FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA"

Transkripsi

1 PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN ATAS PELANGGARAN DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU TERHADAP KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN SKRIPSI OLEH : INGANAH NPM : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2015 i

2 PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN ATAS PELANGGARAN DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU TERHADAP KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya OLEH : INGANAH NPM : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2015 i

3 PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN ATAS PELANGGARAN DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU TERHADAP KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN NAMA : INGANAH FAKULTAS : HUKUM JURUSAN : ILMU HUKUM NPM : DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : DOSEN PEMBIMBING, Dr. H. TAUFIQURAHMAN, S.H.,M.Hum ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua : TRI WAHYU ANDAYANI, S.H.,C.N.,MH ( Dekan Fakultas Hukum ) 2. Sekretaris : Dr. H. TAUFIQURAHMAN, S.H,M.Hum ( Pembimbing ) 3. Anggota : Dr. Febria Nur Kasimon, SH, MH ( Dosen Penguji I ) Andy Usmina, SH., MH ( Dosen Penguji II ) iii

5 LEMBAR PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada : Ayah Tercinta Alm. Ngainun dan Ibu Tercinta Sulami Isteriku Tersayang Siti Fatimah dan kedua anak-anakku yang ku banggakan Irfan Hidayat dan Siti Aniatul Zazilah iv

6 MOTTO: Oleh karena perpecahan itu, ajaklah mereka kepada kesatuan pendapat. Namun, tetaplah pada pendirian sebagaimana yang di perintahkan kepadamu dan janganlah di turuti hawa nafsumu. Dan katakanlah kepadanya : Aku beriman kepada kitab yang di turunkan Allah dan aku di perintahkan supaya berlaku adil di antaramu. Allah itu adalah Tuhan kami dan Tuhanmu juga. Amal kami untuk kami dan amalmu untuk kamu. Tiada gunanya permusuhan antara kami dan kamu. Allah kami akan mengumpulkan kita semua dan kepadanya tempat kembali. (Al Quran Surat As-Syuura 42 Ayat 15) v

7 KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan dan melimpahkan segala rahmat, hidayah dan segala sesuatunya kepada penulis sehingga Pertanggungjawaban penulisan Perusahaan Skripsi Atas dengan judul Pelanggaran : Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Terhadap Karyawan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, baik dalam bentuk bantuan moril spritual maupun materiil, penulisan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik dan sempurna. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak H. Budi Endarto, S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya ; 2. Bapak Dr. H. Universitas Pembimbing Taufiqqurahman, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Rektor Wijaya Putra atas bantuan Surabaya dan sekaligus jasanya juga dengan sebagai penuh Dosen kesabaran memberikan banyak ilmu pengetahuan, arahan, saran dan nasehat kepada vi

8 penulis hingga bisa memahami ilmu hukum dan penulisan skripsi ini selesai tepat waktu ; 3. Ibu Tri Wahyu Andayani, S.H.,C.N.,M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Kritik dan saran serta pelayanan akademik di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya ; 4. Ibu Ani Purwati, S.H.,M.H, selaku Ketua Program Studi Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya yang memberikan bantuan kepada penulis dalam bentuk pelayanan akademik di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya ; 5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan tentang ilmu hukum dan pengalamannya kepada penulis ; 6. Kepada Ayah Tercinta Alm. Ngainun dan Ibu Tercinta Sulami yang telah mendidik, merawat, membimbing dan berdoa untuk penulis agar senantiasa dalam keadaan sehat dan sukses hingga saat ini ; 7. Isteriku Tercinta Siti Fatimah yang telah mencintai, mengasihi, menyayangi dan menemani penulis dalam suka maupun duka dalam menempuh kehidupan rumah tangga selama ini ; 8. Anak-anakku Tersayang Irfan Hidayat dan Siti Aniatul Zazilah yang menjadi kebanggaanku dalam kehidupan ini ; 9. Kakak-kakak Alumni Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya : Sulton Sulaiman, S.H dan lain-lainnya ; vii

9 10. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya yang telah berjuang bersama dalam menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya ; 11. Kepada pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung penulis dalam bentuk dukungan moril dan materiil hingga penulisan skripsi ini bisa selesai ; Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat di harapkan sebagai bahan penelitian di masa yang akan datang nantinya. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya kepada penulis dalam pengembangan ilmu hukum. Surabaya, 10 Juli 2015 Penulis viii

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN TIM PENGUJI... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv MOTTO... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Penjelasan Judul Alasan Pemilihan Judul Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metode Penelitian Sistematika Pertanggungjawaban BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANTARA PIHAK PERUSAHAAN DAN TENAGA KERJA DI INDONESIA Pengaturan Perjanjian Kerja Menurut Ketentuan Hukum Di Indonesia Pengertian Perjanjian Kerja Asas-Asas Hukum Dalam Perjanjian Kerja ix

11 4. 5. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian Kerja... Jenis Jenis Perjanjian Kerja Isi Perjanjian Kerja Berakhirnya Perjanjian Kerja Pelanggaran Pelaksanaan PKWT Oleh Perusahaan Ketiadaan Pemenuhan Hak Tenaga Kerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Oleh Perusahaan Tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Secara Sepihak Oleh Perusahaan BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN TERHADAP TENAGA KERJA ATAS PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA WAKTU KERJA TERTENTU DI INDONESIA Pemenuhan Hak-Hak Tenaga Kerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban Perusahaan Kepada Tenaga Kerja Di Indonesia Tanggung Jawab Perusahaan Atas Hak Upah Tenaga Kerja Tanggung Jawab Perusahaan Atas Keselamatan Dan Kesehatan Tenaga Kerja Tanggung Jawab Perusahaan Atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja Tanggung Jawab Perusahaan Atas Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja Penyelesaian Perselisihan Dalam Pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Sebagai Wujud Pertanggungjawaban Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja Di Indonesia Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Sanksi Hukum Terhadap Perusahaan Yang Melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu x

12 BAB IV PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR BACAAN... xi 103

13 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan sebagai bagian dari Integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, derajat dan martabat serta harga diri tenaga kerja serta tak lupa untuk turut ikut serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual. Sejalan dengan itu semua, pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia harus diatur dengan sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha di Indonesia. Jika hal ini diperhatikan secara menyeluruh, maka pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia mempunyai banyak dimensi dan ketekaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama dan sesudah masa kerja saja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Untuk itu, sangat diperlukan suatu pengaturan yang menyeluruh dan kompherensif, antara lain yang mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja dan pembinaan hubungan Industrial. 1

14 Pembinaan Industrial sebagai bagian dari pembangunan tenaga kerja harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Untuk itu lah, segala pengakuan, penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dalam pembangunan ketenagakerjaan serta penegakan demokrasi dalam bidang ketenagakerjaan diharapkan dapat mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja di Indonesia untuk membangun negara Indonesia yang di cita-citakan. Pembangunan nasional di Negara Indonesia dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata baik secara materiil maupun spiritual berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD Hal ini tentunya sangat ditunjang dan tidak terlepas dari adanya partisipasi dan kerjasama yang berkesinambungan antara Pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini masyarakat biasanya lebih merumuskan pembangunan nasional kearah yang multi kompleks yaitu mencari peradaban ekonomi yang sehat dan berkembang di dalam suatu pemerintahan yang ada. Salah satu yang dilakukan adalah dalam bidang pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia karena hal ini merupakan urat dan nafas dari perusahaan. Tidak bisa di pungkiri bahwa tenaga kerja di perusahaan sering kali mengalami hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang sengaja dan dirumuskan kedalam hal-hal yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Kita ketahui bersama bahwa Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara 2

15 yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sejalan dengan itu, pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional harus lah dipergunakan untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata baik materiil dan spiritual di Indonesia. Untuk itulah pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha di Indonesia. Pada saat ini, dalam era globalisasi pembangunan ketenagakerjaan sangat berperan penting karna pembangunan ketenagakerjaan memiliki banyak dimensi dan keterkaitan dalam pembangunan nasional. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan Negara akan tetapi juga kepentingan Pengusaha dan Pekerja serta masyarakat luas di Indonesia. Berkembangnya suatu Negara dapat dilihat dari proses pertumbuhan ekonominya yang pesat dari sektor mikro maupun makro, dalam mewujudkan kehidupan bangsa yang sejahtera. Negara Indonesia merupakan negara yang di golongkan kedalam negara berkembang di mana pertumbuhan ekonominya dalam tahap lepas landas. Banyak sektor yang sedang mengalami pertumbuhan baik dari segi pertanian, pertambangan, perikanan maupun industri. Dari berbagai macam kegiatan ekonomi yang ada di Indonesia, hingga saat ini memiliki cara tersendiri dalam mensejahterakan rakyatnya yang diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat 1-5 UUD 1945, di mana disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar 3

16 atas asas kekeluargaan. Upaya negara dalam mensejahterakan rakyat dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan perekonomian di berbagai bidang salah satunya yaitu dibidang Industri/Ketenagakerjaan. Seperti kita ketahui, bahwa Industri merupakan ciri dari perekonomian negara berkembang yang menyerap banyak jumlah tenaga kerja. Dalam hal ini lah pemerintah berusaha untuk mengembangkan usaha industri dalam upaya meningkatkan perekonomian bangsa. Dari terlaksananya kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dalam bidang industri, mengakibatkan pula terjadinya berbagai macam persoalan yang muncul seperti yang telah disebutkan di atas bahwa dengan adanya kegiatan industri maka para pihak yaitu pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah akan terjadi suatu bentuk perjanjian kerja untuk mengatur tentang hak-hak dan kewajiban para pihak dalam bidang ketenagakerjaan. Dalam sistem ketenagakerjaan yang terdapat di Indonesia selama ini, hubungan kerja dan perjanjian kerja yang dibuat tidak terlepas dari hal hubungan antara perikatan dan perjanjian di mana suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu sementara perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbul lah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan Perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu bentuk perikatan antara dua orang yang membuatnya dan dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau 4

17 kesanggupan yang di ucapkan atau ditulis. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan dengan kata lain bahwa perjanjian adalah sumber perikatan di samping sumber-sumber lainnya. Kesimpulannya, bahwa perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting dan perikatan sesuatu yang abstrak sedangkan perjanjian adalah sesuatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Kita tidak dapat melihat dengan mata kepala kita suatu perikatan, kita hanya dapat membayangkannya dalam alam pikiran kita akan tetapi kita dapat melihat dan membaca dari suatu perjanjian ataupun mendengarkan perkataan-perkataannya. Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian (perjanjian kerja) sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undangundang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan dengan kata lain bahwa apabila dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum. Sungguhsungguh mereka itu terikat satu sama lain karena janji yang telah mereka berikan dan tali perikatan itu barulah putus kalau janji itu sudah dipenuhi. Hal ini sangatlah berkaitan dengan hubungan kerja dan perjanjian kerja yang terdapat di Indonesia yaitu dalam hal perjanjian kerja akan berakibat hukum yang mengikat secara pengusaha dan formil maupun materiil antara pekerja/buruh, pemerintah untuk mencegah terjadinya pelanggaran perjanjian (wanprestasi) dalam bidang ketenagakerjaan. Hal ini sangat menarik untuk di kaji lebih mendalam lagi agar ada suatu acuan dasar dalam pelaksanaan perlindungan hukum bagi para pekerja/buruh, pengusaha dan 5

18 pemerintah untuk memajukan kehidupan ekonomi di Negara Kesatuan Republik Indonesia dimasa kini dan dimasa yang akan datang. Di Indonesia, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis maupun lisan dan perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis di persyaratkan dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam ketentuan Pasal 52 UUK disebutkan dengan jelas bahwa Perjanjian Kerja dibuat atas dasar : a. b. c. d. Kesepakatan kedua belah pihak ; Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum ; Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; Sementara itu, mengenai Perjanjian Kerja tersebut dapat dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Hal ini termuat dalam ketentuan Pasal 56 ayat 2 UUK yaitu bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 didasarkan atas : a. Jangka waktu ; atau b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu ; Jika hal ini di perhatikan, maka perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak Pengusaha/Perusahan dengan Tenaga Kerja tentu saja tidak terlepas dari adanya macam-macam perikatan itu sendiri. Sebagaimana kita lihat, suatu perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Apabila di masing-masing pihak hanya ada satu orang, sedangkan sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal, dan penuntutan ini dapat dilakukan seketika, maka perikatan ini merupakan bentuk yang paling 6

19 sederhana yang secara hukum hal yang sederhana seperti ini dapat disebut sebagai perikatan bersahaja atau perikatan murni. Dalam bukunya Subekti1, disamping bentuk yang paling sederhana itu, hukum Perdata mengenal pula berbagai macam-macam perikatan yang agak lebih rumit. Bentuk-bentuk yang lain itu adalah : a. Perikatan bersyarat ; b. Perikatan dengan ketetapan waktu ; c. Perikatan mana suka (alternatif) ; d. Perikatan tanggung-menanggung atau solider ; e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi ; f. Perikatan dengan ancaman hukuman ; Di samping itu juga, semua perikatan-perikatan yang beraneka ragam di atas dalam hal perikatan-perikatan atau perjanjian kerja di Indonesia harus lah dengan menggunakan itikad baik agar ada suatu tanggung jawab dari semua pihak yang melakukan setiap perjanjian di Indonesia. Sampai saat ini, berbagai macam perusahaan yang bergerak dibidang Industri turut menyerap banyak tenaga kerja di mana di dalamnya terdapat hubungan antara pekerja dengan pengusaha selaku pihak yang memperkerjakan para tenaga kerja khususnya tenaga kerja Indonesia. Jika di perhatikan pada umumnya sebelum di terbitkannya UUK, istilah mengenai tenaga kerja dan pengusaha/perusahaan dikenal dengan istilah buruh dan majikan saja. Sedangkan hubungan kerja adalah hubungan seorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja hendak menunjukkan kedudukan 1 Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Kelima Belas, Intermasa, Jakarta, 1994, Hal. 4 7

20 kedua pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajibankewajiban buruh terhadap majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban majikan terhadap buruh. Adanya hubungan kerja ialah hanya bila ada buruh dan majikannya atau majikannya dengan buruhnya. Hubungan antara seorang bukan buruh dengan seorang bukan majikan, bukanlah hubungan kerja. Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan yaitu suatu perjanjian di mana pihak kesatu yaitu pihak buruh mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak kedua yaitu majikan dan pada pihak lainnya yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah. Pada pihak lainnya, mengandung arti bahwa pihak buruh dalam melakukan pekerjaan itu berada di bawah pimpinan pihak majikan. Di tengahtengah masyarakat Indonesia juga dikenal adanya bermacam-macam hubungan lain antara dua belah pihak yang dasarnya adalah juga melakukan pekerjaan dengan pembayaran sebagai balas jasa tetapi tidak dinamakan hubungan kerja. Dapat dipahami bahwa di Indonesia sendiri, pemerintah telah membuat dan mengadakan peraturan-peraturan mengenai hak dan kewajiban buruh dan majikan, baik yang harus dipatuhi dan dituruti oleh kedua belah pihak, maupun yang hanya akan berlaku, bila kedua belah pihak tidak mengaturnya sendiri dalam suatu bentuk perjanjian kerja. Menurut ketentuan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) disebutkan bahwa : suatu perjanjian suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Demikian juga menurut pendapat para ahli hukum, salah satunya 8

21 yaitu pendapat R. Subekti2, undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam 3 (tiga) macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu ; 2. Perjanjian kerja/perburuhan ; dan 3. Perjanjian pemborongan pekerjaan ; Hal ini menunjukkan, adanya suatu perkembangan yang lebih baik mengenai sistem ketenagakerjaan di negara indonesia dalam hal pengaturan definisi maupun pengertian perjanjian kerja. Jika hal ini diperhatikan lebih mendalam lagi, salah satu undang-undang yang mengatur tentang perjanjian kerja di Indonesia yaitu UUK. Di dalamnya disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh, di mana perjanjian kerja tersebut dibuat secara tertulis ataupun secara lisan meskipun sebaiknya dibuat secara tertulis agar dapat menjadi kekuatan hukum yang mengikat para pihak yakni antar pengusaha dan pekerja/buruh. Hal ini dimaksudkan untuk dapat dijadikan alat bukti terhadap indikasi penyelewengan atau perbuatan pelanggaran-pelanggaran perjanjian (wanprestasi) terhadap perjanjian kerja yang telah dibuat sebelumnya antara pihak pengusaha/perusahaan dengan pihak tenaga kerja dan diawasi oleh pihak pemerintah Indonesia. Akan tetapi jika dilihat dengan seksama, bahwa dari pelaksanaan kegiatan hubungan kerja yang dilaksanakan oleh pengusaha selama ini di Indonesia juga telah secara langsung dan tidak langsung juga mengakibatkan berbagai macam persoalan-persoalan yang muncul pada saat ini, salah satunya adalah mengenai Perjanjian Kerja. Perjanjian kerja yang dibuat dan 2 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesembilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, Hal. 57 9

22 dilakukan oleh Pengusaha/Perusahaan dengan Tenaga Kerja selama ini di Indonesia pada kenyataannya dengan terang-terangan maupun diam-diam, di beberapa perusahaan-perusahaan adalah dengan menggunakan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) saja. Hal ini menunjukkan, telah jelas-jelas kerap menimbulkan permasalahan-permasalahan yang pada akhirnya berujung pada konflik-konflik yang berkepanjangan. Hal ini di perparah lagi karena permasalahan yang menyangkut PKWT tidak bisa tuntas dengan maksimal dan jelas penyelesaiannya selama ini. Setiap manusia dalam hal ini yaitu setiap Tenaga Kerja adalah merupakan mahkluk sosial dan sebagai mahkluk hidup yang berkodrat serta hanya dapat hidup di tengah-tengah masyarakat luas serta selalu harus berhubungan dengan satu sama lain. Di sadari atau tidak, untuk upaya mencukupkan dirinya baik kebutuhan hidupnya secara materiil seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, serta kebutuhan azasi seperti kebebasan dalam mendapatkan/memperoleh agama, pendidikan, pelayanan publik, perlindungan hukum, kesetaraan gender dan kebutuhan lain sebagainya. Sebagai mahkluk yang bermasyarakat, setiap tenaga kerja di setiap perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia juga akan selalu berinteraksi dalam lingkungan sekitarnya di mana ia hidup dan bertempat tinggal. Saling membutuhkan untuk memenuhi keperluannya, tolong menolong, kerjasama dan lain sebagainya merupakan bagian dari implikasi adanya interaksi antar manusia khususnya tenaga kerja di Indonesia. Dalam hal ini, konsekuensi dari suatu kerjasama adalah timbul dan adanya suatu perjanjian yang harus dibuat oleh pihak pengusaha/perusahaan dengan tenaga kerja terlebih dahulu agar kerjasama hubungan kerja memiliki harapan-harapan dan 10

23 kiranya perjanjian kerja yang dibuat dapat berjalan dengan baik, kondusif dan bisa saling menguntungkan semua pihak baik. Akan tetapi, harapan tersebut pada saat ini tidak berjalan dan justru yang terjadi adalah berakhirnya kerjasama/perjanjian kerja sebagaimana yang dimaksud dengan cara-cara yang tidak saling menguntungkan khususnya pihak tenaga kerja dan upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi permasalahan-permasalahan akan hal ini selama ini hanyalah bersifat pasif dan menunggu penetapan dari pada setiap Putusan Pengadilan, karena menurut versi pemerintah, jika lebih mengutamakan dan membela pihak tenaga kerja, maka pemerintah akan rugi karna pihak Investor di setiap perusahaan yang ada di seluruh wilayah Indonesia akan meninggalkan wilayah Indonesia dan lebih memilih melakukan investasi di negara lainnya. Akan tetapi tidak terlepas dari itu semua, bahwa dari semua pengaturan hukum yang ada selama ini khususnya yang menyangkut ketenagakerjaan di Indonesia, bagaimanapun harmonisnya suatu hubungan kerja, kadangkadang terjadinya perselisihan merupakan sesuatu yang sukar untuk dihindarkan dan semakin berkembang karena hal-hal yang justru sifatnya hak asasi manusia dari setiap tenaga kerja di Indonesia banyak dilanggar oleh pihak pengusaha/perusahaan baik itu pelanggaran yang menyangkut tentang Peraturan Perusahaan, Upah, Jam Kerja, Masa Cuti, Hak Pesangon, Hak Penghargaan Atas Masa Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan lain-lain sebagainya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak-hak dasar para tenaga kerja di Indonesia yang seharusnya menjadi dasar fundamental untuk dapat di dahulukan di setiap perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah Indonesia. 11

24 Jika di telaah secara hukum, berdasarkan ketentuan umum UUK yaitu dalam ketentuan Pasal 1 ayat 1 UUK, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Ketenagakerjaan adalah : segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Adapun yang dimaksud dengan tenaga kerja menurut undang-undang ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1 ayat 2 UUK bahwa Tenaga Kerja adalah : setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pengertian Pekerja/Buruh dicantumkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUK yaitu : setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sementara itu, mengenai tentang Pemberi Kerja ditentukan dalam ketentuan Pasal 1 ayat 4 UUK yaitu bahwa Pemberi Kerja adalah : orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badanbadan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dan baru lah kemudian pada ketentuan Pasal 1 ayat 4 UUK ditentukan mengenai Pengusaha yaitu bahwa Pengusaha adalah : a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ; b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ; c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia ; Melihat letak pasal ini, jelas-jelas bahwa pihak Tenaga Kerja di tempatkan pada ketentuan pasal yang pertama dan hal ini menunjukkan adanya suatu 12

25 realita bahwa cenderung pihak tenaga kerja yang terlebih dahulu di tuntut untuk memenuhi kewajibannya dibandingkan mendapatkan hak-haknya. Seperti kita ketahui bersama, bahwa beberapa peraturan perundangundangan yang ada di Indonesia khususnya yang mengatur dibidang ketenagakerjaan selama ini tidak terlepas dari unsur adanya suatu hubungan perikatan yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk suatu perjanjian kerja (PKWT) yang biasanya mampu mengikat semua pihak dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Jika dicermati lebih mendalam, perikatan yang terdapat dalam suatu perjanjian kerja terkadang lebih cenderung menitik-beratkan pada perikatan-perikatan yang tidak semua dapat di mengerti oleh para pihak yang membuatnya dan hal ini berkaitan dengan sistem hukum yang masih diterapkan dan dipergunakan dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia selama ini, jelas-jelas masih mempergunakan sistem peninggalan kolonial Belanda. Hal ini sejalan dan berhubungan dengan pendapat yang dikemukakan oleh R. Setiawan3, bahwa sekalipun dalam Buku III BW mempergunakan judul Tentang Perikatan, namun tidak ada satu pasal pun yang menguraikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan perikatan dan hal ini adalah termasuk sebagian dari produk hukum peninggalan kolonial belanda yang jelas-jelas telah memojokkan posisi tenaga kerja di Indonesia pada posisi yang kurang begitu menguntungkan bahkan sangat jelas-jelas telah merugikan para tenaga kerja di Indonesia baik dalam pelayanan penempatan tenaga kerja, sistem upah, perjanjian kerja dan penyelesaian sengketa dalam perselisihan kerja dan sering hubungan industrial lebih menonjolkan kepada perbedaan kepentingan dan kedudukan serta tidak 3 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cetakan Kedua, Binacipta, Bandung, 1979, Hal. 2 13

26 sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan kebutuhan dimasamasa yang akan datang di Indonesia terlebih lagi di era globalisasi seperti yang telah terjadi saat ini. 2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut diatas, maka dapat di ambil rumusan masalah yaitu : a. Bagaimana pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dilakukan oleh pihak Pengusaha/Perusahaan dengan Tenaga Kerja di Indonesia? b. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban Pengusaha/Perusahaan atas pelanggaran dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap Tenaga Kerja menurut ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan? 3. Penjelasan Judul Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan tenaga kerja yang dibuat berdasarkan suatu perjanjian kerja yang secara garis besar memuat tentang unsur pekerjaan upah dan perintah. Titik ukur dalam hubungan kerja adalah adanya perjanjian kerja yang saling mengikat/saling merelakan antar hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja/buruh untuk dapat saling menerima dan pemenuhan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Hubungan industrial adalah suatu sistem yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilainilai yang ada pada Pancasila dan UUD

27 Jika ini dikaitkan dengan hubungan kerja yang ada saat ini, hubungan kerja yang terjadi saat ini terdapat berbagai permasalahan yang timbul sebagai akibat dari tidak terlaksananya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Oleh karena itu, perlu ada suatu ketentuanketentuan hukum yang mengatur dalam hal permasalahan ini terutama mengenai pertanggungjawaban pihak perusahaan atas berbagai pelanggaran perjanjian kerja (PKWT) yang dibuat dengan pihak tenaga kerja selama ini karena hubungan kerja pada dasarnya menitik-beratkan pada hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha saja. Akan tetapi, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang dibuat kedua belah pihak pada umumnya sebagaimana yang dimaksud di atas harus dapat di pertanggungjawabkan oleh semua pihak dan khususnya yang menyangkut sistem PKWT yang sarat dengan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat dapat memperoleh suatu kepastian hukum, keadilan hukum dan juga kemanfaatan hukum bagi dunia ketenagakerjaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Alasan Pemilihan Judul Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan tenaga kerja, yang terjadi setelah diadakan perjanjian kerja oleh tenaga kerja dengan pengusaha, dalam hal ini tenaga kerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah, dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan menerima upah. Di Indonesia sendiri, biasanya sebelum melaksanakan suatu pekerjaan di suatu perusahaan pasti terdapat suatu perjanjian yang dibuat baik secara lisan maupun tulisan antara pihak perusahaan dengan pihak tenaga kerja dalam jangka waktu tertentu yang memuat berbagai klausula- 15

28 klausula yang dibuat agar dapat dilaksanakan oleh para pihak. Adapun perjanjian kerja sebagaimana yang dimaksud adalah perjanjian kerja sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam ketentuan UUK yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja adalah merupakan suatu perjanjian di mana pihak karyawan/pekerja/buruh mengikatkan diri untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan bentuk perjanjian kerja biasanya bebas dan dapat dibuat secara lisan dan tertulis. Dalam hal ini, untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, seperti pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja di suatu perusahaan, maka pihak perusahaan berupaya untuk melakukan perjanjian tertulis demi menjamin adanya suatu kepastian hukum. Akan tetapi, justru kerap yang terjadi selama ini, justru pihak perusahaan lah yang dominan melakukan berbagai bentukbentuk pelanggaran terhadap perjanjian kerja (PKWT) yang telah disepakati bersama dengan cara tidak melaksanakan pertanggungjawaban atas pelanggaran perjanjian tersebut yaitu misalnya pelanggaran dalam hal pemutusan hubungan kerja secara sepihak, tidak memberikan upah sesuai ketentuan yang berlaku, tidak memberikan uang pesangon, penentuan upah dan waktu lembur kerja yang tidak tepat dan hal-hal lainnya yang merugikan pihak karyawan/pekerja/buruh serta pelanggaran-pelanggaran lainnya dalam setiap perusahaan-perusahaan. Dari uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, masalah PKWT yang dibuat oleh Pengusaha/Perusahaan dengan Tenaga Kerja perlu mendapat perhatian lebih dan berimbang dalam sistem dunia ketenagakerjaan di Indonesia agar tercapai suatu sistem ketenagakerjaan yang kondusif dan saling menguntungkan semua pihak di Indonesia. Hal yang berkaitan dengan 16

29 PKWT sebaiknya dapat memperoleh suatu kepastian hukum yang sifatnya mengikat dan dapat di pertanggungjawabkan secara hukum pula oleh pihakpihak terkait khususnya oleh pihak pengusaha/perusahaan sendiri agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran atas sistem PKWT dan juga dapat mempertanggungjawabkan secara hukum jika melakukan pelanggaran yang sifatnya merugikan pihak tenaga kerja di Indonesia. Berangkat dari sini lah penulis mengambil judul yaitu : Pertanggungjawaban Perusahaan Atas Pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Terhadap Tenaga Kerja Menurut Ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di Indonesia. 5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Dapat memahami defenisi hubungan kerja dan pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang dibuat oleh Pengusaha/Perusahaan dengan Tenaga Kerja di Indonesia. b. Dapat mengetahui pertanggungjawaban Pengusaha/Perusahaan atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam sistem PKWT terhadap Tenaga Kerja dan perlindungan hukum terhadap Tenaga Kerja dapat terjaga, berkeadilan dan dapat di pertanggungjawabkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. c. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa/peneliti yang ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang sama dan menambah pengetahuan peneliti tentang proses penegakan, kepastian dan pelaksanaan/penerapan hukum yang berkaitan dengan hubungan kerja dalam dunia ketenagakerjaan, sistem perjanjian kerja yang terjadi saat ini 17

30 dan dapat memahami dan mengerti tentang bentuk pertanggungjawaban pihak Pengusaha/Perusahaan atas pelanggaran PKWT terhadap Tenaga Kerja di Indonesia. d. Sebagai pelengkap informasi dan bahan acuan bagi semua pihak yang sedang mengalami atau menghadapi permasalahan-permasalahan yang timbul sehubungan dengan pertanggungjawaban Pengusaha/Perusahaan atas pelanggaran PKWT terhadap Tenaga Kerja sesuai ketentuan menurut UUK di Indonesia. 6. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian dalam penulisan skripsi ini yaitu : a. Tujuan akademis yakni, untuk memenuhi salah satu persyaratan pada studi tahap akhir guna untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. b. Sedangkan tujuan praktis yakni, penulis berupaya untuk menggali dan menjelaskan mengenai hubungan kerja yang terdapat dalam pengertian ketenagakerjaan di Indonesia, memahami sistem perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha/perusahaan dengan tenaga kerja, mengerti atas bentuk-bentuk perjanjian kerja yang dibuat yaitu dengan menggunakan sistem PKWT serta mampu memberikan suatu bentuk pertangungjawaban yang seharusnya dilakukan oleh pihak pengusaha/perusahaan guna memberikan penghargaan atas hak-hak dasar para tenaga kerja di Indonesia dalam setiap perjanjian kerja yang dibuat khususnya bagi pihak pengusaha/perusahaan yang menggunakan sistem PKWT yaitu dalam suatu bentuk pertanggungjawaban secara hukum oleh pihak pengusaha/perusahaan atas berbagai bentuk-bentuk pelanggaran PKWT 18

31 terhadap tenaga kerja yang selama ini terjadi sebagaimana menurut ketentuan UUK di Indonesia agar terdapat suatu keseimbangan yang baik, kondusif dan saling menguntungkan antara pihak pengusaha/perusahaan dengan tenaga kerja dalam setiap pelaksanaan hubungan kerja yang ada selama ini guna memajukan perekonomian di Indonesia pada umumnya yang berlandaskan pada rasa keadilan dan beradab secara hukum khususnya memberikan perlindungan hukum bagi pihak tenaga kerja atas sistem PKWT di Indonesia. 7. Metode Penelitian Ilmu Hukum merupakan satu cabang Ilmu Pengetahuan yang mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat presfiktif dan terapan. Sifat sifat presfektif Ilmu Hukum merupakan suatu yang substansial dalam ilmu hukum. Hal ini tidak akan mungkin dapat dipelajari oleh ilmu ilmu yang bukan ilmu hukum. Oleh sebab itu, jenis penelitian hukum pun jelas sangat berbeda dengan penelitian non hukum lainnya. a. Tipe Penelitian Pemilihan metode penelitian disesuaikan dengan batasan ilmu hukum yang akan di cari jawabannya tentang pertanggungjawaban perusahaan atas pelanggaran PKWT terhadap tenaga kerja sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia. Untuk dapat memberikan jawaban dan mentelaah isu-isu hukum tersebut, digunakan tipe Penelitian Hukum Normatif yakni suatu penelitian yang bertumpu pada telaah penelitian yuridis normatif atas hukum positif dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 19

32 b. Pendekatan Masalah Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan undang undang,yakni pendekatan dengan melakukan kajian terhadap peraturan perundang undangan yang berlaku dan peraturan lain yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas. Di samping itu, dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan doktrin/konsep yakni dengan memperhatikan, mempelajari dan memahami pendapat para ahli hukum dalam karya karya tulis ilmiah, misalnya buku buku literatur, jurnal hukum, makalah makalah dalam seminar dan sebagainya serta internet yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas dalam memberikan analisa atas peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut. c. Bahan Hukum Sebagai sumber dalam penelitian hukum normative terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri atas peraturan perundang undangan dan peraturan peraturan lainnya yang berlaku (Hukum Positif) yang pembahasannya terkait dengan pokok masalah yang dibahas dengan tidak membatasi peraturan hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku literatur, karya-karya tulis ilmiah para ahli hukum, makalah, jurnal hukum, internet dan sebagainya yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas. d. Langkah-langkah Penelitian Langkah langkah dalam penelitian ini, melalui beberapa tahap yaitu sebagai berikut : 20

33 1. Tahap Pertama Pada tahap pertama ini penulis memulai penelitian dengan mulai menggumpulkan bahan bahan hukum dan mengiventarisasi bahan hukum yang terkait dengan menggunakan studi kepustakaan dan media lainnya seperti internet dan lain lain. Kemudian bahan hukum di klasifikasikan dengan cara memilih bahan hukum, dan disusun secara sistematis agar mudah dibaca dan dipahami yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai penyempurnaan. 2. Tahap Kedua Dalam tahap kedua ini dilakukan pemahaman dan mempelajari bahanbahan hukum dengan menggunakan metode deduksi yaitu suatu metode penelitian yang diawali dengan menemukan pemikiranpemikiran atau ketentuan yang bersifat umum, untuk diterapkan pada pokok masalah yang dibahas yang lebih bersifat khusus. 3. Tahap Ketiga Untuk sampai pada jawaban permasalahan digunakan penafsiran sistematis, yaitu penafsiran yang mendasarkan hubungan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainya, pasal yang satu dengan pasal yang lainnya dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pokok bahasan. 8. Sistematika Pertanggung Jawaban Untuk dapat memberikan gambaran secara garis besar masalah masalah dan penelitian, memudahkan pembahasan dan dapat memahami permasalahan secara jelas, maka skripsi ini ditulis secara sistematis yakni dibagi dalam 4 (empat) Bab dan Sub Sub Bab yaitu sebagai berikut : 21

34 Bab I Pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran tentang mengapa, bagaimana dan untuk apa penelitian ini disusun. Oleh karena itu dalam Bab ini di paparkan tentang latar belakang masalah yang menjadi alasan penting mengapa kajian ini dilakukan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan permasalahan sebagai titik tolak kajian hukum ini, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, uraian tentang metode penelitian sebagai instrument kajian apakah langkah langkah dalam penelitian ini dapat dan bisa di pertanggungjawabkan kebenarannya. Sistematika pertanggungjawaban memberikan gambaran secara utuh tentang penelitian. Bab II Pengertian Perjanjian Kerja, Syarat Sahnya Perjanjian Kerja, Asas-asas Perjanjian pada umumnya, Unsur-unsur Dalam Perjanjian Kerja, Bentuk Perjanjian Kerja, Jenis Perjanjian Kerja, Isi Perjanjian Kerja dan Berakhirnya Hubungan Kerja. Dalam Bab ini membahas tentang pengertian Perjanjian Kerja, Syarat-syarat sahnya Perjanjian Kerja, Unsurunsur dalam Perjanjian Kerja, Asas-asas Perjanjian Kerja pada umumnya, bentuk Perjanjian Kerja dan berakhirnya hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan dan tenaga kerja di Indonesia. Bab III Pertanggungjawaban Perusahaan Atas Pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Terhadap Tenaga Kerja di Indonesia. Pada Bab ini membahas apa itu hukum, fungsi hukum, tujuan hukum serta bagaimana fungsi, tujuan hukum dan mamfaat hukum dalam hal pertanggungjawaban Pengusaha/Perusahaan atas berbagai bentuk-bentuk pelanggaran PKWT terhadap Tenaga Kerja yang selama ini kerap terjadi dalam dunia ketenagakerjaan menurut ketentuan UUK di Indonesia. 22

35 Bab IV Penutup. Merupakan bagian akhir dari penelitian yang terdiri atas bagian kesimpulan, kritik dan saran sebagai jawaban singkat dan lengkap atas rumusan masalah serta bagian saran sebagai suatu sumbangan pemikiran dan masukan dalam khasanah hukum, sehingga melalui ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan kedepan atau wacana yang positif terhadap penjelasan tentang masalah hubungan kerja, sistem perjanjian kerja yang terdapat di Indonesia, pemahaman yang benar atas sistem PKWT dan pertanggungjawaban secara hukum yang seharusnya dilakukan oleh pihak pengusaha/perusahaan atas pelanggaran PKWT terhadap tenaga kerja di Indonesia. 23

36 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANTARA PIHAK PERUSAHAAN DAN TENAGA KERJA DI INDONESIA 1. Pengaturan Perjanjian Kerja Menurut Ketentuan Hukum Di Indonesia Hubungan kerja yang terjadi di Indonesia pada masa sekarang ini secara umum dapat disebut hubungan kerja yang fleksibel. Hal ini di artikan bahwa hubungan kerja yang terjadi selama ini tidak bisa memberikan jaminan kepastian apakah seseorang dapat bekerja secara terus menerus dan hal-hal lain yang berkaitan dengan haknya dapat terpenuhi sesuai ketentuan yang ada. Fleksibel disini dapat menyangkut waktu melakukan pekerjaan yang tidak selalu terikat pada jam kerja yang telah ditentukan oleh perusahaan selaku pemberi kerja juga ditentukan oleh pekerja itu sendiri. Dalam praktik pada mulanya di temukan ada 4 (empat) jenis hubungan kerja fleksibel yaitu sebagai berikut : 1. Hubungan kerja berdasarkan perjanjian pengiriman atau peminjaman pekerja ; 2. Hubungan kerja yang dilaksanakan di rumah ; 3. Hubungan kerja bebas ; 4. Hubungan kerja berdasarkan panggilan ; Dari keempat hubungan kerja yang fleksibel tersebut di atas, jika dikaitkan dengan terbitnya UUK yang berlaku hingga saat sekarang ini, fenomena baru mengenai perusahaan sendiri telah sedemikian rupa berkembang yaitu bahwa perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya di Indonesia terkesan lebih fokus untuk mendapatakan keuntungan semata. Pengertian perusahaan dalam ketentuan Pasal 1 ayat 5 UUK disebutkan bahwa : 24

37 Pengusaha adalah : a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia ; Sedangkan pengertian perusahaan menurut ketentuan Pasal 6 UUK, menyebutkan bahwa : Perusahaan adalah : a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain ; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain ; Dari pengertian tersebut, perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia yang selanjutnya disebut sebagai perusahaan semula (perusahaan pengguna jasa tenaga kerja) dalam menjalankan usahanya dapat dan bisa saja melakukan suatu perbuatan hukum dengan cara penyerahan baik seluruh maupun sebagian pekerjaan di perusahaannya kepada pihak lain (perusahaan jasa) yang sering disebut sebagai perusahaan outsourching dengan cara melakukan hubungan kerja dengan menerapkan perjanjian kerja tertulis tersendiri. Pengertian dari outsourching dalam setiap hubungan kerja sebenarnya tidak di temukan secara umum baik dalam UUK maupun peraturan-peraturan yang menyangkut ketenagakerjaan di Indonesia. Akan tetapi, dapat di artikan bahwa perusahaan outsourching adalah merupakan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. Adapun dasar perusahaan pengguna 25

38 menyerahkan pekerjaan kepada perusahaan outsourching tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 64 UUK dinyatakan bahwa : Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 65 ayat 1 UUK menyebutkan bahwa : Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Hal ini berarti telah menunjukkan bahwa sistem outsourching adalah hubungan kerja yang fleksibel di mana tugas dan tanggung jawab perusahaan outsourching kepada perusahaan pengguna adalah hanya berdasarkan pada penyediaan, pengiriman, penyewaan atau peminjaman tenaga kerja semata dengan mendapatkan suatu imbalan jasa dari perusahaan pengguna dan hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 65 ayat 2 UUK yang mengatur bahwa : Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama ; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan ; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan ; dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung. Dari hal ini terlihat jelas bahwa, meskipun tenaga kerja tidak mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan pengguna, akan tetapi undang-undang sebenarnya telah mengatur perlindungan dan syarat-syarat kerja bagi pekerja dari perusahaan penyedia jasa (outsourching) sekurang-kurangnya sama dengan pekerja yang berstatus pekerja tetap di perusahaan pengguna sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Pasal 65 ayat 4 UUK dan tak lupa bahwa perusahaan penyedia jasa (outsourching) tersebut harus lah berbentuk Badan Hukum (Pasal 65 ayat 3 UUK). 26

39 Penerapan dan pelaksanaan PKWT terhadap para tenaga kerja di Indonesia yang terjadi selama ini yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan di Indonesia, telah sangat menyimpang bahkan melanggar tentang ketentuan dasar perjanjian khususnya mengenai perjanjian kerja sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang menyangkut mengenai pengertian perjanjian kerja, asas perjanjian kerja, syarat-syarat pada perjanjian kerja, ketentuan sahnya suatu perjanjian kerja, subyek dan obyek yang diperjanjikan dalam pekerjaan serta hak dan kewajiban para pihak yang melakukan perjanjian kerja yang seharusnya wajib dipenuhi oleh para pihak. Suatu perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja itu, terutama mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja maupun hak dan kewajiban perusahaan dan harus lah bersumber pada dasar hukum perjanjian yang lazim dan berlaku pada umumnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia. 2. Pengertian Perjanjian Kerja Di Indonesia, mengenai pengertian perjanjian tidak terlepas dari ketentuan yang telah diatur dalam ketentuan Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Kata perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari kata perjanjian. Sebab, kata perikatan tidak hanya mengandung pengertian hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari undang-undang saja akan tetapi juga berkaitan dengan subjek dan obyek yang akan diperjanjikan harus sesuai dengan perkembangan hukum yang ada. 27

PERJANJIAN KERJA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN MENURUT HUKUM ISLAM

PERJANJIAN KERJA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN MENURUT HUKUM ISLAM PERJANJIAN KERJA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN MENURUT HUKUM ISLAM SKRIPSI Oleh : HERMAN SETIYANTO I 000040025 JURUSAN SYARI AH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang sedang mengalami fase Berkembang menuju Negara maju yang sesuai dengan tujuan Negara Indonesia yaitu kesejahteraan, adil, dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan tidak dimungkinkan terhadapnya. modal dan tanggungjawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan tidak dimungkinkan terhadapnya. modal dan tanggungjawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Penulis hendak menulis penelitian ini dikarenakan terdapat masalah yang berkaitan dengan pengupahan yang diberikan Pemerintah terhadap suatu perjanjian kerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1 LEMBAR PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada : Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Baik Dan Maha Pengasih Yang Selalu Memberikan Kesehatan, Keselamatan, Kekuatan, Hikmat Dan Kebijaksanaan Kepadaku

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, baik material maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan diantaranya adalah persaingan antara siswa sebagai peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan diantaranya adalah persaingan antara siswa sebagai peserta didik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat saat ini terjadi persaingan yang ketat dalam dunia pendidikan diantaranya adalah persaingan antara siswa sebagai peserta didik yang saling berlomba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA : RACHMADANI FAKULTAS : HUKUM N.P.M : DISETUJUI dan DITERIMA OLEH :

TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA : RACHMADANI FAKULTAS : HUKUM N.P.M : DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA NAMA : RACHMADANI FAKULTAS : HUKUM JURUSAN : ILMU HUKUM N.P.M : 28120090 DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : PEMBIMBING TRI WAHYU ANDAYANI, SH.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA Oleh: Ida Ayu Dwi Utami I Ketut Sandi Sudarsana I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO 0 PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 % perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kontrak ini sebagai karyawannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian tenaga kerja Dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengenai tenaga

Lebih terperinci

IMAM MUCHTAROM C

IMAM MUCHTAROM C TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN TENAGA KERJA WANITA DITINJAU DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi Kasus: PT. Aksara Solo Pos Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (STUDI KASUS DI POLRESTA SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting menjamin bahwa seluruh harapan yang dibentuk dari janji janji

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting menjamin bahwa seluruh harapan yang dibentuk dari janji janji BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontrak merupakan bagian yang melekat dari transaksi bisnis baik dalam skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasiomal. Fungsinya sangat penting menjamin

Lebih terperinci

SKRIPSI RISIKO PENGUSAHA KONVEKSI DAN PENJUAL PAKAIAN JADI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN TITIP JUAL PAKAIAN JADI DI PASAR KLIWON KUDUS

SKRIPSI RISIKO PENGUSAHA KONVEKSI DAN PENJUAL PAKAIAN JADI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN TITIP JUAL PAKAIAN JADI DI PASAR KLIWON KUDUS SKRIPSI RISIKO PENGUSAHA KONVEKSI DAN PENJUAL PAKAIAN JADI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN TITIP JUAL PAKAIAN JADI DI PASAR KLIWON KUDUS Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi tugas Dalam menyelesaikan Jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Daerah

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja 2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga Dalam berbagai kepustakaan

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN II - 1 II - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM II-11 BAB II LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN II-15 BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari Pembangunan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan.

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING 15 BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN 2.1 Hubungan Hukum Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pekerja/Buruh Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai modal dari suatu usaha yang maju tetapi juga merupakan jalan atau modal utama untuk terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap anggota masyarakat harus berusaha keras untuk memenuhi kebutuhannya seharihari. Sebagian besar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah Indonesia. Dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. darah Indonesia. Dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat". untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013 MK. ETIKA PROFESI ETIKA BISNIS Smno.tnh.fpub2013 Pengertian Etika Pengertian; Etika kata Yunani ethos, berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika flsafat moral, ilmu yang membahas nilai dan norma yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan pembangunan ketenagakerjaan menurut ketentuan Pasal 4 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, adalah: 1. Memberdayakan dan mendaya gunakan tenaga kerja secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan saat ini bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat adil dan makmur yang merata,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DI PT SUZUKI FINANCE INDONESIA CABANG KUDUS

IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DI PT SUZUKI FINANCE INDONESIA CABANG KUDUS IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DI PT SUZUKI FINANCE INDONESIA CABANG KUDUS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi dan melengkapi tugas Dalam

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jumlah pekerja perempuan di Indonesia semakin meningkat. Peran wanita dalam membangun ekonomi bangsa semakin diperhitungkan. Data yang penulis himpun menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara, karena semakin banyak pekerja yang sejahtera maka serta merta

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara, karena semakin banyak pekerja yang sejahtera maka serta merta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan adalah pembahasan yang terus menjadi isu utama di Indonesia. Sejahteranya kelas pekerja dapat dianggap menjadi indikator sejahtera atau tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan ekonomi yang sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi yang berhasil

Lebih terperinci

KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si

KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si Modul ke: HUBUNGAN INDUSTRIAL KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka Agusmidah dkk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan terus mengedepankan pembangunan guna meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA 0 PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan manusia lain. Dengan kata lain manusia tidak dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan manusia lain. Dengan kata lain manusia tidak dapat hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama-sama dengan manusia lain. Dengan kata lain manusia tidak dapat hidup menyendiri,

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN - 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dan Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dan Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dan Rumusan Masalah Pada awal tahun 1997 pembangunan di Indonesia mengalami cobaan yang cukup berat. Diawali dengan runtuhnya pemerintah yang berkuasa, bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

di segala bidang.banyak sektor yang dibuka untuk para pekerja, salah satunya bidang

di segala bidang.banyak sektor yang dibuka untuk para pekerja, salah satunya bidang BABI PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang berusaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya melalui pembangunan di segala bidang.banyak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat sering dihadapi oleh negara-negara seperti halnya Indonesia. Persoalan yang paling mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI

PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI Oleh : KARNO NPM : 28120079 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kerja

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi tugas Dalam menyelesaikan Jenjang Strata I (S1) Ilmu Hukum dengan kekhususan HUKUM PIDANA Disusun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci