BAB I PENDAHULUAN. Konflik politik di Pantai Gading berawal dari kudeta militer yang terjadi pada tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Konflik politik di Pantai Gading berawal dari kudeta militer yang terjadi pada tahun"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik politik di Pantai Gading berawal dari kudeta militer yang terjadi pada tahun 1999 yang dipimpin oleh Jendral Robert Guei. Pasca kudeta militer Guei membentuk pemerintahan sementara dan mengadakan pemilu nasional di tahun Pada saat itu Pengadilan Tinggi Pantai Gading yang para anggotanya ditunjuk oleh Guéï melarang salah satu menteri yang hendak mencalonkan diri sebagai presiden yaitu Allasane Outtara yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Agama Islam untuk mengikuti pemilihan umum dengan alasan Allasane Outtara berkewarganegaraan Pantai Gading namun orang tuanya berasal dari Burkina Faso. 1 Hal tersebut menimbulkan rasa kecewa dari para simpatisan Outtara yang mayoritas merupakan komunitas muslim di Pantai Gading. Laurent Gbagbo akhirnya berhasil menjadi Presiden di Pantai Gading melalui kudeta pada bulan oktober Ketika pemilihan umum kembali diselenggarakan di Pantai Gading pada tahun Allassane Outtara kembali menjadi pihak oposisi yang berhadapan dengan Presiden Laurent Gbagbo. Hasil pemilihan umum yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum pada saat itu menyatakan bahwa Allasane Outtara memperoleh suara 54,1 persen. 3 Wakil Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (Special Representative of the Secretary General of the United Nations) yang juga menjabat sebagai kepala United Nations Operation in Cote d Ivoire (UNOCI), Choi Young-Jin, kemudian mengesahkan hasil pemilu 1 BBC, Ivory Coast Country Profile, diakses pada tanggal 31 Juli Artikel, ECOWAS Bahas Eskalasi di Pantai Gading, URL: diakses pada tanggal: 31 Juli Artikel, Côte d'ivoire Investigation, URL : diakses pada tanggal 15 Februari 2015.

2 yang menyatakan kemenangan Outtara pada tanggal 3 Desember 2010 yang berarti bahwa Laurent Gbagbo kalah dalam pemilihan umum tersebut. 4 Kubu Gbagbo menolak hasil pemilihan umum tersebut dan Laurent Gbagbo justru mendeklarasikan diri sebagai presiden terpilih. 5 Dewan Konstitusional kemudian memperkuat posisi Gbagbo dan menuding Allasane Outtara melakukan kecurangan. Keduanya juga melakukan sumpah jabatan masing-masing dan dilantik sebagai presiden. Gbagbo dilantik di depan Dewan Konstitusi, sedangkan Outtara melantik dirinya melalui surat yang ditujukan kepada Dewan Konstitusi dan surat pengesahan dari UNOCI dan keyakinan bahwa rakyat telah memilihnya dan dengan pengakuan dari komunitas internasional yang telah memilihnya. 6 Lebih jauh keduanya juga membentuk kabinet pemerintahannya masing-masing. Pertarungan politik ternyata berlanjut pada perang saudara. Sejak pertengahan Desember 2010, pertempuran antara kedua kubu telah melibatkan penggunaan senjata berat seperti mortar, granat, dan senapan mesin berat. 7 Konflik tersebut mengakibatkan krisis di berbagai bidang pada tahun 2010 sampai dengan tahun Salah satu dampak krisis terburuk ialah terganggunya ekspor kakao yang menjadi penghasilan pokok negara Pantai Gading. Sekitar 3000 orang penduduk sipil tewas di tangan pasukan pro-gbagbo dan sekitar 150 orang wanita telah di perkosa. 8 Menurut laporan Human Rights Watch dan Amnesty Internasional, sejak kerusuhan terjadi, banyak 4 Ibid. Artikel, Konflik Politik Bisa Picu Perang Saudara, URL: ra, diakses pada tanggal: 15 Ferbuari Artikel, Partisipasi Politik di Republik Pantai Gading (Cote d' Ivoire), URL: re_, diakses pada tanggal 31 Juli Artikel, As Côte d Ivoire Plunges into Violence, Secretary-General Says United Nations Undertakes Military Operation to Prevent Heavy Weapons Use against Civilians, URL: diakses pada tanggal: 15 Februari Artikel, ICC/Côte d Ivoire: Gbagbo to Go to Trial Court s First Case of Former Head of State, URL: diakses pada tanggal: 15 Februari 2015.

3 wanita di Pantai Gading turut jadi korban akibat dipukuli, ditelanjangi, diserang dan diperkosa. 9 Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pasukan Laurent Gbagbo sungguh bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional, khususnya Konvensi Jenewa IV tahun 1949 mengenai Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil yang telah diratifikasi oleh Pantai Gading pada tanggal 28 Desember 1961 dan Protokol Tambahan II tentang Perlindungan korban-korban dalam Konflik Bersenjata Non-Internasional. Dalam Pasal 27 Konvensi Jenewa IV dinyatakan bahwa perempuan harus secara khusus dilindungi dari serangan terhadap martabatnya khususnya dari tindakan perkosaan. Tindakan pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang sipil merupakan hal yang dilarang secara tegas dan bahkan dikualifikasikan sebagai pelanggaran serius (grave breaches) sebagaimana diatur dalam Pasal 147 Konvensi Jenewa IV. Mengingat perang yang terjadi di Pantai Gading merupakan konflik bersenjata yang bersifat non-internasional maka Pasal 4 ayat (2) Protokol Tambahan II tahun 1977 yang menentukan pelarangan terhadap pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan, juga dilanggar. Selain pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang berasal dari perjanjian yang berasal dari hukum humaniter, sejumlah aturan hukum humaniter kebiasaan khususnya mengenai perlakuan terhadap orang sipil, juga terabaikan. Hal ini dapat dilihat dalam Aturan 89 mengenai larangan pembunuhan, Aturan 90 mengenai larangan penyiksaan, Aturan 93 mengenai larangan perkosaan, dan Aturan 98 mengenai larangan penghilangan paksa. Di bagian barat Pantai Gading United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) harus menghentikan pekerjaannya, karena situasinya terlampau berbahaya. Para 9 Artikel, Human Rights Watch World Report, URL: diakses pada tanggal: 15 Februari 2015.

4 pemberontak berupaya merebut kota Duékoué dan melepaskan tembakan dengan menggunakan senjata berat. Kantor Presiden Perancis Nicolas Sarkozy mengatakan pasukan Perancis telah diberi otorisasi oleh pasukan PBB untuk melucuti senjata berat milik Gbagbo. 10 Perancis juga mengirimkan pasukan militernya memulihkan kondisi di negara yang merupakan bekas jajahannya tersebut dengan nama Pasukan Licorne. Komunitas internasional menginginkan Gbagbo turun dan mengakui kemenangan Ouattara yang terindikasikan melalui kunjungan ke negara yang berada di bagian Barat Afrika ini. Perdana Menteri Kenya Raila Odinga diutus oleh Uni Afrika (UA) dan tiga presiden yaitu Yayi boni dari Benin, Ernest Koroma dari Sierra Leone, dan Pedro Pires dari Cape Verde diutus oleh Economic Community of West African States (ECOWAS), mereka mengemban misi agar Gbagbo menerima kekalahannya dan menerima kemenangan Ouattara, jika tidak maka negara-negara tetangga Pantai Gading akan melakukan intervensi atau tekanan militer. Salah satunya adalah ECOWAS yang terus menekan Gbagbo mundur dan mengakui Ouattara sebagai presiden terpilih. ECOWAS memberi waktu hingga tanggal 17 Januari 2011 untuk melakukan perundingan antara Gbagbo dengan Outtara yang dimediasi oleh ECOWAS dan Uni Afrika. 11 Perundingan ini selain bertujuan untuk menghindari perang saudara tetapi juga untuk mecari solusi damai. Tetapi apabila sudah melampaui batas waktu yang ditetapkan maka ECOWAS dan Uni Afrika akan memberlakukan kekuatan militer kepada Pantai Gading. Namun hal tersebut tidak membuat Gbagbo menyerah, tindakan Gbagbo tersebut akhirnya 10 Artikel, Helikopter PBB di Pantai Gading Tembak ke Arah Pasukan Gbagbo, URL: /91699.html, diakses pada tanggal: 15 Februari Artikel, Ivory Coast: Africa mediation fails to end stalemat, URL: diakses pada tanggal: 31 Juli 2015.

5 dibalas dengan dipaksa mundurnya Gubernur Bank Sentral Regional Afrika Barat Philippe Henri Dacoury Tabley yang berasal dari Pantai Gading. 12 Ancaman tekanan militer yang sempat diutarakan belum bisa dilaksanakan karena para komunitas internasional masih menghendaki diplomasi melalui perundingan damai. Sanksi lain juga dilakukan oleh komunitas internasional dengan cara menutup semua akses keuangan pribadi, keluarga, dan pemerintahan Gbagbo oleh lembaga keuangan internasional. 13 Sebagai respon, PBB menempatkan pasukan perdamaian (UNOCI) untuk menjaga perdamaian dan mengakhiri perang saudara di Pantai Gading dan juga membantu Alassane Ouattara yang diakui PBB sebagai presiden terpilih untuk menangkap Laurent Gbagbo. Gbagbo menuding komunitas internasional bersengkokol menyingkirkan dirinya dan mengancam jika ECOWAS berani menggerakkan kekuatan militer untuk menyingkirkannya, Pantai Gading akan menjadi medan pertempuran terburuk. 14 Pada tanggal 30 November 2011 mantan Presiden Gbagbo akhirnya di tangkap oleh International Criminal Court (ICC). 15 Penangkapan Gbagbo tersebut memicu kemarahan para pendukungnya, mereka menyatakan akan memboikot pemilu dan upaya-upaya rekonsiliasi. ICC menemukan indikasi bahwa kubu Gbagbo membayar dan mempersenjatai sekitar milisi, termasuk yang didatangkan dari negara tetangga, Liberia. Menurut jaksa penuntut ICC, sekitar orang tewas di tangan pasukan pro-gbagbo. Pre-Trial Chamber III dari ICC mengizinkan untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut kepada mantan Presiden 12 Artikel, Ivory Coast's disputed president Laurent Gbagbo has rejected a move to replace the governor of the West African regional central bank, who was forced to step down Saturday after failing to cut off funds to the Ivorian leader, URL: diakses pada tanggal 15 Februari Nicolas Cook, Cote d'ivoire s Post-Election Crisis, Congressional Research Service, 2011, h Artikel, Partisipasi Politik di Republik Pantai Gading (Cote d' Ivoire), URL: _, diakses pada tanggal 15 Februari ICC-02/11-01/11 Pre-Trial The Prosecutor v. Laurent Gbagbo, URL: aspx, diakses pada tanggal tanggal: 15 Februari 2015.

6 Laurent Gbagbo, setelah penuntut menunjukkan bukti-bukti yang cukup untuk menuntut Presiden Gbagbo dengan tuduhan telah melakukan serangan meluas terhadap masyarakat sipil di Pantai Gading. 16 Penangkapan oleh ICC ini sangat menarik apabila di tinjau dari hukum internasional publik, khususnya hukum pidana internasional dan hukum hak asasi manusia internasional. Ketika investigasi mulai dilakukan di tahun 2011, Pantai Gading sesungguhnya belum meratifikasi Statuta Roma. Adapun dasar hukum yang digunakan ICC untuk memulai proses hukum terhadap kasus ini adalah deklarasi yang dilakukan oleh Pantai Gading pada tanggal 18 April yang menyatakan menerima yurisdiksi ICC untuk mengidentifikasi dan menyelidiki pelaku yang melakukan kejahatan di wilayah Negara tersebut. 18 Pantai Gading sendiri pada akhirnya meratifikasi Statuta Roma pada tanggal 18 April Hal ini menjadikan penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul PENEGAKAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL MENGENAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN DI PANTAI GADING Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengangkat dua permasalahan yang penting untuk dibahas secara lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 16 Artikel, Mantan Presiden Gbagbo Menepis Dakwaan ICC, URL: diakses pada tanggal: 15 Februari Lihat Organisasi Koalisi NGO AMerika untuk Mahkamah Internasional, Pertanyaan dan Jawaban: Kasus dan Penuntutan terhadap V. Laurent Gbagbodi Mahkamah Internasional, URL: diakses pada tanggal 31 Juli Dikutip dari Laporan Human Rights Watch, Mereka Membunuhnya Seolah-olah Tidak Ada Apaapa (They Killed Them Like It was Nothing), 2011, 116. Republik Pantai Gading, Deklarasi Menerima Jurisdiksi Mahkamah Internasional, 8 April 2003, URL: daikses pada: 15 Februari 2015.

7 1. Bagaimanakah yurisdiksi ICC untuk menyelesaikan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo? 2. Bagaimana penegakan hukum atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo ditinjau dari perspektif Hukum Pidana Internasional? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup masalah dalam penulisan ini bertujuan untuk memberikan batasanbatasan guna menghindari penyimpangan pada isi dan materi agar sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sehingga dapat diuraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Menguraikan secara umum mengenai kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo dan konsep HAM Internasional. 2. Menguraikan secara umum mengenai Statuta Roma sebagai dasar operasional ICC. 3. Menguraikan secara umum yurisdiksi ICC untuk menyelesaikan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah : a. Tujuan umum 1. Untuk dapat mengetahui kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo. 2. Untuk dapat mengetahui bagaimana penegakan Hukum Pidana Internasional. b. Tujuan Khusus

8 1. Untuk menganilisis yurisdiksi International Criminal Court (ICC) dalam menyelesaikan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo. 2. Untuk menganalisis penegakan hukum atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan Presiden Laurent Gbagbo Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo dan memberikan pengetahuan tentang bagaimana penegakan hukum atas kejahatan terhadap kemanusian yang dilakukan oleh mantan Presiden Laurent Gbagbo. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam pengembangan ilmu hukum secara umum khususnya bidang hukum internasional mengenai analisis yuridis terhadap penegakan hukum melalui hukum nasional, Lembaga-lembaga HAM Internasional, dan melalui ICC atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Mantan Presiden Laurent Gbagbo. b. Manfaat Praktis Dari segi praktis berguna sebagai upaya yang dapat diperoleh secara langsung manfaatnya, seperti meningkatkan keahlian dalam meneliti dan keterampilan menulis, sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum, acuan pengambilan keputusan yuridis, dan bacaan baru bagi penelitian ilmu hukum Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citta Aditya Bakti, Bandung, h. 66.

9 1.6. Landasan Teoritis a. Teori Universalitas Hak Asasi Manusia Teori universalitas berpegang pada teori radikal universalitas HAM, bahwa perbedaan kebudayaan bukan berarti membenarkan perbedaan konsepsi HAM, perbedaan pengalaman historis tidak menghapuskan HAM yang dipahami secara berbeda dan diterapkan secara berbeda pula dari suatu kelompok ke kelompok lain. Teori ini menganggap bahwa hanya ada satu pemahaman mengenai HAM, bahwa nilai-nilai HAM berlaku sama di manapun dan kapanpun serta dapat diterapkan pada masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya dan sejarah yang berbeda. 20 Dengan demikian, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku secara universal. 21 Atas dasar tersebut teori ini sangat bermanfaat untuk memberikan suatu kerangka pikir dalam menganalisa kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Pantai Gading. b. Asas Aut Dedere Aut Punire Keinginan dari semua Negara untuk menjamin bahwa kejahatan-kejahatan berat tidak dapat dibiarkan tanpa dihukum, kerap kali negara tempat dimana pelaku kejahatan mencari perlindungan tidak dapat menuntut atau menghukum pelaku karena suatu peraturan teknis hukum pidana atau karena tidak memiliki yurisdiksi. 22 Dengan demikian asas ini diharapkan dapat membuat pelaku tindak pidana mengurungkan niat untuk melarikan diri ke luar negeri, sebab ada kemungkinan 20 Artikel, Kontroversi Universalitas Vs Relativitas HAM, URL: diakses pada tanggal: 17 Februari Subhan Sofhian dan Asep Sahid Gantara, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan, Fokusmedia, Bandung, h J.G. Starke, 1989, Pengantar Hukum Internasional 2, Aksara Persada Indonesia, h. 36.

10 pelaku tersebut akan dikembalikan ke negara tempat kejadian tersebut dilakukan (locus delicti) atau negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili, atau jika tidak diserahkan kepada negara yang meminta penyerahannya, maka ada kemungkinan pelaku tindak pidana tersebut dapat diadili dan dihukum oleh negara dimana dia berada atau mencari perlindungan, sepanjang negara tersebut memiliki yurisdiksi atas pelaku dan/atau kejahatan yang dilakukannya. 23 Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan suatu ekstradisi adalah: a. Adanya Orang yang Dapat Diekstradisi Harus adanya kerjasama suatu negara dengan negara lain, sehingga negara yang meminta bisa mendapat penyerahan warganegaranya sendiri atau warganegara dari negara ketiga. Tetapi kebanyakan negara biasanya menolak ekstradisi warga mereka sendiri yang telah mencari perlindungan diwilayah mereka. 24 b. Kejahatan Ekstradisi Pada umumnya, negara-negara mengekstradisi hanya untuk kejahatankejahatan berat dan ada suatu keuntungan nyata dalam pembatasan daftar kejahatan ekstradisi tersebut karena prosedurnya sulit. 25 c. Asas Aut Dedere Aut Judicare Asas ini dikemukaan oleh Cherif Bassiouni yang berarti bahwa setiap negara memiliki kewajiban untuk menuntut dan mengadili pelaku kejahatan internasional dan berkewajiban melakukan kerjasama dengan negara lain dalam melakukan penahanan, 23 I Wayan Parthiana, 1983, Ekstradisi Dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, h Op. Cit. h Ibid.

11 penuntutan, mengadili pelaku kejahatan internasional. 26 Kejahatan internasional yang terjadi di suatu negara kerap kali dianggap bukan sebagai suatu kejatahan karena kejahatan yang terjadi belum diatur dalam hukum nasional negara tersebut, sehingga negara tersebut tidak dapat menuntut atau mengadili pelaku kejahatan internasional, namun berkewajiban melakukan penahanan dan kemudian melakukan ekstradisi kepada negara yang memiliki yurisdiksi atas pelaku kejahatan tersebut sebagai wujud kerjasama dengan negara lain dalam menegakkan hukum pidana internasional. 27 d. Prinsip-prinsip ICC Pada bagian III Statuta Roma 1998 mengatur tentang Prinsip-prinsip Umum di dalam Hukum Pidana, selain itu di dalam pasal-pasal yang terdapat pada Statuta Roma juga dapat dikatakan prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh ICC. Prinsipprinsip dasar tersebut antara lain: a. Complementary and Admissibility b. Yurisdiksi Universal c. Ne bis in idem d. Legalitas e. Non-Retroaktif f. Pertanggungjawaban Individu g. Non-Impunitas h. Pertanggungjawaban Komando i. Kadaluarsa Perkara j. Pengecualian Tanggungjawab Pidana k. In Precentia 26 Bassiouni, M.Cherif, 1986, International Criminal Law Volume I: Crimes, dalam Anis Widyawati, 2014, Hukum Pidana Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h Romli Atmasasmita, 2006, Kejahatan Transnasional dan Internasional Serta Implikasi Terhadap Pendidikan Hukum Pidana Serta Kebijakan Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, h. 3.

12 l. Presumption of Innocent 1.7. Metode Penelitian Untuk memenuhi kriteria ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan maka dalam penulisan karya tulis diperlukan adanya suatu penelitian dan dalam mencari kebenaran ilmu hukum, diperlukan metodologi yang bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan ilmiah. Adapun metodologi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Jenis Penelitian Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan melalui studi keputustakaan, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, dan bahan-bahan refrensi lainnya. Peter Mahmud Marzuki menyatakan pendapatnya mengenai penelitian hukum normatif, merupakan proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip- prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. 28 Penelitian hukum normatif ini dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 29 Pada penelitian hukum normatif, hukum sering kali dikonsepkan sebagai apa yang tertulis pada peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang dijadikan patokan berprilaku oleh manusia yang dianggap pantas. 30 Soerjono Soekanto juga menyatakan, bahwa penelitian hukum normatif terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap 28 Peter Mahmud Marzuki dalam Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normative & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h Ibid. 30 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 118.

13 sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 31 b. Jenis Pendekatan Terdapat beberapa pendekatan dalam penelitian hukum, antara lain pendekatan peraturan perundang- undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. 32 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan empat jenis pendekatan yaitu pendekatan kasus (Case Approach), pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan historis (Historical Approach), dan pendekatan fakta (Fact Approach). Pendekatan kasus (case approach) dilakukan melalui instrumen hukum internasional dengan menganalisa kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi sehingga substansi dari permasalahan tersebut dapat ditemukan dan kemudian menghubungkannya dengan instrumen hukum internasional yang terkait. Adapun yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. 33 Pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach) adalah metode penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait, memahami hirarki dan asas-asas peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan penelitian ini, penulis menganalisis instrumen-instrumen hukum internasional dan relevansinya dengan kasus sehingga akan ditemukan substansi dari permasalahan yang akan dibahas. Dapat dikatakan bahwa pendekatan perundang-undangan berupa 31 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h Ibid, h. 97.

14 legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. 34 Pendekatan fakta (fact approach) dilakukan dengan menelaah fakta-fakta yang terjadi yang didapat melalui sumber informasi terkait. Pendekatan historis (historical approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan meninjau sejarah dari pemasalahan tersebut. c. Sumber Bahan Hukum Adapun sumber bahan hukum pada penelitian ilmiah ini adalah : 1. Sumber bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat umum, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau putusan pengadilan, peraturan dasar dan perjanjian internasional. Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan ini yaitu : a. Statuta Roma 1998 b. Elements of Crime c. The Universal Declaration of Human Rights (UDHR). d. International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). e. Rules of Procedure and Evidence ICC f. Pre Trial III Report ICC 1. Bahan hukum sekunder, Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku- buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya. 35 Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan dalam skripsi ini adalah buku-buku, karya tulis, media massa dan media internet yang berhubungan dengan kasus ini. 34 Ibid, h Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 30.

15 2. Bahan hukum tersier, yaitu bahan non hukum yang digunakan untuk menjelaskan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus dan lainlain. 36 d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan atau dokumentasi, yaitu mengumpulkan bahan hukum yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulkan instrumen internasional yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, sedangkan pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan bahan hukum yang bersumber dari buku-buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet yang terkait dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam skripsi ini. Adapun pengumpulan bahan hukum tersier dilakukan melalui kamus hukum. e. Teknik Analisa Bahan Hukum Analisa bahan hukum merupakan pengumpulan bahan hukum yang kemudian dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan juga bahan hukum sekunder 37, yang kemudian diberikan penilaian, intepretasi dan diajukan suatu argumen untuk mendapatkan gambaran umum. Berdasarkan analisa dan teknis penulisan ini, maka 36 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Media Group, Jakarta, h Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet. ke II Ghalia Indo, Jakarta, h. 93.

16 pada akhir skripsi dikemukakan kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran sebagai penutup Soejono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, h. 43.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku 55 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Peradilan internasional baru akan digunakan jika penyelesaian melalui peradilan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma merupakan wujud dari Prinsip Komplemeter dari badan yudisial tersebut. Pasal tersebut mengatur terhadap

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL oleh Made Putri Saraswati A.A. Gede Oka Parwata Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Ne bis in idem principle

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk juga metode dalam sebuah penelitian. Menurut Peter R. Senn, 1 metode merupakan suatu prosedur

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Sakti Prasetiya Dharmapati I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan internasional, penegakan hukum terhadap imunitas kepala

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa selanjutnya

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 DAFTAR PUSTAKA Buku Aigins, Rosalyn, UN Peacekeeping 1946-1967 Documentary and Commentary Vol 1,Middle East.London 1969. Ambarwaty, Denny Ramadhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter Internasional dalam studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Anak adalah masa depan suatu bangsa sebagai tunas dan potensi yang mempunyai peran untuk menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anaklah yang

Lebih terperinci

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: Jakarta 14 Mei 2013 Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) 63 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN OLEH MANTAN PRESIDEN LAURENT GBAGBO DAN KONSEP HAM INTERNASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN OLEH MANTAN PRESIDEN LAURENT GBAGBO DAN KONSEP HAM INTERNASIONAL BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN OLEH MANTAN PRESIDEN LAURENT GBAGBO DAN KONSEP HAM INTERNASIONAL 2.1. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan yang Dilakukan oleh Mantan Presiden Laurent

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Gita Wanandi I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana internasional pada hakekatnya adalah diskusi tentang hukum pidana internasional dalam pengertian formil. Artinya, yang akan di bahas

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA Oleh: Ni Made Dwita Setyana Warapsari I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek penyelenggaran negara dewasa ini berkembang ke arah demokrasi dan perlidungan Hak Asasi Manusaia (HAM). Masalah HAM mengemuka pada setiap kehidupan penyelenggaraan

Lebih terperinci

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENYELESAIAN KASUS KEKERASAN TERHADAP JEMAAT AHMADIYAH DI WILAYAH CIKEUSIK INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK- HAK SIPIL DAN POLITIK Oleh: I Made Juli Untung Pratama I Gede Pasek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan dan interaksi internasional berbagai bangsa memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain, baik berupa kepentingan ekonomi, politik dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur proses pelaksanaannya, sekaligus melindungi para

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur proses pelaksanaannya, sekaligus melindungi para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem pemilihan umum (Pemilu) 1) atau pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang jujur dan adil. Pilkada yang jujur dan

Lebih terperinci

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA Oleh: Ida Ayu Karina Diantari Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah . METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, 1 yaitu meneliti berbagai peraturan perundangundangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penerbangan MH-17 Malaysia Airlines merupakan penerbangan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang dari berbagai negara, pesawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL

PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL AD HOC IMT NUREMBERG IMT TOKYO ICTY ICTR SIERRA LEONE CAMBODIA TIMOR TIMUR / INDONESIA IMT - NUREMBERG NOVEMBER 1945 SEPTEMBER 1946 22 TERDAKWA

Lebih terperinci

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional Mahkamah Pidana Internasional Sekilas tentang Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) didirikan berdasarkan Statuta Roma tanggal 17 Juli 1998,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut Internasional/ The United Nations Convention on

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini memiliki hukum positif untuk memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap warga negaranya atau orang yang

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. tertentu dengan cara menganalisanya. Untuk usaha mencari dan mendapatkan jawaban atas

I. METODE PENELITIAN. tertentu dengan cara menganalisanya. Untuk usaha mencari dan mendapatkan jawaban atas I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER PAKTA PERTAHANAN ATLANTIK UTARA (THE NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION/NATO) TERHADAP LIBYA Oleh: Veronika Puteri Kangagung I Dewa Gede Palguna

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Mahrus, 2011, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, UII Pers, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Mahrus, 2011, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, UII Pers, Yogyakarta. 135 DAFTAR PUSTAKA Buku : Akub, Syukri dan Baharuddin Baharu, 2012, Wawasan Due Proses Of Law dalam Sistem Peradilan Pidana, Mahakarya Rengkang Offset, Ali, Mahrus, 2011, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court PENGHANCURAN BENDA BUDAYA (ICONOCLAST) SEBAGAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN Oleh: Made Panji Wilimantara Pembimbing I: Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, S.H., M.S Pembimbing II: I Made Budi Arsika, S.H.,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Menurut Peter

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI Oleh: A.A. Sg Istri Karina Prabasari I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title of this article is

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan serius terhadap hak asasi manusia, selain kejahatan perang. Kejahatankejahatan tersebut secara

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER 9.1. Perkembangan Dalam Hukum Humaniter Salah satu aspek penting dari suatu kaidah hukum yaitu mengenai penegakannya (law enforcement). Suatu perangkat hukum

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme di Afghanistan dan Hubungannya Dengan Prinsip Non Intervensi agar

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Oleh: Made Arik Tamaja I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Hukum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kasus pelanggaran terhadap hilangnya hak-hak dasar individu merupakan sebuah fenomena yang masih banyak berlangsung di berbagai Negara di dunia. Bentuk pelanggaran

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) 145 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji

BAB III METODE PENELITIAN. studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian hukum normatif ( normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji Undang-Undang. Pokok kajiannya

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara, digariskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Hukum. Dengan demikian, segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi arab. Perang ini diawali oleh unjuk rasa di Benghazi pada 15 Februari 2011,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945). Terdapat tiga prinsip dasar negara hukum yaitu: supremasi hukum, persamaan dihadapan

Lebih terperinci

PENERAPAN HUKUMAN MATI SECARA MASSAL DI MESIR DITINJAU DARI HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

PENERAPAN HUKUMAN MATI SECARA MASSAL DI MESIR DITINJAU DARI HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL PENERAPAN HUKUMAN MATI SECARA MASSAL DI MESIR DITINJAU DARI HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Oleh : Ni Made Krisnawati Suatra Putrawan Bagian Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Abstract

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci