BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. program pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan KIA menjadi tolok ukur dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. program pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan KIA menjadi tolok ukur dalam"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Kesehatan Ibu dan Anak Program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan KIA menjadi tolok ukur dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan memiliki 10 (sepuluh) indikator kinerja, antara lain (Depkes RI, 2008c) : 1. Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K4 dengan target 95%; 2. Persentase cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani dengan target 80%; 3. Persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan dengan target 90%; 4. Persentase cakupan pelayanan nifas dengan target 90% 5. Persentase cakupan neonatus komplikasi yang ditangani dengan target 80%; 6. Persentase cakupan kunjungan bayi dengan target 90%; 7. Persentase cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) dengan target 100%; 8. Persentase cakupan pelayanan anak balita dengan target 90%; 9. Persentase cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan pada keluarga miskin dengan target 100%; 10. Persentase cakupan bayi BBLR yang ditangani dengan target 100%

2 Strategi sektor kesehatan yang ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan akibat kematian ibu dan anak adalah Making Pregnancy Safer/MPS (Gerakan Nasional Kehamilan yang aman) yang terfokus pada 3 (tiga) pesan kunci yaitu (Depkes RI, 2001): a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. b. Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. c. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran Tujuan MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut di atas dilakukan melalui 4 (empat) strategi utama yaitu : 1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti-bukti. 2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS. 3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. 4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

3 Ada beberapa program/kegiatan di Dinas Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak antara lain: 1. Pelatihan Tata Laksana Gizi Buruk Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian. Pelatihan tata laksana gizi buruk meliputi penjaringan balita Kurang Energi Protein (KEP) bertujuan untuk melihat status gizinya. Setelah itu dilanjutkan dengan penanganan balita KEP meliputi program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita sehingga meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik, pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya (Depkes RI, 2006). Sasaran kegiatan ini adalah petugas gizi dan bidan desa 2. Monitoring dan Evaluasi Kinerja Petugas Program Gizi Sasaran kegiatan ini adalah petugas gizi puskesmas. Kegiatan ini dapat mengetahui pelaksanaan dan pencapaian tujuan program gizi di puskesmas sehingga didapatkan informasi secara sistematis dan kontiniu sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi dan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja petugas. 3. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) APN merupakan kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bidan dalam menangani persalinan normal, BBLR dan asfiksia.

4 4. Kualifikasi Pasca Pelatihan APN Kualifikasi pasca pelatihan APN merupakan kegiatan lanjutan pelatihan APN. Sasaran kegiatan kualifikasi pasca APN yaitu bidan yang sudah melakukan APN. 5. Pelatihan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita (SDIDTKB) SDDTKB merupakan tindakan skrining atau deteksi secara dini (terutama sebelum berumur 3 tahun) atas adanya penyimpangan termasuk tindak lanjut terhadap keluhan orang tua terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan balita, kemudian penemuan dini serta intervensi dini terhadap penyimpangan kasus tumbuh kembang sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Pelatihan SDIDTKB dengan sasaran bidan desa, diharapkan meningkatkan kemampuan bidan desa dalam melakukan stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang balita. 6. Pelacakan Kasus Gizi Buruk Pelacakan kasus gizi buruk merupakan kegiatan dengan sasaran balita. Kegiatan ini bertujuan agar terlacaknya bailta gizi buruk sehingga segera dapat dilakukan upaya penanggulangannya. 7. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi Balita Gizi Kurang Balita merupakan kelompok entan terhadap gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan balita gizi kurang dan gizi buruk. Salah satu upaya penanggulangan balita gizi kurang adalah PMT (Kemenkes RI, 2011c).

5 8. Pemberian PMT ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) Menurut Depkes RI (1996), ibu KEK merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) sehingga mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bila Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5 cm. Ibu hamil KEK cenderung untuk melahirkan BBLR, mempunyai resiko kesakitan dan gangguan proses persalinan. 9. Pelatihan Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetrik dan Neonatus (PPGDON) Kegawatdaruratan obstetrik dan neonatus adalah kasus obstetrik dan neonatus yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir (Syaifuddin, 2002). Bidan yang mendapatkan pelatihan PPGDON diharapkan mampu menangani kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi. 10. Monitoring dan evaluasi kinerja bidan koordinator puskesmas Monitoring dan evaluasi kinerja bidan koordinator puskesmas dapat dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan dan pencapaian tujuan program gizi di puskesmas. Sasaran kegiatan ini adalah bidan koordinator seluruh puskesmas.

6 11. Pembinaan desa siaga dalam Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) P4K adalah suatu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di desa dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu hamil termasuk perencanaan dan penggunaan alat kontrasepsi pasca persalinan dengan menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir (Kemenkes RI, 2010). Sasaran kegitan ini adalah bidan penanggungjawab poskesdes. 12. Pertemuan Audit Maternal Perinatal (AMP) Audit Maternal Perinatal merupakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui kegiatan menganalisa kasus kesakitan, kematian ibu dan perinatal yang bertujuan untuk mencari alternatif solusinya sehingga dapat dijadikan pembelajaran agar tidak terjadi lagi kasus sama dimasa yang akan datang (Kemenkes RI, 2010). Pertemuan ini dihadiri oleh seluruh kepala puskesmas, bidan puskesmas, bidan penolong persalinan dan tim AMP kabupaten. 13. Supervisi fasilitatif pasca pelatihan APN Sasaran kegiatan yaitu bidan yang telah dilatih APN, untuk melihat sejauhmana kelengkapan fasilitatif pasca dilatih APN.

7 14. Pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) MTBS merupakan suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi dalam tata laksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan balita sakit dan konseling yang diberikan Pelatihan MTBS bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam menerapkan MTBS. Pelatihan ini dilakukan dengan sasaran bidan desa. 15. Pelayanan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita (SDIDTKB) Sasaran kegiatan ini yaitu anak balita dan anak prasekolah. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan anak balita dan anak prasekolah. 16. Monitoring dan evaluasi kinerja program anak Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan anak dengan diperolehnya data/informasi program anak yang telah dilaksanakan, dengan sasaran petugas program anak puskesmas. 17. Seminar tentang pola asuh anak Seminar pola asuh anak bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dan ibu balita dalam pola asuh anak sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. Sasaran kegiatan ini adalah petugas anak, bidan desa dan ibu balita.

8 18. Pelatihan supervisi fasilitatif bagi dokter, bidan dan petugas anak Sasaran kegiatan ini adalah dokter, bidan dan petugas anak. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja peserta dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah kematian ibu dan anak. 19. Pelayanan kesehatan akibat gizi buruk pada balita keluarga miskin (gakin) Petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang tepat pada balita gizi buruk sehingga dapat menurunkan angka gizi buruk/kurang pada balita gakin. 20. Pelatihan pemantauan pertumbuhan balita Pemantauan pertumbuhan balita bermanfaat untuk keperluan pencegahan terhadap kesehatan balita. Penurunan berat badan balita yang terpantau menjadi indikasi perlunya dilakukan intervensi. Sasaran dalam kegiatan pelatihan ini adalah petugas gizi dan bidan desa. 21. Pelatihan Penanganan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED) Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan untuk menangani dan merujuk hipertensi dalam kehamilan (preeklamsia, eklamsi), tindakan pertolongan distosia bahu dan ekstraksi vakum pada pertolongan persalinan; perdarahan post partum; infeksi nifas; BBLR dan hipotermi, hipoglikemi, ikterus, hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi; asfiksia pada bayi; gangguan nafas pada bayi, kejang pada bayi baru lahir; infeksi neonatal. (Depkes RI, 2008c). Sasaran dalam pelatihan ini yaitu petugas anak, dokter, dan bidan desa.

9 22. Pelatihan kelas ibu hamil bagi petugas kesehatan Sasaran pelatihan kelas ibu hamil yaitu petugas kesehatan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam kelas ibu hamil. 23. Pengadaan format MTBS Pengadaan format MTBS bertujuan untuk meningkatkan pencacatan dan pelaporan MTBS. 24. Pemantapan pencatatan dan pelaporan pemantauan wilayah setempat (PWS) bayi dan balita Kegiatan pemantapan pencatatan dan pelaporan PWS balita bertujuan agar data dan informasi tersedia dengan akurat dan valid tentang PWS anak, dengan sasaran kegiatan petugas anak puskesmas. 25. Pelatihan Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan asfiksia Bayi dengan berat lahir rendah dan asfiksia mempunyai resiko kematian yang tinggi sehingga dibutuhkan upaya penanganan dengan baik. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan desa dalam menerapkan manajemen BBLR. 26. Pertemuan peningkatan pelaksanaan kelas ibu hamil Kelas ibu hamil bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu selama hamil. Petugas yang dilatih dalam pertemuan ini yaitu bidan penanggung jawab ibu hamil diharapkan mampu melaksanakan kelas ibu hamil sehingga kematian ibu dan bayi baru lahir dapat direduksi.

10 27. Pembinaan puskesmas pasca pelatihan PONED Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, puskesmas dan melakukan rujukan ke Rumah Sakit Penanganan Obstetri Neonatal Emergency Komplikasi (PONEK) pada kasus yang tidak mampu ditangani. (Depkes RI, 2008c). Pembinaan puskesmas pasca pelatihan PONED dilakukan dengan sasaran dokter, bidan, dan petugas anak Puskesmas PONED. 28. Pelatihan konseling menyusui Pelatihan konseling menyusui dengan sasaran petugas puskesmas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dalam konseling menyusui sehingga program pemerintah untuk ASI eksklusif dapat tercapai. 29. Pembinaan gizi bagi WUS dan ibu hamil Kegiatan dengan sasaran WUS dan ibu hamil ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi WUS dan ibu hamil. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan daya tahan tubuh sehingga berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.

11 30. Pemantauan pemberian PMT Pemantauan pemberian PMT dilakukan tidak hanya ketika memberikan PMT kepada ibu hamil KEK dan balita gizi kurang tetapi juga setelah pemberian PMT untuk melihat perkembangan status gizi baik balita maupun ibu hamil Perencanaan Perencanaan merupakan salah satu fungsi dari manajemen baik organisasi swasta maupun organisasi pemerintah yang bertujuan mencari keuntungan maupun nirlaba. Tanpa perencanaan yang baik, suatu organisasi tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan efektif dan efisien. Ada beberapa pengertian perencanaan antara lain: a. Menurut Arsyad (2002) yang mengutip pendapat Conyers dan Hills (1991), perencanaan adalah proses yang kontiniu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. b. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada pasal 1 dinyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. c. Menurut Azwar (2008), perencanaan adalah suatu proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan dilaksanakan secara sistimatik, melakukan perkiraan-perkiraan dengan

12 mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang masa depan, mengorganisir secara sistimatik segala upaya yang dipandang perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut dengan membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun secara teratur dan baik. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan strategi dan tindakan yang akan dilakukan di masa datang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki Jenis-jenis Perencanaan Perencanaan ditinjau dari jangka waktu berlakunya rencana dibagi menjadi tiga yaitu (Azwar, 2008): a. Perencanaan jangka panjang (long-range planning), jika masa berlakunya rencana antara 12 sampai 20 tahun. b. Perencanaan jangka menengah (medium-range planning), jika masa berlakunya rencana antara 5 sampai 7 tahun. c. Perencanaan jangka pendek (short-range planning), jika masa berlakunya rencana selama 1 tahun.

13 Adapun perencanaan ditinjau dari tingkatan rencana terdiri dari (Azwar,2008): a. Perencanaan induk (master planning) Rencana yang dihasilkan lebih menitikberatkan pada aspek kebijakan, mempunyai ruang lingkup yang amat luas serta berlaku untuk jangka waktu yang panjang. b. Perencanaan operasional (operational planning) Rencana yang dihasilkan lebih menitikberatkan pada aspek pedoman pelaksanaan yang akan dipakai sebagai petunjuk pada pelaksanaan kegiatan. d. Perencanaan harian (day to day planning) e. Rencana yang dihasilkan telah disusun rinci, biasanya disusun untuk program yang telah bersifat rutin Langkah-langkah Perencanaan Penyusunan perencanaan yang baik harus memperhatikan ciri-ciri yaitu (Azwar, 2008): a. Menempatkan perencanaan yang disusun sebagai bagian dari sistem administrasi secara keseluruhan. b. Dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan Perencanaan dibuat untuk dilaksanakan, apabila hasilnya telah dinilai dilanjutkan lagi dengan perencanaan, demikian seterusnya sehingga terbentuk suatu spiral yang tidak mengenal titik akhir. c. Berorientasi pada masa depan

14 Artinya hasil pelaksanaan perencanaan tersebut akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya pada saat ini, tetapi juga pada masa yang akan datang. d. Mampu menyelesaikan masalah Penyelesaian masalah dilakukan secara bertahap, yang harus tercermin pada pentahapan perencanaan yang akan datang. e. Mempunyai tujuan Perencanaan harus mempunyai tujuan yang dicantumkan secara jelas. Tujuan biasanya dibedakan menjadi dua yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara garis besar dan tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik. f. Bersifat mampu kelola Artinya bersifat wajar, logis objektif, jelas runtun fleksibel serta telah disesuaikan dengan sumber daya. Penyusunan perencanaan disusun dengan mengikuti tahapan atau siklus tertentu. Tahapan tersebut biasanya berbeda-beda tergantung pada jenis perencanaan, tujuan perencanaan dan konteks perencanaan. Secara garis besar perencanaan dapat dirumuskan menjadi lima tahapan yang meliputi (Azwar, 2008): a. Identifikasi masalah Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan (need assesment). Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai kekurangan yang mendorong masyarakat untuk mengatasinya. Pengkajian kebutuhan dapat diartikan sebagai penentuan besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam suatu populasi yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam kondisi yang ingin direalisasikan.

15 b. Penentuan Tujuan Tujuan adalah suatu kondisi di masa depan yang ingin dicapai. Penentuan tujuan dimaksudkan untuk membimbing program kearah pemecahan masalah. Ada dua jenis atau tingkat tujuan yaitu tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objective). Tujuan umum dirumuskan secara luas sehingga pencapaian tidak dapat diukur sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan yang spesifik dan terukur. Rumusan tujuan khusus yang baik memiliki beberapa ciri yaitu berorientasi pada keluaran (output) bukan pada proses atau masukan (input); dinyatakan dalam istilah yang terukur; tidak hanya menunjukkan arah perubahan (misalnya meningkatkan) tetapi juga tingkat perubahan yang diharapkan (misalnya persen); menunjukkan jumlah populasi secara terbatas; realistis dalam arti dapat dicapai dan menunjukkan usaha untuk mencapainya; dan relevan dengan kebutuhan dan tujuan umum. c. Penyusunan dan pengembangan rencana program Rencana biasanya dikembangkan dalam suatu pola yang sistematis dan pragmatis dimana bentuk-bentuk kegiatan dijadwalkan dengan jelas. Program dapat dirumuskan sebagai suatu perangkat kegiatan yang saling tergantung dan diarahkan pada pencapaian satu atau beberapa tujuan khusus. Penyusunan program dalam proses perencanaan mencakup keputusan tentang apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses perumusan program yaitu identifikasi program alternative, penentuan hasil program, penentuan biaya, dan kriteria pemilihan program.

16 d. Pelaksanaan program Tahap implementasi program intinya menunjuk pada perubahan proses perencanaan pada tingkat abstraksi yang lebih rendah. Penerapan kebijakan atau pemberian pelayanan merupakan tujuan, sedangkan operasi atau kegiatan-kegiatan untuk mencapainya adalah alat pencapaian tujuan. Ada dua prosedur dalam melaksanakan program yaitu merinci prosedur operasional untuk melaksanakan program dan merinci prosedur agar kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana. e. Evaluasi Program Dalam tahap evaluasi program, analisis kembali kepada peramalan proses perencanaan untuk menentukan apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Evaluasi menjadikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Evaluasi dapat dilaksanakan kalau rencana sudah dilaksanakan. Namur demikian perencanaan yang baik harus sudah dapat menggambarkan proses evaluasi yang akan dilaksanakan. Pada tahap evaluasi perlu diperhatikan apakah rencana sudah dilaksanakan, tujuan sudah tercapai, kebijakan atau program sudah berjalan secara efektif dan efisien Model-model Perencanaan Prinsip-prinsip dalam perencanaan sangat tergantung pada asumsi dan tujuan dari perencanaan, asumsi dan tujuan dari perencanaan tidak ada yang seragam melainkan tergantung pada model perencanaan. Adapun beberapa model-model perencanaan antara lain (Azwar, 2008) :

17 a. Model Rasional Komprehensif Prinsip utama dalam model ini bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang teratur dan logis sejak dari diagnosis masalah sampai pada pelaksanaan kegiatan atau penerapan program. Model ini sangat menekankan pada aspek teknis metodologis yang didasarkan atas fakta-fakta, teori-teori dan nilai-nilai tertentu yang relevan. Pada model ini, masalah yang ditemukan harus didiagnosis, ditentukan pemecahannya melalui perancangan program yang komprehensif, kemudian diuji efektivitasnya sehingga diperoleh cara pemecahan masalah dan pencapaian tujuan yang baik. b. Model Inkremental (penambahan) Prinsip utama model ini mensyaratkan bahwa perubahan-perubahan yang diharapkan dari perencanaan tidak bersifat radikal, melainkan perubahan-perubahan kecil atau penambahan-penambahan pada aspek-aspek program yang sudah ada. Model ini menyarankan bahwa perencanaan tidak perlu menentukan tujuan-tujuan dan kemudian menentukan kebijakan-kebijakan untuk mencapainya, yang diperlukan menentukan pilihan terhadap kebijakan yang berbeda secara marginal saja. c. Model Pengamatan Terpadu Model pengamatan terpadu atau penyelidikan campuran (mixed scanning model) merupakan jalan tengah dari model rasional komprehensif dan model inkremental, yang memadukan unsur-unsur yang terdapat pada kedua pendekatan tersebut. Keputusan yang fundamental dilakukan dengan menjajagi alternatifalternatif utama dihubungkan dengan tujuan, tetapi tidak seperti pendekatan rasional

18 hal-hal yang detail dan spesifikasi diabaikan sehingga pandangan yang menyeluruh dapat diperoleh. Adapun keputusan yang bersifat tambahan atau inkremental dibuat di dalam konteks yang ditentukan oleh keputusan-keputusan fundamental. d. Model Transaksi Pada model ini menekankan bahwa perencanaan melibatkan proses interaksi dan komunikasi antara perencana dan para penerima pelayanan. Oleh karena itu, model ini menyarankan bahwa perencanaan harus dapat menutup jurang komunikasi antara perencana dan penerima pelayanan yang membutuhkan rencana program Penganggaran Anggaran adalah ungkapan keuangan dari program kerja untuk mencapai sasaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan dapat juga diartikan suatu rencana yang disusun secara sistimatis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang. Dua pengertian tersebut menunjukkan penganggaran merupakan hitungan keuangan untuk melaksanakan rencana yang telah disusun sebelumnya dalam jangka waktu tertentu (Munandar, 2006). Menurut Nordiawan (2007), menyatakan bahwa anggaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh oragnisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan

19 maksimal kepada masyarakat, tetapi seringkali terhambat oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Ada beberapa unsur yang ada dalam penganggaran yaitu (Gani, 2004): a. Rencana yaitu penentuan tentang aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan diwaktu yang akan datang, b. Meliputi seluruh kegiatan program kesehatan yaitu mencakup semua kegiatankegiatan yang akan dilakukan pada program/pelayanan kesehatan yang secara garis besar meliputi kegiatan pelayanan individu, kegiatan pelayanan masyarakat, kegiatan manajemen dan kegiatan pengembangan. c. Dinyatakan dalam unit moneter yaitu unit (kesatuan) yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan program kesehatan yang beraneka ragam. Adapun unit moneter yang berlaku di Indonesia rupiah. d. Jangka waktu tertentu yang akan datang, yang berati bahwa apa yang dimuat di dalam budget adalah taksiran-taksiran (forecast) tentang apa yang akan terjadi serta apa yang akan dilakukan di waktu yang akan datang. Penganggaran mempunyai kegunaan sebagai berikut (Munandar, 2006) 1. Sebagai pedoman kerja, dimana penganggaran dapat memberikan arah dan targettarget yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan program 2. Sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagian yang terdapat dalam institusi kesehatan dapat saling menunjang dan bekerjasama dengan baik untuk mencapai kesasaran yang telah ditetapkan.

20 3. Sebagai alat pengawasan kerja, penganggaran berfungsi sebagai tolok ukur, alat pembanding untuk menilai/evaluasi realisasi kegiatan program kesehatan. Dalam proses perkembangan hingga saat ini dikenal tiga sistem anggaran negara yaitu (Sancoko, 2008) a) Sistem anggaran tradisional (line item budgeting system) Titik berat pada sistem ini terletak pada segi pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan anggaran. Berdasarkan segi pelaksanaan, yang dipentingkan adalah pembelanjaan pengeluaran negara oleh lembaga diharapkan sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku, namun kurang memperhatikan hasil akhir dari pembelanjaan pengeluaran negara. Untuk pengawasannya yang dipentingkan adalah kesahihan bukti transaksi dan kewajaran laporan. Bentuk laporan lebih mengutamakan realisasi anggaran dan cenderung mengabaikan prestasi yang dicapai dibalik penggunaan anggaran. b) Sistem anggaran kinerja (performance budgeting system) Titik berat pada sistem anggaran kinerja terletak pada segi manajemen anggaran, yaitu dengan memperhatikan baik segi ekonomi dan keuangan pelaksanaan anggaran, maupun hasil fisik yang dicapainya. Anggaran berbasis kinerja (performance budgeting) didasarkan pada hasil proses perencanaan yang realistis dan sistematis. Proses perencanaan tersebut akan menjamin adanya kesinambungan dan konsistensi antara masalah, tujuan, kegiatan, output atau kinerja kegiatan, dan input yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

21 Ciri lain dari anggaran berbasis kinerja adalah keseimbangan antara anggaran untuk kegiatan pelayanan langsung dengan kegiatan penunjang. Kegiatan pelayanan langsung berupa kegiatan pelayanan individu (penemuan kasus dan pengobatan kasus) dan kegiatan pelayanan masyarakat (intervensi faktor resiko lingkungan, perilaku dan pemberdayaan masyarakat). Adapun kegiatan penunjang berupa kegiatan manajemen dan kegiatan pengembangan kapasitas. Pada dasarnya anggaran berbasis kinerja adalah bagaimana menghitung dan mengalokasikan sejumlah anggaran yang cukup dan tepat sehingga kegiatan tersebut bisa terlaksana, sehingga tujuan yang ditargetkan dapat tercapai. Seiring dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap transparansi penganggaran belanja publik, maka diperkenalkanlah sistem penganggaran yang berbasis kinerja (performance based budgeting) sebagai pengganti sistem penganggaran lama dengan sistem tradisional yang bersifat incrementalism dan struktur susunan anggarannya bersifat line item. Dalam sistem tradisional penekanan utama adalah terhadap input, di mana perubahan terletak pada jumlah anggaran yang meningkat dibanding tahun sebelumnya dengan kurang menekankan pada output yang hendak dicapai dan kurang mempertimbangkan prioritas dan kebijakan yang ditetapkan secara nasional. Secara teori, prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan anggaran negara (pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya (Sancoko, 2008). Performance based

22 budgeting dirancang untuk menciptakan efesiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai dengan prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat dipertangungjawabkan secara transparan kepada masyarakat luas. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja juga akan meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan memperkuat dampak dari peningkatan pelayanan kepada publik. Proses penyusunan anggaran dalam penganggaran kinerja dimulai dari seluruh satuan kerja yang ada di Pemerintah Daerah (Pemda), melalui dokumen usulan anggaran yang disebut Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA kemudian diteliti oleh tim anggaran eksekutif untuk dinilai kelayakannya (berdasarkan urgensi dan ketersediaan dana), diakomodasi dalam RAPBD yang akan disampaikan kepada legislatif. RAPBD kemudian dipelajari oleh panitia anggaran legislatif dan direspon oleh semua komisi dan fraksi dalam pembahasan anggaran. Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan melalui bargaining dengan acuan arah kebijakan umum sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah. c) Sistem anggaran program (planning programming budgeting system) Perhatian pada sistem ini tidak lagi terletak pada segi pengendalian anggaran, melainkan pada segi persiapan anggaran. Dalam tahap persiapan ini semua implikasi

23 positif dan negatif dari setiap keputusan yang telah dan atau akan diambil, dipertimbangkan secara matang. Dengan demikian diharapkan rencana serta program yang disusun, benar-benar merupakan rencana dan program yang paling baik 2.4. Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) P2KT merupakan perencanaan dan penganggaran program kesehatan tahunan, yang merupakan implementasi tahunan dari rencana strategis. Dengan demikian, dokumen Renstra Kesehatan Daerah harus menjadi rujukan dalam menyusun P2KT, dengan kata lain P2KT perencanaan kesehatan untuk seluruh wilayah kabupaten/kota (areawide planning). Oleh sebab itu, suatu masalah kesehatan dilihat kaitannya dengan ekologi daerah secara keseluruhan. Masalah KIA misalnya, dilihat dalam perspektif host - agent - environment dimana host adalah individu dan penduduk secara keseluruhan dalam lingkungan daerah yang multi dimensi (sosial budaya, pola hidup, ekonomi, dan kemasyarakatan) (Depkes RI, 2007). P2KT menekankan pentingnya eksplorasi atau menemukan intervensi terhadap faktor-faktor resiko terjadinya suatu masalah kesehatan, yaitu (1) faktor resiko lingkungan dan (2) faktor resiko perilaku, yang mengintegrasikan kegiatan langsung (pelayanan klinis dan kesehatan masyarakat) dengan kegiatan penunjang (manajemen) dan kegiatan pengembangan (capacity building). (Depkes RI, 2007) Penyusunan anggaran dalam P2KT didasarkan pada (1) target kinerja program, (2) biaya satuan, (3) ketersediaan dan sumber biaya dan melibatkan semua unit Dinas Kesehatan, Puskesmas dan sedapat mungkin juga melibatkan RSUD.

24 Terdapat lima kegiatan pokok dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran terpadu dalam program kesehatan adalah (1) analisis situasi dan perumusan masalah, (2) penentuan tujuan, (3) identifikasi kegiatan, (4) penyusunan rencana operasional dan (5) integritas perencanaan. Adapun proses perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu antara lain (Depkes RI, 2007): 1. Analisis situasi dan perumusan masalah Analisa situasi dan masalah adalah proses untuk mengidentifikasi adanya masalah kesehatan dan cakupan program apakah sudah mencapai target yang telah ditetapkan. Rumusan deskripsi masalah sangat penting untuk merumuskan tujuan umum (outcome) yang akan dicapai kegiatan. Analisis situasi kesehatan daerah akan menghasilkan: a. Gambaran besaran masalah kesehatan dan distribusinya menurut penduduk, tempat dan waktu; b. Faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, mencakup faktor resiko lingkungan dan perilaku; c. Pencapaian program tahun lalu; d. Kesenjangan dalam pencapaian target menurut program dan wilayah puskesmas; e. Kebijakan pembangunan kesehatan nasional dan daerah (termasuk target program); f. Hal-hal yang perlu diprioritaskan dalam rencana tahun mendatang. Permasalahan kesehatan yang ada kemudian di analisis penyebab masalahnya. Analisis penyebab masalah merupakan suatu proses sistematik untuk menilai faktor-

25 faktor yang merupakan penyebab langsung maupun tidak langsung. Seringkali penyebab masalah yang terjadi jumlahnya banyak dan tidak semua dapat diatasi, untuk itu perlu dilakukan prioritas penyebab masalah yang akan ditangani sehingga muncullah suatu kegiatan prioritas (Depkes RI, 2008a). Salah satu cara untuk menentukan prioritas masalah adalah metode Skoring. Metode ini digunakan untuk memberikan nilai terhadap penyebab masalah yang telah diidentifikasi. Batasan kriteria yang digunakan berupa: a) besarnya penyebab masalah yaitu kesenjangan antara target tahun sebelumnya dengan tahun terakhir, b) kepentingan yaitu gambaran seberapa jauh pelayanan dianggap penting untuk ditanggulangi, c) kemudahan/kelayakan artinya seberapa jauh masalah pelayanan dapat ditanggulangi, dapat dilihat dari tersedianya sarana, prasarana, SDM, metoda, dana, dan teknologi, d) dukungan untuk perubahan adalah besarnya dukungan dari stakeholder dapat berupa kebijakan, dana dan keterlibatan, e) resiko adalah besarnya resiko apabila penyebab masalah tidak segera ditangani (Depkes RI, 2008a). Berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkan kemudian dibuat berbagai upaya kegiatan untuk selanjutnya dilakukan penentuan prioritas kegiatan sehingga apabila anggaran program terbatas kegiatan dapat dikurangi sesuai dengan prioritasnya. Ada berbagai kriteria untuk memilih prioritas kegiatan yaitu: a) konsistensi yaitu kegiatan sesuai dengan strategi nasional dan rencana kerja kabupaten/kota yang sudah ada; b) evidence based, kegiatan yang telah terbukti efektif dalam menanggulangi masalah kesehatan; c) penerimaan, kegiatan dapat diterima oleh semua institusi terkait termasuk masyarakat setempat; d) mampu

26 laksana, kegiatan mampu dilaksanakan berdasarkan kondisi setempat, fasilitas, SDM, dana, dan infrastruktur yang dibutuhkan tersedia/bisa didapat (Depkes RI, 2008a). 2. Penentuan tujuan Tujuan yang ditetapkan dan dirumuskan adalah target program untuk tahun mendatang. Ada dua hirarki dalam perencanaan program kesehatan yaitu pertama tujuan yang berkaitan dengan perbaikan derajat kesehatan yaitu penurunan morbiditas dan mortalitas dan kedua tujuan yang berkaitan dengan perbaikan kinerja program. Tujuan yang berkaitan dengan pencapaian sejumlah output (target) disebut tujuan khusus yang mengacu pada rumusan kinerja program, sedangkan tujuan yang berkaitan dengan outcome disebut tujuan umum yang mengacu pada rumusan masalah. 3. Identifikasi kegiatan Identifikasi kegiatan sangat penting dalam perencanaan karena kaitannya yang erat dengan perhitungan kebutuhan anggaran. Secara garis besar, kegiatan dalam program kesehatan dapat dibagi lima, yaitu: 1) kegiatan pelayanan individu : penemuan kasus (case finding), pengobatan kasus (case treatment); 2) kegiatan pelayanan masyarakat : kegiatan intervensi terhadap faktor resiko lingkungan dan perilaku, mobilisasi sosial (kemitraan); 3) kegiatan manajemen untuk mendukung pelayanan individu dan masyarakat, termasuk sistem informasi, monitoring, supervisi, koordinasi; 4) kegiatan pengembangan/peningkatan kapasitas (untuk 1, 2 dan 3), yaitu kegiatan untuk memelihara dan mengembangkan kapasitas program termasuk kegiatan pelatihan, pembelian alat, penambahan fasilitas, pengadaan kenderaan.

27 Untuk keperlukan penyusunan anggaran berbasis kinerja, kegiatan-kegiatan program tersebut diatas dibagi dua kelompok kegiatan, yaitu: (1) kegiatan langsung terdiri dari pelayanan individu (temuan kasus, pengobatan, kegiatan pengembangan) dan pelayanan masyarakat (intervensi lingkungan dan perilaku, mobilisasi masyarakat dan peranserta, serta kegiatan pengembangan); (2) kegiatan tidak langsung terdiri dari kegiatan rutin (perencanaan, monitoring, supervisi, evaluasi) dan kegiatan pengembangan 4. Penyusunan rencana operasional Dari langkah-langkah sebelumnya kemudian disusun rencana operasional yang berisi daftar kegiatan, output kegiatan, lokasi, jadwal pelaksanaan dan penanggungjawab pelaksana. 5. Integritas perencanaan Dalam melakukan integritas perencanaan perlu diperhatikan kesamaan sasaran, jadwal dan output kegiatan. antara kegiatan yang berbeda. Apabila ada rencana kegiatan yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan lain maka rencana program untuk kegiatan bersangkutan perlu dirubah dan kegiatan tersebut dialihkan ke program lain. Adapun siklus perencanaan dan penganggaran tahunan terkait pada siklus perencanaan daerah yang diatur oleh Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah yang terdiri dari (Depkes RI, 2007) :

28 1) Analisa Situasi Analisis situasi merupakan langkah paling awal dalam perencanaan kesehatan yang harus mulai dikerjakan sejak Desember sampai Januari. 2) Rapat Kerja Perencanaan Pertama Rapat kerja ini dilaksanakan pada bulan Januari dengan melibatkan puskesmas dan perangkat desa, dilanjutkan dengan rapat kerja yang melibatkan semua unit di bawah Dinas Kesehatan antara lain sekretaris dan kepala subbagian, kepala bidang, kepala seksi, kepala puskesmas, tim perencanaan puskesmas, RSUD, bila memungkinkan Bappeda, Dinas Kesejahteraan Rakyat, provider swasta, dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) kesehatan. Dinas Kesehatan dalam rapat kerja ini menyampaikan kebijakan kesehatan, pencapaian program sampai saat sekarang, gap yang ada (tidak tercapainya target program), hambatan yang dihadapi, dan target-target kabupaten yang harus dicapai. Pihak-pihak yang diundang diminta masukannya untuk rencana tahun mendatang. Target-target program yang harus dicapai oleh masing-masing Puskesmas harus sudah disepakati, dalam rangka mencapai target kabupaten/kota. Target-target antara Puskesmas bisa berbeda tergantung pada kinerja Puskesmas bersangkutan pada tahun lalu. Agar tidak terjadi tumpang tindih usulan antar Dinas Kesehatan dan Puskesmas, harus disepakati jenis kegiatan dari setiap program yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Usulan puskesmas juga disampaikan dalam musrenbang desa dengan melibatkan perangkat desa.

29 3) Musrenbang Desa/Kelurahan Musrenbang desa/kelurahan adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) desa/kelurahan untuk menyepakati Rencana Kerja Pembangunan (RKP) desa/kelurahan tahun anggaran yang direncanakan. Musrenbang desa/kelurahan dilaksanakan setiap bulan Januari dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa/kelurahan. Setiap desa diamanatkan untuk menyusun dokumen rencana 5 (lima) tahunan yaitu RPJM desa/kelurahan dan dokumen rencana tahunan yaitu RKP desa/kelurahan (Djohani, 2008 dan Muluk, 2008). Musrenbang desa/kelurahan akan lebih ideal apabila diikuti oleh berbagai komponen masyarakat yang terdiri atas (Djohani, 2008 dan Muluk, 2008): a. Keterwakilan wilayah (dusun/kampung/rw/rt) b. Keterwakilan berbagai sektor (ekonomi/pertanian/kesehatan/pendidikan/ lingkungan) c. Keterwakilan kelompok usia (generasi muda dan generasi tua) d. Keterwakilan kelompok sosial dan perempuan (tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, bapak-bapak, ibu-ibu, kelompok marjinal) e. Keterwakilan unsur tata pemerintahan (pemerintah desa/kelurahan, kalangan swasta/bisnis, masyarakat umum) f. keterwakilan berbagai organisasi yang menjadi pemangku kepentingan dalam upaya pembangunan desa/kelurahan.

30 Musrenbang desa/kelurahan memiliki tujuan: 1) menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat, 2) menetapkan prioritas kegiatan yang akan dibiayai melalui alokasi dana desa/kelurahan yang berasal dari APBD maupun sumber dana lainnya, 3) menetapkan prioritas kegiatan untuk dibahas pada musrenbang kecamatan. 4) Musrenbang Kecamatan Musrenbang kecamatan adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan di tingkat kecamatan untuk mendapatkan masukan mengenai kegiatan prioritas pembangunan di wilayah kecamatan didasarkan pada masukan dari desa/kelurahan, serta menyepakati rencana kegiatan lintas-desa/kelurahan di kecamatan yang bersangkutan. Masukan itu sekaligus sebagai dasar penyusunan Rencana Pembangunan Kecamatan (RPK) yang akan diajukan kepada SKPD yang berwenang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) kabupaten/kota pada tahun berikutnya. Musrenbang kecamatan dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dengan hasil berupa Dokumen Rencana Pembangunan Kecamatan (DRPK) serta masukan untuk Renja SKPD kecamatan. Lembaga penyelenggara Musrenbang kecamatan adalah kecamatan dan Bappeda. Kecamatan bertugas untuk menyiapkan teknis penyelenggaraan Musrenbang kecamatan serta mempersiapkan dokumen Rancangan Rencana Pembangunan Kecamatan (RRPK). Bappeda bertugas untuk mengorganisasi penjadwalan seluruh Musrenbang kecamatan, mempersiapkan tim pemandu, dan dokumen-dokumen yang relevan untuk penyelenggaraan Musrenbang kecamatan. Musrenbang kecamatan tidak semata-mata menyepakati prioritas masalah daerah

31 yang ada di desa/kelurahan yang diusulkan dari Musrenbang desa/ kelurahan, tetapi untuk menghasilkan prioritas masalah dan kegiatan yang menjadi urusan dan kewenangan wajib dan pilihan pemerintah daerah. Selain itu Musrenbang juga merupakan forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan pembangunan. Musrenbang kecamatan dihadiri oleh para kepala desa dan lurah, delegasi musrenbang desa, delegasi kelurahan, pimpinan dan anggota DPRD kabupaten/kota asal daerah pemilihan kecamatan bersangkutan, perwakilan SKPD, tokoh masyarakat, keterwakilan perempuan dan kelompok masyarakat rentan termarginalkan dan pemangku kepentingan skala kecamatan. 5) Perencanan tahunan oleh Puskesmas dan unit-unit Dinas Kesehatan Setelah rapat kerja pertama, Puskesmas dan unit-unit Dinas Kesehatan diminta menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) masing-masing. Isi RKT tersebut antara lain target yang akan dicapai tahun depan, kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai target tersebut, jadwal pelaksanaan kegiatan, dan tambahan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan (dana, tenaga, sarana). Penyusunan RKT oleh masing-masing unit tersebut dilakukan dalam bulan Januari sampai bulan Februari. Rencana usulan kegiatan Puskesmas yang dituangkan dalam sebuah dokumen RKT Puskesmas harus didasarkan pada sebuah fakta di lapangan, berorientasi pada masalah dan kebutuhan masyarakat setempat dan tidak semata-mata memenuhi kebutuhan program. Puskesmas mengajukan rencana usulan

32 kegiatan tersebut ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk mendapat persetujuan pembiayaannya. 6) Rapat Kerja Perencanaan Kedua Rapat kerja perencanaan kedua ini dilaksanakan pada akhir Februari atau awal Maret, sebelum Musrenbang kabupaten/kota dilaksanakan. Unit-unit Dinas Kesehatan dan Puskesmas menyampaikan RKT yang sudah disusunnya dengan cara presentasi atau desk programer Puskesmas dengan programer Dinas Kesehatan. Hal yang harus diperhatikan oleh para programer adalah : a. Dalam menerima usulan kegiatan Puskesmas, programer Dinas Kesehatan harus memperhatikan latar belakang rencana usulan tersebut (analisis situasi), dan Puskesmas dalam memberikan rencana usulannya harus disertai dengan data pendukungnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pencoretan usulan oleh programer Dinas kesehatan apabila pagu anggaran dari APBD tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan; b. Apabila pagu anggaran bersumber APBD kabupaten/kota tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan, sebaiknya programer Dinas Kesehatan atau Bina Program melakukan langkah penyesuaian volume kegiatan terlebih dahulu sebelum pencoretan usulan kegiatan atau mengalihkan pembiayaannya ke sumber anggaran lain seperti APBD propinsi, DAK, dan APBN Dekon; c. Kewajiban Puskesmas yang sudah disetujui oleh Dinas Kesehatan, harus segera membuat rencana pelaksanaan kegiatannya.

33 Tujuan rapat kedua ini adalah melakukan konsolidasi rencana dan mempersiapkan draft awal rencana kerja (Renja). Hasil rapat kerja ini adalah sebuah dokumen renja yang terdiri dari hasil analisis situasi, prioritas masalah, tujuan pembangunan kesehatan tahun mendatang, target-target program yang akan dicapai, uraian kegiatan yang akan dilakukan dan estimasi awal biaya yang diperlukan. 7) Penyampaian Renja dalam Forum SKPD Forum SKPD adalah wadah bersama antar pelaku pembangunan untuk membahas prioritas program dan kegiatan pembangunan hasil musrenbang kecamatan dengan SKPD atau gabungan SKPD, serta menyusun dan menyempurnakan Renja SKPD, yang tata cara penyelenggaraannya difasilitasi oleh SKPD terkait. Forum SKPD dan/atau forum gabungan SKPD bertujuan untuk: a. Mensinergikan prioritas program dan kegiatan pembangunan hasil musrenbang kecamatan dengan rancangan Renja SKPD. b. Menetapkan prioritas program dan kegiatan pembangunan dalam Renja SKPD. c. Menyesuaikan prioritas Renja SKPD dengan alokasi anggaran indikatif SKPD yang tercantum dalam rancangan awal RKPD. d. Mengidentifikasi efektivitas regulasi yang berkaitan dengan fungsi SKPD. Bahan yang perlu dipersiapkan adalah 1) pihak kecamatan berupa daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan hasil musrenbang kecamatan, daftar peserta kecamatan yang diutus untuk mengikuti pembahasan pada forum SKPD dan atau forum gabungan SKPD; 2) pihak SKPD

34 berupa hasil evaluasi kinerja pelaksanaan rencana kerja SKPD pada tahun sebelumnya, daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan berdasarkan rancangan awal Renja SKPD, daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan berdasarkan rancangan awal RKPD, rancangan Renja SKPD; daftar alokasi anggaran indikatif untuk masing-masing SKPD. Forum SKPD dihadiri wakil musrenbang kecamatan, para perwakilan SKPD, pimpinan atau anggota komisi DPRD kabupaten/kota yang terkait dengan tugas dan fungsi SKPD, dapat diundang menjadi narasumber dalam pembahasan forum SKPD. Dalam bulan yang sama (Maret atau April), Pemda/Bappeda menyelenggarakan pertemuan dengan SKPD, termasuk Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan dalam forum ini menyampaikan Renja dan perlu dilakukan advokasi untuk meyakinkan pengambil keputusan. 8) Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten/Kota Musrenbang kabupaten/kota adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota untuk mematangkan RKPD kabupaten/kota yang disusun berdasarkan kompilasi seluruh rancangan renja SKPD hasil forum SKPD dengan cara meninjau keserasian antara seluruh rancangan Renja SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemuktahiran rancangan RKPD dengan merujuk kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Musrenbang kabupaten/kota adalah arena staregis bagi para pihak dalam merumuskan perencanaan pembangunan secara kolaboratif dengan melibatkan 3 pilar pemerintah,

35 yaitu pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) kalangan masyarakat dan kalangan swasta. Dengan demikian musrenbang menjadi arena strategis untuk para pihak dalam merumuskan perencanaan pembangunan daerah Dinas Kesehatan menyampaikan usulan rencana dan anggaran sektor kesehatan tahun mendatang dalam Musrenbang. Selain itu Dinas Kesehatan juga mengakomodir usulan-usulan yang disampaikan dalam Musrenbang tersebut, yang digunakan untuk memperbaiki draft renja. Biasanya Musrenbang ini diselenggarakan dalam bulan Maret dan April. 9) Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam bulan Februari-Maret biasanya melakukan penjaringan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat diharapkan mempengaruhi kebijakan umum anggaran, yang dibahas bersama antara DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) selama bulan April-Mei. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) selanjutnya dibahas untuk dibuat nota kesepakatan antara pemerintah daerah dengan DPRD yang akan menjadi dasar SKPD dalam penyusunan RKA. 10) Konsultasi Anggaran Konsultansi atau asistensi anggaran berlangsung antara Juni sampai dengan Desember. Dalam asistensi ini dilakukan pembahasan usulan RKA antara Dinas Kesehatan dengan TAPD yang terdiri dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, Bagian Administrasi Pembangunan Pemerintah Kabupaten dan Bappeda. Selama proses asistensi anggaran ini dilakukan penyesuaian-penyesuaian RKA, yaitu tentang

36 target, kegiatan dan anggaran. Prosesnya bersifat berulang-ulang, tergantung proses negosiasi dengan pihak TAPD. 11) Keputusan Anggaran Setelah RKA-SKPD selesai dibahas dan disetujui TAPD, maka seluruh RKA- SKPD dijadikan bahan dalam menyiapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD. Apabila dalam pembahasannya didapati adanya rencana program, kegiatan dan anggaran yang tidak sesuai dengan pedoman dimaksud, maka dilakukan perbaikan atau penyempurnaan oleh SKPD yang bersangkutan, kemudian dibahas kembali antara DPRD dan SKPD setelah disempurnakan. Selanjutnya dibuat keputusan anggaran untuk tahun mendatang pada akhir tahun sebelumnya, yaitu sekitar bulan Nopember-Desember Dinas Kesehatan Berdasarkan pedoman teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, dinyatakan bahwa Dinas Kesehatan merupakan organisasi yang menangani urusan kesehatan bersifat konruen, yaitu ada atau bahkan hampir seluruh urusan kesehatan penanganannya dapat atau dilaksanakan secara bersama baik antara kabupaten/kota dengan provinsi maupun antar kabupaten/kota. Secara substansial urusan kesehatan antara provinsi dan kabupaten/kota tampak homogen dengan sasaran seluruh masyarakat tanpa terkecuali (Depkes RI, 2008b).

37 Pola Dinas Kesehatan kabupaten/daerah dapat dibagi sebagai berikut (Depkes RI, 2008b) : 1. Pola Maksimal terdiri dari a. Bidang Pelayanan Kesehatan, mempunyai fungsi : 1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dasar dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar termasuk kesehatan komunitas. 2) Penyelenggaraan upaya kesehatan rujukan meliputi kesehatan rujukan/ spesialistik, dan sistem rujukan. 3) Penyelenggaraan upaya kesehatan khusus meliputi kesehatan jiwa, mata, kesehatan kerja, haji, gigi dan mulut. b. Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan 1) Pengendalian dan pemberantasan penyakit meliputi surveilans epidemiologi, pengendalian penyakit menular langsung, pengendalian penyakit bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi dan kesehatan matra. 2) Pengendalian wabah dan bencana meliputi kesiapsiagaan, mitigasi, tanggap darurat dan pemulihan. 3) Penyelenggaraan penyehatan lingkungan meliputi penyehatan air, pengawasan kualitas lingkungan, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat, sanitasi makanan dan bahan pangan serta pengamanan limbah. c. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 Nama : Umur : Tahun Pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Indira Probo Handini 101111072 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) yang terintegrasi dalam upaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 TIM PENYUSUN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2014

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA BUPATI BARITO UTARAA Menimbang : a. b. c. Mengingat :

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman Oleh: Dewiyana* Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG, PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG Jl. Lintas Malindo Entikong (78557) Telepon (0564) 31294 Email : puskesmasentikong46@gmail.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 738 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SERANG Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, merupakan suatu masalah yang sejak tahun 1990-an mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. AKI di Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI 6.1 Gambaran Umum Struktur Monev Sanitasi Tujuan utama strategi Monev ini adalah menetapkan kerangka kerja untuk mengukur dan memperbaharui kondisi dasar sanitasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dikatakan ibu hamil risiko tinggi bila pada pemeriksaan ditemukan satu atau lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dikatakan ibu hamil risiko tinggi bila pada pemeriksaan ditemukan satu atau lebih BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehamilan Risiko Tinggi Pada dasarnya setiap kehamilan adalah sebuah risiko. Risiko tersebut terbagi atas kehamilan dengan risiko tinggi dan kehamilan dengan risiko rendah.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret Filosofi Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat UKM_Maret 2006 1 MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS Tujuan Pembangunan Millenium (MDG) yg meliputi : 1 Menghapuskan kemiskinan & kelaparan.

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA MATARAM 2016 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 idoel Tim Penyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah private (RKPD) 1/1/2016 Kota Mataram WALIKOTA MATARAM PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG BUPATI SUMEDANG Menimbang : a. bahwa pembangunan Daerah

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 3.a TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Dalam mencapai suatu tujuan organisasi diperlukan visi dan misi yang jelas serta strategi yang tepat. Agar lebih terarah dan fokus dalam melaksanakan rencana strategi diperlukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 87 TAHUN : 2012 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 87 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

STANDAR PELAYANAN MINIMAL MATERI INTI 2 POKOK BAHASAN 5: STANDAR PELAYANAN MINIMAL Prinsip standar pelayanan minimal (SPM) merupakan salah satu hal penting dalam alokasi anggaran. Selama tahun 2000-2007 belum berperan sama sekali

Lebih terperinci

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri SURAT EDARAN BERSAMA

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri SURAT EDARAN BERSAMA Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Jakarta, 20 Januari 2005 Nomor : 0259/M.PPN/I/2005. 050/166/SJ. Sifat : Sangat Segera. Lampiran : 1 (satu) berkas.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017

RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017 RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017 RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 - 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR: 8 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Kab. Purbalingga 2013 hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Kab. Purbalingga 2013 hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH 1. PENGERTIAN ANGGARAN 2. FUNGSI ANGGARAN 3. PRINSIP PRINSIP ANGGARAN PEMERINTAH 4. KARAKTERISTIK DAN SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH 5. ANGGARAN BERBASIS KINERJA (ABK) 6. STANDAR

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

Tabel 4.1 Keterkaitan Sasaran Strategi dan Arah Kebijakan dalam Pencapaian Misi Renstra Dinas Kesehatan

Tabel 4.1 Keterkaitan Sasaran Strategi dan Arah Kebijakan dalam Pencapaian Misi Renstra Dinas Kesehatan Tabel 4.1 Keterkaitan Sasaran Strategi dan Arah Kebijakan dalam Pencapaian Misi Renstra Dinas Kesehatan 2013 2018 No Sasaran Strategi Arah Kebijakan Misi I : Meningkatkan Pelayanan Kesehatan yang Bermutu

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA 1 BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar secara umum sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang terukur berdasar Rencana Strategis yang mengacu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

-1- PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN PEMBIAYAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA I.

-1- PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN PEMBIAYAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA I. -1- LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 65/Permentan/OT.140/12/2010 TANGGAL : 22 Desember 2010 PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN PEMBIAYAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN PROVINSI

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA PP 65/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN

PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA PP 65/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN EVALUASI PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN (Perbaikan SK Menkes) Dr Siti Noor Zaenab,M.Kes Dinas Kab. Bantul DASAR HUKUM UU No 32 /2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

B. MATRIKS RENCANA STRATEGIK DINAS KESEHATAN KABUPATEN SINJAI TAHUN

B. MATRIKS RENCANA STRATEGIK DINAS KESEHATAN KABUPATEN SINJAI TAHUN B. MATRIKS RENCANA STRATEGIK DINAS KESEHATAN KABUPATEN SINJAI TAHUN 2008-2013 Instansi : Dinas Kesehatan Visi : Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Sinjai dalam Rangka Mewujudkan Sinjai Religius,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa salah satu

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD), RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI

Lebih terperinci

-1- BUPATI SINJAI PROPINSI SULAWESI SELATAN

-1- BUPATI SINJAI PROPINSI SULAWESI SELATAN -1- BUPATI SINJAI PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci