BAB V PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KARIMUNJAWA DAN JEPARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KARIMUNJAWA DAN JEPARA"

Transkripsi

1 42 BAB V PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KARIMUNJAWA DAN JEPARA 5.1. Pengelolaan Perikanan di Karimunjawa Sumber daya perikanan merupakan sumberdaya yang dapat diakses secara terbuka. Potensi sumberdaya perikanan yang tinggi terutama di Karimunjawa mendorong banyak pihak ingin memanfaatkan sumberdaya perikanan di Karimunjawa. Pihak-pihak yang berkepentingan memanfaatkan sumberdaya perikanan di Karimunjawa yaitu, Nelayan Karimunjawa, Nelayan luar Karimunjawa, Pemerintah Kabupaten Jepara, Pemerintah Desa Karimunjawa, dan Departemen Perikanan dan Kelautan. Dibutuhkan suatu sistem yang mengelola sumberdaya perikanan agar pemanfaatannya dapat dirasakan secara merata. Pengelolaan sumberdaya perikanan di Karimunjawa dilakukan oleh beberapa pihak yaitu Balai Taman Nasional Karimunjawa, Pemerintah Desa yang bekerjasama dengan Nelayan Karimunjawa, Pemerintah Provinsi, dan Departemen Perikanan dan Kelautan Pengelolaan Perikanan oleh Taman Nasional Karimunjawa Pengelolaan perikanan oleh Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) dilakukan dengan membuat sistem zonasi. Sistem zonasi mengatur batas-batas wilayah dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. Taman Nasional Karimunjawa dikelola berdasarkan sistem zonasi yang tertuang dalam Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No.SK.79/IV/Set-3/2005 mengenai zonasi atau mintakat di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Di dalam kawasan ini terdapat 7 zona yaitu zona inti, perlindungan, pemanfaatan pariwisata, pemukiman, rehabilitasi, budidaya dan zona pemanfaatan perikanan tradisional. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional maka dilakukan revisi terhadap zonasi yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi No.SK.28/IV- SET/2012. Pembagian zonasi berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Tahun 2012 menetapkan terdiri dari delapan zona yaitu zona inti,

2 43 perlindungan bahari, pemanfaatan darat, pemanfaatan wisata bahari, budidaya bahari, religi dan sejarah, rehabilitasi dan perikanan Tradisional. Setiap zonasi memiliki deskripsi, tujuan dan aktivitas yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. 1. Zona Inti Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota maupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia dan mutlak dilindungi yang berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Fungsi dan peruntukan zona inti adalah sebagai pengawetan perwakilan tipe ekosistem perairan laut yang khas/ alami/unik dan biota laut lainnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan dan merupakan bank plasma nutfah dari biota laut, untuk kepentingan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan penunjang budidaya. Kegiatan yang dapat dilakukan pada zona inti meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan. b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya. c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan atau penunjang budidaya. d. Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan. Kegiatan-kegiatan yang dilarang adalah kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti seperti: a. Mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. b. Sengaja maupun tidak sengaja melakukan penangkapan atau pengambilan sumberdaya laut seperti karang, ikan karang, molusca, penyu dan biota laut baik hidup, mati atau bagian-bagiannya. c. Sengaja atau tidak sengaja menggali, mengganggu atau memindahkan setiap bagian atau komponen ekosistem perairan laut. d. Melakukan kegiatan wisata bahari. e. Melakukan penambangan pasir.

3 44 2. Zona perlindungan Zona perlindungan adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. Sedangkan peruntukannya adalah sebagai wilayah untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya seta mendukung zona inti. Kegiatan yang dapat dilakukan pada zona perlindungan meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan. b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya. c. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya. d. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar. e. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan wisata alam terbatas. Aktivitas atau kegiatan yang dilarang seperti : a. Mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona perlindungan serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. b. Sengaja maupun tidak sengaja melakukan penangkapan atau pengambilan sumberdaya laut seperti karang, ikan karang, molusca, penyu dan biota laut lainya baik hidup, mati atau bagian-bagiannya. c. Melakukan penambangan pasir. 3. Zona pemanfaatan perikanan tradisional Zona pemanfaatan perikanan tradisional adalah kawasan perairan yang diperuntukkan sebagai daerah pemanfaatan perikanan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejahteraan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. aktivitas yang tidak diperbolehkan adalah semua kegiatan di zona inti dan Introduksi jenis biota serta penangkapan ikan yang menggunakan alat tidak ramah lingkungan (mourami, jaring pocong, jaring cantrang, sianida).

4 45 4. Zona pemanfatan pariwisata Zona ini adalah untuk pengembangan aktivitas wisata alam alam bahari maupun wisata alam lainnya, rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan pendidikan dan atau kegiatan penunjang budidaya. Kegiatan yang dapat dilakukan pada zona pemanfaatan pariwisata meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan. b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya c. Penelitian dan pengembangan pendidikan dan penunjang budidaya d. Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam. e. Pembinaan habitat dan populasi. f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, pendidikan, wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. 5. Zona budidaya Zona yang diperuntukkan mendukung kepentingan budidaya perikanan seperti budidaya rumput laut, karamba jaring apung dan sebagainya oleh masyarakat setempat dengan tetap memperhatikan aspek konservasi. Kegiatan yang diperbolehkan adalah budidaya rumput laut, karamba jaring apung dan sebagainya. 6. Zona rehabilitasi Zona yang diperuntukkan untuk kepentingan pemulihan kondisi ekosistem terumbu karang yang telah mengalami kerusakan 75%. Kegiatan yang diperbolehkan a. Kegiatan rehabilitasi guna pemulihan ekosistem di zona ini. b. Kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan pendidikan dan penunjang budidaya. c. Pembinaan habitat dan populasi. 7. Zona Pemanfaatan darat Zona ini adalah untuk pengembangan aktivitas wisata alam alam bahari maupun wisata alam lainnya, rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan pendidikan dan atau kegiatan

5 46 penunjang budidaya. Kegiatan yang dapat dilakukan pada zona pemanfaatan pariwisata meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan. b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. c. Penelitian dan pengembangan pendidikan dan penunjang budidaya. d. Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam. e. Pembinaan habitat dan populasi. f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, pendidikan, wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. 8. Zona Religi, Budaya dan Sejarah Zona yang diperuntukkan untuk melindungi nilai-nilai hasil karya budaya, sejarah, arkeologi, maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian, pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius. Kegiatan yang diperbolehkan adalah a. Kegiatan perlindungan dan pengamanan. b. Pemanfaatan wisata alam, penelitian, pendidikan dan religi. c. Pemeliharaan situs budaya dan sejarah serta keberlangsungan upacaraupacara ritual keagamaan/adat yang ada. Pelanggaran terhadap sistem zonasi dan penggunaan alat tangkap perikanan di Karimunjawa akan dikenakan sanksi sesuai dengan UU No.5 Tahun Berdasarkan UU NO.5 Tahun 1990 Pasal 40, setiap orang yang melakukan tindakan kejahatan berupa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan di kawasan zona inti, akan dikenakan sanksi berupa penjara paling lama sepuluh tahun dan denda berupa uang paling banyak Rp (dua ratus juta rupiah). Setiap orang yang melakukan tindakan pelanggaran berupa mengambil, merusak, memusnahkan, menjual tumbuhan atau organisme yang dilindungi oleh Taman Nasional, akan dikenakan sanksi berupa pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp (seratus juta rupiah).

6 47 Tabel 12. Pembagian Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Nomor :SK.28/IV-SET/2012 Tahun No Pembagian Zona Zona Inti seluas 444,629 hektar, meliputi sebagian perairan Pulau Kumbang, Taka Menyawakan, Taka Malang, dan Perairan Tanjung Bomang. Zona Rimba seluas 1.451,767 hektar, meliputi Hutan Hujan Tropis, Dataran Rendah di Pulau Karimunjawa, dan Hutan Mangrove di Pulau Kemujan (Tanpa areal Legon Lele, areal Tracking Mangrove, dan areal makam Sunan Nyemplungan). Zona Perlindungan Bahari seluas 2.599, 770 hektar, meliputi perairan Pulau Sinto, Gosong Tengah, Pulau Bengkoang bagian utara, Pulau Cemara Besar bagian selatan, Pulau Menjangan Kecil, timur Pulau Nyamuk, Perairan Karang Kapal, Karang Besi bangian selatan, Krakal Besar bagian utara, Gosong Kumbang, Pulau Kembar dan Gosong Selikur. Zona Pemanfaatan Darat seluas 55,933 hektar, meliputi Pulau Menjangan Kecil, Pulau Cemara Besar, areal Legon Lele, areal Tracking Mangrove, areal Nyamplung Ragas. Zona Pemanfaatan Wisata Bahari seluas 2.733,735 hektar, meliputi perairan Pulau Menjangan Besar, perairan Pulau Menjangan Kecil, Perairan Pulau Menyawakan, Perairan Pulau Kembar, Perairan Pulau Tengah, Perairan Sebelah Timur Pulau Kumbang, Perairan Pulau Kumbang bagian selatan, Indonor, dan Perairan Pulau Cemara Besar bagian utara, Perairan Tanjung Gelam, Perairan Pulau Cemara Kecil bagian utara, Peraian Pulau Katang, Perairan Kerakal Besar bagian selatan, Perairan Kerakal Kecil, Perairan Pulau Cilik. Zona Budidaya Bahari seluas 1.370,729 hektar, meliputi Perairan Pulau Karimunjawa, Perairan Pulau Kemujan, Perairan Pulau Menjangan Besar, Perairan Pulau Parang dan Perairan Pulau Nyamuk, perairan Karang Besi bagian utara. Zona Religi Budaya dan Sejarah seluas 0,859 hektar, meliputi areal Makam Sunan Nyemplungan di Pulau Karimunjawa. Zona Rehabilitasi seluas 68,329 hektar, meliputi Perairan sebelah timur Pulau Parang, Perairan sebelah timur Pulau Nyamuk, perairan sebelah barat Pulau Kemujan dan perairan sebelah barat Pulau Karimunjawa. Zona Tradisional Perikanan seluas ,249 hektar, meliputi seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TN Karimunjawa. Sumber: Data Primer, 2012

7 48 Perubahan sistem zonasi yang dilakukan Balai Taman Nasional mengakibatkan terciptanya batas-batas sistem zonasi yang baru (Gambar 6). Revisi sistem zonasi yang dilakukan oleh TNKJ untuk menyesuaikan kepentingan dari pusat dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Karimunjawa. Revisi yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional dilakukan dengan melibatkan masyarakat untuk memberikan pendapat mengenai sistem zonasi yang seperti apa yang diinginkan oleh masyarakat. Hasil kesepakatan yang terbentuk dari masyarakat dengan Balai Taman Nasional yang kemudian dijadikan sebagai sistem Zonasi terbaru. Gambar 6. Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Tahun Pengelolaan Perikanan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah dalam Per.02/MEN/2011 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan berisi tentang pengaturan jalur-jalur pemanfaatan sumberdaya perikanan. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang merupakan undang-undang tentang Perikanan. Per.02/MEN/2011 menetapkan jalur-jalur penangkapan ikan menjadi 3 jalur, yaitu:

8 49 1. Jalur penangkapan ikan I yang terdiri dari Jalur penangkapan ikan IA meliputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah dan Jalur penangkapan ikan IB, meliputi perairan pantai di luar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut. 2. Jalur penangkapan ikan II, meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah. 3. Jalur Penangkapan Ikan III meliputi ZEEI dan perairan di luar jalur penangkapan ikan II ( diatas 12 mil). Jalur penangkapan ikan di wilayah penangkapan perikanan di Indonesia ditetapkan berdasarkan karakteristik kedalaman perairan. Karakteristik kedalaman perairan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Perairan dangkal ( 200 meter) yang terdiri dari: a. WPP-NRI 571, yang meliputi Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman; b. WPP-NRI 711, yang meliputi Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan; c. WPP-NRI 712, yang meliputi Perairan Laut Jawa; d. WPP-NRI 713, yang meliputi Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; dan e. WPP-NRI 718, yang meliputi Perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur. 2. Perairan dalam (> 200 meter) yang terdiri dari: a. WPP-NRI 572, yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; b. WPP-NRI 573, yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa sampai dengan sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor Bagian Barat;

9 50 c. WPP-NRI 714, yang meliputi Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda; d. WPP-NRI 715, yang meliputi Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau; e. WPP-NRI 716, yang meliputi Perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera; dan f. WPP-NRI 717, yang meliputi Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik. Permen yang dikeluarkan Departemen Kelautan dan Perikanan pasal 22 sampai 31 mengatur alat- alat tangkap yang dapat digunakan di Karimunjawa, yaitu: 1. Jaring insang tetap (Set gillnets (anchored)) dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size 1,5 inch, P 500 m, menggunakan kapal motor berukuran 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Mesh size 1,5 inch, P m, menggunakan kapal motor berukuran >10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III. 2. Jaring liong bun dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 8 inch, P tali ris m, menggunakan kapal motor berukuran 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III. 3. Jaring insang hanyut (Driftnets) dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size 1,5 inch, P tali ris 500 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Mesh size 1,5 inch, P tali ris m, menggunakan kapal motor berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. c. Mesh size 1,5 inch, P tali ris m, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III.

10 51 4. Jaring insang lingkar (encircling gillnets) dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 1,5 inch, P tali ris 600 m, menggunakan kapal motor berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB dan II. 5. Jaring insang berpancang (fixed gillnets (on stakes)) bersifat statis dan pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 1,5 inch, P tali ris 300 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA. 6. Jaring klitik bersifat statis dan pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 1,5 inch, P tali ris 500 m, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA dan IB. 7. Bubu (pots) dioperasikan dengan jumlah bubu 300 buah, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor semua ukuran, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA, IB, dan II. 8. Bubu bersayap (fyke nets) bersifat statis dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 1 inch; P tali ris 50 m, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA. 9. Pancing ulur dioperasikan untuk semua ukuran kapal penangkap ikan, dan disemua jalur penangkapan ikan. 10. Pancing berjoran dioperasikan untuk semua ukuran kapal penangkap ikan, dan disemua jalur penangkapan ikan. a. Jumlah pancing 800 mata pancing nomor 6, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Jumlah pancing mata pancing nomor 6, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III. c. jumlah pancing mata pancing nomor 6, menggunakan kapal motor berukuran 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III.

11 Pancing layang-layang dioperasikan dengan menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA dan IB 12. Panah dioperasikan dengan menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA dan IB Permen Departemen Perikanan dan Kelautan tidak hanya menetapkan alatalat tangkap yang dapat digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan di Karimunjawa, tetapi juga mengatur alat-alat tangkap yang dilarang beroperasi, yaitu: 1. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls) 2. Nephrops trawl (nephrops trawls) 3. Pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls). 4. Pukat hela pertengahan udang (shrimp trawls). 5. Pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls). 6. Pukat dorong. 7. Perangkap ikan peloncat (aerial traps). 8. Muro ami. 9. Scottish seines. 10. Pair seines. Pelanggaran terhadap penggunaan alat tangkap dan alat bantu penangkapan yang idak sesuai dengan tingkat selektifitas dan kapasitas alat penangkapan, jenis dan ukuran alat bantu tangkap, ukuran kapal perikanan, dan jalur penangkapan ikan akan dikenakan sanksi pidana denda sesuai dengan ketentuan Pasal 100 dan Pasal 100C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, dimana setiap orang yang melanggar ketentuan yang ditetapkan akan dikenakan denda paling banyak Rp (dua ratus lima puluh juta rupiah) Pengelolaan Perikanan oleh Pemerintahan Desa Pengelolaan perikanan yang diberlakukan oleh permerintah desa yaitu peraturan yang dibentuk berdasarkan kesepakatan Nelayan Karimunjawa dengan

12 53 pemerintah desa yaitu pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan serta kearifan lokal. Isinya yang mengatur antara lain: 1. Setiap nelayan kompresor tidak boleh mengganggu nelayan pancing 2. Setiap nelayan kompresor setuju tidak mengambil ikan Sunuk Hitam selama-lamanya 3. Setiap nelayan kompresor setuju tidak mengambil ikan Kerapu Batu serta ikan Kerapu Kertang pada bulan Nopember sampai pada bulan maret di setiap tanggal Hijriah. 4. Setiap nelayan kompresor bila melanggar dapat dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp ,00 ( dua juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (lima juta rupiah). 5. Setiap pedagang ikan tidak boleh membeli ikan Susuk Hitam selamalamanya dari tangkapan nelayan kompresor serta Kerapu Kertang dan Kerapu Batu, dari nelayan kompresor pada bulan nopember sampai dengan bulan Maret disetiap tanggal Hijriah, dan apabila melanggar dapat dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 (Lima juta rupiah) dan membuat pernyataan untuk tidak mengulanginya lagi. 6. Potasium dilarang keras di wilayah Desa Karimunjawa, dan apabila diketahui Nelayan Karimunjawa menggunakan obat/potasium tersebut, dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang yang berlaku. 7. Semua nelayan tidak boleh melakukan pengambilan ikan di Zona Inti 8. Hasil denda dapat digunakan untuk kegiatan umum dengan hasil musyawarah Sistem pengelolaan yang dilakukan oleh berbagai aktor di Karimunjawa memiliki perbedaan. Pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ), Kabupaten Jepara, pemerintah Desa Karimunjawa dan Dinas Kelautan dan Perikanan disajikan dalam Tabel 13.

13 54 Tabel 13. Pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan oleh berbagai aktor di Karimunjawa Kategori peraturan pengelolaan BTNKJ Desa Karimunjawa Dinas Kelautan dan Perikanan Alat Tangkap yang dapat digunakan Wilayah Tangkap Alat tangkap tradisional yang ramah lingkungan. Alat tangkap yang tidak ramah seperti mourami, jaring pocong, cantrang dan sianida dilarang Zona Tradisional perikanan, kecuali zona inti, perlindungan bahari dan rehabilitasi. Sanksi Penjara atau pidana kurungan dan denda berupa uang paling banyak seratus juta rupah. Kompresor dan pancing. Kompresor tidak boleh mengganggu pancing. Potasium dilarang. Di kawasan zona inti. seluruh kecuali Denda sebesar dua juta rupiah sampai dengan lima juta rupiah dan membuat surat pernyataan. Semua alat tangkap yang ramah dengan lingkungan dan disesuaikan dengan jalur-jalur penangkapannya. Pancing dan panah Jalur-jalur penangkapan. Denda paling banyak dua ratus lima puluh juta rupiah. Pengelolaan sumberdaya perikanan di TNKJ yang dilakukan oleh berbagai aktor belum berjalan secara efisien. Peraturan yang ditetapkan oleh berbagai aktor belum dapat diaplikasikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. Hal ini terbukti dengan masih adanya pelanggaranpelanggaran dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan seperti pelanggaran terhadap batas wilayah pemanfaatan dan penggunaan alat tangkap. Pelaksanaan peraturan yang tidak berjalan secara efien ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu. Pertama, kurangnya sosialisasi peraturan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang menetapkan peraturan sehingga pengetahuan masyarakat terhadap peraturan mini. Kedua, keinginan masyarakat untuk melakukan peraturan yang sudah ditetapkan juga rendah. Ketika diperhadapkan antara memenuhi kebutuhan hidup dan mematuhi peraturan, maka masyarakat

14 55 akan lebih memilih memenuhi kebutuhan hidup sekali pun harus melanggar peraturan. Ketiga, penegakan hukum yang lemah. Sosialisasi yang rendah dan keinginan masyarakat yang rendah untuk mematuhi peraturan dapat diatasi apabila terdapat sistem pengawasan terhadap peraturan yang kuat. Sistem penegakan hukum yang tegas dan kuat akan memaksa masyarakat untuk mau patuh dan menjalankan peraturan sebagaimana seharusnya Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Jepara Pengelolaan sumberdaya perikanan di Jepara lebih sederhana dibandingkan dengan TNKJ. Sumberdaya di Jepara hanya diatur oleh Nelayan Jepara dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Jepara Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh Nelayan Jepara Nelayan Jepara memiliki peraturan sendiri dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Pengelolaan sumberdaya yang dilakukan oleh Nelayan Jepara yaitu dengan menetapkan peraturan tidak tertulis antara Nelayan Jepara dengan nelayan lain. Peraturan tidak tertulis tersebut merupakan bentuk kesepakatan antara Nelayan Jepara dengan nelayan yang memiliki alat tangkap yang berbeda. Apabila terjadi sebuah insiden antara Nelayan Jepara dengan nelayan lain yang berbeda alat tangkap maka akan dilakukan penyelesaian dengan cara kekeluargaan. Tidak ada peraturan terlulis yang menjadi pedoman bagi memanfaatkan sumberdaya perikanan di Jepara. Nelayan Jepara untuk Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Jepara Pengelolaan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan dari pusat yaitu Peraturan Menteri dan Undang-Undang. Peraturan menteri yang berlaku dalam mengelola sumberdaya perikanan baik di Jepara maupun di Karimunjawa sama yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.02/Men/2011. Peraturan tersebut mengatur tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Selain peraturan menteri, landasan hukum

15 56 yang mengatur pengelolaan perikanan di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun Berdasarkan Permen yang dikeluarkan Departemen Kelautan dan Perikanan pasal 22 sampai 31 diatur alat- alat tangkap yang dapat digunakan di Jepara, yaitu: 1. Pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal, dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size 1 inch dan tali ris atas 300 m, menggunakan rumpon dan lampu dengan total daya watt, menggunakan kapal motor berukuran 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II dan III b. Mesh size 1 inch dan tali ris atas 400 m, menggunakan rumpon dan lampu dengan total daya watt, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III c. Mesh size 1 inch dan tali ris atas 600 m, menggunakan rumpon dan lampu dengan total daya watt, menggunakan kapal motor berukuran 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III 2. Pukat cincin grup pelagis kecil, dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size 1 inch dan tali ris atas 600 m, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III b. Mesh size 1 inch dan tali ris atas 800 m, menggunakan kapal motor berukuran 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III 3. Jaring lingkar tanpa tali kerut (without purse lines/lampara) dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 1 inch dan tali ris atas 150 m, menggunakan kapal motor berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III

16 57 4. Pukat tarik pantai (beach seines) dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 1 inch dan tali ris atas 300 m, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran 5 GT, dan dioperasikan pada jalurpenangkapan ikan IA 5. Pukat hela dasar berpalang (beam trawls) dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 1 inch dan tali ris atas 10 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II dan III. 6. Pukat labuh (long bag set net) bersifat statis dan pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size 1 mm; tali ris atas 30 m, menggunakan kapal motor berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB. b. Mesh size 1 mm; tali ris atas 60 m, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB. c. Mesh size 1 mm; tali ris atas 90 m, menggunakan kapal motor berukuran 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB. 7. Bagan tancap (shore-operated stationary lift nets) bersifat statis dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size 1 mm; P 5 m; dan L 5 m, menggunakan lampu dengan total daya watt, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA dan IB. Pelanggaran terhadap penggunaan alat tangkap dan alat bantu penangkapan di Jepara akan dikenakan sanksi pidana denda sesuai dengan ketentuan Pasal 100 dan Pasal 100C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, dimana setiap orang yang melanggar ketentuan yang ditetapkan akan dikenakan denda paling banyak Rp (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pengelolaan perikanan di Jepara sama seperti yang terjadi di karimunjawa dari segi sosialisasi, kesadaran dan penegakan hukumnya masih lemah. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya Nelayan Jepara yang melakukan penangkapan ikan di TNKJ dengan menggunakan alat tangkap yang tidak tradisional. Selain itu,

17 58 masih dilakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap jalur-jalur tangkap yang sudah ditetapkan. Nelayan Jepara lebih memilih memenuhi kebutuhan hidupnya daripada mematuhi peraturan. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat untuk patuh terhadap peraturan juga masih rendah Status Kepemilikan Sumberdaya Alam Pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan di Karimunjawa melibatkan banyak pihak termaksud masyarakat. Peraturan yang ditetapkan oleh Balai Taman Nasional dilakukan dengan kesepakatan bersama masyarakat. Nelayan Karimunjawa cukup memiliki peranan dalam menetapkan peraturan tenntang pemanfaatan perikanan di Karimunjawa. Nelayan Karimunjawa berhak memasuki sumberdaya perikanan dan memanfaatkan sumberdaya atau melakukan tindakan produksi. Nelayan Karimunjawa juga berhak untuk menentukan aturan operasional dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan melalui penetapan peraturan berdasarkan kearifan lokal masyarakat Karimunjawa. Selain itu, Nelayan Karimunjawa juga diikutsertakan dalam menetapkan zonasi di Karimunjawa. Sumberdaya perikanan di Jepara diatur oleh Departemen Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara. Peraturan mengenai wilayah penangkapan, tehnik penangkapan, peralatan penangkapan, teknologi yang digunakan, bahkan sumberdaya yang ditangkap dan dikumpulkan semuanya diatur dalam Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.02/Men/2011. Peraturan dilakukan secara terpusat, sementara Nelayan Jepara hanya berhak untuk melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Berdasarkan status kepemilikan sumberdaya menurut Ostorm and Scehlager (1990) dalam Satria (2002), Nelayan Karimunjawa memiliki hak pemanfaatan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG JALUR PENANGKAPAN IKAN DAN PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4

DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4 II. ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA TAHUN 2005... 6 A Zona Inti... 7 B Zona Pemanfaatan

Lebih terperinci

2 Mengingat b. bahwa untuk itu perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kelautan dan

2 Mengingat b. bahwa untuk itu perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kelautan dan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1466, 2014 KEMEN KP. Penangkapan Ikan. Jalur Penempatan Alat. Alat bantu. Perubahan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG JALUR PENANGKAPAN IKAN DAN PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG IKAN DAN PENEMPATAN DAN ALAT BANTU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG JALUR PENANGKAPAN

Lebih terperinci

Menimbang. Mengingat. sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-

Menimbang. Mengingat. sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 59 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG ALAT PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB V KONDISI PARIWISATA DAN PERIKANAN DI KARIMUNJAWA

BAB V KONDISI PARIWISATA DAN PERIKANAN DI KARIMUNJAWA 44 BAB V KONDISI PARIWISATA DAN PERIKANAN DI KARIMUNJAWA 5.1 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kepulauan Karimunjawa memiliki ekosistem yang masih asli dan keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga harus

Lebih terperinci

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the La

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the La BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2014 KEMEN.KP. Perikanan Negara Republik Indonesia. Wilayah Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN PADA JALUR PENANGKAPAN IKAN

PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN PADA JALUR PENANGKAPAN IKAN LAMPIRAN : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2014 KEMEN.KP. Perikanan Negara Republik Indonesia. Wilayah Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sering perkembangan zaman terutama dalam era globalisasi saat ini kemajuan penggunaan komputer begitu pesat, teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat ini

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50/KEPMEN-K P/2017 TENTANG ESTIMASI POTENSI, JUMLAH TANGKAPAN YANG DIPERBOLEHKAN, DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN BULUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI Oleh : Patric Erico Rakandika Nugroho 26010112140040 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PENGGUNAAN PUKAT IKAN (FISH NET) DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : Ir. Sukandar, MP Fuad, S.Pi., MT Ir.Darmawan O, MS Ir. Martinus, MP Dr. Ir. Gatut Bintoro, M.Sc Bambang Setiono A, S.Pi, MT Ledyane Ika H, S.Pi, M.Sc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah merupakan Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buku Saku Alat Tangkap Bagi Pengolah Data

KATA PENGANTAR. Buku Saku Alat Tangkap Bagi Pengolah Data KATA PENGANTAR Buku Saku Alat Tangkap Bagi Pengolah Data disusun untuk mempermudah kerja Pengolah Data untuk mendukung program Satu Data. Kami menyadari penerbitan buku saku ini jauh dari sempurna, untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN JARING INSANG (GILL NET) DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2007. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB (FPIK IPB),

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMAKAIAN ALAT TANGKAP DAN ATAU ALAT BANTU PENGAMBILAN HASIL LAUT DALAM WILAYAH PERAIRAN LAUT KABUPATEN MANGGARAI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DAN PENATAAN FUNGSI

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Umum Kepulauan Karimunjawa secara geografis berada 45 mil laut atau sekitar 83 kilometer di barat laut kota Jepara, dengan ketinggian 0-605 m dpl, terletak antara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA NO DOKUMEN TENTANG ISI RINGKASAN LAMPIRAN KET 1. Surata Gubernur Jawa Tengah Nomor : 556/21378 Tanggal 26 Oktober 1982 2. SK Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA : NIM : KELOMPOK : KELAS : ASISTEN : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 KARTU KENDALI ASISTENSI

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PELARANGAN PENGUNAAN ALAT-ALAT TANGKAP YANG DAPAT MERUSAK HABITAT IKAN DAN BIOTA LAUT DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG ALAT PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PEMAKAIAN ALAT PENANGKAP DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER 2010 Mandat Pengelolaan dan Konservasi SDI Dasar Hukum

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Taman Nasional Karimunjawa 5.1.1 Sejarah Taman Nasional Karimunjawa Taman Nasional Karimunjawa (TN Karimunjawa) terletak di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa potensi sumber daya ikan perlu dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

Buku Panduan Praktikum Metode Penangkapan Ikan 2015 PENDAHULUAN. 1.1 Pengertian Metode Penangkapan Ikan

Buku Panduan Praktikum Metode Penangkapan Ikan 2015 PENDAHULUAN. 1.1 Pengertian Metode Penangkapan Ikan PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Metode Penangkapan Ikan Indonesia merupakan Negara dengan luas perairan laut mencapai 3,1 juta Km 2, dengan panjang garis pantai 81.000 Km. hal ini memberikan sebab Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu:

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu: V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu: 1). Untuk saat ini manfaat ekonomi sumberdaya perikanan kawasan konservasi laut TNKj belum dirasakan secara

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMAKAIAN ALAT TANGKAP DAN ATAU ALAT BANTU PENGAMBILAN HASIL LAUT DALAM WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SINJAI TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SINJAI TAHUN - 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA (TRAWLS) DAN PUKAT TARIK (SEINE NETS) DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA NELAYAN JEPARA DAN KARIMUNJAWA DALAM MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

HUBUNGAN ANTARA NELAYAN JEPARA DAN KARIMUNJAWA DALAM MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA ISSN : 2302-7517, Vol. 01, No. 03 HUBUNGAN ANTARA NELAYAN JEPARA DAN KARIMUNJAWA DALAM MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Relationhip between Fishers in Jepara and Karimunjawa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA NIM : (Diketik) : (Diketik) KELOMPOK : (Diketik) KELAS ASISTEN : (Diketik) : (Diketik) FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi alam Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan sehingga Indonesia dikenal sebagai

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA : NIM : KELOMPOK : KELAS : ASISTEN : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KARTU KENDALI ASISTENSI

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 28 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 11, 2016 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 3. Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA NELAYAN JEPARA DAN KARIMUNJAWA DALAM MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

HUBUNGAN ANTARA NELAYAN JEPARA DAN KARIMUNJAWA DALAM MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA HUBUNGAN ANTARA NELAYAN JEPARA DAN KARIMUNJAWA DALAM MEMANFAATKAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Relationhip between Fishers in Jepara and to Use Fisheries Resource in Nasional Park

Lebih terperinci

PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV. Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2)

PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV. Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2) PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2) 1,2) Departemen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA TEJANG PULAU SEBESI NOMOR : 140/ /KD-TPS/16.01/ /2002 TENTANG DAERAH PENGAMANAN LAUT

SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA TEJANG PULAU SEBESI NOMOR : 140/ /KD-TPS/16.01/ /2002 TENTANG DAERAH PENGAMANAN LAUT SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA TEJANG PULAU SEBESI NOMOR : 140/ /KD-TPS/16.01/ /2002 TENTANG DAERAH PENGAMANAN LAUT Menimbang: a. Hasil Kesepakatan Nelayan Desa Tejang Pulau Sebesi b. Keluhan Nelayan Desa

Lebih terperinci

PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN

PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA HUKUM TUA DESA BENTENAN, Menimbang: a. bahwa dengan adanya isu-isu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA G UB E RNUR NUS A T E NGGARA B ARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Perikanan: Armada & Alat Tangkap

Perikanan: Armada & Alat Tangkap Perikanan: Armada & Alat Tangkap Mengenal armada dan alat tangkap sesuai dengan Laporan Statistik Perikanan Kul 03 Tim Pengajar PDP FPIK-UB. pdpfpik@gmail.com 1 Oktober 2013 Andreas, Raja Ampat Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA : NIM : KELOMPOK : KELAS : ASISTEN : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 KARTU KENDALI ASISTENSI

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA : NIM : KELOMPOK : KELAS : ASISTEN : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 KARTU KENDALI ASISTENSI

Lebih terperinci