POTENSI BAHAN BAKU AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI BAHAN BAKU AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU"

Transkripsi

1 POTENSI BAHAN BAKU AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU Potensi Ketersediaan Bahan Baku Hasil penelusuran pustaka menunjukkan bahwa ada beberapa faktor penunjang untuk mendorong pengembangan agroindustri kelapa terpadu yaitu potensi ketersediaan bahan baku. Perkebunan kelapa yang tersebar di sebagian daerah biasanya terkonsentrasi di lahan perkebunan rakyat. Kondisi demikian sangat membantu mengurangi biaya transportasi pengumpulan bahan baku dari kebun-kebun petani ke lokasi pabrik pengolahan. Dalam jangka panjang, faktor pendukung lainnya adalah masih tersedia lahan untuk ekstensifikasi perkebunan dalam rangka menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku. Faktor-faktor penunjang seperti ini merupakan salah satu keunggulan komparatif agroindustri kelapa terpadu yang ditemukan di wilayah luar Pulau Jawa. Namun, hal ini sulit ditemukan di Pulau Jawa meskipun agroindustri kelapa yang ada sudah cukup jauh berkembang namun dihadapkan pada risiko ketidakpastian ketersediaan bahan baku untuk jangka panjang. Luas areal tanaman kelapa Indonesia terluas di dunia menurut Asia Pasific Coconut Community (APCC) pada tahun 2007 yaitu 3,86 juta ha dengan total produksi yang terbesar yaitu 15,20 milyar butir kelapa per tahun. Produksi masing-masing negara APCC ditunjukkan dalam tabel-tabel di bawah ini. Data menunjukkan bahwa mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, Indonesia merupakan wilayah terluas dan penghasil butir buah kelapa paling banyak. Namun, dari sisi produksi terdapat penurunan hasil yang cukup berarti dari 16,492 milyar butir pada tahun 2005 menjadi 14,984 milyar butir pada tahun 2006 seiring dengan berkurangnya luas areal produksi. Meskipun demikian dari sisi produktivitas buah kelapa menunjukkan bahwa Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan negara penghasil kelapa yang lain (APCC, 2007).

2 Tabel 8 Luas areal Produksi Kelapa di Dunia (dalam 1000 Ha) Negara Tahun A. Negara Anggota APCC F.S. MiKronesia Fiji India Indonesia Kiribati Malaysia Kepulauan Marshall Papua New Guinea Philippina Samoa Kepulauan Solomon Sri Lanka Thailand Vanuatu Vietnam B. Negara-negara lain Afrika Amerika Asia Pacific T o t a l Sumber : APCC (2007) Tabel 9 Produksi Kelapa di Dunia (dalam 1000 Butir) Negara Tahun A. Negara Anggota APCC F.S. Micronesia Fiji India Indonesia Kiribati Malaysia Kepulauan Marshall Papua New Guinea Philippina Samoa Kepulauan Solomon Sri Lanka Lanjutan. 53

3 Lanjutan Tabel 9 Negara Tahun Thailand Vanuatu Vietnam B. Negara-negara lain Asia Pasifik Afrika Amerika Total Sumber : APCC (2007) Tabel 10 Produksi Kelapa Ekuivalen Kopra Dunia (dalam 1000 ton) Negara Tahun A. Anggota APCC F.S. Micronesia Fiji India Indonesia Kiribati 19, Malaysia Kepulauan Marshall Papua New Guinea Philippina Samoa Kepulauan Solomon Sri Lanka Thailand Vanuatu Vietnam B. Negara-negara lain Asia Pasifik Afrika Amerika Total Sumber : APCC (2007) 54

4 Luas areal produksi dan jumlah hasil produksi masing-masing wilayah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini. Pulau Sumatera merupakan pulau dengan areal terluas dan produksi terbesar, dan wilayah penghasil kelapa terbesar di Indonesia adalah Propinsi Riau sebanyak ton dari areal seluas Ha. Namun, dari sisi produktivitas hasil per hektar, wilayah Daerah Istimewa Jogyakarta justru menempati peringkat paling atas dengan total areal produksi seluas Ha dengan hasil ton (APCC, 2007). Tabel 11. Luas Areal dan Jumlah Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2006 Propinsi Luas Areal (hektar) Produksi (1000 ton) Sumatera Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat ,589 Riau 547, ,219 Kepulauan Riau 40,042 39,892 Jambi 121, ,229 Sumatra Selatan 61,021 30,119 Bangka Belitung 9,870 3,750 Lampung 148, ,904 Bengkulu 8,596 5,873 Jawa 866, ,866 Jawa Barat 190, ,117 Banten 97,258 57,674 Jawa Tengah 244, ,432 Jawa Timur 290, ,074 D.I. Jogyakarta 44,285 51,569 Bali 70,763 69,799 Kalimantan 288, ,308 Kalimantan Barat 111,756 75,126 Kalimantan Selatan 52,444 33,680 Kalimantan Tengah 78,038 75,278 Kalimantan Timur 45,815 31,224 Sulawesi 750, ,601 Sulawesi Utara 268, ,934 Gorontalo 61,844 57,306 Sulawesi Tengah 173, ,791 Sulawesi Selatan 123, ,431 Lanjutan 55

5 Lanjutan Tabel 11 Propinsi Luas Areal (hektar) Produksi (1000 ton) Sulawesi Tenggara 53,803 29,011 Sulawesi Barat 69,313 75,128 Nusa Tenggara 227, ,360 Nusa Tenggara Barat 65,010 47,373 Nusa Tenggara Timur 162,738 62,987 Maluku + Papua 342, ,124 Maluku 90,649 70,525 Maluku Utara 209, ,567 Papua 31,466 12,588 Irian Jaya Barat 10,893 5,444 T O T A L 3,817,708 3,186,715 Sumber : APCC (2007) Data dari Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan Departemen Pertanian pada 2007 menyebutkan areal kelapa di Riau mencapai hektar (16,27%) dengan total produksi 2,7 juta butir kelapa/tahun. Berikutnya urutan ke-2 dan ke-3 ditempati Jawa Timur ( hektar) dan Sulawesi Utara ( hektar). Propinsi Bangka Belitung menempati urutan terakhir ( hektar). Data terbaru dari Statistik Perkebunan Indonesia menunjukkan berbagai luas areal dan produksi kelapa Indonesia yang dirinci berdasarkan jenis pengelolaan perkebunan, seperti tampak pada tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Luas Areal dan Produksi Kelapa Indonesia Berdasarkan Jenis Perkebunan tahun Tahun Luas areal (ha) Produksi (ton) PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (2009) Kontinyuitas ketersediaan bahan baku merupakan salah satu hal yang pantas untuk dicermati. Kontinyuitas ketersediaan bahan baku ini terkait erat 56

6 dengan produktivitas tanaman kelapa dan kemudahan untuk memperoleh pasokan dari wilayah lain. Produktivitas tanaman kelapa merupakan hal yang pantas untuk dicermati dalam sistem rantai pasokan bahan baku untuk agroindustri kelapa terpadu. Buah kelapa di tanah air meskipun memiliki jumlah pohon melimpah namun sebagian besar sudah tua, berumur di atas 40 tahun. Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas. Kisaran produktivitas kelapa hanya sekitar 1 ton/hektar. Peremajaan tanaman kelapa berjalan lambat meskipun sudah ada varietas unggul seperti mapanget dengan kemampuan produksi 3,5 ton/ha. 57

7 IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU Identifikasi Produk Prospektif Produk yang dianggap memiliki prospek ini dibatasi pada produk-produk pada tingkatan produk primer karena faktor kemudahan aplikasi teknologi di sentra penghasil kelapa, keterkaitan dengan industri hilir, daya saing di pasar domestik maupun pasar ekspor serta prospek pasar. Faktor-faktor tersebut menjadi dasar penentuan kriteria untuk memilih produk-produk primer olahan dari kelapa yang meliputi produk di bawah ini : 1. Kopra 2. Minyak kelapa 3. Santan kelapa 4. Kelapa parut kering 5. Serat sabut kelapa 6. Serbuk sabut kelapa 7. Gabus sabut kelapa 8. Arang tempurung kelapa 9. Karbon aktif 10. Asap cair 11. nata de coco 12. syrup air kelapa 13. kecap air kelapa 14. minuman isotonik Produk-produk tersebut dipilih berdasarkan potensi pengembangan yang diusahakan dalam suatu agroindustri kelapa terpadu. Berdasarkan tinjauan beberapa pustaka, produk-produk primer tersebut relatif mudah diusahakan di tingkat petani di sentra industri yakni dilihat dari beberapa aspek yang terkait dengan aspek sumberdaya manusia, bahan baku, metode proses produksi, peralatan dan teknologi, dan aspek pemodalan. Hal ini agar sejalan dengan upaya untuk meningkatkan pendapatan petani/pekebun ataupun petani pengolah. Masing-masing aspek di atas tidak dinilai kembali karena sudah ada pustakapustaka yang mendasari penilaian ini. Aspek tersebut merupakan aspek-aspek utama yang hendaknya harus diperhatikan terutama dalam pendirian suatu industri. Fokus pemilihan produk prospektif dilakukan berdasarkan bobot kriteria faktor di atas. 58

8 Berdasarkan data hasil perunutan data nilai ekspor hasil olahan kelapa menunjukkan bahwa terdapat beberapa produk yang memiliki potensi ekspor. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini. 500,000,000 Nilai Ekspor (US$) 400,000, ,000, ,000, ,000, )* 2008)* 2009)* Tahun Kopra Bungkil Kopra Miny ak Kelapa Kelapa Parut Kering Santan Kelapa Cair Serat Sabut kelapa Arang tempurung Karbon Aktif Gambar 10. Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Olahan Primer Gambar tersebut menunjukkan bahwa minyak kelapa secara rata-rata menunjukkan potensi ekspor yang paling tinggi adalah minyak kelapa. Komoditi di atas dapat digambarkan sebagai komoditas yang dapat berpotensi di masa yang akan datang. Data perkembangan nilai ekspor ini dapat dilihat pada lampiran. Penentuan Kriteria Produk Prospektif Perancangan model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu harus memperhatikan beberapa kriteria yang berpengaruh dalam pemilihan produk prospektif untuk model rancangan. Produk-produk prospektif ini dipilih berdasarkan produk-produk yang sudah ditetapkan di atas. Adapun pemilihan produk prospektif dari produk di atas didasarkan pada beberapa kriteria yaitu : 1. Daya saing produk 2. Prospek pasar produk 3. Keterkaitan dengan industri hilir, 4. Kemudahan aplikasi teknologi 59

9 Penilaian pemilihan produk berdasarkan kriteria di atas dilakukan melalui urutan pemilihan prioritas berdasarkan pembobotan dari masing-masing faktor. Penilaian terhadap bobot masing-masing faktor akan ditabulasi sebagai dasar perhitungan untuk menentukan alternatif pilihan produk prospektif. Perhitungan alternatif pilihan masing-masing produk berdasarkan kriteria yang ada dilakukan dengan menggunakan teknik berdasarkan kriteria bayes Penilaian alternatif ini dihitung berdasarkan bobot masing-masing kriteria. Kriteria-kriteria ini dianggap memiliki peluang bobot yang sama sehingga pemberian peringkat dalam perhitungan menjadi suatu hal yang penting. Penilaian peringkat alternatif berdasarkan kriteria daya saing dilakukan dengan melihat nilai tambah produk, sumber pasokan bahan baku dan substitusi dengan produk lain. Penilaian kriteria berdasarkan prospek pasar produk dilakukan dengan melihat pada potensi pasar produk di pasar domestik maupun pasar ekspor, sedangkan penilaian kriteria berdasarkan keterkaitan dengan industri hilir dilakukan dengan melihat penggunaan produk untuk industri-industri yang lebih hilir seperti industri farmasi, kosmetika, dan industri pangan bahkan industri bio energi. Kriteria kemudahan aplikasi teknologi dilakukan dengan merunut tingkat penggunaan teknologi tersebut dalam menghasilkan produk dan penggunaan peralatan/mesin yang membutuhkan keahlian khusus dalam penerapan. Kriteria-kriteria di atas diberi bobot peluang yang sama dalam penggunaannya untuk memilih alternatif. Bobot peluang dari masing-masing kriteria di atas yaitu sebesar 0,25. Bobot ini didasarkan pada penentuan bobot dengan kriteria Bayes dengan asumsi bahwa masing-masing kriteria ini memiliki peluang yang sama. Bobot masing-masing kriteria ini selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pemilihan alternatif. Hasil penilaian kriteria dan pemilihan alternatif ini dapat dilihat pada tabel 13 di bawah. 60

10 Tabel 13 Hasil Pemilihan Produk Prospektif Olahan Kelapa No Produk Olahan Primer Kriteria Daya Prospek keterkaitan Kemudahan saing pasar dengan aplikasi industri hilir teknologi 0.25)* 0.25)* 0.25)* 0.25)* Nilai alternatif Produk Hasil Perhitungan Peringkat Pilihan 1 Kopra Minyak kelapa Kelapa parut kering Santan kelapa Nata de coco Kecap Syrup air kelapa Minuman isotonik Serat sabut Serbuk/debu sabut Gabus sabut Arang Karbon Aktif Asap cair Gula Kelapa Industri kerajinan Sumber data : olahan primer 61

11 Hasil penentuan produk prospektif dari kriteria yang ada menunjukkan ada sejumlah produk olahan primer yang layak dijadikan sebagai komoditas olahan untuk agroindustri kelapa terpadu. Batasan untuk model ini adalah komoditas untuk agroindustri kelapa terpadu berupa produk olahan primer. Hasil pemilihan menunjukkan bahwa dari 16 produk olahan primer berdasarkan produk prospektif terpilih 4 buah produk prospektif pilihan yaitu minyak kelapa, nata de coco, serat sabut dan arang tempurung. Hasil ini sejalan dengan perunutan data nilai ekspor produk olahan hasil kelapa seperti nampak pada grafik di atas. Nilai ekspor yang cukup besar ditunjukkan oleh minyak kelapa meskipun dari sisi persaingan harus bersaing dengan produk minyak dari sumber bahan lain seperti minyak sawit. Namun, minyak kelapa Indonesia masih tetap unggul dan memiliki pasar di luar negeri karena sekarang lebih mengarah kepada produk ekspor berupa minyak sehat yang diproses dengan cara basah. 62

12 DESKRIPSI PROSES PRODUKSI Deskripsi Proses Produksi Minyak Kelapa Bahan baku yang digunakan dalam unit pengolahan minyak kelapa dapat berupa daging buah kelapa basah maupun yang sudah kering atau dikenal dengan nama kopra. Daging buah kelapa ini diperoleh dari buah kelapa butiran hasil dari beberapa varietas unggul yaitu kelapa dalam atau kelapa hibrida. Penggunaan daging kelapa segar sebagai bahan baku akan menghasilkan perbedaan pada proses produksi dari perusahaan dengan skala mikro (rumah tangga) dan perusahaan kecil yang menggunakan peralatan yang lebih modern. Pada usaha skala mikro proses ekstraksi dilakukan pada santan, sedangkan perusahaan dengan pabrik skala kecil proses ekstraksi minyak dilakukan pada hasil penggilingan kelapa. Kapasitas produksi minyak kelapa untuk skala menengah berkisar antara 600 kg minyak kelapa setiap produksi membutuhkan sekitar 2 ton daging kelapa segar. Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan bahan baku daging buah kelapa segar merupakan cara yang sering digunakan petani kelapa. Secara umum urutan proses produksi minyak kelapa sebetulnya hampir sama, meskipun dikerjakan secara tradisional ataupun dengan teknik yang lebih modern baik oleh industri kecil maupun industri skala menengah atau besar. Inti dari proses produksi tersebut adalah memisahkan minyak kelapa dari buah kelapa. Minyak kelapa dapat dipisahkan (diekstrak) langsung dari daging kelapa segar disebut sebagai cara basah, atau diekstrak dari daging kelapa yang terlebih dulu dikeringkan (kopra) yang disebut cara kering. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-35%. Ada peralatan utama yang digunakan dalam unit pengolahan minyak kelapa yaitu peralatan penggiling untuk menggiling atau memarut daging kelapa segar, peralatan pemeras untuk mengepress bungkil kelapa yang masih mengandung minyak dan peralatan penggerak untuk menggerakkan mesin pengepress. Tungku dan alat penggorengan (wajan) juga diperlukan dalam proses produksi ini. Tungku ini berguna untuk melakukan penggorengan dalam rangka memisahkan air dan minyak kelapa dari daging kelapa yang sudah digiling halus.

13 Proses ekstraksi minyak kelapa dapat dijelaskan dengan langkah-langkah berikut: pertama, daging kelapa segar dicuci bersih dan kemudian digiling atau diparut dengan penggilingan atau parutan. Potongan daging kelapa tersebut selanjutnya digiling, dan dimasukkan dalam wajan penggorengan yang telah berisi minyak goreng panas pada suhu 110 o C -120 o C selama menit. Proses ini tergantung dari suhu dan rasio daging kelapa giling dan minyak kelapa yang digunakan untuk menggoreng. Hal yang harus diperhatikan selama proses penggorengan, wajan jangan diisi terlalu penuh karena daging kelapa giling yang digoreng cepat menguap dan menghasilkan minyak sehinga jika terlalu penuh akan bisa tumpah. Peningkatan suhu dalam wajan akan menghasilkan uap air dari penggorengan daging kelapa giling. Uap ini sudah tidak berarti lagi apabila penggorengan sudah selesai dan daging kelapa giling berubah warnan dari warna kekuning-kuningan menjadi kecoklatan. Upaya untuk mempercepat pemisahan butiran kelapa panas dengan unsur minyak dapat dilakukan dengan cara mengaduk dengan menggunakan sendok panjang. Butiran yang sudah berpisah dari minyak kemudian dikeluarkan dari wajan dengan menggunakan penyaring dan minyak hasil penggorengan ditampung. Diagram alir proses produksi minyak kelapa ini dapat ditunjukkan melalui diagram di bawah ini. 64

14 Buah kelapa Pengupasan Sabut kelapa Kelapa butiran Pembelahan Air kelapa Pemisahan daging dari tempurung Tempurung Daging kelapa Pemarutan Pemanasan Galendo Pengendapan Sisa-sisa galendo Minyak kelapa Gambar 11 Diagram Alir Proses Produksi Minyak Kelapa. 65

15 Penggunaan daging kelapa segar sebagai bahan baku akan menghasilkan perbedaan pada proses produksi dari perusahaan dengan skala mikro (rumah tangga) dan perusahaan kecil yang menggunakan peralatan yang lebih modern. Pada usaha skala mikro proses ekstraksi dapat juga dilakukan pada santan, sedangkan perusahaan dengan pabrik skala kecil proses ekstraksi minyak dilakukan pada hasil penggilingan kelapa. Proses Produksi Nata de Coco Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi nata de coco ini berupa bahan baku air kelapa.. Bahan baku yang diperoleh masih dalam kondisi kotor terdapat bahan ikutan seperti serpihan sabut, daging buah kelapa dan tempurung kelapa bahkan sisa parutan daging kelapa. Hal yang dilakukan dalam proses produksi yaitu berupa penyaringan. Proses ini dengan tujuan untuk membersihkan air kelapa dari semua bahan pengotor dan kontaminan fisik. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan penyaring kawat. Air kelapa bersih hasil penyaringan dimasukkan ke dalam wadah yang besar untuk direbus. Proses perebusan menggunakan energi bahan bakar melalui kompor pompa. Perebusan ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme dan kontaminan bilogis yang terdapat di dalam air kelapa. Perebusan dilakukan selama lebih kurang menit hingga air kelapa benar-benar mendidih. Jika bahan kurang mendidih akan sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada saat pemeraman. Saat proses perebusan, bahan tambahan yang terdiri dari gula pasir, ZA dan asam asetat / cuka dimasukkan, kira-kira ketika bahan mencapai suhu ± 80 o C. Selama proses perebusan, bahan harus diaduk. Pengadukan ini bertujuan agar bumbu yang dimasukkan merata. Saat perebusan, sisa-sisa kotoran yang masih terdapat dalam bahan akan mengapung dan dapat diambil dengan mudah. Larutan starter hasil perebusan selanjutnya dituangkan kedalam loyang / baki plastik yang telah steril. Penuangan ini dilakukan ketika larutan masih dalam keadaan panas atau hangat dengan menggunakan bantuan gayung. Setiap loyang diisi satu gayung larutan bahan atau sekitar ± 1,25 liter. Setelah diisi, loyang 66

16 segera ditutup menggunakan kertas koran dan diikat dengan karet. Hal ini bertujuan untuk menghindari masuknya kontaminan. Loyang-loyang yang telah berisi larutan bahan dan ditutup kertas koran kemudian disimpan di ruang fermentasi / pemeraman untuk mendinginkan larutan. Penyimpanan loyang dilakukan dengan menyusun loyang-loyang dengan rapi. Jumlah tumpukan loyang maksimum 15 loyang. Pendinginan ini dilakukan selama ± 7 10 jam hingga larutan benar-benar dingin. Pendinginan yang tidak sempurna akan mengganggu keberhasilan proses selanjutnya. Larutan bahan yang telah dingin kemudian ditambah starter sebagai bibit awal pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini yang nantinya akan menggumpalkan bahan / air kelapa sehingga membentuk nata. Jumlah starter yang ditambahkan pada setiap loyang ± 125 ml. Kertas penutup kembali direkatkan agar pertumbuhan bakteri berjalan optimal tanpa gangguan dari kontaminan. Loyang-loyang larutan bahan yang telah ditambahkan starter kembali disimpan & disusun rapi di ruang fermentasi / pemeraman. Proses fermentasi berlangsung selama lebih kurang 7 hari. Larutan bahan yang telah mengalami fermentasi selama 7 hari akan menjadi gumpalan putih yang siap dipanen yang dinamakan nata de coco. Pemanenan dilakukan pada hari yang sama dengan saat dimulainya fermentasi. Jika bahan baku dan proses bagus maka nata de coco yang berbentuk lembaran umumnya memiliki ketebalan 1,1 1,2 cm dengan berat sekitar 1 1,2 kg per lembar. Selain lembaran nata de coco juga terdapat sisa cairan bahan yang tidak membentuk nata. Cairan ini berbau asam. Lembaran nata de coco yang sudah dipanen memiliki lapisan tipis di bagian bawahnya. Lapisan ini merupakan endapan dari campuran bahan. Lapisan ini tidak dikonsumsi sehingga harus dipisahkan. Pembersihan yang sudah dilakukan pada lembaran nata tersebut selnjutnya dilakukan pencucian dan perendaman. Pencucian dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam drum plastik besar. Pencucian dan perendaman ini bertujuan untuk mengurangi kandungan asam pada nata. Selain itu juga perendaman bertujuan untuk mempertahankan kandungan air pada nata selama proses distribusi ke 67

17 konsumen. Diagram alir proses produksi nata de coco ini dapat dilihat pada gambar 12. Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Nata de Coco 68

18 Produk yang dihasilkan oleh petani nata de coco berupa lembaran nata de coco mentah. Lembaran nata de coco dijual dengan harga Rp 1.100,00 per kg. Penjualan dilakukan secara langsung tanpa perantara dengan pembayaran tunai. Penjualan nata de coco dilakukan setiap satu kali dalam satu minggu berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh pabrik pembeli nata tersebut yang selanjutnya diproses menjadi minuman nata de coco atau produk-produk lain. Proses Produksi Serat Sabut Kelapa Bagian kulit buah kelapa merupakan bagian dengan persentase terbesar dari buah kelapa. Bagian ini berkisar 35% dari total bobot kelapa. Serat sabut kelapa atau coco fiber merupakan produk yang berasal dari proses pemisahan serat dari bagian kulit buah kelapa (epicarp dan mesocarp). Bahan baku berupa sabut kelapa ini diperoleh dari bahan sisa pembuatan minyak kelapa dan kopra. Bahan baku ini juga diperoleh dari pasar-pasar yang merupakan hasil samping konsumsi rumah tangga. Bahan baku ini akan mudah diperoleh di daerah-daerah sentra penghasil kelapa di berbagai wilayah di Indonesia. Bahan baku ini sangat kamba sehingga membutuhkan tempat yang cukup luas untuk penampungan bahan baku dan juga dalam pengangkutan. Bahan baku kulit buah kelapa bersifat kamba, sehingga untuk efisiensi biaya transportasi serta kemudahan dalam pengadaan bahan baku, maka lokasi usaha ditetapkan dekat atau pada daerah sentra produksi kelapa. Lokasi usaha seyogyanya juga tidak pada lokasi pemukiman, karena hasil samping pengolahan berupa bagian gabus (coco peat) dapat mengganggu lingkungan. Usaha ini memerlukan area yang cukup luas untuk penampungan bahan baku, penjemuran, dan penampungan hasil samping karena karakteristik bahan baku dan hasil samping yang kamba. Proses produksi serat sabut kelapa dilakukan teknologi dengan menggunakan teknologi yang cukup aplikatif. Peralatan yang diperlukan berupa peralatan pengurai dan pemisah serta dari sabut kelapa. Peraltan tambahan yang diperlukan berupa peraltan pengepres serat sabut kelapa. Proses produksi ini dapat ditunjukkan melalui diagram alir proses produksi pada gambar 13 di bawah ini. 69

19 Sabut kelapa Air Pemotongan sabut Potongan ujung sabut Perendaman 3 hari Penirisan Bagian Gabus yang membusuk Pelunakan Butiran Gabus Penguraian Pemisahan serat Butiran Gabus Sortasi melalui pengayakan Pembersihan Sisa-sisa Butiran Gabus Sisa-sisa Butiran Gabus Pengeringan dengan penjemuran Pengepresan dan Pengepakan Serat Sabut Gambar 13 Diagram Alir Proses Produksi Serat Sabut Kelapa 70

20 Tahapan pemotongan bagian ujung sabut kelapa merupakan bagian persiapan awal dalam proses produksi serat sabut kelapa. Pemotongan sabut kelapa dilakukan secara membujur dan bagian yang keras di bagian ujung dipotong. Sabut yang sudah dipotong di bagian ujung tersebut selanjutnya direndam selam 3 hari untuk mempermudah pemisahan bagian serat dengan gabus. Penirisan selanjutnya dilkaukan untuk mempermudah penguraian sabut. Pelunakan dilakukan dengan memukul-mukul bagian sabut yang sudah ditiriskan dengan pemukul sehingga serta menjadi lebih terurai. Hasil samping berupa butiran gabus sudah dapat diperoleh pada tahapan ini. Penguraian serat yang merupakan tahapan pemisahan serat dilakukan dengan menggunakan peralatan pengurai untuk memisahkan bagian serat dengan gabus. Pemisahan dilakukan agar dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan standar pasar. Tahapan penguraian ini juga menghasilkan hasil samping berupa butiran gabus. Sortasi dengan pengayakan dilakukan untuk memisahkan bagian serat yang halus dengan yang kasar. Peralatan yang digunakan berupa peralatan pengayak dan butiran-butiran gabus masih dapat diperoleh pada tahapan ini. Pembersihan selanjutnya dilakukan untuk memisahkan bagian gabus yang kemungkinan masih menempel pada serat yang dihasilkan. Tahapan proses selanjutnya berupa pengeringan dengan penjemuran seperti yang dilakukan oleh beberapa usaha kecil dan menggunakan mesin pengering bagi usaha skala menengah. Tahapan terakhir berupa pengepresan dan pengepakan terhadap serta sabut yang diperoleh untuk mempermudah dalam pendistribusian produk kepada konsumen dan juga penyimpanan produk di gudang penyimpanan. Pengepakan dilakukan dengan cara manual dengan bobot setiap bal berkisar 40 kg ataupun dengan menggunakan mesin pengepak otomatis dengan bobot setiap bal berkisar 100 kg. Butiran gabus yang dihasilkan sebagai hasil samping ditampung secara tersendiri dan didistribusikan secara terpisah juga. Kapasitas produksi maksimum serat sabut rata-rata berkisar kg serat per hari. 71

21 Proses Produksi Arang Proses produksi arang tempurung ini menggunakan bahan baku berupa tempurung kelapa yang dapat diperoleh dari pengolah kopra, pengolah minyak kelapa dan juga dari pasar-pasar tradisional sebagai bahan sisa. Bahan baku ini mudah diperoleh seperti halnya bahan baku sabut kelapa. Beberapa pasar tradisional membiarkan tumpukan tempurung ini, oleh sebab itu upaya untuk memperoleh bahan baku cukup mudah dilakukan. Proses produksi arang tempurung dilakukan dengan memasukkan bahan baku berupa arang tempurung ke dalam tempat pembuatan arang secara berlapislapis. Lapisan paling bawah dibakar agar menyala dan selanjutnya diberi tambahan tumpukan arang tempurung sehingga tempat pembuatan arang tersebut penuh. Pembakaran tempurung ini dilakukan selama tujuh jam. Selama kurun waktu tujuh jam tersebut diharapkan keseluruhan bagian tempurung dapat terbakar. Tempat pembuatan arang tersebut selanjutnya ditutup sehingga diharapkan tidak ada udara yang masuk selam 12 jam. Tempat pembuatan arang tersebut dibuka pada pagi hari dan arang dibongkar dari dalam tempat pembuatan tersebut. Hasil yang diperoleh berupa arang tempurung setelah didinginkan dan selanjutnya ditempatkan di dalam karung plastik untuk didistribusikan. Rendemen arang tempurung kelapa yaitu 40% dari tempurung kelapa. Kapasitas produksi berkisar pada produksi maksimal kg arang per hari dan harus lebih dari 537 kg per hari atau lebih dari kg arang per tahun agar memberikan keuntungan yang layak menurut analisis kelayakan dari Bank Indonesia. Diagram alir proses produksi arang tempurung ini dapat dilihat pada gambar 14 di bawah ini. 72

22 Tempurung kelapa Minyak tanah Penyusunan dalam tanur pembakar Pembakaran Sisa pembakaran Penutupan tanur pembakar Pembukaan tanur Pendinginan Pengemasan Arang tempurung Gambar 14 Diagram Alir Proses Produksi Arang 73

23 ANALISIS RANTAI PASOKAN Struktur Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu Analisis terhadap rantai pasokan agroindustri kelapa dilakukan secara kualitatif. Hasil yang diperoleh dari analisis ini adalah gambaran umum struktur rantai pasokan yang dirinci berdasarkan aspek-aspek rantai nilai dan performa rantai pasokan. Sejumlah permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasokan agroindustri kelapa yaitu pemasok, agroindustri pengolah kelapa dan distributor merupakan komponen dalam analisis kebutuhan pendukung yang digunakan dalam perancangan model rantai pasokan. Secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah ini : - Siapa anggota rantai dan apa peran masing-masing - Bagaimana konfigurasi jaringannya Struktur Jaringan - Siapa pelaku dan proses apa yang terjadi dan bagaimana integrasi setiap proses Tujuan rantai pasokan Manajemen rantai pasokan Proses Bisnis Rantai pasokan Kinerja rantai pasokan - Manajemen struktur yang digunakan - Peran pemerintah Sumberdaya rantai pasokan - Sumberdaya yang digunakan dalam rantai pasokan Gambar 15. Tinjauan Struktur Rantai Pasokan (Van der Vorst 2005) Tanda panah pada gambar di atas menunjukkan adanya keterkaitan aliran informasi sebagai dasar analisis dalam kerangka proses untuk pembahasan metode pengembangan secara deskriptif.

24 Tinjauan terhadap struktur rantai pasokan dimulai dari rantai pasokan kelapa butiran untuk bahan baku agroindustri pengolah daging buah kelapa, yang diintegrasikan dengan unit pengolah air kelapa, dan unit pengolah sabut kelapa serta unit pengolah tempurung kelapa. Unit pengolahan untuk produk yang dipilih merupakan hasil pemilihan produk prospektif dengan beberapa kriteria. Penerapan unit pengolahan tersebut di tingkat petani kelapa diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup petani kelapa di suatu kawasan terutama kawasan sentra penghasil kelapa. Masing-masing industri ini memiliki struktur rantai yang relatif serupa. Keserupaan ini terkait dengan struktur jaringan, pelaku dan pola aliran pasokan. Gambaran struktur rantai pasokan pada masing-masing agroindustri kelapa secara parsial ini akan digunakan sebagai dasar untuk menggambarkan skenario pasokan bahan baku untuk agroindustri kelapa yang diusahakan secara terpadu. Sejumlah permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasokan agroindustri kelapa yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang perantara dan agroindustri pengolah kelapa. Gambaran rantai pasokan secara skematis untuk buah kelapa butiran dari petani, unit pengolah hingga ke konsumen dapat dilihat pada gambar 16 di bawah ini. Petani menjual hasil kebunnya masih dalam bentuk produk primer, yaitu kelapa butir dan kopra serta yang dilakukan secara sendiri-sendiri sebelum diusahakan secara terpadu. Harga produk tersebut sangat berfluktuasi dan harganya sering ditentukan secara sepihak oleh pembeli, karena tidak ada pilihan lain petani tetap menjual hasil kelapanya walaupun berada pada posisi tawar yang lemah. Petani kelapa menjual kelapa hasil panen secara maksimal, buah kelapa yang muda dan buah kelapa yang tua seringkali tidak dibedakan, sehingga apabila ada pedagang yang menginginkan akan dijual. Penjualan dilakukan langsung pada saat kelapa masih di pohon belum dipetik dan pemetikan tidak memperhatikan umur kelapa. Permasalahan petani on farm yaitu tingkat harga kelapa yang berfluktuasi, produktivitas yang rendah dalam kisaran 1 ton/hektar Petani/pekebun ini menjual kelapa butiran langsung kepada petani pengolah kopra ataupun petani pengolah minyak kelapa, pedagang pengumpul desa maupun pedagang perantara yang merupakan pedagang di tingkat 75

25 kecamatan. Distribusi kelapa butiran ini selnjutnya dilakukan kepada pedagang pengumpul kabupaten atau wilayah hingga pedagang antar pulau. Distibusi selanjutnya dilakukan kepada konsumen domestik dan eksportir. Petani/Pekebun Petani pengolah Pedagang pengumpul desa Pengolah Pedagang pengumpul kecamatan Pialang/makelar Pedagang Pengumpul Kabupaten/wilayah Eksportir Pedagang antar pulau Konsumen Luar negeri Konsumen Domestik Gambar 16. Skema Struktur Jaringan Rantai Pasokan Buah Kelapa Butiran Hubungan yang ada antara pembeli dan penjual semata-mata hanya hubungan jual beli komoditas belum ada unsur pembinaan bagi petani, pekebun baik pada budidaya maupun pada pengolahan dan pemasaran atau belum 76

