TATA LAKSANA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PERENCANAAN KOTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TATA LAKSANA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PERENCANAAN KOTA"

Transkripsi

1 TATA LAKSANA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PERENCANAAN KOTA (Ordonansi No.158 tanggal 13 Juni 1969) BAB I. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 Pasal 2) Revisi Terkhir: Ordonansi No. 350 Tanggal 1 Agustus 2003 BAB II. PERENCANAAN KOTA Bagian 1. Pokok-Pokok Perencanaan Kota (Pasal 3 Pasal 8) Bagian 2. Keputusan dan Hal Lain Mengenai Perencanaan Kota (Pasal 9 Pasal 18) BAB III. BATASAN-BATASAN, DSB DALAM PERENCANAAN KOTA Bagian 1. Peraturan mengenai Pembangunan, dsb (Pasal 19 Pasal 36) Bagian 1-2. Peraturan mengenai Bangunan, dsb pada Daerah yang Ditetapkan untuk Proyek Pembangunan Perkotaan, dsb (Pasal 36-2 Pasal 36-3) Bagian 2. Peraturan mengenai Bangunan, dsb pada Daerah Fasilitas Perencanaan Kota, dsb (Pasal 37 Pasal 38-3) Bagian 3. Peraturan mengenai Bangunan, dsb pada Daerah Perencanaan Kawasan (Pasal 38-4 Pasal 38-7) Bagian 4. Undang-Undang Tata Guna Lahan, dsb pada Daerah Promosi Penggunaan Lahan Tak Terpakai (Pasal 38-8 Pasal 38-10) BAB IV. PROYEK-PROYEK PERENCANAAN KOTA (Pasal 39 Pasal 40) BAB V. KETENTUAN LAINNYA (Pasal 41 Pasal 46) KETENTUAN TAMBAHAN 115

2 BAB I. KETENTUAN UMUM (Bangunan Khusus) Pasal 1. Bangunan-bangunan yang dapat memperburuk kondisi lingkungan sekitarnya yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 4 Ayat 11 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) Pabrik pembuat aspal (asphalt plant); (2) Pabrik pemecah batu (crusher plant); dan (3) Bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan atau merawat barang-barang berbahaya (barang berbahaya yang tercantum dalam daftar barang pada Tabel yang ditunjukkan pada Pasal 116 Ayat 1 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan (Ordonansi No.338 Tahun 1950) (kecuali sarana operasional yang telah ditetapkan pada Pasal 5 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang Layanan Jaringan Perminyakan (Undang-Undang No.105 Tahun 1972); sarana penyimpanan dan sarana layanan perkapalan yang ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 5 Butir 8 dan Butir 8 (2) Undang-Undang Pelabuhan (Undang-Undang No.218 Tahun 1950); sarana perbekalan yang ditetapkan pada Pasal 3 Butir 2 Sub-Butir (e) Undang-Undang Tempat Pendaratan Ikan (Undang-Undang No.137 Tahun 1950); sarana pengisian bahan bakar pesawat yang dibangun di kawasan bandara yang ditujukan untuk layanan umum berdasarkan Undang-Undang Penerbangan (Undang-Undang No.231 Tahun 1952); bangunan-bangunan listrik seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 No.14 Undang-Undang Kelistrikan (Undang-Undang No.170 Tahun 1964) yang ditujukan bagi sarana kelistrikan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 9 Undang-Undang yang sama; dan bangunan-bangunan gas sebagaimana telah ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 12 Undang-Undang Penggunaan Gas (Undang-Undang No.51 Tahun 1954) (tetapi terbatas pada bangunan-bangunan yang diperuntukkan bagi operasi gas umum sebagaimana yang telah ditentukan pada Pasal 2 Ayat 1 dan operasi gas sederhana sebagaimana yang telah ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang yang sama). 2 Bangunan berskala besar yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 4 Ayat 11 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah bangunan berikut yang memiliki luas minimum 1 Ha: (1) Lapangan bola, lapangan tenis, tempat olah raga atletik, taman hiburan, kebun binatang serta bangunan-bangunan yang diperuntukkan bagi olahraga lainnya dan sarana rekreasi (tidak termasuk bangunan-bangunan yang berhubungan dengan sekolah (kecuali universitas, sekolah kejuruan atas, dan berbagai jenis sekolah) sarana sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pendidikan Sekolah (Undang-Undang No.26 Tahun 1947); bangunan-bangunan yang terkait dengan sarana peningkatan pelabuhan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Butir 9-3 Undang-Undang Pelabuhan; bangunan-bangunan yang terkait dengan taman kota sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Taman Kota (Undang-Undang No.161 Tahun 1957); dan bangunan-bangunan yang terkait dengan bangunan taman seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 6 Undang-Undang Taman Nasional (Undang-Undang 116

3 No.161 Tahun 1957) dan fasilitas-fasilitas yang dibangun pada Bangunan Taman Alam Propinsi sebagaimana yang telah ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut); (2) Kuburan/ Makam (Sarana Publik) Pasal 1-2 Sarana-sarana yang diperuntukkan bagi layanan publik sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 4 Ayat 14 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sistem pembuangan, daerah hijau, alun-alun, sungai, saluran air dan sarana penyimpanan air yang diperuntukkan bagi pemadam kebakaran. (Persyaratan Kotamadya Mengenai Daerah Perencanaan Kota) Pasal 2 Persyaratan yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk hal-hal yang berhubungan dengan Ayat 6 Pasal yang sama) adalah sebagai berikut: (1) Jumlah penduduk kotamadya tersebut sekurang-kurangnya orang dan jumlah orang yang bekerja di sektor perdagangan, industri dan sektor perkotaan lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah penduduk yang bekerja; (2) Dengan memperkirakan tren perkembangan, pertumbuhan penduduk dan prospek industri pada kota tersebut di masa yang akan datang, dapat diperkiraan bahwa kota tersebut akan dapat memenuhi persyaratan yang disebutkan di atas dalam waktu 10 Tahun; (3) Jumlah penduduk pada kawasan-kawasan yang akan dijadikan kawasan pusat kota pada kotamadya tersebut sekurang-kurangnya adalah orang; (4) Adanya kepentingan tertentu untuk membangun lingkungan perkotaan yang nyaman dengan adanya sumber-sumber air panas atau sumber daya pariwisata lainnya akan menarik konsentrasi masyarakat yang tinggi; dan (5) Jika sebagian besar dari bangunan yang ada di kawasan pusat kota tersebut musnah karena terbakar, gempa bumi atau karena bencana lainnya, perlu ditingkatkan rehabilitasi pada kawasan tersebut. 117

4 BAB II. PERENCANAAN KOTA Bagian 1. Pokok-Pokok Perencanaan Kota (Daerah Perencanaan Kota mengenai Kota Besar) Pasal 3 Daerah perencanaan kota mengenai kota-kota besar sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah daerah perencanaan kota yang mencakup semua bagian daerah kota tujuan (kota yang dibentuk berdasarkan Ordonansi) sebagaimana yang telah ditetapkan pada Pasal Ayat 1 Undang-Undang Otonomi Daerah (Undang-Undang No.67 Tahun 1947). (Hal-hal yang telah Ditetapkan dalam Rencana Kota tentang Kawasan dan Zona) Pasal 4 Hal-hal yang telah ditetapkan dalam Ordonansi Pasal 8 Ayat 3 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah nama-nama untuk daerah dan blok-blok tertentu, kawasan estetis, kawasan yang memiliki kekayaan alam, zona pelabuhan, daerah konservasi tempat-tempat bersejarah, daerah konservasi tempat-tempat bersejarah kategori 1 dan 2, daerah konservasi zona hijau, kawasan untuk pusat distribusi fisik, dan kawasan untuk pelestarian klaster bangunan-bangunan tradisional. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Rencana Kota tentang Daerah Promosi Proyek) Pasal 4-2 Hal-hal yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 10 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah mengenai luas daerah. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan pada Pasal 10-3 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 4-3 Syarat-syarat yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 10-3 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah lahan yang terdapat di daerah terkait yang memenuhi salah satu syarat berikut dalam jangka waktu tertentu: (1) Lahan tersebut tidak diperuntukkan bagi daerah pemukiman, sarana bisnis atau peruntukkan lainnya; atau (2) Jika lahan tersebut diperuntukkan bagi daerah pemukiman, sarana bisnis atau peruntukan lainnya, dengan mempertimbangkan tingkat pengembangan lahan atau gedung atau bangunan lainnya yang terdapat diatasnya (selanjutnya disebut bangunan, dsb) kecuali untuk Bab 3 Bagian 1), tingkat pegunaan lahan tersebut jauh lebih rendah daripada tingkat penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi tata guna lahan yang sama atau serupa di daerah sekitarnya. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Rencana Kota Mengenai Daerah Promosi Penggunaan Lahan Tak Terpakai) Pasal 4-4 Hal-hal yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 10-3 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah mengenai luas wilayah. 118

5 (Hal-hal yang telah Ditetapkan dalam Rencana Kota Mengenai Daerah Promosi untuk Pemulihan Bencana Alam) Pasal 4-5 Hal-hal yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 10-4 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah mengenai luas wilayah. (Sarana-sarana yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 Butir 11 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 5 Sarana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 Butir 11 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sarana yang diperuntukkan bagi telekomunikasi atau sarana yang diperuntukkan bagi proteksi terhadap angin, pengendalian kebakaran, pencegahan banjir, proteksi terhadap salju, kontrol sedimen atau pertahanan terhadap pasang surut. (Hal-hal yang Ditetapkan pada Perencanaan Kota Mengenai Sarana Perkotaan) Pasal 6 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi sesuai Pasal 11 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah seperti disebutkan di bawah ini untuk sarana-sarana yang disebutkan berikut ini: (1) Jalan: tipe, jumlah jalur kenderaan (kecuali jalan yang tidak memiliki jalur untuk mobil), dan struktur lainnya (2) Tempat parkir: luas daerah dan bangunanya (3) Terminal kenderaan dan taman: tipe dan luasnya (4) Jalur Kereta Api Cepat (Urban Rapid-transit Railways) dan sarana kota seperti yang tercantum pada Pasal 11 Ayat 1 Butir 4 Undang-Undang Perencanaan Kota: struktur bangunan (5) Bandar udara, kawasan hijau, alun-alun, lapangan olah raga, kuburan/ makam, sarana pengelolaan limbah, sarana pembakaran sampah, dan sarana pekotaan yang tercantum Pasal 11 Ayat 1 Butir 5 sampai 7 Undang-Undang Perencanaan Kota: luas wilayah (6) Saluran pembuangan: saluran pembuangan kawasan (7) Sarana perumahan yang sifatnya kolektif: luas, batasan koefisien dasar bangunan (KDB), batasan koefisien luas lantai bangunan (KLB), jumlah bangunan yang direncanakan berdasarkan ketinggian bangunan, dan kebijakan mengenai tata ruang fasilitas umum serta pemukiman dan fasilitas untuk kepentingan umum. (8) Sarana perkantoran bersama milik umum dan pemerintah: luas, batasan KDB dan KLB, dan kebijakan mengenai tataruang sarana publik serta bangunan dan sarana untuk kepentingan umum. 2 Keterangan mengenai tipe dan struktur bangunan yang disebutkan pada Ayat sebelumnya ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi. (Sarana Kota yang mana Batasan Berbagai Tingkatan dapat Ditetapkan dalam Perencanaan Kota) Pasal 6-2 Sarana kota yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 11 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: 119

6 (1) Jalan, jalan kereta api cepat (Urban Rapid-transit Railways), tempat parkir, terminal dan sarana transportasi lainnya (2) Bangunan air, sarana penyedia listrik, sarana penyedia gas, sistem pembuangan, sarana pengelolaan limbah, sarana pembakaran sampah, dan sarana penyedia dan pengelolaan lainnya (3) Sungai, kanal dan saluran air lainnya (4) Sarana yang dipergunakan untuk sarana telekomunikasi (5) Sarana pencegahan kebakaran dan banjir (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Perencanaan Kota mengenai Proyek-Proyek Pengembangan Kota) Pasal 7 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 12 Ayat 2 Undang-Undang Kota adalah luas daerah pelaksanaan. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Perencanaan Kota mengenai Daerah yang Diperuntukkan bagi Proyek-Proyek Pengembangan Kota, dsb) Pasal 7-2 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 12-2 Ayat 2 Undang-Undang Kota adalah luas daerah peruntukan tersebut. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Perencanaan Kota mengenai Penataan Kawasan, dsb) Pasal 7-3 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 12-4 Ayat 2 Undang-Undang Kota adalah luas daerah peruntukannya. (Sarana Kawasan) Pasal 7-4 Sarana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 2 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah jalan atau taman, kawasan hijau, alun-alun dan lahan tidur lainnya yang bukan sarana perencanaan kota. (Fasilitas yang Ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 7-5 Sarana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah jalan, taman, kawasan hijau, alun-alun dan lahan tak terpakai milik publik lainnya. (Hal-hal mengenai Bangunan, dsb yang Ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 6 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 7-6 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 6 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah tentang larangan mengenai bentuk dan desain bangunan, dsb dan larangan tentang struktur pembatas atau pagar. 120

7 (Hal-hal mengenai Tata Guna Lahan yang Ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 6 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 7-7 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 6 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah hal-hal mengenai konservasi hutan, padang rumput and hal-hal lainnya yang diperlukan untuk pelestarian lingkungan hidup yang baik. (Kriteria dalam Perumusan Perencanaan Kawasan) Pasal 7-8 Kriteria yang ditetapkan dalam Ordonansi yang dibutuhkan untuk menentukan perencanaan kawasan dalam rangka perencanaan kota adalah sebagai berikut: (1) Tata ruang dan skala sarana kawasan dan sarana-sarana lain yang ditetapkan pada Pasal 12-5 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota harus ditata dengan tepat sehingga lingkungan kota tersebut memiliki sarana-sarana umum dengan tata ruang dan skala yang efektif, yang dibangun dan berkesinambungan dengan perencanaan kota lain yang telah ditetapkan untuk daerah tersebut dan daerah-daerah sekitarnya. (2) Hal-hal mengenai bangunan, dsb (kecuali dalam pengembangan kembali, dsb kawasan promosi) akan ditentukan sehingga bangunan, dsb secara keseluruhan sesuai dengan karakteristik daerah tersebut. (3) Hal-hal mengenai bangunan, dsb dalam pembangunan kembali, dsb untuk kawasan promosi, dengan pertimbangan penggunaan lahan tak terpakai di wilayah kota secara efektif, melestarikan lingkungan pemukiman yang nyaman, dan peningkatan kenyamanan dalam melakukan aktivitas komersil dan aktivitas lainnya, dsb, akan ditentukan sehingga bangunan, dsb memberikan kontribusi tata guna lahan yang rasional dan yang sesuai dengan kegunaannya, rasio luas lantai, tinggi dan tataruang yang sesuai untuk masing-masing daerah. (4) Daerah-daerah dalam rencana pembangunan kawasan dalam rangka pengembangan kembali kawasan promosi, dsb akan ditentukan sehingga sesuai bagi pengembangan bangunan, lokasi dan sarana publik yang terpadu. (Standar Perencanaan Kota) Pasal 8 Standar teknis yang diperlukan mengenai pembagian wilayah perencanaan kota menjadi area peningkatan fungsi perkotaan (Urbanization Promotion Areas/UPA) dan area pengendali fungsi perkotaan (Urbanization Control Areas/UCA) adalah sebagai berikut. (1) Lahan yang ditetapkan pada area peningkatan fungsi perkotaan (UPA) yang telah disiapkan untuk lahan perkotaan adalah daerah yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi sebagai lahan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, lahan lainnya yang sudah ada dan akan dijadikan perkotaan, dan juga dekat dengan lahan yang sedang dalam proses perubahan menjadi kota. 121

8 (2) Lahan yang ditetapkan sebagai area peningkatan fungsi perkotaan (UPA) yang diprioritaskan dan direncanakan untuk dapat dijadikan kota dalam waktu 10 Tahun, sesuai aturan, adalah terkecuali lahan-lahan berikut ini: a. Lahan-lahan yang tidak sesuai untuk urbanisasi dengan pertimbangan tren dan prospek urbanisasi untuk pembangunan sarana jalan kereta api, jalan, sungai dan air minum dan saluran pembuangan dalam perencanaan kota daerah terkait; b. Lahan-lahan yang beresiko terkena bencana yang disebabkan oleh genangan, banjir, gelombang, dsb; c. Lahan pertanian intensif yang berkualitas dan lahan yang harus dilindungi dalam jangka panjang sebagai lahan pertanian; dan d. Lahan yang harus dilindungi untuk menjaga kekayaan alam, melestarikan lingkungan perkotaan, sumber daya alam dan mencegah limpasan sedimen, dsb. (3) Batas antara lahan area pengendali fungsi perkotaan (UPA) dan area peningkatan fungsi perkotaan (UCA) sesuai dengan aturan adalah yang ditetapkan dengan menggunakan sarana jalan kereta api dan fasilitas lainnya, sungai, pantai, batu karang dan tanah lapang lainnya dan lahan-lahan yang cocok sebagai lahan untuk batas pemisah; dan jika hal ini sulit, akan dipergunakan batas-batas kota dan batas-batas tertulis, dsb 2 Tata guna kawasan sesuai aturan tidak termasuk lahan-lahan berikut: (1) Kawasan pertanian seperti yang ditetapkan Pasal 8 Ayat 2 Butir 1 Undang-Undang mengenai Pengembangan Kawasan Peningkatan Pertanian (Undang-Undang No.58 Tahun 1969), dan lahan pertanian atau lapangan rumput dan padang rumput sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 2 Butir 1 Undang-Undang Lahan Pertanian (Undang-Undang No.229 Tahun 1942); dan (2) Kawasan-kawasan khusus seperti yang ditetapkan dalam Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Taman Nasional, daerah konservasi hutan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 25 atau Pasal 25-2 Undang-Undang Hutan (Undang-Undang No.249 Tahun 1951), dan daerah-daerah yang kategorinya mirip dengan hal tersebut sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi. Bagian 2. Keputusan, dsb dalam Perencanaan Kota (Pasal 9 Pasal 18) (Perencanaan Kota yang Ditetapkan oleh Propinsi) Pasal 9 Kawasan dan zona yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan luas wilayah seperti yang digambarkan dalam Pasal 15 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) Kawasan dan zona sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 8 Ayat 1 Butir 1 atau Butir 2-3 Undang-Undang Perencanaan Kota dalam wilayah perencanaan kota yang termasuk semua bagian dari lahan berikut: a. Daerah terbangun yang ada sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Ibukota Nasional (Undang-Undang No.83 Tahun 1956), dan pembangunan daerah pinggiran sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; 122

9 b. Daerah perkotaan yang ada sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Kinki (Undang-Undang No.129 Tahun 1963), dan pembangunan daerah pinggiran kota sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; c. Daerah pembangunan kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Chubu (Undang-Undang No.102 Tahun1966); dan d. Daerah untuk kota-kota yang telah ditetapkan berdasarkan Ordonansi; (2) Kawasan-kawasan yang memiliki kekayaan alam dengan luas 10 Ha atau lebih; dan (3) Daerah konservasi zona hijau (tidak termasuk wilayah konservasi khusus zona hijau di pinggiran kota sebagaimana ditetapkan pada Pasal 4 Ayat 2 Butir 3 Undang-Undang mengenai Konservasi Zona Hijau di Daerah Pinggiran Kota pada Daerah Ibukota Nasional (Undang-Undang No.101 Tahun 1966), dan daerah konservasi khusus zona hijau di pinggiran kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 6 Ayat 2 Undang-Undang mengenai Konservasi Cagar Alam di Daerah Kinki (Undang-Undang No.103 Tahun 1967) disebut sebagai kawasan konservasi khusus zona hijau di pinggiran kota pada Pasal 14 Ayat 2)) dengan luas 10 Ha atau lebih. 2 Sarana kota dan sarana pokok perkotaan yang ditetapkan dalam Ordonansi dan tetap berdasarkan luas daerahnya yang dijelaskan dalam Pasal 15 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) Jalan-jalan berikut: a. Jalan nasional dan jalan propinsi berdasarkan Pasal 3-1 Undang-Undang Jalan Raya (Undang-Undang No.180 Tahun 1952); dan b. Jalan lainnya yang memiliki empat jalur atau lebih; (2) Jalan raya untuk lalu lintas kenderaan cepat; (3) Terminal kendaraan umum sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang mengenai Terminal Kendaraan (Undang-Undang No.136 Tahun 1959); (4) Bandara sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang mengenai Bandara (Undang-Undang No.80 Tahun 1956); (5) Taman, daerah hijau, alun-alun dan kuburan dengan luas 10 Ha atau lebih; (6) Bangunan-bangunan air yang diperuntukkan bagi penyediaan air minum sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 4 Undang-Undang mengenai Bangunan Air (Undang-Undang No.77 Tahun 1957); (7) Sistem pembuangan publik yang daerah tangkapannya terentang diantara 2 (dua) kota atau lebih sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Bangunan Pembuang (Undang-Undang No.79 Tahun 1958), dan sistem pembuangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; (8) Sarana pengelolaan limbah industri; 123

10 (9) Sungai-sungai golongan 1 sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Persungaian (Undang-Undang No.167 Tahun 1954), dan sungai-sungai dan kanal golongan 2 sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang tersebut; (10) Universitas atau Institut Teknologi; (11) Perumahan yang terdiri dari rumah tangga atau lebih; (12) Sarana-sarana perkantoran kolektif milik umum dan pemerintah; (13) Perkebunan distribusi fisik; dan (14) Sarana-sarana pertahanan terhadap pasang. (Proyek-Proyek Penyesuaian Kembali Lahan Berskala Kecil, dsb yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 15 Ayat 1 Butir 6 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 10 Proyek penyesuaian kembali lahan yang berskala kecil, proyek pengembangan kembali kota, dan proyek pembangunan blok pemukiman yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 15 Ayat 1 Butir 6 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) Proyek penyesuaian kembali lahan berdasarkan Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan (Undang-Undang No.119 Tahun 1954) adalah untuk lahan yang luasnya tidak lebih dari 50 Ha; (2) Proyek pengembangan kembali kota berdasarkan Undang-Undang Pembaharuan Kota (Undang-Undang No.38 Tahun 1969) adalah untuk lahan yang luasnya tidak lebih dari 3 Ha; dan (3) Proyek pembangunan blok pemukiman berdasarkan Undang-Undang Khusus untuk Memfasilitasi Suplai Lahan Pemukiman, dsb di Daerah Utama Kota Metropolitan (Undang-Undang No.67 Tahun 1975). (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 16 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 10-2 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 16 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah mengenai metode dalam menyajikan isi dari rencana kawasan dan metode dalam menyampaikan pendapat. (Pihak-pihak yang Diminta Pendapatnya dalam Merumuskan Perencanaan Kawasan, dsb) Pasal 10-3 Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 16 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah para pemegang hak milik atau hak sewa tanah yang memenuhi persyaratan, hak dan kewajiban yang tercatat, hak untuk menjanjikan atau menggadaikan akte mengenai lahan yang menjadi target dalam rencana kawasan, dan orang-orang yang namanya tercatat dalam daftar sementara atas tanah dan hak-haknya, daftar sita mengenai hak-hak tersebut dan daftar kontrak khusus untuk penebusan tanah tersebut. 124

11 (Orang-Orang yang Ijinnya Diperlukan dalam Perencanaan Kota Terkait dengan Blok-Blok Tertentu) Pasal 11 Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 17 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota (kecuali hal-hal yang diatur dalam 21 Ayat 2 Undang-Undang tersebut) adalah para pemegang hak kepemilikan, hak milik atau hak sewa yang memenuhi syarat-syarat kepemilikan bangunan, hak dan kewajiban yang tercatat, hak untuk menjanjikan atau menggadaikan akte mengenai lahan pada blok khusus terkait, dan orang-orang yang namanya tercantum dalam daftar sementara atas tanah dan hak-haknya, daftar sita atas hak-hak tersebut, dan daftar kontrak khusus untuk penebusan tanah tersebut. (Hak-Hak Orang yang Pendapatnya Diperlukan dalam Perencanaan Kota untuk Daerah Peningkatan Penggunaan Lahan Tak Terpakai) Pasal 11-2 Hak-hak yang diperuntukkan bagi penggunaan dan keuntungan sebagaimana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 17 Ayat 4 Undang-Undang Perencanaan Kota (kecuali hal-hal yang diatur dalam Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang tersebut) adalah hak-hak atas tanah atau hak sewa yang memenuhi persyaratan mengenai lahan yang berada daerah promosi penggunaan lahan tak terpakai terkait. (Daerah Perencanaan Kota yang Membutuhkan Ijin dari Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi dalam Perencanaan Kota) Pasal 12 Daerah perencanaan kota sebagaimana ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk hal-hal yang diatur dalam Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang tersebut; hal yang sama berlaku terhadap Pasal 14 berikut) adalah sebagai berikut: (1) Daerah perencanaan kota yang termasuk keseluruhan atau sebagian dari daerah-daerah di bawah ini: a. Daerah terbangun yang ada sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Ibukota Nasional, dan pembangunan daerah pinggiran kota sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; b. Daerah kota yang sudah ada sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Kinki, dan pembangunan daerah pinggiran kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; c. Daerah pembangunan kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Chubu; (2) Daerah perencanaan kota yang termasuk keseluruhan atau sebagian dari lahan-lahan berikut (untuk Butir d. tidak termasuk hal-hal yang diatur pada Butir-Butir sebelumnya) dan telah ditetapkan oleh Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi: 125

12 a. Daerah pengembangan kota sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang Pembangunan Daerah Ibukota Nasional; b. Daerah pengembangan kota sebagaimana yang ditetapkan dalam in Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang Pembangunan Daerah Kinki; c. Daerah pengembangan kota sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang Pembangunan Daerah Chubu; dan d. Daerah kota yang berpenduduk orang atau lebih; (3) Daerah perencanaan perkotaan yang sangat erat hubungannya dengan tata guna lahan bagi pengembangan dan pembangunan kota secara teratur dalam daerah perencanaan kota yang tercantum dalam Ayat (2) di atas, dan ditetapkan oleh Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi. (Perencanaan Kota yang tidak Membutuhkan Ijin dari Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) Pasal 13 Perencanaan kota yang berskala kecil yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah perencanaan kota yang terkait dengan hal-hal berikut ini: (1) Kawasan yang ditetapkan dalam Pasal 8 Ayat 1 Butir 16 Undang-Undang Perencanaan Kota; (2) Sarana-sarana kota berikut ini: a. Jalan propinsi berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Jalan Raya (kecuali jalan yang memiliki empat jalur atau lebih); b. Bangunan air yang diperuntukkan bagi sarana air bersih sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 4 Undang-Undang Bangunan Air; c. Sistem pembuangan publik yang daerah tangkapannya terletak diantara dua kota atau lebih sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang mengenai Bangunan Pembuang; d. Fasilitas-fasillitas pengelolaan limbah industri; e. Sungai golongan 1 sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang mengenai Sungai, dan sungai dan kanal golongan 2 yang ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang tersebut; dan f. Universitas dan institut teknologi; (Perencanaan Kota yang Terutama Terkait dengan Kepentingan Nasional) Pasal 14 Perencanaan kota yang ditetapkan dalam Ordonansi yang terutama terkait dengan kepentingan nasional berdasarkan Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah perencanaan kota yang berkaitan dengan hal-hal berikut: (1) Kebijakan tentang pembangunan, pengembangan dan konservasi daerah-daerah perencanaan kota (terbatas pada kebijakan dalam menentukan rencana perencanaan kota mengenai hal-hal pada Pasal 6-2 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang tersebut dan Sub Butir 3-5 pada Butir 3 Ayat yang sama); 126

13 (2) Pembagian daerah UPA dan UCA; (3) Kawasan dan zona yang dinyatakan pada Pasal 8 Ayat 1 Butir 9 sampai 12 Undang-Undang Perencanaan Kota (terbatas pada: kawasan yang dinyatakan pada Butir 9 Ayat yang sama, hal-hal mengenai pelabuhan-pelabuhan penting tertentu berdasarkan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Pelabuhan dan, pada kawasan dinyatakan pada Pasal 8 Ayat 1 Butir 12 Undang-Undang Perencanaan Kota, daerah konservasi zona hijau khusus di pinggiran kota); (4) Fasilitas-fasilitas kota berikut ini; a. Jalan-jalan raya untuk kenderaan cepat dan jalan-jalan raya umum nasional berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Jalan Raya; b. Jalur kereta api cepat; c. Bandara-bandara Kategori 1 yang ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Pengembangan Bandara; d. Taman dan kawasan hijau yang disediakan oleh Negara; dan e. Sungai-sungai golongan 1 sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang mengenai Sungai f. Sarana perkantoran kolektif milik pemerintah dan umum (5) Daerah yang direncanakan yang dinyatakan pada Pasal 12-2 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Perencanaan kota yang Membutuhkan Ijin dari Gubernur Propinsi) Pasal 14-2 Hal-hal yang Ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 19 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk hal-hal yang diatur dalam Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang tersebut) adalah yang dinyatakan dalam Tabel berdasarkan jenis rencana tata kawasan yang berbeda-beda, dsb. Rencana Kawasan, dsb Rencana Kawasan (kecuali rencana yang sudah ditetapkan untuk UCA) Perihal 1. Lokasi dan luas rencana kawasan 2. Selain fasilitas-fasilitas kawasan, tataruang dan skala jalan (kecuali jalan buntu), lebarnya 8 m atau lebih 3. Hal-hal berikut yang terkait dengan pembangunan kembali, dsb mengenai kawasan peningkatan/ promosi: a. Kebijakan pokok mengenai tata guna lahan b. Tataruang dan skala fasilitas sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 12-5 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota 4. Hal-hal berikut (kecuali kasus-kasus dalam pengembangan kembali, dsb mengenai kawasan promosi) berkaitan dengan bangunan, dsb (terbatas pada hal-hal dimana hal tersebut sudah tetap di daerah atau kawasan yang ditetapkan oleh propinsi dan daerah-daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) a. Larangan-larangan tata guna bangunan, dsb b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 127

14 Rencana Kawasan, dsb Rencana Distrik yang sudah tetap untuk UCA Rencana Kawasan dalam Pembangunan Blok Pencegah Bencana Rencana Kawasan Pinggiran Jalan Perihal 5. Hal-hal berikut yang terkait dengan bangunan, dsb dalam pengembangan kembali, dsb pada kawasan promosi (mengenai c., terbatas pada kasus-kasus yang terjadi akibat kelebihan rasio cakupan bangunan sebagaimana yang ditetapkan dalam rencana perencanaan kota mengenai tata guna kawasan): a. Larangan-larangan tata guna bangunan, dsb b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 6. Selain daerah untuk jalan, yang merupakan fasilitas perencanaan kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal Undang-Undang Perencanaan Kota, pada daerah-daerah yang seharusnya digunakan secara bersama sebagai tempat didirikannya bangunan, dsb terbatas pada arsitektur atau konstruksi bangunan, dsb ditetapkan pada Ayat yang sama. 1. Lokasi dan luas rencana tata kawasan 2. Target rencana tata kawasan terkait 3. Kebijakan perbaikan, pengembangan dan konservasi daerah-daerah terkait 4. Tataruang dan skala sarana kawasan 5. Hal-hal berikut yang terkait dengan bangunan, dsb terlepas dari larangan-larangan mengenai bentuk dan desain bangunan, dsb dan larangan mengenai struktur pembatas atau pagar 6. Selain daerah untuk jalan, yang merupakan sarana perencanaan kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal Undang-Undang Perencanaan Kota, pada daerah-daerah yang seharusnya digunakan secara bersama sebagai tempat didirikannya bangunan, dsb terbatas pada arsitektur atau konstruksi bangunan, dsb ditetapkan pada Ayat yang sama. 1. Lokasi dan luas blok pencegah bencana dalam rencana pembangunan kawasan 2. Tataruang, skala dan luas daerah untuk jalan (kecuali jalan buntu) lebarnya 8 m atau lebih 3. Hal-hal berikut yang terkait dengan bangunan, dsb (terbatas pada hal-hal yang telah ditetapkan pada daerah dan kawasan yang telah ditentukan oleh propinsi dan daerah-daerah yang ditentukan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) a. Larangan mengenai tata guna bangunan, dsb b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 1. Lokasi dan luas wilayah dalam rencana kawasan pinggiran jalan 2. Kebijakan mengenai pengembangan pinggiran jalan 3. Tataruang dan skala fasilitas-fasilitas kawasan pinggiran jalan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 9 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang yang Terkait dengan Pengembangan Pinggiran Jalan Arteri (Undang-Undang No. 34 Tahun 1980): a. Kawasan hijau dan lahan tak terpakai penyangga lainnya b. Jalan (kecuali jalan buntu) lebarnya 8 m atau lebih 4. Hal-hal berikut yang terkait dengan pembangunan kembali pinggiran jalan, dsb pada kawasan promosi: a. Kebijakan pokok mengenai tata guna lahan b. Tataruang dan skala dari sarana-sarana yang ditetapkan Pasal 9 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang yang Terkait dengan Pengembangan Pinggiran Jalan-Jalan Arteri 128

15 Rencana Kawasan, dsb Rencana Kawasan Dusun Kecil di Pedalaman Perihal 5. Hal-hal berikut (kecuali yang ada dalam pembangunan kembali pinggiran jalan, dsb pada kawasan promosi) terkait dengan bangunan, dsb (mengenai d. dan e., terbatas pada hal-hal yang sudah ditetapkan pada daerah-daerah dan kawasan yang telah ditentukan oleh propinsi dan daerah-daerah yang ditentukan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) a. Batasan jarak minimum bangunan terdepan pada jalan-jalan yang daerah pinggiran jalannya sedang dikembangkan (mengacu pada ketentuan mengenai bagian terdepan bangunan pada jalan yang daerah pinggirannya sedang dikembangkan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 9 Ayat 6 Butir 2 Undang-Undang yang Terkait dengan Pengembangan Pinggiran Jalan Arteri; selanjutnya disebutkan sama) b. Pembatasan struktur bangunan yang diperlukan untuk pencegahan kebisingan dan isolasi kebisingan c. Tinggi minimum bangunan, dsb d. Koefisien lantai bangunan maksimum e. Larangan mengenai tataguna bangunan, dsb 6. Hal-hal berikut yang terkait dengan bangunan, dsb pada pembangunan kembali daerah pinggiran jalan, dsb pada kawasan promosi (mengenai e., terbatas pada hal-hal yang terjadi akibat kelebihan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagaimana ditetapkan dalam perencanaan kota mengenai tataguna kawasan): a. Batasan jarak minimum bangunan terdepan pada jalan-jalan yang daerah pinggiran jalannya sedang dikembangkan b. Batasan struktur bangunan yang dibutuhkan untuk pencegahan kebisingan dan isolasi kebisingan c. Tinggi minimum bangunan, dsb d. KLB maksimum bangunan e. KDB maksimum bangunan f. Larangan-larangan mengenai tataguna bangunan, dsb 1. Lokasi dan luas daerah kawasan bagi dusun-dusun kecil di pedesaan 2. Target tata ruang dusun-dusun kecil di pedesaan terkait, dan kebijakan peningkatan tata tuang kawasan dusun kecil pedesaan terkait, dan kebijakan peningkatan dan konservasi daerah terkait 3. Tataruang dan skala fasilitas-fasilitas kawasan dusun kecil sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 3 Undang-Undang Pengembangan Daerah Dusun Kecil di Pedalaman (Undang-Undang No.63 Tahun 1987) 4. Hal-hal mengenai bangunan, dsb selain larangan-larangan mengenai bentuk dan disain bangunan, dsb dan larangan mengenai struktur pembatas atau pagar (Perubahan Singkat yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 15 Perubahan singkat yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 21 Ayat 2 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut kecuali tidak diatur dalam ketentuan-ketentuan berikut: 129

16 (1) Ketentuan dalam Pasal 17, Pasal 18 Ayat 2 dan Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota: perubahan nama (2) Ketentuan dalam Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota: hal-hal berikut (mengenai b., e. dan f., terbatas pada hal-hal yang Ditetapkan dalam peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi): a. Perubahan nama; b. Perubahan lokasi, daerah, luas dan/atau struktur; c. Perubahan KDB bangunan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 53 Ayat 1 Butir 1 sampai 3 dan Butir 5 Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No.201 Tahun 1950), luas minimum bangunan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 53-2 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang yang sama, jarak minimum yang diperlukan dari dinding terluar dengan garis sempadan lokasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 54 Undang-Undang yang sama, dan batasan tinggi bangunan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang yang sama (termasuk hal-hal yang baru ditetapkan mengenai jarak minimum yang dibutuhkan dari dinding luar bangunan ke garis sempadan lahan dan luas minimum lahan), dalam perencanaan kota mengenai luas daerah berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 bagian 1 Undang-Undang Perencanaan Kota; d. Perubahan KDB maksimum bangunan atau minimum luas lahan bangunan (termasuk hal-hal yang baru ditetapkan) dalam rencana perencanaan kota mengenai kawasan berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 Butir 2 Sub Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota; e. Perubahan kebijakan mengenai jumlah unit bangunan tempat tinggal yang bertingkat rendah, sedang dan tinggi atau tataruang sarana publik, sarana dan rumah yang memberi keuntungan kepada masyarakat dalam rencana perencanaan kota mengenai sarana perumahan kolektif; dan f. Perubahan kebijakan mengenai tata ruang sarana publik, sarana dan rumah yang memberi keuntungan kepada masyarakat dalam perencanaan kota mengenai sarana perkantoran kolektif milik umum dan pemerintah (3) Hal-hal yang muncul dalam ketentuan Pasal 9 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota dan Butir a. dan b. di atas (mengenai b. dan e., hanya hal-hal yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) (Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 21-2 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 15-2 Skala yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 21-2 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 0,5 Ha. Namun, jika terdapat kebutuhan khusus dengan pertimbangan kondisi terakhir atau prospek di masa yang akan datang, dsb untuk peningkatan, pengembangan atau pelestarian proyek-proyek yang dilaksanakan sebagai pelaksanaan terpadu dalam wilayah perencanaan kota atau daerah kuasi rencana perencanaan kota, propinsi atau kotamadya dapat membuat peraturan untuk membatasi jenis perencanaan kota yang terkait dengan daerah-daerah tersebut atau proposal rencana dan secara terpisah menentukan skala proposal rencana untuk daerah yang luasnya lebih dari 0,1 Ha dan kurang dari 0,5 Ha. 130

17 (Undang-Undang Peralihan yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 22 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 16 Jika rencana perencanaan kota diperluas hingga ke dua propinsi atau lebih yang dijadikan satu propinsi atau jika wilayah perencanaan kota pada satu propinsi menjadi wilayah yang diperluas menjadi dua propinsi atau lebih, maka perencanaan kota yang ditetapkan oleh Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi dan propinsi akan disebut sebagai perencanaan kota yang ditetapkan oleh Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi dan Pemerintah Propinsi. (Pihak-pihak yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 23 Ayat 6 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 17 Pihak-pihak yang ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 23 Ayat 6 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah para pimpinan Kementrian Transportasi Daerah jika perencanaan kota tersebut berupa sarana perumahan kolektif untuk rumah tangga atau lebih atau perencanaan kota tersebut berupa daerah yang direncanakan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 12-2 Ayat 1 Butir 4 Undang-Undang Perencanaan Kota (kecuali jika Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi menentukan sendiri perencanaan kotanya). (Permohonan Putusan dari Komite Pengambil-alihan) Pasal 18 Pihak-pihak yang bermaksud meminta keputusan berdasarkan ketentuan Pasal 94 Ayat 2 Undang-Undang Pengambil-alihan Lahan (Undang-Undang No.219 Tahun 1951) berdasarkan ketentuan Pasal 28 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk jika berlaku sesuai Pasal 52 Ayat 4 Butir 2 (dan jika berlaku sesuai Pasal 57-5) Undang-Undang tersebut, Pasal 52 Ayat 5 Butir 3 (dan jika berlaku sesuai Pasal 57-6 Ayat 2 dan Pasal 60-3 Ayat 2) Undang-Undang yang dimaksud, dan Pasal 68 Ayat 3 Undang-Undang tersebut) harus memberikan permohonan tertulis kepada Komite Pengambil-alihan dan mengisi formulir berdasarkan format berikut yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi : (1) Nama dan alamat pemohon; (2) Nama dan alamat pihak lainnya; (3) Jenis rencana perencanaan kota (masing-masing jenis jika rencana perencanaan kota jika rencana perencanaan kota tersebut berupa sistem pembagian wilayah/ zonasi, sarana-sarana kota, proyek-proyek pembangunan kota dan daerah-daerah yang direncanakan untuk proyek pembangunan kota, dsb) (jenis proyek perencanaan kota dalam hal permintaan pembelian tanah berdasarkan Pasal 68 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota); (4) Fakta kerugian dan estimasi kompensasi dengan laporan kerugian yang terperinci (estimasi dan rincian harga tanah yang akan dibeli untuk permintaan pembelian tanah); dan (5) Materi diskusi 131

18 BAB III. BATASAN-BATASAN, DSB DALAM PERENCANAAN KOTA Bagian 1. Peraturan mengenai Pembangunan dll. (Pasal 19 Pasal 36) (Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 19 Skala yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah skala yang disajikan dalam kolom kedua pada Tabel berikut untuk masing-masing daerah yang disebutkan pada kolom pertama. Namun, untuk hal-hal yang disebutkan pada kolom ketiga, Gubernur Propinsi (Walikota untuk menentukan kota-kota; hal yang sama berlaku selanjutnya) dapat memberi batasan mengenai luas dan secara terpisah menetapkan skala dengan jangkauan seperti yang terlihat pada kolom keempat dengan menggunakan aturan-aturan propinsi (atau aturan penentuan kota bagi kota-kota yang ditunjuk; selanjutnya berlaku sama). Kolom Pertama Area Peningkatan Fungsi Perkotaan (UPA) Daerah perencanaan kota atau daerah kuasi perencanaan kota yang pembagian UPA dan UCA nya belum ditentukan Kolom Kedua Kolom Ketiga Untuk hal-hal yang membutuhkan 1000 m 2 pertimbangan khusus untuk pencegahan urbanisasi yang tidak terkontrol terhadap status urbanisasi saat ini Untuk hal-hal yang membutuhkan 3000 m 2 pertimbangan khusus dari urbanisasi dari status urbanisasi saat ini Kolom Keempat m m 2 2 Mengenai permohonan untuk ketentuan UPA seperti disajikan pada Tabel di atas yang termasuk semua atau sebahagian wilayah di atas (terbatas pada wilayah yang memiliki kawasan-kawasan khusus) pada kota atau kotamadya, 1000 m 2 pada Tabel akan menjadi (500 m 2 ). (1) Daerah terbangun sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pengembangan Wilayah Ibukota Nasional, dan jalur pengembangan daerah pinggiran kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; (2) Daerah kota yang ada sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Kinki, dan pengembangan daerah pinggiran kota seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; dan (3) Daerah pembangunan kota seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Chubu. 132

19 (Bangunan-bangunan yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 2 dan Ayat 2 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 20 Bangunan-bangunan yang ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 2 dan Ayat 2 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) Gudang-gudang ternak, tempat pemeliharaan ulat sutera, rumah hijau, fasilitas perbenihan, fasilitas fertilisasi buatan untuk ternak, fasilitas penetasan dan pengembang biakan benih, fasilitas pemerahan susu, fasilitas pengumpulan susu, dan bangunan-bangunan lainnya yang digunakan untuk memproduksi dan mengumpulkan produk-produk pertanian, kehutanan dan perikanan yang sejenis; (2) Gudang-gudang pupuk kompos, tempat penyimpannan makanan ternak, fasilitas penyimpanan benih, alat-alat pertanian, dsb fasilitas penyimpanan, dan bangunan-bangunan lainnya yang dipergunakan untuk tempat penyimpanan barang-barang produksi pertanian, kehutanan dan perikanan yang sejenis ; (3) Bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk pelayanan kesehatan ternak; (4) Sistem air bersih dan pembuangan, fasilitas pengambilan air, dan bangunan-bangunan lain yang dipergunakan untuk pengelolaan fasilitas-fasiltas yang diperlukan untuk pelestarian dan penggunaan lahan pertanian dan bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk jalur kabel; dan (5) Sebagai tambahan untuk hal-hal yang disebutkan di atas, bangunan-bangunan dengan luas 90 m 2 atau kurang. (Bangunan-bangunan yang Dibutuhkan bagi Kepentingan Publik sebagaimana yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 21 Bangunan-bangunan yang dibutuhkan bagi kepentingan umum sebagaimana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) Bangunan-bangunan yang terdiri dari jalan-jalan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Jalan Raya dan jalan-jalan raya umum atau jalan-jalan yang khusus untuk kendaraan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 8 Undang-Undang Transportasi Jalan (Undang-Undang No.183 Tahun 1951) (terbatas pada jalan-jalan yang dipergunakan untuk transportasi mobil penumpang umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang tersebut dan transportasi kenderaan angkutan umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Transportasi Kendaraan Angkutan (Undang-Undang No.83 Tahun 1988); (2) Bangunan-bangunan yang terdiri atas sungai-sungai yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Persungaian; (3) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas pertamanan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Taman Kota; (4) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk jalur kabel untuk kepentingan umum sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang 133

20 Layanan Jalan Kereta Api (Undang-Undang No.92 Tahun 1986), dan bangunan-bangunan yang merupakan sarana yang dipergunakan sebagai rel sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Rel Kereta Api (Undang-Undang No.76 Tahun 1922) atau fasilitas-fasilitas yang dipergunakan untuk trem tanpa rel yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut; (5) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas-fasilitas layanan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang Layanan Jaringan Perminyakan; (6) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas-fasilitas yang dipergunakan untuk transportasi kenderaan angkutan penumpang umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 1 Butir a. Undang-Undang Transportasi Jalan atau Transportasi Angkutan Barang seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Layanan Transportasi Kenderaan Angkutan Barang (terbatas pada muatan khusus seperti yang ditetapkan dalam Ayat 6 Undang-Undang yang sama), atau bangunan-bangunan terminal umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang Terminal Kendaraan. (7) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas pelabuhan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang Pelabuhan, dan bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas pendaratan ikan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Tempat Pendaratan Ikan; (8) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas konservasi daerah pesisir sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Daerah Pesisir (Undang-Undang No.101 Tahun 1956); (9) Bangunan-bangunan yang dibangun pada wilayah lapangan terbang umum berdasarkan Undang-Undang Penerbangan dan diperlukan untuk pengamanan fungsi lapangan terbang tersebut atau untuk menjamin kenyamanan pengguna lapangan terbang, atau bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas keselamatan penerbangan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang yang sama dan dipergunakan untuk kepentingan umum; (10) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk observasi atau mengumumkan fenomena meteorologi, fenomena laut, fenomena bumi, banjir dan fenomena-fenomena sejenis lainnya; (11) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk layanan pos; (12) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk operator telekomunikasi kategori 1 untuk layanan-layanan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 12 Ayat 1 Undang-Undang Telekomunikasi (Undang-Undang No.86 Tahun 1984); (13) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk layanan penyiaran sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Penyiaran (Undang-Undang No.132 Tahun 1950); (14) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas untuk instalasi bangunan listrik seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 14 Undang-Undang Kelistrikan untuk layanan listrik (kecuali layanan listrik skala tertentu seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 7 Undang-Undang yang sama) sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 9 Undang-Undang yang sama; dan bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas untuk pemasangan bangunan gas seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 12 Undang-Undang 134

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 5.1 Umum Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI LAMPIRAN XV PERATURAN DAERAH TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TANGERANG 2012-2032 PERATURAN ZONASI STRUKTUR RUANG PUSAT PELAYANAN KAWASAN SUB PUSAT PELAYANAN Pusat pelayanan

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 61 TAHUN 2006 TENTANG PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1289, 2015 KEMENHUB. Perjanjian Tingkat Layanan. Jasa Bandar Udara. Penyusunan Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 129 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN DUKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2016 PEKERJAAN UMUM Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Panjang

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA Perumahan menengah : meliputi kompleks perumahan atau dan sederhana permukiman Perumahan pasang surut : meliputi perumahan yang berada di daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MALANG TENGAH TAHUN 2016-2036 DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

KEPALA DINAS. Subbagian Perencanaan Program. Bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Seksi. Kurikulum dan Pembelajaran

KEPALA DINAS. Subbagian Perencanaan Program. Bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Seksi. Kurikulum dan Pembelajaran DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI RIAU 1 : PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU PAUD dan Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Non

Lebih terperinci

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa bangunan

Lebih terperinci

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 10 2007 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM, DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI Page 1 of 5 www.sertifikasi.biz DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI L ampiran Peraturan LPJK Nomor 2 Tahun 2014 A. KLASIFIKASI USAHA BERSIFAT UMUM Sub-bidang, bagian Sub-bidang

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI LAMPIRAN 24 DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 2 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013 Kode Subbid Sub-bidang, bagian Sub-bidang kode

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA NGRAMBE

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 41 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 41 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DARI PENGEMBANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH

PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH FORM B PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH Petunjuk Pengisian: 1. Tentukan lokasi/kawasan wisata yang akan diamati sesuai dengan tema/topik yang akan diangkat. Kemudian kaitkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2004-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KOTA BEKASI

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya laporan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR TAHUN 016 011 TENTANG PEDOMAN PENGANGGARAN BIAYA PENYUSUNAN DOKUMEN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO 1 PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI LAMPIRAN 24 DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 2 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013 Kode Subbid Sub-bidang, bagian Sub-bidang kode

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

VII. TATA LETAK PABRIK

VII. TATA LETAK PABRIK VII. TATA LETAK PABRIK A. Lokasi Pabrik Penentuan lokasi pabrik adalah salah satu hal yang terpenting dalam mendirikan suatu pabrik. Lokasi pabrik akan berpengaruh secara langsung terhadap kelangsungan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL Tahun : 2014 Nomor : 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sungai, saluran, waduk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MOJOKERTO TAHUN 2002 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG RENCANA ZONASI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL TERTENTU PULAU NIPA TAHUN 2017-2036 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 51 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DAN GARIS SEMPADAN SUNGAI/SALURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci