NILAI BUDAYA DALAM UPACARA ADAT MAPPOGAU HANUA DI KARAMPUANG, KABUPATEN SINJAI, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NILAI BUDAYA DALAM UPACARA ADAT MAPPOGAU HANUA DI KARAMPUANG, KABUPATEN SINJAI, PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 NILAI BUDAYA DALAM UPACARA ADAT MAPPOGAU HANUA DI KARAMPUANG, KABUPATEN SINJAI, PROVINSI SULAWESI SELATAN Abdul Asis Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, Telepon (0411) , , Faksimile (0411) Pos-el: asisabdul72@gmail.com Handphone: Diterima: 6 Juli 2015; Direvisi: 14 September 2015; Disetujui: 26 November 2015 ABSTRACT on the mountain by parading a number of agricultural products and offerings to be presented to the God a descriptive qualitative, that is directly observing the traditional ceremony of Mappogau Hanua nature of conservation, and aesthetic values. Keywords: ABSTRAK Mappogau Hanua merupakan salah satu upacara adat yang dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat Karampuang. Upacara ini dilaksanakan ketika musim panen berakhir dan menjelang musim tanam. Selain itu, upacara ini dilaksanakan di atas gunung dengan mengarak sejumlah hasil pertanian dan sesajen untuk dipersembahkan kepada Dewata (Manurungnge) di Karampuang. Manurungnge di Karampuang dianggap sangat berjasa karena telah mewariskan lahan pertanian (sawah, kebun, dan hutan) yang subur sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat Karampuang. Penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif, yakni mengamati secara langsung pelaksanaan upacara adat Mappogau Hanua di Karampuang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipan, wawancara, pustaka, dan dokumentasi. Upacara ini bertujuan untuk menghormati leluhur melalui pemujaan agar senantiasa diberi keselamatan dan hasil panen yang berlimpah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam upacara tersebut terdapat nilai-nilai budaya yang masih dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya hingga kini, antara lain: nilai kepatuhan, pengetahuan lokal, religi, solidaritas, pelestarian alam, dan estetika. Kata kunci: upacara adat Mappogau Hanua, nilai budaya, Manurungnge ri Karampuang. PENDAHULUAN Upacara-upacara adat pada masyarakat pedesaan adalah bagian dari sistem budaya karena merupakan manifestasi dari konsepsikonsepsi ideal yang berfungsi mengarahkan masyarakat memaknai kehidupan. Sistem nilai budaya berfungsi sebagai acuan moral dan tindakan, serta digunakan untuk mempertahankan eksistensi komunitas. Sistem budaya merangkum seperangkat pengetahuan yang meliputi pandangan 381

2 WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: hidup, keyakinan, nilai, norma, aturan, hukum yang menjadi milik suatu masyarakat melalui proses belajar yang kemudian diacu menata, menilai, dan menginterpretasi benda dan peristiwa dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (Melalatoa, 1997:5). Kebudayaan dalam wujud ini bersifat abstrak, tidak dapat difoto dan difilmkan, dan hanya dapat diketahui serta dipahami (oleh warga kebudayaan lain) setelah dipelajari secara mendalam melalui wawancara intensif, pengamatan yang intensif atau membaca laporan penelusuran antropologis mengenai masyarakat bersangkutan (Koentjaraningrat, 2011:75). Dengan sistem nilai yang dimilikinya, sebuah komunitas membentuk prilaku dan harapan-harapan idealnya mengenai kehidupan (Al-Musanna, 2015). Upacara tradisional merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya dan kelestarian hidupnya dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungya. Penyelenggaraan upacara tradisional itu sangat penting artinya bagi pembinaan sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Hal ini disebabkan salah satu fungsi dari upacara tradisional adalah sebagai penguat norma-norma serta nilai-nilai budaya yang telah berlaku. Norma-norma dan nilai-nilai itu secara simbolis ditampilkan melalui peragaan dalam bentuk upacara yang dilakukan oleh seluruh masyarakat pendukungnya. Sehingga dengan upacara itu dapat membangkitkan rasa aman bagi setiap warga masyarakat di lingkungannya. Selain itu, dapat pula dijadikan pegangan bagi mereka dalam menentukan sikap dan tingkah lakunya sehari-hari (Supanto, dkk, 1992: ). Masyarakat di Dusun Karampuang, Desa Tompobulu, Kecamatan Bulupoddo, Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan setiap tahun melaksanakan upacara adat Mappogau Hanua Pesta Kampung. Upacara adat ini dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara adat ini dilakukan setelah selesai masa panen (padi dan jagung) dan menyambut kembali musim tanam. Maksud dari pelaksanaan upacara adat Mappogau Hanua ini dilatarbelakangi dengan kemunculun Tomanurung di puncak bukit Karampuang. Tomanurung di Karampuang biasa disebut. Kehadirannya di wilayah Karampuang dianggap orang suci atau dewata, karena dianggap sangat berjasa setelah mewariskan sejumlah lahan pertanian, persawahan, dan hutan yang cukup subur sebagai sumber kehidupan masyarakat di Karampauang. Mappogau Hanua merupakan upacara sakral karena di dalamnya terdapat berbagai jenis aktivitas dan sesaji maupun makanan yang mengandung nilai-nilai budaya berupa pesan-pesan leluhur bagi warga masyarakat Karampuang. Pesan-pesan tersebut dikemas dalam bentuk simbol-simbol atau lambanglambang, baik dalam bentuk benda maupun aktivitas atau tindakan. Oleh karena itu, makna simbol-simbol atau lambang-lambang tersebut perlu diungkapkan agar lebih dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat pendukungnya. Upacara adat Mappogau Hanua ini memiliki ketertarikan tersendiri. Di mana di dalam pelaksanaannya, tidak mengenal batas usia maupun golongan untuk menjadi bagian dari peserta upacara. Pendukungnya yang sebagian besar masih percaya dan meyakini akan manfaat dari pelaksanaan upacara adat ini. Walaupun pengaruh arus globalisasi sudah tidak dapat dibendung, namun upacara adat Mappogau Hanua masih tetap dipertahankan sejak dahulu. Selain itu, di dalam pelaksanaannya mengandung unsur-unsur religi atau kepercayaan yang mendasari masyarakat adat Karampuang untuk tetap bertahan dalam memelihara tradisi ini. Unsur-unsur religi atau kepercayaan tersebut terkait berupa nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan, dewa-dewa, mahluk-mahluk halus yang masih diyakini keberadaannya. Penelitian ini akan mengungkap nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara adat Mappagau Hanua pada masyarakat Karampuang. Penelitian ini sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya penyelamatan aset budaya bangsa, sekaligus memberikan dorongan dan masukan bagi masyarakat, khususnya masyarakat adat Karampuang, agar lebih mengenal, memahami, dan menghargai warisan nenek moyangnya. Sekaitan dengan maksud tersebut, maka dalam masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai 382

3 Nilai Budaya dalam... Abdul Asis berikut. (1) Bagaimana prosesi pelaksanaan upacara adat Mappogau Hanua di Karampuang? (2) Nilai budaya apa yang terkandung dalam upacara adat Mappogau Hanua di Karampuang? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan upacara adat Mappogau Hanua di Karampuang dan nilai budaya yang terkandung dalam upacara adat Mappogau Hanua. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang menyangkut upacara-upacara tradisional, karena selama ini penelitian tentang upacara-upacara tradisional kurang mendapat perhatian bagi para peneliti dan pemerhati budaya jika dibandingkan dengan penelitian dalam bidang teknologi. Padahal, upacara-upacara tradisional sebagai warisan budaya suatu bangsa sangat penting untuk ditangani secara serius. Selain itu, hasil penelitian ini hendaknya dapat memacu atau mendorong para peneliti lain untuk melakukan penelitian upacara tentang tradisional yang masih banyak tersebar di pedesaan dan hasilnya dapat dijadikan pembentukan karakter bangsa yang bersumber dari warisan tradisi. Pada dasarnya manusia selalu ingin memenuhi segala kebutuhan hidupnya, yakni kebutuhan material dan kebutuhan spiritual. Kebutuhan material adalah kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan papan (yakni kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya). Dengan kebutuhan tersebut manusia akan selalu berusaha semaksimal kemampuan pikirnya. Akan tetapi usaha manusia itu kadang tidak selalu lancar. Hal ini dikarenakan keterbatasan akan kemampuan akal dan pengetahuan yang mereka miliki. Namun, biasanya untuk mengimbangi keterbatasannya itu, ada kalanya manusia melakukan sesuatu yang lebih bersifat spiritual. Dengan kebutuhan spiritual tersebut manusia ingin mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Kuasa dalam rangka mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki atau diinginkan dengan melakukan berbagai upacara adat (Asis, 2010:1). Upacara adat dipahami sebagai ekspresi keagamaan dalam wujud perilaku yang dijadikan sebagai media untuk berkomunikasi dengan halhal yang gaib. Dalam tataran implementasi atau praktik ritual tersebut, tampil beragam berdasarkan kepercayaan masing-masing sekaligus merupakan karakteristik budaya komunitas tertentu. Salah satu perilaku keagamaan yang paling banyak mengekspresikan ciri-ciri agama komunitas adat adalah ritus-ritus dan tindakan-tindakan upacara. Bentuk dan fungsi ritual sangat beragam, dapat saja dilakukan untuk menunjukkan pemujaan terhadap Yang Maha Esa, untuk mengusir kekuatan jahat, atau untuk menandai suatu perubahan dalam status sosial budaya seseorang atau kelompok dalam melakukan komunikasi ritual. Komunikasi ritual, biasanya dilakukan oleh komunitas yang sering melakukan upacaraupacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, pertunangan, pernikahan, hingga upacara kematian (Mulyana, 2005:25). Ritual selalu diidentikkan dengan habit (kebiasaan) atau rutinitas. Menurut Rothenbuhler (1998:28) mengungkapkan bahwa, ritual is the voluntary performance of appropriately patterned behavior to symbolically effect or participate in the serious life. Sementara Couldry (2005:60) memahami ritual sebagai suatu habitual action (aksi turuntemurun), aksi formal dan juga mengandung nilai-nilai transcendental. Untuk mengungkap nilai budaya dalam pelaksanaan upacara adat Mappogau Hanua, objek kajiannya yakni hasil penelitian lapangan dengan melakukan pengamatan, wawancara, studi pustaka dan informasi tambahan lainnya, seperti dari tanggapan masyarakat mengenai pelaksanaan upacara adat Mappogau Hanua, serta ulasan para informan dan pemerhati terhadap pendukung upacara adat. Semua informasi tentang pembicaraan mengenai upacara adat sangat diperlukan dalam rangka menunjang pembuktian analisis. Nilai-nilai itu sendiri merupakan sesuatu yang dianggap ideal, suatu paradigma yang menyatakan realitas sosial yang diinginkan dan dihormati. Nilai-nilai itu menjadi ilham bagi warga masyarakat dalam berperilaku. Karena nilai pada hakekatnya adalah kepercayaan 383

4 WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: bahwa cara hidup yang diidealisasikan tersebut merupakan cara yang terbaik bagi masyarakat. Oleh karena nilai adalah sebuah kepercayaan, maka nilai berfungsi mengilhami anggota-anggota masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan arah yang diterima oleh masyarakat bersangkutan. Sebagai gambaran ideal, nilai itu merupakan alat untuk menentukan mutu perilaku seseorang. Dalam hal ini, nilai berfungsi sebagai tolok ukur atau norma (Gabriel,1991: ). Sebagai gambaran ideal dari sebuah komunitas atau masyarakat, nilai budaya membentuk sebuah sistem. Oleh karena itu dikenal adanya sistem nilai budaya. Dalam sistem nilai budaya, terdapat lima hal pokok dalam kehidupan manusia, yaitu: (1) masalah hakekat hidup manusia, (2) masalah hakekat karya manusia, (3) masalah kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hubungan manusia dengan sesamaya (Koentjaraningrat, 1987:28). Sebagai sebuah nilai yang dihayati, kebudayaan diwariskan secara turun-temurun, dari satu generasi ke generasi. Proses pewarisan kebudayaan disebut sebagai proses enkulturasi. Proses enkulturasi berlangsung mulai dari kesatuan yang terkecil, yakni keluarga, kerabat, masyarakat, suku bangsa, hingga kesatuan yang lebih besar lagi. Proses enkulturasi ini berlangsung dari masa kanak-kanak hingga masa tua. Melalui proses enkulturasi ini, maka dalam benak sebagian besar anggota masyarakat akan memiliki pandangan, nilai yang sama tentang persoalan-persoalan yang dianggap baik dan dianggap buruk, mengenai apa yang harus dikerjakan dalam hidup bersama dan mengenai apa yang tidak harus dikerjakan. METODE Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan capaian data yang diharapkan mencakup sistem kognitif masyarakat pendukung kebudayaan Karampuang serta latar belakang pemikiran yang menjadi landasan mereka untuk tetap melaksanakan berbagai bentuk tradisi ritual upacara. Dalam sudut pandang naturalistik, topik penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi asli (yang sebenarnya) dari subjek penelitian di mana kondisi ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan (treatment) secara ketat oleh peneliti. Metode-metode kualitatif memungkinkan kita memahami masyarakat secara personal dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya (Bogdan dan Steven J. Tylor, 1993:30). Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian yang meliputi perilaku, persepsi, tindakan yang sifatnya secara holistik dan naturalistik. Penafsiran kualitatif secara deskriptif dari fenomena sosial disajikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dan dengan metode yang sistematis. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Sementara itu, Sugiono (2007/2008:1) memandangnya sebagai penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), yakni suatu metode penelitian yang meneliti kondisi objek secara alami. Melihat jenis dan sifat penelitian yang alami dan fenomenal sebagai sebuah aktivitas yang sarat dengan simbol, nilai dan makna, maka pendekatan ini diarahkan pada individu dan kelompok secara kolektif (sebagai suatu sistem). Teknik pengumpulan data menggunakan metode partisipan, wawancara dan pustaka. Analisis menggunakan interpretasi peneliti, dengan mengacu pula pada berbagai literatur atau referensi yang relevan dengan masalah atau objek kajian dalam penelitian ini. PEMBAHASAN Gambaran Wilayah Penelitian Karampuang adalah sebuah dusun dalam wilayah Pemerintahan Desa Tompobulu, Kecamatan Bulupoddo Kabupaten Sinjai. Perjalanan menuju lokasi dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan jarak tempuh sejauh 255 km dari Kota Makassar. Dari Kota Kabupaten Sinjai melalui jalan beraspal yang agak sempit dan berliku-liku mengikuti lekukan lereng-lereng 384

5 Nilai Budaya dalam... Abdul Asis pegunungan yang terjal hingga ke tepi kuno perkampungan Karampuang. Kata Karampuang diturunkan dari gabungan dua buah kata yaitu karaeng dan puang, Kedua kata tersebut masing-masing mengacu pada satu konsep yaitu raja. Kata karaeng setara dengan gelar bangsawan Kerajaan Gowa dan puang merupakan gelar tertinggi bagi raja-raja Bugis. Karampuang yang salah dusun dalam wilayah Desa Tompobulu adalah merupakan daerah pegunungan dengan hutan yang masih terjaga dan subur. Berbagai macam tumbuhan dan pepohonan yang menghiasi bukit dan lereng-lereng pegunungan hingga menciptakan suatu panorama yang indah, dari kejauhan tampak lekukan-lekukan pematang sawah mengukir dipermukaan tanah. Dengan kondisi alam yang masih terlihat asri dan udara sejuk, ke manapun mata memandang tampak kesuburan dan kehijauan alamnya yang masih tetap terjaga. Dengan luas wilayah hanya 32,03 km 2, masyarakatnya telah memanfaatkan secara maksimal yang dikondisikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat setempat. Jumlah penduduknya pada tahun 2013 yang berjumlah sebanyak 2503 jiwa. Terdiri atas 1264 jiwa penduduk laki-laki dan 1239 jiwa penduduk perempuan. Rumah tangga sebanyak 576 dan kepala keluarga sebanyak 690 jiwa. dan pegunungan dengan ketinggian berkisar 441 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan berkisar 212 mm dan suhu udara mencapai 23 0 Celcius. Menilik agama yang dianut oleh warga masyarakat Dusun Karampuang seluruhnya memeluk agama Islam. Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak diwarnai kepercayaan dan praktik ritual adat (Sumber data: Persiapan Pelaksanaan Upacara. a. Mabbahang Musyawarah Mabbahang adalah musyawarah adat dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat Karampuang. Inti dari Mabbahang ini adalah Mattanra Esso menentukan hari pelaksanaan upacara. Persiapan pelaksanaan upacara direncanakan setelah seluruh padi yang tumbuh di kawasan Karampuang mulai dari sawah adat sampai sawah penduduk telah selesai dipanen. Setelah penentuan hari pelaksanaan upacara maka seluruh perangkat adat dan warga masyarakat membantu melakukan berbagai persiapan. Kaum ibu-ibu menyiapkan segala sesuatunya, termasuk harus mallampu menumbuk beras ketan dan dijaga dengan baik sesuai norma adat yang berlaku. Sedangkan kaum laki-laki sibuk mencari kayu bakar. b. Mappaota permohonan izin dan restu kepada leluhur Mappaota merupakan sebuah ritual permohonan izin dan restu untuk melaksanakan upacara adat ini. Dalam proses pelaksanaannya, seluruh penghulu adat dibantu oleh masyarakat mengunjungi tempat-tempat suci dengan membawa lempeng-lempeng, sejenis bakul mini yang berisi bahan-bahan sirih dan gambir. Dibawa oleh Sanro dan didampingi dua orang gadis kecil yang masih belia dengan mengenakan pakaian adat khas Karampuang. Bakul-bakul yang dibawa tersebut tersebut diletakkan di atas Batu Barugae, Batu Ragae dan Batu Embae masing-masing berisi dua lempeng sebagai bahan persembahan atau permohonan izin kepada leluhurmya. Inti dari pelaksanaan Mappaota ini adalah mengenang kembali leluhurnya yang telah berjasa telah memberinya lahan-lahan pertanian yang cukup subur untuk sumber kehidupan masyarakatnya. Jumlah keenam sirih dan gambir tersebut disimbolkan sebagai sebuah kematian, di mana seluruh masyarakat yang mengikuti ritual tersebut senantiasa mengingat bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, dan yang abadi adalah di akhirat. Pandangan atau kepercayaan masyarakat adat Karampuang tentang ritual Mappaota, yakni menggambarkan enam macam proses penguburan dalam kematian yaitu Mallayang atau melayang, atau digantung, atau Dibakar, atau ditumpuk kemudian ditimbun seadanya, atau dihanyutkan, Masseddi-seddi atau satu-satu. Keenam unsur inilah yang kemudian dijadikan sebagai dasar utama pelaksanaan ritual Mappogau Hanua. 385

6 WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: c. atau Mappipaccing Hanua bersih-bersih kampung adalah merupakan kewajiban seluruh warga masyarakat Karampuang untuk membersihkan lingkungan di sekitarnya, seperti pekarangan rumah, menata rumah, membersihkan sekolah, pasar, jalanan, sumur dan yang lebih penting adalah tempat upacara. Membersihkan tempat-tempat umum termasuk tempat pelaksanaan upacara, bukan hanya warga setempat yang terlibat langsung dalam kegiatan ini, tetapi dari desa tetangga pun turut berpartisipasi. d. Mappaenre menyerahkan sumbangan Tiga hari menjelang puncak pelaksanaan upacara segenap warga masyarakat Karampuang yang hendak mappaenre (menyerahkan sumbangan) yang akan digunakan dalam upacara. Partisipasi dalam bentuk sumbangan berupa: ayam, beras, gula merah, gula pasir, kelapa, sayursayuran (kol, kentang, kacang ijo, ikan dan lain). Perlengkapan Upacara Perlengkapan upacara adalah merupakan alat-alat yang digunakan dalam melakukan. Peralatan tersebut beraneka bentuknya, mulai dari tempat sesajen, isi sesajen, serta perlatan lainnya, seperti musik atau gendang yang mengiringi pembacaan-pembacaan mantra. a) Alat perdupaan sebagai media utama untuk melakukan pemujaan kepada leluhurnya. b) Lempeng-lempeng (bakul-bakul mini), digunakan sebagai tempat mengisi sirih dan ota (pinang), maknanya sebagai bentuk permohonon izin kepada sebagai penguasa gunung dan air. (tiga ikat padi), ketiga ikatan padi mewakili jenis padi yang ditanam (putih, hitam dan merah) untuk dipersaksikan/diperhadapkan kepada leluhurnya. d) Ayam dengan warna bulu khas, digunakan sebagai bahan persembahan kepada penguasa bumi dan penguasa air. e) Maca-maca (alat pemanggang terbuat dari anyaman bambu), fungsinya digunakan untuk membakar makanan-makanan yang terbuat dari beras ketan pada saat berlangsungnya upacara. f) Busana Tradisional yang dikenakan oleh para tetuah adat. g) Kue tradisional: beppa doko-doko yakni kue terbuat dari tepung beras hitam, gula merah dan kelapa parut dibungkus daun pisang dan kalole (makanan yang dibungkus dengan janur) dibuat hanya sekali dalam setahun. atau biasa disebut kaddo minnyak, bahannya terbuat dari beras ketan dan dibuat dengan empat macam warna (putih, hitam, merah, dan kuning). i) Lauk pauk, berupa masakan ayam untuk dihidangkan kepada tamu-tamu. j) Kunyit basah dan kapur, digunakan untuk memberi didahi, kening kiri dan kanan. k) Daun-daunan, digunakan untuk ramuan obat herbal untuk pengobatan kepada seluruh warganya. l) Kayu bakar, digunakan untuk urusan dapur yakni dipakai dalam kegiatan masak memasak. m) Sumur adat, tempat mengambil air untuk pencucian benda-benda pusaka. n) Batu gong difungsikan sebagai wadah untuk penyampai berita secara lisan kepada seluruh masyarakat di sekitarnya, hanya dengan cara memukul batu gong tersebut, warga di sekitarnya sudah berdatangan. o) Makam sebagai tempat melakukan ritual pemujaan terhadap leluhurnya. p) Pesse pelleng (lampu tradisional), sebagai alat penerang di rumah adat, juga difungsikan pada saat melakukan ritual sumange. Bahannya terbuat dari kemiri dan kapas/ kapuk, lalu ditumbuk bersama kapas/ kapuk kemudian dililitkan pada sepotong kayu atau belahan-belahan bambu yang berukuran kecil. Cara pembuatannya pun sangat sederhana dan praktis, dan bahannya mudah diperoleh di sekitar lingkungan kita. q) Lesung kayu, digunakan sebagai alat menumbuk padi hingga diproses menjadi beras, juga dibunyikan dengan 386

7 Nilai Budaya dalam... Abdul Asis cara menumbuk mappadekko pada saat menyambut tamu-tamu terhormat. Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Pelaksanaan Upacara Pelaksanaan ritual Mappogau Hanua di Dusun Karampuang baik langsung maupun tidak langsung melibatkan beberapa pihak antara lain: a) Kepala Desa Tompobulu sebagai pelindung pada pelaksanaan ritual Mappogau Hanua. b) Tamatoa (Arung), selaku penanggung jawab, sekaligus pimpinan tertinggi, dan juga memiliki peran untuk mengontrol terciptanya keteraturan dan kedamaian dalam memilihara, serta menjaga wibawa adat Karampuang, sekaligus bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan ritual Mappogau Hanua. c) Gella, bertanggung jawab dalam urusan kemasyarakatan termasuk masalah pertanian. d), bertugas mengelola bahan-bahan persiapan pelaksanaan upacara, dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan warganya, serta memimpin dalam pembacaan doa-doa atau mantra dalam ritual upacara. e) Guru, bertugas membaca doa-doa selamatan dengan cara-cara Islam, serta bertanggung jawab terhadap pendidikan agama Islam dan kesenian-kesenian tradisional budaya Karampuang. f) Pa bilang, selaku piranti adat yang ahli dalam menentukan hari hari baik dan buruk, maupun penentuan hari pelaksanaan ritual adat Mappogau Hanua. g) Ana Malolo Arung dan Ana Malolo Arung, bertugas selaku (juru penerangan) yang diutus untuk menyampaikan kepada ke kerajaan lain atau khalayak. h) Pinati, bertugas membantu segala persiapan ritual, termasuk perlengkapan sasajen yang akan dipersembahkan kepada arwah leluhur. i) Warga masyarakat adat Karampuang khususnya dan masyarakat Sinjai umumnya sebagai pendukung kebudayaan ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan ritual, dengan membawa sumbangan yang akan digunakan dalam persiapan pelaksanaan ritual hingga acara selesai. j) Peserta/pengunjung yang datang dengan tujuan khusus seperti, bernazar, minta rezeki, dan minta jodoh. k) Para tamu undangan, Pejabat Pemerintah Kabupaten Tingkat II Sinjai (bupati, camat, desa), anggota DPR Sinjai, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sinjai, serta dinas-dinas yang terkait. Jalannya Upacara Hari pelaksanaan ritual adat Mappogau Hanua merupakan yang ditunggu-tunggu khalayak bahkan ribuan orang bersiap naik ke gunung menyaksikan jalannya ritual tersebut. a. Mappanre manu Pertama, diawali pada pagi hari dengan ritual Mappanre manu (memberi makan ayam) yang akan disembelih. Sejumlah ayam-ayam yang terkumpul dari sumbangan warga siap untuk disembelih. Namun, sebelum disembelih terlebih dahulu dilakukan ritual Mappanre manu oleh Sanro di atas rumah adat. Kaum bapak-bapak bertugas memegang ayam-ayam tersebut sambil duduk melingkar berhadapan langsung dengan Dihadapan Sanro tersedia perlengkapan ritual, berupa: pedupaan, pesse pelleng (lampu sulo) dan (talang berkaki) yang berisi ota (gambir), daun sirih serta sebuah piring yang berisi minyak. Selanjutnya memulai ritualnya dengan mappanre manu memberi makan ayam sambil membacakan mantra. Pada bagian jengger dan sayapnya diolesi minyak, yang maknanya untuk disucikan atau dibersihkan dari pengaruh roh-roh jahat. Setelah ayam tersebut diberi makan kemudian turunkan dari rumah adat untuk disembelih. Demikian seterusnya sampai semua ayam-ayam tersebut yang jumlahnya ratusan ekor selesai diberi makan. Setiap kali Sanro melakukan ritual Mappanre manu iringan pukulan genrang terus diperdengarkan oleh kedua orang laki-laki yang ditugasi menabuh gendang secara terus menerus sampai usai ritual. Bunyi-bunyian 387

8 WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: genrang yang diperdengarkan sebagai simbol mengusir roh-roh jahat dan memanggil roh-roh baik datang agar ritual dapat berjalan lancar. Setelah semua ayam-ayam disembelih, kemudian diserahkan kepada ibu-ibu untuk diolah menjadi bahan masakan (lauk pauk). Masakan ini untuk dipersiapkan kepada tamu-tamu yang hadir pada acara tudang sipulung (makan secara adat). Selain itu, ada pula masakan ayam yang dibuat khusus sebagai bahan persembahan kepada leluhur mereka Sembari kaum ibu-ibu sibuk didapur menyiapkan bahan makanan dan bahan sesajen, dibantu Pinati (panitia bertugas menyiapkan bahan sesajen) untuk ritual mattuli. Mattuli adalah ritual pemberian berkah dan menyambut kehadiran sang padi, dengan menyiapkan Tellu (tiga ikat padi) yang mewakili 3 jenis warna padi (putih, merah, dan hitam). Ketiga jenis padi itu diletakkan di atas (talang berkaki) dilengkapi dengan sirih dan ota gambir serta bahan pedupaan untuk dipersaksikan kepada leluhurnya bahwa panen cucu-cucunya berhasil. Saat berlangsung acara mattuli iringan pukulan dan gamaru (alat gesek dari bibir mangkok) turut diperdengarkan untuk menambah sakralnya sebuah ritual, juga pertanda upacara akan segera dimulai. Selanjutnya, semua bahan-bahan sesajen dimasukkan ke dalam beberapa wadah atau tempat kemudian dibungkus dengan kain putih. selanjutnya diarak ke atas gunung sebagai untuk keperluan ritual persembahan kepada Manurung di Karampuang. b. Menre ri bulu naik ke gunung Menre ri bulu adalah acara naik gunung dan merupakan puncak ritual Mappogau Hanua dilaksanakan tiga hari setelah, dan sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh warga/ pengunjung upacara. Acara Menre ri bulu ini diawali dengan proses yang sangat rumit karena pada malam sebelum pelaksanaan ritual tahap ini, seluruh peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan sudah harus siap termasuk makanan yang akan disantap oleh para tamu yang akan hadir, kemudian menjelang pagi hari, seluruh ayam yang merupakan sumbangan warga dipotong, dibersihkan, dan dibakar (membersihkan bulu halus) yang kesemuanya dikerjakan oleh kaum pria. Setelah semuanya bersih maka kemudian diserahkan kepada kaum perempuan untuk kemudian diolah menjadi bahan makanan. Setelah kehadiran para tamu dan rombongan dari pejabat pemerintahan maka musik mappadekko mulai dimainkan kaum ibuibu yakni menumbuk lesung dengan ritme dan bunyi yang teratur. Musik mappadekko terakhir diperdengarkan bilamana tamu-tamu tersebut naik ke rumah adat. Keempat pemangku adat (Arung, Gella, Sanro, dan Guru) yang terlebih dulu berada atas di rumah adat menunggu kehadiran para tamunya. Keempat para pemangku adat mengenakan pakaian adat kebesarannya. Selanjutnya, acara tudang sipulung dan manre ada yakni duduk dan makan bersamasama secara adat. Setelah semua tamu sudah makan, maka langsung berdiri dari tempat duduknya dan melangkah menuruni anak tangga dengan membawa tongkat besi dan diikuti dua orang gadis belia sebagai pengiringnya, kemudian disusul Arung dan Gella, Ana Malolo Arung dan Ana Malolo Gella. Kedua tokoh adat Sanro dan Gella, serta dua orang gadis pengiring masingmasing mengenakan kostum putih-putih. Segenap tamu-tamu rombongan dari pejabat-pejabat pemerintahan (bupati, camat, desa) dan dinas-dinas yang terkait beserta jajarannya turut mengikutinya dari belakang. Demikian juga para peserta upacara ikut berbondong-bondong naik ke gunung Karampuang tempat ritual Mappogau Hanua dilangsungkan. Dalam perjalanannya, dan Gella singgah sejenak memukul batu masyarakat kerap menyebut batu gong (batu yang bunyinya menyerupai suara gong), yang letaknya tidak jauh dari sumur tua. Memukul batu gong adalah simbol bahwa upacara naik ke gunung sudah dimulai, juga sebagai alat untuk menyampaikan berita lisan kepada warga yang ada di sekitarnya. Selain itu, juga memiliki makna sebagai permintaan izin agar si penghuni dunia atas (makrokosmos) tidak murka dan diterima dengan baik tanpa ada satu pun warganya yang terkena bala. Sanro dan Gella secara bergantian membunyikan masing-masing 388

9 Nilai Budaya dalam... Abdul Asis sebanyak tujuh kali pukulan, dengan irama dan tempo yang berbeda. memukulnya dengan interval irama pukulan yang teratur, sedang Gella memukul dengan interval irama pukulan yang agak cepat. Selesai memukul batu gong Sanro dan Gella berjalan naik ke gunung dan ikuti oleh rombongan termasuk orang bertugas mengarak bahan dan perlengkapan ritual naik ke puncak gunung. Bahan dan perlengkapan upacara langsung diletakkan di luar pagar batu embae (kuburan batu) atau dalam arkeologi disebut dengan susunan batu gelang (Muhannis, 2004). Peserta upacara yang naik di atas gunung dapat diketahui jumlahnya dengan menggunakan biji jagung dan kotak sumbangan. Para peserta yang naik ke gunung pasti melewati jalan sempit yang kiri kanannya diapit batu besar dan hanya bisa dilalui satu-satu orang. Di dekat jalan sempit tersebut pabbilang ulu piranti berdiri sambil menghitung dengan memasukkan biji jagung kotak sumbangan sebagai pengganti uang. Bagi peserta yang memiliki uang lebih dapat mengisi kotak sumbangan (tarif tidak ditentukan) sesuai dengan keihlasan hati. Setelah ketiga pemangku adat (Arung, Gella, dan Sanro) berada di atas gunung. Maka kain lallu pun langsung dipasang untuk pelindung dari panas matahari saat memimpin ritual. Lallu adalah kain putih berukuran dua meter panjang di pasang di sebelah timur pagar batu embae. Pada zaman dahulu lallu difungsikan sebagai tempat bernaung raja ketika bepergian ke suatu tempat (Musdalifah, 2001:39-39). Setelah lallu terpasang Sanro mulai menjalani ritual yang pertama yakni (melayang), sambil menancapkan tongkat pas didepannya sambil komat-kamit membaca mantra. Dilengkapi bahan ritual berupa sesajen berupa sokko dan ayam yang diletakkan di dalam bakul-bakul. Serta alat perdupaan yang akan dipersembahan kepada arwah leluhurnya. Ritual sebagai simbol kematian yang dianggap melayang atau menghilang secara tibatiba. Selanjutnya ketiga pemangku adat memasuki pagar batu embae, diikuti dua gadis yang masih belia memegang bakul-bakul mini yang berisi bahan persembahan. Sebelum dimulai mallohong yakni menutup kain putih di atas Makam, Gella dibantu seorang piranti menyiramkan air dipinggir makam dimaksudkan untuk mengusir roh-roh jahat yang akan mengganggu jalannya upacara. Sanro didampingi oleh Arung, sedangkan Gella bersama Ana Malolo Arung dan Ana Malolo Gella duduk secara teratur di dalam batu embae. Sementara Sanro secara khusyu mengirimkan doa persembahan kepada leluhurnya. Di dalam pagar batu embae, Sanro kembali menancapkan tongkat. Tongkat yang ditancapkan sebagai simbol dari sebatang pohon yang berfungsi sebagai media yang dapat menghubungkan tempat di mana leluhur nenek moyang mereka bersemayam. Sanro didampingi oleh Arung tepat berada di sebelah kanannya dan Gella di sebelah kirinya sedangkan Ana Malolo Arung, Ana Malolo Gella, dan Pinati berdiri di bagian belakang. Sanro melanjutkan ritual kedua yakni digattung (digantung) sebagai bentuk persembahan kepada yang dianggap sebagai leluhur mereka. Dengan menyiapkan sesajen sokko patanrupa, manu dua takke (ayam yang dibelah dua), telur, beppa doko-doko dan kelapa muda, dan perdupaan yang berisi (sirih dan gambir), dupa, sebagai media penghubung. Setiap kali Sanro selesai membaca mantra-mantra, alat perdupaan yang sudah dibakar diarak mengelilingi pagar batu embae. Adapun bunyi mantra yang dibacakan oleh Sanro, artinya kurang lebih seperti ini: Anak cucumu telah datang oh Manurunge 389

10 WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: untuk menziarahi makammu, semoga atas izinmu jualah kelak dipanjangkan umurnya, dimudahkan rezekinya, dan selalu diberi kesehatan oleh semua wargamu, agar tahun-tahun kedepannya mereka datang lagi (Wawancara: Sanro, Oktober 2013). Selanjutnya kembali dilakukan ritual mallohong (meletakkan kain putih kain kafan di atas batu altar) di atas makam Manurungnge ri. Orang-orang yang akan melakukan ritual Mallohong yang punya niat untuk melepas nazar dan kaul. Orang-orang tersebut secara bergantian memasuki pagar batu embae dengan membawa ternak berupa ayam atau kambing, juga kain putih sebagai bahan persembahan kepada leluhur. Di atas batu altar susun temu gelang atau biasa disebut batu embae inilah digantung selembar kain putih sebagai peringatan jalan kematian yang kedua yaitu digattung (digantung). Warga yang merasa hajat dan nazar serta doanya sudah terkabul, juga ikut melakukan ritual Mallohong dan mallippesseng (melepaskan ayam atau kambing), dan semua orang yang hadir di atas gunung berhak untuk menangkapnya. Ritual Mallohong dipimpin secara bergantian Sanro dan Arung. Selanjutnya giliran Arung yang akan memimpinnya hingga acara selesai. Sementara Gella yang juga berada dalam pagar batu embae hanya sebagai pendamping. Selanjutnya Sanro keluar menuju ke tempat perapian untuk memimpin ritual ketiga yakni ditunu (dibakar) atau mattunu inanre. Ritual ini dilakukan dengan membakar bahan-bahan sesajen sebagai makna peringatan suatu jalan kematian. Bahan-bahan sesajen yang dibakar berupa sokko patanrupa, ayam dan beppa dokodoko, sirih dan gambir, dan lain-lain. Ritual ini menggunakan mediasi api, karena menurut mitos dan kepercayaan mereka, api adalah unsur yang sangat penting dalam pembentukan diri manusia dan alam semesta. Sesajen yang dbakar di atas maca-maca pemanggang yang terbuat anyaman bambu). Setelah Sanro usai melakukan ritual ditunu peserta langsung memperebutkan sesajen-sesajen yang masih berada di atas macamaca pemanggang. Sesajen yang ia perebutkan sebagian dia makan dan selebihnya dibawa pulang ke rumah untuk sanak keluarganya yang tidak sempat hadir sebagai barakka (berkah). Selain itu, sesajen yang didapat dapat juga dijadikan obat pada anak-anak yang sering atikkenneng (kerasukan). Setelah persembahan di atas gunung selesai dilakukan, selanjutnya pemangku adat akan berpindah tempat di batu barugae, untuk memimpin ritual pada tingkat keempat yang disebut dibalaburu yakni lokasi (penguburan dengan cara menumpuk mayat dan hanya ditimbun dengan tanah seadanya) yang dipimpin oleh Gella dan didampingi oleh Sanro. Peringatan kematian pada tingkat kelima disebut dihanyutkan/menenggelamkan ke dalam air. Sanro berjalan menuju Sungai Lamole untuk menjalani ritual di dalam air untuk mengenang kematian tingkat kelima yang disebut (menenggelamkan ke dalam air). Menenggelamkan mayat sebagai bentuk persembahan kepada penguasa air yang disebut cinna gaue. Acara persembahan di sungai termasuk acara yang tidak boleh diikuti atau diketahui oleh banyak orang termasuk bahanbahan sesajen yang disiapkan karena merupakan ritual yang sifatnya sakral. Terakhir adalah ritual Maseddi-seddi yakni penguburan dengan cara dikubur satu persatu (dikubur dengan cara Islam). Keenam tingkatan ritual kematian selalu diiringi tabahan genrang dedde pangngaru yang sangat atraktif dengan tempo cepat. Di batu barugae inilah merupakan tempat pelantikan pertama kali tokoh adat Karampuang, tepatnya pada sebuah punden berundak tiga berukuran kecil. Punden berundak tiga ini diungkapkan dengan makna 390

11 Nilai Budaya dalam... Abdul Asis ammula-mulang ri karampuang, addepareng (artinya: berawal di Karampuang, menetas di Gunung Lohe, dan lahir di Mangopi ), dan dikenal dengan sebutan ritual Marrahung yakni dengan mengelilingi menhir sebanyak tiga kali ke arah kanan bermakna mengelilingi ayah sebagai simbol api. Selanjutnya berputar tiga kali ke arah kiri sebagai simbol mengelilingi ibu atau tanah tempat kehidupan. Selanjutnya kembali ke arah kanan atau mengelilingi anak sebagai simbol air atau kedamaian. Asapnya yang mengepul adalah sebagai simbol angin. Di belakang parraung atau pembawa api ikut pula pangampo sebagai tepung tawar. Persembahan di batu barugae ini dipimpin oleh Gella sebagai bentuk persembahan kepada atau dewa yang menjaga hutan. Setelah keenam bentuk persembahan ritual yang berbeda-beda dilakukan oleh pemangku adat (Tomatoa/Arung, Gella, dan Sanro). maka mereka kembali berkumpul di rumah adat untuk melakukan upacara manre ade (makan secara adat). Selanjutnya giliran Guru yang akan memimpin doa selamatan dan syukuran yakni mabbaca doang di rumah adat Tomatoa/Arung. Doa yang dibacakan oleh Guru merupakan bentuk kesyukuran atas segala keberhasilan panen warganya dalam bidang pertanian, perkebunan, dan pemetikan hasil hutan. Setelah rangkaian ritual Menre ri Bulu selesai, maka seluruh warga Karampuang beristirahat selama dua hari. Selama mereka istirahat mereka menyiapkan kue-kue tradisional untuk diikutsertakan pada ritual Massulo beppa dua hari kemudian. c. Massulo beppa menerangi Kue Massulo beppa menerangi kue. Acara ini masih merupakan rangkaian dari ritual Moppogau Hanua. Ritual ini dilakukan dua hari setelah ritual di puncak gunung. Kepenatan warga pun mulai hilang dan masih dalam suasana bergembira karena telah berhasil melewati sebuah fase kehidupan, yakni selesai melakukan panen dan akan dimulainya lagi musim tanam tiba. Maka dilakukanlah acara Massulo beppa yakni menerangi kue semalam suntuk, sedangkan mabbali sumange yakni acara mengembalikan semangat seluruh warga untuk memulai kembali beraktivitas seperti biasanya. d proses pengukuhan Pada malam berlangsungnya Massulo eppa, maka menjelang subuh hari dilakukan ritual Mabbecce di lokasi sumur adat. Warga Karampuang mulai dari bayi sampai dewasa (tanpa batasan umur) berbondong-bondong dan antri secara teratur menuju sumur adat tempat prosesi dilakukan. Ritual dipimpin langsung oleh Sanro. Warga yang hadir diwajibkan membasuh muka dengan menggunakan air sumur adat. Sementara tiga orang gadis duduk di atas batu besar sambil memegang tempurung kelapa yang berisi ramuan kunyit basah yang telah dicampur dengan kapur, seraya sambil menunggu orang yang telah membasuh muka dengan air sumur. Selanjutnya orang tersebut diberi tanda di bagian dahi, kening kiri dan kanan dari gadis tersebut. Persepsi masyarakat Karampuang, bahwa dengan membasuh muka dengan air dari sumur adat dapat berfungsi sebagai pengenteng jodoh dan obat awet muda. Di samping itu ritual ini bertujuan mengobati dan mencegah terjangkitnya suatu penyakit pada seluruh warga. e. Malling berpantang Tahapan terakhir dalam ritual Mappogau Hanua disebut dengan malling (berpantang). dilakukan setelah acara bali sumange. Pantangan bagi warga Karampuang melakukan temmappaccera (pantangan melakukan pemotongan hewan ternak); (pantangan membuat sayur dari daun-daun); serta mapparumpu (pantangan melakukan ritual sendiri-sendiri). Acara malling ini berlangsung selama lima hari. Tiga hari di rumah adat Arung dan Gella dan dua hari di rumah penduduk. Setelah acara malling selesai, ritual ditutup dengan acara mabbahang (musyawarah adat) yakni mengevaluasi kembali hasil pelaksanaan upacara yang baru selesai dilaksanakan dan menyusun kembali rencana pelaksanaan untuk tahun berikutnya. (Wawancara: Gella, Oktober 2013). 391

12 WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: Simbol-Simbol dalam Upacara Adat Mappogau Hanua Dalam kehidupan masyarakat adat Karampuang, simbol-simbol dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun pada saat berlangsungnya ritual Mappogau Hanua. Simbol yang ditemukan umumnya berupa benda-benda yang bagi masyarakat adat Karampuang sebagai suatu tindakan yang legal. Simbol-simbol tersebut dapat ditemui pada benda-benda yang dikultuskan dan dikeramatkan. a. Batu gong, dipukul oleh Tomatoa/Arung dan Gella sebagai tanda atau simbol dimulainya ritual Mappogau Hanua di Karampuang. b. Tongkat yang ditancapkan oleh Sanro saat menjalani ritual merupakan sebagai simbol dari sebatang pohon yang berfungsi sebagai alat mediasi yang dapat menghubungkan tempat di mana leluhur mereka bersemayan. c. Possi bola (pusat rumah) atau tiang utama sebagai representatif dari sebatang pohon yang mampu menghubungkan dengan leluhur mereka. (putih, hitam, merah, dan kuning). Empat jenis warna sokko patanrupa ini melambangkan (air, tanah, api, dan angin). e. Belo-belo, jenis kain yang berwarna-warni yang dipasang pada saat berlangsungnya ritual, melambangkan beberapa suku dan etnis hadir dan berkumpul di tempat ritual. f. Manu lappung (ayam jantan) dan berkaki hitam sebagai simbol pemimpin yang harus mengakar dalam hati rakyatnya. g. Manu karame (ayam betina), simbol kesuburan. Induk ayam seperti ini diyakini pintar memelihara dan menjaga anakanaknya dan bertelur lebih banyak. h. Manu cella (ayam jantan, bulu merah) dan manu didi (betina, bulu kuning), sebagai simbol dapat mengayomi masyarakatnya, berani, tegar, anggun dan berwibawa dimata rakyatnya. i. Manu bulu sirua dan Manu betti bole yaitu ayam yang memiliki warnya bulu yang bervariasi sebagai simbol jabatan yang sedang diemban, dapat dijadikan alat penghubung dalam masyarakat agar senantiasa berlaku adil kepada semua warganya. ayam dibelah menjadi dua bagian. Maknanya satu bagian dipersembahkan untuk penguasa bumi dan satu bagian dipersembahan untuk penguasa air. k. Ota (gambir), gambir yang berjumlah enam buah melambangkan tingkatan dalam kematian berjumlah enam. Nilai-nilai Budaya dalam Ritual Mappogau Hanua Nilai adalah kualitas atau sifat yang membuat apa yang bernilai menjadi bernilai, misalnya nilai jujur adalah sifat atau tindakan yang jujur, Scheler (dalam Suseno, 2000:34). Nilai merupakan sesuatu yang dikaitkan dengan kabajikan, dan keluhuran. Nilai merupakan sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi serta selalu dikejar oleh manusia dalam memperoleh kebahagiaan hidup (Wisadirana, 2004:31). Menurut Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:69) nilai merupakan sesuatu abstrak, tetapi secara fungsional mempunyai ciri mampu membedakan antara yang satu dengan yang lain. Suatu nilai jika dihayati oleh seseorang, maka akan sangat berpengaruh terhadap cara dalam mencapai tujuan hidupnya. Oleh Scheler (dalam Frondizi, 2001:132) menegaskan bahwa nilai yang terendah dari semua nilai sekaligus merupakan nilai yang pada dasarnya fana nilai yang lebih tinggi dari pada semua nilai yang lain sekaligus merupakan nilai yang abadi. Nilai memiliki pengertian yang cukup pandangan mengenai nilai. Nilai itu objektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini 392

13 Nilai Budaya dalam... Abdul Asis a. Nilai Kepatuhan Nilai kepatuhan adalah salah satu nilai yang cukup menonjol dalam ritual Mappogau Hanua. Nilai kepatuhan terlihat pada masyarakat Karampuang dan di sekitarnya dengan berbondong-bondong datang menghadiri ritual Mappogau Hanua terutama kaum ibu-ibu, remaja-remaja (muda-mudi) dan anak-anak. Keikutsertaannya dalam upacara ini maka secara tidak langsung dapat mewarisi berbagai normanorma sosial yang masih bertahan hingga saat ini. Secara psikologis pengalaman di masa kecil biasanya akan meninggalkan kesan yang cukup kuat hingga anak-anak itu tumbuh menjadi dewasa. Sehubungan dengan itu, mereka mengamati dan menyimak secara seksama setiap kali dilaksanakan. Maka dengan sendirinya orangorang yang datang menyaksikan akan mengetahui tentang berbagai sikap positif, norma-norma sosial serta nilai-nilai budaya luhur yang tumbuh sejak lama dan berkembang di dalam masyarakat di Karampuang. Seperti yang dituturkan oleh seseorang pengunjung bernama MA dan ROS (pasangan suami istri): Saya ini berasal kecamatan Sinjai Tengah, kami datang setiap tahun bersama keluarga untuk mengikuti acara Mappogau Hanua. Sehari sebelum pelaksanaan digelar saya sudah berada di Karampuang. Saya menginap di rumah adat dan membawa bahan persembahan berupa: seekor ayam putih untuk dilepas di Makam serta membawa kain putih yang panjangnya 2 meter. Ayam yang saya bawa ini akan saya dilepaskan di sekitar makam karena nazar saya sudah terkabul. Selain itu, juga bentuk ungkapan rasa syukur karena hasil panen saya berhasil dan terhindar dari hama penyakit. Saya meyakini bahwa ritual Mappogau Hanua sudah menjadi bagian hidup kami. Di sinilah kami bisa belajar bagaimana menghormati dan menghargai leluhur kami (Wawancara, Oktober 2013). Upacara ritual ini dihadiri berbagai lapisan masyarakat tanpa ada pembedaan dari status sosial. Jadi, dengan sendirinya secara langsung dapat direkam dalam pikiran mereka kemudian ditransmisikan lagi kepada satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengalaman individual masing-masing peserta upacara. b. Nilai Pengetahuan Lokal Nilai pengetahuan lokal yang terkait dalam pelaksanaan ritual Mappogau Hanua ialah pengetahuan tentang waktu. Sampai saat ini masyarakat Karampuang masih tetap mempertahankan warisan budaya leluhur mereka mengenai konsepsi tentang waktu-waktu yang dianggap baik dan dianggap buruk untuk memulai suatu pekerjaan. Termasuk pada saat penentuan hari atau waktu pelaksanaan hari H ritual Mappogau Hanua. Sebelum menentukan hari, mereka melakukan mabbahang (musyawarah adat) untuk menyatukan suatu pendapat dalam rangka menetapkan waktu yang dianggap baik. Biasanya waktu yang dianggap baik sebagai puncak pelaksanaan ritual Mappogau Hanua biasanya jatuh pada hari Senin atau hari Kamis. Selain itu, pengetahuan dalam membuat alat penerangan walaupun sifatnya masih tradisional, masyarakat setempat menyebut pesse pelleng (lampu pelita). Pesse pelleng ini difungsikan sebagai lampu penerangan yang digunakan setiap malam di rumah adat Karampuang. Serta digunakan pula pada ritual Massulo beppa (menerangi kue-kue tradisional semalam suntuk) yang dilaksanakan di rumah adat sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panennya. Menurut penuturan Puang Gella, bahwa sejak zaman dahulu, pesse pelleng digunakan sebagai alat penerangan di rumah adat Karampuang (Wawancara; Puang Gella, Oktober 2013). c. Nilai Solidaritas Nilai sosial tampak dengan berbaurnya segenap lapisan masyarakat di atas puncak gunung pada saat upacara berlangsung. Seolaholah mereka menjadikan sebagai ajang paling efektif untuk menumbuhkan rasa solidaritas, saling mengenal pribadi atau individu lainnya demi membangun nilai-nilai kemanusiaan yang humanis, saling menghargai dan menghormati. Sesama peserta upacara yang datang dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan dan dari luar provinsi bahkan dari negara tetangga yakni Malaysia. Hal itu tecermin dari aktivitas mereka dalam mempersiapkan peralatan upacara dan 393

14 WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: peralatan lainnya. Dengan senang hati dan penuh kesadaran mereka mempersiapkan peralatan agar upacara dapat berlangsung dengan baik. Tanpa kerja sama yang sehat, upacara Mappogau Hanua mustahil dapat terlaksana dengan lancar. Pelaksanaan upacara merupakan ajang silaturahmi untuk membangun nilai-nilai kemanusiaan yang humanis; saling menghargai dan menghormati. Upacara yang tergolong akbar dan sangat meriah tentunya membutuhkan waktu lama untuk mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk tenaga dan biaya yang sangat besar. Tetapi bukan suatu alasan yang tepat jikalau upacara ini tertunda pelaksanaannya hanya karena biaya yang tidak ada. Karena seluruh warga bersatu dan saling bantu membantu dan bahu membahu dengan ikhlas tanpa paksaan dari pemimpin adatnya. Dengan kerelaan dan kesadaran bersama mereka turut memberikan sumbangan berupa beras, ayam, ikan dan bahan-bahan lainnya yang diperlukan demi terlaksananya event tahunan ini. Dalam ungkapan orang Karampuang, kesediaannya membantu dikatakan macca makki to matoa artinya memahami beban sebagai penanggung jawab adat khususnya ritual upacara Mappogau Hanua. Tomatoa/Arung mengatakan bahwa warga masyarakat adat Karampuang bilamana sudah ada penentuan hari pelaksanaan upacara, baik itu ibu-ibu maupun kaum Adam mulai berdatangan secara bergantian ke rumah adat untuk membantu dalam hal apa saja, baik urusan dapur untuk kaum ibu-ibu dan urusan mengambil kayu bakar untuk kaum Adam (Wawancara, Oktober 2013). Tingginya rasa solidaritas masyarakat Karampuang terhadap pemimpin mereka yakni pada saat acara dilakukan. Seluruh warga datang tempat upacara dan lingkungan sekitar. Sebaliknya khusus kaum ibu-ibu tiga hari menjelang acara berlangsung mulai berdatangan ke rumah adat tanpa dipanggil maupun dengan sengaja diundang. Mereka membantu melakukan pekerjaan dengan ikhlas. Karena membantu pekerjaan di rumah adat menjelang upacara seperti: menanak nasi, membuat menu masakan, membuat kue-kue, dan lain sebagainya maka dianggap melakukan pekerjaan yang mulia. d. Nilai Religi Ritual secara umum dipahami sebagai ekspresi keagamaan dalam wujud perilaku yang dijadikan sebagai media untuk berkomunikasi dengan hal-hal yang gaib. Dalam tataran implementasi atau praktik ritual tersebut, tampil beragam berdasarkan kepercayaan masingmasing sekaligus merupakan karakteristik budaya komunitas tertentu. Sehubungan dengan upacara atau perayaan keagamaan, Haviland (1988:207) menjelaskan bahwa upacara merupakan sarana untuk menghubungkan antara manusia dengan halhal keramat yang diwujudkan dalam praktik (in action). Karena itu upacara bukan hanya sarana untuk memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting. Pada saat berlangsung upacara di gunung, masyarakat pendukungnya menyakini betapa sakralnya pada saat upacara berlangsung. Dan hingga saat sekarang ini dianggap masih bersemayam roh di Gunung Karampuang sebagai suatu kawasan yang disakralkan, kawasan yang dianggap sebagai sebuah mikrokosmos yang wajib dijaga. Sakralitasnya tercermin pada kepatuhan warga masyarakat pendukungnya untuk tidak melanggar pantangan-pantangan upacara, serta keikhlasan piranti-piranti adatnya menyiapkan sokko patanrupa (songkolo empat macam warna) dan manu dua takke (ayam dibelah dua) yang sudah ditentukan jenis dan warna bulunya sebelum ayam tersebut disembelih masing-masing untuk persembahan kepada sang dewata. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan dalam kawasan adat Karampuang tidak dapat dipisahkan dari nilai religi. Segala bentuk benda yang digunakan ataupun bahan persembahan dalam upacara Mappogau Hanua tidak terlepas dari nilai filosofis atau simbol-simbol yang bermakna. e. Nilai Pelestarian Alam Bilamana kita mengamati kehidupan masyarakat Karampuang yang tinggal di dalam 394

BAB VI KESIMPULAN. Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua

BAB VI KESIMPULAN. Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua BAB VI KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua dengan melakukan interpretasi terhadap simbol-simbol ritual yang digali dari tiga dimensi maknanya, maka ditemukan bahwa

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR Wahyuningtias (Mahasiswa Prodi PGSD Universitas Jember, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Oleh: Murti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Murti_tinah@yahoo.com.id Abstrak:

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Latar Belakang Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan.

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan? Lampiran 1 63 Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah kesenian Jonggan! 2. Mengapa disebut dengan Jonggan? 3. Apa fungsi kesenian Jonggan? 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan diwariskan manusia dari generasi ke generasi. Setiap bangsa memiliki kebudayaan, meskipun

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Penelitian oleh Ahmad Fauzi yang berjudul Pemahaman Masyarakat Tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Penelitian oleh Ahmad Fauzi yang berjudul Pemahaman Masyarakat Tentang A. Penelitian Relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian sebelumnya yaitu: a. Penelitian oleh Ahmad Fauzi yang berjudul Pemahaman Masyarakat Tentang Tradisi Fida

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. membangun rumah tidak dapat diketahui secara pasti, karena tradisi dilaksanakan

BAB V PENUTUP. membangun rumah tidak dapat diketahui secara pasti, karena tradisi dilaksanakan BAB V PENUTUP Setelah penulis menguraikan tentang Tradisi Membangun Rumah di Desa Sungai Rangas Ulu Kecamatan Martapura Barat, maka sampailah kini kepada bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi PLPBK DI KAWASAN HERITAGE MENTIROTIKU Kabupaten Toraja Utara memiliki budaya yang menarik bagi wisatawan dan memilki banyak obyek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Elemen-eleman sosial budaya masyarakat Desa Gamtala yang berpotensi sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam bentuk perahu besar dan kecil. Sumatera Utara. Belawan berada pada ketinggan 1 meter dari permukaan laut,

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam bentuk perahu besar dan kecil. Sumatera Utara. Belawan berada pada ketinggan 1 meter dari permukaan laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbukti dari ujung barat sampai ujung timur terdiri dari kepulauan besar dan kecil dan lebih banyak kawasan perairan,

Lebih terperinci

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju pribadi yang mandiri untuk membangun dirinya sendiri maupun masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara

BAB I PENDAHULUAN. Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara pembersihan benda-benda pusaka peninggalan leluhur masyarakat Panjalu. Upacara yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panjalu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Ciamis Utara. Secara geografis Panjalu mempunyai luas wilayah sebesar 50,60 Km² dengan jumlah penduduk 46.991

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI. Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Desa tersebut berbatasan dengan:

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI. Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Desa tersebut berbatasan dengan: 24 BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI A. Keadaan Desa Jeruklegi Desa jeruklegi merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Desa tersebut berbatasan dengan: - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seiring dengan zaman, kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan berkembang sebagai suatu hal yang diterima oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan, yang dipegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal dengan berbagai macam suku dan budaya serta memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang memiliki arti meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pantun dalam Dendang lahir secara adat di suku Serawai. Isi dan makna nilai-nilai keetnisan suku Serawai berkembang berdasarkan pola pikir yang disepakati

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu: PROSESI PERKAWINAN ADAT SASAK 1 Oleh : I Gusti Ngurah Jayanti 2. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sebuah fenomena budaya yang hampir terdapat di semua komunitas budaya, khususnya di Indonesia. Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

46 47 48 49 50 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Bapak Albert Taguh (Domang Kabupaten Lamandau) 1. Apakah yang dimaksud dengan upacara Tewah? 2. Apa tujuan utama upacara Tewah dilaksanakan? 3. Siapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

WARISAN BUDAYA TAK BENDA KAB. MERANGIN, JAMBI TARI SAYAK & TARI PISANG

WARISAN BUDAYA TAK BENDA KAB. MERANGIN, JAMBI TARI SAYAK & TARI PISANG Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016 WARISAN BUDAYA TAK BENDA KAB. MERANGIN, JAMBI TARI SAYAK & TARI PISANG DAFTAR ISI A. Pendahuluan B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual bersih desa Mandhasiya (yang selanjutnya disebut RBDM) merupakan ritual bersih desa yang dilaksanakan setiap tujuh bulan sekali pada Wuku Mandhasiya (terdapat

Lebih terperinci

5.1. KESIMPULAN FAKTUAL

5.1. KESIMPULAN FAKTUAL BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. KESIMPULAN FAKTUAL 1. Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area diartikan sebagai pitulungan, yang memiliki maksud bahwa tujuan dilaksanakannya upacara adalah untuk memohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat Bab 5 Ringkasan Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat perayaan-perayaan ataupun festival yang diadakan setiap tahunnya. Pada dasarnya, perayaan-perayaan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : meliputi, Himpun (meliputi : Himpun Kemuakhian dan Himpun Pemekonan),

V. KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : meliputi, Himpun (meliputi : Himpun Kemuakhian dan Himpun Pemekonan), V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Proses upacara perkawinan adat

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa untuk memenuhi kebutuhannya sebagai anggota masyarakat. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa untuk memenuhi kebutuhannya sebagai anggota masyarakat. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem arti dan ekspresi yang digunakan oleh penutur bahasa untuk memenuhi kebutuhannya sebagai anggota masyarakat. Bahasa

Lebih terperinci

BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO A. Keadaan Umum Desa Sukapura 1. Keadaan Geografis Desa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 1. Sejarah Singkat Desa sikijang adalah sebuah desa yang terletak Di Kecamatan Logas Tanah Darat, kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bararak adalah suatu tradisi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala (pengangkatan) penghulu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun lingkungan sosial artinyahubungan antara manusia dengan lingkungan dihubungkan dengan tradisi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena upacara ini masih tetap berlangsung hingga kini meskipun perkembangan budaya semakin canggih.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ondel-Ondel merupakan sebuah kesenian yang berasal dari suku Betawi yang telah hadir dari zaman dahulu. Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan rangka anyaman

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci