BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI"

Transkripsi

1 BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI 6. 1 Pola Ekstraksi Aktual Pasir Besi Kabupaten Tasikmalaya Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya berada di sejumlah titik, antara lain di Desa Ciheras dan Cikawungading, Kecamatan Cipatujah, serta Desa Kalapagenep dan Cimanuk, Kecamatan Cikalong. Kegiatan eksploitasi pasir besi sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 di Desa Cimanuk yang hanya berupa tambang rakyat untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan. Baru pada tahun 2007 penambangan dengan melibatkan perusahaan atau badan usaha mulai diizinkan. Sebagian besar pengusahaan pertambangan pasir besi di wilayah Kabupaten Tasikmalaya merupakan IUP operasi produksi Pasir Besi yang diberikan kepada badan usaha, melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tasikmalaya.Disamping penambangan berizin juga terdapat 44 kelompok usaha pertambangan pasir besi tanpa izin dengan luasan dibawah m 2, dimana setiap kelompok terdiri dari rata-rata 10 orang. Izin penambangan pasir besi hingga saat ini telah dikeluarkan terhadap 25 perusahaan.sebanyak 25 perusahaan tersebut tidak semuanya aktif beroperasi, beberapa perusahaan berhenti beroperasi setelah cadangan habis walaupun izin pertambangan belum berakhir. Sebagian perusahaan hanya aktif pada beberapa tahap penambangan, dan menyerahkan beberapa tahapan operasional lainnya kepada pihak lain. Hal ini menyalahi status izin usaha pertambangan yang dikeluarkan dinas kabupaten. Pelanggaran tersebut seperti pada kegiatan penambangan dilakukan oleh pihak lain, namun kegiatan pengolahan dan pencucian pasir besi dilakukan sendiri oleh perusahaan pemegang izin Tahapan Kegiatan Ekstraksi Pasir Besi Kegiatan penambangan pasir besi memiliki beberapa tahapan, tahap persiapan, meliputi perizinan (aspek legalitas), kegiatan eksplorasi, penyusunan dokumen AMDAL/UKL-UPL, kajian kelayakan tambang (feasibility study) perekrutan personil/pegawai,perencanaan tambang (mine plan design). Tahap 51

2 kegiatan penambangan/operasi produksi, meliputi mobilisasi peralatan, pembuatan sarana pendukung, pembersihan lahan (land clearing), pengupasan lapisan tanah pucuk dan tanah penutup (overburden), penggalian (digging), pengangkutan ke stockpile dan pengolahan (sorting, reduksi, pencucian dan pemurnian), pengangkutan (hauling) dari lokasi stockpile ataupun dari lokasi pengolahan ketempat pemasaran. Tahap penutupan/pasca tambang, perencanaan pengelolaan lingkungan, perencanaan kegiatan reklamasi yang meliputi rehabilitasi, revegetasi Sistem Tata Cara Penambangan Sistem penambangan yang digunakan dalam penambangan pasir besi di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang ada di Kabupaten Tasikmalaya adalah tambang terbuka (Open Pit Mining/Surface Mining). Pertimbangan yang mendasari adalah yaitu kondisi endapan pasir besi meliputi penyebaran lapisan endapan yang berbentuk relatif datar karena ciri khas dari sifat pengendapan mineral tersebut yang berupa endapan placer. Biaya produksi untuk operasional tambang terbuka relatif lebih murah namun memiliki dampak lingkungan yang lebih besar dibandingkan tambang bawah tanah. Dari segi teknologi tambang terbuka lebih mudah dalam meningkatkan produksi pasir besi. Penambangan terbuka ini dilakukan dengan sistem gali (digging) dan menimbun bekas galian (back filling) pada area bekas bukaan tambang untuk mengurangi penyempitan area. Pengupasan lapisan tanah penutup, baik top soil, overburden maupun interburden dilakukan secara bertahap dan dibuang pada disposal area atau ditimbun kembali pada area yang sudah digali Tahapan Kegiatan Penambangan a. Persiapan Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan yang bertujuan mendukung kelancaran kegiatan penambangan. Pada dasarnya pemegang IUP di Kabupaten Tasikmalaya melakukan aktivitas pembangunan sarana dan prasarana seperti jalan tambang dan stockpile penampungan sementara hasil konsentrat pasir besi. Kegiatan penambangan endapan pasir besi pada area IUP dimulai dari satu front penambangan pada setiap pit dan dilanjutkan ke pit yang lain pada setiap blok penambangan. 52

3 b. Pembersihan Lahan (Land Clearing) Pembersihan lapangan (land clearing) dimaksudkan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang dari semak-semak, pepohonan dan tanah maupun bongkah-bongkah batu yang menghalangi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Pembersihan lapangan ini dapat dilakukan menggunakan tenaga manusia dengan menggunaan peralatan manual seperti kapak, gergaji, cangkul dan lain-lain, maupun dengan peralatan mekanis seperti bucket wheel excavator (bwe), cutting head excavator dan penggaru (ripper) c. Pengupasan Tanah Pucuk Tanah pucuk merupakan tanah yang memiliki kandungan unsur organik yang tinggi untuk tanaman. Kegiatan pengupasan harus dilakukan dengan hatihati dan hasil pengupasan tanah pucuk seharusnya terpisah dengan tanah galian lainnya. Tanah pucuk yang subur (humus) harus ditimbun ditempat tertentu, lalu ditanami rerumputan dan semak-semak untuk mengurangi erosi, sehingga nantinya dapat digunakan lagi untuk reklamasi lahan bekas tambang. Tanah pucuk biasanya disebarkan kembali setelah pit ditimbun dengan tanah penutup. Keadaan aktual beberapa perusahaan penambangan pasir besi tidak memperlakukan tanah pucuk sebagaimana mestinya. Tanah pucuk ditumpuk dibiarkan saja tanpa ditanami kacang-kacangan atau tanaman penutup, sehingga sebagian tererosi pada saat hujan dan menyebabkan kandungan unsur haranya diperkirakan juga banyak yang hanyut saat hujan. Pada akhirnya saat blok penambangan telah selesai ditambang, menyebabkan kekurangan tanah penutup dan tanah pucuk. Kondisi ini menyebabkan sebagian lubang dibiarkan menganga setelah penambangan berakhir. d. Pengupasan Tanah Penutup (Stripping Overburden) Pengupasan tanah penutup (stripping overburden) dilakukan pada bawah lereng dengan arah ke lereng yang lebih dalam sampai batas lapisan pasir besi dengan mengikuti kontur daerah penambangan. Penggalian tanah penutup ini dilakukan tergantung kedalaman sumberdaya pasir besi. Rata-rata kedalaman tanah penutup hanya sampai 2 meter. Setelah dikupas tanah pucuk dipindah kelokasi yang tidak mengandung pasir besi untuk dijadikan material backfilling setelah penambangan berakhir. 53

4 Gambar 5 Proses penambangan pasir besi yang menyebabkan eksternalitas e. Proses Penambangan Pasir Besi Idealnya lokasi aktivitas penambangan dan pengolahan dilakukan berada jauh dari sempadan pantai/ sungai serta pemukiman penduduk. Aktivitas penambangan pasir besi dilakukan secara mekanis menggunakan alat berat berupa excavator. Pada dasarnya cara penambangan yang berwawasan lingkungan (good mining practice), hasuslah efisien dan mengikuti kaidah kaidah konservasi. Salah satunya pola penambangan seharusnya dilakukan pada gumuk pasir yang berada dibelakang garis pesisir ( back dune) yang memiliki lebar meter, sedangkan diarea front dune yang mengarah kelaut dibiarkan tidak dilakukan penambangan karena akan merusak lingkungan.kegiatan penambangan seharusnya juga tidak dilakukan pada area konservasi. Ilustrasi penambangan yang tidak mengikuti kaidah konservasi terutama pada daerah sempadan pantai dapat dilihat pada Gambar 6. 54

5 Gambar 6 Ilustrasi kondisi gumuk pasir penambangan pasir besi Kabupaten Tasikmalaya Pada Gambar 6 bagian atas adalah kondisi stabil, jika ditambang akan merubah struktur pantai menjadi Gambar 6 bagian bawah. Akibatnya kerusakan dapat berupa abrasi dan hilangnya fungsi sempadan pantai sebagai penahan abrasi. Hal ini juga sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku bahwa area pantai yang berjarak 100 meter dari titik pasang tertinggi harus dicadangkan untuk kegiatan konservasi. Tetapi kenyataannya pada saat penelitian kegiatan penambangan dan proses pencucian material pasir besi hanya beberapa meter dari bibir pantai, selain menyalahi aturan yang berlaku, kenyataan ini sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perikanan dan keselamatan daerah pantai Kabupaten Tasikmalaya yang rawan terjadi gelombang tsunami. f. Penanganan Material (Material Handling) Penanganan materian merupakan satuan operasi yang tercakup dalam penggalian atau pemindahan tanah/batuan selama penambangan. Pada siklus operasi penambangan, terdapat dua operasi utama yaitu pemuatan (loading) dan pengangkutan/transportasi (Hauling). Penanganan material pada tambang sangat tergantung pada pemilihan dan jenis alat pemuatan dan pengangkutan yang akan digunakan. Pemuatan (Loading) merupakan kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil dan memuat material ke dalam alat angkut, atau ke suatu tempat penampungan material (stockpile) ataupun ke dalam suatu alat pengatur aliran material (hopper, bin, feeder). Alat muat yang dipakai backhoe dengan kapasitas bucket Heaped 0,8 m3 atau kapasitas munjung 1,2 m3. 55

6 g. Pengangkutan (Hauling) Serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengangkut material dari tempat penggalian ke tempat penimbunan (stockpile) dan pemurnian, alat yang digunakan adalah truk jungkit (dump truck) dengan kapasitas 5-6 m3 dengan tahapan pemuatan-pengangkutan-penuangan-kembali kosong. Beberapa lokasi penambangan tidak secara langsung merupakan lokasi pemurnian, tapi berjarak sekitar 500 meter hingga 2 km ketempat pencucian yang pada umumnya berada ditepi pantai atau sungai. h. Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan Perencanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang seharusnya dimulai dari tahap awal operasi penambangan, sehingga kegiatan pengupasan lahan atau pengambilan pasir dapat terkait dengan sistem reklamasi. Dimana pada tahap ini telah harus dilakukan pemisahan lapisan tanah pucuk (top soil) dengan kedalaman sekitar 0-30 Cm dan lapisan bawah permukaan (sub soil) kedalaman cm. Tanah lapisan top soil disimpan pada lokasi sementara karena akan digunakan pada untuk menutup lubang-lubang bekas galian saat reklamasi. Penutupan kembali menggunakan tanah (top soil) yang telah dipersiapkan yaitu tanah pindahan saat awal kegiatan pengupasan lapisan pucuk. Manfaatnya disamping tetap menjaga tingkat kesuburan tanah, juga memperbaiki tingkat kemiringan tanah sehingga dapat normal kembali sesuai kestabilan lereng. Sayangnya pada saat implementasi terjadi beberapa penyimpangan dalam kegiatan ekstraksi pasir besi oleh pemegang IUP Kabupaten Tasikmalaya. Penyimpangan itu terjadi pada beberapa tahap kegiatan ekstrasi pasir besi, diantaranya adalah seperti ulasan berikut ini : a. Pengolahan dan Pemurnian Proses pengolahan dan pemurnianpasir besi menghasilkan endapan lumpur bercampur dengan air laut yang akan menimbulkan padatan terlarut. Penambangan pasir besi yang diikuti dengan pemurnian skala besar dan terus menerus dalam periode waktu yang cukup lama akan berdampak nyata terhadap perubahan kualitas lingkungan terutama lingkungan perairan. Penurunan kualitas lingkungan perairan yang cepat juga dipicu oleh aktivitas yang menyalahi aturan serta proses pemulihan kembali kondisi lahan dan lingkungan bekas penggalian 56

7 pasir besi yang buruk. Hal ini berdampak kepada lingkungan fisik perairan yang keruh dan mengalami pendangkalan sehinggamempengaruhi biota perairan dan habitatnya. Beberapa parameter hasil uji kualitas air di area produksi perusahaan penambangan pasir besi dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11 Hasil Pengukuran Beberapa Variabel Kualitas Air Lokasi No Parameter Satuan Baku Mutu PT P Lokasi PT Q Fisika 1 Suhu Celcius < 30 25,7 24,7 2 TSS mg/l < TDS mg/l - 21,8 66,8 Kimia 4 NH3N mg/l 0,06 <0.03 0,06 5 BOD mg/l COD mg/l <5 Sumber. Data sekunder Dinas LH Kab. Tasikmalaya (2012) Beberapa variabel kualitas air seperti TSS terlihat sangat tinggi terutama di areal PT. P. Variabel lainnya seperti BOD dan COD juga melebihi ambang batas, kemungkingan hal ini disebabkan proses pencucian pasir besi menggunakan magnetic separator.tingginya angka BOD dan COD salah satunya disebabkan penggunaan senyawa kimia dalam proses operasional magnetic separator pada saat pencucian, berupa pelumas dan bahan bakar yang tumpah selama operasional pencucian. Proses pemurnian bertujuan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan dan meningkatkan kualitas kemurnian pasir besi yang akan diproduksi. Proses pencucian dimulai dengan pengumpan raw kedalam hover, kemudian raw material yang didalam hover disemprot dengan air bertekanan tinggi menggunakan pompa untuk membersihkan kotoran yang melekat. Hasil cucian tersebut kemudian dialirkan kedalam magnetic separator untuk memisahkan mineral logamnya. Pencucian ini bisa dilakukan hingga dua atau tiga kali tergantung kandungan Fe yang diinginkan. Pada tahap selanjutnya mineral logam tersebut dilewatkan ke magnetic separator pasir besi dan ditampung didalam bak konsentrat untuk dilakukan pembilasan dengan air yang bersih. Tailing bekas cucian akan mengalir secara gravitasi menuju kekolam tailing. Semua aktivitas 57

8 pengusahaan penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah melakukan proses pengolahan/ pemurnian yang menghasilkan konsentrat pasir besi, akan tetapi pelaksanaannya, kegiatan pengolahan/ pemurnian pasir besi ini dilakukan pada lokasi berada pada sempadan sungai dan pantai. Dimana air hasil pencucian pada proses pengolahan/ pemurnian pasir besi tidak dilakukan pengolahan dan langsung dibuang ke sungai atau laut. Perusahaan penambangan juga tidak menyediakan kolam pengendapan untuk memisahkan padatan dengan air. Hal ini sangat merusak fungsi pantai dan sungai, sehingga pantai dan sungai mengalami kekeruhan dan pendangkalan akibat sedimentasi peningkatan kandungan padatan terlarut (Total Suspended Soil). Proses pemurnian pasir besi yang menggunakan magnetic separator tidak lepas dari penggunaan bahan pelumas dan bahan bakar sebagai masukan magnetic separator. Sebagian dari bahan pelumas dan bahan bakar juga terkadang larut dengan air, sehingga menyebabkan terganggunya kehidupan biota sungai dan laut yang secara tidak langsung akan mengganggu kegiatan nelayan dalam menangkap ikan. Gambar 7 Proses pemurnian pasir besi menggunakan magnetic separator b. Pengangkutan Hasil Tambang Kegiatan pengangkutan/ penjualan hasil pengolahan pasir besi berupa konsentrat, dilakukan melalui jalur darat menggunakan truk kapasitas 7-8 ton, mulai dari tempat penimbunan sementara (stockpile) disekitar lokasi tambang hingga menuju pelabuhan Cilacap untuk pengeksporan ke luar negeri seperti Cina dan India. Pola pengangkutan/ penjualan konsentrat melalui ruas jalan lintas Jawa Barat Selatan Cikalong Cimerak Parigi Kalipucang Cilacap, dan ruas 58

9 jalan lintas Kota Tasikmalayayaitu Cipatujah Kota Tasikmalaya Cilacap.Kondisi jalan yang landai menuju pelabuhan Cilacap diperkirakan turut mendorong pengangkutan pasir besi yang melebihi kapasitas kendaraan. Hasil survei terhadap 4 perusahaan menunjukkan volume angkut truk yang melebihi kapasitas angkut yang diizinkan. Distribusi jumlah volume angkut kendaraan pada tiap-tiap perusahaan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Volume Angkut Pasir Besi Per Ritase Nama Perusahaan Volume Angkut/ Rit (ton) Jumlah Rit/ Hari P Q 8 15 R S Sumber. Data primer (2012) Volume angkut pasir besi terendah tercatat pada PT. Q yaitu 8 ton, sedangkan perusahaan lainnya mengangkut hingga 10 ton untuk setiap rit.volume angkut berlebih inilah yang akhirnya menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan dan gangguan fungsi jalan. Gambar 8 Jalan rusak di Cipatujah Gambar 9 Truk pengangkut pasir besi c. Kerusakan Lingkungan Penambangan pasir besi dengan lokasi penggalian dan pemurnian berada diwilayah sempadan sungai atau pantai, tentunya akan mengganggu fungsi pantai dan sungai. Penggalian yang tidak terkendali akan mengakibatkan perubahan morfologi pantai, bergesernya garis pantai, abrasi pantai hingga intruisi air laut. Sementara pengusahaan pertambangan pasir besi yang jauh dari pantai tetapi dekat pemukiman tentunya akan mengganggu dengan dibiarkannya lubang-lubang 59

10 galian menganga begitu saja pada saat eksploitasi selesai dilakukan. Pola ekstraksi dan pemurnian yang tidak berada dalam satu lokasi (onsite) juga menyebabkan tanah penutup dan tailing tidak dapat digunakan dalam proses backfilling. Selain tailing yang dibuang langsung ke sungai dan laut, tanah-tanah pucuk dan penutup yang tidak diperlakukan sesuai aturan AMDAL justru hanyut menuju sungai atau laut, sehingga menggangu kehidupan biota air diperairan sungai maupun pantai. 6.2 Analisis Ekonomi Penambangan Pasir Besi Biaya Kegiatan Ekstraksi Pasir Besi Peranan biaya dalam kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap kelancaran aktivitas perusahaan penambangan pasir besi, sebab tanpa biaya yang dikeluarkan maka perusahaan tidak akan dapat melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan yang direncanakan. Biaya produksi dapat meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Pengendalian biaya produksi akan sangat memudahkan perusahaan dalam meningkatkan efisiensi dalam proses produksi. Pengendalian biaya produksi dimaksudkan untuk dapat menggunakan anggaran sesuai dengan yang direncanakan. Jenis-jenis biaya dalam pelaksanaan kegiatan penambangan bahan galian pasir besi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Pembiayaan lain yang juga termasuk dalam kegiatan pertambangan adalah biaya perizinan tambang ke pemerintah dan biaya AMDAL (lingkungan). Biaya perizinan kepemerintah dalam setiap lobi mungkin akan berbeda-beda, menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Begitu juga dengan AMDAL, ada biaya ke pemerintah pusat, ke pemerintah daerah, dan masyarakat serta biaya konstruksi sarana dan prasarana pada awal penambangan. Pada penelitian ini difokuskan kepada biaya variabeldan biaya tetap yang terkait langsung dengan jumlah produksi pasir besi perusahaan pemegang IUP. Semakin besar jumlah ekstraksi maka biaya variabel juga akan makin meningkat. Hal ini tentunya berbeda dengan biaya tetap hingga jumlah produksi tertentu yang tidak berubah dengan bertambahnya jumlah produksi pasir besi.rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. 60

11 Tabel 13 Rincian Biaya Penambangan Pasir Besi Jenis Jumlah Satuan Biaya Tetap/ operasional Gaji dan Upah Rp/tahun Overhead kantor Rp/tahun Penyusutan alat Rp/tahun Perawatan alat Rp/tahun Biaya Variabel Biaya Pembelian Raw Rp/ton Biaya Penambangan Rp/ton Biaya pencucian Rp/ton Royalty Pemerintah Rp/ton Iuran Desa Rp/ton Pengangkutan Rp/ton ,7 Sumber. Data primer & sekunder (2012) Izin Usaha Penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah merupakan izin hak guna pakai. Sebagian besar izin berada pada tanah masyarakat. Dimana areal yang dijadikan penambangan akan dikembalikan lagi kepada pemilik setelah penambangan berhenti beroperasi. Untuk itu perusahaan harus membayar kepada pemilik tanah untuk setiap ritase pengangkutan raw material dari areal yang dipinjam pakaikan. Secara rata-rata setelah dikonversi kedalam satuan tonase, maka setiap ton raw material pasir besi harus dibeli sebesar Rp Analisis biaya alat merupakan alat atau unit operasi yang dilakukan untuk ekstraksi pasir besi, umumnya biaya alat berat, pengusaha dapat melakukan rental/penyewaan atas sejumlah alat dalam pengelolaan pertambangan. Artinya setiap tahapan penambangan yang menggunakan alat berat sudah termasuk biaya penyewaan alat berat. Pada tahap penambangan alat yang paling utama adalah, excavator, dump truck, dan mobil 4x4 double cabin. Proses pencucian setiap perusahaan pasir besi minimal harus memiliki dua magnetic separator. Secara rata-rata setiap magnetic separator harus dioperasikan oleh 8-10 orang dalam operasionalnya. Tahapan pencucian merupakan salah satu tahapan yang membutuhkan biaya tinggi mencapai Rp / ton. Biaya ini telah termasuk biaya BBM untuk mengoperasikan magnetic separator, pompa air 61

12 dan alat berat yang dipergunakan untuk memindahkan raw material dari stockpile ke dalam hover, serta memindahkan konsentrat yang telah selesai dimurnikan ke stockpile. Royalti perusahaan pasir besi mengikuti aturan pemerintah yang mensyaratkan nilai royalti 3,75% dari total penerimaan penjualan pasir besi. Ratarata untuk setiap ton pasir besi nilai royaltinya adalah Rp Biaya hauling pasir besi ke stockpile pelabuhan, premi supir dan fee kepala desa, portal dan keamanan dapat diuraikan dalam biaya pengangkutan dan iuran desa. Kedua biaya ini proporsinya berbeda-beda antar perusahaan dan sangat tergantung kepada kesepakatan antara kepala desa setempat dengan investor penambangan pasir besi, namun secara rata-rata biaya pengangkutan Rp / ton dan iuran desa Rp /ton Harga &Penerimaan Penambangan Pasir Besi Komoditas pasir besi yang dihasilkan dari Kabupaten Tasikmalaya masih dalam bentuk konsentrat yang telah dicuci. Konsentrat pasir besi memiliki harga jual yang cenderung meningkat setiap tahunnya, walaupun peningkatannya tidak sebanding dengan laju peningkatan produksi.untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 14 berikut ini. Harga jual perton konsentrat pasir besi pada tahun 2007 adalah Rp Peningkatan jumlah produksi hingga 13 kali pada tahun 2008 tidak diikuti kenaikan harga jual dengan kelipatan yang sama, dimana kenaikan harga jual hanya 40% dari tahun 2007, atau menjadi Rp pada tahun Tabel 14 Perkembangan Harga dan Penerimaan dari Penambangan Pasir Besi Tahun Harga Riil (Rp/ton) Jumlah Produksi (ton) Penerimaan (Rp) , , , , , Sumber. Data primer dan sekunder (2012) Keuntungan penambangan pasir besi sangat tergantung kepada tingkat efisiensi penambangan, pencucian, biaya variabel lainnya serta harga jual pasir besi.kegiatan penambangan pasir besi tidak membutuhkan modal sangat besar dan teknologi spesifik seperti dipertambangan secara umum, sehingga perusahaan 62

13 dapat dan mudah keluar masuk kedalam pasar. Kondisi ini menyebabkan perusahaan tidak memiliki daya tawar yang baik dan hanya berperan sebagai penerima harga. Perusahaan tidak dapat menentukan jumlah total penerimaan sesuai keinginan mereka. Untuk lebih jelasnya dapat melihat kembali Tabel 14, terlihat bahwa peningkatan produksi dari ton ke ton pada tahun 2007 tidak diikuti dengan peningkatan harga dengan kelipatan yang sama. Bahkan semakin banyak produksi pasir besi peningkatan harga mengalami penurunan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan produksi tidak memberikan peningkatan keuntungan rata-rata pertonase pasir besi. Situasi ini menunjukkan bahwa, produksi pasir besi telah melebihi kapasitas optimal yang mengikuti situasi pasar. Pada Tabel 14 juga menunjukkan ekstraksi pasir besi tidak mengikuti kaidah tingkat ekstraksi optimal kegiatan penambangan sumberdaya alam. Kaidah optimasi ekstraksi mensyaratkan bahwa laju ekstraksi akan menurun dengan semakin menurunnya jumlah cadangan pasir besi. Dimana volume ekstraksi haruslah menunjukkan kecenderungan menurun setiap periodenya. Dapat dipastikan dengan kondisi aktual ini, keputusan ekstraksi yang semakin meningkat setiap periode tidak akan memberikan keuntungan yang maksimal sepanjang waktu. Untuk melihat volume ekstraksi yang optimal pembahasan akan dilanjutkan pada tujuan keempat subbab selanjutnya mengenai laju ekstraksi optimal dengan dan tanpa adanya eksternalitas. 63

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penambangan untuk mengambil bahan galian dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar ekstraksi relatif tidak berubah,

Lebih terperinci

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya sumber daya mineral. Dalam pekembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

4.1. Pengolahan Data BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pengumpulan data merupakan kegiatan mencari data-data yang diperlukan sebagai bahan penulis untuk melakukan analisa untuk melakukan analisa sesuai

Lebih terperinci

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15 dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral)

MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) SARI Indonesia memiliki deposit berbagai jenis bahan tambang yang cukup melimpah yang

Lebih terperinci

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi No. 1211 k Tahun 1995 Tentang : Pencegahan Dan Penaggulangan Perusakan Dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum MENTERI PERTAMBANGAN DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN keberadaan UU No.32 Tahun 2009 KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis) Tata ruang Baku mutu lingkungan Kreteria baku kerusakan lingkungan Amdal UKL-UPL Perizinan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem tambang terbuka (open pit mining) dengan teknik back filling. Sistem ini merupakan metode konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara Sistem Penambangan Batubara Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka (Open Pit Mining) - Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining) - Penambangan dengan

Lebih terperinci

Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Ika Tri Novianti Siregar, Riko Suryanata, Indri Febriyanti,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN

PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN Hj. Rezky Anisari rezky_anisari@poliban.ac.id Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Ir. Bambang Susigit, MT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Contents

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Bukit Makmur Mandiri Utama (PT BUMA) adalah sebuah perusahaan kontraktor pertambangan yang memiliki kerjasama operasional pertambangan dengan PT Bahari Cakrawala

Lebih terperinci

Disampaikan pada acara:

Disampaikan pada acara: GOOD MINING PRACTICE Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Evaluasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perhitungan Kontribusi Penurunan Beban Pencemaran Lingkungan Sektor Pertambangan DIREKTORAT TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG DISAMPAIKAN PADA BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

Aplikasi Website Pendataan dan PelaporanPenggunaan Lahan Pertambangan

Aplikasi Website Pendataan dan PelaporanPenggunaan Lahan Pertambangan Aplikasi Website Pendataan dan PelaporanPenggunaan Lahan Pertambangan http://www.djmbp.esdm.go.id/index_dbt.php Latar Belakang 1 2 3 Tujuan Cara Mengakses website Step 1 Step 2 www.themegallery.com Cara

Lebih terperinci

A.A Inung Arie Adnyano 1 STTNAS Yogyakarta 1 ABSTRACT

A.A Inung Arie Adnyano 1 STTNAS Yogyakarta 1 ABSTRACT PENILAIAN TINGKAT KEBERHASILAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG PIT 2 PT. PIPIT MUTIARA JAYA DI KABUPATEN TANA TIDUNG KALIMANTAN UTARA A.A Inung Arie Adnyano STTNAS Yogyakarta arie_adnyano@yahoo.com, ABSTRACT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA PKMM-1-6-2 MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA Rahmat Hidayat, M Indriastuti, F Syafrina, SD Arismawati, Babo Sembodo Jurusan Pengelolaan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keadaan umum perusahaan sebagai tempat penelitian dan sumber data, yang meliputi gambaran umum perusahaan, potensi bahan galian, visi

Lebih terperinci

Variabel yang mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu :

Variabel yang mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu : TAHAPAN KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA Dalam proses penambangan batubara ada banyak proses yang perlu dilakukan. dalam penambangan batubara juga tidak boleh ditinggalkan aspek lingkungan, agar setelah

Lebih terperinci

ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN ,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012

ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN ,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012 ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN 0000-0000,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012 ANALISA TEKNIS PRODUKSI ALAT BERAT UNTUK PENGUPASAN BATUAN PENUTUP PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT X PT. BINTANG SYAHID

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pertambangan rakyat di Kabupaten

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PASCA TAMBANG. IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI NOMOR: 545 / Kep. 417 BPMPPT / 2014

PASCA TAMBANG. IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI NOMOR: 545 / Kep. 417 BPMPPT / 2014 RENCANA REKLAMASI PASCA TAMBANG BAHAN GALIAN BATUAN ANDESIT IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI NOMOR: 545 / Kep. 417 BPMPPT / 2014 Bahan Galian Batuan Andesit Seluas 11 Ha Desa Karang Sari, Kecamatan Cipongkor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG UMUM Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dan tata laksana reklamasi dan pascatambang.

Lebih terperinci

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA PROSES PENAMBANGAN BATUBARA 1. Pembersihan lahan (land clearing). Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar. Alat

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN

METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN 1. Saluran Bangunan Pelimpah (Spillway) dan peredam energi Gambar 1. Layout Spillway Pekerjaan pembangunan bangunan pelimpah (spillway) adalah sebagai berikut : Pekerjaan Tanah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ j/! /1I.05/HK/2015

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ j/! /1I.05/HK/2015 GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ j/! /1I.05/HK/2015 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN BIDUP RENCANA KEGIATAN PENAMBANGAN EMAS DAN MINERAL PENGlKUTNYA DI KECAMATAN BARADATU, BANJIT, BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian BAB V GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Tasikmalaya secara geografis terletak di antara 7º02-7º50 lintang selatan dan 109º97-108º25 bujur timur (BT). Batas-batas wilayah di sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan Pemilihan metode penambangan Block Cut Open Pit Mining dikarenakan seam batubara mempunyai kemiringan yang cukup signifikan yaitu sebesar 10-15 sehingga batas akhir

Lebih terperinci

Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa

Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa Segmen usaha nikel ANTAM terdiri dari komoditas feronikel dan bijih nikel, yang dihasilkan dari tambang-tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara serta pabrikpabrik

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG

BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG A. Kondisi Lahan Bekas Tambang Batu bara merupakan salah satu sumber energi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Batu

Lebih terperinci

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG /).' PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Meng ingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, setiap kegiatan industri menghasilkan suatu permasalahan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh

Lebih terperinci

RENCANA TEKNIS PENATAAN LAHAN PADA BEKAS PENAMBANGAN BATU ANDESIT DI QUARRY 1 PT. HOLCIM BETON PASURUAN JAWA TIMUR

RENCANA TEKNIS PENATAAN LAHAN PADA BEKAS PENAMBANGAN BATU ANDESIT DI QUARRY 1 PT. HOLCIM BETON PASURUAN JAWA TIMUR RENCANA TEKNIS PENATAAN LAHAN PADA BEKAS PENAMBANGAN BATU ANDESIT DI QUARRY 1 PT. HOLCIM BETON PASURUAN JAWA TIMUR Oleh : Arif Gumilar Prodi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Contact: 085764131445,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ALAT MUAT DAN ANGKUT PADA PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PIT 8 FLEET D PT. JHONLIN BARATAMA JOBSITE SATUI KALIMANTAN SELATAN

PRODUKTIVITAS ALAT MUAT DAN ANGKUT PADA PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PIT 8 FLEET D PT. JHONLIN BARATAMA JOBSITE SATUI KALIMANTAN SELATAN PRODUKTIVITAS ALAT MUAT DAN ANGKUT PADA PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PIT 8 FLEET D PT. JHONLIN BARATAMA JOBSITE SATUI KALIMANTAN SELATAN Hj. Rezky Anisari, ST,MT (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan. No.49, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.56/Menhut-II/2008 TENTANG TATA CARA PENENTUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang tersebar. Sumber daya di Indonesia ditinjau dari lokasinya

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 07 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk

ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk Evi Dwipuspasari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Program Studi Akuntansi Taufik Hidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat potensial. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih

Lebih terperinci

TEKNIK KEBERHASILAN REKLAMASI DAN PENUTUPAN TAMBANG: Keberhasilan Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Tujuan Revegetasi 1.

TEKNIK KEBERHASILAN REKLAMASI DAN PENUTUPAN TAMBANG: Keberhasilan Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Tujuan Revegetasi 1. TEKNIK KEBERHASILAN REKLAMASI DAN PENUTUPAN TAMBANG: Keberhasilan Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Tujuan Revegetasi 1 Iskandar Staf pengajar Dept. Ilmu Tanah & Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCAA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses produksi penambangan dipengaruhi oleh keadaan genangan pada sump pit. Dengan tanpa penirisan yang menerus terutama pada saat kejadian hujan, air pada sump pit

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT

OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT. PUTERA BARAMITRA BATULICIN KALIMANTAN SELATAN Oleh Riezki Andaru Munthoha (112070049)

Lebih terperinci

meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis

meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis IMPLIKASI KEBIJAKAN Aktivitas pertambangan khususnya tambang batubara yang menerapkan tambang terbuka menyubang kerusakan lingkungan yang sangat besar, sehingga diperlukan langkah yang tepat mulai penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 42 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG REKLAMASI TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA

PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA D I S A M P A I K A N P A D A : K A J I A N T E K N O L O G I R E K L A M A S I L A H A N P A S C A T A M B A N G B A T U B A R A D I P R O V I N S I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

REHABILITASI KERUSAKAN LAHAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN 1. Iskandar

REHABILITASI KERUSAKAN LAHAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN 1. Iskandar REHABILITASI KERUSAKAN LAHAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN 1 Iskandar Staf pengajar Dept. Ilmu Tanah & Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, dan Peneliti pada Pusat Studi Reklamasi Tambang, LPPM IPB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri pertambangan juga

Lebih terperinci

PSAK No AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN. Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum

PSAK No AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN. Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum PSAK No. 33 - AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum 01 Dalam industri pertambangan umum terdapat empat kegiatan usaha pokok, meliputi: a) Eksplorasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2014 KEMENESDM. Peningkatan. Nilai Tambah. Mineral. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batu Bara Kegiatan penambangan merupakan proses ekstraksi bahan mineral yang bernilai ekonomis dari lapisan bumi demi memenuhi kebutuhan manusia (Gregory, 1983 disitasi

Lebih terperinci