IMPLEMENTASI PERIZINAN TERTENTU TERHADAP KEGIATAN USAHA AIR MINUM ISI ULANG (DEPOT AIR) DI KECAMATAN SUNGAI KUNJANG KOTA SAMARINDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI PERIZINAN TERTENTU TERHADAP KEGIATAN USAHA AIR MINUM ISI ULANG (DEPOT AIR) DI KECAMATAN SUNGAI KUNJANG KOTA SAMARINDA"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI PERIZINAN TERTENTU TERHADAP KEGIATAN USAHA AIR MINUM ISI ULANG (DEPOT AIR) DI KECAMATAN SUNGAI KUNJANG KOTA SAMARINDA Abstrak AMALIA RAMAYANI, Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. (di bawah bimbingan Bapak Ivan Zairani Lisi, S.H., S.Sos., M.Hum dan Bapak Insan Tajali Nur, S.H.,M.H). Penelitian dilaksanakan di Kota Samarinda dari Bulan Januari sampai dengan bulan Agustus Salah satu kewajiban pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha tentunya harus memiliki izin seperti Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Sebab perizinan dalam suatu kegiatan usaha merupakan hal penting. Karena usaha tersebut tidak akan berkembang tanpa izin dan izin tidak akan berfungsi tanpa adanya suatu usaha. Namun sebagian dari pelaku usaha khususnya di Kecamatan Sungai Kunjang dalam melakukan kegiatan usaha tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui implementasi perizinan tertentu dan faktorfaktor penghambat dalam implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Adapun metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode wawancara dan buku/referensi yang berkaitan dengan masalah, yaitu kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) baik yang tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau pun yang memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan Pendapat para pakar hukum yang terdapat dalam buku serta artikel-artikel maupun hasil penelitian yang terkaitan dengan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam melakukan kegiatan usaha khususnya di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda, pelaku usaha tidak seluruhnya memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Ini dilihat bahwa sebagian pelaku usaha tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Faktor penghambat yang dihadapi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda dalam memaksimalkan implementasi perizinan tertentu yaitu kebijakan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk memperoleh izin dan syarat-syarat tersebut memuat nilai rupiah perhitungan pembayaran yang nilainya sangat mahal dalam hitungan per-meternya, selai itu juga adalah kurangnya petugas pegawas Dinas Perizinan/Petugas Teknis yang bertugas dilapangan, sarana dan fasilitas belum menggunakan teknologi mutahir dan kendaraan dinas yang kurang mendukung serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mematuhi peraturan yang berlaku. Sedangkan upaya yang dilakukan baru sebatas pada peraturan yaitu Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu. Kata Kunci : Implementasi, Perizinan, Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Pelaku Usaha

2 Pendahuluan Perkembangan ekonomi merupakan salah satu sektor yang utama dalam kaitannya dengan pembangunan nasional. Hal itu mudah dipahami sebab perkembangan tersebut memiliki fungsi yang salah satunya adalah pertumbungan pendapatan nasional maupun pendapatan daerah. Seperti yang diungkapkan Sunaryati Hartono bahwa : 1 Hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek, sebagai berikut : 1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi, dalam arti peningkatan kehidupan ekonomi secara keseluruhan; 2. Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh lapisan masyarakat, sehingga setiap warga Negara Indonesia dapat menikmati hasil pembangunan ekonomi sesuai dengan sumbangannya dalam usaha pembangunan ekonomi tersebut Pembangunan dapat pula diartikan sebagai usaha menambah nilai suatu keadaan lain yang mempunyai mutu lebih baik. 2 Artinya pembangunan tersebut tidak hanya untuk pembangunan ekonomi masyarakat semata tetapi juga memiliki value atau kualitas untuk mensejahterakan kehidupan warga negara Indonesia. Dengan demikian, dengan adanya pembangunan dan perkembangan ekonomi di masyarakat. Pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab, untuk mengusahakan kesejahteraan bagi warganya. Untuk itu pemerintah harus memiliki sikap proaktif, bukan hanya menunggu. Sebab pemerintah mencampuri, 1 Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, 2007, Hukum Dalam Ekonomi, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Halaman 4. 2 Suwardyoko Warpani, 1983, Analisis Kota dan Daerah, ITB, Bandung, Halaman 9.

3 mengarahkan bahkan mengendalikan berbagai kegiatan, aktifitas dan sepak terjang warganya. Perkembangan usaha tersebut pun tidak terkecuali di kawasan kecamatan sungai kunjang. Dewasa ini dengan bertambahnya kebutuhan rumah tangga penduduk setempat, khususnya air minum. Menyebabkan maraknya kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air). Dalam kegiatan usaha tersebut, peranan perizinan pun sangat penting, bahkan bisa dikatakan perizinan dan pertumbuhan dunia usaha merupakan dua sisi mata uang yang saling berkaitan/berhadapan. 3 Karena untuk melakukan kegiatan usaha, maka perlu memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) untuk mendukung kegiatan usaha tersebut, selain daripada itu dapat terwujudnya legalitas usaha tersebut. Serta dunia usaha tidak akan berkembang tanpa ada izin yang jelas menurut hukum dan tentunya izin tersebut berfungsi karena dunia usaha membutuhkannya. Idealnya dalam Pasal 28 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, menyatakan mengenai setiap orang atau badan yang akan melaksanakan dan melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan retribusi perizinan tertentu, wajib memiliki izin tertulis dari Walikota. Artinya seseorang atau badan yang mengoperasikan suatu usaha harus memiliki izin tertulis dari pihak yang berwenang, yaitu walikota. Tetapi dalam kasus ini banyak kegiatan usaha yang melaksanakan kegiatan usahanya tidak menyertakan izin tersebut. Salah satu izin tersebut adalah Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Hal ini bukan rahasia umum karena di beberapa kelurahan, Kecamatan Sungai Kunjang, Halaman Simatupang, Richard Burton,2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Renika Cipta, Jakarta,

4 ada beberapa pelaku usaha tidak menyertakan atau mengoperasikan kegiatan tersebut tanpa memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Kemudian dengan adanya kewajiban memiliki surat izin yang salah satunya adalah Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atas suatu kegiatan usaha, pemerintah daerah khususnya Kota Samarinda, berusaha memperbaiki kinerja pelayanan masyarakatnya dengan merombak tata kelembagaan dan sistem yang telah berjalan lama sebelumnya, bahkan kewenangannya terdistribusikan ke sejumlah instansi teknis yang ada menjadi terpusat dalam wadah pelayanan bersama, yaitu Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), yang kemudian dirombak lagi menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). 4 Tetapi hal tersebut tidak juga membuat sebagian masyarakat atau pelaku usaha air minum isi ulang (Depot Air) yang berada di Kecamatan Sungai Kunjang mendaftarkan kegiatan usaha, yaitu Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Alasannya pertama, keengganan para pemilik usaha untuk memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), karena apabila izin tersebut berubah maka berubahlah besaran retribusi tersebut. Kedua, biaya dan birokrasi yang rumit. Dan yang terakhir, budaya masyarakat yang tidak memahami pentingnya legalitas atau kepastian hukum yang dalam hal ini adalah memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), guna untuk memberi perlindungan hukum dan kepastian hukum serta kemanfaatan dari legalitas tersebut. Serta sistem pengawasan dan tidak/belumnya menggunakan teknologi yang mutahir terhadap pendataan kegiatan usaha yang ada di Kecamatan Sungai Kunjang, baik dalam pengawasan pemberian izin ataupun pengawasan terhadap kegiatan usaha 4 Pudyatmoko Y. Sri, 2009, Perizinan Problem dan Pembenahan, PT gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Halaman 174.

5 atau pelaku usaha yang tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) menjadi salah satu persoalan tersendiri. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik membahas mengenai implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam implementasi Perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti berkaitan dengan skripsi dengan mengangkat Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Dengan rumusan masalah yang pertama Bagaimana implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda? dan Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda? Pengertian Izin 1. Menurut Mr. N.M Spelt dan Prof. J.B.J.M. Ten Berge, izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit) Pendapat Spelt dan ten Berge tersebut agak berbeda dengan pandangan Van der Pot. Menurut Van der Pot, Izin merupakan keputusan 5 Pudyatmoko Y. Sri, 2009, Op, Cit, Halaman 7 dikutip dari Mr. N.M Spelt dan Prof. J.B.J.M. Ten Berge, disunting Dr. Philipus M. Hadjo, Sh, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Penerbit Yuridika, Surabaya, Halaman 2-3.

6 yang memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsip tidak dilarang oleh pembuat peraturan Izin adalah Pernyataan setuju untuk melakukan sesuatu, mengabulkan ataupun persetujuan membolehkan. 7 Dari beberapa perumusan mengenai pengertian izin yang telah diuraikan oleh beberapa ahli yang sebagaimana dijelaskan maka terdapat beberapa unsur antara lain : 1. Adanya keputusan yang konstitutif dari aparatur yang berwenang menerbitkan izin; 2. Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan, dalam izin dapat dipahami bahwa pihak tertentu tidak dapat melakukan sesuatu terkecuali diizinkan. Artinya kemungkinan adanya tindakan tertutup dari seseorang atau badan terkecuali diizinkan oleh yang berwenang, seperti Pemerintah; dan 3. Adanya izin tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga disebut sebagai izin tidak termasuk dalam pemberian secara lisan. Pengertian Usaha Usaha menurut Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan, adalah setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apa pun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Artinya perbuatan atau kegiatan di bidang ekonomi yang dilakukan baik secara perseorangan ataupun bersama-sama bertujuan untuk adanya keuntungan yang sebanyak-banyak untuk para pembuat kegiatan tersebut. 6 Ibid, dikutip dari Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, 1985, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta, Halaman Anomin, 1996, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Fajar Mulya, Surabaya, Halaman 170.

7 Perusahaan Dagang Perusahaan Dagang adalah salah satu bentuk perusahaan perseorangan yang dilakukan oleh satu orang pengusaha dengan ciri-ciri lainnya : 8 a. Modal milik satu orang saja; b. Didirikan atas kehendak seorang pengusaha; c. Keahlian, teknologi, dan manajemen dikelola satu orang saja; d. Bila tampak banyak orang di perusahaan itu merupakan para pembantu pengusaha; e. Tentu saja bukan perusahaan badan hukum dan tidak termasuk persekutuan atau pengumpulan; f. Resiko dan untung rugi menjadi tanggungan sendiri; g. Tidak melalui proses pendirian perusahaan sebagai mestinya, kecuali surat izin usaha dari kantor perdagangan setempat; h. Wajib untuk membuat catatan keuangan termasuk kewajiban terhadap pajak dan retribusi daerah. Penerbitan/Prosedur Surat Izin Tempat Usaha Surat Izin Tempat Usaha (SITU) adalah surat untuk memperoleh izin sebuah usaha di sebuah lokasi usaha dengan maksud agar tidak menimbulkan gangguan atau kerugian kepada pihak-pihak tertentu. Surat ini juga mempunyai dasar hukumnya yaitu berdasarkan peraturan daerah dari domisili perusahaan dan/atau usaha yang bersangkutan. 9 Adapun persyaratan persyaratannya meliputi: 10 8 Saliman, Abdul, R, Hermansyah, dan Ahmad Jalis, 2007, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Halaman diakses tanggal 8 Januari 2012 Jam WITA 10 Sumber Data : Selembaran BPPTSP Kaltim

8 1. Persyaratan Baru 1) Permohonan ditujukan kepada Walikota Samarinda diatas kertas bermaterai Rp (enam ribu rupiah). 2) Surat pernyataan bersedia mentaati ketentuan yang berlaku. 3) Persetujuan tetangga (tidak keberatan), disetujui RT dan Lurah setempat. 4) Fotocopy PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tahun terakhir. 5) Fotocopy KTP yang masih berlaku. 6) Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 7) Fotocopy Sertifikat/Bukti Kepemilikan Tanah. 8) Denah Lokasi. 9) Pas Photo 4 X 6 = 3 lembar (berwarna). 10) Akta Notaris bagi yang berbadan hukum. 11) Rekomendasi dari instansi terkait sesuai bidang usaha bila diperlukan. 12) Bukti Lunas Retribusi. 2. Persyaratan Daftar Ulang (Perpanjangan) 1) Permohonan perpanjangan/heregestrasi ditujukan kepada Walikota Samarinda diatas kertas bermaterai Rp ,00 (enam ribu rupiah). 2) Surat pernyataan bersedia mentaati ketentuan yang berlaku. 3) Persetujuan tetangga (tidak keberatan), disetujui RT dan Lurah setempat. 4) Fotocopy PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tahun terakhir. 5) Fotocopy KTP yang masih berlaku.

9 6) Pas Photo 4 X 6 = 3 Lembar (Berwarna). 7) Rekomendasi dari instansi terkait sesuai bidang usaha bila diperlukan. 8) Bukti Lunas Retribusi. 9) Akte Notaris. 10) Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 11) SITU (Surat Izin Tempat Usaha) Asli. Pengertian Retribusi Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 11 Sedangkan Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 12 Ciri-Ciri Retribusi Retribusi merupakan pungutan resmi yang dilakukan pemerintah, yang berbeda bila dibandingkan dengan pajak dan sumbangan. Ciri-ciri retribusi adalah sebagai berikut: Dipungut dengan berdasarkan Undang-Undang dan peraturan pelaksananya yang berlaku umum; 11 Pasal 1 Angka 12 Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 12 Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 13 Ibid, Halaman 65.

10 2. Dalam retribusi, adanya prestasi yang berupa pembayaran dari warga masyarakat akan diberi jasa timbal baliknya secara langsung yang tertuju kepada individu yang membayar; 3. Uang hasil retribusi digunakan untuk pelayanan umum berkaitan dengan retribusi yang bersangkutan; dan 4. Pelaksanaannya dapat dipaksakan dan paksaan itu umumnya bersipat ekonomis. Cakupan Izin yang Terkena Retribusi Ada beberapa izin yang juga terkena retribusi seperti retribusi izin mendirikan bangunan (IMB), retribusi izin gangguan, retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin trayek dan retribusi izin usaha perikanan. Adapun penjelasannya adalah : 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah pembayaran atau pemberian izin mendirikan bangunan atau bangunan-bangunan oleh pemerintah daerah kepada orang atau badan, termasuk mengubah bangunan. 14 Yang dimana pemberian izin tersebut untuk mendirikan suatu bangunan, agar desaian, pelaksana pembangunan, dan bangunan yang dimaksud sesuai dengan rencana tata ruang kota yang berlaku, sesuai dengan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB) yang ditetapkan, dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. 14 Pudyatmoko Y. Sri, Op. Cit., Halaman 67.

11 Yang menjadi sasaran pengenaan retribusi (objek retribusi) izin mendirikan bangunan adalah jasa pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan, sedangkan yang dapat dijadikan subjek retribusi meliputi orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan. Sedangkan wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan melakukan pembayaran retribusi termasuk memungut atau pemotong retribusi tertentu. Serta mengenai besarnya biaya retribusi ditetapkan berdasarkan nilai bangunan, lokasi bangunan, fungsi bangunan, status bangunan, kelas bangunan, tingkat bangunan, dan luas lantai bangunan. 2. Retribusi Izin Gangguan Izin gangguan adalah izin yang diberikan berkaitan dengan tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, gangguan, dan tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Sedangkan retribusi izin gangguan adalah pembayaran atas pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan. 15 Wajib retribusi adalah orang atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. Dasar pengenaan retribusi adalah tingkat penggunaan jasa. Tingkat penggunaan jasa dapat didasarkan pada faktor-faktor : 15 Ibid, Halaman 69.

12 a. lingkungan (kawasan); b. Lokasi (fungsi jalan); dan c. Besar-kecilnya gangguan. 3. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pembayaran atas pemberian izin oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan penjualan minimal beralkohol di suatu tempat tertentu. 16 Mengenai wajib retribusinya sama dengan retribusi izin mendirikan bangunan yaitu orang atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diwajibkan untuk melakukan pembayaran atas izin tersebut. Objek retribusi adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di : 1. Hotel; 2. Restoran; 3. Bar; 4. Klab Malam; 5. Diskotik; 6. Supermaket dengan rak/lemari terkunci; dan 7. Tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh kepala daerah. 8. Mengenai struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis tempat penjualan minuman beralkohol, misalnya ditetapkan untuk dikenakan retribusi sebesar Rp ,00 ( seratus lima puluh ribu rupiah). 4. Retribusi Izin Trayek 16 Ibid, Halaman 68.

13 Retribusi izin trayek adalah pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah suatu daerah. 17 Mengenai wajib retribusi sama seperti pada retribusi izin mendirikan bangunan, izin gangguan, dan retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol. Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin trayek tersebut meliputi komponen biaya survei lapangan dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan. Mengenai struktur dan besar tarifnya retribusi untuk satu masa retribusi dapat ditentukan berdasarkan jenis angkutan, kapasitas, tempat duduk, dan tarif. Jenis angkutannya meliputi mobil penumpang, mobil bus, dan angkutan khusus dan kapasitasnya sampai dengan 8 (delapan) orang penumpang, antara 9 (sembilan) jenis angkutan 15 (lima belas) orang. 5. Retribusi Izin Usaha Perikanan. Objek retribusi izin usaha perikanan adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan. 18 Mengenai wajib retribusinya adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi izin usaha perikanan. 17 Ibid, Halaman Pasal 23 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu.

14 Besaran Retribusi Retribusi sebagai pungutan resmi yang dilakukan oleh pemerintah kepada warga masyarakat dapat ditentukan besarnya menurut kriteria dan cara tertentu. hal tersebut dapat ditentukan secara langsung berdasarkan harga tetap untuk setiap izin, ada pula ditentukan berdasarkan ukuran tertentu, contohnya seperti luas, tinggi, dan volume. Adapun struktur dan besaran tarif retribusi izin gangguan yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 ayat (2) Perda Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, adalah : Tabel : 1 Retribusi Izin Gangguan untuk Perdagangan. a. Luas Sampai Dengan 35 M 2 = Rp ,00 / M 2 b. Luas 36 s/d 50 M 2 = Rp ,00 / M 2 c. Luas 51 s/d 100 M 2 = Rp ,00 / M 2 Luas 101 s/d 500 M 2 = Rp ,00 M 2 Luas 501 s/d M 2 = Rp ,00 M 2 Luas diatas M 2 = Rp ,00 M 2 Sumber: Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) Di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda

15 Pembangunan suatu daerah khususnya Samarinda dapat terlaksana tidak lepas dari pengumpulan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pajak dan retribusi. Adapun mengenai retribusi yang kemudian dibebankan pada masyarakat tentunya berkaitan dengan salah satu jasa pemberian izin yang diberikan pemerintah daerah Kota Samarinda. Dalam hal ini adalah retribusi izin gangguan untuk perdagangan, izin gangguan (HO/Hinder Ordonantie) yang selanjutnya disebut izin adalah pemberian izin tempat usaha atau kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha atau kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 19 Dalam wawancara dan penelitian penulis di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda, pelaku usaha air minum isi ulang yang selanjutnya disebut depot air minum dalam melaksanakan dan mengoperasikan usaha tersebut tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Hal tersebut diperoleh melalui Bapak Rizky dan Yirni beralamat di Kelurahan Loa Bakung, Kelurahan Loa Bahu adalah Bapak Sunarto dan Ibu Ririn, Kelurahan Karang Asam Ulu yaitu Ibu Tuti dan H. Idir, terakhir di Kelurahan Karang Asam ilir oleh M. Abidin dan ibu Annisa menyatakan dalam melakukan kegiatan usaha tersebut tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). 20 Terlebih Pak Yirni beralamat di Kelurahan Loa Bakung yang sudah menjalankan kegiatan usaha tersebut selama kurang lebih 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun, tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Dari wawancara tersebut, tentu adanya ketidaksesuaian antara fakta di lapangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yaitu Pasal 28 Jam WITA 19 Pasal 1 angka 26 Perda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu 20 Wawancara bersama Pelaku Usaha di Kecamatan Sungai Kunjang, Tanggal 12 April 2012

16 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, menyatakan mengenai setiap orang atau badan yang akan melaksanakan dan melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan retribusi perizinan tertentu, wajib memiliki izin tertulis dari Walikota. Karena seperti yang dijelaskan diatas bahwa dalam menjalankan usaha tersebut pelaku usaha tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Berbagai alasan yang diungkapkan pelaku usaha mengenai ketidakadanya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) adalah trauma karena rumitnya syarat-syarat harus dipenuhi oleh masyarakat khususnya di bidang perizinan dan masyarakat yang tidak patuh kepada peraturan yang berlaku. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Daerah Kota Samarinda. Dan hal tersebut seakan percuma ketika masyarakat itu sendiri yang melanggarnya. Ditambahkan pula oleh Bapak Imansyah selaku Kabid Pendataan dan Penetapan di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda memberikan keterangan bahwa kegiatan usaha suatu perdagangan harus memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). 21 Serta dalam menunjang kewajiban pelaku usaha untuk memiliki izin tempat usaha. Pihak pemerintah khususnya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda melakukan sosialisasi kepada masyarakat yaitu kegiatan sosialisasi langsung ke beberapa Kecamatan di Kota Samarinda dan melalui media elektronik seperti TVRI/RRI serta melalui media cetak. Hal tersebut bukan semata-mata untuk melaksanakan kewajiban pembayaran retribusi tetapi juga berhubungan dengan 21 Wawancara bersama Kabid Pendataan dan Penetapan Kota Samarinda. Tanggal 06 Juni 2012 Jam WITA.

17 pendataan untuk kepentingan Pemerintah Daerah. Karena secara tidak langsung pemerintah berkewajiban untuk mengatur guna mewujudkan tata kota yang lebih baik. Tindakan/upaya yang sebagaimana telah dilakukan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda, tidak selalu berhasil karena terdapat beberapa persoalan dalam perizinan yang diantaranya 1. Sistem Peninjauan/Pengecekan Lapangan Setelah adanya permohonan suatu izin maka idealnya dilakukan suatu peninjauan/pengecekan lapangan yang dimana dilakukan oleh pengawai Dinas Perizinan, Tetapi persoalannya adalah minimnya pengawai di Dinas Perizinan atau Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Sehingga menyebabkan tidak berjalannya tugas/sistem peninjauan/pengecekan lapangan tersebut. Dengan minimnya pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu tersebut kemudian menghambat Dinas Perizinan untuk memaksimalkan dalam upaya mengurangi adanya penyimpangan dari permohonan. Padahal salah satu, tercapainya suatu tujuan dari sebuah instansi adalah terpenuhinya para pengawai sehingga di kemudian hari tidak adanya kekosongan tugas dan wewenang. 2. Pemohon Izin Kelancaran proses pengurusan izin juga dipengaruhi oleh sikap dan perilaku pemohon sendiri. 22 Dalam permohonan tersebut tentu adanya proses dalam menerbitkan izin, seperti verifikasi berkas dan penelitian. Sehingga adanya kemungkinan pemenuhan persyaratan dari pemohon masih 22 Pudyatmoko Y. Sri, 2009, Op, Cit, Halaman 149

18 ada yang harus dilengkapi karena adanya kekurangan, tidak lengkap, dan kesalahan. Kemudian persoalan lainnya adalah masyarakat yang tidak ingin susahsusah sehingga adanya pelanggaran, contohnya adalah pengajuan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus adanya gambar teknis. Pastinya perlu seorang lulusan arsitek atau lulusan STM dan pastinya butuh biaya untuk jasa tersebut. Hingga bisa timbul anggapan dari masyarakat bahwa tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak apa-apa. Lagi-lagi pengawasan begitu sangat penting perannya dalam persoalan perizinan, khususnya bagi pemohon izin. Serta masyarakat yang kadang tidak jujur, misalnya mereka mengatakan bahwa usaha tersebut memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), padahal usaha tersebut tidak memiliki dan menyertakan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Sehingga menambah kendala untuk memaksimalkan dalam meningkatkan pengawasan izin tersebut dan kesadaran masyarakat selaku pemohon untuk memenuhi berbagai ketentuan yang berlaku mesti diwujudkan. Karena dengan kondisi kesadaran masyarakat yang kurang, mau tidak mau peran aparatur untuk mengarahkan dan mendorong masyarakat ke arah itu menjadi sesuatu yang mesti dipenuhi. 3. Sarana dan Prasarana Dalam proses penanganan permohonan izin diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Tanpa itu proses perizinan sulit dilakukan. Sarana tersebut adalah menggunakan teknologi mutahir seperti sistem komputerisasi dan pelatihan maupun pendidikan singkat mengenai sistem komputerisasi tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menunjang

19 aparatur atau pegawai Dinas Perizinan dalam melayani masyarakat dan mempersingkat waktu dalam hal pendataan izin di suatu daerah atau kawasan. Serta saran dan prasarana pendukung lainnya untuk melakukan pengecekan lapangan misalnya, mesti ada sarana transportasi yang memadai. 23. Karena kadangkala para aparatur pemerintah mengeluhkan mengenai minimnya fasilitas transportasi tersebut. 4. Percaloan Dalam Pengurusan Izin Pengurusan izin kadang kala berkesan rumit, biroktratis, berbelitbelit dan tidak menyenangkan, kadang pula terkesan mahal. Hingga kesan negatif pun tak dapat dihindari. Hal tersebut di sebabkan antara lain karena budaya tidak mau teratur, tidak mau antri, mau jalan pintas, tidak mau bersusah payah, dan tidak mau mengurus kepentingannya sendiri secara tertib. 24 Hingga mereka pun tidak mau mengurus permohonan tersebut secara mandiri tetapi mencari cara lain untuk melakukan perngurusan tersebut. Seperti menyuruh keluarga, teman, atau yang berstatus biro jasa. Bahkan kemungkinan aparatur pemerintah sendiri. Dalam praktik yang ada, kadang kala pengurusan suatu jenis izin itu tidak mudah diikuti. Beberapa hal yang bisa menyebabkan adanya pengurusan izin oleh orang lain, diantaranya adalah : 25 a. Permohonan tidak memiliki waktu yang cukup; b. Permohonan tidak mengetahui syarat untuk memperoleh izin; c. Permohonan tidak mengetahui jenis izin apa saja, jenis rekomendasi apa saja yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu; d. Lebih menguntungkan pemohon; 23 Ibid, Halaman Ibid, Halaman Ibid

20 e. Permohonan mendapatkan informasi yang keliru sehingga menganggap semua pengurusan izin susah; f. Pengaruh lingkungan karena sebagian orang disekitar melakukan hal yang sama; g. Permohonan tidak mau repot; h. Pengalaman sebelumnya dari pemohon pernah mengurus izin dan rumit; i. Tidak dilarang oleh peraturan yang berlaku; j. Desakan dari orang atau pihak penyedia jasa pengurus izin. Serta dalam hal pencaloan pengurusan izin yang sebagaimana dijelaskan diatas tentunya dapat menimbulkan persoalan yang sekiranya akan berdampak dikemudian hari. Contohnya adalah untuk izin yang bersipat perseorangan atau pribadi, pencaloan dapat menyalahi aturan yang ada. Dimana mereka yang seharusnya tidak mendapat izin tetapi tetap saja diberi izin. Tentu ini menjadi masalah yang harus diperhatikan oleh Dinas Perizinan dalam memaksimalkan dan mengurangi persoalan dalam hal perizinan. Padahal memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) terdapat keuntungan serta manfaat yang di antaranya : Sarana perlindungan hukum Kerap kali televisi menayangkan berita tentang pembongkaran terhadap pedagang-pedagang kecil. Tindakan-tindakan tersebut dilatar belakangi oleh ketidakpatuhan para pedagang terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku. Salah satunya adalah kepemilikan izin usaha. Terbatasnya tingkat pendidikan WITA diakses tanggal 5 Januari 2012 Jam

21 yang dimiliki oleh para pedagang serta ketidaktahuan para pedagang akan aturan-aturan tersebut menjadi faktor penyebab mereka kerap kali menyepelekan sisi legalitas dari suatu usaha yang dijalaninya. Rumitnya pengurusan izin usaha kerap kali menjadi momok bagi para pedagang membatalkan niat mereka melegalkan usahanya. Dengan demikian ketidakpatuhan tidak selalu berawal dari pedagang. Namun, seringkali dari sistem birokrasinya. Selain itu, faktor permainan oknum-oknum pada instansi terkait juga menjadi rahasia umum dan mengakibatkan keengganan pelaku usaha mengurus izin usaha. Dengan kepemilikan izin usaha, seorang pengusaha telah sedini mungkin menjauhkan kegiatan usahanya dari tindakan pembongkaran dan penertiban. Hal tersebut berefek memberikan rasa aman dan nyaman akan keberlangsungan usahanya. Legalisasi merupakan sarana yang pemerintah sediakan agar kenyamaan dalam melakukan kegiatan usaha dirasakan oleh para pelakunya. 2. Sarana promosi Kegiatan promosi merupakan salah satu metode yang kerap kali dilakukan untuk mendongkrak omset penjualan serta sebagai ajang pengenalan bagi usaha yang baru dibuka. Dalam promosi tersebut, tidak lupa pengusaha mempromosikan komoditas yang disediakan. Tidak ketinggalan ia memberikan semacam kelebihan dari service yang diberikan kepada calon konsumen. Misalnya dengan diadakannya potongan harga, delivery order, atau bentuk pelayanan lainnya. Dengan mengurus dokumen-dokumen hukum tentang kegiatan usaha, secara tidak langsung pengusaha telah melakukan serangkaian promosi.

22 Mengapa demikian? Pencatatan izin usaha dilakukan beberapa tahapan lokasi, pertama melalui kantor kelurahan atau kantor kecamatan dan sebagainya. Dengan sendiri komunikasi tersebut izin usaha sebagai perlindungan hukum antara pengusaha dan pertugas tersebut, hal tersebut tentunya menjadi ajang promosi secara individu. Setelah izin usaha dan dokumen-dokumen lainya telah selesai, promosi secara inventaris dan administratif mulai dapat dilakukan. Sebagai usaha yang telah terdaftar dalam lembaga pemerintahan yang menaungi jenis usaha maka setiap orang dapat mengakses data-data tersebut. 3. Bukti kepatuhan terhadap aturan hukum Dengan memiliki unsur legalitas tersebut menandakan bahwa pengusaha telah mematuhi aturan-aturan hukum yang berlaku. Dengan mematuhi hukum yang berlaku, secara tidak langsung ia telah menegakkan budaya disiplin pada diri. Kepatuhan pengusaha tersebut merupakan bentuk paling terkecil dari tindakan yang dapat dilakukan terhadap negara dan pemerintahan. 4. Mempermudah mendapatkan suatu proyek Seorang pengusaha tentunya menginginkan kegiatan usaha yang dijalani mengalami kemajuan. Ada beberapa jenis usaha seperti misalnya usaha bidang produksi atau developer perumahan tidak terlepas dari proses pemenangan tender suatu proyek, baik dari perusahaan swasta maupun pemerintah. Dalam suatu tender, mensyaratkan bahwa para peminat harus memiliki dokumen-dokumen hukum. Tentunya unsur-unsur legalitas yang terkait dengan kepemilikan suatu badan usaha guna mengikuti pelelangan suatu sarana perlindungan hukum tender. Kepemilikan dokumen legal

23 tersebut menduduki posisi pertama. Dengan demikian izin usaha memiliki arti penting bagi suatu usaha. Pada intinya izin usaha dapat dijadikan sebagai sarana untuk pengembangan usaha. 5. Mempermudah pengembangan usaha Apabila suatu usaha/bisnis yang dirintis telah mencapai perkembangan yang signifikan, aliran modal dan keuntungan telah mengalir. Konsumen semakin bertambah dan mulai berkembang menjadi langganan yang fanatik. Kondisi demikian dapat dikatakan bahwa usaha tersebut memiliki prospek yang bagus di masa depan. Kondisi seperti itu tampaknya sangat tepat untuk ditindaklanjuti dengan suatu ekspansi kekuatan pendukung. Misalnya, membuka cabang-cabang usaha di beberapa daerah. Dengan kondisi seperti itu, tentunya memerlukan ketersedian dana segar untuk merealisasikan keinginan tersebut. Solusinya, meminjam sejumlah dana kepada bank. Namun, tanpa kelengkapan surat izin usaha dan dokumen penting lain, tampaknya modal akan sulit didapatkan dari lembaga keuangan/bank. Selain daripada manfaat dan keuntungan, terdapat pula penegakan hukum yang dimana menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum yang menjadi kenyataan. 27 Artinya ketika berbicara mengenai penegakan hukum berarti banyak pembicaraan tentang ide-ide serta konsep yang hanya bersipat abstrak. Tetapi ketika dipandang dari sudut yang berbeda maka penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi sebuah kenyataan. 27 Pudyatmoko Y. Sri, Op. Cit., Halaman 111 dikutip Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, 1984, Masalah Penegak Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Penerbit Sinar Baru, Bandung, Halaman 24

24 Penegakan hukum tidak hanya dimaknai dengan tindakan orang atau pihak lain untuk menaati ketentuan yang berlaku supaya menjadi patuh tetapi penegakan hukum juga dapat dimaknai sebagai kemungkinan untuk mempengaruhi orang atau pihak lain yang terkait sehingga hukum dapat berlaku sebagaimana adanya dan sebagaimana mestinya. Dengan uraian diatas, maka terdapat penegakan hukum preventif dan penegakan hukum represif. Penegakan hukum preventif merupakan serangkaian upaya tindakan yang dimaksudkan sebagai pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran atau penyimpangan ketentuan yang ada. 28 Artinya tindakan nyata yang dilakukan oleh pembuat peraturan untuk melakukan pencegahan agar tidak adanya sebuah pelanggaran di kemudian hari yang dimana pelanggaran tersebut merupakan tindakan lanjut dari keputusan atau aturan yang diterbitkan oleh pembuat peraturan. Contohnya adalah dilakukan dengan memberikan bekal pemahaman dan kesadaran bagi masyarakat khususnya pelaku usaha depot air minum atau pihak yang berkaitan dengan bidang perizinan agar dapat mengerti apa yang diinginkan oleh pembuat peraturan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara penyuluhan, sosialisasi, dan motivasi tentang pelaksanaan ketentuan perizinan yang ada dan diinginkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan. Serta dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam mengambil sebuah keputusan, misalnya membuka kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan saran, kritik, masukan, dan keberatan atau penolakan atas suatu kebijakan. Disamping itu pula terdapat penegakan hukum represif. Penegakan hukum represif dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran hukum, khususnya 28 Ibid, Halaman 112

25 menyangkut soal perizinan. 29 Artinya dalam penegakan hukum represif dilakukan untuk menganggulangi adanya sebuah persoalan hukum, terutama dalam hal pelanggaran. Yang dimana dalam menanggulangi persoalan hukum tersebut dapat berupa penegakan hukum administratif, penegakan hukum perdata, penegakan hukum pidana serta penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh aparatur peradilan dan aparatur pemerintahan. Dari penelitian tersebut, bahwa implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha depot air minum, tidak sesuai dan/atau tidak berjalan antara yang ada dilapangan khususnya kawasan Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun konsep dan upaya-upaya seperti penegakan hukum baik secara preventif dan refresif yang sebagaimana di jelaskan diatas telah di upayakan oleh pemerintah daerah. Tetapi lagi-lagi masyarakat merupakan salah satu pendukung dalam berlakunya suatu peraturan perundang-undangan. Faktor Penghambat Dalam Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) Di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda Untuk memaksimalkan implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha depot air minum ada beberapa kendala yang dihadapi di Badan Pelayanan 29 Ibid, Halaman 113

26 Perizinan Terpadu Satu Pintu. Berangkat dari teori efektivitas penegakan hukum oleh Soerjono Soekanto. Adapun faktor penghambat dan kendala dalam implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha depot air minum, akan dianalisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu: 1. Faktor Hukum Dalam praktik penyelenggaraan hukum yang sebagaimana telah di jelaskan dalam teori efektifitas hukum oleh Soerjono Soekanto, ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak. Hal tersebutlah yang sekiranya terjadi dalam penegakan hukum yang sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu. Dari peraturan tersebut kemudian lahirlah kebijakan untuk memiliki suatu izin tertulis dari pihak yang berwenang yaitu walikota. Kebijakan tersebut menyebabkan adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk memperoleh izin tersebut. Dan dalam persyaratannya memuat nilai rupiah perhitungan pembayaran yang nilainya sangat mahal dalam hitungan per-meternya. Sehingga tidak berjalan atau terwujudnya aturan yang sebagaimana tercantum dalam ketentuan dari pasal 28 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, yang dimana mewajibkan dalam melakukan kegiatan usaha harus memiliki izin tertulis dari walikota. Artinya ada kesenjangan antara penegakan peraturan perundang-undangan dengan keadaan yang ada dilapangan. Kemudian tidak ada ketegasan dari

27 Pemerintah Daerah dalam menyikapi terjadi ketidaksesuai antara peraturan dengan fakta dilapangan. Sehingga tidak tercapainya tujuan dari pemungutan dan pemanfaatan retribusi itu sendiri. Sebab lebih baik bernilai kecil kemudian masyarakat mematuhi daripada bernilai besar tetapi tidak terlaksana. Tentunya hal ini merupakan salah satu penghambat dalam penegakan hukum tersebut. 2. Faktor Penegakan Hukum Dalam berfungsinya hukum, tentu perlu adanya penegak hukum sebagai salah satu faktor pendukung, seperti polisi dan penegak hukum lainnya. Dan dalam hal ini perlu adanya pegawai khususnya Dinas Perizinan, yang memadai dalam melaksanakan tugas baik dalam tugas melayani masyarakat dan tugas pengawasan di lapangan. Tetapi masalah adalah tidak memadainya/minimnya pegawai. Walaupun Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu berkerjasama dengan Satpol PP dalam melakukan pengawasan dilapangan, tapi hasilnya tidak semaksimal yang diharapkan. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut tidak berjalan lancar. Kemudian berdampak kepada sistem pengawasan hingga terjadinya penyimpangan baik penyimpangan dari izin tersebut atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup pendidikan dan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan suatu modal bagi seseorang atau seorang sumber daya manusia untuk melakukan dan mengemban tugas untuk masyarakat.

28 Selain itu juga masalah perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Seperti menggunakan teknologi mutahir, karena di Dinas Perizinan tersebut masih menggunakan sistem manual dan tidak menggunakan sistem komputerisasi. Sehingga mempersulit dalam melakukan pendataan atas kepemilikan suatu izin. Serta sarana pendukung lainnya seperti sarana transportasi yang tidak memadai. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. 4. Faktor Masyarakat Setiap pribadi warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya ada yang mempunyai kesadaran hukum, dan kepatuhan terhadap hukum. Tetapi dalam hal ini masyarakat sendirilah/pelaku usaha yang kurangnya kesadaran mematuhi peraturan tersebut khususnya di kawasan Kecamatan Sungai Kunjang. Persoalan tersebut timbul karena adanya beberapa faktor seperti kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mematuhi peraturan, dan terkadang sebagian anggota masyarakat tersebut tidak jujur. Contohnya mengatakan memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) padahal dalam beberapa tahun melaksanakan dan melakukan kegiatan usaha tidak memiliki dan menyertakan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Padahal kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.

29 Serta sikap trauma masyarakat dan keengganan terlibat sebagai penegak hukum itu sendiri. Hal ini menjadi menambah panjang faktor penghambat dalam penegakan hukum. 5. Faktor Budaya Kebudayaan merupakan tindakan, perbuatan, tingkah laku, dan sikap yang secara terus menerus dilakukan dan ada dari sejak zaman dulu. Karena kebudayaan tertanam didalam kehidupan masyarakat sehari-harinya. Kemudian penulis menemukan bahwa sebagian banyak pelaku usaha tidak memiliki dan menyertakan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dalam melaksanakan dan melakukan kegiatan usaha mereka. Ketidakadaan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) tersebut tidak hanya 1 (satu) sampai 2 (dua) tahun tetapi ada sampai kurung waktu 4 (empat) sampai 5 (lima) tahun. Sehingga dalam hal ini masyarakat/pelaku usaha menganggap bahwa tidak mempunyai Surat Izin Tempat Usaha (SITU) tidak apa-apa. Alasan pelaku usaha bahwa hal tersebut sudah biasa dan tidak apa-apa serta dari zaman dulu juga banyak pelaku usaha khususnya depot air minum dalam melaksanakan dan menjalankan usahanya tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Terhadap hal tersebut diperlukan pengawasan efektif, khususnya pihak terkait yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda telah mengupayakan agar setiap masyarakat yang ingin melakukan suatu kegiatan usaha untuk dapat memiliki izin yang salah satunya adalah Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Karena selain daripada bertujuan untuk mengatur dan melakukan pendataan, Tetapi juga adanya retribusi yang tujuan untuk pelayanan, pengawasan, dan pengendalian baik dalam kegiatan pemberian izin dalam

30 penyelenggaraan yang bersangkutan yang sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan serta meningkatkan kinerja baik oleh instansi Dinas Perizinan. PENUTUP Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda dalam melaksanakan kegiatan usaha tidak memiliki dan menyertakan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Walaupun ada beberapa pelaku usaha yang memiliki izin tersebut tetapi penerapan perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum, belum mencapai tujuan sehingga tidak sesuai yang sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu Adapun kendala yang dihadapi oleh instansi terkait khususnya Dinas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda, yaitu lahirlah kebijakan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat, sehingga menimbulkan keengganan masyarakat untuk mendaftarkan dan memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), minimnya pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda khususnya yang bertugas untuk melakukan pengawasan/pengecekan di lapangan, sarana dan fasilitas; yaitu kondisi yang dimana seharusnya menggunakan sistem komputersasi/teknologi mutahir tetapi masih menggunakan sistem manual dalam hal pendataan dan minimnya sarana transportasi yang memadai, dan masyarakat; yaitu berkaitan dengan tingkat kesadaran diri terhadap hukum dari masyarakat khususnya pelaku usaha. Sebab akan berdampak pada tidak efektifnya suatu peraturan perundang-undangan.

31 Daftar Pustaka A. Literatur Anomin, 1996, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Fajar Mulya, Surabaya. Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta. MD, Mahmud dan Marbun, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Jakarta. Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum. Penerbit Mandar Maju, Bandung. Pudyatmoko, Y. Sri Perizinan Problem dan Pembenahan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, Hukum Dalam Ekonomi, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Saliman, Abdul, R, Hermansyah, dan Ahmad Jalis, 2007, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Simatupang, Richard Burton, Aspek Hukum Dalam Bisnis. Renika Cipta, Jakarta. Soemitro, Rony Hanitejo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Galia Indonesia, Jakarta. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Suwardyoko, Warpani, Analisis Kota dan Daerah. ITB. Bandung. Syamsudin, M. 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan

32 Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Retribusi Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Republik Indonesia. Peraturan Daerah Kota Samarinda Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu C. Artikel Jurnal Ilmiah, Artikel Koran, Artikel Internet dan Makalah Seminar Samarinda Pos, =1695 Samarinda Pos, =10 &id=

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan. sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan. sebagai berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kebijakan pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam penerapan Unit Pelayanan Terpadu Satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk melayani masyarakat. Hal tersebut senada dengan Surjadi (2012:7), bahwa pelayanan publik merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya menunjang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ( 1 ) Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam menangani

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ( 1 ) Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam menangani 53 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ( 1 ) Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam menangani permohonan dan penerbitan ijin mendirikan bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut Soerjono Soekanto ( 2002;243 ) adalah Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 8 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK S A L I N A N NOMOR 6/E, 2006 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan suatu Negara dapat dikatakan maju apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang semakin bertumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa agar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah bertanggungjawab

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 35 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI DI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa keselamatan, kenyamanan,

Lebih terperinci

ABSTRAKSI. Kata Kunci: Efektivitas, Pengawasan, Izin Gangguan, Tempat Hiburan Malam

ABSTRAKSI. Kata Kunci: Efektivitas, Pengawasan, Izin Gangguan, Tempat Hiburan Malam 1 PENGAWASAN TEMPAT HIBURAN MALAM DALAM KAITANNYA DENGAN IZIN GANGGUAN (STUDI EFEKTIVITAS PASAL 14 Ayat (2) PERDA NO. 5 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN DI KOTA BATU) ABSTRAKSI Randika Triakasa, Hukum

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH SUMBAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN - 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

- 1 - BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU - 1 - BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA [[ PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak diartikan sebagai pungutan yang di lakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum

Lebih terperinci

Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006 1

Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006 1 PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN ANGKUTAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 2 TAHUN : 1993 SERI : C.2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 2 TAHUN : 1993 SERI : C.2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 2 TAHUN : 1993 SERI : C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 8 TAHUN : 1993 TENTANG IZIN TRAYEK ANGKUTAN PENUMPANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG RANCANGAN BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah perlu menjamin iklim usaha yang

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA, Menimbang : a. bahwa jenis retribusi perizinan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

2. Persyaratan pelayanan

2. Persyaratan pelayanan Lampiran : Keputusan Kepala Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda. Nomor : 530/ /SK-SP/A3/BPPTSP/ /2015 Tentang : Penetapan Standar NAMA UNIT PELAYANAN JENIS PELAYANAN : BADAN PELAYANAN PERIZINAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Alamat : Jalan Lingkar Utara Piyaman Wonosari, Gunungkidul Kode Pos 55851 Telp. (0274) 391797, Fax. (0274) 394178 KEPUTUSAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.387, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawas. Dana Kampanye. Pemilu. Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2012

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 176 huruf e

Lebih terperinci

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG,

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG, BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan Pasal 141 huruf

Lebih terperinci

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR TENTANG

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR TENTANG WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 22 TAHUN 2012 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 22 TAHUN 2012 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 22 TAHUN 2012 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

dalam penulisan ini khususnya properti.

dalam penulisan ini khususnya properti. 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai bentuk usaha yang berkembang di Indonesia, tidak akan pernah terlepas dari campur tangan pemerintah, yang akan mengeluarkan semua keputusan berupa ijin,

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : a. bahwa dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Trayek; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 9 TAHUN

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa Retribusi Izin Trayek merupakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOS-KOSAN (STUDI DI KELURAHAN GUNUNG KELUA)

IMPLEMENTASI RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOS-KOSAN (STUDI DI KELURAHAN GUNUNG KELUA) JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 2 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 IMPLEMENTASI RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOS-KOSAN (STUDI DI KELURAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN, PENGEDARAN DAN PELARANGAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 04.A TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 04.A TAHUN 2013 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 4.A 2013 SERI : C PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 04.A TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA ANGKUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN IZIN GANGGUAN

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN IZIN GANGGUAN WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT ~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Menimbang Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PARKIR DI LUAR BADAN JALAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 11 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 11 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 11 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DAN IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (HO) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (HO) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (HO) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan PAD melalui

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 56.B TAHUN 2015 TENTANG PENYEDERHANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN GANGGUAN, SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DAN TANDA DAFTAR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 10 2011 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. b. c. d.

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA BARAT NOMOR : 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA BARAT NOMOR : 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA BARAT NOMOR : 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI HALMAHERA BARAT Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM WILAYAH DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DALAM BENTUK TINJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 17 TAHUN 2006 RETRIBUSI IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 17 TAHUN 2006 RETRIBUSI IZIN TRAYEK PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan semakin berkembangnya jalur

Lebih terperinci

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 29 BAB III RETRIBUSI DAERAH A. Konsep Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci