BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Start Sistem start pada suatu engine adalah suatu sistem untuk menghidupkan engine tersebut. Sistem start ini ada bermacammacam mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang rumit (kompleks) sesuai dengan besarnya daya dari engine tersebut (Davit&Kingsley, 1983). Untuk sistem yang sederhana biasanya instalasinya hanya simple, sebagai contohnya adalah sistem start yang dikick dengan kaki. Untuk contoh sistem start yang rumit adalah sistem start dengan menggunakan udara bertekanan yang membutuhkan instalasi dan peralatan seperti compressor, botol angin serta peralatan pendukung lainnya. Secara garis besar sistem start pada suatu engine dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu direct start dan indirect start Indirect Start Indirect start yaitu suatu sistem start dimana perlakuan yang dikenakan pada engine adalah di luar ruang bakar engine. Indirect start ini biasanya ada pada engine dengan daya yang tidak begitu besar. Jenis dari indirect start ini bermacam-macam yaitu ada yang ditarik dengan tali, diengkol dengan tangan, didorong (pada sepeda motor/mobil) atau memakai botol angin. Botol angin ini tidak digunakan untuk menekan piston di ruang bakar, melainkan untuk menggerakkan flywheel. Cara lain yaitu dengan menggunakan motor elektrik maupun hidrolis yang biasanya tegangannya berkisar 6 sampai 12 volt. (Davit&Kingsley, 1983) Indirect start ini biasanya yang mendapat perlakuan pada engine adalah bagian flywheel. Jika flywheel diputar maka secara otomatis piston juga akan ikut bergerak karena bagian flywheel terhubung dengan piston. Dengan bergeraknya piston dan adanya injeksi bahan bakar maka pembakaran dapat terjadi karena adanya kompresi. Pada diesel engine dapat terjadi pembakaran dengan 7

2 8 terpenuhinya segitiga api. Dengan tersedianya tekanan pembakaran yang cukup dengan adanya penginjeksian bahan bakar Direct Start Direct start adalah sistem start dimana perlakuan di engine ada di ruang bakar. Sistem ini diaplikasikan pada engine dengan daya yang besar, biasanya untuk engine yang ada di kapal. Sebenarnya indirect start juga bisa diaplikasikan pada engine dengan daya yang besar. Akan tetapi sistem ini menjadi tidak efektif dan tidak efisien karena instalasi dan dimensi dari sistem start ini membutuhkan space yang besar. Jika diaplilasikan di kapal, tentu saja hal ini tidak praktis. Sistem start di kapal diletakkan di engine room yang mempunyai space sangat terbatas. Aplikasi dari direct start ini juga menggunakan botol angin untuk menginjeksikan udara yang bertekanan ke dalam ruang bakar. Pada indirect start juga ada kasus yang sama yaitu penggunaan botol angin. Akan tetapi dalam aplikasinya terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara kedua sistem ini. Jika pada indirect start, botol angin ini digunakan untuk menggerakkan flywheel dan secara otomatis piston juga ikut bergerak karena terhubung dengan crankshaft. Sedangkan pada direct start, udara bertekanan langsung digunakan untuk menggerakkan piston dengan injeksi udara yang disimpan dibotol angin masuk ke engine melalui starting valve.(taylor,1996). Penginjeksian udara ke dalam piston pada setiap engine juga berbeda-beda tergantung dari starting valve pada engine tersebut. Jika starting valve hanya ada satu, sedangkan jumlah piston pada engine tersebut lebih dari satu maka sebelum start posisi silinder yang ada harus diatur. Misalkan saja penyetelan flywheel sebelum start seperti pada gambar seperti pada gambar 2.1. Suatu engine yang terdiri dari 5 silinder dan starting valve terdapat pada silinder nomor 1 maka setiap engine akan distart posisi piston nomor 1 harus pada posisi titik mati atas (TMA) pada langkah kompresi. Pengaturan

3 9 posisi TMA ini bisa dilakukan secara manual yaitu dengan memutar flywheelnya, pada setiap engine pasti sudah ada tandanya yang menyatakan bahwa silinder yang ada starting valvenya sudah pada posisi TMA. Gambar 2.1 Flywheel Jika pada suatu engine yang mempunyai banyak silider dan masing-masing silinder ada starting valvenya maka pada saat start tidak perlu adanya pengaturan posisi silindernya. Ketika engine dalam keadaan mati dan akan distart maka tinggal menekan tuas startnya saja karena penginjeksian udara sudah diatur secara otomatis oleh starting valve. Kondisi seperti ini seperti yang ada pada Main Engine Mitsui B&W yang ada di KM Caraka Jaya Niaga III-31 yang masing-masing silindernya ada starting valve tersendiri. Peralatan-peralatan yang ada untuk starting air system terdiri dari bermacam-macam yaitu seperti pada gambar 2.7. Penjelasan dari masing-masing item peralatan adalah sebagai berikut:

4 10 1. Distributor Distributor biasanya terdiri dari kumpulan pilot valve yang disusun secara seri. Biasanya pada masing-masing silinder ada satu saluran pilot valve. Pergerakan dari pilot valve ini digerakkan oleh camshaft. Gambar dari distributor adalah seperti gambar berikut : Gambar 2.2 Distributor 2. Botol angin Botol angin (tabung penyimpan udara) yang harus disediakan pada sistem start adalah 2 buah. Kapasitas yang harus disediakan untuk reversible diesel engine adalah 12 kali untuk start tanpa pengisian ulang dari kompressor. Dalam botol angin ini juga diletakkan safety valve untuk menghindari tekanan berlebih. Gambar 2.3 Botol angin

5 11 3. Kompressor Kompressor yang ada untuk sistem start pada umumnya berjumlah 2 buah. Kompressor ini harus mampu digunakan untuk mengisi botol angin dari kondisi kosong sampai penuh dalam waktu kurang dari 1 jam. Gambar 2.4 Kompressor 4. Automatic valve Automatic valve ini berfungsi untuk menghindari ledakan karena tekanan balik yang ada pada sistem. Valve ini juga terintegrasi dengan slow turn valve dan non return valve. Gambar dari valve ini secara terintegrasi adalah: Gambar 2.5 Automatic valve

6 12 6. Starting valve Lokasi dari starting valve ini berada silinder head. Tekanan dari botol angin akan dimasukkan ke engine melalui starting valve ini. Gambar dari starting valve ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.6 Starting valve Jika sistem ini digambarkan dalam diagram blok secara keseluruhan maka seperti pada gambar di bawah ini : Gambar 2.7 Starting air system

7 Combustion Process Combustion proses adalah suatu tahapan pemampatan udara sampai proses expansi. Pada combustion process ini bahan bakar yang diinjeksikan akan mengalami beberapa proses yaitu adanya pemanasan, vaporize (pengkabutan), pencampuran dengan udara dan akhirnya terjadilah proses pembakaran. Kaitannya dengan sistem start engine, kualitas bahan bakar (grade dari bahan bakar) sangat menentukan proses starting ini(john &Robert, 2001). Pada diesel engine combustion process terdiri dari empat fase yang dimulai dengan compressi bahan bakar dan diakhiri dengan proses expansi. Fase dari combustion process bisa dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini. (Harrington, 1992) Gambar 2.8 Combustion process

8 14 Keterangan : 1. injection begins 2. combustion begins 3. steady combustion begins 4. injection ceases 5. combustion ends 6. exhaust blowdowns begins Penjelasan dari tiap fase/period dari gambar di atas adalah sebagai berikut: a. The ignition-delay period. Ignition delay period adalah fase yang antara terbukanya injector sampai dengan start pembakaran. Pada fase ini bahan bakar yang masuk mulai dikompressi dan diubahlah bahan bakar yang semula berbentuk cair menjadi vaporize (kabut). Dalam ignition delay period ini ada 2 jenis fase yang terjadi yaitu physical delay dan chemical delay. Pada physical delay adalah waktu perubahan bahan bakar dari fase cair menjadi gas. Sedangkan chemical delay adalah fase perubahan bahan bakar dari gas menjadi energi. Fase ini terjadi secara berurutan dari physical delay baru kemudian diikuti chemical delay. Fase ignition delay ini disesuaikan dengan kualitas dari bahan bakar. Bahan bakar yang mempunyai kualitas pembakaran yang rendah membutuhkan waktu ignition delay yang panjang. Pada fase ini berawal dari penginjectian bahan bakar sampai dengan dimulainya pengkompresian udara. b. The rapid-combustion period. Tahap ini adalah lanjutan dari proses ignition delay. Bahan bakar yang sudah tervaporisasi selanjutnya akan terbakar dengan cepat. Proses pembakaran ini terjadi karena adanya percampuran dengan udara dan adanya tekanan yang tinggi akibat adanya kompresi sehingga terjadilah proses pembakaran yang sangat cepat. Kompresi udara yang terjadi disini adalah kompresi maksimal yang ditimbulkan oleh pergerakan piston. Syarat

9 15 terjadinya pembakaran pada diesel engine adalah adanya tekanan dan suhu tertentu. c. The steady-combustion period. Steady combustion period adalah tahapan yang dimulai steady combustion begins dan berakhirnya combustion. Steady combustion period ini posisinya dimulai sebelum titik TDC. Berakhirnya tahapan ini setelah ada penutupan dari injector. d. The after-burning period Tahapan ini adalah berakhirnya pembakaran dan semua bahan bakar sudah terbakar semua. Selanjutnya tahapan ini adalah proses expansi. Pada tahapan inilah berbagai macam polutan yang dihasilkan pada waktu pembakaran dikeluarkan dari engine. (Harrington, 1992) Pada beberapa kasus, gambar dari combustion process ini bisa saja bergeser dari keadaan normalnya. Kemungkinan gambar tersebut bisa bergeser ke bawah ataupun gambar bisa bergeser ke atas dari gambar normal. Sebagai contohnya adalah seperti gambar berikut ini (Imare): 1. combustion process (terukur di engine) bergeser ke bawah dari gambar normal. Pergeseran gambar adalah seperti terlihat pada gambar berikut: Gambar 2.9 Combustion process 1

10 16 Kejadian ini bisa disebabkan berbagai hal antara lain : - Fuel injection terlambat - Tekanan bahan bakar yang terlalu rendah. - Kesalahan pada fuel valve - Kesalahan pada suction fuel pump - Bahan bakar yang jelek - Terlalu kecilnya pompa bahan bakar (Imare) 2. combustion process (terukur di engine) bergeser ke atas dari gambar normal penyebab dari bergesernya combustion process ke atas dari garis normal seperti pada gambar 2.9 adalah sebagai berikut: - fuel injection terlalu awal - Variable injection timing ada kesalahan. - Pompa bahan bakar yang digunakan terlalu besar. Gambar dari combustion process adalah seperti berikut : Gambar 2.10 Combustion process 2

11 17 3. combustion process (terukur di engine) bergeser ke bawah dari gambar normal sampai after burning. Penyebab dari bergesernya gambar combustion proses seperti pada gambar 2.10 adalah sebagai berikut: - Kebocoran pada silinder. - Terjadinya blow - Terjadinya kebocoran pada exhaust valve - Pada piston crown terjadi kerusakan akibat dari proses pembakaran - Rendahnya tekanan pada saat proses pembilasan,sehingga pembilasan tidak bisa terjadi secara sempurna. Combustion process yang mengalami pergeseran sampai proses after buring bisa dilihat seperti gambar di bawah ini Gambar 2.11 Combustion process 3

12 Reversible Engine Reversible engine adalah engine yang mempunyai dua putaran kerja, atau dengan kata lain putaran engine bisa dibolakbalik dari counter clock wise menjadi clock wise atau sebaliknya. Pada marine engine, ada tiga cara untuk membalik putaran enginenya. Yang pertama adalah sliding camshaft, yang kedua adalah reversing latch, dan yang ketiga adalah rotating camshaft (Davit&Kingsley, 1983). Uraian dari masing-masing cara akan dijelaskan seperti berikut: 1. Sliding camshaft. Sliding camshaft dapat dilakukan pada two stroke & for storke engine. Cara ini lah yang biasanya umum dilakukan. Rocker arm berhubungan secara konstan dengan cam, yaitu ahead cam dan astern cam. Perubahan putaran ini dilakukan ketika engine dalam keadaan mati yaitu dengan mendorong rocker armnya. Sedangkan cara rotating camshaft hanya terdapat pada engine two stroke. Untuk cara sliding camshaft dapat diilustrasikan seperti gambar 2.2 berikut ini (Davit&Kingsley, 1983) Gambar 2.12 Sliding Camshaft

13 19 Keterangan : 1. ahead cams 2. astern cams 3. one cam follower for each set of cams Pada saat engine beroperasi pada putaran maju, maka posisi camshaft berada pada titik nomor 1. Dimana untuk setelan air intake dan air starting seperti pada camshaft tersebut. Akan tetapi pada saat engine ingin beroperasi pada putaran balik maka prosisi camshaft ini akan digeser dari titik 1 ke titik 2.Dalam proses pergeseran ini biasanya menggunakan udara bertekanan. Setelah camshaft terletak pada no 2 maka timing dari air intake dan air starting valve jadi berubah karena setelan pada camnya berbeda. Posisi camshaft pada engine bisa dilihat pada gambar 2.12 seperti berikut: Gambar2.13 Pposisi cam 2. Reversing latch Cara kedua yaitu dengan memindahkan camshaft. Ilustrasi dari metode ini dapat dilihat pada gambar Pada pandangan samping gambar di atas terlihat adanya dua roller pada reversing latch. Camshaft dalam hal ini tidak bergerak, akan tetapi penguncinya menjadi terbalik. Dengan berpindahnya pengunci menjadi terbalik, roller mengikuti dengan cam. Dengan ikutnya cam, maka menggerakkan pushroad, hal ini terjadi di tengah-tengah reversing block sepanjang waktu. Kancing/ kunci pembalik ini dapat digerakkan secara manual ataupun dengan

14 20 hidrolis. Proses ini dapat ditemukan pada wo stroke engine ataupun four stroke engine.( Davit&Kingsley, 1983) Gambar2.14 Reversing Latch 3. Rotating camshaft Cara yang ketiga yaitu rotating camshaft adalah cara yang khusus untuk two stoke engine. Cam pada two stroke engine memungkinkan penggunaan cam fuel yang sama untuk pengoperasian putaran mundur dan putaran maju. Hal ini bisa dilakukan dengan perputaran pada camshaft yang artinya adalah memutar balik servomotor, digerakkan dengan penekanan lubricating oil yang dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini:

15 21 Gambar2.15 Rotating Camshaft Turning Mechanism Untuk memutar balik putaran engine, pengontrolan lubricating oil secara langsung dilakukan pada sisi rotary vane yang terhubung dengan camshaft. Tekanan dari oli ini akan melawan vane kemudian tenaga vane ini akan digunakan untuk memindahkan arc pada posisi astern. Arc ini dapat ditentukan dengan jumlah silinder pada suatu engine. Untuk memindahkan mesin pada posisi ehead lagi maka yang harus dilakukan adalah mengubah tekanan lubricating oil pada posisi ahead lagi. Cam udara start yang sama digunakan pada putaran maju dan putaran mundur dan juga penggunaan fuel cam harus sama. Hal ini hanya dimungkinkan jika keadaan cam adalah simetris. Untuk mencegah kebocoran oli dari rumah oli maka harus diberi seal.( Davit&Kingsley, 1983) Sebagai contoh reversible engine adalah engine Mitsui B&W 5S26MC yang terdapat pada kapal KM Caraka Jaya Niaga

16 22 III-31. Putaran normal/ putaran keseharian dari engine ini adalah searah dengan jarum jam. Putaran inilah yang membuat kapal bergerak maju. Sedangkan ketika engine berputar berlawanan arah jarum jam maka kapal akan bergerak mundur. Adapun data dari main engine adalah sebagai berikut Engine : Mitsui B & W Type 5S26MC Jenis : 2 stroke engine Jumlah silinder : 5 buah Daya : 2050 HP (MCR) Bore : 260 mm Stroke : 980 mm BMEP : kg/cm2 Putaran : 207 rpm ( MCR ) Adapun gambar dari Mitsui B&W 5S26 MC yang ada di KM Caraka Jaya Niaga III-31 adalah sebagai berikut: Gambar 2.16 Main engine KM Caraka JN III-31 Dalam pengoperasiannya engine ini bekerja dalam beberapa putaran kerja. Ketika kapal akan memasuki pelabuhan atau meninggalkan pelabuhan variasi putaran ini sering dipakai dalam proses manuvering kapal. Variasi ini bisa dalam keadaan

17 23 ahead (maju) ataupun astern (mundur). Berbagai macam variasi putaran engine ini dapat dilihat pada table 1.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Variasi Putaran Eengine KM Caraka III Fault Tree Analysis Fault tree analysis adalah suatu metode evaluasi keandalan sistem, khususnya digunakan pada sistem keselamatan (safety oriented system) dan secara umum digunakan untuk menganalisa sistem yang kompleks (Demitri, 2002). Pada awalnya metode ini dikembangkan sebagai salah satu cara untuk mengevaluasi proses kegagalan sistem secara kualitatif. Pada perkembangan berikutnya, dengan algoritma tertentu, metode ini dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi keandalan secara kuantitatif. Metode ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1962 oleh bell telephone laboratories dalam kaitannya dengan studi evaluasi keselamatan sistem peluncuran minuteman misile antar benua. (Demitri, 2002) Fault tree analysis dalam penyelesaiannya menggunakan beberapa logical gates untuk menghubungan antara satu kejadian (event) dan kejadian yang lain pada suatu sistem tersebut. Posisi puncak dari analysis ini disebut dengan top event. Kondisi inilah yang harus ditentukan, apakah top event ini berupa kejadian kegagalan atau kejadian sukses. Setelah top event ditentukan maka selanjutnya kita turunkan menjadi kejadian-kejadian dibawahnya secara bertahap dengan menggunakan bantuan logical gates. Proses ini dilakukan terus hingga penyebab dasar kegagalan (basic event) ditemukan. Metode seperti ini dikategorikan menjadi metode top-down approach. Dengan melakukan pendekatan kualitatif, maka tahapan proses kegagalan secara terperinci bisa diturunkan sehingga

18 24 metode ini dapat mengidentifikasi bagaimana proses kegagalan suatu sistem. Dengan mengetahui proses kegagalan pada suatu sistem, maka perbaikan, pengaturan dan modifikasi pada sistem dapat dilakukan agar kejadian kegagalan yang sama bisa dicegah. Selain melakukan pendekatan secara kualitatif pendekatan secara kuantitatif pun juga bisa dilakukan dengan memberikan nilai peluang terhadap munculnya masing masing basic event, dan selanjutnya dengan bantuan logical gates dan algoritma tertentu akan ditemukan besarnya peluang sistem menjadi gagal atau peluang munculnya top event bisa didapatkan Penyusunan Fault Tree Dalam grafik simbol dari fault tree ada dua kategori basic yang digunakan yaitu gate symbol dan event symbol. Uraian dari masing-masing item adalah seperti penjelasan berikut: Gate symbols Gate symbols adalah simbol atau gambar yang digunakan untuk menghubungkan antar event dengan suatu hubungan tertentu (Demitri, 2002). Dua gate yang paling sering digunakan pada penyusunan dari fault tree adalah AND dan OR gate. AND gate menjelaskan bahwa suatu event terjadi jika event-event dibawahnya semuanya terjadi. Jika salah satu saja event tidak terjadi maka top event tidak akan tercapai. Dalam hubungan ini bisa juga dicontohkan pada hubungan paralel. Sedangkan OR gate menjelaskan hubungan seri, artinya suatu top event bisa terjadi minimal 1 event dibawahnya terjadi. Top event bisa tercapai tidak harus menunggu semua event terjadi. Dalam penyusunan fault tree analysis ada berbagai macam gate yang digunakan. Pemakaian dari masing-masing gate ini juga tergantung dari hubungan masing-masing komponen yang ada pada sistem. Beberapa macam contoh gambar gate symbol yang digunakan dalam penyusunan fault tree adalah sebagai berikut (Artana, KB):

19 25 1. AND gate arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika semua n input yang ada juga terjadi. 2. OR gate Arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika paling tidak ada satu input yang terjadi. 3. m-out-of-n voting gate Arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika paling tidak m input terjadi. Jika input yang terjadi kurang dari m maka output tidak akan terjadi.(artana,kb) 4. Priority AND gate Arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika semua input yang diminta terjadi.

20 26 5. EOR gate (Exclusive OR gate) Arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika hanya satu input saja yang terjadi. 6. NOT gate Arti dari simbol ini adalah kejadian input akan menyebabkan kejadian output jika conditional event terjadi. Event symbols Kebenaran dari fault tree analysis tergantung bagaimana kita mendefinisikan dari sistem itu sendiri. Hal yang pertama harus dilakukan adalah mengetahui atau menggambarkan bagaimana posisi masing-masing komponen tersebut dan mengetahui bagaimana hubungan dari masing-masing komponen tersebut. Batasan secara fisik juga dibutuhkan untuk membuat analisis ini menjadi focus akan suatu hal tertentu. Kesalahan yang biasanya terjadi pada saat melakukan fault tree analysis ini adalah tidak adanya batasan analisis sehingga analisis menjadi menyebar luas. Informasi yang jelas dari kharakteristik masing-masing komponen juga dibutuhkan untuk mengetahui kegagalan dari komponen tersebut. Informasi ini dapat diperoleh dari data dilapangan atau dari spesifikasi yang ada di komponen tersebut. Dalam penyusunan fault tree analysis ada juga boundary condition atau lebih dikenal dengan event. Dalam penggambarannya kita harus bisa mendefinisikan komponen

21 27 tersebut masuk dalam event mana. Adapun beberapa contoh event yang digunakan yaitu: a. Basic event adalah event dasar yang sudah tidak bisa diturunkan menjadi berbagai macam event lagi. b. Undeveloped/ incomplete event adalah suatu event yang membutuhkan penurunan lebih lanjut untuk menemukan basic event c. Conditional event adalah suatu event yang bersifat condisional (syarat) dari event yang lain. d. Resultant/ intermediet event adalah kombinasi dari berbagai macam kejadian kegagalan sebagai output dari logical gates.

22 28 e. Transfer-in event adalah titik dimana sub fault tree bisa dimulai sebagai kelanjutan dari transfer out. f. Transfer-out event adalah titik dimana sub-fault tree bisa dipecah menjadi sub-fault tree. Dalam penyusunan fault tree analysis harus dipahami semua posisi dari masing-masing event tersebut. Salah satu contoh dari gambar fault tree analysis adalah sebagai berikut: berlanjut sampai gambar dibawahnya

23 29 Gambar 2.17 Fault tree analysis Gambar fault tree di atas adalah salah satu contoh fault tree dari gambar diagram pressure tank seperti berikut: Gambar Pressure tank system

24 30 Dalam beberapa kasus seling kali ditemui peyelesaian dengan cara yang paling sederhana. Sebagai contoh adalah gambar fault tree analysis di bawah ini. Gambar 2.19 FTA sederhana Gambar di atas dikatakan bentuk Fault tree yang sederhana karena jumlah basic event dan jumlah level yang ada pada gambar di atas sedikit. Selain itu masing-masing kejadian bebas satu sama lain. Meskipun terlihat sederhana, gambar di atas dapat juga dijadikan contoh atau acuan pada sebuah sistem yang kompleks. Dalam beberapa kasus analisa dalam sistem yang kompleks, sering kali ada komponen yang memberikan efek terhadap beberapa komponen atau sub-sistem. Misalkan saja ada basic event x yang muncul beberapa kali pada event trees. Kondisi ini akan menyulitkan dalam penyelesaian. Sebagai contohnya adalah ada basic event gagalnya pompa General Service (GS) di kapal. Hal ini akan menyebabkan semua sistem yang berhubungan dengan penggunaan GS pump. Jadi dalam setiap analisa GS ini

25 31 sering kali muncul. Sebagai contohnya gambar dari fault tree ini dapat dilihat sebagai berikut. Gambar 2.20 FTA kompleks Dalam hal ini komponen E3 dan komponen E6 adalah komponen yang sama. Pada FTA ini komponen ini muncul dua kali Evaluasi Kuantitatif Fault Tree Dalam melakukan evaluasi fault tree secara kuantitatif ada dua metode yang bisa kita lakukan. Metode yang pertama adalah dengan menggunakan aljabar boolean (boolean algebra approach), sedangkan yang kedua adalah dengan menggunakan perhitungan secara langsung (direct numerical approach). Boolean Algebra Approach. Pada tabel 2.1 adalah tabel yang menjelaskan bagaimana hukum aljabar boolean untuk evaluasi kuantitatif fault tree. Pendekatan aljabar boolean berawal dari TOP event dan

26 32 mendiskripsikannya secara logis dalam basic event, incomplete event dan intermediate event. Semua intermediate event akan digantikan oleh event-event pada hirarki yang lebih rendah. Hal ini terus dilakukan sampai pernyataan logika yang menyatakan TOP event semuanya dalam bentuk basic event dan incomplete event. (Priyanta,2000) Tabel 2.2 Hukum aljabar boolean Direct numerical approach Kerugian dari boolean algebra approach adalah ekspresi yang kompleks jika sistem yang besar dan fault tree yang berhubungan dengan sistem tersebut akan dikaji. Pendekatan alternatif untuk menghitung nilai numerik probabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan direct numerical approach. Berbeda dengan Boolean algebra approach yang memiliki sifat top-down approach maka pendekatan numerik ini bersifat bottom-up approach. Pendekatan numerik ini berawal dari level hirarki yang paling rendah dan mengkombinasikan semua probabilitas dari event yang ada pada level ini dengnan menggunakan logic gate yang tepat dimana event-event ini dikaitkan. Kombinasi probabilitas ini akan memberikan nilai probabilitas dari intermediate event pada level hirarki diatasnya. Proses ini berlangsung terus ke atas sampai TOP event dicapai.

27 33 Untuk fault tree yang cukup kompleks, selain menggunakan dua metode evaluasi yang sudah didiskusikan di atas, evaluasi kuantitatif dari dapat juga dievaluasi dengan menggunakan formula pendekatan persamaan dibawah ini. Untuk melakukan perhitungan ini dibutuhkan data minimal cut set dari fault tree yang akan dianalisa. Jika C i menyatakan minimal cut set ke-i dari suatu fult tree, dan jika P(C i ) mewakili probabilitas untuk event C i maka dengan menggunakan aljabar boolean unreliability dari sistem secara umum dapat diekspresikan sebagai berikut: i 1 i= n i= 2 j= Qs =P(C 1 C 2.. C i... C n ) = P ( Ci ) P( Ci C j ) n + P (C C C ) +...+( 1) n-1 P ( C C... 2 C ) i= 3 i 1 j 1 j= 2 k= 1 ( i j k n n 1 1 n (persamaan 2.1) Henley dan Kumamoto [1992] memberikan suatu metode evaluasi secara aproksimasi untuk sistem yang memiliki konstruksi fault tree yang sangat kompleks dengan menyederhanaan persamaan 2.1. Aproksimasi ketidakhandalan dari sistem dapat diperoleh dengan menghitung upperbound dan lowerbound dari unreliability sistem dengan formula sebagai berikut Q s upperbound = P( n i= 1 C i ) (persamaan 2.2) Sedangkan untuk menghitung nilai lower bound dari unreability system menggunakan persamaan sebagai berikut : Q s = n i= 1 P ( C ) (persamaan 2.3) i n u= 2 i 1 j= 1 P( C C ) i Sebuah fault tree dapat diterjemahkan ke dalam blok diagram keandalan dengan menerjemahkan basic event ke dalam sebuah blok dan menerjemahkan gerbang logika ke dalam j

28 34 susunan tertentu-seri, paralel atau susunan lainnya yang menghubungkan berbagai blok. Hubungan antara fault tree dan blok diagram reliability untuk konfigurasi yang sederhana diperlihatkan pada berikut : (Priyanta,2000) Tabel 2.3 Hubungan blok diagram dan fault tree

BAB III METODOLOGI. Mulai. -sistem start -reversible engine -FTA. Telaah Pustaka. Sistem Start. Reversible Diesel Engine. Pengambilan.

BAB III METODOLOGI. Mulai. -sistem start -reversible engine -FTA. Telaah Pustaka. Sistem Start. Reversible Diesel Engine. Pengambilan. 35 BAB III METODOLOGI Penulisan Tugas akhir ini dilakukan dengan pendekatan teoritis dan evaluatif terhadap pola kegagalan yang terjadi. Dalam Tugas akhir ini juga menggunakan metode fault tree analysis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 41 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisa data dan pembahasan dimana langkah-langkah pengerjaannya sesuai dengan apa yang diuraiakan dalam metodologi. Sebelum melakukan

Lebih terperinci

B D. 1.1 Konsep Model Jaringan

B D. 1.1 Konsep Model Jaringan A 1 MODEL JARINGAN UNTUK SISTEM KOMPLEKS 1.1 Konsep Model Jaringan P ada bab sebelumnya telah diuraikan teknik dalam melakukan pemodelan jaringan untuk sistem sederhana. eberapa pola hubungan komponen

Lebih terperinci

BAB XI DIRECT MONOEVRING SYSTEM

BAB XI DIRECT MONOEVRING SYSTEM BAB XI DIRECT MONOEVRING SYSTEM 1. Pendahuluan Pada motor motor diesel 2 takt dengan slow speed engine, maka sistemolah gerak baling baling menggunakan sistem olah gerak langsung (direct monoevring system)

Lebih terperinci

#6 FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

#6 FAULT TREE ANALYSIS (FTA) #6 FAULT TREE ANALYSIS (FTA) 6.1. Pendahuluan Seperti yang telah dibahas pada materi sebelumnya bahwa dua metode yang banyak digunakan untuk menganalisa kegagalan sistem adalah Fault Tree Analysis (FTA)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MOTOR DIESEL Motor diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. SEJARAH MOTOR DIESEL Pada tahun 1893 Dr. Rudolf Diesel memulai karier mengadakan eksperimen sebuah motor percobaan. Setelah banyak mengalami kegagalan dan kesukaran, mak akhirnya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER Di susun oleh : Cahya Hurip B.W 11504244016 Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2012 Dasar

Lebih terperinci

PENGARUH PENYETELAN CELAH KATUP DAN PENYETELAN TIMING INJECTION PUMP TERHADAP HASIL GAS BUANG PADA MOTOR DIESEL

PENGARUH PENYETELAN CELAH KATUP DAN PENYETELAN TIMING INJECTION PUMP TERHADAP HASIL GAS BUANG PADA MOTOR DIESEL PENGARUH PENYETELAN CELAH KATUP DAN PENYETELAN TIMING INJECTION PUMP TERHADAP HASIL GAS BUANG PADA MOTOR DIESEL Aris Exwanto 1), Riri Sadiana 2), Aep Surahto 3), 1,2,3), Teknik Mesin, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Mengenal Motor Diesel Motor diesel merupakan salah satu tipe dari motor bakar, sedangkan tipe yang lainnya adalah motor bensin. Secara sederhana prinsip pembakaran pada motor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM)

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM) Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM) Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Torak Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau mengubah

Lebih terperinci

Session 4. Diesel Power Plant. 1. Siklus Otto dan Diesel 2. Prinsip PLTD 3. Proses PLTD 4. Komponen PLTD 5. Kelebihan dan Kekurangan PLTD

Session 4. Diesel Power Plant. 1. Siklus Otto dan Diesel 2. Prinsip PLTD 3. Proses PLTD 4. Komponen PLTD 5. Kelebihan dan Kekurangan PLTD Session 4 Diesel Power Plant 1. Siklus Otto dan Diesel 2. Prinsip PLTD 3. Proses PLTD 4. Komponen PLTD 5. Kelebihan dan Kekurangan PLTD Siklus Otto Four-stroke Spark Ignition Engine. Siklus Otto 4 langkah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini tabel hasil pemeriksaan dan pengukuran komponen cylinder. Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Mekanisme Katup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini tabel hasil pemeriksaan dan pengukuran komponen cylinder. Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Mekanisme Katup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Engine Honda Beat PGM-FI Berikut ini tabel hasil pemeriksaan dan pengukuran komponen cylinder head (mekanisme katup) : Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Mekanisme

Lebih terperinci

Makalah PENGGERAK MULA Oleh :Derry Esaputra Junaedi FAKULTAS TEKNIK UNNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Makalah PENGGERAK MULA Oleh :Derry Esaputra Junaedi FAKULTAS TEKNIK UNNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Makalah PENGGERAK MULA Oleh :Derry Esaputra Junaedi 2008.43.0022 FAKULTAS TEKNIK UNNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Pengertian Mesin Mesin adalah alat mekanik atau elektrik yang mengirim atau mengubah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mekanik berupa gerakan translasi piston (connecting rods) menjadi gerak rotasi

BAB II LANDASAN TEORI. mekanik berupa gerakan translasi piston (connecting rods) menjadi gerak rotasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Motor Bakar Motor bakar torak merupakan salah satu mesin pembangkit tenaga yang mengubah energi panas (energi termal) menjadi energi mekanik melalui proses pembakaran

Lebih terperinci

TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA

TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA Suprihadi Agus Program Studi D III Teknik Mesin Politeknik Harapan Bersama Jln. Mataram No. 09 Tegal Telp/Fax (0283) 352000

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN

PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan prinsip kerja motor 2 tak dan motor 4 tak. 2. Menjelaskan proses pembakaran pada motor bensin 3. Menjelaskan dampak saat pengapian yang tidak

Lebih terperinci

Mesin Diesel. Mesin Diesel

Mesin Diesel. Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin diesel menggunakan bahan bakar diesel. Ia membangkitkan tenaga yang tinggi pada kecepatan rendah dan memiliki konstruksi yang solid. Efisiensi bahan bakarnya lebih baik

Lebih terperinci

BAB IX POMPA BAHAN BAKAR (FUEL PUMP)

BAB IX POMPA BAHAN BAKAR (FUEL PUMP) BAB IX POMPA BAHAN BAKAR (FUEL PUMP) Pompa bahan bakar dikelompokan kepada : 1. Pompa bahan bakar tekanan rendah, dengan tekanan injeksi ± 150 bar yang menggunakan pengabut udara (air injection). 2. Pompa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Motor Bakar Motor bakar adalah mesin atau peswat tenaga yang merupakan mesin kalor dengan menggunakan energi thermal dan potensial untuk melakukan kerja mekanik dengan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE Darwin R.B Syaka 1*, Ragil Sukarno 1, Mohammad Waritsu 1 1 Program Studi Pendidikan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 32 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metoda Fault Tree Analysis (FTA) yang merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian kualitatif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi yang terjadi saat ini banyak sekali inovasi baru yang tercipta khususnya di dalam dunia otomotif. Dalam perkembanganya banyak orang yang

Lebih terperinci

Sumber: Susanto, Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP Tangki bahan bakar 10. Rumah ABK dan ruang kemudi

Sumber: Susanto, Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP Tangki bahan bakar 10. Rumah ABK dan ruang kemudi LAMPIRAN 66 Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP 01 Keterangan: 1. Palkah ikan 7. Kursi pemancing 2. Palkah alat tangkap 8. Drum air tawar 3. Ruang mesin 9. Kotak perbekalan 4. Tangki bahan bakar 10.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Motor bakar merupakan motor penggerak yang banyak digunakan untuk menggerakan kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Motor bakar adalah suatu mesin yang mengubah energi panas

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL BAB III METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) 3.1 Failure Mode and Effect

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). -Pertemuan ke. Topik. Metode Evaluasi dan Penilaian. Sumber Ajar (pustaka)

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). -Pertemuan ke. Topik. Metode Evaluasi dan Penilaian. Sumber Ajar (pustaka) Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). -Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam merubah energi kimia menjadi energi mekanis.

Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam merubah energi kimia menjadi energi mekanis. A. Sebenernya apa sih perbedaan antara mesin diesel dengan mesin bensin?? berikut ulasannya. Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) (simplenya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Modifikasi kendaraan bermotor di Indonesia sering dilakukan, baik kendaraan

I. PENDAHULUAN. Modifikasi kendaraan bermotor di Indonesia sering dilakukan, baik kendaraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modifikasi kendaraan bermotor di Indonesia sering dilakukan, baik kendaraan mobil maupun sepeda motor. Khusus pada modifikasi sepeda motor banyak dilakukan pada kalangan

Lebih terperinci

BAB I MOTOR PEMBAKARAN

BAB I MOTOR PEMBAKARAN BAB I MOTOR PEMBAKARAN I. Pendahuluan Motor pembakaran dan mesin uap, adalah termasuk dalam golongan pesawat pesawat panas, yang bertujuan untuk mengubah usaha panas menjadi usaha mekanis. Pada perubahan

Lebih terperinci

Mesin Penggerak Kapal PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Mesin Penggerak Kapal PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Mesin Penggerak Kapal PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Sistem Penggerak Kapal Mesin Penggerak Utama 1. Mesin Uap Torak (Steam Reciprocating Engine) 2. Turbin Uap (Steam

Lebih terperinci

Dua orang berkebangsaan Jerman mempatenkan engine pembakaran dalam pertama di tahun 1875.

Dua orang berkebangsaan Jerman mempatenkan engine pembakaran dalam pertama di tahun 1875. ABSIC ENGINE Dua orang berkebangsaan Jerman mempatenkan engine pembakaran dalam pertama di tahun 1875. Pada pertengahan era 30-an, Volvo menggunakan engine yang serupa dengan engine Diesel. Yaitu engine

Lebih terperinci

Fungsi katup Katup masuk Katup buang

Fungsi katup Katup masuk Katup buang MEKANISME KATUP FUNGSI KATUP Fungsi katup Secara umum fungsi katup pada motor otto 4 langkah adalah untuk mengatur masuknya campuran bahan bakar dan udara dan mengatur keluarnya gas sisa pembakaran. Pada

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PROSEDUR PENGUJIAN Pengambilan sampel pelumas yang sudah terpakai secara periodik akan menghasilkan laporan tentang pola kecepatan keausan dan pola kecepatan terjadinya kontaminasi. Jadi sangat

Lebih terperinci

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak Tutup kepala silinder (cylinder head cup) kepala silinder (cylinder

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses

BAB II DASAR TEORI. Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses BAB II DASAR TEORI 2.1. Definisi Motor Bakar Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses pembakaran. Ditinjau dari cara memperoleh energi termal ini mesin kalor dibagi menjadi 2

Lebih terperinci

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO FINONDANG JANUARIZKA L 125060700111051 SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus thermodinamika yang paling banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Mobil dan sepeda motor berbahan bakar bensin (Petrol Fuel)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 3 PEMERIKSAAN DAN PENYETELAN CELAH KATUP

LAPORAN PRAKTIKUM 3 PEMERIKSAAN DAN PENYETELAN CELAH KATUP LAPORAN PRAKTIKUM 3 PEMERIKSAAN DAN PENYETELAN CELAH KATUP Tujuan Praktikum : Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa akan dapat memeriksa dan menyetel celah katup. A. Obyek, Alat dan Bahan a) Obyek

Lebih terperinci

BAB III METODOGI PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

BAB III METODOGI PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN BAB III METODOGI PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN Untuk mengetahui pengaruh pemakaian camshaft standar dan camshaft modifikasi terhadap konsumsi bahan bakar perlu melakukan pengujian mesin.. Oleh

Lebih terperinci

ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS

ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) (STUDI KASUS PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI TAHAP II UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG) NASKAH PUBLIKASI Untuk

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel A. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah 1. Prinsip Kerja Motor 2 Langkah dan 4 Langkah a. Prinsip Kerja Motor

Lebih terperinci

JOB SHEET (LEMBAR KERJA) : Melaksanakan overhaul kepala silinder

JOB SHEET (LEMBAR KERJA) : Melaksanakan overhaul kepala silinder JOB SHEET (LEMBAR KERJA) Sekolah : SMKN 1 Sintang Program Keahlian : Teknik Sepeda Motor Mata Diklat : (Produktif) Melaksanakan overhaul kepala silinder Kelas/Semester : XI/3 Alokasi Waktu : 20 x 45 Menit

Lebih terperinci

2.3.1.PERBAIKAN BAGIAN ATAS MESIN. (TOP OVERHAUL)

2.3.1.PERBAIKAN BAGIAN ATAS MESIN. (TOP OVERHAUL) BAB VII 2.3.1.PERBAIKAN BAGIAN ATAS MESIN. (TOP OVERHAUL) Perbaikan bagian atas adalah yang meliputi bagian. atas dari motor Diesel, yaitu seluruh bagian pada kepala silinder (Cylinder head) atau seluruh

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. 125 pada tahun 2005 untuk menggantikan Honda Karisma. Honda Supra X

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. 125 pada tahun 2005 untuk menggantikan Honda Karisma. Honda Supra X BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. HONDA SUPRA X 125 PGM-FI Honda Supra X adalah salah satu merk dagang sepeda motor bebek yang di produksi oleh Astra Honda Motor. Sepeda motor ini diluncurkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pendingin Mesin terhadap Kinerja Mesin Induk di KM TRIAKSA

Pengaruh Temperatur Pendingin Mesin terhadap Kinerja Mesin Induk di KM TRIAKSA Abstrak Pengaruh Pendingin terhadap Kinerja Induk di KM TRIAKSA Mohammad Yusuf Djeli 1) &Andi Saidah 2) 1) Program Studi Teknik Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Jl. Tanah Merdeka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan dengan judul penelitian yaitu sebagai berikut: performa mesin menggunakan dynotest.pada camshaft standart

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan dengan judul penelitian yaitu sebagai berikut: performa mesin menggunakan dynotest.pada camshaft standart BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Observasi terhadap analisis pengaruh perubahan profil camshaft terhadap unjuk kerja mesin serta mencari refrensi yang memiliki relevansi terhadap judul penelitian.

Lebih terperinci

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah PENGERTIAN SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus ideal untuk mesin torak dengan pengapian-nyala bunga api pada mesin pembakaran dengan sistem pengapian-nyala ini, campuran bahan bakar dan udara dibakar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum 4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin 2.1.1. Penjelasan Umum Motor bensin merupakan suatu motor yang menghasilkan tenaga dari proses pembakaran bahan bakar di dalam ruang bakar. Karena pembakaran ini

Lebih terperinci

Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan

Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan dalam pengontrolan dan kemudahan dalam pengoperasian

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Kinerja Mesin Kompresi Udara Satu Langkah Dengan Variasi Sudut Pembukaan Selenoid

Studi Eksperimental Kinerja Mesin Kompresi Udara Satu Langkah Dengan Variasi Sudut Pembukaan Selenoid Studi Eksperimental Kinerja Mesin Kompresi Udara Satu Langkah Dengan Variasi Sudut Pembukaan Selenoid Darwin Rio Budi Syaka, Furqon Bastian dan Ahmad Kholil Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA No. JST/OTO/OTO410/14 Revisi : 02 Tgl : 6 Februari 2014 Hal 1 dari 10 I. Kompetensi : Setelah melaksanakan praktik, mahasiswa diharapkan dapat : 1. Mengidentifikasi komponen sistem bahan bakar, kontrol

Lebih terperinci

Mesin Kompresi Udara Untuk Aplikasi Alat Transportasi Ramah Lingkungan Bebas Polusi

Mesin Kompresi Udara Untuk Aplikasi Alat Transportasi Ramah Lingkungan Bebas Polusi Mesin Kompresi Udara Untuk Aplikasi Alat Transportasi Ramah Lingkungan Bebas Polusi Darwin Rio Budi Syaka a *, Umeir Fata Amaly b dan Ahmad Kholil c Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik, Universitas Negeri

Lebih terperinci

MODUL V-B PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS

MODUL V-B PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS 1 MODUL V-B PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS 2 DEFINISI PLTG Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) merupakan sebuah pembangkit energi listrik yang menggunakan peralatan/mesin turbin gas sebagai penggerak generatornya.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan BAB II TEORI DASAR 2.1. Sejarah Mesin Diesel Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Rudolf Diesel. Mesin diesel sering juga disebut sebagai motor

Lebih terperinci

Pengaruh variasi celah reed valve dan variasi ukuran pilot jet, main jet terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Yamaha F1ZR tahun 2001

Pengaruh variasi celah reed valve dan variasi ukuran pilot jet, main jet terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Yamaha F1ZR tahun 2001 Pengaruh variasi celah reed valve dan variasi ukuran pilot jet, main jet terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Yamaha F1ZR tahun 2001 Ahmad Harosyid K.2599014 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA No. JST/OTO/OTO410/13 Revisi: 03 Tgl: 22 Agustus 2016 Hal 1 dari 10 I. Kompetensi: Setelah melaksanakan praktik, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengidentifikasi komponen sistem bahan bakar, kontrol udara

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 KAJIAN NUMERIK PENGARUH VARIASI IGNITION TIMING DAN AFR TERHADAP PERFORMA UNJUK KERJA PADA ENGINE MOTOR TEMPEL EMPAT LANGKAH SATU SILINDER YAMAHA F2.5 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BENSIN DAN LPG Oleh: Helmi

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Penambahan Durasi Camshaft terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas Buang pada Engine Sinjai 650 cc

Analisis Pengaruh Penambahan Durasi Camshaft terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas Buang pada Engine Sinjai 650 cc JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (216) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B24 Analisis Pengaruh Penambahan Durasi Camshaft terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas Buang pada Engine Sinjai 65 cc Firman Iffah Darmawangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tipe terbaru dengan teknologi terbaru dan keunggulan-keunggulan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tipe terbaru dengan teknologi terbaru dan keunggulan-keunggulan lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya animo masyarakat terhadap pengunaan sepeda motor membuat produsen sepeda motor berlomba untuk memproduksi sepeda motor tipe terbaru dengan teknologi terbaru

Lebih terperinci

BAB III PROSES OVERHAUL ENGINE YAMAHA VIXION. Proses Overhoul Engine Yamaha Vixion ini dilakukan di Lab. Mesin,

BAB III PROSES OVERHAUL ENGINE YAMAHA VIXION. Proses Overhoul Engine Yamaha Vixion ini dilakukan di Lab. Mesin, BAB III PROSES OVERHAUL ENGINE YAMAHA VIXION 3.1. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Proses Overhoul Engine Yamaha Vixion ini dilakukan di Lab. Mesin, Politenik Muhammadiyah Yogyakarta. Pelaksanaan dilakukan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. I. TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu memahami konstruksi motor bakar Mampu menjelaskan prinsip kerja motor bakar

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. I. TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu memahami konstruksi motor bakar Mampu menjelaskan prinsip kerja motor bakar RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Menjelaskan konsep mesin konversi energi Kelas / Semester : X / 1 Pertemuan Ke : 1 Alokasi Waktu : 2 X 45 menit Standar Kompetensi : Menjelaskan konsep

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN Jl. Dr. Setiabudhi No. 207 Bandung UJIAN TEORI PRAKTEK ENGINE

Lebih terperinci

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika Penggerak Mula Materi Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika Motor Bakar (Combustion Engine) Alat yang mengubah energi kimia yang ada pada bahan bakar menjadi energi mekanis

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN VALVE SPRING REMOVAL SPECIAL TOOL

RANCANG BANGUN VALVE SPRING REMOVAL SPECIAL TOOL RANCANG BANGUN VALVE SPRING REMOVAL SPECIAL TOOL LAPORAN AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Pada Jurusan Teknik Mesin Program Studi Alat Berat Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

Fungsi katup Katup masuk Katup buang

Fungsi katup Katup masuk Katup buang MEKANISME KATUP FUNGSI KATUP Fungsi katup Secara umum fungsi katup pada motor otto 4 langkah adalah untuk mengatur masuknya campuran bahan bakar dan udara dan mengatur keluarnya gas sisa pembakaran. Pada

Lebih terperinci

TURBOCHARGER BEBERAPA CARA UNTUK MENAMBAH TENAGA

TURBOCHARGER BEBERAPA CARA UNTUK MENAMBAH TENAGA TURBOCHARGER URAIAN Dalam merancang suatu mesin, harus diperhatikan keseimbangan antara besarnya tenaga dengan ukuran berat mesin, salah satu caranya adalah melengkapi mesin dengan turbocharger yang memungkinkan

Lebih terperinci

Spark Ignition Engine

Spark Ignition Engine Spark Ignition Engine Fiqi Adhyaksa 0400020245 Gatot E. Pramono 0400020261 Gerry Ardian 040002027X Handoko Arimurti 0400020288 S. Ghani R. 0400020539 Transformasi Energi Pembakaran Siklus Termodinamik

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG Bambang Yunianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Pengaruh Parameter Tekanan Bahan Bakar terhadap Kinerja Mesin Diesel Type 6 D M 51 SS

Pengaruh Parameter Tekanan Bahan Bakar terhadap Kinerja Mesin Diesel Type 6 D M 51 SS Pengaruh Parameter Tekanan Bahan Bakar terhadap Kinerja Mesin Diesel Type 6 D M 51 SS Andi Saidah 1) 1) Jurusan Teknik Mesin Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Jl. Sunter Permai Raya Sunter Agung Podomoro

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta e-mail : ismanto_ujb@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sumber pesan dengan penerima pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian

BAB II KAJIAN TEORI. sumber pesan dengan penerima pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Media Pembelajaran 2.1.1. Pengertian Media Pembelajran Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang secara harfiah berarti perantara atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motor Bensin Motor bensin adalah suatu motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Sebelum bahan bakar ini masuk ke dalam ruang silinder terlebih dahulu terjadi percampuran bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Instalasi Pengujian Pengujian dengan memanfaatkan penurunan temperatur sisa gas buang pada knalpot di motor bakar dengan pendinginan luar menggunakan beberapa alat dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Remanufaktur Menurut jurnal S.L. Soh (2014) Remanufacturing brings used products back to equal or better than new condition. The primery benefit arise from the reuse of resources.

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM BAHAN BAKAR MESIN DIESEL LOKOMOTIF

BAB IV SISTEM BAHAN BAKAR MESIN DIESEL LOKOMOTIF BAB IV SISTEM BAHAN BAKAR MESIN DIESEL LOKOMOTIF 4.1 Pengetahuan Dasar Tentang Bahan Bakar Bahan bakar adalah suatu pesawat tenaga yang dapat mengubah energi panas menjadi tenaga mekanik dengan jalan pembakaran

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T Sarif Sampurno Alumni Jurusan Teknik Mesin, FT, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Scope Pemeliharaan P1 P8 Scope Pemeliharaan P1 & P2 (Pemeliharaan Harian) PLTD Titi Kuning meliputi: 1. Membersihkan mesin, peralatan-peralatan bantu serta lantai lokasi mesin dari

Lebih terperinci

ANALISA RELIABILITY BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA SISTEM MAIN ENGINE KAPAL TUGAS AKHIR

ANALISA RELIABILITY BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA SISTEM MAIN ENGINE KAPAL TUGAS AKHIR ANALISA RELIABILITY BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA SISTEM MAIN ENGINE KAPAL TUGAS AKHIR MOCH. ABDUL RACHMAN Nrp. 2400 100 017 JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

Aku berbakti pada Bangsaku,,,,karena Negaraku berjasa padaku. Pengertian Turbocharger

Aku berbakti pada Bangsaku,,,,karena Negaraku berjasa padaku. Pengertian Turbocharger Pengertian Turbocharger Turbocharger merupakan sebuah peralatan, untuk menambah jumlah udara yang masuk kedalam slinder dengan memanfaatkan energi gas buang. Turbocharger merupakan perlatan untuk mengubah

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Durasi Noken As Terhadap Unjuk Kerja Mesin Honda Kharisma Dengan Menggunakan 2 Busi

Pengaruh Variasi Durasi Noken As Terhadap Unjuk Kerja Mesin Honda Kharisma Dengan Menggunakan 2 Busi TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI Pengaruh Variasi Durasi Noken As Terhadap Unjuk Kerja Mesin Honda Kharisma Dengan Menggunakan 2 Busi Oleh : Sakti Prihardintama 2105 100 025 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

F. Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 1. Prinsip Kerja

F. Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 1. Prinsip Kerja F. Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 1. Prinsip Kerja PLTD mempunyai ukuran mulai dari 40 kw sampai puluhan MW. Untuk menyalakan listrik di daerah baru umumnya digunakan PLTD oleh PLN.Di lain pihak, jika

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Grafik percobaan perbandingan Daya dengan Variasi ECU Standar, ECU BRT (Efisiensi), ECU BRT (Performa), ECU BRT (Standar).

Gambar 4.1 Grafik percobaan perbandingan Daya dengan Variasi ECU Standar, ECU BRT (Efisiensi), ECU BRT (Performa), ECU BRT (Standar). Daya (HP) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan dan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan meliputi data spesifik objek penelitian dan hasil pengujian.

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA DAFTAR MODUL

STANDAR LATIHAN KERJA DAFTAR MODUL STANDAR LATIHAN KERJA DAFTAR MODUL NO. KODE JUDUL 1. WLO 01 ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA 2. WLO 02 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) 3. WLO 03 STRUKTUR DAN FUNGSI WHEEL LOADER 4. WLO 04 PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN STUDI PUSTAKA KONDISI MESIN DALAM KEADAAN BAIK KESIMPULAN. Gambar 3.1. Diagram alir metodologi pengujian

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN STUDI PUSTAKA KONDISI MESIN DALAM KEADAAN BAIK KESIMPULAN. Gambar 3.1. Diagram alir metodologi pengujian BAB III PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 Diagram alir Metodologi Pengujian STUDI PUSTAKA PERSIAPAN MESIN UJI DYNO TEST DYNOJET PEMERIKSAAN DAN PENGETESAN MESIN SERVICE MESIN UJI KONDISI MESIN DALAM KEADAAN BAIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produktivitas 2.1.1 Definisi Produktivitas Produktivitas menurut Sinungan (2005) diartikan sebagai perbandingan antara nilai yang dihasilkan suatu kegiatan terhadap nilai semua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berada di Motocourse Technology (Mototech) Jl. Ringroad Selatan, Kemasan, Singosaren, Banguntapan,

Lebih terperinci

D. LANGKAH KERJA a. Langkah awal sebelum melakukan Engine Tune Up Mobil Bensin 4 Tak 4 silinder

D. LANGKAH KERJA a. Langkah awal sebelum melakukan Engine Tune Up Mobil Bensin 4 Tak 4 silinder JOB SHEET DASAR TEKNOLOGI A. TUJUAN : Setelah menyelesaikan praktek ini diharapkan siswa dapat : 1. Dapat menjelaskan prosedur tune up 2. Dapat melakukan prosedur tune up dengan benar 3. Dapat melakukan

Lebih terperinci

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : Sistem Bahan Bakar Motor Diesel Oleh : Rabiman Zaenal Arifin Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2011 Hak Cipta 2011 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

BAB III PENGUKURAN DAN GAMBAR KOMPONEN UTAMA PADA MESIN MITSUBISHI L CC

BAB III PENGUKURAN DAN GAMBAR KOMPONEN UTAMA PADA MESIN MITSUBISHI L CC BAB III PENGUKURAN DAN GAMBAR KOMPONEN UTAMA PADA MESIN MITSUBISHI L 100 546 CC 3.1. Pengertian Bagian utama pada sebuah mesin yang sangat berpengaruh dalam jalannya mesin yang didalamnya terdapat suatu

Lebih terperinci

ECS (Engine Control System) TROOT024 B3B4B5

ECS (Engine Control System) TROOT024 B3B4B5 ECS (Engine Control System) TROOT024 B3B4B5 Komponen dan Fungsi Sistem Pengatur Katup Elektronik Tujuan Umum : Peserta dapat mengidentifikasi fungsi, konstruksi, cara kerja sistem control ngine Peserta

Lebih terperinci

Abstract. Keywords: Performance, Internal Combustion Engine, Camshaft

Abstract. Keywords: Performance, Internal Combustion Engine, Camshaft Uji Kinerja Motor Bakar Empat Langkah Satu Silinder Dengan Variasi Tinggi Bukaan Katup Pada Sudut Pengapian Sepuluh Derajat Sebelum TMA Dengan Bahan Bakar Pertamax Plus Jhoni Oberton 1, Azridjal Aziz 2

Lebih terperinci

BAB II. Diagram P - V ( Diagram Theoritis )

BAB II. Diagram P - V ( Diagram Theoritis ) BAB II. Diagram P - V ( Diagram Theoritis ) Diagram P-Vadalah diagram theoritis tekanan dan volume yang menggambarkan hubungan tekanan dan volume dari proses kerja dalam silinder motor yang sedang bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN UMUM Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja dari motor bakar bensin adalah perubahan dari energi thermal terjadi mekanis. Proses diawali

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dunia otomotif di tanah air dari tahun ketahun

BAB. I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dunia otomotif di tanah air dari tahun ketahun BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dunia otomotif di tanah air dari tahun ketahun berkembang dengan cukup baik. Terbukti dari banyaknya produsen otomotif mancanegara

Lebih terperinci