KEARIFAN LOKAL YANG TERANGKUM 1 DALAM PERIBAHASA JAWA MASYARAKAT DI EKS KARESIDENAN SURAKARTA (KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEARIFAN LOKAL YANG TERANGKUM 1 DALAM PERIBAHASA JAWA MASYARAKAT DI EKS KARESIDENAN SURAKARTA (KAJIAN ETNOLINGUISTIK)"

Transkripsi

1 KEARIFAN LOKAL YANG TERANGKUM 1 DALAM PERIBAHASA JAWA MASYARAKAT DI EKS KARESIDENAN SURAKARTA (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) Wakit Abdullah, Supana, Sri Supiyarno 2 ABSTRAK Penelitian ini tentang kearifan lokal yang terangkum dalam peribahasa Jawa masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta (Kajian Etnolinguistik). Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan (1) latar belakang kearifan lokal yang terangkum dalam peribahasa Jawa masyarakat di Eks karesidenan Surakarta, (2) kapan masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta memakai peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal tersebut, dan (3) makna kultural peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan model analisis etnosains untuk etnolinguistik, terutama untuk menemukan makna kultural peribahasa Jawa masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta yang mengandung kearifan lokal. Data dan sumber data meliputi primer dan skunder; pengumpulan data dengan teknik observasi partisipasi dan wawancara mendalam; analisis data dengan model etnosains melalui 12 langkah alur penelitian maju bertahap (terutama analisis taksonomi, komponensial dan domain) untuk menemukan tema-tema budaya; validitas data dengan teknik triangulasi (triangulasi data, metode, peneliti, teori). Hasilnya meliputi (1) latar belakang kearifan lokal yang terangkum dalam peribahasa Jawa masyarakat di Eks karesidenan Surakarta dipengaruhi oleh faktor budaya, bahasa Jawa, estetika, etika, sosial, ekonomi, politik, geografi; (2) masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta memakai peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal, karena tuntutan kesetiaan terhadap budayanya, media bahasa Jawa memfasilitasi, motivasi estetika, motivasi etika, kondisi sosial, motivasi ekonomi, media politik, menunjuk latar belakang geografi; dan (3) makna kultural peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta, antara lain yaitu menunjukkan rasa sopan, menghindari konfrontasi langsung, menunjukkan tingkat keindahan berbahasa, nasionalisme, membangun kerja sama, menembangkan akal budi. Kata Kunci: Kearifan Lokal, Peribahasa Jawa, Eks Karesidenan Surakarta, Etnolinguistik. 1 Hasil penelitian Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Dikti, Dana PNBP UNS, Tahun I, Staf Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakata 54

2 1. Pendahuluan Peribahasa Jawa yang berkategori komlpleks masih banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta. Pencermatan terhadap peribahasa Jawa tersebut mengisyaratkan banyak mengandung kearifan hidup leluhur Jawa. Hal itu membuktikan bahwa mereka masih merasa memiliki dan mau memperhatikan warisan kekayaan budaya yang merangkum keraifan lokal mereka melalui peribahasa Jawa. Peribahasa Jawa sebagai bagian dari aspek idiomatik bahasa Jawa tidak sekedar sebagai ekspresi verbal yang bermaksud menunjukkan keindahan berbahasa, tetapi lebih dari itu merupakan bagian dari cara-cara yang dimiliki orang Jawa untuk mengekspresikan kearifan hidup orang Jawa di Eks Karesidenan Surakarta yang tersandikan dalam kata-kata indah untuk menyampaikan pesan dan pengalaman panjang nenek moyang nya. Misalnya (1) sapa salah bakal seleh siapa yang salah akan memyerah, (2) aja dumeh jangan mentang-mentang, (3) ana dina ana upa secara leksikal bermakna ada hari ada nasi, sedangkan secara kultural bisa bermakna untuk membangun motivasi kehidupan agar senantiasa bersemangat dan optimis; (4) rukun agawe santosa, crah agawe bubrah secara leksikal bermakna rukun menjadi kuat, bertengkar menjadi rusak, sedangkan secara kultural bermakna rukun membuat kuat dan bercerai berai menyebabkan lemah bahkan hancur;(5) sapa nandur bakal ngundhuh siapa berbuat akan memetik hasilnya. Dalam konteks kesastraan ekspresi verbal peribahasa Jawa yang merangkum kearifan hidup sehari-hari maknanya disandikan kesasteraan lokal Jawa. Sementara dalam konteks nilai-nilai hidup yang universal bersifat objektif empiris, yaitu pesan yang terangkum dalam peribahasa Jawa tersebut signifikan dengan konteks kekinian, baik di Eks Karesidenan Surakarta maupun dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia yang majemuk. Nilai-nilai kehidupan sehari-hari dalam peribahasa Jawa dapat merangkum berbagai dimensi kehidupan orang Jawa yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu (universal, kesemestaan), maka kita sebagai masyarakat Jawa(Indonesia, dunia) dimungkinkan dapat menetralisir diri dari adanya egoisme etnis, keangkuhan mayoritas, sparatisme budaya, politik, ekonomi, dan teritorialnya. Peribahasa Jawa tersebut antara lain juga mengekspresikan optimisme hidup; watak yang gampang digerogoti oleh pola pikir instan; menuntun agar menghindari emosi yang gampang terbakar dan melebar oleh sebab kasus kecil, sepele dan bisa diselesaikan; agar diplomasi menjadi pilihan penting dan jalan lebih awal untuk menghindari amuk masa yang berakibat buruk dan menyesal dikemudian hari; semangat juang yang kuat membaja dan pantang menyerah demi tegak dan kuatnya perjuangan dan jati diri bangsa Indonesia, dsb. Oleh karena itu, permasalahan peribahasa Jawa yang terkait 55

3 kearifan lokal ini antara lainfaktor apakah yang melatarbelakangipemakaian peribahasa Jawa masyarakat di Eks karesidenan Surakartayang merangkum kearifan local, mengapa masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta memakai peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal tersebut, bagaimanakah makna kultural peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta? 2. Konsep Teoretis dan Pustaka Terkait Secara konseptual pengertian kearifan lokal yaitu berbagai cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk mengatasi persoalan dengan baik dan benar (Ahimsa, 1997; Wakit, 2013). Selanjutnya kearifan lokal (local genius) (Quaritch Wales dalam Poespowardojo, 1986: 30; Rahyono, 2009: 7-9) sebagai the sum of the cultural characteristics which the vast majority of a people have in common as a result of their experiences in early life. Konsep tersebut mengandung pokokpikiran tentang (1) ciri-ciri budaya, (2) sekelompokmanusia sebagai pemilik budaya, serta (3) pengalaman hidup yang menghasilkan ciriciri budaya tersebut. Menurut Mahsun (2005: 81) yang termuat dalam Jurnal Linguistik Indonesia, menyebutkan banyak cara untuk menguak perilaku kultural (kearifan lokal) suatu masyarakat. Salah satunya adalah melalui bahasa yang digunakannya. Adanya bukti-bukti (evidensi) kebahasaan untuk menguak perilaku penuturnya sangat dimungkinkan mengingat struktur bahasa, seperti dinyatakan Sapir Whorf (1966), dan dirumuskan kembali oleh Clark dan Clark (1977) mempunyai pengaruh terhadap cara berpikir seseorang. Menurut Dove (l985:xv) mengemukakan bahwa peranan kebudayaan tradisional terkait erat dengan proses sosial, ekonomis dan ekologis masyarakat secara mendasar. Lebih dari itu kebudayaan tradisional bersifat dinamis. Di samping itu, tidak dapat dipisahkan dari pengaruh sifat-sifat kepemimpinan lokal (Uffortd, ed.,l988). Etnolinguistik (Foley, 1997) merupakan cabang linguistik yang mengkaji hubungan bahasa dengan bahasa untuk mengemukakan makna sesuai konteks budayanya. Oleh karena itu, penelitian terdahulu yang membahas bahasa dan budaya Jawa di Eks KaresidenanSurakarta, yaitu Wakit Abdullah (1999) tentang Bahasa Jawa di Karesidenan Surakarta, hasilnya menyebutkan bahwa bahasa Jawa di Eks Karesidenan Surakarta meskipun dalam satu daerah pengaruh dari pusat bahasa dan budaya Jawa di Surakarta masih menunjukkan adanya variasi dialektal yang ditandai oleh adanya variasi fonetis dan variasi leksikal; Wakit Abdullah (2001) tentang Unsur Nepotisme yang Terangkum dalam Peribahasa Jawa di Surakarta, hasilnya menyimpulkan bahwa terdapat peribahasa Jawa yang mencerminkan sifat nepotis orang Jawa dalam menyikapi 56

4 keadaan dan melaksanakan pemerintahan; Wakit Abdullah (2009) tentang Bahasa Jawa dalam Hubungannya dengan Perilaku Masyarakat Jawa di Kota Surakarta (Kajian Etnolinguistik), Tahun I; Wakit Abdullah (2010) tentang Bahasa Jawa dalam Hubungannya dengan Perilaku Masyarakat Jawa di Kota Surakarta (Kajian Etnolinguistik), Tahun II; Sri Supiyarno (2011) tentang Nilainilai Humanisme yang Terdapat dalam Peribahasa Jawa hasilnya menyebutkan bahwa peribahasa Jawa merangkum nilai kehidupan seperti kebijakan hidup leluhur Jawa; Christiana Dwi Wardhana (2012) tentang Bahasa Jawa dalam Hubungannya dengan Potensi Ekonomi Klitikan di Kota Surakarta (Kajian Etnolinguistik). 3. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan memanfaatkan metode etnografi 3 dengan model analisis etnosains (ethnoscience) 4 (Spradley, 1997: 19) dan metode linguistik bila dipandang perlu. Sumber data dan data penelitian meliputi primer dan skunder berupa ekspresi verbal (peribahasa Jawa) dan nonverbal (konteks, peristiwa budaya) yang mengadung kearifan lokal dalam konteks bahasa dan budaya Jawa masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta dengan teknik purposive sampling, di samping itu menggunakan snow-ball sampling, proses ini berkelanjutan hingga mendapatkan data yang lengkap (Sutopo, 2006: 45-46).Teknik pengumpulan dengan (1) observasi partisipasi (participant observation) (Spradly, 1997: xvi).(2) Teknik wawancara mendalam (in-depht-interviewing) dengan informan terpilih untuk menafsirkan peribahasa Jawa masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta.Analisis dengan model etnosains, terutama analisis taksonomi, komponensial, dan domain yang relevan dengan analisis berdasarkan tema-tema budaya (Spradley, 1997: 120). Validitas data ditempuh dengan teknik triangulasi (triangulation), reviu informan kunci (key informant review) dan member check (Sutopo, 2006: 92). Penyajian hasil analisisdengan (1) metode formal dan (2) metode informal. 3 Ciri-cirinya (1) sifatnya yang holistik-integratif, (2) thick description, (3) analisis kualitatif dalam rangka mendapatkan native s point of view (Spradley, 1997: xvi). 4 Secara rinci metode etnografi baru (etnosains) menurut Spradley (1997: 57) tersebut meliputi tahapan 12 langkah alur penelitian maju bertahap (Developmental Research Process), yaitu (1) menetapkan informan, (2) mewancarai informan (dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan), (3) membuat catatan etnografis, (4) mengajukan pertanyaan deskriptif, (5) melakukan analisis wawancara etnografis, (6) membuat analisis domain, (7) mengajukan pertanyaan struktural, (8) membuat analisis taksonomik, (9) mengajukan pertanyaan kontras, (10) membuat analisis komponen makna, (11) menemukan tema-tema budaya, (12) menulis sebuah etnografi. 57

5 4. Hasil dan Pembahasan Deskripsi hasil penelitian ini meliputi uraian tentang jawaban dari permasalahan berikut. A. Faktor yang melatarbelakangipemakaian peribahasa Jawa masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta yang merangkum kearifan lokal. Adapun faktor yang dimaksud meliputi: 1. Faktor budaya. Maksudnya berdasarkan data yang ditemukan ternyata faktor budaya menjadi salah satu pemicu semangat masyarakat Jawa di Eks Karesidenan Surakarta masih setia menggunakan peribahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam suasana formal maupun informal untuk memenuhi kebutuhan komunikasi yang masih mereka ikuti secara turun temurun. Misalnya terkait prosesi kelahiran,prosesi pernikahan,prosesi kematian, ritual terkait bersih desa, musim tanam padi, musim potong padi, pengelolaan hasil panen,ritual hari raya, terkait mantra-mantra, terkait personifikasi sosok gaib, terkait leluhur, terkait menyikapi derita sakit, terkait harapan kehidupan, terkait kekerabatan, terkait puncak kepuasan batin,terkait ketuhanan, terkait harmoni kehidupan, dsb. Sebagai ekspresi kebahasaan peribahasa Jawa berhubungan dengan kehidupan sehari-hari (kelahiran, pengantin, kematian, tanam padi, potong padi, khitanan, dsb.). 2. Faktor Bahasa. Bahasa sebagai media untuk mengkomunikasikan hal-hal terkait pola-pikir (menyangkut ide-ide positif), pandangan hidup (terkait filosofis kehidupan yang disinari oleh agama, dikuatkan nilai tradisi positif, dan pedoman-pedoman hidup yang lain yang positif) dan pandangan terhadap dunianya (lahir-batin, darat-laut, atas-bawah) menjadi salah satu sebab mengapa masyarakat Jawa di Eks Karesidenan dalam kehidupan sehari-hari dalam mengkomunikasikan motivasi-motivasi batin memandang peribahasa Jawa menjadi penting artinya. Maksudnya agar terbebas dari kemungkinan rasa tidak sopan, menyinggung perasaan orang lain, nilai rendah, jauh dari rasa dangkal, dan sejenisnya. Secarafiguratif-pragmatis untuk memenuhi hal-hal terkait estetika (keindahan berbahasa) dan etika (menjaga rasa dan sopan santun), logika (pendengar/pembaca harus memikirkan pesan positifnya), serta kemungkinan set efek pemakaian peribahasa Jawa untuk menempatan posisinya dalam pergaulan hidup yang penuh dengan tatakrama. 3. Faktor Estetika. Estetika dalam arti mereka memakai peribahasa dalam kehidupan formal maupun informal itu secara pragmatik untuk mendapatkan nilai tambah pemakaian bahasa Jawa yang lebih bersifat indah (estetik)terkait diksi, redaksi, dan ekspresi, dan efek emosi. Dengan memilih ekspresi, redaksi, diksi dan efek emosi yang tepat untuk mendapat keindahan berbahasa (estetika dalam peribahasa Jawa) untuk dapat menempatkan diri 58

6 menjadi pemakai bahasa yang menyenangkan dalam pergaulan, dalam membangun kerja sama, melayani orang lain, memuaskan pendengar, melestarikan nilai-nilai luhur (kearifan lokal) yang terangum dalam peribahasa Jawa. Di sisi lain memanfaatkan pemakaian bahasa (peribahasa Jawa) dengan baik dan indah dapat membebaskan diri dari kesalahan komunikasi dan menghindari sensitivitas tertentu yang dapat menimbulkan emosi pendengardalam suasana kehidupan yang berhubungan dengan hal-hal yang dirasakan batin, dipandang mata, harmonitas (karya seni bendawi, seni ragawi, komunikasi, posisi diri, dsb.) oleh penuturnya. 4. Faktor Etika. Dalam rangka mengedepankan sopan santun secara cerdas dapat menggunakan potensi komunikasi dengan peribahasa Jawa. Mereka menggunakan peribahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari agar menjadi lebih sopan-santun dan mengena (etik) terhadap apa yang dimaksud dalam pembicaraan, dengan bahasa yang bersifat figuratif (peribahasa Jawa) berusaha menghindarkan diri dari menyinggung perasaan, tidak langsung, mengendalikan emosi, menjauhi blak-blakan yang berakibat tidak berkenan. Oleh karena itu sebagai ekspresi kebahasaan peribahasa Jawa merangkum kearifan lokal terkait etika yang dipedomani dalam kehidupan masyarakat berhubungan dengan hal-hal yang dirasakan batin, di mana, kapan dan tentang apa (sikap menghormat, menghina, tenggang rasa, porsional, dsb.) penuturnya. 5. Faktor Sosial. Secara sosial kemasyarakatan mereka memiliki pandangan bahwa dengan memanfaatkan peribahasa Jawa itu untuk mengedepankan semangat kebersamaan agar tetap teduh dan rukun dalam kehidupannya. Seperti telah dipahami bahwa manfaat bahasa yang terangkum dalam peribahasa Jawa itu dapat menjadi sarana untuk membangun semangat kerja sama (komunikasi tetap terjaga dengan baik, rukun karena tidak menyinggung) dan mengembangan akal budi (yang mengatakan dan yang mendengarkan masing-masing dapat merenungkan pesan yang terkandung dalam peribahasa Jawa itu). Oleh karena itu sebagai ekspresi kebahasaan peribahasa Jawa merangkum kearifan lokal terkait sosial kemasyarakatan, peristiwa dan suasana kehidupan yang dihadapi (rukun, pecah-belah, terbelakang, maju, jauh dari kota, dsb.). 6. Faktor Ekonomi. Tradisi berbahasa (peribahasa Jawa) yang terkait dengan berbagai peristiwa tradisi (bersih desa, pengantin, khitanan, kematian, dsb.), muncullah sekelompok orang yang memiliki kualifikasi cerdas terkait kemampuan dalam memanfaatkan peribahasabagi kehidupannya. Akibatnya mereka bisa mendulang rupiah dari kemampuannya untuk ngrengga basa membuat indah berbahasa, bahasa indah dengan memanfaatkan peribahasa Jawa itu berprofesi sebagai MC berbahasa Jawa (pangendhali wara,paniti 59

7 laksana, dsb.). Oleh karena itu sebagai ekspresi kebahasaan peribahasa Jawa merangkum kearifan lokal terkait ekonomi yang berhubungan dengan halhal yang diperoleh (cukup, kurang, gagal panen, sampingan, sumber lain, dsb.) penuturnya. 7. Faktor Politik. Peribahasa Jawa bisa eksis ketika berhubungan dengan suasana politis yang berkembang, menajam, maka diksinya menunjuk pada hal yang berniali sensitif, tajam dan sangar. Sebagai ekspresi kebahasaan peribahasa Jawa merangkum kearifan lokal terkait politik yang sedang berlangsung, peristiwa dan suasana kehidupan yang berhubungan dengan hal-hal yang diderita (galau, resah, bingung, takut, bosan, jenuh, dendam, benci, dsb.) oleh penuturnya. 8. Faktor Geografis. Secara geografis ditemukan bahwa pemakaian peribahasa Jawa menunjukkan pada posisi di mana masyarakat Jawa itu melangsungkan kehidupannya. Apakah di dataran rendah atau di pegunungan, sedang menjabat atau sebagai orang biasa, sebagai pendidik atau sebagai pegawai yang lain, sebagai orang tua atau sebagai anak, sedang dalam suasana formal atau informal, di desa atau di kota, dan berbagai identifikasi yang lain. Ketika sedang menggunakan peribahasa Jawa biasanya erat dengan aktivitas dan suasana yang dibangun sebelumnya serta terkait denga tema tertentu apa yang sedang diselesaikan atau yang sedang berlangsung. Namun demikian secara umum didominasi oleh pengaruh peribahasa yang telah mapan dari pusat bahasa dan budaya Jawa dan menjadi central pilihan, karena secara estetik dianggap indah dan etik telah banyak dipahami derajat kesopanan dan pendukungnya. B. Mengapa masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta memakai peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal, karena hal-hal berikut. 1. Faktor budaya. Eksistensi pemakaian peribahasa Jawa yang mengandung kearifan lokalantara lain karena adanya tuntutan tradisi turun temurun yang telah berjalan antar generasi. Secara kultural masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta merasa menjadi sentralnya kekuatan tradisi Jawa. Terekspresikan dengan istilah memetri mencermati, menyusun, memperhatikan, memelihara dan nguri-uri memelihara, mempertahankan bahasa dan budaya Jawa yang mengandung kearifan lokal agar dapat didengar, ditulis, ditiru, dipakai, dipedomani nilai positifnya untuk menghindari nilai negatifnya. Maka dari itu, tidak mengherankan apabila para pioneer bahasa dan budaya Jawa akan memanfaatkan kesempatan yang ada untuk mengekspresikan peribahasa Jawa yang mengandung kearifan lokal. Hal itu dilakukan agar pesan yang terkandung di dalamnya menjadi bermanfaat 60

8 untuk menjalani hidup dan kehidupannya, sehingga mereka bisa mengikuti naluri positif kejawaannya. Oleh karena itu perilaku seperti itu dapat diidentifikasi sebagai ekspresi kearifan lokal dalam budayanya. 2. Faktor Bahasa. Bahasa Jawa sebagai media peribahasa Jawa memfasilitasinya, baik dari sisi potensi keindahan bahasanya (bahasa kawi) maupun dari sisi kedalaman dan universalitas jangkauan pesan, makna, dan mampu merangkum berbagai motivasi pemakainya. Antara lain (a) motivasi ekonomis dan praktis (pemakai untuk mendapatkan sejumlah rupiah dari pekerjaannya), motivasi ingin menunjukkan potensi kemampuan berbahasa, (b) motivasi ideologis (untuk dapat menyampaikan pesan penting yang dikandung peribahasa Jawa yang digunakan, motivasi untuk melestarikan peribahasa Jawa itu), dan motivasi yang lain. Berbagai motivasi pemakaian pearibahasa Jawa di Eks Karesidenan Surakarta itu intinya adalah menunjukkan kearifan lokal (cara-cara untuk mengatasi persoalan kehidupan mereka dengan cara yang baik dan benar menurut tradisi setempat) mereka melalui fasilitas bahasa Jawa yang indah (sajak, sanjak dan diksi). 3. Faktor Estetika. Eksistensi pemakaian peribahasa Jawa yang mengandung kearifan lokal, karena adanya tuntutan estetika (tuntutan keindahan berbahasa) karena dalam pemakaian bahasa Jawa sering dibumbui dengan ekspresi peribahasa Jawa dengan bahasa yang indah. Cara-cara seperti itu sering diistilahkan dengan ngrengga basa menghias bahasa dan bahasanya diistilahkan dengan basa rinengga bahasa yang dihias, bahasa yang dibuat indah, bahasa indah, ragam literer, ragam sastra. Oleh karena itu, apabila pemakai belum bisa mencapai derajat itu, maka secara estetik pemakai dipahami belum memahami dan mencapai derajat memiliki kemampuan berbahasa indah, durung Jawa belum bisa. Bagaikan dua sisi mata uang, apabila berbahasa Jawa dituntut untuk mengingat patrap bahasa tubuh dan pangucap bahasa lisan yang terukur dengan unggah-ungguhing basa Jawa tingkat tutur bahasa Jawa. Apabila telah memenuhi tingkat tutur dan diksi yang tepat maka keindahan peribahasa Jawa itu semakin mencapai derajat estetik yang tinggi. 4. Faktor Etika. Di samping faktor budaya, bahasa, estetika tersebut, masyarakat Jawa di Eks Karesidenan Surakarta masih mempertahankan eksistensi pemakaian peribahasa Jawa yang mengandung kearifan lokal, karena adanya tuntutan faktor etika (tuntutan kesantunan berbahasa).pemakaian peribahasa Jawa dihadirkan dengan harapan bisa memenuhi faktor etika komunikasi. Misalnya karena alasan untuk menghindari konfrontasi langsung, maka kata pemutusnya menggunakan peribahasa Jawa seperti ketika Prabowo (Capres 2014) mengungkapkan becik ketitik ala ketara yang baik akan nampak, yang jahat akan terlihat untuk menerima keadaan bahwa dirinya merasa 61

9 didolimi saat hasil pemilu 2014 diumumkan oleh KPU. Prabowo tidak mau memperpanjang persoalan, maka dia mengekspresikan peribahasa Jawa tersebut guna menetralisir keadaan dan rasa. mengapa Prabowo mengekspresikan peribahasa Jawa itu? Oleh karena leluhurnya sebagai etnis Jawa, khususnya berasal dari Banyumas. Di samping itu, dia juga bermaksud untuk tidak menuruti amarah, sehingga bisa menyinggung kelompok orang yang berseberangan arah politik pada saat itu dengan kelompoknya. 5. Faktor Sosial. Eksistensi pemakaian peribahasa Jawa yang mengandung kearifan lokal, karena adanya tuntutan faktor sosial (tuntutan kesantunan berbahasa untuk menjaga kerukunan, kekompakan, gotong-royong, mongkinemong saling menjaga rasa hormat, ngajeni menghormati ). Oleh karena itu, pemakaian peribahasa Jawa menjadi penting bagi masyarakat Jawa di Eks Karesidenan Surakarta untuk menjaga suasana masyarakat Jawa yang mengedepankan kerukunan, kekompakan, gotong-royong, mongkinemong saling menjaga rasa hormat, ngajeni menghormati. Mengapa demikian? Oleh karena mereka masih memiliki nilai-nilai kejawaan yang didukung oleh bahasa yang indah (enak didengar sajaknya dan dirasakan maknanya), menghindari suasana konfrontasi langsung (sehingga bahasanya dikiaskan/ dimetaforiskan/ dibiaskan/ makna konotatif/perlambang), keperluan tradisi (saat tertentu bahasa Jawa diekspresikan tidak sama dengan bahasa Jawa sehari-hari) menuntut suasana yang membuat mereka berkelompok dalam waktu yang tertentu bahkan berlama-lama, sehingga salah satu pengikatnya adalah pemakaian bahasa Jawa yang menarik, menyenangkan dan bernuansa indah itu (peribahasa Jawa). 6. Faktor Ekonomi. Eksistensi pemakaian peribahasa Jawa yang mengandung kearifan lokal, karena adanya tuntutan faktor ekonomi (adanya tuntutan nafkah keluarga dengan memaksimalkan kemampuan berbahasa Jawa untuk melayani khalayak yang membutuhkan). Adanya individu atau kelompok orang dengan motivasi yang terkait faktor ekonomi ini, di Eks Karesidenan Surakarta nampak hidup dan menjanjian, terutama yang profesional kemampuan berbahasa Jawa indah dan relasi terkait seremonial gelaran upacara pengantin dengan tradisi Jawa. Profesi MC Jawa (pangendhali wara, pamedhar sabda, paniti laksana, dsb.) ada yang menjalani sebagai profesi inti setelah pensiun, profesi sampingan, atau sekedar menyediakan diri apabila sanak keluarga meminta jasanya untuk ikut serta mengemas suasana pelaksanaan gelaran pengantin atau yang lain terkait tradisi Jawa. 7. Faktor Politik. Eksistensi pemakaian peribahasa Jawa yang mengandung kearifan lokal, karena adanya tuntutan faktor politik yang didukung oleh faktor budaya, bahasa, estetik, etik, sosial (tuntutan kesantunan berbahasa untuk menjaga suasana dingin, agar tercipta kerukunan, kekompakan, 62

10 gotong-royong, mong-kinemong saling menjaga rasa hormat, ngajeni menghormati ). Betapa pentingnya pemakaian bahasa yang bersifat metaforis seperti peribahasa Jawa itu, karena bisa menghaluskan budi pekerti dan membangun kerja sama dan jauh dari emosi dalam berbahasa. Seperti kasus pemilu 2014 yang lalu telah dicontohkan oleh nasionalis Prabowo, untuk menghindari kata-kata buruk yang dapat merusak suasana yang sedang menghangat. Prabowo Subiyanto Djojohadikusuma (salah satu capres 2014) menggunakan peribahasa Jawa. Misalnya ketika Prabowo mengungkapkan becik ketitik ala ketara yang baik akan nampak, yang jahat akan terlihat untuk bisa menerima keadaan, bahwa dirinya yang merasa didolimi pada saat hasil pemilu 2014 diumumkan oleh KPU. Prabowo tidak mau memperpanjang persoalan, maka dia mengekspresikan peribahasa Jawa tersebut, agar menjadi kata putus atas perasaannya dan tetap bijaksana sebagai seorang negarawan. Tidak mau ribut terus menerus yang akhirnya merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara. 8. Faktor Geografis. Eksistensi pemakaian peribahasa Jawa yang mengandung kearifan lokal karena adanya faktor geografis (tempat, ekologi). Ketika faktor budaya, bahasa, estetik, etik, sosial menjadi pertimbangan penting pada saat Prabowo mengungkapkan becik ketitik ala ketara yang baik akan nampak, yang jahat akan terlihat untuk menerima keadaan bahwa dirinya didolimi saat hasil pemilu 2014 diumumkan oleh KPU. Prabowo tidak mau memperpanjang persoalan, maka dia mengekspresikan peribahasa Jawa tersebut, karena pilihan peribahasa Jawa untuk orang atau pendengar yang mayoritas Jawa, pesaingnya (capres yang lain Joko Widodo) dengan segala pendukungnya yang mayoritas masyarakat Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika peribahasa Jawa itu digunakan sekiranya pendengar atau yang mendengarkan tidak konteks dengan bahasa Jawa berdiksi tinggi, maka peribahasa yang diinginkan diselaraskan dengan lingkungan tempat yang ada. C. Makna kultural peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta, meliputi berikut: 1. Peribahasa Jawa yang mencerminkan perilaku (watak) yang memberikan spiritnasionalisme, misalnya peribahasa Jawa adus kringet mandi keringat secara kultural mengilustrasikan semangat juang, kerja, sungguh-sungguh, pantang menyerah, tidak mau berpangku tangan, gigih dalam mencapai citacita dan mempertahankannya, serta tidak takut menderita dan menghadapi cobaan. Oleh karena itu peribahasa Jawa tersebut dalam hubungannya dengan semangat kebangsaan menjadi modal penting. Dengan semangat itu bangsa Indonesia akan segera mencapai cita-citanya. Peribahasa Jawawani 63

11 mati berani mati secara historis dan nasionalistis menggambarkan semangat para pahlawan Indonesia. Mereka berasal dari berbagai kalangan bangsa Indonesia. Oleh karena itu sangat diharapkan para generai penerus dapat mewarisi jiwa berani mati dalam rangka membela bangsa dan negara Indonesia. 2. Peribahasa Jawa yang mencerminkan perilaku (watak) menjadi penghalang nasionalisme, misalnya peribahasa Jawa mbukak wadi membuka rahasia. Ekspresi itu dari aspek intelejen dan rahasia negara menjadi persoalan serius, karena perilaku membuka rahasia (negara, pemimpin negara, dsb.) akan melemahkan strategi dan berbagai kepentingan bangsa Indonesia. 3. Nilai-nilai kehidupan lainnya yang terangkum dalam peribahasa Jawa teraktualisasi dalam bentuk ragam literer (sastra) mengandung pesan moral seperti berikut: (a) memperhalus budi pekerti, misalnya peribahasa Jawa manis eseme senyumnya menggiurkan secara kultural merupakan potensi karakter yang dapat memberikan modal berkomunikasi positif; momotatine sabar/penyabar secara kultural mencerminkan kearifan hidup orang Jawa yang memcerminkan suasana karakter jiwa besar. (b) Integritas, kekuatan moral dan prinsip, misalnya wedi wirang takut malu sebagai bahasa sastra yang dalam bahasa sehari-hari diekspresikan wedi isin takut malu dapat menjadi spirit untuk membangun perilaku nasionalisme dan semangat kebangsaan Indonesia. Pengalaman para pendahulu bangsa telah menunjukkan bahwa wedi wirang sebagai bahasa sastra dapat memberikan inspirasi dan spirit kekuatan mental untuk tidak berbuat ceroboh dan nggegabah. (c) Mencerminkankondisi empiris masyarakat pendukungnya, anatara lain (1) mencerminkan sifat jiwa besar, misalnya lobokatine longgar hatinya secara kultural mencerminkan kearifan lokal Jawa yang berguna bagi semangat kebangsaan; (2) mencerminkan semangat untuk maju, misalnya ngangsu kawruh menimba pengetahuan yang mengilustrasikan untuk mau menimba pengetahuan; (3) mencerminkan sifat lembut dan berbudi luhur, misalnya menang tanpa ngasorake menang dengan cara yang baik/menghargai, menyelesaikan persoalan dengan cara yang damai, satu dengan yang lain tanpa ada yang merasa dipermalukan, dikalahkan, dihinakan, dan persepsi negatif yang lain; (4) menunjukkan sikap menghindari suap harta dan wanita, misalnya aja kengguh mring krincinging dhinar jangan tergiur terhadap gemerlapannya uang/harta, aja kengguh mring klubuking mina jangan tergiur terhadap berkeloknya ikan, jangan mengikuti para penjilat, jangan menuruti bisikan orang jahat, aja kengguh mring klimising wentis kuning jangan tergiur terhadap mulusnya betis (wanita) ; (5) menunjukkan nilai spiritualitas dan kesadaran berkorban, misalnya jer basuki mawa beya mencapai kesuksesan perlu adanya biaya, 64

12 yen dibeciki liyan tulisen jroning watu jika diberi kebaikan tulislah dibatu, yen mbeciki liyan tulisen jroning lebu apabila berbuat baik kepada orang lain, janganlah selalu diingat ; (6) menunjukkan optimisme hidup dan berwawasan luas, misalnya jagad ora mung sagodhong kelor dunia tidak selebar daun kelor, (7) mencerminkan watak yang tidak bisa dipercaya dan merugikan orang lain, misalnya lunyu ilate pembicaraannya kurang bisa dipercaya, lain dibibir lain dihati, gedhe endhase besar kepala, sombong, takabur secara metaforis kultural Jawa peribahasa Jawa tersebut memberikan pesan bahwa seseorang yang memiliki otoritas atau kelebihan menjadi sok atau menuruti kemauan diri sendiri, tidak menghargai orang lain, (8) mencerminkan watak yang tidak perwira, misalnya mbukak wadi membuka rahasia, rai gedheg tidak punya malu, ora katon dhadhane tidak kelihatan dadanya, tidak kelihatan jiwa kesatrianya, (9) mencerminkan watak sombong atas kelebihan yang dimiliki, misalnya adigang, adigung, adiguna membanggakan kekuasaan, keluhuran dan kepandaian, asu gedhe menang kerahe orang besar selalu menang dalam pertengkaran/pengadilan, (10) pengkhianatan, misalnya mbukak wadi membuka rahasia, mbuang tilas membuang bekas, bukti, dokumen, (11) amoral, misalnya rai gedheg tidak punya malu, 5. Kesimpulan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Faktor yang melatarbelakangipemakaian peribahasa Jawa masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta yang merangkum kearifan lokal antara lain (a) Faktor budaya; (b) Faktor bahasa; (c) Faktor estetika; (d) Faktor etika; (e) Faktor sosial; (f) Faktor ekonomi; (g) Faktor politik; dan (h) faktor geografis. 2) Masyarakat di eks karesidenan surakarta memakai peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal karena dipengaruhi juga oleh (a) Faktor budaya; (b) Faktor bahasa; (c) Faktor estetika; (d) Faktor etika; (e) Faktor sosial; (f) Faktor ekonomi; (g) Faktor politik; dan (h) faktor geografis. 3) Makna kultural peribahasa Jawa yang merangkum kearifan lokal masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta antara lain (a) Peribahasa Jawa yang mencerminkan perilaku (watak) yang memberikan spirit nasionalisme; (b) Peribahasa Jawa yang mencerminkan perilaku (watak) menjadi penghalang nasionalisme; (c) Nilai-nilai kehidupan lainnya yang terangkum dalam peribahasa Jawa teraktualisasi dalam bentuk ragam literer (sastra), menunjuk pada makna (1) memperhalus budi pekerti, (2) integritas/kekuatan moral/prinsip, (3) mencerminkan kondisi empiris masyarakat pendukungnya (antara lain mencerminkan sifat jiwa besar, mencerminkan semangat juang dan pantang menyerah, mencerminkan semangat untuk maju, mencerminkan 65

13 sifat lembut dan berbudi luhur, menunjukkan sikap menghindari suap harta dan wanita, menunjukkan nilai spiritualitas dan kesadaran berkorban, menunjukkan optimisme hidup dan berwawasan luas, mencerminkan watak yang tidak bisa dipercaya dan merugikan orang lain, mencerminkan watak yang tidak perwira, mencerminkan watak sombong atas kelebihan yang dimiliki, mencerminkan perilaku nyata masyarakat di Eks Karesidenan Surakarta, hubugan realistik dengan pahlawan (tokoh), hubungan filosofis, sindiran (kritikan),pengkhianatan, amoral, 6. Daftar Pustaka Clark, Herbert H and Eve V. Clark, 1977, Psychology and Language: An Introduction to Psycholinguistics, N.Y. Harcourt, Brace Jovarovich. Geertz, C., l98l, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya. Grijns, 1976, Beberapa Segi Dialektologi Umum, Tugu Bogor, P3B Depdikbud. Koentjaraningrat, l967, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Jakarta: Dian rakyat., l97l, Manusia dan Kebudayaan di indonesia, Jakarta: Djambatan., l977, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia. Lexy J. Moleong, l989, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Karya. Mahsun, 2005, Konsep Ruang dalam Bahasa mbojo dan Kaitannya dengan Cara Pandang Masyarakat Penuturnya, dalam Linguistik Indonesia, Pebruari 2005, Th ke-23, No.1. Michael R. Dove, l985, Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi. Niels Mulder, l984, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, Jakarta: Gramedia. Nyoman Kutha Ratna, 2010, Sastra dan Cultural Studies, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 66

14 Rahyono, F.X., 2009, Kearifan Budaya dalam Kata, Jakarta: Wedatama Widyasastra. Sri Spiyarno, dkk., 2010, Kearifan lokal orang Jawa yang tercermin dalam peribahasa Jawa (kajian Etnolinguistik), Laporan Penelitian Dana DIPA FSSR UNS, Surakarta:Fakutas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Suharsini Arikunto, l993, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sutarjo, dkk., 2011, Aspek Stilistika dalam Peribahasa Jawa, Fakutas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Surakarta: Sutopo, HB., 2006, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Wakit Abdullah, dkk., 2010, Kearifan Lokal Petani di Pesisir Selatan Kebumen (Kajian Etnolinguistik), Laporan Penelitian Hibah Fundamental, Surakarta: Fakutas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Wakit Abdullah,dkk., Bahasa Jawa dan Hubungannya dengan Perilaku Orang Jawa di Kota Surakarta, Laporan Penelitian Hibah Fundamental, Tahun I, Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Wakit Abdullah,dkk., Bahasa Jawa dan Hubungannya dengan Perilaku Orang Jawa di Kota Surakarta, Laporan Penelitian Hibah Fundamental, Tahun II, Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Wakit Abdullah, dkk., 2013, Kearifan lokal petani dan persepsinya terhadap pekerjaan non-petani di kabupaten Ngawi (Kajian Etnolinguistik), Laporan Penelitian Hibah Madya, Dana BOPTN UNS 2013, Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. 67

15 LAMPIRAN 68

MAKALAH RINGKAS BAHASA JAWA ORANG SAMIN

MAKALAH RINGKAS BAHASA JAWA ORANG SAMIN MAKALAH RINGKAS BAHASA JAWA ORANG SAMIN DI KABUPATEN BLORA Oleh: Wakit Abdullah Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret A. PENDAHULUAN Kajian terhadap kategori dan

Lebih terperinci

keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Yamin, 2010:64). Tetapi terkadang dalam

keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Yamin, 2010:64). Tetapi terkadang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Berbagai keragaman di setiap wilayahnya membuat Indonesia disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan cerminan dari suatu masyarakat penuturnya dan karya manusia yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia mengalami perkembangan; yaitu mengalami

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI

PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu dimana manusia mempunyai perasaan, jiwa, hati dan pikiran masing-masing

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat 181 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat Prabangkara karya Ki Padmasusastra menghasilkan beberapa temuan penting yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan suatu keunggulan kecerdasan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan suatu keunggulan kecerdasan manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu keunggulan kecerdasan manusia yang sangat diperlukan oleh masyarakt manusia (Gardner dalam Sukardi, 2005: 67). Kecerdasan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

BAB VI PENUTUP. isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Peribahasa Jawa cukup banyak jumlahnya dan beraneka ragam isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ajaran moral yang cukup tinggi terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL Firdauzia Nur Fatimah, Edy Tri Sulistyo Universitas Sebelas Maret ningfirda15@gmail.com, edytrisulistyo9@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan bahasa untuk berkomunikasi satu sama lain. Melalui bahasa pula, semua informasi yang ingin kita sampaikan akan dapat diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan 100 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan fokus penelitian adalah pada pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PELESTARIAN BUDAYA DAERAH MELALUI PERTUNJUKAN KETHOPRAK

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PELESTARIAN BUDAYA DAERAH MELALUI PERTUNJUKAN KETHOPRAK INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PELESTARIAN BUDAYA DAERAH MELALUI PERTUNJUKAN KETHOPRAK Budi Waluyo, Astiana Ajeng Rahadini, Favorita Kurwidaria, Dewi Pangestu Said 229 SEMNASBAHTERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6

LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6 LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6 Abstrak: Kearifan lokal berkaitan erat dengan manajemen sumber daya manusia. Dewasa ini, kearifan lokal mengalami tantangan-tantangan,

Lebih terperinci

PENANAMAN NILAI-NILAI KREATIF DAN CINTA TANAH AIR PADA SENI TARI. Polokarto Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

PENANAMAN NILAI-NILAI KREATIF DAN CINTA TANAH AIR PADA SENI TARI. Polokarto Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan PENANAMAN NILAI-NILAI KREATIF DAN CINTA TANAH AIR PADA SENI TARI (Studi Kasus Sanggar Seni Sekar Jagad Desa Kotakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012. Hilangnya Rasa Nasionalisme Remaja Berimbas Kehancuran Bangsa

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012. Hilangnya Rasa Nasionalisme Remaja Berimbas Kehancuran Bangsa TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 Hilangnya Rasa Nasionalisme Remaja Berimbas Kehancuran Bangsa disusun oleh : EVI LISTYANINGRUM 11.02.7998 KELOMPOK A PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai masyarakat yang majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka ragam suku bangsa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004)

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004) BAB II LANDASAN TEORI A. SPIRITUALITAS 1. Definisi Spiritualitas Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004) spiritualitas berasal dari kata latin spiritus, yang berarti nafas kehidupan,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis data pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa novel Sebelas Patriot merupakan novel yang berlatar belakang kecintaan terhadap tanah air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu proses pemuliaan diri yang di dalamnya terdapat tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karakter sebagian pemuda-pemudi saat ini sehubungan dengan pendidikan karakter atau kodratnya sebagai makhluk sosial, dapat dikatakan sangat memprihatinkan.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang dianggap halus, maju, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi Banyumas, Kedu, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi Banyumas, Kedu, Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa atau tepatnya suku bangsa Jawa, secara antropologi budaya adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dimulai dari kehidupan sosial, budaya hingga perekonomiannya. Kesuksesan

BAB V PENUTUP. Dimulai dari kehidupan sosial, budaya hingga perekonomiannya. Kesuksesan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Tionghoa merupakan suatu kajian yang sangat menarik untuk dibahas. Dimulai dari kehidupan sosial, budaya hingga perekonomiannya. Kesuksesan perekonomian Tionghoa dewasa ini

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KELUHAN DALAM BAHASA JAWA STUDI KASUS WARGA DESA BANGSRI KECAMATAN PURWANTORO KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS WACANA KELUHAN DALAM BAHASA JAWA STUDI KASUS WARGA DESA BANGSRI KECAMATAN PURWANTORO KABUPATEN WONOGIRI ANALISIS WACANA KELUHAN DALAM BAHASA JAWA STUDI KASUS WARGA DESA BANGSRI KECAMATAN PURWANTORO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup seorang diri, karena kelemahan kelemahan fisiknya dan karena harus belajar berbagai unsur budaya dari orang lain. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

PEMAHAMAN DAN KESIAPAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER

PEMAHAMAN DAN KESIAPAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER PEMAHAMAN DAN KESIAPAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER (Studi Kasus Pada Guru Di Sekolah SMA Muhammadiyah 4 Kartasura) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mantra merupakan puisi lisan yang bersifat magis. Magis berarti sesuatu yang dipakai manusia untuk mencapai tujuannya dengan cara-cara yang istimewa. Perilaku magis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan warisan nenek moyang yang mengandung nilainilai kearifan lokal. Usaha masyarakat untuk menjaga kebudayaan melalui pendidikan formal maupun nonformal

Lebih terperinci

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Masyarakat Jawa sudah sejak lama mengenal adanya ungkapan-ungkapan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Masyarakat Jawa sudah sejak lama mengenal adanya ungkapan-ungkapan 214 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Masyarakat Jawa sudah sejak lama mengenal adanya ungkapan-ungkapan /peribahasa yang bisa dijadikan acuan atau pedoman dalam hidup sehari-hari. Ungkapan-ungkapan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai segi kehidupan. Kenyataan menunjukkan bahwa pemakaian bahasa. dalam suatu pembelajaran di lembaga pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai segi kehidupan. Kenyataan menunjukkan bahwa pemakaian bahasa. dalam suatu pembelajaran di lembaga pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, manusia tidak pernah terlepas dari pemakaian bahasa. Manusia sebagai makhluk sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teoritis 2.1.1. Pengertian Partisipasi atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas untuk mencapai suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dalam penelitian yang menggunakan metode deskriptif maka data yang dipoeroleh dianalisis dan diuraikan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

lease purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. BAB 4 KESIMPULAN

lease purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. BAB 4 KESIMPULAN 124 BAB 4 KESIMPULAN Masyarakat Jawa yang kaya akan nilai-nilai budaya memiliki banyak cara untuk mengapresiasi dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ungkapan, falsafah

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat atau media komunikasi bagi manusia. Bahasa sendiri memiliki hubungan yang erat dengan sistem sosial dan sistem komunikasi. Sistem

Lebih terperinci

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa Keith Johnstone (1999) menjelaskan bahwa mendongeng atau bercerita (storytelling) merupakan produk seni budaya kuno. Hampir semua suku bangsa di dunia memiliki tradisi

Lebih terperinci

PENANAMAN NILAI-NILAI NASIONALISME MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Studi Kasus di MTs Negeri Surakarta II Tahun 2013)

PENANAMAN NILAI-NILAI NASIONALISME MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Studi Kasus di MTs Negeri Surakarta II Tahun 2013) PENANAMAN NILAI-NILAI NASIONALISME MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Studi Kasus di MTs Negeri Surakarta II Tahun 2013) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Rancanumpang, Gedebage. Bandung. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yaitu masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Nilai Nilai adalah segala sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subyek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi pandangan atau maksud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau sering disebut kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan aset, anak adalah titisan darah orang tua, anak adalah warisan, dan anak adalah makhluk kecil ciptaan Tuhan yang kelak menggantikan peran orang tua sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khas sekaligus aset bagi bangsa Indonesia. Generasi muda sudah banyak

BAB I PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khas sekaligus aset bagi bangsa Indonesia. Generasi muda sudah banyak BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang beraneka ragam budaya yang merupakan ciri khas sekaligus aset bagi bangsa Indonesia. Generasi muda sudah banyak melupakan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini.

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nilai Moral Menurut Suseno (1987: 19) kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Pengertian moral tidak hanya mengacu pada baik buruknya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan aspek pandangan yaitu pada tahun 2000 oleh Chatarina dari Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Pada gilirannya analisis pun tidak terlepas dari kedua

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pandangan sosiolinguistik menyebutkan bahwa bahasa lahir di dalam masyarakat. Melalui media bahasa, sebuah kebiasaan lisan terbentuk secara turun temurun di dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melalui bahasa manusia dapat berkomunikasi dengan sesama untuk memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk menyatakan pikiran dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab III ini mencakup lokasi penelitian, langkah-langkah atau cara-cara

BAB III METODE PENELITIAN. Bab III ini mencakup lokasi penelitian, langkah-langkah atau cara-cara 89 BAB III METODE PENELITIAN A. Pengantar Bab III ini mencakup lokasi penelitian, langkah-langkah atau cara-cara yang ditempuh dalam rangka menjaring data yang berhubungan dengan penelitian serta langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-I Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi 58 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipilah menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal yaitu cara berkomunikasi seseorang dengan

BAB I PENDAHULUAN. dipilah menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal yaitu cara berkomunikasi seseorang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya bentuk komunikasi yang dilakukan manusia dapat dipilah menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci