PERJANJIAN BELI SEWA RUMAH NEGARA DI KOTA MEDAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERJANJIAN BELI SEWA RUMAH NEGARA DI KOTA MEDAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994"

Transkripsi

1 PERJANJIAN BELI SEWA RUMAH NEGARA DI KOTA MEDAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994 (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Disusun Oleh: Putri Hafwany Pasaribu Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 PERJANJIAN BELI SEWA RUMAH NEGARA DI KOTA MEDAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994 (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Disusun Oleh: Putri Hafwany Pasaribu Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang Disetujui oleh, Ketua Departemen Hukum Keperdataan Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS NIP Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS Zulkifli Sembiring, SH NIP NIP

3 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Alhamdullilah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 (Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I) Tujuan penulis menulis skripsi ini merupakan salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan program studi Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga proses penulisan ini dapat berjalan lancar dan dapat diselesaikan. Untuk itu penulis dengan segala ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Pembantu Dekan I; 3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II; 4. Bapak M. Husni, SH, MH, selaku Pembantu Dekan III; 5. Bapak Prof. Tan Kamello, SH, MS, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata dan juga sebagai Dosen Pembimbing I; 6. Bapak Zulkifli Sembiring, SH, selaku Dosen Pembimbing II;

4 7. Ibu Puspa Melati, SH, M. Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Dagang; 8. Ibu Keriahen Purba, SH, selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis, dan seluruh dosen beserta Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya dan membantu Penulis selama menjalani perkuliahan; 9. Kak Saripah, SH, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini; 10. Instansi terkait dalam hal ini Kantor Departemen Keuangan yaitu Bapak Yuda Pamungkas, selaku Pelaksana Tupoksi (Tugas Pokok Fungsi) di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I, dimana Penulis telah melakukan wawancara sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini; 11. Papa dan Mama tercinta yang senantiasa memberikan kasih saying, cinta, pengertian, semangat, bimbingan dan memberikan bantuan moril dan materil yang tak henti-hentinya; 12. Abang-abang, kakak-kakak dan adikku yang telah banyak memberikan semangat dan dukungannya sehingga dapat tercapai apa yang penulis citacitakan; 13. Nisfu Fazli yang penulis sayangi yang telah banyak memberikan semangat dan dukungannya selama ini; 14. Sahabat-sahabatku: Ira, Desi, Dina, Lesly, Uun, Rizka, Nisa, Siti serta teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu;

5 15. Teman-temanku Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk 2006; 16. Dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam pembuatan penulisan hukum ini, penulis ucapkan banyak terima kasih. Mengingat bahwa sifat ilmu pengetahuan adalah dinamis dan akan terus mengalami perkembangan, sementara skripsi ini tidak dapat dikatakan sempurna maka Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan sebelumnya Penulis memohon maaf bilamana terdapat kekurangan dan kesalahan lain yang tidak berkenan di hati. Akhir kata Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan kelancaran dalam menjalankan hidup dikemudian hari. Harapan Penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada khusunya dan Masyarakat pada umumnya. Medan, September 2009 Penulis

6 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 4 D. Keaslian Penelitian... 5 E. Tinjauan Kepustakaan... 6 F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Pengertian Perjanjian Jenis-Jenis Perjanjian Subyek dan Obyek Perjanjian Syarat Sahnya Perjanjian Berakhirnya Perjanjian... 27

7 B. Perjanjian Beli Sewa Pengertian Beli Sewa Subyek dan Obyek Perjanjian Beli Sewa Bentuk dan Isi Perjanjian Beli Sewa Berakhirnya Perjanjian Beli Sewa BAB III PERJANJIAN BELI SEWA RUMAH NEGARA A. Ketentuan Umum Beli Sewa Rumah Negara B. Bentuk dan Isi Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara Bentuk Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara Isi Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara C. Tata Cara Pembayaran D. Peralihan Hak dan Tahapan Penyerahan Peralihan Hak Milik Rumah dan Tanah dari Negara kepada Pembeli Tahapan Penyerahan...55 BAB IV PERJANJIAN BELI SEWA RUMAH NEGARA BERDASARKAN PP NOMOR 40 TAHUN 1994 A. Tinjauan Pelaksanaan Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara di Kota Medan Rumah Negara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Rumah Negara Departemen Penerangan... 67

8 B. Permasalahan yang Timbul Dalam Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara di Kota Medan...70 C. Upaya Penyelesaian Permasalahan yang Timbul Dalam Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara di Kota Medan...71 BAB V SARAN DAN KESIMPULAN A. Kesimpulan..74 B. Saran 76 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 ABSTRAK Kebutuhan akan perumahan adalah merupakan kebutuhan yang primer. Demikian halnya bagi Pegawai Negeri yang juga membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal untuk menunjang pengabdiannya. Beranjak dari keinginan dasar tersebut maka Pemerintah mencoba untuk memenuhi kebutuhan itu. Disadari bahwa perumahan dinas adalah milik Negara. Dalam rangka pemikiran yang menjadikan rumah tersebut menjadi Hak Milik pribadi, tentu melalui prosedur penjualan yang lain dari penjualan rumah pada umumnya. Oleh karena itu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara, diadakan proses pengalihan Rumah Negara. Dari uraian di atas Penulis mengemukakan bahwa permasalahan pada skripsi ini adalah bagaimana peralihan hak milik rumah dan tanah yang bersangkutan dari Negara kepada pembeli, bagaimana upaya penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian beli sewa Rumah Negara di Kota Medan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah gabungan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dimana penulis, selain mendapatkan bahan dari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan skripsi, buku-buku dari perpustakaan, penulis juga melakukan penelitian dan wawancara langsung kepada Pelaksana Tupoksi (Tugas Pokok Fungsi) di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I. Dalam menganalisis data yang diperoleh, maka penulis menggunakan analisis kualitatif. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh data bahwa peralihan hak milik Rumah Negara dan tanah yang bersangkutan dari Negara kepada pembeli adalah dengan cara perjanjian beli sewa. Dalam hal ini yang menjadi pembeli sewa adalah Pegawai Negeri. Dan yang menjadi penjual sewa adalah Menteri Pekerjaan Umum yang diwakili oleh seorang kuasa yaitu Kepala Jawatan Gedung Negara. Selain itu, rumah yang dapat dibelisewakan adalah Rumah Negara Golongan III yaitu Rumah Negara yang tidak termasuk golongan I dan golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya. Bentuk dari perjanjian beli sewa Rumah Negara ini adalah dalam bentuk standar kontrak. Dimana isinya memuat subyek, obyek perjanjian dan juga harga rumah dan harga ganti rugi atas tanah pekarangan yang bersangkutan. Setelah dilakukan perjanjian beli sewa maka Pegawai Negeri tersebut berkewajiban membayar angsuran sewanya. Peralihan hak beralih kepada pembeli sewa pada saat angsuran telah dibayar lunas. Dalam melaksanakan perjanjian beli sewa ini terdapat beberapa permasalahan yang dapat diselesaikan. Upaya penyelesaian tersebut dapat kita lihat dalam isi kontrak ataupun peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara. Perjanjian beli sewa Rumah Negara ini diadakan untuk memberikan keringanan kepada Pegawai Negeri yang ingin mempunyai rumah. Sehingga kehidupan Pegawai Negeri dapat sejahtera. Kebahagiaan dan kesejahteraan Pegawai Negeri merupakan hal yang penting untuk meningkatkan semangat Pegawai Negeri tersebut dalam menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan Pegawai Negeri dan Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara yang adil dan makmur. Untuk menambah semangat dan kegairahan kerja bagi Pegawai Negeri, di samping pemberian gaji dan tunjangan lainnya, Pemerintah memberikan fasilitas berupa rumah. Rumah ini diberikan kepada Pegawai Negeri selama yang bersangkutan masih berstatus sebagai Pegawai Negeri. Fasilitas rumah yang diberikan tersebut dapat dijadikan hak milik oleh Pegawai Negeri yang bersangkutan. Pemilikan Rumah Negara tersebut dilakukan dengan cara mengadakan perjanjian beli sewa. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara. Hal ini dapat dengan jelas dilihat dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 yang berbunyi pengalihan hak atas Rumah Negara dalam pasal 16 dilakukan dengan cara beli sewa. 1 Selain pengadaan rumah negara untuk Pegawai Negeri, Pemerintah juga membuat suatu perumahan untuk membantu masyarakat umum yang ingin memiliki sebuah rumah. Rumah-rumah tersebut disebut dengan Perumnas. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara, Pasal. 18.

11 Perumnas merupakan perumahan rakyat yang dibangun oleh Perum Perumnas dalam mengembangkan misi pemerintahan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan rumah. Selain itu misi Perum Perumnas adalah menyediakan rumah murah bagi sebagian besar golongan ekonomi menengah ke bawah. 2 Latar belakang dan sejarah didirikannya Perumnas adalah untuk mengemban misi Pemerintah untuk menyejahterakan rakyat melalui sektor papan dalam penyediaan rumah bagi rakyat atau masyarakat umum yang ingin memiliki rumah. Kepemilikan rumah tersebut dilakukan dengan jual beli secara mengangsur. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa perbedaan antara rumah Perumnas dengan Rumah Negara. Perbedaan yang sangat jelas adalah bahwa Perumnas dibangun untuk masyarakat umum yang memiliki ekonomi menengah ke bawah, sedangkan Rumah Negara dibangun untuk kepentingan Instansi yang bersangkutan dan juga dapat dijadikan hak milik kepada Pegawai Negeri yang bekerja di Instansi yang bersangkutan. Rumah Negara yang dibangun oleh Pemerintah dibagi dalam beberapa golongan dan kelas rumah untuk dapat ditempati dan digunakan bagi Pegawai Negeri sendiri dan juga terdiri dari berbagai pangkat atau golongan agar dapat menempati rumah negara tersebut. Dengan memperhatikan kesejahteraan Pegawai Negeri maka penyelenggaraan Negara di dalam pelayanan terhadap masyarakat mencapai hasil yang lebih baik. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara, maka pembelian rumah negara tersebut dapat dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2 Rabu, 14 Oktober WIB.

12 Dalam penjelasan di atas diketahui bahwa kepemilikan Rumah Negara dapat dilakukan dengan cara beli sewa. Mengenai perjanjian beli sewa ini tidak ada diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata ). Di Indonesia, peraturan yang mengatur beli sewa ini adalah Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli atau hire purchase. Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sering dibelisewakan adalah kendaraan bermotor, alat kantor dan alat rumah tangga. Bahkan terjadi juga beli sewa mobil dan rumah. Perjanjian beli sewa ini biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian baku. Pada umumnya pengusaha yang bergerak dalam bidang beli sewa menentukan secara sepihak syarat-syarat beli sewa tersebut. Beli sewa adalah suatu perjanjian antara dua pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan barang kepada pihak yang lain sedangkan pihak yang lain membayarnya secara sewa (angsuran) dalam waktu tertentu. Hak milik atas barang beralih setelah barang tersebut dibayar lunas. 3 Dalam kehidupan seharihari yang dinamakan perjanjian beli sewa adalah hak milik sesuatu barang dapat diperoleh dengan persyaratan bahwa setelah pembayaran secara bertahap lunas, maka pihak yang menerima penyerahan barang tersebut menjadi pemilik. Beli sewa memiliki istilah dalam Bahasa Inggris yaitu huurkoop dan dalam Bahasa Belanda adalah hirepurchase. Huurkoop dan Hirepurchase tersebut jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia maka dapat disimpulkan pada hakikatnya adalah koop, purchase yaitu jual beli dan bukan sewa menyewa, 3 Sudikno Mertokusumo, Leasing Beli Sewa dan Jual Beli Angsuran, (Jakarta: BPHN, 1986), hal. 2

13 oleh karena itu pula terjemahan dalam Bahasa Indonesia yang konsepsional dan benar adalah Beli Sewa bukan sewa beli. 4 Tertarik terhadap masalah-masalah tersebut di atas, maka penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut dan menuangkannya dalam penulisan skripsi dengan judul Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 (Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I) B. Perumusan Masalah Atas dasar latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peralihan hak milik rumah dan tanah yang bersangkutan dari negara kepada pembeli? 2. Bagaimanakah upaya penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian beli sewa rumah negara di Kota Medan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Dengan menelaah judul skripsi diatas, maka dapat diketahui apa yang menjadi tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui cara peralihan hak milik rumah dan tanah yang bersangkutan dari negara kepada pembeli; 4 Ibid, hal. 5

14 2. Untuk memberikan gambaran mengenai upaya penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian beli sewa Rumah Negara di Kota Medan. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara praktis, yaitu: 1. Secara teoretis hasil penelitian ini akan memberikan saran dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai perjanjian beli sewa. 2. Secara praktis: a. Bermanfaat kepada masyarakat umum khususnya kepada pihak yang terkait dalam perjanjian beli sewa; b. Sebagai bahan rujukan bagi para pihak dalam membuat perjanjian beli sewa dengan pihak pembeli; c. Bermanfaat kepada mahasiswa yang ingin lebih mengetahui bentuk perjanjian beli sewa. D. Keaslian Penelitian Skripsi ini berjudul Perjanjian Beli Sewa Rumah Negara Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 (Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I). Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perjanjian beli sewa, baik melalui literatur yang diperoleh di perpustakaan maupun media cetak dan elektronik. Di samping itu juga diadakan penelitian dan sehubungan keaslian judul skripsi ini penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan

15 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpusatakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi, sebelum skripsi ini saya buat maka hal itu menjadi tanggung jawab saya sendiri. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Tinjauan Teoretis Secara umum dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih, dimana masing-masing pihak berjanji akan mentaati apa yang tersebut di dalam perjanjian yang telah disepakatinya, pengertian tersebut sebagaimana dimuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 5 Pengertian tersebut mirip degan apa yang dikemukakan oleh R. Subekti, yaitu suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 6 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perjanjian beli sewa lahir dari praktik kehidupan masyarakat. Perjanjian ini lahir karena adanya asas kebebasan berkontrak. Asas tersebut dapat dilihat dalam penjelasan Pasal R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), (Jakarata: Pradnya Paramita, 1992), Pasal R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), hal. 1.

16 KUH Perdata bahwa setiap orang bebas untuk membuat perjanjian dan bebas menentukan isi suatu perjanjian asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini berarti, KUH Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak yang mengadakan perjanjian untuk menentukan isi perjanjian dengan syarat tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Sedangkan pasal-pasal di dalam KUH Perdata hanya merupakan hukum pelengkap, artinya apabila para pihak sudah mengatur sendiri dalam perjanjian, maka pasal-pasal dalam KUH Perdata dapat dikesampingkan. Namun sebaliknya apabila para pihak belum mengatur dalam perjanjiannya, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata. Suharnoko berpendapat bahwa beli sewa adalah suatu perjanjian campuran dimana terkandung unsur perjanjian jual beli dan sewa menyewa. 7 Menurut Sri Gambir Melati Hatta perjanjian beli sewa adalah transaksi atau kegiatan sebagai perjanjian sewa menyewa, di mana dalam syarat atau salah satu kalusul perjanjiannya ditentukan bahwa apabila sudah terjadi pembayaran sewa yang terakhir maka secara serta merta atau otomatis penyewa menjadi milik dari barang yang disewanya. 8 Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa beli sewa ada kaitannya dengan jual beli dan sewa menyewa. Pengertian jual beli menurut R. Subekti, bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk 7 Suharnoko, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Kencana, 2008), hal Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama, (Bandung: Alumni, 1999), hal. 34.

17 membayar harga yang telah dijanjikan. 9 Sedangkan pengertian sewa menyewa, yang dirumuskan oleh R. Subekti, bahwa sewa menyewa, ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya. 10 Suharnoko menjelaskan bahwa dalam perjanjian beli sewa selama harga belum dibayar lunas maka hak milik atas barang tetap berada di tangan penjual sewa. Hak milik baru beralih dari penjual sewa kepada pembeli sewa setelah pembeli sewa membayar angsuran terakhir umtuk melunasi harga barang. Mengenai pengertian beli sewa dan hubungannya dengan kredit, dalam lalu lintas bisnis kredit sering pula dihubungkan dengan beli sewa maka kredit ialah memberikan prestasi untuk ditukar dengan imbalan prestasi setelah jangka waktu tertentu. Kredit tidak hanya berupa uang tetapi juga beli sewa, jual beli angsuran atau cicilan, dan sebagainya. Kredit dapat berarti bahwa hak pertama memberikan prestasi baik berupa barang, uang, atau jasa kepada pihak lain, kontra prestasi akan diterima kemudian dalam jangka waktu tertentu. 2. Tinjauan Konseptual Dalam ketentuan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa: a. Beli sewa (hire purchase) adalah jual beli barang di mana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual 9 R. Subekti, Op. Cit., hal Ibid., hal Sri Gambir Melati Hatta, Op. Cit., hal

18 kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. b. Jual beli dengan angsuran adalah jual beli di mana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima pelunasan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya disearahkan oleh penjual kepada pembeli. c. Sewa (renting) adalah kegiatan dagang di bidang sewa menyewa atas barang, di mana hak milik atas barang yang disewakan tetap berada pada pemilik barang. Selain Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli atau hire purchase, pedoman tentang persewaan dan penghunian rumah negara juga diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja Listrik Nomor 72/KPTS/1969 tentang Penetapan Sewa untuk Rumah Negara. Dalam hal ini yang dimaksud Rumah Negara sebagaimana yang dimaksud dengan gedung milik Negara ialah gedung yang didirikan, dibeli atau diperoleh Negara. Istilah Rumah Negara atau Rumah Dinas yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 adalah: Rumah Negara yaitu bangunan yang dimiliki negara yang mempunyai fungsi secara langsung melayani atau terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit, sekolah perguruan tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut dan laboratorium atau balai penelitian, sebagai tempat tinggal atau hunian dan mess atau asrama sipil maupun ABRI, pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan atau Pegawai Negeri. Rumah-rumah Negara tersebut meliputi berbagai golongan rumah dan peruntukan penghuniannya antara lain: 1. Rumah Negara Golongan I adalah rumah negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat

19 tinggal di rumah tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut; 2. Rumah Negara Golongan II adalah rumah negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan kepada negara; 3. Rumah Negara Golongan III adalah rumah negara yang tidak termasuk Golongan I dan II yang dapat dijual kepada penghuninya; 4. Gedung yaitu kantor, sekolah, rumah sakit, asrama, mess, dan lain-lain jenis gedung milik negara. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri adalah pegawai negeri yang diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian, yaitu Pegawai Negeri adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan Negeri, atau diserahi tugas Negara dan lainnya, dan digaji oleh Negara. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai negeri tersebut yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum. Pegawai Negeri terdiri dari: 1. Pegawai Negeri Sipil Pusat, maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah; 2. Anggota Tentara Nasional Indonesia; 3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

20 Untuk memperoleh keseragaman dan ketertiban penjualan Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara dan Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (hire purchase), jual beli dengan mengangsur dan sewa (renting) memakai istilah beli sewa. F. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah gabungan antara metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggabungkan antara metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dalam hal ini penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini. Sedangkan penelitian hukum empiris dilakukan untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara. 2. Data Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer adalah melakukan wawancara terhadap pihak yang

21 berhubungan perjanjian beli sewa. Sedangkan metode pengumpulan data sekunder terbagi atas 3 bagian, yaitu: a. Bahan Hukum Primer yaitu norma atau kaedah dasar seperti Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Perundang-undangan dan lain sebagainya; b. Bahan Hukum Sekunder yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum perimer; c. Bahan Hukum Tersier yaitu kamus, bahan dari internet dan bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data yaitu: a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini adalah penelitian dengan mengumpulkan data dan meneliti melalui sumber bacaan, menganalisa peraturan perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah, surat kabar, internet dan sumber lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini. b. Penelitian Lapangan (Field Research) Kegiatan ini penulis lakukan dengan cara turun langsung ke lapangan. Pengumpulan bahan-bahan di lapangan untuk memperoleh data yang akurat, dilakukan dengan mencari informasi langsung dengan

22 menggunakan wawancara (interview) terhadap instansi ataupun lembaga yang berhubungan dengan judul skripsi ini. 4. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh yang diperoleh dari bahan bacaan atau buku-buku, peraturan perundang-undangan dan hasil wawancara langsung mengenai perjanjian beli sewa rumah negara. 5. Lokasi Penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian penulis adalah di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I. G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi sistematika penulisan ke dalam lima bab, dan setiap bab terbagi dalam beberapa sub bab yang lebih kecil. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan keseluruhan ke dalam garis besarnya yang dituangkan ke dalam tujuh sub bab yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika.

23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan secara keseluruhan dalam garis besarnya yang dituangkan ke dalam dua sub bab yaitu perjanjian pada umumnya yang dibagi atas pengertian perjanjian, jenis-jenis perjanjian, subyek dan obyek perjanjian, syarat sahnya perjanjian, berakhirnya perjanjian. Dan juga sub bab perjanjian beli sewa yang dibagi atas pengertian beli sewa, subyek dan obyek perjanjian beli sewa, bentuk dan isi perjanjian beli sewa, dan berakhirnya perjanjian beli sewa. BAB III PERJANJIAN BELI SEWA RUMAH NEGARA Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan secara keseluruhan dalam garis besarnya yang dituangkan ke dalam lima sub bab yaitu ketentuan umum perjanjian beli sewa Rumah Negara, bentuk dan isi perjanjian beli sewa Rumah Negara, tata cara pembayaran, peralihan hak dan tahapan penyerahan. BAB IV PERJANJIAN BELI SEWA RUMAH NEGARA BERDASARKAN PP NOMOR 40 TAHUN 1994 Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan secara keseluruhan dalam garis besarnya yang dituangkan ke dalam tiga sub bab yaitu, tinjauan pelaksanaan perjanjian beli sewa Rumah Negara di Kota Medan, permasalahan yang timbul dalam perjanjian beli sewa Rumah Negara di Kota Medan, dan upaya penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dalam perjanjian beli sewa Rumah Negara di Kota Medan.

24 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan yang sekaligus sebagai jawaban permasalahan yang dikemukakan dalam penulisan ini. Selanjutnya penulis akan memberikan saran sebagai jalan keluar terhadap permasalahan yang ditimbulkan.

25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Dalam bab sebelumnya pengertian perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata sudah diuraikan secara jelas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. 12 Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masingmasing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama. 13 Dari pengertian-pengertian di atas dapat dilihat, bahwa pengertian perjanjian pada umumya adalah sama. Buku III KUH Perdata terdiri dari dua bagian, yaitu bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum mengatur tentang perikatan pada umumnya, perikatan-perikatan yang lahir dari suatu perjanjian atau perikatan-perikatan yang lahir karena undang-undang, dan tentang hapusnya perikatan. Sedangkan bagian yang khusus mengatur tentang perjanjian-perjanjian khusus yang dikenal atau disebut juga perjanjian bernama. Perjanjian bernama itu antara lain jual beli, sewa-menyewa. 12 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 363.

26 Dalam praktik di samping istilah perjanjian juga dikenal istilah yang lain, yaitu istilah perikatan. Namun demikian, dalam membahas sistem bisnis istilah perjanjian sudah biasa dipergunakan dalam masyarakat. Istilah perjanjian tersebut mencakup makna yang lebih jelas dan tepat jika dibanding dengan istilah perikatan. Perikatan lahir karena adanya perjanjian, dengan kata lain, sumber perikatan adalah perjanjian. Selain perjanjian, sumber perikatan adalah undangundang. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1233 KUH Perdata. Selain mengatur masalah perjanjian, Buku III KUH Perdata juga mengatur asas dalam Hukum Perjanjian. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut: 14 a. Asas Kebebasan Berkontrak Asas ini menyatakan bahwa setiap orang diperbolehkan mengadakan perjanjian yang berupa dan berisi apa saja asalkan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Seperti yang diketahui di halaman sebelumnya bahwa asas ini diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. b. Asas Konsensualisme Asas ini diatur dalam Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Dalam asas ini dijelaskan bahwa perjanjian itu merupakan kesepakatan bersama dari dua belah pihak. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. hal Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2001),

27 c. Asas Kepercayaan Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus menumbuhkan rasa saling kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan, maka perjanjian itu tidak akan mungkin akan diadakan oleh para pihak. d. Asas Kekuatan Mengikat Dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan akan tetapi juga terhadap unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. e. Asas Persamaan Hukum Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, ras, dan lain sebagainya. Masing-masing pihak harus saling menghormati sesama makhluk Tuhan. 15 f. Asas Keseimbangan Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Salah satu pihak menuntut prestasi, sedangkan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi perjanjian tersebut. g. Asas Kepastian Hukum Kepastian hukum ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak. 15 Ibid, hal. 88

28 h. Asas Moral Asas ini berdasarkan kesusilaan atau moral seseorang sebagai panggilan dari hati nuraninya. i. Asas Kepatutan Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. 16 j. Asas Kebiasaan Asas ini menyatakan bahwa perjanjian itu dapat timbul dikarenakan adanya kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan masyrakat. Dari asas ini timbul perjanjian-perjanjian yang tidak ada diatur dalam Perdata. Misalnya beli sewa. 2. Jenis-Jenis Perjanjian Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut: 17 a. Perjanjian Timbal Balik Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli. b. Perjanjian Cuma-cuma Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah. c. Perjanjian Atas Beban 16 Ibid, hal Ibid, hal. 66

29 Perjanjian Atas Beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. d. Perjanjian Bernama (Benoemd) Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Biasanya perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian ini diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata. e. Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemd) Perjanjian ini adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat dalam masyarakat. Perjanjian ini seperti perjanjian pemasaran, perjanjian kerja sama. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak mengadakan perjanjian. f. Perjanjian Obligatoir Perjanjian obligatoir adalah perjanjian di mana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. g. Perjanjian Kebendaan Perjanjian Kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain.

30 h. Perjanjian Konsensual Perjanjian Konsensual adalah perjanjian dimana di antara kedua belah pihak tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. i. Perjanjian Riil Perjanjian Riil adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang, pinjam pakai. j. Perjanjian Liberatoir Perjanjian Liberatoir adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misalnya perjanjian pembebasan hutang. k. Perjanjian Pembuktian Perjanjian Pembuktian adalah perjanjian di mana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka. l. Perjanjian Untung-untungan Perjanjian Untung-untungan adalah perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian. Misalnya perjanjian asuransi. m. Perjanjian Publik Perjanjian Publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah dan pihak lainnya adalah swasta. Misalnya perjanjian ikatan dinas. n. Perjanjian Campuran Perjanjian Campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian. Misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa) tetapi menyajikan pula makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.

31 Dari jenis-jenis perjanjian di atas, dapat dilihat bahwa perjanjian beli sewa termasuk jenis perjanjian tidak bernama atau onbenoemde. Dalam Kamus Hukum, onbenoemde adalah perjanjian atau persetujuan yang tidak mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama Subyek dan Obyek Perjanjian Subyek dalam hukum perjanjian termasuk subyek hukum yang diatur dalam KUH Perdata. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Perdata mengkualifikasikan subjek hukum terdiri dari dua bagian yaitu manusia dan badan hukum. Sehingga yang membentuk perjanjian menurut Hukum Perdata bukan hanya manusia secara individual ataupun kolektif, tetapi juga badan hukum atau rechtperson. Badan Hukum itu sendiri dapat dikatakan sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. 19 Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban melakukan perbuatan seperti orang atau manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat menggugat atau digugat di depan hakim. 20 R. Rochmat Soemitro mengemukakan badan hukum adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi. Contoh badan hukum itu sendiri adalah Koperasi, Yayasan dan Perseroan Terbatas. 21 Subyek yang berupa manusia harus memenuhi syarat yang ditentukan oleh KUH Perdata. Salah satunya adalah kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kecakapan dalam hal ini harus mampu dan berwenang untuk melakukan J. C. T. Simorangkir, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal Bahan Kuliah Perancangan Kontrak, M. Husni, Tinjauan Umum Mengenai Kontrak. 20 Ibid. 21 Ibid.

32 perjanjian. Hal ini telah diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata. Dengan demikian orang tersebut harus sudah dewasa, sehat pikirannya, tidak dibawah pengampuan dan tidak ada larangan atau batasan oleh peraturan hukum untuk melakukan perbuatan hukum yang sah. Dalam KUH Perdata kedewasaan seseorang diatur dalam Pasal 330 KUH Perdata yang berbunyi belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa seseorang dikatakan telah dewasa apabila telah berusia 21 tahun atau telah menikah. 22 Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 7 dijelaskan bahwa seseorang boleh melangsungkan perkawinan apabila pihak pria telah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 tahun. Dalam KUH Perdata juga ada larangan bagi sebagian pihak untuk melakukan perjanjian. Walaupun para pihak dalam perjanjian telah dewasa dan memiliki kata sepakat, tetapi ada larangan dalam KUH Perdata. Dalam Pasal 1467 KUH Perdata melarang jual beli antara suami istri apabila diantara mereka ada perjanjian kawin (huweleijke voorwaarden) yang mengakibatkan pisahnya harta kekayaan (scheiding van goederen). Pasal 1468 KUH Perdata melarang hakim, jaksa, panitera, pengacara, jurusita dan notaris untuk memilki hak-hak dan piutang-piutang yang menjadi perkara dimuka Pengadilan. Pasal 1469 KUH Perdata melarang pegawai jabatan umum dalam suatu penjualan, ikut serta membeli barang-barang yang dijual itu, baik langsung maupun dengan perantaraan orang lain, kecuali ada izin istimewa dari Presiden khusus untuk 22 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), (Jakarta: Pradyna Paramita, 1992), Pasal. 330.

33 benda-benda bergerak. Pasal 1470 KUH Perdata begitu pula mereka dilarang menjadi pembeli pada penjualan di bawah tangan secara langsung atau perantara, juga dilarang menjadi pembeli terhadap pengurus-pengurus barang-barang milik Negara. Namun dengan izin Presiden mereka bebas dari larangan-larangan tersebut. Obyek dalam perjanjian adalah sesuai dengan apa yang tertera dalam kontrak atau perjanjian yang telah disepakati. Misalnya perjanjian jual beli mobil, maka yang menjadi obyek perjanjian tersebut adalah mobil. Dalam perjanjian sewa menyewa rumah, maka yang menjadi obyek perjanjian adalah rumah. Oleh karena itu obyek perjanjian dapat diketahui dari isi perjanjian tersebut. Menurut Pasal 1457 KUH Perdata memakai istilah zaak (barang/benda) untuk menentukan apa yang menjadi obyek perjanjian. Obyek dari perjanjian ialah tidak hanya barang yang dimiliki melainkan juga suatu hak atas barang yang bukan hak milik. Pasal 1332 KUH Perdata mengatakan yang dapat menjadi pokok persetujuan adalah barang-barang yang dapat diperdagangkan. Juga Pasal 1333 KUH Perdata mengatakan suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya, hal ini terkait dengan syarat ketiga dari Pasal 1320 KUH Perdata yaitu suatu hal tertentu, yang sahnya suatu perjanjian itu harus menyangkut obyek perjanjian dengan benda atau barang tertentu. Menurut Pasal 1334 KUH Perdata barang-barang yang akan ada dikemudian hari juga dapat menjadi obyek persetujuan, kecuali warisan yang belum terbuka Ibid, Pasal 1334

34 4. Syarat Sahnya Perjanjian Syarat sahnya suatu perjanjian secara umum diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu terdapat empat syarat yang harus terpenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, keempat syarat itu adalah: 24 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Kata sepakat berarti bahwa kedua belah pihak telah sama-sama setuju dengan dilakukannya suatu perbuatan hukum. Misalnya dalam jual beli satu pihak sepakat untuk menyerahkan barangnya, sedangkan pihak lain sepakat untuk membayar harganya. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian. Agar dapat dianggap sah maka suatu perjanjian haruslah dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum, yaitu orang yang dewasa dan sehat akalnya. Adapun orang yang dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum yaitu semua orang yang tidak termasuk orangorang yang belum dewasa (anak-anak), dan orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan karena gila. Untuk melakukan suatu tindakan hukum, orangorang yang belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya. Sedangkan pengampuan itu adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk mewakili tindakan hukum yang dilakukan oleh orang-orang yang dewasa tetapi kurang sehat akalnya (gila). Menurut Pasal 108 KUH Perdata seorang perempuan yang bersuami termasuk dalam kategori orang yang tak cakap dalam melakukan tindakan hukum, akan tetapi dengan keluarnya Surat Edaran 24 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), hal.17.

35 Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, perempuan yang bersuami dianggap orang yang cakap. Surat Edaran tersebut dikeluarkan karena dianggap tidak sesuai lagi dengan zaman, khususnya emansipasi wanita. 25 c. Mengenai suatu hal tertentu. Syarat hal tertentu dalam hukum perjanjian yaitu bahwa objek yang diperjanjikan haruslah merupakan sesuatu yang tertentu, dan barang tersebut paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Jumlah barang tidak terlalu penting untuk disebutkan dalam perjanjian asalkan barang tersebut dapat ditagih atau dihitung kemudian. Misalnya jual beli sayur mayur. Jenisnaya ditentukan yaitu sayur mayur tetapi jumlahnya tidak ditentukan. Walapun begitu pada akhirnya jumlah sayuran tersebut dapat ditentukan. d. Suatu sebab yang halal. Syarat sebab yang halal yaitu bahwa objek perjanjian harus merupakan suatu hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Setelah diketahui keempat syarat tersebut, maka harus diketahui bagaimana kalau salah satu syarat tidak dipenuhi?. Syarat pertama dan kedua (kesepakatan dan kecakapan) merupakan syarat subyektif karena berkenaan dengan orang yang melakukan perjanjian. Bila kedua syarat ini tidak dipenuhi (misalnya perjanjian dilakukan karena paksaan atau dilakukan oleh anak-anak), maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat ketiga dan keempat yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal merupakan syarat objektif karena mengenai objeknya. Oleh sebab itu Bahan Kuliah Pengantar Hukum Indonesia, Ramli Siregar, Perikatan dan Perjanjian.

36 bila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya sejak dari semula sudah dianggap tidak ada perjanjian. 26 Di dalam perjanjian selain ada syarat sahnya perjanjian, juga ada unsurunsur dalam perjanjian. Unsur-unsur perjanjian tersebut adalah: 27 a. Essentialia Yaitu bagian-bagian yang mutlak harus ada dalam suatu perjanjian. Tanpa itu perjanjian-perjanjian tidak mungkin ada. Misalnya dalam perjanjian jual beli, essentialianya adalah harga barang yang diperjualbelikan. b. Naturalia Yaitu bagian-bagian dari perjanjian yang ditentukan oleh undang-undang sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Mislanya adanya jaminan dalam pinjam meminjam. c. Aksidentalia Yaitu bagian-bagian dari perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak karena tidak ada pengaturannya dalam undang-undang. Misalnya sewa penginapan atau hotel berikut mendapat makanan, minuman, dan fasilitas lainnya. 5. Berakhirnya Perjanjian Dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhirnya suatu perikatan, yaitu: Perikatan-perikatan hapus karena a. pembayaran; b. karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; c. karena pembaharuan hutang; 26 Ibid. 27 Mariam Darus, Op. Cit, hal. 74.

37 d. karena perjumpaan hutang atau kompensasi; e. karena percampuran hutang; f. karena pembebasan hutangnya; g. karena musnahnya barang yang terhutang; h. karena kebatalan atau pembatalan; i. karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini; j. karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri. 28 Dalam buku Mariam Darus, hapusnya perikatan dikarenakan beberapa hal yaitu: 29 a. Pembayaran Yang dimaksud dengan pembayaran dalam Hukum Perikatan adalah setiap tindakan pemenuhan prestasi. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah pembayaran. b. Subrogasi Subrogasi adalah penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga. Penggantian itu terjadi dengan pembayaran yang diperjanjikan ataupun karena ditetapkan oleh undang-undang. Misalnya, apabila pihak ketiga melunaskan utang seorang debitur kepada krediturnya yang asli, maka lenyaplah hubungan hukum antara debitur dengan kreditur asli. 30 c. Tentang Penawaran Pembayaran Tunai, Diikuti Oleh Penyimpanan atau Penitipan Dalam hal perikatan dapat hapus dengan penawaran pembayaran yang diikuti penyimpanan atau penitipan ini di mana debitur yang akan membayar 28 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit., ps Mariam Darus, Op. Cit, hal Ibid, hal.126

38 hutangnya kepada kreditur, tetapi kreditur menolak pembayaran tersebut dan oleh debitur uang atau barang yang akan dibayarkan kepada kreditur di titipkan ke pengadilan guna dibayarkan kepada kreditur. d. Pembaharuan Hutang Pembaharuan hutang adalah suatu perjanjian dengan mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru. e. Pengoperan Hutang dan Pengoperan Kontrak Dalam praktek selalu terjadi bahwa suatu kontrak dialihkan kepada pihak lain. Hal ini terjadi misalnya pemilik suatu perusahaan memindahkan perusahaannya kepada pihak lain dengan janji bahwa pemilik baru tersebut akan mengambil alih juga segala hak-hak dan kewajiban yang melekat pada perusahaan tersebut. f. Kompensasi atau Perjumpaan Hutang Kompensasi itu terjadi jika si A meminjam uang kepada si B sebesar Rp ,- lalu si B berhutang kepada si A sebesar Rp ,-, maka diantara keduanya terjadi kompensasi, sehingga A hanya berhutang kepada si B sebesar Rp ,-. g. Percampuran Hutang Dalam hal pencampuran hutang ini biasanya dalam hal pewarisan, di mana debitur menjadi ahli waris si kreditur. Apabila kreditur meninggal dunia, maka hutang-hutang debitur di bayarkan oleh ahli warisnya dan menjadi lunas.

39 h. Pembebasan Hutang Pembebasan Hutang adalah pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur. i. Musnahnya Barang yang Terhutang Musnahnya barang yang terhutang ini adalah suatu barang tertentu yang menjadi obyek perikatan dihapus dan dilarang oleh Pemerintah yang tidak boleh diperdagangkan lagi. Dalam pasal 1553 Perdata disebutkan bahwa jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tidak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum. j. Kebatalan dan Pembatalan Perikatan Alasan-alasan yang dapat menimbulkan kebatalan suatu perikatan adalah kalau perikatan tersebut cacat pada syarat-syarat yang objektif saja. Cacat tersebu adalah objek yang melanggar undang-undang dan ketertiban umum. Di samping hapusnya perjanjian berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas dan Pasal 1381 Perdata, masih ada sebab lain berakhirnya perjanjian, yaitu: a. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian tersebut telah berakhir; b. Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut; c. Ditentukan oleh undang-undang misalnya perjanjian akan berakhir dengan meninggalnya salah satu pihak peserta perjanjian tersebut; d. Adanya putusan hakim dan; e. Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM A. Pengertian kontrak Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang bermakna perjanjian. Dalam bahasan belanda kontrak dikenal dengan kata

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA Oleh : Gostan Adri Harahap, SH, M.Hum Dosen STIH Labuhanbatu, Rantau Prapat Abstrak Penulisan artikel ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG - UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (STUDI

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG - UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (STUDI PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG - UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (STUDI PADA PENGADILAN AGAMA MEDAN) Diajukan untuk memenuhi syarat syarat untuk Mencapai

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan SKRIPSI

Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan SKRIPSI Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN JASA BERDASARKAN BUKU III KUHPERDATA

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN JASA BERDASARKAN BUKU III KUHPERDATA BAB II TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN JASA BERDASARKAN BUKU III KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan adalah keinginan manusia untuk memiliki dan menikmati kegunaan barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani dan rohani demi kelangsungan hidup.

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian sewa-menyewa diatur di bab VII Buku III KUHPerdata yang berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUHPerdata. Defenisi

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA. Makalah. Igit Nurhidayat Oleh :

KONTRAK KERJA. Makalah. Igit Nurhidayat Oleh : KONTRAK KERJA Makalah Oleh : Igit Nurhidayat 0114104001 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG 2014 Kata Pengantar Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah, karenanya Makalah Kontrak Kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci