X. PERSPEKTIF KEBERLAJUTAN. Pertama menyangkut alasan moral, dimana barang dan jasa yang dinikmati dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "X. PERSPEKTIF KEBERLAJUTAN. Pertama menyangkut alasan moral, dimana barang dan jasa yang dinikmati dan"

Transkripsi

1 235 X. PERSPEKTIF KEBERLAJUTAN Dalam perspektif pembangunan berkelanjutan setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pembangunan hutan tanaman industri harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan moral, dimana barang dan jasa yang dinikmati dan dihasilkan saat ini oleh perusahaan HTI dari sumber daya alam dan lingkungan perlu tetap terjaga ketersediaannya untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup pengelolaan sumber daya alam yang ada saat ini secara baik dan tidak merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati hasil yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi, dimana aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan HTI sudah semestinya tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan semata yang pada akhirnya dapat merusak fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan perlunya memperhatikan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Pengembangan konsep pembangunan yang berkelanjutan perlu mempertimbangkan kebutuhan yang wajar secara sosial dan kultural, menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang seimbang dengan batas kemampuan lingkungan. Namun demikian ada kecenderungan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut akan tergantung pada kebutuhan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi ataupun kebutuhan produksi pada skala maksimum. Pembangunan berkelanjutan jelas mensyaratkan pertumbuhan ekonomi dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang konsisten dengan pertumbuhan ekonomi, serta mencerminkan prinsip-prinsip keberlanjutan.

2 236 Seringkali terjadi aktivitas produksi yang tinggi, namun hal itu dapat saja terjadi secara bersamaan dengan kemelaratan yang tersebar luas. Kondisi ini dapat membahayakan lingkungan. Jadi pembangunan berkelanjutan mensyaratkan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dengan cara meningkatkan potensi produksi perusahaan dan sekaligus menjamin kesempatan berusaha yang sama bagi semua orang. Dalam perspektif keberlanjutan pembangunan HTI di PT. MHP, pembahasan akan di bagi menjadi empat bagian, yaitu prinsip-prinsip keberlanjutan pembangunan HTI, dimensi keberlanjutan pembangunan HTI, faktor-faktor yang menjadi kendala keberlanjutan, dan prospek keberlanjutan HTI di perusahaan MHP Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang menjamin kekayaan nasional per kapita yang tidak menurun melalui penggantian atau konversi dari sumber-sumber kekayaan tersebut, yaitu stok dari modal yang diproduksi, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial, dan sumberdaya alam. Dalam ilmu ekonomi sumber daya alam, konsep ini dikenal dengan istilah "Hartwick Rule" (Hartwick, 1977). Hartwick Rule pada intinya, menekankan bahwa jika suatu perekonomian menggunakan penghasilan atau rente dari sumberdaya alam untuk melakukan investasi pada jenis stok modal yang lain, maka pembangunan akan terjamin untuk berkelanjutan. Hartwick Rule berpegang pada asumsi bahwa modal buatan manusia merupakan substitusi dari modal alamiah. Berdasarkan pemahaman tersebut

3 237 muncul dua konsep yang berbeda dari keberlanjutan, yaitu konsep keberlanjutan lemah (weak sustainability) dan keberlanjutan kuat (strong sustainability). Dalam pembangunan berkelanjutan yang menganut konsep Weak sustainability yang diutamakan adalah total stok modal yang tidak boleh berkurang, sementara salah satu komponen dari modal itu sendiri, yang terdiri dari modal manusia, modal alamiah dan modal sosial dapat saja berkurang. Apabila modal alamiah berkurang, tetapi komponen yang lain bertambah, misalnya modal fisik (infrastruktur), maka kondisi keberlanjutan akan tetap terjamin. Sedangkan dalam konsep Strong Sustainability, ditekankan bahwa selain total stok modal harus konstan, ada beberapa komponen dari modal, terutama modal alamiah, yang tidak boleh berkurang. Argumentasinya didasarkan pada premis bahwa beberapa bentuk dari modal statusnya sebagai pelengkap satu sama lain (komplementer) dan bukan sebagai pengganti atau substitusi. Pilihan mengadopsi salah satu konsep sangat tergantung dari seberapa jauh kita percaya akan substitutabilitas antar komponen dari modal tersebut. Pembangunan berkelanjutan berdasarkan kesepakatan komisi Brundtland yang menyatakan bahwa Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Secara implisit ada dua hal yang menjadi perhatian dalam konsep bruntland tersebut. Pertama, menyangkut pentingnya memperhatikan kendala sumber daya alam dan lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi. Kedua, menyangkut perhatian pada kesejahteraan (well-being) generasi mendatang.

4 238 Berdasarkan pengertian di atas, agar pengusahaan HTI oleh perusahaan dapat berlangsung dalam jangka panjang paling tidak menurut konsep keberlanjutan lemah (Weak sustainability) dan bisa terus dinikmati oleh generasi mendatang, keberlanjutan produksi perusahaan dapat dilihat dari sisi perubahan teknologi (Technology shifter), perubahan Teknis (Technical shifter), dan perubahan skala usaha (Scaling shifter) baik yang telah dikembangkan maupun yang sedang dikembangkan selalu oleh perusahaan saat ini dan nanti. Perubahan Teknologi Salah satu keuntungan pengelolaan hutan tanaman industri adalah perubahan teknologi yang selalu berkembang dan dapat diaplikasikan secara luas dalam peningkatan produksi hutan tanaman. Hambatan fisik-biologis satu persatu dapat diatasi oleh perusahaan HTI dengan penemuan baru dari hasil riset dan pengembangan yang telah dilakukan secara terus menerus. Masalah serangan hama dan penyakit, saat ini sudah dapat diatasi dengan pencegahan dini dengan membuat kondisi tanaman tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Metode pencegahan yang efektif yang diterapkan saat ini adalah dengan menjaga kelembaban dalam tegakan supaya tidak tinggi dengan pengaturan jarak tanam dan pemeliharaan yang tepat. Penanggulangan kebakaran di HTI PT MHP dilakukan dengan membuat sekat bakar di setiap blok sebagai antisipasi untuk mencegah merembetnya kebakaran yang terjadi. Dari sisi organisasi dan penanganan kebakaran perusahaan HTI PT MHP merupakan perusahaan yang sudah diakui oleh badan internasional yang dianggap dan dinilai paling siap di Indonesia. Saat ini di PT

5 239 MHP terdapat 15 unit satuan khusus pengendalian kebakaran, setiap unit membawahi areal seluas hektar. Selanjutnya untuk membantu deteksi dini terjadinya kebakaran telah dibangun sebanyak 41 menara api setinggi 25 meter dengan luas peliputan hektar. Pengembangan pemuliaan pohon merupakan peluang yang sangat menjanjikan pengembangan hutan tanaman yang lestari dan berkelanjutan. Untuk pengembangan jangka panjang, perusahaan MHP telah membangun kebun benih semai memalaui konversi secara bertahap uji keturunan. Strategi pemuliaan yang diterapkan adalah pemuliaan subgalur (subline breeding). Sampai saat ini terdapat 10 subgalur yang dibangun sejak tahun 1993, dan setiap subgalur mengandung famili. Sampai saat ini telah ditemukan beberapa varietas dengan umur panen yang lebih singkat dari semula 8 tahun menjadi hanya 6 7 tahun dengan pertumbuhan diameter pohon yang lebih baik. Penemuan dan peranan penelitian serta kemajuan teknologi pada semua proses penanaman, pemeliharaan dan pemanenan di hutan tanaman indutri diharapkan dapat terus meningkatkan produksi dan usaha hutan tanaman dimasa mendatang dalam jangka panjang dapat berkelanjutan. Perubahan Teknis Dengan teknologi intensifikasi yang terus di teliti dan dikembangkan oleh perusahaan, efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, seperti pupuk, dan obatobatan terus dilakukan oleh perusahaan untuk menekan biaya variabel penanaman setiap hektar hutan tanaman. Pada awal daur pertama biaya pembangunan hutan tanaman industri sekitar Rp18 juta per hektar, dengan berbagai efisiensi yang

6 240 telah dilakukan, saat ini biaya pembukaan satu hektar tanaman HTI hanya sekitar Rp15 juta per hektar. Perubahan Skala Usaha Penanaman HTI skala komersial perusahaan HTI PT. MHP telah dimulai sejak tahun 1990 dengan luasan hanya hektar, penanaman kemudian terus berkembang hingga akhir tahun 2000, dengan penanaman skala komersial telah mencapai hektar. Untuk mempertahankan kemampuan perusahaan sebagai pemasok utama bahan baku ke industri pulp, sejak tahun 2000 perusahaan melakukan penanaman dalam luasan yang seragam yaitu seluas hektar setiap tahunnya, sebagai ganti penutupan lahan hutan yang di panen pada tahun yang sama. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara luas panen dengan luas tanaman. Pembangunan hutan tanaman industri yang telah dilakukan oleh perusahaan saat ini dengan mengedepankan aspek keberlanjutan paling tidak mencerminkan tiga aksioma dasar sebagaimana yang dikemukan Hall (1988) bahwa: (1) Aktivitas perusahaan saat ini dan masa mendatang telah diupayakan untuk memberikan nilai positif dalam jangka panjang; (2) Aset lingkungan yang menjadi konsentrasi pengelolaan perusahaan telah memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat; (3) Memahami dan mengatasi kendala akibat implikasi yang timbul pada aset lingkungan. Lebih lanjut PT. MHP berupaya untuk mengelaborasi konsep keberlanjutan dalam kegiatan perusahaan dengan : (1) mempertahankan utilitas dan konsumsi yang diperoleh masyarakat agar tidak menurun, (2) pengelolaan sumberdaya alam dilakukan sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa

7 241 mendatang, (3) sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (nondeclining), (4) sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam, dan (5) keseimbangan dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi. Selanjutnya pembangunan HTI yang berkelanjutan oleh perusahaan dapat dirinci menjadi tiga aspek, yaitu: (1) keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu. Berkelanjutan secara ekonomi berhubungan dengan asas biaya dan manfaat, lebih tepatnya manfaat harus lebih besar daripada dampaknya. (2) Keberlanjutan ekologi adalah keberlanjutan yang harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi ekosistem. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3). Keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik. Dalam keberlanjutan sosial juga merefleksikan hubungan interaksi antara pembangunan dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Suatu aktivitas secara sosial berkesinambungan, yang dapat berintegrasi dengan norma sosial yang ada atau tidak bertolak belakang dengan toleransi masyarakat terhadap perubahan. Pembangunan berkelanjutan sebagai proses untuk membawa tiga proses pembangunan di atas secara seimbang. Pada tingkat lokal, pembangunan berkelanjutan menghendaki bahwa pengembangan ekonomi dapat menopang kehidupan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara lokal.

8 242 Agar pembangunan dapat berkelanjutan maka secara ideal manfaatnya harus berkesinambungan dan dipertahankan secara kontinyu. Ini berarti bahwa pembangunan harus memenuhi berbagai tujuan secara seimbang, baik tujuan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kesimpulan yang ditarik dari prinsi-prinsip pembangunan berkelanjutan adalah berupa sekumpulan aktivitas yang dapat meningkatkan derajat kehidupan manusia dalam berbagai aspek dan peningkatan tersebut dapat terus dipertahankan secara berkelanjutan untuk masa mendatang Dimensi Keberlanjutan Pembangunan HTI PT. MHP Dimensi keberlanjutan pembangunan hutan tanaman industri PT. MHP dapat dilihat dari 4 sisi, yaitu dimensi sosial psikologi, sosial ekologi, sosial ekonomi dan sosial budaya yang akan diuraikan dalam pembahasan berikut ini. Dimensi Sosial Psikologi Masalah yang dihadapi sektor kehutanan bukan saja tanggung jawab ilmu kehutanan, hukum, dan manajemen, tetapi juga ilmu yang mempelajari perilaku manusia seperti psikologi. Perbedaan aspek-aspek kemanusiaan seperti norma, sikap, nilai dan kearifan lokal memiliki implikasi yang luas bagi hutan tanaman industri dan kehidupan masyarakat disekitarnya. Penyuluhan dan edukasi merupakan komponen utama dalam pendekatan yang mempengaruhi masyarakat untuk bertindak dalam cara yang menguntungkan lingkungan. Masyarakat tidak dapat diharapkan peduli mengenai isu-isu perusahaan dan lingkungan sekitar bila mereka tidak memahaminya secara benar, dan mereka tidak bisa disalahkan jika bertindak dengan cara-cara yang merusak

9 243 tatanan lingkungan yang ada bila mereka tidak sadar akan implikasi dari perilakunya. Dalam kasus perusahaan HTI PT MHP, metode utama yang digunakan untuk mengupayakan perubahan perilaku adalah penyebaran informasi atau usaha persuasi yang diorganisir melalui penyuluhan dan edukasi yang terprogram. Efektifitas penyebaran informasi dan edukasi secara persuasi dalam mempengaruhi perilaku bergantung pada banyak faktor. Termasuk aspek psikologi komunikasi seperti kejelasan pesan yang disampaikan, derajat dimana pesannya disesuaikan dengan masyarakat, bagaimana penyampaiannya, muatan emosionalnya, penyampaian rekomendasi yang spesifik dan konkrit, dan kredibilitas penyampainya. Pesan yang secara sensitif disesuaikan pada penerimanya akan lebih efektif dalam menyebabkan perubahan perilaku masyarakat dan mengurangi sentimen negatif terhadap perusahaan. Perilaku masyarakat dipengaruhi oleh perilaku kelompok dan norma sosial, apa yang dipersepsikan sebagai boleh dan tidak boleh. Persetujuan sosial dapat berperan seperti insentif dan disinsentif dalam membentuk perilaku, dan persetujuan sosial satu dan lain komunitas sangatlah bervariasi. Oleh sebab itu, identifikasi yang hati-hati akan norma sosial dan tekanan kelompok pada tingkat lokal sangatlah kritis dalam mengubah perilaku masyakarat untuk sadar lingkungan. Suatu pendekatan pada perubahan perilaku yang memanfaatkan tekanan kelompok dan norma sosial yang telah menunjukkan derajat keberhasilan adalah community-based social marketing. Masyarakat cenderung akan menggunakan sistem bila mereka turut berpartisipasi, meskipun minimal, dalam rancangan atau implementasi dibanding

10 244 mereka yang tidak diikut sertakan. Ini berarti selain kepakaran dan kebijakan yang dikerahkan oleh perusahaan maupun institusi independen, proses pelibatan masyarakat (meskipun hanya lewat representasi tua-tua adat misalnya) tidak kalah pentingnya. Musyawarah adalah karakteristik pemecahan masalah publik khas masyarakat yang berada di sekitar kawasan HTI PT. MHP. Dimensi Sosial Ekologi Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pendekatan pencapaian terhadap keberlanjutan ataupun kesinambungan berbagai aspek kehidupan yang mencakup keberlanjutan ekologis. Dalam dimensi sosial ekologi manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan alamiahnya, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling bergantung satu sama lain secara fundamental. Dalam Ekologi mengakui nilai intrinsik semua mahluk hidup dan memandang manusia tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan. Untuk kasus sosial psikologi di perusahaan MHP telah dilakukan penanganan yang baik persoalan-persoalan ekologi yang terkait dengan banyak prilaku masyarakat yang kurang baik dan merugikan ekologi. Masalah utama dalam sosial ekologi adalah kebakaran hutan, hal ini sudah dapat diatasi dengan baik dengan pembinaan, pelatihan, dan adanya SOP yang baik penganganan kebakaran hutan di perusahaan MHP. Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan generasi mendatang. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis

11 245 tersebut perusahaan HTI PT MHP telah berupaya dengan melaksanakan hal-hal pokok sebagai berikut: a. Memelihara integritas tatanan lingkungan HTI agar sistem penunjang kehidupan di kawasan HTI tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan dapat berkelanjutan. b. Tiga aspek yang selalu diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan tersebut, yaitu: daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. Untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan yaitu dengan menghindari konversi dan modifikasi ekosistem yang tidak relevan, kurangi konversi lahan subur dan kelola lahan dengan baku mutu ekologis yang tinggi, dan limbah yang dibuang tidak melampaui daya asimilatifnya lingkungan. c. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologis. Proses yang menjadikan rangkaian jasa pada manusia masa kini dan masa mendatang. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut perlu hal-hal berikut yaitu menjaga ekosistem alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak berubah, memelihara seluas mungkin area ekosistem yang diperuntukkan bagi keanekaragaman dan keberlanjutan keanekaragaman spesies. Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan hal penting untuk keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat dilaksanakan melalui:

12 246 pencegahan pencemaran lingkungan; rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dan sumberdaya alam yang rusak; meningkatkan kapasitas produksi dari ekosistem alam dan binaan manusia. Dimensi Sosial Ekonomi Keberlanjutan ekonomi dari perspektif pembangunan memiliki dua hal utama, keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan tujuan aspek keberlanjutan lainnya. Keberlanjutan ekonomi secara makro menjamin kemajuan ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural secara menyeluruh. PT MHP dalam pelaksanaan PHBM telah berhasil mengendalikan dimensi sosial ekonomi ini melalui kemitraan program MHBM dan MHR yang diikat dengan kontrak kerjasama yang erat. Adanya informasi yang dapat di akses oleh seluruh masyarakat secara transparan, telah berdampak pada adanya kesempatan dan peluang yang sama bagi masyarakat sekitar untuk ikut andil dalam kegiatan ekonomi dan kerjasama ekonomi produktif lainnya. Hal ini merupakan prasayarat keberlanjutan ekonomi dalam pengelolaan HTI ke depan. Ada tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi ke depan yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan dan distribusi kesejahteraan. Hal tersebut diatas dapat dicapai oleh perusahaan HTI melalui kebijaksanaan perusahaan untuk melibatkan masyarakat sekitar dalam kegiatan perusahaan baik melalui program MHBM maupun program MHR, peningkatan kelembagaan, pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset.

13 247 Dimensi Sosial Budaya Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh masyarakat. Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu: a. Stabilitas penduduk di sekitar kawasan perusahaan yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat peranan dan status gender, meningkatkan kualitas, efektivitas dan lingkungan keluarga. b. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan dan mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak mungkin tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi pendapatan atau adanya kelas sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kelas sosial yang dihilangkan dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan yang merata, pemerataan pemulihan lahan dan peningkatan peran masyarakat. c. Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh masyarakat, dan dengan memahami dan menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat sosial bagi masyarakat dan pembangunan ekonomi. d. Mendorong pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa persyaratan penting dalam keberlanjutan sosial yaitu: prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program diarahkan untuk manfaat bersama, investasi pada perkembangan sumberdaya misalnya meningkatkan status gender, akses pendidikan dan kesehatan, kemajuan ekonomi harus

14 248 berkelanjutan melalui investasi dan perubahan teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi yang adil dan efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu dihindari melalui keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber daya. Pengelolaan faktor sosial budaya dalam pengelolaan HTI di PT MHP, perusahaan sejauh ini telah mengadopsi kembali kearifan lokal dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan masyarakat sekitar kawasan. Perusahaan juga sudah memfasilitas musyawarah dalam masyarakat dengan diskusi kelompok yang dilakukan secara rutin yang tergabung dalam Fokus Diskusi Group (FGD) Faktor-Faktor Kendala Keberlanjutan HTI PT. MHP Faktor-Faktor yang menjadi kendala keberlanjutan pembangunan HTI PT. MHP dapat dilihat dari 4 hal yang merupakan faktor penentu yang harus di menjadi kesepakatan untuk pengembangan manfaat dan keuntungan ekonomi bagi masyarakat. Keempat faktor tersebut adalah, faktor institusional, faktor efisiensi, faktor pembelanjaan, dan faktor sinergi. Faktor Istitusional (Institutional Factors) Penggunaan variabel sosial psikologis, seperti rasa aman, nyaman, dan rasa diperhatikan oleh perusahaan, adalah penting untuk pelaksanaan PHBM dalam hutan tanaman industri yang tertuang dalam program MHBM dan MHR yang diharapkan memperoleh dukungan yang kuat dari masyarakat yang menjadi sasaran program pemberdayaan masyarakat. Peluang ekonomi dan keuntungan

15 249 yang akan di dapatkan oleh masyarakat akan memperoleh dukungan semua peserta jika terbina hubungan sosial psikologi yang harmonis secara institusional. Keberagaman etnis sosial dengan tanaman akasia dan tanaman pokok yang berbeda dengan diusahakan masyarakat selama ini dapat menyebabkan salah pengertian dan permasalahan lain yang kompleks. Untuk meyakinkan masyarakat tentang manfaat yang luas dari keberadaan perusahaan HTI bagi masyarakat, diperlukan penguatan kelembagaan yang mendukung program HTI. Kendala psikologi yang dihadapi perusahaan saat ini adalah sentimen negatif dan rasa curiga sebagian masyarakat terhadap keberadaan perusahaan. Untuk mengatasi kendala psikologis yang dihadapi oleh perusahaan saat ini adalah dengan meminimalisir sentimen negatif terhadap perusahaan dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan HTI dalam program partisipasi, dan pendekatan yang saling menguntungkan dengan penyuluhan dan edukasi yang baik. Faktor Efisinesi (Efficiency Factors) Faktor efisiensi pemanfaatan sumberdaya lahan saat ini sangat penting mengingat keterbatasan sumberdaya lahan yang kian semakin langka. Tekanan masyarakat lokal yang semakin kuat terhadap keberadaan sumberdaya lahan dapat menimbulkan konflik yang beragam terhadap klaim lahan perusahaan oleh masyarakat. Tekanan masyarakat terhadap lahan dapat diukur secara sosial ekologi dari rasio penggunaan tenaga kerja per luas lahan. Di sekitar kawasan areal konsesi milik perusahaan HTI PT MHP, banyak masyarakat berusahatani secara tradisional. Usahatani masyarakat secara relatif umumnya mempunyai

16 250 produktivitas yang rendah. Untuk itu, keberadaan demplot secara permanen dapat menjadi percontohan yang baik, guna meningkatkan produktivitas mereka melalui edukasi langsung yang bersifat demonstratif. Adanya iklim sosial ekologi yang baik juga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas masayarakat dan perusahaan. Pembinaan prilaku ekologi yang merugikan juga merupakan solusi untuk meminimalisir kerugian ekologi yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Faktor Pembelanjaan (Spending Factors) Faktor pembelajaan yang merupakan cerminan dari daya beli masyarakat yang masih rendah merupakan kendala yang dihadapi saat ini. Kemampuan daya beli yang masih rendah di dalam masyarakat dapat dilihat secara jelas dari rendahnya daya beli mereka terhadap barang-barang modal yang diperlukan dalam proses produksi, hal ini dapat menjadi kontra produktif untuk mendukung upaya silvikultur pengembangan hutan tanaman bagi masyarakat sekitar. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui penanaman akasia dalam pengembangan program MHBM dan MHR perlu di tunjukkan oleh keunggulan ekonominya secara realistis dan masuk akal sebelum hal itu dapat diadopsi oleh masyarakat secara luas. Kemitraan yang kuat antara perusahaan dan masyarakat melalui program peningkatan ekonomi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan daya beli telah berhasil dilakukan oleh perusahaan dalam PHBM dengan program MHBM dan MHR,

17 251 dimana secara umum pendapatan masyarakat sekitar kawasan meningkat sebesar 30% lebih dari sebelumnya. Faktor Sinergi (Synergy Factors) Sinergi antar kelompok dan sesama kelompok dengan perusahaan HTI harus berjalan harmonis dan saling menguntungkan, walaupun sinergi antar kelompok dan sesama kelompok ini terkadang menjadi hambatan, dikarenakan adanya satu atau beberapa anggota kelompok yang berlaku curang dan mau untung sendiri. Sinergi antar kelompok dan sesama kelompok merupakan faktor penting yang harus disepakati oleh peserta MHR untuk mendukung keperlanjutan penggunaan sumberdaya lahan. Jika tidak kontrak kerjasama bisnis akan mudah berakhir dengan mudah kapa saja. Sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat tidak mudah merasa tertipu oleh perusahaan. Pengelolaan dimensi sosial budaya telah berhasil menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dengan masyarakat atau kelompok masyarakat melalui musyawarah mufakat dan kearifan lokal lainnya dalam menyusun rencana dan pelaksnaan kegiatan ekonomi Prospek Keberlanjutan HTI PT. MHP Prospek keberlanjutan HTI PT MHP untuk program MHR dapat dilihat dari tingkat keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada daur kedua. Untuk mengetahui variabel yang menjadi penentu keputusan petani peserta MHR untuk melanjutkan atau tidak program pembangunan HTI dengan pola MHR pada siklus kedua, digunakan model persamaan logit dimana keputusan petani

18 252 dipengaruhi oleh variabel sosial psikologi, variabel sosial ekologi, variabel sosial ekonomi, variabel sosial budaya. Variabel sosial psikologi meliputi rasa aman penduduk terhadap status kepemilikan lahan yang mereka usahakan dalam berusahatani di wilayah mereka. Variabel ini dinyatakan dalam variabel dummy adanya rasa aman atau tidak. Variabel sosial ekologi meliputi variabel tingkat kesuburan lahan, kemiringan lahan, dan jarak lahan dari tempat tinggal. Variabel sosial ekonomi meliputi variabel pendapatan dari HTI, pendapatan dari usaha tani lain, pendapatan dari luar usahatani, biaya hidup kelaurga. Variabel sosial budaya meliputi variabel biaya yang dikeluarkan petani untuk kenduri, gotong royong, arisan dan pengeluaran kegiatan sosial lainnya. Berdasarkan empat variabel pokok di atas, di duga bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan program Mengelola Hutan Rakyat (MHR) pada rotasi ke-2 adalah 1) dummy adanya rasa aman, 2) dummy kesuburan lahan, 3) dummy kemiringan kahan, 4) jarak lahan dari tempat tinggal, 5) luas lahan, 6) pendapatan dari HTI, 7) pendapatan dari usahatani lain, 8) pendapatan dari luar usahatani, 9) biaya hidup keluarga, dan 10) biaya sosial, seperti biaya kenduri, gotong royong, arisan dll. Setelah dilakukan pengeolahan data terhadap 10 variabel di atas, ternyata terdapat masalah korelasi yang cukup tinggi antara variabel luas lahan MHR dengan penerimaan dari tanaman HTI, yaitu sebesar Hal ini dapat di mengerti karena, penerimaan petani dari HTI terkait erat dengan luas lahan HTI yang ditanami. Untuk mengatasi masalah ini maka variabel luas lahan dikeluarkan dari model pendugaan.

19 253 Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode penduga maximum likelihood, dapat di lihat sejauh mana model logit dapat menjelaskan atau memprediksi model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada rotasi ke dua. Hal ini dapat dilihat dari nilai Khi-kuadrat (χ2) dari model regresi. Sebagaimana halnya model regresi linear dengan metode OLS, kita juga dapat melakukan pengujian arti penting model secara keseluruhan. Jika metode OLS menggunakan uji F, maka pada model logit menggunakan uji G. Statistik G ini menyebar menurut sebaran Khikuadrat (χ2). Karenanya dalam pengujiannya, nilai G dapat dibandingkan dengan nilai χ2 tabel pada α tertentu dan derajat bebas k-1. Selanjutnya Kita juga bisa melihat nilai p-value dari nilai G ini yang ditampilkan oleh software SPSS. Dari hasil output SPSS didapatkan nilai χ2 sebesar 34.4 dengan p-value Karena nilai ini jauh dibawah 1% (α=1%), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi keputusan petani dalam melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Berdasarkan nilai Nagelkerke R Square sebesar yang berarti bahwa sembilan variabel bebas mampu menjelaskan variasi keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada tahap ke dua sebesar 59.7%, sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Selanjutnya, untuk menguji faktor mana yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam melanjutkan program MHR pada siklus ke dua tersebut, dapat menggunakan uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan statistik uji Wald, yaitu dengan membagi koefisien terhadap standar error masing-masing koefisien.

20 254 Dari 9 variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model tersebut, pada taraf uji (α) sebesar 25 persen terdapat tujuh variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Keempat variabel tersebut adalah 1) dummy adanya rasa aman, 2) jarak lahan dari tempat tinggal, 3) pendapatan dari luar usahatani, 4) biaya hidup keluarga, 5) pendapatan dari usahatani lain, 6) dummy kemiringan lahan, dan 7) dummy kesuburan lahan. Pada taraf uji (α) sebesar 15 persen, terdapat enam variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Ketiga variabel tersebut adalah 1) dummy adanya rasa aman, 2) jarak lahan dari tempat tinggal, 3) pendapatan dari luar usahatani, 4) biaya hidup keluarga, 5) pendapatan dari usahatani lain, dan 6) dummy kemiringan lahan. Pada taraf uji (α) sebesar 5 persen terdapat empat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua, yaitu 1) dummy adanya rasa aman, 2) jarak lahan dari tempat tinggal, 3) pendapatan dari luar usahatani, dan 4) biaya hidup keluarga. Sedangkan variabel Pendapatan petani dari HTI dan biaya sosial pengaruhnya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Hasil analisis mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua, ringkasannya disajikan dalam tabel 39 berikut ini.

21 255 Tabel 39. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan program MHR di PT. MHP, Tahun 2010 No Variabel Parameter Estimasi Standar Error Wald df Sig. Exp(B) D D D X X X X X X Constant Keterangan : 1 Berpengaruh nyata secara signifikan pada taraf uji α Berpengaruh nyata secara signifikan pada taraf uji α Berpengaruh nyata secara signifikan pada taraf uji α Tidak berpengaruh secara signifikan dimana : D1 = Dummy adanya rasa aman (ada=1; tidak ada=0) D2 = Dummy kesuburan lahan (subur=1, tidak subur=0) D3 = Dummy Kemiringan Lahan (relatif datar=1, miring=0) X1 = Jarak lahan dari tempat tinggal (km) X3 = Pendapatan dari HTI (Rp/siklus) X4 = Pendapatan dari usahatani lain (Rp/tahun) X5 = Pendapatan dari luar usahatani (Rp/tahun) X6 = Biaya hidup keluarga (Rp/tahun) X7 = Biaya sosial, seperti biaya kenduri, gotong royong, arisan dll (Rp/tahun) Koefisien dalam model logit menunjukkan perubahan dalam logit sebagai akibat perubahan satu satuan variabel independent. Interpretasi yang tepat untuk koefisien ini tentunya tergantung pada kemampuan menempatkan arti dari perbedaan antara dua logit. Oleh karenanya, dalam model logit, dikembangkan

22 256 pengukuran yang dikenal dengan nama odds ratio (ψ). Odds ratio untuk masingmasing variabel ditampilkan oleh SPSS sebagaimana yang terlihat tabel diatas pada kolom Exp(B). Odds ratio secara matematis dapat dirumuskan menjadi persamaan: ψ = e β, dimana e adalah bilangan dan β adalah koefisien masing-masing variabel. Variabel dummy adanya rasa aman berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel dummy adanya rasa aman adalah Ini berarti bahwa petani yang memiliki rasa aman terhadap program MHR dan kepemilikan lahan mereka mempunyai peluang sebesar 35.9 kali untuk mengambil keputusan tetap melanjutkan program MHR pada siklus ke dua dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki rasa aman dalam program MHR. Variabel jarak lahan dari tempat tinggal mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel jarak lahan dari tempat tinggal adalah sebesar 1.5. Ini berarti bahwa jika jarak lahan dari rumah petani bertambah 1 km, maka peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua akan meningkat sebesar 1.5 kali. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak lahan yang mereka miliki dari tempat tinggal mereka, maka semakin sulit bagi petani untuk mengurus lahannya tersebut. Berdasarkan pertimbangan ekonomi daripada lahan tersebut menganggur dan tidak menghasilkan sama sekali, maka mereka cenderung memutuskan untuk menyerahkan lahan tersebut untuk dikelola oleh perusahaan dalam program MHR untuk ditanami dengan akasia.

23 257 Variabel pendapatan dari luar usahatani, berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel pendapatan dari luar usahatani adalah sebesar Ini berarti bahwa jika pendapatan petani dari luar usahatani bertambah sebesar Rp1 juta, maka peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua akan bertambah sebesar Hal ini dapat terjadi karena petani yang mempunyai pendapatan yang lebih besar dari luar usahatani mencurahkan waktu yang lebih banyak dalam mengelola usaha atau pekerjaan di luar usahataninya. Jadi dengan keterbatasan waktu yang dimiliki petani untuk membuka dan mengolah lahannya sendiri maka mereka cenderung untuk mengikut sertakan lahannya dalam program MHR. Variabel biaya hidup keluarga, berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel biaya hidup keluarga adalah sebesar Ini berarti bahwa jika biaya hidup petani bertambah sebesar Rp1 juta, maka peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua akan naik sebesar kali. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar kebutuhan petani untuk membiayai hidup kelaurganya, semakin besar pula pengeluaran yang dia keluarkan. Untuk menutupi kebutuhan yang semakin meningkat petani selalu berusaha mencari sumber-sumber penghasilan lain yang dapat mereka usahakan, diantaranya adalah dengan mengikut sertakan lahan-lahan menganggur yang mereka miliki untuk diikut sertakan dalam program MHR yang dikelola oleh perusahaan.

24 258 Variabel pendapatan dari usahatani lain, berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel pendapatan dari usahatani lain adalah sebesar Hal ini berarti bahwa jika pendapatan dari usahatani lain bertambah sebesar Rp1 juta, maka peluang keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua akan bertambah sebesar kali. Hal ini dapat terjadi karena naiknya pendapatan petani dari usahatani lain akan cenderung meningkatkan perhatian dan curahan waktu kerja mereka menjadi lebih besar, sehingga mereka tidak punya waktu kerja lagi untuk mengelola lahan-lahan menganggur yang mereka miliki, sehingga mereka cenderung untuk mengikut sertakannya dalam program MHR. Variabel dummy kemiringan lahan, berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel dummy kemiringan lahan adalah Ini berarti bahwa petani yang memiliki lahan yang semakin miring mempunyai peluang sebesar kali untuk mengambil keputusan tetap melanjutkan program MHR pada siklus ke dua dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki lahan yang datar. Keadaan lahan yang lebih miring memerlukan pengelolan yang lebih sulit dibandingkan dengan lahan yang datar, hal ini berarti bahwa semakin sulit pengelolaan lahan yang mereka miliki, petani lebih cenderung untuk menyerahkan lahan untuk diikutsertakan dalam program MHR. Variabel dummy kesuburan lahan berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan petani untuk melanjutkan program MHR pada siklus ke dua. Nilai odds ratio dari variabel dummy kesuburan lahan adalah Ini berarti

25 259 bahwa petani yang memiliki lahan yang semakin subur mempunyai peluang sebesar untuk mengambil keputusan tetap melanjutkan program MHR pada siklus ke dua dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan yang yang kurang subur. Keadaan lahan yang lebih kurang subur memerlukan pengelolaan yang lebih sulit dan pemupukan yang lebih banyak dibandingkan dengan lahan yang subur, hal ini berarti bahwa semakin sulit dan mahal pengelolaan lahan yang mereka miliki, petani lebih cenderung untuk menyerahkan lahan untuk diikutsertakan dalam program MHR. Secara keseluruhan dari uraian di muka akan terlihat bahwa keberlanjutan pembangunan hutan tanaman industri PT. MHP dapat dilihat dari 4 hal, yaitu stabilitas, produktivitas, equitabilitas, dan sustainabilitas. Keempat hal tersebut secara utuh sangat menentukan keberlanjutan pembangunan hutan tanaman industri ke depan dalam jangka panjang Stabilitas Keberlanjutan usaha pembangunan hutan tanaman sangat ditentukan oleh stabilitas kawasan yang tercermin dari adanya rasa aman masyarakat di sekitar kawasan hutan. Keberlanjutan stabilitas kawasan diarahkan pada respon masyarakat yang tinggi terhadap hak asasi manusia, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan budaya, kebebasan yang dilaksanakan perlu memperhatikan proses yang transparan dan bertanggungjawab, kepastian bekerja, memperoleh penghasilan, kesedian pangan, air, dan pemukiman. Keberlanjutan keamanan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, baik yang langsung maupun tidak langsung, yang dapat membahayakan integritas,

26 260 identitas, dan kelangsungan pengusahaan hutan tanaman industri. Di wilayah perusahaan saat ini stabilitas kawasan sangat kondusif, aman, tertib, dan terpelihara. Produktivitas Prospek keberlanjutan pembangunan HTI dapat dilihat dari aspek produktivitas. Pengembangan bibit unggul dari seleksi 10 subgalur yang dilakukan terus menerus, dan berkembangnya teknologi budidaya telah mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara signifikan, dari 160 m 3 per hektar, sekarang sudah mencapai 200 m 3 per hektar. Pengembangan klon Acacia mangim unggulan telah memperpendek daur produksi dari 8 tahun menjadi hanya 6 7 tahun. Produktivitas yang terus meningkat dari siklus tanam ke siklus tanam berikutnya dapat menjadi jaminan keberlanjutan pembangunan HTI pada masa mendatang. Equitabilitas Pembangunan hutan tanaman industri yang berkelanjutan harus berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti, meratanya distribusi pendapatan dan kesempatan untuk bekerja mencari pengahsilan, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, dimana kesenjangan pendapatan antara si kaya dan si miskin dapat dipersempit. Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan

27 261 adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini telah mempertimbangkan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya. Sustainabilitas Pembangunan hutan tanaman yang berkelanjutan harus memperhatikan kesinambungan usaha dari generasi ke genasi dalam jangka panjang. Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan di PT MHP telah dikelola dengan baik melalui bekerjanya gerbang pengendalian kemerosotan sosial, sehingga semua dimensi sosial yang merugikan yang terjadi dalam masyarakat dapat di deteksi dan atasi dengan cepat dan tepat sasaran. Persepsi jangka panjang masyarakat tentang pentingnya perusahaan yang mrupakan bagian dari kehidupan ekonomi, ekologi dan sosial mereka adalah perspektif penting dalam pembangunan yang berkelanjutan.

P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N

P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N K O N S E P P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi seringkali menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2 PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Materi ke 2 Program pascasarjana ITATS PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Penelitian ini dilakukan di areal Hutan Tanaman Industri milik PT Musi

IV. METODOLOGI. Penelitian ini dilakukan di areal Hutan Tanaman Industri milik PT Musi 59 IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal Hutan Tanaman Industri milik PT Musi Hutan Persada (MHP) yang terletak Propinsi Sumatera Selatan. Penentuan lokasi ini

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

Visi TERWUJUDNYA KOTA JAMBI SEBAGAI PUSAT PERDAGANGAN DAN JASA BERBASIS MASYARAKAT YANG BERAKHLAK DAN BERBUDAYA. Misi

Visi TERWUJUDNYA KOTA JAMBI SEBAGAI PUSAT PERDAGANGAN DAN JASA BERBASIS MASYARAKAT YANG BERAKHLAK DAN BERBUDAYA. Misi BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH 2.1. VISI MISI Visi dan Misi yang telah dirumuskan dan dijelaskan tujuan serta sasarannya perlu dipertegas dengan bagaimana upaya atau cara untuk mencapai tujuan dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK OREO SETELAH ADANYA ISU MELAMIN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK OREO SETELAH ADANYA ISU MELAMIN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK OREO SETELAH ADANYA ISU MELAMIN Penelitian ini menggunakan regresi logistik untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

MENUJU TEBO SEJAHTERA (MTS): AMAN, HARMONIS DAN MERATA

MENUJU TEBO SEJAHTERA (MTS): AMAN, HARMONIS DAN MERATA 5.1. Visi Pembangunan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN

Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Terminologi Berkaitan dengan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan permasalahan yang cukup pelik dan sulit untuk dihindari. Jika tidak ada kesadaran dari berbagai pihak dalam pengelolaan lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH. hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu.

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH. hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu. BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH Prioritas dan sasaran pembangunan merupakan penetapan target atau hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu. Penetapan prioritas

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Sesuai dengan Permendagri 54/2010, visi dalam RPJMD ini adalah gambaran tentang kondisi Provinsi Sulawesi Selatan yang diharapkan terwujud/tercapai pada akhir

Lebih terperinci

Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS)

Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS) Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS) Author: Junaidi Junaidi 1. Pengantar Salah satu persyaratan dalam mengestimasi persamaan regresi dengan metode OLS (Ordinary Least Square)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018, adalah rencana pelaksanaan tahap ketiga (2013-2018) dari Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya

Lebih terperinci

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2016 A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2016 Visi Pembangunan Jangka Menengah secara hirarki adalah suatu kondisi yang akan dicapai dalam rangka merealisir keadaan

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 TAHAPAN I (2005-2009) TAHAPAN I (2010-2014) TAHAPAN II (2015-2019) TAHAPAN IV (2020-2024) 1. Meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat Kabupaten

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 BAB V VISI, MISI, DAN V - 1 Revisi RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 5.1. VISI Dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam

Lebih terperinci

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV.1 Agenda Pembangunan Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangunan, serta permasalahan pembangunan yang telah diuraikan sebelumnya, maka disusun sembilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa setiap Provinsi, Kabupaten/Kota wajib menyusun RPJPD

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketentraman. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Pertanian Paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi alternatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA 18 Hayatul Rahmi 1, Fadli 2 email: fadli@unimal.ac.id ABSTRAK Pengambilan

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air BAB VI PENUTUP Air dan lahan merupakan dua elemen ekosistem yang tidak terpisahkan satu-sama lain. Setiap perubahan yang terjadi pada lahan akan berdampak pada air, baik terhadap kuantitas, kualitas,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA Nini Rahmawati Pangan dan Gizi Manusia Zat gizi merupakan komponen pangan yang bermanfaat bagi kesehatan (Mc Collum 1957; Intel et al 2002). Secara klasik

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci