BAB I PENDAHULUAN. kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan - kemampuan serta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan - kemampuan serta"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan - kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya mencakupi segala cara - cara dan pola berfikir, merasakan dan bertindak (Taylor dalam Soekanto, 1990:40). Oleh karena itu, memahami dan mencintai budaya bukan merupakan suatu alternatif pilihan manusia, melainkan keharusan bagi individu itu sendiri. Kebudayaan terdiri dari beberapa unsur, yang disebut culture universal, artinya ada dan bisa didapatkan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa di dunia. Unsur-unsur kebudayaan sebagai culture universal yang bisa didapatkan pada semua bangsa di dunia ialah : (1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia, (2) mata pencaharian hidup dan sistem - sistem ekonomi, (3) sistem kemasyarakatan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem pengatahuan, (7) religi (Koentjaraningrat, 1974:81). Salah satu unsur kebudayaan yang bersifat kompleks adalah religi. Ada empat unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah : (a) emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia menjalankan kelakuan keagamaan; (b) sistem kepercayaan atau bayangan - bayangan manusia tentang bentuk dunia, 1

2 alam, alam gaib, hidup, maut, dan sebagainya; (c) sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan; (d) kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacara - upacara keagamaannya (Koentjaraningrat, 1972:228). Semua aktivitas dalam hubungan dengan religi selalu bersumber pada getaran jiwa atau emosi keagaamaan. Hal ini merupakan komponen utama dari religi, di samping beberapa komponen lainnya seperti sistem upacara, sistem keyakinan, dan umat sebagai pendukung upacara (koentjaraningrat, 1987 : 81). Sistem upacara yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya berupa tindakan-tindakan berpola tidak lain bertujuan untuk melaksakan kebaktian dan mengadakan komunikasi dengan siapa kebaktian tersebut ditujukan. Religi merupakan salah satu unsur kebudayaan, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan dan tumbuh serta berkembang secara historis pada masyarakat pendukungnya. Setiap suku bangsa mempunyai sistem religi yang berbeda, begitu pula dengan masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Manggarai pada umumnya melakukan begitu banyak upacara dan sudah menjadi tradisi yang dapat dikelompokkan menjadi 5, ialah : (1) upacara adat yang berhubungan dengan manusia itu sendiri, seperti adat kelahiran dan kedewasaan (perkawinan) (2) upacara adat yang berhubungan dengan kematian, khususnya pada saat kematian, penguburan dan pesta kenduri (3) upacara adat yang berhubungan dengan kegiatan pertanian, terutama sebelum atau pada waktu musim tanam dan pada 2

3 waktu memanen hasilnya (4) upacara adat yang berhubungan dengan pesta adat tahun baru yang dilaksanakan setiap musim panen (5) upacara adat yang berhubungan dengan pembangunan rumah adat (Dagur, 1997:88). Melalui upacara-upacara tersebut, warga suatu masyarakat bukan hanya selalu diingatkan tetapi juga dibiasakan untuk menggunakan symbol - simbol yang bersifat abstrak yang berada pada tingkat pemikiran untuk berbagai kegiatan sosial yang nyata ada dalam kehidupan mereka sehari - hari. Salah satu upacara tradisional yang masih dipertahankan oleh masyarakat Manggarai adalah upacara Tae Mata. Secara etimologis Tae Mata berasal dari dua kata yaitu Tae yang artinya acara, dan Mata berarti mati atau kematian, jadi Tae Mata adalah upacara yang dilakukan pada saat seseorang meninggal. Pada umumnya upacara Tae Mata dilakukan oleh semua masyarakat Manggarai, termasuk Masyarakat Desa Wudi. Desa Wudi merupakan salah satu desa yang terletak di Manggarai Tengah dan merupakan wilayah Kecamatan Cibal. Masyarakat Desa Wudi menyadari akan dualisme kehidupan, yaitu hidup dan mati, dunia sekarang dan dunia yang akan datang, dalam karya hidup manusia pun, budaya turut hadir bersamanya. Ketika manusia lahir, masyarakat Desa Wudi menyambut kedatangan manusia dengan mengadakan upacara syukuran yang disebut oleh masyarakat setempat Cear Cumpe, begitupun ketika manusia meninggal dunia, masyarakat Desa Wudi tidak mengabaikannya, melainkan melepaskan kepergian orang yang meninggal dengan mengadakan sebuah upacara yang sudah dilakukan secara turun - temurun, yaitu upacara Tae Mata (upacara kematian). 3

4 Masyarakat Desa Wudi melakukan upacara Tae Mata untuk melepas atau mengantar kepergian seseorang yang telah meninggal, dengan melakukan berbagai macam prosesi dalam upacara Tae Mata. Bagi masyarakat Desa Wudi kematian bukan akhir dari segalahnya, melainkan awal dari kehidupan yang baru. Masyarakat Desa Wudi yakin dengan melakukan prosesi upacara Tae Mata orang yang meninggal akan pergi dengan tenang, dan akan memberkati semua orang yang melaksanakan upacara tersebut, tetapi sebaliknya jika upacara tersebut tidak dilakukan maka akan mendatangkan mala petaka bagi para kerabat. Menurut kepercayaan masyarakat setempat bahwa orang yang telah meninggal meskipun raganya sudah mati, akan tetapi rohnya selalu hidup dan berada disekitar mereka. Apabila roh-roh tersebut diberi sesajen dan dihormati maka mereka akan menjaga manusia yang masih hidup, tetapi sebaliknya jika roh-roh tersebut tidak diperhatikan maka mereka akan marah dan mencelakakan manusia. Oleh karena itu pada setiap upacara adat, masyarakat Desa Wudi selalu memberi sesajen kepada roh leluhur, tidak terkecuali pada saat upacara Tae Mata, dimana pihak keluarga dan warga masyarakat, berkumpul untuk melaksanakan prosesi upacara Tae Mata serta mendoakan kepergian orang yang telah meninggal, dan juga melakukan berbagai macam ritual dengan mengorbankan hewan kurban, sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal. Perkembangan jaman telah mempengaruhi pola pikir masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan dalam upacara Tae Mata yang menyebabakan masyarakat Desa Wudi meninggalakan pola - pola kehidupan tradisional menuju kehidupan yang lebih maju. Namun perubahan tersebut tidak mengubah seluruh 4

5 prosesi upacara Tae Mata, hanya mengubah beberapa prosesi dalam upacara. Sebagai contoh, pada jaman dahulu ketika masyarakat pulang melakukan prosesi penguburan, mereka harus mencuci tangan di Wae barong (mata air) tetapi sekarang, air sudah langsung disiapkan didepan pintu dirumah duka, dengan menggunakan ember atau tong. Selain itu adapula perubahan upacara Tae Mata yang terjadi ketika masuknya agama Katholik di seluruh daerah di Manggarai yaitu prosesi empat puluh malam. Sebelum masuknya agama katholik di Manggarai, masyarakat Manggarai termasuk masyarakat Desa Wudi tidak mengadakan prosesi empat puluh malam. Ketika ajaran Katholik diterima oleh masyarakat Manggarai maka barulah prosesi empat puluh malam diadakan. Prosesi ini dilakukan pada hari keempat puluh setelah kematian seseorang, prosesi ini dihadiri oleh warga masyarakat dan juga para kerabat, inti dari doa yang dipanjatkan pada prosesi ini supaya orang yang meninggal bisa masuk surga dan dosanya bisa diampuni. Meskipun telah terjadi perubahan pada beberapa prosesi upacara Tae Mata tetapi tidak mengurangi fungsi dan juga makna yang terkandung dalam upacara tersebut. Upacara Tae Mata terdiri dari tiga tahap yaitu: upacara sebelum pemakaman, upacara saat pemakaman, dan upacara setelah pemakaman. Tiga tahap tersebut mempunyai fungsi dan makna yang pada akhirnya akan diwarisi oleh para penerus pendukung kebudayaan tersebut. Tahap awal upacara kematian masyarakat Desa Wudi diawali dengan prosesi Haeng Nai (nafas terakhir), dimana pada saat seorang meninggal pihak keluarga besar yaitu Anak Rona (keluarga dari pihak wanita), dan Anak Wina (keluarga dari pihak laki-laki) 5

6 menyiapkan satu hewan kurban berupa babi untuk melepas kepergian dari seseorang yang meninggal, dengan maksud pihak keluarga telah mengetahui bahwa seorang kerabatnya telah meninggal, serta mendoakan kepergiannya dengan memberinya persembahan berupa seekor babi. Tahap awal upacara Tae Mata berakhir pada saat Acem Peti (penutupan peti). Tahap kedua upacara Tae Mata diawali dengan prosesi Tekang Tanah (peresmian tanah kubur), dan tahap terakhir pada upacara Tae Mata berakhir pada prosesi Kelas (kenduri) yang biasa dilaksanakan setelah satu tahun seseorang meninggal. Oleh karena pentingnya upacara kematian ini (tae mata) maka perlu diadakan prosesi upacaranya, karena masyarakat percaya kematian bukan akhir dari kehidupan melainkan awal dari kehidupan baru, jadi meskipun badan dari manusia sudah mati tapi jiwanya akan tetap hidup, selain itu supaya para generasi muda dapat mengetahui prosesi upacara Tae Mata. Begitu juga pola pikir generasi mudadapat terbentuk dan hubungan kekerabatan juga tidak putus. Karena upacara Tae Mata mempunyai fungsi dan makna, baik untuk orang yang meninggal maupun bagi orang yang melaksanakan upacara tersebut. Sesungguhnya dari acara pemakaman sampai acara Kelas (kenduri) selain melakukan berbagai macam prosesi, dan mendoakan keselamatan bagi jiwa orang yang meninggal, upacara Tae Mata juga mempererat hubungan kekerabatan menjadi lebih akrab. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini guna mengetahui prosesi, perubahan prosesi upacara Tae Mata, fungsi, dan juga makna upacara kematian pada Masyarakat Desa Wudi Kabupaten Manggarai NTT. Peran masyarakat Desa Wudi dan para kerabat dapat dilihat 6

7 pada semua rangkaian prosesi upacara Tae Mata, dimana para warga masyarakat dan para keluarga bekerjasama demi kelancaran upacara Tae Mata. Warga masyarakat yang tidak mempunyai hubungan darah, datang untuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam prosesi upacara, misalnya memberikan uang duka, membangun tenda, menyiapkan peti jenasah, menggali kubur, memotong hewan kurban, dan sebagainya dengan tulus dan ikhlas. Bila dilihat dari fungsinya, maka upacara Tae Mata, mempunyai beberapa fungsi yang berguna untuk orang yang meninggal, para keluarga, dan juga masyarakat yang ikut serta dalam prosesi upacara Tae Mata. Obyek dan subyek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat Manggarai yang ada di Desa Wudi. Peneliti memilih Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai sebagai obyek penelitian karena Desa Wudi adalah salah satu desa yang masih melakukan upacara upacara adat di Kabupaten Manggarai, serta masih memegang teguh adat yang diwariskan para leluhur, meskipun ada beberapa unsur yang berubah. Di Desa Wudi juga masih terdapat peninggalan - peninggalan leluhur yang masih dijaga. 7

8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan Uraian diatas, maka yang menjadi fokus penelitian tentang Perubahan Upacara Tae Mata Di Desa Wudi Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana prosesi dan perubahan upacara Tae Mata yang dilakukan masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur? 2. Bagaimana fungsi dan makna upacara Tae Mata bagi masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian 1. Mengetahui prosesi dan perubahan upacara Tae Mata di Desa Wudi Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. 2. Mengungkapkan fungsidan makna yang terkandung dalam upacara Tae Mata di Desa Wudi Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur Manfaat Penelitian Ada dua manfaat penelitian yang diterapkan yaitu: a. Manfaat Teoritis Secara Teoritis penelitian ini berusaha menerapkan teori - teori dan konsep - konsep antropologi yang ada relevansi dengan masalah yang dibahas, sehingga hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah ilmu antropologi. 8

9 b. Manfaat Praktis Hasil penelitian dapat memberi sumbangan pemikiran bagi masyarakat agar melestarikan dan mengembangkan tradisi atau nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara Tae Mata di Desa Wudi Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur guna untuk mendukung semua aspek pembangunan khusus dalam bidang sosial budaya. 1.4 Konsep dan Kerangka Teori Konsep Untuk mempertegas pokok-pokok pembahasan dari masalah yang diajukan, maka akan dijelaskan beberapa konsep yang dianggap relevan dalam penelitian ini, adapun yang penting dari konsep ini yaitu : 1. Fungsi adalah menyangkut pengertian mengenai suatu struktur yang terdiri dari suatu jaringan hubungan antara entitas - entitas, hubungan antara mitos dan efeknya terhadap keyakinan, adat dan pranata pada solidaritas masyarakat untuk berlangsungnya secara berintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu. Selain itu fungsi juga merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan harapan dapat tercapai apa yang diinginkan untuk mencapai tujuan (Soesanto, 1974:57). 2. Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, atau pristiwa, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata, atau suatu pristiwa tidak bisa dihubungkan 9

10 dengan bendanya, maka kita tidak bisa memperoleh maknanya (Dagur, 1997). 3. Upacara adalah suatu kegiatan pesta tradisional yang diatur menurut tata adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat dalam rangka memperingati peristiwa - peristiwa dengan ketentuan adat yang bersangkutan. Setiap upacara keagamaan biasanya bersangkutan erat dengan kepercayaan yang ada di belakangnya. Kepercayaan adalah suatu emosi atau getaran jiwa yang sangat mendalam, yang disebabkan karena sikap kagum terpesona terhadap hal - hal yang gaib dan keramat (Koentjaraningrat, 1987:66). Tae Mata adalah peristiwa meninggal dunia seseorang atau manusia. Meninggal yang ditandai hayat dikandung badan terlepas atau pristiwa kematian (hayat didalam badan terpisah) merupakan tahap akhir dari seluruh perjalanan hidup manusia, ditinjau dari pemahaman nenek moyang Manggarai (Adi, 2013:167). Jadi upacara tae mata adalah suatu kegiatan acara tradisional yang diatur menurut tata adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat dalam rangka memperingati peristiwa kematian seseorang. 4. Prosesi adalah berlangsungnya suatu peristiwa dalam ruang waktu (Koentjaraningrat, 2003, 1998). Prosesi yang dimaksud disini, adalah suatu rangkaian upacara Tae Mata yaitu dari Ela Haeng Nai (nafas terakhir) sampai acara Kelas (kenduri). 10

11 5. Perubahan adalah suatu keadaan yang berbeda dengan keadaan sebelumnya, yang mengakibatkan terjadinya kemajuan / perkembangan, kemunduran, dan penyederhanaan (Lusbetak, 1984). 6. Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas - batas tertentu. Dalam waktu yang cukup lama, kelompok manusia seperti yang dimaksudkan di atas, yang belum terorganisasikan, mengalami proses yang fundamental yaitu : (1) adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota, (2) timbulnya secara lambat laun, perasaan kelompok. Proses itu biasanya bekerja tanpa disadari dan diikuti oleh semua anggota kelompok dalam suasana Trial and Error. Yang dimaksud dengan kelompok (group) adalah setiap pengumpulan manusia sosial yang mengadakan relasi sosial antara yang satu dengan yang lain (Harsojo,1999:126). Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat desa adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan bekerjasama yang berhubungan secara erat tahan lama dengan sifat - sifat yang hampir sama (Homogen) disuatu daerah atau wilayah tertentu dengan bermata pencaharian dari sektor pertanian (agraris) Kerangka Teori Sehubungan dengan fokus penelitian di atas mengacu pada beberapa teori yang akan mengungkapkan keseluruhan dari permasalahan di atas. Upacara Tae Mata merupakan upacara kematian untuk melepaskan arwah seseorang. Sadar 11

12 akan fungsi dan pentingnya makna upacara Tae Mata, maka masyarakat Desa Wudi selalu melakukan upacara ini secara turun temurun. Dalam kajian ini diterapkan teori fungsional yang dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski yang menyatakan bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Malinowski telah menekankan pentingnya penelitian hubungan antara beraspek sosial dalam masyarakat, dan seterusnya berpendapat bahwa kerja lapangan yang memakan waktu lama adalah sesuatu yang sangat penting. Malinowski memberi tiga tingkat kebutuhan yang fundamental harus ada dalam kebudayaan. Tiga tingkat itu antara lain : Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, Kebudayaan harus memenuhi kebudayaan instrumental (kebutuhan akan hukum dan pendidikan), Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif (agamadan kesenian) (Koentjaraningrat, 1987 : 171). Dengan demikian apabila upacara Tae Mata sebagai kebudayaan maka upacara Tae Mata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat Desa Wudi. Upacara Tae Mata merupakan upacara religi yang telah diwariskan turun temurun oleh nenek moyang Desa Wudi pada saat kematian seseorang. Menurut Emille Durkheim semua aktivitas manusia yang berkaitan dengan religi terjadi karena suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai masyarakat. Emille Durkheim juga amat mementingkan hubungan komuniti keagamaan dan emosi keagamaan, malahan menganggap sumber dari emosi keagamaan itu adalah 12

13 sentimen keagamaan. Oleh karena itu setiap aktivitas religi akan nampak unsur - unsur pokok yang terkandung, yaitu : emosi keagamaan sebagai sumber pusat, sistem kepercayaan sebagai pedoman, dan sistem upacara serta kelompok keagamaan sebagai penduduknya adalah merupakan dasarnya (Koentjaraningrat, 1972: ). Emille Dhurkeim dalam konsep religinya berpandangan bahwa setiap kepercayaan dari suatu religi pada dasarnya bersumber dari emosi keagamaan tetapi juga sebaliknya dimana emosi keagamaan dipengaruhi oleh sistem kepercayaan. Suatu religi itu adalah suatu sistem yang berkaitan dengan keyakinan - keyakinan dan upacara - upacara yang keramat, artinya yang terpisah dan pantang, keyakinan dan upacara berorientasi kepada suatu komunitas moral, yang disebut umat (Koentjaraningrat, 1987:95). Dengan demikian pada saat penyelenggaraan upacara Tae Mata didukung oleh masyarakat Desa Wudi, baik dari pihak keluarga yang berduka, maupun dari masyarakat lingkungan sekitarnya. Keadaan inilah yang mencerminkan komunikasi salah satu kesatuan emosi dengan sentimen kemasyarakatan sebagai akibat dari peristiwa kematian tersebut. Kematian merupakan peristiwa terpisahnya roh dari jiwa seseorang. Meskipun demikian masayarakat Desa Wudi mepercayai bahwa jiwa yang sudah mati didunia manusia, rohnya akan tetap hidup didunia yang lain, oleh sebab itu masyarakat Desa Wudi yakin bahwa sesunggunya kematian adalah awal dari kehidupan baru. Seperti yang dikatan R. Hertz seorang antropolog Prancis berpandangan bahwa sebagian besar dari tingkah laku manusia dalam masyarakat sangat banyak dipengaruhi dan ditentukan oleh gagasan orang banyak, atau gagasan kolektif yang hidup dalam masyarakat itu. Begitupula gagasanya dalam 13

14 upacara kematian pelaku upacara, selalu dilakukan manusia dalam rangka adat istiadat dan struktur sosial dari masyarakat yang berwujud sebagai gagasan kolektif. Oleh karena itu, analisa terhadap upacara kematian harus terlepas dari perasaan pribadi para pelaku upacara terhadap orang yang meninggal, tetapi harus dipandang dari sudut pandang gagasan kolektif tadi. Dalam konteks ini mati bisa dianggap sebagai suatu proses peralihan dari suatu kedudukan sosial di dunia ke suatu kedudukan sosial di dunia makhluk halus. Dengan demikian, upacara kematian tiada lain adalah upacara inisiasi (Ghazali, 2011:92-93). Dengan konsep ini Hertz menunjukan bagaimana dalam rangka upacara kematian dari banyak suku bangsa didunia, ada lima anggapan yang juga ada dibelakang upacara inisiasi pada umumnya. Kelima anggapan itu adalah : (1) Anggapan bahwa peralihan dari satu kedudukan sosial ke kedudukan sosial yang lain adalah suatu masa krisis, suatu masa penuh bahaya gaib, tidak hanya bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat, (2) Anggapan bahwa jenasah dan juga semua orang yang ada hubungan dekat dengan orang yang meninggal itu dianggap mempunyai sifat keramat (sacre), (3) Anggapan bahwa peralihan dari satu kedudukan sosial ke suatu kedudukan sosial lain itu tidak dapat berlangsung sekaligus, tetapi setingkat demi setingkat, melalui serangkaian masa antara yang lama, (4) Anggapan bahwa upacara inisiasi harus mempunyai tiga tahap, yaitu tahap yang melepaskan si obyek dari hubungannya dengan masyarakat yang lama, tingkat yang mempersiapakannya bagi kedudukan yang baru, dan tingkat yang mengangkatnya kedalam kedudukan yang baru, (5) Anggapan bahwa dalam tingkat persiapan dari masa inisiasi, si obyek merupakan seorang mahluk yang 14

15 lemah sehingga harus dikuatkan dengan berbagai upacara ilmu gaib (Koentjarningrat, 1980:71). 1.5 Model Penelitian Keterangan : Pengaruh sepihak : Saling mempengaruhi Religi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan Masyarakat Desa Wudi, karena bagi masyarakat Desa Wudi religi merupakan salah satu pedoman dalam hidup bermasyarakat. Untuk memantapkan perasaan dan keyakinannya akan sesuatu yang disembah dan diyakini benar - benar ada, masyarakat Desa Wudi melakukan salah satu upacara religi, yaitu upacara Tae Mata (upacara kematian). Upacara Tae Mata selalu dilaksanakan oleh masyarakat Desa Wudi pada saat seseorang meninggal dunia, upacara ini dilaksanakan dengan 15

16 seksama oleh masyarakat Desa Wudi, karena upacara Tae Mata memiliki fungsi dan juga makna yang sangat penting untuk kelangsungan hidup masyarakat Desa Wudi. 1.6 Metode Penelitian Setiap kegiatan atau karya ilmiah selalu menuntut suatu persiapan dan cara kerja yang sistematis, yaitu apa yang disebut dengan metode. Sehubung dengan upaya ini diperlukan beberapa langkah kerja untuk pengumpulan dan pencatatan data etnografi sebagai berikut Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai, pemilihan lokasi dilakukan, karena Wudi adalah salah satu desa yang masih melakukan upacara Tae Mata, serta upacara dan ritul adat lainnya yang diwariskan oleh nenek moyang kepada anak cucu, meskipun ada beberapa unsur - unsur yang telah berubah. Desa Wudi juga masih menyimpan benda - benda peninggalan nenek moyang yang masih dijaga seperti : Compang (tempat persembahan) yang disusun dari batu, piring, keris, dua buah rumah gendang (rumah adat masyarakat Manggarai) yang merupakan tempat tinggal nenek moyang masyarakat Desa Wudi Penentuan Informan Informan dalam penelitian ini adalah Tua Golo, Tua Teno, Tua Golo, kepala Desa Wudi dan juga warga masyarakat Desa Wudi. Penentuan informan dilakukan secara purposive, yakni dengan memilih orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai terkait dengan hal dikaji dalam 16

17 penelitian ini. Langka awal yang dilakukan dalam hal ini adalah menemui orang yang dalam penelitian ini diposisikan sebagai informan kunci, yaitu orang bisa memberikan informasi awal mengenai orang yang ikut aktif dalam upacara Tae Mata yaitu kepala Desa Wudi. Untuk menemukan informan lainnya peneliti meminta keterangan dari kepala Desa Wudi untuk mendapatkan informan lainnya yang mempunyai pengetahuan khusus mengenai fokus penelitian ini, demikian seterusnya sehingga terjadi proses pemilihan informan secara bercabangdan beranting dengan teknik pemilihan informan yang dalam penelitian disebut teknik Snowball. Secara lebih kongkrit informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah Tua Golo, Tua Gendang, dan Tua Teno dan kepala Desa Wudi Jenis dan Sumber Data Berdasarkan jenisnya data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif yang merupakan prosedur pemikiran yang menghasilkan data deskriptif berupa kata - kata tertulis, atau lisan dari orang - orang dan perilaku yang dapat diamati. Pada penelitian ini di harapkan dapat menghasilkan suatu data deskriptif mengenai Upacara Tae Mata pada masyarakat Desa Wudi Kabupaten Manggarai. Data kualitatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang mendalam serta untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan dari perspektif emik. Sebagai penunjang diperlukan juga data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Berkaitan dengan sumber data maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 17

18 1. Data Primer Data primer merupakan data yang didapat secara langsung dari lokasi penelitian yang didapat melalui proses observasi lapangan, wawancara, dan pengambilan foto. Pencatatan dan sumber utamanya adalah wawancara dan observasi. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku - buku teks dan dokumen serta permasalahan yang diteliti. Salah satu yang diperlukan adalah pendayagunaan sumber kepustakaan yaitu teknik pengambilan data dengan mengkaji bahan - bahan bacaan, seperti buku - buku, serta bahan sekunder lainnya seperti jurnal. Melalui studi kepustakaan ini diharapkan ditemukan konsep konsep ataupun teori yang telah dikemukan oleh peneliti terlebih dahulu, serta dapat menambah wawasan pemikiran yang lebih luas mengenai topik yang dibahas agar dapat dipergunakan sebagai pembanding dalam penganalilisan data selanjutnya, sehingga akan didapatkan informasi sebagai bahan sekaligus untuk mempertajam analisis data primer dilapangan Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Partisipasi Observasi atau pengamatan merupakan metode yang pertama digunakan dalam penelitian menuntut dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang merupakan 18

19 jaminan bahwa hasil pengamatan memang sesuai dengan kenyataan yang menjadi sasaran perhatian, prilaku tidak sadar, kebiasaan, dan sebagainya. Untuk mempunyai data yang sesuai dengan kenyataan perlu diadakan pengamatan secara langsung di lapangan.misalnya mengamati benda - benda apasaja yang digunakan dalam upacara. Observasi Partisipasi artinya melakukan penelitian dengan terlibat langsung dalam peristiwa tersebut, bukan saja sebagai pengamat tetapi ikut serta dalam prosesi upacara Tae Mata, sehingga seluruh rangkaian upacara dan segalah aktivitas masyarakat desa yang mendukung upacara tersebut dapat diamati secara langsung. Dari kegiatan tersebut diperoleh dokumentasi dalam bentuk foto, yang diharapkan dapat menunjang objektifitas data dilapangan sebagai cermin kelayakan sebuah penelitian ilmiah. 2. Wawancara Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu wawancara mendalam dan wawancara bebas. Wawancara mendalam diarahkan kepada informan kunci, yaitu orang yang dianggap memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai pokok permasalahan yang diteliti. Informan kunci yang dimaksud adalah Tua Teno (orang yang mengatur hubungan manusia dalam pembukaan kebun), Tua Golo (orang yang mengatur hubungan manusia dengan kampung), dan Tua Gendang (orang yang mengatur hubungan manusia dengan rumah adat), guru agama, dan juga kepala Desa Wudi. Pertanyaan dalam hal ini diajukan secara leluasa, dalam arti tanpa terikat oleh suatu daftar pertanyaan yang ketat melainkan hanya berpegang pada pokok yang perlu ditanyakan sebagaimana dimuat pada 19

20 pedoman wawancara yang disiapkan sebelumnya. Selain mewawancarai informan secara individu, dilakukan juga wawancara terhadap sejumlah informan sekaligus. Dengan cara ini wawancara diharapkan dapat berlangsung fleksibel, dan informan bersifat terbuka, sehingga diperoleh informasi yang cukup banyak dan pembicaraan dalam wawancara tidak terpaku pada satu topik saja, sehingga tidak menjenuhkan baik bagi informan, maupun bagi peneliti. wawancara bebas dilakukan terhadap beberapa informan yang dijumpai secara kebetulan Teknik Analisis Data Analisis data dalam pendekatan kualitatif tidak hanya dilakukan satu kali saja, tetapi merupakan suatu proses sistematis yang berlangsung terus menerus, bersamaan dengan pengumpulan data, maka analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan secara terus menerus dimulai sejak awal hingga akhir pengumpulan data. Sebagai penelitian kualitatif, proses analisis data tersebut tetap terikat dengan model analisisnya yang juga bersifat kualitatif yakni penggambaran secara deskriptif atas fakta. Data atau objek material dalam ungkapan bahasa atau wacana, melalui interpretasi yang tetap dan sistematis. Fakta data ataupun objek material yang akan dianalisis dalam penelitian ini didapatkan secara langsung dari subjek penelitian melalui wawancara. Selain itu data yang di analisis juga merupakan hasil observasi di lapangan. Menurut Wibowo (2011:43) prosese analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu (1) reduksi atau penyusunan data (2) penyajian data (3) menarik kesimpulan (verifikasi). Dari semua data yang tidak terkait dengan topik dan rumusan masalah penelitian, agar lebih jelas dan terfokus pada masalah penelitian. Pengelompokan 20

21 hasil data diarahkan kepada pemilahan semua reduksi dan sesuai dengan masingmasing rumusan masalah menyangkut fungsi upacara Tae Mata bagi masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai NTT. Analisis dilakukan melalui tahapan berikut: 1) Reduksi data, yaitu proses pemilahan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari cacatan tertulis di lapangan. 2) Penyajian data, yaitu menyajikan sekumpulan informasi, tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan atau penyederhanaan informasi yang kompleks kedalam kesatuan bentuk yang disederhanakan dan selektif yang mudah dipahami. 3) Menarik kesimpulan (verifikasi) yaitu suatu kegiatan konfigurasi yang utuh, atau tinjauan ulang terhadap catatan - catatan lapangan. Maksudnya adalah untuk menguji kebenaran, kekokohan, kecocokan, dan validitas dari makna-makna yang muncul di lokasi penelitian (Milles and Hubermen, 1992 : 16-19). 21

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budhi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

RELIGI. Oleh : Firdaus

RELIGI. Oleh : Firdaus RELIGI Oleh : Firdaus Pertemuan ini akan Membahas : 1. Konsep Religi 2. Komponen sistem Religi 3. Teori Berorintasi Keyakinan Pertanyaan untuk Diskusi Awal: 1. Apa Konsep Religi 2. Apa Komponen Sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam Penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi. Pemilihan tempat ini karena masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang telah mendarah daging berurat dan berakar. Kebiasaan ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang telah mendarah daging berurat dan berakar. Kebiasaan ini dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tiap kelompok manusia memiliki corak, watak, kaidah, norma, etika, moral, serta tradisi dan adat istiadat yang dilakukan dengan turun temurun dari generasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seiring dengan zaman, kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup seorang diri, karena kelemahan kelemahan fisiknya dan karena harus belajar berbagai unsur budaya dari orang lain. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu menciptakan pola bagi kehidupannya berupa kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut. BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT Bab ini merupakan pembahasan atas kerangka teoritis yang dapat menjadi referensi berpikir dalam melihat masalah penelitian yang dilakukan sekaligus menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kebudayaan dan Kesenian. 1. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan mendeskripsikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bararak adalah suatu tradisi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala (pengangkatan) penghulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang masalah Manusia merupakan makhluk individu dan juga makhluk sosial yang hidup saling membutuhkan. Sebagai makhluk sosial manusia saling berinteraksi satu dengan lainnya,

Lebih terperinci

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pengakuan keesaan Tuhan dalam mantra Sahadat Sunda pengakuan keislaman sebagai mana dari kata Sahadat itu sendiri. Sahadat diucapkan dengan lisan dan di yakini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pantun dalam Dendang lahir secara adat di suku Serawai. Isi dan makna nilai-nilai keetnisan suku Serawai berkembang berdasarkan pola pikir yang disepakati

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat memiliki kebudayaan. Kebudayaan merupakan salah satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh sebab itu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Kebudayaan a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan mendeskripsikan

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan dalam masyarakat tidak begitu saja ada dengan sendirinya. Kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diperoleh melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tenaga kerja wanita (TKW) ini dilaksanakan di desa Citembong,

BAB III METODE PENELITIAN. tenaga kerja wanita (TKW) ini dilaksanakan di desa Citembong, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang faktor-faktor penyebab perceraian pada keluarga tenaga kerja wanita (TKW) ini dilaksanakan di desa Citembong, kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, masyarakat adalah pencipta sekaligus pendukung kebudayaan. Dengan demikian tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Berelson dan Gary A. Steiner (1964) dalam Wiryanto (2004:7) Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya, dengan

Lebih terperinci

BAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan

BAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan BAB IV Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan Jika kita kembali melihat kehidupan jemaat GKJW Magetan tentang kebudayaan slametan mau tidak mau gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mungkid, Kabupaten Magelang. Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat

BAB III METODE PENELITIAN. Mungkid, Kabupaten Magelang. Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di daerah Desa Progowati, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat penelitian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah umat manusia, agama dan kebudayaan memiliki peran sentral yang tak

BAB I PENDAHULUAN. sejarah umat manusia, agama dan kebudayaan memiliki peran sentral yang tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang selalu menarik untuk dicermati. Hal ini disebabkan karena bagi hidup manusia, keduanya selalu menjadi hal yang tak terelakkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai banyak kelebihan. Inilah yang disebut potensi positif, yakni suatu potensi yang menentukan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI

MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI Nama : Ruth Stella Novianty Marbun NPM : 18813140 Dosen Pembimbing : Moch. Ravii Marwan, S.T., M.I.Kom

Lebih terperinci

PROSESI ADAT MITONI DI TINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN MORAL

PROSESI ADAT MITONI DI TINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN MORAL PROSESI ADAT MITONI DI TINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN MORAL (Studi Kasus di Desa Turus Ngaran Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten) Skripsi Diajukan Guna Melangkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Kelulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Dalam Al Quran dalam Surat At Tin Allah berfirman: Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ingat, Merariq itu merupakan prosesi adat, di mana seorang lakilaki harus siap membawa lari calon istrinya. Dan Merariq itu merupakan pembuktian ketangkasan seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan berkembang sebagai suatu hal yang diterima oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan, yang dipegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang memiliki kekayaan budaya, bahasa, cara hidup, dan tradisi. Tradisi di Indonesia terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap ritual sebagai syarat pengambilan sarang burung walet terletak di

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap ritual sebagai syarat pengambilan sarang burung walet terletak di BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi penelitian Lokasi adalah suatu faktor penting yang mempengaruhi hasil penelitian. Lokasi dalam penelitian tentang kepercayaan masyarakat terhadap ritual sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan kebiasaan yang diturunkan oleh leluhur secara turuntemurun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan kebiasaan yang diturunkan oleh leluhur secara turuntemurun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan kebiasaan yang diturunkan oleh leluhur secara turuntemurun dan masih dijalankan oleh masyarakat dari generasi ke generasi baik tertulis maupun

Lebih terperinci