PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 96 PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A YOGYAKARTA Za iimatus Sholikhah Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta kuningjaim@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi dan hambatan pelaksanaan pemberian Remisi terhadap Narapidana korupsi. Disamping itu untuk mendeskripsikan upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pemberian Remisi terhadap Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif menggunakan pendekatan metode kualitatif. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive. Subjek penelitian yaitu 2 orang petugas sub seksi registrasi dan 3 orang Narapidana korupsi yang tidak dapat memenuhi salah satu persyaratan Remisi. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan cross chek. Teknik analisis data secara induktif melalui reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data, dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pelaksanaan pemberian Remisi terhadap Narapidana korupsi dilakukan sesuai Undang-Undang No. 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan. Pelaksanaan pemberian Remisi terhadap Narapidana korupsi diberikan jika Narapidana korupsi telah memenuhi persyaratan umum berkelakuan baik sesuai Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI No.M.09.HH Th 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RI No.174 Th 1999 tentang Remisi, telah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan, dan telah memenuhi persyaratan khusus sesuai Peraturan Pemerintah No. 99 Th 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32 Th 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Dari 45 Narapidana korupsi, sejumlah 40 beragama Islam, 5 beragama Kristen. Remisi umum diberikan kepada 7 Narapidana korupsi, 6 laki-laki, 1 perempuan. Remisi khusus diberikan kepada 7 Narapidana korupsi beragama Islam, 6 laki-laki, 1 perempuan. Remisi Dasawarsa diberikan kepada 4 Narapidana korupsi, 3 laki-laki, 1 perempuan. Hambatan Pelaksanaan Pemberian Remisi terhadap Narapidana korupsi: sulitnya Narapidana korupsi memenuhi salah satu persyaratan khusus yaitu membayar denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan, dan lama proses keluarnya SK dikabulkan/ditolaknya permohonan Remisi. Upaya yang dilakukan yaitu: Narapidana korupsi harus memenuhi semua persyaratan, adanya komunikasi yang lebih jelas antar petugas dan Kementrian Hukum HAM Pusat. Kata Kunci : Remisi, Narapidana korupsi, Lembaga Pemasyarakatan.

2 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 97 IMPLEMENTATION REMMISIONS TO PRISONERS OF CORRUPTIONS IN CORRECTIONAL INSTITUTION KLAS II A YOGYAKARTA Za iimatus Sholikhah Citizenship and Law Education, Faculty of Social Sciences, Yogyakarta State University kuningjaim@yahoo.co.id ABSTRACT This research purposed to describe the implementation of the remissions to prisoners of corruptions, describe the obstacle the implementation of remissions to prisoners of corruptions, and to describe the efforts carried out to overcome the obstacle remissions to prisoners of corruption in Correctional Institution Klas II A Yogyakarta. This is kind of descriptive research who makes qualitative method approach. Subjects of research is determined by purposive technique. Subject of research that 2 officers subsections and 3 prisoners of corruption who can t completed one of requirements Remission. Collecting data using interview and documentation technique. Examinition technique using cross check the validity of the data. Inductive data analysis techniques through data reduction, the unitization and categorization, display data, and conclusions. The results of research showed that, giving Remission to Prisoners of Corruptions carried out according Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Remissions to Prisoners of Corruption is given if they complete the general requirements of good behavior according Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI No.M.09.HH Th 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RI No.174 Th 1999 tentang Remisi, had undergone more than a criminal past 6 months, and has met the requirements specified according Peraturan Pemerintah No. 99 Th 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32 Th 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. From 45 Prisoners of Corruption, some 40 Muslim, 5 Christian. General remission granted to 7 prisoners of corruptions, 6 males, 1 female. Special remission granted to 7 prisoners of corruptions Muslim, 6 males, 1 female. Decades remission granted to 4 Prisoners corruption, 3 males, 1 female. The obstacle remissions to prisoners of Corruption: prisoners of corruptions difficulty fulfilling one of special requirement, and the long process of SK granted discharge/refusal of the request Remission. Efforts are being made officials: prisoners of corruptions must meet all the requirements, the clear communication between officers and Kemenkuham Center. Keywords: Remissions, Prisoners of Corruptions, Correctional Institution.

3 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 98 PENDAHULUAN Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan. Setiap Narapidana dan anak pidana yang selama menjalani masa pidana berkelakuan baik berhak mendapatkan remisi [1]. Dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat (7) dijelaskan, yang dimaksud dengan Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan Anak Pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 ayat (8)) [2]. Selanjutnya yang dimaksud hilang kemerdekaan adalah kehilangan haknya untuk bebas menjalani kehidupan, karena yang bersangkutan sedang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Remisi diberikan kepada Narapidana bertujuan untuk mewujudkan sistem pemasyarakatan yang mengarah pada proses rehabilitasi dan resosialisasi Narapidana melalui upaya-upaya yang sifatnya edukatif, korektif dan defensif, sehingga dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai kewajiban memperbaiki setiap pelanggar hukum yang melakukan suatu tindak pidana melalui suatu pembinaaan. Agar pembinaan dapat berjalan dengan baik, maka salah satucara yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui Kementrian Hukum dan HAM yang mengacu pada Peraturan Perundang-undangan dengan cara memberikan Remisi kepada Narapidana yang telah dinyatakan memenuhi syarat substansif dan adminstratif [3]. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan pada Pasal 34 ayat (1) dinyatakan: Bahwa setiap narapidana dan anak pidana berhak mendapatkan Remisi. Kemudian Pasal 34 ayat (2) menyatakan bahwa Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan kepada Narapidana dan Anak pidana yang telah memenuhi syarat: berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan. Syarat berkelakuan baik yang dimaksud yaitu tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi, dan telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan dengan predikat baik [4]. Selanjutnya khusus untuk Narapidana korupsi, pemberian Remisi harus memenuhi persyaratan: 1) Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya, 2) Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi, dan 3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Jumlah Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta pada 22 Agustus 2014 sebanyak 39 orang Narapida. Dari 39 jumlah Narapidana korupsi mengapa hanya 3 orang Narapidana korupsi yang memperoleh Remisi yang merupakan salah satu haknya sebagai Narapidana. Persyaratan apa saja yang tidak dapat dipenuhi Narapidana korupsi sehingga hanya 3 orang yang mampu memenuhi persyaratan tersebut.

4 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 99 Pada bulan Agustus 2015, terdapat 45 orang Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Dari 45 orang Narapidana korupsi tersebut, 15 orang diantaranya mampu memenuhi semua persayaratan umum dan persyaratan khusus pemberian remisi. Dari 15 orang Narapidana korupsi yang telah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus tersebut selanjutnya oleh Petugas Sub Seksi Registrasi diajukan pemberian remisinya. Kemudian pada 8 September 2015 barulah turun SK (Surat Keputusan) kepada 7 orang yang dikabulkannya permohonan pemberian remisinya. Dari 15 Narapidana korupsi yang telah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus pemberian remisi, mengapa hanya 7 orang yang permohonan remisinya dikabulkan. Dari kenyataan tersebut, diindikasikan ada permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi. Hambatan apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi, baik yang berasal dari petugas yang menangani pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi, maupun hambatan yang dirasakan oleh Narapidana korupsi. Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang terjadi tersebut. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan metode kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai Agustus Subyek penelitian diambil secara purposive, yaitu dua orang petugas Sub Seksi Registrasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta yang menangani pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi, dan tiga orang Narapidana korupsi yang tidak mengusulkan remisi, atau tidak memenuhi salah satu persyaratan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan cross chek data. Cross-check data dilakukan dengan membandingkan atau mengecek data hasil wawancara dengan data dokumentasi [5]. Teknik analisis data secara induktif melalui reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data, dan pengambilan kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta 1. Gambaran tentang Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta disamping sebagai tempat pembinaan Narapidana wanita, juga menampung pembinaan Narapidana tindak pidana korupsi (tipikor). Seluruh Narapidana korupsi dari 5 kabupaten yang berada di wilayah Provinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yaitu Yogyakarta, Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Gunung Kidul ditampung di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Berikut ini adalah jumlah Narapidana korupsi bulan Januari-Agustus Tahun 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta:

5 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 100 Tabel 1. Data Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta pada bulan Januari-Agustus Tahun 2015 No. Periode Jumlah Narapidana korupsi 1. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus 43 Sumber: smsditjen Pemasyarakatan Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Diolah oleh Peneliti pada tanggal 26 Agustus Keadaan Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta Jumlah pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta pada saat peneliti melakukan penelitian adalah 168 orang, yang terdiri dari 123 orang laki-laki dan 45 orang wanita. Tabel 2. Data Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin pada 5 Agustus 2015 No. Jenis Kelamin Jumlah Keterangan 1. Laki-laki Perempuan 45 Jumlah 168 Sumber: Kepegawaian Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Diolah oleh peneliti pada 26 Agustus Struktur organisasi petugas Sub Seksi Registrasi Petugas berperan aktif dalam pemberian Remisi dengan melalui penyuluhan dan sosialisasi, serta pengawasan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan. Jika Narapidana korupsi telah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus pelaksanaan pemberian Remisi, maka petugas sub seksi registasi akan mengusulkan pemberian Remisi untuk Narapidana yang bersangkutan. Pengolah Sistem Database Pemasyarakatan Pengolah Data Registrasi Penyusun Arsip dan Dokumantasi Kepala Sub Seksi Registrasi Pengolah Arsip dan Dokumentasi Pengolah Data Administrasi Pengolah Data Administrasi Pengolah Data Administrasi

6 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 101 Gambar 1 : Struktur Organisasi Sub Seksi Registrasi (Pegawai yang bertugas menangani Pelaksanaan Pemberian Remisi kepada Narapidana Korupsi) Sumber : Kepegawaian Sub Seksi Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Diolah oleh Peneliti pada tanggal 26 Agustus 2015 B. Pembahasan Hasil pembahasan berupa deskripsi tentang pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Hambatan pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. 1. Pelaksanaan Pemberian Remisi terhadap Narapidana Korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana korupsi harus melalui persyaratan umum dan persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh narapidana korupsi, yaitu berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan, serta syarat khusus yaitu bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya, telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Sejumlah 45 Narapidana korupsi, hanya sebanyak 15 orang yang mampu memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus pelaksanaan pemberian Remisi. Dari persyaratan umum dan persyaratan khusus tersebut yang paling sulit untuk dipenuhi adalah persyaratan khusus yaitu membayar lunas denda dan uang pengganti. Besarnya jumlah denda dan uang pengganti menjadi salah satu alasan mengapa kebanyakan Narapidana korupsi tidak mampu memenuhi persyaratan khusus tersebut. a. Syarat-Syarat pelaksanaan pemberian Remisi bagi Narapidana Korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Bagi Narapidana korupsi, Remisi diberikan apabila telah memenuhi persyaratan umum, yaitu berkelakuan baik, telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan, dan telah memenuhi persyaratan khusus yaitu: 1) Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya 2) Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi 3) Kesediaan untuk bekerjasama harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI Nomor M. 09. HH Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi, Narapidana yang berkelakuan baik ialah Narapidana yang mentaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan tindakan disiplin yang dicatat dalam buku Register F selama kurun waktu yang diperhitungkan. Kriterian Narapidana berkelakuan baik adalah Narapidana yang mentaati kewajiban dan tidak melanggar larangan yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta.

7 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 102 Kewajiban Warga Binaan Pemasyarakatan, diantaranya: 1) Mengikuti program pembinaan dan kegiatan tertentu secara tertib. 2) Mentaati peraturan yang berlaku. 3) Memelihara perikehidupan yang aman dan tertib. 4) Menjalani penahanan atau pidana sesuai Surat Perintah Penahanan atau Surat Keputusan Pengadilan. 5) Memelihara barang inventaris milik Lapas. 6) Bekerja. 7) Menghormati orang lain. Larangan Warga Binaan Pemasyarakatan diantaranya: 1) Melakukan homoseksual dan lesbian. 2) Membawa atau menyimpan atau membuat atau memiliki senjata api dan senjata tajam serta alat-alat berbahaya lainnya. 3) Membawa atau menyimpan atau mempergunakan atau mengedarkan atau memiliki atau memperdagangkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. 4) Membuat kegaduhan dan kericuhan. 5) Melakukan pencurian dan pemerasan. 6) Melakukan penganiayaan. 7) Melakukan jual beli secara tidak sah. 8) Membawa alat komunikasi yang dapat membahayakan keamanan. 9) Melakukan perbuatan terlarang lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. b. Jenis-jenis Remisi yang diberikan kepada Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Remisi yang diberikan kepada Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta adalah: 1) Remisi Umum bagi Narapidana korupsi. Remisi umum adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana yang berkelakuan baik selama menjalani masa pidana. Besarnya remisi umum sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 174 tahun 1999 tentang Remisi Pasal 4 yaitu: a) 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan b) 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (duabelas) bulan atau lebih. Pemberian remisi umum dilaksanakan sebagai berikut: a) Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); b) Pada tahun kedua diberikan remisi 3 (tiga) bulan; c) Pada tahun ketiga diberikan remisi 4 (empat) bulan; d) Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 5 (lima) bulan; dan e) Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 6 (enam bulan) setiap tahun.

8 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 103 Pemberian Remisi Umum pada 17 Agustus 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta diberikan kepada 227 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), 17 orang Warga Binaan Pemasyarakatan dinyatakan bebas. Untuk Narapidana korupsi yang berjumlah 45 orang, sejumlah 7 orang yang memperoleh Remisi umum, yang terdiri dari 6 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Narapidana korupsi yang memperoleh remisi tersebut semuanya telah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus pelaksanaan pemberian Remisi. Narapidana korupsi yang telah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus pelaksanaan pemberian Remisi kemudian diajukan permohonan pemberian Remisinya oleh petugas sub seksi registrasi. 2) Remisi Khusus bagi Narapidana korupsi. Remisi khusus adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani masa pidana yang diberikan pada Hari Besar Keagamaan yang dianut Narapidana yang bersangkutan dan dilaksanakan sebanyak-banyaknya 1 kali dalam setahun bagi masing-masing penganut agama. Besarnya Remisi Khusus sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi pada Pasal 5 adalah: a) 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan b) 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih. Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut: a) Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1); b) Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1 (satu) bulan; c) Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari; dan d) Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan setiap tahun. Pelaksanaan pemberian Remisi Khusus pada Hari Raya Idul Fitri 1436 H, 18 Juli Tahun 2015, Remisi diberikan kepada 242 orang narapida, 1 orang diantaranya dinyatakan bebas. Dari 45 orang Narapidana korupsi, sejumlah 40 orang merupakan penganut agama Islam, 7 orang dikabulkan usulan permohonan Remisi khusus, 6 orang laki-laki, dan 1 orang perempuan. Tujuh orang Narapidana korupsi yang mendapatkan remisi khusus telah memenuhi persyaratan umum dan persayaratan khusus pelaksanaan pemberian Remisi. Petugas registrasi kemudian mengusulkan permohonan pelaksanaan pemberian Remisi bagi Narapidana korupsi yang telah memenuhi persyaratan umum dan persayatan khusus.

9 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 104 3) Remisi Dasawarsa bagi Narapidana korupsi. Remisi Dasawarsa adalah remisi yang diberikan kepada Narapidana pada setiap 10 tahun Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Pelaksanaan Pemberian remisi dasawarsa di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta diberikan kepada 249 Warga Binaan Pemasyarakatan, 7 orang diantaranya dinyatakan bebas. Untuk Narapidana korupsi yang berjumlah 45 orang, 4 orang dikabulkan permohonan pemberian Remisi dasawarsa, 3 orang laki-laki dan 1 orang Perempuan. Narapidana korupsi yang dikabulkan usul pemberian Remisi dasawarsa telah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus pelaksanaan pemberian Remisi. 1. Hambatan Pelaksanaan Pemberian Remisi bagi Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Dalam pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi tentunya ada beberapa hambatan yang dihadapi petugas sub seksi registrasi, baik hambatan yang berasal dari Narapidana korupsi yang bersangkutan maupun dari proses pengajuan pemberian remisi kepada Kementrian Hukum dan HAM Pusat. Hambatan pemberian remisi bagi Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta, diantaranya: a. Berkaitan dengan syarat khusus memperoleh remisi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang harus dipenuhi oleh Narapidana korupsi. Diantara beberapa persyaratan, persayaratan yang paling sulit untuk dipenuhi oleh Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A adalah membayar denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. b. Proses atau prosedur dari Kementrian Hukum dan HAM Pusat yang lama menerbitkan atau mengeluarkan surat putusan vonis, sehingga bagi Narapidana termasuk Narapidana korupsi yang menurut syarat-syarat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah berhak mendapatkan remisi tetapi karena terhambat surat putusan vonis yang belum keluar sehingga pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi harus menunggu sampai surat keluar, sering pula justru pengajuan remisi bagi Narapidana korupsi tidak dikabulkan. Hal ini jelas merugikan Narapidana, termasuk Narapidana korupsi. 2. Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Hambatan Pelasanaan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Korupsi Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi adalah: a. Upaya untuk mengatasi hambatan yang berkaitan dengan persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh Narapidana korupsi. Upaya yang dilakukan petugas Sub Seksi Registrasi untuk mengatasi hambatan ini adalah memberi sosialisasi atau penyuluhan kepada Narapidana korupsi untuk memenuhi semua persayaratan memperoleh remisi, baik persyaratan umum maupun persyaratan khusus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika Narapidana korupsi telah memenuhi semua persyaratan memperoleh remisi maka tidak ada

10 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 105 deskriminasi oleh Petugas untuk tidak mengusulkan remisi untuk Narapidana korupsi yang bersangkutan. b. Upaya untuk mengatasi hambatan yang berkaitan dengan proses atau prosedur dari Kementrian Hukum dan HAM Pusat yang lama mengeluarkan Surat Keputusan, upaya yang dilakukan adalah dengan cara petugas Lembaga Pemasyarakatan secara lisan dan tertulis melakukan komunikasi dan kerjasama untuk mempercepat pengeluaran Surat Keputusan dikabulkan atau tidaknya pengajuan pemberian remisi bagi Narapidana Korupsi. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Remisi diberikan kepada Narapidana korupsi apabila memenuhi syarat-syarat umum berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan. Disamping harus memenuhi persyaratan umum, Narapidana korupsi juga harus memenuhi persyaratan khusus pemberian Remisi bagi Narapidana sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yaitu: a. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi c. Kesediaan untuk bekerjasama harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya Narapidana korupsi yang telah memenuhi semua persayaratan umum dan persyaratan khusus pemberian Remisi, maka petugas sub seksi registrasi mengusulkan permohonan pelaksanaan pemberian Remisi untuk Narapidana tersebut. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu memenuhi salah satu hak Narapidana mendapatkan pengurangan masa pidana (Remisi). Narapidana korupsi yang permohonan Remisinya dikabulkan, maka turun Surat Keputusan (SK) pemberian Remisi bagi Narapidana yang bersangkutan, dan selanjutnya petugas sub seksi registrasi mendata dan merubah masa pidana atas Narapidana tersebut. Pelaksanaan pemberian Remisi Umum terhadap 45 orang Narapidana korupsi diantaranya 40 orang beragama Islam dan 5 orang beragama Kristen pada 17 Agustus 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta diberikan kepada 7 orang, 6 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Selanjutnya mengenai pemberian Remisi Khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta dilaksanakan pada Hari Raya Idul Fitri 1436 H atau 18 Juli Sejumlah 40 orang Narapidana korupsi yang beragama Islam Remisi khusus diberikan kepada 7 orang Narapidana korupsi, 6 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Pemberian Remisi dasawarsa terhadap Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta dilaksanakan pada peringatan HUT-RI ke 70 Tahun pada 17 Agustus Dari 45 Narapidana korupsi, sejumlah 4 orang dikabulkan permohonan pelaksanaan pemberian Remisi dasawarsa, 3 orang laki-laki, dan 1 orang perempuan. Hambatan pelaksanaan pemberian remisi bagi Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta, diantaranya: Sulitnya Narapidana korupsi memenuhi persyaratan khusus pelaksanaan pemberian Remisi, yaitu membayar denda dan uang

11 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 106 pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Oleh karena itu dari 45 Narapidana korupsi hanya 7 orang yang mampu memenuhi persyaratan khusus pemberian Remisi dan Proses keluar Surat Keputusan (SK) dikabulkannya atau ditolaknya pemberian Remisi yang lama, sehingga dapat merugikan Narapidana korupsi, karena harus menunggu lama kejelasan dikabulkan atau ditolaknya permohonan pemberian Remisi. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi adalah: Narapidana korupsi yang ingin menerima pemberian Remisi harus memenuhi semua persyaratan umum dan persyaratan khusus agar Petugas sub seksi registrasi dapat mengusulkan pemberian Remisi untuk Narapidana korupsi yang bersangkutan dan Perlu adanya komunikasi yang jelas antara Petugas sub seksi registrasi dengan Kementrian Hukum dan HAM Pusat agar tidak terlalu lama mengeluarkan Surat Keputusan (SK) dikabulkan atau ditolaknya permohonan pemberian Remisi. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, maka diajukan saran-saran sebagai berikut: a. Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan khususnya Narapidana korupsi selain berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana 6 bulan, hendaknya juga mampu memenuhi persayaratan khusus memperoleh remisi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku agar petugas Lembaga Pemasyarakatan mengajukan pemberian remisi bagi Narapidana korupsi yang bersangkutan. b. Perlu adanya komunikasi yang lebih intensif antar Petugas Lembaga Pemasyarakatan dengan Kementrian Hukum dan HAM Pusat agar pengeluaran Surat Keputusan (SK) dikabulkan atau tidaknya pengajuan pemberian remisi bagi Narapidana Korupsi tidak memakan waktu yang lama, sehingga tidak menimbulkan kerugian kepada Narapidana korupsi. Ucapan Terima Kasih Penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Sri Hartini, M. Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan penulis, dan memberikan masukan demi perbaikan jurnal ini. 2. Anang Priyanto, M. Hum selaku reviewer jurnal, yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan jurnal ini. DAFTAR PUSTAKA [1]. Anang Priyanto, Hukum Acara Pidana Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak, [2]. Pasal 1 ayat (7) dan Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. [3]. Dita Satia Aulia, Tinjauan Yuridis tentang Dasar Pemberian Remisi kepada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Mataram. Mataram: Universitas Mataram, 2014.

12 Pelaksanaan Pemberian Remisi... (Za iimatus Sholikhah) 107 [4]. Pasal 34 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. [5]. Burhan Bungin, Metode Penelitian Kealitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.

JURNAL PEMENUHAN HAK NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI)

JURNAL PEMENUHAN HAK NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) JURNAL PEMENUHAN HAK NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) Diajukan Oleh : Reymon Axel Amalo NPM : 100510399 Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI 1.1. Pengertian Remisi dan Dasar Hukum Remisi Pengertian remisi diartikan sebagai berikut: Remisi menurut kamus hukum adalah pengampunan hukuman yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG 61 BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN A. Pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa remisi merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai pengurangan masa pidana (remisi)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia. BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP 2.1. Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia. Sebelum kita mengetahui landasan hukum tentang remisi terhadap Narapidana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN DIVERSI PADA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM OLEH PENUNTUT UMUM DI KEJAKSAAN NEGERI WONOSARI

HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN DIVERSI PADA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM OLEH PENUNTUT UMUM DI KEJAKSAAN NEGERI WONOSARI HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN DIVERSI PADA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM OLEH PENUNTUT UMUM DI KEJAKSAAN NEGERI WONOSARI Maya Indriyatini Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta) 1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA, SH., MH 1 Abstrak : Dengan melihat analisa data hasil penelitian, maka telah dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PERSPEKTIF Volume XX No. 2 Tahun 2015 Edisi Mei PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Umi Enggarsasi dan Atet Sumanto Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya e-mail:

Lebih terperinci

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media

Lebih terperinci

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M-03.PS.01.04 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN REMISI BAGI NARAPIDANA YANG MENJALANI PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS I SURABAYA DI PORONG

PELAKSANAAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS I SURABAYA DI PORONG PELAKSANAAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS I SURABAYA DI PORONG Monica Lutfiyati Khasanah Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, lutfiyati_m@yahoo.co.id

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba No.404, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Narapidana. Pembinaan. Izin Keluar. Syarat. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio atau corruptus. Namun kata corruptio itu berasal pula dari kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak kejahatan narkotika. Hal tersebut dapat dilihat dengan dibentuknya Undangundang Nomor 35 Tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D 101 10 002 ABSTRAK Dalam Hukum Pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK.02.02 TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK 2.1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Anak Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan wargabinaan pemasyarakatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembinaan Narapidana Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai suatu sistem perlakuan bagi narapidana baik di pembinaan. Pembinaan adalah segala

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGAJUAN DAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DAN KENDALANYA

BAB III PROSES PENGAJUAN DAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DAN KENDALANYA BAB III PROSES PENGAJUAN DAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DAN KENDALANYA 3.1. Filosofi Pemberian Remisi. Pemberian remisi ini tentu adalah berkah yang luar biasa yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Agustus 2013 sampai dengan bulan November kenyataan sosial dengan jalan mendiskripsikan sejumlah variable yang

BAB III METODE PENELITIAN. Agustus 2013 sampai dengan bulan November kenyataan sosial dengan jalan mendiskripsikan sejumlah variable yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian adalah di Pengadilan Agama Wates Kabupaten Kulon Progo yang beralamat di Jalan Raya Wates-Purworejo KM. 2.6 Wates, Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

PROSES PEMBINAAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA

PROSES PEMBINAAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA Proses Pembinaan Warga... (Khusnul Khotimah) 311 PROSES PEMBINAAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA COACHING PROCESS PRISONERS CORRECTIONAL INSTITUTIONS

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

BAB III METODE PENELITIAN. pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan metode penelitian kualitatif. Hadari Nawawi (2002: 63), menyatakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBEBASAN BERSYARAT DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

EFEKTIVITAS PEMBEBASAN BERSYARAT DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBEBASAN BERSYARAT DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA) yang selanjutnya di sebut narkoba merupakan masalah yang perkembangannya di Indonesia sudah

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA Pemberdayaan Perempuan Melalului (Afriyanti) 76 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA WOMEN EMPOWERMENT THROUGH

Lebih terperinci

KOMUNIKASI EDUKATIF DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN KEARSIPAN KELAS XI KOMPETENSI KEAHLIAN ADMINISTRASI PERKANTORAN SMK BHAKTI KARYA 1 MAGELANG ABSTRAK Oleh: Brigitta Indriani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara hukum Indonesia disebut sebagai negara hukum sesuai dengan landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA) yang selanjutnya di sebut narkoba merupakan masalah yang perkembangannya di Indonesia sudah

Lebih terperinci

JURNAL. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum. Oleh : NOVAN RAKHMAD P NIM.

JURNAL. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum. Oleh : NOVAN RAKHMAD P NIM. KENDALA PROSES PENGAJUAN REMISI DALAM PP NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN TERHADAP NARAPIDANA

Lebih terperinci

Kata kunci: Lembaga Pemasyarakatan, Pembebasan Bersyarat, Warga Binaan, Resosialisasi

Kata kunci: Lembaga Pemasyarakatan, Pembebasan Bersyarat, Warga Binaan, Resosialisasi PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN DALAM UPAYA RESOSIALISASI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A DENPASAR Oleh Marbui Haidi Partogi Ida Bagus Surya Darmajaya I Made Walesa Putra Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK PEMBERIAN REMISI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS IIA PALEMBANG

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK PEMBERIAN REMISI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS IIA PALEMBANG PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK PEMBERIAN REMISI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS IIA PALEMBANG Yuliana Permatasari 1 M. Akbar 2 Iin Seprina 3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.03 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

1 Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2016

1 Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2016 1 Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2016 IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DI KABUPATEN SLEMAN Oleh: Ambar Tri Pratiwi

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP PEMBINAAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS IIB KARANGASEM

TINJAUAN TERHADAP PEMBINAAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS IIB KARANGASEM TINJAUAN TERHADAP PEMBINAAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS IIB KARANGASEM Oleh : Aditya Saputra I Dewa Made Suartha I Ketut Sudjana Bagian Hukum Acara Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap pelanggaran hukum yang menjadi perhatian adalah pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus pelanggaran hukum tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Bantul, Yogyakarta yang beralamat di Jalan Jendral Urip Sumoharjo 8, Bantul, Bantul

Lebih terperinci

BAB III PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SIDOARJO

BAB III PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SIDOARJO BAB III PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SIDOARJO A. Pemberian Remisi di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo Kata remisi berasal dari bahasa Inggris yaitu remission.

Lebih terperinci

JSIKA Vol. 4, No. 2. September 2015 ISSN X

JSIKA Vol. 4, No. 2. September 2015 ISSN X RANCANG BANGUN APLIKASI PEMBERIAN USULAN REMISI NARAPIDANA PADA RUMAH TAHANAN KELAS IIB BANGIL Kelik Hendra Jati 1) Henry Bambang Setyawan 2) Ignatius Adrian Mastan 3) Program Studi/Jurusan Sistem Informasi

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan adalah merupakan tempat dan sekaligus rumah bagi narapidana yang melakukan tindak kejahatan serta menjalani hukuman atau pidana yang dijatuhkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan yang terdapat dalam bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. Narapidana dapat diberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan/ mendiskripsikan suatu kondisi dan fenomena

Lebih terperinci

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN TERHADAP KETERLAMBATAN PEMBERIAN PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN (EXTRACT VONNIS) OLEH PENGADILAN SERTA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH PENUNTUT UMUM Disampaikan oleh

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (STUDI DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS II PEKALONGAN)

PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (STUDI DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS II PEKALONGAN) PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (STUDI DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS II PEKALONGAN) NASKAH PUBLIKASI Oleh : DIMAS ANGLING PRIGANTORO C.100.070.046

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III HAMBATAN PROSES PEMBINAAN DAN UPAYA MENGATASI HAMBATAN OLEH PETUGAS LAPAS KELAS IIA BINJAI

BAB III HAMBATAN PROSES PEMBINAAN DAN UPAYA MENGATASI HAMBATAN OLEH PETUGAS LAPAS KELAS IIA BINJAI BAB III HAMBATAN PROSES PEMBINAAN DAN UPAYA MENGATASI HAMBATAN OLEH PETUGAS LAPAS KELAS IIA BINJAI A. Faktor yang menghambat Proses Pembinaan Narapidana Narkotika di Lapas Klas IIA Binjai Dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Pembedaan pengaturan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut

Lebih terperinci

PEMBINAAN ANAK PIDANA OLEH PETUGAS PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SLEMAN SKRIPSI

PEMBINAAN ANAK PIDANA OLEH PETUGAS PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SLEMAN SKRIPSI PEMBINAAN ANAK PIDANA OLEH PETUGAS PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SLEMAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari Sriwulan_@yahoo.co.id Abstraksi Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

PERATURAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA NOMOR : 04/PU/REK/BAAK/XI/2004 TENTANG

PERATURAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA NOMOR : 04/PU/REK/BAAK/XI/2004 TENTANG PERATURAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA NOMOR : 04/PU/REK/BAAK/XI/2004 TENTANG PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Menimbang: a. Bahwa setiap pegawai dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL GARIS SINGGUNG LINGKARAN BERDASARKAN ANALISIS NEWMAN PADA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KEC.

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL GARIS SINGGUNG LINGKARAN BERDASARKAN ANALISIS NEWMAN PADA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KEC. ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL GARIS SINGGUNG LINGKARAN BERDASARKAN ANALISIS NEWMAN PADA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KEC.MLARAK Oleh: Ihda Afifatun Nuha 13321696 Skripsi ini ditulis untuk

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 1 NASKAH PUBLIKASI REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI YURIDIS-EMPIRIS DI LAPAS NARKOTIK YOGYAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Implementasi hak dan kewajiban istri sebagai narapidana tidak dapat

BAB V PENUTUP. 1. Implementasi hak dan kewajiban istri sebagai narapidana tidak dapat 92 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Implementasi hak dan kewajiban istri sebagai narapidana tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Seorang narapidana merupakan seseorang yang kehilangan kemerdekaan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENCALONAN,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAJARAN REMEDIAL PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS II SD N 1 SEDAYU

PELAKSANAAN PENGAJARAN REMEDIAL PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS II SD N 1 SEDAYU 1.362 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 14 Tahun ke-5 2016 PELAKSANAAN PENGAJARAN REMEDIAL PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS II SD N 1 SEDAYU IMPLEMENTATION OF MATHEMATICS REMEDIAL TEACHING

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA Oleh: M. Fahmi Al Amruzi

ANALISIS HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA Oleh: M. Fahmi Al Amruzi ANALISIS HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA Oleh: M. Fahmi Al Amruzi Abstrak Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan rumah

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2016 TENTANG PELAYANAN ADVOKASI HUKUM DI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENGHAMBAT DALAM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA (STUDI KASUS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA DENPASAR)

FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENGHAMBAT DALAM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA (STUDI KASUS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA DENPASAR) FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENGHAMBAT DALAM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA (STUDI KASUS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA DENPASAR) Oleh : I Kadek Satrya Budhi Prabawa I Ketut Mertha I Wayan Suardana

Lebih terperinci

PEMBINAAN MORAL DAN SPIRITUAL PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kabupaten Rembang)

PEMBINAAN MORAL DAN SPIRITUAL PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kabupaten Rembang) PEMBINAAN MORAL DAN SPIRITUAL PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kabupaten Rembang) Artikel Publikasi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Pro dan kontra terkait pidana mati masih terus berlanjut hingga saat ini, khususnya di Indonesia yang baru melakukan eksekusi

Lebih terperinci

DAFTAR TERDAKWA/TERPIDANA PERKARA KORUPSI DARI POLITISI ATAU KADER PARPOL YANG DIVONIS PENGADILAN PADA TAHUN

DAFTAR TERDAKWA/TERPIDANA PERKARA KORUPSI DARI POLITISI ATAU KADER PARPOL YANG DIVONIS PENGADILAN PADA TAHUN DAFTAR TERDAKWA/TERPIDANA PERKARA KORUPSI DARI POLITISI ATAU KADER PARPOL YANG DIVONIS PENGADILAN PADA TAHUN 2013-2015 No Terdakwa/Terpidana Asal Partai Kasus Vonis Waktu Vonis 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan hukum yang berlaku, dalam hal ini hukum tidak lagi semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan hukum yang berlaku, dalam hal ini hukum tidak lagi semata-mata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana di ketahui bersama bahwa Indonesia adalah negara hukum, artinya bahwa segala perbuatan yang dilakukan baik oleh anggota masyarakat maupun aparat

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.901,2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Tahanan. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-24.PK.01.01.01 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 81 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 81 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA 1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 81 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya seseorang yang melanggar norma hukum lalu dijatuhi hukuman pidana dan menjalani kesehariannya di sebuah Lembaga Pemasyarakatan mengalami keadaan

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI NOVEMBER

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI NOVEMBER LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI 14-15 NOVEMBER 2014 ---------------------- A. LATAR BELAKANG Komisi III DPR RI dalam Masa Persidangan I Tahun Sidang 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 29

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 29 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 29 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 29 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Naskah Publikasi (Ringkasan Skripsi)

Naskah Publikasi (Ringkasan Skripsi) Naskah Publikasi (Ringkasan Skripsi) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN GRASI, REMISI DAN PEMBEBASAN BERSYARAT PADA KASUS SCHAPELLE LEIGH CORBY (RATU MARIYUANA) DALAM RANGKA PEMBERANTASAN NARKOTIKA DI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA. A. Gambaran Umum Tentang Rumah Tahanan (RUTAN) Klas IIB Wonogiri

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA. A. Gambaran Umum Tentang Rumah Tahanan (RUTAN) Klas IIB Wonogiri BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. Gambaran Umum Tentang Rumah Tahanan (RUTAN) Klas IIB Wonogiri 1. Sekilas Tentang Rumah Tahanan (RUTAN) Klas IIB Wonogiri Di Wilayah Kabupaten Wonogiri tidak mempunyai

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

A. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI III DPR-RI KE LAPAS NARKOTIKA II A PROVINSI DI YOGYAKARTA PADA MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2014 A. PENDAHULUAN I.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013 241 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA Oleh: Fitria Pradini Sisworo Empit_sisworo@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana. Korupsi

BAB IV. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana. Korupsi BAB IV Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Korupsi A. Analisis Pemberian Remisi terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Prespektif Hukum Positif Pada dasarnya penjatuhan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 1. Pasal 1 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik

BAB III PENUTUP. 1. Pasal 1 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam

Lebih terperinci

KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Jalan Ampera Raya No. 7, JakartaSelatan12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN

Lebih terperinci