BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metabolisme yang bersifat heterogen secara genitis dan klinis dengan menifestasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metabolisme yang bersifat heterogen secara genitis dan klinis dengan menifestasi"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan yang terdapat pada metabolisme yang bersifat heterogen secara genitis dan klinis dengan menifestasi yaitu hilangnya toleransi glukosa. Berkembang secara klinis biasanya dapat dilihat peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) puasa dan postpradial, tanda lain yang bisa ditemukan pada pasien yang menderita DM yakni aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neoropati akan tetapi biasanya gejala klinis dari penyakit vaskuler terjadi ketika gula darah sudah tidak terkontrol. Pasien DM dengan kelainan toleransi glukosa ringan tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (Price & Wilson, 2006). American Diabetes Mellitus (ADA) menjelaskan DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kerja insulin bisa juga karena keduanya. DM diklasifikasikan berdasarkan atas kekurangan insulin secara total atau hampir total menjadi empat jenis yaitu: (1) DM tipe I, (2) DM tipe II, (3) Gestosional Diabetes Melitus (GDM), dan (4) DM tipe lain. (Price & Wilson, 2006). DM tipe II atau yang disebut juga DM tidak tergantung insulin (NIDDM), disebabkan karena penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek metabolik 8

2 9 insulin. Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini seringkali disebut sebagai resistensi insulin Etiologi DM tipe II ini lebih sering ditemukan pada usia diatas 30 tahun yang timbul secara perlahan lahan. Etiologi dari DM tipe II pada dasarnya akan mempengaruhi insulin sehingga tejadi resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa yang biasanya terjadi secara bertahap. Sampai saat ini DM tipe II masih dikaitkan dengan faktor genetik yang memberikan kontribusi yang besar terhadap mayoritas penderita DM (Price & Wilson, 2006). Ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa selain karena faktor genetik pada orang obesitas memiliki jumlah reseptor insulin di otot rangka, hati, dan jaringan adiposa lebih sedikit dari pada jumlah reseptor pada orang yang kurus. Orang obesitas juga mengalami gangguan sinyal insulin yang disebabkan efek toksik dari akumulasi lipid di jaringan seperti pada otot rangka dan hati sehingga menyebabkan resistensi insulin kondisi ini yang kemudian akan memicu terjadinya DM tipe II. Sehingga berat badan berlebih ( 25) atau yang biasa disebut obesitas juga menjadi salah satu hal yang sering dikaitkan dengan meningkatnya angka kejadian DM tipe II ini (Guyton & Hall, 2008) Faktor Risiko Faktor risiko merupakan individu yang belum terkena DM akan tetapi berpotensi untuk menderita DM. Adapun faktor risiko DM tipe II menurut Smeltzer & Bare (2002) yaitu :

3 10 1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia (resistensi insulin meningkat pada usia diatas 65 tahun). b. Ras dan etnik. c. Genetik (keluarga dengan penderita DM). 2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Berat badan lebih ( indeks masa tubuh >23 kg/m 2 ) b. Kurangnya aktivitas fisik c. Hipertensi (> 140/90 mmhg) d. Dislipidemia ( HDL < 35 mg/dl) e. Trigliserida > 250 mg/dl f. Diet tinggi gula atau karbohidrat dan rendah serat g. Diet tinggi lemak 3. Faktor lain yang terkait dengan risiko DM a. Penderita sindrom metabolik b. Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau gula darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya c. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler Patofisiologis DM tipe II memiliki dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin sehingga diabetes melitus tipe II sering didefinisikan sebagai gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin, meningkatnya produksi glukosa hati, dan gangguan metabolisme lemak. Resistensi insulin pada DM tipe II menyebabkan insulin tidak efektif dalam

4 11 menstimulasi pengambilan glukosa ke jaringan dan peningkatan glukosa ke hati yang menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah (Arief, 2007). Keadaan toleransi glukosa terganggu diakibatkan karena jumlah sekresi insulin berlebih atau kadar glukosa yang berlebih kondisi ini akan berusaha dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Keadaan ini jika terus berlangsung, sel sel beta pankreas tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat yang nantinya akan terjadi DM tipe II. Penderita DM tipe II memiliki pankreas yang masih mampu memproduksi insulin, akan tetapi jumlah insulin yang diproduksi hanya mampu untuk memecah lemak dan mengurangi produksi badan keton yang menyertainya sehingga pada penderita DM tipe II tidak terjadinya ketoasidosis diabetik (Smeltzer & Bare, 2002). Dalam menentukan diagnosis DM harus berdasarkan atas pemeriksaan glukosa darah serta harus memperhatikan asal usul bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena sedangkan untuk pemantauan hasil pengobatan biasanya dapat diperiksa melalui glukosa darah kapiler (Gustaviani, 2006). Tabel 1. Gula Darah sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM Waktu Pengambilan Belum Pasti Sampel Darah Bukan DM Sampel Darah DM DM Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Darah kapiler < Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Darah kapiler < Kadar glukosa darah 2 jam postpradial Darah kapiler < Sumber :Gustaviani, 2006

5 Manifestasi Klinis Pasien dengan defisiensi insulin pada dasarnya tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Kadar glukosa tinggi melebihi ambang ginjal untuk zat ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria), dan timbul rasa haus (polidipsia). Ikutnya glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Kehilangan kalori menyebabkan rasa lapar semakin besar (polifagia), pasien juga mengeluh lelah dan mengantuk. Sehingga pada pasien DM akan memiliki gejala khas sepeti: poliuria, polidipsia, dan polifagia. Gejala inilah kemudian yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk mendiagnosa seseorang dinyatakan menderita DM atau tidak (Price & Wilson, 2006). Seseorang dinyatakan positif menderita DM dapat terlihat dari: a) Gejala khas DM + glukosa plasma sewaktu 200mg/dl. b) Gejala khas DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dl. c) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl Penatalaksanaan Penatalaksanaan DM tipe II pada dasarnya yaitu mengatur gula darah karena secara normal glukosa merupakan satu satunya bahan makanan yang dapat digunakan oleh otak, retina epitel germinal gonad dalam jumlah yang cukup untuk menyuplai jaringan tersebut secara optimal sesuai dengan energi yang dibutuhkannya. Jumlah glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak terlalu tinggi karena dapat menimbulkan tekanan osmotik dalam cairan ekstrasel yang

6 13 menimbulkan dehidrasi sel (Guyton & Hall, 2008). Penatalaksanaan pada DM tipe II yakni melalui enam penatalaksanaan DM diataranya adalah (1) rencana diet, (2) latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik, (3) agen agen hipoglikemik oral, (4) terapi insulin, (5) pengawasan glukosa dirumah, dan (6) pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri (Price & Wilson, 2006). 1. Rencana diet Terapi diet atau terapi gizi medis merupakan salah satu terapi yang digolongkan kedalam penatalaksanaan diabetes non farmakologi. Terapi gizi medis ini pada dasarnya adalah untuk pengaturan pola makan serta memodifikasi diet berdasarkan status gizi dan kebutuhan individual. Sedangkan manfaat dari terapi gizi medis diantaranya : (1) menurunkan berat badan, (2) menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, (3) menurunkan kadar gula darah, (4) memperbaiki profil lipid, (5) meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, dan (6) memperbaiki sistem koagulasi darah (Yunir & Soebardi, 2009). Tujuan terapi gizi medis pada pasien DM tipe II adalah untuk mencapai dan mempertahankan : a. Kadar gula darah mendekati normal. b. Tekanan darah < 130/80 mmhg. c. Kolesterol LDL < 100 mg/dl. d. Kolesterol HDL > 40 mg/dl. e. Trigliserida < 150mg/dl. f. Berat badan senormal mungkin.

7 14 Jenis makanan yang perlu diperhatikan yaitu jenis makanan karbohidarat, protein, dan lemak. Karbohidrat adalah jenis bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber energi. Pasien dengan diabetes melitus jumlah karbohidrat dalam diet yang disarankan tidak boleh lebih dari 55% 65% dari kebutuhan energi sehari, untuk protein yang direkomendasikan pada penderita diabetes melitus sekitar 10% 15% dari total kalori perhari sedangkan untuk lemak pembatasan hanya pada lemak jenuh saja sekitar 10% dari kebutuhan kalori perhari atau jika kadar LDL 100 mg/dl, asupan lemak jenuh diturunkan maksimal 7% dari total kalori perhari (Yunir & Soebardi, 2009). 2. Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik Manfaat latihan fisik pada DM tipe II yaitu dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh. Prinsip latihan jasmani terutama pada pasien dengan DM pada umumnya memenuhi hal seperti : 1. Frekuensi: jumlah olah raga yang diberikan kepada pasien dengan diabetes melitus harus teratur dengan 3 5 kali perminggu. 2. Intensitas: intensitas latihan yang diberikan biasanya ringan dan sedang atau sampai 60% 70% dari detak jantung maksimum. 3. Durasi: durasi yang diindikasikan biasanya menit saja. 4. Jenis latihannya: jenis latihan yang diberikan sesuai dengan kemampuan pasien. Latihan jasmani secara teratur tidak hanya baik untuk pasien dengan DM terutama DM tipe II atau penyakit kronik lain tetapi juga orang yang sehat karena dengan latihan jasmani yang teratur akan memberikan tenaga

8 15 lebih banyak, membantu jantung lebih kuat, meningkatkan sirkulasi, memperkuat otot, meningkatkan kelenturan, meningkatkan kemampuan bernafas, membantu mengatur berat badan, memperlambat proses penuaan, memperbaiki tekanan darah, memperbaiki kolesterol dan lemak tubuh yang lain, mengurangi stres, dan melawan akibat akibat yang ditimbulkan dari kekurangan beraktivitas (Yunir & Soebardi, 2009). 3. Agen agen hipoglikemik oral Medikamentosa baru diberikan ketika pengendalian DM dengan non farmakologi belum tercapai, akan tetapi memberikan terapi farmakologi ini juga harus diimbangi dengan diet dan latihan fisik yang sesuai. Melakukan pemilihan intervensi farmakologi yang perlu diperhatikan yaitu titik kerja obat dan sesuai dengan penyebab hiperglikemia. Menurut Yunir & Soebardi (2009) yang tidak kalah penting yang harus diperhatikan dalam pemberian obat hipoglikemik oral yaitu : a. Terapi dimulai dengan dosis yang rendah dan kemudian dinaikkan secara bertahap. b. Harus diketahui cara kerja obat, lama kerja, dan efek samping obat obatan tersebut. c. Bila memberikan bersamaan dengan obat lain hindari adanya interaksi antara obat tersebut. d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemia, usahakan menggunakan obat dengan golongan lain terlebih dahulu bila gagal, baru beralih kepada insulin.

9 16 4. Terapi insulin Insulin disekresikan oleh pankreas secara fisiologis yang berguna untuk menekan kadar glukosa yang ada di dalam darah, namun pada penderita DM tipe II jumlah insulin yang disekresikan tidak cukup untuk mengontrol keseimbangan gula darah sehingga kadar glukosa akan tetap tinggi pada keadaan puasa dan 2 jam setelah makan, sehingga perlu adanya insulin eksternal yang disuntikan untuk menekan kenaikan glukosa darah (Price & Wilson, 2006). Insulin ekternal diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakan untuk mencapai efek penurunan glukosa plasma yang maksimal dan untuk meringankan efek yang terjadi setelah pemberian suntikan. Insulin diklasifikasikan sebagai insulin masa kerja pendek, masa kerja sedang, dan masa kerja panjang. Insulin kerja pendek biasanya digunakan untuk mengontrol hiperglikemia postpradial masa kerjanya maksimalnya dalam waktu beberapa menit hingga 6 jam. Insulin masa kerja sedang mencapai kerja maksimal antara 6 jam 8 jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk mengontrol harian pasien dengan DM. Insulin masa kerja panjang mencapai kerja maksimalnya dalam waktu 14 jam 20 jam setelah pemberian (Price & Wilson, 2006). Perbedaan respon terhadap insulin yang disebabkan oleh makanan, kegiatan fisik, medikasi, kebiasaan hidup, dan faktor emosi maka dosis insulin yang diperlukan untuk mendapatkan kontrol yang memuaskan tergantung pada individu, jadi tidak ada dosis yang universal. Biasanya

10 17 insulin yang diberikan pada penderita DM tipe II apabila: (a) terapi jenis lain tidak dapat mencapai target pengendalian kadar glukosa darah, (b) pasien dalam keadaan stres berat, (c) gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, dan (d) kontraindikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemia oral (Yunir & Soebardi, 2009). 5. Pengawasan glukosa dirumah Pengawasan glukosa dirumah berkaitan dengan penggunaan insulin yang diberikan kepada pasien dirumah. Penilaian ini dapat dilakukan dengan menguji darah kapiler dengan menggunakan strip dan dibaca melalui pengukur glukosa. Alat tersebut akan menyimpan nilai glukosa dalam memorinya dan hasil ini akan dibaca nantinya oleh petugas kesehatan untuk menentukan program insulin selanjutnya. Terapi insulin yang intensif akan memperbaiki kontrol glukosa yang akan memperbaiki kondisi pasien itu pula (Price & Wilson, 2006). 6. Pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri Pasien relatif dapat hidup normal dan mampu menerima keadaanya jika mereka tahu dan paham baik mengenai keadaannya, penatalaksanaan, maupun prognosis penyakit yang dideritanya. Mereka akan belajar mengontrol gula darah baik itu dengan mengkonsumsi obat hipoglikemia oral, diet, latihan fisik maupun kemandirian dalam menyuntikkan sendiri insulinnya, memantau kadar gula darah mereka dan mencari informasi secara aktif mengenai penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakitnya sehingga dapat mengurangi hiperglikemia atau hipoglikemia serta

11 18 komplikasi yang mungkin terjadi akibat tidak terkontrolnya gula darah secara ketat (Price & Wilson, 2006). Hasil yang dijadikan target pengendalian gula darah terkontrol dapat dilihat dalam Tabel 2 tentang kriteria pengendalian DM. Berikut tabel kriteria pengendalian DM: Tabel 2. Kriteria Pengendalian DM Tahun 2006 Profil Baik Sedang Buruk Glukosa darah (mg/dl) - Puasa jam postpradial Alc (%) < 6,5 6,5-8 8 Kol. Total (mg/dl) < Kol. LDL (mg/dl) < 100 Kol. HDL (mg/dl) > Trigliserida (mg/dl) < IMT (kg/m 2 ) 18, > 25 Tekana darah (mmhg) 130/ /80-90 > 140/90 Sumber: Soewondo, Komplikasi Prince & Wilson (2006) menggolongkan komplikasi DM menjadi dua kategori mayor yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskuler jangka panjang. Komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik akut pada diabetes melitus tipe II berupa hiperglikemia, hiperosmolar, dan koma nonketotin. Komplikasi vaskuler jangka panjang melibatkan pembuluh darah kecil, sedang, dan besar. Pembuluh darah kecil akan mengalami mikroangiopati

12 19 merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arterola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), saraf saraf perifer (neuropati diabetik), otot otot serta kulit. Pembuluh darah sedang dan besar akan mengalami makroangiopati merupakan gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufiensi insulin. Gangguan gangguannya berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Makroangiopati diabetik pada akhirnya akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler yang berujung pada terjadinya insufiensi vaskuler perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufiensi serebral dan stroke serta bila mengenai arteri koronaria dan aorta maka akan mengakibatkan angina dan infark miokardium (Price & Wilson, 2006). 2.2 Gula Darah Pengertian Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang paling sederhana berbentuk monosakarida yang diabsorbsi ke dalam darah melalui sistem pencernaan. Kadar gula darah ini akan meningkat setelah makan dan biasanya akan turun pada level terendah pada pagi hari sebelum makan pagi. Kadar gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh (Price & Wilson, 2006). Konsentrasi gula darah sangat penting untuk dipertahankan tetap dalam keadaan stabil sekitar mg/dl untuk mempertahankan fungsi otak dan suplai jaringan secara optimal. Pada penderita DM terjadi peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yaitu kondisi kadar glukosa darah puasa lebih

13 20 dari 126 mg/dl dan kadar glukosa darah dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl (Soegondo, 2009) Pembentukan Gula Darah Glukosa diperlukan oleh manusia untuk sumber energi yang biasanya diperoleh dari sumber makanan berupa karbohidrat. Dalam diet normal hanya ada tiga sumber utama karbohidrat yaitu sukrosa, laktosa, dan tepung. Akan tetapi ada karbohidrat lain yang dicerna lebih sedikit yaitu amilase, glikogen, alkohol, asam laktat asam piruvat, pectin, dekstrin, dan derivat karbohidrat. Ketika makanan tersebut bercampur dengan saliva, yang terdiri dari enzim pencernaan ptialin yang terutama disekresikan oleh kelenjar parotis akan terjadi hidrolisis tepung menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya yang mengandung tiga sampai sembilan melekul glukosa (Guyton & Hall, 2008). Pada tahap selanjutnya akivitas amilase dihambat oleh asam yang berasal dari sekresi lambung. Meskipun demikian sebelum makanan dan saliva yang ada bersamanya bercampur dengan sekresi lambung seluruhnya, sebanyak 30 sampai 40 persen tepung telah dihidrolisis terutama membentuk maltose. Kemudian dalam waktu 15 sampai 30 menit setelah kimus dikosongkan dari lambung ke dalam duodenum dan bercampur dengan getah pankreas (α-amilase) semua karbohidrat telah dicerna dan hampir semua diubah menjadi maltosa dan polimer polimer glukosa yang sangat kecil lainnya (Guyton & Hall, 2008). Disakarida laktosa, sukrosa, dan maltosa serta polimer polimer glukosa kecil lainnya akan dipecah menjadi unsur monosakarida oleh enzim dari enterosit yang terletak pada vili usus halus. Laktosa akan dipecah menjadi satu molekul

14 21 galaktosa dan satu molekul glukosa. Sukrosa akan dipecah menjadi satu molekul fruktosa dan satu molekul glukosa. Maltosa dan polimer polimer glukosa kecil lainnya menjadi molekul molekul glukosa. Seluruh monosakarida tersebut larutair dan diserap segera ke darah portal (Guyton & Hall, 2008) Pengaturan Glukosa Darah Pengaturan besarnya konsentrasi glukosa darah pada orang normal saat puasa biasanya antara 80 sampai 90 mg setiap 100 ml darah yang diukur sebelum makan pagi. Konsentrasi ini akan meningkat menjadi 120 sampai 140 mg setiap 100 ml darah satu jam pertama setelah makan, namun sistem umpan balik yang mengatur kadar gula darah akan mengembalikan glukosa ke nilai kontrol yang biasanya terjadi dalam waktu dua jam setelah mengkonsumsi karbohidrat yang terakhir. Sebaliknya pada keadaan kelaparan fungsi glukoneogenesis dari hati menyediakan glukosa yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa puasa (Guyton & Hall, 2008). Guyton & Hall (2008) juga menjelaskan mekanisme pengaturan glukosa darah yaitu sebagai berikut: a. Hati Saat glukosa darah meningkat hingga konsentrasi tinggi yang biasanya terjadi sesudah makan dan diikuti sekresi insulin yang meningkat, sebanyak dua pertiga dari seluruh glukosa yang diabsorbsi dari usus dalam waktu singkat akan disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Selama beberapa jam berikutnya, bila konsentrasi glukosa darah dan kecepatan sekresi insulin berkurang, hati akan melepaskan glukosa kembali ke dalam darah (Guyton & Hall, 2008).

15 22 b. Insulin dan Glukagon Fungsi insulin dan glukagon sama pentingnya dengan sistem pengatur umpan balik untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal. Insulin disekresikan oleh sel sel beta pankreas sebagai respon terhadap meningkatnya glukosa darah, insulin selanjutnya akan mengurangi konsentrasi glukosa darah dalam keadaan normal. Sedangkan glukagon baru akan disekresikan oleh sel sel alfa pulau langerhans sebagai respon terhadap penurunan glukosa darah. Glukagon selanjutnya akan meningkatkan glukosa darah agar kembali kenilai normal (Guyton & Hall, 2008). c. Hormon Pertumbuhan dan Kortisol Hormon pertumbuhan dan kortisol ini disekresikan sebagai respon hipoglikemia yang lama. Kedua hormon ini berfungsi mengurangi kecepatan pemakaian glukosa oleh sebagian besar sel tubuh, sebaliknya akan menambah jumlah pemakaian lemak (Guyton & Hall, 2008) Pemakaian Glukosa Sebagian besar glukosa yang terbentuk dari proses glukoneogenesis selama proses pencernaan digunakan untuk metabolisme di otak dan merupakan satu satunya bahan makanan yang dapat digunakan oleh otak, retina, dan epitel germinal gonand. Selain itu saat melakukan aktivitas kebutuhan glukosa juga meningkat akibat dari energi yang dipakai oleh otot yang berkontraksi. Setiap otot yang berkontraksi akan memerlukan energi dari ATP. Melalui miosin yaitu salah satu protein kontraktil serabut otot yang bekerja sebagai enzim yang menyebabkan pemecahan ATP menjadi adenosin difosfat (ADP), sehingga

16 23 melepaskan energi yang dibutuhkan untuk terjadinya kontraksi (Guyton & Hall, 2008). 2.3 Active Assistive Range of Motion (AAROM) Definisi AAROM Range of Motion (ROM) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal. ROM atau rentang gerak adalah teknik dasar yang digunakan untuk pemeriksaan gerakan atau untuk memulai gerakan ke dalam program intervensi terapeutik (Kisner & Colby, 2007). Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang akan memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif, aktif dengan bantuan maupun pasif. ROM dibedakan menjadi tiga yaitu Active Range of Motion (AROM), Active Assistive Range of Motion (AAROM), dan Passive Range of Motion (PROM) (Potter & Perry, 2006). AAROM merupakan latihan yang dilakukan oleh klien sendiri dengan atau tanpa bantuan dari perawat, namun tetap diawasi oleh perawat. Melalui latihan ini dapat meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri pada klien (Ellis & Bentz, 2007). AAROM adalah jenis AROM yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah secara manual atau mekanik, karena otot penggerak primer memerlukan bantuan untuk menyelesaikan gerakan (Kisner & Colby, 2007).

17 24 Prinsip dasar latihan AAROM adalah: (1) AAROM harus diulang sekitar delapan kali dan dikerjakan minimal dua kali sehari, (2) AAROM dilakukan perlahan dan hati-hati agar tidak melelahkan pasien, (3) dalam merencanakan program latihan AAROM, perhatikan umur pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring, (4) AAROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh fisioterapi atau perawat, (5) bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan AAROM adalah leher, bahu lengan, siku, jari, ibu jari, pinggul, lutut, kaki, pergelangan kaki dan jari jari kaki, (6) AAROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit seperti kelemahan baik karena gangguan otot, saraf, atau metabolik (Havid & Cemy, 2012) Indikasi AAROM Indikasi merupakan keadaan yang memerlukan latihan AAROM. Indikasi pemberian AAROM menurut Kisner & Colby (2007) antara lain : a. Pada saat pasien mampu melakukan kontraksi otot secara aktif dan menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan dari luar oleh perawat atau tidak. b. AAROM dapat digunakan untuk program latihan aerobik. c. AAROM digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas di atas dan di bawah daerah yang tidak dapat bergerak.

18 Kontraindikasi AAROM Kontraindikasi merupakan keadaan yang tidak memperbolehkan dilakukannya latihan AAROM. Menurut Kisner & Colby (2007) kontraindikasi dari AAROM yaitu : a. Latihan AAROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses penyembuhan cedera. b. Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan. c. AAROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan (life threatening). d. Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan lain-lain, AAROM pada ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam pengawasan yang ketat Manfaat AAROM Latihan AAROM memberikan manfaat bagi sistem tubuh. Potter dan Perry (2006) menjelaskan sistem yang dipengaruhi setelah dilakukannya AAROM antara lain : 1. Sistem kardiovaskuler a. Meningkatkan curah jantung b. Memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung c. Menurunkan tekanan darah istirahat d. Memperbaiki aliran darah vena

19 26 2. Sistem Respirasi a. Meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan b. Meningkatkan ventilasi alveolar c. Menurunkan kerja pernapasan d. Meningkatkan pengembangan diafragma 3. Sistem Metabolik a. Meningkatkan laju metabolisme basal b. Meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak c. Meningkatkan pemecahan trigliserida d. Meningkatkan motilitas lambung e. Meningkatkan produksi panas tubuh 4. Sistem Muskuloskletal a. Memperbaiki tonus otot b. Meningkatkan mobilisasi sendi c. Memperbaiki tolerasi otot untuk latihan d. Mungkin meningkatkan masa otot e. Mengurangi kehilangan tulang 5. Toleransi Aktivitas a. Meningkatkan toleransi b. Mengurangi kelemahan Prosedur Tindakan Prosedur tindakan yang biasa digunakan pada latihan rentang gerak AAROM menurut Potter dan Perry (2006) yaitu:

20 27 1. Gerakan Leher, spina servikal a. Fleksi : menggerakan dagu menempel ke dada sebesar 45 0 otot yang dipengaruhi yaitu otot sternocleidomastoid b. Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak sebesar 45 0 otot yang dipengaruhi yaitu otot Trapezius c. Hiperekstensi : menekuk kepala sejauh mungkin sebesar 10 0 otot yang dipengaruhi yaitu otot Trapezius d. Fleksilateral : memiringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu sebesar otot yang dipengaruhi yaitu otot sternocleidomastoid e. Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler sebesar otot yang dipengaruhi sternocleidomastoid dan trapezius 2. Gerakan Bahu a. Fleksi : menaikan lengan dari posisi di samping tubuh kedepan ke posisi di atas kepala selebar otot yang dipengaruhi antara lain : otot korakobrakhialis, bisep brakhii, deltoid, dan pektoralis mayor b. Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh selebar otot yang dipengaruhi antara lain : Latissaimus dorsi, teres mayor, dan trisep brakhii c. Hiperekstensi : menggerakan lengan ke belakang tubuh dengan siku tetap lurus selebar otot yang dipengaruhi yaitu Latissimus dorsi, teres mayor, dan deltoid

21 28 d. Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala selebar otot yang dipengaruhi yaitu deltoid dan supraspinatus e. Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin selebar otot yang dipengaruhi yaitu pektoralis mayor f. Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang sebesar 90 0 otot yang dipengaruhi yaitu pektoralis mayor, latissimus dorsi, teres mayor, dan subskapularis g. Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari keatas dan ke samping kepala sebesar 90 0 otot yang dipengaruhi intraspinalus, teres mayor, dan deltoid h. Sirkumduksi : menggerakan lengan dengan lingkaran penuh sebesar otot yang dipengaruhi yaitu deltoid, korakobrakialis, latissmus dorsi, dan teres mayor. 3. Gerakan Siku a. Fleksi : menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke depan sendi bahu dan lengan sejajar bahu sebesar otot yang dipengaruhi bisep brakhii, brakhialis, dan brakhioradialis b. Ekstensi : meluruskan siku dengan menurunkan lengan sebesar otot yang dipengaruhi yaitu trisep brakhii

22 29 4. Gerakan Lengan Bawah a. Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas sebesar otot yang dipengaruhi supinator dan bisep brakhii b. Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah sebesar otot yang dipengaruhi yaitu pronator teres dan pronator quadratus. 5. Gerakan Pergelangan Tangan a. Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah sebesar otot yang dipengaruhi yaitu fleksor karpi ulnaris, dan fleksor karpi radialis b. Ekstensi : menggerakkan jari jari sehingga jari jari, tangan, dan lengan bawah berada pada arah yang sama sebesar otot yang dipengaruhi yaitu ekstensor karpi ulnaris, ekstensor karpi radialis brevis, dan ekstensor karpi radialis longus c. Hiperekstensi : membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin sebesar otot yang dipengaruhi yaitu ekstensor karpi ulnaris, ekstensor karpi radialis brevis, ekstensor karpi radialis longus d. Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu jari sebesar 30 0 otot yang dipengaruhi yaitu fleksor karpi radialis, ekstensor karpi radialis brevis, dan ekstensor karpi radialis longus

23 30 e. Adduksi (fleksi ulna) : menekuk pergelangan tangan miring (lateral) kearah lima jari sebesar otot yang dipengaruhi yaitu fleksor karpi ulnaris dan ekstensor carpi ulnaris. 6. Gerakan Jari jari tangan a. Fleksi : membuat genggaman otot yang dipengaruhi yaitu lumbrikales, interosseus volaris, dan interosseus dorsalis b. Ekstensi : meluruskan jari jari tangan sebesar 90 0 otot yang dipengaruhi yaitu ektensor digiti quanti c. Hiperekstensi : menggerakkan jari jari tangan kebelakang sejauh mungkin sebesar otot yang dipengaruhi yaitu priprius, ekstensor digitorum kommunis, dan ektensor indicis proprius d. Abduksi : menggerakan jari jari tangan yang satu dengan yang lain sebesar 30 0 otot yang dipengaruhi yaitu interosseus dorsalis e. Adduksi : merapatkan kembali jari jari tangan sebesar 30 0 otot yang dipengaruhi yaitu interosseus volaris 7. Gerakan Ibu Jari a. Fleksi : Menggerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan sebesar 90 0 otot yang dipengaruhi yaitu fleksor pollisisbrevis b. Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari telapak tangan sebesar 90 0 otot yang dipengaruhi yaitu ekstensor pollisis longus dan ekstensor pollis brevis c. Abduksi : menjauhkan ibu jari ke samping sebesar 30 0 otot yang dipengaruhi yaitu abduktor pollisis brevis

24 31 d. Adduksi : menggerakkan ibu jari ke depan tangan sebesar 30 0 otot yang dipengaruhi yaitu adduktor pollisis obliquus dan adduktor pollisis transversus e. Oposisi : menyentuhkan ibu jari kesetiap jari jari tangan pada tangan yang sama otot yang dipengaruhi yaitu opponeus pollisis dan opponeus digit minimi 8. Gerakan Pinggul a. Fleksi : menggerakkan tungkai kedepan dan keatas sebesar otot yang dipengaruhi yaitu psoas mayor, iliakus, iliopsoas, dan sartorius b. Ekstensi : menggerakan kembali kesamping tungkai yang lain sebesar otot yang dipengaruhi yaitu gluteus maksimus, semitendinosus, dan semimembranosus c. Hiperekstensi : menggerakkan tungkai ke belakang tubuh sebesar otot yang dipengaruhi yaitu gluteus maksimus, semitendonosus, dan semimembranosus d. Abduksi : menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh sebesar otot yang dipengaruhi yaitu gluteus medius, dan gluteus minimus e. Adduksi : menggerakkan tungkai kembali keposisi medial dan melebihi jika mungkin sebesar otot yang dipengaruhi yaitu adduktor longus, adduktor brevis, dan adduktor magnus

25 32 f. Rotasi dalam : memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai yang lain sebesar 90 0 otot yang dipengaruhi yaitu gluteus medius, gluteus minimus, dan tensor fasciae latae g. Rotasi keluar : memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain sebesar 90 0 otot yang dipengaruhi yaitu obturatorius internus, obturatorius eksternus h. Sirkumduksi : menggerakkan tungkai melingkar otot yang dipengaruhi yaitu psoas mayor, gluteus maksimus, gluteus medius, dan adduktor magnus 9. Gerakan Lutut a. Fleksi : menggerakan tumit kearah belakang paha sebesar otot yang dipengaruhi yaitu bisep femoralis, semitendonosus, semimembranosus, dan sartorius b. Ekstensi : mengembalikan tungkai ke posisi semula otot yang dipengaruhi yaitu rektus femoralis, vastus lateralis, vastus medialis, dan vastus intermedius 10. Gerakan Mata Kaki a. Dorsifleksi : mengerakkan kaki sehingga jari jari kaki menekuk keatas sebesar otot yang dipengaruhi yaitu tibialis anterior b. Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari jari kaki menekuk kebawah sebesar otot yang dipengaruhi yaitu gastroknemus, dan soleus

26 Gerakan Kaki a. Inversi : memutar telapak kaki ke samping dalam (medial) sebesar 10 0 atau kurang otot yang dipengaruhi yaitutibialis anterior, tibialis, dan posterior b. Eversi : memutar telapak kaki ke samping luar (lateral) sebesar 10 0 atau kurang otot yang dipengaruhi yaitu peroneus longus, dan peroneus brevis 12. Gerakan Jari Jari Kaki a. Fleksi : melengkungkan jari jari kaki kebawah sebesar otot yang dipengaruhi yaitu fleksor digitorum, lumbrikalis pedis, dan fleksor hallusis brevis b. Ekstensi : meluruskan kembali jari jari kaki sebesar otot yang dipengaruhi yaitu ektensor digitorum longus, ekstensor digitorum brevis, dan ekstensor digitorum hallusis longus c. Abduksi : merenggangkan jari jari kaki satu dengan yang lain sebesar 15 0 atau kurang otot yang dipengaruhi yaitu abduksi hallusis, dan interosseus dorsalis d. Adduksi : merapatkan kembali bersama sama sebesar 15 0 atau kurang otot yang dipengaruhi yaitu abduksi hallusis, dan interosseus plantaris 2.4 Pengaruh AAROM terhadap Gula Darah AAROM merupakan gerakan isotonis yaitu gerakan kontraksi otot memendek yang dilakukan klien dengan gerakan masing masing persendian sesuai dengan rentang gerak yang normal namun tegangan pada otot tetap konstan

27 34 selama kontraksi. Dalam sehari jaringan otot tidak tergantung glukosa untuk energinya tetapi sebagian besar tergantung pada asam lemak kecuali diransang oleh insulin. Ada dua keadaan saat otot menggunakan sejumlah besar glukosa yaitu selama beberapa jam setelah makan dan saat melakukan aktivitas fisik. Dalam aktivitas fisik akan menimbul suatu kerja dan memerlukan energi, sejumlah besar ATP akan dipecah membentuk ADP, yang memindahkan energi dari ATP ke perangkat kontraksi serabut otot lalu ADP mengalami refosfolarisasi untuk membentuk ATP baru (Guyton & Hall, 2008). Sumber energi yang digunakan untuk refosfolarisasi yaitu substansi kreatin fosfat dan glikolisis dari glikogen yang sebelumnya tersimpan dalam otot. Pemecahan glikogen secara enzimatik menjadi asam piruvat dan asam laktat yang berlangsung dengan cepat akan membebaskan energi yang digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP, ATP kemudian dapat digunakan secara langsung untuk memberi energi bagi kontraksi otot selanjutnya (Guyton & Hall, 2008). Sehingga semakin banyak jumlah otot yang dikontraksikan kebutuhan energinya akan semakin banyak dan begitu pula kebutuhan glukosanya yang akan menyebabkan turunnya kadar glukosa yang ada dalam darah. Pada penderita DM tipe II terdapat gangguan resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin maka pada saat melakukan AAROM gangguan tersebut dapat teratasi karena pada latihan akan terjadi peningkatan aliran darah yang menyebabkan lebih banyak jala jala kapiler terbuka sehingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif disamping itu otot yang aktif akan meningkatkan kepekaan reseptor insulin otot dan menambah reseptor

28 35 insulin otot. Kepekaan ini akan berlangsung lama bahkan hingga latihan telah berakhir (Potter & Perry, 2006). Baik ada maupun tidak ada insulin saat melakukan aktivitas fisik glukosa masih dapat digunakan karena serabut otot yang bekerja menjadi permeabel terhadap glukosa akibat proses kontraksi itu sendiri (Guyton & Hall, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF LAMPIRAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF Pokok bahasan Sub Pokok bahasan : Latihan fisik rentang derak/ Range Of Motion (ROM) : Mengajarkan latihan

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) Dosen Pembimbing: Iis Fatimawati, S.Kep.Ns,M.Kes Oleh : Astriani Romawati 141.0020 Lina Ayu Dika 141.0057 Miftachul Rizal H. 141.0064 Varinta Putri P. 141.0103

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). Diabetes Mellitus merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi politik dan ekonomi mengakibatkan perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini gaya hidup modern dengan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga meyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

Definisi Diabetes Melitus

Definisi Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Definisi Kanker Payudara Kanker payudara adalah entitas patologi yang dimulai dengan perubahan genetik pada sel tunggal dan memerlukan waktu untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain kematian, Diabetes Mellitus (DM) juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus Menurut ADA (2010) DM merupakan penyakit metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat gangguan pada sekresi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidakfungsian insulin (resistensi insulin), menurunnya fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Mellitus Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah / hiperglikemia. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Dislipidemia 1. Definisi Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. mendukung Tugas Akhir ini, seperti : Literatur berupa media cetak yang berasal dari buku-buku referensi yang

BAB 2 DATA DAN ANALISA. mendukung Tugas Akhir ini, seperti : Literatur berupa media cetak yang berasal dari buku-buku referensi yang BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Sumber Data Penulis menggunakan beberapa data literatur dan informasi guna mendukung Tugas Akhir ini, seperti : 2.1.1. Literatur Buku Literatur berupa media cetak yang berasal

Lebih terperinci

ROM (Range Of Motion)

ROM (Range Of Motion) Catatan : tinggal cari gambar ROM (Range Of Motion) A. Pengertian Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus DEFINISI PENYEBAB

Diabetes Mellitus DEFINISI PENYEBAB Diabetes Mellitus DEFINISI Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara memadai.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

Lampiran 1 SURAT IJIN PENELITIAN

Lampiran 1 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 1 88 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 2 89 SURAT IJIN SURVEI AWAL PENELITIAN Lampiran 3 90 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 4 91 LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,

Lebih terperinci

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Komala Appalanaidu Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (ria_not_alone@yahoo.com) Diterima: 15 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan makhluk hidup karbohidrat memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan makhluk hidup karbohidrat memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan makhluk hidup karbohidrat memegang peranan penting sebagai sumber energi utama. Sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang disebabkan ketidakmampuan pankreas mengeluarkan insulin. American Diabetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup sehat merupakan suatu tuntutan bagi manusia untuk selalu tetap aktif menjalani kehidupan normal sehari-hari. Setiap aktivitas memerlukan energi, yang tercukupi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes adalah gangguan metabolisme kronis, ditandai dengan kadar gula darah tinggi, serta adanya gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein akibat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kencing manis, dan merupakan penyakit kronis atau menahun, DM. darah (American Diabetes Assosiation, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kencing manis, dan merupakan penyakit kronis atau menahun, DM. darah (American Diabetes Assosiation, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabete Melitus Diabetes melitus yang biasa dikenal di masyarakat dengan penyakit kencing manis, dan merupakan penyakit kronis atau menahun, DM merupakan

Lebih terperinci

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS Lhara raffany 12100114097 Lina yuliana 12100114098 Lisa Valentin Sihombing 12100113001 Maretta Prihardini Hendriawati 12100113025 Preseptor : dr Dartyaman, Sp.PD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Diabetes Melitus a. Pengertian Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan adanyan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh glukosa darah melebihi normal yang diakibatkan karena kelainan kerja insulin maupun

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting

Lebih terperinci

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide. Obat diabetes ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin, baik pada jaringan hati maupun perifer. Peningkatan sensitivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah akibat dari kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Chang, Daly,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, dan kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, dan kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dan karakteristik hiperglikemia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Stroke Non Hemoragik Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai

Lebih terperinci

BAB XII. Kelenjar Pankreas

BAB XII. Kelenjar Pankreas BAB XII Kelenjar Pankreas A. Struktur Kelenjar Pankreas Kelenjar pankreas adalah kelenjar lonjong berwarna keputihan terletak dalam simpul yang terbentuk dari duodenom dan permukaan bawah lambung. Panjangnya

Lebih terperinci

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) PENDAHULUAN Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam konsensus yang mengacu ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan pada kerja insulin dan sekresi insulin atau keduanya.

Lebih terperinci

Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion (ROM) Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang

Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion (ROM) Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang Range of Motion Pendahuluan Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program intervensi terapeutik Gerakan dapat dilihat

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS I. DEFINISI Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose) adalah 60 mg %, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dunia sekarang ini banyak ditemukan penyakit yang disebabkan karena pola hidup dibandingkan dengan penyakit infeksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat tidak terbentuknya insulin oleh sel-β pankreas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jantung Koroner 1. Definisi Jantung Koroner Jantung koroner adalah suatu penyakit kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan

Lebih terperinci

repository.unimus.ac.id

repository.unimus.ac.id 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Glukosa Suatu gula monosakarida dari karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama 1.Masalah kesehatan yang timbul akibat stoke sangat

Lebih terperinci

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan) Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan) Diabetes merupakan penyakit yang mempengaruhi kemampuan tubuh anda untuk memproduksi atau menggunakan insulin. Yaitu, hormon yang bekerja untuk mengubah

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus (DM) Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS

Diabetes Mellitus (DM) Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS Diabetes Mellitus (DM) Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS Penyakit DM Kelainan kronik mengenai metabolisme karbohidrat, lemak dan protein Gambaran khas DM: Gangguan atau kekurangan respon sekresi insulin, merupakan

Lebih terperinci