MODEL KURIKULUM SIAGA BENCANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL KURIKULUM SIAGA BENCANA"

Transkripsi

1 LANDASAN PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM LAYANAN KHUSUS MODEL KURIKULUM SIAGA BENCANA TIM PENGEMBANG PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA 2008

2 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, panduan model kurikulum layanan khusus siaga bencana dapat diselesaikan. Penyusunan kurikulum siaga bencana melalui beberapa tahapan yaitu: identifikasi masalah dan kebutuhan, pembuatan kerangka model, penelaahan kerangka model, ujicoba model di sekolah dan finalisasi hasil uji coba. Penyusunan kurikulum siaga bencana bagi siswa sekolah dasar dilatar belakangi karena penanaman konsep sejak dini diperlukan untuk bekal dalam menghadapi bencana yang terjadi sewaktu-waktu. Bekal pengetahuan dan kecakapan hidup diperlukan oleh siswa sehingga ketika terjadi bencana dapat melakukan upaya penyelemaatan diri dan juga dapat menolong orang lain. Mudah-mudahan model kurikulum siaga bencana dapat berguna bagi daerah yang memiliki potensi bencana, sehingga dapat mengurangi jumlah korban Dalam kegiatan tersebut banyak pihak yang terlibat seperti siswa, guru, kepala sekolah, ahli mitigasi bencana, komite sekolah dan Dinas Pendidikan Propinsi dan sebagainya. Bentuk kegiatan yang dilakukan workshop, diskusi, uji coba, seminar dan lain-lain Kami menyadari model kurikulum siaga bencana untuk sekolah dasar ini masih perlu banyak disempurnakan. Untuk itu, kami masih mengharapkan masukan dan saran bagi penyempurnaan model. Jakarta, September 2008 Tim Pengembang Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 1

3 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Landasan Hukum 2 C. Tujuan 3 BAB II KONSEP DASAR/KAJIAN TEORITIS A. Batasan istilah 4 B. Konsep Penaggulangan Bencana 5 BAB III STRATEGI PENGEMBANGAN A. Pengembangan KTSP 10 B. Penekanan dalam Pengembangan KTSP 11 C. Pengembangan Selanjutnya 13 BAB IV GAMBARAN DAERAH MODEL A. Kondisi Geografis 14 B. Profil Sekolah 15 Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 2

4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahwa kondisi alam dan keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunungapi, tsunami dan anomali (penyimpangan) cuaca masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya. Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana diharapkan akan semakin baik, karena Pemerintah dan Pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana dilakukan secara terarah mulai pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. Tahap awal dalam upaya ini adalah mengenali/mengidentifikasi terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana. Paling tidak ada interaksi empat faktor utama yang dapat menimbulkan bencanabencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: 1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazards) 2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya alam (vulnerability) 3. Kurangnya informasi/peringatan dini (early warning) yang menyebabkan ketidaksiapan 4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 3

5 Oleh karena itu, langkah-langkah untuk pengelolaan penanggulangan bencana menjadi sangat penting untuk dilakukan, baik sebelum, setelah maupun saat terjadinya bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat yang perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan mitigasi bencana. Kegiatan lain yang diambil pada saat sebelum terjadinya bencana adalah kegiatan pencegahan (prevention) dan kesiapsiagaan. Kegiatan pencegahan dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya bencana, dan dititikberatkan pada upaya penyebarluasan berbagai peraturan perundang-undangan yang berdampak dalam meniadakan atau mengurangi resiko bencana. Kegiatan kesiapsiagaan ditujukan untuk menyiapkan respon masyarakat bila terjadin bencana, yang dilakukan dengan mengadakan pelatihan bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, serta pendidikan dan pelatihan bagi aparat pemeritah. Sedangkan mitigasi dilakukan untuk memperkecil, mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan bencana. Pentingnya pendidikan dan pemberdayaan masyarakat akan dapat mengurangi besarnya kerugian akibat bencana. Pada saat sebelum terjadi tsunami di Aceh, orangorang di sekitar pantai berlarian menuju ke pantai untuk menangkap ikan yang terdampar di pantai ketika air laut secara tiba-tiba menyusut setelah terjadinya gempa. Mereka tidak menyadari hal tersebut merupakan awal dari bencana, karena air kembali bergerak ke pantai dengan kecepatan dan gelombang yang sangat tinggi. Banyaknya korban bencana alam mengindikasikan kurangnya kesiapan dan antisipasi masyakarakat akan gempa yang diikuti oleh tsunami dan akibat yang ditimbulkannya. Keadaan ini berkaitan erat dengan minimnya informasi, pendidikan bencana, dan kurangnya pengetahuan dasar akan fenomena dan gejala alam yang terjadi di wilayah pesisir dan laut. Bencana tersebut memberikan pelajaran yang sangat berharga akan pentingnya peningkatan pendidikan public, khususnya bagi masyarakat di daerah rawan bencana. Satu hal lagi yang tak kalah penting adalah tanggap darurat bagi anak-anak sekolah dasar agar pengetahuan mengenai gempa dapat tertanam sejak dini dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan di masa mendatang. Untuk itulah maka dilakukan penyusunan Kerangka Pengembangan Model Kurikulum Siaga Bencana Sekolah Dasar. B. Landasan Hukum Landasan hukum penyusunan Kurikulum Siaga Bencana adalah sebagai berikut: 1. UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 38, ayat (2), berbunyi: Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 4

6 sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. 2. UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 36, ayat (2), berbunyi: Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. 3. PP No 19 Tahun 2005 tentang SPN, pasal 17, ayat (1), berbunyi: Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik 4. Permen no 6/2007: Perubahan Permen no. 24/2006, berbunyi: Satuan pendidikan dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional bersama unit terkait. 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana C. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Siaga Bencana Sekolah Dasar disusun dengan tujuan : 1. Sebagai acuan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah; 2. Menjadikan kurikulum lebih sesuai dengan kebutuhan setempat; 3. Menciptakan suasana pembelajaran di sekolah yang bersifat mendidik, mencerdaskan dan mengembangkan kreativitas anak. 4. Menciptakan pembelajaran yang efektif, demokratis, menantang, menyenangkan, dan mengasyikkan. Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 5

7 BAB II KONSEP DASAR/KAJIAN TEORITIS A. Batasan Istilah 1.Bencana (disaster) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2.Penanggulangan bencana (disaster management) Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. 3.Bahaya (hazard) Bahaya adalah suatu keadaan alam yang menimbulkan potensi terjadinya bencana. 4.Kerentanan (vulnerability) Kerentanan adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya. 5.Kemampuan (capacity) Kemampuan adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. 6.Risiko (risk) Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 7.Pencegahan (prevention) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 6

8 8.Mitigasi (mitigation) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 9.Kesiapsiagaan (preparedness) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 10. Peringatan Dini (early warning) Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 11. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) Pemberdayaan masyarakat adalah program atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat melaksanakan penanggulangan bencana baik pada sebelum, saat maupun sesudah bencana. B. Konsep Penanggulangan Bencana Konsep penanggulangan bencana terdiri dari tahapan : 1. Pra bencana Pemetaan daerah rawan bencana Analisis resiko Rencana kontingensi Peraturan dan pengaturan tataruang dan tata bangun Pengkajian dan penelitian Sosialaisasi siaga bencana melalui media umum Pendidikan, pelatihan siaga bencana dan peringatan dini Penyadaran pemeliharaaan dan penyelamatan alat deteksi dan mitigasi bencana 2. Tanggap darurat Aktivasi posko Pencarian dan penyelamatan Air bersih dan sanitasi Pemberian bantuan darurat Layanan kesehatan c. Pasca darurat Pemulihan (recovery) Rehabilitasi sarana dan prasarana Rehabilitasi fasilitas umum dan sosial Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 7

9 Rehabilitasi kesiapan belajar dan pembelajaran Penanganan pos trauma stress Rekontruksi pembangunan Pemberdayaan masyarakat Penyadaran perlunya siaga bencana Penyadaran pemeliharaaan dan penyelamatan alat deteksi dan mitigasi bencana Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional menganggap bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga fokus dari penanggulangan bencana lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan paradigma Relief atau Bantuan Darurat yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat berupa: pangan, penampungan darurat, kesehatan dan pengatasan krisis. Tujuan penanggulangan bencana berdasarkan pandangan ini adalah menekan tingkat kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan. Paradigma yang berkembang berikutnya adalah Paradigma Mitigasi, yang tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah rawan bencana, mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, dan melakukan kegiatan-kegiatan mitigasi yang bersifat struktural (seperti membangun konstruksi) maupun non-struktural seperti penataan ruang, building code dan sebagainya. Selanjutnya paradigma penanggulangan bencana berkembang lagi mengarah kepada faktor-faktor kerentanan di dalam masyarakat yang ini disebut dengan Paradigma Pembangunan. Upaya-upaya yang dilakukan lebih bersifat mengintegrasikan upaya penanggulangan bencana dengan program pembangunan. Misalnya melalui perkuatan ekonomi, penerapan teknologi, pengentasan kemiskinan dan sebagainya. Paradigma yang terakhir adalah Paradigma Pengurangan Risiko. Pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan perhatian kepada faktor-faktor sosial, ekonomi, pendidikan dan politik dalam perencanaan pengurangan bencana. Dalam paradigma ini penanggulangan bencana bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekan risiko terjadinya bencana. Hal terpenting dalam pendekatan ini adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek dari penanggulangan bencana dalam proses pembangunan. Di Indonesia, masih banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Hal ini merupakan gambaran bahwa paradigma konvensional masih kuat dan berakar di masyarakat. Pada umumnya mereka percaya Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 8

10 bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkahlangkah pencegahan atau penanggulangannya. Paradigma penanggulangan bencana sudah beralih dari paradigma bantuan darurat menuju ke paradigma mitigasi/preventif dan sekaligus juga paradigma pembangunan. Karena setiap upaya pencegahan dan mitigasi hingga rehabilitasi dan rekonstruksinya telah diintegrasikan dalam program-program pembangunan di berbagai sektor. Dalam paradigma sekarang, Pengurangan Risiko Bencana yang merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam implementasinya kegiatan pengurangan risiko bencana nasional akan disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko bencana pada tingkat regional dan internasional. Dimana masyarakat merupakan subyek, obyek sekaligus sasaran utama upaya pengurangan risiko bencana dan berupaya mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Sebagai subyek masyarakat diharapkan dapat aktif mengakses saluran informasi formal dan non-formal, sehingga upaya pengurangan risiko bencana secara langsung dapat melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana. Dalam rangka menunjang dan memperkuat daya dukung setempat, sejauh memungkinkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana akan menggunakan dan memberdayakan sumber daya setempat. Ini termasuk tetapi tidak terbatas pada sumber dana, sumber daya alam, ketrampilan, proses-proses ekonomi dan sosial masyarakat. Jadi ada tiga hal penting terkait dengan perubahan paradigma ini, yaitu: Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat tetapi lebih pada keseluruhan manajemen risiko Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah Penanggulangan bencana bukan lagi hanya urusan pemerintah tetapi juga menjadi urusan bersama masyarakat dan lembaga usaha, dimana pemerintah menjadi penanggung jawab utamanya Sebagai salah satu tindak lanjut dalam mengahadapi perubahan paradigma tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di Kobe - Jepang, diselenggarakan Konferensi Pengurangan Bencana Dunia (World Conference on Disaster Reduction) yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam mengurangi kerugian akibat bencana, Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 9

11 baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi dan lingkungan. Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima prioritas kegiatan untuk tahun yaitu: Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua tingkatan masyarakat Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif Sebagai langkah dalam penusunan kurikulum siaga bencana meliputi : identifikasi kebutuhan, membuat kerangka model, menelaah kerangka model, melakukan uji coba dan finalisasi hasil uji coba. Salah satu penyebab timbulnya bencana di Indonesia adalah kurangnya pemahaman terhadap karakteristik ancaman bencana. Sering kali seolah-olah bencana terjadi secara tiba-tiba sehingga masyarakat kurang siap menghadapinya, akibatnya timbul banyak kerugian bahkan korban jiwa. Padahal sebagian besar bencana dapat diprediksi waktu kejadiannya dengan tingkat ketepatan peramalan sangat tergantung dari ketersediaan dan kesiapan alat serta sumber daya manusia. Pemahaman tentang ancaman bencana meliputi pengetahuan secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut: Bagaimana ancaman bahaya timbul. Tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta seberapa besar skalanya Mekanisme perusakan secara fisik. Sektor dan kegiatan kegiatan apa saja yang akan sangat terpengaruh atas kejadian bencana. Dampak dari kerusakan. Beberapa jenis bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah: Banjir. Tanah Longsor. Kekeringan. Kebakaran hutan dan lahan. Angin badai. Gelombang badai/pasang. Gempa bumi. Tsunami. Letusan gunungapi. Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 10

12 Kegagalan teknologi. Wabah penyakit. Menghadapi berbagai jenis bencana tersebut, maka dilakukan upaya mitigasi dengan prinsip-prinsip bahwa: Bencana adalah titik awal upaya mitigasi bagi bencana serupa berikutnya. Upaya mitigasi itu sangat kompleks, saling ketergantungan dan melibatkan banyak pihak Upaya mitigasi aktif lebih efektif dibanding upaya mitigasi pasif Jika sumberdaya terbatas, maka prioritas harus diberikan kepada kelompok rentan Upaya mitigasi memerlukan pemantauan dan evaluasi yang terus menerus untuk mengetahui perubahan situasi. Sedangkan strategi mitigasi bencana dapat dilakukan antara lain dengan: Mengintegrasikan mitigasi bencana dalam program pembangunan yang lebih besar. Pemilihan upaya mitigasi harus didasarkan atas biaya dan manfaat. Agar dapat diterima masyarakat, mitigasi harus menunjukkan hasil yang segera tampak. Upaya mitigasi harus dimulai dari yang mudah dilaksanakan segera setelah bencana. Mitigasi dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan lokal dalam manajemen dan perencanaan. Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 11

13 BAB III STRATEGI PENGEMBANGAN A. Pengembangan KTSP Perbedaan karekteristik geografis membutuhkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan wilayahnya. Pemerintah yang direpresentasikan melalui satuan pendidikan (sekolah), membuka pendidikan layanan khusus, dalam mengembangkan KTSP-nya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2. Kondisi geografis sekolah Kondisi geografis suatu daerah menjadi perhatian penting dalam mengembangkan KTSP. Perbedaan karakteristik wilayah harus diakomodasi dalam kurikulum yang akan dilaksanakan. Keragaman kondisi geografis dapat terjadi pada masyarakat yang berada di daerah pedesaan, pantai, pegunungan, pertanian, pariwisata, industri, daerah rawan bencana dan sebagainya. Sekolah dapat memberikan mata pelajaran vokasi yang sesuai dengan kondisi geografis daerah. Misalnya daerah bencana dapat mengembangkan pendidikan yang memiliki muatan pemahaman potensi bencana dan siaga bencana. Untuk menentukan mata pelajaran yang sesuai, sekolah dapat menganalisis kondisi geografis di daerahnya. 3. Potensi sekolah KTSP Pendidikan Layanan Khusus (PLK) menjadi bagian dari penyusunan KTSP sekolah yang mengakomodasi peserta didik yang berada pada daerah rawan bencana. Untuk itu diperlukan kesiapan sekolah dalam pelayanan tersebut. Hal penting yang perlu diperhatikan sekolah adalah: a. Sarana prasarana Kesiapan sekolah dalam menyediakan sarana dan prasarana sangat menunjang pelaksanaan KTSP. Perlu diperhatikan kondisi dan jumlah kelas, media pembelajaran, laboratorium, ruang praktikum, dan perpustakaan. b. Peserta didik Diperlukan analisis untuk mengetahui kebutuhan peserta didik yang berada pada lingkungan potensi bencana. Data diperlukan untuk menentukan kebijakan dalam memberikan layanan khusus kepada mereka. c. Pendidik dan tenaga kependidikan Perlu dipersiapkan pendidik dan tenaga kependidikan yang mampu melayani pendidikan layanan khusus. Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 12

14 4. Berkoordinasi dengan: a. Komite Sekolah Sekolah yang berada pada daerah potensi bencana memberikan informasi kepada komite sekolah, agar dalam penyelenggaraan pembelajarannya memperoleh dukungan sepenuhnya. Komite Sekolah memberikan masukan ketrampilan yang diperlukan dalam menghadapi bencana b. Dinas Pendidikan setempat Sekolah juga harus menginformasikan kepada Dinas Pendidikan kalau di sekolahnya menggunakan kurikulum yang memuat materi siaga, di samping juga dukungan dana dalam pengadaan dan pemeliharaan fasilitas sekolah, serta kehadiran guru yang memadai. c. Masyarakat sekitar Masyarakat sekitar mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penanganan siaga bencana. Keterlibatan mereka sangat diperlukan untuk memberikan masukan kebutuhan ketrampilan dalam menghadapi bencana. Diharapkan yang berwenang di masyarakat bisa membantu mensosialisasikan kurikulum siaga bencana B. Penekanan dalam Pengembangan KTSP Dalam pengembangan KTSP, sekolah harus berpijak pada panduan yang dikeluarkan dari BSNP, disamping itu dapat memperhatikan 4 aspek berikut ini: 1. Prinsip Pengembangan KTSP PLK a. Fleksibel Untuk pendidikan layanan khusus, sekolah memberikan fleksibilitas waktu kepada peserta didik. Fleksibilitas yang dimaksud adalah pada layanan waktu belajar dan lama waktu belajar. Layanan waktu belajar dimaksudkan dengan memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk menempuh waktu belajar pada pagi atau sore hari. Layanan belajar pada sore hari ditujukan bagi peserta didik yang bekerja pada pagi hari. Layanan lama belajar dimaksudkan dengan memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mengatur lama masa belajar. Bagi peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih dari rata-rata dan menguasai standar kompetensi yang ditetapkan dapat mengikuti akselerasi. Yang perlu diperhatikan dalam layanan ini adalah pendekatan belajar mastery learning (pembelajaran tuntas). Untuk itu, sekolah dapat melaksanakan sistem pembelajaran sesuai dengan kecepatan belajar anak. KTSP yang dirancang sekolah bertujuan agar semua peserta didik mencapai Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi, dan Kompetensi Dasar yang sama. Pengelolaan waktu dibedakan dengan mengatur penambahan alokasi waktu jam pelajaran setiap minggu. Peserta didik diberikan ketrampilan menghadapi bencana, dapat dilakukan dengan simulasi siaga bencana. Waktu yang diperlukan lebih banyak untuk praktek Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 13

15 b. Kompeten KTSP bertujuan untuk memberikan kompetensi-kompetensi pada peserta didik untuk setiap mata pelajaran yang diikutinya. Peserta didik diberi ketrampilan dalam menghadapi bencana. Artinya, sekolah memberikan pelayanan kepada siswa dengan kompetensi yang lebih ditujukan ke arah kecakapan hidup (life skill) dalam menghadapi bencana yang ada dilingkungannya. c. Independen Dengan diberikan kompetensi tertentu yang secara khusus mampu meningkatkan kemandirian peserta didik, diharapkan kompetensi itu diwadahi dalam mata pelajaran tersendiri, tidak terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Sehingga dapat dikatakan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Mata pelajaran ini dapat berupa keterampilan dan muatan lokal. Mata pelajaran keterampilan diarahkan guna kelangsungan hidup setelah hidup dalam masyarakat. Disamping itu, perlu dipikirkan pengelolaan mata pelajaran mulok yang diberikan, agar tidak terjadi adanya benturan dari Dinas setempat dalam pemberian mulok ini. Untuk itu perlu adanya komunikasi dan koordinasi dengan Dinas. d. Percaya Diri Kompetensi yang mengarah ke kecakapan hidup (life skill) ini dapat dijadikan bekal bagi siswa dalam menumbuhkan kepercayaan diri dapat dijadikan bekal untuk kejenjang berikutnya dan setelah terjun kemasyarakat nantinya 2. Karakteristik Peserta Didik Dalam pengembangan KTSP perlu juga diperhatikan permasalahan yang mungkin muncul pada sekolah rawan bencana, yakni: a. Siswa yang memiliki traumatis psikologis Siswa dengan kategori ini adalah siswa yang pernah mengalami bencana. Sehingga diperlukan pendekatan khusus agar pengalaman yang pernah dialami menjadi bekal untuk menghadapi bencana. b. Siswa kurang memiliki motivasi untuk menggali pengetahuan Siswa dengan kategori ini kurang memiliki minat baca bahan ajar seperti buku paket/penunjang disediakan di sekolah. 3. Perlakuan Khusus Setelah memperhatikan prinsip pengembangan dan karakteristik dalam pengembangan KTSP, sekolah dapat memberlakukan sistem sebagai berikut: a. Pemanfataan media, sekolah membuat media yang dapat dipahami oleh peserta didik sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai. Media dapat berupa buku penunjang yang mudah dipahami. Atau media tiga dimensi yang dibuat sendiri b. Pengaturan Jadwal Khusus Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 14

16 Pembelajaran tidak hanya terbatas didalam kelas tetapi dapat dilakukan diluar kelas melalui game, simulasi, out bond dan kegiatan lainnya yang lebih bersifat ketrampilan motorik. 4. Tujuan Akhir Pengembangan KTSP PLK ini mempunyai tujuan akhir bagi peserta didiknya, yaitu: a. Memahami kondisi lingkungan sekitarnya yang memiliki potensi bencana b. Memiliki pengetahuan yang benar terhadap bahaya bencana c. Memiliki ketrampilan hidup (life skill) menghadapi bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu d. Dapat menularkan pengetahuan dan ketrampilannya ke lingkungan keluarga dan masyarakat C. Pengembangan Selanjutnya Melihat realita permasalahan yang ada pada jenjang pendidikan dasar, maka diperlukan kebijakan tertentu dalam penyelenggaraan pendidikan layanan khusus. Pembekalan karakteristik kompetensi tertentu yang berbeda perlu diwadahi agar pendidikan dasar dapat memberikan layanan yang lebih beragam. Perlu dipikirkan pengembangan konsep kurikulum terdiferensiasi dan kebijakan yang dapat melayani peserta didik yang bertempat tinggal didaerah yang memiliki potensi bencana. Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 15

17 BAB IV GAMBARAN DAERAH MODEL C. Kondisi Geografis Bencana alam yang bisa berupa gempa bumi, longsor, banjir, kebakaran hutan, tsunami, gunung meletus, gas alam beracun, dan sebagainya, menimbulkan pengaruh yang besar terhadap lingkungan sosial masyarakat, khususnya terhadap kelangsungan pendidikan di daerah yang mengalaminya. Beberapa wilayah Indonesia termasuk ke dalam kategori daerah rawan bencana, yang sewaktu-waktu dapat kembali tertimpa bencana serupa. Oleh karena itu di daerahdaerah tersebut harus diupayakan terdapat tindakan-tindakan tertentu sebagai antisipasi menghadapi bencana dan akibat yang ditimbulkannya. Demikian juga dalam hal penyelenggaraan pendidikan. Kabupaten Sikka merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang merupakan daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Kabupaten Sikka yang dikelilingi laut merupakan kepulauan yang berada pada lempeng Eurasia, bagian selatan pulau Nusa Tenggara merupakan pertemuan antara lempeng benua Eurasia dan lempeng samudera Hindia Australia. Lempeng samudera menunjam lempeng benua yang pada periode tertentu melepaskan energi berupa gempa tektonik. Pertemuan lempeng didalam perairan dapat memicu gelombang tsunami. Gempa tektonik yang ditimbulkan tidak selamanya menimbulkan tsunami. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seperti kedalam, intensitas gempa, dan jenis pergerakannya Bencana tsunami terakhir yang dialami terjadi di kabupaten Sikka pada tanggal 12 Desember 1992, mengakibatkan kerugian baik korban jiwa maupun harta benda. Jumlah korban dapat dikurangi apabila masyarakat memiliki kesiapsiagan bencana. Baik melalui pengetahuan dan ketrampilan maupun dalam pembangunan sarana dan prasarannya. Salah satu kerusakan fisik akibat gempa adalah runtuhnya bangunan sekolah Sekolah yang berada dekat dengan pantai sehingga ketika terjadi gempa dan tsunami mengalami kerusakan berat dan sampai sekarang dilakukan relokasi ke SDN XXIV Wuring Kecamatan Alok.. Namun demikian perjuangan memulihkan kondisi persekolahan ke keadaan semua sekaligus mengembangkannya menjadi beban tersendiri yang tidak dialami sekolah lain di daerah normal. Dalam upaya menyiapkan peserta didik memperoleh kompetensi yang dibutuhkannya, maka SDN XXIV Wuring dijadikan sekolah model untuk uji coba kurikulum siaga bencana. Pelaksanaan uji coba dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam penerapannya di sekolah secara langsung. Uji coba dengan melakukan praktek penerapan rencana pembelajaran dan menyebar kuesioner terhadap dokumen kurikulum siaga bencana. Disusun pula pengembangan silabus dan rencana pembelajaran yang diintegrasikan (disatukan) dengan matapelajaran yang ada. Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 16

18 D. Profil Sekolah NAMA SEKOLAH : SDN WURING NOMOR STATISTIK SEKLOAH : ALAMAT SEKOLAH : Nangahure-Kel. Wuring, Kecamatan Alok Barat Kabupaten Siswa Propinsi NTT AKREDITASI SEKOLAH : C LUAS TANAH : M 2 LUAS BANGUNAN :654 M2 KONDISI BANGUNAN NO JENIS UNIT KONDISI KETERANGAN 1 Ruang kelas 13 Baik - 2 Ruang perpustakaan 1 - Sedang dibangun 3 Ruang guru Ruang Kepsek 1 Baik - 5 Ruang TU Ruang Lab TENAGA PENGAJAR/TATA USAHA 1.Jenjang Pendidikan a. Tenaga pengajar - SI = 2 orang - D3 = 1 orang - D2 = 6 orang - SMA = 12 orang b. Tenaga tata usaha - SMA = 1orang - SLTP= 1 orang 2. Status Pegawai a. PNS = 19 orang b.honore r= 4 orang Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 17

19 KEADAAN SISWA PADA AWAL TAHUNPELAJARAN 2008/2009 Laki-laki Perempuan Jumlah = 229 orang = 242 orang = 471 orang JUMLAH SISWA PER KELAS Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah 1a b c a b a b a b a b a b Landasan Model Kurikulum Siaga Bencana 18

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGERTIAN - PENGERTIAN ( DIREKTUR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ) DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM Definisi Bencana (disaster) Suatu peristiwa

Lebih terperinci

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang PENGANTAR MITIGASI BENCANA Definisi Bencana (1) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004)

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004) Definisi Bencana Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB Peta Rawan : Suatu Informasi Fundamental dalam Program Pengurangan Risiko Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SIGI PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2012 1 BUPATI SIGI PERATURAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ). 1 BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

PENGANTAR LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI. Painan, 29 November 3 Desember 2005 BAKORNAS PBP KABUPATEN PESISIR SELATAN

PENGANTAR LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI. Painan, 29 November 3 Desember 2005 BAKORNAS PBP KABUPATEN PESISIR SELATAN WORLD HEALTH ORGANIZATION BAKORNAS PBP PENGANTAR KABUPATEN PESISIR SELATAN LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI Painan, 29 November 3 Desember 2005 LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA 1 DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA 2 1. PENDAHULUAN 2. PERAN FASYANKES PRIMER /DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA 3. DUKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia yang terletak di antara

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA I. Umum Indonesia, merupakan negara kepulauan terbesar didunia, yang terletak di antara dua benua, yakni benua Asia dan benua Australia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Rencana Aksi Daerah (RAD) 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Dari aspek geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terletak di antara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana BAB II DISASTER MAP 2.1 Pengertian bencana Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yang dimaksud dengan bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 SABID UAK SADAYU A NG T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA PARIAMAN KOTA PARIAMAN TAHUN 2010-0

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

Empowerment in disaster risk reduction

Empowerment in disaster risk reduction Empowerment in disaster risk reduction 28 Oktober 2017 Oleh : Istianna Nurhidayati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.kom Bencana...??? PENGENALAN Pengertian Bencana Bukan Bencana? Bencana? Bencana adalah peristiwa atau

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

PEDOMAN BANTUAN PERALATAN

PEDOMAN BANTUAN PERALATAN PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PERALATAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) DAFTAR ISI 1. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara astronomi berada pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis Indonesia terletak di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan menyebakan bencana alam

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia dibagian utara, lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang luas dan terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, berada dalam

Lebih terperinci

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN DALAM

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunung api terbesar di dunia. Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG BADAN KESATUAN BANGSA PROPINSI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis

Lebih terperinci

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 Direncanakan oleh : Kasubbag Kelembagaan, IBRAHIM, S. Sos NIP. 520 010 396 Disetujui oleh : Kepala Bagian Organisasi, TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Sekilas Berdirinya BNPB Indonesia laboratorium bencana Terjadinya bencana besar : Tsunami NAD dan Sumut, 26 Desember 2004,

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.696, 2015 KEMENHAN. TNI. Penanggulangan Bencana. Pelibatan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELIBATAN TNI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO Oleh: Yusman Wiyatmo Jurdik Fisika FMIPA UNY, yusmanwiyatmo@yahoo.com, HP: 08122778263 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui

Lebih terperinci