26 terintegrasi antara kegiatan budi daya dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran. Pedagang pengumpul membayar langsung tunai, kelapa tidak disortasi dan seiring dengan kebutuhan yang mendesak sehingga menginginkan proses sesingkat mungkin. Pedagang perantara yang merupakan pedagang di tingkat wilayah yang melakukan sortasi dengan melihat volume kelapa dan kadar air. Pedagang juga menginginkan persediaan seminimal mungkin dan seringkali melakukan spekulasi harga. Unit pengolah melakukan sortasi terkait dengan volume, kadar air kelapa dan menimbun persediaan untuk pasar selanjutnya (forward market). Kondisi yang kurang menguntungkan dalam agroindustri yang mempersulit perdagangan untuk pasar ekspor yaitu permasalahan logistik yang terkait dengan jarak. Jarak tempuh sangat menentukan waktu dan volume transaksi. Waktu akan menunjukkan biaya apabila dikaitkan dengan ketidakpastian dan resiko yang harus dipertimbangkan ke dalam harga. Volume transaksi menentukan kelayakan transportasi (feasibility of transport). Demikian pula kualitas dapat menurun apabila tidak adanya sarana pengangkutan dan kurangnya fasilitas pengangkutan. Kelembagaan ekonomi belum berperan dengan baik dalam bidang pengolahan dan pemasaran. Pengembangan unit pengolahan dilakukan untuk agroindustri kelapa terpadu, maka keseluruhan bagian dari kelapa yang selama ini terbuang diolah menjadi produk samping yang mempunyai nilai ekonomi sehingga dapat menimbulkan nilai tambah bagi keseluruhan jaringan rantai pasokan. Hal yang diharapkan adalah adanya suatu unit pengolahan kelapa terpadu yang mampu memberdayakan petani/pekebun dan petani pengolah yang terwadahi dalam kelompok tani dan kelembagaan unit pengolah hasil yang mampu mengoperasikan unit tersebut secara kontinyu dan berkesinambungan. Petani/pekebun maupun petani pengolah tidak harus terlibat dalam manajemen pengelolaan usaha, namun setidaknya memiliki peran dan arti penting demi peningkatan taraf hidupnya. 77

27 Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Daging Buah Kelapa Industri pengolahan daging buah kelapa yang menjadi pilihan yaitu industri minyak kelapa. Perkembangan penawaran dan permintaan minyak kelapa cukup baik. Pasar yang berkembang untuk produk tersebut telah menciptakan peluang ekspor bagi negara-negara penghasil kelapa. Anggota rantai pasokan untuk unit pengolahan daging buah kelapa ini yaitu terdiri dari: petani pemasok kelapa butiran, pedagang pengumpul dan atau pedagang perantara, agroindustri pengolah dan distribusi ke konsumen. Pemasok bahan baku bukan hanya dari petani pemasok kelapa butiran namun juga dari pedagang pengumpul dan atau pedagang perantara untuk unit pengolah daging buah kelapa. Petani penghasil kelapa butiran selaku pemasok bahan baku utama berupa kelapa butiran dapat melakukan pemasokan langsung ke unit pengolahan daging buah kelapa berupa unit pengolahan minyak kelapa. Kelapa butiran yang dihasilkan dari petani dapat langsung didistribusikan ke unit pengolahan untuk memenuhi kapasitas unit pengolah. Petani atau kelompok tani berfungsi sebagai pemasok utama, kekurangan bahan untuk kapasitas olah dipenuhi dari pedagang pengumpul dan atau pedagang perantara dari luar wilayah sentra tersebut. Agroindustri pengolah merupakan unit yang mentransformasikan bahan baku menjadi produk-produk yang diinginkan. Agroindusri kelapa terpadu yang dikembangkan ini dengan unit pengolah buah kelapa yang menghasilkan minyak kelapa. Buah kelapa butiran yang dipasok dari petani akan langsung diolah ataupun disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan bahan baku sebelum dilakukan proses transformasi. Produk minyak kelapa yang dihasilkan selanjutnya disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan produk sebelum didistribusikan ke konsumen. Hasil samping pemrosesan berupa air kelapa, sabut kelapa dan tempurung kelapa, masing-masing akan ditampung dalam gudang penyimpanan untuk selanjutnya didistribusikan ke unit pengolahan yang lain. Agroindustri pengolahan kelapa terpadu ini dengan konsep mendistribusikan langsung produk agroindustrinya. Jalur distribusi minyak kelapa 78

28 dari sentra produksi kelapa yaitu meliputi minyak kelapa dari unit pengolahan daging buah kelapa/ pengusaha didistribusikan ke pedagang di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen. Konsumen ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan konsumen industri. Oleh sebab itu model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini diharapkan dapat memberikan gambaran nilai tambah kepada petani selaku pemasok bahan baku dan petani atau kelompok tani yang memungkinkan untuk memiliki keterlibatan langsung dalam usaha ini meskipun bukan dari sisi manajerial pengelolaan unit pengolahan. Pengolah minyak kelapa Pengumpul Pedagang pasar tradisional Pedagang eceran Konsumen domestik Eksportir Gambar 17 Skema Rantai Pasokan Minyak Kelapa (Hasil Olahan Data Primer) Jalur distribusi pemasaran minyak kelapa ini ternyata cukup singkat. Jalur pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar di atas. Jalur distribusi minyak kelapa dari sentra produksi kelapa yaitu meliputi minyak kelapa dari unit pengolahan daging buah kelapa/ pengusaha didistribusikan ke pedagang di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen. Minyak kelapa ini juga dapat dijual kepada pedagang pengumpul yang 79

29 selanjutnya didistribusikan ke konsumen domestik maupun eksportir. Konsumen ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan konsumen industri. Jalur pemasaran minyak kelapa dari petani hingga ekportir tidak berbeda dengan komoditi pertanian yang lain. Sarana transportasi yang tidak baik menimbulkan beberapa pelaku pemasaran yang lain seperti pedagang desa, kecamatan dan kabupaten serta pialang/makelar. Hal ini semakin memperpanjang jalur minyak kelapa yang dapat memperkecil keuntungan petani atau produsen menjadi semakin kecil. Keuntungan juga semakin kecil apabila petani kelapa tidak melakukan sendiri kegiatan pengolahan minyak kelapa, hanya menjual hasil panen buah kelapa butir. Secara umum jalur distribusi pemasaran minyak kelapa dapat terjadi melalui jalur pendek hingga jalur panjang. Jalur terpendek terjadi bila petani langsung mengolah sekaligus memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga minyak kelapa sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya. Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Air Kelapa Kondisi saat ini menunjukkan bahwa apabila akan diusahakan suatu unit pengolahan sari kelapa atau nata de coco di sentra-sentra penghasil kelapa, justru lebih sulit untuk mendapatkan pasokan air kelapa kecuali dilakukan terintegrasi dengan kegiatan unit pengolahan lain di sentra tersebut. Hal ini juga agar biaya transportasi air kelapa menjadi semakin kecil, karena jarak yang ditempuh relatif pendek. Kontinyuitas produksi nata de coco ini sangat tergantung pada kontinyuitas penyediaan bahan baku. Penyediaan bahan baku ini diharapkan akan terjamin apabila agroindustri ini dekat dengan sumber pasokan bahan baku. Namun, sumber pemasok utama bahan baku untuk agroindustri nata de coco ini adalah pasar tradisional yang biasanya berada di wilayah pusat-pusat kecamatan dalam suatu kabupaten. Kedekatan dengan sumber pasokan bahan baku ini diharapkan memberikan implikasi biaya transportasi yang lebih murah. Pasar 80

30 tradisional yang merupakan pusat pemasok air kelapa dapat digantikan perannya oleh unit pengolahan kelapa yang lain yang memiliki hasil sisa berupa air kelapa. Unit pengolahan ini sesuai dengan produk prospektif pilihan unit pengolahan minyak kelapa dan dapat diusahakan di lokasi sentra penghasil kelapa. Pengusahaan unit pengolahan di sentra penghasil kelapa diharapkan dapat memperkecil biaya transportasi dan memperpendek rantai tata niaga, sehingga diharapkan petani kelapa lebih diuntungkan. Petani kelapa ini juga sekaligus sebagai pelaku agroindustri, sebagai pengolah air kelapa. Kesulitan yang dihadapi berupa kontinyuitas penyediaan bahan baku dalam jumlah memadai. Pasokan air kelapa dapat dipenuhi sebesar liter air kelapa per hari dari 2000 butir kelapa. Pasokan ini dapat dipenuhi dari kebun kelapa seluas 300 ha. Unit pengolahan ini akan menghasilkan kg sari kelapa per hari atau 4,2 ton sampai dengan 4,8 ton/bulan. Unit Pengolah Minyak kelapa Pengumpul Air Kelapa Pengolah Nata de Coco Pengumpul Pedagang pasar tradisional Pedagang eceran Konsumen domestik Eksportir Gambar 18 Skema Rantai Pasokan Nata de Coco (Hasil Olahan Data Primer) 81

31 Jalur distribusi pemasaran nata de coco ini ternyata cukup singkat. Jalur pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar di atas. Jalur distribusi nata de coco dari sentra produksi kelapa akan didistribusikan ke pedagang di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen. Nata de coco ini juga dapat dijual kepada pedagang pengumpul yang selanjutnya didistribusikan ke konsumen domestik maupun eksportir. Konsumen ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan konsumen industri. Sistem pengangkutan akan berdampak pada biaya rantai pasokan dalam struktur rantai pasokan air kelapa. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung dalam kegiatan pemasokan air kelapa. Secara umum jalur distribusi pemasaran nata de coco dapat terjadi melalui jalur pendek hingga jalur panjang. Jalur terpendek terjadi bila petani langsung mengolah sekaligus memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga nata de coco sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya. Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Sabut Kelapa Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco fibre, Coir fibre, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisional serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir fibre sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, spring bed dan lain-lain. 82

32 Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton per tahun. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa yang dimiliki masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa. Karakteristik produk yang bersifat heat retardant dan biodegradable, serta kecenderungan konsumen produk industri dalam penggunaan bahan alami mendorong peningkatan permintaan terhadap serat sabut kelapa. Kendala dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang dihasilkan masih belum memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu dalam menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, diperlukan berbagai kemudahan agar dapat diimplementasikan dalam pengembangan usaha serat sabut kelapa. Usaha ini awalnya dapat berkembang sebagai wujud kemitraan. Negara tujuan ekspor serat sabut kelapa Indonesia adalah Inggris, Jerman, Belgia, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan Australia. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden pengusaha sabut kelapa, setiap bulan diperkirakan China membutuhkan sekitar ton serat sabut kelapa per bulan untuk memenuhi kebutuhan industrinya. Kapasitas produksi setiap unit usaha dapat bervariasi berkisar antara 55 ton ton per tahun atau rata-rata sekitar 100 ton per tahun. Harga serat sabut kelapa di tingkat produsen berkisar antara Rp Rp.600 per kg sedangkan harga di tingkat pembeli (Jakarta) berkisar antara Rp Rp per kg yang tergantung kepada kualitas sabut yang dihasilkan. Harga serat sabut kelapa di pasaran ekspor berdasarkan sebesar US $ 210 per ton (FOB), sedangkan harga CIF di negara tujuan (Rotterdam) adalah sebesar US $ 360 per ton. Harga serat sabut kelapa Indonesia di pasaran ekspor relatif lebih rendah dibandingkan dengan serat sabut kelapa dari India, yang bernilai sekitar US $ per ton (FOB), 83

33 akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi Srilanka yaitu sebesar US$ per ton (FOB). Merujuk kepada perkembangan harga mattress fiber produksi Srilanka, terdapat kecenderungan kenaikan harga yaitu rata-rata sebesar 3 persen per tahun. Kecenderungan permintaan dunia terhadap serat sabut kelapa yang meningkat, serta kontribusi Indonesia yang masih sangat kecil dalam perdagangan dunia, serat sabut kelapa Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (berdasarkan potensi produksi sabut kelapa) dan mempunyai peluang yang besar. Peluang tersebut dapat diraih dengan syarat adanya perbaikan dan pengembangan teknologi proses sehingga menghasilkan serat yang memenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan pasar. Serat sabut kelapa Indonesia dihadapkan kepada negara-negara pesaing yang lebih maju dalam hal teknologi produksi serat sabut kelapa dari segi persaingan, sehingga mempunyai kualitas yang lebih unggul. Persaingan tersebut juga dihadapi oleh karena perkembangan aplikasi teknologi yang lebih maju dalam membuat produk industri dengan bahan baku serat sabut kelapa. Negaranegara pesaing Indonesia tersebut antara lain adalah Srilanka, India, Thailand dan Philipina. Jalur distribusi pemasaran serat sabut kelapa dengan melihat uraian di atas dapat digambarkan seperti pada skema rantai pasokandi bawah ini. Jalur distribusi ini juga cukup singkat. Jalur distribusi serat sabut kelapa dari unit pengolahan serat sabut di sentra produksi kelapa hampir lebih dari 95% didistribusikan ke pedagang pengumpul dan selanjutnya ke eksportir. Serat sabut kelapa yang didistribusikan untuk pasaran domestik hanya sedikit sekali. Konsumen untuk pasar domestik ini merupakan konsumen perusahaan besar. Biaya pada struktur rantai pasokan ini dipengaruhi oleh biaya transportasi dan sistem pengangkutan. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung dalam kegiatan pemasokan sabut kelapa. Namun, sabut kelapa ini jelas tidak dapat dipasok hanya dari petani saja namun juga dari pengumpul. Secara umum jalur 84

PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI

PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI Banun Diyah Probowati 1, Yandra Arkeman 2, Djumali Mangunwidjaja 2 1) Prodi Teknologi Industri Pertanian, Fak Pertanian

Lebih terperinci

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA Peluang bisnis INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA OLEH : NAMA : WIRO FANSURI PUTRA NIM : 11.12.6300 KELAS : 11-S1SI-13 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Tahun 2011/2012 Industri Serat Sabut Kelapa PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

IV. INDUSTRI NATA DE COCO DI KOTA BOGOR

IV. INDUSTRI NATA DE COCO DI KOTA BOGOR IV. INDUSTRI NATA DE COCO DI KOTA BOGOR 5.1. Gambaran Umum Industri Nata de Coco di Kota Bogor Bibit nata de coco Acetobacter xylinum pertama kali berasal dari Philipina yang dibawa ke Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) dikenal sebagai tanaman serbaguna. Bagi Indonesia, tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bukan impor kolonialis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS

MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS Pembuatan minyak kelapa Nama : Aditya krisnapati Nim : 11.01.2900 Kelas : D3TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 I. ABSTRAK Dengan berbagai kemajuan yang telah diperoleh dari produk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA NATA DE COCO

ANALISIS USAHA NATA DE COCO KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS ANALISIS USAHA NATA DE COCO ZUZA BAIHAQI PRIYANTO S1.Si.2J (10.12.5069 ) SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN ILMU KOMPUTER STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa merupakan salah satu tanaman yang terpenting dalam perekonomian Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan buah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Supriatna (Pengamat Industri Kelapa), Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Beberapa negara penghasil kopra terbesar di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan. Kopra merupakan produk kelapa yang sangat penting, karena kopra merupakan bahan baku pembuatan minyak kelapa. Untuk

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR

PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR (Borassus flabellifer) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: ANISA INDRIANA TRI HASTUTI A 420 100 062 FAKULTAS

Lebih terperinci

beragam kegunaan, maka tak heran bahwa tanaman ini dikenal juga sebagai tanaman surga. Bagian daun sampai tulang daunnya bisa dijadikan kerajinan dan

beragam kegunaan, maka tak heran bahwa tanaman ini dikenal juga sebagai tanaman surga. Bagian daun sampai tulang daunnya bisa dijadikan kerajinan dan 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa merupakan tanaman yang cukup populer di Indonesia. Tanaman ini tumbuh subur di dataran rendah di sepanjang nusantara. Mulai dari ujung barat kepulauan

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal

BAB I PENDAHULUAN. negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tanaman

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK

AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK Oleh Aladin Nasution dan Muchjidin Rachmat') Abstrak Pengembangan komoditas kelapa menghadapi kendala besar terutama persaingan dengan sumber

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai produsen terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses produksi, pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila dikelola dengan baik.indonesia sendiri merupakan negara penghasil kelapa,

Lebih terperinci

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah penelitan eksperimental. Tempat penelitian adalah Laboratorium Kimia Universitas Katolik Soegijapranoto Semarang dan Laboratorium

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.21/04/Th.XIV, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$14,40 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$14,40

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

SABUT KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL BANGUNAN

SABUT KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL BANGUNAN SABUT KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL BANGUNAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, dimana dari hasil sampingnya diperoleh diantaranya

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA DAN VCO. Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

MINYAK KELAPA DAN VCO. Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd MINYAK KELAPA DAN VCO Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Kelapa Nama Binomial : Cocos nucifera Akar Batang Daun Tangkai anak daun Tandan bunga (mayang) Cairan tandan bunga Buah Sabut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang amat penting dalam perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian terbukti

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.40/07/Th.XIV, 1 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI MENCAPAI US$18,33 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$18,33 miliar atau

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA MESIN PENGAYAK SERAT COCOFIBER Performance Analysis of Sieving Machine for Cocofiber

ANALISIS KINERJA MESIN PENGAYAK SERAT COCOFIBER Performance Analysis of Sieving Machine for Cocofiber ANALISIS KINERJA MESIN PENGAYAK SERAT COCOFIBER Performance Analysis of Sieving Machine for Cocofiber Siswoyo Soekarno 1) *, Hamid Ahmad 1), Muhammad Nasir Afandi 1) 1) Jurusan Teknik Pertanian - Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

KELAPA. (Cocos nucifera L.) KELAPA (Cocos nucifera L.) Produksi tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga diekspor sebagai sumber devisa negara. Tenaga kerja yang diserap pada agribisnis kelapa tidak sedikit,

Lebih terperinci

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa mentah (Cruide Coconut Oil) dan

sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa mentah (Cruide Coconut Oil) dan 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kopra merupakan produk turunan kelapa yang dikeringkan dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa mentah (Cruide Coconut Oil) dan turunannya. Terdapat dua

Lebih terperinci

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$)

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$) PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu hasil pertanian yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Perkembangan volume dan nilai perdagangan tanaman hias, sayur-sayuran, buah-buahan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (coffea s.p) merupakan salah satu produk agroindustri pangan yang digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kopi memiliki aroma khas yang tidak dimiliki

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN Oleh : Bambang Sayaka Mewa Ariani Masdjidin Siregar Herman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5. IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 0 45 sampai 2 0 45 lintang selatan dan antara 101 0 10

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

UJI B/C DAN UJI EFISIENSI PEMASARAN GULA SEMUT TINGKAT SALURAN RANTAI PASOK DI KABUPATEN KULON PROGO

UJI B/C DAN UJI EFISIENSI PEMASARAN GULA SEMUT TINGKAT SALURAN RANTAI PASOK DI KABUPATEN KULON PROGO Jurnal Agroteknose. Volume VII No. II Tahun 2016 UJI B/C DAN UJI EFISIENSI PEMASARAN GULA SEMUT TINGKAT SALURAN RANTAI PASOK DI KABUPATEN KULON PROGO Etty Sri Hertini, Hermantoro, Danang Manumono Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun BAB I PENDAHULUAN Penelitian menjelaskan bagaimana sistem informasi manajemen rantai pasok minyak sawit mentah berbasis GIS dirancang. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

VOLUME O2, No : 01. Februari 2013 ISSN :

VOLUME O2, No : 01. Februari 2013 ISSN : 2013 ISSN : 2337-5329 EKOSAINS JU RNALEKOLOGI DAN SAINS PUSAT PENELITIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SUMBERDAYA ALAM (PPLH SDA) UNIVERSITAS PATTIMURA VOLUME O2, No : 01. Februari 2013 ISSN : 2337-5329 APLIKASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama gambir (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai konstruksi, bangunan atau furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. UD Pusaka Bakti adalah UKM yang mengolah sabut kelapa menjadi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. UD Pusaka Bakti adalah UKM yang mengolah sabut kelapa menjadi BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD Pusaka Bakti adalah UKM yang mengolah sabut kelapa menjadi cocopress, keset kaki dan cocopeat yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk.

Lebih terperinci

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan Pelatihan Kewirausahaan untuk Pemula olahan dengan memperhatikan nilai gizi dan memperpanjang umur simpan atau keawetan produk. Untuk meningkatkan keawetan produk dapat dilakukan dengan cara : (1) Alami

Lebih terperinci