DAFTAR ISI. 2. Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang Dengan Metode ATC/DDD Dina Yusmasrlina...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. 2. Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang Dengan Metode ATC/DDD Dina Yusmasrlina..."

Transkripsi

1 ISSN Volume 4 No.2 Juli Desember 2014 DAFTAR ISI 1. Evaluasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang menggunakan Insulin Di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Fahma Shufyani Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang Dengan Metode ATC/DDD Dina Yusmasrlina Perbedaan Skala Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching pada Spasme Muxculus Gastroknemius Non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola Di Tanjung Morawa Kardina Hayati Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Grace Erlyn Damayanti Hubunga Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Rahmad Gurusinga Pengaruh Dukungan Orangtua Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Apendiktomi Di Rumah Sakit Haji Medan Tahan Adrianus Manalu Perbedaan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapai Musik Pada Lansia Di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan Elprida Simanjuntak Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Penularan Infeksi Gonore Di Kota Tebing Tinggi Raisha Octavariny Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L.) Argun Widarsa Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro Abu Dzarrim Al Ghifari Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air Terhadap Kadar Senyawa Fenolat Total dan Daya Antioksidan dari Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) Lukky Jayadi

2 ISSN : KESTRA-NEWS JURNAL ILMIAH STIKes MEDISTRA LUBUK PAKAM Volume : 4, No : 2 Juli Desember 2014 DAFTAR ISI 1. Evaluasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang menggunakan Insulin Di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Fahma Shufyani Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang Dengan Metode ATC/DDD Dina Yusmasrlina Perbedaan Skala Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching pada Spasme Muxculus Gastroknemius Non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola Di Tanjung Morawa Kardina Hayati Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Grace Erlyn Damayanti Hubunga Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Rahmad Gurusinga Pengaruh Dukungan Orangtua Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Apendiktomi Di Rumah Sakit Haji Medan Tahan Adrianus Manalu Perbedaan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapai Musik Pada Lansia Di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan Elprida Simanjuntak Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Penularan Infeksi Gonore Di Kota Tebing Tinggi Raisha Octavariny Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih ( Mus musculus L.) Argun Widarsa Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro Abu Dzarrim Al Ghifari Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air Terhadap Kadar Senyawa Fenolat Total dan Daya Antioksidan dari Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) Lukky Jayadi

3 PENGANTAR REDAKSI Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridhonya telah terbit Jurnal Ilmiah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam dengan nama KESTRA-NEWS yang merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan berkala setiap Tiga bulanan, yaitu periode Januari Juni dan Juli Desember. Kami mengharapkan untuk terbitan periode berikutnya para Peneliti / Dosen dapat meningkatkan kualitas maupun mutu dari tulisan ini, sehingga memungkinkan sebagai bahan rujukan dalam melakukan kegiatan penelitian. Dalam kesempatan ini Redaksi mengucapkan terimakasih kepada para Peneliti / Dosen dan semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ilmiah ini. Semoga Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam, sukses dan maju. Salam, Redaksi

4 PENGURUS Pelindung : 1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd Ketua Yayasan MEDISTRA Lubuk Pakam 2. Drs. David Ginting, M.Pd Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Penanggungjawab : Rosita Ginting, SH BAA Akper MEDISTRA LubukPakam Pimpinan Redaksi : Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes Sekretaris Redaksi : Desideria Yosepha Ginting, S.Si.T, M.Kes Redaktur Ahli : 1. Tahan Adrianus Manalu, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.MB 2. Jul Asdar Putra Samura, SST, M.Kes 3. Efendi Selamat Nainggolan, SKM, M.Kes 4. Christine Vita Gloria Purba, SKM, M.Kes 5. Grace Erlyn Damayanti Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep Koordinator Editor : 1. Basyariah Lubis, SST, M.Kes 2. Dameria, SKM, M.Kes 3. Rahmad Gurusinga, S.Kep, Ns,M.Kep 4. Fadlilah Widyaningsih, SKM 5. Luci Riani Br. Ginting, SKM, M.Kes Sekretariat : 1. Tati Murni Karo-Karo, S.Kep, Ns, M.Kep 2. Sri Wulan, SKM 3. Raisha Octavariny, SKM, M.Kes Distributor : 1. Layari Tarigan, SKM 2. Arfah May Syara, S.Kep, Ns Penerbit : STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam, K0de Pos : Telp. (061) , Fax (061) stikes.medistra38@gmail.com Website: medistra.ac.id Diterbitkan2 (Dua) kali setahun, Bulan Januari - Juni dan Juli Desember.

5 EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG MENGGUNAKAN INSULIN Fahma Shufyani Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by hyperglycemia associated with abnormalities in the metabolism of carbohydrates, fats and proteins. Hypoglycemia is a condition where blood glucose levels <60 mg / dl or <80 mg / dl with one of the symptoms. Insulin is a hormone consisting of amino acid sequence produced by the beta cells of the pancreas. The aim of research to evaluate the factors that influence the incidence of hypoglycemia in patients with type 2 diabetes who use insulin in inpatient wards DR.M.Djamil diseases in the department of Padang. The study was conducted from April to June 2015 with descriptive analytic methods to the design of cross sectional and prospective studies and interviews. Data were obtained from medical records of patients with type 2 diabetes mellitus receiving insulin therapy. The total number of patients in the study 109 patients. 37 patients (33.9%) experienced hypoglycemia, 72 patients (66.1%) did not experience hypoglycemia. Keywords: hypoglycemia, diabetes mellitus type 2, insulin PENDAHULUAN Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (30). Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis (22 ). Hipoglikemia merupakan salah satu faktor penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang optimal pada pasien diabetes (20). Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam 1 darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (29). Angka kejadian hipoglikemia pada kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai 10%, selama pemberian terapi insulin. Hipoglikemia pada diabetes disebabkan oleh kelebihan insulin relatif atau absolut, namun integritas mekanisme pengatur-balik glukosa berperan penting dalam penurunan gejala klinis (5). Dari hasil pengamatan pendahuluan yang dilakukan, pada tahun 2014 di RSUP DR. M.Djamil Padang ditemukan kejadian hipoglikemia berjumlah 78 pasien. Hipoglikemia merupakan salah satu faktor penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang optimal. Pada pasien yang mendapatkan terapi insulin dirumah sakit yang akan diteliti, ditemukan bahwa pengukuran kadar gula darah

6 dilakukan pada waktu yang tidak disesuaikan dengan profil farmakokinetik dari insulin yang digunakan. Hal ini menyebabkan kejadian hipoglikemia menjadi tidak terdeteksi. Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melihat. evaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin dibangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUP DR. M.Djamil Padang. 2 METODA PENELITIAN Penelitian dilakukan secara cross sectional pada bulan April sampai Juni 2015 di RSUP DR. M. Djamil Padang. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan kriteria inklusi : 1) pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menerima terapi insulin, 2) pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menderita hipoglikemia, 3) bersedia untuk disertakan dalam penelitian, Mampu untuk diwawancarai. Seluruh pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini diminta untuk mengisi informed consent. Data sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan berat badan) dikumpulkan dengan wawancara kepada pasien dan dari rekam medis pasien. Untuk melihat hubungan antara masingmasing variabel independen dan variabel dependen apakah secara statistik ada hubungan yang bermakna dilakukan dengan uji statistik yaitu uji kai kuadrat (Chi Square). Data dianalisis menggunakan program SPSS for windows versi Metode analisis yang dilakukan adalah uji crosstabs untuk memperoleh nilai Odds Ratio (OR). Untuk melihat hubungan variabel independen secara bersamasama terhadap variabel dependen. Untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipoglikemia digunakan uji regresi logistik ganda menggunakan program SPSS for windows versi Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik demografis seperti : usia, jenis kelamin serta pekerjaan dan karakteristik penyakit pasien seperti : penyakit lain yang diderita oleh pasien. Persentase dan frekuensi digunakan variabel kategorikal (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, jenis insulin yang diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2,obat selain insulin yang diberikan, kadar laboratorium gula darah puasa, gula darah 2 jam PP, gula darah sewaktu serta penyakit lain yang diderita). Evaluasi gejala klinis yang terlihat sebelum dan sesudah mendapatkan terapi insulin yang ada di RSUP DR. M.Djamil Padang. Data dianalisa dengan menggunakan observasi. HASIL DAN DISKUSI Jumlah keseluruhan pasien yang diamati dalam penelitian ini adalah 109 pasien. Sebanyak 37 pasien (33,9%) mengalami hipoglikemia, Penilaian kejadian hipoglikemia pada penelitian ini didasarkan kepada hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan gejala klinis hipoglikemia. Dikatakan hipoglikemia bila keadaan dimana kadar glukosa darah pasien kurang dari 60 mg/dl tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl dengan gejala klinis (22) Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus diakibatkan karena menurunnya kadar gula dalam darah

7 yang biasanya disebabkan oleh kelebihan pemakaian dosis obat, faktor usia lanjut dan ketidak teraturan penderita dalam hal mengkonsumsi makanan sehabis memakai obat (14). Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 31 pasien (83,7%) berjenis kelamin perempuan, 6 pasien (16,2%) berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia, Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin, et al., (2010) menyimpulkan bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kejadian hipoglikemia. Karena pada perempuan menopause akan terjadi penurunan jumlah estrogen dan progesteron, seperti yang diketahui bahwa hormon tersebut dibentuk dari steroid yang diambil dari jaringan adipose. Penurunan jumlah hormon estrogen dan progesteron akan meningkatkan timbunan lemak dan perubahan profil lipid darah dibandingkan dengan laki-laki yang dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati (12). Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 30 pasien (81,0%) berusia lansia (60 tahun 74 tahun), 7 pasien (18,9%) berusia dewasa (45 tahun 59 tahun). Pada kelompok usia yang lebih muda menunjukkan respon yang lebih cepat terhadap gejala hipoglikemia, artinya kelompok usia yang lebih muda memiliki kemampuan mengenal dan merespon gejala hipoglikemia lebih baik dari pada kelompok usia yang lebih tua ( 23). Usia lansia dicirikan dengan seringnya mengeluhkan kesehatannya karena penurunan fungsi tubuh. Semakin muda usia pasien, maka semakin meningkat kemampuan melakukan penatalaksanaan hipoglikemia (10). Pada pasien yang mengalami hipoglikemia dengan berat badan kg ditemukan sebanyak 33 pasien (89,1%) dan pasien dengan berat badan kg ditemukan sebanyak 4 pasien (10,8%). Pada pasien yang kelebihan berat badan terdapat kelebihan kalori akibat makan yang berlebih, sehingga menimbulkan penimbunan lemak dijaringan kulit. Resistensi insulin akan timbul pada daerah yang mengalami penimbunan lemak, sehingga akan menghambat kerja insulin dijaringan tubuh dan otot (2). Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 31 pasien (83,7%) tingkat pendidikan SMP dan 6 pasien (16,2%) tingkat pendidikan SMA. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien. Status pendidikan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena status pendidikan akan mempengaruhi kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan (25). Pada kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 30 pasien (81,0%) berkerja sebagai ibu rumah tangga, 7 pasien (18, 9%) bekerja sebagai wiraswasta. Pekerjaan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan pasien dengan cara meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara bagaimana pasien masuk kedalam sistem pelayanan kesehatan, sehingga seseorang yang beekrja memiliki 3

8 kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk mengatasi masalahnya (21). Jenis insulin yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis insulin yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long acting. Kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 27 pasien (72,9%) jenis insulin rapid acting tunggal, 10 pasien (27,0%) j enis insulin rapid acting kombinasi long acting. Jenis insulin rapid acting tunggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Novorapid. Novorapid menurunkan kadar gula darah setelah injeksi, sangat aman dan identik dengan insulin manusia. Novorapid adalah cairan injeksi yang mengandung insulin aspart. Dibandingkan dengan insulin manusia terlarut, Novorapid lebih cepat diabsorbasi., lebih banyak dan tinggi kurva konsentrasi pada waktu yang singkat (19). Kombinasi dari 2 jenis insulin yaitui insulin kerja cepat dengan insulin kerja panjang memberikan hasil penurunan kadar glukosa darah lebih baik, karena dapat memenuhi kebutuhan insulin basal dan insulin prandial. Pemberian 2 jenis insulin tersebut menghasilkan kontrol glikemik yang lebih baik, fluktuasi glukosa darah, kejadian hipoglikemia dan peningkatan berat badan yang lebih rendah (33). Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 16 pasien (43,2%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x10 IU, 2 pasien (5,4%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x6 IU, 9 pasien (24,3%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x8 IU, 2 pasien (5,4%) dosis insulin rapid acting 3x10 IU kombinasi long acting 1x12 IU, 4 pasien (10,8%) dosis insulin rapid acting 3x12 IU kombinasi long acting 1x10 IU, 1 4 pasien (2,7% ) dosis insulin rapid acting 3x6 IU kombinasi long acting 1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid acting 3x6 IU kombinasi long acting 1x12 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid acting 3x8 IU kombinasi long acting 1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid acting 3x6 IU kombinasi long acting 1x12 IU. Setiap pasien mendapat dosis yang berbeda-beda, dosis yang digunakan tergantung pada kondisi fisiologis pasien yang juga berbedabeda. Novorapid termasuk dalam rapid acting insulin yaitu insulin dengan onset sangat cepat sekitar menit dengan puncak kerja menit dan lama kerja 3 5 jam tersedia dalam vial dan pen insulin (15). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wandira tahun 2005, bahwa kombinasi yang paling banyak digunakan adalah insulin aspartdetemir, dimana hasil yang diperoleh memperlihatkan persentase penurunan kadar gula darah puasa, semakin besar pada pemberian insulin dengan dosis berkisar unit untuk insulin aspart dan unit untuk insulin detemir. Pemberian insulin dengan dosis besar dipertimbangkan berdasarkan kadar gula darah puasa awal (33). Dari 37 pasien yang mengalami hipoglikemia, pasien dengan kategori sikap lemah sebanyak 4 orang (10,8%) dan dengan kategori sikap kuat sebanyak 33 orang (89,1%). Hal ini berar ti bahwa pasien yang memiliki sikap kuat lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang memiliki sikap lemah, sikap tidak memiliki pengaruh terhadap pencegahan hipoglikemia. Pada umumnya tindakan seseorang terjadi setelah ia

9 mengetahui dan menyikapi tentang hal yang baru diterimanya. Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu (10). Berdasarkan tingkat kepercayaan terkait insulin, dari 37 pasien yang mengalami hipoglikemia, 5 pasien (13,5%) berada pada kategori lemah dan 32 pasien (86,4%) berada pada kategori kuat. Adanya kepercayaan bahwa kurangnya keyakinan diri terhadap keberhasilan penatalaksanaan insulin dalam mengontrol glukosa darah disamping kekhawatiran akan adanya peningkatan berat badan setelah penggunaan insulin (24 ). Pemberian terapi insulin dirasakan menyulitkan pasien, karena rasa tidak percaya diri untuk memberikan insulin secara mandiri. Rasa tidak percaya diri muncul, karena kurangnya informasi dan ketidaktahuan pasien, sehingga menjadi hambatan dalam penggunaan insulin. Terapi insulin juga membuat ketidaknyamanan bagi pasien, karena pemberiannya harus memakai jarum suntik (1). Berdasarkan tingkat pengetahuan, dari 37 pasien terdapat pada kelompok yang mengalami hipoglikemia, 31 pasien (83,7%) berada pada kategori tidak baik dan 6 pasien (16,2%) ber ada pada kategori baik. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pasien yang pengetahuan tidak baik lebih banyak dibandingkan pengetahuan baik, masih banyak pasien yang tidak mengetahui penyebab hipoglikemia dan kurangnya informasi pengetahuan secara holistik pada hipoglikemia (11). Pengetahuan memiliki pengaruh terhadap pencegahan hipoglikemia. Pada pasien yang memiliki pengetahuan ditemukan kejadian hipoglikemia yang lebih rendah, karena dapat menghindari penyebab dan mengontrol terjadinya hipoglikemia, sedangkan pasien yang memiliki pengetahuan kurang baik, tidak dapat mengontrol penyebab dari hipoglikemia, dikarenakan pasien tidak mengikuti saran dari petugas kesehatan (11). Berdasarkan tingkat efikasi diri (kepercayaan diri), dari 37 pasien terdapat pada kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia, 13 pasien (35,1%) berada pada kategori lemah dan 24 pasien (64,8%) berada pada kategori kuat. Sepanjang waktu seiring dengan lamanya penyakit yang dialami, pasien dapat belajar bagaimana seharusnya melakukan pengelolaan penyakitnya. Pengalaman langsung dari pasien merupakan sumber utama terbentuknya efikasi diri. Semakin lama seseorang terdiagnosa penyakit, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki efikasi diri yang jauh lebih baik (4). 5

10 Tabel 1 Hasil analisis Chi-Square untuk mengetahui hubungan karakteristik pasien dengan kejadian hipoglikemia Hasil Analisis Chi Df Chi Nilai P Kesimpulan Parameter Hitung Tabel Jenis kelamin 5, ,841 0,017 5,854 > 3,841 = Ho ditolak 0,017 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia Usia 5, ,841 0,032 5,041 > 3,841 = Ho ditolak 0,032 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipoglikemia Berat badan 7, ,841 0,11 7,156 > 3,841 = Ho ditolak 0,011 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara berat badan dengan kejadian hipoglikemia Hasil Analisis Chi Df Chi Nilai P Kesimpulan Parameter Hitung Tabel Tingkat pendidikan 5, ,841 0,028 5,245 > 3,841 = Ho ditolak 0,028 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian hipoglikemia Pekerjaan 5, ,841 0,032 5,041 > 3,841 = Ho ditolak 0,032 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipoglikemia Dosis insulin 7, , Sikap 0, ,841 0,440 0,993 > 3,841 = Ho diterima 0,440 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian hipoglikemia Kepercayaan terkait 0,03 1 3,841 1,000 0,03 > 3,841 = Ho diterima insulin 1,000 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kepercayaan terkait insulin dengan kejadian hipoglikemia Pengetahuan tentang 5, ,841 0,017 5,854 > 3,841 = Ho ditolak diabetes mellitus dan 0,017 < 0,05 = Ho ditolak insulin Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang diabetes mellitus dan insulin dengan kejadian hipoglikemia Efikasi diri (kepercayaan diri) 3, ,841 0,105 3,056 > 3,841 = Ho diterima 0,105 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara efikasi diri (kepercayaan diri) dengan kejadian hipoglikemia 6

11 Dari hasil pengujian diperoleh nilai Chi Square sebesar dengan nilai Sig. sebesar 0,121. Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai Sig. lebih besar dari pada Alpha (0.05) yang berarti keputusan yang diambil adalah menerima Ho yang berarti tidak ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati, maka model regresi logistic bida digunakan untuk analisis selanjutnya. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini : Tabel 2 hasil uji Hosmer and Lemeshow Test Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square Df Sig Untuk melihat hasil analisis regresi menggunakan model persamaan kedua yang memasukkan semua komponen dari variabel independen. Dari tabel Variables in the Equation terlihat bahwa nilai konstanta adalah sebesar , Step 1 (a) Usia koefisien yang paling besar adalah aspek sikap yaitu dan koefisien yang paling kecil adalah dosis insulin yaitu 0,137. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini : Tabel 3 hasil uji regresi logistic Variables in the Equation Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. Exp (B) 95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper jenis kelamin tingkat pendidikan Pekerjaan dosis insulin jenis insulin aspek sikap aspek kepercayaan aspek pengetahuan aspek efikasi diri Berat badan Constant

12 KESIMPULAN Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa umlah kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sebanyak 37 pasien dari 109 pasien (33,9%). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin adalah jenis kelamin, usia, berat badan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dosis insulin dan jenis insulin. Sementara itu sikap, kepercayaan terkait insulin, efikasi diri (kepercayaan diri) tidak berhubungan dengan kejadian hipoglikemia. Jenis-jenis tipe insulin yang digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long acting. Kejadian hipoglikemia terjadi lebih banyak pada kelompok kombinasi rapid acting-long acting. DAFTAR PUSTAKA 1. American Diabetes Association. (2006). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Journal Diabetes care, 27 (1), Amir, S. (2015). Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota Manado, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 7, No. 2, Bandura, A. (1997). Self-Efficacy : The Exercise Of Control, New York : Springer Publishing Company, Journal International Diabetes Care, Bilous, R & Donelly, R. (2014). Buku Pegangan Diabetes. Edisi ke-4. Jakarta : Bumi Medika, Farida. (2014). Hubungan antara pengetahuan sikap dan tindakan pasien diabetes mellitus dengan pencegahan komplikasi hipoglikemia di RSUD Labuang Baji Makassar, Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Volume 5 No. 1, Ferannini, E. (2005). Insulin Resistance Versus Insulin Deficiency in Non Insulin Dependent Diabetes Melitus Problem and Prospect, Journal International Diabetes Care, Gedengurah. (2007). Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Denpasar, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 7, No. 2, Kristiantoro, D. (2014). Evaluasi Cara Penggunaan Injeksi Insulin Pen Pada Pasien Diabetes Melitus Di RS X Purwodadi. Surakarta, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 7, No. 2, Lin, Y.Y. (2010). Risk factors for recurrent hypoglycemia in hospitalized diabetic patients admitted for severe hypoglycemia. Journal International Eymj, Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta, Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktek. Jakarta : EGC, Rani, A., Sidartawan Soegondo, Anna Uyainah Z., Nasir. (2008). Panduan Pelayanan Medik

13 Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Rohaidah, Damyanti, N. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemampuan Pasien Diabetes Melitus Dalam Mendeteksi Episode Hipoglikemia Di RSUD Mattaher. Jambi, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 2, No. 1, Rubin, R.R. (2000). Psychotheraphy and Conselling in Diabetes Melitus Psychology in Diabetes Care (p ). Chickester : Jhon Wiley & Sons. Ltd, Journal International Diabetes Care, Sartunus. (2015). Hubungan Pengetahuan, Persepsi dan Efektifitas Penggunaan Terapi Insulin Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dalam Pemberian Injeksi Insulin. Pekanbaru, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 2, No. 1, Smeltzer & Bare. (2010). Brunner & Suddarth s Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelpia : Lippincott Sukandar, E.Y., Retnosari, A. (2008). Iso Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI Penerbitan, Tarwoto & Wartonah. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : CV. Trans Info Media, World Health Organization. (2007). Prevalence of Diabetes Worlwide. Journal International WHO,

14 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD DELI SERDANG DENGAN METODE ATC/DDD Dina Yusmasrlina Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Hypertention is condition when systolic pressure more than 140 mmhg and diastolic pressure more than 90 mmhg in minimal twice measurement in 5 minutes. A lot of hypertention patients needs improvement of medication and it caused the use of hypertention drugs increased. The aim of this study are to investigate the kind of drugs for hypertention and the number of them in one of the healthcare facilities in Bandung This study is descriptive study with retrospective data from prescription. Analysis used ATC/DDD. The result of this study showed three top hypertention are amlodipine (171,8 DDD), Irbesartan (47,38 DDD), and Captopril (40,74 DDD). Keywords : antihypertention, ATC/DDD, outpatient Sistem ATC/DDD ( Anatomical PENDAHULUAN Therapeutic Chemical / Defined Daily Dose) merupakan sistem Hipertensi atau tekanan darah tinggi klasifikasi dan pengukuran adalah peningkatan tekanan darah penggunaan obat yang saat ini sistolik lebih dari 140 mmhg dan telah menjadi salah satu pusat tekanan darah diastolik lebih dari 90 perhatian dalam pengembangan mmhg pada dua kali pengukuran dengan penelitian penggunaan obat. selang waktu lima menit dalam keadaan Sistem ATC/DDD sebagai standar cukup istirahat atau tenang. Peningkatan pengukuran internasional untuk tekanan darah yang berlangsung dalam studi penggunaan obat, sekaligus jangka waktu lama (persisten) dapat menetapkan WHO Collaborating menimbulkan kerusakan pada ginjal Centre for Drug Statistics (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung Methodology untuk memelihara koroner) dan otak (menyebabkan stroke) dan mengembangkan sistem bila tidak dideteksi secara dini dan ATC/DDD. Evaluasi penggunaan mendapat pengobatan yang memadai. obat dibagi menjadi dua yaitu Banyak pasien hipertensi dengan kualitatif dan kuantitatif. Salah tekanan darah tidak terkontrol dan satu studi kuantitatif adalah jumlahnya terus meningkat. Oleh karena dengan menggunakan metode itu, partisipasi semua pihak, baik dokter ATC/DDD. Metode ini dari berbagai bidang peminatan direkomendasikan oleh WHO hipertensi, pemerintah, swasta maupun untuk mengevaluasi penggunaan masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan. 1 obat. 2 10

15 Sistem klasifikasi ATC digunakan untuk mengklasifikasikan obat. Sistem ini dikontrol oleh WHO Collaborating Centre for Drug Statistic Methodology, dan pertama kali dipublikasikan tahun Obat dibagi menjadi kelompok yang berbeda menurut organ atau sistem dimana obat tersebut beraksi dan atau berdasarkan karakteristik terapeutik dan kimianya. Obat diklasifikasikan menjadi kelompok-kelompok pada lima level yang berbeda. 3 Level pertama adalah level yang paling luas, obat dibagi menjadi 14 kelompok utama anatomi. Level kedua adalah kelompok utama farmakologi dan terdiri dari dua digit. Kelompok ketiga adalah kelompok farmakologi dan terdiri dari satu huruf. Kelompok keempat adalah kelompok kimia dan terdiri dari satu huruf. Kelompok kelima adalah kelompok zat kimia dan terdiri dari dua huruf. 3 DDD diasumsikan sebagai dosis pemeliharaan rata-rata perhari yang digunakan untuk indikasi utama orang dewasa. DDD hanya ditetapkan untuk obat yang mempunyai kode ATC. Jumlah unit DDD yang direkomendasikan pada pengobatan mungkin dinyatakan dalam satuan miligram atau gram untuk sediaan padat seperti tablet atau kapsul, atau mililiter untuk sediaan cair injeksi atau cair oral. Data penggunaan obat yang dipresentasikan pada DDD hanya memberikan perkiraan penggunaan dan tidak memberikan gambaran penggunaan yang pasti. 3 METODE PENELITIAN Sampel dalam penelitian ini diambil dari pasien dewasa rawat jalan yang menebus resep di Apotek Kimia Farma pada bulan Januari - Desember Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui antihipertensi apa saja yang digunakan pada pasien hipertensi rawat jalan di Apotek Kimia Farma pada tahun Instrumen penelitian adalah data resep yang telah ditebus oleh pasien dewasa pada pelayanan kesehatan rawat jalan di Apotek Kimia Farma pada tahun Penelitian bersifat deskriptif retrospektif. Analisis data dilakukan menggunakan obat antihipertensi, golongan obat antihipertensi, bentuk sediaan, kekuatan, jumlah penggunaan, dan jumlah kunjungan pasien rawat jalan. Setelah didapatkan data tersebut, obat antihipertensi diklasifikasikan untuk mendapatkan kode ATC berdasarkan guideline yang telah ditetapkan oleh WHO Collaborating Centre. Kemudian dihitung DDD untuk masingmasing obat antihipertensi, berdasarkan guideline yang telah ditetapkan oleh WHO Collaborating Centre. Hasil perhitungan penggunaan obat antihipertensi per tahun dengan menggunakan satuan DDD/1000 kunjungan pasien rawat jalan (KPRJ). HASIL DAN PEMBAHASAN Data jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2013 didapatkan dari jumlah resep sebanyak Data ini diperlukan untuk menghitung penggunaan obat antihipertensi 11

16 dengan unit satuan DDD/1000 kunjungan pasien rawat jalan (KPRJ). A. Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan Berdasarkan Klasifikasi ATC Dari data penggunaan obat antihipertensi pada tahun 2013 didapatkan data berupa nama, bentuk sediaan, dosis, jumlah penggunaan obat antihipertensi, dan kunjungan pasien. Obat antihipertensi terdiri dari nama generik dan nama paten yang digunakan pada tahun Bentuk sediaan dan kekuatan diperlukan untuk mengetahui kandungan zat aktif dalam setiap sediaan. Total jumlah penggunaan diperlukan untuk menghitung jumlah total kekuatan obat antihipertensi (dalam satuan gram dan miligram) yang digunakan pada tahun Penggunaan obat antihipertensi kemudian diurutkan sesuai dengan kode ATC berdasarkan WHO Collaborating Centre. Tabel 1. Nama dan Golongan Obat Antihipertensi untuk Pasien Rawat Jalan Tahun 2013 Golongan Nama Obat Kode ATC CCB Loop Diuretics Amlodipin Nifedipin Furosemid C08CA01 C08CA05 C03CA01 Candesartan C09CA06 ARB Irbesartan C09CA04 Losartan Telmisartan Atenolol C09CA01 C09CA07 C07AB03 Beta Blocker Bisoprolol C07AB07 Diuretik Tiazid Aldosteron Antagonis Alfa 2 Agonis Propanolol HCT Spironolakton Metildopa B. Kuantitas Penggunaan Obat Antihipertensi dalam Unit DDD Setelah diketahui jenis obat antihipertensi yang digunakan di Apotek Kimia Farma pada Tahun 2013, selanjutnya dilakukan perhitungan kuantitas penggunaan obat antihipertensi tersebut. Penggunaan obat antihipertensi untuk pasien rawat jalan dalam DDD/1000 KPRJ pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. C07AA05 C03AA03 C03DA01 C02AB01 ACE Inhibitor Captopril Lisinopril Ramipril Valsartan C09AA01 C09AA03 C09AA05 C09CA03 12

17 Tabel 2. Kuantitas Penggunaan Antihipertensi untuk Pasien Rawat Jalan Tahun 2013 dalam Satuan DDD/1000 KPRJ No. Nama Obat DDD DDD/1000 KPRJ 1. Amlodipine 5 mg 171,8 2. Nifedipin 30 mg 5,58 3. Furosemid 40 mg 5,74 4. Captopril 50 mg 40,74 5. Lisinopril 10 mg 15,55 6. Ramipril 2,5 mg 4,79 7. Valsartan 80 mg 33,98 8. Irbesartan 0,15 gr 47,38 9. Candesartan 8 mg 12, Losartan 50 mg 26, Telmisartan 40 mg 1, Atenolol 75 mg 1, Bisoprolol 10 mg 36, Propanolol 0,16 gr 0, HCT 25 mg 17, Spironolakton 75 mg 26, Metildopa 1 gr 0,60 Berdasarkan perhitungan DDD pada tahun 2013, amlodipin adalah jenis obat antihipertensi yang terbanyak digunakan yaitu sebanyak 171,8 DDD/1000 KPRJ. Amlodipin merupakan golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Terdapat dua kelas CCB yakni dihidropiridin ( amlodipin dan nifedipin) dan non-dihidropiridin (verapamil dan diltiazem). CCB menghambat proses berpindahnya kalsium menuju sel otot jantung dan otot polos dinding pembuluh darah, dan akan merelaksasi otot pembuluh darah dan menurunkan resistensi perifer serta menurunkan tekanan darah. 4 Irbesartan merupakan antihipertensi dengan penggunaan paling tinggi kedua yaitu sebanyak 47,38 DDD/1000 KPRJ. Irbesartan merupakan antihipertensi dari golongan ARB. Mekanisme golongan ARB adalah dengan menduduki reseptor AT I di pembuluh darah, hal ini mengurangi efek fisiologik angiotensin. 4 Captopril merupakan antihipertensi dengan penggunaan paling tinggi ketiga yaitu sebanyak 40,74 DDD/1000 KPRJ. Captopril merupakan golongan ACE Inhibitor yang bekerja dengan menghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) yang dalam keadaan normal bertugas menonaktifkan Angiotensin I menjadi Angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan darah). 5 Pemakaian captopril lebih banyak dibanding ACE Inhibitor lain seperti lisinopril dan ramipril. Captopril lebih banyak digunakan karena selain murah, juga lebih populer di Indonesia di antara obat lain. 4 KESIMPULAN Dari penelitian tentang evaluasi penggunaan obat antihipertensi di Apotek Kimia 13

18 Farma pada pasien rawat jalan tahun 2013 dengan menggunakan metode ATC/DDD didapatkan hasil yaitu tiga obat antihipertensi terbanyak yang digunakan adalah Amlodipin (171,8 DDD/1000 KPRJ), Irbesartan (47,38 DDD/1000 KPRJ), dan Captopril (40,74 DDD/1000 KPRJ). SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disampaikan saran yaitu pada penelitian selanjutnya diharapkan data yang diambil dalam satu tahun penuh sehingga dapat menggambarkan penggunaan obat antihipertensi yang sebenarnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tentang Hipertensi. Jakrta; WHO, Guidelines for ATC Classification and DDD Assignment 2011, 14 th Edition, Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; WHO, ATC/ DDD Index 2016, Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; Prasetyo, Eko., Detari, Wijayanti, Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Penyakit Hipertensi Disertai Gagal Ginjal Kronik (ICD I 12,0) Pasien Geriatri Rawat Inap di RSUD A. W. Sjahranie Samarinda pada Tahun 2012 dan 2013 dengan Metode ATC/DDD, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol.12 hal 23-32, Putra, Raden Ardhi, Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Metode ATC/ DDD pada Pasien Stroke Rawat Inap RSUD B Tahun 2010 dan 2011 (skripsi), Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta; Chen Y., Anatomical Theurapetic Chemical (ATC) classification and the Defined Daily Dose (DDD): principles for classifying and quantifying drug use, International Conference on Pharmacoepidemiology and Therapeutic Risk Management; 2014 Oktober 24-27; Whitwhouse Station, USA; Pujiati, Sri, Tingkat Peresepan Antibiotik di Puskesmas X Tahun 2012 dan 2013 dengan Metode ATC/DDD (skripsi), Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; WHO, Guidelines for ATC classification and DDD assignment 2013, Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; ASP, How To Calculate Antimicrobial Defined Daily Doses (DDD) and DDDs per 1000 Patient Days, Toronto, 14

19 Antimicrobial Program; Atewardship 10. James, P. A., Oapril, S., Carter, B., L., Cushman, W., C., Himmelfarb, C. D., Handler, J., et al. 2013, 2014, Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eight Joint National Commite (JNC 8), JAMA, doi:

20 PERBEDAAN SKALA NYERI PADA INTERVENSI MENGGUNAKAN EFFLURAGE MASSAGE DAN CONTRACT RELAX STRETCHING PADA SPASME MUSCULUS GASTROKNEMIUS NON PATOLOGIS PASCA PERTANDINGAN SEPAK BOLA DI TANJUNG MORAWA Kardina Hayati Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Pain as a result of spasme musculus gastroknemius non patologis is a concequence of continuance of contraction in football games that inflicted the painful. This research have a purpose for detected the painful scale on intervention using theb efflurage massage and contract relax stretching in spasme musculus gastrocnemius non patologis after the football competition. This research was conducted in Moun Sikureung stadium with quation experimental and purposive sampling with total sample of 16 respondents and it can classified into 2 group. 1 (elurage massage) 2 (contract relax stretching). The diverificaation painful scale on intervension using the efflurage massage and contract relax stretching in spasme musculus gastroknemius non patologis after the football competition 2015 in Peureulak, East Aceh. The result of statistical test with paired sample t-test showed that the p value was obtained in treatment I ( efflurage massage) < α (0,011<0,05), and treatment II < α (0,002 < 0,05) it can be conduded that there is a difference between pain before stretching at spasme musculus gastroknemius after football competition. The result of statistical test with independent sample t-test showed that the p value 0,021 its mean there is a difference between pain before intervensi efflurage massaage with contract relax stretching. There are the differences in value significantly decrease pain in the treatment group 1 was given intervension efflurage massage with than group 2 was given contract relax stretching. Pendahuluan Pada kehidupan manusia pasti akan dihadapkan dengan beberapa masalah yang ada, sangat kompleks sekali masalah demi masalah yang muncul. Dengan segenap kemampuan yang dimiliki manusia, manusia akan selalu berusaha untuk menyelesaikan semua masalahmasalah itu. Tetapi terkadang seseorang akan lupa terhadap apa yang terjadi pada dirinya sendiri, lebih-lebih pada masalah fisik, yaitu tentang kesegaran jasmani. Banyak dari mereka yang sibuk, akan lupa 16 terhadap kesehatan dan kestabilan kesegaran jasmaninya (Lutan, 2007). Pada setiap pertadingan sepak bola para pemain selalu melakukan olah fisik agar memiliki stamina yang prima sehingga mampu melakukan pertadingan dengan baik, namun begitu sering para pemain mengalami cidera dalam pertandingan maupun kelelahan fisik yang dirasakan setelah pertandingan di jalankan. Banyak macam cedera yang dialami oleh para pemain sepak bola dalam melakukan pertandingan, seeperti cidera pada

21 hamstring, cidera pada quardicept, cedera pada collateral ligament (Helmi, 2014). Keadaan non patologis yang dialami para pemain sepak bola adalah kelelahan dimana terjadinya penurunan kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kelelahan merupakan fenomena normal yang dirasakan sebagai petunjuk bahwa jaringan mendapatkan beban kerja melebihi jaringan, dimana akan terkumpulnya produk sisa metabolisme yang berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat dalam otot ini akan menimbulkan spasme yang disertai dengan nyeri. Kelelahan fisik sangat mengganggu bagi para pemain yang dituntut untuk selalu memiliki kondisi yang prima, apalagi pertandingan yang berkelanjutan, dengan jarak antara pertandingan yang berdekatan kurang lebih dua atau tiga hari berselang antara satu pertandingan dengan pertandingan berikutnya (Graha dan Priyonoadi, 2014). Untuk memberi massage efflurage dan streching tersebut peran fisioterapi sangat diperlukan sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes 80 tahun 2013, BAB 1, Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, komunikasi.peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) (Permenkes No. 80, 2013). Pada pertandingan olahraga sepak bola, gerak dominan yang sering dilakukan adalah berlari, otot yang sangat penting untuk melakukan gerakan berlari dan melompat adalah otot betis ( Musculus Gastroknemius). Pada golongan orang tertentu, seperti atlit sprinter ataupun pemain bola dengan latihan berkelanjutan yang telah mereka lakukan, Musculus Gastroknemius merupakan otot tipe fast twich A, fungsinya lebih banyak sebagai penggerak untuk gerakan fleksi ankle yang penting dalam gerak lari (Helmi, 2012). Pada pertandingan bola dengan waktu pertandingan 2 x 45 menit dengan disela istirahat selama 15 menit, membuat otot-otot tungkai menjalankan fungsinya dengan energi yang didapat dari metabolism anaerobic, bahwa system glikolisis anaerobik menjadi sumber energy utama dari aktifitas yang di lakukan dalam waktu menit. Dengan produk sisa metabolisme yang berupa asam laktat (Kisney, 2007). Fungsi otot Gastroknemius yang begitu besar dalam berlari dan melompat maka sering kali di jumpai banyak kasus patologi yang terjadi pada m. gastroknemius, antara lain : spasme, nyeri, cidera ligament, ruptur tendon dan lain lain, penanganan nyeri akibat spasme pada Musculus Gastroknemius tidak hanya dilakukan oleh tenaga medis saja dengan memberikan obat-obatan tapi juga bisa dilakukan oleh seorang Fisioterapis dengan melakukan intervensi fisioterapi. Metode dan teknologi fisioterapi yang umumnya diaplikasikan pada kasus nyeri akibat spasme Musculus Gastroknemius antara lain : rest, cool therapi, 17

22 massage therapi, heating dan streching (Mahar dan Sidharta, 2008). Salah satu teknik massage yang populer dan sering di gunakan untuk tujuan rileksasi otot dan meningkatkan sirkulasi darah adalah efflurage massage. Efflurage massage di aplikasikan dengan gerakan meluncur mengikuti bentuk tubuh pasien, tekanan yang gentle dan deep, dengan arah ke jantung. Efflurage massage menjadi intervensi bagi fisioterapi untuk mengatasi masalah spasme pada otot, intervensi lain yang menjadi pilihan bagi fisioterapi untuk mengatasi problem spasme otot adalah contract relax stretching. Contract relax stretching merupakan salah satu yang melibatkan kontraksi isometrik dari otot yang mengalami ketegangan. Tekhniknya dengan memberikan stretching secara pasif dari otot yang mengalami spasme dan diikuti dengan rileksasi. Hasil penelitian dari Indra, 2006 : "beda pengaruh intervensi efflurage massage dengan contrac relax stretching efektif dalam menurunkan nyeri akibat spasme Musculus Gastroknemius" Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik diatas dalam bentuk penelitian dan memaparkannya dalam skripsi dengan judul.: "Perbedaan Skala Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa". Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri pada intervensi menggunakan efflurage massage dan cotract relax stretching pada spasme Musculus Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa. a. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, dan tingkat pendidikan pada pemain sepak bola di Tanjung Morawa. b. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum intervensi menggunakan efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa. c. Untuk mengetahui skala nyeri sesudah intervensi menggunakan efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa. d. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi menggunakan efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa e. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum intervensi menggunakan contract relax stretching pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa. f. Untuk mengetahui skala nyeri sesudah intervensi menggunakan contract relax stretching pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa. g. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi menggunakan contract relax stretching pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa. 18

23 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori secara ilmiah dan mengaplikasikannya di lapangan terhadap kasus nyeri karena spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola dengan mengetahui perbedaan metode efflurage massage dan cotract relax stretching terhadap penurunan nyeri. Dari hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pilihan metode terapi terhadap nyeri karena spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola. Memberikan informasi dan gambaran tentang suatu metode terapi yang dapat mengurangi nyeri pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan mahasiswi fisioterapi untuk studi dan penelitian lebih lanjut terhadap penanganan kasus spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan pre and post test two group design. Desain penelitian merupakan wadah menjawab pertanyaan penelitian atau menguji kebenaran hipotesis (Setiadi, 2007). Dalam hal ini penelitian dibagi dalam dua kelompok, kelompok I dengan menggunakan metode efflurage massage dan kelompok II dengan menggunakan metode contract relak stretching, adapun nilai intensitas dan dievaluasi dengan menggunakan VAS (Visual Analogue scale), hasil dari intensitas nyeri ini akan di analisa antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Tanjung Morawa (Stadiun Mont Sikureung). Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti (Notoatmadjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah para pemain sepak bola di stadion Mon Sikureung Tanjung Morawa yang sedang bertanding, yang mengalami nyeri akibat spasme Musculus Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola. Peneliti mengambil 2 club yang terdapat di Tanjung Morawa yaitu club Peureulak Raya dan club Beringin Jaya, yang masing-masing club berjumlah 16 orang sehingga total berjumlah 32 orang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010 : 118). Dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai karakteristik dan sifat yang mewakili seluruh populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel secara sengaja berdasarkan sifat, karakteristik dan cirri-ciri tertentu (Sugiyono, 2009). Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel dari anggota populasi yang mengalami nyeri akibat spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepak bola. Pengambilan sampel dibagi kedalam 2 kelompok, kelompok I ( club Peureulak Raya) diberikan metode efflurage massage sedangkan kelompok II ( club Beringin Jaya) 19

24 diberikan metode stretching. contract relax Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan cara penelitian untuk mengumpulkan data dalam penelitian, sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur untuk pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Arikunto, 2010). Cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah : 1. Peneliti membuat garis sepanjang 10 Cm. 2. Pada ujung kiri diberi tanda "tidak ada nyeri" sedangkan ujung paling kanan diberi tanda " nyeri sangat berat". 3. Sampel diberikan penjelasan untuk memberikan tanda titik sepanjang garis tersebut pada daerah mana yang menggambarkan nyeri yang dirasakan setelah dilakukan intervensi sesuai dengan kelompok perlakuan yang telah ditetepkan sebelumnya. 4. Fisioterapis melakukan gerakan dorsal fleksi dan plantar fleksi pergelangan kaki untuk memprovokasi nyeri M. Gastroknemius sehingga nyeri di rasakan sampel adalah nyeri pada M. Gastroknemius. 5. Setelah sampel memberikan titik pada garis tersebut, kemudian dilakukan pengukuran dari ujung kiri garis hingga tanda titik yang diberikan sampel. Panjang ukuran tersebut yang dinyatakan dalam centimeter menjadi nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dirasakan sampel. 6. Nilai tersebut di catat sebagai nilai nyeri sebelum intervensi. 7. Setelah satu sesi intrvensi dilakukan, sampel diminta kembali untuk memberi tanda pada garis tersebut. 8. Kemudian kembali dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai yang menunjukkan derajat nyeri dan dicatat sebagai setelah intervensi. 9. Setiap peengurangan atau penambahan diukur dalam centimeter (0-10 Centimeter). Metode Pengukuran Data a) Peneliti membuat garis 0-10 cm b) Pada ujung kiri diberi tanda "tidak ada nyeri" sedangkan ujung paling kanan diberi tanda "nyeri sangat berat" c) Sampel diberi penjelasan untuk memberikan tanda titik sepanjang garis tersebut pada daerah mana yang menggambarkan nyeri dirasakan setelah dilakukan intervensi sesuai dengan kelompok perlakuan yang telah dilakukan sebelumnya. d) Terapis melakukan gerakan dorsal dan plantar fleksi pergelangan kaki untuk memprovokasikan nyeri pada M. Gastroknemius, sehingga nyeri yang dirasakan sampel adalah nyeri pada M. Gastroknemius. e) Setelah sampel memberikan titik pada garis tersebut, kemudian dilakukan pengukuran dari ujung kiri garis hingga tanda titik yang diberikan sampel. Panjang ukuran tersebut menjadi nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dirasakan sampel. f) Nilai tersebut kemudian di catat sebagai nilai nyeri sebelum intervensi 20

25 g) Setelah 1 sesion intervensi dilakukan, sampel di minta kembali untuk memberikan tanda pada garis tersebut. h) Kemudian dilakukan kembali pengukuan untuk mendapatkan nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dicatat sebagai nilai setelah intervensi. i) Setiap penambahan atau pengurangan di ukur dalam centimeter (0-10 cm) Metode Analisa Data Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, yaitu untuk mengetahui karakteristik responden yang meliiputi umur dan suku. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan tabel distribusi frekuensi dari tiap variabel. Apabila nilai p α (0,05), maka hipotesa pada penelitian ini diterima, sehingga ada perbedaan skala nyeri pada intervensi menggunakan efflurage massage dan contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemeus non patologis pasca pertandingan sepak bola. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat 1. Umur Jumlah responden berumur tahun adalah sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur tahun sebanyak 6 orang (75%). 2.Suku Berdasarkan Suku Responden pada Klub Peureulak Raya dan Klub Beringin Jaya. Mayoritas responden pada klub Peureulak Raya adalah suku Aceh sebanyak 5 orang (62,5%), sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga adalah suku Aceh 6 orang (75%). Analisa Bivariat 1. Paired T- Test pada Efflurage Massage Distribusi Rata-rata ( Mean) Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi Efflurage Massage pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa. Interv ensi Mea n N Standar t Deviati on Pre 3,12 8 0,354 Post 2,50 8 0,535 95% Confidence Interval of The Difference Lower Upper Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,354. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage massage adalah 2,50 (nyer i ringan) dengan standar deviasi 0,535. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value < α (0,011 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepak bola. 2. Paired T- Test pada Contract Relax Stretching Tabel Distribusi Rata-rata ( Mean) Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa. Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skala nyeri sebelum P Value 0,192 1,058 0,011 21

26 diberikan intervensi contract relax stretching adalah 3,25 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,463. Sedangkan rata-rata skala Efflurage nyeri setelah diberikan intervensi contract Massage Conract relax stretching adalah 2,12 (nyeri Relax ringan) dengan standar deviasi 0,354. Stretching Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value < α (0,002 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepakbola. 3.Independent Sample T-Test Untuk melihat perbedaan penurunan skala nyeri pada kelompok perlakuan I ( Efflurage Intervensi Mean N Standart Deviation Pre 3,25 8 0,463 Post 2,12 8 0,354 95% Confidence Interval of The Difference Lower 0,589 Massage) dengan kelompok perlakuan II ( Contract Relax Stretching) dilakukan uji beda antara nilai-nilai selisih penurunan skala nyeri kelompok perlakuan I dan II dengan menggunakan Independent Sample T-Test. Tabel 4.7. Nilai Selisih Penurunan Skala Nyeri pada kelompok perlakuan I ( Efflurage Massage) dengan kelompok perlakuan II (Contract Relax Stretching) pada spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa. Intervensi Mean N Standart Deviation P Value U p p e r 1, ,002 3, ,886 0,251 3, ,187 0,243 95% Confidence Interval of The Difference Uppe Lower r 2,49 9 2,50 7 P Value 0,021 Dari table diatas menunjukkan bahwa untuk kelompok perlakuan I didapat nilai mean 3,750 dan standar deviasi 0,886. Untuk kelompok perlakuan II didapat nilai mean 3,557 dengan standar deviasi 1,187. Dengan menggunakan uji statistik t- test independent dengan α = 0,05, didapatkan nilai p-value sebesar 0,021 yang berarti signifikan. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai penurunan nyeri secara bermakna pada kelompok perlakuan I yang diberikan intervensi Efflurage Massage dengan kelompok perlakuan II yang diberikan Contract Relax Stretching. PEMBAHASAN Karakteristik Responden 1. Umur Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas jumlah responden berumur tahun adalah sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur tahun sebanyak 6 orang (75%). Semakin tinggi usia seseorang dapat menyebabkan seseorang mudah lelah, selain itu juga massa otot juga akan semakin berkurang sehingga akan memperlambat aliran darah ke jaringan yang menyebabkan oksigen tidak adekuat terkirim kejaringan yang dapat mengakibatkan spasme yang menimbulkan nyeri. 22

27 2. Suku Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden pada klub Peureulak Raya adalah suku Aceh sebanyak 5 orang (62,5%), sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga adalah suku Aceh 6 orang (75%). Latar belakang suku merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat nyeri seseorang. Seperti dikemukakan oleh LeMore & Burke (2008), menyatakan bahwa budaya mempengaruhi seseorang bagaimana cara toleransi terhadap nyeri, menginterpretasikan nyeri, dan bereaksi secara verbal atau nonverbal terhadap nyeri. Budaya dari suku jawa yang menerima terhadap nyeri, sehingga merasa kuat dan sabar terhadap nyeri yang dirasakan. Perbedaan Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi Efflurage Massage pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,354. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage massage adalah 2,50 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,535. Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value < α (0,011 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepak bola. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra Bagus (2006) dengan judul penelitian "Beda pengaruh intervensi efflurage massage dengan contract relax stretching terhadap penurunan nyeri akibat spasme M. Gastroknemius non patoogis pasca pertandingan sepak bola". Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 20 orang dan dibagi kedalam 2 kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji statistik t-test paired sample pada kelompok perlakuan I dengan α (0,05), didapat nilai t hitung 33,97 dan p value 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat penurunan nilai nyeri yang bermakna pada pemain yang mengalami nyeri akibat spasme M. Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola yang mendapatkan intervensi efflurage massage. Nyeri akibat spasme pada musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola adalah suatu keadaan umum yang dirasakan oleh semua pemain bola seusai menjalani suatu pertandingan. Pada pertandingan bola dengan waktu pertandingan 2 x 45 menit dengan disela istirahat selama 15 menit, membuat otot-otot tungkai menjalankan fungsinya dengan energi yang didapat dari metabolism anaerobic, bahwa system glikolisis anaerobik menjadi sumber energy utama dari aktifitas yang di lakukan dalam waktu menit. Dengan produk sisa metabolism yang berupa asam laktat (Kisney, 2007). Pada saat pertandingan sepak bola berlangsung musculus gastroknemius yang terus menerus melakukan kontraksi sehingga 23

28 menekan pembuluh-pembuluh darah (vena-vena) yang berada disekitar otot sehingga peredaran darah menjadi terganggu dan suplay oksigen ke jaringanpun ikut terganggu. Proses yang berlangsung berulang-ulang menyebabkan jaringan mengalami iskemik hingga timbul spasme yang disertai nyeri (Kisney, 2007). Salah satu efek efflurage massage pada system muscular adalah Meningkatnya sirkulasi darah dan membawa oksigen serta nutrisi yang dibutuhkan otot sehingga dapat menurunkan kelelahan otot dan rasa nyeri setelah berlatih (Susan, G Salvo (2001)). Perbedaan Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola. Berdasarkan hasil penelitian ratarata skala nyeri sebelum diberikan intervensi contract relax stretching adalah 3,25 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,463. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi contract relax stretching adalah 2,12 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,354. Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value < α (0,002 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepakbola. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra Bagus (2006) dengan judul penelitian "Beda pengaruh intervensi efflurage massage dengan contract relax stretching terhadap penurunan nyeri akibat spasme M. Gastroknemius non patoogis pasca pertandingan sepak bola". Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 20 orang dan dibagi kedalam 2 kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji statistik t-test paired sample pada kelompok perlakuan II dengan α (0,05), didapat nilai t hitung 39,334 dan p value 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat penurunan nilai nyeri yang bermakna pada pemain yang mengalami nyeri akibat spasme M. Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola yang mendapatkan intervensi contract relax stretching. Hasil penurunan nyeri pada intervensi dengan contract relax stretching disebabkan karena contract relax stretching dapat meningkatkan relaksasi dan menurunkan nyeri serta spasme karena terstimulasi golgi tendo organ (GTO), manurut Ganong WF dalam buku fisiologi kedokteran (1983), "sampai batas tertentu, makin kuat otot diregangkan, makin kuat kontraksi refleknya. Akan tetapi bila tegangan cukup besar, kontraksi mendadak berhenti dan otot menjadi lemas (relaksasi) dan akan lebih mudah diulur". Selisih antara Penurunan Skala Nyeri Post Intervensi Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola. Hasil selisih kelompok perlakuan I didapat nilai mean 3,750 dan standar deviasi 0,886. Untuk kelompok perlakuan II didapat nilai mean 3,755 24

29 dengan standar deviasi 1,187. Dengan menggunakan uji statistik t- test independent dengan α = 0,05, didapatkan nilai p-value sebesar 0,021 yang berarti sangat signifikan. Berdasarkan data tersebut, diketahui baik pada perlakuan I maupun perlakuan II terdapat nilai penurunan skala nyeri yang signifikan/bermakna dengan selisih nilai p value sebesar 0,021. Namun dilihat dari nilai p-value untuk perlakuan II dengan intervensi contract relax stretching didapatkan nilai p-value sebesar 0,002 sehingga lebih bermakna/signifikan dibandingkan dengan perlakuan I dengan intervensi efflurage massage didapatkan nilai p-value sebesar 0,011. Hal ini menunjukkan bahwa contract relax stretching memiliki efek langsung menginhibisi ketegangan otot yang terjadi sehingga otot menjadi rilek dan nyeri berkurang. Sementara pada efflurage massage rileksasi otot didapat setelah sirkulasi darah lancar sehingga penumpukan asam laktat dan iskemik yang terjadi membutuhkan waktu yang lama untuk dapat kembali keadaan semula (relak). Oleh karena itu dengan total durasi pelaksanaan kedua intervensi sama (5 menit), terdapat perbedaan antara tingkat penurunan nyeri yang signifikan pada kedua kelompok perlakuan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode terapi yang diberikan pada kelompok perlakuan II mempunya manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan metode terapi yang diberikan pada kelompok perlakuan I. Sehingga pemilihan metode intervensi contract relax stretching pada pemain sepak bola yang mengalami nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non pertandingan sepakbola akan mendapatkan hasil yang lebih optimal dalam mengurangi nyeri. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah : 1. Mayoritas jumlah responden berumur tahun adalah sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur tahun sebanyak 6 orang (75%). 2. Rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,354 pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 3. Rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage massage adalah 2,50 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,535 pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 4. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value < α (0,011 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan skala nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 5. Rata-rata skala nyeru sebelum diberikan intervensi contract relax stretching adalah 3,25 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 25

30 0,463 pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 6. Rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi contract relax stretching adalah 2,12 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,354 pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 7. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value < α (0,002 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan skala nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 8. Terdapat perbedaan penurunan nyeri yang bermakna antara kelompok perlakuan I ( efflurage massage) dan kelompok perlakuan II ( contract relax stretching) pada pemain bola yang mengalami nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola (p-value 0,021). Saran Diharapkan bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian mengenai nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu yang lebih lama agar hasil yang didapatkan lebih maksimal. Bagi Fisioterapi Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat guna menambah pengetahuan dan menjadi alternative lain bagi rekan-rekan fisioterapis dalam menangani kondisi nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola. Diharapkan dapat dijadikan referensi dalam melakukan penanganan nyeri pada penderita spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola. Diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan bacaan kepustakaan mengenai penanganan nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola dengan intervensi efflurage massage dan contract relax stretching. Diharapkan agar responden memahami dan dapat menerapkan cara mengatasi nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola dengan menggunakan tekhnik efflurage massage ataupun contract relax stretching. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian, Cetakan 14. Rineka Cipta. Jakarta Ganong, William F Fisiologi Saraf & Sel Otot. EGC. Jakarta Graha, dkk Terapi Massage Frirage Penatalaksanaan Cedera pada Anggota Gerak Tubuh Bagian Bawah. Diambil dari 0Setia%@0Graha.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret

31 Felson, D,T Pain in Osteoarthritis. John and Son Inc. Hobohen. New Jersey Helmi, Noor Zairin Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, Jilid 1. Salemba Medika. Jakarta ungkai.bawah/ diakses pada tanggal 06 Mei 2015 Indra, Bagus Beda Pengaruh Intervensi Efflurage Massage dengan Contrac Relax Stretching Efektif dalam Menurunkan Nyeri Akibat Spasme M. Gastroknemius. Universitas Indonusa Esa Unggul. Jakarta Kisney, Carolline Therapeutic Exercise, Foundatio and Technique Third Edition. Davis Company. Philadelpia Lupiq Gerakan Peregangan Stretching. Dikutip dari ag/ pada tanggal 22 April Lutan, Rusli Pendidikan Kebugaran Jasmani Orientasi Pembinaan Disepanjang Hayat. Dirjen Olahraga, Depdiknas. Jakarta Mahar, Mardjono. dkk, Neurologi Klinis Dasar Edisi 6. Dian Rakyat. Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Nursalam Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta Nursalam Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta Permenkes RI Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 80 tahun Dikutip 13/03/2015 dari e/permenkes no.80 tahun 2013.pdf Rohadino Pengertian Stretching. Dikutip dari om/ tanggal 22 April Setiadi Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan. Edisi 2. Graha Ilmu. Yogyakarta Sugiyono Penelitian. Bandung Statistika Untuk Alfabeta. Sugiyono Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung Susan, G Salvo Massage Therapy, Princip, and Practice. W.B Sunders Company. Philadelpia 27

32 PERBEDAAN INTAKE NUTRISI PADA PASIEN TUBERKULOSIS (TB) PARU SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN ORAL HYGIENE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEMBIRING DELITUA Grace Erlyn Damayanti Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Generally, patient stuberklosis in a state of malnutrition because the process was growth of germs gets energy from the oxidation ofa variety ofsimple carbon compounds derived from the patient body so the weight to around kg in adults. Implementation of oral hygiene was rarelyper form edbecause of the many patients who want to do so the task of implementation of oral hygiene was more often doneby students. The study was preexperiment(pre-experiment) with amodel ofone-group pretest posttest design. This study aimed to determine differences Nutrients In take In Patients Tuberculosis (TB) Lung Before and After Oral Hygiene Forum Regional General Hospital (Hospital) Sembiring Delitua. The population in this research was all patients Tuberculosis(TB) who are hospitalized and lungsamples in as many as 49 people, samples accidental sampling techniques, methods of data collection by interview in gindirectly byusing the observation sheet, data analysisused thet-test the difference Nutrients Intake In Patients tuberculosis(tb) Lung Before and After Oral Hygiene Forum (p =0.005). For it was expected to nurses in order to implement the execution of oral hygiene so as toi ncrease appetite. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis.penyakit ini dapat menular melalui droplet orang yang terinfeksi basil TB.Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs (Depkes, 2008). Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu Negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosisi pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB ( diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Di Indonesia TB Paru merupakan pembunuh nomor satu diantara penyakit menular yang menyebabkan sekitar kematian setiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2008, menunjukkan bahwa Insidence Rate (IR) TB 28

33 Paru dibeberapa Negara ASEAN seperti Malasysia sebesar 100 per penduduk, Filipina sebesar 280 per penduduk, Singapura sebesar 39 per penduduk, Thailand sebesar 140 per penduduk sedangkan di Indonesia sebesar 190 per penduduk (Depkes, 2009). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 di Indonesia TB menduduki ranking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian), setelah penyakit jantung dan sistem pernafasan. Hasil survei tuberkulosis di Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa angka insidensi tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 105 per penduduk (Depkes RI, 2008). Data Profil kesehatan Indonesia pada tahun 2009 jumlah kasus penyakit TB Paru paling banyak terdapat diprovinsi Jawa Barat sebanyak kasus dengan CDR sebesar 70,8%, kasus baru BTA+ sebanyak kasus dengan proporsi (70,7%). Jawa Tengah sebanyak kasus dengan cdr sebesar 48,1% kasus BTA positif sebanyak kasus dengan proposi (48,1%). Sumatera Utara sebanyak kasus dengan CDR sebesar 65,6% kasus baru BTA+ sebanyak kasus dengan proporsi (65,6%) (Depkes, 2009). Sementara itu, di Sumatera Utara angka penemuan kasus TB tahun 2009 adalah 82,7%, namun pada tahun 2010 semakin naik yaitu menjadi 85,1%. Angka SR mencapai 94,5% melebihi target WHO sebesar 85%. Berdasarkan Kabupaten/Kota dengan angka SR tinggi adalah : Pematang Siantar (99,6%), Labuhan Batu (99,3%), Dairi (98,2%), dan terendah Asahan (22,2%), Medan (30,7%), Sembiring Delitua (48,9%) (Profil Sumatera Utara, 2008). Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit tuberkulosis serta mencegah terjadinya resistensi obat telah dilaksanakan program nasional penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasi oleh WHO. Metoda DOTS telah diterapkan di Indonesia mulai tahun 1995 dengan 5 komponen yaitu komitmen politik kebijakan dan dukungan dana penanggulangan TB, diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopik, pengobatan dengan obat anti TB yang diawasi langsung oleh pengawas menelan obat (PMO), ketersediaan obat dan pencatatan hasil kinerja program TB ( Depkes RI, 2002). Umumnya penderita tuberklosis dalam keadaan malnutrisi karena pada proses pertumbuhankuman ini mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana yang berasal dari tubuh sipenderita sehingga berat badan menjadi sekitar kg pada orang dewasa. Secara tidak langsung, status gizi yang buruk akan mempengaruhi produktifitas kerja dari sumber daya manusia pada usia produktif ini. Untuk itu diperlukan dukungan nutrisi yang adekuat yang akan mempercepat perbaikan status gizi dan 29

34 meningkatkan sistim imunitas, yang dapat mempercepat proses penyembuhan, disamping pemberian obat Tuberculosis yang teratur sesuai metode pengobatan Tuberculosis. Oral hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi dan gusi.oral hygiene adalah tindakan yang ditujukan untuk menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran mulut, mencegah terjadinya infeksi rongga mulut, dan melembabkan mukosa membran mulut dan bibir.oral hygiene bertujuan untuk mencegah penyakit gigi dan mulut, mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut, mempertinggi daya tahan tubuh, dan memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan. Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang di lakukan di RSUD Sembiring Delitua didapat bahwa pendirita TB paru yang rawat jalan sebanyak 989 orang dan yang dirawat inap selama tahun 2012 yaitu sebanyak 387 orang (Rekam Medik RSUD Sembiring Delitua, 2014). Selama bulan Mei sebanyak 27 orang penderita TB Paru yang dirawat inap.pelaksanaan oral hygiene jarang dilakukan karena banyaknya pasien yang hendak dilakukan sehingga tugas pelaksanaan oral hygiene lebih sering dilakukan oleh mahasiswa. Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. TujuanPenelitian Untuk mengetahui Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. Untuk mengetahui intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. a. Untuk mengetahui intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sesudah dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. b. Untuk mengetahui intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sesudah dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah pre eksperimen (pra experiment) dengan model rancangan one group pretest postest. Yaitu sebelum dilaksanakannya perlakuan maka dilakukan observasi pada sample dan sesudah perlakuan juga dilakukan beberapa kali observasi (Notoatmodjo, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti memilih pasien tuberkulosis (TB) paru yang menjadi sampel penelitian.selanjutnya dilakukan pengukuran tentang intake nutrisi (observasi pre-test). Setelah itu pasien diberikan tindakan oral hygiene yang kemudian akan 30

35 diukur kembali intake nutrisi (observasi post-tes. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari - Maret Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007).Populasi pada penelitan ini adalahseluruh pasien Tuberkulosis (TB) paru yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yang belum diketahui jumlahnya. Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Sugiyono, 2007).Sampel pada penelitian ini adalah seluruh seluruh pasien Tuberkulosis (TB) paru yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua mulai bulan Juni.Teknik sampling yang digunakan non probability dengan pendekatan teknik accidental sampling, yaitu tehnik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti selama satuminggu melaksanakan penelitian maka dapat dijadikan sampel. Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitiansecara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna dalam penelitian(arikunto, 2007).Defenisi operasional dari masing-masing variabel yaitu sebagai berikut: a. Variabel bebas ( independent) adalah variable yang mempengaruhi yaitu pelaksanaan oral hygiene yaitu tindakan pembersihan rongga mulut pada pasien Tuberkulosis (TB) Paru. b. Variabel terikat (dependent) adalah variable yang dipengaruhi, yaitu intake nutrisi yaitu pemasukan nutrisi pada pasien TB paru. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data primer merupakan data yang didapat dari sumber yang pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti wawancara atau hasil pengisian lembar kuesioner dan lembar observasi yang biasa dilakukan peneliti.penelitian ini menggunakan data primer yang berasal dari lembar observasi yang berisikan penilaian intake nutrisi pada pasien TB paru. Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber yang kedua, dari tempat penelitian.data sekunder diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. Metode pengukuran adalah cara dimana variabel dapat diukur dan ditemukan karakteristiknya (Aziz, 2008). Pada variable dependent 31

36 intake nutrisi diukur dengan menggunakan lembar observasi (Lampiran 3) yang berisi tentang penilaian berat badan.berikut ini (tabel 3.2) adalah metode pengukuran sesuai dengan metode pengukuran. Variabel, Cara Ukur, Hasil Ukur, Skala N o Variabel Cara Ukur Skor Variabel independent 1 Pelaksana Melakuk an oral an hygiene tindakan oral hygiene Variabel dependent 2 Intake nutrisi pada pasien TB paru Lembar Observas i 1. Seperem pat porsi makan 2. Setengah porsi makan 3. Tiga perempat porsi makan 4. 1Porsi makan Skal a Interv Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan penelitian setelah pengumpulan data.data yang masih mentah (raw data),perlu diolah sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Pada penelitia ini analisis data dilakukan secara bertahap yaitu : Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti secara sederhana yang disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui apakah ada pengaruh atau al perbedaan yang signifikan antar variabel independent dengan variabel dependent.analisis bivariat dilakukan setelah karakteristik masing-masing variabel diketahui. Data dianalisis untuk perhitungan bivariat pada penelitian ini menggunakan PairedSample t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (pvalue α). Pembuktian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua apabila nilai pvalue 0,05. Jika nilai pvalue 0,05 ( α:5%) maka Ha diterima dan sebaliknya jika nilai pvalue 0,05 maka Ha ditolak. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penilaian Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. Kategori Jumlah Persentase (n) (%) ¼ Porsi Makan 5 26,3 ½ Porsi Makan 13 68,4 ¾ Porsi Makan 1 5,3 Total Gambar di atas menunjukkan bahwa intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring 32

37 Delitua yaitu responden yang memakan ¼ porsi makan sebanyak 5 orang (26,3%), responden yang memakan ½ porsi makan sebanyak 13 orang (68,4%), responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 1 orang (5,3%). Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penilaian Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Kategori ¾ Porsi Makan Jumlah Persentase (n) (%) 14 73,7 1 Porsi Makan 5 26,3 Total Tabel di atas menunjukkan bahwa intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sesudah dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yaitu responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 14 orang (73,7%), responden yang memakan 1 porsi makan sebanyak 5 orang (26,3%). Pembahasan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yaitu responden yang memakan ¼ porsi makan sebanyak 5 orang (26,3%), responden yang memakan ½ porsi makan sebanyak 13 orang (68,4%), responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 1 orang (5,3%). Hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa pada pasien TB paru terjadi perubahan pola nafsu makan disebabkan karena proses penyakit. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.sebagian besar kuman mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lainnya.tuberkulosis yang dulu disingkat menjadi TBC karena berasal dari kata tuberculosis saat ini lebih lazim disingkat dengan TB saja. Tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan tetapi dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain (Aditama, 2010). Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sesudah dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yaitu responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 14 orang (73,7%), responden yang memakan 1 porsi makan sebanyak 5 orang (26,3%). Hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa oral hygienedapat mematikan kuman 33

38 yang ada dimulu sehingga meningkatkan nafsu makan. Membersihkan rongga mulut dan gigi dari semua kotoran/sisa makanan dengan menggunakan sikat gigi.oralhygiene dalam kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, beberapamasalah mulut dan gigi bisa terjadi karena kita kurang menjaga kebersihanmulut dan gigi.kesadaran menjaga oralhygiene sangat perlu dan merupakanobat pencegah terjadinya masalah gigi dan mulut yang paling manjur (Novel, 2008). Oral hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan menyegarkanmulut, gigi dan gusi.oralhygieneadalah tindakan yang ditujukan untuk; 1) menjaga kontiunitas bibir, lidahdan mukosa membran mulut; 2) mencegah terjadinya infeksironggamulut;dan 3) melembabkan mukosa membran mulut dan bibir. Sedangkan menurutclark (2007), oralhygiene bertujuan untuk : 1) mencegah penyakit gigi danmulut; 2) mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut; 3) mempertinggi daya tahan tubuh; dan 4) memperbaiki fungsi mulut untukmeningkatkan nafsu makan (Bandiyah, 2009). Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Dari hasil penelitian mengenai Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yaitu rata-rata intake nutrisi pertama 1,79 pada pengukuran kedua didapatkan intake nutrisi kedua 3,26, terlihat nilai mean antara pengukuran pertama dan kedua 1,474 dengan standar deviasi (SD) 0,513. Hasil Uji statistik didapatkan nilai p= 0,005 α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. Umumnya penderita tuberklosis dalam keadaan malnutrisi karena pada proses pertumbuhankuman ini mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana yang berasal dari tubuh sipenderita sehingga berat badan menjadi sekitar kg pada orang dewasa. Secara tidak langsung, status gizi yang buruk akan mempengaruhi produktifitas kerja dari sumber daya manusia pada usia produktif ini. Untuk itu diperlukan dukungan nutrisi yang adekuat yang akan mempercepat perbaikan status gizi dan meningkatkan sistim imunitas, yang dapat mempercepat proses penyembuhan, disamping pemberian obat Tuberculosis yang teratur sesuai metode pengobatan Tuberculosis. Oral hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi dan gusi.oral hygiene adalah tindakan yang ditujukan untuk menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran mulut, mencegah 34

39 terjadinya infeksi rongga mulut, dan melembabkan mukosa membran mulut dan bibir.oral hygiene bertujuan untuk mencegah penyakit gigi dan mulut, mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut, mempertinggi daya tahan tubuh, dan memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua tentang Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene dapat disimpulkan: 1. Intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru s ebelum Dilakukan Oral Hygiene mayoritas responden yang memakan ½ porsi makan sebanyak 13 orang (68,4%). 2. Intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum Dilakukan Oral Hygiene mayoritas responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 14 orang (73,7%). 3. Ada Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p dari 0.05 yaitu p=0,005. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar F Respiratory. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Aditama, Tjandra Y Tuberkulosis Paru: Masalah dan Penanggulangannya. UI Press. Jakarta. Alvian, J Tuberkulosis Klinis. Edisi 2, Widya Medika. Jakarta. Anonim, Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi Masalah. Tbcindonesia.or.id. Diakses tanggal 10 Januari 2014 Arikunto,Suharsimi Prosedur Penelitian. PT Rineka Cipta, Jakarta. Aziz, Alimul, Hidayat Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika, Jakarta. Bandiyah Keperawatan Dasar. PT Rineka Cipta, Jakarta. Bouwhuizen Kesehatan Rongga Mulut. Mitra Pelajar, Surabaya. Djojodibrototo, D Respirarologi. EGC. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta Riduan Rumus dan Data dalam Analisis Statistika Edisi 3. Alfabeta, Bandung. Sarwono, Solita Pengantar Ilmu Perilaku. Diakses 06 Mei Setiadi Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1. Graha Ilmu, Yogyakarta. 35

40 Smeltzer Rongga Mulut. Balai Penerbit FK UI, Jakarta. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung. Thomas Pengaruh Oral Hygiene Pada Pasien dengan Intake Nutrisi. Diakses Pada Tanggal 21 April, Viska, Konsep TB Paru. m. Diakses tanggal 13 Januari

41 HUBUNGAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN MALARIA DUSUN IV DENAI SARANG BURUNG KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG Rahmad Gurusinga STIKes Medistra Lubuk Pakam INTISARI Penyakit malaria disebabkanolehparasit malaria (Plasmodium) bentukaseksual yang masuk kedalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina.malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, Karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa).Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.Jenis penelitian adalah survey analitik dengan disain penelitian Cross sectional.populasi adalah seluruh Ibu Rumah Tangga yang berada di Di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 sebanyak 79 orang dan menetapkan jumlah sampel dengan menggunakan metode Simple Random Sampling yaitusebagiandariiburumahtanggasebanyak 66 orang. Data di kumpulkan dengan menggunakan kuesioner, Dan di analisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian Variabel-variabel independen adalah Perilaku Ibu RumahTangga antara lain: Pengetahuan di peroleh P Value = 0,024 < 0,05 sedangkansikap P Value 0,011< 0,05 Tindakan P Value 0,002 < 0,05 danperilaku p Value = 0,037 < 0,05. Kata Kunci : Malaria, Tingkat Pengetahuan, Sikap, Tindakan PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu hamil. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan lebih dari orang meninggal dunia. Kasus terbanyak terdapat di Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian negara Eropa (Depkes RI, 2009). Menurut Depkes tahun 2009, Penderita malaria terus meningkat dari tahun 2000 sampai Pada tahun 2000 sebanyak positif malaria, tahun 2001 sebanyak positif malaria, tahun 2002 sebanyak positif malaria, tahun positif malaria, tahun 2004 sebanyak positif malaria, tahun 2005 sebanyak positif malaria, tahun 2006 sebanyak positif malaria, tahun 2007 sebanyak positif malaria (Harijanto, 2010). Berdasarkan persentase penderita malaria yang mendapat 37

42 pengobatan di Sumatera Utara diketahui bahwa pada tahun 2008 hanya 74,66% penderita malaria diobati. Dari 28 Kab/Kota, 24 kab/kota yang melaporkan adanya kasus malaria, secara berurutan 3 kabupaten yang tertinggi jumlah penderitanya adalah Deli Serdang penderita, Nias Selatan penderita dan Mandailing Natal dengan penderita. Kabupaten/Kota yang melaporkan tidak ada kasus adalah Tebing Tinggi, Medan, Binjai dan Toba Samosir (Dinkes Sumut, 2008). Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten endemis malaria di Propinsi Sumatra Utara. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Deli Serdang, jumlah kasus malaria di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2010 berjumlah 191 positif dan 2727 klinis. Dari jumlah kasus tersebut diperoleh 13 kasus malaria terjadi di Kecamatan Beringin. Dalam 2 (dua) tahun terakhir, mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 angka kasus malaria di Deli Serdang mengalami peningkatan dengan jumlah 2731 klinis dan 198 positif. Dari jumlah kasus malaria tersebut 19 kasus terjadi di Kecamatan Pantai Labu. Meskipun angka kejadian malaria tersebut mengalami turun naik, namun malaria tetap menjadi masalah serius yang harus di perhatikan di Kecamatan Pantai Labu (Dinkes Deli Serdang, 2012). Berdasarkan hasil penelitian (Nurdin, 2011) tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Tambang Emas Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Padang menunjukkan Bahwa Hasil penelitian diperoleh, lingkungan yang buruk sedikit lebih banyak pada kasus (86,7%) dibanding kontrol (85%), responden yang tingkat pengetahuan rendah lebih banyak pada kelompok kasus (93,3%) dibanding kontrol (38,3%), responden yang negatif sikapnya lebih banyak pada kelompok kasus (63,3%) dibanding kontrol (20%) dan responden yang buruk tindakannya lebih banyak pada kelompok kasus (93,3%) dibanding kontrol (41,7). Hasil uji Chi -square didapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga dengan kejadian malaria. Keadaan geografis daerah Dusun IV Denai Sarang Burung terdiri dari daerah sekitar pantai, rawa-rawa dan persawahan. Konstruksi rumah tempat tinggal masyarakat Dusun 1V Denai Sarang Burung seperti dinding rumahnya ada yang terbuat dari kayu, dan bambu. Dan ditemui rumah yang tidak memakai langit-langit/plafon. Serta banyak yang tidak memakai kawat kasa pada ventilasi rumah. Hal ini dapat di lihat dari hasil observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 21 maret 2014 sebagai berikut: Adapun jumlah KK Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang berjumlah 79 KK. Rumah yang memakai dinding kayu berjumlah 13 KK dan rumah yang memakai dinding bambu berjumlah 3 KK. Sedangkan rumah yang memakai tembok semen/dinding permanent berjumlah 63 KK. Rumah yang tidak memakai langit-langit/plafon rumah berjumlah 15 KK, Sedangkan rumah yang memakai langit-langit/plafon rumah berjumlah 64 KK. Rumah yang memakai kawat kasa pada ventilasi berjumlah 10 KK, Sedangkan rumah yang tidak memakai kawat kasa pada ventilasi 38

43 berjumlah 69 KK. Melihat data observasi di atas tentang Lingkungan Fisik Rumah yang menyebabkan terjadinya indikasi Penyakit Malaria. Maka peneliti fokus terhadap satu komponen saja yaitu Penggunaan Kawat Kasa Pada Ventilasi Rumah. Berdasarkan hasil penelitian (Hermando, 2008) di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungai Liat Kabupaten Bangka Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kasa pada ventilasi dengan kejadian malaria (nilai p= 0,0001), sementara hasil perhitungan OR didapat hasil OR=6,5 dengan Confidence Interval (CI) 95%= 3,19-13,21. Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa orang yang ventilasi rumahnya tidak dipasang kain kasa punya risiko terkena malaria 6,5 kali lebih besar dibanding dengan orang yang ventilasi rumahnya terpasang kasa. Mengacu pada latar belakang yang di uraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang tahun METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun Lokasi Dan Waktu Penelitian. Lokasi Penelitian dilaksanakan di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Waktu penelitian ini di laksanakan pada bulan Januari sampai bulan Mei tahun Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu Rumah Tangga yang berada di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dengan jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 79 orang. Sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Cara pengambilan sampel di lakukan dengan cara Probability Sampling dengan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak sederhana tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Dengan Rumus : n= Keterangan : Kepercayaan n = n =, (, ) n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d² = Tingkat n =, n = 66,10 ~ 66 Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 66 Ibu Rumah Tangga. Didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang di buat oleh peneliti, berdasarkan ciri-ciri populasi yang sudah di ketahui sebelumnya. Metode Pengukuran. 39

44 Dalam penelitian ini akan menggunakan kuesioner dan observasi dengan jawaban pertanyaan adalah 32 pertanyaan yaitu 30 pertanyaanuntuk variabel independen melalui Observasi yang terdiri dari Ventilasi rumah,semaksemak, dan genangan air, sedangkan melalui kuesioneryang terdiri dari 10 pertanyaan tentang pengetahuan, 10 pertanyaan tentang sikap, dan 10 pertanyaan tentang tindakan dan 2 pertanyaan untuk variabel dependent. Untuk mempermudah menentukan interpretasi nilai Perilaku Ibu Rumah Tangga maka di gunakan rumus yaitu : P = % Keterangan : P = Persentasi F = Jumlah jawaban yang benar N = Jumlah soal 1. Variabel Independent a. Perilaku Ibu Rumah Tangga Untuk mengetahui Perilaku Ibu Rumah Tangga di lakukan pengukuran dengan menggunakan kuesioner sebanyak 30 pertanyaan yang terdiri dari jawaban ya, tidak, setuju dan tidak setuju. Jika responden menjawab benar maka nilainya 1, dan jika responden menjawab salah maka nilainya 0. Untuk mempermudah menentukan interpretasi nilai Perilaku Ibu Rumah Tangga maka di gunakan rumus yaitu : P = % Keterangan : P = Persentasi F = Jumlah jawaban yang benar N = Jumlah soal Selanjutnya hasil presentasi tersebut di interpretasikan dengan acuan kriteria Perilaku Ibu Rumah Tangga sebagai berikut: (Arikunto, 2010). Kriteria Persentasi Baik 76% - 100% Cukup 56% - 75% Kurang 40% - 55% 2. Variabel Dependen a. Kejadian penyakit malaria Untuk mengetahui kejadian penyakit malaria di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014dilakukan pengukuran dengan menggunakan kuesioner sebanyak 2 pertanyaan. Dengan menggunakan skala guttman yang terdiri dari 2 jawaban ya dan tidak. Jika responden menjawab ya maka nilainya 1, jika responden menjawab tidak maka nilainya 0. Metode Pengolahan Data 1. Tahap Persiapan Menyiapkan dan merancang Observasi dan Kuesioner Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Penyakit Malaria. 2. Tahap Pelaksanaan a. Menyebarkan Kuesioner dan Observasi b. Mengumpulkan Data 3. Tahap Penyelesaian a. Pengecekan Data (Editing) Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran dan kesalahan data yang di peroleh atau di kumpulkan. Editing dapat di lakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. b. Memberi tanda kode (Coding) Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategorik. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan komputer. 40

45 c. Memasukkan Data (entry) Data entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah di kumpulkan master tabel atau data komputer, yaitu memasukkan kode jawaban responden pada program pengolahan data. d. Pengecekan Kembali (Cleaning) Semua data dari setiap sumber data atau responden selesai di masukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan atau koreksi (Notoadmodjo, 2010). e. Pengolahan Data (processing) Pengolahan data dengan menggunakan program komputerisasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hubungan Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa responden berdasarkan pengetahuan ibu rumah tangga mempunyai tingkat proporsi tertinggi adalah responden berpengetahuan baik sebanyak 14 orang (21,2%), pengetahuan cukup sebanyak 16 orang (24,2%), dan pengetahuan kurang sebanyak 36 orang (54,5%). Berdasarkan hasil analisis statistik melalui uji chi-square menunjukkan bahwa Ho di tolak artinya ada hubungan pengetahuan ibu rumah tangga dengan kejadian malaria di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Dari hasil yang di dapat yaitu p = 0,024 < 0,05 sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun Hal ini berarti orang yang mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah mempunyai resiko untuk terkena malaria daripada orang yang mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh febriyani (2012) di Wilayah Kerja Puskesmas Rijali Kota Ambon dengan nilai p = 0,001 yaitu menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan kejadian malaria.. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa responden berdasarkan sikap ibu rumah tangga mempunyai tingkat proporsi tertinggi adalah responden sikap baik sebanyak 12 orang (18,2%), sikap cukup sebanyak 15 orang (22,7%), dansikap kurang sebanyak 39 orang (59,1%). Berdasarkan hasil analisis statistik melalui uji chi-square menunjukkan bahwa Ho di tolak artinya ada hubungan sikap ibu rumah tangga dengan kejadian malaria di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Dari hasil yang di dapat yaitu p = 0,011 < 0,05 sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara variabel sikap Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.Hal ini 41

46 sesuai dengan penelitian Siahaan (2008) di Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan menunjukkan ada hubungan antara sikap dengan kejadian malaria, dengan nilai p = 0,001 yaitu ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian malaria. Sikap yang buruk sangat menentukan tingginya kejadian malaria dalam masyarakat tersebut,munculnya sikap negatif dari masyarakat yang menderita malaria meskipun memiliki pengetahuan cukup tentang malaria, disebabkan karena adanya asumsi masyarakat, malaria merupakan penyakit yang endemis di daerah tersebut, sehingga meskipun masyarakat telah mengetahui tentang malaria namun ada kecenderungan masyarakat yang tidak bersedia melakukan tindakan yang lebih positif terhadap malaria karena merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa responden berdasarkan tindakan ibu rumah tangga mempunyai tingkat proporsi tertinggi adalah responden tindakan baik sebanyak 11 orang (16,7%), tindakan cukup sebanyak 16 orang (24,2%), dan tindakan kurang sebanyak 39 orang (59,1%). Berdasarkan hasil analisis statistik melalui uji chi-square menunjukkan bahwa Ho di tolak artinya ada hubungan tindakan ibu rumah tangga dengan kejadian malaria di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Dari hasil yang di dapat yaitu p = 0,002 < 0,05 sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara variabel sikap Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun Hal ini sesuai dengan penelitian Swardini (2008) di D esa Mabat Kecamatan Bakam Kabupaten Bangka menunjukkan ada hubungan antara sikap dengan kejadian malaria, dengan nilai p = 0,005 yaitu ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan kejadian malaria. Sikap yang baik tidak menentukan tindakan yang baik juga, karena ada kecenderungan masyarakat yang tidak bersedia melakukan tindakan yang lebih baik terhadap malaria, selain itu disebabkan karena suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan, dapat disimpulkan bahwa tingginya angka kejadian malaria dipengaruhi oleh rendahnya tindakan ibu rumah tangga terhadap pencegahan dan pemberantasan malaria. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa responden berdasarkan perilaku ibu rumah tangga mempunyai tingkat proporsi tertinggi adalah responden perilaku baik sebanyak 14 orang (21,2%), perilaku cukup sebanyak 10 orang (15,2%), dan perilaku kurang sebanyak 42 orang (63,6%). Berdasarkan hasil analisis statistik melalui uji chi-square menunjukkan bahwa Ho di tolak artinya ada hubungan perilaku ibu rumah tangga dengan kejadian malaria di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Dari hasil yang di dapat yaitu p = 0,037 < 0,05 sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara variabel perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun Hal sesuai dengan hasil 42

47 penelitian ( Ririh Y. dkk) Di Kabupaten Barito SelatanPropinsi Kalimantan tengah menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku masyarakat terdiri dari tiga variabel, yang mencakup pengetahuan, sikap, tindakan dengan kejadian malaria dengan nilai ( Chi-square, p<0,01). Yaitu ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, tindakan dengan kejadian malaria. Perilaku masyarakat tentang kesehatan terutama tentang penyakit malaria sangat minim sehingga cara masyarakat dalam menyikapi masalah kesehatan khususnya malaria masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian masyarakat belum mengetahui tempat-tempat perindukan dari malaria, bahkan masyarakat pun belum mengetahui waktu atau jamnya nyamuk Anopheles menggigit. Sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mencegah malar KESIMPULAN Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian mengenai Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun Tingkat pengetahuan, sikap, tindakan sangat berpengaruh terhadap Kejadian Malaria. 1. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria mempunyai tingkat proporsi baik sebanyak 14 orang (21,2%), pengetahuan cukup sebanyak 16 orang (24,2%), dan pengetahuan kurang sebanyak 36 orang (54,55%). 2. Sikap Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria mempunyai tingkat proporsi sikap baik sebanyak 12 orang (18,2%), sikap cukup sebanyak 15 orang (22,7%), dan sikap kurang sebanyak 39 orang (59,1%). 3. Tindakan Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria mempunyai tingkat proporsi tindakan baik sebanyak 11 orang (16,7%), tindakan cukup sebanyak 16 orang (24,2%), dan tindakan kurang sebanyak 39 orang (59,1%). 4. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti laksanakan di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014, ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu rumah tangga dengan Kejadian Malaria (P value = 0,024 < 0,05). 5. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti laksanakan di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014, ada hubungan yang bermakna antara tingkat sikap ibu rumah tangga dengan Kejadian Malaria (P value = 0,011 < 0,05). 6. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti laksanakan di Dusun IV Denai Sarang Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014, ada hubungan yang bermakna antara tingkat tindakan ibu rumah tangga dengan Kejadian Malaria (P value = 0,002 < 0,05). 43

48 DAFTAR PUSTAKA Andaners, Konsep Dasar Keperawatan :Konsep Dasar Nyeri, Diakses Pada Tanggal 30 Oktober Andimursyidah, Terapi Intravena Pemasangan Infus, s.com, Diakses Pada Tanggal 02 Nopember Andormoyo Sulistyo,2014. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Ar.Ruzz Media, Yogyakarta. Asmadi, Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Salemba Medika, Jakarta. Darmawan, Iyan, Penyebab dan Cara mengatasi Flebitis Diakses Pada Tanggal 28 Oktober Hidayat.A.Aziz, 2009(a). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan,Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta., 2009(b). Metode Penelitian Keperawatan Dan Tehnik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta Jitiwiyono, Kompres Hangat, es-hangat//, Diakses Pada Tanggal 02 Nopember Kozier dan Erb, Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. EGC, Jakarta. Kusyati Eni,2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar, EGC, Jakarta. Mubarak W dan Nurul, Buku Ajar Kebutuan Dasar Manusia Dan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan. EGC, Jakarta. Notoatmodjo,Soekidjo,2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Potter And Perry,2010. Fundamental Of Nursing. Buku 2 Edisi 7, Salemba Medika, Jakarta. Prasetyo, Sigit, Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri, Edisi 1, Graha Ilmu, Yogyakarta. Tamsuri Anas, Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri, EGC, Jakarta. Triyana Firda Yani,2014. Tehnik Prosedural Keperawatan, D.Medika, Yogyakarta 44

49 PENGARUH DUKUNGAN ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PREOPERASI APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN Tahan Adrianus Manalu STIKes Medistra Lubuk Pakam ABSTRAK Appendiktomi merupakan pembedahan untuk mengangkat apendik. Dukungan dari keluarga atau support system keluarga sangat di perlukan karena keluarga merupakan sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan. Dukungan tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk emosional serta social dari anggota keluarga yaitu dalam bentuk rasa empati, dukungan maju, dukungan kontral mental, melalui bantuan langsung berupa harta dan dukungan informative melal inasihatdan saran saran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dukungan orang tua terhadap tingkat kecemasan pada pasien preoperasi appendiktomi di RS Haji Medan Tahun 2014.Penelitian ini bersifat survey analitik dengan pendekatan eksplanatory research. Populasi penelitian ini adalah pasien preoperasi apendiktomi. Teknik sampling yang dipakai purposive sampling, yaitu tehnik pengambilan sampe ldidasar kan pada criteria sampe ld itentukan oleh peneliti sendiri. Sampel nya sebanyak 11 orang dan uji yang di pakai dalam penelitian ini adalah regresi.hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh dukungan moral orang tua terhadap tingkat kecemasan pada pasien preoperasi appendiktomi di RS Haji Medan tahun2014 (p value=0,001 dengan α=0,05). Tidak ada pengaruh dukungan material orang tua terhadap tingkat kecemasan pada pasien preoperasi appendiktomi di RS Haji Medan Tahun 2014 (p value=0,029 dengan α=0,05). Kata Kunci : Dukungan Orang Tua, Tingkat kecemasan, Appendiktomi DaftarPustaka: 16 Buku( ) 45

50 PENDAHULUAN Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik, frustasi, dan kegagalan yang akhirnya menjadi cemas dan depresi.demikian pula dalam kehidupan sehari hari selalu terjadi pasang surut dari yang menyenangkan ke keadaan yang tidak menyenangkan.begitu juga dengan tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk mungkin bisa saja terjadi pada pasien yang menjalani pembedahan, mereka selalu berfikiran bahwa pembedahan akan membawa keburukan atau kurang percayanya akan keberhasilan dari sebuah pembedahan (Baradero, 2008). Dari hasil penelitian, beberapa stressor yang sering menimbulkan kecemasan pada pasien yang akan menjalani tindakan medis pembedahan antaralain ; rasa nyeri dan rasa tidak nyaman, jauh dari keluarga dan teman, pengaruh penyakit atau pembedahan, kesembuhan pasien dan aktivitas setelah pembedahan (Mansjoer, 2007). Sekitar appendiktomi dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat, angka mortalitas bervariasi kurang dari 0,1 % dalam kasus tidak berkomplikasi sampai 5 % dalam kasusperforasi. Gambaran terakhir lima kali lebih besar tepat 25 tahun yang lalu, sehingga dibuat kemajuan besar dalam mengurangi resiko yang berhubungan dengan appendisitis berkomplikasi. Kecenderungan yang memuaskan ini mengakibatkan perbaikan dalam semua segi perawatan prabedah.tantangan jelas dalam penatalaksanaan pasien appendisitis akut adalah dalam membuang appendik secara dini dalam perjalan penyakit (Baradero, 2008). Appendisitis merupakan penyakit yang disebabkan karena terjadinya infeksi pada appendiks.penyakit ini terbagi menjadi akut dan kronis.angka kejadian penyakit ini cukup tinggi termasuk di Indonesia. (Friedman (1998) mengatakan bahwa peran atau tugas keluarga dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu keperawatan dalam hal ini adalah ilmu kesehatan kesehatan masyarakat (Komunitas) sangatlah mempunyai arti dalam peningkatan dalam peran atau tugas keluarga itu sendiri.perawat diharapkan mampu meningkatkan peran keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga.peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, ikut merawat anggota keluarga yang sakit, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangat penting dalam mengatasi kecemasan klien. Berdasarkan survei pendahuluan yang peneliti lakukan di RS Haji Medan pada bulan Maret 2014 diperoleh data jumlah pasien appendiktomi sebanyak 47 orang dari Oktober Desember tahun Dari observasi yang peneliti lakukan terhadap pasien yang akan menjalani operasi appendiktomi di ruang rawat inap, hampir keseluruhan dari pasien tersebut mengalami kecemasan. Beberapa stressor yang sering menimbulkan kecemasan pada pasien yang akan menjalani tindakan medis 46

51 pembedahan antara lain: rasa nyeri, tidak nyaman, jauh dari keluarga, pengaruh penyakit atau pembedahan, kesembuhan pasien dan aktivitas setelah pembedahan. Dukungan orang tua sangat berpengaruh terhadap penurunan kecemasan. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Dukungan Orangtua Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Appendiktomi di Rumah Sakit Haji Medan. METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan digunakan untuk mendefinisikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan (Nursalam, 2008). Penelitian ini bersifat survey dengan pendekatan eksplanatory research yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan orang tua terhadap tingkat kecemasan pada pasien preoperasi appendiktomi. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Haji Medan. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian karena terdapat masalah untuk diteliti sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu terdapat pasien yang ingin menjalani operasi appendiks yang masih cemas karena kurangnya dukungan dari orang tua, selain itu wilayah tempat penelitian masih bisa terjangkau oleh peneliti. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari maret Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian adalah pasien preoperasi apendik di Rumah Sakit Haji Medan.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien preoperasi apendiktomi di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2014, yang diperoleh dari Rekam Medik pada bulan oktober Desember yaitu sebanyak 47 orang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008).Sampel dalam penelitian ini adalah pasien preoperasi Appendiktomi di RS Haji Medan. Adapun teknik penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2008). Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: 1. Pasien dengan rencana operasi apendik. 2. Pasien dalam kondisi baik atau tidak mengalami penurunan kesadaran. 47

52 3. Tidak mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan dapat diwawancarai 4. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik 5. Bersedia menjadi responden. b. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008). Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Pernah menjadi responden pada penelitian yang sama. 2. Mengalamikeadaan tidak baik atau mengalami penurunan kesadaran. 3. Mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan tidak dapat diwawancarai 4. Tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik 5. Tidak bersedia menjadi responden Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini mengunakan teknik kuesioner yang telah dipersiapkan. Data Sekunder Data sekunder sering disebut juga metode penggunaan bahan dokumen, karena dalam hal ini penelitian tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak pihak lain. Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Haji Medan yaitu data data yang berkaitan dengan judul peneliti. Metode Pengukuran Dukungan Orang tua Dalam penelitian ini jumlah pertanyaan yaitu 5 pertanyaan untuk dukungan moral, dengan ketentuan jawaban jika menjawab ya diberi dengan nilai 1. Maka total skor adalah 5 untuk dukungan moral. Dan membagi dua kategori, antara lain: mendukung dan tidak mendukung. Dengan menggunakan tes median dilakukan dengan ketentuan > 50 % dari hasil maksimal dikatakan baik.dan 50% dari hasil maksimal dikatakan tidak baik. Untuk dukungan material juga memberikan pertayaan sebanyak 5 pertanyaan, dengan ketentuan jawaban jika menjawab ya diberikan nilai 1. Maka total skor adalah 5 untuk dukungan material. Dan membagi dua kategori, antara lain: baik dan tidak baik. Dengan menggunakan tes median dilakukan dengan ketentuan > 50% dari hasil maksimal dikatakan baik.dan 50% dari hasil maksimal dikatakan tidak baik. Tingkat kecemasan Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali dapat digunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan Zung self-rating anxiety scale (SAS/SRAS) adalah penilaian kecemasan pada pasien dewasa yang 48

53 dirancang oleh William W. K. Zung, dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-II). Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagian waktu, 4: hampir setiap waktu). Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan ke arah penurunan kecemasan. Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan) 1. = Gejala ringan 2. = Gejala sedang 3. = Gejala berat 4. = Gejala berat sekali Rentang Penilaian 20 80, dengan pengelompokan antara lain: 1. Skor 20 35: Normal/tidak cemas 2. Skor 36 50: Kecemasan ringan 3. Skor 51 65: Kecemasan sedang 4. Skor 66 80: Kecemasan berat Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan maksud agar data memiliki sifat yang jelas.adapun teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah dilakukan pengolahan data secara komputerisasi. Menurut Notoadmojo (2010) pengolahan data secara komputerisasi adalah sebagai berikut : a. Editing Hasil wawancara, angkat, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu.secara umum editing adalah merupakan bagian untuk mengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut. b. Coding Melakukan pengkodean terhadap beberapa yang akan diteliti, dengan tujuan untuk mempermudah pada saat melakukan analisa data dan juga mempercepat pada saat entry data. c. Memasukkan data ( data entry) atau processing Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk code (angka atau huruf) dimasukkan dalam program atau software computer. d. Pembersihan data (Cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan dan kesalahankesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Analisis Data: 1. Analisis Univariat Analisa data univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase umur, jenis kelamin, tiap variabel yang akan diteliti yaitu tingkat kecemasan yang dialami pasien preoperasi appendiktomi setelah diberi dukungan orangtua. 2. Analisis Bivariat Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui apakah ada pengaruh atau perbedaan yang signifikan antar variabel independent dengan variabel dependent.analisis bivariat dilakukan setelah karakteristik masing-masing variabel diketahui.data dianalisis untuk 49

54 perhitungan bivariate padapembuktian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa pengaruh dukungan orangtua terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi appendiktomi.nilai p dari masingmasing variabel independen yang diujikan dengan menggunakan uji chi square menentukan apakah variabel tersebut masuk ke dalam model regresi logistik berganda, dimana hanya variabel dengan nilai p < 0,25 yang dapat masuk ke dalam model regresi logistik berganda pada analisis multivariat (S astroasmoro, 2011). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. Hasil Penelitian 4.1 Dukungan Moral Orangtua Penilaian terhadap dukungan moral orang tua berdasarkan butir butir pertanyaan yang berkaitan dengan: Tabel 4.2. Distribusi Dukungan Moral Orangtua Responden di Rumah Sakit Haji Medan Tahun N Dukung o an Moral Frekue nsi (f) Persent ase (%) 1. Menduku ,00 ng Total ,00 Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa keseluruhan responden menyatakan dukungan secara moral sebanyak 11 orang (100,00%). 4.2 Dukungan Material Orangtua Penilaian dukungan material orangtua responden disajikan pada table berikut ini : Tabel 4.3. Distribusi Dukungan Material Orangtua Responden di Rumah Sakit Haji Medan Tahun N o Dukung an Moral 1. Menduku ng 2. Tidak Menduku ng Frekue nsi (f) Persent ase (%) 4 36, ,63 Total ,00 Dari tabel 4.3di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden tidak memberikan dukungan secara material sebanyak 7 orang. 4.3 Tingkat Kecemasan Responden Penilaian tingkat kecemasan responden disajikan pada table berikut ini : Tabel 4.4. Distribusi Tingkat Kecemasan Responden di Rumah Sakit Haji Medan Tahun No Tingkat Kecemasan Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Tidak 6 54,55 Cemas 2 Cemas 2 18,18 Ringan 3 Cemas 2 18,18 Sedang 4 Cemas 1 9,09 Berat Total Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang tidak cemas sebanyak 6 orang (54,55%), jumlah dukungan responden yang cemasringan sebanyak 2 orang (18,18%), jumlah responden yang 50

55 cemas sedang sebanyak 2 orang (18,18%), jumlah responden yang cemas berat sebnyak 1 orang (9,09%). 4.4 Hubungan Dukungan Moral Orangtua terhadap Tingkat Kecemasan Responden Hubungan moral orangtua terhadap tingkat kecemasan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.5. Pengaruh Dukungan Moral Orangtua terhadap tingkat di Rumah Sakit Haji Medan Tahun Dukungan Tingkat Kecemasan Total P value moral Tidak Cemas Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat f % f % F % F % f % Mendukung 6 54,55 1 9, ,64 0,001 Tidak , ,18 1 9, ,36 mendukung Total 6 54, , ,18 1 9, Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa terdapat 6 orang (54,55%) yang tidak pernah cemas dan terdapat 1 orang (9,09%) yang kadang-kadang cemas. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji regresi linier menunjukkan p value= 0,001 <α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yaitu ada pengaruh dukungan moral orangtua terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi apendiktomi. 4.5 Pengaruh Dukungan Material Orang tua terhadap Tingkat Kecemasan Responden Pengaruh dukungan material orangtua terhadap tingkat kecemasan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.6.Pengaruh Dukungan Material Orang tua terhadap tingkat di Rumah Sakit Haji Medan Tahun Dukungan Tingkat Kecemasan Total P value moral Tidak Cemas Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat f % f % F % f % f % Mendukung 6 54,55 1 9, ,64 0,029 Tidak , ,18 1 9, ,36 mendukung Total 6 54, , ,18 1 9, Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji regresi linier menunjukkan p value= 0,029 >α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak yaitu tidak ada pengaruh dukungan material 51

56 orangtua terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi apendiktomi. II. Pembahasan Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang mengetahuipengaruhdukunganorangt uaterhadaptingkatkecemasanpadapas ienpreoperasiappendiktomi di RS Haji Medan Tahun Pengaruh Dukungan Orang Tua Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Appendiktomi Di RS Haji Medan Tahun Dukungan moral dari orang tua terhadap anaknya dapat berupa perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan psikis yang meliputi kasih sayang, keteladanan, bimbingan dan pengarahan, dorongan, menanamkan rasa percaya diri. Dengan perhatian orang tua berupa pemenuhan kebutuhan tersebut diharapkan dapat memberikan semangat pada anak guna mengurangi rasa cemas. Hasil uji statistick didapatkan nilai p=0,001 (p< 0,05). Dengan demikian penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh dukungan moral orang tua terhadap tingkat kecemasan pada pasien preoperasi appendiktomi di rs haji medan tahun Dukungan material ini berupa pemenuhan kebutuhan fisik, yaitu biaya pendidikan, fasilitas belajar, alat dan buku keperluan belajar. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,029 > 0,05. Dengan demikian penelitian ini menemukan bahwa tidak ada pengaruh dukungan material orang tua terhadap tingkat kecemasan pada pasien preoperasi appendiktomi di rs haji medan tahun KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik Umur di Rumah Sakit Umum Haji yaitu kelompok umur tertinggi adalah tahun sebanyak 7 orang (63,64%), jenis kelamin responden terbanyak perempuan berjumlah 6 orang (54,55%). 2. Ada pengaruh dukungan moral orang tua dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi Appendiktomi di RS Haji Medan Tahun 2014(P value = 0,001 dengan α = 0,05). 3. Tidak ada pengaruh dukungan material orang tua dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi Appendiktomi di RS Haji Medan Tahun 2014 (P value = 0,029 dengan α = 0,05). DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT Rinela Cipta, Jakarta. Asmadi 2008, Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Salemba Medika, Jakarta. Baradero, Mary, Keperawatan Perioperatif. EGC, Jakarta. Fibrianti, 2009, Dukungan Sosial, ress.com/2008/04/15/dukun gan-sosial/, diakses pada tanggal 25 mei Hawari, Dadang, 2011, Manajemen Stress Cemas Dan Depresi, Edisi 2, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 52

57 Doengoes, Marilynn, 2006, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Mansjoer, Arif dkk, 2007, Kedokteran Perioperatif Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta. Nursalam, 2008, Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian IlmuKeperawatan, Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta.,2012, Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik keperawatan professional, salemba medika, Jakarta. Perry & Potter, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, EGC, Jakarta. Santun Setiawati, 2008, Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga, Edisi 2, Jakarta. Setiadi, 2007, KonsepDan Penulisan Riset Keperawatan, Graha Ilmu, Yogyakarta. Stuart, Gail W, 2006, Keperawatn Jiwa, EGC, Jakarta. Suliswati, 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta. Suprajitno, 2004, Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik, EGC, Jakarta. 53

58 PERBEDAAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN TERAPI MUSIK PADA LANSIA DI PANTI JOMPO YAYASAN HARAPAN JAYA MARELAN MEDAN Elprida Simanjuntak STIKes Medistra Lubuk Pakam ABSTRACT Music therapy is beneficial to health, both physical and mental health. Some of the disorders or diseases can be treated with one of the music is restful sleep disorders. In general, the physical condition of a person who has entered the elderly will decline. Elderly vulnerable to various diseases because of the increasing age it will undergo organ function. The decline in organ function is what affects the mental and psychosocial conditions that trigger the elderly elderly restful sleep disorders. This study aims to determine how the difference Fulfillment Bed Rest Do Before and After the Music Therapy in the elderly in a nursing home Marelan Medan Jaya Hope Foundation. Sampling technique was purposive sampling with the number of respondents 30 people. This type of research is the pre - experiment, the research design pretess - posttest one group. Statistical analysis using paired sample t-test test. Based on the results of prior studies of music therapy is given mostly by the elderly Bed Rest Unmet categories A total of 23 people ( 76.7 % ), and Rest Sleeping Fulfilled by 7 people ( 23.3 % ). And after a given intervention music therapy with elderly partially fulfilled Bed Rest categories A total of 17 people ( 56.7 % ), and Bed Rest Unmet many as 13 people ( 43.3 % ). Based on statistical tests showed significant where p = and t-test significant rates 95 % to <0.05. It shows that before and after music therapy there is a difference, then the alternatives hypothesis ( Ha ) is accepted and it can be concluded that there is a difference Fulfillment Bed Rest Do Before And After Music Therapy In Elderly In Nursing Homes Marelan Medan Jaya Hope Foundation in Suggested to the nurse nursing homes Marelan Medan Jaya Hope Foundation to apply music therapy as one of the interventions for the elderly who experience sleep disturbances break. Keywords : Music Therapy,Sleep Disorders Rest,Seniors. References : 14 Books and 1 Internet ( ) 54

59 PENDAHULUAN Proses menua merupakan proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik dengan terlihat adanya penurunan fungsi organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara psikologis dan kemunduran kognitif seperti suka lupa, dan hal-hal yang mendukung lainnya seperti kecemasan yang berlebihan, kepercayaan diri menurun, insomnia, juga kondisi biologis yang semuanya saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kadir, 2007). Usia lanjut sebagai tahap akhir dari kehidupan dimana seseorang mengalami fungsi kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap. Ada beberapa pendapat mengenai usia lanjut yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun, dan 70 tahun. World Health Organization (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses yang berlansung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia (WHO, 2010). Merry Wahyuningsih detik Health Jakarta, Tahun 2011 jumlah penduduk dunia telah mencapai angka 7 miliar jiwa dan 1 miliar diantaranya adalah penduduk lanjut usia (lansia). Indonesia sendiri menduduki rangking keempat di dunia dengan jumlah lansia 24 juta jiwa yang belum terlalu mendapat perhatian. Tidak hanya menghadapi angka kelahiran yang semakin meningkat, Indonesia juga menghadapi beban ganda (double burden) dengan kenaikan jumlah penduduk lanjut usia (60 tahun ke atas) karena usia harapan hidup yang makin panjang bisa mencapai 77 tahun. "Sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk lansia usia 60 tahun ke atas meningkat secara signifikan. Kalau pada tahun 1960-an dan 1970-an penduduk lansia mungkin hanya sekitar 2 persen, saat ini sudah menjadi sekitar 10 persen (dari 238 juta jiwa). Meningkatnya usia harapan hidup penduduk indonesia menyebabkan bertambahnya jumlah lansia (Azizah, 2011). Gangguan tidur pada lansia merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan, lansia rentan terhadap gangguan tidur karena adanya tekanan pola tidur. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk dalam proses tidur, tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun dini hari, lesu setelah bangun di pagi hari (Ekayulia, 2009). Gangguan tidur pada malam hari (insomnia) akan menyebabkan rasa mengantuk sepanjang hari esoknya. Mengantuk merupakan faktor resiko untuk terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina, dan secara ekonomi mengurangi produktivitas seseorang. Pada usia lanjut, 55

60 gangguan tidur di malam hari akan mengakibatkan banyak hal yaitu ketidak bahagiaan, dicekam kesepian dan yang terpenting, mengakibatkan penyakit-penyakit degeneratif yang sudah diderita, mengalami eksaserbasi akut, perburukan, dan menjadi tidak terkontrol (Sudoyo, 2007). Menurut hasil penelitian Susanti (2011), dengan judul hubungan antara tingkat kecemasan dengan kejadian insomnia pada lansia usia tahun dipanti tresna werdha hargo dedali Surabaya, terdapat kejadian Insomnia pada lansia usia tahun yaitu 6 dari 10 lansia mengeluh insomnia. Lansia berisiko tinggi mengalami insomnia akibat berbagai faktor, salah satunya yaitu kecemasan. Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan crosssection. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang berusia tahun yang tidak mengalami demensia dan kooperasional. Besar sampel 23 responden diambil secara random sampling. Hasil penelitiannya menunjukkan hampir setengahnya (43, 5%) responden mengalami kecemasan, dan sebagian besar (65,2%) responden mengalami Insomnia. Hasil uji statistik nilai = < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kejadian insomnia pada lansia usia tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin banyak pula lansia yang mengalami Insomnia (Susanti, 2011). Wawancara yang pernah dilakukan peneliti sebelumnya di Panti Werdha Pucang Gading Semarang diperoleh informasi bahwa dari 115 lansia, terdiri dari 73 (63,5%) lansia perempuan dan 42 (36,5%) lansia laki-laki, dari jumlah lansia tersebut terdapat 50% lansia yang mengalami keluhan gangguan tidur diantaranya disebabkan oleh faktor kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistim saraf otonom dalam berespon terhadap ketidak jelasan, ancaman, ancaman tidak spesifik (Carpenitto, 1998). Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang tidak spesifik, kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya (Stuart dan Sundeen, 1998). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Perbedaan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum dan Sesudah dilakukan Terapi Musik Pada Lansia di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan tahun METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Jenis penelitian ini adalah Pra - Eksperimen dan rancangan penelitian menggunakan one group pretestpostest, dimana dalam rancangan ini tidak ada kelompok pembanding 56

61 (kontrol), tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (posttest) (Notoatmodjo, 2010). Rancangan penelitian sebagai berikut : 01 X Gambar 3.1 Rancangan penelitian Keterangan : 01 : Nilai pretest (sebelum diberi terapi musik) X : Terapi musik 02 :Nilai posttest (setelah diberikan terapi musik) B. Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakankan di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan. Adapun yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian di Panti Jompo Harapan Jaya Marelan Medan ini adalah karena : a. Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan terdapat 43 orang jumlah lansia 30 Orang diantaranya pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya tidak terpenuhi. b. Belum pernah dilakukan penelitian tentang perbedaan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik pada lansia di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Januari Maret C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti. Populasi dapat berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti (suyanto, 2011). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang tinggal di Panti Jompo Harapan Jaya Marelan Medan dan berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 Februari 2014 yaitu terdapat 43 orang lansia. 2. Sampel a. Besar Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2011). Adapun yang menjadi sampel penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur. Tekhnik pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (suyanto, 2011). b. Kriteria sampel Adapun kriteria dalam pengambilan sampel ini adalah sebagai berikut : 1) Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 57

62 a) Lansia yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur. b) Lansia yang mampu berkomunikasi dengan baik. c) Lansia yang tidak mengalami gangguan pendengaran. d) Lansia yang tidak mengalami hipertensi. e) Lansia yang tidak merokok. f) Lansia yang tidak suka minum kopi. g) Lansia yang tinggal di Panti Jompo Harapan Jaya Marelan Medan. h) Lansia yang bersedia menjadi responden. 2) kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukkan atau tidak layak untuk diteliti. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: a) Lansia dengan gangguan mental. b) Lansia dengan demensia. c) Lansia yang pada saat dilakukan penelitian akan kembali pulang. D. Variabel dan Defenisi E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiono, 2009). 1. Data primer Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan dengan cara melihat secara lansung kriteria yang dimiliki oleh individu. Cara pengumpulan data primer dalam penelitian ini yaitu dengan observasi lansung. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa observasi yang menggunakan skala guttmen. Skala guttmen merupakan skala pengukuran dengan hasil observasi ya atau tidak (Hidayat, 2007). 2. Data Sekunder Data skunder adalah data yang didapat dari orang lain atau lembaga/rumah sakit atau tempat peneliti melakukan penelitian. Dalam penelitian ini data dapat diperoleh peneliti melalui rekam medik, perawat, dan keluarga dengan cara wawancara. F. Metode Pengukuran Data Pengukuran merupakan proses kuantifikasi hasil observasi dengan memperhatikan referensi tertentu dan dinyatakan dalam unit yang baku atau dianggap baku. Keadaan serta karakteristik subjek penelitian dikuantifikasi yang dinyatakan dalam unit pengukuran (Sastroasmoro, 2011). 1. Variabel Independen (Terapi Musik) Pada variabel independen peneliti tidak menggunakan skala dan skor karena berupa intervensi lansung dengan memberikan terapi musik dan diamati secara lansung. 2. Variabel Dependen (Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur) Untuk penentuan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidurpada Lansia dinilai berdasarkan pernyataan dari lembar observasi. Pada variabel dependen menggunakan lembar observasi yang diisi oleh peneliti dengan melihat 10 hasil observasi. Jawaban ya diberi skor 1, dan jawaban tidak diberi 58

63 skor 0. Maka skor tertinggi adalah 10 dan terendah adalah 0.Peneliti membagi kategori menjadi dua kategori, antara lain : terpenuhi dengan tidak terpenuhi. a. Terpenuhi jika memperoleh nilai > 50% dari total Skor (lebih besar dari 5) b. Tidak terpenuhi jika memperoleh nilai 50% dari total skor (lebih kecil dari 5) G. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan maksud agar data memiliki sifat yang jelas, adapun langkah-langkah pengolahan data yaitu : a. Editing, yaitu proses pengeditan dari lembar observasi dimana perlengkapan yang dikumpulkan diberi tanda. b. Coding, proses pemberian tanda pada setiap lembar observasi dimana setiap data yang dikumpulkan diberi tanda. c. Tabulating, memasukan jawaban responden pada tabel dimana mentabulasi data berdasarkan kelompok data yang telah ditentukan kedalam tabel distribusi frekuensi. 2. Analisis Data Data yang terkumpul diolah secara manual dan dilanjutkan dengan program komputerisasi, jenis data yang dilakukan adalah : a. Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti yaitu variable independen (terapi musik) dan variable dependen (pemenuhan kebutuhan istirahat tidur). b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik pada lansia. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara statistika dengan menggunakan teknik paired sample t-tes untuk melihat pengaruh antara 2 variabel yaitu sebelum dan sesudah dilakukannya terapi musik terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dengan menggunakan program komputerisasi. Jika P α ( = 0,05) maka ada perbedaan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik. H. Etika Penelitian Menurut Aziz (2009), penelitian ini menggunakan manusia atau objek, tidak boleh bertentangan dengan etika. Tujuan penelitian harus dalam hak responden harus dilindungi oleh para peneliti. Sebelumnya peneliti mendapatkan surat pengantar dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam, kemudian menyerahkan kepada pihak Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan untuk mendapatkan persetujuan penelitian, kemudian baru menekankan masalah etik yang meliputi : 1. Informed consent ( lembar persetujuan penelitian) Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan respon peneliti dengan memberikan lembar persrtujuan. Informed tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi 59

64 responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak klien. 2. Anonimity (Tanpa Nama) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek peneliti dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 3. Kerahasian (confidentialiyi) Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. Hasil Penelitian A. Deskripsi Lokasi Penelitian Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan didirikan sejak 8 tahun yang lalu yaitu pada tahun Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan bertempat di Kompleks Graha Sultan Blok A 1-6 Jln. ABDI Masuk Desa Titi Papan Kec. Marelan Medan yang berbatasan dengan : Sebelah Barat : Berbatasan dengan Jln. Lorong 35 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Jln. Lorong 36 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Perumahan Penduduk Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Perumahan Penduduk Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan ini dihuni oleh 43 orang lansia. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Panti Jompo Harapan Jaya Marelan Medan Terdiri dari seorang pemimpin, paramedis perawat dan non paramedis lainnya dengan total pegawai berjumlah 11 orang. B. Karakteristik Responden Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang, dimana seluruhnya berada di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan. Karakteristik responden menurut umur dan jenis kelamin Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur dan Jenis Kelamin di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan Tahun Dari tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa responden yang berumur tahun sebanyak 4 orang (13,3%), yang berumur tahun sebanyak 8 orang (26,7%), yang berumur tahun sebanyak 10 orang (33,3%), dan yang berumur tahun sebanyak 8 orang (26,7%). Selanjutnya karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (33,3%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 20 orang (66,7% ). dari pernyataan responden sebelum dilakukan terapi musik yaitu gelisah saat memulai tidur yang menjawab ya 20 orang (66,7) dan yang menjawab tidak 10 orang (33,3%), Sering terbangun tiba-tiba pada saat tidur malam dan susah untuk tidur kembali yang menjawab ya 16 orang (53,3%) dan yang 60

65 menjawab tidak 14 orang (46,7%), Tidur ± 2-3 jam/hari yang menjawab ya 22 orang (73,3%) dan yang menjawab tidak 8 orang (26,7%), Bangun tidur lebih awal yang menjawab ya 17 orang (56,7%) dan yang menjawab tidak 13 orang (43,3%), Sering mengigau yang menjawab ya 25 orang (83,3%) dan yang menjawab tidak 5 orang (16,7%), Wajah kelihatan kusam, pucat dan letih serta mata merah dan terlihat sambab yang menjawab ya 18 orang (60,0%) dan yang menjawab tidak 12 orang (40,0%), Mengantuk di siang hari yang menjawab ya 21 orang (70,0%) dan yang menjawab tidak 9 orang (30,0%), Selalu menguap di siang hari yang menjawab ya 15 orang (50,0%) dan yang menjawab tidak 15 orang (50,0%), Badan melemahyang menjawab ya 16 orang (53,3%) dan yang menjawab tidak 14 orang (46,7%), Mudah marah dan cepat tersinggung yang menjawab ya 13 orang (43,3%) dan yang menjawab tidak 17 orang (56,7%). Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Hasil Pernyataan Responden Sebelum Terapi Musik (Pre-Test) N o Kategori Frekuens i (F) Perse n (%) 1. Istirahat 7 23,3 Tidur Terpenuh i 2. Istirahat Tidur Tidak Terpenuh i 23 76,7 Total % Dari tabel 4.3. diatas dapat dilihat bahwa, pemenuhan kebutuhan istirahat tidur responden sebelum dilakukan terapi musik yaitu; istirahat tidur terpenuhi sebanyak 7 orang (23,3%), istirahat tidur tidak terpenuhi sebanyak 23 orang (76,7%) dan merupakan kelompok yang paling besar. hasil dari pernyataan responden sesudah dilakukan terapi musik yaitu gelisah saat memulai tidur yang menjawab ya 17 orang (56,7) dan yang menjawab tidak 13 orang (43,3%), Sering terbangun tiba-tiba pada saat tidur malam dan susah untuk tidur kembali yang menjawab ya 14 orang (46,7%) dan yang menjawab tidak 16 orang (53,3%), Tidur ± 2-3 jam/hari yang menjawab ya 16 orang (53,3%) dan yang menjawab tidak 14 orang (46,7%), Bangun tidur lebih awal yang menjawab ya 17 orang (56,7%) dan yang menjawab tidak 13 orang (43,3%), Sering mengigau yang menjawab ya 16 orang (53,3%) dan yang menjawab tidak 14 orang (46,7%), Wajah kelihatan kusam, pucat dan letih serta mata merah dan terlihat sambab yang menjawab ya 15 orang (50,0%) dan yang menjawab tidak 15 orang ( 50,0%), Mengantuk di siang hari yang menjawab ya 19 orang (63,3%) dan yang menjawab tidak 11 orang (36,7%), Selalu menguap di siang hari yang menjawab ya 16 orang (53,3%) dan yang menjawab tidak 14 orang (46,7%), Badan melemah yang menjawab ya 17 orang (56,7%) dan yang menjawab tidak 13 orang (43,3%), Mudah marah dan cepat tersinggung yang menjawab ya 14 orang (46,7%) dan yang menjawab tidak 16 orang (53,3%). 61

66 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Hasil Pernyataan Responden Sesudah Terapi Musik (Post-Test) N o Kategori Frekuens i (N) Perse n (%) 1. Istirahat 17 Orang 56,7 % Tidur Terpenuh i 2. Istirahat Tidur Tidak Terpenuh i 13 Orang 43,3 % Total 30 Orang 100 % Dari tabel 4.5. diatas dapat dilihat bahwa, pemenuhan kebutuhan istirahat tidur responden sesudah dilakukan terapi musik yaitu; istirahat tidur terpenuhi sebanyak 17 orang (56,7%) merupakan kelompok yang paling banyak, istirahat tidur tidak terpenuhi sebanyak 13 orang (43,3%). 2. Tabulasi Hasil Bivariat Perbedaan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Terapi Musik Pada Lansia dapat dilihat dari hasil uji Paired Sampel T Test pada tabel 4.6. dan 4.7. berikut : Tabel 4.6. Distribusi rata-rata antara sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik Tera pi musi c Pre test Post _test Ra tarat a 1,7 7 1,4 3 Stan dar devi asi 0,43 0 0,50 4 Stan dar eror 0,07 9 0,09 2 N P Val ue 0,0 07 Berdasarkan tabel 4.6. di atas dapat dilihat bahwa, hasil rata-rata sebelum dilakukan terapi musik yaitu 1,77 dengan standar deviasi 0,430 dan rata-rata setelah terapi musik yaitu 1,43 dengan standar deviasi 0,504. Hasil uji statistik di dapatkan nilai P Value = 0,007 lebih kecil dari nilai signifikasi 95% (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara sebelum intervensi terapi musik (pre-test) dan sesudah intervensi terapi musik (post-tes). nilai rata-rata sebelum dan sesudah intervensi terapi musik yaitu 0,333 dengan nilai deviasi 0,479 Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Paired Sample t Test menunjukan hasil yang signifikan P Value = (0,001) dimana t hitung 3,808 dan tariff signifikan 95% sehingga 0,001<0.05. ini menunjukan bahwa sebelum dan sesudah terapi musik ada perbedaan, maka hipotesis alternatif (Ha) diterima yaitu ada perbedaan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik pada lansia di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan Tahun II. Pembahasan A. Analisis Univariat Berdasarkan analisis dan interpretasi data yang didapat bahwa jumlah responden berdasarkan jenis kelamin 30 responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (33,3%) dan perempuan sebanyak 20 orang (66,7%). Berdasarkan analisis dan interpretasi data yang didapat bahwa jumlah responden berdasarkanumur 30 responden dengan umur tahun sebanyak 4 orang 62

67 (13,3%),umur tahun sebanyak 8 orang (26,7%), umur tahun sebanyak 10 orang (33,3%), dan umur tahun sebanyak 8 orang (26,7%). Berdasarkan Hasil penelitian sebelum diberikan intervensi terapi musik (pre-test) pada lansia di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan yang dilakukan pada tanggal 21 juni sampai 22 juni 2014 pada saat observasi yaitu responden dengan istirahat tidur terpenuhi sebanyak 7 orang (23,3%) dan istirahat tidur tidak terpenuhi sebanyak 23 orang (76,7%). Sedangkan menurut hasil observasi sesudah diberikan intervensi terapi musik (post-test) pada lansia di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan yang dilakukan pada tanggal 23 juni sampai 24 juni 2014 yaitu responden dengan istirahat tidur terpenuhi sebanyak 17 orang (56,7%) dan istirahat tidur tidak terpenuhi sebanyak 13 orang (43,3%). Peneliti melakukan pengukuran pemenuhan istirahat tidur sebelum di berikan intervensi terapi musik dengan menggunakan lembar observasi dan setelah di peroleh hasil dari pemenuhan istirahat tidur lansia sebelum di berikan intervensi terapi musik kemudian peneliti melakukan intervensi terapi musik dan mengobservasi kembali dengan menggunakan lembar observasi yang sama. Dari kedua hasil observasi peneliti dapat melihat terjadinya perubahanpemenuhan istirahat tidur pada lansia dan merupakan efek dari terapi musik. Menurut Potter terapi musik dapat digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Salah satunya yaitu lansia yang mengalami insomnia. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan, misalnya musik klasik, instrumentalia, musik berirama santai, orchestra, dan musik modern lainnya. Beberapa ahli menyarankan untuk tidak menggunakan jenis musik tertentu seperti pop, disko, rock dan musik berirama keras lainya karena jenis musik dengan anapestic beat (2 beat pendek, 1 beat panjang dan kemudian pause) merupakan irama yang berlawanan dengan irama jantung. Musik yang sering digunakan untuk terapi musik biasanya musik lembut dan teratur seperti instrumentalia, musik tradisional dan musik klasik (Setyoadi, 2011). Terapi musik dapat bermanfaat bagi kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental. Beberapa gangguan atau penyakit yang dapat ditangani dengan musik antara lain kanker, stroke, gangguan inteligensia, mengatasi insomnia dan gangguan kemampuan belajar (Djohan, 2010). Ada pun jenis-jenis musik, Menurut Wongso (2010) para terapis membagi tema musik kedalam beberapa jenis. a. Jenis musik bertema trance adalah jenis musik yang mengandung ungkapan rasa ceria, tema musik ini cocok digunakan untuk menyembuhkan orang yang mengalami tekanan mental dan stress. b. Jenis musik yang berirama mellow merupakan jenis musik yang menyayat perasaan, digunakan untuk menurunkan asupan 63

68 sejumlah komposisi kimia dalam otak. c. Jenis musik berirama melonkolis dalam kondisi normal bisa mengurangi rasa sakit dan nyeri, sementara bila didengar saat sedih bisa mempermudah seseorang untuk menahan rasa duka. d. Jenis musik bertema semangat jenis musik yang bisa membangkitkan reaksi kuat dan cepat yang disertai dengan tanggapan fisiologis. e. Jenis musik yang bernada ceria dengan sentuhan irama yang menenangkan, musik seperti ini bisa meningkatkan gairah hidup dan memunculkan perasaan positif sehingga bisa meningkatkan gaya kerja. f. Jenis musik relaksasi/relaxing musik ini bernuansa lembut, kelembutan musik ini bisa menenangkan perasaan, emosi, dan meningkatkan ketenangan batin serta membuat seseorang mudah tertidur. Adapun jenis musik yang didigunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu jenis musik relaxing yang bernuansa lembut. Terapi musik ini memberikan manfaat sebagai media untuk menenangkan pikiran atau perasaan, emosi, meningkatkan ketenangan batin dan membuat seseorang mudah tertidur (Wongso, 2010). Ini terlihat dari hasil observasi pada lansia yang di dapatkan peneliti sebelum dan sesudah terapi musik dan dapat dinyatakan bahwa terapi musik dapat memenuhi kebutuhan istirahat tidur pada lansia di Panti Jompo Yayasa Harapan Jaya Marelan Medan Tahun Menurut setyoadi, (2011) terdapat indikasi dan kontraindikasi terapi musik. Salah satu indikasi dari terapi musik itu sendiri yaitu lansia yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur. Gangguan tidur pada lansia merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan, lansia rentan terhadap gangguan tidur karena adanya tekanan pola tidur. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk dalam proses tidur, tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun dini hari, lesu setelah bangun di pagi hari (Ekayulia, 2009). Penelitian ini sesuai dengan teori yang ada dan sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Megasari pada tahun 2010, tentang pengaruh terapi musik jawa terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia di UPT Pelayanan Social Lanjut Usia Megatan menunjukan penurunan yang signifikan terhadap tingkat insomnia pada lansia. Dimana penelitian ini menggunakan metode quesi eksperimen dengan pre test dan post test with control group design dengan sampel sebanyak 30 orang lansia yaitu 15 sebagai kelompok perlakuan dan 15 kelompok control dengan menggunakan tehnik purposive sampling dan menggunakan uji paired sample t-test(t-dependen) (Megasari, 2010). 64

69 B. Analisa Bivariat Hasil uji paired sampel t test menunjukkan bahwa terapi musik mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia (p=0.001<0.05). Ini menyatakan bahwa ada perbedaan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan Tahun Penelitian ini sejalan dengan penelitaian Megasari (2010), yang mendapatkan Pengaruh Terapi Musik Jawa Terhadap Penurunan Tingkat Insomnia Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Magetan Menunjukkan Penurunan Yang Signifikan Terhadap Tingkat Insomnia Pada Lansia dengan hasil paired sampel t test dimana (p=0.001<0.05) KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dibahas pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 orang responden di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan dengan rincian jenis kelamin laki-laki 10 orang (33,3%) dan perempuan 20 0rang (66,7%). Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa ada perbedaan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan tahun 2014 : 1. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia sebelum intervensi terapi musik (pre-test) yaitu istirahat tidur terpenuhi sebanyak 7 orang (23,3%), istirahat tidur tidak terpenuhi sebanyak 23 orang (76,7%) dan merupakan kelompok yang paling besar. 2. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia sesudah intervensi terapi musik (post-test) yaitu istirahat tidur terpenuhi sebanyak 17 orang (56,7%) merupakan kelomok yang paling banyak dan istirahat tidur tidak terpenuhi sebanyak 13 orang (43,3%). 3. Ada perbedaan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia pre dan post intervensi terapi musik dengan (P Value =0,001<0.05). DAFTAR PUSTAKA Asmadi, Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika : Jakarta. Azizah, Makrifatul Lilik, keperawatan lanjut usia. Graha ilmu : Jokyakarta. Baniyah, siti, Lanjut usia dan keperawatan gerontik. Nuha medika : Jokyakarta. Djohan, Psikologi musik. Best publisher. Jokyakarta. Fatimah, Merawat manusia lanjut usia. Trans info media : Jakatra Kushariyadi & Setyoadi, Terapi modalitas keperawatan pada klien Psikogeriatrik. Salemba medika : Jakarta Notoatmojo, Metodologi penelitian kesehatan. Rineka cipta : Jakarta Nursalam, Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan pedoman skripsi, tesis, dan instrument 65

70 keperawatan. Salemba medika : Jakarta Sastroasmoro, sudigdo, Dasar-dasar metodologi penelitian klinis edisi ke=4. Sagung seto : Jakarta Setiadi, Konsep dan penelitian riset keperawatan. Graha ilmu : Surabaya Stanley, mickey, Buku ajar keperawatan gerontik. EGC : Jakatra Sugiyono, Metode penelitian bisnis. Alfabeta : Bandung. Suyanto, Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Nuha Medika : Yogyakarta. Wartonah dan Tarwoto, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan edisi 4. Salemba Medika : Jakarta. Wongso, andri. Terapi musik, metode pengobatan alternative terbaru. 66

71 TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG PENULARAN INFEKSI GONORE DI KOTA TEBING TINGGI Raisha Octavariny PSKeb D.III AKBID MEDISTRA Lubuk Pakam Latar Belakang : Penyakit menular seksual dapat menular melalui aktifitas seksual. Pelaku aktifitas seksual yang bebas biasanya dikerjakan oleh para pekerja seks komersial. Angka Penyakit Menular Seksual tertinggi disebabkan karena infeksi gonorhoe. Gonorhoe dapat menular kepada orang lain melalui hubungan seksual dengan penderita gonorhoe dan dapat menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim (serviks), rectum, tenggorokan ataupun bagian putih mata (konjunctiva). Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan Pekerja Seks Komersial tentang penularan infeksi gonorhoe di Tebing Tinggi tahun Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 68 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan accidental sampling sebanyak 48 orang. Analisis data yang digunakan adalah univariat. Hasil : Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa pengetahuan pekerja seks komersial sebagian besar pada tingkat pengetahuan buruk yaitu 39,6%. Karakteristik demografi berdasarkan usia sebagian besar < 20 tahun (47,9%), tingkat pendidikan terakhir SD (45,8%), status perkawinan belum menikah (54,2%), lama sebagai PSK < 6 bulan (47,9%), dan sebagian besar responden tidak menggunakan kondom (62,5%). Kesimpulan : Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan PSK terhadap penularan gonorhoe berada dalam tingkat pengetahuan buruk yang dapat mengakibatkan semakin meluasnya penularan infeksi gonorhoe. Jadi, diharapkan kepada dinas kesehatan dan dinas sosial setempat agar memberikan pendidikan kesehatan dan penyuluhan penularan infeksi gonorhoe sehingga dapat menurunkan angka kejadian infeksi gonorhoe. Kata Kunci : Pekerja Seks Komersial, Infeksi gonorhoe 67

72 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penyakit kelamin (Veneral Diseases) sudah lama dikenal di Indonesia dan beberapa diantaranya gonore dan sifilis. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat,banyak ditemukan penyakit penyakit baru sehingga istilah itu tidak lagi sesuai dan diubah menjadi Sexually Transmitted Diseases (STD) atau penyakit Menular Seksual. Tahun 1998,STD dirubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infections) atau Infeksi Menular Seksual (IMS), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik. WHO memperkirakan pada tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru IMS (gonore, infeksi Chlamydia, sifilis, dan trikomoniasis) baru setiap tahunnya, sedangkan jumlah infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) saat ini lebih dari 33,6 juta kasus. Peningkatan insidensi IMS tidak terlepas dari kaitannya dengan perilaku resiko tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa penderita sifilis melakukan hubungan sexs rata-rata sebanyak 5 pasangan seksual yang tidak diketahui asal usulnya, sedangkan gonore melakukan hubungan seksual dengan rata-rata 4 pasangan seksual. Demikian juga halnya antara IMS dengan pecandu narkotik, terlihat bahwa 28% penderita sifilis dan 72% penderita gonore melakukan hubungan promiskuiti (berganti-ganti pasangan) (Daili, et al.2011). Dari hasil survey yang dilakukan Departemen Kesehatan, kelompok yang berisiko tinggi terkena penyakit menular seksual adalah Pekerja Seks Komersial (PSK), 68 pekerja panti pijat, narapidana dan homoseks (Humairo, 2014, 1). Penyakit menular seksual dapat menular melalui aktifitas seksual. Pelaku aktifitas seksual yang bebas biasanya dikerjakan oleh para pekerja seks komersial (PSK). PSK adalah profesi yang dilakukan seseorang dengan cara menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual para pelanggannya secara bebas yang dilakukan diluar pernikahan dengan imbalan berupa uang. Lama bekerja sebagai PSK merupakan faktor penting, karena makin lama masa kerja seorang PSK, makin besar kemungkinan ia telah melayani pelanggan yang mengidap penyakit menular seksual khususnya gonore (Sari, et al ). Perempuan lebih rentan tertular IMS dibandingkan dengan laki-laki, alasan utamanya adalah saat berhubungan seks (tanpa menggunakan kondom), dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi IMS maka perempuan tersebut bisa terinfeksi. Jika perempuan terinfeksi IMS, tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi. Banyak orang (khususnya wanita dan remaja) enggan untuk mencari pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita IMS (Humairo, 2014, 1). Angka Penyakit menular Seksual tertinggi disebabkan karena infeksi gonore. Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhaeae. Bakteri ini dapat menular kepada orang lain melalui hubungan seksual dengan penderita gonore dan dapat menginfeksi lapisan

73 dalam uretra, leher rahim (serviks), rectum, tenggorokan ataupun bagian putih mata (konjunctiva) (Sari, et al. 2012). Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta kasus gonore didunia setiap tahunnya,meskipun dibeberapa negara cenderung menurun, namun negara lainnya cukup meningkat. Perbedaan ini menunjukkan bervariasinya tingkat keberhasilan system dan program pengendalian IMS yang meliputi peningkatan informasi data, deteksi awal dengan menggunakan fasilitas diagnosis yang baik, pengobatan dini dan penelusuran kontak. Di Swedia dengan pengendalian IMS yang baik, insidens penyakit gonore terus menurun. Di Inggris pada tahun 1962 rasio pria dibanding wanita 4 : 1, dan pada tahun 1985 menjadi 1,5 : 1. Penurunan rasio tersebut kemungkinan akibat meningkatnya liberalisasi seksual dikalangan wanita. Sedangkan di AS terjadi peningkatan yang mencapai puncaknya pada tahun 1975 yaitu antara 473 per penduduk pertahun kemudian menurun 324 per penduduk pada tahun Di Singapura juga terjadi penurunan IMS yaitu dari 684 per penduduk tahun 1979 menjadi 318 per tahun Di Malaysia prevalensi gonore dikalangan PSK 20%, di Ethiopia pada kelompok wanita, prevalensi gonore sebesar 59 %. Di Indonesia,data yang diambil dari beberapa RS bervariasi, di RSU Mataram tahun 1989 dilaporkan kasus gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,8% dari seluruh penderita IMS, di Klinik IMS Dr. Soetomo antara Januari 1990 sampai Desember 1993 terdapat 3055 kasus uretritis atau 25,22% dari total penderita IMS dan atau 60,65% diantaranya uretritis gonore. Di RS. Kariadi Semarang, gonore menempati urutan ke 3 atau sebesar 17,56% dari seluruh penderita IMS tahun , di RSUP Palembang prevalensi gonore sebesar 39% pada tahun 1990, sedangakn di RS. Dr. Pirngadi Medan 16% dari sebanyak 326 penderita IMS (Daili, et al.2011). Angka penyakit IMS dikalangan pekerja seks komersial tiap tahunnya menunjukkan peningkatan. Saat ini diperkirakan 80-90% PSK terinfeksi IMS seperti : Neisseria gonore, simpleks vineo tipe 2, dan chlamidya. Penelitian prevalensi pada PSK yang diselenggarakan oleh Sub Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia bekerja sama dengan Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Program ASA pada tahun 2003, melaporkan bahwa Jayapura terdapat 62%-93% PSK jalanan yang terinfeksi IMS, 54%-74% PSK lokalisasi, dan 48%-77% PSK tempat hiburan (Lina, 2009). Dari data dinas kesehatan Tebing Tinggi tahun 2014 tentang infeksi menular seksual, terdapat 24 penderita IMS yang termasuk di dalamnya HIV, gonore, sifilis dan penyakit menular seksual lainnya. Cara yang paling efektif untuk menghindari terinfeksi atau transmisi infeksi menular seksual adalah untuk menjauhkan diri dari hubungan seksual (misalnya, oral, vagina, atau seks anal) atau untuk melakukan hubungan seksual hanya dalam hubungan jangka panjang yang saling monogami dengan yang tidak terinfeksi mitra. Kondom lateks, jika digunakan secara konsisten dan benar, sangat efektif dalam mengurangi penularan HIV dan infeksi menular

74 seksual lainnya, termasuk gonore,infeksi klamidia dan trikomoniasis ( Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan pekerja seks komersial (PSK) tentang Penularan penyakit gonore di Tebing Tinggi tahun Perumusan Masalah Pekerja seks komersial (PSK) merupakan sekelompok orang yang merupakan resiko tinggi untuk penularan infeksi gonore yang dapat mengakibatkan komplikasi terinfeksinya lapisan dalam uretra, leher rahim (serviks), rectum, tenggorokan ataupun bagian putih mata (konjunctiva) Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan Pekerja Seks Komersial (PSK) terhadap penularan infeksi gonore di Tebing Tinggi tahun 2014? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Pekerja Seks Komersial (PSK) tentang penularan infeksi gonore di Tebing Tinggi tahun Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakteristik pekerja seks komersial berdasarkan umur, pendidikan, status perkawinan, lama bekerja dan kontrasepsi. b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pekerja seks komersial tentang penularan infeksi gonore. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat antara lain bagi : Praktek Pelayanan kebidanan Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sumber pengetahuan bagi bidan dalam memberikan promosi kesehatan kepada pekerja seks komersial tentang penularan infeksi gonore yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita Pendidikan Kebidanan Hasil penelitian ini natinya diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi lembaga dan mahasiswa kebidanan tentang tingkat pengetahuan pekerja seks komersial terhadap penularan infeksi gonore dalam rangka menurunkan kasus gonore melalui promosi kesehatan tentang penyakit menular seksual gonore dimasa yang akan datang Penelitian Kebidanan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai pengetahuan pekerja seks komersial tentang penularan infeksi gonore sehingga nantinya dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk menurunkan kejadian gonore pada pekerja seks komersial.

75 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep Kerangka konsep ( conceptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian yang, dan merupakan refleksi dari hubungan variabelvariabel yang diteliti. Kerangka konsep dibuat berdasarkan literartur dan teori yang sudah ada (Swajana, 2012). Adapun kerangka konsep penelitian tentang Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Infeksi Gonore Di Kota Tebing Tinggi Tahun 2014 adalah sebagai berikut : BAIK Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial tentang Infeksi Gonore Skema 1. Kerangka Konsep Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial tentang Infeksi Gonore 3.2. Defenisi Operasional Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh pekerja seks komersial (PSK) mengenai infeksi gonore, penyebab infeksi gonore, komplikasi gonore, cara pencegahan infeksi gonore dan pengobatan infeksi gonore. Pengukuran tingkat pengetahuan pekerja seks komersial dilakukan berdasarkan pernyataan yang diberikan peneliti kepada responden. Instrument penelitian yang digunakan berupa angket atau kuesioner. Kuesioner ini terdiri dari 18 pernyataan dimana masing-masing pernyataan mempunyai nilai 1 dan 0. Apabila pernyataan positif maka jawaban yang benar skornya 1 dan 71 CUKUP KURANG BURUK jawaban yang salah skornya 0, sebaliknya apabila pernyataan negatif maka jawaban yang benar skornya 0 dan jawaban yang salah skornya 1. Score tertinggi adalah 18 dan score terendah adalah 0. Menurut Arikunto, 2007 pengukuran tingkat pengetahuan responden yang dilakukan dengan system skoring, yakni dengan skala ordinal sebagai berikut : a. Tingkat pengetahuan baik, yaitu apabila jawaban responden benar > 75 % dari nilai tertinggi. b. Tingkat pengetahuan cukup, yaitu apabila jawaban responden benar antara 56% - 75% dari nilai tertinggi. c. Tingkat pengetahuan kurang, yaitu apabila jawaban

76 responden benar antara 40% - 55% dari nilai tertinggi. d. Tingkat pengetahuan buruk, yaitu apabila jawaban responden benar < 40% dari nilai tertinggi. Pekerja seks komersial adalah seorang yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah. Infeksi gonore adalah infeksi menular yang didapat melalui hubungan seksual yang disebabkan oleh N.gonorrhoeae. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan pekeja seks komersial tentang infeksi gonore di Tebing Tinggi tahun Pendekatan yang dilakukan dalam desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana pengumpulan data hanya dilakukan hanya dalam satu priode atau hanya dilakukan satu kali dalam satu penelitian (Budiarto, 2004). 4.2.Populasi dan sampel Populasi Populasi atau universe adalah sekelompok individu atau objek yang memiliki karakteristik yang sama, seperti kelompok individu di masyarakat yang mempunyai umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial yang sama atau objek lain yang mempunyai karakteristik yang sama (Chandra, 1995). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja seks komersial di Tebing Tinggi Tahun Populasi diperoleh berdasarkan data yang didapatkan dari kepolisian 72 Tebing Tinggi pada tahun 2010 yaitu sebanyak 68 orang PSK Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik Accidental sampling, dimana PSK yang ditemui pada tanggal 1 Maret April 2014 yang memenuhi kriteria akan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Jumlah sampel yang tersedia selama bulan Maret dan April adalah 48 orang sampel. Adapun kriteria sampel yang akan digunakan adalah kriteria inklusi yaitu kriteria dimana subjek penelitian yang memenuhi syarat dan dapat mewakili sampel untuk diteliti, antara lain yaitu : 1.Mampu berbahasa Indonesia 2.Mampu membaca dan menulis 3. Pekerja seks komersial yang berada di Tebing Tinggi 4. Bersedia menjadi responden penelitian secara suka rela. 4.3.Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Tebing Tinggi tahun Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal Januari - Maret Pertimbangan Etik Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan aspek penelitian yaitu peneliti mendapat izin dari Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan surat persetujuan penelitian kepada Dinas Kesehatan Tebing Tinggi dan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Berdagai untuk pengumpulan data. Setelah mendapatkan surat persetujuan

77 dalam melakukan penelitian, peneliti terjun langsung ke lapangan dimana peneliti akan berinteraksi langsung kepada responden dalam pengumpulan data. Kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada responden bahwa maksud dan tujuan penelitian kepada setiap responden adalah untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan PSK tentang infeksi gonore. Setelah responden menyatakan bersedia menjadi responden maka peneliti memberikan surat persetujuan responden (informed concent). Jika responden menolak atau tidak bersedia menjadi responden maka peneliti akan tetap menghormati hak dan tidak memaksa responden untuk menjadi sampel dalam penelitian. Selanjutnya peneliti menjelaskan bahwa tidak akan ada dampak negative yang akan mengganggu kehidupan responden dimana peneliti tetap menjaga kerahasiaan identitas responden dengan cara tidak mencantumkan nama dan alamat partisipan pada lembar pengumpulan data dan peneliti hanya menggunakan nomor kode sehingga semua kerahasiaan dapat terjaga dan seluruh informasi yang diperoleh hanya akan digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sepenuhnya Instrument Peneliti Intrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu kuesioner untuk mengindentifikasi karakteristik demografi responden dan kuesioner mengenai pengetahuan tentang infeksi gonore. 1. Kuesioner tentang karakteristik responden kuesioner ini berisikan tentang umur, status perkawinan, lama bekerja, dan penggunaan kondom. 2. Kuesioner mengenai pengetahuan. 73 Kuesioner mengenai pengetahuan tentang infeksi gonore dan menggunakan skala Guttman dengan menggunakan pernyataan positif dan negatif dan memiliki skor tertinggi satu dan skor terendah 0. Cara pengisian lembar kusioner menggunakan skala guttman dengan mencheeklist( ) lembar kuesioner. Pernyataan dalam lembar kuesioner yang disusun oleh peneliti didasari pada tinjauan pustaka. 4.7.Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kusioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur. Apabila kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pert anyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur.kuesioner tersebut diberikan kepada sekelompok responden sebagai sasaran uji coba. Kemudian kuesioner tersebut diberi skors atau nilai jawaban masingmasing sesuai dengan system penilaian yang telah ditetapkan, misalnya : 2 untuk jawaban yang paling benar, 1 untuk jawaban yang mendekati benar, 0 untuk jawaban yang salah (Notoadmojo, 2010). Dalam penelitian ini dilakukan pengujian validitas isi ( content validity).pengujian validitas isi instrument bersifat sosial seperti kuesioner dengan suatu analisis teoritik, apakah pertanyaan atau pernyataan tersebut secara logika dalam menanyakan indikator-indikator dari variabel-variabel yang akan diukur (Machfoedz, 2010). Dalam penelitian ini terdiri dari 18 pertanyaan pengetahuan, dikonsulkan kepada ahlinya yakni dalam penelitian

78 ini peneliti meminta bantuan ahli untuk memvalidasinya dan pernyataan dikatakan valid apabila CVI adalah > 0,5. Hasil uji validitas yang dilakukan oleh peneliti dalam pembuatan instrument kuesioner Karya Tulis Ilmiah ini adalah Valid yakni CVI > 0,7 yaitu 0,75. Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap sama bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmojo, 2010). Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan uji reliabilitas uji statistic Cronbach's Alpha yakni dengan nilai koefisiennya adalah 0,465. Instrument akan reliabel bila nilai koefisiennya > Dalam penelitian ini nilai koefiensi hitung > dari pada nilai koefiensi tabel yaitu > 0.786, sehingga instrument penelitian pengetahuan ini dianggap reliable Aspek Pengukuran Pengetahuan Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala Guttman untuk menilai jawaban responden pada kuesioner memberi tanda checklist pada salah satu jawaban yang dianggap benar atau salah. Kuisioner dalam penelitian ini terdiri dari 18 item pernyataan. Skala Guttman pada umumnya interpretasi penilaian, apabila pernyataan positif bila dijawab benar skornya 1, bila jawaban salah skornya 0, Dan untuk pernyataan negative bila dijawab benar nilainya 0 dan bila dijawab salah nilainya 1. Semakin tinggi skor, semakin baik pengetahuan responden ( Aziz, 2007). Menurut Arikunto, 2007 pengukuran tingkat pengetahuan responden yang dilakukan dengan system skoring, yakni dengan skala ordinal sebagai berikut : e. Tingkat pengetahuan baik, yaitu apabila jawaban responden benar > 75 % dari nilai tertinggi yaitu 100%. f. Tingkat pengetahuan cukup, yaitu apabila jawaban responden benar antara 56% - 75% dari nilai tertinggi yaitu 100%. g. Tingkat pengetahuan kurang, yaitu apabila jawaban responden benar antara 40% - 55% dari nilai tertinggi yaitu 100% h. Tingkat pengetahuan buruk, yaitu apabila jawaban responden benar < 40% dari nilai tertinggi yaitu 100%. Dengan menggunakan rumus (Setiadi, 2007) : = 100% Keterangan : P = Presentase F = Jumlah jawaban yang benar N = Jumlah skor maximal 4.9.Pengolahan Data Menurut Notoatmojo, 2010, presentasi data dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Editing (Pengeditan Data) Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui kuesioner disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka 74

79 kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out). 2. Membuat Lembaran Kode (coding sheet) Lembaran kode adalah instrument berupa kolomkolom untuk merekam data secara manual. Lembaran kode berisi nomor responden dan nomornomor pernyataan. 3. Memasukkan Data (Data Entry) Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode sesuai dengan jawaban masingmasing penyataan. 4. Tabulasi (Tabulating) Membuat tabel-tabel sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan oleh peneliti Analisa Data Analisa data yang dilakukan secara deskriptif dengan melihat frekuensi data yang terkumpul dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi kemudian dicari besar persentase untuk jawaban responden, selanjutnya dilanjutkan pembahasan sesuai dengan teori keputusan yang ada dan diambil kesimpulannya. Analisa data dalam penelitian ini adalah univariat dan bersifat deskriptif dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi persentasenya. Kemudian hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Tebing Tinggi tahun Tebing 75 Tinggi berada di Provinsi Sumatera Utara, Negara Republik Indonesia. Merupakan salah satu pemerintahan kota dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Berjarak sekitar 78 km dari Kota Medan (Ibu kota Provinsi Sumatera Utara, 50 km dari Lubuk Pakam, 47 km dari Pematang Siantar dan 97 km dari Parapat. Tebing Tinggi terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas Jalan Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Parapat, Balige dan Siborong-borong. Batas wilayah Tebing Tinggi meliputi : Bagian Utara : PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai Bagian Selatan : PTPN IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai Bagian Barat : PTPN III Kebun Gunung Pamela, Kabupaten Serdang Bedagai Bagian Timur : PT Socfindo Tanah Besi dan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai Deskripsi Karakteristik/Demografi Responden Setelah dilakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan pekerja seks komersial (PSK) tentang Penularan penyakit gonore di Tebing Tinggi tahun Dengan jumlah responden yang diteliti sebanyak 48 orang. Maka,hasil penelitian akan peneliti uraikan dalam bentuk analisa univariat. Analisa univariat ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pekerja seks komersial (PSK) tentang

80 Penularan penyakit gonore di Tebing Tinggi tahun Berikut ini akan dijabarkan hasil penelitian peneliti mengenai hasil identifikasi karakteristik responden serta tingkat pengetahuan pekerja seks komersial (PSK) tentang Penularan penyakit gonore di Tebing Tinggi tahun Dalam penelitian ini responden terpilih sebanyak 48 oramg responden. Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik yang diamati berupa umur, pendidikan, status perkawinan, lama bekerja dan pemakaian kontrasepsi kondom. Data lengkap bila ditinjau dari usia dapat dilihat pada table 5.1. Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur Pekerja Seks Komersial di Tebing Tinggi Tahun 2014 (n=48) Kelompok Usia Frekuensi Persentase (%) < 20 Tahun Tahun > 31 Tahun Jumlah Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok besar responden terdapat pada kelompok usia < 20 tahun yaitu, sebanyak 47,9%, diikuti kelompok usia diantara 21 sampai 30 tahun yaitu sebanyak 41,7%, dan terendah pada kelompok usia >31 tahun yaitu 10,4%. Data lengkap bila ditinjau dari pendidikan responden dapat dilihat pada table 5.2. Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Pekerja Seks Komersial Di Tebing Tinggi Tahun 2014 (n=48) Pendidikan Frekuensi Persentase (%) SD 22 45,8 SMP 19 39,6 SMA 7 14,6 Jumlah Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok besar responden dengan pendidikan terakhir SD yaitu, sebanyak 45,8%, diikuti dengan kelompok responden dengan pendidikan terakhir SMP yaitu sebanyak 39,6%, dan terendah pada kelompok pendidikan terakhir SMA yaitu 14,6%. Data lengkap bila ditinjau dari status perkawinan responden dapat dilihat pada table 5.3. Tabel 5.3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan Pekerja Seks Komersial Di Tebing Tinggi Tahun 2014 (n=48) Status Perkawinan Frekuensi Persentase (%) Belum menikah 26 54,2 Menikah Janda Jumlah

81 Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok besar responden dengan status perkawinan belum menikah yaitu, sebanyak 54,2%, diikuti dengan kelompok responden dengan status perkawinan janda yaitu sebanyak 35,5%, dan terendah pada kelompok status perkawinan menikah yaitu 10,4%. Data lengkap responden bila ditinjau dari lama bekerja sebagai PSK dapat dilihat pada table 5.4. Tabel 5.4. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja Sebagai Pekerja Seks Komersial Di Tebing Tinggi Tahun 2014 (n=48) Lama bekerja Frekuensi Persentase (%) < 6 Bulan 23 47, Bulan 14 29,2 1 2 Tahun 8 16,7 > 2 Tahun 3 6,3 Jumlah Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok besar responden dengan lama bekerja dibawah 6 bulan yaitu, sebanyak 47,9%, diikuti dengan kelompok responden dengan lama bekerja antara 7 sampai 12 bulan yaitu sebanyak 29,2%,, responden dengan lama bekerja antara 1 sampai 2 tahun yaitu, sebanyak 16,7%, terendah pada kelompok responden dengan lama bekerja diatas 2 tahun yaitu sebanyak 6,3%. Data lengkap responden bila ditinjau penggunaan kondom dapat dilihat pada table 5.5. Tabel 5.5. Distribusi karakteristik responden berdasarkan penggunaan kondom pada Pekerja Seks Komersial di Tebing Tinggi Tahun 2014 (n=48) Penggunaan Kondom Frekuensi Persentase (%) Ya 18 37,5 Tidak Jumlah Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok besar responden yang tidak menggunakan kondom yaitu, sebanyak 62,5%, dan responden yang menggunakan kondom hanya sebanyak 37,5% Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan dapat dilihat pada table

82 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Penularan Penyakit Gonore Di Tebing Tinggi Tahun 2014 (n=48) Jawaban Responden No Pernyataan Salah Benar F % F % 1 Pengertian infeksi menular seksual 14 29, ,8 2 Defenisi Gonore 23 47, ,1 3 Penyebab infeksi Gonore 31 64, ,4 4 Cara penularan infeksi gonore 26 54, ,8 5 Komplikasi gonore pada wanita 32 66, ,3 6 Pengobatan gonore 34 70, ,2 7 Komplikasi gonore pada wanita 29 60, ,6 8 Diagnosis gonore 27 56, ,8 9 Cara penularan infeksi gonore 23 47, ,1 10 Gejala klinis gonore pada wanita 30 62, ,5 11 Komplikasi gonore pada wanita 28 58, ,7 12 Pencegahan infeksi gonore 22 45, ,2 13 Penyebab infeksi gonore 18 dengan 26 54,2 persentase 22 45,8 81,3%, 14 Komplikasi gonore pada wanita sedangkan 36 pernyataan 75 12yang 25paling 15 Gejala klinis gonore pada wanita banyak dijawab 27 salah 56,3 oleh 21 responden 43,8 16 Pengobatan gonore adalah dengan 24 pernyataan nomor dengan persentase 75%. Data lengkap 17 Pencegahan infeksi gonore 26 54, ,8 18 Pencegahan infeksi gonore hasil uji pengetahuan pekerja seks komersial (psk) 9 18,8 tentang 39 penularan 81,3 penyakit gonore di tebing tinggi tahun 2014 dapat dilihat dalam tabel 5.7. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari pernyataan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh responden adalah pernyataan nomor Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Penularan Penyakit Gonore Di Tebing Tinggi Tahun 2014 (n=48) Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Baik 0 0 Cukup Kurang 17 35,4 Buruk 19 39,6 Jumlah Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai penularan gonore mayoritas terdapat pada tingkat pengetahuan 78 buruk yaitu 39,6%, tingkat pengetahuan responden dengan kategori kurang sebanyak 35,4%, tingkat pengetahuan responden dengan

83 kategori cukup sebanyak 25%, dan tingkat pengetahuan baik adalah 0% Pembahasan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, perabaan, penciuman dan pendengaran, tapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Ferry, 2009). Dalam penilitian ini sebagian besar responden berpengetahuan buruk tentang infeksi gonore yaitu sebesar 39,6% responden, sehingga asumsi peneliti para PSK akan rentan terhadap infeksi gonore karena mereka akan tetap melakukan pekerjaan yang rentan terhadap penularan infeksi gonore akibat dari buruknya pengetahuan PSK mengenai infeksi gonore. Berdasarkan usia, dalam penelitian ini kelompok usia yang tertinggi adalah kelompok usia < 20 tahun yaitu, sebanyak 47,9%, diikuti kelompok usia diantara 21 sampai 30 tahun yaitu sebanyak 41,7%, dan terendah pada kelompok usia >31 tahun yaitu 10,4%. Sehingga wanita pada usia ini wanita akan beresiko terkena infeksi gonore karena pada usia tersebut wanita sudah aktif melakukan hubungan seksual. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Daili bahwa, kelompok usia yang memiliki insiden tertinggi adalah pada usia tahun. Hal ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri Kartika Sari di lokalisasi Pembatuan Kecamatan Landasan Ulin Banjarbaru bahwa PSK yang terinfeksi gonore adalah rentang usia tahun yaitu sebanyak 25,62%. Berdasarkan tingkat pendidikan dalam penelitian ini, mayoritas tingkat pendidikan PSK berada pada tingkat pendidikan terakhir SD yaitu, sebanyak 45,8%. Kesadaran beresiko tertular gonore diduga berkorelasi dengan tingkat pendidikan. Asumsi peneliti adalah semakin tinggi tingkat pendidikan, maka seseorang akan semakin mengerti mengenai resiko pekerjaan yang dilakukan, tingkat pendidikan PSK. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Safarianti Ulfah bahwa PSK yang terinfeksi gonore adalah PSK dengan tingkat pendidikan SD/sederajat yaitu 11,76%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Romanus beni yaitu pendidikan merupakan faktor resiko penularan gonore. Mereka yang berpendidikan rendah mempunyai resiko 1,8 kali lebih besar daripada yang berpendidikan tinggi. Dari hasil penelitian, kelompok besar responden dengan status perkawinan belum menikah yaitu, sebanyak 54,2%. Seorang PSK yang belum berumah tangga dapat meningkatkan resiko penularan infeksi gonore/ims lainnya, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Safarianti Ulfah yaitu dari 42 responden yang tidak berkeluarga, terdapat 6 orang PSK yang terinfeksi bakteri gonore, dan dalam penelitian lain Hartono menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kejadian IMS adalah faktor ekonomi atau kemiskinan, hal ini juga sesuai yang diungkapkan oleh Pangastuti yaitu perempuan-perempuan yang menjadi PSK itu kebanyakan memang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan miskin atau agak miskin. 79

84 Pada penelitian ini, mayoritas responden dengan lama bekerja dibawah 6 bulan yaitu, sebanyak 47,9%. Menurut Daili, lama bekerja sebagai pekerja seks komersial merupakan faktor penting, karena makin lama ia bekerja sebagai PSk, semakin besar pula kemungkinan ia telah melayani pelanggan yang mengidap infeksi menular seksual khususnya gonore, namun pada lokalisasi Desa Naga Kesiangan di Tebing Tinggi untuk PSK yang baru bekerja menjadi PSK belum mendapatkan informasi maupun penyuluhan kesehatan yang cara mencegah IMS, sehingga asumsi peneliti bahwa PSK yang baru bekerja juga rentan terhadap penularan gonore karena kurangnya informasi yang diterimanya. Pada penelitian ini terdapat 62,5% PSK yang tidak menggunakan kondom pada saat melayani pelanggannya, padahal pekerja seks komersial yang tidak menggunakan kondom dalam melayani pelanggannya lebih rentan terkena IMS khususnya gonore. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alan Guttmacher yang menyatakan bahwa angka kejadian penyakit gonore resikonya lebih tinggi bagi pasangan seks yang tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pasangan seks yang tidak menggunakan kondom ( Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang memiliki kelemahan, yaitu a. Responden tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati dan tidak dijawab, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode wawancara. Namun 80 tetap saja memiliki kelemahan, yaitu pada saat peneliti telah mewawancarai beberapa responden dalam satu waktu dan mengalami kelelahan. b. Peneliti dapat melakukan kesalahan dalam bertanya sehingga responden tidak mengerti maksud dari pertanyaan yang diajukan. Selain itu kesalahan dapat terjadi pada saat responden tidak ingin menjawab salah satu atau beberapa pertanyaan dalam proses wawancara. c. Banyak responden yang menolak mengisi kuesioner dengan alasan sibuk, banyak pekerjaan, tidak mengerti, tidak bisa membaca dan alasan lainnya. d. Responden tidak tinggal dalam satu wilayah sehingga proses pengumpulan data berlangsung lama, dan responden biasanya dapat ditemui pada waktu malam hari sehingga pengumpulan data sulit dilakukan. KESIMPULAN a. Distribusi usia responden, mayoritas adalah kelompok usia < 20 tahun yaitu, sebanyak 47,9% b. Distribusi pendidikan responden, mayoritas adalah kelompok responden dengan pendidikan terakhir SD yaitu, sebanyak 45,8% c. Distribusi status perkawinan responden, mayoritas adalah kelompok responden dengan status perkawinan belum menikah yaitu, sebanyak 54,2%

85 d. Distribusi responden berdasarkan lama bekerja sebagai PSK adalalah kelompok responden mayoritas dengan lama bekerja dibawah 6 bulan yaitu, sebanyak 47,9%. e. Distribusi responden berdasarkan pemakaian kondom adalah kelompok responden mayoritas yang tidak menggunakan kondom yaitu, sebanyak 62,5% f. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan, mayoritas terdapat pada tingkat pengetahuan buruk yaitu 39,6%, tingkat pengetahuan responden dengan kategori kurang sebanyak 35,4%, tingkat pengetahuan responden dengan kategori cukup sebanyak 25%, dan tingkat pengetahuan baik adalah 0%. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Budiman, C. (1995). Pengantar Statistika Kesehatan. Jakarta : EGC. Budiantoro, E. (2004). Metodologi Penelitian Kedokteran : Sebuah Pengantar. Jakarta : EGC. Daili, S.F., Makes, W. I. B., Zubier, F. (2011). Infeksi Menular Seksual, edisi 2, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisyah, S. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI. 81 Fitriani, S. (2011). Promosi Kesehatan. Yogyakarta. Graha Ilmu Hidayat, A. L. (2010). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta. Salemba Medica Humairo, H., Anwar, D., Andriani, K. ( ). Gambaran Pengetahuan dan Sikap Wanita Tuna Susila mengenai Infeksi Menular Seksual. Jurnal Pendidikan Bidan. (diakses tanggal 6 November 2014). Istiyanto, S. B. (2007). Menguak Konsep Diri Perempuan Pelacur di Lokalisasi Wisata Batu Raden. Skripsi : dipublikasikan. Kartono, K. (2011). Patologi Sosial (Jilid I). Jakarta : PT Raya Grafindo Persada. Lina, N. (2011). Faktor-Faktor Resiko Kejadian Gonore. Prosiding Seminar Nasional Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG s di Indonesia. 12 April FKM Universitas Siliwangi. Murtiastutik, D. (2008). Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya. Airlangga University Press. Notoatmodjo, S. (2007). Konsep Perilaku Kesehatan : Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Sari, P. K., Muslim, H. M., Ulfah, S. (2012). Kejadian Infeksi Gonore pada Pekerja Seks Komersial. Jurnal buski. Volume 4, no 1, hal (Diakses pada tanggal 11 November 2014).

86 Subekti, H. (2011). Upaya Menanggulangi Pelacuran sebagai Penyakit Masyarakat. Jurnal Ilmiah Inkoma. Volume 22 no. 2. (Diakses pada tanggal 11 November 2014). Sastroasmoro, S., Ismael, S. ( 2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto. Sugibastuti. Koencoro. (1999). Pelacur, Wanita Tuna Susila, dan Apa Lagi?. Humaniora no. 11. hal Sugiono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung. ALFABETA, cv. Swajana, I. K. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan : Tujuan Praktis Pembuatan Proposal Penelitian. Yogyakarta : ANDI. 82

87 Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L.) Argun Widarsa Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Abstract Rhodamine B is synthetic textile dye that currently still used for food coloring. Thus, it is important to analyse the effect of the substance on health. It was aimed to identify the histological structure changes of the mice kidney caused by Rhodamin B. This research was used experimental method with Completely Randomized Design in factorial pattern consisting of two factors such as dose of (0; 3.5; 7.0 and 14 mg/g body weight) and duration of treatment (0; 7; 14 and 21 days). The result showed that of dose and duration of treatment Rhodamin B have significant effect on the percentages of glomerular damage, and so did the interactions of both factors. Histological analysis showed the presence of narrowing of bowman space in glomerular, hipertrophy, necrosis and serosis of the tubules. The higher dose and the longer duration of treatment of Rhodamin B, the more serious of structural damages of kidney. Keywords : Rhodamin B, kidney, Mus musculus 83

88 Pendahuluan Penambahan zat warna dalam makanan, minuman, serta bumbu masak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen. Penyalahgunaan pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat pewarna makanan sudah lama dilakukan. Salah satu contohnya adalah penggunaan bahan pewarna Rhodamin B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil dan berbahaya bila digunakan sebagai pewarna makanan (Depkes RI, 2006). Konsumsi Rhodamin B secara terus menerus dapat menyebabkan kanker hati dan kerusakan ginjal (Sugiyatmi, 2006). Rhodamin B bersifat karsinogenik yang ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organnya (Anggraini, 2008). Ginjal merupakan organ ekskresi utama yang sangat penting untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat toksik yang tidak sengaja masuk ke dalam tubuh akibatnya ginjal menjadi salah satu organ sasaran utama dari efek toksik. Urin sebagai jalur utama ekskresi, dapat mengakibatkan ginjal memiliki volume darah yang tinggi, mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu (Guyton, 1995). Oleh sebab itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui efek pemberian Rhodamin B terhadap perubahan struktur histologis ginjal mencit. Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2014 di Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 48 ekor mencit putih jantan umur 3-4 bulan dan berat badan rata-rata g, pellet sebagai pakan, Rhodamin B (serbuk), larutan fisiologis, larutan Bouin s, alkohol seri %, parafin keras, aquades, xilol, hematoxilin-eosin, Meyer s albumin, dan entelan. Alat yang digunakan adalah kandang untuk pemeliharaan mencit, spuit ukuran 3 ml, tempat air minum, timbangan analitik, gelas ukur dan pengaduk, alat bedah (skapel, pinset, gunting, jarum), bak pewarna, kertas label, mikrotom, mikroskop histologis, kaca objek, kaca penutup dan inkubator 35 C. Cara Kerja Perlakuan : Mencit dibagi secara acak menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, dosis I, dosis II dan dosis III. Kelompok dosis diberikan Rhodamin B masing-masing 3,5 mg/gbb, 7 mg/gbb, dan 14 mg/gbb. Mencit diberikan nutrisi yang sama secara ad libitum. Rhodamin B diberikan secara oral dengan frekwensi pemberian 1x sehari selama 7, 14 dan 21 hari. Penentuan dosis sesuai dengan penelitian Rhodamin B sebelumnya terhadap organ hati (Rahardi, 2009). Pembuatan Larutan Rhodamin B : Rhodamin B ditimbang dan dilarutkan dalam 125 ml aquadest dengan masingmasing konsentrasi sesuai dengan dosis dalam perlakuan. Pengambilan jaringan dan penimbangan berat ginjal : Mencit dikorbankan pada hari ke-8, 15, dan 22 dengan cara dislokasi leher, lalu diambil organ ginjalnya dan ditimbang beratnya. Pembuatan preparat : Pembuatan preparat menggunakan metode parafin dengan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin) (Suntoro, 1983). Pengamatan: Data kuantitatif berupa persentase kerusakan glomerulus 84

89 sedangkan data kualitatif dilihat perubahan yang terjadi pada glomerulus, tubulus proksimal dan tubulus distal dan dideskripsikan. Analisis Data Persentase glomerulus yang rusak dianalisa secara statistik dengan Uji ANOVA. Jika hasil analisis bermakna maka dilanjutkan dengan uji Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) 5 %. Hasil dari foto-foto mikroskopis organ ginjal dianalisa secara deskripsif (data kualitatif). dan semakin meningkat pada lama pemberian 21 hari sebesar 60,876 % (efek tertinggi). Apabila paparan zat toksik pada sel cukup lama atau berlangsung lama, maka sel akan mencapai suatu titik hingga sel tidak dapat lagi mengkompensasi dan tidak dapat melanjutkan metabolisme (Susanti, 2009). Hasil dan Pembahasan Persentase Kerusakan Glomerulus Ginjal Mencit (%) Hasil analisis persentase kerusakan glomerulus ginjal mencit menunjukkan bahwa faktor dosis, lama pemberian dan interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase kerusakan glomerulus (Tabel 1). Pemberian Rhodamin B dengan dosis yang bertingkat dapat meningkatkan persentase kerusakan glomerulus ginjal mencit. Hal ini dikarenakan Rhodamin B yang bersifat toksik dan dapat memberikan efek yang semakin tinggi seiring dengan meningkatnya dosis yang diberikan. Hanifah (2008) menyatakan bahwa bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal. Suhenti (2007) menyatakan bahwa seperti halnya hati, ginjal juga rawan terhadap zat-zat kimia sehingga zat kimia yang terlalu banyak berada di dalam ginjal akan mengakibatkan kerusakan sel. Pada Tabel 1 persentase kerusakan glomerulus pada lama pemberian 0 hari sebesar 36,354 % 85

90 Tabel 1. Hasil analisis rata-rata persentase kerusakan glomerulus ginjal mencit yang diberi Rhodamin B dengan dosis dan lama pemberian tertentu Perlakuan Lama pemberian Dosis Rhodamin B B0 (0 hari) B1 (7 hari) B2 (14 hari) B3 (21 hari) Rata-rata A0 (0 mg/gbb) f f f e d A1 (3.5 mg/gbb) e c c e c A2 (7 mg/gbb) d c c c b A3 (14 mg/gbb) c c b a a Rata-rata c bc b a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom dan baris menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada uji taraf 5 % Dosis dan lama pemberian Rhodamin B juga menunjukkan ratarata persentase kerusakan ginjal mencit sebanding dengan semakin tingginya perlakuan dosis dan lama perlakuan yang diberikan. Paparan dosis Rhodamin B yang bersifat toksik dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mempengaruhi fungsi glomerulus. Filtrasi glomerulus adalah inti yang paling penting dari fungsi ginjal (Guyton, 1994). Bahan toksik dalam hal ini Rhodamin B akan mempengaruhi daya filtrasi glomerulus, sehingga daya saring menjadi berkurang (Ressang, 1963). Pengamatan Mikroskopis Organ Ginjal Pemeriksaan preparat histologis terhadap ginjal ditemukan peningkatan kerusakan pada ginjal seiring dengan meningkatnya dosis dan lama yang diberikan (Gambar 1-4). Pada dosis 0 mg/g BB dengan lama 0, 7 dan 14 hari belum terlihat kerusakan pada organ, sedangkan pada lama pemberian 21 hari sudah terlihat kerusakan yaitu pengecilan beberapa ruang bowman (Gambar 1). Ditemukannya kerusakan glomerulus pada kelompok kontrol hari ke-21 kemungkinan disebabkan oleh keadaan stres pada mencit. Hal ini sesuai dengan pendapat Seely (1999) yang menyatakan salah satu faktor pemicu timbulnya kerusakan glomerulus adalah stres. Salah satu bentuk kerusakan pada ginjal terlihat adanya penyempitan pada ruang bowman. Penyempitan ruang bowman disebabkan terjadinya peradangan glomerulus ataupun proliferasi dari epitel kapsul bowman (Price, 1992). Menurut Bevelander dan Ramaley (1998) perubahan yang terjadi pada glomerulus dan kapsula akan mengakibatkan terganggunya fungsi produksi filtrat dan kontrol komposisi filtrat sendiri, sementara perubahan pada tubula mengakibatkan terganggunya proses reabsorbsi daripada filtrat. Pada dosis 3,5 ; 7 dan 14 mg/g BB dengan lama pemberian bervariasi ditemukan adanya tubulus yang mengalami hipertropi (Gambar 2-4). Nefron ginjal akan mengalami hipertropi apabila mendapat beban kerja yang besar. Hipertropi pada nefron ini dapat terjadi karena menggantikan fungsi nefron lain yang telah hancur dan rusak, sehingga hemostatis tubuh tidak terganggu meskipun sejumlah 86

91 nefron yang lain telah rusak (Arifin et al., 2004). Jenis kerusakan lainnya pada sayatan ginjal mencit adalah nekrosis dan serosis. Nekrosis adalah hilangnya membran sel dan sitoplasma pecah membentuk partikel. Nekrosis sel dicirikan oleh sitoplasma yang terlihat lebih eusinofilik disertai penggumpalan kromatin inti dengan inti mengecil dan lebih basofilik (Cheville, 2006). Nekrosis adalah tingkat kerusakan tubulus yang lebih tinggi setelah terganggunya permeabilitas membran dengan adanya bengkak keruh kemudaian diikuti oleh lisis (Marusin et al., 2001). Nekrosis ditandai dengan penyerapan warna oleh inti yang berkurang, serta terlepasnya selsel tubulus kedalam lumen. Sedangkan serosis merupakan kematian sel yang bersifat parah dan dapat meluas yang ditandai dengan hilangnya inti sel atau kekosongan pada jaringan dimana jaringan tersebut digantikan oleh jaringan parut (jaringan ikat) yang sebelumnya mengalami lisis dan nekrosis. Kesimpulan Dosis dan lama pemberian Rhodamin B pada mencit memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kerusakan glomerulus. Hasil analisis histologis ginjal mencit memperlihatkan adanya tingkat kerusakan pada komponen penyusun ginjal yang meningkat seiring tingginya dosis dan lama pemberian. Kerusakan yang ditemukan berupa penyempitan ruang bowman pada glomerulus, hipertropi, nekrosis dan serosis tubulus. Daftar Pustaka Anggraini, S Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan dan Kontaminan. Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gajah Mada.Yogyakarta Arifin, H., Y. S. Rahmi, dan N. Marusin Kajian Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Kompri (Symphytum officinale L). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 9 (1) : Bevelander, G dan J. A. Ramaley Dasar-Dasar Histologi ( Edisi 8). Terjemahan Wisnu Gunarso. Erlangga. Bandung. Cheville, N. F Introduction to Veterinary Pathology. 3 rd Ed. Blackwell Publishing. USA. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Bahaya Penggunaan Rhodamine B sebagai Pewarna Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Guyton, A. C Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Kedokteran EGC. Jakarta Guyton, A.C Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Edisi 3). Terjemahan P. Andrianto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hanifah, L Pengaruh Pemberian Buah Pepaya (Carica papaya. L) Terhadap Tingkat Nekrosis Epitel Glomerulus dan Tubulus Ginjal Mencit (Mus musculus) yang diinduksi CCL4 (Karbon Tetraklorida). [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Marusin, N., W. Munir dan Febrina Pengaruh Lama Pemaparan Pb Terhadap Gambaran Histologi Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L). Jurnal Matematika dan Pengetahuan Alam, 10 (1) Price, S.A. dan L. M. Wilson Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Buku 2. (Edisi 4). 87

92 Terjemahan P. Anugerah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Rahardi, A. S Pengaruh Pemberian Rhodamin B terhadap Struktur Histologis Sel Hati Mencit. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Ressang, A. A Patologi Chusus Veteriner. Departemen Urusan Research National Republik Indonesia. Jakarta. Seely, J. C Kidney. Di dalam: Maronpot RR, Gary AB, Beth WG, editor. Pathology of The Mouse. USA: Cache River Press. hlm Sugiyatmi, S Analisis Faktorfaktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Borak dan Pewarna pada Makanan Jajanan Tradisional yang dijual di pasar-pasar kota Semarang. [Tesis]. Universitas Diponegoro. Semarang. Suhenti, R Pengaruh Tepung Tempe Terhadap Jaringan Kanker Mamma Dan Gambaran Mikroanatomi Ginjal Mencit (Mus musculus) Galur C3H Yang Ditransplantasi Sel Adenocarcinoma mammae. [Skripsi]. UNNES. Semarang. Suntoro Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Susanti, D. R Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb.) pada Gambaran Histopatologi Ginjal Ayam Petelur. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88

93 Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro Abu Dzarrim Al Ghifari Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Abstract Lime (Citrus aurantifolia S.) is kind of family s herbal medicine, most using in the community is widely used as a traditional herb. The most common used part is the lime fruit squeeze with one of the function is used for removing acne and wound healing to prevent the form of abscess. Pimples and abscesses of the wound is one of the infections caused by the bacterium Staphylococcus aureus. The purpose of this study was to determine the inhibition of lime fruit (Citrus aurantifolia S.) squeeze towards the growth of the bacteria Staphylococcus aureus in vitro condition. The study was conducted with laboratory experimental methods to the design of control group design postest only performed at the Laboratory of Microbiology Faculty of Medicine, University of Andalas. The results showed that the lime fruit (Citrus aurantifolia S.) squeeze has the ability to inhibite the bacterial growth of Staphylococcus aureus with various concentrations of 25%, 50%, 75%, and 100% and there is the effect of contact time on the growth of bacteria which the bacteria do not grow after contact the first 5 minutes and the next minute followed by lime fruit squeeze with 100% concentration lime fruit squeeze. Thus, the higher the concentration of lime fruit squeeze and the longer the contact with the bacteria Staphylococcus aureus is the better towards. Keywords:Inhibition test, The Lime Fruit Squeeze, Staphylococcus Aureus. 89

94 Pendahuluan Jeruk nipis (Citrus aurantifolia S.) merupakan salah satu tanaman toga yang di gunakan pada masyarakat, baik untuk bumbu masakan maupun untuk obat-obatan dari bagian perasan air buah jeruk nipisnya. Untuk obat, jeruk nipis digunakan sebagai penambah nafsu makan, penurun panas (antipireutik), diare, menguruskan badan, antiinflamasi, dan antibakteri. (1,2) Efek air perasan buah jeruk nipis sebagai antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri Eschericiacolli,Streptococcushaemolyti cus,dan Staphylococcus aureus. Salah satu bakteri yaitu Staphylococcus aureus, merupakan bakteri jenis gram positif yang diperkirakan 20-75% ditemukan pada saluran pernapasan atas, muka, tangan, rambut dan vagina. Infeksi bakteri ini dapat menimbulkan penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, tampak sebagai jerawat, infeksi folikel rambut, dan pembentukan abses. Diantara organ yang sering diserang oleh bakteri Staphylococcus aureus adalah kulit yang mengalami luka dan dapat menyebar ke orang lain yang juga mengalami luka. (2-6) Lesi yang ditimbulkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada abses lesi ataupun jerawat. Bakteri menginvasi dan berkembang biak dalam folikel rambut yang menyebabkan kematian sel atau nekrosis pada jaringan setempat. Selanjutnya diikuti dengan penumpukan sel radang dalam rongga tersebut. Sehinggga terjadi akumulasi penumpukan pus dalam rongga. Penumpukan pus ini mengakibatkan terjadinya dorongan terhadap jaringan sekitar dan terbentuklah dindingdinding oleh sel-sel sehat sehingga terbentuklah abses. Bakteri ini juga akan bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain lewat pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terdapat juga peradangan dari vena dan trombosis. (6,7) Pengobatan akibat infeksi Staphylococcus aureus dapat diberi antibiotik berupa Penisilin G atau derivat penisilin lainnya, namun pada infeksi yang berat diduga sudah ada beberapa yang telah resisten terhadap penisilin. Akibat timbulnya resistensi dari antibiotik, maka saat ini telah dilakukan pengujian efek tanaman obat antaranya jeruk nipis sebagai antibakteri. Hasil penelitian menunjukan bahwa minyak atsiri daun jeruk nipis mempunyai aktivitas hambatan terhadap pertumbuhan Staphyloccus aureus pada kadar 20%, 40% dan 80% serta Escherichia coli pada kadar 40% dan 80%. (7,8) Berdasarkan hasil penelitian, minyak atsiri pada daun jeruk nipis yang menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, juga terdapat pada air perasan buah jeruk nipis. Selain itu juga, dengan mengetahui adanya kebiasaan ditengah masyarakat, mengenai penggunaan air perasan buah jeruk nipis dalam upaya menghilangkan jerawat serta penyembuhan luka agar tidak terjadi abses, dimana salah satu penyebabnya Staphylococcus aureus. Mengetahui adanya efek antibakteri air perasan buah jerk nipis yang telah diuji pada beberapa kuman patogen, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan uji daya hambat buah jeruk nipis terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus secara invitro. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui daya hambat air perasan buah jeruk nipis ( Citrus aurantifolia S.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. 90

95 Metode Penelitian dilakukan di Laboraturium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas pada bulan Oktober September Penelitian ini bersifat eksperimental dengan desain Postest Only Control Group Design. Variabel adalah air perasan buah jeruk nipis dengan berbagai konsentrasi yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100% dan bakteri Staphylococus aureus. Alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, kertas saring, pelubang kertas, lem, jarum ose, lampu spiritus, pinset, gelas ukur, otoklaf, inkubator, spuiy dispossible, lidi kapas steril, mistar, pisau, dan talenan. Bahan yang digunakan adalah air perasan buah jeruk nipis, biakan murni Staphylococcus aureus, aquades steril, NaCl 0,9%, dan Alkohol 70%. Data hasil penelitian diolah secara statistik dengan metode Anova satu arah dengan derajat kepercayaan 95% (=0,05) dan bila didapat perbedaan nyata antar perlakuan maka akan dilanjutkan dengan Post Hoc Test dengan taraf kesalahan 1%. Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Hasil Uji daya hambat air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia S.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus Konsentrasi bebas kuman Diamet er Diameter (m m) bebas I II III Larutan Kontrol (Aquades steril) 100% kuman ratarata 5, 25% % 6, 5 6,5 5,5 6,167 75% 8 8 6,5 7,5 13, ,5 Dari Tabel 1. didapatkan bahwa pemberian air perasan buah jeruk nipis dengan konsentrasi berbeda memiliki daya hambat yang berbeda pula terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Perbedaan ini selanjutnya diuji dengan pengukuran statistik secara komputerisasi menggunakan program SPSS 15.0 for Windows. Berhubung data hasil penelitian yang didapatkan ternyata tidak memenuhi syarat uji annova satu arah. Untuk melanjutkan pengolahan, data ditranformasi, tetapi ternyata data tidak dapat ditranformasi maka pengolahan data dilanjutkan dengan Kruskall Wallis Test. Hasil dpat dilihat pada Tabel 2. 91

96 Tabel 2. Perbandingan data stasitik diameter hambatan air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia S.) terhadap pertumbuhan bakteri No. Variabel Konsentrasi Konsentrasi lainnya Staphylococcus aureus dengan menggunakan Mann-Whitney Test P 50% 0, % 75% 0,043 Konsentrasi air perasan 2. buah jeruk 50% nipis 100% 0,046 75% 0, % 0, % 100% 0,105 Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,022 (p<0,05) yang berarti bahwa perbedaan yang bermakna antara konsentrasi yang diberikan dengan daerah bebas bakteri yang dihasilkan, sehingga pengolahan data dilanjutkan dengan Mann-Whitney Test. Hasil yang didapatkan adalah terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian konsentrasi 25% dengan 75%, 25% dengan 100%, dan 50% dengan 100%. Terlihat bahwa tidak terdapatnya perbedaan bermakna antara pemberian konsentrasi 25% dengan 50%, 50% dengan 75%, dan 75% dengan 100%, dimana hal tersebut dapat dimungkinkan karena adanya perbedaan kadar zat antibakteri dan tingkat keasaman yang tidak memiliki perbedaan yang bermakna antara konsentrasi. Tabel 3. Pengaruh lama kontak dari air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia S.) konsentrai 100% terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus Lama Kontak Seketika + Pertumbuhan Kuman 5 menit - 10 menit - 15 menit - 20 menit - 25 menit - 30 menit - Dari Tabel 3. didapatkan bahwa lama kontak bakteri Staphylococcus aureus dengan air perasan buah jeruk nipis berpengaruh terhadap pertumbuhan kuman. Pada lama kontak seketika masih terdapat pertumbuhan 92

97 bakteri dan mulai dari lama kontak 5 menit terlihat bakteri tidak tumbuh lagi pada daerah agar Mueller Hinton II. Setelah dilakukan penelitian, hasil yang didapat menunjukan bahwa air perasan buah jeruk nipis memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, hal itu dapat dilihat adanya lingkaran bening bebas pertumbuhan bakteri disekitar cakram setelah dibiarkan dalam waktu 24 jam dengan suhu 37 o C, dan tidak terdapatnya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus setelah berkontak dengan air perasan buah jeruk nipis pada 5 menit pertama dan diikuti dengan menit berikutnya. Penelitian uji daya hambat air perasan buah jeruk nipis terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus menunjukan bahwa air perasan buah jeruk nipis dengan konsenrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hal ini menunjukkan adanya senyawa aktif antibakteri dalam air perasan buah jeruk nipis yang diduga diperoleh dari kandungan kimia yang terdapat di dalamnya, seperti minyak atsiri, diantaranya fenol yang bersifat sebagai bakterisidal, yang mungkin mampu menghambat pertumbuhan dari bakteri Staphylococcus aureus. (3) Kemampuan bakterisidal dari fenol dengan mendenaturasikan protein dan merusak membran sitoplasma sel. Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein sel bakteri terganggu. Gangguan integritas sitoplasma berakibat pada lolosnya makromolekul, dan ion dari sel. Sel bakteri kehilangan bentuknya sehingga lisis. Persenyawaan fenolat bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari konsentrasinya. (9,10) Perbedaan lama kontak air perasan buah jeruk nipis dengan konsentrasi yang sama, ternyata juga memiliki perbedaan efek terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus, ini dapat dilihat dari pertumbuhan bakteri dimasing-masing lama kontak. Lama kontak 5 menit pertama sudah tidak terdapat pertumbuhan pada daerah agar Mueller Hinton II, ini membuktikan bahwa air perasan buah jeruk nipis memiliki daya antibakteri yang sangat kuat sehingga dalam waktu yang singkat air perasan jeruk nipis dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara optimal. Keasaman pada buah jeruk nipis disebabkan oleh kandungan asam organik berupa asam sitrat dengan konsentrasi yang tinggi juga dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. (11) Pengukuran ph pada air perasan buah jeruk nipis dilakukan dengan menggunakan ph meter menunjukan bahwa air perasan buah jeruk nipis dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% memiliki ph masing-masing yaitu 2,332; 2,302; 2,275; dan 2,266. Pengenceran dengan NaCL 0,9 % mengakibatkan derajat keasaman semakin berkurang, dimana diameter daerah bebas kuman yang terbentuk semakin kecil. Hal ini menunjukan adanya peranan derajat keasaman terhadap semakin baiknya daya hambat air perasan buah jeruk nipis terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Penelitian daya hambat minyak atsiri pada daun jeruk nipis juga telah dilakukan oleh Ratih Diah Pertiwi (Fakultas Farmasi UGM, 1992), dimana terdapat aktivitas hambatan terhadap bakteri Staphylococcus aureus, pada konsentrasi 20%, 40%, dan 80%. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dinyatakan bahwa hipotesis penelitian diterima, karena terdapat daya hambat air perasan buah jeruk nipis terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dimana semakin besar konsentrasi air perasan buah jeruk nipis dan semakin lama kontaknya 93

98 dengan kuman, maka daya hambat air perasan buah jeruk nipis terhadap bakteri Staphylococcus aureus semakin baik. Simpulan Air Perasan buah jeruk nipis memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan dari bakteri Staphylococcus aurfeus pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% dimana semakin tinggi konsentrasi air perasan buah jeruk nipis maka daya hambat air perasan buah jeruk nipis terhadap pertumbuhan kuman Staphylococcus semakin baik.terdapat pengaruh lama waktu kontak air perasan buah jeruk nipis terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yaitu semakin lama kontak bakteri Staphylococcus aureus dengan air perasan buah jeruk nipis maka daya hambat perasanbuah jeruk nipis terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus semakin baik, tepatnya air perasan buah jeruk nipis sudah memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada lama waktu 5 menit pertama. revisi. Jakarta: Bina Rupa Aksara. hal Jawetz, E., et all, Mikrobiologi. Kedokteran. Jakarta: EGC. hal Dalimartha, Setiawan, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya. Hal Rahayu, P. Winiati Aktivitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional Hasil Olahan Industri Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak. Vol 11(2). Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 10. Pelczar, J. Michael dan Chan, E. C. S., Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Penerbit UI Press: Jakarta. 11. Astawan, Made dan Andreas Leomitro Kasih, Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 98. Daftar Pustaka 1. Haryanto, Sri, Sehat dan Bugar Secara Alami. Jakarta: Penebar Plus. hal Mursito, Bambang, Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Jakarta: Penebar Swadya. 3. Hariana, Arief, Tumbuhan Obat & Khasiatnya seri 1. Jakarta: Penebar Swadya. hal Sasongko, Wisnu, Armageddon 2 : Antara Petaka dan Rahmat. Jakarta: Gema Insani. 5. Usman-Chatib Warsa, Kokus Positif Gram.Dalam (Staff Pengajar FKUI) Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, edisi 94

99 PENGARUH PERBANDINGAN PELARUT ETANOL-AIR TERHADAP KADAR SENYAWA FENOLAT TOTAL DAN DAYA ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) Lukky Jayadi Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT A Study has been conducted to determine the influence of ethanol-water ratio on the concentration of total phenolic compounds and antioxidant activities of extract of soursop leaves. Ethanol-water ratio used were ethanol 96%, ethanol-water 2:1 and ethanol-water 1:1. Concentration of phenolic compounds were determined by Folin- Ciocalteau method and antioxidant activities were detemined by diphenylpicrylhydrazyl method. Results showed that the ratio of ethanol-water had a significant influence on the total content of phenolic compounds (p < 0.05). Highest content of total phenolic compound was obtained by using ethanol-water 1:1, whereas the highest antioxidant activity was obtained by using ethanol 96%. Keywords : Daun Sirsak, Fenolat Total, Antioksidan PENDAHULUAN Di Indonesia banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obat tradisional, hanya saja pengetahuan masyarakat tentang tanaman serta khasiatnya sangat kurang. Secara alami beberapa jenis tumbuhan merupakan sumber antioksidan. Hal ini dapat ditemukan pada beberapa jenis sayuran, buah-buahan segar, beberapa jenis tumbuhan dan rempah-rempah (Darsono & Kuntorini, 2012). Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan (Ismail et al., 2012). Saat ini salah satu tumbuhan yang mengandung antioksidan tinggi dan telah banyak dijadikan sebagai tumbuhan obat adalah tumbuhan sirsak ( Annona muricata L) (Syahida et al., 2012). Sirsak termasuk family annonaceae dan genus annona. Penggunaan tanaman sirsak sebagai tanaman obat telah banyak dilakukan. Semua bagian tanaman sirsak pada dasarnya berkhasiat obat mulai dari daun, batang, akar, buah dan biji. Namun banyak penelitian yang menyatakan bahwa daun sirsak yang dianggap sebagai bagian yang paling berkhasiat. Daun sirsak mengandung senyawa annonaceous acetogenin yang mampu mengobati kanker payudara (Rachmani et al., 2012), diabetes (Adewole & Caxton-Martin, 2006), insektisida, larvasida (Tenrirawe & Pabbage, 2007), dan sebagai hepatoprotective (Arthur et al., 2012). Selain itu daun sirsak juga memiliki aktivitas hipotensi, antispasmodik, antikonvulsant, vasodilator, antimikroba dan antioksidan (Taylor, 2005). Pemanfaatan daun sirsak sebagai obat tradisional harus didukung dengan adanya berbagai penelitian agar kandungan senyawa 95

100 kimia, tingkat keamanan, dan efisiensinya dapat diketahui lebih lanjut. Untuk meningkatkan mutu, keamanan dan kemanfaatan daun sirsak sebagai obat bahan alam Indonesia, perlu dilakukan standardisasi terhadap bahan bakunya, baik yang berupa simplisia maupun yang berbentuk ekstrak. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak tumbuhan obat adalah konsentrasi pelarut yang digunakan untuk ekstraksi (Gaedcke et al., 2003). Pelarut yang dapat digunakan untuk membuat ekstrak daun sirsak adalah campuran etanol dan air (Badan POM, 2004). Namun perbandingan pelarut dan air untuk ekstraksi belum dioptimasi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menentukan perbandingan etanol dan air yang cocok untuk mendapatkan ekstrak yang bermutu baik dengan melakukan penentuan kadar senyawa fenolat total dengan metode Folin- Ciocalteau dan aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode difenilpikrilhidrazil terhadap ekstrak daun sirsak. METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun sirsak yang diambil dari daerah Cengkeh, (Indarung, Padang), etanol 96%, air, kloroform, HCl, metanol, toluen, besi (III) klorida, reagen Folin-Ciocalteau, natrium karbonat, asam galat, difenipikrihidrazil (DPPH) dan aquades. Alat-alat yang digunakan adalah alat gelas laboratorium, rotary evaporator, kertas saring, timbangan analitik, mikroskop, desikator, plat kromatografi lapis tipis (KLT) (Silica gel 60 F 254), kertas saring Whatman No.1, Spektrofotometer UV-Visible (T70 Uv-Vis Spectrophotometer). Penyiapan Sampel Daun sirsak dipetik kemudian dicuci hingga bersih, lalu dirajang tipis menggunakan pisau dan dihaluskan menggunakan mesin perajang. Serbuk kasar daun sirsak dikeringkan dengan oven suhu 60 0 C selama 7 jam. Serbuk kering diayak dengan ayakan mess 60 hingga didapat serbuk simplisia halus. Karakterisasi Simplisia Spesifik dan Non- spesifik (Depkes, 2011) 1. Penetapan Kadar Air Dengan metode destilasi menggunakan toluen. 2. Penetapan Susut Pengeringan Sebanyak 1 gram simplisia ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 o C selama 30 menit dan telah ditara. Simplisia diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga merata. Masukkan ke dalam oven, buka tutup botol, panaskan pada temperatur 100 o C sampai dengan 105 o C, timbang dan ulangi pemanasan sampai didapat berat yang kostan. 3. Penetapan Kadar Abu Total Sebanyak 2 gram simplisia ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang kembali. Ulangi pemijaran dan penimbangan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b. 4. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam 96

101 Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida P, dicuci dengan air panas, pijar hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat simplisia, dinyatakan dalam % b/b. 5. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Sebanyak 5 gram serbuk simplisa dimaserasi dengan 100 ml etanol selama 24 jam seperti tertera pada monografi, menggunakan labu bersumbat sambil sekali-sekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian didiamkan. Disaring cepat, 20 ml filtrat diuapkan dalam cawan dangkal 4 berdasar rata (yang telah ditara) diatas penangas air hingga kering, panaskan sisa pada suhu 105 o C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. 6. Penetapan Kadar Sari Larut Air Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan 100 ml airkloroforom P (2,5 ml kloroforom dalam 1000 ml aquadest) selama 24 jam menggunakan labu bersumbat sambil sekali-sekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian didiamkan. Disaring cepat, 20 ml filtrat diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata (yang telah ditara) di atas penangas air hingga kering, sisa dipanaskan pada suhu 105 o C hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Ekstraksi Serbuk Simplisia (Depkes, 2011) Ekstraksi sampel dilakukan dengan metoda maserasi (perendaman). Daun sirsak yang telah dirajang, ditimbang sebanyak 150 g. Satu bagian serbuk daun sirsak dimasukkan ke dalam maserator, ditambahkan 10 bagian pelarut. Pelaruat yang digunakan adalah etanol 96% : air (1:0), etanol 96% : air = (1 : 1), etanol 96% : air = (2 :1). Sampel direndam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Maserat dipisahkan dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi. Penyarian diulangi sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Maserat dikumpulkan, kemudian diuapkan dengan penguap vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental. Karakterisasi Ekstrak Kental (Depkes, 2011) 1. Organoleptis Parameter organoleptik ekstrak seperti bentuk (padat, serbuk -kering, kental, cair), warna (kuning, coklat), bau (aromatik, tidak berbau), dan rasa (pahit, manis kelat). Tujuan dari parameterorganoleptik ini adalah untuk pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin. 2. Penetapan Kadar Air Dengan metode destilasi menggunakan toluen. 3. Penetapan Kadar Abu Total Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian dipijarkan perlahanlahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat ekstrak, dan dinyatakan dalam % b/b. 4. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida P, dicuci dengan air panas, pijar hingga bobot tetap. 97

102 Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat simplisia, dinyatakan dalam % b/b. Penentuan Kandungan Fenolat Total (Pourmorad, 2006; Kassim, 2011) Larutan ekstrak yang telah dibuat dipipet 0,5 ml ke dalam labu 10 ml, ditambahkan 5 ml Folin-Ciocalteau, kemudian ditambahkan 4 ml larutan natrium karbonat 1 M, ditambahkan campuran aquadest-metanol (1:1) sampai tanda batas, lalu dikocok homogen diamkan selama 15 menit. Kemudian diukur dengan panjang gelombang 756,5 nm. Lakukan tiga kali pengulangan pada larutan ekstrak. Penentuan Aktifitas Antioksidan dengan Metode DPPH (Molyneux, 2004; Meilandri, 2012) Larutan ekstrak yang telah dibuat dipipet sebanyak 0,5; 1; 1,5 ; 2; dan 2,5 ml. Masing-masing diencerkan dengan metanol : air (1:1) dalam labu ukur 10 ml sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 50, 100, 150, 200, dan 250 µg/ml. Kasing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 1 ml larutan sampel lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan DPPH 100 µg/ml, ditambahkan 2 ml metanol. Campuran dihomogenkan, didiamkan selama 30 menit ditempat gelap. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515,5 nm dengan pembanding asam galat. serbuk simplisia daun sirsak nilainya kecil karena mengandung zat yang mudah menguap atau hilang saat dipanaskan, seperti minyak atsiri. Kadar abu total diperoleh 5,9636%, kadar abu tidak larut asam diperoleh 0,8164%. Kadar abu total menunjukkan keseluruhan dari kandungan mineral baik internal maupun eksternal, di sini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik menguap sampai tinggal unsur anorganik saja. Kadar abu tidak larut asam, abu ditambahkan HCl encer, sehingga mineral internal atau mineral yang terkandung di dalam tanaman larut asam. Kadar abu yang tidak larut asam menunjukkan pengotoran yang berasal dari luar seperti pasir dan silikat. Kadar sari larut air diperoleh 18,865% dan kadar sari larut etanol diperoleh 16,729%. Metode penentuan kadar sari digunakan untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang terekstraksi dalam pelarut dari sejumlah simplisia. Profil kromatografi dari simplisia daun sirsak diperoleh 5 noda yang dilihat dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm dengan Rf 0,92; 0,82; 0,75; 0,6; 0,28. Profil kromatografi simplisiadaun sirsak diperlihatkan dalah Gambar 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Simplisia Karakterisasi serbuk simplisia daun sirsak yaitu susut pengeringan diperoleh 6,9403%, Susut pengeringan menunjukkan jumlah zat yang menguap atau hilang akibat pemanasan. Susut pengeringan 98

103 Ekstrak C. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rendemen Karakterisasi Ekstrak Kadar air Ekstrak A : 11,6649%, Ekstrak B : 23,3309%, Ekstrak C : 29,9956%. Hasil perhitungan statistik kadar air dengan program SPSS, untuk hasil perhitungan ANOVA menunjukkan Ekstrak C lebih tinggi, mungkin disebabkan karena tingginya kadar air yang terdapat pada Ekstrak C, sehingga sedikit air yang menguap. Data kandungan senyawa fenolat total dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 1. Profil kromatografi lapis tipis simplisia daun sirsak Rendemen Ekstrak Rendemen diperoleh 19,3046% untuk campuran pelarut etanol 96% : air (1:0), 22,8633% untuk campuran pelarut etanol 96% : air (2:1), 32,458% untuk campuran pelarut etanol 96% : air (1:1). Untuk selanjutnya ekstrak etanol 96% : air (1:0) disebut dengan Ekstrak A, ekstrak etanol 96% : air (2:1) disebut dengan Ekstrak B, ekstrak etanol 96% : air (1:1) disebut dengan Metode penetapan kadar senyawa fenolat menggunakan reagen Folin-Ciocalteau yang merupakan metode spesifik dan sensitif untuk senyawa fenol serta reagen yang digunakan dalam jumlah yang sedikit. Reagen fenol ini berwarna kuning dan akan berubah menjadi warna biru tua jika direaksikan dengan larutan simplisia dan ekstrak yang telah ditambahkan dengan natrium karbonat (Underwood, 1996). Sebelum dilakukan pengukuran absorban larutan asam galat maupun sampel larutan ekstrak, terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum dari asam galat Folin-Ciocalteau. Ini dilakukan untuk dapat menentukan pada panjang gelombang berapa asam 99

104 galat Folin-Ciocalteau memberikan serapan paling tinggi. Pada penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan larutan asam galat pada konsentrasi 80 ppm dan didapatkan panjang gelombang maksimum 756,5 nm pada serapan 0,527. Pengukuran serapan larutan asam galat didapatkan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y = 0, ,00541x dengan r = 0,997. Kadar senyawa fenolat total menggunakan persamaan regresi linier didapatkan kadar senyawa fenolat total dalam yaitu Ekstrak A : 0,6569%, Ekstrak B : 0,8159%, Ekstrak C : 0,9071%. Hasil perhitungan statistik ANOVA menunjukkan bahwa nilai F = 2945,395 dengan Sig. = 0,000 (<0,05), yang berarti terdapat perbedaan masing-masing kelompok pelarut terhadap kadar senyawa fenolat total. Ini artinya bahwa kadar senyawa fenolat yang paling tinggi pada perbandingan pelarut Ekstrak C sesuai dengan tingkat kepolaran dari pelarut, semakin tinggi kepolaran larutan maka senyawa fenolat akan semakin banyak terlarut, ini disebabkan karena senyawa fenolat memiliki kelarutan yang baik dalam air. Gambar 2. Aktivitas antioksidan ekstrak daun sisrak dengan etanol 96% Aktivis Antioksidan Ekstrak Daun Sirsak Hasil Daya antioksidan dari ekstrak daun sirsak dilihat pada Gambar 2, 3 dan

105 Untuk pengujian daya antioksidan digunakan metode DPPH. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan cepat teroksidasi karena udara dan cahaya. Tapi bila disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil dalam waktu cukup lama. Pada metode ini, DPPH berperan sebagai radikal bebas yang kemudian diredam radikal bebasnya oleh antioksidan yang terdapat pada larutan sampel membentuk 1,1- difenil-2-pikril hidrazin. Reaksi ini akan menyebabkan perubahan warna dari ungu menjadi kuning yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 515,5 nm. Besarnya daya antioksidan ditandai dengan IC50 yakni suatu nilai yang menggambarkan besarnya konsentrasi dari ekstrak uji yang dapat menangkap radikal bebas 50% melalui persamaan garis regresi linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi senyawa sampel (X) dengan aktivitas penangkap radikal rata-rata (Y). Dari hasil pengukuran daya antioksidan dengan metode DPPH diperoleh nilai IC50 dari tiap-tiap ekstrak adalah Ekstrak A : 70,89 µg/ml, Ekstrak B : 105,098 µg/ml, Ekstrak C : 102,59 µg/ml. Sedangkan untuk pembanding digunakan asam galat dengan nilai IC50 adalah pada konsentrasi 2,2 µg/ml. Dari data diatas dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai IC50 maka senyawa tersebut memiliki keefektifan dalam menangkap radikal bebas. Hasil diatas menujukkan bahwa yang memiliki nilai IC50 paling kecil adalah Ekstrak A, artinya bahwa ekstrak ini mampu menangkap 50% radikal bebas hanya pada konsentrasi 70,89 µg/ml. Pada data ini terlihat bahwa campuran senyawa yang memberikan kadar fenolat tinggi yaitu Ekstrak C (campuran pelarut etanol 96% : air (1:1)) sedangkan untuk daya antioksidan tertinggi pada Ekstrak A (ekstrak etanol 96%). Senyawa fenol yang larut dipengaruhi kepolaran pelarut sedangkan daya antioksidan pelarut dipengaruhi oleh senyawasenyawa yang larut dalam campuran tersebut. Senyawa antioksidan selain fenolat antara lain alkaloid, vit. C, vit. E, beta karoten, dan lain-lain. Pada penelitian Matsushige et al., (2012) bahwa daun sirsak juga memiliki senyawa alkaloid yang mampu bekerja sebagai antioksidan. Senyawa alkaloid, terutama indol, memiliki kemampuan untuk menghentikan reaksi rantai radikal bebas secara efisien. Senyawa radikal turunan dari senyawa amina ini memiliki tahap terminasi yang sangat lama. Beberapa senyawa alkaloid lain yang bersifat antioksidan adalah quinolon, kafein yang dapat bertindak sebagai peredam radikal hidroksil dan melatonin yang berperan penting menjaga sel dari pengaruh radiasi dan toksisitas obat-obatan (Yuhernita & Juniarti, 2011). KESIMPULAN Hasi penelitian ini membuktikan bahwa perbandingan campuran pelarut etanol 96 % : air (1:1) memberikan kadar senyawa fenolat lebih baik dibandingkan dengan pelarut etanol 96 % saja atau campuran pelarut etanol 96 % - air (2:1). Pelarut etanol 96 % saja memberikan aktivitas antioxidan yang lebih tinggi dibandingkan campuran pelarutan etanol 96 % air 1:1 atau 2:1. SARAN 101

106 Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian pengaruh perbandingan campuran pelarut etanol-air terhadap kandungan acetogenin dari ekstrak kental daun sirsak (Annona muricata L.) DAFTAR PUSTAKA Adewole, S.O. & Caxton-Martins, E.A Morphological changes and hypoglycemic effects of Annona muricata Linn. (Annonaceae) leaf aqueous extract on pancreatic Β-cells of streptozotocintreated diabetic rats, African Journal of Biomedical Research. 9: Arthur, F.K.N, Woode, E., Terlabi, E.O., & Larbie, C Evaluation of hepatoprotective effect of aqueous extract of Annona muricata (Linn) leaf against carbon tetrachloride and acetaminophen-induced liver damage. Journal of Nature Pharmaceuticals. 3(1): Badan POM, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Volume 1, Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Darsono, P.V. & Kuntorini, E.M Gambaran Struktur Anatomis Dan Uji Aktivitas Antioksidan Daun Serta Batang Hydroleaspinosa. Bioscientia. 9(2): Departemen Kesehatan Republik Indonesia Suplemen II Farmakope herbal Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gaedcke, F., Steinhoff, B. & Blasius, H Herbal medicine product. CRC Press. Stuttgart. Ismail, J., Runtuwene, M.R.J. & Fatimah, F Penentuan Total Fenolik dan Uji Aktivitas Antioksidan Pada Biji dan Kulit Buah Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke). Jurnal Ilmiah Sains. 12(2): Kassim, J.M., Hussin, H.M., Achmad, A., Dahon, N. H., Suan, T.K. & Hamdan S Determination of total phenol, condensed tannin and flavonoid contents and antioxidant activity of Uncaria gambir extracts. Majalah Farmasi Indonesia. 22(1): Matsushige, A., Kotake, Y., Matsunami, K., Otsuka, H., Ohta, S., & Takeda, Y. 2012, Annonamine, a new aporphine alkaloid from the leaves of Annonamuricata. Chem. Pharm. Bull. 60(2): Meilandari, M Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak daun Garcinia kydia Roxb. Dengan metode Dpph dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi yang Aktif. Skripsi : Universitas Indonesia. 102

107 Molyneux, P The Use of The Stable Free Radical Diphenilpicrilhydrazyl (DPPH) for Esrimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. 26 (2) : Pourmurad, F., Hosseinimehr, S.J. & Shahabimajd, N Antioxidan activity, Phenol and flavonoid contens of some selected Iranian Medicinal Plants, African Journal of Biotechnology. 5 (11): (Ostrinia furnacalis G.) dengan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.). Sulawesi Selatan: Balai Peneletian Tanaman Sereal. Yuhernita & Juniarti Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak J. Sains Tek. Far., 18(1), 2013 Metanol Daun Surian Yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. MAKARA, SAINS. 15 (1): 48-52Harrizul R., et al. Rachmani, E.P.N., Suhesti, T.S., Widiastuti, R., & Aditiyono. 2012, The breast of anticancer from leaf extract of Annona muricata againts cell line in T47D, International Journal of Applied Science and Technology. 2(1): Syahida, M., Maskat, M.Y., Suri, R., Mamot, S. & Hadijah H Soursop (Anona muricata L.): Blood hematology and serum biochemistry of Sprague- Dawley rats. International Food Research Journal. 19(3): Taylor, L Technical data report for graviola (Annonamuricata). Austin: Sage Press. Tenrirawe, A. & Pabbage, M.S Pengendalian penggerek batang jagung 103

108

Farmaka Vol. 14 No Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Fasilitas

Farmaka Vol. 14 No Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Fasilitas Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Fasilitas 1 Kesehatan Rawat Jalan pada Tahun 2015 dengan Metode ATC/DDD Dika P. Destiani 1, Rina S 1., Eli H 1, Ellin F 1, Syahrul N 2,3

Lebih terperinci

Farmaka Volume 14 Nomor 2 19

Farmaka Volume 14 Nomor 2 19 Volume 14 Nomor 2 19 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI FASILITAS KESEHATAN RAWAT JALAN PADA TAHUN 2015 DENGAN METODE ATC/DDD Dika P. Destiani 1, Rina S 1., Eli H 1, Ellin

Lebih terperinci

EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG MENGGUNAKAN INSULIN

EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG MENGGUNAKAN INSULIN EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG MENGGUNAKAN INSULIN Fahma Shufyani 1, Fatma Sri Wahyuni 2, Khairil Armal 3 1 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

Jl.Cerme No.24 Sidanegara Cilacap * Kata Kunci : Terapi Steam Sauna, Penurunan Kadar Gula Darah, DM tipe 2

Jl.Cerme No.24 Sidanegara Cilacap * Kata Kunci : Terapi Steam Sauna, Penurunan Kadar Gula Darah, DM tipe 2 PENGARUH TERAPI STEAM SAUNA TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BUKATEJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2013 Effect Of Steam Sauna Therapy

Lebih terperinci

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh Pengaruh Konsultasi Gizi Terhadap Asupan Karbohidrat dan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Effect of Nutrition

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi telah menjadi penyebab kematian yang utama dari 57,356 penduduk Amerika, atau lebih dari 300,000 dari 2.4 milyar total penduduk dunia pada tahun 2005. Selebihnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Pasien Hipertensi di Puskesmas Kraton dan Yogyakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antihipertensi yang dapat mempengaruhi penurunan

Lebih terperinci

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No. PENGARUH LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE 10 APRIL 30 MEI 2015 Halisah 1, Riza Alfian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien Penelitian mengenai evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien stoke akut di bangsal rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN ANGIOTENSIN RESEPTOR BLOKER (ARB) pada PASIEN STROKE ISKEMIK RAWAT INAP di RSU. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

STUDI PENGGUNAAN ANGIOTENSIN RESEPTOR BLOKER (ARB) pada PASIEN STROKE ISKEMIK RAWAT INAP di RSU. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG STUDI PENGGUNAAN ANGIOTENSIN RESEPTOR BLOKER (ARB) pada PASIEN STROKE ISKEMIK RAWAT INAP di RSU. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG RUTH AGUSTINA R. 2443009171 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA Adam M. Ramadhan, Laode Rijai, Jeny Maryani Liu Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi secara paralel, transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengubah pola penyebaran penyakit dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA Faisal Ramdani, Nur Mita, Rolan Rusli* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Farmaka Tropis Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga meningkatkan risiko PKV seperti pembesaran ventrikel kiri, infark

BAB I PENDAHULUAN. sehingga meningkatkan risiko PKV seperti pembesaran ventrikel kiri, infark BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. 1 Tekanan darah secara fisiologis dapat naik dan turun mengikuti siklus

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN Muhammad Yusuf¹; Aditya Maulana Perdana Putra² ; Maria Ulfah³

Lebih terperinci

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Komala Appalanaidu Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (ria_not_alone@yahoo.com) Diterima: 15 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Diabetes Mellitus yang tidak ditangani dengan baik dan tepat dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi pada organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh

Lebih terperinci

INTISARI. Puskesmas 9 NopemberBanjarmasin. 1 Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin 2

INTISARI. Puskesmas 9 NopemberBanjarmasin. 1 Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin 2 INTISARI PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN DI PUSKESMAS NOPEMBER BANJARMASIN Tria Shinta 1 ; Ratih Pratiwi Sari 2 ; Dreiyani Abdi M 3 Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan

Lebih terperinci

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia. PERBEDAAN TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT PADA LANSIA DI UPT PANTI SOSIAL PENYANTUNAN LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG Yasinta Asana,c*, Maria Sambriongb, dan Angela M. Gatumc

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan dengan Penyakit Gula karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau gula di dalam darah melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidakfungsian insulin (resistensi insulin), menurunnya fungsi

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN CALCIUM CHANNEL BLOCKER pada PASIEN STROKE ISKEMIK RAWAT INAP di RSU. Dr SAIFUL ANWAR MALANG

STUDI PENGGUNAAN CALCIUM CHANNEL BLOCKER pada PASIEN STROKE ISKEMIK RAWAT INAP di RSU. Dr SAIFUL ANWAR MALANG STUDI PENGGUNAAN CALCIUM CHANNEL BLOCKER pada PASIEN STROKE ISKEMIK RAWAT INAP di RSU. Dr SAIFUL ANWAR MALANG SITI RUKIA 2443009141 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan di pembuluh darah naik secara persisten. Setiap kali jantung berdenyut maka darah akan terpompa ke seluruh pembuluh

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori, dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Edukasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak beberapa dekade belakangan ini para ilmuan dibidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak beberapa dekade belakangan ini para ilmuan dibidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa dekade belakangan ini para ilmuan dibidang kesehatan menyimpulkan bahwa faktor diurnal dan nokturnal (siang dan malam) mempengaruhi ritme sirkadian tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Farida Rahmawati, Anita Agustina INTISARI Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita penyakit diabetes mellitus di seluruh dunia meningkat dengan cepat. International Diabetes Federation (2012) menyatakan lebih dari 371 juta jiwa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 I Made Mertha I Made Widastra I Gusti Ayu Ketut Purnamawati Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar Email: mertha_69@yahoo.co.id Abstract

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi yang memerlukan

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan Naskah Publikasi, November 008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Hubungan Antara Sikap, Perilaku dan Partisipasi Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe di RS PKU

Lebih terperinci

Diajukan oleh RA Oetari

Diajukan oleh RA Oetari ANALISIS PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP HIPERTENSI DENGAN DIABETES DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA PADA TAHUN 2010 DAN 2011 DENGAN METODE ATC/DDD Tesis Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain kematian, Diabetes Mellitus (DM) juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia. Penyakit DM dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM sudah banyak dicapai dalam kemajuan

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL 2015 purnamirahmawati@gmail.com riza_alfian89@yahoo.com lis_tyas@yahoo.com

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN Herlyanie 1, Riza Alfian 1, Luluk Purwatini 2 Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH NORMAL PADA MANUSIA

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH NORMAL PADA MANUSIA ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH NORMAL PADA MANUSIA Tommy Wibowo, 2013, Pembimbing I : dr. Fenny, Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NAMA :Twenty

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH ANTARA PENGGUNAAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DAN APLIKASI DIGITAL PILLBOX REMINDER

PERBANDINGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH ANTARA PENGGUNAAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DAN APLIKASI DIGITAL PILLBOX REMINDER PERBANDINGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH ANTARA PENGGUNAAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DAN APLIKASI DIGITAL PILLBOX REMINDER PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Fitri Maulidia 1 ; Yugo Susanto 2 ; Roseyana

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE 2016 Jones Vita Galuh Syailendra, 2014 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes. Pembimbing 2 : Budi Widyarto, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan di masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan di masyarakat terutama pada usia dewasa dan lansia. Hipertensi dapat terjadi tanpa adanya sebab-sebab khusus (hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ditandai oleh penduduk dunia yang mengalami pergeseran pola pekerjaan dan aktivitas. Dari yang sebelumnya memiliki pola kehidupan agraris berubah menjadi

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PASEIN DM TIPE 2 SETELAH PEMBERIAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DI PUSKESMAS MELATI KABUPATEN KAPUAS

PERUBAHAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PASEIN DM TIPE 2 SETELAH PEMBERIAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DI PUSKESMAS MELATI KABUPATEN KAPUAS INTISARI PERUBAHAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PASEIN DM TIPE 2 SETELAH PEMBERIAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DI PUSKESMAS MELATI KABUPATEN KAPUAS Rinidha Riana 1 ; Yugo Susanto 2 ; Ibna Rusmana 3 Diabetes

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK 1 POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK Robiyanto*, Nur Afifah, Eka Kartika Untari Prodi Farmasi, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian secara global. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat

Lebih terperinci

HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013

HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Wahyudi 1, Aditya Maulana P.P, S.Farm.M.Sc., Apt.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi politik dan ekonomi mengakibatkan perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat

Lebih terperinci

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-JUNI 2014

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-JUNI 2014 EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-JUNI 2014 Pande Made Rama Sumawa 1), Adeanne C. Wullur 2), Paulina

Lebih terperinci

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya Yessy Mardianti Sulistria Farmasi /Universitas Surabaya yessy.mardianti@yahoo.co.id Abstrak Diabetes mellitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) tipe 2 yang dahulu dikenal dengan nama non insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN BPJS DI RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN BPJS DI RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN BPJS DI RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO Widarika Santi Hapsari *, Herma Fanani Agusta Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK GULA PUTIH, ASPARTAM, BROWN SUGAR, GULA AREN, DAN STEVIA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK GULA PUTIH, ASPARTAM, BROWN SUGAR, GULA AREN, DAN STEVIA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK GULA PUTIH, ASPARTAM, BROWN SUGAR, GULA AREN, DAN STEVIA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH Dinar Sarayini Utami P., 2016, Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Lusiana Darsono dr., M.Kes. :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah akibat dari kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013). Global Status Report

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan diberbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN PROSENTASE FRAGMENTOSIT ANTARA PENDERITA DM TIPE 2 DENGAN ORANG NON-DM DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH

ABSTRAK PERBANDINGAN PROSENTASE FRAGMENTOSIT ANTARA PENDERITA DM TIPE 2 DENGAN ORANG NON-DM DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH ABSTRAK PERBANDINGAN PROSENTASE FRAGMENTOSIT ANTARA PENDERITA DM TIPE 2 DENGAN ORANG NON-DM DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH Theresia Indri, 2011. Pembimbing I Pembimbing II : Adrian Suhendra, dr., Sp.PK., M.Kes.

Lebih terperinci

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang, secara khusus bagi masyarakat Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Albert Yap, 2013, Pembimbing I: Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA Dedy Arif Abdillah 1), Happy Indri Hapsari 2), Sunardi 3) 1) Mahasiswa SI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus atau kencing manis salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci