PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN SELF- REGULATED LEARNING TERHADAP PROKRASTINASI PADA SISWA MTs N 3 PONDOK PINANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN SELF- REGULATED LEARNING TERHADAP PROKRASTINASI PADA SISWA MTs N 3 PONDOK PINANG"

Transkripsi

1 PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN SELF- REGULATED LEARNING TERHADAP PROKRASTINASI PADA SISWA MTs N 3 PONDOK PINANG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi) Oleh: Ana Nurul Ismi Tamami NIM : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2011 M

2 PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN SELF- REGULATED LEARNING TERHADAP PROKRASTINASI PADA SISWA MTs N 3 PONDOK PINANG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Oleh: Ana Nurul Ismi Tamami NIM : Dibawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Bambang Suryadi, Ph.D Mulia Sari Dewi, M.Si NIP NIP FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2011 M

3 LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN SELF- REGULATED LEARNING TERHADAP PROKRASTINASI PADA SISWA MTs N 3 PONDOK PINANG telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Desember Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Sidang Munaqasyah Jakarta, 5 Desember 2011 Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris Jahja Umar, Ph.D NIP Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP Anggota Solicha, M.Si NIP Bambang Suryadi, Ph.D NIP Mulia Sari Dewi, M.Si NIP

4 PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ana Nurul Ismi Tamami NIM : Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Self-Regulated Learning terhadap Prokrastinasi pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipankutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang- Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Jakarta, 5 Desember 2011 Ana Nurul Ismi Tamami NIM :

5 MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO: Sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti akan ada kemudahan (QS. 94:6) Walaupun kita memiliki hari esok, tetapi kita hanya memiliki hari ini yang bisa digunakan - Michael Landon - Tidak ada yang sia-sia jika kita sudah berusaha - Ana - PERSEMBAHAN: Skripsi ini ku persembahkan untuk Mama & Appa, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, masukan dan doa...

6 ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2011 (C) Ana Nurul Ismi Tamami (D) xv halaman + lampiran (E) Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Self-Regulated Learning Terhadap Prokrastinasi Pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang (F) Siswa SMP/MTs dalam menempuh jenjang pendidikannya, sering mengalami beberapa masalah dan hambatan. Umumnya siswa sering mengeluh mengenai permasalahan seperti ketidaknyamanan dengan kondisi sekolah, cara guru mengajar, tugas yang dianggap terlalu banyak hingga adanya keengganan untuk belajar. Keengganan belajar yang terjadi pada siswa tidak jarang mengakibatkan adanya tugas-tugas sekolah yang tertunda bahkan terbengkalai dan kurangnya persiapan belajar untuk menghadapi ujian. Dalam bidang psikologi perilaku menunda-nunda tersebut dikenal dengan istilah prokrastinasi. Prokrastinasi adalah kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas serta kurang atau tidak adanya regulasi diri dalam melakukan suatu pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji pengaruh pola asuh orang tua dan self-regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif (descriptive correlational study). Populasi penelitian adalah 731 siswa MTs N 3 Pondok Pinang dengan sampel penelitian sebanyak 272 siswa yang diperoleh melalui teknik pengambilan sampel cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tuckman Procrastination Scale yang digunakan untuk mengukur kecenderungan prokrastinasi, Parental Authority Questionnaire (PAQ) untuk mengukur pola asuh ayah dan ibu, dan Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) untuk mengukur self-regulated learning. Data yang diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi. Namun jika dilihat per-dimensi, maka ditemukan bahwa dimensi otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, strategi pengorganisasian, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha dan pencarian bantuan berpengaruh signifikan terhadap prokrastinasi. Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar meneliti pengaruh variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi prokrastinasi, selain yang ada pada independent variable penelitian ini, seperti modelling, self-control dan tipe kepribadian. Selain itu, penelitian ini juga memberikan implikasi bagi orang tua, siswa dan guru. Bagi orang tua diharapkan memperhatikan pola asuh yang diterapkan pada anak-

7 anaknya khususnya dalam memperhatikan kegiatan belajar anak. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan self-regulated learning yaitu dengan cara mengatur strategi belajar. Bagi guru diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan self-regulated learning siswa di sekolah. (G) Daftar Bacaan: 34; buku: 16 + jurnal: 18

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi rabbil alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Self-Regulated Learning Terhadap Prokrastinasi Pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar, Ph. D. 2. Dosen Pembimbing I, Bambang Suryadi Ph.D, terima kasih atas bimbingan, arahan, masukan dan waktu yang telah diluangkan ditengah kesibukan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3. Dosen Pembimbing II, Mulia Sari Dewi, M.Si, terima kasih atas segala bimbingan, arahan, masukan, serta waktu yang telah diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi. 4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bekal ilmu bagi penulis selama kuliah. 5. Staf perpustakaan dan akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu kemudahan dalam referensi buku dan administrasi. 6. Kepala sekolah MTs N 3 Pondok Pinang, Drs. H. Mushadik, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian, serta para guru khususnya guru-guru BK. 7. Seluruh responden siswa-siswi MTs N 3 Pondok Pinang yang telah membantu mengisi skala penelitian. 8. Kedua orang tua tercinta, Uus Hasbullah dan O.Jubaedah, terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang selalu tercurah, perhatian, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta doa yang tak henti-hentinya kalian panjatkan kepada Allah SWT, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 9. Kakak penulis, Mahbub Aminudin Aziz, yang dalam sikap cuek dan diamnya ternyata selalu memberikan semangat, dukungan dan perhatian, juga seluruh keluarga yang selalu mendoakan keberhasilan penulis. 10. Sahabat-sahabat penulis, Etnao, Emao, Hayyu, Puri, Dien, dan Yuni, terima kasih untuk dukungan, semangat, bantuan, saran dan hiburan dikala penulis sedang jenuh mengerjakan skripsi. Keluarga kedua penulis di kost an, kak Yurni, kak Ina dan Evao yang selalu memberikan semangat dan doanya.

9 Sahabat terbaik penulis, Cindy yang tak henti-hentinya memberikan doa, dukungan, semangat, dan selalu mendengarkan setiap keluh kesah penulis saat mengerjakan skripsi.teman-teman angkatan 2007, khususnya kelas A yang sangat penuh warna dan cerita. 11. Kak Sarah, kak Via, dan kak Adiyo yang telah memberikan banyak arahan dalam mengerjakan pengolahan statistik pada skripsi ini. 12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu masukan dan saran yang membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Demikian skripsi ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi semua. Jakarta, Desember 2011 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman Judul... Lembar Pengesahan Pembimbing..... Lembar Pengesahan Sidang Munaqosyah... Lembar Pernyataan Motto dan Persembahan Abstrak Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar.... Daftar Lampiran..... i ii iii iv v vi viii x xii xiv xv BAB 1 BAB 2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan masalah Perumusan masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Manfaat praktis Sistematika Penulisan KAJIAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Pengertian prokrastinasi Teori perkembangan prokrastinasi Aspek-aspek prokrastinasi Ciri-ciri prokrastinasi Area pada prokrastinasi akademik Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi Pengukuran prokrastinasi Penelitian-penelitian mengenai prokrastinasi Pola Asuh Pengertian pola asuh Jenis-jenis pola asuh Sumber sikap / pola asuh orang tua Pengukuran pola asuh Self-Regulated Learning Pengertian self-regulated learning Karakteristik siswa yang mempunyai self

11 BAB 3 BAB 4 regulated learning Strategi self-regulated learning Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning Pengukuran self-regulated learning Kerangka Berpikir Hipotesis METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Variabel Penelitian Definisi Operasional Variabel Instrumen Pengumpulan Data Pengujian Validitas Alat Ukur Uji validitas skala prokrastinasi Uji validitas skala pola asuh Uji validitas skala self-regulated learning Metode Analisis Data Metode analisis data pengujian hipotesis mayor Metode analisis data pengujian hipotesis minor Prosedur Penelitian... HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Deskriptif Kategorisasi Skor Variabel Kategorisasi skor prokrastinasi Kategorisasi skor self-regulated learning Kategorisasi skor pola asuh Uji Hipotesis Analisis regresi variabel penelitian Pengujian proporsi varians untuk masing-masing IV BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Diskusi Saran Saran metodologis Saran praktis DAFTAR PUSTAKA

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Blue Print Skala Prokrastinasi Blue Print Skala Pola Asuh Orang Tua.... Blue Print Skala Self-Regulated Learning..... Nilai Skor Jawaban... Muatan Faktor Item Prokrastinasi Muatan Faktor Item Otoriter Ayah.... Muatan Faktor Item Otoriter Ibu Muatan Faktor Item Demokratis Ayah..... Muatan Faktor Item Demokratis Ibu..... Muatan Faktor Item Permisif Ayah.... Muatan Faktor Item Permisif Ibu... Muatan Faktor Item Strategi Latihan... Muatan Faktor Item Strategi Elaborasi..... Muatan Faktor Item Strategi Pengorganisasian... Muatan Faktor Item Strategi Berpikir Kritis... Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan Diri Metakognitif.... Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan waktu dan Lingkungan Belajar..... Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan Usaha... Muatan Faktor Item Strategi Belajar Dengan Teman... Muatan Faktor Item Strategi Pencarian Bantuan Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis kelamin dan Kelas... Klasifikasi Skor Prokrastinasi... Klasifikasi Skor Self-Regulated Learning... Klasifikasi Skor Otoriter Ayah... Klasifikasi Skor Demokratis Ayah

13 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Klasifikasi Skor Permisif Ayah... Klasifikasi Skor Otoriter Ibu... Klasifikasi Skor Demokratis Ibu... Klasifikasi Skor Permisif Ibu... Tabel Anova IV... Tabel R square IV... Tabel Koefisien Regresi IV... Proporsi Varians untuk Masing-masing IV

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir Analisis Faktor Konfirmatorik Dua Tingkat Dari Variabel Prokrastinasi

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian Lampiran 3 : Analisis Faktor Konfirmatorik Prokrastinasi Analisis Faktor Konfirmatorik Otoriter Ayah Analisis Faktor Konfirmatorik Demokratis Ayah Analisis Faktor Konfirmatorik Permisif Ayah Analisis Faktor Konfirmatorik Otoriter Ibu Analisis Faktor Konfirmatorik Demokratis Ibu Analisis Faktor Konfirmatorik Permisif Ibu Analisis Faktor Konfirmatorik Latihan Analisis Faktor Konfirmatorik Elaborasi Analisis Faktor Konfirmatorik Pengorganisasian Analisis Faktor Konfirmatorik Berpikir Kritis Analisis Faktor Konfirmatorik Pengaturan Diri Metakognitif Analisis Faktor Konfirmatorik Manajemen Waktu dan Lingkungan Belajar... Analisis Faktor Konfirmatorik Pengaturan Usaha... Analisis Faktor Konfirmatorik Belajar dengan Teman... Analisis Faktor Konfirmatorik Pencarian Bantuan Lampiran 4 : Syntax Analisis Faktor Konfirmatorik

16

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa SMP/MTs dalam tahap perkembangannya dapat dikategorikan sebagai remaja awal. Pada usia remaja, pendidikan menjadi suatu kewajiban mutlak yang harus dijalani. Namun dalam menempuh jenjang pendidikan, sering terjadi beberapa masalah dan hambatan yang dialami oleh para remaja. Umumnya para remaja sering mengeluh mengenai permasalahan seperti ketidaknyamanan dengan kondisi sekolah, cara guru mengajar, tugas yang dianggap terlalu banyak hingga adanya keengganan untuk belajar. Keengganan belajar yang terjadi pada remaja tidak jarang meng17akibatkan adanya tugas-tugas sekolah yang tertunda bahkan terbengkalai dan kurangnya persiapan belajar untuk menghadapi ujian. Dalam bidang psikologi perilaku menunda-nunda tersebut dikenal dengan istilah prokrastinasi. Siswa yang cenderung melakukan prokrastinasi umumnya ditandai dengan adanya penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan pekerjaan pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, karena melakukan halhal lain yang tidak dibutuhkan, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, serta melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan (Ferrari, dalam Ghufron & Risnawita, 2010). Umumnya para siswa cenderung melakukan prokrastinasi dalam

18 mengerjakan tugas dan menunda belajar ketika akan dilaksanakan ujian saja. Para siswa selalu mencari alasan untuk tidak segera mengerjakan tugas, padahal mereka menyadari bahwa ada tugas penting yang harus diselesaikan namun mereka lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain yang menyenangkan dan mendatangkan hiburan. Adapun bentuk dari prokrastinasi akademik yang dilakukan para siswa dapat berupa penundaan mengerjakan tugas mengarang, penundaan belajar menghadapi ujian, penundaan tugas membaca, penundaan kinerja tugas administratif, penundaan menghadiri pertemuan dan penundaan kinerja akademis secara keseluruhan (Solomon & Rothblum, 1984). Penelitian yang dilakukan Hariri (2010) mengenai aktivitas prokrastinasi akademik pada siswa SMP Negeri 5 Bandung menemukan bahwa siswa melakukan prokrastinasi pada area tugas mengarang sebanyak 20%, berfikir masih ada waktu lain untuk mengerjakan tugas sebanyak 54%, mengalami keraguan jika gagal dalam belajar sebanyak 35%, menyerah ketika ada hambatan dalam belajar sebanyak 26% dan mencari kesenangan lain sebanyak 12%. Fenomena prokrastinasi tersebut menimbulkan berbagai konsekuensi negatif terhadap siswa yang melakukannya, seperti tugas-tugas menjadi terbengkalai, menghasilkan tugas yang kurang maksimal, waktu menjadi terbuang sia-sia, bahkan berdampak pada penurunan prestasi akademik. Selain itu juga prokrastinasi akan berdampak buruk pada kondisi fisik dan psikologis siswa

19 seperti menimbulkan kecemasan, tingkat stres yang tinggi dan kesehatan yang buruk (Chu & Choi, 2005). Mengingat begitu besarnya dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh prokrastinasi maka hendaknya segera diatasi sejak dini sehingga tidak berdampak lebih buruk terhadap prestasi akademik siswa. Jika masa remaja saja seseorang sudah melakukan prokrastinasi akademik, kemungkinan pada saat ia menginjak jenjang pendidikan yang lebih tinggi tingkat prokrastinasi akademiknya akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Solomon dan Rothblum (1984) yang menyatakan bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang. Untuk mengatasi dampak negatif dari perilaku prokrastinasi, maka perlu diketahui hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi atau menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan seorang siswa melakukan prokrastinasi adalah kurangnya strategi dan pengaturan diri siswa dalam belajar atau disebut juga dengan self-regulated learning. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa faktor yang dapat meningkatkan kecenderungan melakukan prokrastinasi yaitu adanya kesulitan dalam pengaturan diri/self-regulation (Steel, 2007). Lebih lanjut, Zimmerman (1990) menyebutkan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalam self-regulation maka mengakibatkan proses belajar dan performa yang lebih buruk, dalam hal ini siswa akan cenderung melakukan

20 prokrastinasi akademik. Self-regulated learning sendiri sangat penting bagi semua jenjang akademis. Self-regulated learning dapat diajarkan, dipelajari dan dikontrol. Umumnya, siswa yang berhasil adalah siswa yang menggunakan strategi self-regulated learning dan sebagian besar sukses di sekolah. Menurut Corno, Snow & Jackson (dalam Woolfolk, 2009), siswa yang mempunyai self-regulated learning yang baik tahu bagaimana cara melindungi dirinya sendiri dari gangguan yang dapat mengganggu proses belajar. Mereka tahu bagaimana cara mengatasi bila mereka merasa cemas, mengantuk atau malas. Sehingga siswa yang memiliki self-regulated yang baik akan memiliki kecenderungan prokrastinasi yang rendah. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Hariri (2010) yang menyatakan bahwa self-regulated learning efektif untuk mereduksi prokrastinasi akademik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wolters (dalam Rakes & Dunn, 2010), mengenai hubungan prokrastinasi dengan self-regulated learning, menemukan bahwa metakognitif regulasi diri adalah prediktor terkuat kedua dari perilaku prokrastinasi setelah keyakinan self-efficacy akademik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa level terendah dari regulasi diri terkait dengan level tertinggi dari prokrastinasi, dan regulasi diri adalah salah satu kunci untuk memahami prokrastinasi. Selanjutnya, Zimmerman dan Martinez-Pons (1986) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa siswa yang memiliki self-regulated learning akan mampu mengarahkan dirinya saat belajar (self-regulated learners), membuat perencanaan

21 (plan), mengorganisasikan materi (organize), mengarahkan diri sendiri (selfinstruction) dan mengevaluasi diri sendiri (self-evaluation) dalam proses pengatahuan. Langkah-langkah tersebut dapat meminimalisir terjadinya perilaku prokrastinasi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi. Selain self-regulated learning, pola asuh orang tua menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prokrastinasi, dimana kondisi lingkungan yang rendah pengawasan membuat prokrastinasi akademik juga lebih banyak dilakukan daripada lingkungan yang penuh pengawasan (Millgram dalam Ghufron & Risnawita, 2010). Adapun Baumrind (dalam Santrock, 2007) mengemukakan bahwa terdapat tiga macam pola asuh orang tua yakni: authoritarian/otoriter, authoritative/demokratis, dan permisif. Ketiga pola asuh tersebut memiliki ciri khasnya sendiri dan masing-masing memberikan efek yang berbeda terhadap tingkah laku anak. Lebih lanjut lagi, pola asuh orang tua memiliki dampak langsung terhadap perkembangan remaja dalam berbagai aspek, salah satunya adalah aspek pendidikan/prestasi akademik. Senada dengan pernyataan tersebut, beberapa penelitian menemukan bahwa pola asuh demokratis lebih kondusif daripada pola asuh otoriter dan permisif terhadap perkembangan kognitif, keberhasilan/prestasi akademik, dan juga kemampuan psikososial (Lamborn & Steinberg, dalam Barus, 2003). Orang tua yang selalu mendampingi anaknya ketika mengerjakan tugas sekolah yang dikerjakan di rumah akan berpengaruh terhadap kebiasaan belajar

22 anaknya. Hal ini akan sangat berpengaruh pula terhadap perilaku prokrastinasi yang cenderung rendah dibandingkan dengan yang tidak didampingi oleh orang tua saat mengerjakan tugas di rumah. Sehingga dengan kata lain pola asuh orang tua dapat berdampak pada tercapainya prestasi akademik pada remaja. Hasil dari studi empiris telah memberikan bukti bahwa peran orang tua memberikan pengaruh terhadap perkembangan prokrastinasi, serta kecenderungan irasional untuk menunda suatu tugas (Vehadi, dkk, 2009). Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak perempuan, sedangkan tingkat pengasuhan demokratis ayah menghasilkan anak perempuan yang bukan prokrastinator. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procrastination menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastination pula. Selain itu, terdapat penelitian Pychyl, et al (dalam Vehadi, dkk, 2009), yang menguji perbedaan gender dalam hubungan antara prokrastinasi, pola asuh orang tua dan self-esteem pada remaja awal. Menariknya, mereka melaporkan bahwa ada interaksi yang signifikan antara prokrastinasi dengan pola asuh orang tua, jenis kelamin dan self-esteem pada remaja. Selanjutnya, hanya pada wanita, efek dari pola asuh ibu yang demokratis dan otoriter dihubungkan dengan prokrastinasi melalui self-esteem, sedangkan pola asuh ayah memiliki hubungan langsung dengan prokrastinasi.

23 Orang tua bisa membantu untuk mencegah perilaku prokrastinasi dengan mengembangkan kemampuan belajar pada anak-anak mereka sehingga memungkinkan mereka untuk menghindari berbagai gangguan, misalnya dengan membuat anak belajar dengan nyaman, pengaturan ruang belajar supaya tenang, menjaga kerapihan meja belajar anak, mematikan televisi dan telepon selular dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut dapat membantu meningkatkan komitmen siswa terhadap tugas (Vehadi, dkk, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subjek siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan kuliah kerja lapangan (KKL) pada bulan Februari-Mei 2011 di MTs N 3 Pondok Pinang, diketahui bahwa perilaku prokrastinasi menjadi sebuah kebiasaan yang sering dilakukan sebagian siswa dalam menghadapi tugas-tugas akademik. Para siswa biasanya melakukan prokrastinasi untuk mengerjakan pekerjaan rumah, maupun menunda untuk menghadapi ujian dengan melakukan aktivitas lain. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 13 Mei 2011 terhadap sebagian siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang, diketahui bahwa para siswa sering melakukan prokrastinasi dengan berbagai alasan antara lain mereka merasa malas untuk mengerjakan tugas, menganggap waktu pengumpulan tugas masih lama, mempunyai kesibukan lain selain untuk mengerjakan tugas serta melakukan aktivitas lain seperti menonton tv, bermain atau menggunakan internet.

24 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua dan self-regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa, yang akan diuji kebenarannya secara empirik melalui sebuah penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah Pengaruh Pola Asuh Orang tua Dan Self-Regulated Learning Terhadap Prokrastinasi Pada Siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang. 1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Pembatasan masalah Agar masalah yang diteliti lebih terfokus dan terarah, maka peneliti membuat batasan masalah sebagai berikut: 1. Prokrastinasi yang dimaksud adalah kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas serta kurang atau tidak adanya regulasi diri dalam melakukan suatu tugas. 2. Pola asuh orang tua yang dimaksud adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak. 3. Self-regulated learning yang dimaksud adalah proses aktif dimana siswa mampu mengatur, mengawasi dan mengontrol diri mereka sendiri baik secara kognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses pencapaian tujuan belajar. 4. Siswa yang dimaksud adalah para siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang.

25 1.2.2 Perumusan masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 2. Apakah ada pengaruh pola asuh otoriter ayah terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 3. Apakah ada pengaruh pola asuh demokratis ayah terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 4. Apakah ada pengaruh pola asuh permisif ayah terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 5. Apakah ada pengaruh pola asuh otoriter ibu terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 6. Apakah ada pengaruh pola asuh demokratis ibu terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 7. Apakah ada pengaruh pola asuh permisif ibu terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

26 8. Apakah ada pengaruh strategi latihan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 9. Apakah ada pengaruh strategi elaborasi terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 10. Apakah ada pengaruh strategi pengorganisasian terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 11. Apakah ada pengaruh strategi berpikir kritis terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 12. Apakah ada pengaruh strategi pengaturan diri metakognitif terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 13. Apakah ada pengaruh strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 14. Apakah ada pengaruh strategi pengaturan usaha terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 15. Apakah ada pengaruh strategi belajar dengan teman terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 16. Apakah ada pengaruh strategi pencarian bantuan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 17. Apakah ada pengaruh usia terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 18. Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

27 19. Apakah ada pengaruh kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dimensi-dimensi pola asuh orang tua dan self-regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan dan perkembangan, khususnya tentang prokrastinasi, pola asuh orang tua dan self-regulated learning pada siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi pada pihak lain yang tertarik untuk meneliti permasalahan ini Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para praktisi pendidikan, orang tua, dan institusi pendidikan yang terkait untuk memahami perilaku prokrastinasi yang dilakukan oleh siswa, sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah dan menanganinya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi orang tua untuk memilih pola asuh yang tepat bagi anak.

28 1.5 Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang, pembatasan masalah & perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: Kajian Pustaka Bab ini terdiri dari pengertian prokrastinasi, teori prokrastinasi, aspek-aspek prokrastinasi, ciri-ciri prokrastinasi, faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi, pengukuran prokrastinasi, penelitian-penelitian mengenai prokrastinasi, pengertian pola asuh, aspek-aspek dalam pola asuh, jenis-jenis pola asuh, sumber sikap/pola asuh orang tua, pengukuran pola asuh, pengertian selfregulated learning, karakteristik siswa yang mempunyai self-regulated learning, strategi self-regulated learning, faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, pengukuran self-regulated learning, kerangka berpikir, dan hipotesis. BAB III: Metodologi Penelitian Bab ini meliputi populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional variabel, instrumen pengumpulan data, pengujian validitas alat ukur, metode analisis data dan prosedur penelitian.

29 BAB IV: Hasil dan Analisis Penelitian Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan, yang diantaranya meliputi gambaran umum subjek dan hasil utama penelitian. BAB V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis penelitian, diskusi, dan saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

30 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Pengertian prokrastinasi Solomon & Rothblum (1984) mendefiniskan prokrastinasi sebagai suatu kecenderungan menunda untuk memulai maupun menyelesaikan tugas-tugas secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga tugas-tugas menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam mengikuti pertemuan kelas. Selanjutnya, Tuckman & Sexton (dalam Tuckman, 1990) mengemukakan prokrastinasi sebagai kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas serta kurang atau tidak adanya regulasi diri dalam melakukan suatu tugas. Selain itu, Boice (1996) menjelaskan bahwa prokrastinasi mempunyai dua karakteristik. Pertama, prokrastinasi dapat berarti menunda sebuah tugas yang penting dan sulit daripada tugas yang lebih mudah, lebih cepat diselesaikan, dan menimbulkan kecemasan. Kedua, prokrastinasi dapat berarti juga menunggu waktu yang tepat untuk bertindak agar hasil lebih maksimal dan resiko minimal dibandingkan apabila dilakukan atau diselesaikan seperti biasa, pada waktu yang telah ditetapkan. Burka & Yuen (2008) mengemukakan bahwa akar dari prokrastinasi meliputi perasaan dalam diri, ketakutan, harapan, memori, mimpi, keraguan dan

31 tekanan. Tetapi banyak prokrastinator tidak menyadari ketika mereka melakukan prokrastinasi, hal tersebut dikarenakan mereka melakukan prokrastinasi untuk menghindari perasaan yang tidak menyenangkan. Lebih lanjut lagi Burka dan Yuen (2008) menjelaskan bahwa para prokrastinator, tanpa disadari akan selalu mengulang penundaan yang dilakukan, dan pada akhirnya terjebak dalam the cycle of procrastination atau lingkaran prokrastinasi. Pada akhirnya, penundaan atau penghindaran tugas yang kemudian disebut prokrastinasi tidak selalu diartikan sama dalam perspektif budaya dan bahasa manusia. Misalnya, pada bangsa Mesir kuno mengartikan prokrastinasi menjadi dua arti, yaitu menunjukan suatu kebiasaan yang berguna untuk menghindari kerja yang penting dan usaha yang impulsif, juga menunjukan suatu arti kebiasaan yang berbahaya akibat kemalasan dalam menyelesaikan suatu tugas penting untuk penghidupan, seperti mengerjakan ladang ketika waktu menanam sudah tiba. Jadi pada abad lalu prokrastinasi bermakna positif bila penundaan sebagai upaya konstruktif untuk menghindari keputusan impulsif dan tanpa pemikiran yang matang, dan bermakna negatif bila dilakukan karena malas atau tanpa tujuan yang pasti (Ferrari dkk, dalam Ghufron & Risnawita, 2010). Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa prokrastinasi adalah kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas serta kurang atau tidak adanya regulasi diri dalam melakukan suatu tugas.

32 2.1.2 Teori perkembangan prokrastinasi Dalam kajian literatur yang dilakukan oleh peneliti mengenai prokrastinasi ditinjau dari teori psikodinamik, behavioristik dan kognitif, masing-masing teori tersebut akan diuraikan sebagai berikut: a. Psikodinamik Penganut psikodinamik beranggapan bahwa masa kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan proses kognitif seseorang ketika dewasa, terutama trauma. Orang yang pernah mengalami trauma akan suatu tugas tertentu, misalnya gagal menyelesaikan tugas sekolahnya, akan cenderung melakukan prokrastinasi ketika dihadapkan lagi pada suatu tugas yang sama. Dia akan teringat kepada pengalaman kegagalan dan perasaan tidak menyenangkan yang pernah dialami. Oleh sebab itu, orang tersebut akan menunda mengerjakan tugas yang dipersepsikan akan mendatangkan perasaan seperti masa lalu (Ferrari, dkk, dalam Ghufron & Risnawati, 2010). b. Behavioristik Penganut psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku prokrastinasi akademik muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang melakukan prokrastinasi akademik karena dia pernah mendapatkan punishment atas perilaku tersebut. Seorang yang pernah merasakan sukses dalam melakukan suatu tugas sekolah dengan melakukan penundaan, cenderung akan mengulangi lagi perbuatannya. Sukses yang pernah dia rasakan akan dijadikan

33 reward untuk mengulangi perilaku yang sama pada masa yang akan datang (Bijou, dkk, dalam Ghufron & Risnawita, 2010). c. Kognitif dan Behavioral-Cognitive Ellis dan Knaus (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) memberikan penjelasan tentang prokrastinasi akademik dari sudut pandang cognitivebehavioral. Prokrastinasi akademik terjadi karena adanya keyakinan irasional yang dimiliki oleh seseorang. Keyakinan irasional tersebut dapat disebabkan oleh suatu kesalahan dalam mempersepsikan tugas sekolah. Menurut Burka dan Yuen (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) seseorang melakukan prokrastinasi karena takut akan gagal (fear of the failure) yaitu ketakutan yang berlebihan untuk gagal. Seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas sekolahnya karena takut jika gagal menyelesaikannya akan mendatangkan penilaian yang negatif akan kemampuannya. Akibatnya seseorang menunda-nunda untuk mengerjakan tugas yang dihadapinya Aspek-aspek prokrastinasi Milgram (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mengemukakan bahwa terdapat empat aspek dalam perilaku prokrastinasi, antara lain: a. Suatu perilaku yang melibatkan unsur penundaan, baik untuk memulai maupun menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas. b. Menghasilkan akibat-akibat lain yang lebih jauh, misalnya keterlambatan menyelesaikan tugas maupun kegagalan dalam mengerjakan tugas.

34 c. Melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan oleh pelaku prokrastinasi sebagai suatu tugas yang penting untuk dikerjakan, misalnya tugas kantor, tugas sekolah maupun tugas rumah tangga. d. Menghasilkan keadaan emosional yang tidak menyenangkan, misalnya perasaan cemas, perasaan bersalah, marah, panik dan sebagainya. Selanjutnya Tuckman (1991) mengemukakan aspek-aspek prokrastinasi menjadi tiga macam, yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Membuang waktu Seorang prokrastinator biasanya memiliki kecenderungan untuk membuang-buang waktu hingga akhirnya dapat melakukan penundaan. Menurut Tuckman (1991) setiap orang mempunyai kecenderungan untuk melakukan suatu penundaan dalam melakukan suatu tugas ataupun pekerjaan. 2. Task avoidance (menghindari tugas) Yang dimaksud dengan task avoidance yaitu keadaan dimana seseorang cenderung menghindar dalam mengerjakan tugas dikarenakan mengalami kesulitan ketika melakukan hal yang dianggap tidak menyenangkan. Kemudahan dan kesenangan seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan mempengaruhi seseorang dalam melakukan penundaan atau prokrastinasi. 3. Blaming others (menyalahkan orang lain) Yang dimaksud dengan blaming others (menyalahkan orang lain) adalah kecenderungan menyalahkan kejadian eksternal atau orang lain untuk setiap konsekuensi dari prokrastinasi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi

35 biasanya cenderung akan menyalahkan kejadian eksternal atau orang lain. Hal tersebut kemungkinan akibat dari konsekuensi prokrastinasi yang dilakukan yang menyebabkan kegagalan atau keraguan diri sehingga cenderung menyalahkan orang lain atau kejadian eksternal. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, aspek-aspek dari prokrastinasi adalah membuang waktu, task avoidance (menghindari tugas), blaming others (menyalahkan orang lain), menghasilkan akibat-akibat lain yang lebih jauh, melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan penting untuk dilakukan oleh pelaku prokrastinasi sebagai suatu tugas yang penting untuk dikerjakan, dan menghasilkan keadaan emosional yang tidak menyenangkan Ciri-ciri prokrastinasi Ferrari (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mengemukakan ciri-ciri prokrastinasi menjadi empat macam, yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapi harus segera diselesaikan. Akan tetapi, dia menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakannya. 2. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama dari pada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu

36 tugas. Seorang prokrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan. Selain itu, juga melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik. 3. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah dia tentukan sendiri. Akan tetapi, ketika saatnya sudah tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga menyebabkan keterlambatan ataupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai. 4. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya. Akan tetapi, menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan

37 mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, mengobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri seseorang yang melakukan prokrastinasi adalah adanya penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan Area pada prokrastinasi akademik Solomon dan Rothblum (1984) mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik bisa terjadi pada enam area, yaitu: 1. Menulis (tugas mengarang) Tugas menulis atau mengarang meliputi penundaan pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas menulis, misalnya makalah dan review jurnal. 2. Belajar untuk menghadapi ujian Belajar untuk menghadapi ujian meliputi menunda belajar sampai mendekati waktu ujian. 3. Membaca Tugas membaca meliputi penundaan untuk membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan pelajaran.

38 4. Kinerja administratif Kinerja administratif, seperti mengembalikan buku perpustakaan dan membayar uang iuran. 5. Menghadiri pertemuan Menghadiri pertemuan meliputi penundaaan dalam menghadiri kelas. 6. Kinerja akademik secara keseluruhan Kinerja akademik secara keseluruhan meliputi menunda mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik yang berkaitan dengan pelajaran secara keseluruhan. Lebih lanjut, Ferrari, dkk (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Ghufron & Risnawita, 2010). 1. Faktor internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis dari individu.

39 a. Kondisi fisik individu Menurut Bruno, faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu, misalnya kelelahan. Seseorang yang mengalami kelelahan akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi daripada yang tidak melakukan prokrastinasi. Sedangkan menurut Ferrari, tingkat intelegensi yang dimiliki seseorang tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi. Walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irasional yang dimiliki seseorang (dalam Ghufron & Risnawita, 2010). b. Kondisi psikologis individu Menurut Millgram dkk, trait kepribadian individu yang turut mempengaruhi munculnya perilaku penundaan, misalnya trait kemampuan sosial yang tercermin dalam self-regulation dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial. Besarnya motivasi yang dimiliki seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif. Selanjutnya Briordy mengemukakan bahwa semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki individu ketika menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik (dalam Ghufron & Risnawita, 2010).

40 2. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu berupa pola asuh orang tua dan lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan yang lenient. a. Pola asuh orang tua Hasil penelitian Ferrari & Ollivete (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subjek penelitian anak perempuan, sedangkan tingkat pengasuhan demokratis ayah menghasilkan anak perempuan yang bukan prokrastinator. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procrastination menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastination pula. Selain itu hasil penelitian Pelegrina, Linares, dan Casanova (dalam Hampton, 2005) menemukan bahwa pada dewasa awal yang mempunyai orang tua yang lebih demokratis atau permisif memiliki skor yang tinggi dalam performa akademik, motivasi akademik, kompetensi akademik dan keberhasilan akademik. b. Kondisi lingkungan Millgram mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan yang lenient prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan. Tingkat atau level sekolah, juga apakah sekolah terletak di desa ataupun di

41 kota tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi seseorang (dalam Ghufron & Risnawita, 2010). Selain itu, faktor demografi dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi prokrastinasi, yaitu: 1. Usia Steel (2007) menemukan bahwa prokrastinasi berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Menurut O Donoghue and Rabin (dalam Steel, 2007) dengan bertambahnya usia, seseorang akan belajar bagaimana cara untuk mengembangkan skema untuk mengatasi prokrastinasi. 2. Jenis kelamin Pengaruh jenis kelamin terhadap prokrastinasi sedikit sulit untuk diprediksi. Penelitian sebelumnya dalam perbedaan jenis kelamin dan dihubungkan dengan konstruk self-control menemukan hasil yang beragam. Laki-laki mungkin mendapat skor tertinggi, rendah atau sama dengan perempuan tergantung pada pengukurannya (Feingold, dalam Steel, 2007). Meskipun demikian, hasil meta-analis menunjukan bahwa anak perempuan memiliki skor tinggi pada kontrol untuk berusaha daripada laki-laki (Else- Quest, Hyde, Goldsmith, & Van Hulle, dalam Steel, 2007). Kemudian secara seimbang, kecenderungan prokrastinasi akan lemah dikaitkan dengan laki-laki. Hal ini bertentangan dengan penelitian Hampton (2005) yang menemukan bahwa laki-laki lebih cenderung melakukan prokrastinasi daripada perempuan.

42 2. Tingkat/level sekolah (kelas) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosario dkk (1999) menemukan bahwa tingkat atau level sekolah (kelas) mempengaruhi kecenderungan prokrastinasi, dimana level prokrastinasi meningkat seiiring dengan meningkatnya level kelas yang akan terjadi selama proses pendidikannya. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi terdiri dari faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu dan faktor eksternal berupa faktor di luar individu Pengukuran prokrastinasi Prokrastinasi merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, sehingga memerlukan sebuah instrumen dalam pengukurannya. Salah satu instrumen yang dapat mengukur kecenderungan prokrastinasi adalah Tuckman Procrastination Scale yang dikembangkan oleh B.W. Tuckman (1991) untuk mengukur kecenderungan prokrastinasi. Skala ini terdiri atas 35 item yang dijawab dalam 4 pilihan jawaban (A = Saya yakin, B = Itu kecenderungan saya, C = Itu bukan kecenderungan saya, D = Saya tidak yakin, skor untuk pilihan jawaban A = 4, B = 3, C = 2, dan D = 1). Tanggapan untuk setiap item dari skala prokrastinasi tersebut dijumlahkan untuk membuat skor keseluruhan dari prokrastinasi. Sebelas item dari 35 item merupakan item unfavorable.

43 Penelitian ini mengukur prokrastinasi akademik melalui faktor kecenderungannya sehingga peneliti menggunakan Tuckman Procrastination Scale yang telah diadaptasi. Skala Tuckman Procrastination Scale diadaptasi oleh peneliti dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu dan dilakukan penyesuaian dengan subyek yang akan diteliti pada penelitian ini Penelitian-penelitian prokrastinasi Prokrastinasi akademik merupakan jenis prokrastinasi yang paling banyak mendapat perhatian, salah satunya disebabkan oleh meluasnya perilaku tersebut di kalangan pelajar. Secara historis penelitian tentang prokrastinasi ini pada awalnya memang banyak terjadi di lingkungan akademis. Ellis & Knaus (dalam Solomon & Rothblum, 1984) menemukan bahwa 95% mahasiswa Amerika melakukan prokrastinasi. Solomon & Rothblum (1984) juga meneliti hal yang sama terhadap mahasiswa Amerika dengan mendapatkan hasil yang spesifik bahwa 46% melakukan prokrastinasi ketika menulis lembar tugas, 30,1 % ketika membaca tugas mingguan, 27,6 % ketika belajar untuk ujian, 23% ketika menghadiri kelas, dan 10,2 % pada tugas-tugas administratif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Senecal & Koestner (2001) menemukan bahwa regulasi diri berhubungan signifikan dengan prokrastinasi akademik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa cara siswa meregulasi/mengatur perilaku akademik mereka secara signifikan berhubungan dengan sejauh mana mereka melakukan prokrastinasi.

44 Selain itu, sebuah kajian komprehensif yang meneliti tentang prokrastinasi oleh Piers Steel (2007) mengintegrasikan hasil dari beberapa studi penelitian psikologi yang sebagian besar dilakukan pada mahasiswa perguruan tinggi. Steel (2007) mengusulkan terdapat tiga faktor yang cenderung meningkatkan kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi yaitu: rendahnya kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk berhasil, mengharapkan proses atau hasil yang menyenangkan, serta kesulitan dalam pengaturan diri/self regulation. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hendricks (2010) tentang hubungan self-regulated learning dengan perilaku prokrastinasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta, menemukan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara self-regulated learning dengan perilaku prokrastinasi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Artinya bahwa semakin tinggi self-regulated learning mahasiswa maka semakin rendah perilaku prokrastinasi dan sebaliknya. Dari hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa self-regulated learning memberikan sumbangan sebesar 12,6 % terhadap penurunan perilaku prokrastinasi dan selebihnya 87,4% sumbangan dari variabel yang lain yang juga memiliki peranan terhadap prokrastinasi. Adapun penelitian yang dilakukan Hariri (2010) mengenai aktivitas prokrastinasi akademik pada siswa SMP Negeri 5 Bandung menemukan bahwa siswa melakukan prokrastinasi tertinggi pada area tugas mengarang sebanyak 20%, berfikir masih ada waktu lain untuk mengerjakan tugas sebanyak 54%, mengalami keraguan jika gagal dalam belajar sebanyak 35%, menyerah ketika ada

45 hambatan dalam belajar sebanyak 26% dan faktor mencari kesenangan dengan presentase sebanyak 12%. Dikatakan juga bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang (Solomon dan Rothblum, 1984). Jika masa remaja seseorang sudah melakukan prokrastinasi akademik, kemungkinan saat menjadi mahasiswa tingkat prokrastinasi akademiknya semakin meningkat. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik pada remaja merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian. Meskipun sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai prokrastinasi, namun ternyata belum banyak penelitian yang membahas tentang pengaruh pola asuh dan self-regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa SMP/MTs. Kebanyakan penelitian lebih membahas prokrastinasi dengan mengambil subjek mahasiswa perguruan tinggi dan hanya sedikit yang mengambil subjek pada siswa SMP/MTs. Seperti uraian yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang. Jika seorang remaja khususnya siswa SMP/MTs sudah melakukan prokrastinasi maka kemungkinan siswa tersebut melakukan prokrastinasi pada jenjang sekolah yang lebih tinggi akan semakin meningkat.

46 2.2 Pola Asuh Pengertian pola asuh Baumrind (dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa pola asuh orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak. Adapun Steinberg (dalam Barus, 2003) mengungkapkan pola asuh sebagai kumpulan dari sikap terhadap anak yang dikomunikasikan kepada anak dan menciptakan suasana emosional dimana perilaku-perilaku orang tua diekspresikan. Sedangkan Mccoby (dalam Barus, 2003) mendefinisikan pola asuh sebagai interaksi orang tua dan anak yang di dalamnya orang tua mengekspresikan sikap-sikap, nilai-nilai, minat-minat, dan harapan-harapannya dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak Jenis-jenis pola asuh Diana Baumrind (dalam Santrock, 2007) membagi 3 macam pola asuh orang tua diantaranya pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Adapun masing-masing jenis pola asuh tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

47 1. Pola asuh authoritarian/otoriter Pola asuh otoriter adalah pola asuh membatasi dan bersifat menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menetapkan batasbatas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pola asuh otoriter diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak. Selain itu, anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah. 2. Pola asuh authoritative/demokratis Pola asuh demokratis mendorong anak untuk mandiri tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pola asuh demokratis diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua demokratis berkompeten secara sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab secara sosial. 3. Pola asuh permisif Orangtua tua yang permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan pengaturan diri. Mereka hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan anak memonitor aktivitas mereka sendiri sedapat mungkin. Mereka hangat, jarang menghukum, tidak mengontrol dan tidak menuntut

48 (Papalia, 2009). Pola asuh orang tua permisif oleh Maccoby dan Martin (dalam Santrock, 2007) dibagi menjadi dua jenis yaitu: a. Pola asuh permissive-indifferent parenting (permisif tidak peduli) Pola asuh permisif tidak peduli adalah suatu pola dimana orang tua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan anak. Orang tua akan melakukan apapun yang dibutuhkan untuk meminimalisir waktu dan energi yang diperlukan untuk berinteraksi dengan anak. Mereka kurang menunjukkan sikap menerima terhadap anak, tidak peduli pada apa yang telah, sedang, atau akan dilakukan si anak. Mereka bahkan hanya mengetahui sedikit sekali mengenai anak mereka. Hal ini berkaitan dengan perilaku sosial anak yang tidak cakap, terutama kurangnya pengendalian diri. Anak yang orang tuanya bersifat permisif tidak peduli mendapat kesan bahwa aspek lain dari kehidupan si orang tua lebih penting dari pada si anak. Selain itu mereka biasanya tidak cakap secara sosial, mereka menunjukkan pengendalian diri yang buruk dan tidak bisa menangani kebebasan dengan baik. b. Pola asuh permissive-indulgent parenting (permisif memanjakan) Pola asuh permisif memanjakan adalah pola dimana orang tua sangat terlibat dengan anak tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan mereka. Orang tua yang bersifat permisif memanjakan dan mengijinkan si anak melakukan apa yang mereka inginkan dan akibatnya adalah si anak tidak pernah belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu berharap mereka bisa mendapat semua keinginannya. Selain itu, orang tua tidak membuat aturan dan batasan yang jelas. Tuntutan terhadap

49 anak rendah. Orang tua tidak memonitor aktivitas anak. Anak bebas mengekspresikan emosi dan dorongnya sesuka hati. Jika peraturan dibuat, peraturan tersebut hanyalah formalitas. Anak tidak memiliki kewajiban untuk menaati peraturan tersebut. Menurut Elizabet B. Hurlock (1978) ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam mengasuh anaknya, antara lain: 1. Melindungi secara berlebihan Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan. 2. Permisivitas Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian. 3. Memanjakan Permisivitas yang berlebihan memanjakan membuat anak egois, menuntut dan sering tiranik. 4. Penolakan Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka. 5. Penerimaan Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.

50 6. Dominasi Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif. 7. Tunduk pada anak Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka. 8. Favoritisme Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga. 9. Ambisi orang tua Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status sosial. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis pola asuh orang tua yaitu Pola Asuh authoritarian/otoriter, pola asuh Authoritative/demokratis, pola asuh permisif yang dibagi menjadi dua jenis: permissive-indifferent parenting (permisif tidak peduli), dan pola asuh permissiveindulgent parenting (permisif memanjakan).

51 2.2.3 Sumber dari sikap/pola asuh orang tua Sikap/pola asuh orang tua terhadap anak dihasilkan dari pembelajaran. Banyak faktor yang membantu dalam menentukan sikap apa yang akan dipelajari (Hurlock, 1974), diantaranya, yaitu: 1. Konsep impian anak, dibentuk sebelum anak lahir, berdasarkan pada keinginan orang tua untuk menjadikan anak seperti apa yang diinginkan oleh mereka. 2. Pengalaman awal orang tua dari sikap terhadap anak mereka sendiri. 3. Nilai budaya mengenai cara terbaik untuk merawat anak-anak, baik otoriter, demokratis, maupun permisif, akan mempengaruhi sikap orang tua terhadap perawatan anak mereka. 4. Orang tua yang nyaman berperan sebagai ayah dan ibu, dan bahagia serta mampu menyesuaikan diri terhadap pernikahan, menggambarkan sikap positif mereka terhadap anak-anaknya. 5. Ketika orang tua merasa mampu untuk berperan sebagai orang tua, sikap mereka terhadap anak-anak akan membuat mereka jauh lebih baik ketika mereka merasa tidak mampu dan tidak yakin bagaimana merawat anakanaknya. 6. Orang tua yang puas dengan dengan jenis kelamin, jumlah, dan karakteristik anak yang mereka miliki akan menunjukan sikap lebih positif daripada orang tua yang tidak puas.

52 7. Kemampuan dan kerelaan untuk menyesuaikan diri dengan pola yang berpusat pada keluarga akan menentukan bagaimana sikap baik orang tua terhadap anak-anak. 8. Jika orang tua memiliki alasan untuk memiliki anak adalah supaya menjaga hubungan pernikahan, maka akan menunjukkan sikap terhadap anak menjadi baik daripada alasan orang tua memiliki anak untuk menambah kepuasan terhadap pernikahan mereka. 9. Bagaimana anak-anak bereaksi terhadap pengaruh sikap orang tua terhadap mereka. Jika anak menunjukan sikap perhatian dan ketergantungan pada orang tua mereka, maka reaksi orang tua terhadap mereka sangat berbeda. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber dari sikap/pola asuh orang tua adalah konsep impian anak, pengalaman awal dengan sikap orang tua terhadap anak mereka sendiri, nilai budaya mengenai cara terbaik untuk merawat anak-anak, orang tua yang nyaman berperan sebagai ayah dan ibu, dan bahagia serta mampu menyesuaikan diri terhadap pernikahan, ketika orang tua merasa mampu untuk berperan sebagai orang tua, sikap mereka terhadap anakanak, orang tua yang puas dengan dengan jenis kelamin, jumlah, dan karateristik anak yang mereka miliki, kemampuan dan kerelaan untuk menyesuaikan diri dengan pola yang berpusat pada keluarga, jika orang tua memiliki alasan untuk memiliki anak adalah supaya menjaga hubungan pernikahan, serta bagaimana anak-anak bereaksi terhadap pengaruh sikap orang tua terhadap mereka.

53 2.2.4 Pengukuran pola asuh Pola asuh merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati, sehingga memerlukan sebuah instrumen dalam pengukurannya. Instrumen yang dapat mengukur pola asuh adalah Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri (dalam Riberio, 2009). PAQ didesain berdasarkan pengukuran tiga pola pengasuhan Baumrind (dalam Riberio, 2009) yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. PAQ terdiri atas 30 item, 10 untuk tiap pola asuh yang berbeda dalam lima poin format Likert mulai dari sangat setuju sampai setuju. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala PAQ yang telah diadaptasi. Peneliti mengadaptasi skala dengan menerjemahkan skala yang awalnya menggunakan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, dan selanjutnya menyesuaikan skala dengan subjek dalam penelitian. 2.3 Self-Regulated Learning Pengertian self-regulated learning Self-Regulation pertama kali dikemukakan oleh Bandura (dalam Alwisol, 2005) dari teori belajar sosial dalam tingkah laku. Menurut Bandura self-regulation adalah kemampuan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berpikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk

54 menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkah laku pada masa yang akan datang, kemampuan untuk menggambarkan secara imaginatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang dan mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang. Istilah self-regulation yang digunakan dalam belajar dikenal sebagai selfregulated learning. Zimmerman (dalam Schunk, dkk, 2008) mendefinisikan selfregulation (self-regulated learning) sebagai proses dimana siswa mengaktifkan dan mengendalikan kognisi, perilaku, dan perasaan yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan. Selanjutnya, Santrock (2007) mendefinisikan self-regulated learning terdiri dari pengawasan diri dalam pikiran, perasaan dan perilaku agar mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya). Sedangkan Pintrich (dalam Schunk, 2005) mendefinisikan self-regulated learning sebagai proses aktif dimana siswa mampu mengatur, mengawasi dan mengontrol diri mereka sendiri baik secara kognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses pencapaian tujuan belajar.

55 Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa self-regulated learning adalah proses aktif dimana siswa mampu mengatur, mengawasi dan mengontrol diri mereka sendiri baik secara kognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses pencapaian tujuan belajar Karakteristik siswa yang mempunyai self-regulated learning Menurut Wiane (dalam Santrock, 2007) karakteristik dari pelajar yang menggunakan self-regulated learning adalah: a. Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi. b. Menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola emosinya. c. Secara periodik memonitori kemajuan ke arah tujuannya. d. Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat. e. Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan. Sedangkan menurut Santrock (2007), siswa yang menggunakan selfregulated adalah mereka yang memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang ingin dicapai dapat berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan ataupun

56 tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya). Dari beberapa karakteristik mengenai siswa yang menggunakan selfregulated learning yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa harus dapat menjaga motivasi, mengelola emosi dengan baik, memiliki tujuan yang kuat, dan memiliki berbagai macam strategi dalam belajar Strategi self-regulated learning Menurut Zimmerman (dalam Zimmerman & Pons, 1986) strategi self-regulation learning terdiri dari beberapa kategori: 1. Self-evaluation (evaluasi diri) Evaluasi diri adalah inisiatif siswa untuk mengevaluasi kualitas dalam pekerjaan yang dikerjakannya. 2. Organizing and transforming (pengorganisasian dan perubahan) Siswa berinisiatif baik secara overt maupun covert mengatur kembali cara belajarnya untuk meningkatkan kemampuan belajarnya. 3. Goal setting and planning (penetapan tujuan dan perencanaan) Siswa berinisiatif menentukan goal dan sub-goal juga merencanakan secara berkelanjutan, waktu dan penyelesaian kegiatan apa saja yang sesuai dengan goal tersebut.

57 4. Seeking information (pencarian informasi) Siswa berusaha untuk mencari informasi dari berbagai sumber non-sosial seperti perpustakaan, internet, dan lainnya dalam menyelesaikan tugas sekolahnya. 5. Keeping records and monitoring (pencatatan dan mengawasi) Usaha siswa untuk merekam setiap kejadian maupun hasil belajar. 6. Environmental structuring (pengaturan lingkungan) Siswa berinisiatif untuk memilih dan menata tempat dan lingkungan belajarnya untuk mempermudah proses belajarnya. 7. Self-consequating (konsekuensi diri) Siswa merencanakan atau membayangkan imbalan atau hukuman yang akan ia peroleh jika mengalami keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajarnya. 8. Rehearsing and memorizing (latihan dan mengingat) Usaha siswa untuk menghafal materi pelajaran dengan latihan dan pengulangan. 9. Seeking social assistance (pencarian bantuan sosial) Usaha siswa untuk mencari bantuan baik dari teman, guru, maupun orang dewasa lainnya 10. Reveiwing record (pemeriksaan catatan) Usaha siswa untuk memeriksa kembali catatan, hasil ulangan, atau buku pelajaran ketika mempersiapkan diri menghadapi ulangan atau tes.

58 11. Other (yang lain-lain) Siswa belajar perilaku yang diinisiatifkan orang lain seperti pengajar dan orang tua. Selanjutnya menurut Ormrod (dalam Suralaga & Solicha, 2010) bahwa self-regulated learning mengandung berbagai proses: 1. Menentukan tujuan (goal setting) Siswa yang memiliki pengaturan diri dalam belajar (self-regulation) mengetahui apa yang mereka ingin selesaikan bila mereka membaca atau belajar. 2. Perencanaan (planning) Siswa yang memiliki regulasi dalam belajar sudah merencanakan dan menentukan jauh sebelumnya, bagaimana sebaiknya menggunakan waktu dan bagaimana sebaiknya menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk tugastugas belajar. 3. Pengontrolan perhatian (attention control) Siswa yang memiliki pengaturan diri dalam belajar mencoba untuk memusatkan perhatian mereka pada pokok persoalan yang ada dan mencoba untuk membebaskan ingatan dari pikiran dan emosi-emosi yang kemungkinan besar dapat mengganggu. 4. Mengaplikasikan strategi-strategi belajar (application of learning strategies) Siswa yang memiliki pengaturan diri dalam belajar memilih strategi-strategi yang berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

59 5. Strategi-strategi memotivasi diri sendiri (self-monitored strategies) Mengerjakan tugas dengan strategi-strategi yang bervariasi, sebagaimana mereka sedang bersaing dengan kinerja mereka yang sebelumnya, menemukan agar membuat aktivitas mereka yang membosankan lebih menarik dan lebih menantang. 6. Permintaan bantuan dari luar apabila dibutuhkan. Tidak berusaha untuk menentukan segalanya sendiri sebaliknya mereka mengetahui kapan mereka membutuhkan pertolongan orang lain mereka lebih suka untuk meminta pertolongan yang dapat membantu mereka berdiri sendiri dalam penyelesaian pekerjaan dimasa depan. 7. Pengawasan diri (self-monitoring) Secara terus menerus mengawasi perkembangannya terhadap tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan mengubah strategi-strategi belajar atau memodifikasi tujuan-tujuan jika diperlukan. 8. Mengevaluasi diri (self-evaluation) Menentukan apakah betul bahwa telah belajar selama ini dan mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. Individu juga menggunakan strategi-strategi yang bermacam-macam.

60 Selain itu, Pintrich, Smith, Garcia & McKeachie (dalam Somtsewu, 2008) menjelaskan strategi dalam self-regulated learning terbagi dalam aspek-aspek sebagai berikut: 1. Strategi latihan Strategi latihan termasuk penamaan item dari daftar yang harus dipelajari, aktif membaca tugas sesuai dengan rencana, mendengarkan ceramah dan menulis catatan pelajaran (Talbot, Garcia & Pintrich, dalam Somtsewu, 2008). 2. Strategi elaborasi Strategi elaborasi membantu siswa menyimpan informasi dalam memori jangka panjang dengan membangun hubungan internal antara hal yang harus dipelajari (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008). 3. Strategi pengorganisasian Pengorganisasian digambarkan sebagai sebuah upaya aktif yang menghasilkan siswa yang terlibat dalam tugas. Strategi pengorganisasian meliputi mengelompokan, menguraikan, memilih ide utama dari bacaan, dan memperhatikan judul, diagram, tabel, gambar dan grafik. Strategi ini membantu siswa dalam memilih informasi yang sesuai dan juga membuat hubungan dengan informasi dalam pelajaran (Garcia & Pintrich, dalam Somtsewu, 2008).

61 4. Strategi berpikir kritis Strategi berpikir kritis mengacu pada sejauh mana siswa melaporkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya untuk situasi baru dalam rangka untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, atau membuat evaluasi kritis sehubungan dengan standar-standar keunggulan (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008). 5. Strategi pengaturan diri metakognitif Metakognisi mengacu pada pengetahuan, kesadaran dan kontrol serta pengaturan dari kognisi. Pada Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ), aspek metakognisi fokus pada aspek kontrol dan regulasi diri dan bukan pada komponen pengetahuan. Pengaturan diri metakognitif ini, memperhatikan penggunaan strategi yang membantu siswa dalam mengontrol dan mengatur kognisi yang dimilikinya seperti perencanaan, pengawasan dan pengaturan (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008). 6. Strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar Skala pertama di bawah sumber strategi manajemen adalah manajemen waktu dan lingkungan belajar. Manajemen waktu termasuk jadwal waktu untuk belajar, rencana mingguan atau bulanan untuk tugas, tes dan ujian, dan secara efektif menggunakan waktu belajar untuk seting tujuan realistik (Somtsewu, 2008).

62 7. Strategi pengaturan usaha Pengaturan usaha menekankan self-management dan mencerminkan komitmen untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan seseorang meskipun mengalami kesulitan dan gangguan. Regulasi merupakan upaya penting untuk keberhasilan akademis karena tidak hanya menandakan komitmen tujuan, tetapi juga pengaturan terus menggunakan strategi pembelajaran (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008). 8. Strategi belajar dengan teman Belajar dengan teman mengacu pada dialog antar teman dan pertukaran intelektual, ide dan informasi yang dapat membantu siswa menjelaskan materi pelajaran dan menemukan informasi bahwa mereka tidak akan mampu melakukan sendiri (Garcia & Pintrich, dalam Somtsewu, 2008). 9. Strategi pencarian bantuan Pencarian bantuan mengacu pada proses dimana siswa meminta temanteman dan guru untuk menjelaskan materi pelajaran yang membingungkan dan karenanya dapat mempercepat pencapaian (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi self-regulated learning yaitu strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman, dan pencarian bantuan.

63 2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2005) terdapat dua faktor yang mempengaruhi self regulation yaitu: 1. Faktor eksternal a. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi tingkah laku seseorang melalui orang tua dan guru, anak-anak belajar baik-buruk tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Kemudian dengan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri. b. Self-regulation dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama, ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi. 2. Faktor internal Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri, Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal: a. Observasi diri (self observation) dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinilitas tingkah laku diri, dan seterusnya. Orang harus mampu memonitori performansinya, walaupun

64 tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah laku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya. b. Proses penilaian tingkah laku (judgemental process) adalah melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi. c. Reaksi diri-afektif (self response) berdasarkan pengamatan dan penilaian, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual. Perkembangan self regulation dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya, adalah modelling dan self-efficacy (Zimmerman, Pintrich dan Schunk, dalam Santrock, 2007). Model adalah sumber penting untuk menyampaikan keterampilan self regulation. Di antara keterampilan self regulation yang dapat dicontohkan oleh model perencanaan dan pengelolaan waktu secara efektif, memperhatikan dan konsentrasi, mengorganisasikan dan menyimpan informasi secara strategis, membangun lingkungan belajar atau cara kerja yang produktif, dan menggunakan sumber daya sosial. Misalnya, murid mungkin mengamati guru yang melakukan strategi manajemen waktu yang efektif dan menjelaskan prinsip

65 yang tepat. Dengan mengamati model itu, murid dapat percaya bahwa mereka juga merencanakan dan mengolah waktu secara efektif, yang menciptakan perasaan self-efficacy terhadap regulasi diri akademik dan memotivasi murid untuk melakukan aktivitas itu. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi self-regulated learning adalah faktor internal dan eksternal. Adapun yang termasuk ke dalam faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, dan selfregulation dalam bentuk penguatan (reinforcement). Sedangkan faktor internal yaitu observasi diri (self-observation), proses penilaian tingkah laku (judgemental process), dan reaksi diri-afektif (self-response) Pengukuran self-regulated learning Self-regulated learning merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, sehingga memerlukan sebuah instrumen dalam pengukurannya. Salah satu instrumen yang dapat mengukur self-regulated learning yaitu Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ ) yang dikembangkan oleh Pintrich, Smith, Garcia & McKeachie (dalam Artino, 2009). MSLQ dikembangkan menggunakan pandangan sosial-kognitif dari motivasi dan self-regulated learning. Dari kerangka teoritis tersebut, maka dikembangkanlah MSLQ yang terdiri atas 81 item dengan dua skala yakni Motivation scale (Intrinsic & Extrinsic Goal Orientation, Task Value, Control of Learning Beliefs, Self-Efficacy for Learning & Performance, Test Anxiety), dan Learning Strategies

66 Scale (Rehearsal, Elaboration, Organization, Critical Thinking, Metacognitive Self-Regulation, Time/Study Environmental Management, Effort Regulation, Peer Learning, Help Seeking). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala yang diadaptasi dari Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ ). Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan bagian kedua dari MSLQ yaitu Learning Strategies Scale yang terdiri atas 50 item dan dengan dimensi sebagai berikut: strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, pengaturan waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman, dan pencarian bantuan. Peneliti mengadaptasi skala dengan menerjemahkan skala yang awalnya menggunakan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dan selanjutnya menyesuaikan skala dengan subjek dalam penelitian. 2.4 Kerangka Berpikir Siswa SMP/MTs dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai remaja awal yaitu usia tahun. Menurut Hurlock (1980), pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik dengan cepat yang menyebabkan tenaga menjadi melemah, sehingga mengakibatkan keseganan untuk bekerja dan bosan pada setiap kegiatan yang melibatkan usaha pada remaja. Permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya keseganan dan kebosanan tersebut yaitu dalam hal pendidikan atau kegiatan belajar.

67 Pada siswa SMP/MTs cenderung lebih banyak mengisi waktunya dengan bermain, menonton televisi, menggunakan internet dari pada belajar dan lain-lain. Kebiasaan tersebut mengakibatkan adanya perilaku penundaan dalam tugas akademik mereka baik untuk mengerjakan pekerjaan rumah, maupun menunda belajar untuk menghadapi ulangan, dengan melakukan aktivitas lain yang tidak penting bagi mereka. Dalam ranah Psikologi, fenomena menunda-nunda pekerjaan tersebut dikenal dengan istilah prokrastinasi. Perilaku prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan, baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Fenomena prokrastinasi akademik umumnya dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Dikatakan juga bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang (Solomon dan Rothblum, 1984). Jika dari masa remaja, seseorang sudah melakukan prokrastinasi akademik, maka kemungkinan saat menjadi mahasiswa tingkat prokrastinasi akademiknya semakin meningkat. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik pada remaja merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi dikategorikan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk ke dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam

68 diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Salah satu faktor yang termasuk ke dalam faktor internal, yaitu self-regulation. Self-regulation berkaitan dengan kemampuan dimana individu secara aktif mengontrol proses kognitif, afektif, dan perilaku untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Istilah self-regulation yang digunakan dalam belajar dikenal dengan self-regulated learning. Santrock (2007) menjelaskan bahwa selfregulated learning terdiri dari pembangkitan diri dan pengawasan diri dalam pikiran, perasaan dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian yang dilakukan oleh Senecal & Koestner (2001) menemukan bahwa self-regulation berhubungan signifikan dengan prokrastinasi akademik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa cara siswa meregulasi/mengatur perilaku akademik mereka secara signifikan berhubungan dengan sejauh mana mereka melakukan prokrastinasi. Selanjutnya, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prokrastinasi yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu. Faktor-faktor tersebut antara lain berupa pola asuh orang tua dan lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan dengan adanya pengawasan (Millgram, dalam Ghufron & Risnawita, 2010). Salah satu faktor yang dipandang cukup mempengaruhi perilaku prokrastinasi adalah pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-

69 norma yang berlaku dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan. Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak perempuan, sedangkan tingkat pengasuhan demokratis ayah menghasilan anak perempuan yang bukan prokrastinator. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procrastination menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastination pula. Kerangka berpikir dapat digambarkan dalam gambar 2.1 sebagai berikut:

70 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Otoriter ayah Demokratis ayah Pola Asuh Permisif ayah Otoriter ibu Demokratis ibu Permisif ibu Latihan Elaborasi Pengorganisasian Berpikir kritis Prokrastinasi Self- Regulated Learning Pengaturan diri metakognitif Manajemen waktu dan lingkungan belajar Pengaturan Usaha Belajar dengan teman Pencarian bantuan Usia Jenis Kelamin Kelas

71 2.5 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari hipotesis mayor dan hipotesis minor, yang akan diuraikan sebagai berikut: Hipotesis Mayor: Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari variabel pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

72 Hipotesis Minor : Ha 1 : Pola asuh otoriter ayah berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 1 : Pola asuh otoriter ayah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 2 : Pola asuh demokratis ayah berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 2 : Pola asuh demokratis ayah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 3 : Pola asuh permisif ayah berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 3 : Pola asuh permisif ayah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 4 : Pola asuh otoriter ibu berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 4 : Pola asuh otoriter ibu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 5 : Pola asuh demokratis ibu berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 5 : Pola asuh demokratis ibu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 6 : Pola asuh permisif ibu berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

73 Ho 6 : Pola asuh permisif ibu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 7 : Strategi latihan berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 7 : Strategi latihan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 8 : Strategi elaborasi berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 8 : Strategi elaborasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 9 : Strategi pengorganisasian berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 9 : Strategi pengorganisasian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 10 : Strategi berpikir kritis berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 10 : Strategi berpikir kritis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 11 : Strategi pengaturan diri metakognitif berpengaruh secara signifkan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 11 : Strategi pengaturan diri metakognitif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

74 Ha 12 : Strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 12 : Strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 13 : Strategi pengaturan usaha berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 13 : Strategi pengaturan usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 14 : Strategi belajar dengan teman berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 14 : Strategi belajar dengan teman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 15 : Strategi pencarian bantuan berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 15 : Strategi pencarian bantuan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 16 : Usia berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 16 : Usia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 17 : Jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

75 Ho 17 : Jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ha 18 : Kelas berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Ho 18 : Kelas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

76 BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari pola asuh orang tua dan selfregulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif (descriptive correlational study). 3.1 Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah 731 siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang yang terdiri dari kelas VII, VIII dan IX. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mengambil 37 % dari jumlah populasi yaitu sebanyak 272 siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah probability sampling dengan teknik cluster random sampling, dimana populasi dibagi atas kelompok berdasarkan tingkatan. Pengambilan acak dalam penelitian ini adalah dari seluruh kelas, baik kelas VII, VIII, dan IX yang ada di MTs N 3 Pondok Pinang. Setelah diadakan pengambilan secara cluster random sampling, yang terpilih adalah tiga kelas dari masing-masing angkatan, yaitu kelas VII-1, VII-4, VII-7, VIII-3, VIII- 4, VIII-1, IX-1, IX-3 dan IX-5.

77 3.2 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu variabel bebas dan terikat. Berikut akan diuraikan variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini: 1. Variabel bebas (independent variable): pola asuh dan self-regulated learning. 2. Variabel terikat (dependent variable): prokrastinasi. 3.3 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Prokrastinasi secara operasional diartikan sebagai kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas dengan ciri-ciri membuang waktu, task avoidance (menghindari tugas) dan blaming others (menyalahkan orang lain). Skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap skala prokrastinasi akan memberikan gambaran tentang sikap prokrastinasi responden. b. Pola asuh secara operasional diartikan sebagai variabel yang memiliki tiga dimensi yaitu otoriter, demokratis dan permisif, dimana ketiga dimensi tersebut dijabarkan menjadi beberapa indikator. Skala pola asuh ini terbagi menjadi skala pola asuh ayah dan ibu. Skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap skala pola asuh akan memberikan gambaran tentang pola asuh ayah dan ibu responden.

78 c. Self-regulated learning secara operasional diartikan sebagai variabel yang memiliki 9 dimensi yaitu: strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman, dan pencarian bantuan, dimana kesembilan dimensi tersebut dijabarkan menjadi beberapa indikator. Skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap skala self-regulated learning akan memberikan gambaran tentang self-regulated learning responden. 3.4 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Skala Prokrastinasi Instrumen pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah skala yang diadaptasi dari Tuckman Procrastination Scale yang dikembangkan oleh B.W. Tuckman (1991) untuk mengukur gambaran diri secara umum mengenai kecenderungan membuang waktu, menghindari tugas karena mengalami kesulitan ketika melakukan hal yang dianggap tidak menyenangkan (task avoidance), kecenderungan menyalahkan kejadian eksternal atau orang lain untuk setiap konsekuensi berikutnya dari pilihan prokrastinasi (blaming others). Tuckman Procrastination Scale yang telah diadaptasi oleh peneliti terdiri atas 35 item dengan 4 alternatif jawaban (SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak setuju, dan STS = Sangat Tidak Setuju). Tanggapan untuk setiap item dari skala prokrastinasi tersebut dijumlahkan untuk membuat skor keseluruhan

79 dari prokrastinasi. Sebelas item dari 35 item merupakan item-item unfavorable, yakni item 6, 8, 11, 13, 17, 25, 27, 29, 30, 33 dan 34. Adapun blue print skala prokrastinasi dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut ini: No Dimensi Indikator 1. Membuang waktu 2. Task avoidance 3. Blaming others Tabel 3.1 Blue Print Skala Prokrastinasi Menunda untuk memulai mengerjakan tugas Menunda atau mengulur waktu dalam menyelesaikan pekerjaan Menghindari tugas karena dianggap tidak menyenangkan Menganggap suatu pekerjaan sulit dan kurang penting untuk dikerjakan Menganggap orang lain yang menyebabkan suatu pekerjaan menjadi sulit Mencari alasan lain untuk melakukan prokrastinasi Item Favorable Unfavorable 2,5,26,28,3 2 1,3, 7,18,22 4,10, 12,15,21 14,23,31,35 16,19,20,27 6,25,27,29 8, 11, 17 13,30,33,34 Jumlah Jumlah

80 b. Skala Pola asuh Skala pola asuh yang digunakan dalam penelitian diadaptasi dari Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri (dalam Riberio, 2009). PAQ didesain berdasarkan pengukuran tiga pola pengasuhan Baumrind yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif (dalam Riberio, 2009). PAQ terdiri atas 30 item dimana masing-masing subskala memiliki 10 item yang digunakan untuk mengukur pola asuh ayah dan ibu. Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang diadaptasi peneliti memiliki 4 alternatif jawaban (SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak setuju, dan STS = Sangat Tidak Setuju). Adapun blue print skala pola asuh orang tua dijelaskan dalam tabel 3.2 berikut ini: Tabel 3.2 Blue Print Skala Pola Asuh Orang tua No Dimensi Indikator 1. Otoriter Orang tua bersifat membatasi, menghukum dan hanya sedikit melakukan komunikasi verbal Mendesak anak untuk mengikuti petunjuk dan usaha orang tua 2. Demokratis Mendorong anak untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan anak Pembuatan aturan dalam keluarga ditetapkan Item Favorable Unfavorable 7,12,18,25 2,3,9,26, ,22, ,20,23,30 4,5 Jumlah

81 berdasarkan kesepakatan bersama 3. Permisif Orang tua bersikap serba bebas (membolehkan) Tidak memberikan pengawasan dan pengarahan pada tingkah laku anak 6,14,19,24 13,17,21 1,10 Jumlah c. Skala Self-regulated learning Skala Self-regulated learning yang digunakan dalam penelitian diadaptasi dari Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) yang dikembangkan oleh Pintrich, Smith, Garcia & McKeachie (dalam Artino, 2009). MSLQ terdiri atas 81 item dengan dua skala yakni Motivation scale (Intrinsic & Extrinsic Goal Orientation, Task Value, Control of Learning Beliefs, Self-Efficacy for Learning & Performance, Test Anxiety), dan Learning Strategies Scale (Rehearsal, Elaboration, Organization, Critical Thinking, Metacognitive Self- Regulation, Time/Study Environmental Management, Effort Regulation, Peer Learning, Help Seeking). Respon dari jawaban responden di cantumkan pada 4 alternatif jawaban (SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak setuju, dan STS = Sangat Tidak Setuju). Beberapa item dari MSLQ ada yang bermakna negatif dan harus dibalik sebelum skor dihitung. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bagian kedua dari MSLQ yaitu Learning Strategies Scale. Adapun dimensi dalam skala kedua dari

82 MSLQ tersebut adalah: strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman, dan pencarian bantuan. Adapun blue print skala self-regulated learning dijelaskan dalam tabel 3.3 berikut ini: Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-Regulated Learning No Dimensi Indikator 1. Latihan Mengulang materi pelajaran dan menulis catatan Aktif menghadiri kelas 2. Elaborasi Membangun hubungan internal antara hal yang harus dipelajari Menggunakan informasi dari berbagai sumber untuk memahami materi 3. Pengorganisasian Mengelompokan, memilih ide utama dari materi pelajaran Menyusun dan memperhatikan judul, diagram, tabel, gambar dan grafik dalam memahami materi 4. Berpikir kritis Selalu tertarik tentang hal yang baru diketahui dan memikirkan kemungkinan alternatif Mengembangkan ideide yang dimiliki Item Favorable Unfavorable 8, 15, 28, 42 31, 33, 38 22,36,50 1, 11, , 40 16,20,35 Jumlah

83 5. Pengaturan diri metakognitif 6. Manajemen waktu dan lingkungan belajar 7. Pengaturan usaha 8. Belajar dengan teman 9. Pencarian bantuan Menyusun strategi dan rencana dalam proses belajar Mengontrol dan mengevaluasi proses belajar yang telah dijalankan Membuat jadwal waktu untuk belajar Mengatur tempat khusus untuk belajar Pengaturan selfmanagement Komitmen untuk menyelesaikan tugas Pertukaran ide dan informasi dengan teman Bekerja sama dengan teman dalam menyelesaikan tugas Meminta bantuan teman Meminta bantuan guru 5, 10, 23, 24,30, 45, 47, 48 13,25 12, 39, 42 4,34 17, 43 3, , , 46, , Jumlah Pada masing-masing skala tersebut ada pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Pengukuran tersebut didasarkan pada skala Likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk perhitungan skor pada tiap-tiap alternatif jawaban dapat dilihat pada tabel berikut.

84 Tabel 3.4 Nilai Skor Jawaban Kode Favorable Unfavorable STS (sangat tidak setuju) 1 4 TS (tidak setuju) 2 3 S (setuju) 3 2 SS (sangat setuju) Pengujian Validitas Alat Ukur Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.7 (Joreskog dan Sorbom, 1994). Adapun kriteriauntuk menentukan apakah model fit (kesesuaian antara model penelitian atau model pengukuran dengan data empiris) yaitu (dalam Wijanto, 2008): Analisis model pengukuran dilakukan dengan memeriksa t-value dari standardized loading factor (λ) dari variabel-variabel teramati dalam model, dimana t > 1,96. Uji kecocokan keseluruhan model pengukuran dilakukan dengan memeriksa nilai dari p-value > 0,05; nilai Chi-square diharapkan kecil, Goodness of Fit Indeces (GFI) > 0,09; Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) < 0,08.

85 3.5.1 Uji validitas skala prokrastinasi Penelitian ini bisa diuji secara empiris, jika memang pernyataan itu benar maka modelnya akan fit. Pada variabel prokrastinasi, peneliti melakukan analisis dengan menggunakan CFA dua tingkat (second order/2ndorder CFA). Pertama diteorikan bahwa ada tiga faktor (komponen) prokrastinasi yang masing-masing diukur oleh item yang telah ditetapkan (tiga faktor tersebut adalah: membuang waktu, task avoidance dan blaming others). Kemudian diteorikan juga bahwa ketiga faktor ini adalah mengukur satu faktor saja yang bersifat lebih umum (general factor), yaitu prokrastinasi. Setelah didapat item-item yang valid, kemudian dilakukan analisis dua tingkat (second order/2ndorder CFA), yang menghasilkan gambar berikut ini:

86 Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Prokrastinasi

87 Model ini ternyata fit dengan nilai Chi-square = , df = 268, P- Value= dan RMSEA=0,023. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5 berikut ini. No Item Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Prokrastinasi Faktor / Sub Skala Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 1 Membuang waktu V 2 Task Avoidance V 3 Blaming Others V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dari tabel dan gambar di atas ditemukan bahwa, ketiga faktor/sub skala memiliki muatan faktor yang signifikan dalam mengukur prokrastinasi. Berdasarkan hasil ini, terdapat kemungkinan bahwa pengukuran terhadap prokrastinasi cukup dengan menggunakan sub skala yang signifikan tersebut. Dengan demikian, item-item pada sub skala/faktor tersebut dapat digunakan pada analisis data selanjutnya. Langkah terakhir yaitu menghitung skor murninya (t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini ditujukan agar mudah

88 dalam membandingkan antarskor hasil pengukuran variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian semua raw score pada setiap variabel mesti diletakkan pada skala yang sama. Secara teknis komputasi yang ditempuh adalah dengan melakukan tranformasi dari raw score menjadi z-score. Untuk menghilangkan bilangan negatif dari z-score, semua skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses komputasi melalui formula T-score = z (McCall dalam Crocker dan Algina, 1986). Setelah didapatkan T skor, maka nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu dicatat, bahwa hal yang sama juga berlaku untuk variabel pola asuh dan self-regulated learning Uji validitas skala pola asuh 1. Dimensi otoriter a. Dimensi otoriter ayah Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 26.85, df = 19, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu pola asuh otoriter ayah (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut :

89 Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Otoriter Ayah No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V X V V X V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 3 dan 12 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan. Dengan demikian item 3 dan 12 akan didrop out. Artinya bobot nilai pada item 3 dan 12 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, dan item yang memiliki korelasi kesalahan pengukuran yang paling banyak yaitu item 2 yang berkorelasi dengan item 3, 12, 16, 26 dan 29; item 26 yang berkorelasi dengan item 2, 7, 9, 12, dan 25; item 29 yang berkorelasi dengan item 2, 3, 12 dan 25, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa

90 yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Dengan demikian item tersebut didrop karena memiliki korelasi kesalahan pengukuran lebih dari tiga. b. Dimensi otoriter ibu Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 33.24, df = 23, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu pola asuh otoriter ibu (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Otoriter Ibu No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V V V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, tidak terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif. Sehingga keseluruhan dari item dimensi otoriter ibu tidak ada yang didrop.

91 Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang paling multidimensional adalah item12 yang berkorelasi dengan item 16, 18, 25, dan 29; item 18 yang berkorelasi dengan item 2, 3, 7, dan 12. Dengan demikian item 12 dan 18 didrop karena memiliki korelasi kesalahan pengukuran lebih dari tiga. 2. Dimensi demokratis a. Dimensi demokratis ayah Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 35.77, df = 28, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu pola asuh demokratis ayah (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut :

92 Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Demokratis Ayah No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V V X V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif yaitu item 15. Dengan demikian item 15 akan didrop out. Artinya bobot nilai pada item 15 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain, pada model ini item yang tidak mempunyai kesalahan pengukuran yang berkorelasi adalah item 11. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang paling multidimensional adalah item 4 yang berkorelasi

93 dengan item 5, 8 dan 15. Namun pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga. Dengan demikian tidak ada item yang didrop. b. Dimensi demokratis ibu Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 40.92, df = 28, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu pola asuh demokratis ibu (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Demokratis Ibu No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V V V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, tidak terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif. Sehingga keseluruhan dari item dimensi demokratis ibu tidak ada yang didrop.

94 Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain, pada model ini item yang tidak mempunyai kesalahan pengukuran yang berkorelasi adalah item 11, 23 dan 30. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang paling multidimensional adalah item nomor 4 yang berkorelasi dengan item 5, 15 dan 27; dan item 8 yang berkorelasi dengan item 15, 20 dan 22. Namun pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga. Dengan demikian tidak ada item yang didrop. 2. Dimensi permisif a. Dimensi permisif ayah Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 35.86, df = 25, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu pola asuh permisif ayah (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut :

95 Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Permisif Ayah No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan X V V X V V V X V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif yaitu item 1, 13 dan 21. Dengan demikian item 1, 13 dan 21 akan didrop out. Artinya bobot nilai pada item 1, 13 dan 21 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang paling multidimensional adalah item 28 yang berkorelasi dengan item 1, 10, 13,

96 14 dan 21. Dengan demikian item 28 didrop karena memiliki korelasi kesalahan pengukuran lebih dari tiga. b. Dimensi permisif ibu Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 26.05, df = 17, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu pola asuh permisif ibu (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Permisif Ibu No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V X V V V V X V X V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif yaitu item 6, 19 dan 24. Dengan demikian item 6, 19 dan 24 akan didrop

97 out. Artinya bobot nilai pada item 6, 19 dan 24 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang paling multidimensional adalah item 6 yang berkorelasi dengan item 14, 17, 19 dan 24; item 21 yang berkorelasi dengan item 1, 13, 14 dan 19; serta item 24 yang berkorelasi dengan item 6, 10, 14, 17 dan 19. Dengan demikian item 6, 21 dan 24 didrop karena memiliki korelasi kesalahan pengukuran lebih dari tiga Uji validitas skala self-regulated learning 1. Dimensi strategi latihan Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 0, df = 0, P-value = , RMSEA = 0. Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi latihan (Lihat lampiran 3).

98 Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Strategi Latihan No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V X V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 15 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan. Dengan demikian item 15 akan di drop out. Artinya bobot nilai pada item 15 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif. Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Item yang saling berkorelasi adalah item 15 dan 8; 28 dan 15. Namun pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga. Dengan demikian hanya item 15 yang didrop.

99 2. Dimensi strategi elaborasi Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 14.35, df = 9, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi elaborasi (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Strategi Elaborasi No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, tidak terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif. Sehingga keseluruhan dari item dimensi strategi elaborasi tidak ada yang di drop. Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi

100 satu sama lain, pada model ini semua item tidak mempunyai kesalahan pengukuran yang berkorelasi. Dengan demikian tidak ada item yang didrop. 3. Dimensi strategi pengorganisasian Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 0.08, df = 1, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi pengorganisasian (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Strategi Pengorganisasian No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, tidak terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif. Sehingga keseluruhan dari item dimensi strategi pengorganisasian tidak ada yang didrop. Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat

101 disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain, pada model ini item yang tidak mempunyai kesalahan pengukuran yang berkorelasi adalah item 1 dan 32. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang multidimensional adalah item 18 yang berkorelasi dengan item 11. Namun pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga. Dengan demikian tidak ada item yang didrop. 4. Dimensi strategi berpikir kritis Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 10.84, df = 5, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi berpikir kritis (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut :

102 Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Strategi Berpikir Kritis No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, tidak terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif. Sehingga keseluruhan dari item dimensi strategi berpikir kritis tidak ada yang didrop. Pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional pada dirinya masing-masing. 5. Dimensi strategi pengaturan diri metakognitif Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 52.15, df = 38, P-value = , RMSEA = Nilai P < 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi pengaturan diri metakognitif (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut :

103 Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan Diri Metakognitif No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V V V V V X V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 26 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan. Dengan demikian item 26 akan didrop out. Artinya bobot nilai pada item 26 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif. Setelah kesalahan pengukuran item dibebaskan, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang

104 paling multidimensional adalah item 2 yang berkorelasi dengan item 24, 25, 26 dan 45; item 10 yang berkorelasi dengan item 23, 26, 47 dan 48; serta item 26 yang berkorelasi dengan item 2, 10,23, 24 dan 25. Dengan demikian item 2, 10 dan 26 didrop karena memiliki korelasi kesalahan pengukuran lebih dari tiga. 6. Dimensi strategi pengaturan waktu dan lingkungan belajar Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 18.74, df = 14, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi pengaturan waktu dan lingkungan belajar (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan Waktu dan Lingkungan Belajar No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V V V V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

105 Pada tabel di atas, tidak terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif. Sehingga keseluruhan dari item tidak ada yang didrop. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain, pada model ini item yang tidak mempunyai kesalahan pengukuran yang berkorelasi adalah item 12 dan 39. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang multidimensional adalah item 4 yang berkorelasi dengan item 21, 34 dan 42. Namun pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga. Dengan demikian tidak ada item yang didrop. 7. Dimensi strategi pengaturan usaha Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 2.84, df = 1, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi pengaturan usaha (Lihat lampiran 3).

106 Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan Usaha No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V X V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, terdapat item yang tidak signifikan yaitu item 29. Dengan demikian item 29 akan didrop out. Artinya bobot nilai pada item 29 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain, pada model ini item yang tidak mempunyai kesalahan pengukuran yang berkorelasi adalah item 43. Sedangkan item yang tidak baik yaitu terdapat tanda V yang banyak, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Jika dilihat dari matrik korelasinya, item yang multidimensional adalah item 6 yang berkorelasi dengan item 17 dan 29. Namun pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga. Dengan demikian tidak ada item yang didrop.

107 8. Dimensi strategi belajar dengan teman Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor, didapatkan hasil Chi-square = 0, df = 0, P-value = , RMSEA = 0. Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi belajar dengan teman (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Strategi Belajar Dengan Teman No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan V V V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, tidak terdapat item yang tidak signifikan dan bermuatan negatif. Sehingga keseluruhan dari item strategi belajar dengan teman tidak ada yang didrop. Pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional pada dirinya masing-masing.

108 9. Dimensi strategi pencarian bantuan Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan CFA model satu faktor pada dimensi pencarian bantuan didapatkan hasil Chi-square = 42.44, df = 0, P-value = , RMSEA = Nilai P > 0.05 (tidak signifikan) sehingga model menjadi fit, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu strategi pencarian bantuan (Lihat lampiran 3). Selanjutnya dengan pengujian melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut : Tabel 3.20 Muatan Faktor Item Strategi Pencarian Bantuan No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan X X X X Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel di atas, keseluruhan item yang ada adalah tidak signifikan. Karena hanya item-item tersebut yang mewakili subindikator sehingga keseluruhan dari item tidak ada yang didrop. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing masing. Item yang saling berkorelasi

109 adalah item 37 dan 9; 44 dan 9. Namun pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga, sehingga tidak item yang didrop. 3.6 Metode Analisis Data Metode analisis data pengujian hipotesis mayor Dalam menguji hipotesis penelitian yaitu pengujian hipotesis mayor dan pengujian hipotesis minor. Secara empiris, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan rumus persamaan garis regresi, yaitu : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 + b 6 X 6 + b 7 X 7 + b 8 X 8 + b 9 X 9 + b 10 X 10 + b 11 X 11 + b 12 X 12 + b 13 X 13 + b 14 X 14 + b 15 X 15 + e Keterangan : Y adalah Prokrastinasi, a adalah intercept (konstan), b adalah koefisien regresi, X 1 adalah otoriter ayah, X 2 adalah demokratis ayah, X 3 adalah permisif ayah, X 4 adalah otoriter ibu, X 5 adalah demokratis ibu, X 6 adalah permisif ibu, X 7 adalah latihan, X 8 adalah elaborasi, X 9 adalah pengorganisasian, X 10 adalah berpikir kritis, X 11 adalah pengaturan diri metakognitif, X 12 adalah manajemen waktu dan lingkungan belajar, X 13 adalah pengaturan usaha, X 14 adalah belajar dengan teman, X 15 adalah pencarian bantuan, dan e adalah residu. Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel bebas yang tidak dimasukkan ke dalam rumus persamaan regresi, seperti usia, jenis kelamin, dan kelas. Hal ini dikarenakan variabel-variabel tersebut adalah variabel kategorik.

110 Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara prokrastinasi (DV) terhadap pola asuh otoriter ayah, pola asuh demokratis ayah, pola asuh permisif ayah, pola asuh otoriter ibu, pola asuh demokratis ibu, pola asuh permisif ibu, strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman, dan pencarian bantuan (IV). Besarnya prokrastinasi yang disebabkan faktor-faktor yang telah disebutkan ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R 2. R 2 menunjukan variasi atau perubahan variabel terikat (Y) disebabkan variabel bebas (X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians yang dijelaskan oleh usia, jenis kelamin, kelas, pola asuh orang tua otoriter, pola asuh orang tua demokratis, pola asuh orang tua permisif, latihan, elaborasi, pengorganisasian,berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman, dan pencarian bantuan. Selanjutnya R 2 dapat diuji signifikasinya seperti uji signifikansi pada F test biasa. Selain itu juga, uji signifikansi bisa juga dilakukan dengan tujuan melihat apakah pengaruh IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi di sini adalah R 2 itu sendiri dengan df-nya (dilambangkan dengan k ) yaitu sejumlah IV yang dianalisis sedangkan penyebutan (1- R 2 ) dibagi dengan df-nya (N-k-1) di mana N adalah total sampel. Untuk df dari pembagi sebagai numerator sedangkan df penyebut sebagai denumerator.

111 3.6.2 Metode analisis data pengujian hipotesis minor Sedangkan cara dalam menganalisa hipotesis minor adalah melalui penjelasan bahwa dalam menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-variabel bebas signifikan terhadap variabel terikat dalam hal ini menguji hipotesis minor. Kemudian selanjutnya dilakukan uji koefisiensi regresi dari tiap-tiap IV yang dianalisis. Uji tersebut digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan IV signifikan terhadap DV secara sendiri-sendiri atau parsial. Uji ini digunakan untuk menguji apakah sebuah IV benar-benar memberikan kontribusi terhadap DV. Sebelum didapat nilai t dari tiap IV, harus didapat dahulu nilai standart error estimate dari b (koefisiensi regresi) yang didapatkan melalui akar M sres dibagi dengan SS x. Setelah didapat nilai S b barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan S b itu sendiri. 3.7 Prosedur Penelitian Secara garis besar penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan. Adapun keempat tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan Tahap ini diawali dengan memilih problematika dan judul penelitian. Selanjutnya menyusun proposal penelitian, termasuk di dalamnya menentukan rumusan dan batasan masalah, menentukan variabel yang terdiri dari dependent variable yaitu prokrastinasi dan independent variable yaitu pola asuh orang tua dan self-regulated learning. Kemudian peneliti melakukan kajian teori

112 mengenai gambaran, dan penjelasan yang tepat mengenai variabel yang akan diteliti, merumuskan hipotesis penelitian, menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, yaitu skala prokrastinasi, pola asuh orang tua dan self-regulated learning. 2. Tahap pengambilan data Pada tahap ini peneliti menentukan sampel penelitian, dimana sampel dalam penelitian ini adalah siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang. Dengan memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan subjek untuk mengisi skala penelitian, kemudian peneliti melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur yang telah disiapkan. 3. Tahap pengolahan data Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data dari hasil instrumen penelitian yang telah diisi oleh responden. Kemudian peneliti melakukan penilaian dari hasil jawaban responden pada skala prokrastinasi, pola asuh orang tua dan self-regulated learning. Selanjutnya, peneliti melakukan analisa data dengan menggunakan Lisrel dan SPSS untuk menguji hipotesis dan regresi antar variabel penelitian.

113 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai usia, jenis kelamin dan kelas responden. Responden dalam penelitian ini adalah siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang yang berjumlah 272 siswa. Selanjutnya tabel 4.1 memaparkan ditribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin dan kelas sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Kelas Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%) 11 tahun 21 7,7% 12 tahun 80 29,4 % 13 tahun 95 34,9 % 14 tahun 71 26,1% 15 tahun 5 1,8 Jumlah % Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki ,6 % Perempuan ,4 % Jumlah % Kelas Frekuensi Persentase (%) VII 95 34,9 % VIII 86 31,6 % IX 91 33,5 % Jumlah %

114 Berdasarkan tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa responden penelitian memiliki rentang usia antara tahun, dengan rincian usia11 tahun sebanyak 21 orang (7,7 %), usia 12 tahun sebanyak 80 orang (29,4 %), usia 13 tahun sebanyak 95 orang (34,9 %), usia 14 tahun sebanyak 71 orang (26,1 %), dan usia 15 tahun sebanyak 5 orang (1,8 %). Dari segi jenis kelamin, lebih dari separuh responden penelitian berjenis kelamin perempuan sebanyak 148 orang (54,4 %) dan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 124 orang (45,6%). Dengan demikian responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari responden laki-laki. Dari segi kelas, distribusi responden kelas VII sebanyak 95 orang (34,9 %), responden kelas VIII sebanyak 86 orang (31, 6 %) dan responden kelas IX sebanyak 91 orang (33,5 %). Dari tabel tersebut terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan kelas hampir merata. 4.2 Kategorisasi Skor Variabel Peneliti membagi klasifikasi skor prokrastinasi, self-regulated learning dan pola asuh, menjadi tiga (3) kategori skor, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Adapun kategorisasi skor masing-masing variabel akan diuraikan sebagai berikut:

115 4.2.1 Kategorisasi skor prokrastinasi Kategorisasi skor prokrastinasi akan dijelaskan pada tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Klasifikasi Skor Prokrastinasi Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi ,1 % Sedang ,6 % Rendah ,3 % Total % Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor prokrastinasi yang tinggi sebanyak 41 orang, 184 orang responden memiliki skor sedang, dan sebanyak 47 orang memiliki skor prokrastinasi yang rendah dari jumlah responden total sebanyak 272 orang Kategorisasi skor self-regulated learning Kategorisasi skor self-regulated learning akan dijelaskan pada tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Klasifikasi Skor Self-Regulated Learning Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi ,5 % Sedang ,9 % Rendah ,6 % Total %

116 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor self-regulated learning yang tinggi sebanyak 53 orang, 171 orang responden memiliki skor sedang, dan sebanyak 48 responden memiliki skor self-regulated learning yang rendah dari jumlah responden total sebanyak 272 orang Kategorisasi skor pola asuh Kategorisasi skor otoriter ayah Kategorisasi skor otoriter ayah akan dijelaskan pada tabel 4.4 sebagai berikut: Tabel 4.4 Klasifikasi Skor Otoriter Ayah Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi ,8 % Sedang ,0 % Rendah ,2 % Total % Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor otoriter ayah yang tinggi sebanyak 44 orang, 185 orang responden memiliki skor sedang, dan sebanyak 43 orang memiliki skor otoriter ayah yang rendah dari jumlah responden total sebanyak 272 orang. Kategorisasi skor demokratis ayah berikut: Kategorisasi skor demokratis ayah akan dijelaskan pada tabel 4.5 sebagai

117 Tabel 4.5 Klasifikasi Skor Demokratis Ayah Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi ,9 % Sedang ,8 % Rendah ,3 % Total % Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor demokratis ayah yang tinggi sebanyak 46 orang, 187 orang responden memiliki skor sedang, dan sebanyak 39 orang memiliki skor demokratis ayah yang rendah dari jumlah responden total sebanyak 272 orang. Kategorisasi skor permisif ayah Kategorisasi skor permisif ayah akan dijelaskan pada tabel 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6 Klasifikasi Skor Permisif Ayah Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi ,2 % Sedang ,1 % Rendah ,7 % Total %

118 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor permisif ayah yang tinggi sebanyak 36 orang, 196 orang responden memiliki skor sedang, dan sebanyak 40 orang memiliki skor permisif ayah yang rendah dari jumlah responden total sebanyak 272 orang. Kategorisasi skor otoriter ibu Kategorisasi skor otoriter ibu akan dijelaskan pada tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7 Klasifikasi Skor Otoriter Ibu Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi ,1 % Sedang ,1 % Rendah ,9 % Total % Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor otoriter ibu yang tinggi sebanyak 46 orang, 188 orang responden memiliki skor sedang, dan sebanyak 38 orang memiliki skor otoriter ibu yang rendah dari jumlah responden total sebanyak 272 orang. Kategorisasi skor demokratis ibu berikut: Kategorisasi skor demokratis ibu akan dijelaskan pada tabel 4.8 sebagai

119 Tabel 4.8 Klasifikasi Skor Demokratis Ibu Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi ,6 % Sedang ,0 % Rendah ,4 % Total % Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor demokratis ibu yang tinggi sebanyak 48 orang, 193 orang responden memiliki skor sedang, dan sebanyak 31 orang memiliki skor demokratis ibu yang rendah dari jumlah responden total sebanyak 272 orang. Kategorisasi skor permisif ibu Kategorisasi skor permisif ibu akan dijelaskan pada tabel 4.9 sebagai berikut: Tabel 4.9 Klasifikasi Skor Permisif Ibu Kategori Nilai Jumlah Subjek Persentase Tinggi ,6 % Sedang ,0 % Rendah ,4 % Total % Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor permisif ibu yang tinggi sebanyak 37 orang, 185 orang responden memiliki

120 skor sedang, dan sebanyak 50 orang memiliki skor permisif ibu yang rendah dari jumlah responden total sebanyak 272 orang. 4.3 Uji Hipotesis Analisis regresi variabel penelitian Pada tahapan ini, peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan batuan software SPSS 19. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pada Bab 3, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat. Pertama, melihat apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV. Kedua, melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Ketiga, melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama, peneliti menganalisis dampak dari seluruh IV terhadap prokrastinasi. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini. Tabel 4.10 Tabel Anova IV ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression a Residual Total a. Predictors: (Constant), kelas, otoriterayh, bljr_dgntmn, gender, permisifibu, pncarianbntuan, latihan, permisifayh, pngturan_usha, dmkratis_ibu, demokratis_ayh, brpkirkritis, otoriteribu, mnjemenwktu, pngturandiri, organisasi, elaborasi, Usia b. Dependent Variable: prokrastinasi

121 Dengan melihat tabel di atas (p<0,05), maka berarti F yang dihasilkan signifikan, yang artinya hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh IV terhadap DV ditolak. Sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan dari pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Namun meskipun sudah ditemukan ada pengaruh IV terhadap DV, perlu dianalisa lebih lanjut mengenai R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Untuk tujuan tersebut datanya dipresentasikan pada tabel 4.11 sebagai berikut: Tabel 4.11 Tabel R square IV Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a a. Predictors: (Constant), kelas, otoriterayh, bljr_dgntmn, gender, permisifibu, pncarianbntuan, latihan, permisifayh, pngturan_usha, dmkratis_ibu, demokratis_ayh, brpkirkritis, otoriteribu, mnjemenwktu, pngturandiri, organisasi, elaborasi, Usia b. Dependent Variable: prokrastinasi

122 Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa perolehan R square pada IV sebesar 0.55 atau 55 %. Artinya proporsi varians dari prokrastinasi yang dijelaskan oleh semua IV adalah sebesar 55 %. Sedangkan 45 % sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari setiap IV. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap prokrastinasi. Adapun penyajiannya akan ditampilkan pada Tabel 4.12 berikut ini :

123 Tabel 4.12 Tabel Koefisien Regresi IV Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta T Sig. 1 (Constant) otoriterayh demokratis_ayh permisifayh Otoriteribu dmkratis_ibu Permisifibu Latihan Elaborasi organisasi Brpkirkritis pngturandiri mnjemenwktu pngturan_usha bljr_dgntmn pncarianbntuan Usia Gender Kelas a. Dependent Variable: prokrastinasi Berdasarkan koefisien regresi pada Tabel 4.12 Tabel koefisien IV dapat disampaikan bahwa persamaan regresi adalah sebagai berikut :

124 Prokrastinasi = *otoriter ayah *demokratis ayah *permisif ayah otoriter ibu demokratis ibu permisif ibu latihan elaborasi *pengorganisasian berpikir kritis pengaturan diri metakognitif *manajemen waktu dan lingkungan belajar *pengaturan usaha belajar dengan teman *pencarian bantuan Keterangan: Tanda (*) menunjukkan variabel signifikan Dari Tabel 4.12 di atas, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, cukup melihat pada nilai signifikan pada kolom ke-6. Jika signifikan < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan juga pengaruhnya terhadap prokrastinasi, begitupun sebaliknya. Dari hasil tabel di atas, IV yang signifikan terhadap prokrastinasi adalah otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, pengorganisasian, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha dan pencarian bantuan. Adapun penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut : 1. Dimensi Otoriter Ayah : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.029, yang berarti bahwa dimensi otoriter ayah secara negatif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin tinggi otoriter ayah maka semakin rendah pula prokrastinasi. 2. Dimensi Demokratis Ayah : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.020, yang berarti bahwa dimensi demokratis ayah secara negatif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin tinggi demokratis ayah maka semakin rendah pula prokrastinasi.

125 3. Dimensi Permisif Ayah : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.043, yang berarti bahwa dimensi permisif ayah secara positif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin tinggi permisif ayah maka semakin tinggi pula prokrastinasi. 4. Dimensi Otoriter Ibu : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.077, yang berarti bahwa dimensi otoriter ibu secara positif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi otoriter ibu maka semakin tinggi pula prokrastinasi. 5. Dimensi Demokratis Ibu : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.210, yang berarti bahwa dimensi demokratis ibu secara positif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi demokratis ibu maka semakin tinggi pula prokrastinasi. 6. Dimensi Permisif Ibu : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.489, yang berarti bahwa dimensi permisif ibu secara positif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi permisif ibu maka semakin tinggi pula prokrastinasi. 7. Dimensi Strategi Latihan : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.382, yang berarti bahwa dimensi strategi latihan secara negatif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi strategi latihan maka semakin rendah pula prokrastinasi. 8. Dimensi Strategi Elaborasi : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.812, yang berarti bahwa dimensi strategi elaborasi

126 secara negatif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi strategi elaborasi maka semakin rendah pula prokrastinasi. 9. Dimensi Strategi Pengorganisasian : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.041, yang berarti bahwa dimensi strategi pengorganisasian secara negatif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin tinggi strategi pengorganisasian maka semakin rendah pula prokrastinasi. 10. Dimensi Strategi Berpikir Kritis : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.169, yang berarti bahwa dimensi strategi berpikir kritis secara positif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi strategi berpikir kritis maka semakin tinggi pula prokrastinasi. 11. Dimensi Strategi Pengaturan Diri Metakognitif : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.489, yang berarti bahwa dimensi strategi pengaturan diri metakognitif secara negatif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi strategi pengaturan diri metakognitif maka semakin rendah pula prokrastinasi. 12. Dimensi Strategi Manajemen Waktu dan Lingkungan Belajar : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.000, yang berarti bahwa strategi dimensi manajemen waktu dan lingkungan belajar secara negatif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin

127 tinggi strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar maka semakin rendah pula prokrastinasi. 13. Dimensi Strategi Pengaturan Usaha: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.000, yang berarti bahwa dimensi pengaturan usaha secara negatif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin tinggi strategi pengaturan usaha maka semakin rendah pula prokrastinasi. 14. Dimensi Strategi Belajar dengan teman : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.558, yang berarti bahwa dimensi belajar dengan teman secara negatif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi strategi belajar dengan teman maka semakin rendah pula prokrastinasi. 15. Dimensi Strategi Pencarian Bantuan : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.000, yang berarti bahwa dimensi pencarian bantuan secara positif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin tinggi strategi pencarian bantuan maka semakin tinggi pula prokrastinasi. 16. Dimensi Usia : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.011, yang berarti bahwa dimensi usia secara negatif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin tinggi usia maka semakin rendah pula prokrastinasi.

128 17. Dimensi Jenis Kelamin : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.218, yang berarti bahwa dimensi jenis kelamin secara positif mempengaruhi prokrastinasi tetapi tidak signifikan. Jadi, berdasarkan mayoritas angket yang telah diisi dimana mayoritas jenis kelamin responden adalah perempuan maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi siswa yang berjenis kelamin perempuan maka akan semakin tinggi prokrastinasi. Walaupun dalam hal ini secara statistik tidak signifikan (jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap prokrastinasi). 18. Dimensi Kelas : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar dan signifikan sebesar 0.000, yang berarti bahwa dimensi kelas secara positif mempengaruhi prokrastinasi dan signifikan. Jadi, semakin tinggi kelas maka semakin tinggi pula prokrastinasi Pengujian proporsi varians untuk masing-masing independent variable Peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing independent variable terhadap prokrastinasi. Secara keseluruhan dapat dilihat proporsi varians seluruh IV terhadap prokrastinasi adalah sebesar 0.922, yang artinya 92,2 % dari bervariasinya prokrastinasi dapat dijelaskan melalui 18 independent variable. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai proporsi varians untuk masing-masing independent variable terhadap prokrastinasi, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

129 Tabel 4.13 Proporsi Varians untuk Masing-masing Independent Variabel Change Statistics R Square Model R Square Change F Change df1 df2 Sig.F Change Total.922 Dari tabel di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dimensi otoriter ayah memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0.0 % bagi bervariasinya prokrastinasi dengan F change = 0.063, P > 0.05 dan df = 1,270; sehingga tidak signifikan. 2. Dimensi demokratis ayah memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 6.5 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0.05 dan df = 1,269; sehingga signifikan.

130 3. Dimensi permisif ayah memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0.6 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = 1.698, P>0.05 dan df = 1,268; sehingga tidak signifikan. 4. Dimensi otoriter ibu memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0.1 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = 0.158, P>0,05 dan df = 1,267; sehingga tidak signifikan. 5. Dimensi demokratis ibu memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0.4 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = 1.283, P>0,05 dan df = 1,266; sehingga tidak signifikan. 6. Dimensi permisif ibu memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 4.5 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,265; sehingga signifikan. 7. Dimensi strategi latihan memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 6.7 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,264; sehingga signifikan. 8. Dimensi strategi elaborasi memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 5.3 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,263; sehingga signifikan. 9. Dimensi strategi pengorganisasian memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 25.2 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,270; sehingga signifikan.

131 10. Dimensi strategi berpikir kritis memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0.2 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = 0.581, P>0,05 dan df = 1,269; sehingga tidak signifikan. 11. Dimensi strategi pengaturan diri metakognitif memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 1.1 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = 4.002, P<0,05 dan df = 1,268; sehingga signifikan. 12. Dimensi strategi pengaturan waktu dan lingkungan belajar memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 8.9 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,267; sehingga signifikan. 13. Dimensi strategi pengaturan usaha memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 5.4 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,266; sehingga signifikan. 14. Dimensi strategi belajar dengan teman memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = 0.125, P>0,05 dan df = 1,265; sehingga tidak signifikan. 15. Dimensi strategi pencarian bantuan memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 5.1 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,264; sehingga signifikan. 16. Dimensi usia memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 2.2 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,263; sehingga signifikan.

132 17. Dimensi jenis kelamin memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0.3 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = 0.691, P > 0,05 dan df = 1,270; sehingga tidak signifikan. 18. Dimensi kelas memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 19.7 % bagi bervariasinya prokrastinasi, dengan F change = , P<0,05 dan df = 1,269; sehingga signifikan.

133 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan dari pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Berdasarkan proporsi varians seluruhnya, prokrastinasi dipengaruhi oleh independen variabel sebesar 55%. 2. Pola asuh otoriter ayah berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 3. Pola asuh demokratis ayah berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 4. Pola asuh permisif ayah berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 5. Pola asuh otoriter ibu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

134 6. Pola asuh demokratis ibu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 7. Pola asuh permisif ibu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 8. Strategi latihan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 9. Strategi elaborasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 10. Strategi pengorganisasian berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 11. Strategi berpikir kritis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 12. Strategi pengaturan diri metakognitif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 13. Strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 14. Strategi pengaturan usaha berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 15. Strategi belajar dengan teman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 16. Strategi pencarian bantuan berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang.

135 17. Usia berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 18. Jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 19. Kelas berpengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. 5.2 Diskusi Dari hasil penelitian dan pengujian hipotesis, didapatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hariri (2010) yang menyatakan bahwa selfregulated learning efektif untuk mereduksi prokrastinasi akademik. Senada juga dengan penelitian dari Senecel & Koestner (1995) yang menunjukan bahwa cara siswa dalam meregulasi perilaku akademiknya berhubungan signifikan dengan perilaku prokrastinasi, dimana siswa yang memiliki alasan intrinsik dalam mengejar pendidikannya maka akan mengurangi kemungkinan ia melakukan prokrastinasi. Serta penelitian Millgram (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua menjadi salah satu faktor yang

136 mempengaruhi perilaku prokrastinasi, dimana kondisi lingkungan yang rendah pengawasan membuat prokrastinasi akademik juga lebih banyak dilakukan daripada lingkungan yang penuh pengawasan. Peneliti mendiskusikan hasil pengujian hipotesis lebih lanjut pada uraian berikut. Variabel pertama yang peneliti uraikan adalah pola asuh. Variabel pola asuh ayah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi, baik dimensi demokratis, otoriter maupun permisif. Lain halnya dengan ketiga dimensi pola asuh pada ibu yaitu otoriter ibu, demokratis ibu dan permisif ibu, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari variabel pola asuh, jika diuraikan per-dimensi maka akan didapatkan hasil yang berbeda-beda dari setiap dimensinya. Dimensi otoriter ayah secara negatif dan signifikan mempengaruhi prokrastinasi. Pola asuh otoriter cenderung bersifat membatasi dan menghukum. Orang tua yang otoriter memerintahkan anak untuk mengikuti petunjuk mereka dan menghormati mereka. Sehingga dalam hal belajar pun, orang tua dengan pola asuh otoriter akan senantiasa memperhatikan proses belajar anak di rumah bahkan cenderung memaksa anak untuk selalu belajar. Oleh karena itu, jika semakin tinggi pola asuh otoriter ayah, maka akan semakin rendah prokrastinasi anak. Hal ini dikarenakan umumnya anak-anak cenderung takut kepada ayah, maka ia akan mengikuti setiap perintah ayahnya dalam hal ini untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah.

137 Namun hasil penelitian yang telah diuraikan diatas tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron & Risnawati, 2010) yang menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subjek penelitian anak perempuan. Selanjutnya, demokratis ayah memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap prokrastinasi. Orang tua dengan pola asuh demokratis cenderung mendorong anaknya untuk menjadi independen tetapi masih membatasi dan mengontrol tindakan anaknya. Sehingga semakin tinggi demokratis ayah, maka akan semakin rendah prokrastinasi anak, hal ini dikarenakan anak akan cenderung menghormati perkataan ayah tanpa merasa terkekang. Hal tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron & Risnawati, 2010) yang menyatakan bahwa tingkat pola asuh demokratis ayah menghasilkan anak perempuan yang bukan prokrastinator. Hal ini mendukung pula teori Baumrind (dalam Ormrod, 2008) yang menyebutkan bahwa anak dengan orang tua demokratis termotivasi untuk berprestasi bagus di sekolah dan seringkali meraih prestasi tinggi, dapat dikatakan bahwa anak tersebut memiliki tingkat prokrastinasi yang rendah atau bahkan tidak sama sekali. Dimensi permisif ayah memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap prokrastinasi. Orang tua dengan pola asuh permisif sangat terlibat dalam kehidupan anaknya tapi tidak banyak memberi batasan atau kekangan pada

138 perilaku mereka dan tidak jarang orang tua membiarkan anaknya untuk melakukan apa yang diinginkan anak. Sehingga semakin tinggi pola asuh permisif, maka akan semakin tinggi pula prokrastinasi pada anak. Hal ini dikarenakan anak akan merasa bebas untuk berbuat sesuka hatinya bahkan dalam masalah belajar. Sehingga anak dapat melakukan banyak penundaan/prokrastinasi terhadap tugas-tugas sekolah ataupun dalam hal belajar ketika menghadapi ujian. Dari hasil penelitian ini cukup menarik, dimana pola asuh otoriter ayah dan demokratis ayah secara negatif dan siginifikan mempengaruhi prokrastinasi. Semakin tinggi otoriter dan demokratis ayah, maka akan semakin rendah prokrastinasi. Lain halnya dengan pola asuh permisif ayah yang secara positif dan signifikan mempengaruhi prokrastinasi, dimana semakin tinggi permisif ayah maka akan semakin tinggi pula prokrastinasi. Hal ini dapat menjadi masukan bagi orang tua agar dapat menentukan pola asuh yang sesuai dalam mengurangi tingkat prokrastinasi pada anak dengan memberikan pengawasan dan perhatian dalam proses belajar anak di rumah. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Milgram (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) yang menngungkapkan bahwa prokrastinasi lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan. Selanjutnya, untuk hasil penelitian mengenai pengaruh variabel selfregulated learning terhadap prokrastinasi, terdapat empat dimensi yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap prokrastinasi, yaitu strategi pengorganisasian, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha

139 dan pencarian bantuan. Sebaliknya, strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif dan belajar dengan teman memiliki pengaruh tetapi tidak sigifikan terhadap prokrastinasi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Wolters (dalam Rakes & Dunn, 2010), yang menemukan bahwa metakognitif regulasi diri adalah prediktor terkuat kedua dari perilaku prokrastinasi setelah keyakinan self-efficacy akademik. Dimensi strategi pengorganisasian memberikan pengaruh secara negatif dan signifikan terhadap prokrastinasi, artinya semakin tinggi manajemen waktu dan lingkungan belajar maka akan semakin rendah prokrastinasi. Strategi pengorganisasian meliputi mengelompokan, menguraikan, memilih ide utama dari bacaan, dan memperhatikan judul, diagram, tabel, gambar dan grafik. Sehingga semakin baik pengorganisasian siswa dalam belajar, maka akan semakin rendah pula prokrastinasi yang dilakukan. Dimensi strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar memberikan pengaruh secara negatif terhadap prokrastinasi, artinya semakin tinggi manajemen waktu dan lingkungan belajar maka akan semakin rendah prokrastinasi. Manajemen waktu termasuk jadwal waktu untuk belajar, rencana mingguan atau bulanan untuk tugas, tes dan ujian, dan secara efektif menggunakan waktu belajar. Siswa yang mampu mengatur jadwal untuk belajar dan mampu mengatur lingkungan belajarnya maka kecenderungan prokrastinasi yang dilakukannya akan semakin rendah.

140 Dimensi strategi pengaturan usaha memberikan pengaruh secara negatif terhadap prokrastinasi, artinya semakin tinggi pengaturan usaha maka akan semakin rendah prokrastinasi. Pengaturan usaha menekankan pengaturan selfmanagement dan mencerminkan komitmen untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan seseorang meskipun mengalami kesulitan dan gangguan. Oleh karena itu, siswa yang memiliki pengaturan usaha yang baik, maka semakin rendah prokrastinasi yang dilakukkannya. Dimensi strategi pencarian bantuan memberikan pengaruh secara positif dan signifikan terhadap prokrastinasi. Pencarian bantuan mengacu pada proses dimana siswa meminta teman-teman dan guru untuk menjelaskan materi pelajaran yang membingungkan dan karenanya dapat mempercepat pencapaian. Jika tingkat pencarian bantuan siswa semakin tinggi maka akan semakin tinggi pula prokrastinasi yang akan dilakukannya. Hal ini dikarenakan siswa hanya akan mengandalkan bantuan dari teman dan guru sehingga ia akan semakin menunda dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah terlebih lagi jika tugas tersebut kurang ia pahami. Selain kedua variabel bebas yang telah disebutkan di atas, variabel kategorik (demografiknya) juga memberikan pengaruh terhadap prokrastinasi. Hasil penelitian yang peneliti dapatkan menyatakan bahwa variabel kelas memberikan pengaruh secara positif dan signifikan terhadap prokrastinasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Riberio (2007) yang menemukan bahwa prokrastinasi berhubungan positif dengan tingkatan kelas seseorang

141 (mempunyai hubungan yang dekat pula dengan variabel usia). Selanjutnya variabel kategorik usia memberikan pengaruh secara negatif terhadap prokrastinasi dan signifikan. Artinya semakin tinggi usia siswa maka akan semakin rendah prokrastinasi yang dilakukan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Steel (2007) yang menemukan bahwa usia mempengaruhi prokrastinasi namun tidak signifikan. Variabel kategorik terakhir yaitu variabel jenis kelamin yang memberikan pengaruh secara positif terhadap prokrastinasi namun tidak signifikan. Berdasarkan mayoritas skala penelitian yang telah diisi dimana mayoritas jenis kelamin responden adalah perempuan maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi siswa yang berjenis kelamin perempuan maka akan semakin tinggi prokrastinasi. Hal ini senada dengan penelitian Else-Quest, Hyde, Goldsmith, & Van Hulle (dalam Steel, 2007),yang menemukan kecenderungan prokrastinasi akan lemah dikaitkan dengan laki-laki. Namun bertentangan dengan penelitian Hampton (2005) yang menemukan bahwa laki-laki lebih cenderung melakukan prokrastinasi daripada perempuan. 5.3 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran berupa saran metodologis dan saran praktis Saran metodologis 1. Untuk penelitian selanjutnya agar meneliti pengaruh variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi prokrastinasi, selain yang ada pada independent variable penelitian ini, seperti modelling, self-control dan tipe kepribadian.

142 2. Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan untuk menggunakan sampel lain seperti pada siswa SMA, mahasiswa bahkan pada kalangan umum seperti karyawan suatu perusahaan Saran praktis Hasil penelitian ini memiliki implikasi bagi orang tua, siswa dan guru, yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Orang tua a. Memperhatikan pola asuh yang diterapkan pada anak sesuai dengan perkembangan psikologis usianya. b. Peneliti menyarankan agar orang tua memperhatikan pola asuh yang diterapkan pada anak-anaknya khususnya dalam memperhatikan kegiatan belajar anak. Sebaiknya orang tua dapat menerapkan pola asuh demokratis, karena ternyata dari hasil temuan peneliti dalam penelitian ini jika semakin tinggi pola asuh demokratis dan otoriter maka akan semakin rendah prokrastinasi anak. Walaupun pola asuh otoriter dapat mengurangi prokrastinasi anak, namun umumnya anak-anak akan merasa terkekang, akan lebih baik jika orang tua menerapkan pola asuh demokratis karena orang tua dengan pola asuh demokratis cenderung mendorong anaknya untuk menjadi independen tetapi masih membatasi dan mengontrol tindakan anaknya, tidak terlalu memaksa seperti otoriter dan tidak terlalu membebaskan seperti permisif. c. Untuk meningkatkan self-regulated learning dalam diri anak, orang tua dapat mengembangkan kemampuan belajar anak di rumah sehingga

143 memungkinkan mereka untuk menghindari berbagai gangguan, misalnya dengan membuat anak belajar dengan nyaman, pengaturan ruang belajar supaya tenang, menjaga kerapihan meja belajar anak, mematikan televisi dan telepon selular dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut dapat membantu meningkatkan komitmen siswa terhadap tugas. 2. Guru Diharapkan guru dapat meningkatkan kemampuan self-regulated learning siswa di sekolah, yaitu dengan cara: a. Menciptakan suasana nyaman saat belajar di kelas. b. Membantu siswa dalam menyusun rencana pembelajaran yang ingin dicapai. c. Mengevaluasi kegitan belajar siswa di kelas. d. Memberikan tugas yang dapat meningkatkan berpikir kritis pada siswa. e. Dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. 3. Siswa Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi para siswa agar dapat meningkatkan self-regulated learning yaitu dengan cara mengatur strategi dalam belajar, seperti: a. Melakukan pengorganisasian dalam memahami suatu materi misalnya dengan menyusun tabel, grafik maupun gambar untuk mempermudah mempelajari suatu materi pelajaran.

144 b. Dapat mengontrol diri atau mengatur diri sendiri ketika menghadapi suatu materi pelajaran mampu mengatur waktu belajar dan lingkungan tempat belajar. c. Memiliki komitmen untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan serta mencari bantuan teman atau guru jika menemukan materi pelajaran yang sulit atau tidak dimengerti.

145 DAFTAR PUSTAKA Alwisol. (2005). Psikologi kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah. Artino Jr, A.R. (2009) A review of the motivated strategies for learning questionnaire. Thesis. University of Connecticut. Barus, G. (2003). Memaknai pola pengasuhan orang tua pada remaja. Makasar: Jurnal Intelektual, Vol. 1, No.2, Burka, J.B., and Yuen, L.M. (2008). Procrastination, why you do it, what to do about it now. America: Da Capo Press. Chu, A.H.C., & Choi, J.N. (2005). Rethinnking procrastination: Positive effects of active procrastination behavior on attitudes and performance. The Journal of Social Psychology, Vol.145, No.3, Crocker, L.M. (1986). Introduction to classical and modern test theory. New York: Library of Congress Cataloging. Ghufron, M.N., & Risnawita, R.S. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Arruzz Media Hampton, A.E. (2005). Locus of control and procrastination. Journal of Epistimi,Vol.2, No.2, 3-5. Hariri, G.N. (2010). Efektivitas program self-regulation learning untuk mereduksi prokrastinasi akademik siswa (pra eksperimen terhadap siswa SMP Negeri 5 Bandung tahun ajaran 2010/2011). Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia Program Psikologi. Hurlock, E.B. (1978). Child development. New Jersey: McGraw-Hill. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan (terj. Istiwidayanti & Soedjarwo). Jakarta: Erlangga. Ormrod, J.E. (2008). Psikologi pendidikan, membantu siswa tumbuh dan berkembang (terj). Jakarta: Erlangga. Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2008). Perkembangan manusia (terj. Brian Marswendy, 2009). Jakarta: Salemba Humanika. Pedhazur, E.J. (1982). Multiple regression in behavioral research, explanation and prediction second edition. New York: Holt, Renehart and Winston. Inc Rakes, G.C., & Dunn, K.E. (2010). The impact of online graduate students motivation and self-regulation on academic procrastination. Journal of Interactive Online Learning. Vol. 9 No. 1,

146 Riberio, L.R. (2009). Construction and validation of a four parenting styles scale. Thesis. The Faculty of Humboldt State University. Robert, B. (1996). Procrastination and blocking. London: Praeger. Rosario, P., Costa, M., Nunez, J.C., Gonzales-Pienda, J., Solano, P., & Valle, A. (2009). Academic procrastination: Associations with personal, school, and family variables. The Spanish Journal of Psychology, Vol.12, No. 1, Santrock, J.W. (2007). Child development. New York: McGraw-hill. Santrock, J.W. (2004). Psikologi pendidikan (terj. Tri Wibowo, B.S, 2007) Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Senecal, C., Koestner, R., & Vallerand, R.J. (1995). Self-regulation and academic procrastination. The Journal of Social Psychology, Vol. 135, No. 5, Schunk, D.H., Pintrich, P.R., & Meece, J.L. (2008). Motivation in education theory, research, and applications. New Jersey: Pearson. Schunk, D.H. (2005). Commentary on self-regulation in school contexts. Journal of Learning and instruction, Vol.15, No.1, Solomon, L.J., & Rothblum, E.D. (1984). Academic procrastination : Frequency and cognitive behavioral correlates. Journal of Counseling Psychology, Vol.31, No.4, Somtsewu, N. (2008). The applicability the motivated strategies for learning quetionaire (MSLQ) for South Africa. Thesis. Nelson Mandela Metropolitan University. Steel, P. (2007). The nature of procrastination : A meta-analytic and theoritical review of quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin Vol.1, No. 133, Hendricks, S. (2010). Hubungan self-regulated learning dengan perilaku prokrastinasi mahasiswa fakultas Psikologi UIN Jakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Suralaga, F., & Solicha. (2010). Psikologi pendidikan. Jakarta: Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tuckman, B.W. (1990). Measuring procrastination attitudinally and behaviorally. Journal of American Educational Research Association, Vol. 51, No.4, 1-12.

147 Vehadi, S., Mostafafi, F., & Mortazanajad. (2009). Self-regulation and dimension of parenting style predict psychological procrastination of undergraduate students. Journal of Iran J Psychiatry, Vol. 4, Wijanto, S.H. (2008). Structural equation modelling dengan lisrel 8.8. Yogyakarta: Graha Ilmu. Woolfok, A. (2008). Educational Psychology active learning edition (terj. Helly P.J., & Sri M.S., 2009). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zimmerman, B.J. (1990). Self regulated learning and academic achievement:an overview. Educational Psychologist, Vol. 25, No.1, Zimmerman, B., & Martinez, P. (1986). Development of a structured interview for asessing student use of self regulated learning strategies. American Educational Research Journal, Vol.23, No. 4,

148 LAMPIRAN

149 Surat Pernyataan Persetujuan Partisipasi Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama :... Usia :... Tahun Jenis Kelamin :... (Lk/Pr) Kelas :... Menyatakan bahwa saya bersedia untuk menjadi Responden dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua dan self-regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang, yang dilaksanakan oleh: Ana Nurul Ismi Tamami Sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian surat pernyataan ini dibuat agar penelitian dapat berlangsung dengan baik. Terima Kasih Jakarta, September 2011 Responden (...) Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Dibawah ini terdapat skala pola asuhorang tua, skala self-regulated learning dan skala prokrastinasi. 2. Bacalah setiap pernyataan kemudian berikan jawaban Anda dengan cara memberikan tanda checklist ( ) pada kolom-kolom yang tersedia dengan keterangan sebagai berikut: SS bila Anda SANGAT SETUJU S bila Anda SETUJU TS bila Anda TIDAK SETUJU STS bila Anda SANGAT TIDAK SETUJU Contoh: No. Pernyataan SS S TS STS 1. Saya siap untuk menghadapi tugas yang banyak Berdasarkan contoh di atas berarti Anda setuju untuk menghadapi tugas yang banyak. 3. Selanjutnya, saya mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner berikut ini. Terima kasih. SELAMAT MENGERJAKAN No Pernyataan SS S TS STS 1 Saya menunda menyelesaikan tugas, meskipun tugas tersebut penting. 2 Saya menunda memulai pekerjaan yang tidak ingin saya lakukan. 3 Ketika saya punya tenggat waktu (deadline) untuk mengumpulkan tugas, saya menunggu sampai menit terakhir untuk mengerjakannya. 4 Saya menunda dalam membuat keputusan sulit.

150 5 Saya ragu-ragu pada saat memulai kegiatan baru. 6 Saya tepat waktu terhadap janji. 7 Saya terus meningkatkan kebiasaan menunda tugas. 8 Saya harus mengerjakan suatu tugas, bahkan pada tugas yang tidak menyenangkan. 9 Saya berhasil menemukan alasan untuk tidak melakukan sesuatu. 10 Saya menghindari melakukan pekerjaan yang saya anggap mendatangkan hasil yang buruk. 11 Saya meluangkan semua waktu yang diperlukan bahkan untuk kegiatan yang membosankan, seperti belajar. 12 Ketika saya lelah dengan pekerjaan yang tidak menyenangkan, saya berhenti. 13 Saya percaya bahwa apapun yang terjadi, seseorang harus tetap bekerja keras. 14 Ketika mendapatkan pekerjaan yang saya anggap kurang penting, saya berhenti. 15 Saya percaya bahwa hal yang tidak saya sukai sebaiknya tidak ada. 16 Saya menganggap orang lain lah yang membuat saya melakukan hal-hal yang tidak baik dan hal yang sulit menjadi lebih sulit. 17 Saya dapat mengelola diri sendiri agar dapat menikmati belajar. 18 Saya seorang pembuang waktu yang tidak dapat diatasi. 19 Saya merasa bahwa saya berhak agar orang lain dapat memperlakukan saya dengan baik. 20 Saya percaya bahwa orang lain tidak berhak untuk memberikan saya tenggat waktu (deadline). 21 Belajar membuat saya merasa bosan. 22 Sekarang saya adalah pembuang waktu, dan saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasinya. 23 Ketika suatu pekerjaan menjadi terlalu sulit untuk diselesaikan, saya percaya untuk menunda pekerjaan itu. 24 Saya hanya bisa berjanji pada diri sendiri agar dapat mengurangi kebiasaan menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas. 25 Setiap kali saya membuat jadwal kegiatan sehari-hari, saya mengikutinya. 26 Saya berharap bisa menemukan cara mudah agar saya dapat memulai mengerjakan suatu tugas. 27 Ketika saya punya masalah dengan tugas, itu biasanya kesalahan saya. 28 Bahkan saya membenci diri saya sendiri jika saya tidak memulai suatu pekerjaan.

151 29 Saya selalu menyelesaikan pekerjaan penting, dengan waktu luang yang saya miliki. 30 Saya mencari cara mudah untuk dapat menyelesaikan tugas berat. 31 Ketika saya selesai dengan pekerjaan saya, saya jarang memeriksanya kembali. 32 Saya kesulitan dalam memulai menyelesaikan tugas meskipun saya tahu betapa pentingnya untuk memulai mengerjakan tugas tersebut. 33 Saya tidak pernah mendapatkan tugas yang tidak dapat saya kerjakan. 34 Menunda tugas sampai besok adalah bukan cara yang biasa saya lakukan. 35 Saya merasa jenuh dengan tugas-tugas saya. No Pernyataan SS S TS STS 1 Ayah saya menganggap bahwa anak-anak harus mengikuti setiap petunjuk orang tua. 2 Menurut ayah, saya harus setuju dengan pendapatnya, karena hal tersebut demi kebaikan saya sendiri. 3 Setiap kali ayah menyuruh saya melakukan sesuatu, ia mengharapkan saya melakukannya segera mungkin tanpa bertanya. 4 Ayah membuat peraturan di rumah tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan anak-anaknya. 5 Ayah saya tidak menerima saran dari anak-anaknya mengenai pembuatan peraturan di rumah. 6 Ayah membebaskan saya untuk berpikir dan berbuat sesuai dengan apa yang ingin saya lakukan, bahkan jika hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang ayah inginkan. 7 Ayah tidak mengijinkan saya untuk bertanya pada setiap keputusan yang ia buat. 8 Ayah saya mengarahkan kegiatan dan keputusan anakanak dalam keluarga melalui pemahaman dan kedisiplinan. 9 Ayah saya merasa bahwa paksaan harus lebih digunakan agar anak-anak bersikap sesuai dengan apa yang orang tua inginkan. 10 Ayah memaksa saya untuk mematuhi peraturan dalam berperilaku. 11 Saya mengetahui apa yang ayah harapkan dari saya, tapi ketika saya merasa bahwa harapan tersebut tidak masuk akal, saya bebas untuk mendiskusikan harapan-harapan itu dengan ayah. 12 Ayah saya menganggap bahwa orang tua yang bijaksana harus mengajari anak-anak mereka sejak kecil tentang

152 siapakah pemimpin dalam keluarga. 13 Ayah saya jarang memberi saya harapan dan bimbingan untuk perilaku saya. 14 Ayah saya mengikuti apa yang anak-anak inginkan ketika membuat keputusan keluarga. 15 Ayah sangat ketat memberi saya arahan dan bimbingan dalam berperilaku. 16 Ayah saya tidak akan marah jika saya mencoba untuk tidak setuju dengannya. 17 Ayah saya merasa bahwa tidak seharusnya orang tua membatasi kegiatan, keputusan, dan keinginan anakanak mereka. 18 Ayah memberi tahu perilaku apa yang ia harapkan dari saya, dan jika saya tidak memenuhi harapannya, dia akan menghukum saya. 19 Ayah saya memperbolehkan saya untuk memutuskan suatu hal sendiri tanpa banyak arahan darinya. 20 Ayah mempertimbangkan pendapat dari anak-anaknya ketika membuat keputusan keluarga, tapi dia tidak akan memutuskan sesuatu hanya karena anak-anak menginginkannya. 21 Ayah jarang memberikan contoh kepada saya tentang cara berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. 22 Ayah memiliki aturan tentang perilaku anak-anaknya di rumah, tapi ia bersedia untuk menyesuaikan aturan tersebut dengan kebutuhan masing-masing anak dalam keluarga. 23 Ayah memberi arahan untuk perilaku dan kegiatan saya dan ia mengharapkan saya untuk mengikuti arahannya, tapi ia selalu bersedia mendengarkan keinginan saya dan mendiskusikan arahan itu dengan saya. 24 Ayah mengizinkan saya untuk memutuskan sendiri apa yang akan saya lakukan. 25 Ayah saya bersikap memaksa dan ketat dalam membuat kesepakatan dengan anak-anaknya ketika tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. 26 Ayah saya sering mengatakan kepada saya apa yang ia inginkan dari saya dan ia mengharapkan agar saya dapat mewujudkan keinginannya tersebut. 27 Ayah saya memberikan arahan yang jelas untuk perilaku dan kegiatan saya, tapi ia juga memahami ketika saya tidak setuju dengannya. 28 Ayah saya mengarahkan perilaku, kegiatan, dan keinginan anak-anaknya. 29 Ayah bersikeras bahwa saya harus sesuai dengan harapan-harapannya. 30 Jika ayah saya membuat suatu keputusan di dalam

153 keluarga yang menyakiti saya, ia bersedia untuk membicarakan keputusan itu dengan saya dan mengakui jika dia melakukan kesalahan. No Pernyataan SS S TS STS 1 Ibu saya menganggap bahwa anak-anak harus mengikuti setiap petunjuk orang tua. 2 Menurut ibu, saya harus setuju dengan pendapatnya, karena hal tersebut demi kebaikan saya sendiri. 3 Setiap kali ibu menyuruh saya melakukan sesuatu, ia mengharapkan saya melakukannya segera mungkin tanpa bertanya. 4 Ibu membuat peraturan di rumah tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan anak-anaknya. 5 Ibu saya tidak menerima saran dari anak-anaknya mengenai pembuatan peraturan di rumah. 6 Ibu membebaskan saya untuk berpikir dan berbuat sesuai dengan apa yang ingin saya lakukan, bahkan jika hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang ibu inginkan. 7 Ibu tidak mengijinkan saya untuk bertanya pada setiap keputusan yang ia buat. 8 Ibu saya mengarahkan kegiatan dan keputusan anak-anak dalam keluarga melalui pemahaman dan kedisiplinan. 9 Ibu saya merasa bahwa paksaan harus lebih digunakan agar anak-anak bersikap sesuai dengan apa yang orang tua inginkan. 10 Ibu memaksa saya untuk mematuhi peraturan dalam berperilaku. 11 Saya mengetahui apa yang ibu harapkan dari saya, tapi ketika saya merasa bahwa harapan tersebut tidak masuk akal, saya bebas untuk mendiskusikan harapan-harapan itu dengan ibu. 12 Ibu saya menganggap bahwa orang tua yang bijaksana harus mengajari anak-anak mereka sejak kecil tentang siapakah pemimpin dalam keluarga. 13 Ibu saya jarang memberi saya harapan dan bimbingan untuk perilaku saya. 14 Ibu saya mengikuti apa yang anak-anak inginkan ketika membuat keputusan keluarga. 15 Ibu sangat ketat memberi saya arahan dan bimbingan dalam berperilaku. 16 Ibu saya tidak akan marah jika saya mencoba untuk tidak setuju dengannya. 17 Ibu saya merasa bahwa tidak seharusnya orang tua membatasi kegiatan, keputusan, dan keinginan anak-

154 anak mereka. 18 Ibu memberi tahu perilaku apa yang ia harapkan dari saya, dan jika saya tidak memenuhi harapannya, dia akan menghukum saya. 19 Ibu saya memperbolehkan saya untuk memutuskan suatu hal sendiri tanpa banyak arahan darinya. 20 Ibu mempertimbangkan pendapat dari anak-anaknya ketika membuat keputusan keluarga, tapi dia tidak akan memutuskan sesuatu hanya karena anak-anak menginginkannya. 21 Ibu jarang memberikan contoh kepada saya tentang cara berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. 22 Ibu memiliki aturan tentang perilaku anak-anaknya di rumah, tapi ia bersedia untuk menyesuaikan aturan tersebut dengan kebutuhan masing-masing anak dalam keluarga. 23 Ibu memberi arahan untuk perilaku dan kegiatan saya dan ia mengharapkan saya untuk mengikuti arahannya, tapi ia selalu bersedia mendengarkan keinginan saya dan mendiskusikan arahan itu dengan saya. 24 Ibu mengizinkan saya untuk memutuskan sendiri apa yang akan saya lakukan. 25 Ibu saya bersikap memaksa dan ketat dalam membuat kesepakatan dengan anak-anaknya ketika tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. 26 Ibu saya sering mengatakan kepada saya apa yang ia inginkan dari saya dan ia mengharapkan agar saya dapat mewujudkan keinginannya tersebut. 27 Ibu saya memberikan arahan yang jelas untuk perilaku dan kegiatan saya, tapi ia juga memahami ketika saya tidak setuju dengannya. 28 Ibu saya mengarahkan perilaku, kegiatan, dan keinginan anak-anaknya. 29 Ibu bersikeras bahwa saya harus sesuai dengan harapanharapannya. 30 Jika ibu saya membuat suatu keputusan di dalam keluarga yang menyakiti saya, ia bersedia untuk membicarakan keputusan itu dengan saya dan mengakui jika dia melakukan kesalahan. No Pernyataan SS S TS STS 1 Ketika mempelajari materi pelajaran, saya membuat ringkasan materi untuk membantu saya mengerti. 2 Selama di kelas saya sering melewatkan poin penting karena saya sedang memikirkan hal lain. 3 Saya sering mencoba untuk menjelaskan materi pelajaran

155 kepada teman sekelas atau teman lainnya. 4 Saya biasanya belajar di suatu tempat di mana saya dapat berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas-tugas saya. 5 Ketika membaca materi pelajaran, saya membuat pertanyaan untuk membantu saya fokus terhadap bacaan saya. 6 Saya sering merasa malas atau bosan ketika belajar di kelas yang membuat saya berhenti sebelum menyelesaikan apa yang saya rencanakan. 7 Saya sering mempertanyakan tentang hal yang saya dengar atau baca dalam suatu mata pelajaran. 8 Ketika saya belajar, saya berlatih dengan mengulang kembali materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya. 9 Walaupun memiliki kesulitan mempelajari materi di kelas, saya mencoba untuk melakukannya sendiri, tanpa bantuan dari siapapun. 10 Ketika merasa bingung tentang sesuatu hal yang saya pelajari di kelas, saya akan terus mencoba untuk dapat menyelesaikannya. 11 Ketika belajar suatu materi pelajaran, saya akan membaca buku catatan saya dan mencoba untuk menemukan gagasan penting dari materi tersebut. 12 Saya menggunakan waktu belajar saya dengan baik untuk suatu mata pelajaran. 13 Jika materi bacaan sulit dipahami, saya mengubah cara membacanya. 14 Saya mencoba untuk bekerja sama dengan siswa lain di kelas untuk menyelesaikan tugas. 15 Ketika belajar suatu pelajaran, saya membaca catatan kelas saya dan bahan bacaan dengan berulang-ulang. 16 Ketika teori, materi, atau kesimpulan yang disajikan dalam kelas atau dalam bacaan materi pelajaran, saya mencoba untuk menemukan apakah disana ada petunjuk yang mendukungnya dengan baik. 17 Saya bekerja keras untuk belajar dengan baik pada suatu pelajaran, bahkan jika saya tidak suka pada pelajaran tersebut. 18 Saya membuat grafik sederhana, diagram, atau tabel untuk membantu saya memahami bahan pelajaran. 19 Saya sering menyisihkan waktu untuk mendiskusikan materi pelajaran dengan teman-teman di kelas. 20 Saya memperlakukan materi pelajaran sebagai langkah awal untuk mengembangkan ide-ide yang saya miliki yang berkaitan dengan materi tersebut. 21 Saya merasa sulit menetapkan jadwal belajar. 22 Saya mengambil informasi bersamaan dari berbagai

156 sumber yang berbeda, seperti dari materi yang diberikan guru, buku pelajaran, dan diskusi. 23 Sebelum mempelajari materi pelajaran baru secara menyeluruh, saya sering membaca sekilas terlebih dahulu untuk melihat bagaimana isi dari materi tersebut. 24 Saya bertanya pada diri sendiri untuk memastikan apakah saya telah memahami materi pelajaran yang telah dipelajari di kelas. 25 Saya mencoba untuk mengubah cara belajar saya agar sesuai dengan syarat mata pelajaran dan cara guru mengajar. 26 Saya sering membaca materi pelajaran tetapi tidak mengetahui apa maksud dari materi tersebut. 27 Saya bertanya kepada guru untuk menjelaskan tentang materi pelajaran yang tidak saya mengerti. 28 Saya menghafal kata kunci untuk mengingatkan saya tentang konsep-konsep penting dalam suatu pelajaran. 29 Ketika ada tugas yang sulit, saya menyerah untuk mengerjakannya atau hanya mempelajari bagian yang mudah. 30 Saya mencoba untuk memikirkan sebuah topik dan memutuskan apa yang harus saya pelajari dari topik tersebut bukan hanya membacanya ketika belajar dalam suatu pelajaran. 31 Saya mencoba untuk menghubungkan maksud dalam pokok bahasan mata pelajaran tertentu terhadap mata pelajaran lain bila memungkinkan. 32 Ketika mempelajari suatu mata pelajaran, saya membaca kembali catatan kelas dan membuat ringkasan materi yang penting. 33 Ketika membaca suatu materi, saya mencoba untuk menghubungkan materi dengan apa yang sudah saya ketahui. 34 Saya memiliki tempat khusus untuk belajar. 35 Saya mencoba untuk bermain-main dengan ide-ide saya sendiri terkait dengan apa yang saya pelajari dalam suatu mata pelajaran. 36 Ketika saya mempelajari suatu pelajaran, saya menulis ringkasan singkat tentang inti pokok dari materi bacaan dan catatan sewaktu di kelas. 37 Ketika saya tidak bisa memahami materi dalam suatu mata pelajaran, saya meminta siswa lain di kelas untuk membantu. 38 Saya mencoba untuk memahami materi pelajaran dengan membuat hubungan antara bacaan dan konsep-konsep dari suatu pelajaran. 39 Saya pastikan bahwa saya menyelesaikan tugas mingguan

157 untuk suatu mata pelajaran. 40 Setiap kali membaca atau mendengar pernyataan atau kesimpulan materi pelajaran, saya berpikir tentang kemungkinan alternatif. 41 Saya membuat daftar hal penting untuk suatu mata pelajaran dan menghafalnya. 42 Saya menghadiri kelas secara teratur. 43 Ketika ada materi pelajaran yang membosankan dan tidak menarik, saya berusaha untuk terus belajar sampai selesai. 44 Saya mencoba untuk memilih siswa di kelas yang dapat saya minta bantuan jika diperlukan. 45 Ketika belajar untuk suatu mata pelajaran, saya mencoba untuk menentukan konsep yang tidak saya mengerti dengan benar. 46 Saya sering tidak meluangkan waktu untuk belajar karena melakukan kegiatan lain. 47 Saya menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam belajar agar dapat mengarahkan kegiatan saya dalam belajar. 48 Jika saya bingung dengan buku catatan yang saya buat, saya akan merapikan catatan tersebut agar dapat dimengerti. 49 Saya jarang meluangkan waktu untuk membaca kembali buku catatan pelajaran saya sebelum ujian. 50 Saya mencoba untuk menerapkan ide-ide dari materi pelajaran pada kegiatan lainnya seperti kegiatan belajar di kelas dan diskusi. Makasih yaa sudah mau mengisi,,semoga Allah membalas kebaikan kalian

158 LAMPIRAN 2 SURAT KETERANGAN IZIN PENELITIAN

159

160 LAMPIRAN 3 Analisis Faktor Konfirmatori Prokrastinasi

161 Analisis Faktor Konfirmatori Otoriter Ayah Analisis Faktor Konfirmatori Demokratis Ayah

162 Analisis Faktor Konfirmatori Permisif Ayah Analisis Faktor Konfirmatori Otoriter Ibu

163 Analisis Faktor Konfirmatori Demokratis Ibu Analisis Faktor Konfirmatori Permisif Ibu Analisis Faktor Konfirmatori Latihan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin yaitu pro atau forward

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahap perkembangan, siswa SMP dapat dikategorikan sebagai remaja awal. Pada usia remaja, pendidikan menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus dijalani. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Pendidikan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari istilah belajar karena pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Semakin tinggi penguasaan seseorang terhadap suatu bidang, semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Secara bahasa, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendukung maju atau bergerak

Lebih terperinci

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30 tahun 1990 adalah: Peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa akhir program S1 harus

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Susun Oleh: NYA SORAYA RIZKINA (106070002284) Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju. dengan tata cara hidup orang dewasa (Ali dan Ansori, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju. dengan tata cara hidup orang dewasa (Ali dan Ansori, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fenomena yang kerap terjadi di kalangan mahasiswa adalah prokrastinasi akademik. Menurut Lay (LaForge, 2005) prokrastinasi berarti menunda dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap perkembangan remaja akhir (18-20 tahun)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S1 ) Psikologi Disusun

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan keaslian penelitian 1.1 Latar Belakang Memasuki era perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi muda penerus bangsa sangat diharapkan dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap kemajuan bangsa, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Di Indonesia, pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yang pertama adalah pendidikan non formal (seperti kursus dan les), yang kedua adalah pendidikan informal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja memiliki kecenderungan untuk tumbuh berkembang guna mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkungan akademis dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen (dalam Dahlan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai gambaran dari penelitian secara keseluruhan. Isi dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Procrastination 1. Pengertian Procrastination Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan awalan pro yang berarti mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan sedang menempuh proses pendidikan di Perguruan Tinggi. Pada umumnya mahasiswa berusia antara 18-24 tahun

Lebih terperinci

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan agar sesorang mendapatkan berbagai macam ilmu. Pendidikan dapat diperoleh secara formal maupun informal. Pendidikan secara formal seperti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jejaring Sosial Facebook 2.1.1 Pengertian Jejaring Sosial Facebook Pengertian jejaring sosial menurut Wikipedia (2012) adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di Universitas X Bandung didirikan berdasarkan pertimbangan praktis, yakni melengkapi syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang sering didengungkan oleh para pendidik. Hal ini menekankan pentingnya pendidikan bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan bisa berupa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam suatu pendidikan formal, seperti SMA/SMK terdapat dua kegiatan yang tidak dapat terpisahkan yaitu belajar dan pembelajaran. Kedua kegiatan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prokrastinasi akademik merupakan masalah serius yang membawa konsekuensi bagi pelakunya (Gunawinata dkk., 2008: 257). Konsekuensi dari perilaku prokrastinasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang sangat menentukan, dengan ditandai perubahan-perubahan besar yang belum pernah terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Salah satu aspek yang penting dalam kehidupan adalah kesuksesan atau kegagalan di bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa atau peserta didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah, dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Kata prokrastinasi akademik sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan dalam salah satu prasasti di Universitas Ottawa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat gambaran prokrastinasi pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara. Landasan teori ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa 2.1.1. Pengertian Prokrastinasi Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai prokrastinasi. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut manusia untuk bisa bertindak dan menghasilkan karya. Mahasiswa sebagai anggota dari suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan, manusia memiliki berbagai macam aktivitas dan tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun terkadang sebaliknya yaitu

Lebih terperinci

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG Nindya Prameswari Dewi dan Y. Sudiantara Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era teknologi dan globalisasi, manusia dituntut untuk menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting (Husetiya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinasi dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinasi dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinasi dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI Dalam bab ini, penulis akan membahas variabel tunggal penelitian yaitu prokrastinasi akademik, kemudian bahasan mengenai definisi prokrastinasi akademik, definisi kegiatan ekstrakurikuler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni menciptakan persaingan yang cukup ketat dalam dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa terdiri dari dua kata yaitu maha yang berarti besar dan siswa yang berarti orang yang sedang melakukan pembelajaran, jadi mahasiswa merupakan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan dan merupakan kunci utama untuk mencapai kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dapat memotivasi terciptanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ProkrastinasiAkademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang berarti besok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana yang sangat membantu dalam meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini pemerintah berupaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia tidak terlepas dari dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi sekarang ini, manusia dituntut untuk dapat menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting, namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai subyek menuntut ilmu di perguruan tinggi tidakakan terlepas dari keaktivan belajar dan mengerjakan tugas. Salah satu kriteria yang menunjukkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN Hubungan Penggunaan Strategi Self-regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas VIII... 71 HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di Indonesia, SMP berlaku sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa yang dikuasai oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi kehidupan, dimana masa untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, teknologi dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK 1. Pengertian prokrastinasi Prokrastinasi merupakan suatu fenomena yang seringkali terjadi saat ini terlebih dikalangan pelajar. Milgram (Ferrari, dkk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hari esok untuk menyelesaikannya. Menunda seakan sudah menjadi kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hari esok untuk menyelesaikannya. Menunda seakan sudah menjadi kebiasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Ada yang menginginkan pekerjaan agar cepat selesai, ada pula yang menunda dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Sumber daya pada suatu organisasi merupakan kunci dari lajunya dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Sumber daya pada suatu organisasi merupakan kunci dari lajunya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sumber daya pada suatu organisasi merupakan kunci dari lajunya dan perkembangan suatu perusahaan atau organisasi, karena dengan kualitas sumber daya yang kurang cukup,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan lulusan sekolah menengah atas sedang menempuh

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan lulusan sekolah menengah atas sedang menempuh BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan lulusan sekolah menengah atas sedang menempuh kuliah pada Perguruan Tinggi. Menurut Monks dkk (2002), mahasiswa digolongkan sebagai remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa merupakan sekelompok individu yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan mendapatkan pelajaran dan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai dari tugas rumah tangga, tugas dari kantor ataupun tugas akademis. Banyaknya tugas yang diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Suatu kecendrungan menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan dalam dunia psikologi disebut dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. non-formal dan informal. Setiap jenis pendidikan tersebut memiliki tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. non-formal dan informal. Setiap jenis pendidikan tersebut memiliki tujuan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan dapat berupa pendidikan formal, non-formal

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga mahasiswa dapat memilih perguruan tinggi yang hendak mereka masuki. Dalam memilih perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sekali, tetapi penundaan yang sekali itu bisa dikatakan dengan menundanunda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sekali, tetapi penundaan yang sekali itu bisa dikatakan dengan menundanunda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti pernah melakukan suatu penundaan atau menunda. Namun terkadang individu melakukan penundaan hanya sekali, tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. waktu yang telah ditentukan sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. waktu yang telah ditentukan sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Prokrastinasi Seseorang yang mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai batas waktu yang telah ditentukan sering mengalami keterlambatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengerjakan tugas-tugas studi, baik itu yang bersifat akademis maupun non

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengerjakan tugas-tugas studi, baik itu yang bersifat akademis maupun non BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan subjek yang menuntut ilmu diperguruan tinggi memiliki tanggung jawab pada saat kuliah berlangsung dan menyelesaikan kuliahnya. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara psikologi peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) tengah memasuki masa pubertas, yakni suatu masa ketika individu mengalami transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Wulan Dewi Arini ( )

ABSTRAK. Wulan Dewi Arini ( ) ABSTRAK Wulan Dewi Arini (12120070042) HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DAN PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA PENGERJAAN TUGAS MAHASISWA. (xv + 80 halaman: 1 gambar, 13 tabel, 7 lampiran) Menjalani masa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

UNIVERSITAS MURIA KUDUS HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN POLA ASUH OTORITER DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MURIA KUDUS SKRIPSI Disusun Oleh: KIMMY KATKHAR 2009 60 032 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi

Lebih terperinci

PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SKRIPSI Ditujukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN ( Studi Kasus pada PT. Centrepark Citra Corpora Area Solo Grand Mall ) SKRIPSI

PENGARUH MOTIVASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN ( Studi Kasus pada PT. Centrepark Citra Corpora Area Solo Grand Mall ) SKRIPSI PENGARUH MOTIVASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN ( Studi Kasus pada PT. Centrepark Citra Corpora Area Solo Grand Mall ) SKRIPSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada keseharian, ada berbagai peran yang dijalani oleh individu, salah satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali pekerjaan, tantangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG Rojil Gufron Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan mampu menghadapi tantangan zaman, yang dapat dilaksanakan salah satunya ialah melalui jalur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tinggi (KBBI, 1991). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tinggi (KBBI, 1991). Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tinggi (KBBI, 1991). Dalam peraturan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DANGAN PROKRASTINASI MENYELESAIKAN TUGAS PADA ASISTEN MATA KULIAH PRAKTIKUM NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DANGAN PROKRASTINASI MENYELESAIKAN TUGAS PADA ASISTEN MATA KULIAH PRAKTIKUM NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DANGAN PROKRASTINASI MENYELESAIKAN TUGAS PADA ASISTEN MATA KULIAH PRAKTIKUM NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: Evita Tri Purnamasari F 100 100 145 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin mengedepankan pendidikan sebagai salah satu tolak ukur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin mengedepankan pendidikan sebagai salah satu tolak ukur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah menjadi kebutuhan mendasar bagi semua orang, apalagi di zaman yang semakin mengedepankan pendidikan sebagai salah satu tolak ukur dan penilaiannya, keberadaan

Lebih terperinci

PENGARUH INDEPENDENSI, KECAKAPAN PROFESIONAL, OBYEKTIVITAS, KOMPETENSI, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KUALITAS HASIL AUDIT

PENGARUH INDEPENDENSI, KECAKAPAN PROFESIONAL, OBYEKTIVITAS, KOMPETENSI, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KUALITAS HASIL AUDIT PENGARUH INDEPENDENSI, KECAKAPAN PROFESIONAL, OBYEKTIVITAS, KOMPETENSI, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KUALITAS HASIL AUDIT (Studi Empiris di Pemerintah Kota Surakarta dan Pemerintah Kabupaten Wonogiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode saat ini merupakan zaman modern, Negara Indonesia dituntut untuk mampu menjadi sebuah negara yang hebat dan mampu bersaing di era globalisasi dan diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju dan crastinus yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN SAAT BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN SAAT BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN SAAT BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pengetahuan akademik bagi mahasiswanya. Mahasiswa tidak hanya dituntut secara akademik, tetapi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab III ini akan dibahas tentang variabel penelitian, definisi operasional, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, populasi dan sampel penelitian,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA CORRELATION BETWEEN SELF-EFFICACY AND ACADEMIC PROCRASTINATION ON

Lebih terperinci