BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Peta merupakan salah satu media representasi informasi geografi. Informasi tersebut mencakup apa, kapan, dimana suatu fenomena/kejadian terjadi. Konten informasi tersebut disajikan sedemikian rupa agar mudah dipergunakan dan dimengerti secara keruangan. Produksi peta secara massal ditandai dengan adanya komputer personal yang memungkinkan setiap orang mengakses peta secara pribadi. Peluang pribadi dalam turut mendukung pembuatan peta di Indonesia, terutama peta tematik, diakomodir dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Peran penting peta dapat ditemukan pada bidang terkait pengambilan keputusan yang strategis seperti manajemen krisis, peringatan dini, mitigasi bencana, pembangunan berkelanjutan, serta penyelesaian masalah global. Salah satu sumber data yang dapat dipergunakan dalam pembuatan peta yaitu citra penginderaan jauh (Kraak & Ormeling, 2010). Citra penginderaan jauh mengalami perkembang pesat dalam hal sensor, wahana, hingga metode ekstraksi informasi (Campbell & Wynne, 2011). Citra Landsat merupakan salah satu contoh citra penginderaan jauh yang mudah diakses semua pihak. Sejak diluncurkan tahun 1972, Landsat mampu menyajikan basis data yang repetitif dengan cakupan se-dunia dengan kualitas yang cukup dalam hal resolusi spasial dan spektral untuk berbagai kajian (Sabins, 2007). Generasi terbaru Landsat yaitu Landsat 8 dengan sensor Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS). Citra ini cocok untuk kajian wilayah yang luas serta memiliki arsip perekaman yang lebih terkini. Wilayah Indonesia dengan dinamika perubahan wilayah yang dinamis membutuhkan informasi wilayah yang diperbaharui secara berkelanjutan. Kebaruan dan terapan Landsat 8 di Indonesia memberikan peluang eksplorasi secara lebih mendalam. Integrasi penginderaan jauh dengan kartografi salah satunya melalui kartografi analitik (analytical cartography). Pemilihan citra dan metode ekstraksinya memegang peranan penting dalam akurasi data yang disajikan dalam peta. Penyajian informasi peta tematik tidak terlepas dari data geospasial dasar menurut Undang- 1

2 undang Informasi Geospasial. Data geospasial dasar salah satunya yaitu memuat kenampakan rupa bumi yang berupa lahan. Penutup/penggunaan lahan merupakan salah satu tema yang sering dilakukan dalam pemetaan suatu wilayah (Al-Fares, 2013). Informasi lahan di Indonesia telah memiliki standar nasional seperti telah dipublikasikan BSNI (2014) yaitu SNI 7645:2010 yang telah diperbaharui menjadi SNI tentang skema klasifikasi penutup lahan. Skema klasifikasi tersebut dibuat pada berbagai tingkatan skala yaitu 1: , 1: , dan 1: /1: Citra Landsat 8 dengan resolusi spasial 30 meter, dalam kaitannya memenuhi standar klasifikasi pada SNI tersebut perlu dikaji lebih lanjut, terutama dengan menggunakan pemrosesan citra secara digital dengan menggunakan self organizing map. Hal tersebut dikarenakan skema klasifikasi yang dibuat pada SNI tersebut menggunakan interpretasi visual dalam proses ekstraksi informasinya. Dalam skema SNI tersebut memuat lahan dengan dimensi luasan dan juga dimensi garis. Jaringan jalan dan sungai merupakan contoh kenampakan berdimensi garis (linear features). Penelitian dari Minjuan Cheng (2012) menunjukkan bahwa ekstraksi kenampakan garis melalui pengolahan citra digital mengatasi masalah waktu dalam hal survei langsung. Secara teoritis, kenampakan garis seperti jalan dan sungai dapat secara mudah dibedakan dengan memanfaatkan nilai spektral yang kontras dan informasi geometrik dalam analisa datanya. Penggunaan citra multispektral resolusi menengah seperti Landsat 8 dimungkinkan menemui kendala yaitu keterbatasan karena ukuran resolusi spasialnya ataupun karena adanya tutupan lahan lain yang menutupi kenampakan jalan atau sungai tersebut. Ekstraksi kenampakan garis dari citra penginderaan jauh memiliki tahapan dan proses yang kompleks, sehingga penerapan metode ekstraksi garis secara digital diharapkan dapat untuk menghasilkan informasi kenampakan garis secara baik. Perolehan informasi lahan berbasis citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode-metode tersebut yaitu interpretasi visual, klasifikasi multispektral, pembelajaran jaringan syaraf tiruan, pembelajaran mesin, klasifikasi berbasis objek, maupun integrasi dengan sistem informasi geografis (SIG) (Jensen, 2005; Lillesand et al., 2008). Metode yang 2

3 dianggap lebih mapan secara statistik dan memiliki akurasi tinggi di antara metode tersebut yaitu klasifikasi multispektral dengan algoritma kemiripan maksimum (maximum likelihood) (Jensen, 2005). Metode tersebut membutuhkan asumsi data terdistribusi normal (Gaussian distribution) dan juga probabilitas untuk semua kelas dipandang sama (Richards, 2013). Asumsi tersebut tidak sepenuhnya dapat terpenuhi karena pada kenyataanya data data tidak terdistribusi normal dan tidak semua kelas dapat dipandang dengan probabilitas sama. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan jaringan syaraf tiruan (JST). Tso & Mather (2009) menguraikan bahwa JST tidak membutuhkan prasyarat data terdistribusi normal, dapat mengakomodasi kompleksitas struktur dan rentang nilai data. Keuntungan lain JST dari hasil kajian Yuan et al. (2009) yaitu kemampuan dalam memperkirakan hubungan non-linear antara data masukan dengan keluaran yang diinginkan, serta kapabilitas generalisasi yang cepat. Self organizing map (SOM) merupakan salah satu arsitektur jaringan syaraf tiruan yang dapat diterapkan pada proses pemetaan berbasis citra penginderaan jauh (Kohonen, 2001; Tso & Mather, 2009). de Smith et al. (2015) menjelaskan bahwa SOM memiliki kekhasan yaitu proses pembelajaran dapat dilakukan dengan melibatkan atau tanpa guru, tidak membutuhkan lapisan tersembunyi, dapat melibatkan data spektral maupun non-spektral, serta dapat diterapkan pada kondisi bentang alam yang kompleks. Terapan SOM dalam bidang sains informasi geografi meliputi pembuatan peta lahan, estimasi stok karbon, pemodelan iklim, dan lain sebagainya (Ji, 2000; Skupin & Agarwal, 2008; Suchenwirth et al., 2014). Untuk kajian di Indonesia, SOM dipergunakan dalam bidang kedokteran, biologi, ekonomi maupun multimedia (Hartanto, 2014; Sugiartawan, 2014; Yanuarti, 2012). Tingkat akurasi metode SOM untuk terapan geografi di Indonesia dengan bentanglahannya yang kompleks perlu dikaji lebih lanjut. Pelibatan data spasial pendukung selain data spektral citra telah dilakukan beberapa peneliti, di antaranya Ji (2000), Salah et al. (2009), dan Suchenwirth et al. (2014). Data spasial pendukung tersebut berupa analisis tekstural, kemiringan lereng, elevasi, indeks vegetasi, maupun data lainnya. Tujuan dari pelibatan data pendukung 3

4 tersebut adalah untuk ekstraksi informasi citra penginderaan jauh. Kombinasi Landsat 8 dengan tambahan data pendukung analisis tekstur dan kemiringan lereng perlu kajian lebih lanjut agar diketahui seberapa akurasinya. Informasi lahan yang merupakan hasil klasifikasi citra penginderaan jauh perlu dilakukan proses pasca-klasifikasi (post classification) (Goffredo, 1998). Terkait pemetaan tematik, maka proses pasca-klasifikasi yang diterapkan yaitu generalisasi peta (Wang et al., 1991). Robinson et al. (1995) menjelaskan bahwa generalisasi muncul karena pengaruh dari hasil klasifikasi yang memiliki variabilitas data yang rinci, peta menyajikan kenampakan geografi yang terpilih, kebutuhan akan perubahan skala, batas toleransi media sajian, tujuan pemetaannya serta kualitas datanya. Metode generalisasi dengan data berformat raster dapat dilakukan dengan berbagai macam, baik secara geometris maupun konseptual. Beberapa metode generalisasi raster tersebut menghasilkan hasil dengan akurasi bervariasi, sehingga dibutuhkan pengujian metode mana yang dapat menyajikan hasil generalisasi tanpa mengabaikan akurasinya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1) Skema klasifikasi lahan SNI disusun untuk metode interpretasi visual, yang mana membutuhkan waktu lama dalam proses interpretasinya, juga sulit diperoleh hasil sama meski dengan data sama, sehingga keberadaan metode klasifikasi digital dengan jaringan syaraf tiruan self organized map (SOM) dapat menjadi alternatif ekstraksi informasi lahan; 2) Pemetaan lahan, baik berupa dimensi area maupun garis, dengan sumber data citra Landsat 8 yang diproses dengan jaringan syaraf tiruan self organized map (SOM) dengan wilayah kajian di Indonesia perlu diuji tingkat akurasinya, dikarenakan perbedaan kompleksitas lahan di luar negeri dan di Indonesia; 3) Pelibatan data spasial tambahan dalam pemrosesan SOM yang berupa analisis tekstural citra Landsat 8 saluran inframerah dekat, kemiringan lereng dari citra SRTM, dan tambahan keduanya serta pengaruh kombinasi parameter 4

5 pemrosesan perlu diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap akurasi hasil; 4) Proses generalisasi hasil klasifikasi citra yang berupa data raster dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, antara lain agregrasi yang dihitung dengan mempertimbangkan nilai maksimal (Max), nilai rerata (mean), nilai tengah (median), nilai minimum (min), penjumlahan piksel (sum); ekspansi/pembesaran (expand); penyusutan/penyederhanaan (shrink); penghalusan batas (boundary clean); serta dengan filter mayoritas, sehingga perlu diketahui tingkat akurasi hasil generalisasi metode tersebut Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan penelitian di atas, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut : 1) Menerapkan self organizing map untuk mendukung pemetaan berbasis citra penginderaan jauh dalam kaitannya dengan skema klasifikasi penutup lahan SNI ; 2) Mengetahui seberapa akurat self organizing map dengan data Citra Landsat 8 untuk pemetaan lahan baik untuk objek berdimensi area maupun garis; 3) Mengetahui pengaruh variasi sumber data yang dilibatkan serta variasi pengaruh kombinasi parameter pemrosesan terhadap akurasi hasil SOM; 4) Melakukan generalisasi hasil klasifikasi citra penginderaan jauh untuk disajikan ke dalam peta lahan Hasil yang Diharapkan 1) Citra hasil klasifikasi lahan dengan metode self organizing map dengan skema klasifikasi penutup lahan SNI ; 2) Beberapa citra hasil klasifikasi lahan dengan metode self organizing map dengan variasi sumber data yang dilibatkan dan variasi parameter pemrosesan; 5

6 3) Nilai akurasi klasifikasi citra Landsat 8 dengan metode self organizing map dengan variasi sumber data yang dilibatkan dan parameter pemrosesan; 4) Hasil generalisasi lahan dari hasil klasifikasi self organizing map dengan berbagai metode generalisasi, antara lain agregrasi yang dihitung dengan mempertimbangkan nilai maksimal (Max), nilai rerata (mean), nilai tengah (median), nilai minimum (min), penjumlahan piksel (sum); ekspansi/pembesaran (expand); penyusutan/penyederhanaan (shrink); penghalusan batas (boundary clean); serta dengan filter mayoritas Arti Penting Penelitian 1) Memberikan kontribusi keragaman penelitian dalam bidang sains informasi geografi, terutama penerapan metode self organizing map untuk mendukung pemetaan lahan berbasis citra penginderaan jauh, baik pada objek dengan dimensi area maupun garis; 2) Memberikan deskripsi kelebihan dan kekurangan self organizing map untuk kajian pemetaan lahan di wilayah kajian. 3) Memberikan kebaruan data lahan di wilayah kajian, sehingga dapat dipergunakan untuk perencanaan wilayah terkini Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ekstraksi informasi citra penginderaan jauh telah dilakukan beberapa peneliti dengan terapan, sumber data, dan metode yang berbedabeda. Ji (2000), Salah et al. (2009), dan Suchenwirth et al. (2014) mempergunakan jaringan syaraf tiruan dengan arsitektur self organizing map (SOM). Mugito (2008) mempergunakan maximum likelihood. Paneque-Gálvez et al. (2013) melakukan ekstraksi citra dengan maximum likelihood classifier (MLC), k-nearest neighbor (KNN), support vector machines (SVM) dan pendekatan hibrida. Poursanidis et al. (2015) memperbandingkan metode klasifikasi dengan MLC, SVM, knn, feature analyst dan linear spectral mixture analysis (LSMA). Persamaan penelitian yang akan peneliti lakukan dengan peneliti sebelumnya (Ji, 2000;Salah et al.,2009) yaitu teknik yang dipergunakan yaitu self organizing map (SOM) dengan learning vector 6

7 quantization (LVQ). Perbedaan dengan peneliti lain yaitu citra yang dipergunakan yaitu Landsat 8, wilayah kajian pada bentanglahan kompleks di Indonesia. Meskipun objek kajian sama dengan Ji (2000), Mugito (2008), Paneque-Gálvez et al. (2013), Poursanidis et al. (2015) yaitu terkait pemetaan lahan, namun skema klasifikasi yang dipergunakan berbeda. Meskipun sama menggunakan arsitektur jaringan syaraf tiruan yaitu SOM, namun penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan Suchenwirth et al. (2014) yang tidak melibatkan guru dan objek kajian untuk pemetaan stok karbon. Pelibatan data spasial non-spektral terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang melibatkan analisis tekstural citra dan data kemiringan lereng. Perbandingan penelitian sebelumnya dan yang akan dilakukan peneliti selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan penelitian sebelumnya Judul dan peneliti Tujuan penelitian Metodologi penelitian Data : citra Landsat TM, PCA (saluran 1,2,3), saluran 4,5,7 Data pendukung : tekstural ukuran jendela 3x3, 5x5 dan 7x7. Wilayah kajian di pinggiran kota Beijing Klasifikasi dengan KFSOM-LVQ Hasil penelitian Land-use classification of remotely sensed data using kohonen selforganizing feature map neural networks (Ji, 2000) Penerapan Kohonen self-organizing feature map (KSOFM) untuk ekstraksi penutup/ penggunaan lahan, serta mengkaji disain dan pembelajaran jaringannya. Akurasi simulasi KSOFM yaitu 89,67% (citra), 94,54% (citra + tekstural 3x3), 95,47% (citra + tekstural 5x5), 95,12% (citra + tekstural 7x7). Ukuran peta neuron makin besar per kelas. Analisis tekstural citra meningkatkan akurasi. Filter 3x3&5x5 cukup representatif. Penggunaan tekstur GLCM dengan akurasi > 85 % dan komisi keseluruhan kelas <20% sampai pada tahap II. Analisis tekstur pada citra ASTER untuk klasifikasi penggunaan lahan objek pajak bumi dan bangunan studi kasus Mengevaluasi kemampuan analisis tekstur dengan algoritma Grey Level Cooccurrence Matrix Data : citra ASTER VNIR. Fitur tekstur GLCM ukuran 3x3, 5x5, 7x7 dan 9x9. 7

8 Judul dan peneliti Tujuan penelitian Metodologi penelitian Algoritma klasifikasi : maximum likelihood classifier (MLC). Klasifikasi penggunaan lahan dari BPN tahap I, II dan III Data : citra lidar, foto udara Kajian di kawasan perkotaan di Sydney. Data spasial pendukung meliputi DSM, DTM, ndsm, NDVI dan atribut turunan dari data lidar serta 3 saluran foto udara. Data : mosaik citra Landsat 7 ETM+ Data pendukung: tekstural GLCM (homogenitas, entropi, mean, dissimilaritas, second moment, varians, kontras dan korelasi), ukuran 3x3 dan 7x7. Wilayah kajian di Beni, Bolivia Klasifikasi : ML, Hasil penelitian di wilayah Kabupaten Bantul (Mugito, 2008) (GLCM) pada citra ASTER yang diaplikasikan untuk klasifikasi penggunaan lahan obyek Pajak Bumi dan Bangunan. Klasifikasi tahap I dan II saluran mean akurasi tertinggi dengan ukuran 9x9 dengan nilai >90% Klasifikasi tahap III akurasinya <85% Evaluation of the selforganizing map classifier for building detection from lidar data and multispectral aerial images (Salah et al., 2009) Mengkaji selforganizing map (SOM) untuk deteksi bangunan berdasarkan foto udara dan data lidar. Mengevaluasi kontribusi data lidar dan individu atribut turunannya terhadap akurasi hasil. Peta hasil klasifikasi SOM memiliki akurasi 49,7% (FU), 87,3% (FU+lidar), dan 97,8% (semua). Kontribusi variabel atribut secara individu paling besar adalah ndsm dan entropi dari ndsm, mampu hingga 21% dan 22,4%. Enhanced land use/cover classification of heterogeneous tropical landscapes using support vector machines and textural homogeneity (Paneque-Gálvez et al., 2013) Menentukan pendekatan klasifikasi yang efektif untuk peta yang akurat yang mampu mengakomodasi semua kelas penutup/ penggunaan lahan di wilayah tropis yang heterogen, sebagai data dasar untuk kajian lanjut Akurasi SVM, menunjukkan nilai tinggi. Fitur homogenitas dan entropi signifikan; mean, dissimilaritas dan second moment mampu secara baik; varians, kontras dan korelasi menurunkan akurasi. SVM +tekstural fitur homogenitas 8

9 Judul dan peneliti Large-scale mapping of carbon stocks in riparian forests with self-organizing maps and the k-nearestneighbor algorithm (Suchenwirth et al., 2014) Landsat 8 vs. Landsat 5: A comparison based on urban and peri-urbanland cover mapping (Poursanidis et al., 2015) Tujuan penelitian Membuat peta distribusi stok karbon vegetasi, tanah dan total di hutan riparian dengan selforganizing maps dan k-nearest neighbor Membandingkan dan mengevaluasi hasil dengan hasil estimasi metode sebelumnya. Mengevaluasi pengaruh geodata pada kualitas estimasi stok karbon organik. Membandingkan performansi antara Landsat 8 OLI dan Landsat TM untuk pemetaan penutup lahan di wilayah kota dan pinggiran kota, menggunakan data training dan validasi. Metodologi penelitian KNN, SVM & hibrida. Data : citra RapidEye Sumber data pendukung yaitu data elevasi permukaan di atas muka air sungai dari data lidar, model muka air tanah, jarak ke sungai utama. Wilayah kajian di zona dataran banjir pada bentukan aluvial di Danube Floodplain National Park, Austria. Algoritma klasifikasi : unsupervised SOM. Data : Landsat 8 OLI dan Landsat TM. Data pendukung: tekstural GLCM: homogenitas, kontras, entropi, dan angular second moment pada saluran inframerah. Metode Hasil penelitian menghasilkan akurasi >90% pada per kelas penutup lahan maupun akurasi secara umum. Kuantitas stok karbon di vegetasi dan tanah dengan menggunakan data citra saja, hasil dari algoritma knn > SOM. Namun, apabila data yang dilibatkan yaitu citra dan data spasial tambahannya, maka stok karbon organik pada vegetasi lebih besar SOM daripada knn, sedangkan pada tanah knn>som, dan secara keseluruhan SOM>kNN. Penggunaan data pendukung kedua algoritma. Hasil SVM menunjukkan hasil akurat untuk lahan terbangun dan mampu mempertahankan informasi fragmentasi. Pada klasifikasi berbasis objek, FA lebih konkret dan secara visual dapat 9

10 Judul dan peneliti Kajian self organizing map untuk mendukung pemetaan lahan berbasis citra penginderaan jauh (Cahyono, 2015) Tujuan penelitian Menerapkan self organizing map untuk mendukung pemetaan berbasis citra penginderaan jauh dalam kaitannya dengan skema klasifikasi penutup lahan SNI ; Mengetahui seberapa akurat self organizing map dengan data Citra Landsat 8 untuk pemetaan lahan baik untuk objek berdimensi area maupun garis; Mengetahui pengaruh variasi sumber data yang Metodologi penelitian klasifikasi yang dipergunakan yaitu maximum likelihood classifier (MLC), support Vector Machine (SVM), Feature extraction dengan SVM& k-nn, feature analyst (FA), dan Sub-pixel Linear Spectral Mixture Analysis (LSMA). Data utama: citra Landsat 8. Data spasial tambahan berupa analisis tekstural citra Landsat 8 saluran inframerah dekat dan data kemiringan lereng (dari SRTM 30m) Wilayah kajian di Kota Semarang dan sekitarnya, Provinsi Jawa Tengah. Metode klasifikasi yang dipergunakan adalah SOM dengan tambahan LVQ Hasil penelitian diterima. Analisis tekstural citra menunjukkan bahwa saluran inframerah dekat sensor OLI memiliki lebih banyak tekstur halus dan lebih banyak informasi. Penerapan SOM untuk mendukung pemetaan lahan dengan skema klasifikasi SNI memberikan keuntungan dalam hal efisiensi waktu pemrosesan dan juga pelibatan berbagai sumber data yang dilibatkan; Pemetaan lahan untuk objek berdimensi area memberikan akurasi terbaik sebesar 67,82%, dan terendah 56,77%, sedangkan yang berdimensi garis dengan akurasi 75,77%, namun kurang dapat 10

11 Judul dan peneliti Tujuan penelitian dilibatkan serta variasi pengaruh kombinasi parameter pemrosesan terhadap akurasi hasil SOM; Melakukan generalisasi hasil klasifikasi citra penginderaan jauh untuk disajikan ke dalam peta lahan. Metodologi penelitian Hasil penelitian memberikan kenampakan yang realistis. Kenampakan garis tersebut dapat lebih menonjol dengan melakukan kombinasi antara principle component analysis (PCA), matched filtering (MF), spectral angle mapper (SAM), analisis komponen independen, penisbahan saluran, dan indeks tanah (soil index/red soil index) untuk jaringan jalan dan indeks air untuk kenampakan sungai. Pelibatan data lereng dan tekstur pada penelitian ini belum mampu keseluruhan. Metode generalisasi geometris dengan akurasi tertinggi yaitu dengan metode filter mayoritas. 11

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai metode non-parametrik Classification Tree Analysis (CTA) menggunakan teknik data mining untuk aplikasi penginderaan jauh masih belum banyak dilakukan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Segmentasi Dari beberapa kombinasi scale parameter yang digunakan untuk mendapatkan segmentasi terbaik, untuk mengklasifikasikan citra pada penelitian ini hanya mengambil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas mangrove di Indonesia adalah sekitar 4,25 juta hektar, yang merepresentasikan 25 % dari mangrove dunia. Indonesia merupakan pusat dari sebagian biogeografi genus mangrove

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh akhir-akhir ini sangat pesat, terutama pasca berakhirnya perang dingin. Teknologi penginderaan jauh yang pada awalnya ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bentang permukaan bumi yang dapat bermanfaat bagi manusia baik yang sudah dikelola maupun belum. Untuk itu peran lahan cukup penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan Citra SPOT 4 dan IKONOS yang digunakan merupakan dua citra yang memiliki resolusi spasial yang berbeda dimana SPOT 4 memiliki resolusi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) ANALISA RELASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN SUHU PERMUKAAN TANAH DI KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL TAHUN 1994 2012 Dionysius Bryan S, Bangun Mulyo Sukotjo, Udiana Wahyu D Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO Risma Fadhilla Arsy Abstrak : Penelitian di Daerah Aliran Sungai Oyo ini bertujuan mengesktrak parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS Danang Budi Susetyo, Aji Putra Perdana, Nadya Oktaviani Badan Informasi Geospasial (BIG) Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46, Cibinong 16911 Email: danang.budi@big.go.id

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG Vembri Satya Nugraha vembrisatyanugraha@gmail.com Zuharnen zuharnen@ugm.ac.id Abstract This study

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Principal Component Analysis (PCA) merupakan metode dalam statistika yang digunakan untuk mereduksi dimensi input dengan kehilangan informasi yang minimum,

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan Sukristiyanti et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.1 ( 2007) 1-10 1 Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan SUKRISTIYANTI a, R. SUHARYADI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini peta telah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Peta memuat informasi spasial yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi suatu objek di

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH Teknologi penginderaan jauh merupakan teknologi yang memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen bencana salah

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO PUSPICS/Departemen Sains Informasi Geografis, Fakultas Geografi UGM

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. produksi padi akan berdampak langsung pada sekuritas makanan nasional pada

BAB I. PENDAHULUAN. produksi padi akan berdampak langsung pada sekuritas makanan nasional pada BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada negara-negara di Asia terutama Indonesia, padi adalah salah satu tanaman pertanian yang penting dan merupakan makanan pokok. Berkurangnya produksi padi akan

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 ANALISIS CAMPURAN SPEKTRAL SECARA LINIER (LSMA) CITRA TERRA MODIS UNTUK KAJIAN ESTIMASI LIMPASAN PERMUKAAN (STUDI KASUS SUB DAS RIAM KANAN DAN SEKITARNYA) MB-16 AbdurRahman* 1, Projo Danoedoro 2 dan Pramono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki iklim tropis, serta tidak lepas dari pengaruh angin muson barat maupun angin muson timur. Dalam kondisi normal, angin muson barat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

Stella Swastika Putri Projo Danoedoro Abstract

Stella Swastika Putri Projo Danoedoro Abstract Pemetaan Fraksi Penutup Lahan Kota Yogyakarta Menggunakan Teknik NMESMA Pada Citra Landsat 8 OLI Stella Swastika Putri stella.swastika.p@mail.ugm.ac.id Projo Danoedoro projo.danoedoro@geo.ugm.ac.id Abstract

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kawasan perkotaan cenderung mengalami pertumbuhan yang dinamis (Muta ali, 2011). Pertumbuhan populasi selalu diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh sistem satelit merupakan salah satu alat yang bermanfaat untuk mengukur struktur dan evolusi dari obyek ataupun fenomena yang ada di permukaan bumi.

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu kelompok tumbuhan berkayu, yang tumbuh di zona tropika dan subtropika terlindung dan memiliki semacam bentuklahan pantai, bertipe tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu merupakan salah satu komoditi yang dapat digunakan untuk beberapa keperluan, seperti bahan bangunan, furniture, dll. Setiap jenis kayu memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan teknologi penyadap dan produksi data citra digital permukaan bumi telah mengalami perkembangan sejak 1960-an. Hal ini dibuktikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyebab utama mortalitas di dunia (sekitar 13% dari seluruh penyebab mortalitas), diperkirakan angka mortalitas sekitar 7,9 juta kematian

Lebih terperinci

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S Interpretasi Hibrida Untuk Identifikasi Perubahan Lahan Terbangun dan Kepadatan Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S anggitovenuary@outlook.com

Lebih terperinci

Bab 1 P e n d a h u l u a n

Bab 1 P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n 1.1 Latar Belakang Indonesia salah satu negara yang kaya dengan sumber daya alamnya. Bebagai jenis hutan, ladang, sawah, dan sungai tersebar hampir diseluruh pulau. Maka sudah selayaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN: 2301-9271 1 Kajian Updating Peta Menggunakan Data Dasar Citra Satelit Worldview-2 dan Kota Surabaya Skala 1:5000 (Studi Kasus: dan Anyar) Cherie Bhekti

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2

KAJIAN KEMAMPUAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 KAJIAN KEMAMPUAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 Candra Yogi Feriyawan yogi_candra@yahoo.com Projo Danoedoro projo.danoedoro@yahoo.com

Lebih terperinci

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG Walbiden Lumbantoruan 1 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: (1) Untuk mengtetahui perubahan ruang sebagai permukiman

Lebih terperinci

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2 KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2 SEBAGAI PENUNJANG DATA DASAR UNTUK RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) Heri Setiawan, Yanto Budisusanto Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya,

Lebih terperinci

DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1

DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1 DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi 1 Muhammad Ardiansyah, Dr.-Ing 2) dan Muhammad Rusdi, SP. 3) 2.

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses pengujian dari sistem yang dirancang terhadap beberapa citra dijital replika kulit. Pengujian terhadap sistem ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

Remote Sensing KKNI 2017

Remote Sensing KKNI 2017 Remote Sensing KKNI 2017 JOB DESC/ JENJANG/ SIKAP KERJA Asisten Operator/ 3/ 6 Operator/ 4/ 13 UNJUK KERJA (UK) INTI URAIAN UNJUK KERJA (UK) PILIHAN URAIAN BIAYA SERTIFIKASI M.71IGN00.161.1 Membaca Peta

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan pembangunan membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia dan lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pembangunan meningkatkan kebutuhan manusia akan lahan.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR Anisa Nurwidia Akbari anisa.nurwidia@gmail.com Retnadi Heru Jatmiko

Lebih terperinci

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER) STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER) BAGUS SULISTIARTO 3505 100 029 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* PENENTUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN INDEX VEGETASI NDVI BERBASIS CITRA ALOS AVNIR -2 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN... III PERNYATAAN... IV PRAKATA... V DAFTAR ISI... VI DAFTAR GAMBAR... IX DAFTAR TABEL... XII INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN... III PERNYATAAN... IV PRAKATA... V DAFTAR ISI... VI DAFTAR GAMBAR... IX DAFTAR TABEL... XII INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN... III PERNYATAAN... IV PRAKATA... V DAFTAR ISI... VI DAFTAR GAMBAR... IX DAFTAR TABEL... XII INTISARI... XIV ABSTRACT...XV BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak kalangan berusaha menggambarkan kondisi tutupan dan penggunaan lahan dengan memaparkan data, metodologi dan dasar klasifikasi yang berbedabeda dengan hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi yang tidak rata membuat para pengguna SIG (Sistem Informasi Geografis) ingin memodelkan berbagai macam model permukaan bumi. Pembuat peta memikirkan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGEKSTRAKSI TAMPAKAN PERMUKIMAN DAERAH PERKOTAAN

KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGEKSTRAKSI TAMPAKAN PERMUKIMAN DAERAH PERKOTAAN KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGEKSTRAKSI TAMPAKAN PERMUKIMAN DAERAH PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Bandarlampung) TESIS MAGISTER Diajukan untuk melengkapi tugas dan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat yang bercorak agraris, karena terdapat sejumlah besar penduduk yang menggantungkan hidup pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan pada saat ini, maka turut berkembang pula teknologi yang digunakan. Dalam kesehariannya, manusia selalu membutuhkan teknologi

Lebih terperinci