecambahan. Giberelin juga merangsang pembentukan tunas, menghilangkan dormansi biji, dan merangsang pertumbuhan buah secara parthenogenesis. Fungsi sitokinin adalah merangsang pembelahan sel, merangsang pembentukan tunas pada batang maupun pada kalus, menghambat efek dominansi apikal, dan mempercepat pertumbuhan memanjang. Fakta ini menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan terhadap pertambahan berat basah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) dengan pemberian MOL bonggol pisang nangka. E. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian Mikroorganisme Lokal (MOL) bonggol pisang nangka terhadap jumlah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l), tetapi tidak terdapat pengaruh pemberian MOL bonggol pisang nangka terhadap berat basah rosella (Hibiscus sabdariffa l). Konsentraasi yang optimal untukl meningkatkan jumlah bunga tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa l) sebesar 24%. F. Daftar Pustaka Latifa dan Anggarwulan Kandungan nitrogen jaringan, aktivitas nitrat reduktase, dan biomassa tanaman kimpul (Xanthosoma sagittifolium) pada variasi naungan dan pupuk nitrogen. Jurnal Bioteknologi 6 (2): Mardiah, Sawarni, Reki Wicaksono dan Arifah rahayu Budi Daya dan Pengolahan Rosela Si Merah Segudang Manfaat. Agromedia, Jakarta Maspary Apa Kehebatan MOL Bonggol Pisang. m/2012/05/apa-kehebatan-molbonggol-pisang.html Pracaya Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Depok. Rahardi, F Agar Tanaman Cepat Berbuah. Agromedia, Jakarta. Suhastyo, Arum Asriyanti Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia Mikroorganisme Lokal (MOL) yang Digunakan Pada Budidaya Padi Metode Sri. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutaryat, Alik dan S. Suparyono Sumber hara. Trubus.504:119 Ristianti, Ni Putu Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiosis Dari Dalam Tanah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 2(1),

8 G. Biodata Penulis Penulis bernama Diana Novita Sari lahir di Bogor, 12 November 1989 lulusan S1 Program Studi Biologi Tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Konsentrasi Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang Nangka Terhadap Penambahan Panjang Akar Semai Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

S19 PENGARUH PEMBERIAN MOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomea reptans Poir) THE EFFECT OF GIVING MOL TOWARD GROWTH AND PRODUCTION OF KALE (IPOMEA REPTANS POIR) Jumriani. K

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA MIKRO ORGANISME LOKAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.)

UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA MIKRO ORGANISME LOKAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.) Volume 17, Nomor 2, Hal. 68-74 Juli Desember 2015 ISSN:0852-8349 UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA MIKRO ORGANISME LOKAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.) Miranti Sari Fitriani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri. Menurut Napiah (2009) ketersediaan BBM indonesia hanya akan mencapai

BAB I PENDAHULUAN. industri. Menurut Napiah (2009) ketersediaan BBM indonesia hanya akan mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, sehingga jumlah cadangan bahan bakar minyak yang ada di bumi akan semakin berkurang setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan sapi perah sudah banyak tersebar di seluruh Indonesia, dan di Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali merupakan daerah terkenal dengan usaha pengembangan sapi perah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi beras yang tinggi, hal ini dikarenakan kebiasaan dan tradisi masyarakat Indonesia ketergantungan dengan beras. Oleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) DENGAN PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN PUPUK KANDANG AYAM

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) DENGAN PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN PUPUK KANDANG AYAM PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) DENGAN PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN PUPUK KANDANG AYAM PLANT GROWTH AND PRODUCTION MUSTARD (Brassica juncea L) WITH GRANT OF MICROORGANISMS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL ) terbuat dari bahan-bahan alami,

I. PENDAHULUAN. Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL ) terbuat dari bahan-bahan alami, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL ) terbuat dari bahan-bahan alami, sebagai media hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk mempercepat penghancuran bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Mengembangkan dan membudidayakan tanaman tomat membutuhkan faktor yang mendukung seperti pemupukan, pengairan, pembumbunan tanah, dan lain-lain. Pemberian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82 Lampiran 1. Tabel rataan pengukuran tinggi bibit sengon, bibit akasia mangium, dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168. Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ 1 2 3 A0 T1 20,75 27,46

Lebih terperinci

KANDUNGAN KIMIA PUPUK ORGANIK CAIR DARI URINE SAPI MENGGUNAKAN BIANG PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) BATANG PISANG SEBAGAI PENGGANTI EM4

KANDUNGAN KIMIA PUPUK ORGANIK CAIR DARI URINE SAPI MENGGUNAKAN BIANG PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) BATANG PISANG SEBAGAI PENGGANTI EM4 KANDUNGAN KIMIA PUPUK ORGANIK CAIR DARI URINE SAPI MENGGUNAKAN BIANG PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) BATANG PISANG SEBAGAI PENGGANTI EM4 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : ARINI PRAMESTHI DAMAYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar. Warna, tekstur, dan aroma daun selada dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penggunaan pupuk anorganik mampu meningkatkan hasil pertanian, namun tanpa disadari penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus berdampak tidak baik bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill). PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill). SISCHA ALFENDARI KARYA ILMIAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2017

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH KULIT PISANG TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN HIAS KELADI Caladium bicolor

PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH KULIT PISANG TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN HIAS KELADI Caladium bicolor PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH KULIT PISANG TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN HIAS KELADI Caladium bicolor Devi Resianti, 036108001 Program studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Uniersitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pada penelitian ini diperoleh data pertumbuhan dan produktivitas jamur tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan berat basah jamur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sayuran sawi ditaneim dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan S perlakuan dan 3 kali pengulangan. Perlakuan tersebut adalah : (1) ETT MS = Bokashi + ETT daun mimba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian organik merupakan sistem managemen produksi yang dapat. tanaman. Dalam pelaksanaannya pertanian organik menitikberatkan pada

I. PENDAHULUAN. Pertanian organik merupakan sistem managemen produksi yang dapat. tanaman. Dalam pelaksanaannya pertanian organik menitikberatkan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik merupakan sistem managemen produksi yang dapat meningkatkan kesehatan tanah maupun kualitas ekosistem tanah dan produksi tanaman. Dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

Analisis Kualitas Larutan Mol (Mikoorganisme Lokal) Berbasis Daun Gamal (Gliricidia Sepium)

Analisis Kualitas Larutan Mol (Mikoorganisme Lokal) Berbasis Daun Gamal (Gliricidia Sepium) Analisis Kualitas Larutan Mol (Mikoorganisme Lokal) Berbasis Daun Gamal (Gliricidia Sepium) IDA AYU YADNYA SENI I WAYAN DANA ATMAJA *) NI WAYAN SRI SUTARI 1 Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor L.) DENGAN PEMBERIAN KOMPOS BERBAHAN DASAR DAUN KRINYU (Chromolaena odorata L.) Puja Kesuma, Zuchrotus Salamah ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran bagi manusia sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Tanaman selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Compositae. Kedudukan tanaman selada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BONGGOL PISANG DAN PUPUK KANDANG KOTORAN SAPI

RESPON TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BONGGOL PISANG DAN PUPUK KANDANG KOTORAN SAPI RESPON TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BONGGOL PISANG DAN PUPUK KANDANG KOTORAN SAPI Arum Asriyanti Suhastyo 1* dan Bondan Hary Setiawan 2 1 Dosen Program Studi Agroteknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI Usulan Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik TUGAS AKHIR - SB09 1358 Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik Oleh : Shinta Wardhani 1509 100 008 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlakuan dalam penelitian ini tersusun atas lima taraf perlakuan. Dalam setiap perlakuan terdapat lima kali ulangan. Kelima perlakuan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN PUPUK CAIR

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN PUPUK CAIR Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5 : 2 (November 2016) 19-26 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ac.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

Oleh : Yahumri BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) BENGKULU

Oleh : Yahumri BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) BENGKULU Oleh : Yahumri BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) BENGKULU PENGERTIAN, KANDUNGAN, DAN FUNGSI MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis beras yang dikembangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis beras yang dikembangkan oleh 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Di Indonesia, terdapat beberapa jenis beras yang dikembangkan oleh petani, diantaranya; beras putih, beras merah, dan beras hitam. Akan tetapi, beras hitam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal dari organik maupun anorganik yang diperoleh secara

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ( X Print) 1

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ( X Print) 1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas

Lebih terperinci

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL Nurhadiah Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email: diah.nurhadiah@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh Penambahan pupuk hayati ke dalam pembuatan kompos mempunyai peran penting dalam meningkatkan kandungan hara dalam kompos, terutama

Lebih terperinci

Analisis Kualitas Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang

Analisis Kualitas Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang Analisis Kualitas Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang NI KOMANG BUDIYANI NI NENGAH SONIARI*) NI WAYAN SRI SUTARI Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR (POC) LIMBAH TERNAK DAN LIMBAH RUMAH TANGGA PADA TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir) Oleh : Sayani dan Hasmari Noer *)

PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR (POC) LIMBAH TERNAK DAN LIMBAH RUMAH TANGGA PADA TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir) Oleh : Sayani dan Hasmari Noer *) Jurnal KIAT Universitas Alkhairaat 8 (1) Juni 2016 e-issn : 2527-7367 PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR (POC) LIMBAH TERNAK DAN LIMBAH RUMAH TANGGA PADA TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir) Oleh : Sayani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk phonska pada pertumbuhan dan produksi kacang hijau masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN KELOR DAN BONGGOL PISANG SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM (Amaranthus sp.)

PEMANFAATAN DAUN KELOR DAN BONGGOL PISANG SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM (Amaranthus sp.) PEMANFAATAN DAUN KELOR DAN BONGGOL PISANG SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM (Amaranthus sp.) PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman bit (Beta vulgaris L.) merupakan sejenis tanaman ubi-ubian yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman bit (Beta vulgaris L.) merupakan sejenis tanaman ubi-ubian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman bit (Beta vulgaris L.) merupakan sejenis tanaman ubi-ubian yang banyak mengandung gizi. Bit dapat dijadikan sebagai warna alami makanan. Pigmen merah pada buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi ruangan laboratorium secara umum mendukung untuk pembuatan pupuk kompos karena mempunyai suhu yang tidak berubah signifikan setiap harinya serta terlindung

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Anakan Rukam ( Flacourtian Rukam ) di Persemaian

Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Anakan Rukam ( Flacourtian Rukam ) di Persemaian Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Anakan Rukam ( Flacourtian Rukam ) di Persemaian Sri Sumarni Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : sri_nanisumarni@yahoo.co.id

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM KARYA ILMIAH TENTANG BUDIDAYA PAKCHOI (brassica chinensis L.) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERPA JENIS PUPUK ORGANIK Oleh SUSI SUKMAWATI NPM 10712035 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I.

Lebih terperinci

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI Azolla pinnata TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.))

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI Azolla pinnata TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.)) PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI Azolla pinnata TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.)) EFFECT OF DOSE AND TIME OF APPLICATION OF Azolla pinnata ON THE GROWTH

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

Pengaruh air leri dan limbah susu sapi Terhadap Pertumbuhan dan produksi Tanaman Sawi. M. Abror, SP, MM

Pengaruh air leri dan limbah susu sapi Terhadap Pertumbuhan dan produksi Tanaman Sawi. M. Abror, SP, MM Pengaruh air leri dan limbah susu sapi Terhadap Pertumbuhan dan produksi Tanaman Sawi M. Abror, SP, MM 0715117603 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO Januari 2017 1 Abstrak Pengaruh air leri dan limbah susu

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB 091358) BIOAUGMENTASI BAKTERI PELARUT FOSFAT GENUS Bacillus PADA MODIFIKASI MEDIA TANAM PASIR DAN KOMPOS (1:1) UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica sinensis) Oleh : Resky Surya Ningsih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kacang Tanah Tanaman kacang tanah memiliki perakaran yang banyak, dalam, dan berbintil. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun majemuk

Lebih terperinci

MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BUAH PISANG DAN PEPAYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN UBI JALAR (Ipomea batatas L)

MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BUAH PISANG DAN PEPAYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN UBI JALAR (Ipomea batatas L) MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BUAH PISANG DAN PEPAYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN UBI JALAR (Ipomea batatas L) BANANA AND PAPAYA LOCAL MICROORGANISMS (MOL) ON PLANT GROWTH SWEET POTATO (Ipomea batatas L)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Anakan Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum purpureum schumach (R 1 ), rumput Setaria spachelata (R 2 ), rumput Brachiaria brizantha (R 3 ),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Buncis Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang

BAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah bisa dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran, hotel, rumah makan maupun industri. Salah satu kota yang menghasilkan limbah ialah Muntilan. Banyaknya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae. Orchidaceae merupakan famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae. Orchidaceae merupakan famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Anggrek Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae. Orchidaceae merupakan famili tanaman terbesar yang terdiri dari 900 Genus dan 25.000 spesies (La Croix, 2008).

Lebih terperinci

Vol 3 No 1. Januari Maret 2014 ISSN :

Vol 3 No 1. Januari Maret 2014 ISSN : PENGARUH MOL REBUNG BAMBU TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PRE NURSERY ( The Effect of Local Microorganisms from Fermented Bamboos Shoots (Bambosoideae ) on Oil Palm

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stadia Pertumbuhan Kedelai Stadia pertumbuhan kedelai secara garis besar dapat dibedakan atas pertumbuhan vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak

Lebih terperinci