PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN"

Transkripsi

1 PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare Oleh: BASUKI SETIAWAN C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare, adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2009 Basuki Setiawan C

4 RINGKASAN BASUKI SETIAWAN. Pengaruh padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan maanvis Pterophyllum scalare. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan HARTON ARFAH. Ikan maanvis Pterophyllum scalare sebagai salah satu komoditas ikan hias air tawar yang telah dibudidayakan secara komersial. Padat tebar tinggi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi yang secara ekonomis menghasilkan keuntungan maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh padat penebaran terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan, variasi ukuran, dan keuntungan usaha pemeliharaan benih ikan maanvis. Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober-November 2008 di Laboratorium Sistem dan Teknologi, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga Bogor. Ikan maanvis (panjang 2,25 cm ; bobot 0,24 gram) dipelihara dalam akuarium 24,5x25,0x24,0 cm yang diisi air 12 liter dan diaerasi. Selama penelitian, ikan diberi cacing sutera (Limnodrilus sp.) 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore hari sebanyak 2,14-11,03 gram/hari secara at satiation (sekenyangnya). Fisika-kimia air yang diamati antara lain, Oksigen terlarut, derajat keasaman (ph), suhu, dan amoniak (NH 3 ). Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan padat penebaran 1, 2, dan 3 ekor/l. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis ragam dengan bantuan program Ms Office Excel 2007 dan diuji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (Tukey test) menggunakan program SPSS 13,0. Pada perlakuan 1, 2 dan 3 ekor/l diperoleh tingkat kelangsungan hidup berturut-turut sebesar 100, 81,94, dan 75%; laju pertumbuhan bobot harian sebesar 7,44, 6,32, dan 6,39%; pertumbuhan panjang mutlak sebesar 0,88, 0,57 dan 0,47 cm; efisiensi pakan 20,22, 19,15, dan 21,41%; serta nilai koefisien keragaman panjang sebesar 8,08, 10,13 dan 7,63%. Keuntungan rata-rata perlakuan padat penebaran 1 ekor/l sebesar Rp. 3740,2, 2 ekor/l sebesar Rp. 2668,8, dan 3 ekor/l sebesar Rp. 2764,9. Padat penebaran mempengaruhi (P<0,05) derajat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan bobot harian tetapi tidak mempengaruhi pertumbuhan panjang mutlak, efisiensi pakan dan koefisien keragaman. Padat penebaran tinggi mengakibatkan kandungan oksigen terlarut menurun sedangkan konsentrasi amoniak meningkat. Perlakuan padat penebaran 1 ekor/l menghasilkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi, laju pertumbuhan bobot harian paling baik, dan memiliki efisiensi usaha tertinggi di antara perlakuan lainnya. Untuk pendederan sebaiknya dilakukan sistem resirkulasi dan melakukan penjarangan setiap minggu. Dibutuhkan penelitian lanjutan mengenai pengaruh padat penebaran terhadap warna dan kecacatan sirip benih ikan maanvis.

5 PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : BASUKI SETIAWAN C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 SKRIPSI Judul : PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare Nama : Basuki Setiawan NRP : C Program Studi : Teknologi dan Manajemen Akuakultur Jurusan : Budidaya Perairan Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Irzal Effendi, M. Si Harton Arfah, M. Si NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Indra Jaya NIP : Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirabbil aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan karunia-nya Skripsi yang berjudul Pengaruh padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan maanvis Pterophyllum scalare ini dapat diselesaikan. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulustulusnya kepada : 1. Bapak Irzal Effendi, M. Si dan Bapak Harton Arfah, M. Si selaku Pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Iis Diatin, MM selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. D. Djokosetiyanto selaku Pembimbing Akademik dan yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama studi. 4. Ayahanda Tukiyo dan Ibunda Sumiyati, adikku Rian Arief Septiano, Sulma Mardiyah Fatimah atas kasih sayang, doa, dukungan semangat baik moril dan materi. 5. Bu Is dan Bapak Edi Taufan s Fish Farm, Pomad-Cibinong. 6. Pak Jajang, Kang Abe, Mba Desi, Pak Marijanta, Kang Asep, Mba Yuli atas bantuan yang diberikan. 7. Teman-teman BDP 41, Sisteker z (Yudha, Prima, Feby, Rezqi, Yudhi, Agus, dan Musy). Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi Penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan informasi yang berhubungan dengan tulisan ini. Amin. Bogor, Januari 2009 Basuki Setiawan

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 22 Februari 1986, adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari ayah bernama Tukiyo dan ibu Sumiyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bambu Kuning, Bojonggede-Bogor pada Pada 2001 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SLTPN 7 Bogor. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMUN 1 Bogor pada 2004, Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke Intitut Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah, Penulis pernah aktif menjadi Asisten Dosen pada Mata Kuliah Dasar-dasar Akuakultur. Untuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, penulis menjalani Praktek Kerja Lapangan di Paloma Agung dan Balai Budidaya Laut Lombok dengan komoditas tiram mutiara (Pinctada maxima) selama Juli-September Tugas akhir di perguruan tinggi Penulis selesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul Pengaruh padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan maanvis Pterophyllum scalare.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Distribusi Morfologi dan Anatomi Pengaruh Padat Penebaran terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Pengaruh Padat Penebaran terhadap Fisika-Kimia Air Pengaruh Padat Penebaran terhadap Keuntungan Usaha III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Rancangan Penelitian Pemeliharaan Ikan Persiapan Wadah Pemeliharaan Penebaran Benih Pemberian Pakan Pengelolaan Air Pengambilan Contoh dan Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik Kelangsungan Hidup Pertumbuhan Panjang Mutlak Koefisien Keragaman Panjang Efisiensi Pakan Keuntungan Usaha Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tingkat Kelangsungan Hidup Laju Pertumbuhan Spesifik Pertumbuhan Panjang Mutlak Efisiensi Pemberian Pakan Koefisien Keragaman Panjang Fisika-Kimia Air Keuntungan Usaha Pembahasan... 27

10 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbedaan induk jantan dan betina ikan maanvis Pterophyllum scalare Pengaruh padat penebaran beberapa jenis ikan dengan ukuran yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada media pemeliharaan akuarium dan resirkulasi Pengaruh padat penebaran beberapa jenis ikan dengan ukuran yang berbeda terhadap fisika-kimia air hidup pada media pemeliharaan akuarium dan resirkulasi Kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak, efisiensi pemberian pakan, dan koefisien keragaman panjang benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter Analisis usaha pendederan ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan padat penebaran 1, 2, dan 3 ekor/l selama 30 hari...26

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Strain ikan maanvis Pterophyllum scalare : (a) diamond, (Neil916, 2001) (b) silver, (Young, 2009) (c) black,(anonim, 2009) (d) black - white, (Anonim, 2006) (e) marble (Avila, 2007) dan (f) tri colour (Panggabean, 2009) Tingkat kelangsungan hidup benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter Pertumbuhan bobot (gram) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari Laju pertumbuhan spesifik (SGR) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1,2, dan 3 ekor/liter Pertumbuhan panjang benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter Efisiensi pemberian pakan benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter Koefisien keragaman panjang benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter Suhu media pemeliharaan ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari Oksigen terlarut media pemeliharaan ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari Derajat keasaman (ph) media pemeliharaan ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1,2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari Amoniak media pemeliharaan ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari... 25

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Penempatan perlakuan padat penebaran ikan maanvis Pterophyllum scalare ke dalam wadah pemeliharaan Peubah yang diamati selama pemeliharaan benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan padat penebaran 1, 2, dan 3 ekor/l selama 30 hari. BM = Bobot Biomassa, SR = Survival Rate (Kelangsungan Hidup), FCR = Feed Convertion Ratio, EP = Efisiensi Pemberian Pakan, dan FR = Feeding Rate Analisis statistik kelangsungan hidup (%) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l selama 30 hari Uji lanjut Tukey pada kelangsungan hidup ikan maanvis Pterophyllum scalare Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik (%) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l selama 30 hari Uji lanjut Tukey pada laju pertumbuhan spesifik ikan maanvis Pterophyllum scalare Analisis statistik pertumbuhan panjang mutlak (cm) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l selama 30 hari Analisis statistik efisiensi pemberian pakan (%) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l selama 30 hari Analisis statistik koefisien keragaman panjang (%) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l selama 30 hari Fisika-kimia air media pemeliharaan benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan padat penebaran 1, 2 dan 3 ekor/l selama 30 hari Kisaran fisika-kimia air benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter Analisis usaha ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan maanvis Pterophyllum scalare dikenal sebagai ikan bidadari atau angelfish yang mempunyai kelebihan pada warna dan gerakannya yang anggun. Ikan ini terlihat cantik dengan gerakan yang lambat dan bentuk sirip yang berjumpai panjang membentuk daun bulat. Ikan maanvis memiliki banyak strain yang masing-masing memiliki ciri khas tertentu, diantaranya black, marble, blushing angel, tri colour, black and white, diamond, dan silver. Budidaya ikan maanvis relatif mudah dan dapat dilakukan pada tempat yang terbatas sehingga tidak memerlukan investasi yang besar (Lesmana dan Dermawan. 2001). Ikan maanvis adalah salah satu komoditas ikan hias air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial. Usaha budidaya ikan maanvis dapat dikelompokkan menjadi usaha pembenihan dan pendederan. Pendederan merupakan suatu kegiatan pemeliharaan ikan untuk menghasilkan benih yang siap ditebarkan di unit produksi pembesaran atau benih yang siap jual (Effendi, 2004). Benih merupakan sarana produksi utama dalam budidaya ikan. Benih dalam jumlah yang cukup dan berkualitas baik akan menentukan keberhasilan usaha budidaya. Beberapa spesies ikan hias air tawar ekspor andalan adalah maanvis, black ghost, neon tetra dan Botia macracantha. Pada perdagangan ikan hias global 2008, Indonesia memiliki pangsa pasar ikan hias sebesar 7,5%, sedangkan Singapura telah mencapai 22,8%. Perlu diketahui, 90% dari kebutuhan ikan Singapura tersebut disuplai dari Indonesia (Poernomo, 2008). Untuk memenuhi permintaan pasar, maka budidaya ikan hias dengan teknologi serta manajemen yang baik mutlak diperlukan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Metode untuk perbaikan dan peningkatan hasil tersebut dapat dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan padat penebaran dan memperhatikan kualitas air pada wadah pemeliharaannya. Sebagai contoh, penelitian Dewi (2008) mengenai perlakuan peningkatan padat penebaran benih ikan corydoras (3, 5, dan 8 ekor/l) dalam sistem resirkulasi dapat menghasilkan keuntungan produksi. Keuntungan usaha terbesar pada padat penebaran 8 ekor/l.

15 Metode padat penebaran dapat meningkatkan produksi dengan kualitas yang baik sehingga permintaan akan ikan maanvis dapat tercukupi dengan harga yang stabil. Keberhasilan penerapan metode tersebut akan menghasilkan keuntungan yang besar sehingga prospek ekspansi terhadap budidaya ikan hias air tawar akan besar. Menurut Hepher dan Pruginin (1981), peningkatan padat penebaran akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan dapat menyebabkan pertumbuhan akan berhenti (carrying capacity). Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, peningkatan padat penebaran haruslah sesuai dengan daya dukung (carrying capacity). Sampai saat ini, pendederan ikan maanvis masih dilakukan secara tradisional dan tidak terkontrol sehingga produksi yang dilakukan belum optimal. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi benih ikan maanvis di pendederan adalah dengan meningkatkan padat penebaran. Peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Akibat lanjut dari proses tersebut adalah penurunan pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi carrying capacity antara lain adalah kualitas air, pakan, dan ukuran ikan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan padat penebaran akan disertai dengan peningkatan hasil (produksi). Informasi tentang hubungan padat penebaran ikan maanvis dari produksi yang dihasilkan masih sangat terbatas. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk menentukan padat penebaran optimal ikan maanvis yang dapat menghasilkan produksi yang maksimal. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat penebaran terbaik dengan menghitung kelangsungan hidup, laju pertumbuhan dan keuntungan usaha pemeliharaan benih ikan maanvis.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Distribusi Klasifikasi ikan maanvis Pterophyllum scalare (Axelrod, 1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Osteichthyes Ordo : Percomorphoidea Famili : Cichlidae Genus : Pterophyllum Spesies : Pterophyllum scalare Menurut Adminrad (2008) ikan maanvis atau yang dikenal juga dengan istilah 'angel fish' berasal dari perairan Amazon, Amerika Selatan. Ikan ini memakan larva nyamuk, serpihan udang, cuk merah (blood worm), dan cacing sutera (Limnodrilus sp.). Ikan maanvis memiliki banyak strain yang masingmasing memiliki ciri khas tertentu, diantaranya black, marble, blushing angel, tri colour, black and white, diamond, dan silver (Gambar 1). a b c d Gambar 1. Strain ikan maanvis Pterophyllum scalare : (a) diamond, (Neil916, 2001) (b) silver, (Young, 2009) (c) black,(anonim, 2009) (d) black - white, (Anonim, 2006) (e) marble (Avila, 2007) dan (f) tri colour (Panggabean, 2009) e f

17 Menurut McInerny (1958), bahwa bentuk tubuh ikan maanvis tri colour pipih seperti anak panah atau kepingan disk, sirip punggung dan perutnya membentang lebar dan memanjang ke arah ekor sehingga Nampak seperti busur (Gambar 1). Axelrod (1993) menambahkan bahwa panjang tubuh ikan maanvis maksimal adalah 15 cm, dengan iris mata yang berwarna kuning, warna dasar tubuhnya silver dan corak hitam, terdapat 3-4 garis vertikal berwarna hitam pada sirip dan tubuhnya. Pada bagian kepalanya terdapat warna kuning yang cukup menarik, selain itu tri colour memiliki kelebihan toleransi terhadap kondisi lingkungan yang baik dibanding dengan beberapa strain yang lain. Menurut Susanto (2000) ikan maanvis yang dipelihara dalam akuarium hidup pada air bersuhu C, sedangkan kisaran ph yang mendukung pertumbuhan adalah 6,5-7,0 (netral) dan air yang digunakan untuk pemeliharaan harus jernih (Axelrod, 1993). Pada media akuarium, keasaman air media pemeliharaan berkisar antara 6,5-7,5 (Susanto, 2000). Oksigen terlarut yang diperlukan bagi ikan maanvis dapat berkembang biak dengan baik adalah 4-6 ppm (Adminrad, 2008). Ikan maanvis hidup pada lingkungan perairan yang banyak ditumbuhi tanaman air. Pada perairan yang tenang, mereka hidup bergerombol. Hal inilah bila ditempatkan dalam akuarium, maanvis termasuk ikan yang tidak banyak gerak (Susanto, 2000). 2.2 Morfologi dan Anatomi Ikan maanvis disebut angle fish (ikan bidadari), karena bentuk dan warnanya menarik serta gerakannya yang tenang. Secara umum ciri-ciri morfologi ikan maanvis Pterophyllum scalare adalah (Adminrad, 2008): (1) memiliki warna dan jenis yang bervariasi, (2) bentuk tubuh pipih, dengan tubuh seperti anak panah, (3) sirip perut dan sirip punggungnya membentang lebar ke arah ekor, sehingga tampak sebagai busur yang berwarna gelap transparan, (4) menjaga dan melindungi keturunannya, dan (5) pada bagian dadanya terdapat dua buah sirip yang panjangnya menjuntai sampai ke bagian ekor.

18 Tabel 1. Perbedaan jantan dan betina ikan maanvis Pterophyllum scalare Jantan Ukuran relatif lebih besar dari induk betina pada umur yang sama Dilihat dari atas perut pipih atau ramping Bentuk kepala agak besar Antara mulut dan sirip punggung berbentuk cembung. Sumber : (Adminrad, 2008) Betina Mempunyai ukuran relatif lebih kecil dari induk jantan Perut terlihat besar dan menonjol Kepala lebih kecil Antara mulut ke sirip punggung membentuk garis lurus, kadangkadang menonjol sedikit. Beberapa jenis ikan maanvis yang dikenal dan telah berkembang di Indonesia antara lain adalah: diamond, imperial (silver), black, black-white dan tri colour. Diamond berwarna perak mengkilat sampai hijau keabuan (Gambar 1). Pada bagian kepala atas terdapat warna kuning hingga coklat kehitaman yang menyusur sampai bagian punggung. maanvis imperial mempunyai warna dasar perak, tetapi tubuhnya dihiasi empat buah garis vertikal berwarna hitam/coklat kehitaman. Maanvis black memiliki warna hitam pada seluruh bagian tubuhnya (Gambar 1). Sedangkan maanvis black-white mempunyai warna hitam menghiasi separuh tubuhnya bagian belakang, dan warna putih menghiasi separuh bagian depan termasuk bagian kepala (Gambar 1). Tri colour terdiri dari tiga warna, bagian atas kepala berwarna kuning, tubuhnya dihiasi dengan warna garis vertikal hitam dan putih (Gambar 1). Pakan yang diberikan pada ikan maanvis berupa cacing Tubifex atau pellet sampai benih berumur ± 2 bulan. Perbedaan warna yang terdapat dalam satu spesies ikan maanvis dikarenakan hasil dari persilangan antara jenis-jenis yang ada (Adminrad, 2008). Susanto (2000) menambahkan bahwa berbagai strain maanvis yang muncul merupakan hasil perkawinan secara inbreeding dan interbreeding di antara spesies maanvis. 2.3 Pengaruh Padat Penebaran terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Pertumbuhan ikan bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis, dan kemampuan memanfaatkan makanan, ketahanan terhadap penyakit

19 serta lingkungan seperti kualitas air, pakan dan ruang gerak atau padat penebaran (Hepher dan Pruginin, 1981). Padat penebaran menurut (Hickling, 1971) ikan adalah jumlah ikan per satuan volume air, sedangkan Hepher dan Pruginin (1981), menyatakan bahwa padat penebaran adalah jumlah (biomassa) benih yang ditebarkan per satuan luas atau volume. Peningkatan kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan jika telah sampai pada batas tertentu (carrying capacity) pertumbuhannya akan terhenti. Hal tersebut dapat dicegah dengan penentuan padat penebaran sesuai dengan daya dukung lingkungan (carrying capascity). Peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi carrying capascity antara lain kualitas air, pakan, dan ukuran ikan. Daya dukung lingkungan yang optimum dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil. Tabel 2. Pengaruh padat penebaran beberapa jenis ikan dengan ukuran yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada media pemeliharaan akuarium dan resirkulasi. Spesies Gurame Osprhonemus gouramy Patin Pangasius hypophthalmus Corydoras Corydoras aeneus Padat Penebaran (ekor/liter) Media Ukuran (cm) SR (%) Pertumbuhan (gram/hari) 2,5 akuarium 0,55 93,5 0, akuarium 0,55 95,5 0,0075 7,5 akuarium 0,55 94,3 0, akuarium 0,55 94,4 0, akuarium 1,5 99,52 0,079 8 akuarium 1,5 99,29 0, akuarium 1,5 90,14 0,065 6 resirkulasi 1,3 83,52 4,94 9 resirkulasi 1,3 77,33 4,78 12 resirkulasi 1,3 72,68 4,67 15 resirkulasi 3,2 99, resirkulasi 3,2 99,39 5,96 45 resirkulasi 3,2 98,99 5,94 60 resirkulasi 3,2 91,86 5,81 3 resirkulasi 2,2 98,35 2,83 5 resirkulasi 2,2 98,81 2,77 8 resirkulasi 2,2 97,89 2,52 Sumber Sarah (2002) Bugri (2006) Rahmadani (2007) Hidayat (2007) Dewi (2008)

20 Pada Tabel 2 dapat dilihat, bahwa padat penebaran akan mengakibatkan penurunan kelangsungan hidup ikan dan pertumbuhan bobot. Hal ini diduga karena terganggunya proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis. Penurunan kelangsungan hidup dan pertumbuhan berlaku pada media pemeliharaan yang berupa akuarium maupun resirkulasi. Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan akan berakibat terganggunya proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan akibatnya pemanfaatan makanan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Stress akan meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stress ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Terlihat pada Tabel 2 bahwa semakin meningkatnya padat penebaran menyebabkan pertumbuhan bobot dan kelangsungan hidup menurun. Faktor yang mempengaruhi stress adalah kondisi kualitas air, khususnya oksigen dan amoniak. Ketersediaan oksigen merupakan salah satu penentu konsumsi pakan ikan (nafsu makan). Ikan akan nafsu makan jika tersedia oksigen yang cukup pada wadah pemeliharaan karena oksigen merupakan salah satu unsur yang diperlukan untuk mengubah makanan menjadi energi. Menurunnya nafsu makan ikan akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan. Oksigen sangat dibutuhkan untuk respirasi, aktivitas metabolisme di dalam tubuh, aktivitas pergerakan dan aktivitas pengelolaan makanan. Konsentrasi amoniak hasil metabolisme yang meningkat juga berpengaruh terhadap pertumbuhan karena menurunkan konsumsi oksigen terlarut akibat kerusakan selaput insang ikan. Insang merupakan organ yang terdiri dari filamen-filamen yang rapat dan berfungsi untuk respirasi. Selain itu, insang berfungsi untuk menghalangi air yang toksik masuk ke dalam tubuh ikan. Energi yang tersedia di dalam tubuh digunakan untuk penanggulangan stress yang ditimbulkan, dan mengganggu proses pengikatan oksigen dalam darah yang pada akhirnya mengakibatkan kematian (Boyd, 1990).

21 Bardach et al. (1972) menyatakan bahwa padat penebaran juga akan mempengaruhi keagresifan ikan. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang rendah lebih agresif dibanding yang dipelihara dalam kepadatan yang lebih tinggi. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang tinggi akan lambat pertumbuhnya karena tingginya tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang tertimbun di dalam air. Tingkat kelangsungan hidup ikan adalah nilai persentase jumlah yang hidup selama masa pemeliharaan tertentu. Padat penebaran ikan yang tinggi dapat mempengaruhi lingkungan budidaya dan interaksi ikan. Peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Akibat lanjut dari proses tersebut adalah penurunan pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Penyakit dan kekurangan oksigen akan mengurangi jumlah ikan secara drastis, terutama ikan yang berukuran kecil (Hepher dan Pruginin, 1981). Peningkatan padat penebaran berarti akan menambah populasi pada wadah budidaya sehingga mengakibatkan meningkatnya kompetisi pada ikan. Menurut Brandao (2004) dalam Irliyandi (2008) padat penebaran akan meningkatkan interaksi sosial pada ikan sehingga menimbulkan heterogenitas ukuran ikan. 2.4 Pengaruh Padat Penebaran terhadap Fisika-Kimia Air Padat penebaran ikan menurut Hepher dan Pruginin (1981), adalah ikan yang ditebar per satuan luas atau volume wadah pemeliharaan. Padat penebaran dapat mempengaruhi fisika kimia air media pemeliharaan seperti meningkatnya sisa hasil metabolisme ikan, konsumsi oksigen, dan ketersediaan pakan, hal ini dapat berdampak terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pada pemeliharaan ikan gurame dan patin di akuarium terlihat bahwa dengan bertambahnya padat penebaran dan ukuran ikan kandungan oksigen yang terlarut dalam media pemeliharaan semakin berkurang (Sarah, 2002; Bugri, 2006; Rahmadani, 2007; Hidayat, 2007) (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena digunakan untuk respirasi dan metabolisme. Menurtut Stickney (1979) suplai oksigen di

22 perairan sebaiknya berbanding lurus dengan kepadatan ikan dan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Amoniak dieksresikan ikan sebagai hasil akhir metabolisme protein dan dalam bentuknya yang tidak terionisasi (NH 3 ) merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah. Konsentrasi amoniak dalam media pemeliharaan dapat meningkat seiring meningkatnya padat penebaran dan ukuran ikan. Seperti pada pemeliharaan ikan gurame dan ikan patin dalam akuarium (Sarah, 2002; Bugri, 2006; Rahmadani, 2007; Hidayat, 2007) (Tabel 3), karena semakin tinggi biomassa ikan maka semakin banyak amoniak yang dieksresikan. Tabel 3. Pengaruh padat penebaran beberapa jenis ikan dengan ukuran yang berbeda terhadap fisika-kimia air pada media pemeliharaan akuarium dan resirkulasi. Spesies Padat Penebaran (ekor/liter) Media Ukuran (cm) DO (mg/l) NH 3 (mg/l) ph Suhu Ket 2,5 akuarium 0,55 3,14-7,78 TD-0,005 6,52-7, ,3 5 akuarium 0,55 2,19-6,73 TD-0,005 6,61-6,93 30,2-33,2 7,5 akuarium 0,55 2,10-6,60 TD-0,005 6,53-6, akuarium 0,55 1,52-6,51 TD-0,005 6,21-6, ,6 6 akuarium 1,5 3,02-5,04 0,01-0,16 7,22-7, akuarium 1,5 2,15-4,67 0,02-0,19 7,19-7, akuarium 1,5 1,21-5,19 0,01-0,17 7,12-7, resirkulasi 1,3 4,88-5,39 0,01-0,025 7,37-7, resirkulasi 1,3 4,54-5,39 0,008-0,025 7,36-7, resirkulasi 1,3 4,63-5,39 0,007-0,025 7,43-7, resirkulasi 3,2 5,21-7,91 0,006-0,072 7,5-7, resirkulasi 3,2 4,84-7,85 0,008-0,069 7,5-7, resirkulasi 3,2 4,79-7,89 0,006-0,093 7,41-7, resirkulasi 3,2 4,97-7,78 0,006-0,118 7,38-7, Keterangan : a) Sarah, 2002; b) Bugri, 2006; c) Rahmadani, 2007; dan d) Hidayat, Gurame O.gouramy Patin P. hypophthalmus a b c d Kepadatan yang tinggi dalam pemeliharaan ikan budidaya haruslah didukung dengan laju pergantian air yang tinggi agar amoniak dan produk metabolisme lainnya dapat dikeluarkan karena produk metabolisme meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan kepadatan ikan. Oleh karena itu, padat penebaran dan pertukaran air akan sangat mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan. Oksigen yang semakin berkurang dapat ditingkatkan dengan pergantian air dan pemberian aerasi (Goddard, 1996).

23 Ikan memerlukan oksigen terlarut yang cukup bagi kehidupannya. Kandungan oksigen yang rendah menyebabkan nafsu makan menurun, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ikan. Kisaran nilai optimum oksigen terlarut bagi pertumbuhan ikan menurut Boyd (1982) adalah di atas 5 ppm. Meskipun demikian kandungan oksigen terlarut 4,21-5,43 ppm masih dapat memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik bagi benih ikan gurame dengan bobot individu sekitar 10 mg atau berumur 10 hari. Nitrogen yang dibuang ikan ke perairan, 60-90% dalam bentuk amoniak, yang sangat toksik dan berbahaya bagi ikan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan secara masal terutama pada saat terjadi pembalikan air (umbalan). Kadar oksigen yang rendah dalam air akan mengakibatkan daya racun amoniak meningkat. Pada budidaya ikan konsentrasi amoniak bergantung pada kepadatan populasi, metabolisme ikan, pergantian air, dan suhu (Affiati dan Lim, 1986). Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al., 1991). Padat penebaran akan meningkatkan suhu media apabila di ruang tertutup (packing), tidak ada pergantian air, difusi oksigen dengan atmosfer, dan aerasi (Stickney, 1979). Menurut Piper et al. (1982) dalam Sarah (2002) suhu yang semakin tinggi meningkatkan laju metabolisme ikan, respirasi yang terjadi semakin cepat mengurangi konsentrasi oksigen di air, yang dapat menyebabkan stress bahkan kematian pada ikan. Berkurangnya kandungan oksigen di air dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan ikan, karena oksigen sangat dibutuhkan untuk proses metabolisme di dalam tubuh, aktivitas pergerakan dan aktivitas pengolahan makanan (Zonneveld et al., 1991). Menurut Schmittou (1991) bahwa tingkat toleransi amoniak (NH 3 ) untuk sebagian besar ikan antara 0,6-2,0 mg/l tetapi sebaiknya tidak lebih dari 0,1 mg/l. Kandungan amoniak hasil metabolisme yang meningkat cenderung menyebabkan gangguan yang bersifat fisiologis yang pemicu stress pada ikan. Selain itu, kandungan amoniak di air akan memungkinkan ikan lebih mudah terkena penyakit dan menurunkan pertumbuhannya (Boyd, 1990).

24 2.5 Pengaruh Padat Penebaran terhadap Keuntungan Usaha Menurut Rahardi (1998), analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha perikanan itu berlangsung. Dengan analisis usaha ini, pengusaha membuat perhitungan dan menentukan tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam perusahaannya. Menurut Effendie (1997), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa hasil panen persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Peningkatan padat penebaran dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat penebaran maka produksi akan tetap meningkat pada ikan konsumsi. Produksi yang meningkat akan meningkatkan pula keuntungan. Keuntungan bersih diperhitungkan dari biaya tahunan untuk keperluan tetap selama umur ekonomis dari proyek tersebut. Adapun biaya tetap antara lain (Kadariah et al, 1976) : 1) gaji dan upah pegawai, 2) bahan bakar, 3) air, listrik, dan telekomunikasi, 4) bahan baku, 5) pembelian barang dan jasa untuk pemeliharaan dan perbaikkan, serta 6) keperluan kantor, biaya perjalanan, dan jasa ahli.

25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober-November 2008 di Laboratorium Sistem dan Teknologi, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga Bogor. 3.2 Rancangan Penelitian Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan masing-masing diulang 3 kali. Perlakuan tersebut meliputi: padat penebaran ikan maanvis sebanyak 1, 2, dan 3 ekor/l. Model umum rancangannya adalah (Steel and Torrie, 1981): Keterangan : μ = nilai pengamatan satuan percobaan dari individu ke-j yang mendapat perlakuan ke-i = rataan umum = perlakuan ke-i = pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j 3.3 Pemeliharaan Ikan Persiapan Wadah Pemeliharaan Akuarium-akuarium yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan deterjen dan dibilas dengan air bersih. Kemudian akuariumakuarium tersebut digosok dengan garam grosok (garam untuk ikan) untuk sterilisasi lalu dibilas kembali dengan air bersih. Selanjutnya, akuarium-akuarium dijemur di bawah sinar matahari selama ± 6 jam. Akuarium-akuarium yang telah disterilisasi kemudian diletakkan di atas meja dengan posisi memanjang. Kemudian akuarium diisi air yang berasal dari tandon dengan menggunakan pompa. Volume air tiap akuarium 12 liter, masingmasing diberi label perlakuan dan ulangan secara acak. Setiap akuarium diberikan thermostat yang diatur suhunya berkisar C dan satu titik aerasi untuk

26 menyuplai oksigen. Wadah pemeliharaan yang telah berisi air diadaptasikan selama 2 hari Penebaran Benih Pada umumnya padat penebaran ikan maanvis yang menggunakan media pemeliharaan di akuarium sebanyak 100 ekor (1 ekor/liter) dengan ukuran 100x50x20 cm, media pemeliharaan yang lain berupa bak beton yang akan jauh lebih banyak menampung benih ikan maanvis (Adminrad, 2008). Ikan maanvis yang digunakan berasal dari Taufan s Fish Farm (panjang 2,25 cm dan bobot 0,24 gram). Ikan maanvis diadaptasikan terlebih dahulu selama 2 hari pada wadah berupa akuarium 95x60x40 cm dengan tinggi air 30 cm. Kemudian ikan tersebut dipelihara di dalam akuarium yang berdimensi 24,5x25,0x24,0 cm diisi air 12 liter yang diaerasi. Padat penebaran yang digunakan antara lain 1, 2, dan 3 ekor/l. Setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Sebelum dilakukan penebaran dilakukan pengambilan contoh bobot dan panjang sebanyak 30 ekor dari populasi yaitu 216 ekor untuk mengetahui ukuran awal penebaran. Perhitungan bobot digunakan timbangan digital (ketelitian 0,01 gram) sedangkan panjang menggunakan jangka sorong (ketelitian 0,01 cm). Panjang ikan dihitung berdasarkan panjang baku, mulai dari ujung mulut hingga pangkal ekor Pemberian Pakan Pakan yang diberikan berupa cacing sutera (Limnodrilus sp.) yang berasal dari pengumpul di Cimanggu-Bogor dengan harga Rp.5000,00/takar. Cacing tersebut dibilas dengan air tawar 4-5 kali terlebih dahulu kemudian diletakkan pada wadah dengan air mengalir. Pakan diberikan sebanyak tiga kali sehari sebanyak 2,14-11,03 gram/hari, pukul 08.00, 12.00, dan secara at satiation (sekenyangnya) Pengelolaan Air Pergantian air dan penyifonan (2/3 dari volume air = 8 liter) terhadap kotoran dan sisa pakan dilakukan 1 hari sekali pada saat petang. Air yang

27 digunakan berasal dari tandon yang sudah diadaptasikan ± 2 hari dan diberi perlakuan aerasi 2 titik aerasi dan pemanas air. Hal ini bertujuan agar kondisi fisika-kimia air tidak terlalu berbeda pada saat dilakukan pergantian air. Oksigen terlarut diuji dengan menggunakan instrument DO meter. Cara mengukurnya adalah air sampel sebanyak ± 30 ml dimasukkan gelas ukur kemudian dicelupkan batang sensor DO. Setelah itu, terlihat nilai oksigen terlarut pada layar instrument DO meter. Derajat keasaman (ph) diuji dengan menggunakan instrument ph meter. Cara mengukurnya adalah air sampel sebanyak ± 30 ml dimasukkan gelas ukur kemudian dicelupkan batang sensor ph. Setelah itu, terlihat nilai derajat keasaman pada layar instrument ph meter. Amoniak yang diuji berupa (NH 3 ) dengan cara air sampel ± 30 ml dimasukkan gelas ukur kemudian ditambahkan diberi MnSO 4 (1 tetes), klorox (0,5 ml), dan phenat (0,6 ml). Selanjutnya membuat larutan standar dan blanko. Air sampel tersebut didiamkam selama 5 menit lalu dilihat nilai absorbansi masing-masing sampel di alat spektrofotometer. Nilai amoniak (NH 3 ) diperoleh dari hasil perkalian nilai Total Amoniak Nitrogen (TAN) dengan persentase amoniak di dalam aqueus pada nilai ph dan suhu yang berbeda (Tabel Boyd). 3.4 Pengambilan Contoh dan Pengamatan Selama pemeliharaan ikan maanvis diamati pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya setiap 10 hari. Sebelum melakukan pengambilan data dilakukan pemuasaan selama satu hari. Hal ini bertujuan agar pada saat dihitung panjang dan bobot tidak terlalu stress dan mudah ditangkap. Pengamatan terhadap biota dilakukan selama satu bulan mengingat siklus pendederan ikan maanvis yang tergolong cepat. Kelangsungan hidup diukur dengan cara menghitung jumlah biota yang mati selama masa pemeliharaan. Ikan yang mati selama masa pemeliharaan tidak diganti untuk mempertahankan kepadatan kemudian dicatat bobot dan panjangnya. Adapun parameter-parameter yang diamati antara lain:

28 3.4.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (α) Laju pertumbuhan spesifik (spesific growth rate) dihitung dengan rumus (Zonneveld et al., 1991): Keterangan : = Laju pertumbuhan harian (%) = Bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (gram) = Bobot rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (gram) = Waktu (hari) Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup ikan (survival rate) dinyatakan dengan rumus (Zonneveld et al., 1991): Keterangan : = Survival Rate/ Kelangsungan hidup (%) = Jumlah Ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) = Jumlah Ikan pada awal pemeliharaan (ekor) Pertumbuhan Panjang Mutlak Panjang total tubuh ikan diukur dengan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor/akuarium untuk diukur panjangnya setiap 10 hari sekali dengan menggunakan jangka sorong. Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus dari Effendie (1979): Keterangan : P m = Pertumbuhan panjang mutlak (cm) L t P m _ L t _ L = Panjang rata-rata akhir (cm) L = Panjang rata-rata awal (cm) 0 0

29 3.4.4 Koefisien Keragaman Panjang Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman. Keragaman nilai ini merupakan persentase dari simpangan baku panjang ikan contoh terhadap nilai tengahnya dengan rumus : Keterangan : = Koefisien keragaman = Simpangan baku = Rata-rata contoh Efisiensi Pakan Pada penelitian ini perhitungan efisiensi pakan menggunakan rumus menurut Zonneveld et al., (1991): Wt Wd Wo EP = 100% F Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%) Wt = Biomassa ikan akhir (gram) Wo = Biomassa ikan awal (gram) Wd = Biomassa ikan mati (gram) F = Jumlah pakan yang diberikan (gram) Keuntungan Usaha Keuntungan usaha penelitian ini dihitung berdasarkan selisih antara pendapatan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan pada saat penelitian. Penerimaan bergantung kepada jumlah ikan yang dijual dan harga. Harga ikan ditentukan oleh ukuran dan mutu atau varietas. Penerimaan dapat dihitung dengan rumus : P = N x H Keterangan : P = Penerimaan N = Jumlah ikan yang dijual H = Harga

30 Biaya total adalah biaya yang dikeluarkan selama proses pemeliharaan, terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya tetap diasumsikan nol karena tidak ada pengeluaran untuk biaya operasi dan penyusutan investasi (Kadariah et al, 1976). Keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Martin (1991): U = P B Keterangan : U = Keuntungan P = Penerimaan B = Total Biaya 3.5 Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan program Ms. Office Excel 2007 dan SPSS 13,0, yaitu meliputi : 1. Analisis ragam dengan uji F pada selang kepercayaan 95%, yang digunakan untuk menentukan apakah perlakuan padat penebaran berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, efisiensi pemberian pakan, dan koefisien keragaman panjang. Apabila perlakuan diputuskan berbeda nyata (F-hitung > F-tabel) maka untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey pada selang kepercayaan 95%. 2. Analisis deskripsi, digunakan untuk menjelaskan parameter kerja dan kelayakan media pemeliharaan bagi kehidupan benih ikan maanvis selama penelitian, yang disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan hasil analisis penelitian didapat data berupa kelangsungan hidup (%), laju pertumbuhan spesifik (%), pertumbuhan panjang mutlak (cm), efisiensi pemberian pakan (%), koefisien keragaman panjang (%) seperti yang disajikan pada Tabel 4, serta data hasil analisis fisika-kimia air selama pemeliharaan. Tabel 4. Kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak, efisiensi pemberian pakan, dan koefisien keragaman panjang benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter. Parameter Padat Penebaran (ekor/liter) Kelangsungan hidup (%) 100±0,00 a 81,94±2,41 b 75±7,35 bc Laju pertumbuhan spesifik (%) 7,44±0,13 a 6,32±0,19 b 6,39±0,05 bc Pertumbuhan panjang mutlak (cm) 0,88±0,53 a 0,57±0,31 a 0,47±0,33 a Efisiensi pemberian pakan (%) 20,22±0,30 a 19,15±0,24 a 21,41±2,19 a Koefisien keragaman panjang (%) 8,08±0,30 a 10,13±0,32 a 7,63±0,23 a Keterangan : Huruf superscrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05). Ikan maanvis telah dipelihara selama 30 hari pada perlakuan 1, 2, dan 3 ekor/l berturut-turut memiliki nilai kelangsungan hidup 100±0,00, 81,94±2,41, dan 75±7,35%. Pertambahan bobot ikan maanvis ditunjukkan pada laju pertumbuhan spesifik sebesar 7,44±0,13, 6,32±0,19, dan 6,39±0,05%. Pertumbuhan panjang mutlak menurun seiring dengan meningkatnya padat penebaran sebesar 0,88±0,53, 0,57±0,31, dan 0,47±0,33 cm. Efisiensi pakan yang diperoleh sebesar 20,22±0,30, 19,15±0,24, dan 21,41±2,19%. Koefisien keragaman panjang pada akhir pemeliharaan sebesar 8,08±0,30, 10,13±0,32, dan 7,63±0,23% Tingkat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup benih ikan maanvis selama pemeliharaan berkisar antara 75% hingga 100% (Gambar 2 dan Tabel 4). Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup (P<0,05) (Lampiran 4). Berdasarkan hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran 1 ekor/liter berbeda nyata dengan

32 Tingkat Kelangsungan Hidup (%) perlakuan padat penebaran 2 ekor/liter dan 3 ekor/liter (P<0,05), sedangkan perlakuan padat penebaran 2 ekor/liter memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 3 ekor/liter (P>0,05) ditunjukkan pada Lampiran a b bc Padat Penebaran (ekor/liter) Gambar 2. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter. Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata Peningkatan padat penebaran mengakibatkan menurunnya tingkat kelangsungan hidup (Gambar 2). Tingkat kelangsungan hidup (%) benih ikan maanvis selama pemeliharaan ditunjukkan pada Gambar 3. Kematian ikan pada masa pemeliharaan dikarenakan sifat ikan maanvis yang agresif ketika diberi pakan. Ikan-ikan tersebut saling berebut sehingga terjadi tabrakan antar ikan yang menyebabkan tubuhnya luka dan menyebabkan kematian secara perlahan Laju Pertumbuhan Spesifik (specific growth rate) Laju pertumbuhan spesifik yang diperoleh pada setiap tingkat kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter berturut-turut adalah 7,44, 6,32, dan 6,39% (Gambar 4 dan Tabel 4), sedangkan bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan ikan berkisar antara 1,53±0,08 sampai 2,09±0,07 (Lampiran 5). Hasil analisis ragam untuk laju pertumbuhan spesifik menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran berpengaruh (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik (Lampiran 5). Hal ini berarti padat penebaran yang dilakukan memberikan penurunan pertumbuhan bobot pada ikan maanvis selama 30 hari. Setelah diuji lanjut, perlakuan padat

33 Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Bobot (gram) penebaran 1 ekor/liter berbeda terhadap perlakuan 2 ekor/liter dan 3 ekor/liter, sedangkan perlakuan padat penebaran 2 ekor/liter tidak berbeda dengan perlakuan 3 ekor/liter (P>0,05) (Lampiran 6) ekor/liter 2 ekor/liter 3 ekor/liter Minggu ke- Gambar 3. Pertumbuhan bobot (gram) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari a b bc Padat Penebaran (ekor/liter) Gambar 4. Laju pertumbuhan spesifik (spesific growth rate) benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter. Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata

34 Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Pertumbuhan Panjang (cm) Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak (cm) yang diperoleh pada setiap tingkat kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter berturut-turut adalah 0,88, 0,57, dan 0,47 cm (Gambar 6 dan Tabel 4), sedangkan panjang rata-rata akhir ikan berkisar antara 3,07±0,02 sampai 3,66±0,03 cm (Lampiran 7). Hasil analisis ragam untuk pertambahan panjang mutlak menunjukkan bahwa padat penebaran tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap pertumbuhan panjang mutlak (Lampiran 7) ekor/liter 2 ekor/liter 3 ekor/liter Minggu Ke- Gambar 5. Pertumbuhan panjang benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter selama 30 hari a a a a Padat Penebaran (ekor/liter) Gambar 6. Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter. Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata

35 Efisiensi Pemberian Pakan (%) Gambar di atas dapat menggambarkan pola kecenderungan (menurun) pertumbuhan panjang mutlak ikan maanvis selama masa pemeliharaan 30 hari. Meningkatnya padat penebaran mengakibatkan penurunan pertumbuhan panjang mutlak walaupun tidak berbeda nyata setelah diuji secara statistik Efisiensi Pemberian Pakan Pada pemeliharaan ikan maanvis selama 30 hari diperoleh nilai efisiensi pakan. Efisiensi pemberian pakan yang diperoleh pada setiap tingkat kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter berturut-turut adalah 20,22, 19,15, dan 21,41% (Gambar 7 dan Tabel 4). Hasil analisis ragam untuk efisiensi pemberian pakan menunjukkan bahwa padat penebaran tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap efisiensi pemberian pakan (Lampiran 8) a a a Padat Penebaran (ekor/liter) Gambar 7. Efisiensi pemberian pakan benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter. Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata Koefisien Keragaman Panjang Nilai koefisien keragaman menunjukkan variasi ukuran pada setiap perlakuan. Nilai yang diperoleh pada setiap tingkat kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter berturut-turut adalah 8,08, 10,13, dan 7,63% (Gambar 8 dan Tabel 4). Hasil

36 Koefisien Keragaman Panjang (%) analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran tidak memberikan pengaruh terhadap nilai koefisien keragaman (P>0,05) (Lampiran 9) a a a Padat Penebaran (ekor/liter) Gambar 8. Koefisien keragaman panjang benih ikan maanvis Pterophyllum scalare yang dipelihara dengan kepadatan 1, 2, dan 3 ekor/liter. Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata Fisika-Kimia Air Fisika-kimia air yang diperoleh selama masa pemeliharaan dapat dilihat bahwa bertambahnya perlakuan padat penebaran akan meningkatkan kebutuhan konsumsi oksigen ikan maanvis, dampaknya oksigen terlarut yang tersedia pada media pemeliharaan semakin berkurang karena digunakan untuk metabolisme dan respirasi. Konsentrasi amoniak pun meningkat seiring bertambahnya padat penebaran karena semakin tinggi biomassa ikan maka akan semakin banyak amoniak yang diekskresikan. Secara umum, nilai fisika-kimia air selama penelitian (Lampiran 11) masih dalam kisaran yang dapat menunjang pertumbuhan benih ikan maanvis.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009. Perlakuan dan pemeliharaan dilaksanakan di Cibanteng Farm, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 hari di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 211 215 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 211 PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM Jurnal Pengaruh Akuakultur padat penebaran Indonesia, terhadap 5(2): 127-135 kelangsungan (2006) hidup Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 127 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M 2 DAN RASIO SHELTER 1 DAN 0,5 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER AIR TAWAR, Cherax quadricarinatus Erik Sumbaga SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: a. Lama pemberian pakan berkarotenoid

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac.

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. Ikan gurami Osphronemus gouramy Lac. merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Gurami dapat tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Pembuatan Media Pembuatan air bersalinitas 4 menggunakan air laut bersalinitas 32. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

PRODUKSI PENDEDERAN BENIH GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 6 CM PADA PADAT PENEBARAN 2, 3, 4 DAN 5 EKOR/LITER MUHAMMAD HARIR SKRIPSI

PRODUKSI PENDEDERAN BENIH GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 6 CM PADA PADAT PENEBARAN 2, 3, 4 DAN 5 EKOR/LITER MUHAMMAD HARIR SKRIPSI PRODUKSI PENDEDERAN BENIH GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 6 CM PADA PADAT PENEBARAN 2, 3, 4 DAN 5 EKOR/LITER MUHAMMAD HARIR SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1b, Data laju pertumbuhan spesifik benih lele Sangkuriang dengan lama pemeliharaan 20 hari

Lampiran 1b, Data laju pertumbuhan spesifik benih lele Sangkuriang dengan lama pemeliharaan 20 hari LAMPIRAN 24 25 Lampiran 1. Data sampling bobot benih ikan lele dan analisis ragam pertumbuhan bobot harian Lampiran 1a, Data sampling bobot benih ikan lele tiap perlakuan setiap 5 hari 35 ekor/liter 40

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda Yogi Himawan, Khairul Syahputra, Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset Ikan Hias Depok. Penelitian berlangsung pada tanggal 15 Agustus hingga 5 Oktober 2012. Penelitian diawali

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April - Juni 2014. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih lobster air tawar yang merupakan hasil pemijahan dari satu set induk yang diperoleh dari tempat penjualan induk bersertifikat,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut : TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Pisces

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak terpal dengan ukuran 2 m x1m x 0,5 m sebanyak 12 buah (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak terpal dicuci

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Alat dan Bahan Bahan yang akan digunakan pada persiapan penelitian adalah kaporit, sodium thiosulfat, detergen, dan air tawar. Bahan yang digunakan pada

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy LAC. UKURAN 0,5 CM Erfan Lenawan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paraclreirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20,40 DAN 60 EKORLITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paraclreirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20,40 DAN 60 EKORLITER DALAM SISTEM RESIRKULASI 6[v PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paraclreirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20,40 DAN 60 EKORLITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Oleh : Nursyamsi Gemawaty C14101026 PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN CORYDORAS Corydoras aenus PADA PADAT PENEBARAN 8, 12 DAN 16 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI. Oleh : YUDHI AMRIAL C

PRODUKSI IKAN CORYDORAS Corydoras aenus PADA PADAT PENEBARAN 8, 12 DAN 16 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI. Oleh : YUDHI AMRIAL C PRODUKSI IKAN CORYDORAS Corydoras aenus PADA PADAT PENEBARAN 8, 12 DAN 16 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Oleh : YUDHI AMRIAL C14104066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci